moluskum kontagiosum
DESCRIPTION
iTRANSCRIPT
Bed Side Teaching
Moluskum Kontagisoum
Oleh :
Resti Yomelia
1110312126
PRESEPTOR :
dr. Qaira Anum, Sp.KK, FINSDV
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2015
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Dermatitis kontak iritan adalah dermatitis yang terjadi sebagai akibat berkontaknya kulit
(pajanan) dengan bahan iritan, baik yang kuat maupun iritan lemah yang dapat berupa bahan
kimia, fisik, maupun biologik. Reaksi peradangan kulit bersifat nonimunologik, kerusakan
kulit terjadi langsung tanpa proses sensitisasi terlebih dahulu.1
II. Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan
umur, ras, dan jenis kelamin. Data epidemiologi penderita dermatitis kontak iritan sulit
didapat. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun sulit
untuk diketahui jumlahnya. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita yang tidak
datang berobat dengan kelainan ringan.1
Dari data yang didapatkan dari U.S. Bureau of Labour Statistic menunjukkan bahwa
249.000 kasus penyakit akupasional nonfatal pada tahun 2004 untuk kedua jenis kelamin,
15,6% (38.900 kasus) adalah penyakit kulit yang merupakan penyebab kedua terbesar untuk
semua penyakit okupational. Juga berdasarkan survey tahunan dari institusi yang sama,
bahwa incident rate untuk penyakit okupasional pada populasi pekerja di Amerika,
menunjukkan 90-95% dari penyakit okupasional adalah dermatitis kontak, dan 80% dari
penyakit didalamnya adalah dermatitis kontak iritan.2,7
Sebuah kuisioner penelitian diantara 20.000 orang yang dipilih secara acak di Sweden
melaporkan bahwa 25% memiliki perkembangan gejala selama tahun sebelumnya. Orang
yang bekerja pada industri berat, mereka yang bekerja bersentuhan dengan bahan kimia
keras yang memiliki potensial merusak kulit dan mereka yang diterima untuk mengerjakan
pekerjaan basah secara rutin memiliki faktor risiko. Mereka termasuk : muda, kuat, laki-laki
yang dipekerjakan sebagai pekerja metal, pekerja karet, terapist kecantikan, dan tukang roti.8
III. Etiologi
Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan adalah bahan yang dapat mengiritasi,
misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan
kulit yang terjadi ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan, vehikulum.
Selain itu juga dipengaruhi oleh lama kontak, kekerapan (terus menerus atau berselang),
adanya oklusi yang menyebabkan kulit lebih permeabel, gesekan dan trauma fisis, suhu dan
kelembaban lingkungan.
Dermatitis kontak iritan juga dipengaruhi oleh faktor individu, seperti perbedaan
ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas. Anak berusia
dibawah 8 tahun dan lanjut usia lebih mudah teriritasi. Orang berkulit hitam lebih tahan
daripada yang berkulit putih. Ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun, misalnya
dermatitis atopik6.
IV. Patogenesis
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui
kerja kimiawi atau fisis. Ada empat mekanisme yang dihubungkan dengan dermatitis kontak
iritan, yaitu:1,6
1. Hilangnya substansi daya ikat air dan lemak permukaan
2. Jejas pada membran sel
3. Denaturasi keratin epidermis
4. Efek sitotoksik langsung
Pada respon iritan, terdapat komponen menyerupai respon imunologis yang dapat
didemonstrasikan dengan jelas, dimana hal tersebut ditandai oleh pelepasan mediator radang,
khususnya sitokin dari sel kulit yang non-imun (keratinosit) yang mendapat rangsangan kimia.
Proses ini tidaklah membutuhkan sensitasi sebelumnya. Kerusakan sawar kulit menyebabkan
pelepasan sitokin-sitokin seperti Interleukin-1α (IL-1α), IL-1β, tumor necrosis factor- α (TNF-
α). Pada dermatitis kontak iritan, diamati peningkatan TNF-α hingga sepuluh kali lipat dan
granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) dan IL-2 hingga tiga kali lipat.
TNF- α adalah salah satu sitokin utama yang berperan dalam dermatitis iritan, yang
menyebabkan peningkatan ekspresi Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II dan
intracelluler adhesin molecul-I pada keratinosit.1
Pada dermatitis kontak iritan akut, mekanisme imunologisnya mirip dengan dermatitis
kontal alergi akut. Namun, perbedaan yang mendasar dari keduanya adalah keterlibatan dari sel-
T pada dermatitis kontak alergi akut.12
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan peradangan klasik di tempat terjadinya kontak
dikulit berupa eritema, edema, panas, dan nyeri bila iritan kuat. Ada dua jenis bahan iritan yaitu
iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menyebabkan kelainan kulit pada pajanan pertama
pada hampir semua orang, sedangkan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah
berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena depilasi yang
menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel
di bawahnya oleh iritan.6
V. Gejala Klinis
1. Dermatitis Kontak Iritan Akut
Pada DKI, kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel atau bulla. Luas kelainanya
sebatas daerah yang terkena dan berbatas tegas.1,7 Pada beberapa individu, gejala subyektif (rasa
terbakar, rasa tersengat) mungkin hanya satu-satunya manifestasi. Rasa sakit dapat terjadi dalam
beberapa detik dari pajanan. Spektrum perubahan kulit berupa eritma hingga vesikel dan bahan
pajanan bahan yang dapat membakar kulit dapat menyebabkan nekrosis.1,6 Secara klasik,
pembentukan dermatitis akut biasanya sembuh segera setelah pajanan, dengan asumsi tidak ada
pajanan ulang – hal ini dikenal sebagai “decrescendo phenomenon”. Pada beberapa kasus tidak
biasa, dermatitis kontak iritan dapat timbul beberapa bulan setelah pajanan, diikuti dengan
resolusi lengkap.2 Bentuk DKI Akut seringkali menyerupai luka bakar akibat bahan kimia, bulla
besar atau lepuhan. DKI ini jarang timbul dengan gambaran eksematousa yang sering timbul
pada dermatitis kontak.9
2. Dermatitis Kontak Iritan Lambat (Delayed ICD)
Pada dermatitis kontak iritan akut lambat, gejala obyektif tidak muncul hingga 8-24 jam
atau lebih setelah pajanan.1,6,7 Sebaliknya, gambaran kliniknya mirip dengan dermatitis kontak
iritan akut.1 Contohnya adalah dermatitis yang disebabkan oleh serangga yang terbang pada
Gambar 2 : DKI akut akibat penggunaan pelarut industri. Dikutip dari kepustakaan [7]
malam hari, dimana gejalanya muncul keesokan harinya berupa eritema yang kemudian dapat
menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.6
3. Dermatitis Kontak Iritan Kronis (DKI Kumulatif)
Juga disebut dermatitis kontak iritan kumulatif. Disebabkan oleh iritan lemah (seperti air,
sabun, detergen, dll) dengan pajanan yang berulang-ulang, biasanya lebih sering terkena pada
tangan.1,6,7 Kelainan kulit baru muncul setelah beberapa hari, minggu, bulan, bahkan tahun.
Sehingga waktu dan rentetan pajanan merupakan faktor yang paling penting. Dermatitis kontak
iritan kronis ini merupakan dermatitis kontak iritan yang paling sering ditemukan. Gejala berupa
kulit kering, eritema, skuama, dan lambat laun akan menjadi hiperkertosis dan dapat terbentuk
fisura jika kontak terus berlangsung.1,6
Distribusi penyakit ini biasanya pada tangan. Pada dermatitis kontak iritan kumulatif,
biasanya dimulai dari sela jari tangan dan kemudian menyebar ke bagian dorsal dan telapak
tangan. Pada ibu rumah tangga, biasanya dimulai dari ujung jari (pulpitis).7 DKI kumulatif sering
berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu lebih banyak ditemukan pada tangan
Gambar 3 : DKI kronis akibat efek korosif dari semen Dikutip dari kepustakaan [7]
dibandingkan dengan bagian lain dari tubuh (contohnya: tukang cuci, kuli bangunan, montir
bengkel, juru masak, tukang kebun, penata rambut).6
4. Reaksi Iritan
Secara klinis menunjukkan reaksi akut monomorfik yang dapat berupa skuama, eritema,
vesikel, pustul, serta erosi, dan biasanya terlokalisasi di dorsum dari tangan dan jari. Biasanya
hal ini terjadi pada orang yang terpajan dengan pekerjaan basah. Reaksi iritasi dapat sembuh,
menimbulkan penebalan kulit atau dapat menjadi DKI kumulatif.1,6,7
5. Reaksi Traumatik (DKI Traumatik)
Reaksi traumatik dapat terbentuk setelah trauma akut pada kulit seperti panas atau
laserasi. Biasanya terjadi pada tangan dan penyembuhan sekitar 6 minggu atau lebih
lama.1,6 Pada proses penyembuhan, akan terjadi eritema, skuama, papul dan vesikel.
Secara klinik gejala mirip dengan dermatitis numular.1,2
6. Dermatitis Kontak Iritan Noneritematous
Gambar 4 : Reaksi Iritan. Dikutip dari kepustakaan [20]
Penyakit ini ditandai dengan perubahan sawar stratum korneum tanpa tanda klinis
(DKI subklinis).6
7. Dermatitis Kontak Iritan Subyektif (Sensory ICD)
Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita mengeluh gatal, rasa tersengat, rasa
terbakar, beberapa menit setelah terpajan dengan iritan. Biasanya terjadi di daerah wajah,
kepala dan leher. Asam laktat biasanya menjadi iritan yang paling sering menyebabkan
penyakit ini.1,2,6
VI. Diagnosis
Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan
pengamatan gambaran klinis yang akurat. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya
lebih cepat sehingga penderita lebih mudah mengingat penyebab terjadinya. DKI kronis timbul
lambat serta mempunyai gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan
DKA. Selain anamnesis, juga perlu dilakukan beberapa pemeriksaan untuk lebih memastikan
diagnosis DKI.6
A. Anamnesis
Anamnesis yang detail sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI tergantung pada
anamnesis mengenai pajanan yang mengenai pasien. Anamnesis yang dapat mendukung
penegakan diagnosis DKI (gejala subyektif) adalah:13
- Pasien mengklain adanya pajanan yang menyebabkan iritasi kutaneus
- Onset dari gejala terjadi dalam beberapa menit sampai jam untuk DKI akut. DKI lambat
dikarakteristikkan oleh penyebab pajanannya, seperti benzalkonium klorida (biasanya
terdapat pada cairan disinfektan), dimana reaksi inflamasinya terjadi 8-24 jam setelah
pajanan.
- Onset dari gejala dan tanda dapat tertunda hingga berminggu-minggu ada DKI kumulatif
(DKI Kronis). DKI kumulatif terjadi akibat pajanan berulang dari suatu bahan iritan yang
merusak kulit.
- Penderita merasakan sakit, rasa terbakar, rasa tersengat, dan rasa tidak nyaman akibat
pruritus yang terjadi.
B. Pemeriksaan Fisik
Menurut Rietschel dan Flowler, kriteria dignosis untuk DKI sebagai berikut: 13-14
- Makula eritema, hiperkeratosis, atau fisura predominan setelah terbentuk vesikel
- Tampakan kulit berlapis, kering, atau melepuh
- Bentuk sirkumskrip tajam pada kulit
- Rasa tebal di kulit yang terkena pajanan
C. Pemeriksaan Penunjang.
Tidak ada pemeriksaan spesifik untuk mediagnosis dermatitis kontak iritan. Ruam kulit
biasanya sembuh setelah bahan iritan dihilangkan. Terdapat beberapa tes yang dapat
memberikan indikasi dari substansi yang berpotensi menyebabkan DKI. Tidak ada spesifik
tes yang dapat memperlihatkan efek yang didapatkan dari setiap pasien jika terkena dengan
bahan iritan. Dermatitis kontak iritan dalam beberapa kasus, biasanya merupakan hasil dari
efek berbagai iritan.14
Patch Test
Patch test digunakan untuk menentukan substansi yang menyebabkan kontak dermatitis
dan digunakan untuk mendiagnosis DKA. Konsentrasi yang digunakan harus tepat. Jika
terlalu sedikit, dapat memberikan hasil negatif palsu oleh karena tidak adanya reaksi. Dan
jika terlalu tinggi dapat terinterpretasi sebagai alergi (positif palsu). Patch tes dilepas setelah
48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, dan
kembali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam berikutnya. Jika hasilnya didapatkan ruam kulit
yang membaik, maka dapat didiagnosis sebagai DKI,1,7 Pemeriksaan patch tes digunakan
untuk pasien kronis, dengan dermatitis kontak yang rekuren.13
VII. Pengobatan
Upaya pengobatan DKI yang paling penting adalah menghindari pajanan bahan iritan
baik yang bersifat mekanik, fisik maupun kimiawi, serta menyingkirkan faktor yang
memperberat. Bila hal ini dapat dilakukan dengan baik, tidak terjadi komplikasi dan DKI
akan sembuh dengan sendirinya. Terkadang perlu diberikan pelembab berupa urea 10%
untuk memperbaiki kulit yang kering. Untuk mengatasi peradangan diberikan
kortikosteroid. Analgetik diperlukan jika keluhan nyeri sangat parah.1
VIII. Komplikasi
a. DKI meningkatkan risiko sensitisasi pengobatan topikal
b. lesi kulit bisa mengalami infeksi sekunder, khususnya oleh Stafilokokus aureus
c. hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi pada area terkena DKI
d. jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif atau ekskoriasi.
IX. Prognosis
Quo Ad vitam : bonam
Quo Ad sanationam : bonam
Quo Ad fungsionam : bonam
Quo Ad cosmeticum : bonam
Prognosis baik bila tidak ada kontak dengan sumber iritan atau penyebabnya dapat
disingkirkan dengan sempurna.
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. EG
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Pendidikan : SMA
Alamat : Jalan Kampung Nias No.1, Padang
Status Perkawinan : Belum Menikah
Negeri Asal : Indonesia
Agama : Islam
Suku : Minang
Tanggal Pemeriksaan : 20 Oktober 2015
Anamnesis
Seorang pasien perempuan berusia 24 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Dr.
M. Djamil Padang pada tanggal 20 Oktober 2015 dengan :
Keluhan Utama
Bercak merah yang terasa perih dan gatal pada lipatan lutut kaki kanan yang semakin meningkat
sejak 3 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
Bercak merah yang terasa perih dan gatal pada lipatan lutut kaki kanan yang semakin
meningkat sejak 3 hari yang lalu. Awalnya hanya muncul bintik-bintik kemerahan yang
gatal pada lipatan kaki kanan sejak 1 minggu yang lalu.
Keluhan bintik-bintik kemerahan yang gatal ini sudah sering hilang timbul dirasakan oleh
pasien sejak 2 tahun yang lalu pada daerah yang sama dan dapat menghilang setelah
penggunaan obat Kalpanax krim dua kali sehari selama 1 minggu.
Saat bintik-bintik kemerahan yang gatal ini muncul kembali 1 minggu yang lalu, pasien
menggaruknya tetapi keluhan gatalnya semakin bertambah.
Untuk mengatasi keluhannya, pasien memberikan obat Kalpanax krim 2 kali sehari pada
saat pagi dan malam, namun keluhan gatal dan bintik merahnya tidak kunjung berkurang.
Karena keluhan tidak berkurang, Ibu pasien menyarankan untuk memberikan bawang
putih giling pada daerah yang berbintik merah dan gatal tersebut sejak 3 hari yang lalu.
Pada saat diberikan pada daerah lesi tersebut, pasien mengeluh nyeri sekali tetapi
pemakaian bawang putih giling ini tetap dilanjutkan selama 30 menit. Beberapa saat
kemudian kemerahan di daerah ini menjadi semakin luas, sangat nyeri dan gatal. Pasien
mencuci daerah tersebut menggunakan air hangat dan keluhan nyeri menjadi berkurang.
Selama 3 hari berturut turut, pasien mengobati penyakitnya dengan menggunakan
Kalpanax krim pada pagi hari dan bawang putih giling pada malam hari.
Pada hari kedua muncul gelembung berisi cairan jernih yang sangat nyeri dan gatal, dan
setelah pemakaian pada hari ketiga gelembung ini semakin bertambah dan sangat nyeri.
Tetapi pasien tetap memberikan bawang putih tersebut pada daerah lipatan lutut
kanannya selama 30 menit dan kemudian mencucinya dengan air hangat. Setelah bawang
putih dicuci, keluhan nyerinya menjadi berkurang.
Keluhan nyeri sangat dirasakan saat pasien diolesi bawang putih pada daerah lipatan lutut
kanannya dan berkurang setelah tidak berkontak lagi.
Bawang putih yang diberikan yaitu sebanyak 1 siung yang digiling dengan batu giling
tiap kali pemakaian dan tidak dicampur dengan bahan yang lainnya.
Sebelum menggiling bawang putih, batu giling pernah digunakan untuk menggiling
cabai. Pasien mengaku telah mencuci batu gilingnya sampai bersih setelah menggiling
cabai.
Riwayat perih/gatal setelah berkontak dengan bawang putih sebelumnya tidak ada.
Riwayat bintik merah dan gatal yang sering berulang pada lipat paha kanan ada.
Riwayat bintik merah dan gatal di lipat paha kanan saat berkeringat dan malam hari ada
Riwayat bintik merah dan gatal di lipat paha kanan saat sedang emosi tidak ada.
Riwayat kulit kering ada. Pasien mandi memakai sabun merk Lifebuoy dan mengaku
kulitnya semakin kering setelah mandi.
Riwayat pemakaian pelembab pada badan ada, tapi tidak rutin dan hanya satu kali sehari.
Riwayat digigit serangga tidak ada.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami kelainan bercak merah yang sangat nyeri dan gatal ini
sebelumnya
Keluhan bintik merah dan gatal yang hilang timbul sudah dirasakan pasien sejak umur 8
hingga 10 tahun di lipatan lutut kaki kanan dan menghilang dengan pengobatan. Pasien
tidak mengingat merk obat tersebut.
Kemudian setelah sudah lama tidak muncul, keluhan bintik merah dan gatal ini muncul
kembali pada daerah yang sama 2 tahun yang lalu, dan dirasakan hilang timbul sampai
sekarang.
Riwayat Pengobatan
Saat keluhan bintik merah dan gatal ini muncul 2 tahun yang lalu, pasien mengobatinya
menggunakan Kalpanax krim.
Obat ini dioles 2-3 kali sehari selama 1 minggu tiap serangan.
Saat pemakaian obat ini selama 1 minggu, keluhan gatal dan bintik merah pasien menjadi
menghilang dan pasien menghentikan pemakaian obat tersebut.
Saat keluhan bintik dan gatal ini muncul 1 minggu yang lalu, pasien tetap menggunakan
Kalpanax krim tersebut namun keluhannya tidak lagi berkurang.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama seperti pasien
Riwayat asma pada kakak pasien ada
Riwayat hidung tersumbat dan bersin-bersin pada pagi hari pada Ayah pasien ada
Riwayat Atopi / Alergi
Riwayat bersin-bersin pada pagi hari ada
Riwayat hidung tersumbat pada pagi hari ada
Riwayat asma tidak ada
Riwayat alergi makanan tidak ada
Riwayat alergi obat tidak ada
Riwayat alergi serbuk sari tidak ada
Riwayat kaligata tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Status Gizi : BB : 39 kg
TB : 163 cm
BMI : 14,4
Kesan : gizi kurang
Nadi : Teratur, kuat angkat
Nafas : 19x / menit
Suhu : Diharapkan dalam batas normal
Kepala : Tidak terdapat kelainan
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : Diharapkan dalam batas normal
Thorak : Cor dan pulmo diharapkan dalam batas normal
Abdomen : Diharapkan dalam batas normal
Ekstremitas : Diharapkan dalam batas normal
Status Dermatologikus
Lokasi : Lipatan lutut kaki kanan
Distribusi : Terlokalisir, unilateral
Bentuk : Tidak khas
Susunan : Tidak khas
Batas : Tegas sampai tidak tegas
Ukuran : Milier, lentikuler dan plakat
Efloresensi : Plak eritem disertai papul eritem dan bula eritem, dan adanya
erosi serta krusta kecoklatan
Status Venereologikus : diharapkan dalam batas normal
Kelainan Selaput : tidak ditemukan kelainan
Kelainan Kuku : tidak ditemukan kelainan
Kelainan Rambut : tidak ditemukan kelainan
Kelainan Kelenjar Limfe : tidak ditemukan kelainan
Resume
Seorang pasien perempuan berusia 24 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 20 Oktober 2015 dengan keluhana utama bercak
merah yang terasa perih dan gatal pada lipatan lutut kaki kanan yang semakin meningkat sejak 3
hari yang lalu.
Awalnya hanya muncul bintik-bintik kemerahan yang gatal pada lipatan kaki kanan
sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan bintik-bintik kemerahan yang gatal ini sudah sering hilang
timbul dirasakan oleh pasien sejak 2 tahun yang lalu pada daerah yang sama dan dapat
menghilang setelah penggunaan obat Kalpanax krim dua kali sehari selama 1 minggu.
Saat bintik-bintik kemerahan yang gatal ini muncul kembali 1 minggu yang lalu, pasien
menggaruknya tetapi keluhan gatalnya semakin bertambah. Untuk mengatasi keluhannya,
pasien memberikan obat Kalpanax krim 2 kali sehari pada saat pagi dan malam, namun keluhan
gatal dan bintik merahnya tidak kunjung berkurang. Karena keluhan tidak berkurang, Ibu pasien
menyarankan untuk memberikan bawang putih giling pada daerah yang gatal dan berbintik
merah tersebut sejak 3 hari yang lalu.
Pada saat diberikan pada daerah yang sakit, pasien mengeluh nyeri sekali tetapi
pemakaian bawang putih giling ini tetap dilanjutkan selama 30 menit. Beberapa saat kemudian
muncul gelembung berisi air yang sangat nyeri dan gatal. Pasien mencuci daerah tersebut
menggunakan air hangat dan keluhan nyeri menjadi berkurang. Selama 3 hari berturut turut,
pasien mengobati penyakitnya dengan menggunakan Kalpanax krim pada pagi hari dan bawang
putih giling pada malam hari. Pada hari kedua dan ketiga, gelembung yang sangat nyeri dan
gatal tersebut semakin bertambah. Tetapi pasien tetap memberikan bawang putih tersebut pada
daerah lipatan lutut kanannya selama 30 menit dan kemudian mencucinya dengan air hangat.
Setelah bawang putih dicuci, keluhan nyerinya menjadi berkurang.
Keluhan nyeri sangat dirasakan saat pasien diolesi bawang putih pada daerah lipatan lutut
kanannya dan berkurang setelah tidak berkontak lagi. Bawang putih yang diberikan yaitu
sebanyak 1 siung yang digiling tiap kali pemakaian dan tidak dicampur dengan bahan yang
lainnya. Riwayat bintik merah dan gatal yang sering berulang pada lipat paha kanan ada.
Riwayat bintik merah dan gatal di lipat paha kanan saat berkeringat dan malam hari Riwayat
kulit kering ada. Pasien mandi memakai sabun merk Lifebuoy dan mengaku kulitnya semakin
kering setelah mandi. Riwayat pemakaian pelembab pada badan ada, tapi tidak rutin dan hanya
satu kali sehari.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan lesi berlokasi pada lipatan lutut kaki kanan, distribusi
terlokalisir unilateral, bentuk tidak khas, susunan tidak khas, batas tegas sampai tidak tegas,
ukuran milier, lentikuler serta plakat dan efloresensi berupa plak eritem disertai papul eritem dan
bula eritem, dan adanya erosi serta krusta kecoklatan.
Diagnosis Kerja
Dermatitis Kontak Iritan ec bawang putih
Diagnosis Banding
Dermatitis Kontak Alergi ec bawang putih
Pemeriksaan Anjuran
Uji tempel terhadap bahan iritan yang dicurigai sebagai penyebabnya. Dalam hal ini adalah
bawang putih. Diharapkan hasilnya decrescendo.
Diagnosis
Dermatitis Kontak Iritan ec bawang putih
Penatalaksanaan
Terapi Umum :
Menjelaskan kepada pasien bahwa keluhannya dapat kambuh dan berulang.
Menjelaskan kepada pasien bahwa pengobatan terpenting adalah menghindari faktor
pencetusnya yaitu bawang putih.
Jangan menggaruk lesi.
Terapi Khusus :
Sistemik
Kortikosteroid : Prednison tablet 5 mg, diminum 3 kali sehari, sekali minum 2 tablet
Antihistamin : CTM tablet 4 mg, diminum 3 kali sehari atau jika gatal
Topikal
Nacl 0,9% dikompres 2x sehari selama 15-30 menit. Dikompres setelah mandi di tempat
yang sakit.
Prognosis
Quo Ad Vitam : bonam
Quo Ad Sanationam : bonam
Quo Ad Fungsionam : bonam
Quo Ad Cosmeticum : dubia ad bonam
Resep
----------
c
dr. Tita Berliana
Praktek Umum
SIP : 1110312122
Hari : Senin- Jum’at
Jam: 17.00 – 20.00
Alamat : Jl. Garuda, Padang
No Telp : (0751) 24503
Padang, 2 Oktober 2015
R/ Prednison tab 5 mg No. XX
ʃ 3dd tab II ζ
R/ CTM tab 4 mg No. X
ʃ 3dd tab I (atau dapat diminum jika gatal) ζ
R/ Nacl 0.9 kolf No. I
ʃ ue (2-3x setelah mandi, kompres selama 15-30 menit pada lesi yg basah)
ζ
Pro : Ny. EG
Umur : 24 Tahun
Alamat : Jl. Kampung Nias No. 1, Padang.
BAB III
DISKUSI
Seorang pasien perempuan berusia 24 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 20 Oktober 2015 dengan keluhana utama bercak
merah yang terasa perih dan gatal pada lipatan lutut kaki kanan yang semakin meningkat sejak 3
hari yang lalu.
Awalnya hanya muncul bintik-bintik kemerahan yang gatal pada lipatan kaki kanan
sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan bintik-bintik kemerahan yang gatal ini sudah sering hilang
timbul dirasakan oleh pasien sejak 2 tahun yang lalu pada daerah yang sama dan dapat
menghilang setelah penggunaan obat Kalpanax krim dua kali sehari selama 1 minggu.
Saat bintik-bintik kemerahan yang gatal ini muncul kembali 1 minggu yang lalu, pasien
menggaruknya tetapi keluhan gatalnya semakin bertambah. Untuk mengatasi keluhannya,
pasien memberikan obat Kalpanax krim 2 kali sehari pada saat pagi dan malam, namun keluhan
gatal dan bintik merahnya tidak kunjung berkurang. Karena keluhan tidak berkurang, Ibu pasien
menyarankan untuk memberikan bawang putih giling pada daerah yang gatal dan berbintik
merah tersebut sejak 3 hari yang lalu.
Pada saat diberikan pada daerah yang sakit, pasien mengeluh nyeri sekali tetapi
pemakaian bawang putih giling ini tetap dilanjutkan selama 30 menit. Beberapa saat kemudian
muncul gelembung berisi air yang sangat nyeri dan gatal. Pasien mencuci daerah tersebut
menggunakan air hangat dan keluhan nyeri menjadi berkurang. Selama 3 hari berturut turut,
pasien mengobati penyakitnya dengan menggunakan Kalpanax krim pada pagi hari dan bawang
putih giling pada malam hari. Pada hari kedua dan ketiga, gelembung yang sangat nyeri dan
gatal tersebut semakin bertambah. Tetapi pasien tetap memberikan bawang putih tersebut pada
daerah lipatan lutut kanannya selama 30 menit dan kemudian mencucinya dengan air hangat.
Setelah bawang putih dicuci, keluhan nyerinya menjadi berkurang.
Keluhan nyeri sangat dirasakan saat pasien diolesi bawang putih pada daerah lipatan lutut
kanannya dan berkurang setelah tidak berkontak lagi. Bawang putih yang diberikan yaitu
sebanyak 1 siung yang digiling tiap kali pemakaian dan tidak dicampur dengan bahan yang
lainnya. Riwayat bintik merah dan gatal yang sering berulang pada lipat paha kanan ada.
Riwayat bintik merah dan gatal di lipat paha kanan saat berkeringat dan malam hari Riwayat
kulit kering ada. Pasien mandi memakai sabun merk Lifebuoy dan mengaku kulitnya semakin
kering setelah mandi. Riwayat pemakaian pelembab pada badan ada, tapi tidak rutin dan hanya
satu kali sehari.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan lesi berlokasi pada lipatan lutut kaki kanan, distribusi
terlokalisir unilateral, bentuk tidak khas, susunan tidak khas, batas tegas sampai tidak tegas,
ukuran milier, lentikuler serta plakat dan efloresensi berupa plak eritem disertai papul eritem dan
bula eritem, dan adanya erosi serta krusta kecoklatan.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis dengan dermatitis
kontak iritan ec bawang putih. Diagnosis ini ditegakkan karena pasien langsung merasakan nyeri
seperti terbakar sesudah diolesi dengan bawang putih dan rasa nyeri berkurang setelah bawang
putih di cuci dengan air hangat.
Bawang putih memiliki senyawa sulfur yang larut dalam minyak diketahui sebagai zat
iritan dan alergen. Secara topikal, dialill sulfide (DAS) yang merupakan turunan dari Allisin
adalah yang paling alergenik. Allisin juga merupakan iritan utama dari bawang putih. Bawang
putih mentah sangat tinggi dengan allisin.
Bawang putih juga dapat bersifat sebagai alergen, tetapi pada pasien ini tidak ditegakkan
dermatitis kontak alergi karena keluhan pasien yang dominan adalah nyeri bukan gatal.
Kemudian setelah faktor pencetus dihilangkan, keluhan dirasakan berkurang. Dan keluhan
langsung dirasakan saat pertama kali dalam penggunaan bawang putih tersebut. Sedangkan untuk
menjadi dermatitis kontak alergi gejala baru muncul setelah pemakaian berkali-kali.
Faktor dermatitis kontak iritan menjadi akut disebabkan juga karena kulit penderita yang
sebelumnya sudah terkena trauma akibat garukan pada daerah tersebut. Sehingga mempermudah
dari masuknya bahan iritan karna sawar kulit telah rusak.
Selain bawang putih, faktor pencetus lain yang diduga sebagai pencetus adalah cabai.
Pasien menghaluskan bawang putih yang akan diolesi ke tempat lesi menggunakan batu giling
yang sebelumnya pernah digunakan untuk menggiling cabai. Walaupun pasien mengaku telah
mencuci sampai bersih tapi tidak menutup kemungkinan masih ada zat dari cabai yang masih
tertinggal di batu giling tersebut. Cabai mengandung zat metabolit capcaisin yang memberikan
rasa pedas pada buah cabai dan bersifat iritan. Sifat iritan pada capcaisin memberikan sensasi
seperti terbakar jika berkontak dengan mata, membrane mukus atau pada kulit yang trauma.
Untuk memastikan diagnosis dilakukan uji tempel. Diharapkan hasilnya yaitu lesi
cenderung menurun (decrescendo). Jika lesinya menjadi lebih jelas antara pembacaan kesatu dan
kedua (crescendo).
Penyebab gatal-gatal yang muncul mendadak dan sudah bersifat kronik dan residif
diduga pasien mengalami dermatitis atopik. Hal ini didukung dengan pasien yang memenuhi 3
kriteria mayor dan 3 kriteria minor. Yaitu :
Kriteria mayor :
- Pruritus
- Adanya riwayat atopi pada penderita atau keluarga
- Gatal yang bersifat kronik-residif
Kriteria minor :
- Xerosis (kulit kering)
- Gatal bila berkeringat
- Muka pucat
Edukasi merupakan salah satu bentuk terapi umum yang diperlukan untuk pasien ini. Edukasi
yang diberikan yaitu keluhan pada pasien ini dapat berulang, jadi yang terpenting adalah untuk
menghindari faktor pencetus penyakit yang dalam hal ini adalah bawang putih. Kemudian jangan
menggaruk lesi karena nantinya garukan dapat menembus kulit hingga lapian dermis yang
nantinya akan menimbulkan perdarahan dan jaringan parut. Selain itu, menggaruk lesi dapat
menjadi faktor predisposisi untuk terjadinya infeksi pada daerah tersebut.
Pengobatan khusus yang diberikan yaitu prednisone tablet 5 mg, diminum 3 kali sehari dan
satu kali minum 2 tablet. Diberikan kortikosterid sistemik karena pasien datang dengan keluhan
peradangan yang aktif. Jumlah obat yang diberikan adalah untuk jangka waktu 3 hari, setelah
obat habis pasien diminta untuk kontrol kembali. Kemudian diberikan CTM tablet 4 mg,
diminum 3 kali sehari atau jika gatal karena pasien mengeluhkan gatal pada lesinya. Diberikan
anti gatal juga untuk mencegah agar pasien tidak menggaruk garuk lesinya sehingga tidak terjadi
ekskoriasi dan infeksi bakteri.
Untuk pengobatan topikal diberikan kompres Nacl 0,9% dikompres 2x sehari selama 15-30
menit. Dikompres setelah mandi di tempat yang sakit. Pasien diberikan pengobatan
kortikosteroid topikal setelah lesi pasien kering. Obat yang diberikan yaitu betametason valerat
krim 0,1 %, dioles 2-3 kali sehari setelah mandi, dioles pada tempat yang sakit. Oba ini diberikan
saat kontrol selanjutnya jika lesi pasien sudah benar-benar kering.
Prognosis untuk pasien ini umumnya baik. Hanya saja untuk quo ad cosmeticum adalah
dubia ad bonam. Hal ini disebabkan karena telah terbentukya krusta berwarna kecoklatan yang
menandakan sebelumnya sudah terjadi ekskoriasi. Sehingga dikhawatirkan dapat terbentuk
jaringan parut pada kulit pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A, Mochtar H, Aisah S,
editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2008.p.130-33.
2. Chew AL and Howard IM, editors. Ten Genotypes Of Irritant Contact Dermatitis. In: Chew
AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg; 2006.p.5-8
3. Buxton, Paul K. ABC Of Dermatology 4th ed. London: BMJ Books; 2003.p.19-21
4. Grawkrodjer, David J. Dermatology an Illustrated Colour Text Third Edit. British: Crurchill
Livingstone.2002.p.30-1
5. Levin C, Basihir SJ, and Maibach HI, editors. Treatment Of Irritant Contact Dermatitis. In: :
Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg; 2006.p.461-5
6. Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors. Fitzpatrick’s
Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw – Hill; 2008.p.396-401.
7. Wolff C, Richard AJ, and Dick S, editors. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis Of Clinical
Dermatology 5th ed. New York: McGraw – Hill; 2005.
8. Wilkinson SM, and Beck MH. Rook’s Textbook Of Dermatology 7th ed. Australia:
Blackwell Publishing. 2004.chapter 19.
9. Schnuch A and Berit CC, editors. Genetics And Individual Predispotitions in Contact
Dermatitis. In: Johansen JD, Peter JF, Jean PL, editors. Contact Dermatitis 5 th ed. New York:
Springer. 2011.p.28-30
10. Rustenmeyer T, Ingrid MW, B.Mary E, Sue G, Rik JS, editors. In: Johansen JD, Peter JF,
Jean PL, editors. Contact Dermatitis 5th ed. New York: Springer.2011.p.43-8.
11. Hogan DJ. Contact Dermatitis, Allergic: Follow-up. Florida: 2009 [Diakses Oktober 2015].
Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/1049216-followup
12. Sulistyaningrum, SK, Sandra Widaty. Wieke Triestianawati. Emmy
Soedarmi S. Daili.Dermatitis Kontak Iritan dan Alergik Pada Geriatri. MDVI
Vol. 38.No.1 2011: p.29-40