modul.mercubuana.ac.id industri... · web viewtim kerja penyusunan naskah akademis badan hukum...

26
Analisa Pengendalian Produk Cacat Celana Jeans Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) di PT Intigarmindo Persada Andi Nugroho Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri, Universitas Mercu Buana Jl. Meruya Selatan, Kebun Jeruk, Jakarta Barat, Jakarta, Indonesia Email : [email protected] Abstrak Failure Mode and Effect Analysis adalah metode yang digunakan dalam penelitian untuk mengidentifikasi resiko kegagalan pada sebuah produk. Pengolahan data perusahaan dan wawancara terhadap para pekerja. Hasil pengolahan data dianalisa berdasarkan data kegagalan produksi. Setelah mengetahui dan mendapatkan hasil data dari perusahaan dilakukan pengolahan data berdasarkan penilaian severity, occurance, detection dan nilai angka prioritas resiko (RPN), serta rekomendasi untuk mengurangi kegagalan. Hasil penelitian menunjukan ada 10 proses pembuatan celana jeans dan dari 10 proses kegagalan pembuatan celana jeans di temukan 8 kegagalan pada proses produksi pembuatan celana jeans, dimana 8 proses pembuatan celana jeans sangat berpengaruh dalam kualitas produk. Dari 8 kegagalan proses pembuat celana jeans yang dialami perusahaan selama bulan November hingga akhir Desember 2014. Oleh karena itu penelitian ini memberikan masukan kepada perusahaan ntuk dapat dilakukan mengurangi kegagalan proses pembuatan celana jeans. Kata kunci : Cacat, Detection, (FMEA), Occurance, (RPN), Severity 1.Pendahuluan Didalam dunia industri cacat merupakan permasalahan yang perlu diperhatikan oleh perusahaan. Didalam dunia industri terdapat dua jenis cacat, yaitu: cacat yang dapat diolah kembali dan cacat yang sudah tidak dapat diolah

Upload: vukhuong

Post on 10-Sep-2018

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Analisa Pengendalian Produk Cacat Celana Jeans Failure Mode and

Effect Analysis (FMEA) di PT Intigarmindo Persada

Andi Nugroho

Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri, Universitas Mercu Buana

Jl. Meruya Selatan, Kebun Jeruk, Jakarta Barat, Jakarta, Indonesia

Email : [email protected]

Abstrak

Failure Mode and Effect Analysis adalah metode yang digunakan dalam penelitian untuk mengidentifikasi resiko kegagalan pada sebuah produk. Pengolahan data perusahaan dan wawancara terhadap para pekerja. Hasil pengolahan data dianalisa berdasarkan data kegagalan produksi. Setelah mengetahui dan mendapatkan hasil data dari perusahaan dilakukan pengolahan data berdasarkan penilaian severity, occurance, detection dan nilai angka prioritas resiko (RPN), serta rekomendasi untuk mengurangi kegagalan. Hasil penelitian menunjukan ada 10 proses pembuatan celana jeans dan dari 10 proses kegagalan pembuatan celana jeans di temukan 8 kegagalan pada proses produksi pembuatan celana jeans, dimana 8 proses pembuatan celana jeans sangat berpengaruh dalam kualitas produk. Dari 8 kegagalan proses pembuat celana jeans yang dialami perusahaan selama bulan November hingga akhir Desember 2014. Oleh karena itu penelitian ini memberikan masukan kepada perusahaan ntuk dapat dilakukan mengurangi kegagalan proses pembuatan celana jeans.

Kata kunci : Cacat, Detection, (FMEA), Occurance, (RPN), Severity

1.Pendahuluan

Didalam dunia industri cacat merupakan permasalahan yang perlu diperhatikan oleh perusahaan. Didalam dunia industri terdapat dua jenis cacat, yaitu: cacat yang dapat diolah kembali dan cacat yang sudah tidak dapat diolah kembali. Untuk jenis cacat yang masih dapat diolah kembali tentunya perusahaan tidak terlalu dirugikan, produk yang menjadi cacat masih dapat didaur ulang lagi dan membutuhkan biaya untuk proses produksi yang terbaru. Tetapi untuk jenis cacat yang tidak dapat diolah kembali perusahaan akan rugi, material akan tebuang sia-sia.

Metode yang tepat dapat digunakan untuk mengatasi kecacatan produk yaitu dengan metode FMEA sehingga dapat menentukan bagian-bagian yang penting untuk diperbaiki. FMEA ( Failure Mode and Analysis ) merupakan teknik yang digunakan untuk mendefinisikan, mengidentifikasi, dan menghilangkan kegagalan dan masalah pada proses produksi, baik permasalahan yang telah diketahui maupun potensial terjadi pada sistem.

2.Rumusan Masalah

1. Jenis cacat apa saja yang terjadi pada pembuatan produk celana jeans tersebut?

2. Bagaimana usulan perbaikan yang dilakukan untuk mengurangi tingkat kecacatan produk pembutan celana jeans pada perusahaan PT. Intigarmindo Persada?

3.Tujuan Penelitian

1. Mengetahui jenis cacat dan mengetahui penyebab terjadinya kecacatan produk celana jeans.

2. Memberikan usulan perbaikan dengan tujuan mengurangi jumlah produk cacat pembuatan

3. celana jeans pada PT. Intigarmindo Persada.

4.Batasan Masalah

1. Penyebab kegagalan produk cacat hanya akan ditinjau dari aspek manusia, mesin, dan proses produksi.

2. Data yang diambil dari bulan November-Desember 2014

3. Metoda yang di pakai penelitian dengan menggunakan metoda FMEA (Failure Mode Effect and Analyze).

4. Memberikan usulan kepada perusahaan.

5.Tinjauan Pustaka

Definisi Kualitas

Menurut Evans & Lindsay, kualitas adalah satu kunci keunggulan dalam bersaing atau kemampuan sebuah perusahaan untuk mencapai keunggulan pasar.

Kualitas desain merupakan fungsi spesifikasi produk, sedangkan kuslitas adalah suatu ukuran seberapa jauh suatu produk memenuhi persyaratan atau spesifikasi kualitas yang telah ditetapkan. TQM (Total Quality Management) adalah konsep yang jauh lebih luas yang tidak hanya menekankan pada hasil, tetapi juga kuaklitas manusia dan kualitas prosesnya.

Menurut Vincent (2005) adalah totalitas dari karaskteristik suatu produk yang menunjang kemampuan untuk memuaskan kebutuhan yang dispesifikasi atau diterapkan.

Goetsh dan Davis (1994), definisi mengenai kualitas yang lebih luas cakupannya.Deming menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu tingkat yang dapat diprediksi dari keseragaman dan ketergantungan biaya yang rendah dan sesuai dengan pasar. Sedangkan J.M Juran mengatakan sebagai cocok untuk digunakan (fitness for use) dan definisi sendiri memiliki aspek utama.

Perspektif Terhadap Kualitas

David Garvin (dalam Lovelock, 1994, pp. 98-99; Ross, 1993, pp 97-98) mengidentifikasi adanya lima perspektif kualitas yang bias digunakan, yaitu:

1. Product-based Approachkualitas sebagai

karakteristik atau atribut yang dapat dikuantifikasikan dan dapat diukur.Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan-perbedaan dalam jumlah beberapa unsure atau atribut yang dimiliki produk.

2. Manufacturing-based ApproachPraktik-praktik

perekayasaan dan pemanufakturan, serta mengidentifikasi kualitas sebagai sama dengan persyaratan. Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secara internal, yang seringkali didorong oleh tujuan peningkatan produktivitas dan penekanan biaya.

3. User-based ApproachKualitas tergantung

pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling penting atau memuaskan preferensi seseorang merupakan produk yang berkulaitas tinggi.

4. Transcendental Approach

Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam seni musik, drama, seni tari dan senirupa.Selain itu perusahaan dapat mempromosikan produknya seperti tempat berbelanja yang menyenangkan (supermarket), elegan (mobil), dan sebagainya.

5. Value-based Approach.Dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai “affordable excellence”.

Dimensi Kualitas

Ada delapan dimensi kualitas yang dikembangkan Garvin dan dapat digunakan sebagai kerangka perencanaan strategi dan analisis, terutama untuk proses manufaktur.

1. Kinerja (Performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti.

2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (Features), yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap.

3. Kehandalan (Reability), yaitu kemungkinan kecil mengalami kerusakan atau kegagalan produk.

4. Sesuai dengan spesifikasi (Conformance to specifications), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan sebelumnya.

5. Daya tahan (Durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan.

6. Serviceabilty, melebihi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi, penanganan keluhan dan memuaskan.

7. Kualitas yang dipersepsikan (Perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.

8. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera.

Zeithaml, Berry dan Parasuraman (1985) berhasil mengidentifikasi lima kelompok karakteristik yang digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas jasa, adalah:

1. Bukti langsung, meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.

2. Kehandalan, yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan.

3. Daya tanggap, adalah keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

4. Jaminan, mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staff, bebas dari bahaya, resiko atau keraguan.

5. Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan para pelanggan.

Implementasi Manajemen Kualitas

Manajemen kualitas (Quality Management/QM) didefinisikan sebagai filosofi atau sebuah pendekatan yang dipakai oleh manajemen untuk menyusun sekumpulan prinsip, dimana satu sama lain saling mendukung dan masing-masing bagian didukung dengan seperangkat teknik dan implementasi (Dean dan Bowen, 1994).

Hackman dan Wageman (1995) membedakan atribut validitas QM. Filosofi QM dapat dibedakan antara stretegi perussahaan satu sama lain untuk meningkatkan kinerja.

Pengaruh implementasi manajemen kualitas terhadap kinerja telah diteliti secara lebih luas oleh (Saraph et al., 1989; Flym et al., 1994; Waldman, 1994; Powel, 1995; Ahire et al, 1996; Najmi dan Kehoe, 2000; Zhang et al., 2000; Sun, 2001; Sila dan Ebrahimpour, 2002). Semua peneliti tersebut menemukan kesamaan hasil tentang implementasi manajemen kualitas berpengaruh signifikan terhadap kinerja.

Produk Cacat

Menurut kamus bahasa Indonesia produk adalah barang atau jasa yang dibuat atau ditambah nilainya dalam proses produksi dan menjadi hasil akhir dari proses produksi tersebut.

Menurut (Mulyadi, 1999), produk cacat adalah produk yang tidak memenuhi standar mutu yang telah ditentukan tetapi dengan mengelurakan biaya pengerjaan kembali untuk memperbaikinya.

Tim Kerja Penyusunan naskah Akademis Badan Hukum Nasional Departemen RI merumuskan pengertian produk yang cacat sebagai produk yang tidak dapat memenui tujuan pembuatannya, baik karena kesengajaan, atau kelupaan dalam proses produksinya maupun disebabkan hal-hal yang terjadi dalam pemasarannya, atau tidak menyediakan syarat keamanan bagi manusia atau harta benda mereka dalam proses produksinya maupun disebabkan hal lain yang terjadi dalam pemasarannya.

Pengendalian Kualitas

Kualitas produksi hanya mengyangkut segala aspek organisasi atau hubungan antar bagian dalam organisasi. Untuk dapat selalu mempertahankan kualitas yang baik secara konsisten, diperlukan suatu aktivitas yang disebutkan pengendalian kualitas. Pengendalian kualitas dapat dibagi menjadi dua yaitu :

1. On-line Quality ControlMerupakan pengendalian kualitas pada saat proses produksi sedang berjalan, seperti pendiagnosaan dan penyesuaian proses, pengomtrolan proses, dan inspeksi hasil proses.

2. Off-line Quality ControlMerupakan uasaha yang bertujuan mengoptimalkan rancangan proses dan produk sebagai pendukung usaha on-line Quality Control ini dilakukan sebelum dan sesudah proses.

Menurut J. M Juran, pengendalian kualitas terdiri dari tiga aspek yang dikenal dengan konsep trilogy kualitas, yaitu:

1. Quality Planning 2. Quality Control3. Quality Improvement

FMEA

Sejarah Failure Mode and Effect Analysis.

Failure Mode and Effect Analysis pada awalnya dibuat oleh Aerospace Industry pada tahun 1960-an. FMEA mulai digunakan oleh Ford pada tahun 1980-an, AIAG (Automotive Industry Action Group) dan American Society for Quality Control (ASQC) menetapkan sebagai standar pada tahun 1993. Saat ini FMEA merupakan salah satu core tools dalam ISO/TS 16949:2002 (Technical Spesifications for Auotomotive Industry).

FMEA adalah suatu alat yang secara sistematis mengidentifikasi akibat dari konsekuensi dari kegagalan sistem atau proses, serta mengurangi atau mengeliminasi peluang terjadinya kegagalan.

FMEA digolongkan menjadi dua jenis yaitu:

1. Process FMEA yaitu alat yang digunakan untuk memastikan bahwa potensial failure modes, sebab dan akibatnya telah diperhatikan terkait dengan karakteristik prosesnya, digunakan oleh Manufacturing Engineer/Team. Desain FMEA akan menguji fungsi dari komponen, sub sistem dan sistem.

2. Design FMEA yaitu alat yang digunakan untuk memastikan bahwa potential failure modes, sebab dan akibatnya telah diperhatikan terkait dengan karakteristik desain, digunakan oleh Design Responsible Engineer/Team.

Pengertian FMEA

FMEA adalah suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan

mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (failure mode).

FMEA digunakan untuk mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab dari suatu masalah kualitas. Menurut Chrysler (1995), FMEA dapat dilakukan dengan cara:

1. Mengenali dan mengevaluasi kegagalan potensi suatu produk dan efeknya.

2. Pencatatan proses (document the process).

3. Mengidentifikasi tindakan yang bisa menghilangkan atau mengurangi kesempatan dari kegagalan potensi terjadi.

Kegunaan FMEA

1. Pemakaian proses baru.2. Ketika diperlukan tindakan

pengcegahan sebelum masalah terjadi.

3. Ketika ingin mengetahui / mendata alat deteksi yang akan terjadi kegagalan.

4. Perubahan/pergantian komponen peralatan.

5. Pemindahan komponen atau proses kearah yang baru.

Manfaat FMEA

1. Hemat biaya, karena sistematis maka penyelesaiannya tertuju pada potensial causes (penyebab yang potensial) sebuah kegagalan / kesalahan.

2. Hemat waktu, karena lebih tepat pada proses produksi yang sedang berjalan.

Tujuan FMEA

Tujuan yang dapat dicapai oleh perusahaan dengan penerapan FMEA:

1. Untuk mengidentifikasi karakteristik kritis dan tingkat karakteristik signifikan.

2. Untuk mengurutkaan pesanan desain potensial dan defisiensi proses.

3. Untuk mengidentifikasi mode kegagalan dan tingkat keparahan efeknya.

4. Untuk membantu focus engineer dalam mengurangi perhatian terhadap produk dan proses, dan membantu mencegahnya timbul permasalahan.

Identifikasi Elemen-elemen Proses FMEA

1. Fungsi ProsesAdalah deskripsi singkat mengenai proses pembuatan item dimana sistem akan dianalisa.

2. Mode KegagalanAdalah suatu kemungkinan kecacatan terhadap setiap proses.

3. Efek Potensial dari kegagalanAdalah suatu efek dari bentuk kegagalan terhadap pelanggan.

4. Tingkat Keparahan (Severity)Penilaian keseriusan efek dari bentuk kegagalan produksi.

5. Penyebab Potensial (Potential Cause) (s)Adalah bagaimana kegagalan bias terjadi.Dideskripsikan sebagai suatu yang dapat diperbaiki.

6. Keterjadian (Occurance O)Adalah apa penyebab kegagalan spesif dari suatu proyek yang terjadi.

7. Deteksi (Detection D)Adalah penilaian dari alat tersebut dapat mendeteksi penyebab potensial terjadinya suatu bentuk kegagalan.

8. Nomor Prioritas Resiko (Risk Priority Number (RPN)Adalah angka prioritas resiko yang didapatkan dari perkalian Severity, Occurance, dan Detection.

RPN= Nilai dampak x Nilai kemungkinan x Nilai deteksi

9. Tindakan yang direkomendasikan (Recommended Action)Sesudah bentuk kegagalan diatur sesuai peringkat RPN, maka tindakan perbaikan harus segera dilakukan bentuk kegagalan dengan RPN yang tertinggi.

Langkah Dasar FMEA

1. Mengidentifikasi potensi failure mode proses produksi.

2. Mengidentifikasi fungsi pada proses produksi.

3. Mengidentifikasi penyebab – penyebab kegagalan proses produksi.

4. Mengidentifikasi kegagalan produksi.

5. Mengidentifikasi potensi kegagalan produksi.

6. Menentukan rating terhadap severity, occurance, detection dan RPN proses produksi.

7. Usulan perbaikan

Pengukuran Terhadap Nilai Severity, Occurance dan Detection

A) Nilai Severity

Severity merupakan langkah pertama untuk menganalisa resiko, yaitu menghitung seberapa besar dampak atau intensitas kejadian yang mempengaruhi hasil akhir proses.

Tabel 2.1 Nilai Severity

Rating Kriteria1 Negligible severiti (pengaruh

buruk yang dapat diabaikan). Kita tidak perlu memikirkan bahwa akibat ini akan berdampak pada kualitas produk. Konsumen mungkin tidak akan memperhatikan kecacatan tersebut.

23

Mild severity (pengaruh buruk yang ringan). Akibat yang ditimbulkan akan bersifat ringan, konsumen tidak akan merasakan penurunan kualitas.

456

Moderate saverity (pengaruh buruk yang moderate). Konsumen akan merasakan penurunan kualitas, namun masih dalam batas toleransi.

78

High severity (pengaruh buruk yang tinggi). Konsumen akan merasakan penurunan kualitas yang berada diluar batas toleransi.

910

Potential severity (pengaruh buruk yang sangat tinggi).

Akibat yang ditimbulkan sangat berpengaruh terhadap kualitas lain, konsumen tidak akan menerimanya.

Sumber Gasperz 2002

(Dikutip dari Tugas akhir Andika Purnomo 2007, Analisa Penyebab Kecacatan produk dengan menggunakan Metode FTA dan FMEA di CV Fragile Din Co, Teknik Industri. Universitas Widyatama).

B) Nilai Occurance

Apabila sudah ditentukan pada proses severity, maka tahap selanjutnya adalah menentukan rating terhadap occurance. Occurance adalah kemungkinan bahwa penyebab kegagalan akan terjadi dan menghasilkan bentuk kegagalan selama masa produksi produk.

Tabel 2.2 Nilai Occurance

Degree Berdasarkan Frekuensi kejadian

Rating

Remote 0,01 per 1000 item

1

Low 0,1 per 1000 item

0,5 per 1000 item

23

Moderate 1 per 1000 item

2 per 1000 item

5 per 1000 item

456

High 10 per 1000 item

20 per 1000 item

78

Very High 50 per item 1000 item

100 per 1000 item

910

Sumber Gasperz 2002

(Dikutip dari Tugas akhir Andika Purnomo 2007, Analisa Penyebab Kecacatan produk dengan menggunakan Metode FTA dan FMEA di CV Fragile Din Co, Teknik Industri. Universitas Widyatama).

C) Nilai Detection

Setelah nilai occurance diperoleh maka selanjutnya menentukan nilai detection. Detection berfungsi untuk upaya pencegahan terhadap proses produksi dan mengurangi tingkat kegagalan pada proses produksi.

Tabel 2.3 Nilai Detection

Rating

Kriteria Berdasarkan Frekuensi

kejadian1 Metode

pencegahan sangat efektif. Tidak ada kesempatan penyebab kemungkinan

0,01 per 100 item

2

3

Kemungkinan penyebab terjadi sangat rendah

0,1 per 1000 item0,5 per 1000 item

4

56

Kemungkinan penyebab terjdinya bersifat moderat.Metode pencegahan kadang mungkin penyebab itu terjadi.

1 per 1000 item2 per 1000 item5 per 1000 item

7

8

Kemungkinan penyebab terjadinya masih tinggi. Metode pencegahan kurang efektif. Masih berulang kembali.

10 per 1000 item20 per 1000 item

9

10

Kemungkinan penyebab terjadinya masih sangat tinggi.Metode pencegahan tidak efektif. Penyebab

50 per 1000 item100 per 1000 item

masih berulang

Sumber Gasperz 2002

(Dikutip dari Tugas akhir Andika Purnomo 2007, Analisa Penyebab Kecacatan produk dengan menggunakan Metode FTA dan FMEA di CV Fragile Din Co, Teknik Industri. Universitas Widyatama).

Menentukan RPN dihasilkan dari perkalian S x O x D.

Sejarah Jeans

Jeans pertama kali dibuat di Genoa 1560-an jeans biasa dipakai oleh angkatan laut celana yang biasa disebut orang Prancis dengan “bleu de Geines: tang berarti biru genoa. Meski pertama kali diproduksi dan dipakai di Eropa tetapi sebagai fashion jeans dipopulerkan di AS oleh Levi Strauss, pria yang mencoba mencari nasib baik ke San Francisco sebagai pedagang pakaian.Sampai di California semua barannya habis terjual kecuali sebuat tenda yang terbuat dari bahan kanvas.Kain ini dipotongnya menjadi beberapa celana dan dijual kepada para penambang emas.Ternyata penambang emas itu menyukainya karena tahan lama.Kemudian Strauss menyempurnakan jeans dengan memesan bahan dari Genoa yang disebut “Genes” yang oleh Strauss diubah menjadi “blue Jeans”.Akhirnya karena para penambang sangat menyukai jeans mereka menobatkan celana ini sebagai celana resmi mereka, para penambang emas itu menyebut celana Strauss dengan sebutan “Those Pants of Levi’s atau “Celana si Levis.

Secara generic, denim adalah tenunan benang katun, semula warna benangnya hanyalah putih dan biru yang asal usulnya berasal dari sebuah kota di Prancis. Nimes menjadi asal kata denim yaitu serge de Nimes, pada tahun 1940-an denim sebenernya sudah diolah menjadi produk mode dalam bentuk gaun, rok, jaket, dan celana panjang. Denim kemudian mencapai puncak popularitasnya pada tahun 1970-an ketika jenas diproduksi missal. Pada era tahun 1970-an ketika barat

dilanda “endemic”hippie, jins menjadi salah satu atribut yang melekat pada mereka menjadi symbol pemeberontakan terhadap kemapanan.

Tahun 1970-an tetapi sangat terasa pada tahun 1990-an dan terus berkembang sampai saat ini. Kebangkitan denim sebagai produk perancangan paling mencolok terjadi ketika pada tahun 1990-an Tom Ford dari rumah mode Gucci mengangkat jins sebagai fashion statementnya. Ford yang ketika itu menjadi perancang yang dikagumi karena kejeniusanannya dalam merancang jins berhasil mengangkat pamor Gucci menawarkan celana denim berwarna pudar yang banya di minati masyarakat pada masa itu. Kemudian Madonna ikut mempopulerkan kembali jins melalui tur dunia awal tahun yang memakai tema kobboi sebagau tema pakaian. Begitu pula penyanyi kondang Britney Spears dan Shakira, merka terlihat beberapa kali menggunakan denim dalam video klip music mereka.Lalu dikalangan kerah putih pun bekerja dibidang teknologi informasi di Amerika. Perancang lain berlomba-lomba mendesain ulang celana jins tersebut. Versace, Roberto Cavali, Calvin Klein, Dolce dan Gabban serta Crishtian Dior hanyalah beberapa nama besar dibisnis mode yang mencoba mengambil manfaat dari kembalinya celana jins, bahnkan John Galliano yang bekerja untuk rumah mode masih menggunakan celana denim dalam salah satu rancangan dibusana untuk musim gugur dan dingin tahun 2002-2003.

6.Metodologi Penelitian

Dalam memecahkan masalah pada penelitian yang diamati, dibutuhkan langkah – langkah untuk menguraikan pendekatan dan model dari masalah tersebut. Langkah – langkah yang dilakukan sebagai berikut

1. Identifikasi Masalah

Pada tahap ini dilakukan pengamatan awal pada perusahaan untuk melihat kondisi sebenarnya dari perusahaan dan mencari permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan, dalam hal ini adalah jumlah defect yang tinggi.

2. Perumusan Masalah dan Menentukan Tujuan Penelitian

Melakukan tahap identifikasi masalah, maka permasalahan yang akan diteliti adalah meningkatkan efisiensi. Dengan adanya defect yang tinggi pada produk yang menunjukan bahwa nilai efisiensi. Untuk dapat menyelesaikan permasalahan maka ditetapkan tujuan penelitian dati Tugas Akhir ini adalah :

1. Mengidentifikasi potensi penyebab kegagalan dalam proses produksi.

2. Melakukan perbaikan pada proses produksi sehingga didapatkan nilai efisiensi yang meningkat.

3. Menggambarkan keadaan sebenarnya dari perusahaan saat penelitian dilakukan.

3. Studi Lapangan

Melakukan studi pada perusahaan dilakukan dengan pengamatan dan orientasi untuk melihat kondisi yang nyata pada proses produksi yang ada diperusahaan tersebut.

4. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan dengan tujuan mendapatkan konsep serta metode yang berhubungan dengan masalah dan tujuan penelitian yang dicapai. Studi literatur berjalan bersamaan dalam penyelesaian permasalahan yang diangkat.

5. Pengumpulan Data

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan informasi yang berhubungan dengan proses pembuatan sebuah produk, pengidentifikasi jenis cacat secara visual yang terjadi, dan penentuan jenis cacat yang sering muncul. Pengumpulan informasi dilakukan dengan melihat langsung kondisi lantai produksi sebenarnya dan menanyakan secara langsung kepada karyawan dan supervisor tentang proses produksi dan jenis cacat yang dapat diidentifikasi secara visual.

6. Pengolahan Data

Pada tahap ini dilakukan pengukuran terhadap nilai severity, occurance, dan detection pada proses pembuatan sebuah produk. Penentuan nilai severity, occurance, dan detection tersebut dlakukan dengan pihak supervisor PT.Intigarmindo Persada. Hal tersebut dilakukan karena pihak supervisor dipandang memiliki keahlian, pengalaman kerja dan mengenal banyak karateristik dari sebuah produk sehingga menjamin kepastian tentang keakuratan data yang diperoleh.

7. RPN (Risk Priority Number)

Setelah mengetahui nilai severity, occurance, dan detection pada proses pembuatan sebuah produk, maka diketahui nilai RPN=S x O x D yang kemudian dipilih nilai RPN yang paling besar untuk dilakukan recomanded action.

8. Solusi perbaikan proses

Setelah mengetahui alternative perbaikan proses yang telat dipilih, maka pada tahap ini dilakukan implementasi terhadap alternatif perbaikan tersebut. Dengan membandingkan antara kondisi sistem sebelum perubahan dengan sesudah perubahan, maka kita dapat melihat hasil dari implementasi tersebut.

9. Kesimpulan dan Saran

Pada tahap ini dilakukan penarikan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan, serta saran-saran untuk penelitian selanjutnya yang memiliki kaitan dengan penelitian ini, serta pihak-pihak yang berkepentingan dalam upaya peningkatan efisiensi produk secara kontinyu dan penurunan tingkat, kecacatan produk terhadap proses kegiatan produksi.

7.Pengumpulan dan Pengolahan Data

Proses Produksi

Sebelum memulai proses ini bahan kain denim yang akan diproduksi telah melalui proses seleksi pada saat pembelian dan pemilihan bahan dasar

kain, melalui pengukuran standar kualitas yang telah ditetapkan oleh pihak perusahaan. Dibawah ini adalah proses produksi celana jeans yang bermerk Lois di PT. Garmindo Persada mulai dari bahan baku hingga menjadi produk celana jeans, dilihat pada gambar dibawah.

Gambar 4.1 Proses Produksi

Hasil Produksi PT. Intigarmindo Persada

Adapun jenis pakaian yang dihasilkan yaitu celana panjang jeans, celana pendek jeans, jaket jeans, T-Shirt, dan produk lain yang terbyat dari bahan jeans. Selain itu produk jeans juga belt, sandal, sepatu, dan aksesoris fashion.

Identifikasi Proses Produksi, Jenis, dan Jumlah Kegagalan ProdukNo Fungsi Proses Deskripsi1 Cutting Potongan bahan dari gulungan kain menjadi selembar kain2 Bagian Depan

Obras Dasar Penjahitan pertama untuk membuat pola celanaPasang saku Koin Penjahitan pada saku bagian depan Pasang sleting Pembuatan resleting dengan menggunakan mesin jahit

3 Bagian BelakangMike Up Inseam Penjahitan kancing kecil bagian belakangObras Penjahitan pola pada bagian belakangPasang saku belakang Pembuatan saku pada celana bagian belakang

4 Penyatuan celana Proses pada bagian sisi luar jeans, dalam jeans dan menjahit slim kaki bagian bawah 5 Pembuatan tali pinggang Penjahitan untuk membuat tali pinggang dan ikat pinggang 6 Kill Penjahitan pola garis pada kantong belakang7 Pasang logo kulit Pemasangan label kulit produk8 Perendaman celana/washing Pewarnaan ulang kain setelah proses produksi 9 Pembuatan lubang kancing Penjahitan dalam pembuatan kancing dan pemasangan kancing celana

10 Steam Proses merapikan celana setelah mengalami proses washing dengan menyetrika celana

Tabel 4.1 Fungsi Proses Produksi

Tabel 4.2 Jenis Kegagalan Proses

Pembuatan celana

No

Proses Produksi

Produk Standar

Produk Tidak Standar

1 Cutting Potongan kain sesuai dengan sample yang telah ditentukan

Pemotongan kain tidak sesuai sample yang ditentukan

2 Bagian Depan CelanaObras Dasar

Jahitan kuat dan rapi

Jahitan pinggiran celana tidak rapi sehingga benang jahit mudah lepas

Pembuatan saku koin

Jahitannya rapid an tidak bolong

Hasil jahitannya tidak apid an bolong

Pasang Sleting

Pasangan sleting rapi

Pasangan sleting tidak rapi

3 Bagian Belakang CelanaMike Up Inseam

Jahitan kancing kecil kuat sesuai dengan sample yang sudah ada

Jahitan kancing kecil kuat tidak sesuai ukuran celana

Obras Jahitan apid an kuat

Jahitan pinggir celana tidak rapi masih banyak yang

berudulPembuatan saku celana belakang

Jahitannya rapi

Hasil jahitannya kurang rapi

4 Penyatuan celana

Jahitannya rapi

Jahitan luar, dalam, slim kaki tidak rapi

5 Pembuatan tali pinggang

Ukuran tali pinggang sesuai dengan ukuran sample

Ukurannya tidak sesuai standar ada yang besar dan kecil

6 Kill Jahitan kuat dan rapi

Jahitannya tidak rapi

7 Pasang logo kulit

Pemasangan logo kulit yang rapi

Pemasangan logo kulit yang miring tidak sesuai dengan pola yang sudah ditetapkan

8 Perendaman Celana

Warna celana bagus dan tidak luntur

Perubahan warna celana luntur setelah washing

9 Pembuatan lubang kancing

Kancing kuat dan kancing tidak mudah lepas

Salah penjahitan pada lubang kancing, sehingga kancing mudah terlepas

10

Steam Celana rapi tidak mengkerut

Celana mengkerut

Sumber Pengolahan Data 2015

Tabel 4.3 Data Jumlah Kegagalan.

PT.Intigarmindo Persada Bulan

November-Desember Tahun 2014

N Proses Jumla Jumlah

o

h Produ

k Gagal

Produksi

1 Cutting 614 unit

28.000 unit

2Bagian Depan

28.000 unit

Obras dasar 640 unit

28.000 unit

Pasang saku koin

72 unit

28.000 unit

Pasang Sleting

41 unit

28.000 unit

3Bagian Belakang

28.000 unit

Mike Up Inseam

558 unit

28.000 unit

Obras 41 unit

28.000 unit

Pasang saku belakang/yup

72 unit

28.000 unit

4Penyatuan Jeans

77 unit

28.000 unit

5Pasang tali pinggang

471 unit

28.000 unit

6Kill 222

unit28.000

unit

7Pasang Logo kulit

73 unit

28.000 unit

8

Perendaman Warna/washing

172 unit

28.000 unit

9

Pembuatan Lubang Kancing

208 unit

28.000 unit

10 Steam

818 unit

28.000 unit

Sumber Data Perusahaan 2014

Berdasarkan sumber data dari perusahaan dan perusahaan telah menetapkan 96 unit/28.000 unit dalam waktu 2 bulan perusahaan memberi batas maksimal kegagalan unit produk sebesar 96 unit/28.000 unit.

Pengolahan Data

Setelah mengetahui kegagalan pada proses produksi dibagian cutting, mike up inseam, obras dasar, pemasangan tali pinggang, kill, pembutan lubang kancing, pewarnaan, dan steam. Pada proses-proses tersebut yang merupakan proses dari pembuatan celana jeans harus

dilakukan perbaikan karena proses-proses tersebut memiliki kegagalan yang sangat besar bahkan melebihi batas maksimal yang sudah ditetapkan oleh perusahaan sebesar 96 unit / 28.000 unit per fungsi proses, proses-proses tersebut sangat diperhatikan dan harus dilakukan tahap-yahap perbaikan karena proses-proses tersebut sangat berpengaruh dan berdampak pada kualitas celana jeans.

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Failure Mode Effect and Analysis digunakan untuk mengetahui proses mana saja yang paling dominan menghasilkan kegagalan proses pembuatan celana jeans. Setelah mengetahui kegagalan produk apa saja maka tahap selanjutnya dilakukan pembuatan tabel FMEA yang berfungsi untuk memberikan pembobotan nilai severity, occurance, dan detection. Berdasarkan potensi efek kegagalan, penyebab kegagalan dan proses control menghasilkan nilai RPN (risk priority number).

Tabel 4.4 FMEA Celana Jenans

Dari tabel diatas dilihat mode kegagalan yang menyebabkan cacat dan perhitungan RPN dan penjelasannya dibawah ini:

1. Cutting yang terjadi akibat kesalahan pengukuran kain yang diakibatkan oleh kesalahan manusia yang kurang hati-hati pada saat melakukan pemotongan bahan dan juga karena faktor lingkungan kerja seperti pencahayaan yang kurang. Efek dari kegagalan pada proses cutting adalah kain tidak sesuai ukuran yeng telah

ditentukan. Berdasarkan cacat dibobot nilai:a. Nilai Severity adalah 9

berdasarkan penilaian perusahaan proses cutiing sangat berpengaruh terhadap kualitas celana jeans. Kain yang mengalami kerusakan tetap diproduksi tetapi ukuran tidak sesuai standar dari ukuran standar celana akan mengakibatkan harga jual celana lebih murah.

b. Nilai Occurance didaptkan dari hasil penjumlahan teori dan menurut data perusahaan di konversikan data produk gagal dikalikan menurut teori dan dibagi produk gagal dalam perhitungan 614 x 1000 / 28.000 = 21. Dimana nilai 21 menurut teori Gasperz 2002 masuk dalam rating 8. Dengan jumlah produk gagal 614 unit / 28.000 unit, sangat melebihi batas maksimal jumlah produk gagal yang sudah ditentukan perusahaan sebesar 96 unit / 28.000 unit.

c. Nilai Detection adalah 8 metode pencegahan yang telah dilakukan oleh perusahaan masih mengalami kegagalan produk.

d. Berdasarkan nilai severity, nilai occurance dan nilai deticetion mendapatkan nilai RPN sebesar 576, nilai RPN didapatkan dari hasil S x O x D = RPN

2. Pembuatan lubang kancing celanayang terjadi akibat kesalahan pada pembutan lubang kancing yang terlalu besar dan kecil sehingga proses penjahitan tidak rapi sesuai pola yang sudah ditetapakan. Berdasarkan hal tersebut caca pembuatan lubang kancing dibobot nilai:a. Nilai severity adalah 5

dibuktikan dari penilaian perusahaan bahwa cacat

pemasangan lubang kancing mengakibatkan proses pembuatan lubang kancing terlambat dan konsumen akan merasakan penurunan kualitas namun masih dalam batasan toleransi. Proses perbaikan akan dilakukan tetapi produk akan mengalami penurunan kualitas sehingga konsumen akan merasakan penurunan kualitas.

b. Nilai Occurance didaptkan dari hasil penjumlahan teori dan menurut data perusahaan di konversikan dalam perhitungan 208 x 1000 / 28.000 = 7. Dimana nilai 7 menurut teori Gasperz 2002 masuk dalam rating 6. Dengan jumlah kegagalan produk 208 unit / 28.000 unit, sangat melebihi batas maksimal yang sudah ditentukan perusahaan sebesar 96 unit / 28.000 unit.

c. Nilai detection adalah 6 dibuktikan dengan metode pencegahan yang telah dilakukan seperti pemberian arahan dan pengawasan terhadap para pekerja.

d. Berdasarkan nilai severity nilai occurance, dan nilai detection maka mendapatkan nilai RPN sebesar 180. Nilai RPN didapatkan dari hasil perkalian S x O x D.

3. Perendaman warna adalah cacat yang terjadi karena pencampuran zat pewarna celana jeans yang kurang. Kegagalan ini terjadi akibat takaran zat pewarna yang kekurangan atau kelebihan dan proses perendaman pada celana jeans sangat lama. Sehinga warna pada celana jeans menjadi pudar dan warna celana tidak menarik sesuai standar yang ditetapkan. Berdasarkan penejelasan tersebut cacat washing dibobot nilai:

a. Nilai severity adalah 7 dibuktikan dengan data dilapangan bahwa perusahaan telah menetapkan bagian ini cacat yang diakibatkan oleh pencampuran zat pewarna yang kekurangan dan kelebihan berpengaruh terhadap kualitas celana jeans, cacat washing berpengaruh besar dan konsumen akan merasakan penurunan kualitas.

b. Nilai occurance adalah 6 dibuktikan dengan data perusahaan dimana jumlah produk yang mengalami cacat pada washing berjumlah 172 unit dari 28.000 unit. Berdasarkan data dilapangan sering terjadi karena disebabkan oleh pencampuran zat pewarna yang berlebihan dan klekurangan sehingga warna pudar tidak mencolok dengan standar.

c. Nilai detection adalah 6 dibuktikan dengan metode pencegahan yang telah dilakukan perusahaan seperti pemberitahuan terhadap takaran zat pewarna tekstil masih mengalami cacat atau gagal pada proses washing.

d. Berdasrkan nilai severity, nilai occurance, dan nilai detection, maka mendapatkan nilai RPN sebesar 252. Nilai RPN didapatkan dari hasil perkalian S x O x D = RPN.

4. Tali Pinggang adalah kegagalan pada saat pengukuran yang mengakibatkan ukuran tali pinggang tidak sesuai standar ukuran pinggang celana. Kegagalan ini disebabkan karyawan tidak teliti pada saat melakukan pengukuran dan pada proses penjahitan yang tidak kuat dan rapi sehingga jahitan mudah lepas.a. Nilai Severity dalam proses

ini mendapatkan nilai 7 karena menurut penilaiam

perusahaan dalam pemasangan tali pinggang mengakibatkan ukuran celana pada pinggang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan/

b. Nilai Occurance adalah 7 dibuktikan dari data perusahaan dimana jumlah produk cacat pada pemasangan tali pinggang yang berjumlah 471 unit/28.000 unit.

c. Nilai Detection adalah 7 dengan metode pencegahan yang telah dilakukan oleh pihak perusahaan tingkat kegagalan produksi masih sangat tinggi jumlah 471 unit/ 28.000 unit melebihi batas toleransi perusahaan yang memberikan toleransi kegagalan berjumlah 96 unit / 28.000 unit.

d. Setelah mendapatkan nilai severity, nilai occurance dan nilai detection maka mendapatkan nilai RPN sebesar 456. Dimana nilai RPN didapatkan dari S x O x D = RPN

5. Mike Up Inseam adalah cacat yang terjadi padan bagian sisi luar, dalam dan bagian bawah. Kegagalan ini disebabkan jahitan yang tidak rapi kuat sehingga jahitan mudah lepas dan menurunnya konsistensi para pekerja terhadap penyelesaian penjahitan celana sehingga harga jual produk menurun terhadap konsumen.a. Nilai Severity adalah 6

dimana suatu kegagalan pada penjahitan sisi luar dalam dan bagian bawah celana yang tidak sesuai pola yang sudah ditentukan. Produk akan mengalami penurunan kualitas akan tetapi masih dalam toleransi.

b. Nilai Occurance adalah 7 dibuktikan dari data perusahaan dimana jumlah produk cacat masih sering terjadi. Jumlah 558 unit/

28.000 unit adalah jumlah yang sangat melebihi batas toleransi perusahaan.

c. Nilai Detection adalah 8 metode yang telah dilakukan oleh perusahaan masih mengalami kegagalan produk. Pencegahan yang dilakukan pemeriksaan pada setiap bagian celana sebelum dijahit dan pemeriksaan mesin jahit secara berkala.

d. Setelah mengetahui nilai severity, nilai occurance dan nilai detection maka mendapatkan nilai RPN sebesar 468, dimana nilai RPN didapatkan dari S x O x D = RPN.

6. Obras Dasar yang terjadi akibat jahitan yang tidak rapi dan kuat sehingga jahitan mudah lepas. Hal ini terjadi akibat pada saat penjahitan pekerja kurang teliti.a. Nilai Severity adalah 7

dibuktikan pada saat melakukan obras dasar celana jeans mengakibatkan pemasangan saku koin jadi tdak terlaksana. Hal ini mengakibatkan pengaruh buruk yang tinggi dan diluar dari batas toleransi perusahaan yang telah tetapkan.

b. Nilai Occurance adalah 8 dibuktikan dari data perusahaan jumlah produk gagal masih sering terjadi. Jumlah 640 unit/ 28.000 unit sangat melebihi batas toleransi 96 unit/ 28.000 unit yang sudah ditetapkan perusahaan.

c. Nilai Detection adalah 8 dengan metode yang telah dilakukan masih sering mengalami kegagalan produk. Pencegahan yang dilakukan seperti pengawasan dan pemeriksaan sebelum melakukan obras dasar sehingga proses kegagalan bisa berkurang.

d. Setelah mengetahui nilai severity, nilai occurance dan nilai detection makan mendapatkan nilai RPN sebesar 448. Dimana nilai RPN didapatkan dari S x O x D = RPN.

7. Kill kegagalan pada proses ini adalah kesalahan pada penjahitan yang tidak sesuai dengan standar yang sudah ditentukan. Pada proses ini kill adalah gambar atau jahitan pola pada bagian kantong celana belakang.a. Nilai Severity adalah 7

dimana pada proses ini sangat berpengaruh dalam nilai jual suatu produk.Cacat kill mengakibatkan pemasangan label kulit pada kantong bagian belakang menjadi terhambat. Proses perbaikan bisa dilakukan akan tetapi konsumen akan mengalami penuruan kualitas yang berada diluar batas toleransi.

b. Nilai Occurance adalah 6 beradasarkan dari data perusahaan dimana jumlah produk cacat pada proses pembuatan garis pola pada bagian kantong belakang masih sering terjadi dan berjumlah 222 unit/ 28.000 unit, jumlah tersebut melebihi batas toleransi sebesar 96 unit/28.000 unit.

c. Nilai Detection adalah 6, metode pencegahan dari perusahaan masih belum bisa mengalami kegagalan, pencegahan yang dilakukan pemerikasaan pola jahitan sebelum melakukan penjahitan .

d. Setelah mendapatkan nilai severity, nilai occurance dan nilai detection makan mendapatkan nilai RPN sebesar 252. Dimana nilai RPN didaptkan dari perkalian S x O x D = RPN.

8. Steam adalah proses akhir dari kegiatan produksi celana jeans. Cacat yang terjadi akibat bagian

celana mengkerut dan banyak lipatan-lipatan yang terjadi akibat mesin setrika yang bermasalah dan pada saat penumpukan barang yang sudah rapi.a. Nilai Severity adalah 6

karena akibat bagian celana mengkerut dan banyak lipatan pada saat penyatuan barang yang sudah jadi. Proses perbaikan bisa dilakukan akan tetapi konsumen akan mengalami penurunan kualitas namun masih dalam batas toleransi.

b. Nilai Occurance 6 berdasarkan dari data perusahaan dimana jumlah produk gagal berupa cacat dalam penyatuan jeans dengan jumlah 818 unit/28.000 unit. Jumlah tersebut melebihi batas toleransi yang sudah ditetapkan sebesar 96 unit/28.000 unit.

c. Nilai Detection adalah 6 metode pencegahan yang telah dilakukan masih mengalami kegagalan produk. Akan tetapi pencegahab bisa dilakukan dengan cara pemeriksaan mesin setrika secara berkala dan pada saat penyatuan celana melipat celana dengan benar.

d. Setelah mendapatkan nilai severity, nilai occurance dan nilai detection maka mendapatkan nilai RPN sebesar 216. Dimana nilai RPN didaptkan dari hasil perkalian S x O x D = RPN.

Tabel 4.5 Urutan Risk Priority Number

No

Proses Produksi

Mode Kegagalan

S O D RPN

1 Cutting Potongan kain tidak standar ukuran

9 8 8 576

2 Obras Jahitan 7 8 8 448

Dasar yang tidak kuat dan rapi

3 Pasang Tali Pinggang

Ukuran yang tidak sesuai standar ada yang kekecilan dan kebesaran

7 7 7 343

4 Mike Up Inseam

Jahitan sisi luar, dalam, dan bagian kaki tidak rapi

6 7 8 336

5

Kill

Garis pada kantong bagian belakang tidak sesuai pola

7 6 6 252

6 Washing Penurunan kualitas warna jeans (pudar)

7 6 6 252

7

Penyatuan Jeans/Steam

Bagian celana mengkerut dan banyak lipatan

6 6 6 216

8

Pembuatan lubang kancing

Lubang kebesaran dan jahitan tidak rapi

5 6 6 180

Sumber Pengolahan Data 2015

8.Kesimpulan

1. Setelah melakukan pengolahan data dan menganalisa dengan menggunakan metode FMEA pada pembuatan celana jeans maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

a. Cacat Cutting penyebabnya yaitu kesalahan dalam melakukan pengukuran

dan pengukuran tidak sesuai standar ukuran. Lalu mesin untuk memotong bahan yang tidak tajam seperti mata pisau atau gunting manual yang tumpul dengan nilai RPN 576.

b. Obras dasar penyebabnya yaitu jahitan yang tidak rapi dan kuat sehingga jahitan mudah copot dengan nilai RPN 448.

c. Pasang tali pinggang penyebabnya yaitu kesalahan dalam melakukan pengukuran pinggang yang sudah standar dalam perusahaan dengan nilai RPN 343.

d. Mike Up Inseam penyebabnya yaitu ukuran yang tidak sesuai standar sehingga ukuran pinggang kekecilan dan kebesaran dengan nilai 336.

e. Kill penyebabnya garis pada kantong bagian belakang tidak sesuai pola dengan nilai RPN 252.

f. Washing penyebabnya yaitu karena pencampuran zat pewarna celana jeans yang berlebihan dan perendaman celana jeansnya pun terlalu lama sehingga warna celana pudar tidaksesuai standar yang telah ditetapkan dengan nilai RPN 252.

g. Penyusunan jeans atau Steam penyebabnya yaitu bagian celana mengkerut danbanyaknya lipatan dengan nilai RPN 216

h. Pembuatan lubang kancing penyebabnya yaitu lubang kebesaran dan jahitan tidak rapi dengan nilai RPN 180.

2. Usulan perbaikan yang dilakukan pada proses produksi untuk penurunan jumlah kegagalan produk celana jeans di PT. Intigarmindo Persada berdasarkan nilai RPN tertinggi dibagi menjadi 8 proses yaitu : Cacat pada cutting dengan

usulan perbaikan untuk kesalahan pada saat proses pemotongan bahan dengan cara melakukan pengawasan dan pemeriksaan sebelum digunting dan membuat pola sebagai petunjuk pengguntingan bahan, pencahayaan yang kurang terang dan mengganti mata pisau atau gunting yang tumpul secara berkala.

Obras dasar dengan usulan perbaikan mengikuti pola yang sudah dibuat dan pada proses penjahitan, jahitan harus kuat dan rapi

Pasang Tali Pinggang dengan usulan melakukan pengawasan pada saat proses kerja berlangsung dan melakukan pengukuran kembali apakah sudah sesuai standar ukuran yang sudah ditetapkan.

Mike Up Inseam dengan usulan perbaikan pemeriksaan pola setiap bagian celana sebelum dijahit dan pemeriksaan mesin jahit yang bermasalah.

Kill dengan usulan melakukan pemeriksaan pola jahitan dan memastikan apakah sudah sesuai pola yang akan dijahit.

Washing dengan usulan perbaikan mealkukan pengawasan pada proses perendaman celana jeans danmemberikanpetunjuktakaranzat pewarna kepada pekerja lalu meberikan pengatur waktu diruangan washing.

Penyusunan Jeans atau Steam dengan usulan

perbaikan untuk produk celana yang sudah memenuhi standar pada saat melakukan pelipatan dan penumpukan celana harus rapi sehingga pada saat melakukan penyetrikaan tidak terlalu banyak kerutan pada celana jeans.

Pembuatan lubang kancing dengan usulan perbaikan untuk kesalahan pemasangan lubang kancing dengan cara mengetahui seberapa kancing yang akan dipasang dan pada proses penjahitan, kancing harus pas dengan lubang yang sudah dibuat dan penjahitannya harus kuat dan rapi sehingga kancing tidak mudah lepas pada saat dipasarkan dan dijatuh ketangan konsumen.

DAFTAR PUSTAKA

Ahire, S.L., Golhar, D.Y. and Waller, M.A. 1996. Development and validation of TQM implementation constructs,. Decision Sciences, Vol. 27 No. 1, pp. 23-56

Ariani, Dorothea W. Pengendalian Kualitas Statistik. Jilid 1. Yogyakarta : Penerbit ANDI.

Badan Standarisasi Nasional (BSN), 2001, Modul SNI 19-90000:2001 dan 9001:2001, Jakarta: Badan Standarisasi Nasional (BSN).

Berry, L. L., Zeithaml, V .A. and Parasuraman, A. (1985),”Quality counts in serice too”, Business Hirizons.

Chrysler. (1995). POTENTIAL FAILURE MODE AND EFFECTS ANALYSIS (FMEA). Chrysler LLC, Ford Motor Company, General Motors Corporation

Evans, James R., William M. Lindsay, 2002, The

Management and Control of Quality, 5th ed., Ohio: South-Western,

Firdaus, Rahman, dkk, 2010. “Perbaikan Proses Produksi Muffler dengan Menggunakan Metode FMEA pada Industri Kecil di Sidoarjo” Tersedia : http://journal.umsida.ac.id/files/mesin RF.pdf Sidoarjo: Penerbit Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. (diakses pada tanggal 11 Juni 2015)

Gasperz, Vincent, 2005, Total Quality Management, cetakan kedua, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum

Goetsch, D.L & Davis, S 1994 Introduction to Total Quality, Quality, Productivity, Competiviness, Englewood Cliffs, NJ, Prentice Hall International Inc

Gasperz, Vincent 1998. Statistical Proses Control - Penerapan Teknik-teknik Statistikal dalam Manajemen Total. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum.

Hackman, J.R. and Wageman, R. 1995. Total quality management: emprirical, conceptual, and practical issues. Administrative Science Quarterly, Vol. 40 No. 2, pp. 309-42

Hartono, Moh, 2012. “Meningkatkan Mutu Produk Plastik dengan Metode Taguchi” tersedia:ejournal.umm.ac.id/index.php/industry/article/view/645 Malang: Penerbit Politeknik Negeri Malang. (diakses pada tanggal 12 Juni 2015)

Juran. Joseph M. 1993. Quality Planning and Analysis. Third edition. New York: McGraw-Hill.

Juran. Joseph M. 1995. Juran on Quality By Design. Diterjemahkan oleh Bambang hartono

\perancang Mutu. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.

Najmi, M. and Kehoe, D.F. 2000. An intergrated framework for prost-ISO 9000 quality development. International Journal of Quality & Reliability Management, Vol. 17 No. 3, pp. 226-58

Parenrengi, et.al. 2011. Analisis Risiko Supply Chain Management Dalam Membangun Ketangguhan Perusahaan Dengan Menggunakan Metode Failur Mode and Effect Analysis (FMEA). Jurnal Teknik Mesin Universitas Hassanudin Vol. 5, Hal 1-12 (diakses pada tanggal 1 Juni 2015)

Powel, Thomas C. 1995. Total Quality Management As Competitive Adventage: A Review And Emprical. Strategic Management Jorunal (1986-1998): Vol. 11, No. 4

Purnomo. A.2007. Analisa Penyebab Kecacatan Produk dengan Menggunakan Metode Fault Tree Analysis dan Failure mode effect and analysis di CV Fragile Din Co, Jurusan Teknik Industri., Universitas Widyatama.

Purwanto. A.2009. Analisa Defect Report Untuk Produk Contact Series di PT.JST Indonesia. Tugas Akhir, Jurusan Teknik Industri., Universitas Mercu Buana.

Sila, S. and Ebrahimpour, M. 2002. An investigation of the total quality management survey based research published between 1989 and 2000: a literature review. International Jurnal of Quality & Reliability Management, Vol. 19 No. 7, pp. 902-70.

Sun, H. 2000. Total quality management, ISO 9000 certification, and performance improvement. International Journal of Quality & Reliability Management, Vol. 17 No. 2, pp. 168-79. (Diakses Pada Tanggal 18 Mei 2015)

Waldman, D.A. (1994), “The contribution of TQM to a theory of work performance”, Academy of Management Review, Vol. 19 No. 3

Zhang ., Waszink, A. and Wijngaard, J. 2000. An instrument for measuring TQM implementation for Chinese manufacturing companies. International Journal of Quality & Reliability Management, Vol. 17 No. 7