modul tot sejuta relawan_rev

36
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU 1 MODUL 1 PENGAWASAN PARTISIPATIF (Urgensi, Profil, dan Kode Etik Relawan) A. POKOK BAHASAN Pengawasan Partisipatif: Urgensi, Profil Sejuta Relawan, dan Kode Etik Relawan B. DESKRIPSI SINGKAT Pokok bahasan ini disampaikan dengan maksud untuk memberikan pengertian tentang pentingnya keterlibatan (partisipasi) masyarakat dalam pengawasan Pemilu untuk mewujudkan Pemilu yang berkualitas & berintegritas. Uraian ini diikuti dengan penjelasan tentang profil gerakan sejuta relawan, serta dilengkapi dengan kode etik yang menjadi pedoman perilaku relawan pengawas pemilu. C. SUB POKOK BAHASAN 1. Pentingnya Pengawasan Partisipatif 2. Profil Gerakan Sejuta Relawan 3. Kode Etik dan Mekanisme Penegakannya D. HASIL BELAJAR Setelah mengikuti sesi ini, peserta diharapkan dapat memahami arti penting keterlibatan masyarakat dalam pengawasan pemilu melalui wadah gerakan sejuta relawan, serta memiliki kemauan untuk terlibat dalam gerakan sejuta relawan pengawasan pemilu. E. INDIKATOR HASIL BELAJAR Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta dapat: 1. Menjelaskan arti penting dan pengertian pengawasan partisipatif 2. Menjelaskan profil gerakan sejuta relawan. 3. Menjelaskan kode etik dan mekanisme penegakan kode etik relawan. F. METODE 1. Brainstroming 2. Ceramah 3. Simulasi Kelompok (game) 4. Pembulatan G. BAHAN/ALAT BANTU 1. Naskah Pegangan 2. Kertas Plano 3. LCD proyektor

Upload: enzo-albantani

Post on 24-Nov-2015

78 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

modul untuk relawan demokrasi

TRANSCRIPT

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    1

    MODUL 1 PENGAWASAN PARTISIPATIF

    (Urgensi, Profil, dan Kode Etik Relawan)

    A. POKOK BAHASAN Pengawasan Partisipatif: Urgensi, Profil Sejuta Relawan, dan Kode Etik Relawan

    B. DESKRIPSI SINGKAT Pokok bahasan ini disampaikan dengan maksud untuk memberikan pengertian tentang pentingnya keterlibatan (partisipasi) masyarakat dalam pengawasan Pemilu untuk mewujudkan Pemilu yang berkualitas & berintegritas. Uraian ini diikuti dengan penjelasan tentang profil gerakan sejuta relawan, serta dilengkapi dengan kode etik yang menjadi pedoman perilaku relawan pengawas pemilu.

    C. SUB POKOK BAHASAN 1. Pentingnya Pengawasan Partisipatif 2. Profil Gerakan Sejuta Relawan 3. Kode Etik dan Mekanisme Penegakannya

    D. HASIL BELAJAR

    Setelah mengikuti sesi ini, peserta diharapkan dapat memahami arti penting keterlibatan masyarakat dalam pengawasan pemilu melalui wadah gerakan sejuta relawan, serta memiliki kemauan untuk terlibat dalam gerakan sejuta relawan pengawasan pemilu.

    E. INDIKATOR HASIL BELAJAR Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta dapat: 1. Menjelaskan arti penting dan pengertian pengawasan partisipatif

    2. Menjelaskan profil gerakan sejuta relawan.

    3. Menjelaskan kode etik dan mekanisme penegakan kode etik relawan.

    F. METODE

    1. Brainstroming 2. Ceramah 3. Simulasi Kelompok (game) 4. Pembulatan

    G. BAHAN/ALAT BANTU

    1. Naskah Pegangan 2. Kertas Plano 3. LCD proyektor

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    2

    4. Spidol 5. Metaplan 6. HVS

    H. WAKTU

    120 menit

    I. BAHAN RUJUKAN 1. Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Grasindo, 2010, hlm. 232-

    233

    2. Junaidi Indrawadi, Dosen FISIP Universitas Negeri Padang, Makalah untuk FGD JPPR Kota Padang, dipresentasikan tanggal, 9 September 2009

    3. http://aceproject.org/electoral-advice/election-observation/observation-monitoring 4. Buku Bersama Masyarakat Mengawal Pemlu, diterbitkan oleh JPPR, 2012

    J. PROSES PEMBELAJARAN

    1. Fasilitator memulai pembelajaran ini dengan memperkenalkan diri kepada peserta. Kemudian diikuti dengan perkenalan antar sesama peserta, dengan menyebutkan nama, pekerjaan atau aktifitas sehari-hari, hobby, dll. (15 menit)

    2. Kemudian fasilitator menjelaskan tujuan pembelajaran yaitu setelah mengikuti pembelajaran ini peserta dapat:

    a. Menjelaskan arti penting dan pengertian pengawasan partisipatif

    b. Menjelaskan profil gerakan sejuta relawan.

    c. Menjelaskan kode etik dan mekanisme penegakan kode etik relawan. (5 menit)

    3. Fasilitator menayangkan video Deklarasi pembentukan sejuta relawan. (5 menit)

    4. Fasilitator meminta kesan dan tanggapan dari paling banyak 4 peserta terhadap tayangan video tersebut. (15 menit)

    5. Fasilitator mempersilahkan narasumber untuk menjelaskan materi tentang urgensi pengawasan partisipatif, profil gerakan sejuta relawan, dan kode etik serta mekanisme penegakannya, dengan menayangkan slide power-point. (20 menit)

    6. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertanyaan untuk kemudian dijawab oleh narasumber. (20 menit)

    7. Fasilitator membagi peserta ke dalam 2 (dua) kelompok dengan cara berhitung 1-2, 1-2. Peserta yang mendapatkan angka satu berkumpul menjadi kelompok satu. Peserta yang mendapatkan angka 2 berkumpul menjadi kelompok 2.

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    3

    8. Selanjutnya Fasilitator meminta masing-masing kelompok untuk mendiskusikan:

    a. apa tantangan dan hambatan Panwaslu dalam membangun pengawasan partisipatif.

    b. apa rekomendasi solusinya? (20 menit)

    9. Fasilitator meminta perwakilan dari kelompok 1 untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya (5 menit), dan dilanjutkan presentasi dari kelompok 2 (5 menit).

    10. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanggapi presentasi dari kedua kelompok, dan jika diperlukan maka dijawab oleh perwakilan kelompok 1 dan kelompok 2. (10 menit)

    11. Fasilitator menyampaikan kepada peserta bahwa sesudah pembelajaran ini akan dilanjutkan dengan materi Modul 2 (dua) yaitu Mekanisme Kerja Relawan. (3 menit)

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    4

    NASKAH PEGANGAN 1 PENGAWASAN PARTISIPATIF (Urgensi, Profil, dan Kode Etik)

    I. URGENSI PENGAWASAN PARTISIPATIF A. Partisipasi Politik Dalam Pemilu

    Konsensus negara demokrasi telah memastikan terselenggaranya Pemilihan

    Umum (Pemilu) sebagai salah satu indikator yang mutlak harus dijalankan. Dan

    bagi Indonesia, Pemilu sudah menjadi bagian integral historis daripada

    pelaksanaan sistem ketatanegaraan. Satu dekade setelah proklamasi 1945,

    tepatnya tahun 1955 Indonesia sudah melangsungkan Pemilu pertama yang

    demokratis. Kemudian berlanjut pada Pemilu pada era Orde Baru tahun 1971,

    1977, 1982, 1987, 1992, 1997. Selanjutnya pada masa reformasi telah

    berlangsung tiga kali Pemilu, yakni tahun 1999, 2004, dan 2009. Sehingga istilah

    Pemilu sudah sangat familiar bagi penduduk di republik ini, dan tentu saja, sudah

    diserap sebagai pengetahuan dasar bagi hak politik rakyat Indonesia.

    Arti pentingnya penyelenggaraan Pemilu bahkan telah direspon dalam kerangka

    konstitusional. Perubahan ketiga UUD 1945 telah menambah (addendum) dasar

    penyelenggaraan Pemilu pada Bab VII B sebagai bahasan tersendiri. Pasal 22-E

    menyatakan; Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas,

    rahasia, jujur dan adil (Luber, Jurdil) setiap lima tahun sekali. Sehingga tidak ada

    alasan konstitusional yang akan menunda bahkan menghapus penyelenggaraan

    Pemilu di Indonesia.

    Dalam kerangka pentingnya Pemilu tersebut terselip problem mendasar tentang

    issu partisipasi politik rakyat. Hal ini mengingat partisipasi rakyat pada Pemilu

    merupakan bagian integral dari penyelenggaraan Pemilu sesuai asasnya yang

    bersifat langsung. Sehingga menjadi sangat substansial terkait pentingnya

    partisipasi politik rakyat dalam proses penyelenggaraan Pemilu. Menurut Prof.

    Ramlan Surbakti, sejatinya Pemilu adalah sarana konversi suara rakyat.1 Atas

    dasar suara rakyat itulah Pemilu menghasilkan pejabat legislatif (DPR, DPD,

    DPRD) dan eksekutif (Presiden-Wakil Presiden dan kepala daerah). Dengan

    demikian untuk menjamin hasil yang baik dan berkualitas maka proses

    penyelenggaraannya pun harus memenuhi derajat yang berkualitas pula.

    1 Selain itu, Pemilu juga dikatakan sebagai mekanisme pemindahan konflik kepentingan dan sarana memobilisasikan dan/atau menggalang dukungan rakyat. Lihat selengkapnya dalam buku, Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Grasindo, 2010, hlm. 232-233.

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    5

    Sehingga setiap tahapan Pemilu harus diupayakan dan dipastikan secara jujur

    dan adil demi menyelamatkan suara rakyat. Dari sanalah legitimasi proses dan

    hasilnya dapat diukur. Bisa dipastikan secara etis, bahwa setiap tahapan Pemilu

    harus mencerminkan adanya proses partisipasi politik rakyat yang sebenarnya.

    Dalam prakteknya, , Pemilu memiliki banyak kendala dan batasan untuk

    mendorong proses partisipasi rakyat. Diantaranya batasan peraturan, akses

    pengetahuan, pemetaan stakeholder, penjadwalan/waktu, anggaran, dan teritori.

    Sejumlah batasan tersebut jika tidak mampu diatasi, justru menjadi kontra

    produktif untuk mendorong partisipasi politik rakyat. Sehingga menjadi urgen

    melakukan berbagai cara mendorong penguatan partisipasi rakyat. Faktanya,

    partisipasi rakyat dalam Pemilu selama ini hanya sekedar dimaknai secara

    terbatas yakni cukup dengan hanya memberikan hak pilihnya pada hari

    pemungutan suara di TPS.

    Memang benar, dalam penyelenggaraan Pemilu stakeholder yang memainkan

    peran utama adalah peserta Pemilu, panitia/penyelenggara Pemilu, peran

    pemerintah, dan para pemodal. Yang terakhir perlu disebutkan karena terkait

    dengan maraknya fenomena politik uang dalam Pemilu. Mereka inilah yang

    dengan sadar memiliki kepentingan secara langsung atas hasil Pemilu dan

    memiliki kemampuan yang dominan untuk mempengaruhi proses Pemilu.

    Kemudian ada juga kelompok lain yang memiliki peranan penting pada Pemilu

    yaitu media massa, lembaga peradilan, pemantau, tokoh publik dan berikutnya

    adalah kelompok lembaga survey. Kelompok-kelompok ini dinilai cukup berperan

    secara independen atas proses atau hasil Pemilu, namun dapat dikategorikan

    sebagai faktor ikutan saja.

    Di luar yang sudah disebutkan tadi, ternyata ada kelompok lain dalam bidang

    kepemiluan yang dikenal dengan sebutan Pemilih. Hak konstitusionalnya terjamin

    dalam sistem kepemiluan. kelompok yang serupa dengan konstituen namun

    dalam bentuk lain, meski secara praktek keduanya tidak lebih dari sekadar pihak

    yang seringkali dimobilisir pada Pemilu.

    Dalam perspektif kepemiluan, pemilih masuk pada stakeholder yang penting.

    Junlahnya menjadi bagian terbesar dari stake holder pemilu yang lain. Dan

    karenanya pelayanan yang baik kepada mereka dinilai sudah mewakili capain

    substantif dari penyelenggaraan Pemilu. Menjadi nampak logis jika pada Pemilu

    era reformasi selalu dikampanyekan pentingnya pemilih yang aktif, kritis dan

    rasional. Hal ini respon dari praktek Pemilu era Orde Baru yang mereduksi peran

    partisipasi politik. Salah satu rekomendasi dari pelaksanaan Pemilu jurdil selain

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    6

    diarahkan kepada terbebasnya kepentingan penguasa atas hasil Pemilu,

    perbaikan atas sistem Pemilu, perlunya penyelenggara yang independen juga

    diarahkan kepada upaya mendorong keterlibatan masyarakat pemilih untuk lebih

    aktif, kritis dan rasional dalam menyuarakan kepentingan politiknya.

    B. Ruang Ekspresi Masyarakat Menyoal pentingnya partisipasi masyarakat dalam Pemilu, sama pentingnya

    dengan upaya memperdalam proses demokrasi di tingkat akar rumput. Jika

    prasyarat standar demokrasi adalah terlaksananya Pemilu, maka partisipasi

    adalah salah satu indikator kualitas demokrasi. Adagium yang terkenal dalam

    demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dan partisipasi

    merupakan pengejawantahan pikiran demokratis tersebut.

    Persoalan partisipasi politik rakyat pada Pemilu menjadi problem ketika

    dihadapkan dengan tantangan memperdalam makna demokrasi. Bagaimana

    posisi partisipasi rakyat pada Pemilu menjadi bernilai demokratis. Mengingat

    semua pihak sejatinya telah bersepakat tentang pentingnya partisipasi politik

    rakyat pada Pemilu. Namun implementasi peran tersebut tereduksi secara

    signifikan hanya menjadi persoalan di tingkat elit politik dan penyelenggara

    Pemilu. Kasus yang paling nyata terkait tidak terjaminnya partisipasi politik rakyat

    adalah kegagalan elit negara pada Pemilu untuk melindungi hak pilih politik

    rakyat. Bisa dirujuk pada kekacauan daftar pemilih tetap (DPT) pada Pilkada dan

    Pemilu. Sehingga menjadi lebih berat untuk memotret ruang partisipasi politik

    rakyat yang lainnya. Dimanakah peran partisipasi politik rakyat yang lebih

    implementatif? Problem apa saja yang menjadi hambatan membangun partisipasi

    politik rakyat pada Pemilu?

    Secara fungsional stakeholder yang berpengaruh pada Pemilu terbagi kedalam

    kelompok pelaksana, kelompok pengawas, kelompok politik dan kelompok

    birokrasi. Kelompok pelaksana yang terdiri KPU, KPU Propinsi, KPU

    Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS berangkat dari basis rekrutmen terbuka

    yang harus memenuhi persyaratan UU. Kelompok pengawas terdiri dari Bawaslu,

    Panwas Propinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas kecamatan, Pengawas

    Pemilu Lapangan juga dihasilkan melalui proses seleksi berdasarkan perintah

    UU.

    Untuk kelompok politik bisa dinisbatkan kepada parpol yang melakukan

    pencalonan, calon Kepala Daerah, dan tim kampanye. Mereka adalah pihak yang

    aktif untuk melakukan pemenangan pilkada, mengingat statusnya sebagai

    peserta. Parpol yang berhak melakukan pencalonan adalah hasil seleksi Pemilu.

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    7

    Calon Kepala Daerah yang berhak ikut Pilkada adalah personal yang terseleksi

    secara politik di tingkat parpol dan administratif di tingkat KPUD. Sementara tim

    kampanye, merupakan kelompok terpilih dari masyarakat untuk berjuang

    memenangkan kandidatnya.

    Kelompok birokrasi merujuk kepada tim kesekretariatan yang mendukung kinerja

    baik pelaksana Pilkada atau pengawas Pilkada. Mereka adalah PNS yang jelas-

    jelas hasil seleksi dari masyarakat untuk mengabdi kepada negara sebagai

    birokrat. Bisa dikatakan, dengan komposisi stakeholder yang berpengaruh pada

    Pemilu adalah kelompok sosial yang secara selektif merupakan puncak piramida

    dari struktur masyarakat. Merekalah yang sejatinya melayani masyarakat pemilih

    untuk terjamin memberikan hak suaranya secara komplit dan menyeluruh.

    Dari gambaran yang demikian itu maka masih terdapat mayoritas masyarakat

    yang perlu menemukan ruang ekpresinya untuk merespon Pemilu. Salah satunya

    dengan mendorong fungsi pemantauan oleh masyarakat.

    C. Basis Pengawasan Pemilu Pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemilu merupakan suatu kehendak

    yang didasari keprihatinan luhur (ultimate concern), demi tercapainya Pemilu

    yang berkualitas. Kontribusi utama pengawasan Pemilu, di samping untuk

    mendorong terwujudnya pelaksanaan Pemilu yang berkualitas secara teknis, juga

    merupakan bagian yang signifikan bagi keberlanjutan demokratisasi di tengah-

    tengah bangsa yang terus bangkit dari krisis dimensional ini. Dengan demikian,

    pengawasan Pemilu merupakan proses sadar, sengaja dan terencana dari

    hakekat filosofi demokratisasi. Suatu Pemilu yang dijalankan tanpa mekanisme

    dan iklim pengawasan yang bebas dan mandiri, akan menjadikan Pemilu menjadi

    proses pembentukan kekuasaan yang sarat dipenuhi segala kecurangan. Dalam

    situasi yang demikian itu, Pemilu telah kehilangan legitimasinya dan

    pemerintahan yang dihasilkan sesungguhnya juga tidak memiliki legitimasi.

    Berangkat dari pemahaman inilah yang menjadikan pengawasan itu merupakan

    suatu kebutuhan dasar (basic an obejective needs) dari tiap-tiap Pemilu, baik

    nasional maupun Pemilukada. Pengawasan, merupakan keharusan, bahkan

    merupakan elemen yang melekat pada tiap-tiap Pemilu.2

    Merunut kembali sejarah Pemilu 1955, Pemilu di era rezim Orde Baru, Pemilu di

    masa reformasi, dan Pemilukada di berbagai daerah, sebenarnya bisa diambil

    2 Junaidi Indrawadi, Dosen FISIP Universitas Negeri Padang, Makalah untuk FGD JPPR Kota Padang, dipresentasikan tanggal, 9 September 2009.

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    8

    beberapa pelajaran penting tentang pengawasan pemilu. Salah satunya adalah

    isu tentang pengawasan ternyata dependen atas zeit-geist atau semangat

    zamannya.

    Pemilu 1955 berlangsung pada nuansa dan suasana kepartaian yang ideologis

    dan partisipatif. Semangat kontestasi yang dibuktikan lebih dari 100 peserta

    Pemilu membuat setiap kontestan saling mengawasi pelaksanaan Pemilu.

    Sementara Pemilu di masa rezim kleptokratik Orde Baru berada pada semangat

    zaman yang represif-totaliter. Deparpolisasi dan anti partisipasi masyarakat

    sangat mendominasi penyelenggaraan Pemilu di masa itu. Apalagi

    penyelenggara pemilu masa Orde Baru melekat pada pemerintah melalui Menteri

    Dalam Negeri. Sehingga menjadi logis, isu pengawasan melekat pada domain

    rezim pemerintah. Karena sejatinya Pemerintah Orde Baru tidak ingin Pemilu

    diawasi oleh rakyat yang dalam konstitusi diakui sebagai pemilik sah kedaulatan

    sejati.

    Kemudian pada Pemilu 1997 menjadi akhir dari Pemilu rezim Orde Baru.

    Semangat reformasi mengkristal dengan adanya keinginan untuk terlaksananya

    Pemilu yang jujur dan adil. Sehingga pelaksanaan Pemilu 1999, 2004, 2009 isu

    pengawasan Pemilu menjadi instrumen yang dikembangkan secara sistematis,

    misalnya melalui pelembagaan Pengawas Pemilu dan membuka ruang bagi

    kelompok pemantau.

    Dari berbagai pengalaman penyelenggaraan Pemilu ke Pemilu di Indonesia,

    dapat dikatakan juga adanya bermacam-macam model dan bentuk pengawasan

    Pemilu. Di antaranya adalah pengawasan berbasis kontestan, pengawasan

    berbasis pemerintah, pengawasan berbasis lembaga penyelenggara, dan

    pengawasan berbasis pemantau atau masyarakat.3 Masing-masing mempunyai

    konsekuensi logis tersendiri sesuai konteks dan semangat zamannya.

    3 Menurut The Electoral Knowledge Network dalam situs jejaringnya, bahwa perbedaan antara pengamat, pemantau dan pengawas Pemilu terletak pada madat yang dimiliki. Selengakapnya dijelaskan, The most widely accepted distinctions between election observation, election monitoring and election supervision refer to the role and the mandate of the different missions in terms of the level of intervention in the electoral process: observers having the smallest mandate, monitors having slightly more extended powers, while supervisors are those with the most extensive mandate. The mandate of election observers is to gather information and make an informed judgement without interfering in the process. The mandate of election monitors is to observe the electoral process and to intervene if laws are being violated. The mandate of election supervisors is to certify the validity of the electoral process. Different organisations use different definitions for these terms and in some cases the terms observation and monitoring are used interchangeably without any explicit distinction being made between the two.

    (Perbedaan yang paling banyak diterima antara pemantauan pemilu, pemantau pemilu dan pengawasan pemilu merujuk pada peran dan mandat misi berbeda dalam hal tingkat intervensi dalam proses pemilihan: pengamat memiliki mandat terkecil, monitor memiliki kekuatan sedikit lebih luas, sementara supervisor adalah mereka dengan mandat paling luas. Mandat pemantau pemilihan adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat keputusan penilaian tanpa campur tangan dalam proses. Mandat pemantau Pemilu adalah untuk mengamati proses pemilu dan untuk campur tangan jika hukum dilanggar.

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    9

    II. PROFIL SEJUTA RELAWAN

    a. Apakah Gerakan Sejuta RelawanSesuai amanat konstitusi, pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat, sekaligus sarana aktualisasi partisipasi pemegang kedaulatan dalam penentuan jabatan publik. Sebagai pemegang kedaulatan, posisi rakyat dalam pemilu bukanlah obyek untuk dieksploitasi dukungannya, melainkan harus ditempatkan sebagai subyek, termasuk dalam mengawal integritas pemilu, salah satunya melalui pengawasan pemilu.

    Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu adalah sebuah gerakan pengawalan Pemilu 2014 oleh masyarakat di seluruh Indonesia. Gerakan ini merupakan terobosan dan implementasi dari program pengawasan partisipatif. Gerakan ini hendak mentransformasikan gerakan moral (moral force) menjadi gerakan sosial (social movement). Pengawalan Pemilu merupakan kewajiban semua pihak. Namun pada tataran implementasinya, kekuatan masyarakat yang tidak terlembaga, relatif kesulitan untuk mengawali langkah tersebut. Ketika masyarakat akan melangkah pada tataran partisipasinya melalui pengawasan, maka dibutuhkan pengetahuan (knowledge) dan kemampuan (skill) terkait Pemilu dan teknis pengawasan. Karena itu, gerakan ini didesain untuk menciptakan relawan yang memiliki pengetahuan yang memadai tentang kepemiluan dan skill teknis pengawasan. Sedangkan istilah Sejuta Relawan itu sendiri, dimaksudkan untuk menyampaikan pesan kepada seluruh stake-holder Pemilu dan masyarakat, betapa besar dan berpengaruhnya gerakan ini. Dengan demikian, diharapkan masyarakat akan terpicu dan peduli terhadap gerakan ini. Istilah Sejuta Relawan bukanlah menunjukkan jumlah, namun betapa besar dan massifnya gerakan ini. Siapapun, terutama mereka yang mempunyai jiwa sosial dan pengabdian kepada masyarakat, negara, dan bangsanya diharapkan mendedikasikan dirinya menjadi relawan, karena pada dasarnya setiap orang mempunyai potensi dan kemampuan. Sedangkan defenisi Relawan Pengawas Pemilu adalah warga negara Indonesia yang terdaftar sebagai pemilih pemula (minimal usia 17 tahun pada hari H pemungutan suara Pemilu 2014) dari kalangan pelajar (SMA/SMK/MA) dan mahasiswa yang direkrut oleh jajaran pengawas Pemilu atau mendaftarkan diri secara aktif yang memenuhi syarat dan ketentuan, diverifikasi faktual untuk melakukan kegiatan pengawasan di wilayah domisilinya yang berbasis desa/kelurahan terhadap sebagian tahapan Pemilu berdasarkan penugasan dari Pokjanas dan koordinasi dengan jajaran pengawas Pemilu.

    Mandat pengawas Pemilu adalah untuk mengesahkan keabsahan proses pemilihan. Organisasi yang berbeda menggunakan definisi yang berbeda untuk istilah-istilah ini dan dalam beberapa kasus pengamatan dan pemantauan istilah yang digunakan secara bergantian tanpa perbedaan eksplisit yang dibuat di antara keduanya), diakses dari: http://aceproject.org/electoral-advice/election-observation/observation-monitoring, pada tanggal 2 Agustus 2010, pukul: 23.00 Wib.

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    10

    b. Mengapa Harus Ada Gerakan Sejuta Relawan

    1. Tinjauan Filosofis

    Pengawasan partisipatif merupakan bagian dari manifestasi kedaulatan rakyat dan penguatan partisipasi politik masyarakat. Pada setiap tahapan Pemilu yang sedang berjalan, ada ruang partisipasi politik masyarakat, kepedulian masyarakat, agar proses Pemilu berjalan secara jujur, adil, dan sekaligus menciptakan kepemimpinan yang memiliki legitimasi kuat. Ketika Pemilu hanya menjadi ajang seremonial politik belaka yang menafikan partisipasi politik masyarakat, maka tidak ada pembelajaran politik yang baik bagi proses demokrasi. Pengawasan partisipatif ini merupakan ruang pembelajaran politik bagi semua pihak, dan sebagai pengawalan hak dasar warga negara yaitu hak suara agar tidak disalahgunakan. Bagi masyarakat, dengan dimungkinkannya pengawasan partisipatif, secara langsung berarti mengikuti dinamika politik yang terjadi dan secara tidak langsung merupakan ajang untuk belajar tentang penyelenggaraan kebijakan negara.

    2. Tinjauan Operasional Dilihat dari sisi sumber daya manusia dan sumber dana, institusi pengawasan formal Pemilu (Bawaslu) tidak mungkin memiliki kemampuan untuk menjangkau seluruh obyek-obyek masalah, titik rawan, dan potensi pelanggaran Pemilu 2014, sehingga dibutuhkan partisipasi masyarakat yang sistematis.

    Di sisi lain, masyarakat sipil yang terlembaga (Non Government Organization) yang selama ini fokus terhadap kepemiluan, dan lembaga-lembaga pendidikan (Sekolah dan Kampus) -- sudah terbangun jaringannya secara luas. Karena itu, melalui Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu, peran masyarakat tersebut bisa lebih dimaksimalkan.

    c. Maksud, Tujuan, Dan Target 1. Maksud

    Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu merupakan upaya untuk membangun kesadaran masyarakat tentang kepemiluan dan meningkatkan partisipasi politik segmen pemilih pemula yang jumlahnya sekitar 30 juta melalui pengawasan partisipatif.

    2. Tujuan Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu bertujuan untuk : a) Mendorong kesadaran pemilih pemula (pelajar dan mahasiswa) akan

    pentingnya Pengawasan Partisipatif. b) Mendorong pemangku kepentingan untuk berperan serta dalam Gerakan

    Sejuta Relawan Pengawas Pemilu. c) Mencegah terjadinya politik pragmatis-transaksional untuk mewujudkan

    suasana yang kondusif bagi penyelenggaraan Pemilu yang aman, damai, tertib dan lancar.

    d) Membangkitkan semangat kerelawanan pemilih pemula untuk berperan aktif dalam Pemilu sebagai agen perubahan.

    e) Memberikan keterampilan, pengalaman, dan motivasi kepada pemilih pemula untuk mengawal proses Pemilu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    11

    3. Target a. Terbentuknya Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu, secara merata di

    seluruh propinsi di Indonesia b. Tersusunnya berbagai perangkat panduan untuk mengoperasionalkan

    Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu. c. Terpetakannya dukungan dari stake-holder masyarakat, sebagai bentuk

    partisipasi masyarakat terhadap gerakan ini. d. Adanya hasil pengawasan yang akurat, baik normatif, kwalitatif maupun

    kwantitatif. d. Bagaimana Manajemen Sejuta Relawan

    1. Struktur a) Pokjanas

    Pokjanas dibentuk Bawaslu dan berkedudukan di tingkat nasional, berjumlah 20 orang.

    b) Pokja Propinsi Pokja Propinsi dibentuk oleh Bawaslu Provinsi dan berperan sebagai kepanjangan tangan untuk membantu program-program pokjanas.

    c) Pokja Kabupaten/Kota Pokja Kabupaten/Kota dibentuk oleh Panwas Kabupaten/ Kota.

    e. Hasil Yang akan Dicapai

    1. Hasil Normatif a) Menumbuhkan kesadaran pemilih dalam mengamankan hak suaranya melalui

    pengawasan partisipatif. b) Mendorong proses Pemilu berlangsung secara luber dan jurdil.

    2. Hasil Kualitatif a) Adanya perasaan takut (deterrence effect) dari peserta Pemilu untuk

    melakukan pelanggaran regulasi Pemilu. b) Adanya sikap kritis masyarakat terhadap budaya pragmatis-transaksional

    dalam Pemilu 2014. c) Adanya sikap kehati-hatian dari para penyelenggara Pemilu untuk bekerja

    sesuai azas Pemilu.

    3. Hasil Kuantitatif Diperolehnya sejumlah informasi dan laporan tentang masalah, dugaan pelanggaran, dan dugaan kecurangan pada pelaksanaan tahapan kampanye dan pungut-hitung dalam Pemilu 2014.

    f. Tugas Relawan

    Menjalankan tugas yang meliputi : a) Mencari dan menggali informasi terkait dugaan pelanggaran Pemilu. b) Memberikan informasi tersebut kepada PPL atau Panwas Kecamatan.

    g. Relasi dengan Struktur Bawaslu

    1. Pokjanas Pokjanas adalah sebuah lembaga taktis yang digagas dan dibentuk Bawaslu dalam rangka menggerakkan pengawasan partisipatif dalam bentuk Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu.

    2. Sekretariat Provinsi Sekretariat Provinsi adalah struktur Pokjanas di tingkat provinsi dan merupakan mitra Bawaslu Provinsi.

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    12

    3. Sekretariat Kabupaten/Kota Sekretariat Kabupaten/Kota adalah struktur Pokjanas di tingkat Kabupaten/Kota dan merupakan mitra Panwaslu Kabupaten/Kota.

    4. Relawan Relawan merupakan mitra PPL yang berperan sebagai pemberi informasi dan atau laporan terkait dugaan pelanggaran Pemilu.

    h. Cakupan Pemantauan

    1. Tahapan Pemilu Relawan Pengawas Pemilu ini melakukan kegiatan pengawasan dalam dua tahapan yaitu : Tahapan Kampanye dan Tahapan Pungut Hitung

    2. Area Pengawasan Relawan Pengawas Pemilu ini melakukan kegiatan pengawasan di seluruh Indonesia dengan estimasi sebaran relawan setiap Kabupaten/Kota berjumlah 2.000 orang, sehingga dari 500 Kabupaten/Kota di Indonesia akan ada 1.000.000 orang.

    d. MANFAAT GERAKAN SEJUTA RELAWAN

    1. Bangsa

    a) Pemilu yang berkualitas akan melahirkan pemimpin bangsa yang amanah dan mendapat legitimasi yang kuat dari rakyat.

    b) Dengan modal legitimasi dari rakyat tersebut, maka diharapkan produk kebijakan publiknya mendapat dukungan dari masyarakat.

    c) Penggunaan uang negara melalui Pemilu yang berkualitas dapat digunakan secara efesien dan efektif.

    2. Masyarakat a) Terjaminnya suara masyarakat yang disalurkan lewat Pemilu sebagai hak

    konstitusionalnya. b) Partisipasi masyarakat semakin meningkat tidak hanya dalam pemberian suara,

    tapi juga untuk memastikan suaranya tidak disalahgunakan. c) Masyarakat mendapat kesempatan berpartisipasi aktif untuk mewujudkan pemilu

    berkualitas. d) Pemimpin berkualitas lewat Pemilu dapat mewujudkan masyarakat yang

    sejahtera, adil dan makmur.

    III. Kode Perilaku dan Kode Etik Relawan Pengawas Pemilu

    1. Penggunaan istilah code of conduct (kode perilaku) dan code of ethic (kode etik) sering dicampuradukkan, padahal terdapat perbedaan diantara keduanya. Code of conduct berisi kumpulan aturan yang berisi apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan, sehingga tiap pelanggaran code of conduct mungkin akan menimbulkan sanksi. Sedangkan code of ethics (kode etik) berkenaan dengan harapan atau cita-cita. Etik adalah tujuan ideal yang dicoba untuk dicapai yaitu untuk sedapat mungkin menjadi figur yang terbaik. Dengan suatu code of conduct, akan dimungkinkan bagi relawan maupun masyarakat untuk dapat mengatakan bahwa mereka mengetahui apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan relawan pengawas pemilu dalam menjalankan kegiatan pengawasan pemilu.

    2. Meskipun code of conduct berbeda dari code of ethics, akan tetapi code of ethics merupakan sumber nilai dan moralitas yang akan membimbing hakim menjadi hakim

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    13

    yang baik, sebagaimana kemudian dijabarkan ke dalam code of conduct. Dari kode etik kemudian dirumuskan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh atau tidak layak dilakukan oleh hakim di dalam maupun di luar kedinasan.

    3. Etika adalah kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak mengenai benar dan salah yang dianut satu golongan atau masyarakat. Perilaku dapat diartikan sebagai tanggapan atas reaksi individu yang terwujud dalam gerakan (sikap) dan ucapan yang sesuai dengan apa yang dianggap pantas oleh kaidah-kaidah hukum yang berlaku. Etika berperilaku adalah sikap dan perilaku yang didasarkan kepada kematangan jiwa yang diselaraskan dengan norma-norma yang berlaku didalam masyarakat. Implementasi terhadap kode etik dan pedoman perilaku relawan pengawas pemilu dapat menimbulkan kepercayaan atau ketidakpercayaan masyarakat kepada hasil kerja relawan pengawas pemilu.

    4. Kode etik relawan pengawas pemilu meliputi: Menjunjung tinggi Pancasila, UUD 1945, dan nilai-nilai demokrasi. Tidak berpihak Profesional Anti kekerasan Menjunjung tinggi aturan hukum Sukarela Integritas Jujur Obyektif Kerjasama Transparan. Rendah hati, menghormati masyarakat dan nilai-nilai setempat. Mengutamakan pelayanan kepada masyarakat. Tidak memberikan janji-janji muluk dan meminta pelayanan dari masyarakat. Bekerja dengan senang hati dan menebarkan optimisme.

    5. Sebagai sebuah tata nilai, kode etik wajib diterapkan oleh relawan pengawas pemilu untuk menjamin terlaksananya pengawasan pemilu oleh relawan secara professional, berintegritas, dan bertanggung jawab. Kepatuhan terhadap kode etik ini sangat penting untuk dipraktekkan oleh relawan pengawas pemilu, meskipun tidak disertai dengan ancaman sanksi pidana. Kepatuhan ini diharapkan dapat muncul dari kesadaran, kemauan, dan semangat relawan untuk turut terlibat dalam membangun demokrasi, sistem pemilu, dan sistem politik yang sesuai dengan cita-cita bersama sebagaimana tertuang dalam Pancasila, UUD 1945, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Kesadaran dan kemauan yang muncul dari hati ini yang justru akan mampu menjadi trigger dan pendorong bagi relawan pengawas pemilu dalam menjalankan fungsi pengawasan pemilu secara mandiri, jujur, dan berintegritas.

    6. Pelanggaran terhadap kode etik, tidak diancam dengan sanksi pidana, melainkan hanya sanksi administrasi berupa pencabutan status dan legalitas sebagai relawan pengawas pemilu. Meskipun terkesan ringan, namun sanksi administrasi semacam ini dalam konstruksi sosial yang menjunjung tinggi keluhuran budaya dan etika akan tetap memiliki dampak psikologis dan sosial yang besar. Karena pada dasarnya eksistensi individu dalam konstruksi sosial yang demikian ditentukan oleh keluhuran budi dan integritasnya.

    7. Penegakan kode etik dilakukan oleh Pokjanas, dan Pokjada sesuai tingkatan masing-masing. Pokjanas dan Pokjada melakukan pemeriksaan terhadap laporan

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    14

    dugaan pelanggaran kode etik yang diterima. Dalam melakukan pemeriksaan laporan ini, Pokjanas dan Pokjada memanggil dan memeriksa relawan terlapor, serta dapat meminta keterangan dari saksi dan/atau pihak terkait. Relawan memiliki hak untuk membela diri. Pokjanas dan Pokjada mengambil keputusan terhadap laporan dugaan pelanggaran kode etik relawan berdasarkan bukti yang sah, dan keterangan dari saksi dan/atau pihak terkait.

    8. Dalam hal Pokjada menjatuhkan sanksi administrasi, maka dapat diberikan dalam bentuk: 1).Teguran lisan 2).Teguran tertulis 3).Pencabutan surat keputusan relawan.

    9. Dalam hal Pokjada melakukan pemeriksaan atas laporan dugaan pelanggaran kode etik, Pokjada wajib melaporkannya kepada Pokjanas dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak diterimanya laporan pengaduan.

    10. Dalam hal Pokjada menjatuhkan sanski administrasi, Pokjada wajib melaporkannya kepada Pokjanas dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak ditetapkannya keputusan.

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    15

    MODUL 2

    MEKANISME KERJA RELAWAN

    POKOK BAHASAN

    Mekanisme Kerja Relawan

    DESKRIPSI SINGKAT

    Pokok bahasan ini dimaksudkan untuk memberikan penjelaskan tentang mekanisme kerja Relawan Pengawas Pemilu (RPP) yang meliputi : seluruh tahapan pemilu dan titik rawannya yang berfokus pada 4 tahapan (kampanye, masa tenang, pemungutan dan penghitungan suara), target dan teknik pengawasan dan didahului dengan pemaparan tentang pengalaman relawan Pemantau Pemilu di Pemilu sebelumnya dan Negara lain.

    SUB POKOK BAHASAN

    1. Pengalaman pemantauan (pemilu sebelumnya dan negara lain). 2. Tahapan Pemilu DPR, DPD dan DPRD tahun 2014. 3. Titik rawan. 4. Target pengawasan. 5. Teknik pengawasan.

    HASIL BELAJAR

    Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan :

    1. Mengetahui tahapan pemilu terutama yang menjadi focus pemantauan termasuk titiktitik rawannya.

    2. Memahami mekanisme kerjanya relawan pengawas pemilu. 3. Memahami dan dapat melaksanakan pemantauan dengan menggunakan dan

    mengembangkan teknik pengawasan yang efektif dan efisien.

    INDIKATOR HASIL BELAJAR

    Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta :

    1. Mengetahui tahapan pemilu dan mapu mengidentifikasi focus pemantauan. 2. Mengidentifikasi titik rawan. 3. Mampu mengawasi pemilu dengan menggunakan mekanisme kerja yang

    diberikan. 4. Melaksanakan pengawasan pemilu secara efektif dan efisien.

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    16

    METODE

    1. Ceramah dan presentasi narasumber dengan menggunakan slide atau makalah atau film untuk menjelaskan tentang tahapan pemilu, mekanisme kerjanya, focus pematauan dan titik rawannya.

    2. Simulasi pemantauan dengan diawali dengan penjelasan tentang tips dan trik melaksanakan pemantauan secara efektif dan efisien.

    BAHAN/ALAT BANTU

    1. OHP Proyektor. 2. 1 Laptop untuk mengoperasikan OHP Proyektor. 3. 1 Laptop untuk notulensi. 4. Spidol 5 buah. 5. Kertas Plano. 6. Meta plan berwarna. 7. Peralatan lain yang dianggap perlu dan diminta oleh fasilitator.

    WAKTU

    150 menit

    BAHAN RUJUKAN

    1. Peraturan KPU (PKPU) No. 21 Tahun 2013 (perubahan keenam atas PKPU No. 7 Tahun 2012) tentang Tahapan, Program dan Jadual Penyelenggaraan Pemilu Anggota DPRD, DPD dan DPRD Tahun 2014.

    2. Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) No. 13 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pengawasan Pemilu.

    3. Naskah Pegangan.

    PROSES PEMBELAJARAN

    1. Fasilitator membuka sesi dengan memperkenalkan dirinya dan meminta peserta mengenalkan rekan di sebelahnya secara singkat (nama, pekerjaan, asal lembaga, hobby atau kegemaran) waktu 15 menit.

    2. Fasilitator menjelaskan tentang sesi ini dan alurnya dan memberikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan masukan terkait materi sesi ini, hal ini sekaligus untuk assessment fasilitator terhadap peserta terkait tingkat pemahaman dan pengalaman kerja mereka sebagai pemantau atau pengawas waktu 15 menit.

    3. Fasilitator memperkenalkan narasumber dan memberikan waktu untuk presentasi selama 30 menit.

    4. Fasilitator memandu sesi tanya jawab guna memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya tentang materi presentasi atau dapat juga memberikan sharing pengalaman selama 30 menit.

    5. Fasilitator memandu simulasi kerja pemantauan dengan membagi peserta menjadi 3 kelompok yaitu: peserta pemilu, penyelenggara pemilu dan stakeholders.

    6. Masingmasing kelompok akan bermain peran sebagai pemantau dan diharapkan merumuskan focus pematauan terhadap masing masing target yaitu: peserta pemilu (kampanye), penyelenggara pemilu (pungut hitung) dan stakeholders (kampanye) sesuai dengan focus pemantauan 30 menit.

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    17

    7. Masingmasing kelompok pesentasi selama 5 menit, kelompok lain dapat memberi masukan dan komentar waktu 15 menit.

    8. Fasilitator memberikan lembar pertanyaan multiple choice yang berisi pertanyaan tentang materi yang diberikan pada sesi ini untuk diisi peserta guna mengetahui tingkat pemahaman dan efektifitas penyampaian materi waktu 15 menit.

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    18

    NASKAH PEGANGAN 3

    MEKANISME KERJA RELAWAN

    Rakyat sebagai pemilik kedaulatan dan sebahagian diantaranya adalah pemilih

    merupakan asset ketika wacana soal partisipasi pemilih mulai ramai didiskusikan namun melibatkan masyarakat secara langsung dalam pengawasan pemilu bukanlah perkara mudah. beragamnya kelompok, jumlah yang banyak secara kuantitatif memang menuntut adanya suatu model pelibatan yang cocok baik dari sisi peran masyarakat maupuan dari sisi manfaat bagi kualitas pemilu maupun hasil dari pemilu itu sendiri. Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu (GSRPP) dimana berbagai kalangan bergabung dan membentuk kolaborasi kerja dengan berbagai latar belakang dan kapasitas yang dimiliki dapat menjadi model yang diharapkan dapat mengisi kebutuhan tersebut.

    Secara struktur GSRPP terdiri atas berbagai elemen : bawaslu beserta strukturnya hingga kabupaten/kota, organisasi masyarakat sipil, perguruan tinggi, organisasi masyarakat (ormas) dan lainnya merupakan jawaban atas pertanyaan bagaimana bentuk partisipasi masyarakat tersebut dijalankan.

    Relawan yang tergabung dalam Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu mempunyai peran dan posisi penting penting terhadap kualitas kerja gerakan. Sebagai ujung tombak relawan akan berada di garda terdepan dalam pelaksanaan pengawasan sehingga posisi dan keberadaannya akan bersinggungan langsung dengan penyelenggara pemilu, peserta, pemilih serta masyarakat umum.

    Tugas relawan pengawas pemilu yang meliputi : seluruh tahapan pemilu dan titik rawannya yang berfokus pada 4 tahapan (kampanye, masa tenang, pemungutan dan penghitungan suara) jelas beresiko dan tingkat kesulitan pengawasan pemilu menuntut relawan harus mampu menjalin komunikasi yang baik dengan berbagai stakeholders dan memiliki strategi pengawasan yang akan memandu perencanaan dan pelaksanaan secara efektif dan efisien serta dapat membantu relawan mencari jalan keluar ketika menghadapi masalah di lapangan. Strategi ini diharapkan mampu disusun oleh relawan setelah mereka mendapatkan penjelasan tentang target dan teknik pengawasan, sharing pengalaman pemantauan pemilu di Pemilu sebelumnya dan negara lain.

    Agar dapat menyusun strategi pengawasan, langkah pertama yang dapat dilakukan oleh relawan adalah :

    1. Mengetahui seluruh tahapan pemilu. 2. Mengetahui berbagai titik rawan pada tahapan pemilu yang menjadi focus

    pengawasan. 3. Merumuskan target dari pengawasan. 4. Teknik dan mekanisme pengawasan.

    Sebagai ilustrasi terkadang pada kondisi tertentu relawan lebih baik bekerja secara rahasia dalam menggali informasi namun dalam keadaan lain pilihan untuk bekerja secara terbuka justru akan lebih efektif.

    Kondisi di Indonesia sebenarnya memberi ruang relative terbuka bagi siapapun bahkan warga negara asing sekalipun untuk memantau pemilu namun luasnya wilayah, jumlah peserta pemilu yang banyak dan beragamnya jenis penyelenggara pemilu serta rumitnya tahapan disisi lain juga memunculkan kerumitan tersendiri dari sisi kerja

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    19

    relawan. Namun hal tersebut dapat diatasi dengan strategi yang baik dan terbukti pada praktek pengalaman yang disampaikan oleh para pemantau pemilu baik di Indonesia maupun yang berasal dari negara lain.

    Untuk itu para relawan harus memperhatikan berbagai titik rawan berikut yang juga merupakan fokus pengawasan :

    1. Tahapan Kampanye Tahapan kampanye merupakan salah satu tahapan yang sangat rentan terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh peserta pemilu. Diantaranya adalah:

    1) Kampanye diluar jadwal 2) Kampanye di tempat Ibadah dan fasilitas pendidikan 3) Kampanye menggunakan fasilitas Negara 4) Kampanye oleh Pejabat Negara tertentu yang dilarang 5) Kampanye mengunakan isu sara 6) Money Politic (politik uang) 7) Kampanye Negatif (negative campaign) 8) Kampanye rapat umum

    2. Tahapan Masa Tenang

    1) Serangan fajar seperti pemberian uang di hari tenang. 2) Kampanye di masa tenang (termaksud iklan terselubung) 3) Mengumumkan hasil survey 4) Kampanye Negatif (negative campaign)

    3. Tahapan Pungut Hitung

    1) Manipulasi penghitungan Suara 2) Mobilisasi pemilih 3) Pemilih siluman (Ghost voters) 4) Menghalangi pemilih 5) Intimidasi pemilih 6) Politik Uang (pra bayar dan pasca bayar) baik kepada pemilih atau petugas KPPS 7) Pelanggaran administrasi (antara lain: DPT, DCT tidak ditempel di TPS, terdapat

    alat peraga disekitar TPS, saksi, pemantau tidak diperbolehkan masuk diareal TPS, dll

    8) Masalah logistik (segel rusak, kekurangan dan kerusakan logistic di TPS, kualitas logistik di TPS Sseperti tinta mudah luntur

    9) Sisa surat suara di TPS

    Selain berbagai hal diatas pemahaman tentang bagaimana Kelompok Petugas Pemungutan Suara (KPPS) bekerja juga dapat membantu relawan mengawasi proses pungut hitung.

    Kerjasama dengan struktur pengawas hinngga ke tingkat bawah juga dapat membantu relawan dalam bekerja sehingga diharapkan hubungan yang terjalin antara relawan dengan struktur pengawas bukan hanya dalam soal pelaporan akan tetapi juga dapat dilakukan misalnya dalam pembagian wilayah pengawasan.

    Setelah berbagai faktor diatas satu hal lain yang juga penting dan jangan dilupakan adalah profile dan latar belakang relawan, hal ini perlu ditegaskan khusus

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    20

    pada pokja di seluruh tingkatan terutama pada pokja kabupaten/kota yang melakukan pembinaan dan pengawasan secara langsung para relawan untuk selektif dan menerapkan prinsip ke hati hatian dalam recruitment para relawan karena hal tersebut dapat berdampak luas terutama menyangkut perilaku relawan yang negative misalnya tidak independen dan dapat membawa pokja kedalam situasi yang sulit.

    Untuk itu selain faktor koordianasi dan kapasitas, perilaku dan hasil kerja relawan juga akan menentukan kualitas dan penilaian public terhadap GSRPP.

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    21

    MODUL 3 ALUR LAPORAN DAN

    CARA KERJA INSTRUMENT

    A. POKOK BAHASAN Laporan Dan Cara Kerja Instrument

    B. DESKRIPSI SINGKAT Pada Materi 3 ini disampaikan perihal teknis ketrampilan bagi relawan dalam menyampaikan dan mengisi form laporan atau jurnal laporan berkala. Disampaikan pula tentang bagaimana bekerjanya pelaporan yang disampaikan oleh para relawan dalam alur kerja yang telah dirumuskan oleh Pokjanas Gerakan Sejuta Relawan.

    C. SUB POKOK BAHASAN 1. Mengintrodusir bentuk & tujuan instrumen pemantauan 2. Memahami alur & proses bekerjanya jurnal 3. Cara mengisi jurnal

    D. HASIL BELAJAR

    Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta memahami instrumen laporan dalam bentuk jurnal dan mampu mengisi jurnal secara berkala.

    E. INDIKATOR HASIL BELAJAR Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta dapat: 1. Mengetahui alur bekerjanya Jurnal 2. Menyusun laporan hasil pemantauan 3. Menuangkan hasil pengawasan ke dalam Jurnal Laporan

    F. METODE

    1. Presentasi 2. Diskusi kelompok 3. Simulasi

    G. BAHAN/ALAT BANTU

    1. Powerpoint presentasi 2. Bahan bacaan (Bagan alur). 3. Kertas kerja (Bahan Studi Kasus)4. Instrumen Pengawasan (Jurnal) 5. LCD projector 6. Kertas Plano 7. Spidol

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    22

    H. WAKTU 120 Menit

    I. BAHAN RUJUKAN

    1. UU Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilu 2. UU Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi

    dan DPRD Kab/Kota 3. Peraturan KPU tentang jadwal tahapan Pemilu 4. Peraturan Badan Pengawas Pemilu Nomor 13 Tahun 2012 tentang Tata Cara

    Pengawasan Pemilu 5. Buku Panduan Gerakan Sejuta Relawan 6. Jurnal Laporan

    J. PROSES PEMBELAJARAN 1. Fasilitator memulai sesi dengan melakukan penyegaran ingatan peserta atas

    materi yang disampaikan dalam materi 6, dengan mengajukan pertanyaan secara berturut-turut kepada peserta yang ditunjuk secara acak, sebagai berikut: (5 menit)

    Sebutkan 3 fokus pengawasan Sejuta Relawan Jawaban: Tahapan kampanye, tahapan masa tenang, dan tahapan pungut hitung.

    2. Fasilitator menyampaikan hasil belajar yang ingin dicapai dalam pembelajaran ini yaitu, peserta dapat: (5 menit) a. Menjelaskan instrumen pemantauanb. Menjelaskan alur & proses jurnal; c. Cara mengisi jurnal, dan d. Menyampaikan laporan (informasi awal) kepada Pengawas Pemilu

    3. Fasilitator menyampaikan pengantar melalui ceramah singkat yang memuat pokok-pokok bahasan sebagai berikut: (30 menit)

    a. Alur dan proses Jurnal (laporan awal) bekerja; b. Deskripsi jurnal; c. Cara mengisi jurnal; d. Prosedur penyampaian jurnal

    4. Fasilitator membuka ruang tanya-jawab (15 menit)

    5. Selanjutnya Fasilitator membagi peserta menjadi 3 (tiga) kelompok, dengan cara

    meminta peserta berhitung 1, 2, dan 3, peserta yang menyebut angka 1, berkumpul menjadi kelompok 1, yang menyebut angka 2 berkumpul menjadi kelompok 2, dan yang menyebut angka 3 berkumpul menjadi kelompok 3. Kemudian fasilitator meminta peserta untuk melakukan hal-hal berikut: (10 menit) a. Semua kelompok menyusun organisasi kelompok yaitu memilih seorang

    ketua yang tugasnya mengatur (moderator) dalam diskusi kelompok, seorang sekretaris yang tugasnya mencatat hasil diskusi dan menuliskan ke kertas plano serta seorang penyaji yang tugasnya mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan forum.

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    23

    b. Masing-masing kelompok bertugas mendiskusikan hal berikut:

    1) Membahas contoh kasus masing-masing yang sudah disiapkan 2) Menuangkan hasil analisa dari contoh kasus ke dalam jurnal

    c. Hasil diskusi dituangkan kedalam lembar kerja seperti contoh berikut:

    Jurnal Laporan

    Gerakan Sejuta Relawan Deskripsi Kronologis Keterangan

    Kejadian: ................................................................ Waktu: .................................................................... Hari/Tanggal/Jam: ................................................ Tempat: .................................................................. Pelaku: ................................................................... Bagaimana & mengapa kejadiannya: ................... ................................................................................. ................................................................................. .................................................................................

    **lampiran alat bukti, foto, dll.

    Tertanda, Nama Pemantau : Relawan Kab/Kota/Provinsi : Kode Relawan : ---- Arahan: Gambarkan peristiwa terjadinya kasus dengan memenuhi unsur; siapa (pelaku, korban, saksi, & pihak terkait lainnya), kapan (jam, tgl, hari), dimana (tempat kejadian perkara), bagaimana (peristiwa itu terjadi), mengapa (latar belakang penyebab).

    d. Hasil Kerja masing-masing kelompok ditempelkan berdampingan di depan

    kelas. (5 menit)

    6. Fasilitator mempersilahkan masing-masing kelompok untuk duduk sesuai dengan kelompoknya. (5 menit)

    7. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusinya, dan ditanggapi oleh kelompok lainnya. (30 menit)

    8. Kemudian fasilitator menanggapi hasil kerja masing-masing kelompok dengan

    melakukan penilaian, penajaman, penguatan pemahaman dan koreksi bila ada yang kurang tepat dalam cara pengisian jurnal. (10 menit)

    9. Terakhir fasilitator mengucapkan terima kasih atas partisipasi peserta dan kemudian menyampaikan salam dan menutup pembelajaran. (5 menit)

    ---------------

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    24

    LEMBAR KERJA KELOMPOK

    Kasus Kelompok 1: Seorang pemilih ditolak untuk pemilih di TPS 20 kelurahan Balang Baru Tamalate. Padahal yang bersangkutan memiliki surat keterangan pindah memilih dari tempat memilih sebelumnya. Ketua KPPS TPS 20 mengeluarkan kata-kata kasar kepada yang bersangkutan didepan umum dan bahkan mengeluarkan statemen yang melecehkan ketua KPU Kota Makasar. (Walaupun siapa yang tanda tangani tentang aturan KPU dalam berkas barang tersebut saya tidak akan memperbolehkan untuk memilih dalam TPS 20 ini, katanya.)

    Kasus Kelompok 2: H minus 1, menjelang pemungutan suara. Ada sekelompok orang yang berasal dari daerah pemilihan Tahuna Kendahe (Kab. Sangihe) menyebarkan pamflet ajakan untuk mencoblos salah satu caleg dari partai Galau, lengkap dengan petunjuk pencoblosan menggunakan contoh kertas suara. Aksi tersebut mendapat penolakan dari sekelompok masyarakat setempat. Terjadi ketegangan antara kelompok penyebar pamflet dengan penduduk sekitar.

    Kasus Kelompok 3:

    Di Desa Parengan Kec. Jetis Kab. Mojokerto Jawa Timur, terjadi serangan fajar dini hari tanggal 5 April 2004 oleh partai Sapi, partai Kucing dan partai Gajah, masyarakat pemilih diberi uang antara 20.000 s/d 30.000 rupiah, agar memilih parpol tertsebut pada hari pencoblosan, dengan cara mendatangi rumah per rumah untuk membagi uang.

    Arahan Fasilitator untuk Kelompok 1:

    Agar memperhatikan apakah relawan pengawas telah mencantumkan identitas lengkap pemilih yang ditolak untuk pemilih, dan identitas ketua KPPS TPS ke dalam form jurnal.

    Selain identitas pemilih, hendaknya diperhatikan juga apakah relawan juga mendapatkan informasi mengapa peristiwa tersebut dapat terjadi, atau apa alasan-alasan penolakan pemilih tersebut.

    Arahan Fasilitator untuk Kelompok 2:

    Perhatikan apakah ada inisiatif relawan untuk mendapatkan dan menyertakan selebaran pamflet sebagai barang bukti untuk melengkapi laporan.

    Arahan Fasilitator untuk Kelompok 3:

    - Apakah pelaku dapat dikenali identitasnya? - Bagaimana respon masyarakat yang mendapatkan uang serangan

    fajar? *informasi ini dapat dimasukkan ke dalam kolom Keterangan pada form jurnal.

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    25

    NASKAH PEGANGAN 4

    LAPORAN DAN CARA KERJA INSTRUMENT

    ALUR PELAPORAN RELAWAN

    Berikut adalah bagaimana cara instrument (Jurnal Laporan) pengawasan bekerja, yang terangkum dalam alur diagram berikut:

    Alur 1:

    Relawan Pemantau menemukan informasi tentang suatu kejadian pelanggaran.

    Alur 2:

    Data dan/atau temuan lapangan tersebut dituangkan ke dalam form jurnal dengan memperhatikan asas 5W +1H (What, Where, When, Who, Why, and How). Deskripsi kronologis suatu peristiwa yang mencakup unsur keterangan tentang; Apa (peristiwanya), Siapa (pelaku, korban, saksi, & pihak terkait lainnya), Kapan (jam, tanggal, hari), Dimana (tempat kejadian perkara), Bagaimana (peristiwa itu terjadi), Mengapa (latar belakang penyebab).

    Alur 3:

    Form Jurnal yang telah ditulis tersebut disampaikan kepada petugas struktural pengawas pemilu setempat untuk dilakukan pengumpulan berkas data yang diteruskan kepada Pokja Kab/Kota agar dapat dilakukan validasi atau screening kelayakan data laporan.

    Alur 4:

    Bila informasi (laporan) belum memenuhi asas 5W+1H, maka data dapat dilengkapi kembali dengan melakukan klarifikasi kepada relawan yang bersangkutan. Pada kasus-kasus tertentu jika dianggap perlu maka dapat dilakukan investigasi (oleh aparatus petugas Pengawas Pemilu) yang turun langsung ke TKP untuk memverifikasi atau memvalidasi data/informasi.

    Alur 5:

    Bila informasi kasus dugaan pelanggaran (yang dituangkan oleh relawan dalam form jurnal) sudah memenuhi standar pengisian jurnal yang valid, maka petugas pengawas di wilayah setempat akan;

    a) Meneruskan informasi (jurnal) temuan di lapangan tersebut ke petugas Pengawas Pemilu pada jenjang struktur di atasnya sampai pada Pokja (Panwas) Kab/Kota.

    b) Pokja (Panwas) Kab/Kota menembuskan data ke Pokja (Bawaslu) tingkat Provinsi c) Pokja (Bawaslu) Provinsi mengompilasikan data jurnal per Kab/Kota untuk kemudian

    diteruskan kepada Pokja Nasional (Bawaslu RI) d) Pokja Nasional (Bawaslu RI) akan melakukan rekapitulasi jurnal secara berkala ke

    dalam data tabulasi dan resume untuk kemudian dilakukan analisis/kajian yang akan digunakan sebagai input bagi penyusunan strategi pengawasan berdasarkan update pola pelanggaran, peta wilayah kritis, dan sebagai data-base Bawaslu RI.

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    26

    Alur 6:

    Hasil kajian terhadap kompilasi Jurnal relawan dari seluruh Indonesia, akan dipublikasikan -secara berkala-- oleh Pokja Nasional (Bawaslu RI) sebagai masukan dan rekomendasi kepada semua pemangku kepentingan secara luas, dan bahkan dapat berfungsi pula sebagai peringatan dini (early warning) atas potensi-potensi kerawanan agar dapat diantisipasi dengan baik.

    Hasil kajian kompilasi Jurnal relawan dari seluruh Indonesia yang dipublikasikan oleh Pokja Nasional (Bawaslu RI) sekaligus merupakan bentuk pertanggungjawaban publik kepada seluruh rakyat Indonesia.

    Beberapa hal standard yang perlu diperhatikan dalam proses pengawasan secara umum adalah sebagai berikut:

    1. Usahakan agar relawan yang mengawasi sebaiknya menguasai/mengenal daerah lokasi atau tempat yang akan diawasi.

    2. Susunlah target, sasaran, langkah-langkah yang akan ditempuh dan jumlah waktu yang diperlukan.

    3. Harus diusahakan mendapatkan jawaban terhadap 5W + 1H (Apa, Siapa, Dimana, Kapan, Mengapa + Bagaimana).

    4. Karena pada dasarnya fungsi pengawasan juga merupakan sebuah proses pencarian/penemuan fakta (fact finding), maka jika mendapat informasi, hendaknya dilakukan re-check (pemeriksaan ulang) dan cross check antara korban dengan pelaku atau antara saksi dengan pelaku serta pihak-pihak terkait lainnya.

    5. Jika ada alat-alat bukti, berusahalah mendapatkan, mendokumentasikan, dan mengamankannya.

    Instrumen Laporan Pengawasan

    Pada prinsipnya instrumen atau tools pengawasan merupakan alat bantu untuk mengefektifkan manajemen pengawasan. Karena itu, bentuk atau format instrumen haruslah di desain dengan sesederhana mungkin tanpa menghilangkan substansi prioritas pengawasan. Mengingat bahwa Gerakan Sejuta Relawan merupakan upaya untuk melibatkan masyarakat secara luas, maka instrumen pengawasan yang mudah dan sederhana (easy and simple instrument) merupakan sebuah kebutuhan yang mutlak agar dapat digunakan oleh semua segmen dan kalangan masyarakat dengan beragam tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, kemajemukan budaya, dan keragaman pemahaman akan isu-isu Pemilu. Dalam kerangka berpikir yang demikian, maka berikut di bawah ini adalah bentuk instrumen pengawasan yang diharapkan dapat digunakan dengan mudah dan praktis bagi segenap masyarakat secara luas, utamanya bagi para relawan pengawas.

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    27

    Jurnal Laporan

    Gerakan Sejuta Relawan

    Deskripsi - Kronologis Keterangan Kejadian: ................................................................................................... Waktu: ....................................................................................................... Hari/Tanggal/Jam: ..................................................................................... Tempat: ..................................................................................................... Pelaku: ...................................................................................................... Bagaimana & mengapa kejadiannya: ....................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... ................................................................................................................... ...................................................................................................................

    *Keterangan lampiran alat bukti pelanggaran (bila ada), foto, dan keterangan lainnya yang mendukung data informasi awal.

    Tertanda, Nama Pemantau: Relawan Kab/Kota/Provinsi: Kode Relawan: *akan dibuat berdasarkan nomer pengkodean provinsi, kab/kota, kecamatan, kelurahan, dan nomer urut relawan. Misalnya, o1-003-008-002-1174 Arahan: Gambarkan peristiwa terjadinya kasus dengan memenuhi unsur; siapa (pelaku, korban, saksi, & pihak terkait lainnya), kapan (jam, tgl, hari), dimana (tempat kejadian perkara), bagaimana (peristiwa itu terjadi), mengapa (latar belakang penyebab).

    ***

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    28

    BAHAN BACAAN

    NILAI DAN PRINSIP PEMILU DEMOKRATIS

    Demokrasi adalah pengendalian agenda pembangunan dan kesejahteraan warganegara atas urusan publik berdasarkan kesetaraan politik. Dengan demikian, segala kebaikan, keadilan, dan distribusi barang publik (kebijakan) menjadi agenda segenap warganegara berdasarkan prinsip kesetaraan. (David Beetham) A. Nilai-nilai dan Prinsip Pemilu yang Demokratis

    Demokrasi sebagai suatu konsep dan praktek bernegara telah berlangsung selama kurang lebih dua ribu lima ratus tahun.4 Bagaimanapun perdebatan demokrasi yang hingga saat ini masih berlangsung, namun daya tarik dari ide dan praktik demokrasi telah mendorong peningkatan jumlah negara-negara yang mengikatkan dirinya pada prinsip-prinsip demokrasi, bahkan meliputi wilayah geografis dunia yang belum pernah ada preseden sebelumnya.

    Mengapa demokrasi menjadi penting, sehingga menjadikannya sebagai suatu konsep dan praktik yang memiliki daya tarik kuat dibanding konsep-konsep pemerintahan lainnya. Menurut David Held Demokrasi memiliki mekanisme dasar untuk dapat menolak atau menerima konsepsi apapun tentang kebaikan politik dan sekaligus lebih bisa menerima apa yang dibuat oleh masyarakat itu sendiri.5

    Hingga saat ini tidak ada konsensus yang dapat kita pakai dalam rangka mengidentifikasi masalah-masalah yang diasosiasikan dengan demokrasi dan demokratisasi. Juan Linz dan Alfred Stepan memberikan petunjuk penting untuk menengarai, apakah demokrasi di suatu negara atau sistem telah memenuhi kategori untuk dapat dikatakan terkonsolidasi atau tidak. Dikatakan terkonsolidasi atau tidak, maka demokrasi suatu negara sangat bergantung pada tiga syarat yang harus dipenuhi;6 a. Pertama, dalam suatu pemerintahan modern, apakah pemilu yang bebas dan

    legitim dapat dilaksanakan atau tidak, pemenang dapat secara otoritatif menjalankan kekuasaannya, warganegara secara efektif memiliki dan menggunakan haknya yang dilindungi oleh hukum dan negara.

    b. Kedua, demokrasi dapat dinyatakan telah terkonsolidasi, setidaknya jika demokrasi tersebut mampu melalui masa transisi. Tuntas tidaknya transisi demokrasi dapat dianggap selesai jika pelaksanaan pemilu yang bebas, adil, dan demokratis telah berlangsung.

    c. Ketiga, tidak ada rejim yang dikatakan demokratis kecuali menjalankan pemerintahannya secara demokratis. Jika pemerintah yang terpilih menyalahi konstitusi, melanggar hak individu dan minoritas, mengganggu fungsi-fungsi legislatif, dan pada akhirnya gagal menjalankan pemerintahan berdasarkan batasan-batasan negara hukum, maka rejim semacam itu tidak dapat dikatakan demokratis.

    Pemilu Demokratis Pemilu dianggap sebagaimana pemikiran Giovani Sartori, merupakan

    mekanisme terpenting untuk memfasilitasi kompetisi politik dan menghasilkan 4 Robert A. Dahl, Perihal Demokrasi: Menjelajahi Teori dan Praktek Demokrasi Secara Singkat. (Yayasan Obor, 2001), hlm. 9-22 5 David Held, Models of Democracy, edisi ketiga, Akbar Tanjung Institute, Agustus 2007, hlm. 305 6 Toward Consolidated Democracies - Juan J. Linz and Alfred Stepan, dalam Op. Cit Takashi Inoguchi, Edward Newman, and John Keane, ed, hlm. 48-52

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    29

    pemerintahan yang memiliki legitimasi. Oleh karena pemilu adalah instrumen politik paling spesifik yang dapat dibentuk. Dengan kata lain, pemilu dapat direncanakan sedemikian rupa untuk mencapai tujuan tertentu, sehingga dapat memberikan ganjaran bagi tipe tindakan-tindakan tertentu dan mengekang tindakan-tindakan lainnya.7

    Pelaksanaan pemilu demokratis beserta prosedur-prosedur yang digunakannya, dan termasuk desain kelembagaan yang terlibat di dalamnya, menjadi instrumen dasar yang diharapkan dapat membangun konsensus dan budaya politik warga negara. Sistem pemilu, perangkat hukum dan perundang-undangan, serta kelembagaan penyelenggara didesain sedemikian rupa sesuai dengan konteks yang ada.

    Terdapat beberapa standar kriteria pemilu demokratis yang diatur dalam berbagai standar perjanjian internasional, antara lain: 1. Deklarasi Internasional Tentang Hak Asasi Manusia (DUHAM) 1948 2. Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR) 1960 3. Protokol Konvensi Eropa tentang Perlindungan HAM dan Kebebasan Asasi

    tahun 1950 4. Piagam Afrika tentang Hak Asasi Manusia dan Masyarakat tahun 1981 5. Deklarasi Internasional tentang Kriteria Pemilu yang Bebas dan Adil (Paris

    Declaration), Inter-Parliamentary Council pada pertemuan ke 154 tanggal 26 Maret 1994.

    Standar-standar Pemilu Internasional merupakan pertemuan antara hak-hak politik dan kebebasan fundamental yang dibangun melalui berbagai perjanjian baik yang bersifat universal, regional, termasuk keterlibatan komitmen politik antar negara-negara di dunia. Ada 15 (lima belas) kriteria yang diakui secara internasional sebagai alat untuk mengukur standar dari suatu pelaksanaan pemilu, antara lain8; 1. penyusunan kerangka hukum 2. sistem pemilu 3. penentuan distrik pemilihan dan definisi batasan unit pemilu 4. hak memilih dan untuk dipilih 5. badan pelaksana pemilu 6. pendaftaran pemilih dan pemilih terdaftar 7. akses kertas suara partai politik dan kandidat 8. kampanye pemilu demokratis 9. akses media dan kebebasan berekspresi 10. pembiayaan dan pengeluaran kampanye 11. pemungutan suara 12. penghitungan dan tabulasi suara 13. peranan wakil partai dan kandidat 14. pemantauan pemilu 15. kepatuhan dan penegakan hukum. Lima belas kriteria yang merupakan standar internasional di atas, selanjutnya digunakan sebagai rujukan dan sekaligus pembanding, apakah kriteria-kriteria tersebut diterapkan dalam kerangka hukum dan perundang-undangan masing-masing negara yang mengikatkan diri dalam perjanjian internasional.

    7 Peter Harris dan Ben Reilly, ed. Demokrasi dan Konflik yang Mengakar: Sejumlah Pilihan untuk Negosiator. (International IDEA, 1998), hlm. 193 - 204 8 Standar-standar Internasional Pemilihan Umum: Pedoman Peninjauan Kembali Kerangka Hukum Pemilu, Seri Buku Panduan (International IDEA, 2002), hlm. 7-13.

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    30

    Untuk Indonesia sendiri, prinsip-prinsip pelaksanaan pemilu dituangkan sebagaimana diatur pada Pasal 22 E Ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, dan rahasia. Demikian juga pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota,butir b yang menyatakan bahwa Pemilihan umum wajib menjamin tersalurkannya suara rakyat secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil;. Prinsip-prinsip tersebut selanjutnya dielaborasi lebih lanjut dalam asas-asas penyelenggaraan pemilu seperti yang tertuang pada pasal 2 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2011, antara lain; a. mandiri b. jujur c. kepastian hukum d. tertib e. kepentingan umum f. keterbukaan g. proporsionalitas h. profesionalitas i. akuntabilitas j. efisiensi, dan k. efektivitas

    B. Sikap dan perilaku yang mendukung dan menghambat jalannya Pemilu yang

    demokratis Jika pemilu dapat menjadi sarana untuk mewujudkan partisipasi politik warganegara dan partai politik, dan ini diwujudkan oleh penyelenggara pemilu yang bersikap netral, terbuka, dan akuntabel dalam memperlakukan para partisipan pemilu, maka perilaku demokratis tersebut niscaya dapat membangun kepercayaan para pihak untuk menerima pemilu dan demokrasi sebagai bagian dari kehidupannya. Demikian juga sebaliknya, jika para peserta pemilu dan termasuk warganegara pemilih, berkehendak untuk mengikatkan diri serta patuh terhadap kerangka hukum pemilu yang ada, maka budaya politik demokrasi melalui pemilu dapat dikembangkan dari sisi masyarakat dan warganegara. Jika hasil dari pemilu yang diumumkan oleh penyelenggara dapat diterima oleh para pihak, maka salah satu yaitu aspek akuntabilitas pemilu telah terlaksana. Terlebih jika keberatan para kontestan atas proses dan hasil pemilu telah melalui mekanisme banding (complaint mechanism), dan hasilnya dapat diterima oleh para kontestan, maka tingkat kepercayaan terhadap sistem, lembaga penyelenggara dan kerangka hukum merupakan modal besar bagi pengembangan dan pendalaman demokrasi melalui pemilu. Sebaliknya, jika pelaksanaan pemilu justru memunculkan respon-respon yang sebaliknya dari para kontestan, dan termasuk perilaku penyelenggara yang justru partisan dan nir-akuntabilitas, maka demokrasi yang dikembangkan melalui pemilu akan menghadapi krisis legitimasi maupun kepercayaan yang menjadi modal penting bagi suatu bangsa.

    C. Administrasi Pemilu: Sekretariat Pengawas Pemilu Sebagai Tulang Punggung Organisasi Menjaga tumbuh kembangnya kesadaran berdemokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara memerlukan langkah-langkah yang sifatnya operasional.

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    31

    Setelah para pembuat kebijakan mengambil konsensus atas pilihan sistem pemilu apa yang hendak digunakan -diantara berbagai alternatif yang tersedia-, tugas berikutnya adalah menentukan kelembagaan atau administrasi yang akan menjalankannya. Pembangunan kelembagaan atau yang kerap disebut sebagai administrasi pemilu, merupakan isu sentral yang menjadi perhatian banyak negara tidak hanya Indonesia paska runtuhnya kepercayaan para pihak terhadap administrasi pemilu di masa lalu.9 Pilihan-pilihan sistem administrasi pemilu yang akan dipergunakan, biasanya beranjak dari beberapa pertanyaan mendasar, antara lain: siapa dan lembaga apa yang bertangungjawab untuk menyelenggarakan, mengawasi, dan mengorganisir pemilu? Kedua, bagaimana bentuk lembaga, sistem administrasi kelembagaan dan darimana sumber pengisian jabatan serta personel kelembagaan tersebut? Ketiga, dimana lembaga atau administrasi tersebut terletak dalam konteks hukum ketatanegaraan yang dianut oleh masing-masing negara. Untuk konteks Indonesia sendiri, seperti yang diatur dalam Undang-undang Penyelenggara Pemilu Nomor 15 Tahun 2011, sistem administrasi pemilu terbagi ke dalam tiga rejim kelembagaan yaitu: KPU, Bawaslu, dan DKPP yang bersifat mandiri dan independen. Kemandirian dan independensi ini dimaksudkan pada derajat otonomi wewenang dan keterpisahan lembaga tersebut dari bagian kekuasaan eksekutif. Setidaknya terdapat dua unsur penting dalam konteks supply personel dan pengisian jabatan pada tiga lembaga yang ada. Yaitu untuk pengisian komisioner melalui mekanisme seleksi terbuka dan melibatkan proses uji kepatutan di lembaga parlemen. Sedangkan sumber pengisian personel administrasi (birokrasi) masing-masing lembaga menggunakan rekruitmen tersendiri yang berasal dari kalangan pegawai negeri dan tenaga fungsional. Bagaimana mekanisme seleksi untuk pengisian jabatan-jabatan komisioner tidak menjadi bahasan atau topik pada naskah ini. Yang justru hendak disoroti adalah fungsi penting sekretariat (administrasi/birokrasi) lembaga pengawas pemilu, dimana posisi tersebut merupakan jabatan karir dan memiliki budaya birokrasi tersendiri. Profesionalisme, jenjang karier, kecakapan dan tidak tergantung pada siklus politik (pemilu; pergantian rejim kekuasaan), menjadikan jajaran sekretariat tidak saja berfungsi sebagai supporting systems lebih daripada itu, menjadikan jajaran sekretariat sebagai tulang punggung organisasi. Hal ini setidaknya didasarkan pada dua prinsip, yaitu: prinsip kewajibannya terhadap konstitusi serta undang-undang dan kedua kepatuhannya terhadap atasan (komisioner). Korps adminsitrasi publik sendiri, termasuk dalam hal ini yang bekerja pada lembaga pengawas pemilu dianggap sebagai pihak yang berwenang untuk melaksanakan/mengeksekusi undang-undang/peraturan. Tidak lebih tidak kurang.10

    9 Peter Harris dan Ben Reilly ed, Demokrasi dan Konflik Yang Mengakar: Sejumlah Pilihan Untuk Negosiator, Seri Buku Pegangan, International IDEA, Stockholm, 2000, hlm. 310-321 10 Pada kasus yang paling ekstrim, seperti halnya terjadi di Jerman dan Jepang paska kalah pada perang dunia dua. Bahkan ketika hendak menjalankan negara baru paska runtuhnya rejim lama - untuk kasus Jerman -, pemerintahan demokratis yang terbentuk meminta agar para personel administrasi era Nazi tetap dipulihkan pada jabatan-jabatan dan fungsi sebelumnya. Sehingga, dari total 53 ribu aparatus personel era Nazi, kecuali 1000 orang pejabat-pejabat utama Nazi, sisanya dikembalikan pada jabatan semula. Hal ini bukan karena pemerintah demokratis yang baru terbentuk mengagumi ideologi Nazi atau pro Hitler, namun lebih pada pengalaman dan kemampuan administrasi sebelumnya dalam mengatur pelayanan sipil yang menjadi kebanggan Jerman sebagai negara

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    32

    Terlepas segala perdebatan mengenai pasokan atau asal sumber daya personel seperti halnya yang saat ini terjadi. Model pembangunan kelembagaan dan supply personel semacam ini menjadi tren tersendiri diberbagai belahan benua di dunia, kecuali di kawasan Eropa Barat yang mengandalkan administrasi pemilu pada birokasi negara. Setidaknya terdapat benang merah yang dapat digunakan untuk menggarisbawahi pentingnya kelembagaan dan adminsitrasi pemilu dalam menjalankan tugasnya dibanding memperdebatkan darimana sumber personel tersebut berasal. Tugas dan tanggung jawab administrasi pemilu biasanya bersumber pada upaya untuk mempertemukan kapasitas administrasi dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang menjadi sifat alami dari proses pemilu, antara lain:11 - Pemilu adalah peristiwa yang bersifat nasional dan lokal - Pemilu haruslah mudah diakses oleh semua orang - Pemilu adalah proses dengan tensi yang tinggi dan dipenuhi oleh tenggat waktu

    yang ketat - Pemilu adalah proses yang membutuhkan biaya mahal - Pemilu adalah suatu proses kerja yang taruhannya sangat mahal, karena terkait

    dengan kredibilitas dan bisnis kepercayaan - Pemilu adalah peristiwa periodik dan berulang-ulang, sehingga sekali periode

    tidak dipercaya, maka taruhan politiknya akan sangat besar - Administrator pemilu haruslah berorientasi publik dibandingkan fungsi-fungsi

    pemerintahan lainnya - Administrator pemilu haruslah terspesialisasi (logistik, perencanaan, penegakan

    hukum, penguasaan teritorial dan georafis dan sebagainya) - Administrator pemilu haruslah dapat menyeimbangkan antara kebutuhan publik

    secara universal maupun kebutuhan-kebutuhan khusus dari para pemilih (disabilitas)

    - Pemilu adalah proses kerja yang harus bisa diprediksi dan diatur dalam pengaturan hukum yang dimengerti oleh semua pihak

    - Pemilu adalah suatu proses yang muara akhirnya adalah dalam rangka usaha pembentukan sebuah bangsa dan bukan justru menjadi pemecah-belah bangsa.

    birokrasi. Lebih lanjut lihat Francis Fukuyama, Memperkuat Negara: Tata Pemerintahan dan Tata Dunia Abad 21, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005, hlm. 48-49 11 Op. Cit, Demokrasi dan Konflik Yang Mengakar, hlm. 311-312

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    33

    BAHAN BACAAN

    PENYELENGGARA PEMILU

    DAN

    TAHAPAN PEMILU

    Parameter suatu pemilu yang demokratis (democratic electoral) adalah adanya integritas PROSES penyelenggaraan pemilu dan integritas HASIL pemilu.

    Integritas Proses + Integritas Hasil Pemilu Yang Demokratis Guna mewujudkan parameter pemilu yang demokratis tersebut, Indonesia mempunyai tiga lembaga untuk memastikan bahwa parameter-parameter Pemilu demokratis tersebut dapat terselenggara dengan baik, yaitu; A. Komisi Pemilihan Umum (KPU); B. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu); dan C. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Adapun tugas dan wewenang masing-masing lembaga Penyelenggara Pemilu tersebut adalah sebagai berikut: A. KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU)

    Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah meliputi: a. merencanakan program dan anggaran serta menetapkan jadwal; b. menyusun dan menetapkan tata kerja KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota,

    PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN; c. menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilu setelah

    terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah; d. mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan

    Pemilu; e. menerima daftar pemilih dari KPU Provinsi; f. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan

    diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data Pemilu dan/atau pemilihan gubernur, bupati, dan walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;

    g. menetapkan peserta Pemilu; h. menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara tingkat

    nasional berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU Provinsi untuk Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan hasil rekapitulasi penghitungan suara di setiap KPU Provinsi untuk Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;

    i. membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat penghitungan suara serta wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu dan Bawaslu;

    j. menerbitkan keputusan KPU untuk mengesahkan hasil Pemilu dan mengumumkannya;

    k. menetapkan dan mengumumkan perolehan jumlah kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    34

    Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota untuk setiap partai politik peserta Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

    l. mengumumkan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah terpilih dan membuat berita acaranya;

    m. menetapkan standar serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan;

    n. menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Bawaslu atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran Pemilu;

    o. mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota KPU Provinsi, anggota PPLN, anggota KPPSLN, Sekretaris Jenderal KPU, dan pegawai Sekretariat Jenderal KPU yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung berdasarkan rekomendasi Bawaslu dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;

    p. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU kepada masyarakat;

    q. menetapkan kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye dan mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye;

    r. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan

    s. melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

    B. BADAN PENGAWAS PEMILU (Bawaslu) 12 1. Bawaslu menyusun standar tata laksana kerja pengawasan tahapan

    penyelenggaraan Pemilu sebagai pedoman kerja bagi pengawas Pemilu di setiap tingkatan.

    2. Bawaslu bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu dalam rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran untuk terwujudnya Pemilu yang demokratis.

    3. Tugas Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. mengawasi persiapan penyelenggaraan Pemilu yang terdiri atas:

    1) perencanaan dan penetapan jadwal tahapan Pemilu; 2) perencanaan pengadaan logistik oleh KPU;

    4. mengawasi pelaksanaan penetapan daerah pemilihan dan jumlah kursi pada setiap daerah pemilihan untuk pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota oleh KPU sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    5. sosialisasi penyelenggaraan Pemilu; dan 6. pelaksanaan tugas pengawasan lain yang diatur dalam ketentuan peraturan

    perundang-undangan. b. mengawasi pelaksanaan tahapan penyelenggaraan Pemilu yang terdiri atas:

    1) pemutakhiran data pemilih dan penetapan daftar pemilih sementara serta daftar pemilih tetap;

    2) penetapan peserta Pemilu; 3) proses pencalonan sampai dengan penetapan anggota Dewan

    Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, pasangan calon presiden dan wakil presiden, dan calon

    12 Lihat UU 15/2011 Tentang Penyelenggara Pemilu, pasal 73.

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    35

    gubernur, bupati, dan walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    4) pelaksanaan kampanye; 5) pengadaan logistik Pemilu dan pendistribusiannya; 6) pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilu di

    TPS; 7) pergerakan surat suara, berita acara penghitungan suara, dan sertifikat

    hasil penghitungan suara dari tingkat TPS sampai ke PPK; 8) pergerakan surat tabulasi penghitungan suara dari tingkat TPS sampai

    ke KPU Kabupaten/Kota; 9) proses rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPS, PPK,

    KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan KPU; 10) pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu

    lanjutan, dan Pemilu susulan; 11) pelaksanaan putusan pengadilan terkait dengan Pemilu; 12) pelaksanaan putusan DKPP; dan 13) proses penetapan hasil Pemilu.

    c. mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip yang disusun oleh Bawaslu dan ANRI;

    d. memantau atas pelaksanaan tindak lanjut penanganan pelanggaran pidana Pemilu oleh instansi yang berwenang;

    e. mengawasi atas pelaksanaan putusan pelanggaran Pemilu; f. evaluasi pengawasan Pemilu; g. menyusun laporan hasil pengawasan penyelenggaraan Pemilu; dan h. melaksanakan tugas lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-

    undangan. 7. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bawaslu

    berwenang: a. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan ketentuan 3 b. peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu; c. menerima laporan adanya dugaan pelanggaran administrasi Pemilu dan

    mengkaji laporan dan temuan, serta merekomendasikannya kepada yang berwenang;

    d. menyelesaikan sengketa Pemilu; e. membentuk Bawaslu Provinsi; f. mengangkat dan memberhentikan anggota Bawaslu Provinsi; dan g. melaksanakan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan

    perundang-undangan. 8. Tata cara dan mekanisme penyelesaian pelanggaran administrasi Pemilu dan

    sengketa Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan huruf c diatur dalam undang-undang yang mengatur Pemilu. Bawaslu berkewajiban:13 a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya; b. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas

    Pengawas Pemilu pada semua tingkatan; c. menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan

    adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu;

    13 Lihat UU 15/2011 Tentang Penyelenggara Pemilu, pasal 74

  • TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU

    36

    d. menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan KPU sesuai dengan tahapan Pemilu secara periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan; dan

    e. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.

    C. DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU (DKPP): 14

    DKPP dibentuk untuk memeriksa dan memutuskan pengaduan dan/atau laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU, anggota KPU Provinsi, anggota KPU Kabupaten/Kota, anggota PPK, anggota PPS, anggota PPLN, anggota KPPS, anggota KPPSLN, anggota Bawaslu, anggota Bawaslu Provinsi dan anggota Panwaslu Kabupaten/Kota, anggota Panwaslu Kecamatan, anggota Pengawas Pemilu Lapangan dan anggota Pengawas Pemilu Luar Negeri. Tugas & kewenangan Bawaslu dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu yang disusun oleh KPU adalah mengawasi dan memastikan tahapan-tahapan Pemilu tersebut telah sesuai dengan prinsip-prinsip Pemilu yang Luber Jurdil.

    D. TAHAPAN-TAHAPAN PEMILU: Tahapan-tahapan Pemilu harus dilakukan sesuai jadwal tahapan yang sudah ditentukan bila salah satu tahapan mengalami keterlambatan maka akan berpengaruh terhadap seluruh tahapan berikutnya. Dampaknya bisa menyebabkan keterlambatan Pemilu yang pada gilirannya akan terjadi kekosongan kekuasaan (vacum of power), karena habisnya periode lima tahunan masa pemerintahan, namun karena keterlambatan jadwal Pemilu, maka pemerintahan (baik eksekutif maupun legislatif) belum terpilih dan dilantik. Hal ini merupakan ancaman bagi situasi politik bangsa. Dengan demikian maka ketapatan jadwal dalam setiap tahapan Pemilu merupakan hal yang sangat serius dalam penyelenggaraan Pemilu. Adapun tahapan-tahapan Pemilu tersebut, yaitu: 1. Perencanaan program dan anggaran, serta penyusunan peraturan pelaksanaan

    penyelenggara Pemilu; 2. Pemutakhiran data Pemilih dan penyusunan daftar Pemilih; 3. Pendaftaran dan verifikasi Peserta Pemilu; 4. Penetapan Peserta Pemilu; 5. Penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan; 6. Pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota; 7. Masa Kampanye Pemilu; 8. Masa Tenang; 9. Pemungutan dan penghitungan suara; 10. Penetapan hasil Pemilu; dan 11. Pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD

    kabupaten/kota. ***

    14 Selanjutnya, lihat UU 15/2011 Tentang Penyelenggara Pemilu, Bab V.