modul+i%2c+anemia

35
LAPORAN KELOMPOK SISTEM HEMATOLOGI Modul I “ANEMIA” OLEH : Kelompok B5 Dosen Tutor : dr. Ibrahim Supu FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: fuji-yanto

Post on 01-Jul-2015

190 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: MODUL+I%2c+ANEMIA

LAPORAN KELOMPOK

SISTEM HEMATOLOGI

Modul I

“ANEMIA”

OLEH :Kelompok B5

Dosen Tutor :dr. Ibrahim Supu

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

Page 2: MODUL+I%2c+ANEMIA

2008

KELOMPOK B5

C 111 07 013 JEANE EVELYN RATNANINGSIH BR.

C 11107 053 ADNAN YUSUF

C 111 07 055 SHABRINA

C 111 07 112 AMALIA MULIA UTAMI

C 111 07 136 FITRIANI SYAIFULLAH

C 11107 140 M. FARID HUZEIN

C 111 07 157 IVANNA SIROWANTO

C 111 07 180 SYUKRI LA RANTI

C 111 07 AMALIA RIDHAYANA

C 111 07 219 DEWI YUNITA DONER

C 111 07 224 WILLIAM

C 111 07 251 ADINDA SRI ASIH

C 111 07 265 M. SAHRUL

C 111 07 336 NURUL SOLIHAH ADAM

Page 3: MODUL+I%2c+ANEMIA

MODUL I

ANEMIA

Skenario

Seorang wanita 30 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan cepat lelah dan merasa lemah. Di

saat bersepeda pernah mau pingsan. Sering demam, dan mimisan. Menurut keluarganya dia

terlihat lebih pucat dari biasanya.

Kata Kunci

Wanita 30 tahun

Cepat lelah dan lemah

Hampir pingsan

Sering Demam

Mimisan (epistaksis)

Pucat

Pertanyaan

1. Bagaimana proses hematopoiesis (eritropoiesis, granulopoiesis, trombopoiesis)?

2. Bagaimana patomekanisme setiap gejala yang ada pada scenario dan kaitannya dengan

anemia?

3. Penyakit-penyakit apa saja yang sesuai untuk scenario di atas? Jelaskan etiologi, patogenesis,

gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium penyakit tersebut!

4. Bagaimana cara penegakan diagnosis pada skenario di atas?

5. Bagaimana penatalaksanaan, prognosis, dan komplikasi penyakit-penyakit pada no.3?

Jawaban

1. Proses hematopoiesis

Dalam proses pembentukan darah selalu akan terbentuk dua komponen penting yakni:

- Bagian yang Berbentuk (Formed Elements). Terdiri atas sel – sel darah merah (eritrosit),

sel – sel darah putih (leukosit), keping – keping darah (tombosit; platelet) yang bentuknya

dapat dilihat melalui mikroskop.

Page 4: MODUL+I%2c+ANEMIA

- Bagian yang Tidak Berbentuk(Unformed Elements). Plasma yan terdiri atas molekul –

molekul air, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, enzim dan lain – lain. (Buku IPD hal

619)

Namun dari kedua kompenen di atas, yang akan menjadi fokus pembahasan adalah

bagian yang berbentuk (Formed Elements).

Proses pembentukan sel darah (hemopoesis; hematopoiesis) normalnya berlangsung

dalam sumsum tulang. Namun sejumlah komponen darah seperti sel T dan sel B mengalami

pendewasaan di luar sumsum tulang. Dalam sumsum tulang ini terdapat sel – sel yang

disebut sel stem hemopoietik pluripoten, yang merupakan asal dari seluruh sel – sel dalam

darah sirkulasi (guyton). Teori unitarian menyebutkan bahwa jenis sel ini jumlahnya sedikit

namun kemapuannya berproliferasi sangat luar biasa.

Sel stem pluripoten merupakan sel yang sudah ada sejak perkembangan janin yang tidak

langsung menghilang ketika manusia mengalami proses pertumbuhan akibat diferensiasi

fungsi dan morfologi. Sel ini tetap mempertahankan fungsinya untuk menjaga agar sel – sel

darah tetap dapat diproduksi sepanjang hayat. Sel stem pluripoten ini terus menerus

bereproduksi lalu berdiferensiasi untuk membentuk jenis – jenis sel darah yang berbeda –

beda. Gambaran skema diferesiensi sel stem pluripoten dapat dilihat pada gambar berikut:

Page 5: MODUL+I%2c+ANEMIA

Asal sel yang paling muda masih tidak tidak dapat dikenali sebagai suatu sel yang

berbeda dari sel stem pluripoten, walaupun sel – sel in telah membentuk suatu jalur sel

khusus yang disebut sel stem commited.

Berbagai sel stem commited, bila ditumbuhkan dalam biakan, akan menghasilkan koloni

tipe sel darah yang spesifik. Suatu sel stem commited yang menghasilkan eritrosit disebut

unit pembentuk koloni eritrosit, dan singkatan CFU-E digunakan untuk menandai jenis sel

stem ini. Demikian pula, unit yang membentuk koloni granulosit dan monosit disingkat

dengan CFU-GM dan seterusnya. Pertumbuhan dan reproduksi berbagai sel stem diatur oleh

bermacam – macam protein yang disebut penginduksi pertumbuhan dan diferensiasi.

Penginduksi pertumbuhan dan diferensiasi sel darah terdiri atas dua golongan besar

yakni:

1. Non-lineage-spesific Growth Factor

Golongan penginduksi ini bersifat tidak spesifik sehingga dapat menginduksi

pertumbuhan lebih dari satu jenis sel darah. Penginduksi ini disebut juga penginduksi

pertumbuhan. Contohnya adalah:

o IL-3 yang dapat menginduksi semua jenis pertumbuhan sel darah

o GM-CSF yang menstimulasi produksi granulopoiesis dan produksi makrofag

2. Lineage-Spesific Growth Factor

Penginduksi golongan ini terlibat pada proses diferensiasi dan pendewasaan jenis sel

darah yang bersifat spesifik. Penginduksi ini disebut juga Penginduksi diferensiasi.

Contohnya:

o Erythropoietin yang menstimulus proses pembentukan sel darah merah

o G-CSF yang menginduksi pembentukan granulosit dan menstimulus proliferasi

sel darah putih.

o M-CSF yang mempengaruhi produksi makrofag

o Thrombopoietin yang mempengaruhi CFU-Megakarosit.

Pembentukan protein penginduksi dan pendeferensiasi itu sendiri dikendalikan oleh

faktor – faktor di luar sumsum tulang. Sebagai contoh, pada sel darah merah, kontak tubuh

dengan oksigen berkonsentrasi rendah akan mengakibatkan induksi pertumbuhan,

diferensiasi, dan produksi eritrosit dalam jumlah yang sangat meningkat.

Page 6: MODUL+I%2c+ANEMIA

Seperti yang diperlihatkan pada gambar 1, proses diferensiasi dan pendewasaan sel darah

dari sel stem pluripoten melalui beberapa proses agar dapat membentuk eritrosit, granulosit,

limfosit dan platelet. Proses pembentukan masing – masing sel darah ini kemudian disebut

eritropoesis, granulopoesis, limfopoesis dan trombopoesis.

2. Patomekanisme dan hubungan antargejala

Gejala-gejala pasien yang disebutkan pada kasus yakni seorang wanita dengan keluhan

cepat lelah dan merasa lemah, sering demam, mimisan, dan lebih pucat dari biasanya.

Keluhan cepat lelah, lemah, dan pucat dapat dikaitkan pada terjadinya defisiensi eritrosit.

Hal ini jika dihubungkan dengan fungsi eritrosit, yakni mengangkut oksigen dan

mengedarkannya ke seluruh tubuh. Jika eritrosit berkurang, maka pengangkutan O2 pun ikut

berkurang. Akibatnya, proses pembakaran glukosa pada sel-sel tubuh untuk menghasilkan

energi juga akan berkurang yang akan menyebabkan kondisi tubuh yang lemah, sepat lelah,

dan pucat akibat kekurangan energi.

Keluhan sering demam dapat dikaitkan dengan terjadinya leukositopenia, yang

menyebabkan tubuh lebih mudah terkena infeksi. Leukosit merupakan komponen sel darah

yang berfungsi sebagai agen pertahanan tubuh terhadap benda asing yang masuk, baik bakteri,

virus, jamur, dan benda asing lainnya. Sehingga jika terjadi defisit dari leukosit, maka

pertahanan tubuh terhadap agen asing itu pun akan berkurang, akibatnya tubuh akan rentan

terhadp infeksi benda asing yang masuk ke dalam tubuh.

Mimisan yang terjadi dikaitkan dengan terjadinya trombositopenia, yakni defisiensi dari

trombosit. Hal ini berkaitan dengna fungsi trombosit pada proses koagulasi (pembekuan

darah), sehingga jika terjadi defisiensi erotrosit, maka tubuh akan rentan terhadap gejala-

gejala perdarahan seperti:

a) Ekimosis dan petekie (pendarahan di dalam kulit)

b) Epistaksis (perdarahan hidung)

c) Perdarahan saluran cerna

d) Perdarahan saluran kemih dan kelamin

e) Perdarahan sistem saraf pusat

Page 7: MODUL+I%2c+ANEMIA

3. Penyakit-penyakit yang mungkin pada scenario di atas :

Anemia Aplastik

Page 8: MODUL+I%2c+ANEMIA

Anemia Hemolitik

Anemia Defesiensi Besi

Anemia Malignancy

Anemia Aplastik

Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang ditandai dengan

pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum tulang. Pada anemia aplastik terjadi penurunan

produksi sel darah dari sumsum tulang sehingga menyebabkan retikulositopenia, anemia,

granulositopenia, monositopenia dan trombositopenia. Istilah anemia aplastik sering juga

digunakan untuk menjelaskan anemia refrakter atau bahkan pansitopenia oleh sebab apapun.

Sinonim lain yang sering digunakan antara lain hipositemia progressif, anemia aregeneratif,

aleukia hemoragika, panmyeloptisis, anemia hipoplastik dan anemia paralitik toksik.

Anemia aplastik didapat umumnya muncul pada usia 15-25 tahun; puncak insiden kedua

yang lebih kecil muncul setelah usia 60 tahun.

Etiologi

Anemia Aplastik yang Didapat (Acquired Aplastic Anemia)

Anemia aplastik sekunder

  Radiasi

  Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

     Efek regular

       Bahan-bahan sitotoksik

       Benzene

     Reaksi Idiosinkratik

       Kloramfenikol

       NSAID

       Anti epileptik

       Emas

       Bahan-bahan kimia dan obat-obat lainya

  Virus

     Virus Epstein-Barr (mononukleosis infeksiosa)

     Virus Hepatitis (hepatitis non-A, non-B, non-C, non-G)

Page 9: MODUL+I%2c+ANEMIA

     Parvovirus (krisis aplastik sementara, pure red cell aplasia)

     Human immunodeficiency virus (sindroma immunodefisiensi yang didapat)

  Penyakit-penyakit Imun

     Eosinofilik fasciitis

     Hipoimunoglobulinemia

     Timoma dan carcinoma timus

     Penyakit graft-versus-host pada imunodefisiensi

  Paroksismal nokturnal hemoglobinuria

  Kehamilan

Idiopathic aplastic anemia

Anemia Aplatik yang diturunkan (Inherited Aplastic Anemia)

Anemia Fanconi

   Diskeratosis kongenita

   Sindrom Shwachman-Diamond

   Disgenesis reticular

   Amegakariositik trombositopenia

   Anemia aplastik familial

   Preleukemia (monosomi 7, dan lain-lain.)

   Sindroma nonhematologi (Down, Dubowitz, Seckel)

Patogenesis

Defek yang mendasari pada semua kasus tampaknya ada pengurangan yang bermakna

dalam jumlah sel induk pluripotensial hemopoietik, dan kelainan pada sel induk yang ada

atau reaksi imun terhadap sel induk tersebut, yeng membuatnya tidak mampu membelah dan

berdiferensiasi secukupnya untuk mengisi sumsum tulang.

Setidaknya ada tiga mekanisme terjadinya anemia aplastik. Anemia aplastik yang

diturunkan (inherited aplastic anemia), terutama anemia Fanconi disebabkan oleh

ketidakstabilan DNA. Beberapa bentuk anemia aplastik yang didapatkan (acquired aplastic

anemia) disebabkan kerusakan langsung stem sel oleh agen toksik, misalnya radiasi.

Patogenesis dari kebanyakan anemia aplastik yang didapatkan melibatkan reaksi autoimun

terhadap stem sel.

Page 10: MODUL+I%2c+ANEMIA

Anemia Fanconi barangkali merupakan bentuk inherited anemia aplastik yang paling

sering karena bentuk inherited yang lain merupakan penyakit yang langka. Kromosom pada

penderita anemia Fanconi sensitif (mudah sekali) mengalami perubahan DNA akibat obat-

obat tertentu. Sebagai akibatnya, pasien dengan anemia Fanconi memiliki resiko tinggi

terjadi aplasia, myelodysplastic sindrom (MDS) dan akut myelogenous leukemia (AML).

Kerusakan DNA juga mengaktifkan suatu kompleks yang terdiri dari protein Fanconi A, C,

G dan F. Hal ini menyebabkan perubahan pada protein FANCD2. Protein ini dapat

berinteraksi, contohnya dengan gen BRCA1 (gen yang terkait dengan kanker payudara).

Mekanisme bagaimana berkembangnya anemia Fanconi menjadi anemia aplastik dari

sensitifitas mutagen dan kerusakan DNA masih belum diketahui dengan pasti.

Kerusakan oleh agen toksik secara langsung terhadap stem sel dapat disebabkan oleh

paparan radiasi, kemoterapi sitotoksik atau benzene. Agen-agen ini dapat menyebabkan

rantai DNA putus sehingga menyebabkan inhibisi sintesis DNA dan RNA.

Kehancuran hematopoiesis stem sel yang dimediasi sistem imun mungkin merupakan

mekanisme utama patofisiologi anemia aplastik. Walaupun mekanismenya belum diketahui

benar, tampaknya T limfosit sitotoksik berperan dalam menghambat proliferasi stem sel dan

mencetuskan kematian stem sel. “Pembunuhan” langsung terhadap stem sel telah dihipotesa

terjadi melalui interaksi antara Fas ligand yang terekspresi pada sel T dan Fas (CD95) yang

ada pada stem sel, yang kemudian terjadi perangsangan kematian sel terprogram (apoptosis).

Gejala Klinis

Pansitopenia

o hipoplasia eritropoetik akan menimbulkan anemia dimana timbul gejala-gejala

anemia antara lain lemah, dyspnoe d’effort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan

lain-lain.

o Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang akan

menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan

keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik.

o Trombositopenia tentu dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir

atau pendarahan di organ-organ.

Anemia aplastik mungkin asimtomatik

Keluhan yang dapat ditemukan sangat bervariasi, pada tabel

Page 11: MODUL+I%2c+ANEMIA

Tabel : Keluhan Pasien Anemia Apalastik (n=70)2

Jenis Keluhan %

Pendarahan

Lemah badan

Pusing

Jantung berdebar

Demam

Nafsu makan berkurang

Pucat

Sesak nafas

Penglihatan kabur

Telinga berdengung

83

80

69

36

33

29

26

23

19

13

Pada pemerikasaan fisis dapat ditemukan hepatomegali pada sebagian kecil pasien

sedangkan splenomegali tidak ditemukan.

Pemeriksaan Laboratorium

a) Anemia bersifat normokrom normositik, atau makrositik . MCH seringkali 95-110 fl.

Jumlah retikulosit biasanya sangat rendah jika dikaitkan dengan derajat anemia.

b) Leukopenia. Terdapat penurunan selektif granulosit, biasanya tetapi tidak selalu sampai

di bawah 1,5 x 109/l. Pada kasus-kasus berat jumlah limfosit rendah. Netrofil tampak

normal dan kadar fosfatase alkalinya tinggi.

c) Trombositopenia selalu ada dan, pada kasus berat, kurang dari 10 x109/l

d) Tidak ada sel darah abnormal dalam darah tepi

e) Sumsum tulang memperlihatkan adanya hipoplasia, dengan hilangnya jaringan

hemopoetik dan penggantian oleh lemak yang meliputi lebih dari 75% sumsum tulang.

Biopsy trephine sangat penting dilakukan dan dapat memperlihatkan daerah seluler

berbercak pada latar belakang hiposeluler. Sel-sel utama yang tampak adalah limfosit dan

sel plasma; megakariosit sangat berkurang dan tidak ada.

Page 12: MODUL+I%2c+ANEMIA

Anemia Hemolitik

Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh peningkatan destruksi eritrosit.

Hyperplasia eritropoesis dan pelebaran anatomic sumsum tulang menyabkan meningkatnya

destruksi eritrosit beberapa kali lipat sebelum pasien menjadi anemis-penyakit hemolisis

terkompensasi.

Etiologi

Berdasarkan etiologinya anemia hemolitik dibagi menjadi

1. Anemia hemolitik akibat kelainan extracorpusculer, yaitu disebabkan oleh kelainan-

kelainan yang tedapat di luar eritrosit, yaitu dalam plasma

2. Anemia hemolitik intracorpusculer, yaitu disebabkan oleh kelainan-kelainanyang terdapat

di dalam eritrosit.

Patofisologi

Hemolisis dapat terjadi intravaskuler dan ekstravakuler. Hal ini tergantung pada patologi

yang mendasari suatu penyakit. Pada hemolisis intravaskuler, destruksi eritrosit terjadi

langsung di sirkulasi darah. Misalnya pada trauma mekanik, fiksasi komplemen, dan aktivasi

sel permukaan atau infeksiyang langsung mendegradasi dan mendestruksi membrane sel

eritrosit. Hemolisis intravaskuler jarang terjadi.

Destruksi eritrosit biasanya terjadi setelah masa hidup rata-rata 120 hari, yaitu pada saat

dikeluarkan ke esktravaskular oleh makrofag system retikulosit endothelial (RE) yang

terutama terdapat pada di sumsum tulang, tetapi jug di hati dan limpa.

Gejala Klinis

Pasien mungkin memperlihatkan kepucatan membrane mukosa, ikterus ringan yang

berfluktuasi, dan splenomegali. Tidak ada bilirubin dalam urin, tetapi urin dapat menjadi

gelap karena urobilinogen yang berlebihan.

Pada pasien dengan pemecahan eritsosit sangat hebat, sebagian hemoglobin tidak dapat

dipecahkan menjadi Fe, biliverdin, dan globin, sehingga hemoglobin secara bebas dilarutkan

dalam plasma. Oleh karena itu, plasma menjadi merah. Di dalam darah juga umumnya

ditemukan retikulosit dan pada sumsum tulang ditemukan aktivitas dari system darah merah

meningkat luar biasa.

Pemeriksaan Laboratorium

1. Gambaran peningkatan pemecahan :

Page 13: MODUL+I%2c+ANEMIA

a. Bilirubin serum meningkat tidak terkonjugasi dan terikat pada albumin

b. Urobilinogen urine meningkat

c. Sterkobilinogen feses meningkat

d. Haptoglobin serum tidak ada karena haptoglobin menjadi jenuh oleh hemoglobin dan

kompleks ini dikeluarkan oleh RE.

2. Gambaran peningkatan produksi eritrosit :

a. Retikulositosis

b. Hyperplasia eritroid sumsum tulang; rasio myeloid; eritrosit sumsum tulang normal

sebesar 2:1 sampai 12:1 menurun menjadi 1:1 atau sebaliknya

3. Eritrosit yang rusak :

a. Morfologi-mikrosferosit, eliptosit, fragmentosit, dll

b. Fragilitas osmotic, autohemolisis, dll

c. Ketahanan eritrosit memendek; paling baik ditunjukkan oelh pelabelan 51Cr disertai

pemeriksaan lokasi destruksi.

Anemia Defesiensi Besi

Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan

besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, yang

pada akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb) berkurang.

Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita ini

adalah ADB da terutama mengenai bayi, anak sekolah, ibu hamil dan menyusui.

Etiologi

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan

absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.

1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari :

a.Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis,

hemoroid, dan infeksi cacing tambang.

b.Salan genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia.

c.Salura kemih : hematuria

d.Saluran napas : hemoptoe.

Page 14: MODUL+I%2c+ANEMIA

2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi

(bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan

rendah daging).

3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan

dan kehamilan.

4. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.

5. Pada orang dewasa, anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan

perdarahan menahun. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki ialah perdarahan

gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sementara

itu, pada wanita paling sering karena menormetrorhagia.

Patogenesis

Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan hemoglobin (Hb).Kekurangan Fe

mengakibatkan kekurangan Hb.Walaupun pembuatan eritrosit juga menurun, tiap eritrosit

mengandung Hb lebih sedikit daripada biasa sehingga timbul anemia hipokromik mikrositik.

Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan zat besi sehingga cadangan zat besi makin

menurun. Jika cadangan kosong maka keadaan ini disebut iron depleted state. Apabila

kekurangan zat besi berlanjut terus maka penyediaan zat besi untuk eritropoesis berkurang

sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit, tetapi anemia secara klinis belum

terjadi, keadaan ini disebut iron deficient erythropoiesis.Selanjutnya timbul anemia

hipokromik mikrositer sehingga disebut iron deficiency anemia.

Gejala Klinis

Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala

lainnya. Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tidak dijumpai pada anemia jenis

lain, seperti :

1. Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah

menghilang.

2. Glositis : iritasi lidah

3. Keilosis : bibir pecah-pecah

4. Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok.

Pemeriksaan Laboratorium

Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah :

Page 15: MODUL+I%2c+ANEMIA

1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokrom mikrositer dengan

penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC dan MCH

menurun. MCH < 70 fl hanya didapatkan pada anemia difisiensi besi dan thalassemia

mayor. RDW (red cell distribution width) meningkat yang menandakan adanya

anisositosis.Indeks eritrosit sudah dapat mengalami perubahan sebelum kadar

hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan

gejala anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-perlahan. Apusan darah

menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel

pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus

dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. Leukosit dan trombosit normal.

Retikulosit rendah dibandingkan derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasis sering

dijumpai eosinofilia.

2. Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok-kelompok normo-

blast basofil. Bentuk pronormoblast-normoblast kecil-kecil, sideroblast.

3. Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat

>350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.

4. Feritin serum. Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam serum, konsentrasinya

sebanding dengan cadangan besi jaringan, khususnya retikuloendotel. Pada anemia

defisensi besi, kadar feritin serum sangat rendah, sedangkan feritin serum yang

meningkat menunjukkan adanya kelebihan besi atau pelepasan feritin berlebihan dari

jaringan yang rusak atau suatu respons fase akut, misalnya pada inflamasi. Kadar feritin

serum normal atau meningkat pada anemia penyakit kronik.

5. TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat.

6. Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus.

7. Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon in loop,

pemeriksaan ginekologi.

Anemia Malignancy

Anemia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita keganasan (kanker).

Penyebabnya dan mekanismenya kompleks dan multifaktor. Sering kali tidak diikuti dengan

gejala adanya infiltrasi ke sumsum tulang atau adanya kehilangan darah, hemolisis, kelainan

ginjal, hati atau endokrin, ataupun adanya tanda-tanda defisiensi nutrisional. Anemia yang

Page 16: MODUL+I%2c+ANEMIA

disebabkan oleh kanker, bisa terjadi sebagai efek langsung dari keganasan, dapat sebagai

akibat produksi zat-zat tertentu yang dihasilkan kanker, atau dapat juga sebagai akibat dari

pengobatan kanker itu sendiri. Pada waktu-waktu yang lalu, anemia yang terjadi pada pasien

kanker selalu dihubungkan dengan anemia karena penyakit kronik. Jenis anemia ini sekarang

disebut sebagai anemia yang berhubungan dengan kanker atau Cancer-Related Anemia

(CRA). Efek ini dikenal sebagai sindroma paraneoplastik.

Etiologi

Anemia disebabkan oleh sitokin

1. Gangguan pemakaian zat besi

2. Penekanan terhadap sel progenitor eritrosit (sel darah merah)

3. Produksi eritropoietin tidak memadai

4. Pemendekan umur sel darah merah

Anemia karena efek langsung Neoplasma

1. Anemia pada Kanker: Efek Langsung dari Keganasan

Kehilangan darah (pendarahan) akut ataupun kronik.

o Keganasan dari saluran cerna

o Kanker kepala dan leher

o Kanker urogenital.

o Kanker pada cervix dan vagina

Pendarahan dalam tumor sendiri (intratumor) Sakoma

o Melanoma yang sangat besar

o Hepatoma

o Kanker ovarium

o Tumor cortex adrenal

Anemia karena proses phagositosis dari eritrosit

o Retikulositosis histiocytic medular

o Limfoma histiositik

o Neoplasma histiositik yang lain.

Penggantian sumsum tulang

o Leukemia

Page 17: MODUL+I%2c+ANEMIA

o Limoma

o Mieloma

o Carcinoma (payudara, prostat)

Patogenesis

Terjadinya anemia pada penderita kanker (tumor ganas), dapat disebabkan karena

aktivasi sistem imun tubuh dan sistem inflamasi yang ditandai dengan peningkatan beberapa

petanda sistem imun seperti interferon, Tumor Necrosis Factor (TNF) dan interleukin yang

semuanya disebut sitokin, dan dapat juga disebabkan oleh sel kanker sendiri.

Kanker dapat menyebabkan anemia dalam berbagai cara. Normalnya, ginjal membuat

hormon erythropoietin dan sebagai pengiriman signal ke bone marrow untuk memproduksi

eritrosit. Kanker dapat mengganggu proses ini dengan jalan melambatkan proses

pembentukan erythropoietin atau dengan menghambat penggunaan zat besi oleh tubuh. Pada

pasien kanker pula eritrosit dapat habis atau mati lebih cepat daripada normalnya dan proses

penggantiannya lebih lambat terjadi daripada orang normal, selain itu, kanker dapat

menyebabkan bleeding, yang berujung pada kekurangan darah. Pada beberapa kasus, jumlah

sel darah merah yang sedikit menyatakan jumlah hemoglobin yang beredar di tubuh, yang

mengangkut oksigen juga sedikit.

Gejala Klinis

Efek Anemia Pada Penderita Kanker secara klinis konsekuensi anemia berikut di bawah.

o Gangguan oksigenasi jaringan.

o Gangguan fungsi organ.

o Gangguan kualitas hidup.

o Meningkatkan kerentanan terhadap terjadinya pendarahan karena trombositopenia.

o Meningkatkan angka kematian pasca operasi.

o Meningkatkan kemungkinan mendapat transfusi darah pasca kemoterapi.

o Meningkatkan absorpsi besi bila eritropoiesis tidak efektif.

o Menurunkan umur kehidupan (karena infeksi HIV ).

1. Gejala anemia

Kira-kira 75% dari semua pasien kanker melaporkan adanya rasa lelah (fatigue) yang dapat

dimanifestasikan sebagai rasa lemah, kurang energi, sulit memulai dan mengakhiri suatu

Page 18: MODUL+I%2c+ANEMIA

pekerjaan, serta rasa ingin tidur saja seharian. Rasa lelah merupakan gejala utama pada

pasien kanker. Anemia juga menyebabkan berbagai keluhan lain seperti palpitasi (rasa

berdebar), gangguan fungsi kognitif, mual, menurunnya temperatur kulit, gangguan fungsi

imun, vertigo, sakit kepala, nyeri dada, nafas pendek, dan depresi.

2. Gambaran Klinis dari Anemia

a. Lelah dan menurunnya kualitas hidup

b. Meningkatnya angka kematian

c. Menurunnya efektivitas pengobatan

4. Pendekatan diagnosis pada pasien anemia

Anemia adalah suatu sindrom, bukan suatu kesatuan penyakit (disease entity), yang dapat

disebabkan olen berbagai penyakit dasar(underlying disease). Hal ini penting diperhatikan

dalam diagnosis anemia. Tidak cukup hanya sampai diagnosis anemia, tetapi sedapat

mungkin harus dapat menentukan penyakit dasar yang menentukan anemia tersebut. Maka

tahap-tahap diagnosis anemia adalah:

o Menentukan adanya anemia

o Menentukan jenis anemia

o Menentukan etiologi dan penyakit dasar anemia

o Menentukan ada atau tidaknya penyakit penyerta yang akan mempengaruhi hasil

pengobatan

Pada scenario di atas, nampak bahwa pasien menunjukkan gejala-gejala anemia.

Tetapi untuk menentukan diagnosis diperlukan anamnesis yang lebih jelas. Misalnya

menanyakan riwayat perdarahan, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat pengobatan

sebelumnya, serta riwayat penyakit keluarga agar dapat ditegakkan diagnosis dan

pemeriksaan selanjutnya.

Pendekatan diagnosis anemia dapat dilakukan dengan cara, misalnya dengan

pendekatan tradisional (anamnesis, pemeriksaan fisis, hasil laboratorium, kemudian

analsis dan sintesis), atau dapat juga dilakukan berdasarkan sifat gejala anemia, gejala

anemia yang lebih menonjol dijumpai pada anemia hemolitik, defesiensi besi, atau

aplastik, sedangkan jika gejala penyakit dasarnya yang lebih menonjol, anemia dapat

disebabkan oleh penyakit sistemik, penyakit hati, ginjal atau keganasan (kanker).

5. Penatalaksanaan

Page 19: MODUL+I%2c+ANEMIA

o Anemia Aplastik

Anemia berat, pendarahan akibat trombositopenia dan infeksi akibat granulositopenia dan monositopenia memerlukan tatalaksana untuk menghilangkan

kondisi yang potensial mengancam nyawa ini dan untuk memperbaiki keadaan pasien (lihat tabel ).

Manajemen Awal Anemia Aplastik

Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen kimia yang diduga menjadi penyebab

anemia aplastik.

Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang dibutuhkan.

Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transfusi trombosit sesuai yang dibutuhkan.

Tindakan pencegahan terhadap infeksi bila terdapat neutropenia berat.

Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas bila organisme spesifik tidak dapat

diidentifikasi, G-CSF pada kasus yang menakutkan; bila berat badan kurang dan infeksi ada

(misalnya oleh bakteri gram negatif dan jamur) pertimbangkan transfusi granulosit dari

donor yang belum mendapat terapi G-CSF.

Assessment untuk transplantasi stem sel allogenik : pemeriksaan histocompatibilitas pasien,

orang tua dan saudara kandung pasien.

o TST. Allogenik (kuratif) usia < 45 th, tersedia donor

o Terapi imunosupresif : Anti Thymocyte Globulin (ATG) atau Anti Lymphocyte Globulin

(ALG)

o Cyclosporine

o Glucocorticoid dosis tinggi

o High-dose Cyclophospamide

o Androgen : contoh Danazol

antithymocyte globulin (ATG) antilymphocyte globulin (ALG)

Page 20: MODUL+I%2c+ANEMIA

Prognosis

Dikaitkan dengan respon buruk terhadap imunoterapi dan prognosis yang jelek bila

transplantasi sumsum tulang allogenik tidak tersedia. Anak-anak memiliki respon yang lebih

baik daripada orang dewasa. Anemia aplastik konstitusional merespon sementara terhadap

androgen dan glukokortikoid akan tetapi biasanya fatal kecuali pasien mendapatkan

transplantasi sumsum tulang.

Transplantasi sumsum tulang bersifat kuratif pada sekitar 80% pasien yang berusia

kurang dari 20 tahun, sekitar 70% pada pasien yang berusia 20-40 tahun dan sekitar 50%

pada pasien berusia lebih dari 40 tahun. Celakanya, sebanyak 40% pasien yang bertahan

karena mendapatkan transplantasi sumsum tulang akan menderita gangguan akibat GVHD

kronik dan resiko mendapatkan kanker sekitar 11% pada pasien usia tua atau setelah

mendapatkan terapi siklosporin sebelum transplantasi stem sel.

Sekitar 70% pasien memiliki perbaikan yang bermakna dengan terapi kombinasi

imunosupresif (ATG dengan siklosporin). Walaupun beberapa pasien setelah terapi memiliki

jumlah sel darah yang normal, banyak yang kemudian mendapatkan anemia sedang atau

trombositopenia. Penyakit ini juga akan berkembang dalam 10 tahun menjadi proxysmal

nokturnal hemoglobinuria, sindrom myelodisplastik atau akut myelogenous leukimia pada

40% pasien yang pada mulanya memiliki respon terhadap imunosupresif.

Pengobatan dengan dosis tinggi siklofosfamid menghasilkan hasil awal yang sama

dengan kombinasi ATG dan siklosporin. Namun, siklofosfamid memiliki toksisitas yang

lebih besar dan perbaikan hematologis yang lebih lambat walaupun memiliki remisi yang

lebih bertahan lama.

o Anemia Hemolitik

Penatalaksanaan

Terapi anemia hemolitik didasarkan pada penyebabnya. Dapat dilakukan splenoktomi dan

transfusi darah.

o Anemia Defesiensi Besi

Penatalaksanaan

1. Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan

antelmintik yang sesuai.

2. Pemberian preparat Fe :

Page 21: MODUL+I%2c+ANEMIA

Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi

elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan. Preparat

besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal.

3. Bedah

Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena

diverticulum Meckel.

4. Suportif

Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar besi tinggi yang bersumber dari

hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).2,4

Setelah diagnosis ditegakan maka dibuat rencana pemberian terapi, terapi terhadap

anemia difesiensi besi dapat berupa :

1. Terapi kausal: tergantung penyebabnya, misalnya : pengobatan cacing tambang,

pengobatan hemoroid, pengubatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak

maka anemia akan kambuh kembali.

2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh :

a. Besi per oral : merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah, dan

aman.preparat yang tersedia, yaitu:

i. Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan pertama (murah dan efektif).

Dosis: 3 x 200 mg.

ii. Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate,harga

lebih mahal, tetepi efektivitas dan efek samping hampir sama.

b. Besi parenteral

Efek samping lebih berbahaya,serta harganya lebih mahal. Indikasi, yaitu :

i. Intoleransi oral berat;

ii. Kepatuhan berobat kurang;

iii. Kolitis ulserativa;

Perlu peningkatan Hb secara cepat (misal preoperasi, hamil trimester akhir).

o Anemia Malignancy

Penatalaksanaan

Page 22: MODUL+I%2c+ANEMIA

1. Defisiensi nutrisional

Bila kehilangan darah sedikit-sedikit yang terus-menerus tidak merupakan suatu problem

utama, tetapi gejala anemia tidak juga teratasi, maka harus dicari/diperiksa kemungkinan

adanya defisiensi besi, asam folat, atau vitamin B12, dan terapi suplemen harus diberikan

kalau ditemukan tanda-tanda difisiensi. Kalau anemia tidak berat, terapi suplemen cukup

untuk menghilangkan gejalanya dan mengembalikan hemoglobin ke batas normal.

2. Defisiensi zat besi

Pemberian zat besi diperlukan sebagai kombinasi dengan pengobatan yang menstimulasi

eritropoiesis, seperti rHuEPO, untuk mengobati anemia secara efektif, dan juga akan

mengurangi kebutuhan rHuEPO untuk mengoreksi hemoglobin. Defisiensi besi fungsional,

sebagai akibat dari penggunaan yang tidak adekuat dan adanya gangguan transpor besi guna

eritropoiesis, merupakan keadaan yang sering menyebabkan respon rHuEPO tidak adekuat di

antara penderita gagal ginjal dan juga mungkin merupakan faktor penting pada anemia

kronik pada kanker. Besi dapat diberikan secara oral atau intravena, walau ada gangguan

gastrointestinal yang agak mengganggu dan potensial terjadinya ketidakpatuhan pada

pemakaian oral. Pemberian besi intravena, juga kadang-kadang kurang mengenakkan dan

mahal, kadang-kadang dapat dikuti dengan beberapa gejala efek samping seperti anafilaksis.

3. Transfusi sel darah merah

Transfusi sel darah merah hanya diberikan pada kasus anemia akut setelah terjadi

pendarahan, pada kasus anemia kronik yang bergejala tetapi tidak berhasil dengan terapi besi,

dan pada pasien anemia yang berat yang tidak cukup waktu untuk menerima pemberian

rHuEPO. Walaupun di negara-negara maju, transfusi relatif aman, namun masih juga terjadi

efek samping atau penyulit pada transfusi sel darah merah, misalnya infeksi oleh karena

transfusi, reaksi alloimunisasi dan imunosupresi yang merupakan hal-hal penting yang harus

dipertimbangkan sebelum memberikannya. Terutama imunosupresi yang akan meningkatkan

pertumbuhan sel tumor.

4. Terapi dengan menstimulasi eritropoiesis

Dengan adanya kemajuan pada teknik rekombinan DNA dan dapat dibuat faktor-faktor

pertumbuhan hematopoietik (Haematopoietic Growth Factors), penggunaan rHuEPO lebih

dari satu dekade yang lalu, telah menunjukkan pendekatan baru terhadap pengobatan dan

pencegahan terjadinya anemia pada kanker. Pada penderita-penderita yang kadar EPO

Page 23: MODUL+I%2c+ANEMIA

endogennya rendah, pemberian EPO eksogen memberikan manfaat. Mekanisme kerjanya dan

efek imunologik dan hematologiknya ekuivalen dengan EPO endogen.

Walaupun terapi pada anemia terhadap keganasan telah difokuskan pada pengobatan

penyebab yang mendasari, telah banyak laporan adanya perbaikan dari massa sel darah

merah dengan pemberian rHuEPO pada pasien penyakit kanker yang menjalani pengobatan

dengan radiasi dan kemoterapi, seperti cisplatin dan carboplatin. Peneliti-peneliti juga

melaporkan bahwa ada perbaikan dari kualitas hidup yang dihubungkan dengan pemberian

EPO.

Page 24: MODUL+I%2c+ANEMIA

Analsis dan Sintesis

Table diagnosis banding scenario

Anemia AplastikAnemia

Hemolitik

Anemia

Defesiensi Besi

Anemia

Malignancy

Wanita √ √ √ √

30 tahun √ √ √ √

Cepat lelah dan

lemah√ √ √ √

Pingsan √ √ - √

Sering Demam √ - - -

Mimisan

(epistaksis)√ - - -

Pucat √ √ √ √

Berdasarkan hasil diskusi kelompok kami maka diagnosis sementara kami berdasarkan

gejala-gejala pada scenario adalah Anemia Aplastik. Karena gejala-gejala yang diberikan

memenuhi untuk diagnosis Anemia Aplastik. Tetapi untuk lebih menegakkan diagnosis maka

perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk penentuan diagnosis dan pemilihan terapi.

DD

Gejala Klinis

Page 25: MODUL+I%2c+ANEMIA

DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I.M ., 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC.

Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta : EGC.

Solander H. Anemia aplastik In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid I Edisi Keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK

UI

Sudoyo,W.Aru.2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi II. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Supandiman I. Hematologi Klinik Edisi kedua. Jakarta: PT Alumni, 1997;95-101

Weiss, G.,Goodnough, L.T., 2005. Anemia of Chronic Disease.Nejm, 352 : 1011-1023.

Dunn, A., Carter, J., Carter, H., 2003. Anemia at the end of life: prevalence, significance, and

causes in patients receiving palliative care. Medlineplus. 26:1132-1139.

http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2005/

http://www.anemia.org/patients/