mochammad cholil asyari.pdf

14
1 ANALISIS NILAI EDUKATIF DALAM NOVEL ”LOVE IN PESANTREN” KARYA SHACHREE M. DAROINI SEBAGAI PENGEMBANGAN KARAKTER GURU DI PESANTREN SESUAI DASAR PENDIDIKAN ISLAM Mohamad Cholil Asyari *) Latar Belakang Seiring dengan semakin bertambahnya jumlah santri dalam sebuah pesantren, kyai tidak bisa berdiri sendiri untuk mengayomi seluruh santri. Oleh karena itu, kyai banyak dibantu oleh para guru dalam menggerakkan roda pendidikan di tubuh pesantren. Pengejawantahan kitab ta‟limul muta‟allim yang sporadis membuat pondok pesantren menanamkan nilai-nilai sakti yang terkait dengan interaksi guru dan murid sehingga seringkali menjadikan murid mandek, stagnan dan tidak kritis serta guru yang seharusnya demokratis justru menjadi sosok yang bisa jadi memenggal progresifitas, memancung pluralitas, dan membunuh dialektika dan dinamika keilmuan yang senantiasa berkembang. Padahal di sisi lain guru yang memiliki peran sangat vital dalam pembangunan masyarakat serta pengawalan akan keagamaan dan keberagamaan diharapkan dapat memberikan kontribusi yang optimal. Pada akhirnya, realitas semacam itulah yang membuat banyak pihak melontarkan kritik terhadap pola pendidikan di pesantren. Kritik tajam itu tak hanya dilisankan tapi juga dituliskan, baik dalam bentuk fiksi maupun non fiksi. Salah satu dari banyak tulisan tersebut adalah novel Love in Pesantren karya Shachree M. Daroini yang merupakan alumni pondok pesantren. Relevansi novel Love in Pesantren karya Shachree M. Daroini dengan realitas interaksi guru-murid yang berkembang di sekolah dalam lingkungan pesantren inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengadakan analisis novel yang tertuang dalam judul: Analisis Nilai Edukatif Dalam Novel Love in Pesantren Karya Shachree M. Daroini Sebagai Pengembangan Karakter Guru Di Pesantren Sesuai Dasar Pendidikan Islam.

Upload: khairullahjacob

Post on 28-Dec-2015

19 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

muhamaad

TRANSCRIPT

Page 1: Mochammad Cholil Asyari.pdf

1

ANALISIS NILAI EDUKATIF DALAM NOVEL ”LOVE IN PESANTREN”

KARYA SHACHREE M. DAROINI SEBAGAI PENGEMBANGAN

KARAKTER GURU DI PESANTREN SESUAI DASAR

PENDIDIKAN ISLAM

Mohamad Cholil Asyari *)

Latar Belakang

Seiring dengan semakin bertambahnya jumlah santri dalam sebuah

pesantren, kyai tidak bisa berdiri sendiri untuk mengayomi seluruh santri. Oleh

karena itu, kyai banyak dibantu oleh para guru dalam menggerakkan roda

pendidikan di tubuh pesantren. Pengejawantahan kitab ta‟limul muta‟allim yang

sporadis membuat pondok pesantren menanamkan nilai-nilai sakti yang terkait

dengan interaksi guru dan murid sehingga seringkali menjadikan murid mandek,

stagnan dan tidak kritis serta guru yang seharusnya demokratis justru menjadi

sosok yang bisa jadi memenggal progresifitas, memancung pluralitas, dan

membunuh dialektika dan dinamika keilmuan yang senantiasa berkembang.

Padahal di sisi lain guru yang memiliki peran sangat vital dalam pembangunan

masyarakat serta pengawalan akan keagamaan dan keberagamaan diharapkan

dapat memberikan kontribusi yang optimal.

Pada akhirnya, realitas semacam itulah yang membuat banyak pihak

melontarkan kritik terhadap pola pendidikan di pesantren. Kritik tajam itu tak

hanya dilisankan tapi juga dituliskan, baik dalam bentuk fiksi maupun non fiksi.

Salah satu dari banyak tulisan tersebut adalah novel Love in Pesantren karya

Shachree M. Daroini yang merupakan alumni pondok pesantren. Relevansi novel

Love in Pesantren karya Shachree M. Daroini dengan realitas interaksi guru-murid

yang berkembang di sekolah dalam lingkungan pesantren inilah yang membuat

penulis tertarik untuk mengadakan analisis novel yang tertuang dalam judul:

Analisis Nilai Edukatif Dalam Novel Love in Pesantren Karya Shachree M.

Daroini Sebagai Pengembangan Karakter Guru Di Pesantren Sesuai Dasar

Pendidikan Islam.

Page 2: Mochammad Cholil Asyari.pdf

2

Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Apa saja nilai edukatif terkait sikap guru di pesantren yang terdapat dalam

novel ”Love in Pesantren” karya Shachree M. Daroini?

2. Apa saja hal-hal yang kurang relevan terkait sikap guru di pesantren dalam

novel ”Love in Pesantren” karya Shachree M. Daroini?

3. Apa saja nilai edukatif dari novel ”Love in Pesantren” yang bisa

diterapkan sebagai pengembangan karakter guru di pesantren sesuai dasar

pendidikan Islam?

Metodologi Penelitian

Teknik Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata

tertulis dan bukan angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi

kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian laporan tersebut.Dan

selanjutnya data-data tersebut dianalisis berdasarkan pengkategoriannya.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik telaah dokumen atau biasa

disebut dengan studi dokumentasi. Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang

artinya barang-barang tertulis. Dalam melaksanakan studi dokumentasi ini penulis

memilih novel Love in Pesantren sebagai bahan dalam pengumpulan data

tersebut.

Analisis Data

Dalam penelitian ini metode analisis yang digunakan adalah Content

Analysis (kajian isi). Analisis isi adalah teknik penelitian untuk membuat

inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicabel), dan sahih data dengan

memperhatikan konteksnya. Analisis isi berhubungan dengan komunikasi atau isi

komunikasi.1 Menurut Weber, Content Analysis adalah metodologi penelitian

1 Burhan Bungin, Content Analysis dan Focus Group Discussion dalam Penelitian Sosial

(Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 172.

Page 3: Mochammad Cholil Asyari.pdf

3

yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik suatu kesimpulan yang

sahih dari pernyatan atau dokumen. Demikian juga dengan Holsi, yang

mengartikan Content Analysis sebagai teknik apapun yang digunakan untuk

menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan dan dilakukan

secara obyektif dan sistematis.2

Kegiatan analisis yang dilakukan adalah: (1) pemberian makna pada

paparan bahasa berupa paragraf-paragraf yang mengemban gagasan tentang

nilai-nilai edukatif terkait sikap guru dalam novel Love in Pesantren, (2)

pemberian makna pada paparan bahasa berupa paragraf-paragraf yang

mengandung hal-hal yang kurang relevan terkait sikap guru di pesantren dalam

novel Love in Pesantren dan (3) mengkonstruksi dan mensintesis gagasan tentang

pengembangan karakter guru di pesantren sesuai dengan dasar pendidikan Islam.

Pembahasan

Nilai edukatif yang diartikan sebagai nilai positif terkait sikap guru akan

senantiasa mengusung nilai-nilai religius, moral, etika dan estetika. Berikut ini

merupakan nilai-nilai edukatif terkait sikap guru yang terdapat dalam novel ”Love

in Pesantren” karya Shachree M. Daroini dalam rangka pengembangan karakter

guru di pesantren yang sesuai dengan dasar pendidikan Islam yakni al-Quran, al-

Hadits, maupun statement para ulama’ yang selaras dengan keduanya.

1. Mengajarkan ilmu yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat

Islam merupakan agama rahmatan lil „alamin yang begitu sempurna.

Betapa kesempurnaan itu tampak jelas pada konsepsi religiusnya yang begitu

mencerahkan, membimbing dan menyejukkan. Salah satu prinsip dalam konsepsi

Islam adalah adanya kehidupan akhirat yang kekal selamanya setelah kehidupan

dunia yang sementara. Setiap manusia tentu ingin bahagia di kedua kehidupan

tersebut, dan kebahagiaan itu menurut Islam hanya dapat diperoleh dengan ilmu.

Sehingga apabila seseorang menghendaki kebahagiaan yang sebenarnya, maka ia

dituntut untuk mampu menyeimbangkan antara urusan dunianya dengan urusan

2 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kuaitatif, (Bandung:Remaja Rosda Karya, 2002),

hlm. 163.

Page 4: Mochammad Cholil Asyari.pdf

4

akhiratnya. Untuk bisa melakukan hal tersebut, tentu saja setiap manusia harus

memiliki keilmuan yang memadai pada masing-masing ranah kehidupan tersebut.

Adalah tugas guru, terlebih guru di pesantren untuk membekali para santri atau

murid dengan tidak saja ilmu agama un-sich melainkan pula ilmu duniawi,

sebagaimana yang tertuang dalam narasi berikut:

Anak-anak itu tidak hanya dibekali ilmu agama dan tata krama,

tapi juga diajarkan ilmu-ilmu dunia untuk meniti masa depan

mereka. (1:2)

2. Menjadi panutan, komunikator dan pembimbing

Guru menjadi salah satu komponen penting dalam pendidikan, ada

berbagai tugas dan peran baik itu terkait langsung di sekolah maupun tidak. Ada 7

peran guru menurut WF Connell (1972), yaitu; (1) pendidik (nurturer), (2) model,

(3) pengajar dan pembimbing, (4) pelajar (learner), (5) komunikator terhadap

masyarakat setempat, (6) pekerja administrasi, serta (7) kesetiaan terhadap

lembaga.3 Dalam novel ”Love in Pesantren” karya Shachree M. Daroini, di antara

dari beberapa peran guru digambarkan dalam narasi berikut:

Pesantren Abu Darda‟ dipimpin oleh seorang kiai sepuh, Kiai

Ismail namanya. Ialah sosok kiai yang sangat dituakan dan

dihormati, tidak hanya oleh para penghuni pesantren tapi juga

penduduk kampung. Ia menjadi panutan bagi mereka dalam

memutuskan banyak hal. Dalam banyak acara Kiai Mail adalah

penutup sebagai pelantun doa. Dalam segala asa yang terputus

ialah penyambung bagi umat, dan dalam segala keluh kesah

tentang keresahan hati ialah pengantar menuju sang Penawar

Kedamaian, Allahul Jamal. (3:1)

3. Memiliki semangat dan tekad beribadah yang kuat

Dalam rangka merealisasaikan upaya peningkatan keimanan dan

ketaqwaan, setiap orang harus memiliki semangat dalam melakukan ibadah.

Semangat melakukan ibadah akan memupuk keimanan dan ketaqwaan sehingga

3 [email protected], Selasa, 14 Februari 2012, Peranan Guru dalam Membangun

Karakter Bangsa.

Page 5: Mochammad Cholil Asyari.pdf

5

kita menjadi insan sholeh, sholihah. Semangat tersebut tidak hanya di kala muda,

sehat, luang, namun dalam semua keadaan seperti dicontohkan kyai Mail dalam

narasi berikut:

Bahkan, zuhur yang panas itu pun tak membuatnya uzur memimpin

jamaah menjadi imam. (5:1)

Juga narasi berikut:

Sosok renta itu menghirup napas lega… Namun karena tekad

religiusnya, ia memaksakan diri terus berjalan antara rumahnya

dan rumah suci Allah untuk membimbing para santrinya

melakukan jamaah shalat. (6-7:1)

4. Memiliki kemandirian

Sikap mandiri merupakan sikap positif yang harus dimiliki semua orang

yang menginginkan kemajuan. Namun, hal ini memang akan sangat sulit

terealisasi untuk orang yang cenderung pemalas, suka hal yang instan, namun

sangat haus kekuasaan. Sikap tak mandiri membuat orang tidak produktif, tidak

dapat diandalkan, selalu menggantungkan keberhasilan pada orang lain. Sikap

mandiri bukan berarti independent dan asosial, melainkan mampu bertanggung

jawab secara penuh terhadap hidupnya tanpa melulu mengandalkan orang lain.

Narasi di bawah ini menunjukkan nilai edukatif ini:

Dengan sigap Komaruddin… Yang membuat Komar takjub lagi adalah

kegigihan Kiai Mail untuk tidak minta tolong kepadanya. …( 17:4)

5. Menyadari keterbatasan diri sendiri

Menyadari keterbatasan diri dalam konteks ini adalah mengakui

kelemahan dan kekurangan diri sendiri. Dengan menyadari keterbatasan diri,

manusia tidak merasa sombong. Namun juga bukan berarti membuatnya merasa

kecil hati. Namun berusaha untuk mencari cara mengurangi kelemahan tersebut,

sebagaimana dicontohkan:

Sosok renta itu menghirup napas lega… Kiai Mail menoleh ke

belakang, ke tempat santri muda itu berada, tersenyum sambil

menggelengkan kepala, mengekspresikan kekalahan oleh umur

yang terus menggerogotinya. (6:1)

Page 6: Mochammad Cholil Asyari.pdf

6

6. Amar ma’ruf dan nahi munkar

Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan dan kadang ia tidak atau

belum menyadari kesalahannya. Karena itu, ia butuh saran dan kritik dari orang

lain. Dan banyak orang belum mengetahui mana yang salah dan mana yang benar,

mana yang patut dan tidak untuk dilakukan, karena itu ia butuh bimbingan,

anjuran, mauidzhoh hasanah terlebih uswatun hasanah. Kedua jenis kegiatan

dalam rangka menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran inilah

yang dikenal dengan istilah amar ma‟ruf nahi munkar.

Dua narasi di bawah ini akan memberikan gambaran yang lebih gamblang.

“Nah, makanya kamu harus menggunakan masa mudamu sebaik-baiknya.

Karena, kalau tua nanti kamu hanya bisa mengingat Allah, tak ada yang

lain. Kalau tidak, sia-sialah kamu,” Kiai Mail menasihati. (9:1)

Keamanan pondok itu memasuki kamar demi kamar, menyalakan lampu

sambil terus berkoar. Lalu terdengar gedebag-gedebug suara gebukan

sajadah pada punggung, kaki, atau lantai kamar membikin suara gaduh

yang bisa membuat mereka terbangun… (20:2)

7. Memiliki keikhlasan

Ikhlas merupakan kunci ibadah agar diterima. Ikhlas yaitu melaksanakan

apapun semata karena Allah SWT. Keikhlasan perlu dimiliki oleh setiap manusia

dalam melaksanakan aktitasnya agar apapun yang dilakukkannya bernilai ibadah.

Narasi yang memuat nilai keikhlasan yaitu:

Sebuah meja kecil terbuat dari kayu trembesi. … Di atas sajadah

itulah kebenaran yang suci betul-betul diajarkan seorang kiai

sepuh tanpa pamrih, tanpa imbalan, dan tanpa embel-embel

kehormatan dalam dirinya. Ya, keagungan budinya telah membuat

orang menghormatinya. (220:1)

8. Mengajarkan nilai moral dan sikap sosial

Lazimnya pesantren akan berusaha mendidik santrinya menjadi manusia

yang sholih, baik secara vertikal maupun horizontal. Sholih secara vertical atau

sholih secara individual dalam pengertian manusia yang mampu menjaga

hubungan baik antara dirinya sebagai makhluk dengan Sang Khaliq. Sedangkan

Page 7: Mochammad Cholil Asyari.pdf

7

sholih secara horizontal atau sholih secara sosial adalah mampu memelihara

hubungan baik antara dirinya dengan manusia lain sebagai sesama makhluk. Hal

ini digambarkan dalam narasi berikut ini:

Malam hari Pesantren Abu Darda‟ lenyap dalam gempita malam yang

pekat. Para santri tengah khusyuk pengajian, mendengarkan para ustadz

yang memberikan wejangan dan ajaran tentang moral dan kesucian.

…(169:1)

Dengan sigap Komaruddin… Yah, memang Kiai Mail selalu mengajarkan

santri-santrinya sifat pengertian, berperasaan, dan berkemanusiaan. …

(17-18:4)

Madrasah Aliyah Abu Darda‟… Lembaga pendidikan ini harusnya

menawarkan suatu pendidikan yang tidak hanya moral dan ketekunan

personal saja. Tapi mengajarkan sikap sosial dan peduli terhadap semua

yang terjadi di lingkungan sekitar. … (216-217:1)

9. Mampu menerima perubahan

Tidak ada yang tak berubah kecuali perubahan itu sendiri, begitulah kata

orang bijak. Karenanya, membuka diri untuk perubahan menuju arah yang lebih

baik perlu dilakukan. Sebagaimana gagasan untuk senantiasa mengembangkan

pendidikan merupakan nilai edukatif yang harus dikembangkan demi kemajuan

pendidikan pada umumnya, pendidikan Islam pada khususnya. Sebagaimana

narasi di bawah ini:

Dulu pondok Abu Darda‟ adalah pondok salaf… Tapi semenjak

Kiai Mail…memasrahkan tetek bengek pesantren kepada putera-

puteri dan menantunya, bersemilah perubahan-perubahan itu.

Berdirilah Madrasah Tsanawiyah yang setingkat SMP, juga

Madrasah Aliyah yang setingkat SMU… (18:2)

10. Menciptakan kondisi lingkungan yang sarat nuansa religius

Lingkungan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi tumbuh

kembang seseorang. Karenanya, perlu diciptakan lingkungan yang sarat nuansa

religius agar seseorang itu menjadi orang yang religious, sebagaimana yang

tertuang dalam narasi:

Page 8: Mochammad Cholil Asyari.pdf

8

Jam empat lima belas pagi, suara speaker pengajian di masjid

mengalun bagai iringan tentara yang berbaris meneriakkan

bentakan keras ke telinga anggotanya yang masih tertidur. …

(19:1)

Dan narasi:

Madrasah Aliyah Abu Darda‟… Meskipun untuk jurusan IPS dan IPA

antara putera dan puteri nggak dipisah ruang, mereka nggak boleh

nyampur. Tempat duduk murid puteri berada di belakang putera.

Tujuannya untuk menghindari pola hubungan yang kadang terlalu berani.

56-57:2)

11. Mengajarkan kedisiplinan

Kedisiplinan merupakan salah satu kunci keberhasilan. Tanpa kedisiplinan

hampir dapat dipastikan sesuatu yang dilakukan atau diharapakan tidak akan

tercapai. Oleh karena itu seyogyanya guru selalu mengajarkan dan memberikan

teladan langsung tentang kedisiplinan ini kepada murid. Agar apa yang

diharapkan murid serta guru terhadap murid dapat terwujud. Narasi tentang

kedisiplinan dalam novel ini yaitu:

Hentakan para pengurus dan keamanan pondok untuk

membangunkan para santri yang biasa molor pada jam-jam itu

membuat beberapa santri menggeliat. …(19:2)

12. Sabar dan bijaksana

Sikap sabar dan bijaksana penting dimiliki oleh guru. Mnjadi guru dengan

peran utamanya sebagai pendidik tentu saja tidak selalu mudah. Bahkan seringkali

menghadapi berbagai macam kendala di lapang. Dalam kondisi tertentu

membutuhkan kesabaran ekstra serta tindakan bijaksana demi keberhasilan proses

pendidikan itu sendiri. Hal ini terlukis dalam narasi berikut:

Keamanan itu akan membangunkan para santri pada tiga

tahapan… Selain agar mereka tidak meninggalkan kewajiban

shalat, juga karena kewajiban pondok, seperti mengaji kitab

kuning atau mengaji kitab suci Al-Quran sudah siap dimulai.

(22-23:2)

Page 9: Mochammad Cholil Asyari.pdf

9

13. Sigap dan tegas menghadapi masalah

Sigap dan tegas menghadapi masalah menunjukkan tingkat kepekaan yang

tinggi terhadap realitas dan mampu menyikapinya dengan cara yang tepat. Sikap

ini merupakan bentuk nilai edukatif yang biasa dimiliki masyarakat paguyuban

yang cenderung lebih peduli terhadap lingkungan dibandingkan masyrakat

patembayan yang individualis.

Dua narasi di bawah ini merupakan implementasi nilai tersebut:

Sesaat kemudian, mata seorang Keamanan berkeliling

memandangi isi kamar F…ia hanya menggelengkan kepala ketika

melihat sosok Purwo yang masih pulas di tempatnya…Tanpa

babibu lagi, air itu pun ia tumpahkan ke tubuh Purwo. (30:2)

14. Bersikap lembut, welas asih dan ramah

Sikap lembut pada orang lain akan membuat orang lain merasa nyaman.

Karenanya, ini termasuk nilai yang mendidik dan sepatutnya dimiliki semua

orang. Keramahan dan welas asih akan mendekatkan hati dan tali silaturrahmi.

Tanpanya, antara satu orang dan orang lainnya akan sangat berjarak, saling rikuh

dan asing. Dan bila sikap lembut benar-benar tak dimiliki seseorang, dia akan

emnjadi orang yang keras hati dan dibenci.

Kyai Mail dalam kisah ini, adalah sosok paling disegani, tapi beliau

memiliki kelembutan hati pada santri yang masih muda.

“Yah, masa tua seperti aku ini tidak bisa dihindarkan lagi, Cung!

Sebenarnya aku ini masih muda, seleraku itu selera muda tapi

tubuh ini yang tidak bisa diajak kompromi.”

Anak muda bernama Komaruddin itu agak kaget juga mendengar

kelakar sang kiai. (8:2-3)

Demikianlah seharusnya sikap itu diaplikasikan dan bukan sebaliknya,

seperti dalam narasi berikut ini:

Sebenarnya jauh di lubuk hati, Komar merasa menyesal atas

semua yang telah dilakukannya di sekolah. Namun, sikap Pak

Rahmad kepadanya justru membuatnya marah dan dendam. Sejak

kelas satu ia menyimpan dendam itu. Andai hatinya yang membatu

Page 10: Mochammad Cholil Asyari.pdf

10

itu tidak malah dibenturkan dengan gunung dan baja. Tapi, akan

luluh dan tunduk jika dihadapi dengan sikap yang lembut, penuh

kasih sayang, serta bimbingan. Tentu ceritanya akan lain. (167: 1)

15. Tidak egois dan menghargai perbedaan

Setiap manusia dilahirkan berbeda, bahkan yang kembar sekalipun.

Keragaman itu bukan hanya dari segi fisik, tapi juga karakter, sifat, ras, agama,

pandangan hidup, cara berfikir, usia dan lain sebagainya.

Komar hanya diam… Pak Asnil dengan keegoisannya sebagai seorang

yang tua dan dituakan, sedang Komar dengan keangkuhan anak

muda yang tak mau diatur-atur dan direndahkan rasa

kemanusiaannya.... (66:1)

Sikap tidak menghargai perbedaan akan melahirkan sikap otoriter, merasa

paling mulya, paling benar, menginginkan setiap orang berfikir sama dengan

dirinya dan lain sebagainya. Sikap seperti ini sama sekali jauh dari unsur edukatif

sebagaimana digambarkan:

Dan, begitulah kebanyakan pendidikan Islam. Para guru selalu

mengatasnamakan sikap otoriternya dengan ilmu yang barokah

dan manfaat. Padahal, hal itu justru menjadikan murid sebagai

manusia kerdil, akibat kebebasan yang ditekuk menjadi moral yang

membelenggu. (72: 2)

16. Menghargai dan menghormati sesama manusia

Tak ada seorang pun yang tak ingin dihormati dan dihargai. Penghormatan

dan penghargaan itupun bukan hanya milik para orang tua, konglomerat atau

pejabat, melainkan milik semua orang. Karenanya, apabila seesorang merasa

direndahkan, dilecehkan, tentu ia akan merasa tersinggung. Oleh karenanya, novel

ini pun tak luput dari nilai edukatif ini.

Demikian narasi terkait dengan nilai di atas.

Dalam Ta’limul Muta’allim kita harus menghormati keluarga

kiai, tidak boleh menyakiti, apalagi menggoda 14: 7)

Dan dikuatkan oleh narasi berikut ini:

Page 11: Mochammad Cholil Asyari.pdf

11

“Gimana mau barokah, Pak, wong mudarris-nya saja kasar dan tidak

memanusiakan manusia. Guru macam apa itu, men…” (61:5)

17. Bersikap adil

Dalam Love in Pesantren kaya akan prinsip keadilan. Terutama terkait

dengan keadilan dalam hal menjatuhkan hukuman. Namun, keadilan yang

sesungguhnya tidak hanya dalam hal menjatuhkan hukuman, tapi juga dalam

memberikan tanggungjawab dan hak.

Demikian diceritakan Shachree:

“Pak, kalau mau menghukum ya hukumlah, tapi jangan perlakukan

kami seperti hewan. Dihukum lalu ditinggal, apa untungnya bagi

kami dengan hukuman ini. Jera?! Jangan harap kami akan jera,

Pak! Bahkan kami akan dendam!” (61: 4)

Narasi di bawah ini merupakan contoh keinginan seseorang agar

mendapatkan keadilan.

Tapi, ia hanya bisa mengangguk… seorang murid kadang telah

kalah dengan sistem apalagi sekolah macam Madrasah Aliyah Abu

Darda‟ yang menekankan aspek pembentukan moral pada

muridnya. Tanpa menekankan aspek keseimbangan dan

pemerataan keadilan baik bagi murid, guru, karyawan, kepala

sekolah, maupun yang lainnya. (72:1)

18. Pemaaf

Setiap manusia pasti pernah sakit hati, hanya yang berjiwa ksatria yang

mampu memaafkan, demikian petikan syair dalam film Petualangan Sherina.

Demikianlah manusia diciptakan. Memiliki keterbatasan dan tak luput dari salah

maupun dosa. Oleh akrena itulah, sepatutnya nilai ini bisa dimiliki oleh siapapun

agar dunia menjadi lebih tenang, tak ada permusuhan maupun peperangan.

Sikap tak mau memaafkan kesalahan yang sebenarnya tidak prinsipil,

sedang yang melakukan kesalahan telah diganjar oleh hukuman, hanya akan

menyisakan sakit hati, bahkan dendam, sebagaimana narasi di bawah ini:

“Kalau kalian tidak kuat dengan hukuman ya jangan berbuat

salah. Itu salah kalian sendiri, ya tanggunglah resikonya!” Pak

Page 12: Mochammad Cholil Asyari.pdf

12

Sadeli meninggikan suaranya bahkan dengan mimik muka

kebencian. Tentu saja membuat Komar semakin terpancing

emosinya, dan pertahanan itu pun jebol menjadi deru emosi yang

memuncak. (61: 1)

19. Berfikir kritis dan menerima kritik

Dalam banyak ayat disebutkan “apakah kamu tidak berfikir?” Artinya,

berfikir kritis merupakan sebuah keharusan. Karena dengan berfikir kritis,

seseorang akan menemukan kebenaran dengan cara yang logis. Tanpa berfikir

kritis dan mendalam, tak mungkin lahir rumus-rumus fisika, kimia. Tak mungkin

lahir ilmu-ilmu pengobatan, ilmu fiqh, tafsir dan sebagainya. Dari sini, kita bisa

melihat pentingnya berfikir kritis terhadap kehidupan.

Novel Love in Pesantren juga memuat nilai ini.

Anak-anak itu bukan lagi para pendengar dan penyimak yang

pasif. Mereka adalah para pemikir dan pembaca yang selalu punya

kegelisahan dalam jiwanya. Ada kebenaran yang ingin mereka

usung. Kebenaran yang harus melalui sebuah kritik. (217: 1)

20. Jujur

Salah satu nilai ketakwaan pada diri manusia tercermin dalam sikap dan

tindakan yang jujur dalam segala urusan. Kejujuran merupakan hal yang

terpenting dalm kehidupan manusia, disamping merupakan ajaran dasar

Islam.kejujuran mendapatkan tempat yang tinggi di dalam ajaran Islam, terbukti

di antaranya sebagai sifat wajib bagi para rasul, dan terletak pada urutan pertama.

Guru sebagai sosok teladan bagi murid dan masyarakat dilingkungannya,

sebagaimana Nabi bagi umatnya, haruslah tampil sebagai figur terbaik yang

memiliki nilai moralitas tinggi ini. Apalagi di zaman modern seperti ini, krisis

keteladanan tidak bisa dipungkiri lagi saat ini telah mengalami kondisi yang amat

sangat memperihatinkan. Bisa kita simak di berbagai media informasi bagaimana

tindak korupsi yang notabene mencoreng-moreng nilai kejujuran ini telah merata

menjangkiti setiap elemen, dari level yang terendah sampai yang tertinggi.

Bahkan di lingkungan pendidikan itu sendiri pun, yang semestinya menjadi

wilayah-suci yang menjunjung tinggi nilai-nilai keluhuran termasuk pula

Page 13: Mochammad Cholil Asyari.pdf

13

kejujuran, pada akhir-akhir ini telah ternodai. Kebocoran soal, dan bentuk

kecurangan lainnya dalam pelaksanaan ujian akhir nasional oleh pihak-pihak

tertentu merupakan salah satu buktinya.

Shachree mengusung fenomena tersebut dalam narasi berikut:

Jaim dan kawan-kawannya berhasil… Ternyata uang yang

digelapkan oleh Pak Rahmad adalah uang subsidi yang harusnya

nyampai ke tangan anak-anak… (215:1)

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Hasil dari analisis novel ini menunjukkan bahwa nilai-nilai edukatif yang

terdapat dalam novel ”Love in Pesantren” karya Shachree M. Daroini yang dapat

diterapkan sebagai pengembangan karakter guru di pesantren sesuai dasar

pendidikan Islam adalah: mengajarkan ilmu yang bermanfaat bagi dunia dan

akhirat, menjadi panutan, komunikator dan pembimbing, memiliki semangat dan

tekad beribadah yang kuat, memiliki kemandirian, menyadari keterbatasan diri

sendiri, amar ma’ruf dan nahi munkar, memiliki keikhlasan, mengajarkan nilai

moral dan sikap sosial, mampu menerima perubahan, menciptakan kondisi

lingkungan yang sarat nuansa religius, mengajarkan kedisiplinan, sabar dan

bijaksana, sigap dan tegas menghadapi masalah, bersikap lembut, welas asih dan

ramah, tidak egois dan menghargai perbedaan, menghargai dan menghormati

sesama manusia, bersikap adil, pemaaf, berfikir kritis dan menerima kritik serta

jujur.

Saran

Guru, khususnya guru di pesantren, sebagai kader dan pengkader ulama’

yang memiliki kedudukan yang sangat vital dalam perannya membangun

masyarakat serta fungsinya mengawal agama dan keberagamaan, hendaknya

memiliki karakter yang sesuai dengan dasar pendidikan Islam serta selalu

berusaha, berusaha dan berusaha mengembangkan diri untuk menjadi guru yang

sebenarnya ”guru”: digugu lan ditiru (dipercaya dan diteladani).

Page 14: Mochammad Cholil Asyari.pdf

14

Daftar Pustaka

Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kuaitatif. (Bandung:Remaja

Rosda Karya

Bungin, Burhan. 2003. Content Analysis dan Focus Group Discussion dalam

Penelitian Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada

[email protected]. Selasa. 14 Februari 2012. Peranan Guru dalam

Membangun Karakter Bangsa.