morfologi dan klasifikasi penyu hijau
TRANSCRIPT
Morfologi dan Klasifikasi Penyu Hijau
Menurut Nuitja (1992), penyu hijau mempunyai ciri-ciri: karapaks sebagai penutup tubuh merupakan kulit keras yang terdiri dari 4 pasang sisik coastal, 5 sisik vertebral dan 12 pasang sisik marginal, sepasang sisik prefiontal yang letaknya di atas hidung, memilii sepasang kaki depan dan sepasang kaki belakang, kuku pada kaki depan hanya satu, warna karapaksnya coklat atau kehitam-hitaman dan letak bagian karapaks tidak saling menutupi satu sama lainnya. Bagian dorsal anak-anak penyu yang baru lahir (tukik) adalah benvama hitam dan bagian ventralnya putih mulai dari kaki atau 'lflipper".
Klasifikasi penyu hijau menurut Linnaeus dalam Hirth (1971) adalah :
Kingdom : Animalia
Sub kingdom : Monera
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Class : Reptilia
Sub class : Anapsida
Ordo : Testudinata (Hirth, 1971)
Sub ordo : Cryptonia
Famili : Cheloniidae
Genus : Chelonia
Spesies : Chelonia mydas
Karakteristik Biofisik Habitat Peneluran Penyu Hijau
2.3.1. Tipe substrat
Susunan tekstur substrat peneluran penyu hijau tidak kurang dari 90%
berupa pasir dan sisanya adalah debu maupun liat, dengan diameter butiran
berbentuk halus dan sedang (Nuitja, 1992). Penyu hijau menyukai pantai
berpasir tebal yang landai dengan butiran pasir yang halus berdiameter antara
0,18-0,21 mm (Bustard, 1972). Menurut Bustad (1972) klasifikasi diameter
pasir dapat diliiat pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Klasifikasi pasir berdasarkan diameter (mm)
1 No. 1 Klasifikasi ( Diameter Pasir (mm) 1
I I
2.
3.
1 5. 1 Sangat kasar I 1,OO - 2,OO 1
1. 0,053 - 0,lO
I I
2.3.2. Suhu suhstrat
Sangat halus
Halus
Sedang
Sarang alami merupakan sarang yang memiliki kondisi temperatur dan
0,lO - 0,21
0,21 - 0,SO
4. 0,50 - 1,OO
kelembaban yang tepat. Salah satu fungsi penting dari sarang adalah menjaga
Kasar
telur dan tukik dari kekeringan, pasang air laut dan fluktuasi suhu yang tinggi
(Limpus, 1984). Menurut Susilowati (2002) diketahui suhu substrat pantai
Pangumbahan pada Musim Timur berkisar antara 27,8"C-28,4"C, sedangkan suhu
substrat pada M u s h Barat berkisar antara 23,63°C-29,030C (Widiastuti,l998).
Masa inkubasi telur penyu sangat dipengaruhi oleh suhu dalam sarang dan
suhu pada permukaan. Fluktuasi suhu te jadi pada kedalaman 15 cm di bawah
permukaan tetapi makin ke dalam fluktuasi suhu semakin berkurang. Tahap
pertama perkembangan embrio dimulai sejak telur keluar dari perut induknya.
Suhu yang diperlukan agar pertumbuhan embrio dapat bejalan dengan baik adalah antara 24°C-33°C. Jantan atau betinanya seekor tukik ditentukan juga
oleh suhu dalam pasir. Bila suhu kurang dari 29°C maka kemungkinan besar
yang akan menetas sebagian besar adalah penyu jantan, sebaliknya bila suhu lebih
dari 29°C maka yang akan menetas sebagian besar adalah tukik betina (Yusuf,
2000).
Keterkaitan Antar Parameter
Menurut Widiastuti (1998), keterkaitan antar parameter berdasarkan
analisis komponen utarna adalah sebagai berikut:
1. Suhu udara, suhu substrat dan kadar air substrat mempengamhi laju inkubasi
telur penyu. Semakin tinggi suhu semakin cepat laju inkubasi.
2. Ukuran butiran pasir menentukan tingkat kemudahan penyu untuk menggali
substrat. Ukuran pasir yang terlalu besar menyulitkan penyu untuk menggali.
3. Suhu udara dan suhu subtrat berkorelasi negatif terhadap kadar air substrat.
Semakin besar suhu udara dan suhu substrat menyebabkan kadar air semakin
rendah dan sebaliknya.
4. Jarak sarang ke vegetasi berkorelasi negatif terhadap komposisi debu dan suhu
udara. Semakin besar jarak sarang ke vegetasi terluar maka komposisi debu
pada substrat sarang dan suhu udara makin rendah.