model pembelajaran pendidikan agama islam pada …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/164/1/dwi...

133
i MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK TUNA GRAHITA DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI PEMBINA YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2012 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Oleh DWI ISNAINI 11108087 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2015

Upload: lamdien

Post on 20-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA

ANAK TUNA GRAHITA DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI

PEMBINA YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2012

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

Oleh

DWI ISNAINI

11108087

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

2015

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Yang bertandatangan di bawahini:

Nama : Dwi Isnaini

NIM : 11108087

Jurusan : Tarbiyah

Program Studi : Pendidikan Agama Islam

JudulSkripsi : MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA

ISLAM PADA ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH

LUAR BIASA NEGERI PEMBINA YOGYAKARTA

TAHUN PELAJARAN 2012

Menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya

sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang

lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik

ilmiah.

Salatiga, 14 Maret 2015

Penulis

Dwi Isnaini

NIM: 11108087

iii

SKRIPSI

MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA

ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI

PEMBINA YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2012

DISUSUN OLEH

DWI ISNAINI

NIM : 11108087

Telah dipertahan di depan Panitia Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan

Agama Islam, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 11

September 2015 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh

gelar sarjana S1 Kependidikan Islam.

Susunan Panitia Penguji

Ketua Penguji : Siti Rukhayati, M. Pd. ………………..

Sekretaris Penguji : Dr. Hj. Lilik Sriyanti, M. Si. ………………..

Penguji I : Drs. Bahroni, M. Pd. ……………......

Penguji II : Dra. Siti Asdiqoh, M. Si. ……………….

Salatiga, 29 Agustus 2015

Dekan

FTIK IAIN Salatiga

Suwardi, M. Pd.

NIP. 19670121 199903 1 002

iv

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Lamp : 3 Ekslempar

Hal : PengajuanSkripsi

Kepada

Yth.Ketua STAIN Salatiga

Di Salatiga

Assalamu’alaikum. Wr. Wb

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersamaini

kami kirimkan naskah Skripsi mahasiswi:

Nama : Dwi Isnaini

NIM : 11108087

Jurusan/Progdi : Tarbiyah/PAI

Judul : MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA

ISLAM PADA ANAK TUNAGRAHITA DISEKOLAH

LUAR BIASA NEGERI PEMBINA YOGYAKARTA

TAHUN 2013

Telah kami setujui untuk dimunaqasyah.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb

Salatiga,..Maret 2015

Pembimbing

Dra.Hj. Lilik Sriyanti, M.Si

NIP: 199608141991032003

v

MOTTO

“Sukses tidaknya seseorang tergantung atas keseriusan pribadi masing-

masing”

vi

PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan hati, aku persembahkan skripsi ini untuk:

Orang tuaku tercinta bapak Budi Wiyono & Ibu Muahniati, yang senantiasa

mencurahkan kasih sayang, dukungan, dan doanya yang tak pernah putus

bagi putrinya.

Kakakku mbak Olif, Mas Pendi terimakasih atas motivasinya.

Pendamping hidupku, mas Akbar dan anakku azra alwa dzakiya kau lah

semangat hidupku.

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, tempat memohon pertolongan

dan ampunan, tempat berlindung dari segala kejahatan diri dan keburukan amal

perbuatan. Barang siapa diberi petunjuk oleh-Nya, maka tidak akan ada yang

mampu menyesatkan dan barang siapa disesatkan-Nya, maka tidak ada yang

mampu member petunjuk.

Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad

SAW yang telah diutus untuk membawa risalah dan membebaskan umat Islam

dari belenggu kebodohan.

Dengan selesainya skripsi ini, penulis menyadari banyak pihak yang telah

berjasa dan senantiasa memberikan dukungan, bimbingan, arahan, dan motivasi

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini

dihaturkan rasa terimakasih, terutama kepada:

1. Bapak ibu tercinta yang senantiasa merelakan seluruh jiwa raga nya kepada

ku.

2. Bapak Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga Dr. Rahmat

Hariyadi, M. Pd.

3. Bapak Suwardi, M. Pd, selaku Dekan FTIK Institut Agama Islam Negeri

Salatiga.

4. Bapak Dr. Adang Kuswaya, M. Ag. Selaku Pembimbing Akademik yang

selalu memberikan pengarahanya.

5. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

(PAI).

viii

6. Dosen Pembimbing Ibu Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. atas bimbingan, arahan, dan

motivasi yang diberikan.

7. Bapak Rejokirono, M.Pd. selaku Kepala Sekolah SLB Negeri Pembina

Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian kepada penulis.

ix

8. Ibu Neti Herawati, S.Ag, M.S.I selaku guru Pendidikan Agama Islam Negeri

Yogyakarta, terimasih atas bimbinganya sehingga penelitian ini dapat penulis

selesaikan.

9. Mbk olif,mz pendi, rara arin, mbk roh, mbk hida, ibuk tarmi, bapak

eko,simbah, muslim, mz sigit, mz iyan, mz gogon dan semua keluarga,

terimakasih atas dukunganya.

10. Pendamping hidupku mz Muhammad jihad akbar dan anakku azra yang telah

memberikan dukungan awal hingga akhir terselesaikanya skripsi ini.

11. Semua teman-teman PAI C yang telah mendahului aku, tapi tetap menberikan

semangat kepadaku, puput, halimah, heri, ranita afah mia, afika , arista, yuni

yang telah memberikan motivasi kepada penulis.

12. Semua pihak yang ikut serta memberikan motivasi dan dorongan dalam

penulisan skripsi ini.

Akhirnya penulis hanya bisa berdoa, semoga semua amal dan kebaikan

semua pihak dapat diterima dan dicatat disisi Allah sebagai amal yang sholeh dan

mendapatkan balasan sebaik-baiknya. Akhirnya penulis hanya bisa berdoa,

semoga semua amal dan kebaikansemua pihak dapat diterima dan dicatat disisi

Allah sebagai amal yang sholeh dan mendapatkan balasan sebaik-baiknya.

Tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini melainkan Dia yang Maha

Sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan pada semua pihak

untuk memberikan saran dan kritik dalam penulisan skripsi ini. Dan penulis

berharap semoga tulisan ini mempunyai nilai guna dan manfaat bagi penulis

khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Salatiga, Februari 2015

Penulis

x

ABSTRAK

Isnaini, Dwi. 2015. Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak

Tunagrahita Di Sekolah Negeri Pembina Yogyakarta Tahun 2012. Skripsi

Jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam Institud Agama

Islam Negeri Salatiga.

Pembimbing :Dra. Hj. LilikSriyanti, M.Si.

Kata Kunci : Model Pembelajaran, Pendidikan Agama Islam, Anak

Tunagrahita

Pendidikan Agama Islam adalah sarana untuk menumbuh kembangkan

kepribadian anak, baik secara fisiologis maupun psikologis, hal tersebut tidak

terkecuali bagi anak-anak yang memiliki keterbelakangan mental. Permasalahan

dalam penelitian ini adalah bagaimana model pembelajaran Pendidikan Agama

Islam pada anak tunagrahita, faktor-faktor apa yang menghambat dan mendukung

dalam memberikan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak tunagrahita,

serta bagaimana tingkat keberhasilan model pembelajaran Pendidikanan Agama

Islam di Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogyakarta.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif analisis

Tehnik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, pengamatan, dan

penelaahan dokumen. Sedangkan data penelitian dianalisis menggunakanan

analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pelaksanaan Model

Pembelajaran PAI di SLB Negeri Pembina Yogyakarta menerapkan model

pembelajaran PAI Adaftif, dengan menggunakan metode praktik, ceramah,

pembiasaan, dan demontrasi. Sedangkan Materi Pembelajaran Agama Islam

disederhanakan oleh pembimbing PAI sesuai prinsip-prinsip pembelajaran tanpa

mengabaikan standar kompetensi, yaitu shalat, wudhu, hafalan surat pendek dan

membaca iqro’. Adapun faktor penghambat dan pendukung Model pembelajaran

PAI adalah kelas yang majemuk, inteligensi anak, PAI yang tidak diawasi oleh

kemenag, bahkan tenaga pengajar masih kurang. Adapun faktor pendukung

diantaranya, semangat guru yang tinggi, fasilitas sekolah yang dimaksimalkan,

serta kemauan keluarga untuk selalu mendampingi anaknya dalam mengikuti

pembelajaran.

Keberhasilan Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SLB

Negeri Yogyakarta disimpulkan bahwa tingkat keberhasilan mengenai Pendidikan

Agama Islam pada anak tunagrahita mengalami perkembangan yang baik, artinya

ada perbedaan perilaku yang awalnya masih perlu arahan dalam melakukan

shalat, wudhu sekarang mampu melakukan sendiri, dan perilaku anak tidak

mengganggu orang lain lagi. Saran penulis dari sehubungan dengan hasil

penelitian diharapkan SLB Negeri Pembina Yogyakarta dapat mengatur jadwal

pembelajaran khusus untuk studi pembelajaran agama Islam diperbanyak, Guru

Pendidikan Agama Islam supaya memberikan pembelajaran yang lebih kreatif

lagi, sehingga dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami agama

Islam. Adapun untuk orangtua harus lebih sabar dan telaten dalam mendampingi

dan membimbing.

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... iii

MOTTO ........................................................................................................... iv

PERSEMBAHAN ............................................................................................ v

KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi

ABSTRAK ....................................................................................................... ix

DAFTAR ISI .................................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1

B. Fokus Penelitian ........................................................................ 6

C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 6

D. Kegunaan Penelitian .................................................................. 7

E. Penegasan Istilah ....................................................................... 8

F. Metode Penelitian ...................................................................... 11

G. Sistematika Penulisan ................................................................ 17

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...................................................................... 20

A. Pendidikan Agama Islam ........................................................... 20

B. Pembelajaran Adaptif ............................................................... 28

C. Anak Tunagrahita ...................................................................... 34

xii

D. Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam......................... 45

BAB III PAPARAN DATA PENELITIAN .................................................. 54

A. Gambaran Umum Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina

Yogyakarta................................................................................. 54

B. Pelaksanaan Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di

SLB Negeri Pembina Yogyakarta ............................................ 66

C. Materi Pembelajaran Agama Islam di SLB Negeri Pembina

Yogyakarta................................................................................. 69

D. Faktor Penghambat dan pendukung Model Pembelajaran

Pendidikan Agama Islam di SLB Negeri Pembina

Yogyakarta................................................................................. 71

E. Tingkat Keberhasilan Model Pembelajaran Pendidikan Agama

Islam di SLB Negeri Pembina Yogyakarta ............................... 72

BAB IV PEMBAHASAN .............................................................................. 73

A. Pelaksanaan Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di

SLB Negeri Pembina Yogyakarta ............................................ 73

B. Materi Pembelajaran Agama Islam di SLB Negeri Pembina

Yogyakarta................................................................................. 75

C. Faktor Penghambat dan pendukung Model Pembelajaran

Pendidikan Agama Islam di SLB Negeri Pembina

Yogyakarta................................................................................. 79

D. Keberhasilan Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

di SLB Negeri Pembina Yogyakarta ......................................... 81

xiii

BAB V PENUTUP ....................................................................................... 84

A. Kesimpulan ............................................................................... 84

B. Saran .......................................................................................... 87

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Riwayat Hidup

Lampiran 2. Daftar Nilai SKK

Lampiran 3. Permohonan Ijin

Lampiran 4. Foto Kegiatan belajar mengajar Pendidikan Agama Islam di SLB

Negeri Yogyakarta

Lampiran 5. VERBALTIM

Lampiran 6. Pedoman Wawancara

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia sejak dilahirkan mempunyai fitrah sebagai makhluk hidup

yang memiliki kemampuan untuk berfikir, berkreasi dan juga beragama serta

beradaptasi dengan lingkunganya. Untuk itu manusia membutuhkan bantuan

orang lain untuk mengembangkan beberapa potensi yang dimilikinya agar

berguna bagi Agama, Bangsa dan Negara.

Salah satu bentuk bantuan yang bisa diperoleh adalah melalui proses

pendidikan, karena dengan pendidikan, sebagaimana yang tercantum dalam

Undang-undang sistem pendidikan nasional No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional pada Bab IV pasal 5ayat 1 yang berbunyi: Setiap warga

Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang

bermutu. Maka setiap anak berhak memperoleh pendidikan. Melalui

pendidikan itulah diharapkan setiap anak dapat tumbuh dan berkembang

sesuai dengan fitrahnya.

Fitrah disini adalah faktor kemampuan dasar perkembangan manusia

yang terbawa sejak lahir yang berpusat pada potensi dasar untuk berkembang.

Manusia diberi kelebihan berupa akal yang tidak dimiliki oleh mahluk lain.

Dengan akal itu manusia dapat mengembangkan potensinya, dapat berfikir,

dan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.

2

Potensi-potensi dasar atau fitrah manusia tersebut harus

diaktualisasikan dan ditumbuh kembangkan secara optimal dan terpadu dalam

kehidupan nyata melalui melalui proses pendidikan sepanjang hayat. Sehingga

kelak dapat dipertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT.

Pendidikan adalah sarana untuk menumbuh kembangkan kepribadian

anak, baik secara fisiologis maupun psikologis. Pendidikan artinya memberi

pembelajaran kepada anak didik, yang mencakup fungsi kognitif

(pengetahuan), afektif (perasan), dan psikomotorik (perubahan tingkah laku).

Hal tersebut tidak terkecuali bagi anak-anak yang memiliki

keterbelakangan mental atau Tunagrahita. Dimana anak Tunagrahita atau

dikenal juga dengan istilah keterbelakangan mental karena keterbatasan

kecerdasanya mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti progam

pendidikan di sekolah biasa secara klasikal. Anak Tunagrahita mempunyai

kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Karena kekurangan itulah sehingga

anak-anak yang memiliki keterbelakangan mental memerlukan perhatian

khusus.

Anak Tunagrahita memiliki kecerdasan dibawah rata-rata sedemikian

rupa dibandingkan dengan anak normal pada umumnya, adanya keterbatasan

dalam perkembangan tingkah laku pada masa pekembangan, terlambat atau

terbelakang dalam perkembangan mental dan sosial, mengalami kesulitan

dalam mengingat apa yang dilihat, didengar sehinga menyebabkan kesulitan

dalam berbicara dan berkomunikasi.

3

Anak Tunagrahita mengalami masalah persepsi yang menyebabkan

kesulitan dalam mengingat berbagai bentuk benda, keterlambatan yang

dialami Tunagrahita menyebabkan mereka tidak dapat berperilaku sesuai

dengan usianya.

Sebagaimana yang tercantum dalam Undang- undang No.20 tahun

2003 tentang sistem pendidikan nasional pada Bab IV pasal 5 ayat 2 yang

berbunyi: Warga yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual,

dan / atau sosial berhak berhak memperoleh pendidikan khusus. Ketetapan

dalam Undang-undang No.20 tahun 2003 tersebut bagi anak penyandang

kelainan sangat berarti karena memberi landasan yang kuat bahwa anak

berkelainan perlu memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana yang

diberikan anak normal lainya dalam pendidikan dan pengajaran.

Selain itu dalam • QS. Al Hujurat ayat 13 :

يا أيها الناس إنا خلقناكم من ذكر وأنثى وجعلناكم شعىبا وقبائل لتعارفىا إن أكرمكم عند للا

عليم خبير أتقاكم إن للا

artinya :

“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki

dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa –

bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.

Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi

Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.

Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.

Dalam ayat di atas disebutkan bahwa Allah menciptakan manusia dan

menjadikannya dalam berbagai suku bangsa agar manusia tersebut saling

mengenal. Potongan ayat tersebut bermakna bahwa manusia dianjurkan untuk

dapat saling mengenal dan bergaul dengan manusia lain dengan tidak mem

4

beda-bedakan satu dengan lainnya. Dalam potongan ayat tersebut tidak

dikatakan bahwa Allah menciptakan manusia dan menjadikan manusia

tersebut dalam berbagai suku dan bangsa untuk saling mengenal, kecuali yang

buta, tuli, atau jenis kecacatan lainnya. Tak ada istilah diskriminasi dalam

potongan ayat tersebut. Potongan ayat selanjutnya adalah bahwa

sesungguhnya manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah manusia yang

paling bertaqwa. Tidak pula dikatakan dalam potongan ayat tersebut bahwa

manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah manusia yang baik rupanya

atau hal-hal yang bersifat inderawi lainnya. Artinya bahwa setiap orang baik

yang berkebutuhan khusus maupun tidak berkebutuhan khusus harus

senantiasa meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah SWT.

Sama halnya sebagai warga negara, seseorang yang mengalami

kelainan cacat fisik maupun mental (abnormal), tidak didiskriminasikan

untuk memperoleh pendidikan. Kelainan ini menjadi penting untuk

diperhatikan dalam pemberian layanan pendidikan dan pengajarannya, oleh

karena itu sangat dibutuhkan pelayanan pendidikan secara khusus yaitu

Sekolah Luar Biasa (SLB) yang disesuaikan dengan kondisi objektivitasnya.

Disamping hak-hak yang dimiliki oleh seseorang yang memiliki

kecenderungan abnormal dalam memperoleh layanan pendidikan dan

pengajaran, juga sebagai anggota masyarakat yang hidup dan berinteraksi

dengan lingkungan, keluarga dan sosial kemasyarakatan. Untuk itu sangat

diperlukan adanya adaptasi sosial sebagai konsekuensi logis dari masing-

masing individu sebagai makhluk sosial.

5

Anak luar biasa pada dasarnya mempunyai kebutuhan yang sama

dengan anak-anak normal pada umumnya. Anak luar biasa hanya sedikit

berbeda dari anak normal. Pendidikan luar biasa, bertujuan membantu peserta

didik yang menyandang kelainan fisik atau mental agar mampu

mengembangkan sikap, pengetahuan dan ketrampilan sebagai pribadi, maupun

sebagai anggota masyarakat dalam hubungan timbal balik dengan lingkungan

sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan

dalam dunia kerja atau dapat mengikuti pendidikan lanjutan.

Tujuan pendidikan anak berkelainan adalah bagaimana anak

berkelainan tersebut menentukan tempat mereka dimasyarakat berdasarkan

kemampuan dan ketrampilan yang ada pada mereka (Sapariadi,1982:18).

Pendidikan luar biasa merupakan salah satu lembaga pendidikan,

maka mata pelajaran Pendidikan Agama Islam juga diajarkan pada peserta

didik yang beragama Islam. Dengan tujuan menghasilkan manusia yang

berguna bagi dirinya dan masyarakat serta senang dan gemar mengamalkan

dan mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan

dengan manusia sesamanya, dan untuk kepentingan dunia kini dan di akhirat

nanti.

Pendidikan luar biasa adalah pendidikan dengan cara yang khusus

yang disesuaikan dengan jenis dan taraf kelainannya, dengan demikian

“dalam mengajar pendidikan Agama Islam, pendidikan dan guru Pendidikan

Agama Islam menggunakan metode khusus, dan kurikulum yang khusus

pula”(Fuad, 2001:128) terutama dalam proses pembelajaran terhadap anak

6

berkebutuhan khusus, para pengajar kemungkinan besar akan menghadapi

banyak masalah. Hal ini menarik untuk di teliti lebih lanjut, agar berbagai

permasalahan yang timbul dapat diatasi, sehingga pendidikan Agama Islam

bagi anak Tunagrahita dapat terlaksana secara maksimal dan tepat guna. Oleh

karena itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang, “Model Pembelajaran

Pendidikan Agama Islam pada Anak Tunagrahita Di Sekolah Luar Biasa

Negeri Pembina Yogyakarta Tahun 2012”.

B. Fokus Penelitian

Dari uraian latar belakang masalah diatas, dapatlah penulis rumuskan

beberapa masalah yaitu

1. Bagaimana model pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak

Tunagrahita di Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogyakarta?

2. Materi-materi apa yang diberikan dalam pembelajaran Pendidikan Agama

Islam pada anak Tunagrahita di Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina

Yogyakarta?

3. Faktor-faktor apa yang menghambat dan mendukung dalam memberikan

pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak Tunagrahita di Sekolah

Luar Biasa Negeri Pembina Yogyakarta?

4. Bagaimana tingkat keberhasilan model pembelajaran Pendidikan Agama

Islam di Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogyakarta?

7

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

1. Model pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Luar Biasa

Negeri Pembina Yogyakarta.

2. Materi-materi yang diberikan dalam pembelajaran Pendidikan Agama

Islam di Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogyakarta.

3. Faktor-faktor penghambat dalam memberikan pembelajaran Pendidikan

Agama Islam di Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogyakarta.

4. Tingkat keberhasilan model pembelajaran Pendidikan Agama Islam di

Sekolah Luar Biasa Negeri Yogyakarta.

D. Kegunaan Penelitian

Ada beberapa hal yang membuat penelitian ini menjadi cukup

signifikan untuk dilakukan yaitu:

1. Bagi Penulis

Guna memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana strata

satu (S1) pada program Studi Pendidikan Agama Islam di Sekolah Tinggi

Negeri Islam Salatiga dan menambah pengetahuan diri sendiri tentang

pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak Tunagrahita disekolah

luar biasa negeri Pembina Yogyakarta

2. Bagi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga

Memperkaya khasanah pustaka ilmu tentang pembelajaran Pendidikan

Agama Islam pada anak Tunagrahita.

8

3. Bagi Orang tua

Mengetahui cara memberikan pendidikan Agama pada anaknya

yang berkebutuhan khusus.

E. Penegasan Istilah

Perbedaan persepsi pasti akan selalu ada, maka untuk menghindari

kesalah pahaman dalam menginterprestasikan makna kata-kata maka yang

terdapat dalam judul diatas kiranya perlu penulis berikan batasan dan arah

yang jelas, sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh para pembaca sesuai

dengan pengertian dan pemahaman penulis baik dari sudut pandang maupun

makna tulisan.

1. Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan

prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar

utuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi

para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan

aktivitas belajar mengajar (Ahmadi, 2011:8).

Pendidikan agama Islam adalah suatu Usaha untuk membina dan

pengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam

secara menyeluruh, lalu menghayati tujuan, yang pada akhirya dapat

mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup

(Daradjat, 1987:87).

9

Dalam buku model pembelajaran pendidikan luar biasa yang

dikeluarkan oleh direktorat pembinaan sekolah luar biasa mengatakan

bahwa Model pembelajaran merupakan suatu bentuk pembelajaran yang

ditunjukan untuk menciptakan situasi belajar berdasakan teori-teori dan

cara mengorganisasi pembelajaran yang digunakan (Diretorat pembinaan

SLB, 2008:7).

Dari definisi yang ada dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran pendidikan agama Islam adalah kerangka konseptual yang

melukiskan prosedur yang sistematis sebagai pedoman dalam melakukan

upaya membelajarkan peserta didik agar dapat belajar, terdorong untuk

belajar, mau belajar dan tertarik untuk terus menerus mempelajari Agama

Islam.

2. Anak Tunagrahita

Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk anak yang memiliki

perkembangan inteligensi yang terlambat. Setiap klasifikasi selalu diukur

dengan tingkat IQ mereka, yang terbagi menjadi tiga kelas yakni

Tunagrahita ringan, Tunagrahita sedang dan Tunagrahita berat.

Tunagrahita atau keterbelakangan mental merupakan kondisi dimana

perkembangan kecerdasanya mengalami hambatan sehingga tidak

mencapai tahap perkembangan yang optimal (Somantri, 2006:105) . Anak

Tunagrahita atau dikenal juga dengan istilah keterbelakangan mental

karena keterbatasan kecerdasanya mengakibatkan dirinya sukar untuk

mengikuti program pendidikan disekolah biasa, oleh karena itu anak

10

keterbelakangan mental membutuhkan layanan pendidikan secara khusus

yakni disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut (Somantri, 2006:103).

Jadi dapat disimpulkan bahwasanya Anak Tunagrahita adalah

anak-anak dengan keterbatasan mental atau intelektual, keterbatasan

tersebut menyebabkan mereka kesulitan memahami informasi dari luar

sehingga mereka sering gagal dalam bidang akademik pada pembelajaran

konvensional. Termasuk dalam pembelajaran agama Islam mereka juga

sering mengalami kegagalan yang mendasar, baik untuk mengerti ataupun

untuk menghafalkan sehingga mendemonstrasikan apa yang telah

diajarkan.

3. Sekolah luar biasa

Sekolah Luar Biasa (SLB) Yaitu sekolah yang di rancang khusus

untuk anak-anak berkebutuhan khusus dari satu jenis kelainan

http://Zalfabio.wordpress.com/2010/01/14.

Di Indonesia kita mengenal bermacam-macam

SLB,antara lain:

a. SLB bagian A (Khusus untuk anak Tunanetra)

b. SLB bagian B (Khusus untuk anak Tunarungu)

c. SLB bagian C (Khusus untuk anak Tunagrahita)

Penulis meneliti anak Tunagrahita jadi penulis mengabil lokasi

penelitian pada SLB bagian C. di SLB Negeri Pembina yang penulis teliti

terdapat banyak jenjang pendidikan, maka penulis memilih meneliti pada

jengjang pendidikan SMP nya.

11

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan Sekolah luar biasa

merupakan sekolah yang menangani anak yang mengalami penyimpangan

dalam segi fisik, sosial, dan emosional sehingga tidak mampu

memanfaatkan program sekolah biasa.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan

menggunakan pendekatan Analisis kualitatif yang pada umumnya

menggunakan strategi multi metode yaitu wawancara, pengamatan, serta

penelaahan dokumen studi documenter yang antara satu dengan yang lain

saling melengkapi, memperkuat, dan menyempurnakan (Sukmadinata,

2005:108). Lebih spesifiknya penelitian ini mengadopsi pendekatan

Grounded Teory, menurut (Daimon dan Holloway, 2008:180-181) yaitu

sebuah pendekatan yang refleksif terbuka dimana pengumpulan data,

pengembangan konsep teoritis serta ulasan literature berlangsung dalam

proses berkelanjutan. Dalam laporan ini data memungkinkan berasal dari

naskah wawancara, cacatan lapangan, foto, dokumen pribadi, dan

dokumen resmi lainya.

2. Kehadiran Peneliti

Penelitian dan pengumpulan data-data di SLBN Pembina

Yogyakarta dimulai dari pada pembuatan Proposal sampai dengan

selesainya penelitian yang disertai dengan kegiatan akhir berupa

penyusunan skripsi.

12

3. Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian ini dilakukan di Sekolah luar Biasa Negeri

Pembina Yogyakarta yang berada di Jl. Imogiri Timur 224 Giwangan

Umbulharjo, Yogyakarta. Adapun alasan pemilihan tempat penelitian di

Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogyakarta adalah karena disekolah

tersebut merupakan sekolah yang menjadi tolak ukur dari sekolah-sekolah

luar biasa di Yogyakarta.

4. Sumber Data

Data merupakan suatu fakta atau keterangan dari objek yang

diteliti. Menurut Lofland dalam Moleong, (2007:157) sumber data utama

dalam kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data

atau tambahan seperti dokumen dan sumber data tertulis, foto dan

statistik.

Sumber data dibedakan menjadi 2 (dua)

a. Data Primer

Sumber dan jenis data primer penelitian ini adalah kata-kata

dan tindakan subjek serta gambaran ekspresi, sikap dan pemahaman

dari subjek yang diteliti sebagai dasar utama melakukan interprestasi

data. Data atau informasi tersebut diperoleh secara langsung dari

orang-orang yang dipandang mengetahui masalah yang akan dikaji dan

bersedia memberi data atau informasi yang diperlukan.

13

Adapun dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian

adalah Guru Agama Islam, dan yang menjadi informan dalam

penelitian ini adalah wali murid SLB Negeri Pembina Yogyakarta.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data atau informasi yang diperoleh dari

sumber-sumber selain data data primer. Diantaranya buku-buku

reference, internet, majalah atau journal ilmiah, arsip, dokumen

pribadi, dan dokumen resmi lembaga-lembaga yang terkait dengan

penelitian ini.

5. Prosedur pengumpulan data

Metode yang penulis gunakan dalam pengumpulan data, penulis

menggunakan metode sebagai berikut :

a. Metode Wawancara

Wawancara adalah suatu metode yang digunakan untuk

mengumpulkan data, dimana peneliti mendapatkan keterangan atau

pendirian secara lesan dari seorang sasaran penelitian (responden), atau

bercakap-cakap dengan orang tersebut (Notoatmodjo, 2002: 102).

Metode wawancara digunakan untuk memperoleh data tentang

model pembelajaran pendidikan Agama Islam pada anak Tunagrahita

di lokasi penelitian, jadi dari data tersebut diperoleh langsung dari

responden melalui suatu pertemuan atau percakapan. Objek yang

diwawancari dalam penelitian ini adalah Guru Agama Islam, Wali

murid dan siswa-siswi SMP SLB Negeri Pembina Yogyakarta.

14

b. Metode Observasi

Metode observasi adalah tekhnik pengumpulan data dengan

pengamatan langsung kepada objek penelitian (Surakhmad, 1994:

164). Metode ini digunakan untuk mengetahui situasi dan kondisi

lingkungan SLB Negeri Pembina Yogyakarta baik keadaan bagi

penyandang Tunagrahita serta proses pembelajaran Agama Islam.

Pengamatan disini termasuk juga didalamnya peneliti mencatat

peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan

proposional maupun langsung diperoleh dari data (Moleong,

2007:174).

Dalam bukunya “Metodologi Research”, Sutrisno Hadi,

(1989:136) mengatakan bahwa observasi bisa dikatakan sebagai

pengamatan dan pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena

yang diselidiki.

Metode ini peneliti gunakan untuk mendapatkan data mengenai

kondisi sekolah, letak geografisnya, sarana dan prasarana di SLB

Negeri Pembina Yogyakarta.

c. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi merupakan metode pengumpulan data

dengan menggunakan dokumen yang ada. Dengan metode ini dapat

diperoleh catatan atau arsip yang berhubungan dengan penelitian

(Rumidi, 2004:131). Metode ini peneliti gunakan untuk memperoleh

data mengenai informasi sekolah yang meliputi data Sejarah SLB

15

Negeri Pembina Yogyakarta, Struktur Organisasi, keadaan para guru,

keadaan siswa, dan kegiatan pembelajaran pendidikan Agama Islam

serta macam-macam layanan yang dimiliki SLB Negeri Pembina

Yogyakarta dan data-data dan informasi lain yang menunjang.

6. Metode Analisis Data

Menurut Bogden & Biklen dalam Moleong, (1989:248) Analisis

data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan

data, menggorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang

dapat dikelola, mengsintesiskanya, mencari dan menemukan pola,

menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan

apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Maka dalam hal ini penulis menggunakan analisi data kualitatif,

dimana data dialasis dengan metode deskriptif analisis nonstatistik yang

meliputi cara berfikir induktif yaitu penulis berangkat dari pengetahuan

yang bersifat khusus untuk menilai suatu kejadian secara umum.

7. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam hal pengecekan keabsahan data penelitian terhadap

beberapa kriteria keabsahan data yang nantinya akan dirumuskan secara

tepat, teknik pemeriksaanya yaitu dalam penelitian ini harus terdapat

adanya kredibilitas yang dibuktikan dengan perpanjangan keikutsertaan,

ketekunan pengamatan, trianggulasi, pengecekan sejawat kecukupan

referensi, adanya kriteria kepastiandengan teknik uraian rinci dan audit

kepastian.

16

Untuk mengetaui apakah data yang telah dikumpulkan dalam

penelitian memiliki tingkat kebenaran atau tidak, maka dilakukan

pengecekan data yang disebut dengan validitas data. Untuk menjamin

validitas data akan dilakukan trianggulasi, yaitu teknik pemeriksaan

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong,

2006:330).

Validitas data akan membuktikan apakah data yang diperoleh

sesuai dengan apa yang ada dilapangan atau tidak. Dengan demikian data

yang diperoleh daari suatu sumber akan dikontrol oleh data yang sama dari

sumber yang berbeda.

8. Tahap-tahap Penelitian

a. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan ini mengkaji buku-buku yang berkaitan

dengan Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak

Tunagrahita.

b. Pengembangan Desain

Setelah mengetahui banyak hal tentang model pembelajaran

PAI pada anak Tunagrahita, kemudian penulis melakukan Observasi

ke objek penelitian untuk melihat secara langsung model

pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SLB Negeri Pembina

Yogyakarta. Tak lupa peneliti juga wawancara langsung terhadap guru

Pendidikan Agama Islam.

17

c. Penelitian Sebenarnya

Mengkaji antara informasi yang terdapat dalam buku-buku

mengenai Model pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan data

yang diperoleh di lapangan.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dan mencerna masalah yang dibahas dalam

penelitian ini. Perlu dibuat urutan-urutan pembahasan yang sistematis. Oleh

karena itu, peneliti mengetengahkan sistematika penelitian ini sebagai berikut:

1. BAB I Pendahuluan Meliputi:

Latar Belakang Masalah, Fokus Masalah, Tujuan Penelitian,

Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah, Metode Penelitian, Sistematika

Penulisan.

2. Bab II Kajian Pustaka Meliputi :

a. Pendidikan Agama Islam yang meliputi:

1) Pengertian Pendidikan Agama Islam.

2) Tujuan Pendidikan Agama Islam

3) Peran dan fungsi Pendidikan Agama Islam.

4) Metode Pendidikan Agama Islam.

b. Anak Tunagrahita

1) Pengertian Tunagrahita (Gangguan mental).

2) Klasifikasi Tunagrahita

3) Karakteristik Tunagrahita.

4) Faktor penyebab KeTunagrahitaan.

18

5) Masalah Anak Tunagrahita.

c. Model Pembelajaran

1) Pengertian model pembelajaran

2) Model pembelajaran Pendidikan Agama

3) Faktor-faktor dalam memilih model pembelajaran.

4) Model pembelajaran Pendidikan Agama.

3. Bab III Paparan Data dan Temuan Penelitian:

Paparan Data:

a. Gambaran Umum Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogyakarta.

b. Gambaran umum Objek Penelitian

c. Gambaran Kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah

Luar Biasa Negeri Yogyakarta.

d. Materi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SLB Negeri Pembina

Yogyakarta.

e. Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SLB Negeri Pembina

Yogyakarta.

f. Faktor Pendukung Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di

SLB Negeri Pembina Yogyakarta.

g. Faktor Penghambat Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di

SLB Negeri Pembina Yogyakarta.

h. Tingkat Keberhasilan Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di

SLB Negeri Pembina Yogyakarta.

4. Bab IV Pembahasan yang berisi tentang:

19

a. Kompetensi beragama yang ingin dicapai dalam pembelajaran

Pendidikan Agama Islam pada anak Tunagrahita di Sekolah Luar Biasa

Negeri Yogyakarta.

b. Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak Tunagrahita

di Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogyakarta.

c. Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan model pembelajaran

Pendidikan Agama Islam di Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina

Yogyakarta.

5. Bab V Penutup, meliputi:

Bab ini merupakan bab penutup atau bab akhir dari penyusunan

skripsi yang penulis susun. Dalam bab ini penulis mengemukakan

kesimpulan dari seluruh hasil penelitian, saran-saran ataupun rekomendasi

dalam meningkatkan pelaksanaan pembelajaran baik sesuai dengan model

metode yang telah diterapkan di Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina

Yogyakarta.

20

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994:232) kata

pendidikan berasal dari kata didik, lalu kata ini mendapatkan awalan pe

dan akhiran an sehingga menjadi pendidikan, yang artinya “ Proses

pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam

mendewasakan manusia, melalui upanya pengajaran dan pelatihan, atau

proses perbuatan, cara mendidik”.

Sedangkan pengertian pendidikan agama Islam dalam (Kurikulum

PAI, 3: 2002) seperti yang dikutip oleh Abdul Majid, (2004:9)

mengatakan pengertian pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan

terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,

menghayati, hingga mengimani, ajaran agama Islam, dibarengi dengan

tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubunganya

dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan

persatuan bangsa.

Menurut (Daradjat, 1987:87) pendidikan agama Islam adalah suatu

usaha untuk membina dan pengasuh peserta didik agar senantiasa dapat

memahami ajaran Islam secara menyeluruh, lalu menghayati tujuan, yang

21

pada akhirya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai

pandangan hidup.

Sedangkan (Yusuf, 1986:35) mengartikan pendidikan agama Islam

sebagai usaha sadar generasi tua untuk mengalihkan pengalaman,

pengetahuan, kecakapan dan ketrampilan kepada generasi muda agar kelak

menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwasanya

pendidikan agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik

dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk menyakini, memahami

dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan, bimbingan, pengajaran

atau pelatian yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.

2. Tujuan Pembelajaran Penidikan Agama Islam

Menurut (Daradjat, 2011:29) tujuan ialah sesuatu yang diharapkan

tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan telah selesai. Dalam

(Kurikulum PAI : 2002) seperti yang telah dikutip oleh Abdul Majid dan

Dian Adayani, pendidikan disekolah bertujuan untuk menumbuhkan dan

meningkatkan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan,

penghayatan, pengalaman serta pengalaman peserta didik tentang agama

Islam sehingga menjadi muslim yang terus berkembang dalam hal

keimanan, ketaqwaan, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat

melanjudkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

22

Ada beberapa tujuan pendidikan agama Islam yang dipaparkan

oleh (Daradjat, 2011:30-33)

a. Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan

pendidikan, baik pengajaran, baik dengan pengajaran atau dengan cara

lain menuju menjadi Insan Kamil.

b. Tujuan akhir adalah menjadi Insan Kamil yang mati dan akan

menghadap Tuhanya.

c. Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik

diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu

kurikulum pendidikan formal.

d. Tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan

sejumlah kegiatan pendidikan tertentu.

Sedangkan Pendidikan Agama Islam di SMPLB bertujuan untuk

menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan

pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, serta pengalaman

peserta didik tentang Agama Islam sehingga menjadi manusia muslim

yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaan kepada Allah

SWT, serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang

pendidikan yang lebih tinggi (Direktorat Pembinaan SLB 2003: 8).

Dari keterangan diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya

tujuan pendidikan agama Islam adalah menghasilkan manusia yang

23

berguna bagi dirinya dan masyarakat serta senang dan gemar

mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan

dengan Allah dan dengan manusia sesamanya, dan untuk kepentingan

dunia kini dan di akhirat nanti.

3. Peran dan Fungsi Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama dalam sekolah sangat penting untuk pembinaan

dan penyempurnaan pertumbuhan kepribadian anak didik, sebagai

penyempurna pendidikan agama yang telah diberikan oleh orangtuanya.

Dengan pendidikan agama akan membentuk karakter akhlakul karimah

bagi siswa sehingga mereka mampu memfilter mana pergaulan yang baik

dan mana yang tidak baik. Khususnya terhadap para siswa, pendidikan

agama sangat penting sebagai benteng sejak dini dari hal-hal yang tidak

baik. Pendidikan agama yang diberikan sejak kecil, akan memberikan

kekuatan yang akan menjadi benteng moral dan polisi yang mengawasi

tingkah laku dan jalan hidupnya dan menjadi obat anti penyakit/ganguan

jiwa (Daradjat, 2009:131).

Pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik

tetapi maksudnya adalah mendidik akhlak dan jiwa mereka, dengan

kesopanan yang tinggi, rasa fadilah (keutamaan), mempersiapkan mereka

untuk kehidupan yang seluruhnya ikhlas dan jujur. Pada akhirnya tujuan

pendidikan Islam itu tidak terlepas dari tujuan nasional yang menciptakan

manusia Indonesia seutuhnya, seimbang kehidupan duniawi dan ukhrawi.

Dalam al-Qur'an sudah terang dikatakan bahwa manusia itu diciptakan

24

untuk mengabdi kepada Allah Swt. Hal ini terdapat dalam Al-qur’an Surat

Adz-zariyat : 56, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali

supaya mereka menyembah-Ku”. Pendidikan agama yang menyajikan

kerangka moral sehingga seseorang dapat dapat membandingkan tingkah

lakunya. Pendidikan agama yang terarah dapat menstabilkan dan

menerangkan mengapa dan untuk apa seseorang berada di dunia ini.

Pendidikan agama menawarkan perlindungan dan rasa aman, khususnya

bagi para siswa dalam menghadapi lingkungannya. Agama merupakan

salah satu faktor pengendalian terhadap tingkah laku anak-anak didik hari

ini. Hal ini dapat dimengerti karena agama mewarnai kehidupan

masyarakat setiap hari. Dari uraian di atas jelaslah peran pendidikan

agama sangat besar pengaruhnya bagi para siswa sebagai alat pengontrol

dari segala bentuk sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-

hari. Pendidikan agama mengarahkan kepada setiap siswa untuk komitmen

terhadap ajaran agamanya.

Sedangkan fungsi pendidikan agama Islam di sekolah atau

dimadrasah yang dituliskan (Majid & Andayani, 2004:134), yakni sebagai

berikut :

a. Pengembangan yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta

didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan

keluarga. Pada dasarnya kewajiban menanamkan keimanan dan

ketakwaan di lakukan oleh setiap orang tua dalam keluarga. Sekolah

berfungsi untuk menumbuh kembangkan lebih lanjut dalam diri anak

25

melalui bimbingan, pengajaran dan pelatihan agar keimanan dan

ketakwaan tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai dengan

tingkat perkembangannya.

b. Penanaman nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagian

hidup didunia dan di akhirat.

c. Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan

lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan

dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama islam.

d. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-

kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan,

pemahaman dan pengalaman ajaran dalam kehidupan sehari-hari.

e. Pencegahan, yaitu untuk menangkal, hal-hal negatif dari

lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan

dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia

seutuhnya.

f. Pengajaran, tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum

system dan fungsional.

g. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat

khusus di bidang agama islam agar bakat tersebut dapat berkembang

secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan

bagi orang lain.

4. Macam-Macam Model Pembelajaran

26

Pembelajaran merupakan suatu cara dan sebuah proses

hubungan timbal balik antara siswa dan guru yang sama-sama aktif

melakukan kegiatan. Berikut ini adalah macam-macam model

pembelajaran yang terbaru:

a. Model Ceramah

Adalah sebuah model pembelajaran dengan

menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada

sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif.

Model pembelajaran ini bisa dikatakan sebagai model

pembelajaran yang paling ekonomis dalam menyampaikan

informasi serta paling efektif dalam mengatasi kelangkaan

literature.

b. Model Diskusi

Model pembelajaran diskusi merupakan model

pembelajaran yang sangat berkaitan dengan pemecahan masalah.

Model pembelajaran ini sering disebut sebagai diskusi kelompok

dan resitasi/pelafalan bersama.

c. Model Demonstrasi

Adalah model pembelajaran dengan cara memperagakan

benda, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan,

baik secara langsung maupun melalui penggunaan media

pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang

sedang disajikan.

27

d. Model Ceramah Plus

Model pembelajaran ceramah plus adalah model

pembelajaran yang menggunakan lebih dari satu model, yakni

model ceramah yang dikombinasikan dengan model yang lain.

Terdapat 3 jenis model pembelajaran ceramah plus, yaitu: model

ceramah plus tanya jawab dan tugas, model ceramah plus diskusi

dan tugas, dan model ceramah plus demosntrasi dan latihan.

e. Model Resitasi

Model pembelajaran resitasi adalah suatu model

pembelajaran yang mengharuskan siswa membuat resume

dengan kalimat sendiri

f. Model Eksperimental

Sering juga disebut sebagai model pembelajaran

percobaan. Model pembelajaran ini merupakan model

pembelajaran dengan metode pemberian kesempatan kepada para

peserta didik perorangan atau kelompok untuk dilatih melakukan

suatu proses atau percobaan. Model pembelajaran ini

menggunakan alat tertentu dan dilakukan lebih dari 1x.

g. Model Teileren

Merupakan model pembelajaran dengan cara

memberikan materi secara bertahap/sebagian-sebagian. Misalnya

paragraf per paragraf kemudian dilanjutkan lagi dengan paragraf

lainnya yang tentu saja berkaitan dengan masalahnya.

28

h. Model Global (Ganze Model)

Merupakan suatu model pembelajaran dengan meminta

peserta didik membaca keseluruhan materi kemudian membuat

resume atau kesimpulan dari apa yang mereka baca.

(http://carapedia.com.>home.>

B. Pembelajaran Adaptif

1. Pengertian Pembelajaran Adaptif

Masalah utama dalam pembelajaran bagi anak dengan kebutuhan

pendidikan khusus adalah penggunaan metode atau model pembelajaran

dalam menyampaikan materi pelajaran secara tepat, yang memenuhi

kebutuhan siswa, sehinga potensi yang dimiliki siswa dapat berkembang

seoptimal mungkin.

Metode pembelajaran dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) yang

terkesan kaku, kurang fleksibel, kurang demokratis, dan guru cenderung

lebih dominan one way method dimana aktivitas guru lebih dominan dari

pada siswa. Hal tersebut sangat merugikan siswa karena yang belajar

adalah siswa bukan guru, kondisi seperti ini disebabkan guru mengajar

lebih banyak mengejar target yang berorientasi pada nilai ujian akhir.

Berdasarkan kepentingan siswa, pembelajaran harus berlangsung dalam

suasana yang demokratis, tidak otoriter, harus fleksibel tidak kaku,

berorientasi kepentingan siswa bukan guru, lebih banyak memberi

kebebasan bukan membelenggu, pelayanan lebih pada individual sedikit

29

klasikal, tidak hanya tekstual tetapi kontekstual (mengaitkan dengan

kenyataan kehidupan), tidak reseptif tetapi mendorong kontruktivisme

siswa, serta secara simultan mengembangkan kecerdasan intelektual,

emosional dan spiritual.

Untuk menghadapi hal tersebut di atas, suatu model pembelajaran

yang efektif dan efisien sebagai alternatif, yaitu model pembelajaran yang

diharapkan mampu melibatkan siswa dalam keseluruhan proses

pembelajaran dan dapat melibatkan seluruh aspek, yaitu kognitif, afektif,

dan psikomotorik siswa, serta secara fisik dan mental melibatkan semua

pihak dalam pembelajaran sehingga siswa memiliki suatu kebebasan

berpikir, berpendapat, aktif dan kreatif.

Berbicara tentang anak dengan kebutuhan pendidikan khusus,

maka dalam proses pembelajarannyapun harus disesuaikan dengan kondisi

siswa tersebut, oleh karena itu lahirlah istilah pembelajaran adaptif. Bila

kita merujuk pada kata adaptif yang merupakan kata dari bahasa Inggris

”adapt” yang mempunyai arti ”menyesuaikan dengan”, maka

pembelajaran adaptif bagi anak berkebutuhan pendidikan khusus

merupakan pembelajaran yang menyesuaikan dengan kondisi siswa.

Artinya yang menyesuaikan adalah pembelajaran itu sendiri, baik metode,

alat/media pembelajaran, dan lingkungan belajar, bukan siswanya.

Sejalan dengan pemikiran tersebut di atas Irham Hosni,(2003:67)

menyebutkan bahwa pembelajaran adaptif merupakan pembelajaran biasa

yang dimodifikasi dan dirancang sedemikian rupa sehingga dapat

30

dipelajari, dilaksanakan dan memenuhi kebutuhan pendidikan Anak

Berkebutuhan Khusus (ABK). Dengan demikian pembelajaran adaptif

bagi ABK hakekatnya adalah Pendidikan Luar Biasa (PLB). Sebab

didalam pembelajaran adaptif bagi ABK yang dirancang adalah

pengelolaan kelas, program dan layanannya.

Jadi pembelajaran adaptif pada intinya adalah modifikasi aktivitias,

metode, alat, atau lingkungan pembelajaran yang bertujuan untuk

menyediakan peluang kepada anak dengan kebutuhan khusus mengikuti

program pembelajaran dengan tepat, efektif serta mencapai kepuasan.

Prinsip utama dalam modifikasi aktivitas adalah penyesuaian aktivitas

pembelajaran yang disesuaikan dengan potensi siswa dalam melakukan

aktivitias tersebut

2. Ciri-ciri Pembelajaran Adaptif

Sebagai pembelajaran yang berpusat pada siswa (student center)

pembelajaran adaptif mempunyai ciri sebagai berikut:

a. Memperhatikan perbedaan individu siswa, pada dasarnya setiap

manusia tidak ada yang sama, oleh karena itu dalam pembelajaran

yang adaptif, guru sangat memperhatikan perbedaan dari setiap

siswanya yang implikasinya dalam proses pembelajaran di kelas hal

tersebut disesuaikan dengan kemampuan dan potensi yang dimiliki

oleh siswa. Program pengajaran adaptif harus sesuaikan dengan jenis

dan karakteristik kelainan siswa, sehingga siswa mendapatkan

31

kesempatan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya

seoptimal mungkin dengan tepat, cepat, dan aman bagi siswa tersebut.

b. Sebagai alat untuk memperbaiki atau meminimalkan dampak dari

kelemahan yang siswa miliki. Dengan pembelajaran adaptif ini harus

dapat memperbaiki dan atau meminimalkan dampak dari kelainan

yang dimiliki siswa, bukan memperburuk kondisi siswa.

Contoh Anak dengan gangguan penglihatan namun masih mempunyai

sisa penglihatan (low vision) yang menetap, maka dalam proses

pembelajarnya jangan dipaksakan menggunakan hurup braille untuk

baca tulisnya, namun gunakanlah hurup awas yang disesuikan dengan

tingkat penglihatnnya.

c. Sebagai alat untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan

siswa yang memiliki kebutuhan khusus. Pembelajaran adaptif harus

dapat mengakomodasi untuk pengembangan potensi yang dimiliki

anak dengan kebutuhan khusus. Contoh: anak dengan kemampuan IQ

yang di atas rata-rata (gifted) maka dalam proses pembelajaranya

jangan disamakan dengan siswa yang lainnya, namun berikanlah

pengayaan baik dengan materi sama yang mempuyai tingkat

kesulitannya lebih tinggi atau melanjutkan pada materi

selanjutnya.(http://banura.edublogs.org/2011/08/27pembelajaran

adaptif.html.

32

3. Prinsip-prinsip Pembelajaran Adaptif

Pada dasarnya prinsip pembelajaran adaptif sama dengan prinsip

pembelajaran pada umumnya, yaitu:

a. Kesempatan Belajar, kegiatan pembelajaran perlu menjamin

pengalaman siswa untuk secara langsung mengamati dan mengalami

proses, produk, keterampilan dan nilai yang diharapkan

b. Motivasi, Guru harus senantiasa memberikan motivasi kepada siswa

agar tetap memiliki gairah dan semangat yang tinggi dalam mengikuti

kegiatan belajar-mengajar.

c. Latar/Konteks, Guru perlu mengenal siswa secara mendalam,

menggunakan contoh, memanfaatkan sumber belajar yang ada di

lingkungan sekitar, dan semaksimal mungkin menghindari

pengulangan-pengulangan materi pengajaran yang sebenarnya tidak

terlalu penting bagi anak.

d. Keterarahan, Setiap akan melakukan kegiatan pembelajaran, guru

harus merumuskan tujuan secara jelas. menetapkan sasaran dan alat

yang sesuai serta mengembangkan strategi pembelajaran yang tepat.

e. Menyenangkan, kegiatan belajar perlu menyediakan pengalaman

belajar yang menyenangkan bagi siswa.

f. Hubungan sosial, Dalam kegiatan belajar-mengajar, guru perlu

mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu mengoptimalkan

interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, guru dengan

siswa dan lingkungan, serta interaksi banyak arah.

33

g. Belajar sambil bekerja, Dalam kegiatan pembelajaran, guru harus

banyak memberi kesempatan kepada anak untuk melakukan praktek

atau percobaan atau menemukan sesuatu melalui pengamatan,

penelitian, dan sebagainya.

h. Individualisasi, Guru perlu mengenal kemampuan awal dan

karakteristik setiap anak secara mendalam baik dari segi kemampuan

maupun ketidakmampuannya dalam menyerap materi pelajaran.

kecepatan maupun kelambatannya dalam belajar, dan perilakunya,

sehingga setiap kegiatan pembelajaran masing-masing anak mendapat

perhatian dan perlakuan yang sesuai.i. Menemukan, Guru perlu

mengembangkan strategi pembela-jaran yang mampu memancing anak

untuk terlihat secara aktif baik fisik, mental, sosial, dan/atau emosional

(Endang. 2008:68).

4. Ciri-ciri Model Pembelajaran

Ada beberapa ciri-ciri model pembelajaran secara khusus

diantaranya adalah :

a. Rasional teoritik yang logis yang disusun oleh para pencipta atau

pengembangnya.

b. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar.

c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat

dilaksanakan dengan berhasil.

d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat

tercapai.

34

(http://banura.edublogs.org/2011/08/27pembelajaran adaptif.html.

Sedangkan model pembelajaran menurut Kardi dan Nur ada lima

model pemblajaran yang dapat digunakan dalam mengelola pembelajaran,

yaitu: pembelajaran langsung; pembelajaran kooperatif; pembelajaran

berdasarkan masalah; diskusi; dan learning strategi.

C. Anak Tunagrahita

1. Pengertian Tunagrahita

Menurut Mangungsong (2009:129) dilihat dari asal katanya

Tunagrahita berasal dari kata Tuna yang berarti merugi, sedangkan

grahita yang berarti pikiran. Tunagrahita merupakan kata lain dari

Retardasi Mental (Mental Retardation) yang artinya terbelakang

mental.

Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut

anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata.

Istilah tersebut sesungguhnya memiliki arti yang sama yang

menjelaskan kondisi anak yang kecerdasanya jauh di bawah rata-rata

dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam

interaksi sosial. Anak Tunagrahita atau dikenal juga dengan istilah

terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasanya

mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti program pendidikan

di sekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak terbelakang

mental membutuhkan layanan pendidikan secara khusus yakni

35

disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut (Somantri, 2006:

103).

Sedangkan definisi anak Tunagrahita yang dikembangkan

oleh AAMD (American Association Of Mental Deficiency) adalah

sebagai berikut: “keterbelakangan mental menunjukkan fungsi

intelektual di bawah rata-rata secara jelas dengan disertai

ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku dan terjadi pada masa

perkembangan (Somantri, 2006: 104).

Jadi Tunagrahita atau terbelakang mental merupakan kondisi

di mana perkembangan kecerdasanya mengalami hambatan sehingga

tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal.

Dari beberapa pendapat diatas mengenai pengertian dari anak

Tunagrahita, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian anak

Tunagrahita adalah anak yang mengalami keterlambatan

perkembangan dibawah rata-rata, sehingga memerlukan bantuan

atau layanan khusus untuk mengoptimalkan potensinya.

2. Karakteristik Anak Tunagrahita

Menurut (Somantri, 2006:106) ada beberapa karakteristik

Tunagrahita, yaitu:

a. Keterbatasan Inteligensi

Inteligensi merupakan fungsi yang kompleks yang dapat

diartikan sebagai kemampuan untuk mempelajari informasi dan

keterampilan-keterampilan menyesuaikan diri dengan masalah-

36

masalah dan situasi-situasi kehidupan baru, belajar dari pengalaman

masa lalu, berpikir abstrak, kreatif, dapat menilai secara kritis,

menghindari kesalahan-kesalahan, mengatasi kesulitan-kesulitan, dan

kemampuan untuk merencanakan masa depan. Anak Tunagrahita

memiliki kekurangan dalam semua hal tersebut. kapasitas belajar anak

Tunagrahita terutama yang bersifat abstrak seperti belajar dan

berhitung, menulis dan membaca juga terbatas. Kemampuan

belajarnya cenderung tanpa pengertian atau cenderung belajar dengan

membeo.

b. Keterbatasan Sosial

Disamping memiliki keterbatasan inteligensi, anak Tunagrahita

juga memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam

masyarakat. Oleh karena itu mereka memerlukan bantuan.

Anak tunagrhita cenderung berteman dengan anak yang lebih

muda usianya, ketergantungan terhadap orang tua sangat besar. Tidak

mampu memikul tanggungjawab sosial dengan bijaksana, sehingga

mereka harus selalu dibimbing dan diawasi. Mereka juga mudah

dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan

akibatnya.

c. Keterbatasan Fungsi-fungsi Mental Lainya

Anak Tunagrahita memerlukan waktu lebih lama untuk

menyelesaikan reaksi pada situasi yang baru dikenalnya. Mereka

memperhatikan reaksi terbaiknya bila mengikuti hal-hal yang rutin dan

37

secara konsisten dialaminya dari hari ke hari. Anak Tunagrahita tidak

dapat menghadapi sesuatu kegiatan atau tugas dalam jangka yang

lama.

Anak Tunagrahita memiliki keterbatasan dalam penguasaan

bahasa. Mereka bukanya mengalami kerusakan artikulasi, akan tetapi

pusat pengolahan (perbendaharaan kata) yang kurang berfungsi

sebagaimana mestinya. Karena alasan itu mereka membutuhkan kata-

kata konkret yang sering didengarnya. Selain itu perbedaan dan

persamaan harus ditunjukkan secara berulang-ulang. Latihan-latihan

sederhana seperti megajarkan konsep besar dan kecil, keras dan lemah,

pertama, kedua, dan terakhir, perlu menggunakan pendekatan yang

konkret.

Selain itu, anak Tunagrahita kurang mampu untuk

mempertimbangkan sesuatu, membedakan antara yang baik dan yang

buruk, dan membedakan yang benar dan yang salah. Ini semua karena

kemampuanya terbatas sehingga anak Tunagrahita tidak dapat

membayangkan terlebih dahulu konsekuensi dari suatu perbuatan.

Sedangkan berdasarkan tinggi rendahnya kecerdasan

intelegensi yang diukur dengan menggunakan tes Stanford Binet dan

Skala Wescheler (WISC), Tunagrahita digolongkan menjadi empat

golongan antara lain :

38

1) Kategori Ringan (Moron atau Debil)

Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil.

Kelompok ini memiliki IQ antara 68-52 menurut Binet, sedangkan

menurut Skala Weshler (WISC) memiliki IQ 69-55. Mereka masih

dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Dengan

bimbingan dan pendidikan yang baik, anak terbelakang mental

ringan pada saatnya akan dapat memperoleh penghasilan untuk

dirinya sendiri.

Anak terbelakangan mental ringan dapat dididik menjadi

tenaga kerja, namun anak terbelakangan mental ringan tidak

mampu melakukan penyesuaian secara sosial secara independen.

2) Kategori Sedang (Imbesil)

Anak Tunagrahita sedang disebut juga imbesil. Kelompok

ini memiliki IQ 51-36 pada Skala Binet dan 54-40 menurut Skala

Weschler(WISC). Anak terbelakangan mental sedang bisa

mencapai perkembangan MA sampai kurang 7 tahun. Mereka

dapat dididik mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri dari

bahaya.

Anak Tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat

belajar secara akademik seperti belajar menulis membaca dan

berhitung walaupun mereka masih dapat menulis secara social.

39

3) Kategori Berat (Severe)

Anak Tunagrahita berat disebut juga severe. Kelompok ini

memiliki IQ 20-25 sampai 35-45. Menurut hasil tes Binet IQ- nya

32-20, sedangkan menurut tes WISC, IQ- nya 39-25. Penderita

memiliki abnormalitas fisik bawaan dan kontrol sensori motor

yang terbatas.

4) Kategori Sangat Berat (Profound)

Anak Tunagrahita sangat berat disebut profound.

Kelompok ini memiliki IQ yang sangat rendah. Menurut hasil

Skala Binet IQ penderita di bawah 19. Sedangkan menurut tes

WISC IQ-nya dibawah 24. Banyak penderita yang memiliki cacat

fisik dan kerusakan saraf.tak jarang pula penderita yang meninggal

(Somantri, 2006:106-108).

3. Faktor Penyebab

Menurut (Efendi, 2006:90) faktor-faktor yang menyebabkan anak

menjadi Tunagrahita adalah sebagai berikut:

a. Sebab terjadinya kurun waktu

1) Dibawa sejak lahir (faktor endogen)

2) Fator dari luar (faktor eksogen)

b. Dari sisi pertumbuhan dan perkembangan

1) Kelainan atau ketunaan yang timbul pada jenis plasma

2) Kelainan atau ketunaan yang dihasilkan selama penyeburan telur

3) Kelainan atau ketunaan yang dikaitkan dengan implantasi

40

4) Kelainan atau ketunaan yang timbul dalam embrio

5) Kelainan atau ketunaan yang dari luka saat kelahiran

6) Kelainan atau ketunaan yang timbul dalam janin

7) Kelainan atau ketunaan yang timbul pada masa bayi dan masa

kanak-kanak

c. Tunagrahita terjadi karena

1) Radang otot

2) Gangguan fisiologis

3) Faktor hereditas (keturunan)

4) Pengaruh kebudayaan

d. Penyebab lainnya

1) Usia Ibu lebih dari 40 th dan kurang dari 16 th

2) Selama kehamilan ibu jatuh atau sakit

3) Selama persalinan

a) Sukar atau lama

b) Kembar

c) Kurang bulan (prematur)

4) Sesudah lahir

a) Jatuh atau cidera kepala

b) Panas tinggi + radang

c) Sakit barat dan lama

d) Panas tinggi + tidak sadar

e) Epilepsi

41

Sedangkan menurut (Smart, 2010:52) mengemukakan penyebab

keterbelakangan mental adalah sebagai berikut antara lain:

a. Anomali genetic atau kromosom

b. Penyakit infeksi, terutama pada trisemester pertama karena janin

belum memiliki system kekebalan dan merupakan saat kritis bagi

perkembangan otak.

c. Kecelakaan dan menimbulkan trauma dikepala.

d. Prematuritas (bayi lahir sebelum waktunya / kurang dari 9 bulan).

e. Bahan kimia yang berbahaya, keracunan pada ibu berdampak pada

janin, atau polutan lainya yang terhirup oleh anak.

Berkaitan dengan hal tersebut (Smith, 1998:14) terjemahan dari

Denis juga menuliskan bahwasanya penyebab keterbelakangan mental

antara lain :

a. Penyebab dari genetik dan kromosom.

b. Penyebab pada pra kelahiran.

c. Penyebab pada saat kelahiran, dan

d. Penyebab-penyebab selama masa perkembangan anak-anak dan

remaja.

4. Masalah-masalah anak Tunagrahita

Hambatan fungsi kecerdasan yang dimiliki anak Tunagrahita dapat

menimbulkan masalah -masalah lainnya seiring dengan perkembangannya.

Menurut (Astati&Mulyati, 2010:22), masalah yang dihadapi oleh anak Tunagrahita

ringan dalam konteks pendidikan adalah sebagai berikut :

42

a. Masalah Kesulitan dalam Kehidupan Sehari-hari

Masalah ini berkaitan dengan kesehatan dan pemeliharaan diri

dalam kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi keterbatasan anak-anak

dalam kehidupan sehari-hari mereka banyak mengalami kesulitan

apalagi yang termasuk kategori berat dan sangat berat; pemeliharaan

kehidupan sehari-harinya sangat memerlukan bimbingan. Karena

itulah di sekolah diharapkan sekali dapat memberikan sumbangan yang

berarti dalam melatih dan membiasakan anak didik untuk merawat

dirinya sendiri. Masalah-masalah yang sering ditemui diantaranya

adalah : cara makan, menggosok gigi, memakai baju, memasang

sepatu dan lain-lain.

b. Masalah Kesulitan Belajar

Dapat disadari bahwa dengan keterbatasan kemampuan berfikir

mereka, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa mereka sudah tentu

mengalami kesulitan belajar, yang tentu pula kesulitan tersebut

terutama dalam bidang pengajaran akademik, sedangkan untuk bidang

non-akademik mereka tidak banyak mengalami kesulitan belajar.

Masalah-masalah yang sering dirasakan dalam kaitannya dengan

proses belajar mengajar diantaranya : kesulitan menangkap pelajaran,

kesulitan dalam belajar yang baik, mencari metode yang tepat,

kemampuan berpikir abstrak yang terbatas, daya ingat yang lemah, dan

sebagainya.

c. Masalah Penyesuaian Diri

43

Masalah ini berkaitan dengan masalah-masalah atau kesulitan

dalam hubungannya dengan kelompok maupun individu di sekitarnya.

Disadari bahwa kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungan

sangat dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan. Karena tingkat kecerdasan

anak Tunagrahita berada di bawah rata-rata (normal) maka dalam

kehidupan bersosialisasi mengalami hambatan. Di samping itu mereka

ada kecenderungan diisolir (dijauhi) oleh lingkungannya, apakah itu

masyarakat atau keluarganya. dapat juga terjadi anak ini tidak diakui

secara penuh sebagai individu yang berpribadi dan hal tersebut

berakibat fatal terhadap pembentukan pribadi, sehingga mengakibatkan

suatu kondisi pada individu itu ketiakmampuannya di dalam

menyesuaikan diri baik terhadap tuntutan sekolah, keluarga,

masyarakat, dan bahkan terhadap dirinya sendiri.

d. Masalah Penyaluran ke Tempat Kerja

Secara empirik dapat dilihat bahwa kehidupan anak

Tunagrahita cenderung banyak yang masih menggantungkan diri

kepada orang lain terutama kepada keluarga (orang tua) dan masih

sedikit sekali yang sudah dapat hidup mandiri, inipun perlu disadari

betapa pentingnya masalah penyaluran tenaga kerja Tunagrahita ini

dan untuk itu perlu dipikirkan matang-matang dan secara ideal dapat

diwujudkan dengan penanganan yang serius.

e. Masalah Pemanfaatan Waktu Luang.

44

Adalah wajar bagi Tunagrahita dalam tingkah lakunya sering

menampilkan tingkah laku nakal. Dengan kata lain bahwa anak-anak

ini berpotensi untuk mengganggu ketenangan lingkungannya, apakah

terhadap benda-benda ataupun manusia di sekitarnya, apalagi mereka

yang hiperaktif.

Sebenarnya sebagian dari mereka cenderung suka berdiam diri

dan menjauhkan diri dari keramaian sehingga hal ini dapat berakibat

fatal bagi dirinya, karena dapat saja terjadi tindakan bunuh diri. Untuk

mengimbangi kondisi ini sangat perlu adanya imbangan kegiatan

dalam waktu luang, sehingga mereka dapat terjauhkan dari kondisi

yang berbahaya, dan pula tidak sampai mengganggu ketenangan

masyarakat maupun keluarganya sendiri.

Sedangkan permasalahan penyadang cacat menurut Pola Dasar

Pembangunan Bidang kesejahteraan Sosial DEPSOS RI yang dikutip

oleh (Mangungsong, 2009:141) antara lain:

1) Kecanggungan/hambatan fisik mobilitas dalam melakukan

kegiatan sehari-hari

2) Kecanggungan/gangguan ketrampilan kerja produktif

3) Rawan kondisi social ekonomi

4) Hambatan/kecanggungan mental psikologis

5) Kecanggungan/hambatan melaksanakan fungsi sosial

Selain itu orang yang paling banyak menanggung beban akibat

keTunagrahitaan adalah orang tua dan keluarga anak tersebut. Oleh

45

sebab itu dikatakan bahwa penanganan anak Tunagrahita merupakan

resiko psikiatri keluarga. Keluarga anak Tunagrahita berada dalam

resiko, mereka menghadapi resiko yang berat. Saudara-saudara anak

tersebut pun menghadapi hal-hal yang bersifat emosional ( Soemantri,

2006:117).

Dari sini terlihat jelas bahwa permasalahan penyandang

Tunagrahita, bukan semata-mata masalah medis yang hanya

menyangkut penderita dan keluargnya saja, tetapi sudah berkembang

menjadi masalah yang sangat luas dan kompleks, meliputi segi-segi

medis, psikologis, social, ekonomi, pendidikan dan pekerjaan.

D. Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian

Model pembelajaran menurut Nurulwati dalam lifkhoiru

(2011:8) adalah” kerangka konseptual yang melukiskan prosedur

yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar utuk

mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi

para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam

merencanakan aktivitas belajar mengajar”. Dengan demikian

aktivitas pembelajaran benar-benar merupakan kegiatan bertujuan

yang tertata secara sistematis.

Sedangkan Dalam buku model pembelajaran pendidikan luar

biasa yang dikeluarkan oleh direktorat pembinaan sekolah luar biasa

mengatakan bahwa Model pembelajaran merupakan suatu bentuk

46

pembelajaran yang ditunjukan untuk menciptakan situasi belajar

berdasakan teori-teori dan cara mengorganisasi pembelajaran yang

digunakan.

Model pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis

dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai

tujuan belajar. Dapat juga diartikan suatu pendekatan yang

digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Jadi, sebenarnya model

pembelajaran memiliki arti yang sama dengan pendekatan, startegi

atau metode pembelajaran (http//belajarpsikologi.com/2011/02/17).

Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai model

pembelajaran, dari yang sederhana sampai model yang agak

kompleks dan rumit karena memerlukan banyak alat bantu dalam

penerapannya. Ada beberapa ciri-ciri model pembelajaran secara

khusus diantaranya adalah :

a. Rasional teoritik yang logis yang disusun oleh para pencipta atau

pengembangnya.

b. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar.

c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat

dilaksanakan dengan berhasil.

d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat

tercapai (http//belajarpsikologi.com/2011/02/17).

47

Berikut ini prinsip-prinsip pemilihan model pembelajaran

bagi anak berkebutuhan khusus yang dituliskan oleh (Mangungsong,

2009:31) antara lain:

a. Tipe kecacatan dan tingkat keparahan anak

b. Tingkatan usia anak

Selaian itu (Smart, 2010:79) juga menuliskan prinsip-prinsip

pembelajara khusus sesuai dengan kelainan anak antara lain:

a. Prinsip Motivasi

b. Prinsip latar/Konteks

c. Prinsip Keterarahan

d. Prinsip Hubungan sosial

e. Prinsip Belajar sambil Bekerja

f. Prinsip Individualisme

g. Prinsip menemukan

h. Prinsip Pemecahan Masalah

Dalam pemilihan model pembelajaran perlu ditempuh

langkah-langkah secara sistematis. Menurut penentuan model

pembelajaran seperti yang dikemukakan oleh (Mangungsong,

2009:34) langkah-langkah dalam pemilihan model pembelajaran

sebagai berikut :

a. Identifikasi atribut-atribut (identify attributes)

b. Menentukan tujuan-tujuan pengajaran (specify objectives)

c. Pemilihan strategi (select strategy)

48

d. Pemilihan materi/bahan (select materials)

e. Uji strategi dan materi (test strategy and materials)

f. Evaluasi performansi (performance evaluation)

2. Model Pembelajaran

Perlu disadari bahwa tak ada satu pun pendekatan dijamin

berhasil untuk semua anak atau untuk anak-anak dengan

berkebutuhan khusus tertentu. Untuk itu perlu dipilih pendekatan-

pendekatan yang sejalan dengan keyakinan keyakinan yang

menggunakan perencanaan. Guru yang baik adalah guru yang

membuat perencanaan-perencanaan yang teliti, membuat catatan

yang tepat bagi setiap kemajuan anak dan peka terhadap

kemampuan dan kebutuhan masing-masing anak (Mangungsong,

2009:38).

Adapun pendekatan-pendekatan dan strategi-strategi

intruksional yang bisa digunakan untuk anak-anak berkebutuhan

khusus yang dikuti oleh Mangungsong (2009:39) dari Cartwright, et,

al, 1984;Hallahan & Kauffman, 2006;Ormrod, 2008) antara lain :

a. Pendidikan remedial dan pendidikan tambahan/kompetensi (remedial

education & compensatory education).

Secara teknik pendidikan remedial mengacu pada proses

peningkatan atau perbaikan mengenai bidang tertentu. Remedial

merupakan penyebuhan atau perbaikan, peningkatan kecakapan-

kecakapan seseorang menjadi normal atau mendekati normal.

49

Sedangkan konpensasi berarti penyeimbangan, penggantian

suatu kecakapan yang lain.

b. Pengajaran Langsung (direct instruction)

Yaitu pengukuran langsung peformansi siswa atas suatu

tugas belajar dan pengetahuan program-program dan prosedur-

prosedur pengajaran setian anak. Dengan kata lain pengajaran

langsung adalah menyarankan pemilihan tujuan-tujuan yang

tepat dan bisa diukur untuk setiap anak, dan menentukan

kemungkinan–kemungkinan dan proedur-prosedur belajar

sedemikian rupa sehingga anak dan guru bisa mengetahui dengan

pasti apa yang akan dipelajari serta kriteria penilaianya.

c. Analisis tugas (task analysis)

Analisis tugas sangatlah penting bagi pengajaran

langsung. Analisis tugas meliputi memecah-mecah tugas belajar

ke dalam bagian-bagian komponennya sehingga kecakapan-

kecakapan yang tercakup dalam tugas bisa diidentifiksi.

Kecakapan-kecakapan prasarat harus diidentifikasi, yaitu

kecakapan-kecakapan yang harus dimiliki anak sebelum perilaku

lain bisa dilaksanakan dengan berhasil.

Yang terutama dalam analisis tugas adalah gagasan

bahwa belajar bersifat kumulatif artinya kecakapan-kecakapan

terbentuk atas kecakapan-kecakapan lain. Dengan demikian

tugas-tugas belajar dianalisis ke dalam perilaku-perilaku khusus

50

sehingga penjenjangan belajar bisa diterapkan pada situasi kelas.

Analisi tugas digunakan untuk memastikan pengurutan yang

tepat bagi pengajaran dan diagnosis kebutuhan-kebutuhan

khusus.

d. Pengajaran bertahap

Yaitu memberikan pembelajaran diurutkan dari tingkatan

yang termudah menuju ke tingkat kecakapan yang lebih tinggi.

e. Latian persepsi-motorik (perceptual motor-trayning)

Masalah-masalah koordianasi mata-tangan dan pesepsi

motorik sering dikaitkan dengan masalah-masalah membaca,

menulis, pada anak-anak terbelakangan mental dan anak dengan

gangguan belajar. Pendekatan yang digunakan untuk mengajar

adalah dengan memusatkan pada masalah-masalah perceptual

mereka yaitu kecakapan-kecakapan motorik kasar, motorik

halus, persepsi bentuk, pengurutan ingatan, pendekatan visual,

dan auditif. Latian persepsi tidak hanya memperingan problem-

problem persepsual dan akademis yang terkait, tetapi deficit

perilaku, terutama kurangnya perhatian.

f. Strategi-strategi yang lain.

1) Modeling

Dengan modeling seseorang belajar mengikuti

kelakuan orang lain sebagai model, modelling dapat

51

digunakan untuk mengajarkan ketrampilan-ketrampilan

akademis dan motorik.

2) Pengajaran terprogram

Pengajaran terprogram merupakan suatu sistem

belajar (learning strategi) yang memungkinkan siswa untuk

mempelajari materi-materi tertentu, yang telah terbagi atas

bagian-bagian kecil yang memungkinkan secara berurutan,

demi mencapai tujuan tertentu.

3) Permainan edukatif

Bermain sambil belajar merupakan daya tarik

permainan-permaina edukatif. Dengan menggunakan

permainan yang mengandung nilai pendidikan akan lebih

mudah dipahami oleh anak-anak berkebutuhan khusus.

4) Pengajaran dengan bantuan dan pengaturan computer

Yaitu pengajaran dengan bantuan computer mengacu

pada penggunaan computer untuk memberikan pengajaran

langsung kepada peserta didik.

5) Program holtikultura

Yaitu suatu terapi dan pendidikan dimana anak-anak

berkebutuhan khusus dilatih untuk merawat tanaman hidup.

3. Faktor-faktor Pemilihan Model Pembelajaran

Pendidikan khusus sebagai salah satu bentuk pendidikan

yang khusus di peruntukan bagi mereka yang mengalami hambatan

52

dalam belajarnya, secara sadar terus berupaya untuk meningkatkan

pelayanan pendidikan dengan sebaik-baiknya.

Oleh karena itu sebagai seorang guru harus mampu memilih

model pembelajaran yang tepat bagi peserta didik. Karena itu dalam

memilih model pembelajaran, guru harus memperhatikan keadaan

atau kondisi siswa, bahan pelajaran serta sumber-sumber belajar

yang ada agar penggunaan model pembelajaran dapat diterapkan

secara efektif dan menunjang keberhasilan belajar siswa.

Seorang guru diharapkan memiliki motivasi dan semangat

pembaharuan dalam proses pembelajaran yang dijalaninya. Menurut

(Sardiman, 2004 : 165), guru yang kompeten adalah guru yang

mampu mengelola program belajar-mengajar. Mengelola di sini

memiliki arti yang luas yang menyangkut bagaimana seorang guru

mampu menguasai keterampilan dasar mengajar, seperti membuka

dan menutup pelajaran, menjelaskan, menvariasi media, bertanya,

memberi penguatan, dan sebagainya, juga bagaimana guru

menerapkan strategi, teori belajar dan pembelajaran, dan

melaksanakan pembelajaran yang kondusif.

Pendapat serupa dikemukakan oleh (Colin Marsh,1996 : 10)

yang menyatakan bahwa guru harus memiliki kompetensi mengajar,

memotivasi peserta didik, membuat model instruksional, mengelola

kelas, berkomunikasi, merencanakan pembelajaran, dan

53

mengevaluasi. Semua kompetensi tersebut mendukung keberhasilan

guru dalam mengajar.

Selain itu setiap guru harus memiliki kompetensi adaptif

terhadap setiap perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan di

bidang pendidikan, baik yang menyangkut perbaikan kualitas

pembelajaran maupun segala hal yang berkaitan dengan peningkatan

prestasi belajar peserta didiknya.

Menyadari bahwa anak Tunagrahita adalah individu yang

unik. Keunikan ini mengandung pengertian bahwa anak Tunagrahita

mempunyai sifat-sifat khusus atau karakteristik yang berbeda antara

yang satu dengan yang lainnya, baik dalam segi kemampuan, bakat,

minat maupun gaya belajarnya.

Mendidik siswa di sekolah luar biasa tidak sama dengan

mendidik siswa di sekolah umum. Yang perlu dipahami oleh

pendidik yang memiliki siswa Tunagrahita antara adalah guru harus

memahami karakter anak Tunagrahita yang memiliki keunikan

tersendiri yaitu bersifat pelupa, susah memahami perintah yang

kompleks, perhatian mudah terganggu, dan susah memahami hal-hal

yang kompleks. Oleh karena itu guru siswa Tunagrahita harus sabar,

penyayang, mengajar dengan kata-kata sederhana dan gambar yang

nyata.

54

BAB III

PAPARAN DATA PENELITIAN

A. Gambaran Umum Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogyakarta.

1. Sejarah Berdirinya Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogyakarta

SLB Negeri Pembina merupakan lembaga pendidikan yang

pada awalnya menyelenggarakan pendidikan untuk anak-anak yang

mengalami cacat mental, baik yang mampu didik maupun mampu

latih. SLB Negeri Pembina didirikan melalui keputusan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 051/O/1083

tentang organisasi dan tata kerja sekolah luar biasa Pembina Tingkat

Propinsi dengan nama SLB-C Pembina Tingkat Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta.

Dalam perkembangannya, sejalan dengan berlakunya

Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan

Undang-undang No.25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan

Pusat dan Daerah yang telah ditindaklanjuti dengan PP. 25 tahun

2000 tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Kewenangan

Propinsi sebagai Daerah Otonom, SLB Negeri Pembina Yogyakarta

menjadi Kewenangan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta.

Sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Daerah Istimewa

Yogyakarta No.126/tahun 2003 tentang struktur Organinasi dan Tata

55

kerja SLB, SLB-C Pembina Tingkat Propinsi berubah menjadi SLB

Negeri Pembina Yogyakarta. Dengan berubahnya nama tersebut

memiliki implikasi yang sangat luas. Khususnya terhadap

penerimaan peserta didik, yang sebelumnya hanya menerima siswa

tuna grahita, sekarang menerima dari berbagai jenis kekhususan.

Sejak tahun 2006 SLB Negeri Pembina menjadi salah satu

Sentra Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus (Sentra

PK-PLK). Sentra PK-PLK adalah salah satu program dari Direktorat

Pembinaan Sekolah Luar Biasa dengan program utamanya

pengembangan ketrampilan anak berkebutuhan khusus dalam rangka

menyiapkan anak berkebutuhan khusus untuk dapat kembali ke

masyarakat dengan penerimaan yang wajar.

2. Visi, Misi dan Fungsi Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogyakarta

a. Visi Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogyakarta

Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogyakarta

memiliki visi “ Terwujudnya Lulusan Anak Berkebutuhan

Khusus yang Mandiri, Beriman dan Bertaqwa”

Indikator Visi:

1) Terlaksana pembelajaran berbasis CTL.

2) Tersusun silabus untuk jenjang TKLB, SDLB, SMPLB, dan

SMALB.

3) Terlaksana pembelajaran berbasis teknologi

4) Tersusun kurikulum ketrampilan.

56

5) Tersedianya tempat pemagangan dengan kerjasama dunia industri.

6) Tersedianya paket-paket pendidikan keterampilan.

7) Tersusunnya standar kompetensi keterampilan yang berbasis

masyarakat.

8) Adanya jaringan kerjasama dengan pihak non pemerintah/asosiasi

9) Terciptanya iklim kondusif untuk meningkatkan profesionalitas

kerja.

b. Misi Sekolah Luar Biasa Negeri Yogyakarta

1) Memberdayakan tenaga pendidik

2) Mengoptimalkan kemampuan siswa 3M (membaca, menulis,

menghitung).

3) Menyelenggarakan pendidikan inklusi.

4) Menyelenggarakan pendidikan ketrampilan.

5) Memperluas kesempatan pendidikan, pelatihan serta pelayanan

bagi ABK.

6) Menyelenggarakan manajemen sekolah secara profesional

7) Menjalin kerjasama dengan semua pihak.

8) Menyelenggarakan layanan bagi alumni atau lulusan SLB.

c. Fungsi Sekolah Luar Biasa Negeri Yogyakarta

SLB Negeri Pembina Yogyakarta mempunyai fungsi

menyelenggarakan, mengkaji, mengembangkan pendidikan luar

biasa, dan pelatihan penyegaran bagi pendidik dan tenaga

kependidikan.

57

Tugas Pokok Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogyakarta

Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut di atas,

SLB Negeri Pembina Yogyakarta mempunyai tugas pokok:

1) Penyusunan Program SLB Negeri Pembina Yogyakarta.

2) Pengkajian dan pengembangan pendidikan luar biasa serta

pelatihan penyegaran bagi pendidik dan tenaga kependidikan

lainnya.

3) Penyelenggaraan pelayanan pendidikan luar biasa dari tingkat

persiapan (TKLB), tingkat dasar (SDLB), tingkat lanjutan

(SMPLB) dan tingkat menengah (SMALB).

4) Penyelenggaraan rehabilitasi dan pelayanan khusus bagi anak-anak

luar biasa.

5) Publikasi yang menyangkut pendidikan luar biasa.

6) Penyelenggaraan latihan kerja bagi anak luar biasa dari berbagai

ketunaan dalam persiapan memasuki dunia kerja.

7) Penyelenggaraan ketatausahaan SLB Negeri Pembina Yogyakarta.

8) Pelaksanaan evaluasi dan penyusunan laporan program SLB

Negeri Pembina Yogyakarta.

9) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan

tugas dan

10) Fungsinya.

58

3. Struktur Organisasi

Organisasi dalam arti luas adalah suatu badan yang

mengatur segala urusan untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai

tujuan tersebut diperlukan kerjasama antar individu dalam sebuah

organisasi melalui adanya struktur organisas.

Adapun struktur organisasi SLB Negeri Pembina Yogyakarta

sebagai berikut:

BAGAN 3.1

STRUKTUR ORGANISASI

SLB NEGERI PEMBINA YOGYAKARTA

Manajer

Sentra PK-PLK

( Drs Edy Dwi

Koord. Akomodasi (Sri Widodo)

Tim Ahli

Komite Sekolah (Sudarman)

Kepala SLB N Pembina Yk (Rejokirono, M. Pd.)

SUB.BAG. TATA USAHA

(Dra. Juwaryani)

WM ISO (Sri Widodo, S.

Pd.)

Wa.Ka.Ur Sarana

Prasarana

( Tuparman)

Wa.Ka.Ur. Pengajaran

( Drs. Muhandis M)

Wa.Ka.Ur Kesiswaan

( Nanik Ruzini, SPd)

Wa.Ka.Ur.

Humas

(Widyaningrum )

Koord. Resource Center

( Sri Widodo, S.Pd)

Koord. BP ( Hartanto, SPsy)

Koord. Klinik/Assesmen ( Sukardi, S. Pd.)

Kood. Asrama ( Sumardijah, SPd)

Koord. Perpus

( Purwanti)

KOORDINATOR DIKDAS

Kelompok Tenaga Fungsional

KOORDINATOR DIKMEN

Kelompok Tenaga Fungsional

Siswa Siswa

59

4. Keadaan Siswa

Dalam perspektif pembelajaran agama Islam, anak didik

merupakan subyek dan obyek dalam pendidikan. Aktivitas

pendidikan tidak akan terlaksana tanpa keterlibatan anak didik. Oleh

karena itu, guru dan anak didik sebagai dwi tunggal, artinya

keduanya tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan kependidikan.

Ketiadaan salah satunya menjadi penyebab tidak adanya kegiatan

pendidikan ( Bahri, 2004: 92)

Agar lebih jelasnya akan disajikan data tentang

perkembangan siswa 3 tahun terakhir di SLB Negeri Pembina

Yogyakarta, dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 3.1 daftar Peserta Didik

Ketunaan

Jenjang

Jml Obs TKLB SDLB SMPLB SMALB

KELAS

K

E

T

R

A

M

P

Tunarungu - - - - - 2 2

TGR - - 18 27 14 22 81

TGS - 6 40 19 13 9 87

AUTIS - - 7 9 1 2 19

Jumlah - 6 65 55 28 35 189

5. Keadaan Guru

60

Guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung

jawab untuk membimbing dan membina anak didik, baik secara

individual maupun klasikal di sekolah maupun di luar sekolah.

Dipundaknya terletak tugas dan tanggungjawab yang berat dalam

upaya mengantarkan anak didik ke tujuan pendidikan yang di cita-

citakan yaitu untuk mencerdaskan kehidupan anak didik (Bahri,

2004:87)

Guru-guru di SLB Negeri Pembina Yogyakarta mendapat

tugas dan tanggungjawab mengampu mata pelajaran sesuai dengan

bidangnya masing-masing. Dalam menjalankan tugasnya sebagai

pendidik guru-guru yang ada di SLB Negeri Pembina Yogyakarta

tidak pernah merasa mengeluh, menjalankan tugasnya dengan penuh

semangat, sabar dan ikhlas dalam membimbing anak yang

berkebutuhan khusus mulai dari anak tuna grahita ringan sampai

dengan anak yang mengalami keterbelakangan mental, dan anak

autis.

Untuk lebih jelasnya berikut ini penulis sajikan daftar tabel

tenaga pengajar di SLB Negeri Pembina sebagai berikut:

Tabel 3.2 Kepegawaian

Status

Jenis

Edukati

p

TU/Pelaksan

a

Jm

l

Peg.Neg.Sipi

l

(

P

47 8 55

61

N

S

)

CPNS 10 4 14

Non

P

N

S

/

H

o

n

o

r

e

r

4 7 11

Jumlah 61 19 80

SLB Negeri Pembina mempunyai keadaan guru dan karyawan sbb:

Table 3.3 Data Guru Dengan Status Kepegawaian

No Status kepegawaian Jumlah

1 Pegawai Negeri Sipil/CPNS 69

2 Guru Tidak Tetap/PTT 11

JUMLAH 80

6. Progam Pelayanan yang dikembangkan Sekolah Luar Biasa Negeri

Pembina Yogyakarta

a. Klinik Rehabilitasi

Klinik Rehabilitasi merupakan layanan bagi anak

berkebutuhan khusus yang bertujuan agar kelainan yang

menyertai dapat diminimalisir atau dihilangkan sehingga mereka

dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

1) Layanan Klinik Rehabilitasi meliputi:

a) Pemeriksaan Kesehatan

62

b) Konsultasi Psikologis

c) Layanan Terapi

2) Layanan terapi meliputi:

a) Terapi Perilaku

b) Terapi Wicara

c) Terapi Edukasi

d) Fisioterapi

e) Hidroterapi

b. Center Workshop

Center Workshop disebut juga Shelter Workshop, sebagai

pusat latihan kerja bagi siswa /tamatan SLB dari berbagai jenis

ketunaan dan lain-lain, dari SLB Pembina maupun dari SLB lain.

Center Workshop ini meliputi:

1) Ketrampilan Kayu

2) Ketrampilan Keramik

3) Ketrampilan Tanaman hias

4) Ketrampilan Tata Boga

5) Ketrampilan Tata Busana

6) Ketrampilan Tekstil

7) Ketrampilan Otomotif

8) Ketrampilan Tata Rias

63

c. Resource Center

Resource Center (Pusat Sumber) merupakan inovasi

program SLB Pembina sesuai Tugas Pokok dan Fungsi SLB

Pembina. Kegiatan Resource Center meliputi:

1) Penelitian/Evaluasi Hasil Pembelajaran

2) Pengkajian masalah ke PLB dan atau masalah Pendidikan Khusus

3) Penyelenggaraan Pelatihan dan Penyegaran Guru SLB

4) Pusat penyebarluasan informasi PLB /Pendidikan Khusus

d. Asrama/Panti

Menampung anak-anak yang memerlukan tempat tinggal

di lingkungan sekolah. Asrama SLB Negeri Pembina dengan

Sistem Wisma (Cotage System) yang terdiri dari 10 wisma, 5

wisma untuk putra dan 5 wisma untuk putri. Masing-masing

wisma terdiri dari 4 kamar tidur dilengkapi dengan kamar mandi

/ wc, dapur.

Pembinaan anak di asrama menekankan pada pembinaan

kepribadian dan kemandirian dengan kegiatan rutinitas dan

kegiatan ekstra kurikuler.

Program unggulan layanan panti/asrama adalah

"Pelayanan sistem kelompok kegiatan keluarga" dan Usaha

Ekonomi Produktif (UEP) sesuai dengan ketrampilan yang

dimiliki.

e. Perpustakaan

64

Perpustakaan SLB Negeri Pembina menyediakan buku-

buku pelajaran untuk anak SLB, buku ke PLB an, buku tentang

kesehatan, kamus, buku psikologi dan lain-lain.

f. Ruang Komputer dan Internet

Ruang komputer dan internet SLB Negeri Pembina

merupakan tempat untuk pembelajaran komputer dan layanan

akses internet gratis bagi siswa, guru, dan karyawan. Dengan

fasilitas komputer pentium 4.

g. Kios Pemasaran dan Showroom

Tempat untuk mempublikasikan dan memasarkan hasil

karya siswa agar dikenal oleh masyarakat luas. Baik berupa

barang dan jasa yang meliputi: tata boga, tata busana, akupresur,

salon kecantikan, teknologi informasi, hasil perkayuan, keramik,

dan jasa perbengkelan.

h. Fasilitas Pendukung Lain

1) Playground satu-satunya taman bermain sekolah yang terlengkap di

DIY yang sangat diminati anak-anak.

2) Resource room (ruang sumber). Terdapat berbagai macam alat

peraga sebagai sumber belajar, alat peraga tsb sebagian besar

buatan Australia.

3) Auditorium atau aula yang biasa digunakan untuk tempat

pertemuan, seminar, penataran dsb. Dapat pula dimanfaatkan oleh

masyarakat umum sebagai gedung pertemuan/hajatan.

65

4) Penginapan/Asrama Penataran digunakan tempat untuk menginap

para peserta penataran atau pertemuan semacam.

5) Masjid sebagai tempat ibadah, yang cukup untuk menampung 60

orang.

7. Sarana dan Prasarana

SLB Negeri Pembina memiliki sarana dan prasarana yang

dibangun di atas tanah seluas 2,5 hektar sehingga sangat memadai

dan mendukung proses pendidikan, diantaranya:

a. 27 Ruang kelas untuk KBM.

b. 1 Ruang TU

c. 1 Ruang Kepala sekolah

d. 1 Ruang Guru

e. 1 Perpustakaan

f. 1 laboratorium IPA

g. 1 Ruang ICT (dilengkapi dengan 20 unit computer dan ber AC)

h. 1 Ruang Seni tari

i. 1 Ruang Musik (dilengkapi alat music band dan gamelan serta

drumband)

j. 10 unit Asrama (masing-masing unit memiliki ruang tamu dan ruang

makan)

k. 6 Unit wisma (setiap wisma dapat menampung 10 orang)

l. 6 Unit Rumah dinas

m. 1 Mushola

66

n. 1 Ruang Resource Center

o. 1 Ruang UKS

p. 1 Ruang BP/Bimbingan Konseling

q. 1 Ruang Pengajaran / Wa.Ka.Ur.

r. 2 Ruang Pertemuan

s. 1 Ruang aula

t. 9 Ruang Ketrampilan meliputi busana, tekstil/ batik, kayu, otomotif,

keramik, boga, Salon/kecantikan, IT dan Tanaman Hias/Pertanian.

Selain gedung yang cukup memadai tersebut, di lengkapi

juga dengan berbagai alat bantu pendidikan dan peralatan

keterampilan yang lengkap.

8. Tata kerja dan Struktur Organisasi Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina

Yogyakarta

Untuk kelancaran pelaksanaan tugas dalam merealisasikan

misi yang telah ditetapkan, disusun tata kerja yang masing-masing di

bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Sekolah.

a. Pengajaran

b. Kesiswaan

c. Sarana Prasarana

d. Humas

e. Sentra PK dan PLK

f. Bimbingan Konseling

g. Resource Center

67

h. Perpustakaan

i. Asrama

j. Klinik Rehabilitasi dan Assesment

k. Bengkel Kerja

l. Tata Usaha

B. Gambaran Umum Objek Penelitian

Informan adalah orang yang diperlukan dan dimanfaatkan untuk

memberikan informasi tentang situasi dan kondisi penilitian. Informan

ditetapkan secara sengajadan dipilih berdasarkan kriteria tertentu atau

pertimbangan-pertimbangan tertentu ( Faisal,1995:97).

Informan dalam penelitian ini adalah:

a. IN : Adalah seorang guru Pendidik Agama Islam di SLB Negeri

Pembina Yogyakarta.

b. PKS : Adalah Kepala Sekolah SLB Negeri Pembina Yogyakarta.

c. WM : Adalah wali murid di SLB Negeri Pembina Yogyakarta.

d. SS : Siswa – Siswi SLB Negeri Pembina Yogyakarta.

Jadi ada 4 informan dalam penelitian ini. Dari keempat informan

tersebut didapatkan berbagai macam informasi mengenai

pembelajaran PAI di SLB Negeri Pembina Yogyakarta.

C. Pelaksanaan Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SLB

Negeri Pembina Yogyakarta

Tentunya dalam suatu proses pembelajaran pendidikan agama

Islam disekolah manapun mempunyai kurikulum yang sama di seluruh

68

Indonesia hanya memang cara dan penyampainnya pasti bervareasi.

Tentunya sekolah normal berbeda dengan sekolah berkebutuhan khusus

seperti di SLB Negeri Pembina Yogyakarta. Model pembelajaran agama

Islam, metode pembelajaran, waktu dan jadwal pembelajaran agama

Islam di SLB Negeri Pembina Yogyakarta. Belajar itu sangat

diperlukan, apalagi sebagai seorang muslim mencari ilmu itu hukumnya

wajib. Seperti halnya pembelajaran yang dilakukan di SLB ini,

memondasikan anak-anak dengan pondasi agama yang mereka anut

yaitu agama Islam, dari dasar yang baik maka anak-anak akan memiliki

jiwa yang tangguh dan kuat, tidak hanya untuk anak yang normal tetapi

juga kita lakukan untuk anak yang khusus seperti anak Tuna grahita

disini. Hasil penelitian mengenai pelaksanaan model pembelajaran

Pendidikan Agama Islam di SLB Negeri Pembina Yogyakarta dapat di

lihat dari wawancara seperti yang akan dijelaskan di bawah ini:

Sesuai dengan pembelajaran di sekolah-sekolah umum lainnya,

bahwasanya suatu pendidikan agama Islam menjadi salah satu

pembelajaran yang wajib diikuti oleh siswa dan siswi yang beragama

Islam, ini juga dilakukan di SLB Negeri Pembina Yogyakarta bahwa

pembelajaran agama Islam diterapkan disini.

Pelaksanaan pembelajaran agama itu sangat penting karena

sebagai seorang muslim kita dituntut untuk selalu menjalankan apa yang

selalu diperintakan oleh ALLAH SWT dan menjauhi segala larangan-

Nya. Dalam pernyataan IN yaitu :

69

(“Kegiatan pembelajaran Agama Islam adalah salah satu mata ajar yang

penting, karena pondasi kehidupan yang tertata dan bersinergi

yang dimulai dari suatu kepercayaan akan adanya Zat pencipta

atau ALLAH SWT akan mengarahkan kita kedalam disiplin

berkehidupan. Sesuai dengan sekolah pada umunya di SLB

Negeri Pembina Yogyakarta mengajarkan pendidikan agama

Islam yang dilakukan setiap seminggu sekali dengan 2 jam

pertemuan dan 1 jam pertemuan selama 45 menit, dikarenakan

pada bulan puasa jadi setiap 1 jam pertemuan selama 30

menit”).

Hal itu sama dengan apa yang diungkapkan oleh PKS yaitu :

(“Ada satu kali pertemuan dalam satu minggunya”).

Dengan demikian dari pernyatan yang dikemukakan oleh IN dan

PKS diatas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan model pembelajaran

agama Islam di SLB ini dilakukan secara baik dan terjadwal, karena

metode pembelajaran agama Islam sangatlah penting.

Berbicara tentang anak dengan kebutuhan pendidikan khusus,

maka dalam proses pembelajarannyapun harus disesuaikan dengan

kondisi siswa tersebut, oleh karena itu lahirlah istilah pembelajaran

adaptif. Bila kita merujuk pada kata adaptif yang merupakan kata dari

bahasa Inggris ”adapt” yang mempunyai arti ”menyesuaikan dengan”,

maka pembelajaran adaptif bagi anak berkebutuhan pendidikan khusus

merupakan pembelajaran yang menyesuaikan dengan kondisi siswa.

Metode mengajar adalah suatu pengetahuan tantang cara-cara

mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru. Pengertian lain ialah

teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan

70

bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas baik secara individual atau

secara kelompok, agar pelajaran itu dapat diserap, dipahami, dan

dimanfaatkan oleh siswa dengan baik. Makin baik cara mengajarnya,

makin efektif pula pencapaian tujuannya (Haryati, 2011: 67).

Pembiasaan yaitu memeberikan kesempatan pada peserta didik

untuk membiasakan sikap dan perilku yang sesuai dengan ajaran agama

Islam (Majid & Andayani, 2004:170). Ceramah adalah penyampaian

materi dengan memaparkan materi-materi tertentu yang disampaikan

oleh pembimbing yang berguna untuk memahamkan siswanya.

Sementara demontrasi adalah sistem pengajaran yang dilakukan

seseorang dengan cara memraktekkan suatu materi, dengan gerak atau

cara-cara terlatih, untuk memperlihatkan secara nyata.

Dari hasil penelitian mengenai model dan metode pembelajaran

agama Islam di SLB Negeri Pembina Yogyakarta dapat dilihat dari

wawancara seperti yang akan dijelaskan oleh IN di bawah ini:

(“Seperti yang pernah anda lihat mbak, saya menggunakan model PAI

adaptif dengan metode pembiasaan, demonstrasi, dan ceramah.

Dari pembelajaran yang saya terapkan ini saya mengharapkan

anak-anak dapat lebih mudah menerima materi dan bisa

melakukan apa yang sudah saya ajarkan mbak. Sebenarnya

tidak jauh beda dengan pembelajaran di sekolah umum mbak

secara teknik maupun teori tapi tentunya dilapangan nanti akan

sangat berbeda”).

Dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa model yang

dilaksanakan adalah PAI adaptif dengan metode pembiasaan, ceramah,

dan demonstrasi, yang digunakan dalam pembelajaran agama Islam di

SLB Negeri Pembina Yogyakarta memudahkan para siswanya untuk

71

memahami dan melakukan apa yang telah diajarkan oleh gurunya.

Meskipun dalam pelaksanaanya dalam lapangan tentunya ada

perbedaan.

D. Materi Pembelajaran Agama Islam di SLB Negeri Pembina Yogyakarta.

Setiap anak di SLB Negeri Pembina Yogyakarta ini tidak

terlewatkan dalam setiap pemberian materi yang diberikan oleh

pembimbing. Kebiasaan kami setiap ada pelajaran agama apabila anak-

anak belum lengkap kita belum mulai pemberian materi, kecuali ada

anak yang tidak masuk atau memang ada kepentingan yang tidak bisa

ditinggalkan. Karena untuk anak dengan kebutuhan khusus tentunya

sangatlah beda dengan anak yang normal, jadi setiap ketinggalan

mereka tidak dapat mengikuti dengan baik. Dari hal itulah begitu

pentingnya penyampaian materi ini dapat diikuti oleh semua siswa.

Materi dan metode termasuk bagian dari alat-alat pendidikan yang

pokok. Materi adalah bahan-bahan yang harus diberikan atau disajikan

kepada peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan (Shobron, 2004:

243). Seperti halnya kita akan memasak memerlukan bahan-bahan dasar

yang sesuai dengan menu yang akan kita sajikan, tidak jauh beda dengan

pembelajaran yang membutuhkan suatu bahan dasar atau materi serta

metode untuk menyampaikan suatu inti sari dari sebuah materi supaya

bisa disajikan dalam pelaksanaan pembelajaran. Materi disini sudah

sesuai kurikulum yang ada, dimana materi tidak jauh berbeda dengan

72

sekolah umum, ataupun SLB lainya tetapi di SLB tentunya ada materi

khusus tersendiri dibandingkan dengan sekolah umum.

Dari hasil penelitian mengenai materi pendidikan agama Islam

dapat dilihat dari hasil wawancara dengan IN di bawah ini:

(“Untuk materi disini hanya sebatas yang pokok-pokok saja mbak, seperti

wudhu, sholat, surat-surat saja, itu saja butuh waktu yang

lama mbak buat anak-anak memahami dan menghafalkan.

Sebenarnya juga sudah ada standar kompetensinya mbak, tapi

standar kompetensinya sangat tinggi, yang saya ajarkan ini saja

mereka sering lupa, apalagi dengan standar kompetensi yang

ditentukan pasti sangat sulit buat mereka”).

Hal itu sejalan dengan yang diutarakan oleh ibu WM yaitu :

(“ hemm, belum hafal mbk bacaan sholatnya, paling hanya surat

alfatihahnya saja, sedangkan gerakanya maih saya ingatkan”).

Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa materi Pembelajaran

Agama Islam di SLB Negeri Pembina Yogyakarta dilakukan sesuai

standar yang ditetapkan, tetapi dalam pelaksaan belum bisa dilakukan

sesuai dengan

standar itu sendiri secara baik, hanya beberapa yang baru bisa dilaksanakan,

seperti whudu, shalat, shalawat, mebaca iqra’ dan hanya

surat-surat pendek.

E. Faktor Penghambat dan pendukung Model Pembelajaran Pendidikan

Agama Islam di SLB Negeri Pembina Yogyakarta.

Dalam pelaksanaan model pembelajaran pendidikan agama Islam

di SLB Negeri Pembina Yogyakarta tentunya tidak terlepas dari

halangan dan hambatan serta faktor yang mendukung untuk

73

terlaksananya pembelajaran pendidikan agama Islam. Faktor

penghambat adalah faktor yang mempersulit tahapan pembelajaran yang

menjadikan apa yang disampaikan pembimbing keseluruhan tidak

masuk secara keseluruhan kepada siswa. Sementara faktor pendukung

adalah faktor yang memeperlancar tahapan pembelajaran, sehingga

sistem pengajaran berjalan sesuai rencana dan secara optimal apa yang

kita sampaikan dapat masuk secara maksimal. Berdasarkan hasil

penelitian mengenai faktor pendukung dan penghambat serta faktor yang

mendukung pembelajaran dapat dilihat dari hasil wawancara dengaan IN

sebagai berikut:

(”Kendalanya banyak sekali mbak salah satunya materi mbak, dimana materi

yang disampaikan tidak sesuai dengan peraturan yang telah

ditentukan. Kita harus mencari materi-materi yang mudah dan

disederhanakan sendiri dan diambil yang kongkrit-kongkrit

saja mbak, selain itu PAI disini diawasi Kemendiknas mbak,

seharusnyakan ikutnya Kemenag. Selain itu juga kekurangan

guru serta terlalu tingginya standar kompetensi, mengingat

kemampuan anak yang rendah dan kelas yang majemuk. Serta

untuk faktor yang mendukung ya hanya dari diri sendiri mbak,

dimana di Al’Quran sudah dijelaskan yang intinya seperti ini

mbak “Allah menciptakan sesuatu tidak ada yang sia-sia”

dengan ayat ini saya yakin mbak kalau anak-anak itu dididik

denga benar dan tekun pasti bermanfaat, walaupun hanya

untuk dirinya sendiri mbak dan mereka tidak merugikan orang

lain”).

Pendapat IN itu sejalan dengan PKS yaitu :

("Ya pastinya ada mb, seperti anak yang kadang waktunya pelajaran malah

tidak masuk kelas tapi malah jajan”).

Dilihat dari hasil wawancara terdapat beberapa faktor penghambat dan

pendukung dalam pelaksanaan model pembelajaran

pendidikan agama Islam di SLB Negeri Pembina Yogyakarta.

74

F. Tingkat Keberhasilan Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di

SLB Negeri Pembina Yogyakarta

Pencapaian akhir dari suatu misi adalah suatu keberhasilan,

tentunya keberhasilan pembelajaran yang sesuai standar kompetensi

yang ada. Tapi bukan berarti keberhasilan itu menuntut sempurna,

keberhasilan disini adalah adanya perubahan dan perkembangan serta

perubahan perilaku. Ini adalah motivasi untuk memenuhi suatu standar

kompetensi. Tingkat keberhasilan dalam metode pembelajaran

pendidikan agama Islam khususnya di SLB Negeri Pembina Yogyakarta

tentunya ingin merujuk kepada standar kompetensi yang ada atau yang

sudah ditetapkan. Berdasarkan hasil penelitian mengenai tingkat

keberhasilan pembelajaran dapat dilihat dari hasil wawancara dari IN

sebagai berikut:

“Hem…untuk tingkat keberhasilan mbak sudah ada perkembangan dan

kemajuan dibanding dulu waktu awal-awal masuk sini. Anak-

anak bisa bermanfaat dan tidak mengganggu orang lain saja

sudah cukup mbak.”

Hal itu sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh WM yaitu :

(“iya alhamdulilah sekarang mau mbk,tapi masih tergantung dengan

saya,kalau saya ingatkan baru dia mau sholat”).

Sejalan juga dengan PKS yaitu :

(“Ya sudah ada kemajuan mb, lama kelamaan anak juga bisa sendiri, yang

penting anak bisa memanfaatkan waktunya untuk hal-hal

yang positif”).

75

Dari hasil wawancara bisa disimpulkan bahwa ada

perkembangan dan kemajuan yang terjadi walaupun belum memenuhi

stadar kompetensi. Perubahan perilaku pada anak-anak di SLB sudah

mencerminkan keberhasilan pengajaran yang dilakkukan oleh

pembimbing di SLB ini.

76

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SLB

Negeri Pembina Yogyakarta

Kegiatan belajar mengajar atau pendidikan agama Islam yang

dilaksanakan di SLB Negeri Pembina Yogyakarta dilaksanakan dalam satu

minggu sekali dengan 2 jam pelajaran, dan 1 jam pertemuan selama 45 menit,

dikarenakan pada bulan puasa jadi setiap 1 jam pertemuan selama 30 menit.

Model yang digunakan adalah dengan cara PAI adaptif menyesuaikan

dengan kemampuan siswa, dimana siswa dengan keadaan Tunagrahita tidak

mudah memahami dengan apa yang diaajarkan. Sementara metode yang

digunakan ada beberapa metode antara lain, Metode ceramah yaitu guru

menyampaikan pelajaran atau materi secara langsung dan murid

mendengarkan.

Metode pembiasaan yaitu guru memberikan pelajaran dengan cara

membiasakan anak agar mudah mengingat apa yang telah disampaikan.metode

pembiasaan digunakan untuk materi seperti shalat dan whudu, jadi ketika

masuk kelas anak-anak harus berwudhu dahulu dengan arahan dan bimbingan

guru. Metode pembiasaan ini juga dugunakan untuk penyampaian materi,

Baca Tulis Alquran (BTA), setiap habis shalat anak-anak melakukan ngaji

bersama gurunya walapun ingatan bacaannya terbatas, selain itu pembiasaan

ketika bertemu guru-guru harus berjabat tangan.

77

Metode demonstrasi juga digunakan dalam PAI untuk materi seperti

shalat dan whudu, hal ini dilakukan agar anak-anak bisa mempraktekan

dengan apa yang sudah dicontohkan. Ini sesuai dengan apa yang disampaikan

oleh IN yaitu:

(“Seperti yang pernah anda lihat mbak, saya menggunakan model PAI

adaptif dengan metode pembiasaan, demonstrasi, dan

ceramah., serta disini lebih menekankan prakteknya dibanding

dengan teorinya, kalau langsung praktek kan anak-anak lebih

mudah mengingatnya. Dari pembelajaran yang saya terapkan

ini saya mengharapkan anak-anak dapat lebih mudah menerima

materi dan bisa melakukan apa yang sudah saya ajarkan

mbak”).

Sejalan dengan pemikiran tersebut di atas menyebutkan bahwa

pembelajaran adaptif merupakan pembelajaran biasa yang dimodifikasi dan

dirancang sedemikian rupa sehingga dapat dipelajari, dilaksanakan dan

memenuhi kebutuhan pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Dengan

demikian pembelajaran adaptif bagi ABK hakekatnya adalah Pendidikan Luar

Biasa (PLB). Sebab didalam pembelajaran adaptif bagi ABK yang dirancang

adalah pengelolaan kelas, program dan layanannya.

Sesuai yang tersirat dalam kutipan berikut ini bahwa model Pendidikan

dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik tetapi maksudnya adalah

mendidik akhlak dan jiwa mereka, dengan kesopanan yang tinggi, rasa fadilah

(keutamaan), mempersiapkan mereka untuk kehidupan yang seluruhnya ikhlas

dan jujur. Pada akhirnya tujuan pendidikan Islam itu tidak terlepas dari tujuan

nasional yang menciptakan manusia Indonesia seutuhnya, seimbang

kehidupan duniawi dan ukhrawi.

78

Sedangkan dalam buku model pembelajaran pendidikan luar biasa

yang dikeluarkan oleh direktorat pembinaan sekolah luar biasa mengatakan

bahwa model pembelajaran merupakan suatu bentuk pembelajaran yang

ditunjukan untuk menciptakan situasi belajar berdasakan teori-teori dan cara

mengorganisasi pembelajaran yang digunakan.

Jadi dalam paparan wawancara dan kutipan diatas dapat kita

simpulkan, bahwa model pembelajaran yang diterapkan di SLB Negeri

Pembina Yogyakarta ada beberapa metode tetapi lebih menekankan pada

model praktiknya yang lebih dominan dari pada teorinya, mendidik akhlak dan

jiwa mereka, dengan kesopanan yang tinggi, rasa fadilah (keutamaan),

mempersiapkan mereka untuk kehidupan yang seluruhnya ikhlas dan jujur,

dengan metode praktik anak tunagrahita akan lebih mudah menirunya secara

langsung sehingga menjadi pengalaman. Pada akhirnya tujuan pendidikan

Islam itu tidak terlepas dari tujuan nasional yang menciptakan manusia

Indonesia seutuhnya, seimbang kehidupan duniawi dan ukhrawi. Baik

dilakukan pada manusia yang mempunyai kesempurnaan secara fisik maupun

yang mengalami kelemahan dalam fisiknya. Meskipun ada perbedaan anatara

pembelajaran secara umum dengan pembelajaran di SLB, namun hal ini tidak

mengurang minat belajar siswa di SLB.

B. Materi Pembelajaran Agama Islam di SLB Negeri Pembina Yogyakarta.

Materi yang digunakan di SLB ini adalah materi yang dianggap

pokok-pokok saja menurut pembimbing agama Islam. Seperti halnya shalat,

79

wudhu, membaca Iqrok’, dan surat-surat pendek saja. Materi yang diberikan

tidak terpaku dengan standar dan kurikulum yang berlaku. Materi yang

diberikan juga berbeda dengan materi yang diberikan disekolah-sekolah

umum lainya.

Sesuai dengan beberapa teori yang dikemukakan, materi adalah bahan-

bahan yang harus diberikan atau disajikan kepada peserta didik untuk

mencapai tujuan pendidikan (Shobron, 2004: 243). Dimana pendidikan agama

Islam di SLB bertujuan untuk menumbuh kembangkan akidah melalui

pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan,

pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam

sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan

ketakwaannya kepada Allah SWT. Mewujudkan manusia Indonesia berakhlak

mulia yaitu manusia yang produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi

(tasamuh), serta menjaga harmoni secara personal dan sosial (Kemenag RI,

2010).

Sesuai dalam prinsip-prinsip khusus yang dikemukakan dalam

(Kemenag RI, 2010) bahwa problema mendasar bagi peserta didik

Tunagrahita adalah memiliki inteligensi dibawah rata-rata. Oleh karena itu

pendidikan hendaknya selalu memperhatikan prinsip-prinsip khusus agar

materi pendidikan agama Islam lebih fungsional, aplikatif, dan bermanfaat

bagi peserta didik. Adapun prinsip-prinsip tersebut antara lain, 1)

Menyederhanakan materi (downgrade) bila terdapat tinggi dan sulit dengan

mempertimbangkan kemampuan peserta didik dalam menerima materi dan

80

tidak memaksakan kepada peserta didik bila tidak mampu, 2) Menghindari

penyampaian materi PAI secara abstrak, teoritis dan verbal, 3) penyampaian

materi PAI secara kontekstual, praktis, mudah, visual, bertahap,

berkesinambungan, dan berulang-ulang, agar peserta didik dapat menerima

dan memahami, 4) mengoptimalkan potensi afektif dan psikomotor daripada

kognitifnya, 5) Pendekatan individual lebih utama dari pada klasikal, 6)

Gunakan media, dan metode yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Materi disini lebih sederhana, mengingat intelegensi anak yang sangat

rendah dan sulit untuk menerima materi bahkan mengingatnya. Di sini materi

disederhanakan agar dapat lebih mudah diterima dan dipahami. Kegiatan

bimbingan ibadah shalat yang dilaksanakan di SLB ini dilaksanakan setiap

hari selasa dan kamis dibimbing langsung oleh pembimbing PAI. Seperti

halnya yang disampaikan oleh IN nyaitu :

(“Untuk materi disini hanya sebatas yang pokok-pokok saja, seperti wudhu,

sholat, membaca iqro’, dan surat-surat pendek saja, itu saja

butuh waktu yang lama buat anak-anak memahami dan

menghafalkan. Sebenarnya juga sudah ada standar

kompetensinya, tapi standar kompetensinya sangat tinggi, yang

saya ajarkan ini saja mereka sering lupa, apalagi dengan

standar kompetensi yang ditentukan pasti sangat sulit buat

mereka”).

Hal itu sejalan dengan apa yang dilakukan oleh wali murid dirumah

bahwa anak-anak juga diajarkan sholat puasa dan ngaji, seperti yang

disampaikan oleh salah satu wali murid WM yaitu:

(“iya mbk alhamdulilah mau sholat, tapi perlu diingatkan begitu juga

waktu puasa mb, dulu juga mau ngaji tapi diejekin temennya sekarang jadi

gak mau lagi, tapi dirumah saya ajari ngaji sendiri”).

81

Berkaitan dengan hal diatas model pembinaan shalat pada penyandang

Tunagrahita secara holistik-komperhensif. Maksudnya bahwa dengan

pelaksanaan bimbingan shalat dilakukan secara holistik-komperhensif tersebut

proses pembinaan pada penyandang Tunagrahita dilakukan secara

menyeluruh, yang tidak berpusat satu metode saja tetapi semuanya dibutuhkan

agar penyandang Tunagrahita dapat menjalakan ibadah shalat dengan baik dan

dapat menjalankan kembali fungsi-sungsi kehidupan yang baik.

Didalam proses kegiatan, pembinaan ibadah shalat para pembimbing

Agama Islam memberikan arahan para penyandang Tunagrahita untuk dapat

mengenal shalat, mengenal gerakan shalat dan dapat menghafal baca-bacaan

shalat seperti surat al-fatihah, serta melakukan shalat. Selain itu para

penyandang Tunagrahita juga dibimbing untuk mengenal tata cara berwudhu

serta menghafal surat-surat pendek seperti surat al iklas dan membaca iqro’.

Adapun model pelaksanaan ibadah shalat yang dikembangkan di SLB

ini dalam pendidikan Agama Islam bagi para penyandang Tunagrahita melalui

ibadah shalat yang menggunakan model ceramah, Tanya jawab, doa (Dzikir),

dan praktek/demonstrasi. Dari sinilah dapat dipahami bahwa metode yang

dipakai sesuai dengan teori dari zainal arifin dalam bukunya yang berjudul

“Pokok-pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama”.

Penggunaan metode ini merupakan cara untuk menyampaikan ajaran agama

dan kewajiban seorang muslim serta nasihat-nasihat atau materi kepada

penyandang Tunagrahita dengan menuntun dan melatihnya. Berdoa dan

82

berdzikir untuk menanamkan dan mengingat atau menghafal bacaan-bacaan

ibadah shalat.

Jadi bisa disimpulkan bahwa kegiatan pelaksanaan pendidikan sholat

dan wudhu sangat penting bagi anak Tunagrahita walaupun hanya sekedar

gerakan dan surat al fatihahnya saja dengan itu, anak bisa terbiasa melakukan

sendiri tanpa arahan dari guru pembimbing. untuk materi hafalan anak-anak

dibiasakan membaca surat al-iklas setiap kali ada pembelajaran PAI agar pada

saat anak mengimplementasikan dalam melakukan shalat. Sedangkan dalam,

bacaan iqro’, anak diberikan pengenalan huruf hijaiyah seperti A, BA, TA,

TSA. selain itu materi yang disampaikan disederhanakan oleh pembimbing

PAI sesuai prinsip-prinsip pembelajaran tanpa mengabaikan standar

kompetensi, serta anak-anak bisa mengikuti dengan cukup baik. Hal ini

tentunya berbeda dengan sekolah secara umum, mengingat SLB adalah tempat

bagi anak-anak yang mempunyai kecerdasan dibawah rata-

rata/keterbelakangan mental, jadi daya serap mereka tentunya berbeda. Inilah

yang menjadikan sekolah secara umum dan SLB berbeda, baik secara

pembelajaran maupun kurikulumnya.

C. Faktor Penghambat dan pendukung Model Pembelajaran Pendidikan

Agama Islam di SLB Negeri Pembina Yogyakarta.

Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang

mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Dalam kepustakaan

bahasa asing digunakan istilah-istilah Mental Retardation, Mentally Reterdet,

83

Mental Deficiency, Mental Detective, dan lain-lain. Tentunya bagi para

penyandang Tunagrahita mereka mengalami banyak hal yang sulit, tidak

seperti orang normal lainya yang mudah melakukan aktifitas sehari-hari

dengan normal. Tetapi hal itu tidak menjadikan pembelajaran jadi terhenti,

karena anak Tunagrahita juga membutuhkan pembelajaran untuk

mengembangkan potensi yang ada, walaupun seminimal mungkin potensi

yang mereka miliki. Meskipun ada faktor penghambat serta faktor

pendukungnya. Dimana faktor penghambatnya adalah adanya kelas yang

majemuk, tentunya intelegensi anak yang rendah atau dibawah rata-rata, PAI

yang tidak diawasi oleh kemenag, melainkan oleh kemendiknas jadi guru lebih

susah mencari materi yang sesuai dengan keadaan anak. Selain itu fasilitas

yang kurang, seperti halnya tenaga pengajar, alat-alat pembelajaran ini juga

sangat menghambat dalam proses pendidikan yang baik.

Faktor pendukung yang ada untuk model pembelajaran di SLB ini

antara lain, semangat guru yang tinggi dalam memberikan pembelajaran,

beberapa fasilitas sekolah untuk menunjang pembelajaran yang

dimaksimalkan walaupun sedikit, serta kemauan keluarga untuk selalu

mendampingi anaknya dalam mengikuti pembelajaran. Tentunya orang tua

yang peduli akan perkembangan anaknya, orang tua yang rela menyisihkan

waktunya untuk menemani anaknya sangat membatu dalam pelaksanaan

pendidikan yang baik.

84

Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh IN yaitu:

(”Kendalanya banyak sekali salah satunya materi, dimana materi yang

disampaikan tidak sesuai dengan peraturan yang telah

ditentukan. Kita harus mencari materi-materi yang mudah dan

disederhanakan sendiri dan diambil yang kongkrit-kongkrit

saja,selain itu kendala dari ketidak sempurnaan fisik anakanya

juga. Serta kekurangan guru dan terlalu tingginya standar

kompetensi, mengingat kemampuan anak yang rendah dan

kelas yang majemuk. Serta untuk faktor yang mendukung ya

hanya dari diri sendiri, dimana di Al’Quran sudah dijelaskan

yang intinya seperti ini “Allah menciptakan sesuatu tidak ada

yang sia-sia” dengan ayat ini saya yakin kalau anak-anak itu di

didik dengan benar dan tekun pasti bermanfaat, walaupun

hanya untuk dirinya sendiri dan mereka tidak merugikan orang

lain”).

Sama halnya dengan apa yang diungkapan oleh PKS yaitu

(“kita disini kekurangan guru agama, tapi walaupun kekurangan

guru beliau-beliau tetap memberikan yang terbaik untuk murid-

muridnya”).

Sedangkan permasalahan penyandang cacat menurut Pola Dasar

Pembangunan Bidang kesejahteraan Sosial DEPSOS RI yang dikutip oleh

(Mangungsong, 2009:141) antara lain: Kecanggungan/hambatan fisik

mobilitas dalam melakukan kegiatan sehari-hari, Kecanggungan/gangguan

ketrampilan kerja produktif, Rawan kondisi social ekonomi,

Hambatan/kecanggungan mental psikologis, Kecanggungan/hambatan

melaksanakan fungsi sosial.

Selain itu orang yang paling banyak menanggung beban akibat

keTunagrahitaan adalah orang tua dan keluarga anak tersebut. Oleh sebab itu

dikatakan bahwa penanganan anak Tunagrahita merupakan resiko psikiatri

keluarga. Keluarga anak Tunagrahita berada dalam resiko, mereka

85

menghadapi resiko yang berat. Saudara-saudara anak tersebut pun menghadapi

hal-hal yang bersifat emosional (Soemantri, 2006:117).Hal itu juga sejalan

dengan yang diungkapkan oleh wali murid WM yaitu:

(“anak gampang lupa mb, jadi harus diingatkan trus ketika sholat, trus

mertua saya yang tidak bisa menerima kondisi anak saya, selain itu

tetangga saya yang mengejek anak saya sehingga dia tidak mau TPA

lagi”).

Dari sini terlihat jelas bahwa permasalahan penyandang Tunagrahita,

bukan semata-mata masalah medis yang hanya menyangkut penderita dan

keluargnya saja, tetapi sudah berkembang menjadi masalah yang sangat luas

dan kompleks, meliputi segi-segi medis, psikologis, sosial, ekonomi,

pendidikan dan pekerjaan.

Jadi dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa masih banyak kendala

atau penghambat yang terjadi untuk memberikan pendidikan agama Islam bagi

anak-anak Tunagrahita di SLB Negeri Pembina Yogyakarta, baik dari anaknya

sendiri, dari fasilitas yag ada di sekolahan, bahkan sampai tenaga pengajar

masih kurang, serta orang tua yang berperan , meskipun ada faktor pendukung

untuk anak-anak mendapatkan pendidikan agama Islam yang jauh lebih dalam

lagi.

D. Keberhasilan Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SLB

Negeri Pembina Yogyakarta

Di setiap sekolah baik sekolah umum maupun sekolah khusus tentunya

tingkat keberhasilan peserta didiknya sudah menjadi hal yang wajib, itu juga

berlaku untuk Sekolah luar biasa Negeri Pembina Yogyakarta. Meski

86

berkebutuhan khusus tingkat keberhasilan dalam pembelajaran tentunya

menjadi harga mati buat sekolah ini, walaupun tingkat keberhasilan itu tidak

seperti pada sekolah-sekolah umum, tetapi anak mulai berkembang dari awal

masuk sampai saat ini, itu sudah dikatakan berkembang baik , anak dapat

mengingat gerakan sholat, tata cara berwudhu, menghafal sedikit surat-surat

pendek yang diajarkan itu juga sudah merupakan hasil yang baik untuk anak

berkebutuhan khusus, anak juga merasa senang saat melakukan pembelajaran

dengan metode yang diterapkan, itu juga merupakan hasil yang baik. Hal ini

sesuai dengan apa yang disampaikan oleh IN yaitu :

(“untuk tingkat keberhasilan mbak sudah ada perkembangan dan kemajuan

dibanding dulu waktu awal-awal masuk sini. Anak-anak bisa

bermanfaat untuk dirinya sendiri seperti terbiasa dalam

melaksanakan shalat dan menghafal ayat-ayat pendek serta

tidak mengganggu orang lain saja sudah cukup mbak”).

Hal itu juga sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh WR yaitu:

(“alhamdulilah nilai nya bagus mbk, yang penting mau masuk kelas

pas pelajaran agam mbk”).

Sama halnya dengan yang diungkapkan oleh PKS yaitu :

(“Ya sudah ada kemajuan mb, lama kelamaan anak juga bisa sendiri,

yang penting anak bisa memanfaatkan waktunya untuk hal-hal yang

positif seperti extra robana”).

Hasil pembelajaran agama Islam merupakan barometer bagi baik atau

buruknya pembelajaran yang telah dilakukan. Apakah sudah berjalan sesuai

dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan atau belum. Indikasi

keberhasilan dari prose. pembelajaran agama Islam di SLB Negeri Pembina

antara lain: kebiasaan buruk siswa sedikit demi sedikit sudah berkurang, siswa

87

dapat menunjukkan perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari, baik

sesama guru, teman, dan orang tua, siswa dapat melakukan sholat dan wudlu

sesuai dengan syari’at agama, serta siswa dapat menulis dan menghafal

pelajaran sedikit demi sedikit namun hanya terbatas pada kalimat sederhana,

hal ini dikarenakan keterbatasan intelektual mereka.

Ada beberapa tujuan pendidikan agama Islam yang dipaparkan oleh

(Daradjat, 2011:30-33) antara lain : Tujuan Umum adalah tujuan yang akan

dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik pengajaran, baik dengan

pengajaran atau dengan cara lain menuju menjadi Insan Kamil, Tujuan Akhir

Adalah menjadi Insan Kamil yang mati dan akan menghadap Tuhanya,

Tujuan Sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi

sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum

pendidikan formal, Tujuan Operasional adalah tujuan praktis yang akan

dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Tentunya tujuan inilah

yang akan mengarahkan kepada suatu keberhasilan dimana jika tujuan itu

tercapai, artinya dengan kata lain tujuan tercapai maka misi berhasil.

Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat keberhasilan

mengenai pendidikan agama Islam pada anak Tunagrahita di SLB Negeri

Pembina Yogyakarta mengalami perkembangan yang baik, artinya ada

perbedaan perilaku yang awalnya belum bisa dan masih perlu arahan dari guru

pembimbing untuk melakukan gerakan sholat, tata cara berwudhu sekarang

terbiasa melakukan sendiri. Selain itu anak-anak juga dapat menghafal surat-

surat pendek, serta anak-anak tidak menggangu kehidupan orang lain lagi.

88

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Model Pembelajaran

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak tunagrahita di

Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogyakarta adalah dengan

menggunakan model pembelajaran PAI Adaptif dengan menggunakan

metode antara lain:

a. Pembelajaran praktik

b. Ceramah

c. Model Pembiasaan dan,

d. demonstrasi

2. Materi

Materi yang diberikan merupakan materi yang disederhanakan oleh

guru Pendidikan Agama Islam sendiri yaitu :

a. Pendidikan shalat

Bagi anak tunagrahita pendidikan shalat hanya ditekankan

pada gerakan shalat dan bacaan alfatihahnya saja.

b. Wudhu

Tentunya dalam melaksanakan kegiatan shalat, wudhu adalah

hal yang wajib dilakukan karena wudhu merupakan syarat sah shalat.

89

Dan pada anak tunagrahita materi wudhu juga hanya ditekankan pada

gerakan dan urut-urutanya saja.

c. Hafalan surat pendek

Untuk hafalan surat pendek hanya surat al-iklas saja yang

dibacakan setiap ada pelajaran PAI sehingga dengan pembiasaan itu,

anak bisa menghafal dengan baik.

d. Membaca iqro’

Membaca iqro’ juga diberikan untuk anak tunagrahita di SLB

Negeri Pembina, agar anak-anak mengenal huruf hijaiyah seperti a,

ba, ta, dan tsa saja.

3. Faktor-faktor yang menghambat dan mendukung dalam memberikan

pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak tunagrahita di Sekolah

Luar Biasa Negeri Pembina Yogyakarta

a. Faktor yang menghambat

1) Kelas yang majemuk

2) Inteligensi anak yang rendah atau dibawah rata-rata

3) PAI yang tidak diawasi oleh kemenag melainkan oleh

kemendiknas jadi guru lebih susah mencari materi yang sesuai

dengan keadaan anak

4) Tenaga pengajar yang masih kurang

b. Faktor yang mendukung

1) Motivasi dan semangat guru yang tinggi dalam memberikan

pembelajaran.

90

2) Fasilitas sekolah untuk menunjang pembelajaran yang

dimaksimalkan

3) Kemauan keluarga untuk selalu mendampingi anaknya dalam

mengikuti pembelajaran

4. Keberhasilan Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SLB

Negeri Pembina Yogyakarta

Dapat disimpulkan bahwa tingkat keberhasilan pendidikan agama

Islam pada anak tunagrahita di SLB Negeri Pembina Yogyakarta sesuai

dengan indikator yaitu anak mengalami perkembangan yang baik, ada

perbedaan perilaku yang awalnya masih perlu arahan dari guru dalam

melaksanakan shalat dan wudhu sekarang sudah bisa melakukan sendiri

sebatas gerakan dan bacaan fatehah nya saja,selain itu anak mampu

menghafal surat al-iklas dan anak mulai dapat membaca iqro’ hanya huruf

a, ba, ta,tsa. Selain itu anak-anak perilakunya tidak mengganggu

kehidupan orang lain .

B. Saran

1. Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogyakarta

Jadwal pembelajaran khusus untuk studi pembelajaran agama

Islam diperbanyak lagi, agar para siswa dapat meningkatkan kemampuan

dan pemahamanya bahwa pendidikan agama Islam sangat dibutuhkan bagi

para Tunagrahita.

91

2. Pembimbing / Guru Pendidikan Agama Islam

Supaya memberikan pembelajaran yang lebih kreatif lagi,

sehingga dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami agama

Islam.

3. Orang Tua

Orangtua harus lebih sabar dan telaten dalam mendampingi dan

membimbing anaknya yang berkebutuhan khusus.

92

DAFTAR PUSTAKA

AbdulMajid & Dian Andayani. 2004. Pendidikan Agama Islam Berbasis

Kompetensi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Ahmadi, lif khoiru. 2011. Paikem Gembrot. Jakarta : PT Prestasi

Puspakarya

Astati, Mulyati. 2010. Pendidikan Anak Tunagrahita. Bandung: CV. Catur

Karya

Anwar Prabu Mangku Negoro. 2002. Perkembangan Intelejensi Anak dan

Pengukurannya. Bandung : Angkasa Bandung

Bahri, Syaiful. 2004. Prestasi Belajar dan Kompetensi Mengajar. Surabaya:

Usaha Nasional.

Darodjat, Zakiah. 1979. Kesehatan Mental. Jakarta : Gunung Agung

Daradjat, Zakiah. 2009. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.

Daradjat, Zakiah. 1987. Pendidikan Islam dalam Perspektif Psikologi

Agama. Jakarta: Bina Aksara.

Depag. 2003. Pedoman Umum Pendidikan Agama Islam (Di Sekolah Umum

Tingkat Menengah dan Sekolah Luar Biasa). Jakarta: direktorat

jendral Kelembagaan Agama Islam.

Diretorat Pembinaan SLB. Pedoman Pelaksanaan Sekolah Khusus Tuna

Grahita (SLB-C). 2008.

Efendi, Mohamad. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan.

Jakarta : Bumi Aksara

Fuad, Sugiato. 2001. Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta:Gramedia.

Faisal, Sanapiah.1995. Merancang Penyelenggaraan Penelitian Kualitatif.

Malang:Proyek OPF IKIP Malang.

Haryati, Nik. 2011. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam.

Bandung: Alfabeta.

Hosni, Irham. 2003. Pengantar Pendidikan Tunanetra. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Istanti, Surviani. 2004. Membimbing Anak Memahami Masalah Seks

(Panduan Praktis Untuk Orang Tua). Bandung: Pustaka Ulumuddin.

Kamus Besar Bahasa Indonesia.1994.Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Mangungsong, Frieda. 2009. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan

Khusus

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosda Karya.

Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosda Karya.

Notoatmojo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Rineke

Cipta

Saifudin Azwar, MA. 2001. Pengantar Psikologi Intelegensi.

93

Sardiman. 2004. Interaksi Belajar Mengajar. Jakarta : CV Rajawali Bumi

Aksara.

Sapariadi, dkk. 1982. Mengapa Anak Berkelainan Perlu Mendapat

Pendidikan. Jakarta : Balai Pustaka

Smart, Aqila. 2010, Anak cacat Bukan Kiamat. Yogyakarta: Ar-Ruzz

Media.

Smith, J. David. Editor ahli : Mohammad Sugiarmin, Mif Baihaqi. 2009.

Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua. Bandung : Nuansa

Somantri, T Sutjihati. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika

Aditama.

Sukmadinata, Nana. 2005. Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT Rosa

Karya.

Rumidi, Sukardi. 2004. Metodologi Penelitian Petunjuk Praktis Peneliti

Pemula. Yogyakartaa: Gadjahmada

Surakhmad, Winarno. 1994. Pengantar Ilmiah dan Dasar Metode Teknik.

Bandung: Tarsito

Sutrisno, Hadi.1989.Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Publiser

Yusuf. Muri. 1986. Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Ghalia Indonesia

Zakiah Daradjat, dkk. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : PT. Bumi

Aksara

Zakiah, dkk. 2001. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta:

Bumi Aksara

http//belajarpsikologi.com/2011/02/17).

http://banura.edublogs.org/2011/08/27pembelajaran adaptif.html

94

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Dwi Isnaini

Tempat Tanggal Lahir : Kab Semarang, 02 Desember 1989

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Siroto, candirejo RT 03 RW 01 Ungaran barat.

Jenjang Pendidikan :

1. SD Candirejo 02, Ungaran Barat, lulus tahun 2002

2. MTs. Al – Uswah, Kec Bergas, Kab Semarang , lulus

tahun 2005

3. MAN Wonokromo, Bantul,Yogyakarta, lulus tahun

2008

4. STAIN Salatiga sampai sekarang

Demikian riwayat hidup ini dibuat sebenar-benarnya.

Ungaran, Maret 2015

Penulis

95

96

PEDOMAN WAWANCARA

A. Identitas Informan

1. Nama :

2. Usia :

3. Jabatan :

4. Wawancara hari/tanggal :

5. Waktu :

B. Sasaran Wawancara

1. Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak tuna grahita.

2. Faktor- faktor penghambat model pembelajaran Pendidikan Agama Islam

pada Anak Tuna grahita.

3. Faktor-faktor pendukung model Pembelajaran Agama Islam pada Anak

Tuna grahita.

C. Butir-butir Pertanyaan

Daftar pertanyaan wawancara Kepala Sekolah Sekolah Luar

Biasa Negeri Pembina Yogyakarta.

1. Bagaiamana sejarah berdirinya SLB Negeri Pembina Yogyakarta?

2. Apa saja Visi dan Misi SLB Negeri Pembina Yogyakarta?

3. Kurikulum apa yang dterapkan diSLB Negeri Pembina Yogyakarta?

97

4. Apakah peserta didik di SLB Negeri Pembina Yogyakarta pada setiap

tahunya mengalami peningkatan? Kalau iya berapa jumlahnya?

5. Berapa jumlah murid di SLB Negeri Pembina Yogyakarta?

6. Tata tertip apa sajakah yang berlaku di SLB Negeri Pembina Yogyakarta?

7. Di SLB Negeri Pembina apakah hanya khusus untuk anak tuna grahita

atau untuk semua peserta didik yang berkebutuhan khusus?

8. Berapa jumlah kelas yang yang ada di SLB Negeri Pembina ini?

9. Untuk anak tuna grahita dibagi menjadi berapa kelas?

10. Ada berapa kali pertemuan untuk pelajaran PAI di SLB Negeri Pembina

Yogyakarta?

11. Adakah progam tambahan PAI untuk peserta didik tuna grahita ? kalau

ada

12. Adakah kendala yang dihadapi dalam menjalakan progam tersebut?

13. Bagaimana tingkat kesuksesan progam tersebut?

98

PEDOMAN WAWANCARA

A. Identitas Informan

1. Nama :

2. Usia :

3. Jabatan :

4. Wawancara hari/tanggal :

5. Waktu :

B. Sasaran Wawancara

1. Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak tuna grahita.

2. Faktor- faktor penghambat model pembelajaran Pendidikan Agama Islam

pada Anak Tuna grahita.

3. Faktor-faktor pendukung model Pembelajaran Agama Islam pada Anak

Tuna grahita.

C. Butir-butir Pertanyaan

Daftar pertanyaan wawancara Guru Pendidikan Agama Islam SLB Negeri Pembina

Yogyakarta.

1. Ada berapa kelas bagi peserta didik tuna grahita?

2. Bagaimana cara pembagian kelas untuk anak tuna grahita?apakah

dikelompokan menurut klasifikasinya atau tidak?

3. Berapa jumlah peserta didik tuna grahita setiap kelasnya?

99

4. Materi PAI apa saja yang diberikan pada anak tuna grahita?

5. Apakah materi yang diberikan sama antara tuna grahita sedang, ringan dan

berat?

6. Model pembelajaran seperti apa yang diterapkan untuk menyampaikan

materi pelajaran PAI?

7. Apakah sama model pembelajaran yang digunakan utuk peserta tuna

grahita ringan, sedang dan berat?

8. Apakah ada kendala dalam menggunakan model pembelajaran seperti itu?

9. Bagaimana cara mengatasi kendala-kendala yang dihadapi?

10. Bagaiamana tingkat keberhasilan model pembelajaran tersebut?

100

PEDOMAN WAWANCARA

A. Identitas Informan

1. Nama :

2. Usia :

3. Jabatan :

4. Wawancara hari/tanggal :

5. Waktu :

B. Sasaran Wawancara

1. Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak tuna grahita.

2. Faktor- faktor penghambat model pembelajaran Pendidikan Agama Islam

pada Anak Tuna grahita.

3. Faktor-faktor pendukung model Pembelajaran Agama Islam pada Anak

Tuna grahita.

C. Butir-butir Pertanyaan

Daftar pertanyaan wawancara orangtua wali murid tuna grahita di SLB

Negeri Pembina Yogyakarta.

1. Anak anda kelas berapa?

2. Bagaimana nilai mata pelajaran PAI pada anak ibuk?

3. Apakah anak ibuk mau melakukan sholat dirumah?

4. Bagaimana cara ibuk mengajak anak anda agar mau melakukan sholat?

101

5. Apakah anak ibuk mau mengaji?

6. Bagaimana cara ibuk mengajak anak anda agar mau mengaji?

7. Apakah ada kendala dalam mengajari anak anda agar mau melakukan

sholat?

8. Kalau ada kendala, dengan cara apa ibuk mengatasi kendala tersebut?

9. Setiap kali anak anda mau melaksanakan sholat apakah ada hadiah yang

diberikan untuk anak anda?

10. Hadiah seperti apa yang anda berikan?

11. Setelah mendapat hadiah apa anak anda akan mau mengulangi

melaksanakan sholat setiap harinya,,meskipun tanpa ada hadiah?

12. Jika anak tidak melaksanakan sholat, apa anda memberikan hukuman pada

anak anda?

102

PEDOMAN WAWANCARA

A. Identitas Informan

1. Nama :

2. Usia :

3. Jabatan :

4. Wawancara hari/tanggal :

5. Waktu :

B. Sasaran Wawancara

1. Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak tuna grahita.

2. Faktor- faktor penghambat model pembelajaran Pendidikan Agama Islam

pada Anak Tuna grahita.

3. Faktor-faktor pendukung model Pembelajaran Agama Islam pada Anak

Tuna grahita.

C. Butir-butir Pertanyaan

Daftar pertanyaan wawancara siswa-siswi di SLB Negeri Pembina

Yogyakarta.

1. Anda kelas berapa?

2. Bagaimana nilai mata pelajaran PAI?

3. Apakah anda melakukan sholat dirumah?

4. Kalau iya, hafal tidak gerakan dan bacaan sholatnya?

103

5. Apakah anda mau mengaji?

6. Siapa yang mengajari anda mengaji?

7. Sudah sampai iqro’ berapa?

8. Apakah anda diberi hadiah oleh ibu/bapak ketika anda melakukan

sholat/ngaji?

9. Apakah anda dimarahi ketika tidak ngaji/ sholat?

10. Senang tidak dengan pelajaran agama Islam?

104

VERBATIM WAWANCARA KEPADA PEMBIMBING AGAMA

ISLAM

A. Identitas Informan

1. Nama informan : IN

2. Jenis kelamin : Perempuan

3. Alamat : Melati, Sleman, Yogyakarta

4. Waktu wawancara : Kamis, 26 juli 2012 dan senin,30 juli 2012

B. Hasil Wawancara

No Pertayaan Jawaban Keterangan

1 Model pembelajaran

seperti apa yang

diterapkan ibu dalam

memberikan

pelajaran PAI ?

Model pembelajaran yang

digunakan untuk

menyampaikan pelajaran

PAI adalah dengan

menggunakan PAI adaptif

, yaitu menyesesuaikan

kebutuhan anak dengan

berbagai metode seperti

metode pembiasaan,

ceramah dan demontrasi.

Model

Pembelajaran.

2. Apakah materi yang

ibu diberikan sama

dengan materi

disekolah umum?

Materi yang diberikan

jelas beda mbk, karena

tingkat intelegenci anak

tunagrahita yang rendah

tidak mungkin diberikan

materi yang sama seperti

anak umum. Materinya

pun tidak sesuai dengan

kurikulum yang

Materi

105

ditentukan mbk hanya

mencakup materi-materi

yang pokok seperti sholat,

wudhu dan surat-surat

pendek serta sholawat

saja.

3 Apakah anak-anak

juga bisa

melaksanakan shalat

dengan bacaan shalat

yang benar?

Belum bisa mbk, Anak-

anak melaksakan shalat

masih perlu adanya

bimbingan karena mereka

masih lupa, wudhunyapun

juga masih dengan

bimbingan mbk, tapi

setidaknya mereka mau

melakukan sholat.

4 Untuk pembelajaran

yang lain selain

shalat, seperti

membaca iqra,

shalawatan, dan

menghafalkan surat-

surat pendek apakah

sudah benar bu?

Mereka sudah mengikuti

semua tetapi masih

banyak yang kurang

bahkan kadang-kadang

ada yang lupa sama

seperti sholat dan wudhu

tadi.

5 Apakah ada kendala

yang dihadapi

dengan model

pembelajaran yang

ibuk gunakan?

Kendala yang dihadapi

dengan model tersebut

adalah penyerderhanaan

materi,

ketidaksempurnaan fisik

anak serta tingginya

standar kompetensi yang

Faktor

penghambat

106

ditentukan.

6 Selain kendala

dengan

model,apakah ada

kendala lain yang

dihadapi dalam

pembelajaran PAI?

Kendala umum yang

dihadapi adalah

kurangnya guru dan PAI

yang tidak diawasi

dengan kemenak

melainkan diawasi oleh

kemendiknas.

7 Menurut ibu adakah

faktor pendukung

dalam pembelajaran

PAI?

Faktor pendukung dalam

PAI adalah dari diri

sendiri untuk selalu

bersemangat memberikan

pembelajaran kepada

anak-anak agar bisa

bermanfaat untuk dirinya

sendiri dan tidak

mengganggu orang lain.

Faktor

pendukung

8 Bagaimana tingkat

keberhasilan dengan

menggunakan model

pembelajaran yang

ibu terapkan?

Tingkat keberhasilan

dengan model yang

diterapkan antara lain

adalah anak-anak dapat

bermanfaat bagi dirinya

sendiri seperti terbiasa

melaksanakan sholat, dan

menghafal ayat-ayat

pendek serta tidak

mengganggu orang lain.

Tingkat

keberhasilan

107

VERBATIM WAWANCARA KEPADA WALI MURID SLB

NEEGERI PEMBINA

A. Identitas Informan

1. Nama informan : WM

2. Jenis kelamin : Perempuan

3. Alamat : Imogiri Yogyakarta

4. Waktu wawancara : Selasa, 31 juli 2012

B. Hasil Wawancara

NO Pertanyaan Jawaban Keterangan

1 Apakah anak ibuk mau

melakukan shalat dirumah

tanpa diingatkan olehh

ibu?

Iya, mbk alhamdulilah

mau mbk, tapi masih

tergantung dengan saya

mbk, kalau saya

ingatkan” dek udah

waktunyashalat” gitu

dulu baru mau shalat

mbk.

2 Kalau untuk gerakan dan

bacaan shalanya, apakah

sudah hafal buk?

Hemm,belum mbk,

bacaanya pun hanya

suratfatehahnya

aja,sedangkan gerakan

anak saya masih saya

ingatkan juga mbk.

3 Apakah anak ibuk mau

mengaji buk?

Dulu mau mengaji di

Tpa mbk, tapi diejekin

teman-temanya,ahirnya

dia gak mau ngaji lagi

mbk.

108

4 Kalau untuk puasa mau

berpuasa tidak ibuk?

Puasa mau mbk, tapi

hanya setengah hari aja,

mbk, kadang jam 10

udah buka kulkasmakan

mbk, tapi nanti saya

ingatkan kalau dia

sedang berpuasa

5 Bagaimana nilai PAI anak

ibuk?

Alhamdulilah nilainya

bagus mbk, yang

penting mau masuk

kelas pas pelajaran

agama mbk.

6 Apakah ada hadiah untuk

anak jika dia mau

melakulan shalat maupun

puasa?

Iya mbk ada, biar anak

mau untuk melakukan

shalat dan puasa itu

mbk.

7 Apakah keluarga ibuk

juga membantu dalam

memberikan pembelajaran

agama pada anak ibuk?

Ya paling Cuma saya,

ayah nya dan kakaknya

saja mbk, diajarin ngaji

iqro’ gitu mbk

8 Apakah ada kesulitan

yang dihadapi ibu ketika

memberikan pengajaran

kepada anak?

anak gampang lupa mb,

jadi harus diingatkan

trus ketika sholat, trus

mertua saya yang tidak

bisa menerima kondisi

anak saya, selain itu

tetangga saya yang

mengejek anak saya

sehingga dia tidak mau

TPA lagi

109

VERBATIM WAWANCARA KEPADA KEPALA SEKOLAH

SLB NEGERI PEMBINA

A. Identitas Informan

1. Nama informan : PKS

2. Jenis kelamin : Laki-laki

3. Alamat : Sleman, Yogyakarta

4. Waktu wawancara : Selasa, 31 juli 2012

B. Hasil Wawancara

NO Pertanyaan Jawaban Keterangan

1 Ada berapa guru untuk

pelajaran PAI disini pak?

Disini Cuma ada 2 guru

PAI, 1 untuk jenjang

SD dan 1 nya untuk

SMP dan SMA.

2 Apakah dengan 2 orang

guru pembelajaran dapat

berjalan dengan baik?

Sebetulnya tidak mbk,

kita disini kekurangan

guru agama, tapi

walaupun kekurangan

guru beliau-beliau tetap

memberikan yang

terbaik untuk murid-

muridnya.

3 Ada berapa kali

pertemuan untuk pelajaran

PAI di SLB ini pak?

Ada satu kali pertemuan

dalam satu minggunya.

110

4

Adakah Program

Tambahan untuk Pelajaran

PAI?

Ada mb. Disini ada

extra seni robana, selain

itu disini juga ada

asrama untuk anak yang

mana disitu juga

diajarkan tentang ilmu

agama.

5 Apakah ada kendala

dalam tambahan program

tersebut?

Ya pastinya ada mb,

seperti anak yang

kadang waktunya extra

malah tidak masuk

kelas tapi malah jajan,

kadang juga lupa

tepukan robananya.

6 Bagaimana tingkat

keberhasilan program

tersebut

Ya sudah ada kemajuan

mb, lama kelamaan

anak juga bisa sendiri,

yang penting anak bisa

memanfaatkan

waktunya untuk hal-hal

yang positif seperti

extra robana.

111

VERBATIM WAWANCARA KEPADA SISWA-SISWI

SLB NEGERI PEMBINA

A. Identitas Informan

1. Nama informan : SS

2. Jenis kelamin : Perempuan

3. Alamat : Imogiri, Bantul

4. Waktu wawancara : Sabtu, 4 Agustus 2012

B. Hasil Wawancara

NO Pertanyaan Jawaban Keterangan

1 Anda kelas berapa? Kelas 1 SMP TI

2 Apakah anda

melak

ukan

sholat

dirum

ah?

Iya kadang-kadang

sholat kadang tidak.

3

Kalau iya, hafal

tidak

gerak

an

dan

bacaa

n

Aku hafal gerakanya,

tapi kadang aku lupa,

baca nya fatehah.

112

sholat

nya?

4 Apakah anda mau

meng

aji?

Iya saya ngaji

5 Siapa yang

meng

ajari

anda

meng

aji?

Kadang ibu kadang

ngaji sendiri.

6 Dimarahi ibu tidak

kalau

tidak

sholat

atau

ngaji?

Iya ,dimarai

7 Suka pelajaran PAI

tidak?

Suka, gurunya lucu.

113

Lampiran 4

KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR PENDIDIKAN AGAMA

ISLAM DI SLB NEGERI YOGYAKARTA

114

115

116

117

118

119