modul field lab semester vi edisi revisi iii kie...

44
i MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE: PEMBINAAN POSYANDU LANSIA GUNA PELAYANAN KESEHATAN LANSIA Disusun oleh : TIM FIELD LAB FK UNS FIELD LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2015

Upload: trantuyen

Post on 05-Feb-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

i

MODUL FIELD LAB SEMESTER VI

EDISI REVISI III

KIE: PEMBINAAN POSYANDU LANSIA

GUNA PELAYANAN KESEHATAN LANSIA

Disusun oleh :

TIM FIELD LAB FK UNS

FIELD LAB

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2015

Page 2: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

ii

TIM REVISI:

Ketua : Dhani Redhono H., dr., Sp.PD

Ucapan Terima Kasih Kepada:

1. Dr. Diffah Hanim, Dra., M.Si

2. Vitri Widyaningsih, dr.

3. Anik Lestari, dr., M.Kes

4. Bagus Wicaksono, Drs., M.Si

5. Sri Indratni, dr.

6. Sutrisno, dr., M. Si

7. Fitri Nur Rachmawati, dr.

8. Budi Santoso, S. Kep

9. Handayani Tri Wardani, dr.

Page 3: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur Tim Penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas tersusunnya

modul Field Lab dengan topik KIE: Pembinaan Posyandu Lansia Guna Pelayanan Kesehatan

Lansia. Topik Field Lab ini dikembangkan sebagai tuntutan kebutuhan materi pendidikan

kedokteran komunitas yang akhir-akhir muncul fenomena meningkatnya jumlah kelompok

Lansia baik yang potensial maupun yang sudah menderita berbagai penyakit. Berdasarkan hal

tersebut maka perlu bentuk modul pembelajaran yang mendukung tercapainya kompetensi

mahasiswa kedokteran dalam hal penyuluhan kesehatan komunitas khususnya pada penyakit

degeneratif pada Lansia.

Akhir kata tim revisi modul Field Lab ini menghaturkan terimakasih yang sebesar-

besarnya kepada semua pihak yang telah berkenan membantu dalam penyusunan,

penyempurnaan dan penerbitan modul ini.

Surakarta, Januari 2015

Tim Penyusun

Page 4: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN..................................................................................................... i

UCAPAN TERIMA KASIH......................................................................................... ii

KATA PENGANTAR................................................................................................... iii

DAFTAR ISI.................................................................................................................. iv

BAB I. PENDAHULUAN...................................................................................... 1

BAB II. KAJIAN TEORI......................................................................................... 4

BAB III. PENCEGAHAN PENYAKIT DEGENERATIF PADA LANSIA.......... 13

BAB IV. KAJIAN ILMIAH KESEHATAN LANSIA............................................. 14

BAB V. STRATEGI PEMBELAJARAN................................................................. 34

BAB VI. PROSEDUR KERJA................................................................................... 37

BAB VII. SKALA PENILAIAN................................................................................. 38

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 40

LAMPIRAN

Page 5: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penduduk usia lanjut (yang kemudian disingkat lansia) merupakan bagian

masyarakat yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan kita. Siapapun pasti akan

mengalami masa fase lansia tersebut. Menurut data Pusat Statistik, jumlah lansia di

Indonesia pada tahun 1980 adalah sebanyak 7,7 juta jiwa atau hanya 5,2 persen dari

seluruh jumlah penduduk. Pada tahun 1990 jumlah penduduk lanjut usia meningkat

menjadi 11,3 juta orang atau 8,9 persen. Dan data terbaru menunjukkan bahwa jumlah

lansia di Indonesia diperkirakan akan mencapai 9,77 % atau sejumlah 23,9 juta jiwa pada

tahun 2010 dan meningkat lagi secara signifikan sebesar 11,4 % atau sebanyak 28,8 juta

jiwa pada tahun 2020. Hal ini berkorelasi positif dengan peningkatan kesejahteraan yang

dialami oleh masyarakat Indonesia khususnya di bidang kesehatan yang ditunjukkan

dengan semakin tingginya angka harapan hidup masyarakat Indonesia. Pada tahun 1980,

angka harapan hidup masyarakat Indonesia hanya sebesar 52,2 tahun. Sepuluh tahun

kemudian meningkat menjadi 59,8 tahun pada tahun 1990 dan satu dasa warsa berikutnya

naik lagi menjadi 64,5 tahun. Diperkirakan pada tahun 2010 usia harapan hidup penduduk

Indonesia akan mencapai 67,4 tahun. Bahkan pada tahun 2020 diperkirakan akan mencapai

71,1 tahun. Dengan data – data tersebut, maka diperkirakan 10 tahun ke depan struktur

penduduk Indonesia akan berada pada struktur usia tua.

Isu sentral masalah kependudukan yaitu masih rendahnya kualitas sumberdaya

manusia usia lanjut (LANSIA) yang dipengaruhi langsung oleh beberapa faktor, antara lain

konsumsi makanan dan gizi, tingkat kesehatan, tingkat pendidikan serta pengakuan

masyarakat bahwa mereka masih mempunyai kemampuan kerja dan pendapatan dari

pensiunan yang masih rendah. Konsumsi makanan dan gizi kurang (malnutrisi) masih

dialami oleh beberapa Lansia di Indonesia yang tersebar pada beberapa desa dan daerah

pinggiran kota. Kondisi yang demikian mengakibatkan masih rendahnya derajat

kesehatan masyarakat Lansia.

Pertambahan penduduk di Jawa Tengah telah berhasil diturunkan dari 1,47 % pada

tahun 1990 menjadi 0,91 % tahun 1995. Namun secara absolut pertumbuhan penduduk

tersebut masih relatif tinggi yaitu sebesar 196.758 jiwa per tahun. Dampak lebih jauh dari

permasalahan kependudukan adalah bertambahnya penduduk berusia lanjut dengan kriteria

:

Page 6: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

2

rendahnya kualitas kesehatan Lansia yang disebabkan oleh rendahnya pendapatan,

disamping pendapatan itu sendiri belum merata diterima setiap Lansia.

adanya tuntutan persediaan pangan disesuaikan dengan tingkat kebutuhan kalori yang

makin berkualitas bagi Lansia.

Permasalahan penduduk Lansia perlu ditangani dengan strategi antara lain melalui

pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi bersama-sama dengan peningkatan prasarana dan

pelayanan kesehatan yang di pusatkan pada Posyandu. Strategi peningkatan kesehatan

Lansia ini ditempuh melalui penurunan angka kesakitan dan jumlah jenis keluhan Lansia.

Penurunan Angka Kesakitan Lansia (AKL) tidak hanya merupakan tanggung jawab sektor

kesehatan tetapi merupakan tanggung jawab semua sektor terkait.

Agar program penurunan AKL dapat dicapai secara efektif dan efisien perlu

didukung adanya data. POSYANDU LANSIA merupakan sarana pelayanan kesehatan

dasar untuk meningkatkan kesehatan para Lansia. Gerakan Sadar Pangan dan Gizi

(GSPG) juga merupakan wadah lintas sektoral untuk melaksanakan keterpaduan unsur

terkait dalam rangka mendukung kesehatan para Lansia.

Berbagai kemitraan antara Pemda Kabupaten sebagai pelaksana pembangunan

daerah dengan pihak swasta maupun universitas telah ikut berpartisipasi secara aktif dan

bekerja sama dalam gerakan sadar pangan dan gizi yang di khususkan bagi Lansia. Cita-

cita pembangunan untuk Lansia supaya tetap sehat, aktif dan produktif dapat terwujud di

setiap wilayah baik desa maupun kota. Untuk itu perlu keterlibatan mahasiswa FK dalam

upaya menyusun strategi pemberdayaan kaum Lansia khususnya pada tingkat pelayanan

kesehatan dasar berbasis masyarakat. Oleh karena itu modul ini dimaksudkan untuk

mengantarkan mahasiswa di lapangan khususnya di Posyandu Lansia agar gambaran

pemberdayaan kaum Lansia yang tepat guna menjamin kelangsungan hidup sehat, aktif

dan produktif di masyarakat dapat terpenuhi.

B. Tujuan Pembelajaran

Setelah melakukan kegiatan laboratorium lapangan diharapkan mahasiswa dapat

memiliki kemampuan:

a. Mampu memahami peran dan fungsi posyandu lansia.

b. Mampu menjelaskan cara pengisian dan penggunaan KMS lansia.

c. Mampu menjelaskan kelainan-kelainan yang sering terjadi pada lansia beserta

pencegahan dan pengobatannya.

d. Memahami tatalaksana Diet Lansia dan pola hidup sehat Lansia.

Page 7: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

3

e. Melakukan penyuluhan kesehatan komunitas tentang manfaat Posyandu Lansia

dalam meningkatkan kesehatan Lansia.

f. Melakukan pengumpulan dan analisis data tentang program posyandu, prevalensi

penyakit yang diderita lansia, serta upaya kuratif dan rehabilitatif.

g. Melakukan penilaian status depresi lansia dengan menggunakan GDS (Geriatric

Depression Scale) dan MMSE (Mini Mental State Examination).

h. Mampu melakukan pengamatan dan penilaian pada posyandu lansia setempat

dengan standar program posyandu lansia.

Page 8: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

4

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Etiologi

Proses menua (aging) adalah suatu keadaan alami selalu berjalan dengan disertai

adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi. Hal

tersebut berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa

secara khusus pada lansia.

Masalah kesehatan jiwa lansia adalah salah satu problem kesehatan yang sangat

penting pada penatalaksanaan seorang geriatri dan psikogeriatri, yang merupakan bagian

dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi

aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6).

Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah kesehatan pada

lansia yang menyangkut aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta

psikososial yang menyertai kehidupan lansia. Sementara Psikogeriatri adalah cabang ilmu

kedokteran jiwa yang mempelajari masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut

aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai

kehidupan lansia.

Istilah Golongan usia lanjut (Lansia) diperuntukkan bagi mereka yang telah berusia

60 tahun atau lebih. Sedangkan geriatri adalah orang usia lanjut yang disertai dengan

pelbagai penyakit kronik. Biasanya pada golongan ini disertai dengan pelbagai masalah

psikososial. Dengan demikian tidak semua orang usia lanjut bisa digolongkan sebagai

pasien geriatri. Ciri Pasien geriatri adalah :

Memiliki tiga atau lebih penyakit kronis

Gejala penyakit yang tidak khas

Menurunnya beberapa fungsi organ tubuh.

Tingkat kemandiriannya berkurang.

Sering disertai adanya masalah nutrisi.

Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu:

Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia.

Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif.

Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila : a) Ketergantungan pada

orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain), b) Mengisolasi diri atau

Page 9: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

5

menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya

setelah menajalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah

kematian pasangan hidup dan lain-lain.

Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga

membawa lansia kearah kerusakan/kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif

terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif,

apatis dsb. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang

paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat

terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.

Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia, yang

hendaknya disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka

dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat

mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut :

Penurunan Kondisi Fisik

Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual

Perubahan Aspek Psikososial

Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan

Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

Penurunan Kondisi Fisik

Pada saat seseorang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya

kondisi fisik yang bersifat patologis ganda (multiple pathology), misalnya tenaga

berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh,

dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia banyak

mengalami penurunan fungsi organ. Hal ini dapat menimbulkan gangguan atau kelainan

fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan

selalu bergantung kepada orang lain. Agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat,

maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun

sosial. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya

keseimbangan makan, tidur, istirahat dan bekerja.

Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual

Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan

berbagai gangguan fisik seperti :

Page 10: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

6

Gangguan jantung

Gangguan metabolisme, misal diabetes millitus

Vaginitis

Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi

Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat

kurang

Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer

Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya

misalnya cemas, depresi, pikun dsb.

Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :

Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia

Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh

tradisi dan budaya

Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya

Pasangan hidup telah meninggal

Perubahan Aspek Psikososial

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan

fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,

pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku

lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal

yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang

berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan. Dengan adanya penurunan kedua fungsi

tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan

keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5

tipe kepribadian lansia sebagai berikut:

Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak

banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.

Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada

kecenderungan mengalami post power syndrome, apalagi jika pada masa lansia

tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.

Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya

sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu

harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup

Page 11: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

7

meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika

tidak segera bangkit dari kedukaannya.

Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah

memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan

yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan

kondisi ekonominya menjadi morat-marit.

Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya

terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung

membuat susah dirinya.

Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan

Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal

pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun

dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai

kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi

setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari tipe kepribadiannya seperti

yang telah diuraikan.

Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah lansia?

Jawabannya sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi masa

pensiun. Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa

senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun

(pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya mempunyai dampak bagi masing-

masing individu, baik positif maupun negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri

lansia dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun

lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiunyang benar-benar diisi

dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk

masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh. Persiapan tersebut dilakukan secara

berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-masing orang yang akan pensiun. Jika

perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan

yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa

lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-

masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak

jenis dan macamnya. Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat

hasilnya sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang

Page 12: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

8

selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam

menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka

menjadi tidak berguna, menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.

Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan

sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.

Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur

dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah

dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih

sanggupagar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan

semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terus muncul

perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang

tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga

perilakunya seperti anak kecil.

Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang

memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung

karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya

ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi

mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau

punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi

hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar. Disinilah pentingnya adanya

Panti Werdha sebagai tempat untuk pemeliharaan dan perawatan bagi lansia disamping

sebagai long stay rehabilitation yang tetap memelihara kehidupan bermasyarakat. Disisi

lain perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa hidup dan kehidupan dalam

lingkungan sosial Panti Werdha adalah lebih baik dari pada hidup sendirian dalam

masyarakat sebagai seorang lain.

Studi epidemiologi kondisi dan keluhan rematik di pedesaan dan kota menunjukkan

bahwa di desa Kematren (Ambarawa) terdapat 27 % menderita rematik dan di kota

Semarang sebanyak 24.8 %. Organ yang nyeri umumnya pada pinggang dan lutut. Semua

keluhan rematik meningkat dengan bertambahnya umur. Penyakit degeneratif sendi

(osteoartritis) merupakan jenis rematik yang paling sering diderita Lansia di RSU Cipto

Mangunkusumo (Jakarta), Karyadi (Semarang), Sutomo (Surabaya) dan Moewardi

Page 13: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

9

(Surakarta). Hubungan rematik dengan gizi lain terlihat pada korelasi positif dengan

obesitas, konsumsi lemak dan garam yang berlebihan (Darmojo, 1994).

Karakteristik Lansia merupakan data yang diperoleh melalui wawancara, yang

meliputi keterangan sosio-ekonomi dan pendidikan Lansia pada saat mahasiswa

melakukan Field Lab. Tingkat pendapatan Lansia merupakan pendapatan keluarga dimana

Lansia/responden bertempat tinggal. Jika mempunyai pendapatan dari pensiunan, maka

siapa saja yang memanfaatkan uang pensiunan tersebut kemudian dikurangi untuk hal

tersebut, baru dihitung sebagai pendapatan Lansia.

Status gizi Lansia merupakan hasil pengukuran antropometri:

berat badan (kg)

tinggi badan kuadrat (m)

Ada lima kategori status gizi lansia, yaitu:

- Buruk

- Kurang

- Cukup

- Baik

- lebih

Status kesehatan lansia merupakan hasil pemantauan medical record lansia yang

ada pada buku kesehatan lansia di Posyandu.

Susunan menu makanan Lansia merupakan susunan hidangan yang terdiri dari

olahan berbagai macam resep masakan yang dipadukan dan disajikan dalam waktu

tertentu. Menu dapat terdiri dari dua macam hidangan atau lebih misalnya makanan

selingan beserta minumannya, makanan lengkap (pagi, siang, malam), ataupun sebagai

hidangan makanan sehari-hari secara keseluruhan (Depkes, 1992). Pola konsumsi pangan

Lansia merupakan kebiasaan tentang makan dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh ibu

Lansia sebagai refleksi dari keadaan lingkungan sosial dan budaya setempat.

Materi penyuluhan Pembinaan Posyandu Lansia sampai saat ini masih sedikit

apalagi sekarang pembinaan harus bervariasi dan dapat menjawab masalah yang dihadapi

khalayak sasaran, serta masyarakat mampu menerapkan informasi yang diterima. Hal ini

ada kaitannya dengan yang diungkapkan oleh Burger tentang mitos pemusatan. Mitos

pemusatan adalah kecenderungan untuk merencanakan segala sesuatu dari atas karena

menganggap orang atas adalah orang terdidik, dan karena pendidikannya dapat lebih tepat

menilai kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi. Akibatnya paket penyuluhan

Pembinaan Posyandu Lansia menjadi sesuatu yang asing bagi masyarakat. Masyarakat

Page 14: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

10

lalu enggan menerapkan inovasi-inovasi penyuluhan karena tidak sesuai dengan kebutuhan

mereka (Hanim, 2004).

Penanganan lansia bisa dibedakan menjadi institusional dan non institusional yang

terdiri atas home care dan community care. Pada tataran institusional peran pemerintah

daerah sangat penting khususnya pada pembuatan peraturan daerah dan kebijakan lain

yang mendukung peningkatan kesejahteraan lansia.

Salah satu propinsi yang sangat tanggap terhadap kesejahteraan lansia adalah

propinsi Jawa Timur yang sudah membuat Perda No. 5 Tahun 2007 tentang Kesejahteraan

Lanjut Usia. Perda ini kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan sosialisasi ke berbagai

kabupaten/ kota di Jawa Timur. Selain itu, dilakukan pendukungan anggaran dengan

beberapa kegiatan antara lain dengan pertama melakukan uji petik home care yakni

pelayanan lansia dalam keluarga sendiri. Kedua, jaminan sosial Lansia berupa bantuan

tunai bagi Lansia yang tidak produktif dan terlantar. Ketiga, pendampingan Lansia.

Keempat, sosialisasi Perda. Kelima, membentuk puskesmas santun Lansia yakni dengan

memberikan kemudahan bagi pasien Lansia. Salah satu peran pentiung lain adalah

penyediaan fasilitasi umum yang ramah lansia, misalnya dengan tangga yang lump sum

sehingga memudahkan lansia yang dengan bantuan tongkat atau kursi roda untuk berjalan,

pegangan pada setiap sisi atau sudut tembok, trotoar khusus dan sebagainya. Dukungan

pemerintah daerah semacam ini akan memberikan angin segar bagi penanganan lansia

khususnya yang terlantar.

Peran masyarakat dalam penanganan lansia saat ini sangat penting, terlebih karena

struktur usia yang menua, menyebabkan jumlah lansia yang tinggal dalam suatu komunitas

meningkat dengan cepat, mencapai hampir 11%. Peran masyarakat yang terpenting adalah

dalam pelayanan dan pendampingan terhadap lansia baik yang produktif maupun non

produktif khususnya yang tinggal di luar panti.

Namun saat ini, dengan semakin tumbuhnya kesadaran masyarakat akan perlunya

memberikan perhatian bagi lansia yang terlantar, banyak kelompok–kelompok atau

yayasan–yayasan tertentu yang mengkhususkan diri untuk bergerak memberikan

penyantunan bagi lansia yang terlantar. Salah satunya adalah dengan mendirikan panti –

panti penyantun lansia. Banyak panti yang memang bersifat sosial dan nir laba, hanya

dengan mengandalkan harapan pada donatur, namun tidak sedikit pula panti yang lebih

mirip dengan penitipan lansia dengan fasilitas yang sangat ideal.

Page 15: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

11

Kebutuhan Hidup Minimal Penduduk Lanjut Usia

Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia akan membawa dampak terhadap sosial

ekonomi baik dalam keluarga, masyarakat maupun dalam pemerintah. Implikasi ekonomis

yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan dalam ratio

ketergantungan usia lanjut (old age ratio dependency). Setiap penduduk usia produktif

akan menanggung semakin banyak penduduk usia lanjut. Lansia dibedakan menjadi

menjadi Pra Lansia (usia 45 – 59 th) , Lansia/eldery (60 – 69 tahun) , Lansia/Old (70 - 79

tahun), Lansia/very old (80 – 90 tahun). Pada masa Pra lansia, secara fisik mereka masih

aktif melakukan pekerjaan, namun dari waktu ke waktu kondisi fisik dan psikisnya mulai

menurun. Sedangkan pada masa eldery mereka sudah mulai memasuki masa pensiun dan

secara psikis mulai merasakan kesepian karena semakin berkurangnya kegiatan – kegiatan

yang bisa dia lakukan. Masa ini sangat berpengaruh terhadap harapan hidup yang dimiliki

LANSIA

LANSIA TDK

POTENSIAL

LANSIA

POTENSIAL

Penguatan

Usaha

Ekonomi

Produktif

Pelayanan

Kesehatan

P

E M

E

R I

N

T A

H

Pelibatan

dalam

masyarakat

Posyandu

Lansia

M

A

S

Y

A

R

A

K

A

T

Di

dala

m

Panti

Di

luar

Panti

Jaminan

Kebutuh

an dasar

Jamina

n

Kesehat

an

P

E

M

E

R

I

N

T

A

H

Jami

nan

sosial

Jaminan

Kesehata

n

Pelayan

an &

pendam

pingan

Masyarak

at

Keluarga

Page 16: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

12

oleh seorang lansia. Namun pada masa eldery ini seorang lansia masih bisa secara mandiri

melakukan kegiatan – kegiatan sehari – harinya. Sedangkan pada masa old dan very old,

seorang lansia akan menjadi sangat tergantung pada orang lain khususnya keluarga intinya.

Secara lebih detail, kebutuhan lansia terbagi atas :

1. Kebutuhan fisik meliputi sandang, pangan, papan, kesehatan.

2. Kebutuhan psikis yaitu kebutuhan untuk dihargai, dihormati dan mendapatkan

perhatian lebih dari sekelilingnya.

3. Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk berinteraksi dengan masyarakat sekitar.

4. Kebutuhan ekonomi, secara ekonomi, meskipun tidak potensial lansia juga

mempunyai kebutuhan secara ekonomi sehingga harus terdapat beberapa sumber

pendanaan dati luar, sementara untuk lansia yang potensial membutuhkan adanya

tambahan ketrampilan, UEP (Usaha Ekonomi Produktif), bantuan modal dan

penguatan kelembagaan.

5. Kebutuhan spiritual

Selain itu, lansia mempunyai sifat psikis yang sangat khas yang memberikan

pengaruh terhadap perlakuan atau pelayanan seperti apa yang seharusnya diberikan kepada

lansia. Sifat psikis tersebut adalah :

a. Tipe kepribadian Konstruktif, pada tipe ini tidak banyak mengalami gejolak,

tenang dan mantap sampai sangat tua.

b. Tipe Kepribadian Mandiri , pada tipe ini ada kecenderungan mengalami

postpower syndrome, apabila pada masa lanjut usia tidak diisi dengan kegiatan

yang memberikan otonomi pada dirinya.

c. Tipe Kepribadian Tergantung , pada tipe ini sangat dipengaruhi kehidupan

keluarga . Apabila kehidupan keluarga harmonis maka pada masa lanjut usia

tidak akan timbul gejolak. Akan tetapi jika pasangan hidup meninggal maka

pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana apalagi jika terus terbawa

arus kedukaan.

d. Tipe Kepribadian Bermusuhan, pada tipe ini setelah memasuki masa lanjut usia

tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya. Banyak keinginan yang kadang-

kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi

ekonomi rusak.

e. Tipe Kepribadian Kritik Diri, tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena

perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah

dirinya.

Page 17: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

13

BAB III

PENCEGAHAN PENYAKIT DEGENERATIF PADA LANSIA

Pemahaman terhadap jenis kondisi psikis Lansia akan membantu menentukan

bagaimana pelayanan yang dilakukan baik oleh keluarga, masyarakat, maupun panti.

Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa dengan semakin lanjutnya usia maka

mengalami berbagai penurunan baik secara fisik maupun psikis, mulai dari semakin

lemahnya badan, semakin berkurangnya fungsi – fungsi panca indera. Secara psikis dengan

semkin lanjutnya usia maka sifat kekanakan dan ingin diperhatikan juga mulai muncul

sehingga apabila tidak dilayani dengan sabar dan telaten, maka akan sering menimbulkan

konflik antara lansia dengan sekelilingnya, baik dari masyarakat dan keluarga. Sehingga

menjadi hal yang sangat penting untuk mengetahui bagaimana keinginan dan harapan yang

ingin diperoleh lansia.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sri Gati Setiti ( 2006 ) terhadap lansia di

lima wilayah di Indonesia, menunjukkan beberapa harapan yang ingin diperoleh lansia

antara lain :

1. Harapan Lansia terhadap Kerabat/keluarganya, pelayanan terhadap lansia harus

dilakukan dengan ikhlas dan wajar. Kerabat mau mendengarkan dan menerima

keinginan lansia dan menyikapinya dengan baik, bila terdapat perbedaan maka

harus menyikapinya dengan cara yang tidak menyinggung perasaan.

2. Harapan Lansia terhadap masyarakat, lansia tetap menjadi bagian dari masyarakat

dan dilibatkan dalam setiap kegiatan termasuk memberikan pengalaman serta ilmu

yang dimilikinya. Perasaan dihargai menjadi hal yang sangat penting untuk

menjaga kondisi psikis seorang lansia

3. Harapan Lansia terhadap pemerintah, agar mengembangkan program ekonomi bagi

lanjut usia potensial, memberi jaminan hidup bagi lansia tidak potensial yang

berasal dari keluarga tidak mampu, jaminan kesehatan bagi lansia yang murah /

gratis. Menyediakan fasilitasi umum bagi lansia, membentuk wadah untuk

bersosialisasi bagi lansia misalnya dengan Posyandu Lansia, menyediakan panti –

panti yang layak bagi lansia yang terlantar.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa lansia masih mempunyai harapan yang

sangat besar untuk aktualisasi diri.

Page 18: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

14

MASALAH KESEHATAN

LANSIA (Diagnosis Penyakit

Degeneratif)

DATA (Internet)

DATA (Buku)

DATA Hasil Lab

Bukti

KEPUTUSAN MEDIS

DOKT

ER

BAB IV

KAJIAN ILMIAH ’KESEHATAN LANSIA’

Konsep Map

A. Permasalahan Kesehatan Lansia

Permasalahan yang sering timbul pada usia lanjut. Salah satunya adalah depresi yang

merupakan perasaan terasing (ter-isolasi atau kesepian) adalah perasaan tersisihkan,

terpencil dari orang lain, karena merasa berbeda dengan orang lain. Yang dapat disebabkan

karena:

1. Tersisih dari kelompoknya,

2. Tidak diperhatikan oleh orang-orang disekitarnya,

3. Terisolasi dari lingkungan,

4.Tidak ada seseorang tempat berbagi rasa dan pengalaman,

5. Seseorang harus sendiri tanpa ada pilihan.

Hal-hal tersebut menimbulkan perasaan tidak berdayaan, kurang percaya diri,

ketergantungan, keterlantaran terutama bagi lansia miskin, post power syndrome, perasaan

tersiksa, perasaan kehilangan, mati rasa dan sebagainya. Seseorang yang menyatakan

dirinya kesepian cenderung menilai dirinya sebagai orang yang tidak berharga, tidak

diperhatikan dan tidak dicintai (Rasa kesepian akan semakin dirasakan oleh lansia yang

sebelumnya adalah seseorang yang aktif dalam berbagai kegiatan yang menghadirkan atau

berhubungan dengan orang banyak. Hilangnya perhatian dan dukungan dari lingkungan

sosial yang terkait dengan hilangnya kedudukan atau perannya dapat menimbulkan konflik

atau keguncangan. Masalah ini terkait dengan sikap masyarakat sebagai orang Timur yang

menghormati lansia sebagai sesepuh sehingga kurang bisa menerima bila seorang lansia

Page 19: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

15

masih aktif dalam berbagai kegiatan produktif), lebih jauh dinyatakan bahwa penyebab

menurunnya kontak sosial pada lanjut usia:

1. Ditinggalkan oleh semua anaknya karena masing-masing sudah membentuk

keluarga dan tinggal di rumah atau kota yang terpisah.

2. Berhenti dari pekerjaan (pensiun sehingga kontak dengan teman sekerja terputus

atau berkurang).

3. Mundurnya dari berbagai kegiatan (akibatnya jarang bertemu dengan banyak

orang).

4. Kurang dilibatkannya lanjut usia dalam berbagai kegiatan.

5. Ditinggalkan oleh orang yang dicintai: pasangan hidup, anak, saudara, sahabat, dll.

Kesepian akan sangat dirasakan oleh lanjut usia yang hidup sendirian, tanpa anak,

kondisi kesehatannya rendah, tingkat pendidikannya rendah, introvert, rasa percaya diri

rendah, kondisi sosial ekonomi sebagai akibat pensiun menimbulkan perasaan kehilangan

prestise, hubungan sosial, kewibawaan dsb. Jika lebih parah dapat berlanjut menjadi

depresi.

Penelitian sosiologis pada tahun 2002 yang mengungkapkan bahwa sebagian besar

lansia mengaku merasa minder dan tidak pantas lagi untuk aktif di masyarakat. Dalam hal

ini, sebagai anggota masyarakat lansia telah bertingkah laku sesuai dengan tuntutan dan

opini masyarakat yang mengalinasi mereka, walaupun konsekuensinya merasa kesepian

dan depresi.

Depresi adalah suatu bentuk gangguan emosi yang menunjukkan perasaan tertekan,

sedih, tidak bahagia, tidak berharga, tidak berarti, serta tidak mempunyai semangat dan

pesimis menghadapi masa depan. Depresi adalah salah satu bentuk gangguan kejiwaan

pada alam perasaan (afektif, mood) yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, ketiadaan

gairah hidup, perasaan tidak berguna dan putus asa. Untuk menduga seseorang depresi

adalah menanyakan “adakah perubahan perasaan, perubahan tingkahlaku dan keluhan yang

bersifat fisik ? Misalnya adakah: perasaan sedih atau putus harapan; pesimis; tingkat

aktivitas rendah; kesulitan yang bersifat motivasi; kesulitan dalam berhubungan dengan

orang lain; tidak puas dalam berhubungan dengan orang lain; kecemasan sosial; tidak

terlibat dalam keluarga atau teman ; seperti biasanya; kesepian; merasa berdosa;

kehilangan kontrol – kemampuan kontrol rendah; kelelahan fisik; gangguan tidur;

gangguan nafsu makan; gangguan konsentrasi, gangguan membuat keputusan; keluhan

fisik lainnya seperti: insomnia, kehilangan nafsu makan, masalah pencernaan, dan sakit

kepala.

Page 20: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

16

Depresi merupakan kondisi yang mudah membuat lanjut usia putus asa, kenyataan

yang menyedihkan karena kehidupan kelihatan suram dan diliputi banyak tantangan.

Lansia dengan depresi biasanya lebih menunjukkan keluhan fisik daripada keluhan emosi.

Keluhan fisik sebagai akibat depresi kurang mudah untuk dikenali, yang sering

menyebabkan keterlambatan dalam penanganannya. Sepertiga (33%) dari para janda/duda

akan mengalami depresi pada bulan pertama sepeninggal pasangannya, dan separo dari

mereka tetap depresi sesudah satu tahun. Janda/duda memiliki tingkat depresi yang lebih

tinggi daripada mereka yang masih berpasangan.

Banyak ahli dan peneliti yang menyatakan bahwa orang yang menderita kesepian

lebih sering mendatangi layanan gawat darurat 60% lebih banyak bila dibandingkan

dengan mereka yang tidak menderitanya, dua kali lebih banyak membutuhkan perawatan

di rumah, resiko terserang influensa sebanyak dua kali, berisiko empat kali mengalami

serangan jantung dan mengalami kematian akibat serangan jantung tersebut, juga

berisiko meningkatkan mortalitas dan kejadian stroke dibanding yang tidak kesepian.

Kriteria penilaian yang digunakan dalam menilai status depresi lansia adalah GDS

(Geriatric Depression Scale) dan MMSE (Mini Mental State Examination). Bila hasil skor

lebih dari 5 dinyatakan depresi.

Tabel 1 Depression Scale dalam menilai depresi

Page 21: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

17

Tabel 2. Penilaian MMSE (Mini Mental State Examination)

DAFTAR PERTANYAAN PENILAIAN

1. Tanggal berapakah hari ini?

(bulan, tahun)

0 – 2 kesalahan = baik

3 – 4 kesalahan = gangguan

intelek ringan

5 – 7 kesalahan = gangguan

intelek sedang

8 – 10 kesalahan = gangguan

intelek berat

Bila penderita tak pernah

sekolah , nilai kesalahan

diperbolehkan + 1 dari nilai di

atas

Bila penderita sekolah lebih

dari SMA, kesalahan yang

diperbolehkan – 1 dari atas

2. Hari apakah hari ini?

3. Apakah nama tempat ini?

4. Berapa nomor telepon

Bapak/Ibu? (bila tidak ada

telepon, dijalan apakah rumah

Bapak/Ibu?)

5. Berapa umur Bapak/Ibu?

6. Kapan Bapak/Ibu lahir? (tanggal,

bulan, tahun)

7. Siapakah nama Gubernur kita?

(Walikota/lurah/camat)

8. Siapakah nama gubernur sebelum

ini? (Walikota/lurah/camat)

9. Siapakah nama gadis Ibu anda?

10. Hitung mundur 3-3, mulai dari

20!

Dari: Folstein and Folstein, 1990

Post power syndrome adalah gejala yang terjadi dimana ‘penderita’ hidup dalam

bayang-bayang kebesaran masa lalunya (entah jabatannya atau karirnya, kecerdasannya,

kepemimpinannya atau hal yang lain), dan seakan-akan tidak bisa memandang realita yang

ada saat ini. Dalam mailing list konseling, sebetulnya, secara umum syndrome ini bisa

sebagai masa krisis perkembangan. Gejala post power syndrome khususnya adalah krisis

yang menyangkut satu jabatan atau kekuasaan, terutama akan terjadi pada orang yang

mendasarkan harga dirinya pada kekuasaan.

Post-power syndrome hampir selalu dialami terutama orang yang sudah lanjut usia

dan pensiun dari pekerjaannya. Hanya saja banyak orang yang berhasil melalui fase ini

dengan cepat dan dapat menerima kenyataan dengan hati yang lapang. Tetapi pada kasus-

kasus tertentu, dimana seseorang tidak mampu menerima kenyataan yang ada, ditambah

dengan tuntutan hidup yang terus mendesak, dan dirinya adalah satu-satunya penopang

hidup keluarga, resiko terjadinya post-power syndrome yang berat semakin besar.

Permasalahan lain adalah ada beberapa penyakit yang sering muncul pada usia

lanjut, yang disebut Geriatric Giant, yang terdiri dari:

1. Imobilisasi

2. Instabilitas dan jatuh

3. Inkontinensia urin dan alvi

Page 22: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

18

4. Gangguan Intelektual (demensia)

5. Infeksi

6. Gangguan penglihatan & pendengaran

7. Impaksi (konstipasi)

8. Isolasi (depresi)

9. Inanisi (malnutrisi)

10. Impecunity (kemiskinan)

11. Latrogenesis (sering karena terlalu banyak obat)

12. Insomnia

13. Defisiensi imunitas

14. Impotensi

B. Perkembangan Penduduk Lansia dan Penyakit Degeneratif

Jumlah penduduk lanjut usia (usia 60 tahun keatas) di Indonesia terus menerus

meningkat. Pada tahun 1970 jumlah penduduk yang mencapai umur 60 tahun ke atas

(lansia) berjumlah sekitar 5,31 juta orang atau 4,48% dari total penduduk Indonesia. Pada

tahun 1990 jumlah tersebut meningkat hampir dua kali lipat yaitu menjadi 9,9 juta jiwa.

Pada tahun 2020 jumlah lansia diperkirakan meningkat sekitar tiga kali lipat dari jumlah

lansia pada tahun 1990. Kantor Menteri Kependudukan/BKKBN, 1999 menyatakan bahwa

pada tahun 1995 beberapa propinsi di Indonesia proporsi lansianya jauh berada diatas

patokan penduduk berstruktur tua (yakni 7 %), yaitu antara lain : Daerah Istimewa

Yogyakarta (12,5%), Jawa Timur (9,46%), Bali (8,93%), Jawa Tengah (8,8%) dan

Sumatera Barat (7,98%). Data statistik menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia

Indonesia pada awal abad ke 21 ini diperkirakan adalah sekitar 15 juta orang dan pada

tahun 2020 jumlah lanjut usia tersebut akan meningkat sekitar 30 - 40 juta orang.

Lansia rentan memiliki penyakit-penyakit degeneratif karena penurunan fungsi

tubuh. Penyakit-penyakit tersebut antara lain:

1. Diabetes Mellitus

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang tidak asing lagi di

dunia. DM adalah penyakit metabolik dengan karakteristik terjadinya hiperglikemia akibat

kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (Prince and Wilson, 2006).

Secara umum, ada dua tipe DM, yaitu DM tipe 1, merupakan penyakit autoimun yang

dipengaruhi oleh faktor genetik yang seringkali terjadi pada anak-anak, dan DM tipe 2,

biasanya timbul pada penderita dengan usia di atas 40 tahun akibat resistensi insulin

Page 23: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

19

(Prince and Wilson, 2006; Guyton and Hall, 2008). Dari kedua tipe DM tersebut, DM tipe

2 adalah jenis DM yang paling banyak diderita oleh masyarakat saat ini (Barret et al.,

2010; Barbora et al., 2012).

Populasi penderita DM tipe 2 di dunia semakin hari semakin bertambah, terutama

di negara maju (Mohan et al., 2007). Bahkan, prevalensi penderita DM tipe 2 di tahun

2010 mencapai 285.000.000 jiwa di seluruh dunia (Anderson et al., 2011; Power et al.,

2012). Menurut World HealthOrganization (2008), penderita DM tipe 2 di Indonesia

diperkirakan akan mengalami peningkatan dari 8,4 juta jiwa pada tahun 2000, menjadi

21,3 juta jiwa pada tahun 2030. Peningkatan ini seiring dengan peningkatan faktor risiko

yaitu obesitas, kurang aktivitas fisik, merokok, dan hiperkolesterol (Barret et al., 2010).

Perkembangan DM tipe 2 diawali dengan gangguan sekresi insulin pada sel β

pankreas fase pertama akibat kegagalan dalam mengkompensasi resistensi insulin. Apabila

kondisi tersebut tidak segera ditangani dengan baik, pada perkembangan selanjutnya (DM

tipe 2 kronis) akan terjadi kerusakan sel-sel β pankreas secara progresif yang akan

menyebabkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen.

Padahal, kebanyakan penderita DM tipe 2 baru terdiagnosis setelah munculnya manifestasi

klinis yang mengindikasikan bahwa DM tipe 2 yang diderita sudah kronis (Masharani and

German, 2011).

Oleh karena DM tipe 2 bersifat kronis dan progresif, maka seringkali menimbulkan

komplikasi pada berbagai organ sehingga penatalaksanaannya pun tidaklah mudah.

Penatalaksanaan DM tipe 2 yang ada saat ini adalah berupa perubahan gaya hidup dan

intervensi farmakologis yang memerlukan tingkat kepatuhan tinggi (Anderson et al., 2011;

Power et al., 2012).

2. Hipertensi

Usia lanjut membawa konsekuensi meningkatnya morbiditas dan mortalitas

berbagai penyakit kardiovaskular. TDS (tekanan darah sistolik) meningkat sesuai dengan

peningkatan usia, akan tetapi TDD (tekanan darah diastolik) meningkat seiring dengan

TDS sampai sekitar usia 55 tahun, yang kemudian menurun oleh karena terjadinya proses

kekakuan arteri akibat aterosklerosis. Sekitar usia 60 tahun dua pertiga pasien dengan

hipertensi mempunyai hipertensi sistolik terisolasi (HST), sedangkan di atas 75 tahun tiga

perempat dari seluruh pasien mempunyai hipertensi sistolik (Suhardjono, 2009).

Definisi hipertensi tidak berubah sesuai dengan umur yaitu tekanan darah sistolik

(TDS) > 140 mmHg dan/ atau tekanan darah diastolik (TDD) > 90 mmHg. The Joint

Page 24: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

20

National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High

Bloodpressure (JNCVI) dan WHO / lnternational Society of Hypertension Guidelines

Subcommittees setuju bahwa TDS & keduanya digunakan untuk klasifikasi hipertensi

(Kuswardani, 2006).

Hipertensi sistolodiastolik didiagnosis bila TDS 140 mmHg dan TDD 90 mmHg.

Hipertensi sistolik terisolasi (HST) adalah bila TDS 140 mmHg dengan TDD < 90 mmHg.

Definisi hipertensi menurutWHO dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Definisi dan klasifikasi tingkat tekanan darah (mmHg).

Kategori Sistolik Diastolik

Optimal <120 <80

Normal <130 <85

Normal-tinggi 130-139 85-89

Hipertensi derajat 1

(ringan)

140-159 90-99

Subkelompok :

borderline

140-149 90-94

Hipertensi derajat 2

(sedang)

160-179 100-109

Hipertensi derajat 3

(berat)

180 110

Hipertensi sistolik

terisolasi

140 <90

Subkelompok :

borderline

140-149 <90

Jika tekanan darah sistolik dan diastolik berbeda

kategori, dipakai kategori yang lebih tinggi.

Baik TDS maupun TDD meningkat sesuai dengan meningkatnya umur. TDS

meningkat secara progresif sampai umur 70-80 tahun, sedangkan TDD meningkat sampai

umur 50-60 tahun dan kemudian cenderung menetap atau sedikit menurun. Kombinasi

perubahan ini sangat mungkin mencerminkan adanya kekakuan pembuluh darah`dan

penurunan kelenturan (compliance) arteri dan ini mengakibatkan peningkatan tekanan nadi

sesuai dengan umur. Seperti diketahui, tekanan nadi merupakan predictor terbaik dari

Page 25: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

21

adanya perubahan struktural di dalam arteri. Mekanisme pasti hipertensi pada lanjut usia

belum sepenuhnya jelas. Efek utama dari penuaan normal terhadap sistem kardiovaskuler

meliputi perubahan aorta dan pembuluh darah sistemik. Penebalan dinding aorta dan

pembuluh darah besar meningkat dan elastisitas pembuluh darah menurun sesuai umur.

Perubahan ini menyebabkan penurunan compliance aorta dan pembuluh darah besar dan

mengakibatkan peningkatan TDS. Penurunan elastisitas pembuluh darah menyebabkan

peningkatan resistensi vaskuler perifer. Sensitivitas baroreseptor juga berubah dengan

umur.

Perubahan mekanisme refleks baroreseptor mungkin dapat menerangkan adanya

variabilitas tekanan darah yang terlihat pada pemantauan terus menerus. Penurunan

sensitivitas baroreseptor juga menyebabkan kegagalan refleks postural, yang

mengakibatkan hipertensi pada lanjut usia sering terjadi hipotensi ortostatik. Perubahan

keseimbangan antara vasodilatasi adrenergik dan vasokonstriksi adrenergik-a akan

menyebabkan kecenderungan vasokonstriksi dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan

resistensi pembuluh darah perifer dan tekanan darah. Resistensi Na akibat peningkatan

asupan dan penurunan sekresi juga berperan dalam terjadinya hipertensi. Walaupun

ditemukan penurunan renin plasma dan respons renin terhadap asupan garam, sistem renin-

angiotensin tidak mempunyai peranan utama pada hipertensi pada lanjut usia. Perubahan-

perubahan di atas bertanggung jawab terhadap penurunan curah jantung (cardiac output),

penurunan denyut jantung, penurunan kontraktilitas miokard, hipertrofi ventrikel kiri, dan

disfungsi diastolik. Ini menyebabkan penurunan fungsi ginjal dengan penurunan perfusi

ginjal dan laju filtrasi glomerulus (Kuswardani, 2006).

Pada semua umur, diagnosis hipertensi memerlukan pengukuran berulang dalam

keadaan istirahat, tanpa ansietas, kopi, alkohol, atau merokok. Namun demikian, salah

diagnosis lebih sering terjadi pada lanjut usia, terutama perempuan, akibat beberapa faktor

seperti berikut. Panjang cuff mungkin tidak cukup untuk orang gemuk atau berlebihan atau

orang terlalu kurus. Penurunan sensitivitas refleks baroreseptor sering menyebabkan

fluktuasi tekanan darah dan hipotensi postural. Fluktuasi akibat ketegangan (hipertensi jas

putih = white coathypertension) & latihan fisik juga lebih sering pada lanjut usia. Arteri

yang kaku akibat arterosklerosis menyebabkan tekanan darah terukur lebih tinggi.

Kesulitan pengukuran tekanan darah dapat diatasi dengan cara pengukuran

ambulatory. Sebelum menegakkan diagnosis hipertensi pada lanjut usia, hendaknya

palingsedikit dilakukan pemeriksaan di klinik sebanyak tiga kali dalam waktu yang

berbeda dalam beberapa minggu. Gejala yang sering adalah nyeri sendi tangan (35% pada

Page 26: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

22

perempuan, 22% pada laki-laki), berdebar (33% pada perempuan, 17% pada laki-laki),

mata kering (16% pada perempuan, 6% pada laki-laki), penglihatan kabur (35% pada

perempuan, 23% pada laki-laki), kram pada tungkai (43% pada perempuan, 31% pada laki-

laki), nyeri tenggorok (15% pada perempuan, 7% pada laki-laki), Nokturia merupakan

gejala tersering pada kedua jenis kelamin yaitu sebanyak 68% (Kuswardani, 2006).

3. Osteoarthritis

Osteoartritis merupakan penyakit degenerasi pada sendi yang berkaitan dengan

kerusakan kartilago tulang. Lokasi yang sering terkena adalah vertebra, pinggul, lutus dan

pergelangan kaki. Di Indonesia, prevalensi OA cukup tinggi, pada pria mencapai 15,5%

dan pada wanita 12,7% (Soeroso et al., 2006).

OA dibagi menjadi dua macam, yakni OA primer dan sekunder. OA primer masih

belum diketahui kausanya dan tidak ada hubungannya dengan perubahan lokal pada sendi.

Sedangkan OA sekunder adalah OA yang didasari oleh kelainan endokrin, inflamasi,

metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro juga akibat imobilisasi yang

terlalu lama(Soeroso et al., 2006; Lozada, 2013).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pakar, diketahui bahwa OA merupakan

penyakit yang diakibatkan oleh terganggunya sistem homeostasis pada metabolisme

kartilago dengan kerusakan proteoglikan kartilago. Kerusakan pada sinovia sendi ini

terjadi dengan multifaktor yakni usia, stres, penggunaan sendi berlebihan, defek anatomik,

obesitas, genetik, humoral dan faktor kebudayaan.Osteoatritis ditandai dengan fase

hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan peningkatan terbatas dari sintesis matriks

makromolekul oleh kondrosis. Osteoatritis terjadi sebagai hasil kombinasi degradasi

rawan sendi, remodelling tulang dan inflamasi cairan sendi(Soeroso et al., 2006).

Faktor resiko yang dapat memperbesar resiko terjadinya penyakit osteoarttitis

adalah :

1. Usia,

2. Jenis Kelamin,

3. Suku Bangsa,

4. Genetik,

5. Kegemukan dan penyakit metabolik,

6. Cedera sendi, pekerjaan dan olah raga,

7. Kelainan pertumbuhan(Soeroso et al., 2006; Lozada, 2013).

Page 27: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

23

Terdapat predileksi OA pada sendi – sendi tertentu, diketahui pada carpometacarpal

I, metatarsophalangeal I, sendi apofiseal tulang belakang, lutut dan paha(Soeroso et al.,

2006).

Pasien OA umumnya mengeluhkan gejala yang berlangsung lama dan berkembang

secara perlahan – lahan. Keluhan pasien OA berupa nyeri sendi, hambatan gerak sendi,

kaku pada pagi hari, krepitasi, deformitas sendi, perubahan gaya berjalan(Soeroso et al.,

2006).

Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain:

1. Hambatan gerak

Pada OA yang masih dini sudah dapat ditemukan hambatan gerak. Tanda ini semakin

memberat seiring bertambah beratnya penyakit.

2. Krepitasi

Pada awalnya pasien akan mengeluhkan ada sesuatu yang patah pada tulang. Gejala ini

semakin terdengar sampai jarak tertentu setelah bertambah beratnya penyakit. Krepitasi

ditemukan pada OA lutut.

3. Pembengkakan sendi asimetris

Pembengkakan sendi terjadi karena efusi pada sendi yang tidak banyak (<100 cc)

4. Tanda – tanda peradangan

Berupa nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat merata dan warna kemerahan. Tanda ini

diakibatkan oleh adanya sinovitis.

5. Deformitas sendi permanen

Kontraktur sendi yang lama, perubahan permukaan sendi menyebabkan tanda tersebut.

6. Perubahan gaya berjalan

Hal ini diakibatkan nyeri akibat penumpuan berat badan. Perubahan gaya berjalan

ditemukan pada pasien dengan OA lutut, sendi paha, dan tulang belakang(Soeroso et al.,

2006; Lozada, 2013).

Diagnosis OA ditegakkan dengan gambaran klinis dan radiografis. Pada

pemeriksaan radiografis, gambaran yang ditemukan berupa penyempitan celah sendi yang

asimetris, peningkatan densitas tulang subkondral, kista tulang, osteofit pada pinggir sendi,

dan perubahan struktur anatomi sendi(Soeroso et al., 2006).

Penatalaksanaan OA didasarkan pada distribusi dan berat ringannya sendi yang

terkena. Pengelolaannya berupa :

1. Terapi non farmakologis (Edukasi, terapi fisik, rehabilitasi dan penurunan berat

badan)

Page 28: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

24

2. Terapi farmakologis (Analgesik oral, topikal, OAINS, Kondroprotektif, steroid

intra artikuler)

3. Terapi bedah (Arthroscopic debridement, Osteotomi, artroplasti sendi total)

(Soeroso et al., 2006).

Pembangunan telah meningkatkan usia harapan hidup penduduk Indonesia, yang

diiringi dengan meningkatnya jumlah dan persentase penduduk Lanjut Usia. Hal ini

sebagai prestasi sekaligus tantangan/beban. Berbagai kebijakan dan pelayanan dilakukan

oleh pemerintah maupun masyarakat. Baik melalui sistem panti. maupun sistem non panti

atau berbasis masyarakat. Seperti PUSAKA (Pusat Santunan Keluarga), Day Care Service

maupun Day Care Centre. Sebagian pelayanan cukup memadai, mulai kebutuhan dasar

sampai penguburan. Walau demikian masih banyak yang hanya memberi pelayanan

permakanan dan kerochanian. disampaing kendala dana dan petugas (Sri Gati Setiti , 2006)

Kondisi lanjut usia mengalami berbagai penurunan atau kemunduran baik fungsi

biologis maupun psikis, yang anantinya dapat mempengaruhi mobilitas dan juga kontak

sosial, salah satunya adalah ISOLATION atau rasa kesepian (loneliness), atau terkucil atau

merasa tidak diperhatikan lagi atau yang lebih serius adalah depresi. Bersamaan dengan

peningkatan jumlah penduduk lanjut usia terjadi peningkatan hampir mencapai 50% dari

penduduk lanjut usia yang mengalami kesepian/ loneliness. Syukurlah kini perhatian

masyarakat dan pemerintah sudah lebih baik untuk mengusahakan bagaimana agar lansia

tetap mandiri dan berguna (Probosuseno. 2007).

C. Bentuk Strategi Pembinaan Posyandu Lansia

Dewasa ini Lanjut Usia yang tertangani melaui sistem panti hanya 15.000, sistem

non panti 20.000. Secara keseluruhan yang tertangani hanya 2 % dari 2,3 juta Lanjut Usia.

Gambaran diatas menegaskan bahwa pelayanan belum maksimal. Mereka mengalami

keterlantaran, ada yang menjadi mengemis. Diantaranya terkena tindak kekerasan, oleh

orang lain maupun oleh kerabat sendiri.

Tuntunan agama dan nilai luhur menempatkan Lanjut Usia dihormati, dihargai dan

dibahagiakan dalam kehidupan keluarga. Dalam berbagai budaya yang kita miliki,

penanganan lanjut usia juga masalah lainnya, diatur dalam tradisi masyarakat. Penanganan

masalah sosial merupakan bagian dari dan berakar pada nilai tolong menolong yang

dikenal hampir semua suku bangsa di Indonesia. Peran kerabat dalam masyarakat di

seluruh Indonesia mempunyai keterikatan yang sangat kuat, sekaligus merupakan potensi

masyarakat yang luar biasa, sebagai sumber kesetiakawanan sosial yang mampu

Page 29: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

25

memecahkan permasalahan sosial yang ada didaerahnya. Hal inilah yang perlu diangkat

dan dikembangkan.

Pada tataran home care, peran keluarga sangat penting. Home care pada dasarnya

adalah bagaimana peranan keluarga dalam melakukan perawatan dan pendampingan

terhadap lansia. Indonesia sebagai Negara dengan budaya timur yang kental memberikan

perhatian dan penghargaan lebih kepada orag tua yang sudah lanjut usia, dengan tetap

mengajak mereka tinggal di rumah keluarga sehingga dalam pemikiran timur bangsa kita,

sebenarnya anak merupakan bentuk asuransi non formal dari orang tua. Dengan

melakukan ‘investasi’ berupa pengasuhan dan pendidikan, orang tua berharap akan bisa

mendapat imbal balik ‘pengasuhan’ ketika sudah memasuki usia tua. Bahkan sekarang ini

masyarakat Eropa justru ingin mencontoh Indonesia yang sangat memperhatikan para

orangtuanya, sehingga pola panti sudah mulai ditinggalkan dan membiarkan orangtuanya

tinggal di rumah sang anak. Home care ini mempunyai kelebihan dari sisi psikis di mana

orang tua akan merasa lebih nyaman dan enak tinggal dalam rumah yang ditunggui oleh

anak cucunya. Perasaan dihargai dan masih dibutuhkan ini membuat usia harapan hidup

meningkat secara signifikan. Pola pelayanan home care ini juga mulai diterapkan oleh

berbagai rumah sakit, khususnya bagi pasien lansia yang sudah pada stadium lanjut

sehingga sulit untuk disembuhkan. Model pelayanan home care ini akan meringankan

pembiayaan yang harus dikeluarkan oleh keluarga namun kondisi kesehatan lansia tetap

bisa dikontrol dengan baik.

Menurut Sri Gati Setiti (2006) dalam penelitiannya mengenai peran kerabat dalam

pelayanan lansia, diperoleh salat satu kesimpulan bahwa Pelayanan Lanjut Usia oleh

kekerabatan memiliki nilai budaya sebagai berikut:

a) Lanjut usia sebaiknya dirawat oleh anaknya/keluarga/kerabat, hal ini pula yang ada

dalam berbagai agama yaitu Birrul Walidain (Berbakti pada orang tua), karena pada

dasarnya apa yang kita lakukan pada orang tua kita, maka itulah yang akan kita terima

dari anak – anak kita.

b) Lanjut Usia yang tidak punya anak, sebaiknya dirawat oleh kerabat: adik

kandung/sepupu, keponakan, cucu, dan lain lain;

c) Bilamana tidak memiliki kerabat, sebaiknya dirawat tetangga.

d) Bilamana tetangga tidak ada yang merawatnya, alternatif terakhir dirawat di Panti

Sosial Lanjut Usia

Hasil penelitian tersebut menunjukkan memang pelayanan terbaik yang diberikan

kepada lansia adalah pada keluarga dan kerabatnya. Namun yang menjadi masalah/

Page 30: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

26

kendala utama di sini adalah apabila anak / keluarga lansia tersebut termasuk dalam

keluarga kurang mampu, yang bahkan untuk menghidupi dirinya sendiri saja tidak

sanggup. Pada tataran ini yang lah maka diperlukan adanya jaminan sosial bagi lansia.

Dalam kegiatan Posyandu lansia dibagi menjadi 10 tahap pelayanan, yaitu:

1. Pemeriksaan aktifitas kegiatan sehari-hari / activity of daily living, meliputi

kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti makan / minum, berjalan, mandi,

berpakaian, naik turun tempat tidur dan buang air.

2. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental

emosional, dengan menggunakan pedoman metode 2 menit.

3. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi

badan dan dicatat pada grafik indek massa tubuh.

4. Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter dan stetoskop serta

penghitungan denyut nadi selama satu menit.

5. Pemeriksaan hemoglobin.

6. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adannya penyakit

gula.

7. Pemeriksaan adanya zat putih telur / protein dalam air seni sebagai deteksi awal

adanya penyakit ginjal.

8. Pelaksaan rujukan ke puskemas bila mana ada keluhan dan atau ditemukan

kelainan pada pemeriksaan pada nomor 1 hingga 7.

9. Penyuluhan bisa dilakukan didalam atau diluar kelompok dalam rangka kunjungan

rumah dan konseling kesehatan dan gizi sesuai dengan masalah kesehatan yang

dihadapi oleh individu dan atau kelompok usia lanjut.

10. Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas bagi kelompok usia lanjut yang tidak

datang, dalam rangka kegiatan perawatan kesehatan masyarakat.

Pada saat pelaksanaan kegiatan Posyandu Lansia sering dilakukan kegiatan

senam lansia. Senam lansia terdiri dari beberapa tahapan yaitu:

A. Persiapan Sebelum Senam

1. Pastikan keadaan tubuh sehat dengan berjalan secepat-cepatnya 5 menit dan

istirahat 10 menit.

2. Periksa denyut nadi (jika lebih dari 100 jangan lanjutkan aktivitas fisik).

3. Intensitas senam diukur dengan denyut nadi, lamanya senam ± 20-30 menit, dan

frekuensi senam ± 3-4 kali dalam seminggu.

B. Tahapan Senam

Page 31: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

27

1. Tahap Pemanasan:

- Pengaturan napas 2 x 8 (bermanfaat untuk memperbaiki sistem kerja jantung)

2. Tahap Inti:

- Jalan di tempat (angkat kaki secara aktif) 2 x 8

- Lebarkan kaki sejajar (diam di tempat)

- Bertepuk tangan (lengan sejajar bahu) 2 x 8

- Tepuk jari tangan (rentangkan tangan sejajar bahu) 2 x 8

- Silangkan antar jari tangan (rentangkan tangan sejajar bahu) 2 x 8

- Silangkan jempol tangan kanan (rentangkan tangan sejajar bahu) 1 x 8

- Silangkan jempol tangan kiri (rentangkan tangan sejajar bahu) 1 x 8

- Tepuk antar jari kelingking tangan (rentangkan tangan sejajar bahu) 2 x 8

- Tepuk antar jari telunjuk tangan (rentangkan tangan sejajar bahu) 2 x 8

- Ketok pergelangan tangan kanan (lengan tangan sejajar bahu) 1 x 8

- Ketok pergelangan tangan kiri (lengan tangan sejajar bahu) 1 x 8

- Ketok nadi tangan kanan (lengan tangan sejajar bahu) 1 x 8

- Ketok nadi tangan kiri (lengan tangan sejajar bahu) 1 x 8

- Tekan antar telapak tangan (tangan sejajar dada atas) 1 x 8

- Tekan putar telapak tangan (atas ke bawah sejajar dada) 1 x 8

- Buka dan remas jari tangan 2 x 8

- Tepuk punggung tangan kanan (tangan sejajar dada atas) 1 x 8

- Tepuk punggung tangan kiri (tangan sejajar dada atas) 1 x 8

- Tepuk punggung lengan kanan (tangan sejajar dada atas) 1 x 8

- Tepuk punggung bahu kanan (tangan sejajar dada atas) 1 x 8

- Tepuk punggung lengan kiri (tangan sejajar dada atas) 1 x 8

- Tepuk punggung bahu kiri (tangan sejajar dada atas) 1 x 8

- Tepuk pinggang (bungkuk badan 45 derajat) 2 x 8

- Tepuk paha samping (gerakan menggenjot lutut naik turun) 2 x 8

- Tepuk betis kaki (bungkuk badan sejajar 90 derajat) 2 x 8

- Peregangan otot lengan, bahu, punggung, lutut, betis 2 x 8

- Tepuk perut bagian bawah (samping kanan-kiri) 2 x 8

- Sikap tegak tangan simpul ke perut (tutup kaki, diam di tempat)

- Jinjit kaki (kaki lurus, diam di tempat)

Page 32: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

28

3. Tahap Pendinginan:

- Tarik dan tahan napas (kedua tangan naik ke atas kepala) 1 x 8

- Hembuskan napas (kedua tangan turun ke depan dada) 1 x 8

- Tarik dan tahan napas (kedua tangan naik ke atas kepala) 1 x 8

- Hembuskan napas (kedua tangan turun ke samping) 1 x 8

- Tarik dan tahan napas (tangan kanan naik ke atas kepala) 1 x 8

- Hembuskan napas (tangan kanan turun ke samping) 1 x 8

- Tarik dan tahan napas (tangan kiri naik ke atas kepala) 1 x 8

- Hembuskan napas (tangan kiri turun ke samping) 1 x 8

Tarik, tahan, dan hembuskan napas (angkat kedua tangan dan turunkan perlahan) 2

x 4

Pada saat pelaksanaan kegiatan Posyandu lansia, sering digunakan sistem 5 meja, yaitu :

Meja 1: Pendaftaran

Mendaftarkan lansia, kader mencatat lansia tersebut, kemudianpeserta yang sudah

terdaftar di buku register langsung menuju meja selanjutnya.

Meja 2 : Pengukuran tinggi, berat dan tekanan darah

Kader melakukan pengukuran tinggi badan, berat badan, dan tekanan darah.

Meja 3 : Pencatatan (Pengisian Kartu Menuju Sehat)

Kader melakukan pencatatan di KMS lansia meliputi: Indeks Massa

Tubuh, tekanan darah, berat badan, tinggi badan.

Meja 4 : Penyuluhan

Penyuluhan kesehatan perorangan berdasarkan KMS dan pemberian

makanan tambahan.

Meja 5: Pelayanan medis

Pelayanan oleh tenaga professional yaitu petugas dari Puskesmas/kesehatan

meliputi kegiatan: pemeriksaan dan pengobatan ringan.

Page 33: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

29

Ini adalah skema sistem 5 meja di Posyandu lansia:

Bentuk KMS Lansia

Page 34: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

30

Page 35: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

31

Page 36: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

32

Page 37: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

33

Page 38: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

34

BAB V

STRATEGI PEMBELAJARAN

Strategi pembelajaran yang harus dilakukan mahasiswa:

1. Tahap persiapan:

• Kegiatan laboratorium lapangan dilakukan dalam kelompok yang terdiri dari 10-13

mahasiswa.

• Tiap Kelompok dipandu oleh satu instruktur lapangan (dokter Puskesmas).

• Lokasi: 6 DKK yang mempunyai kerjasama dengan FK UNS (Sragen, Wonogiri,

Sukoharjo, Klaten, Karanganyar, Boyolali).

• Pembagian kelompok dilakukan oleh pengelola Field Lab, konfirmasi dengan DKK

dan Puskesmas terkait.

• Pembekalan materi dan teknis pelaksanaan diberikan pada kuliah pengantar Field

Lab, jadwal menyesuaikan dari pengelola KBK dan Pengelola Field Lab FK UNS.

• Pada saat kuliah pengantar dilakukan pretest untuk mahasiswa.

• Sebelum pelaksanaan, diharap mahasiswa melakukan konfirmasi terlebih dulu

dengan instruktur lapangan (nomor telepon instruktur lapangan tersedia di Field

Lab).

• Tiap mahasiswa membuat cara kerja, ditulis di buku tulis, singkat dan jelas,

sebelum pelaksanaan diserahkan pada instruktur lapangan untuk diperiksa. Adapun

isi lembar kerja:

I. Tujuan Pembelajaran

II. Alat/Bahan yang diperlukan

III. Cara Kerja (singkat)

2. Tahap Pelaksanaan:

• Pelaksanaan di lapangan 2-3 hari, sesuai jadwal dari tim pengelola Field Lab FK

UNS dan kesepakatan dengan Puskesmas.

Pertemuan I : Perencanaan dan persiapan bersama instruktur mengenai kegiatan

Field lab yang akan dilaksanakan.

Pertemuan II : Pelaksanaan, pencatatan dan pelaporan kegiatan

Pertemuan III : Pengumpulan laporan dan evaluasi

• Peraturan yang harus dipenuhi mahasiswa:

- Mahasiswa harus memakai jas laboratorium di lapangan, jas lab

dikancingkan dengan rapi.

Page 39: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

35

- Mahasiswa datang sesuai jam kerja Puskesmas kemudian menemui

instruktur dan mengikuti kegiatan sesuai arahan instruktur.

- Mengikuti kegiatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas yang

bersangkutan (Perencanaan, Persiapan, Pelaksanaan, Pencatatan,

Pelaporan).

- Mahasiswa tidak diperkenankan melakukan konseling langsung pada

pasien/sasaran (baru diperbolehkan ketika semester 5 atau lebih).

- Apabila pada hari tersebut tidak ada jadwal kegiatan KIE Posyandu Lansia

di Puskesmas yang bersangkutan, mahasiswa mengikuti demonstrasi

pelayanan kesehatan Lansia di Puskesmas.

- Kelompok diperbolehkan mengganti hari untuk mengikuti hari Posyandu

Lansia dengan catatan tidak mengganggu kegiatan pembelajaran lain di FK

dan LAPOR pada pengelola Field Lab/ Dosen pengampu/pembimbing

topik.

3. Tahap Pembuatan Laporan

a. Laporan kelompok, dibuat secara berkelompok sebanyak dua eksemplar:

- satu eksemplar untuk Puskesmas

- satu eksemplar untuk bagian Field lab

(menyesuaikan kebijakan Puskesmas)

b. Format Laporan

1) Halaman Cover

2) Lembar Pengesahan

3) Daftar Isi

4) Bab I : Pendahuluan dan Tujuan Pembelajaran

Uraikan secara singkat tentang topik Field lab dan tujuan pembelajaran dari

topik tersebut.

5) Bab II : Kegiatan yang Dilakukan

6) Bab III : Pembahasan

Berikan penjelasan lebih lanjut mengenai pokok-pokok dari kegiatan yang

dilaksanakan serta uraikan pula kendala serta solusi dari kegiatan yang telah

dilaksanakan.

7) Bab IV : Penutup

Beri simpulan dan saran dari kegiatan yang telah dilaksanakan.

8) Daftar Pustaka

Page 40: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

36

c. Laporan diketik komputer, ±10 halaman, hari ketiga pelaksanaan harus diserahkan

instruktur lapangan untuk disetujui/disahkan. Ditunjukkan dengan lembar tanda

tangan persetujuan instruktur lapangan.

d. Satu eksemplar laporan diserahkan pada instruktur lapangan, satu laporan

diserahkan pada pengelola Field lab setelah disahkan instruktur lapangan (paling

lambat 1 minggu sesudah pelaksanaan).

e. Apabila mahasiswa membuat laporan persis dengan laporan milik temannya, maka

akan dikembalikan.

Setiap kelompok mengumpulkan CD yang berisi soft file laporan kelompok dan

soft file laporan individu serta dokumentasi kegiatan lapangan.

Tata Cara Penilaian :

• Instruktur memberi penilaian kepada mahasiswa sesuai dengan cek list yang

ditetapkan dalam buku panduan.

• Postest dilaksanakan di Fakultas Kedokteran sesuai jadwal pengelola Field Lab.

• Apabila mahasiswa tidak mengikuti salah satu dari 3 kegiatan Field Lab (pretest,

lapangan, postest) maka dinyatakan tidak memenuhi syarat dan nilai akhir tidak bisa

diolah.

• Pretest dan postest susulan dapat diberikan pada mahasiswa yang tidak dapat

mengikuti karena sakit, ditunjukkan dengan bukti surat keterangan sakit dari dokter

atau rumah sakit. Mahasiswa ybs dapat menghubungi pengelola Field Lab per topik

secepatnya.

• NILAI AKHIR MAHASISWA :

: 1x Pretest + 3 x Lapangan + 1 x Postes

5

• Batas nilai yang dinyatakan lulus adalah 70.

• Bila ada mahasiswa mendapat nilai kurang dari 70 %, akan dilakukan remidi yang

akan dijadwalkan oleh Field Lab. Bila remidi tidak lulus maka mengulang semester

depan.

• Nilai remidiasi maksimal 70.

Page 41: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

37

BAB VI

PROSEDUR KERJA

• Menghubungi pihak Puskesmas masing-masing untuk melakukan kesepakatan

pelaksanaan tugas Field Lab per topik dengan dokter Puskesmas / Instruktur yang

ditunjuk.

• Menghitung jumlah sasaran Posyandu Lansia dan menentukan target cakupan

pelaksanaan KIE Posyandu Lansia. Target cakupan pelaksanaan dapat dihitung

dengan rumus sebagai berikut:

Target Cakupan = jumlah sasaran yang ikut posyandu x 100%

Jumlah sasaran lansia

Jumlah sasaran lansia adalah jumlah lansia yang berada pada wilayah kerja

posyandu lansia tersebut. Target cakupan 80 - 100 % menunjukkan targetcakupan

yang baik.

• Menyiapkan kebutuhan peralatan peraga KIE Posyandu Lansia untuk menyusun

model pemberdayaan Lansia setempat.

• Model Pemberdayaan Lansia yang dimaksud adalah meningkatkan kemampuan

deteksi dini penyakit pada Lansia di setiap Posyandu Lansia.

SELAMAT MELAKSANAKAN KIE: POSYANDU

LANSIA

NAMA PUSKESMAS: .................................................

NAMA DESA : .................................................

NAMA POSYANDU LANSIA: ...................................

JUMLAH TARGET : .....................................Orang

Lansia/Posyandu

Jumlah Lansia sehat : ..................................... Orang

Jumlah Lansia sakit : ..................................... Orang

Alternatif Model Pemberdayaan Lansia :

................................................

............................................................................................

......................

Page 42: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

38

BAB VII

SKALA PENILAIAN KIE POSYANDU LANSIA

No. Keterangan 0 1 2 3 4

1. Persiapan

Membuat rencana kerja KIE

Mengikuti kegiatan bimbingan dari instruktur di

Puskesmas

2. Sikap dan tingkah laku

Menunjukkan kedisplinan (datang tepat waktu)

Menunjukkan kesiapan dan sikap bersungguh-sungguh

dalam mengikuti setiap kegiatan

Menunjukkan penampilan rapi dan sikap sopan kepada

staf Puskesmas dan masyarakat

3. Pelaksanaan

Menghitung jumlah sasaran dan target cakupan posyandu

lansia sesuai rumus pada prosedur kerja

Menyiapkan materi penyuluhan dan kegiatan posyandu

Presentasi KIE Lansia

Memberi penjelasan terhadap pertanyaan yang diajukan

peserta posyandu

Mengikuti kegiatan pemeriksaan tekanan darah dan berat

badan

Melengkapi pengisian Geriatric Depression Scale dan

MMSE

Mengikuti kegiatan: senam lansia

Mengikuti konsultasi dan pemberian obat pada lansia

4. Laporan

Hasil laporan kegiatan

Menganalisis kesesuaian program posyandu lansia di

puskesma setempat

JUMLAH NILAI

Keterangan

Tatacara penilaian dengan grading 0-4

0 : tidak melakukan

1 : melakukan kurang dari 40%

2 : melakukan 40-60 %

3 : melakukan 60-80 %

4 : melakukan dengan sempurna 80-100%

NILAI : Jumlah Nilai X 100 % = ........................%

60

Page 43: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

39

DAFTAR PUSTAKA

Depsos RI. 2009. DukunganKelembagaan Dalam Kerangka Peningkatan Kesejahteraan

Lansia.Kantor Urusan Pemberdayaan Lansia, Depsos. RI.

Jakarta.www.depsos.go.id.

Folstein, M.F., Folstein, S.E., and McHugh, P.R. 1975. “Mini Mental State”: A practical

method for grading the cognitive state of patient for the clinician. J. Of Psychiatris

Research, 12: 189-198.

Hanim, D. 2004. Pemberdayaan Perempuan Lansia Untuk Peningkatan Status Gizi.

Laporan Penelitian. Surakarta: LPPM UNS.

Probosuseno.2007. Mengatasi ”Isolation” pada Lanjut Usia.

www.Geriatric&InternalMedicineConsultation.Medicalzone .

Sri Gati Setiti. 2006. Pelayanan Lanjut Usia Berbasis Kekerabatan( Studi Kasus Pada

Lima Wilayah Di Indonesia). www.depsos.go.id.

Page 44: MODUL FIELD LAB SEMESTER VI EDISI REVISI III KIE ...fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_POSYANDU_LANSIA_2015... · 2. Vitri Widyaningsih, dr. 3 ... Lansia baik yang potensial maupun

40

Foto Kegiatan

Pengarahan dari instruktur Memberi penyuluhan kepada

warga

Peserta penyuluhan Instruktur dari Puskesmas