mochammad cholil asyari.pdf
DESCRIPTION
muhamaadTRANSCRIPT
1
ANALISIS NILAI EDUKATIF DALAM NOVEL ”LOVE IN PESANTREN”
KARYA SHACHREE M. DAROINI SEBAGAI PENGEMBANGAN
KARAKTER GURU DI PESANTREN SESUAI DASAR
PENDIDIKAN ISLAM
Mohamad Cholil Asyari *)
Latar Belakang
Seiring dengan semakin bertambahnya jumlah santri dalam sebuah
pesantren, kyai tidak bisa berdiri sendiri untuk mengayomi seluruh santri. Oleh
karena itu, kyai banyak dibantu oleh para guru dalam menggerakkan roda
pendidikan di tubuh pesantren. Pengejawantahan kitab ta‟limul muta‟allim yang
sporadis membuat pondok pesantren menanamkan nilai-nilai sakti yang terkait
dengan interaksi guru dan murid sehingga seringkali menjadikan murid mandek,
stagnan dan tidak kritis serta guru yang seharusnya demokratis justru menjadi
sosok yang bisa jadi memenggal progresifitas, memancung pluralitas, dan
membunuh dialektika dan dinamika keilmuan yang senantiasa berkembang.
Padahal di sisi lain guru yang memiliki peran sangat vital dalam pembangunan
masyarakat serta pengawalan akan keagamaan dan keberagamaan diharapkan
dapat memberikan kontribusi yang optimal.
Pada akhirnya, realitas semacam itulah yang membuat banyak pihak
melontarkan kritik terhadap pola pendidikan di pesantren. Kritik tajam itu tak
hanya dilisankan tapi juga dituliskan, baik dalam bentuk fiksi maupun non fiksi.
Salah satu dari banyak tulisan tersebut adalah novel Love in Pesantren karya
Shachree M. Daroini yang merupakan alumni pondok pesantren. Relevansi novel
Love in Pesantren karya Shachree M. Daroini dengan realitas interaksi guru-murid
yang berkembang di sekolah dalam lingkungan pesantren inilah yang membuat
penulis tertarik untuk mengadakan analisis novel yang tertuang dalam judul:
Analisis Nilai Edukatif Dalam Novel Love in Pesantren Karya Shachree M.
Daroini Sebagai Pengembangan Karakter Guru Di Pesantren Sesuai Dasar
Pendidikan Islam.
2
Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Apa saja nilai edukatif terkait sikap guru di pesantren yang terdapat dalam
novel ”Love in Pesantren” karya Shachree M. Daroini?
2. Apa saja hal-hal yang kurang relevan terkait sikap guru di pesantren dalam
novel ”Love in Pesantren” karya Shachree M. Daroini?
3. Apa saja nilai edukatif dari novel ”Love in Pesantren” yang bisa
diterapkan sebagai pengembangan karakter guru di pesantren sesuai dasar
pendidikan Islam?
Metodologi Penelitian
Teknik Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata
tertulis dan bukan angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi
kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian laporan tersebut.Dan
selanjutnya data-data tersebut dianalisis berdasarkan pengkategoriannya.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik telaah dokumen atau biasa
disebut dengan studi dokumentasi. Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang
artinya barang-barang tertulis. Dalam melaksanakan studi dokumentasi ini penulis
memilih novel Love in Pesantren sebagai bahan dalam pengumpulan data
tersebut.
Analisis Data
Dalam penelitian ini metode analisis yang digunakan adalah Content
Analysis (kajian isi). Analisis isi adalah teknik penelitian untuk membuat
inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicabel), dan sahih data dengan
memperhatikan konteksnya. Analisis isi berhubungan dengan komunikasi atau isi
komunikasi.1 Menurut Weber, Content Analysis adalah metodologi penelitian
1 Burhan Bungin, Content Analysis dan Focus Group Discussion dalam Penelitian Sosial
(Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 172.
3
yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik suatu kesimpulan yang
sahih dari pernyatan atau dokumen. Demikian juga dengan Holsi, yang
mengartikan Content Analysis sebagai teknik apapun yang digunakan untuk
menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan dan dilakukan
secara obyektif dan sistematis.2
Kegiatan analisis yang dilakukan adalah: (1) pemberian makna pada
paparan bahasa berupa paragraf-paragraf yang mengemban gagasan tentang
nilai-nilai edukatif terkait sikap guru dalam novel Love in Pesantren, (2)
pemberian makna pada paparan bahasa berupa paragraf-paragraf yang
mengandung hal-hal yang kurang relevan terkait sikap guru di pesantren dalam
novel Love in Pesantren dan (3) mengkonstruksi dan mensintesis gagasan tentang
pengembangan karakter guru di pesantren sesuai dengan dasar pendidikan Islam.
Pembahasan
Nilai edukatif yang diartikan sebagai nilai positif terkait sikap guru akan
senantiasa mengusung nilai-nilai religius, moral, etika dan estetika. Berikut ini
merupakan nilai-nilai edukatif terkait sikap guru yang terdapat dalam novel ”Love
in Pesantren” karya Shachree M. Daroini dalam rangka pengembangan karakter
guru di pesantren yang sesuai dengan dasar pendidikan Islam yakni al-Quran, al-
Hadits, maupun statement para ulama’ yang selaras dengan keduanya.
1. Mengajarkan ilmu yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat
Islam merupakan agama rahmatan lil „alamin yang begitu sempurna.
Betapa kesempurnaan itu tampak jelas pada konsepsi religiusnya yang begitu
mencerahkan, membimbing dan menyejukkan. Salah satu prinsip dalam konsepsi
Islam adalah adanya kehidupan akhirat yang kekal selamanya setelah kehidupan
dunia yang sementara. Setiap manusia tentu ingin bahagia di kedua kehidupan
tersebut, dan kebahagiaan itu menurut Islam hanya dapat diperoleh dengan ilmu.
Sehingga apabila seseorang menghendaki kebahagiaan yang sebenarnya, maka ia
dituntut untuk mampu menyeimbangkan antara urusan dunianya dengan urusan
2 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kuaitatif, (Bandung:Remaja Rosda Karya, 2002),
hlm. 163.
4
akhiratnya. Untuk bisa melakukan hal tersebut, tentu saja setiap manusia harus
memiliki keilmuan yang memadai pada masing-masing ranah kehidupan tersebut.
Adalah tugas guru, terlebih guru di pesantren untuk membekali para santri atau
murid dengan tidak saja ilmu agama un-sich melainkan pula ilmu duniawi,
sebagaimana yang tertuang dalam narasi berikut:
Anak-anak itu tidak hanya dibekali ilmu agama dan tata krama,
tapi juga diajarkan ilmu-ilmu dunia untuk meniti masa depan
mereka. (1:2)
2. Menjadi panutan, komunikator dan pembimbing
Guru menjadi salah satu komponen penting dalam pendidikan, ada
berbagai tugas dan peran baik itu terkait langsung di sekolah maupun tidak. Ada 7
peran guru menurut WF Connell (1972), yaitu; (1) pendidik (nurturer), (2) model,
(3) pengajar dan pembimbing, (4) pelajar (learner), (5) komunikator terhadap
masyarakat setempat, (6) pekerja administrasi, serta (7) kesetiaan terhadap
lembaga.3 Dalam novel ”Love in Pesantren” karya Shachree M. Daroini, di antara
dari beberapa peran guru digambarkan dalam narasi berikut:
Pesantren Abu Darda‟ dipimpin oleh seorang kiai sepuh, Kiai
Ismail namanya. Ialah sosok kiai yang sangat dituakan dan
dihormati, tidak hanya oleh para penghuni pesantren tapi juga
penduduk kampung. Ia menjadi panutan bagi mereka dalam
memutuskan banyak hal. Dalam banyak acara Kiai Mail adalah
penutup sebagai pelantun doa. Dalam segala asa yang terputus
ialah penyambung bagi umat, dan dalam segala keluh kesah
tentang keresahan hati ialah pengantar menuju sang Penawar
Kedamaian, Allahul Jamal. (3:1)
3. Memiliki semangat dan tekad beribadah yang kuat
Dalam rangka merealisasaikan upaya peningkatan keimanan dan
ketaqwaan, setiap orang harus memiliki semangat dalam melakukan ibadah.
Semangat melakukan ibadah akan memupuk keimanan dan ketaqwaan sehingga
3 [email protected], Selasa, 14 Februari 2012, Peranan Guru dalam Membangun
Karakter Bangsa.
5
kita menjadi insan sholeh, sholihah. Semangat tersebut tidak hanya di kala muda,
sehat, luang, namun dalam semua keadaan seperti dicontohkan kyai Mail dalam
narasi berikut:
Bahkan, zuhur yang panas itu pun tak membuatnya uzur memimpin
jamaah menjadi imam. (5:1)
Juga narasi berikut:
Sosok renta itu menghirup napas lega… Namun karena tekad
religiusnya, ia memaksakan diri terus berjalan antara rumahnya
dan rumah suci Allah untuk membimbing para santrinya
melakukan jamaah shalat. (6-7:1)
4. Memiliki kemandirian
Sikap mandiri merupakan sikap positif yang harus dimiliki semua orang
yang menginginkan kemajuan. Namun, hal ini memang akan sangat sulit
terealisasi untuk orang yang cenderung pemalas, suka hal yang instan, namun
sangat haus kekuasaan. Sikap tak mandiri membuat orang tidak produktif, tidak
dapat diandalkan, selalu menggantungkan keberhasilan pada orang lain. Sikap
mandiri bukan berarti independent dan asosial, melainkan mampu bertanggung
jawab secara penuh terhadap hidupnya tanpa melulu mengandalkan orang lain.
Narasi di bawah ini menunjukkan nilai edukatif ini:
Dengan sigap Komaruddin… Yang membuat Komar takjub lagi adalah
kegigihan Kiai Mail untuk tidak minta tolong kepadanya. …( 17:4)
5. Menyadari keterbatasan diri sendiri
Menyadari keterbatasan diri dalam konteks ini adalah mengakui
kelemahan dan kekurangan diri sendiri. Dengan menyadari keterbatasan diri,
manusia tidak merasa sombong. Namun juga bukan berarti membuatnya merasa
kecil hati. Namun berusaha untuk mencari cara mengurangi kelemahan tersebut,
sebagaimana dicontohkan:
Sosok renta itu menghirup napas lega… Kiai Mail menoleh ke
belakang, ke tempat santri muda itu berada, tersenyum sambil
menggelengkan kepala, mengekspresikan kekalahan oleh umur
yang terus menggerogotinya. (6:1)
6
6. Amar ma’ruf dan nahi munkar
Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan dan kadang ia tidak atau
belum menyadari kesalahannya. Karena itu, ia butuh saran dan kritik dari orang
lain. Dan banyak orang belum mengetahui mana yang salah dan mana yang benar,
mana yang patut dan tidak untuk dilakukan, karena itu ia butuh bimbingan,
anjuran, mauidzhoh hasanah terlebih uswatun hasanah. Kedua jenis kegiatan
dalam rangka menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran inilah
yang dikenal dengan istilah amar ma‟ruf nahi munkar.
Dua narasi di bawah ini akan memberikan gambaran yang lebih gamblang.
“Nah, makanya kamu harus menggunakan masa mudamu sebaik-baiknya.
Karena, kalau tua nanti kamu hanya bisa mengingat Allah, tak ada yang
lain. Kalau tidak, sia-sialah kamu,” Kiai Mail menasihati. (9:1)
Keamanan pondok itu memasuki kamar demi kamar, menyalakan lampu
sambil terus berkoar. Lalu terdengar gedebag-gedebug suara gebukan
sajadah pada punggung, kaki, atau lantai kamar membikin suara gaduh
yang bisa membuat mereka terbangun… (20:2)
7. Memiliki keikhlasan
Ikhlas merupakan kunci ibadah agar diterima. Ikhlas yaitu melaksanakan
apapun semata karena Allah SWT. Keikhlasan perlu dimiliki oleh setiap manusia
dalam melaksanakan aktitasnya agar apapun yang dilakukkannya bernilai ibadah.
Narasi yang memuat nilai keikhlasan yaitu:
Sebuah meja kecil terbuat dari kayu trembesi. … Di atas sajadah
itulah kebenaran yang suci betul-betul diajarkan seorang kiai
sepuh tanpa pamrih, tanpa imbalan, dan tanpa embel-embel
kehormatan dalam dirinya. Ya, keagungan budinya telah membuat
orang menghormatinya. (220:1)
8. Mengajarkan nilai moral dan sikap sosial
Lazimnya pesantren akan berusaha mendidik santrinya menjadi manusia
yang sholih, baik secara vertikal maupun horizontal. Sholih secara vertical atau
sholih secara individual dalam pengertian manusia yang mampu menjaga
hubungan baik antara dirinya sebagai makhluk dengan Sang Khaliq. Sedangkan
7
sholih secara horizontal atau sholih secara sosial adalah mampu memelihara
hubungan baik antara dirinya dengan manusia lain sebagai sesama makhluk. Hal
ini digambarkan dalam narasi berikut ini:
Malam hari Pesantren Abu Darda‟ lenyap dalam gempita malam yang
pekat. Para santri tengah khusyuk pengajian, mendengarkan para ustadz
yang memberikan wejangan dan ajaran tentang moral dan kesucian.
…(169:1)
Dengan sigap Komaruddin… Yah, memang Kiai Mail selalu mengajarkan
santri-santrinya sifat pengertian, berperasaan, dan berkemanusiaan. …
(17-18:4)
Madrasah Aliyah Abu Darda‟… Lembaga pendidikan ini harusnya
menawarkan suatu pendidikan yang tidak hanya moral dan ketekunan
personal saja. Tapi mengajarkan sikap sosial dan peduli terhadap semua
yang terjadi di lingkungan sekitar. … (216-217:1)
9. Mampu menerima perubahan
Tidak ada yang tak berubah kecuali perubahan itu sendiri, begitulah kata
orang bijak. Karenanya, membuka diri untuk perubahan menuju arah yang lebih
baik perlu dilakukan. Sebagaimana gagasan untuk senantiasa mengembangkan
pendidikan merupakan nilai edukatif yang harus dikembangkan demi kemajuan
pendidikan pada umumnya, pendidikan Islam pada khususnya. Sebagaimana
narasi di bawah ini:
Dulu pondok Abu Darda‟ adalah pondok salaf… Tapi semenjak
Kiai Mail…memasrahkan tetek bengek pesantren kepada putera-
puteri dan menantunya, bersemilah perubahan-perubahan itu.
Berdirilah Madrasah Tsanawiyah yang setingkat SMP, juga
Madrasah Aliyah yang setingkat SMU… (18:2)
10. Menciptakan kondisi lingkungan yang sarat nuansa religius
Lingkungan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi tumbuh
kembang seseorang. Karenanya, perlu diciptakan lingkungan yang sarat nuansa
religius agar seseorang itu menjadi orang yang religious, sebagaimana yang
tertuang dalam narasi:
8
Jam empat lima belas pagi, suara speaker pengajian di masjid
mengalun bagai iringan tentara yang berbaris meneriakkan
bentakan keras ke telinga anggotanya yang masih tertidur. …
(19:1)
Dan narasi:
Madrasah Aliyah Abu Darda‟… Meskipun untuk jurusan IPS dan IPA
antara putera dan puteri nggak dipisah ruang, mereka nggak boleh
nyampur. Tempat duduk murid puteri berada di belakang putera.
Tujuannya untuk menghindari pola hubungan yang kadang terlalu berani.
56-57:2)
11. Mengajarkan kedisiplinan
Kedisiplinan merupakan salah satu kunci keberhasilan. Tanpa kedisiplinan
hampir dapat dipastikan sesuatu yang dilakukan atau diharapakan tidak akan
tercapai. Oleh karena itu seyogyanya guru selalu mengajarkan dan memberikan
teladan langsung tentang kedisiplinan ini kepada murid. Agar apa yang
diharapkan murid serta guru terhadap murid dapat terwujud. Narasi tentang
kedisiplinan dalam novel ini yaitu:
Hentakan para pengurus dan keamanan pondok untuk
membangunkan para santri yang biasa molor pada jam-jam itu
membuat beberapa santri menggeliat. …(19:2)
12. Sabar dan bijaksana
Sikap sabar dan bijaksana penting dimiliki oleh guru. Mnjadi guru dengan
peran utamanya sebagai pendidik tentu saja tidak selalu mudah. Bahkan seringkali
menghadapi berbagai macam kendala di lapang. Dalam kondisi tertentu
membutuhkan kesabaran ekstra serta tindakan bijaksana demi keberhasilan proses
pendidikan itu sendiri. Hal ini terlukis dalam narasi berikut:
Keamanan itu akan membangunkan para santri pada tiga
tahapan… Selain agar mereka tidak meninggalkan kewajiban
shalat, juga karena kewajiban pondok, seperti mengaji kitab
kuning atau mengaji kitab suci Al-Quran sudah siap dimulai.
(22-23:2)
9
13. Sigap dan tegas menghadapi masalah
Sigap dan tegas menghadapi masalah menunjukkan tingkat kepekaan yang
tinggi terhadap realitas dan mampu menyikapinya dengan cara yang tepat. Sikap
ini merupakan bentuk nilai edukatif yang biasa dimiliki masyarakat paguyuban
yang cenderung lebih peduli terhadap lingkungan dibandingkan masyrakat
patembayan yang individualis.
Dua narasi di bawah ini merupakan implementasi nilai tersebut:
Sesaat kemudian, mata seorang Keamanan berkeliling
memandangi isi kamar F…ia hanya menggelengkan kepala ketika
melihat sosok Purwo yang masih pulas di tempatnya…Tanpa
babibu lagi, air itu pun ia tumpahkan ke tubuh Purwo. (30:2)
14. Bersikap lembut, welas asih dan ramah
Sikap lembut pada orang lain akan membuat orang lain merasa nyaman.
Karenanya, ini termasuk nilai yang mendidik dan sepatutnya dimiliki semua
orang. Keramahan dan welas asih akan mendekatkan hati dan tali silaturrahmi.
Tanpanya, antara satu orang dan orang lainnya akan sangat berjarak, saling rikuh
dan asing. Dan bila sikap lembut benar-benar tak dimiliki seseorang, dia akan
emnjadi orang yang keras hati dan dibenci.
Kyai Mail dalam kisah ini, adalah sosok paling disegani, tapi beliau
memiliki kelembutan hati pada santri yang masih muda.
“Yah, masa tua seperti aku ini tidak bisa dihindarkan lagi, Cung!
Sebenarnya aku ini masih muda, seleraku itu selera muda tapi
tubuh ini yang tidak bisa diajak kompromi.”
Anak muda bernama Komaruddin itu agak kaget juga mendengar
kelakar sang kiai. (8:2-3)
Demikianlah seharusnya sikap itu diaplikasikan dan bukan sebaliknya,
seperti dalam narasi berikut ini:
Sebenarnya jauh di lubuk hati, Komar merasa menyesal atas
semua yang telah dilakukannya di sekolah. Namun, sikap Pak
Rahmad kepadanya justru membuatnya marah dan dendam. Sejak
kelas satu ia menyimpan dendam itu. Andai hatinya yang membatu
10
itu tidak malah dibenturkan dengan gunung dan baja. Tapi, akan
luluh dan tunduk jika dihadapi dengan sikap yang lembut, penuh
kasih sayang, serta bimbingan. Tentu ceritanya akan lain. (167: 1)
15. Tidak egois dan menghargai perbedaan
Setiap manusia dilahirkan berbeda, bahkan yang kembar sekalipun.
Keragaman itu bukan hanya dari segi fisik, tapi juga karakter, sifat, ras, agama,
pandangan hidup, cara berfikir, usia dan lain sebagainya.
Komar hanya diam… Pak Asnil dengan keegoisannya sebagai seorang
yang tua dan dituakan, sedang Komar dengan keangkuhan anak
muda yang tak mau diatur-atur dan direndahkan rasa
kemanusiaannya.... (66:1)
Sikap tidak menghargai perbedaan akan melahirkan sikap otoriter, merasa
paling mulya, paling benar, menginginkan setiap orang berfikir sama dengan
dirinya dan lain sebagainya. Sikap seperti ini sama sekali jauh dari unsur edukatif
sebagaimana digambarkan:
Dan, begitulah kebanyakan pendidikan Islam. Para guru selalu
mengatasnamakan sikap otoriternya dengan ilmu yang barokah
dan manfaat. Padahal, hal itu justru menjadikan murid sebagai
manusia kerdil, akibat kebebasan yang ditekuk menjadi moral yang
membelenggu. (72: 2)
16. Menghargai dan menghormati sesama manusia
Tak ada seorang pun yang tak ingin dihormati dan dihargai. Penghormatan
dan penghargaan itupun bukan hanya milik para orang tua, konglomerat atau
pejabat, melainkan milik semua orang. Karenanya, apabila seesorang merasa
direndahkan, dilecehkan, tentu ia akan merasa tersinggung. Oleh karenanya, novel
ini pun tak luput dari nilai edukatif ini.
Demikian narasi terkait dengan nilai di atas.
Dalam Ta’limul Muta’allim kita harus menghormati keluarga
kiai, tidak boleh menyakiti, apalagi menggoda 14: 7)
Dan dikuatkan oleh narasi berikut ini:
11
“Gimana mau barokah, Pak, wong mudarris-nya saja kasar dan tidak
memanusiakan manusia. Guru macam apa itu, men…” (61:5)
17. Bersikap adil
Dalam Love in Pesantren kaya akan prinsip keadilan. Terutama terkait
dengan keadilan dalam hal menjatuhkan hukuman. Namun, keadilan yang
sesungguhnya tidak hanya dalam hal menjatuhkan hukuman, tapi juga dalam
memberikan tanggungjawab dan hak.
Demikian diceritakan Shachree:
“Pak, kalau mau menghukum ya hukumlah, tapi jangan perlakukan
kami seperti hewan. Dihukum lalu ditinggal, apa untungnya bagi
kami dengan hukuman ini. Jera?! Jangan harap kami akan jera,
Pak! Bahkan kami akan dendam!” (61: 4)
Narasi di bawah ini merupakan contoh keinginan seseorang agar
mendapatkan keadilan.
Tapi, ia hanya bisa mengangguk… seorang murid kadang telah
kalah dengan sistem apalagi sekolah macam Madrasah Aliyah Abu
Darda‟ yang menekankan aspek pembentukan moral pada
muridnya. Tanpa menekankan aspek keseimbangan dan
pemerataan keadilan baik bagi murid, guru, karyawan, kepala
sekolah, maupun yang lainnya. (72:1)
18. Pemaaf
Setiap manusia pasti pernah sakit hati, hanya yang berjiwa ksatria yang
mampu memaafkan, demikian petikan syair dalam film Petualangan Sherina.
Demikianlah manusia diciptakan. Memiliki keterbatasan dan tak luput dari salah
maupun dosa. Oleh akrena itulah, sepatutnya nilai ini bisa dimiliki oleh siapapun
agar dunia menjadi lebih tenang, tak ada permusuhan maupun peperangan.
Sikap tak mau memaafkan kesalahan yang sebenarnya tidak prinsipil,
sedang yang melakukan kesalahan telah diganjar oleh hukuman, hanya akan
menyisakan sakit hati, bahkan dendam, sebagaimana narasi di bawah ini:
“Kalau kalian tidak kuat dengan hukuman ya jangan berbuat
salah. Itu salah kalian sendiri, ya tanggunglah resikonya!” Pak
12
Sadeli meninggikan suaranya bahkan dengan mimik muka
kebencian. Tentu saja membuat Komar semakin terpancing
emosinya, dan pertahanan itu pun jebol menjadi deru emosi yang
memuncak. (61: 1)
19. Berfikir kritis dan menerima kritik
Dalam banyak ayat disebutkan “apakah kamu tidak berfikir?” Artinya,
berfikir kritis merupakan sebuah keharusan. Karena dengan berfikir kritis,
seseorang akan menemukan kebenaran dengan cara yang logis. Tanpa berfikir
kritis dan mendalam, tak mungkin lahir rumus-rumus fisika, kimia. Tak mungkin
lahir ilmu-ilmu pengobatan, ilmu fiqh, tafsir dan sebagainya. Dari sini, kita bisa
melihat pentingnya berfikir kritis terhadap kehidupan.
Novel Love in Pesantren juga memuat nilai ini.
Anak-anak itu bukan lagi para pendengar dan penyimak yang
pasif. Mereka adalah para pemikir dan pembaca yang selalu punya
kegelisahan dalam jiwanya. Ada kebenaran yang ingin mereka
usung. Kebenaran yang harus melalui sebuah kritik. (217: 1)
20. Jujur
Salah satu nilai ketakwaan pada diri manusia tercermin dalam sikap dan
tindakan yang jujur dalam segala urusan. Kejujuran merupakan hal yang
terpenting dalm kehidupan manusia, disamping merupakan ajaran dasar
Islam.kejujuran mendapatkan tempat yang tinggi di dalam ajaran Islam, terbukti
di antaranya sebagai sifat wajib bagi para rasul, dan terletak pada urutan pertama.
Guru sebagai sosok teladan bagi murid dan masyarakat dilingkungannya,
sebagaimana Nabi bagi umatnya, haruslah tampil sebagai figur terbaik yang
memiliki nilai moralitas tinggi ini. Apalagi di zaman modern seperti ini, krisis
keteladanan tidak bisa dipungkiri lagi saat ini telah mengalami kondisi yang amat
sangat memperihatinkan. Bisa kita simak di berbagai media informasi bagaimana
tindak korupsi yang notabene mencoreng-moreng nilai kejujuran ini telah merata
menjangkiti setiap elemen, dari level yang terendah sampai yang tertinggi.
Bahkan di lingkungan pendidikan itu sendiri pun, yang semestinya menjadi
wilayah-suci yang menjunjung tinggi nilai-nilai keluhuran termasuk pula
13
kejujuran, pada akhir-akhir ini telah ternodai. Kebocoran soal, dan bentuk
kecurangan lainnya dalam pelaksanaan ujian akhir nasional oleh pihak-pihak
tertentu merupakan salah satu buktinya.
Shachree mengusung fenomena tersebut dalam narasi berikut:
Jaim dan kawan-kawannya berhasil… Ternyata uang yang
digelapkan oleh Pak Rahmad adalah uang subsidi yang harusnya
nyampai ke tangan anak-anak… (215:1)
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Hasil dari analisis novel ini menunjukkan bahwa nilai-nilai edukatif yang
terdapat dalam novel ”Love in Pesantren” karya Shachree M. Daroini yang dapat
diterapkan sebagai pengembangan karakter guru di pesantren sesuai dasar
pendidikan Islam adalah: mengajarkan ilmu yang bermanfaat bagi dunia dan
akhirat, menjadi panutan, komunikator dan pembimbing, memiliki semangat dan
tekad beribadah yang kuat, memiliki kemandirian, menyadari keterbatasan diri
sendiri, amar ma’ruf dan nahi munkar, memiliki keikhlasan, mengajarkan nilai
moral dan sikap sosial, mampu menerima perubahan, menciptakan kondisi
lingkungan yang sarat nuansa religius, mengajarkan kedisiplinan, sabar dan
bijaksana, sigap dan tegas menghadapi masalah, bersikap lembut, welas asih dan
ramah, tidak egois dan menghargai perbedaan, menghargai dan menghormati
sesama manusia, bersikap adil, pemaaf, berfikir kritis dan menerima kritik serta
jujur.
Saran
Guru, khususnya guru di pesantren, sebagai kader dan pengkader ulama’
yang memiliki kedudukan yang sangat vital dalam perannya membangun
masyarakat serta fungsinya mengawal agama dan keberagamaan, hendaknya
memiliki karakter yang sesuai dengan dasar pendidikan Islam serta selalu
berusaha, berusaha dan berusaha mengembangkan diri untuk menjadi guru yang
sebenarnya ”guru”: digugu lan ditiru (dipercaya dan diteladani).
14
Daftar Pustaka
Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kuaitatif. (Bandung:Remaja
Rosda Karya
Bungin, Burhan. 2003. Content Analysis dan Focus Group Discussion dalam
Penelitian Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada
[email protected]. Selasa. 14 Februari 2012. Peranan Guru dalam
Membangun Karakter Bangsa.