mk-annisah herya kirana.pdf
TRANSCRIPT
1
UNIVERSITAS INDONESIA
GAYA HIDUP MASYARAKAT BADUI SINAI
MAKALAH NON SEMINAR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora
ANNISAH HERYA KIRANA
1206221102
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
PROGRAM STUDI ARAB
DEPOK
2016
Gaya hidup …, Annisah Herya Kirana, FIB UI, 2016
4
Gaya Hidup Masyarakat Badui Sinai
Annisah Herya Kirana
1206221102
Program Studi Arab, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia
Abstrak
Jurnal ini membahas tentang gaya hidup masyarakat Badui Sinai Mesir, antara lain mengenai pola organisasi, nilai-nilai sosial dan hubungan sosial mereka dengan kelompok masyarakat lainnya. Sebagaimana pengertian masyarakat
Badui pada umumnya, masyarakat Badui Sinai merupakan masyarakat keturunan Arab yang hidup bersama di
wilayah Semenanjung Sinai Mesir dengan kondisi geografisnya yang ekstrim dan menerapkan pola kehidupan
nomaden dan semi-nomaden. Kondisi lingkungan hidup mereka yang keras tersebut nantinya berperan penting dalam
membentuk pola organisasi sosial dan nilai-nilai sosial mereka, seperti sikap keberanian, kegigihan dan
solidaritasnya. Seorang syekh atau amir berperan penting dalam mengoordinasi masyarakat Badui yang tinggal di
lingkungan yang keras tersebut. Tanpa adanya seorang pemimpin, hidup di wilayah padang pasir akan terasa sulit.
Seiring berkembangnya zaman, gaya hidup masyarakat Badui tersebut mulai ditinggalkan. Salah satu faktornya yaitu
pembangunan peradaban modern. Akan tetapi, kini masyarakat Badui Sinai masih dihadapkan dengan kondisi yang
sulit. Mereka belum merasakan sepenuhnya hasil dari pembangunan peradaban tersebut. Penulisan jurnal ini
menggunakan metodologi penelitian kualitatif-deskriptif dengan teknik penelitian kajian pustaka.
Kata Kunci: Badui; Gaya Hidup; Mesir; Semenanjung Sinai.
The Bedouin’s Lifestyle in Sinai Peninsula
Abstract
This journal article discusses Bedouin of Sinai in Egypt and its lifestyle, which are the organization pattern, social
values and the social relationship with other communities. Bedouin of Sinai are Arabian descent of nomads and
semi-nomads who live together in Egypt’s Sinai Peninsula with its extreme geographical condition. The harsh
condition has an important role in shaping the organization pattern and their social values, such as bravery,
persistence and solidarity. A syekh or an amir takes a siginificant role in coordinating the Bedouin people, whose life
in that desert will not be easy without the existence of a leader. As time goes by, this kind of lifestyle is no longer
adopted due to the development of modern civilization. However, Bedouin of Sinai ironically do not feel the
beneficial impacts of the civilization development and still struggle with various difficult conditions. This journal
uses a qualitative-descriptive method in conducting the textual analysis.
Keywords: Bedouin, Egypt, Lifestyle, Sinai Peninsula
Gaya hidup …, Annisah Herya Kirana, FIB UI, 2016
5
1. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Suku Badui merupakan penduduk Arab yang tinggal di padang pasir dan bergaya hidup
nomaden (badawa). Nama suku ini berasal dari bahasa Arab yang berarti sederhana, terbuka
(badaa), dan dari situ kata gurun (baadiya) berasal, lalu hal itu menunjukkan bahwa gurun
dianggap sebagai tanah atau dataran terbuka yang sangat luas. Jika melihat pola organisasi
sosialnya, badawa didefinisikan sebagai pola kehidupan padang rumput yang diorganisasikan
secara tribal dalam baadiya. Secara historis, suku Badui tinggal di wilayah-wilayah gurun, seperti
Semenanjung Arab, Suriah, Yordania, Israel, Palestina, Iraq, Mesir, Afrika Utara, daerah-daerah
terpencil Afrika dan Asia Tengah1.
Penaklukan Mesir oleh orang-orang Arab pada tahun 641 M menimbulkan gelombang
migrasi suku-suku Badui Arab dari Semenanjung Arab ke Mesir2. Suku Badui pertama kali
menempati Sinai pada awal abad ke tujuh. Sebagaimana Badui pada umumnya, mereka hidup
nomaden dengan penuh kehormatan, keramahan dan balas dendam berbasis sistem kekerabatan
mereka yang rumit sehubungan dengan tempat tinggal mereka di Sinai yang keras dan serba
kekurangan3. Gaya hidup Badui sangat sederhana dengan keseimbangan yang baik antara waktu
kerja dan waktu luang. Mereka adalah masyarakat tertutup, namun sangat ramah. Ikatan keluarga
dan tradisi yang kuat memainkan peranan paling penting di seluruh aspek kehidupan mereka4.
1.2.Tujuan Penulisan dan Rumusan Masalah
Penulisan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan gaya hidup masyarakat Badui Sinai,
Mesir secara umum mengingat jumlah suku Badui di Mesir tidak sedikit dan tidak benar-benar
homogen. Adapun rumusan masalahnya, yaitu:
1. Bagaimana gaya hidup masyarakat Badui Sinai?
2. Hal apa saja yang mempengaruhi masa depan gaya hidup Badui Sinai?
1Juan Eduardo Campo, 2009, Encyclopedia of Islam, New York: Facts on File, hlm. 98. 2Reuven Aharoni, 2007, The Pasha’s Bedouin: Tribes and State in Egypt of Mehemet Ali 1805-1848, New York:
Routledge, hlm. 17. 3www.brookings.edu/research/opinions/2012/02/15-egypt-bedouin-akins-ahmed diakses pada 13 Desember 2015
pukul 14:35 WIB. 4http://discoversinai.net/english/sinai-bedouin, diakses pada 20 Desember 2015 pukul 14:42WIB.
Gaya hidup …, Annisah Herya Kirana, FIB UI, 2016
6
2. METODOLOGI PENELITIAN
Jurnal yang membahas tentang pola kehidupan Badui Sinai ini disusun berdasarkan metode
penelitian kualitatif-deskriptif dengan menggunakan teknik penelitian kajian pustaka. Sumber-
sumber yang dipakai berasal dari buku, jurnal, serta situs berita online dan edukasi yang
berhubungan dengan topik jurnal. Metode ini dipilih dengan tujuan untuk menggambarkan atau
menjelaskan pola kehidupan Badui Sinai secara umum dengan sebagian besar menggunakan
dasar-dasar teori yang dikemukakan oleh Halim Barakat dalam bukunya yang berjudul Dunia
Arab.
3. HASIL PENELITIAN
Masyarakat Badui Sinai merupakan sekelompok masyarakat Arab pendatang yang berasal
dari negara-negara tetangga Mesir. Beberapa dari mereka ada yang mempraktekkan kehidupan
nomaden dan semi-nomaden secara terus menerus sebelum pada akhirnya gaya hidup tersebut
mulai terancam punah karena faktor alam dan kebijakan pemerintah yang terus mengembangkan
pembangunan peradaban modern. Meskipun masyarakat Badui pada masa sekarang sudah banyak
yang tinggal menetap, pengertian Arab Badui tidak berubah, yakni penduduk Arab yang tinggal
di padang pasir dan bergaya hidup nomaden. Adanya pembangunan peradaban modern pada
kenyataannya belum dirasakan betul oleh masyarakat Badui Sinai. Mereka justru dihadapkan
dengan kondisi yang sulit. Di satu sisi, mereka menyerah dengan gaya hidup mereka, tetapi di sisi
lain mereka masih belum mendapatkan perlakuan yang adil dari pemerintah setempat.
4. PEMBAHASAN
4.1. Geografis Sinai
Semenanjung Sinai atau yang lebih sering disebut dengan Sinai merupakan semenanjung
berbentuk segitiga yang ada di Mesir. Orang-orang Mesir juga menyebutnya The Land of
Turquoise atau Ard ul-Fairuz. Luas areanya sekitar 60.000 km2. Sinai terletak di antara Laut
Mediterania dan Laut Merah. Sebelah barat Sinai terdapat Teluk Suez dan di sebelah timurnya
Gaya hidup …, Annisah Herya Kirana, FIB UI, 2016
7
terdapat Teluk Aqaba. Semenanjung ini merupakan satu-satunya wilayah Mesir yang berada di
benua Asia. Semenanjung inilah yang menjembatani dua daratan dari benua yang berbeda5.
Semenanjung Sinai merupakan wilayah tektonik. Secara fisik, Semenanjung Sinai dibagi
menjadi delapan wilayah, yaitu bukit pasir di pesisir Mediterania, pegunungan yang meliputi
gunung Maghara, Yelleq dan Hilal, gurun pasir di tepi terusan Suez, dataran tinggi berbatu Tih
meliputi drainese utama yakni Wadi Al-Arish, lembah yang terletak di antara pegunungan Sinai
dan dataran tinggi Tih, pegunungan Sinai, dataran Qa, dan tepi pantai Aqaba. Bagian utara Sinai
beriklim Laut Mediterania sedangkan bagian selatannya beriklim tropis. Curah hujan sangat
sedikit6.
Formasi geomorfologi Sinai selatan yang unik menyebabkan iklim dan tanaman yang lebih
bervariasi dibandingkan tempat lain. Keragaman hayati tingkat tinggi yang ada di wilayah Sinai
juga disebabkan oleh kondisi temperatur dan kelembaban yang berbeda. Menurut Moustafa
(2000), karakteristik tanaman gurun yang paling jelas dan umum yaitu pertumbuhan tanaman
yang langka dan hampir tidak ada pepohonan akibat kekeringan yang sering terjadi7. Hewan yang
paling banyak adalah unta dan hewan ternak, seperti kambing dan domba. Burung-burung juga
sering ditemukan di sini, terutama saat musim semi dan gugur, sedangkan reptil, serigala, dan
kambing hutan hampir tidak ditemukan8.
4.2. Badui Sinai
Beberapa suku Badui di Mesir datang dari berbagai negara-negara sekitarnya. Penaklukan
Mesir oleh orang-orang Arab pada tahun 641 M menimbulkan gelombang migrasi suku-suku
Arab ke Mesir dari Semenanjung Arab. Gelombang migrasi suku-suku Badui ke Mesir semakin
meningkat setelah dinasti Fatimiyah menaklukan Mesir pada abad ke 10 M. Di antara mereka,
terdapat suku Berber yang berasal dari Afrika Utara dan mengalami proses arabisasi di Mesir.
Pada zaman Dinasti Mamluk, kelompok-kelompok baru bermunculan dengan nama-nama yang
berbeda. Kelompok-kelompok tersebut bermunculan sebagai akibat dari lamanya federasi
berkuasa atau mereka sengaja melepaskan diri dari kelompok besar. Perpecahan tersebut
5Claire Salanne, 2009, Etude de La Turquoise: De Ses Traitments et imitations, Thesis, Universite de Nantes. 6Ned H. Greenwood, 1997, The Sinai: A Physical Geography, Austin: University of Texas Press, hlm.3-4. 7uqu.edu.sa>plugins>filemanager>files diakses pada 13 Desember 2015 pukul 20:26 WIB. 8 Ned H. Greenwood, 1997, The Sinai: A Physical Geography, Austin: University of Texas Press, hlm.4.
Gaya hidup …, Annisah Herya Kirana, FIB UI, 2016
8
biasanya terjadi karena sengketa lahan, pertumbuhan demografi, peningkatan kekuatan politik
dan ekonomi kelompok tertentu yang memutuskan untuk memisahkan diri dan menjadi mandiri9.
Wilayah kekuasaan suku-suku Badui di Sinai saat ini tumpang tindih, bahkan mungkin ada
beberapa wilayah tempat tinggal suku yang terletak di dalam satu wilayah kekuasaan suku lain10
.
Klasifikasi suku Badui Sinai sama seperti Badui pada umumnya, yakni dibagi berdasarkan
mata pencaharian. Berdasarkan pekerjaan, suku Badui terbagi menjadi Badui-pastoralis dan
Badui-semi pastoralis. Kelompok Badui-pastoralis adalah masyarakat Badui yang bermata
pencaharian sebagai penggembala. Hewan-hewan yang biasa mereka ternakkan adalah kambing,
unta, domba, kuda, dan sapi. Kelompok Badui inilah yang paling nomaden dan umumnya tinggal
di pelosok gurun11
. Hewan ternak mereka, khususnya unta memiliki banyak kegunaan, baik
untuk tradisi maupun untuk kehidupan sehari-hari. Selain dianggap sebagai 'hadiah dari Tuhan',
unta adalah sumber makanan utama dan sarana transportasi bagi banyak orang Badui12
. Adapun
kelompok Badui-semi pastoralis adalah kelompok yang mempraktekkan peladangan berpindah di
oase-oase dan desa-desa serta secara rutin mengarungi gurun.
Dataran Sinai merupakan rumah bagi para penduduk gurun. Sebagian besar dari mereka
tinggal di utara semenanjung. Suku Badui terdiri dari 14 suku besar. Sebagian besar mereka
terhubung dengan Badui di Negev, Yordania dan utara Arab Saudi. Masing-masing dari mereka
hidup dengan adat dan budaya mereka sendiri. Sukwarka yang tinggal di pesisir utara Al-Arish
adalah suku terbesar. Ada juga Tarabin yakni suku yang tinggal di wilayah utara dan selatan
Sinai. Bersama dengan mereka, juga tinggal suku Tyaha. Selain itu, ada juga suku Huwaitat yang
berasal dari Hejaz, Arab Saudi tinggal di tenggara Suez.
Sembilan suku Badui di selatan Sinai dikenal secara kolektif sebagai Towara atau Arab al-
Tor. Suku tersebut adalah suku Badui paling miskin, bahkan mereka sering sekali mengemis
kepada turis-turis dan para biarawan memberikan mereka makanan. Hal tersebut disebabkan oleh
iklim Sinai bagian selatan yang sangat ekstrim13
. Dua suku Towara pertama yang tinggal di Sinai
adalah Aleqat dan Suwalha. Mereka tiba setelah umat Muslim menaklukan Mesir. Suku terbesar
9Reuven Aharoni, 2007, The Pasha’s Bedouin: Tribes and State in Egypt of Mehemet Ali 1805-1848, New York:
Routledge, hlm. 17-18. 10http://discoversinai.net/english/sinai-bedouin, diakses pada 20 Desember 2015 pukul 14:42WIB. 11Halim Barakat, 2012, Dunia Arab, Bandung: Nusa Media, hlm. 67. 12Marc Breulmann, dkk, 2015, The Camel From Tradition to Modern Times,Doha: UNESCO, hlm.10. 13Larry Winter Roeder, 2005, Lecture Book on The Sinai Bedouin Tribes, hlm. 122.
Gaya hidup …, Annisah Herya Kirana, FIB UI, 2016
9
di selatan Sinai adalah Muzeina yang hidup di wilayah pesisir antara Sharm al-Syeikh dan
Nuwaiba sedangkan suku dengan jumlah anggota yang sedikit yaitu Jabaliyyah tinggal di tengah
pegunungan sekitar biara St. Katherine. Anggota suku Jabaliyyah merupakan keturunan orang-
orang Makedonia yang dikirim oleh Kaisar Justinian untuk membangun dan melindungi biara
pada abad ke enam Masehi14
.
4.3. Organisasi Sosial Badui Sinai
Organisasi kesukuan diatur berdasar norma-norma solidaritas yang berbasis hubungan darah
dan ikatan simbiotik, kesetaraan, serta keperwiraan. Organisasi sosial ini berhubungan dengan
kerasnya kehidupan padang pasir yang menuntut adanya militansi dan pergerakan konstan dalam
mencari air dan padang rumput. Organisasi kesukuan dirancang untuk melindungi individu yang
terseret ke situasi bahaya. Individu dalam masyarakat seperti ini bertindak sangat loyal kepada
keluarga dan sukunya serta menampilkan banyak komitmen terhadap mereka15
.
Struktur organisasi dan tingkatannya dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan dari wewenang
pusat yang terletak di pinggiran gurun. Selanjutnya, kondisi pembentukan lembaga politik dalam
konfederasi memungkinkan berkembangnya dasar kepemimpinan yang formasi politiknya lebih
kuat16
. Umumnya, organisasi sosial Badui Sinai memiliki karakteristik kooperatif. Terdapat tiga
unit dasar dalam organisasi sosial Badui, yaitu keluarga (beit, ahl, ‘aila, usra), sub-suku (hamula,
fakhdh, batn, far’), dan suku (qabilla) atau klan (‘asyira).
Unit terbesar di dalam organisasi sosial Badui adalah suku atau klan. Unit ini lebih lebih kuat
dan menyatu. Para anggota suku bergerak, berkemah, menggembalakan domba dan berladang
bersama-sama dalam koordinasi penuh di bawah otoritas satu orang. Satu suku umumnya terdiri
dari empat sampai enam sub-suku yang menyandarkan garis keturunannya pada satu sosok nenek
moyang. Contohnya, Suku Aleqat terdiri dari (sub-suku) Wilad Selmi, Aqlamat, Faranja,
Hamada17
, Jarajira, Kureisat, Tleilat dan Suwada. Akan tetapi, tidak semua sub-suku tersebut
keturunan dari satu nenek moyang yang sama seperti suku Faranja yang dulunya adalah bagian
14Matthew Firestone, 2010, Egypt: Country Guide Series, Melbourne: Lonely Planet, hlm. 486. 15Elbadour Ibrahim, 2012, Particularities of Bedouin’s Social Life, HSSRP, vol.1, no.1, hlm. 78. 16Reuven Aharoni, 2007, The Pasha’s Bedouin: Tribes and State in Egypt of Mehemet Ali 1805-1848, New York:
Routledge, hlm. 37. 17Hamada saat ini tidak lagi menjadi bagian dari Aleqat dan merupakan bagian dari suku Muzeina sejak tahun 1935.
Perpecahan terjadi karena dulu Syeikh Mudakil Suleiman (syeikh Aleqat) dan Syeikh ‘Aid (syeikh Hamada) saling
membunuh ayah mereka. Larry Winter Roeder, 2005, Lecture Book on The Sinai Bedouin Tribes, hlm. 73.
Gaya hidup …, Annisah Herya Kirana, FIB UI, 2016
10
dari Muzeina18
. Suku bertugas untuk mengatur hubungan dengan suku-suku lain dan pemerintah.
Suku-suku tersebut bermukim di area yang telah ditentukan (Ben David, 1981). Selain itu, tujuan
dibentuknya suku juga untuk saling membantu antar anggotanya, di semua aspek kehidupan,
antara lain ekonomi, sosial dan politik19
.
Menurut Emanuel Marx, suku merupakan hasil kumulatif dari usaha yang dibentuk oleh
sekelompok individu dan kelompok untuk bekerja sama satu sama lain dalam menangani
permasalahan mengenai sumber makanan, air dan pertahanan, bahkan suatu kepemimpinan dapat
dengan mudah menjamin dan mengembangkan akses ke sumber-sumber padang rumput dan air
wilayah kekuasaannya. Suku-suku Badui biasanya membatasi penerimaan anggota baru
berdasarkan serangkaian aturan. Sebuah suku dengan jumlah anggotanya yang sangat banyak
akan menemukan kesulitan dalam mengkoordinasi aksi kolektif jika ia tidak memiliki satu
kepemimpinan formal. Seorang kepala suku mampu meminimalisir peperangan antar anggota
sukunya20
.
Selain itu, ia juga bisa menentang aturan pemerintah setempat mengenai tuntutan pajak dan
pelatihan militer. Dengan membayar pajak, suku Badui menjadi warga yang dilindungi, tetapi
biasanya pemerintah tersebut memberikan pelatihan militer atau tekanan administratif sebagai
gantinya. Sebagai contoh, pada paruh kedua abad ke 19 M, suku Rwala lebih memilih untuk
bermigrasi dari Al-Sham ketika mereka berada di bawah tekanan kepemimpinan Ibnu Rasyid dan
bergabung dengan keluarga Sya’alan. Contoh lain, pada pertengahan kedua abad 18 M, Awlad
Habib merekrut banyak sub-suku di wilayah delta yang merasa tertekan di bawah kepemimpinan
rezim Ottoman.
Sebuah suku dipimpin oleh seorang syekh atau amir. Syekh tertinggi disebut dengan Syekh Al-
Masyaikh (pemimpin para pemimpin) (Ashkenazi, 1957). Syekh merupakan pemberi keputusan
terakhir bagi setiap permasalahan suku. Perannya yang lain yaitu di masa perang ia harus berdiri
sebagai panglima perang. Ia dan anak-anaknya adalah hakim tertinggi yang memimpin anggota
sukunya ke tempat-tempat padang rumput seangkan di masa sekarang ia menjadi mediator
rekonsiliasi konflik dan mediator antara kelompok Badui dengan pemerintah. Wewenang syekh
18Larry Winter Roeder, 2005, Lecture Book on The Sinai Bedouin Tribes, hlm. 73. 19Halim Barakat, 2012, Dunia Arab, Bandung: Nusa Media, hlm. 68. 20Reuven Aharoni, 2007, The Pasha’s Bedouin: Tribes and State in Egypt of Mehemet Ali 1805-1848, New York:
Routledge, hlm. 37.
Gaya hidup …, Annisah Herya Kirana, FIB UI, 2016
11
diatur berdasarkan dewan tetua suku, tetapi pada prakteknya ia merupakan pengatur undang-
undang dan semua anggota suku tunduk dengan perintahnya, serta penentuan hak veto berada di
kuasanya (El-Fuel, 1976)21
.
Sub-suku merupakan unit kedua organisasi sosial suku Badui. Sub-suku adalah gabungan dari
beberapa keluarga. Biasanya sejumlah keluarga akan bergabung dan pergi bersama ketika mereka
mengetahui sumber daya alam yang melimpah,. Kelompok-kelompok ini kadang-kadang
dihubungkan dengan garis keturunan patriarki yang terhubung dengan ikatan pernikahan. Sub-
suku biasanya terdiri dari lima generasi atau lebih. Sub-suku merupakan unit pertahanan. Mereka
bertugas menjaga sumber-sumber air dan tempat penggembalaan. Baik keluarga maupun sub-
suku sama-sama menikmati jaminan kesetaraan dan kebebasan. Keputusan-keputusan penting
dibuat berdasarkan consensus berbagai keluarga besar22
.
Keluarga merupakan unit terkecil dari oraganisasi sosial Badui. Pusat aktivitas keseharian dan
penggembalaan terjadi di sini. Satu keluarga dipimpin oleh seorang ayah selagi ia masih masih
hidup, dan ketika ayah tersebut meninggal, setiap anak membentuk sub-keluarganya sendiri (Sal-
Man, 1980). Masyarakat Arab adalah masyarakat patriarki, di mana ayah adalah kepala keluarga,
yang sosoknya dominan dan karismatik. Semua anggota keluarga di bawah kontrolnya dan
mereka semua menghormatinya. Ayah memiliki kuasa penuh untuk memutuskan segala sesuatu
yang berhubungan dengan kehidupan keluarga (Al-Krenawi, 2000). Conthonya, pernikahan anak,
terutama anak perempuan, selalu diatur oleh ayahnya. Anak perempuan tidak boleh menikah
dengan laki-laki di luar suku Badui, tetapi jika laki-laki tersebut tetap ingin menikahi perempuan
Badui, ia harus menjadi anggota suku terlebih dahulu23
.
Umumnya terdapat tiga atau empat orang dewasa (pasangan suami-isteri, orang tua atau
saudara) dan beberapa orang anak. Orang tua, saudara kandung yang lebih tua, kakek-nenek, bibi,
paman, dan sepupu semua memiliki peranan dalam membesarkan anak-anak. Pada usia enam
atau tujuh tahun, anak mulai melakukan tugas rumah tangga yang sederhana dan tidak lama
21Elbadour Ibrahim, 2012, Particularities of Bedouin’s Social Life, HSSRP, vol.1, no.1, hlm. 76. 22Halim Barakat, 2012, Dunia Arab, Bandung: Nusa Media, hlm. 68. 23Larry Winter Roeder, 2005, Lecture Book on The Sinai Bedouin Tribes, hlm. 78.
Gaya hidup …, Annisah Herya Kirana, FIB UI, 2016
12
kemudian bekerja penuh sebagai anggota keluarga. Masa remaja hampir tidak dikenali. Pada usia
16 atau 17 tahun, individu diterima sebagai anggota penuh masyarakat Badui24
.
Dalam organisasi sosial suku Badui, perbedaan kelas sosial-ekonomi jarang terjadi. Hal itu
diminimalisir oleh ikatan darah, ikatan simbiotik dan konsep kepemilikan komunal. Kesetaraan
dalam kekayaan dan status serta ketiadaan perbedaan kelas semakin dikokohkan oleh dasar nilai
egaliter dan model pengambilan keputusan secara konsensus. Meskipun begitu, hierarki status
dan kekuasaan tetap menjadi relasi antar suku. Suku-suku badui yang lemah harus membayar
khuwwa (uang perlindungan) kepada suku-suku Badui yang lebih tinggi statusnya. Perbedaan
hierarki status juga membuat jarang terjadinya pernikahan antar suku yang memiliki perbedaan
derajat kehormatan, bahkan mereka juga percaya bahwa menikah dengan suku yang status sosial
lebih rendah akan menghilangkan kehormatan25
.
4.4.Agama Masyarakat Badui Sinai
Suku-suku Badui Sinai tidak memiliki institusi religius. Kebanyakan masyarakat Badui
adalah muslim sunni bermadzhab Maliki, tetapi di antara mereka, seperti dari suku Muzeina dan
Jabaliyyah, juga masih ada yang mempercayai dewi hujan, umm el-gheith, dan Kristen26
. Sistem
keagamaan mereka meliputi gabungan yang cukup kompleks antara kepercayaan dan praktek-
praktek islam ortodoks dengan adat-istiadat. Mereka lebih menerapkan adat istiadat mereka
sendiri (al-‘araf), tetapi mereka yang muslim juga menjalankan rukun islam dan mempercayai
hal yang ghaib seperti jin serta penggambaran surga.
Mereka secara tradisional menetapkan ahli agama yang mereka sebut syeikh yang berasal dari
wilayah perbatasan pemukiman. Syeikh mengahabiskan waktu beberapa bulan untuk
mengajarkan anak-anak Badui membaca al-Quran. Seseorang dari pedesaan atau pemukiman
yang dicari oleh masyarakat Badui untuk langkah-langkah kuratif dan preventif disebut gatib.
Berdasarkan islam, masyarakat Badui juga menyembelih kambing atau domba ketika anak
mereka lahir, hanya saja mereka menyebutnya berbeda, yaitu foo-ela27
. Dengan demikian, agama
24http://www.bedawi.com/Bedouin_Family_EN.html diakses pada 20 Desember 2015 pukul 15:39 WIB. 25Halim Barakat, 2012, Dunia Arab, Bandung: Nusa Media, hlm. 69. 26Larry Winter Roeder, 2005, Lecture Book on The Sinai Bedouin Tribes, hlm. 109. 27http://www.bedawi.com/Religion_EN.html diakses pada 20 Desember 2015 pukul 19:13 WIB.
Gaya hidup …, Annisah Herya Kirana, FIB UI, 2016
13
memiliki makna yang berbeda di mata masyarakat Badui, tetapi memiliki asumsi fundamental
yang sama dengan para pemeluk Islam di perkotaan.
Masyarakat Badui masih memegang adat-istiadat meskipun agama Islam telah sampai kepada
mereka bertahun-tahun lamanya. Contohnya, mereka masih percaya bahwa dengan menggunakan
aksesoris berbentuk mata berwara biru yang mereka sebut hasset akan melindungi mereka dari
hal-hal yang buruk28
. Kepercayaan terhadap Tuhan dan syeikh berhubungan erat dengan praktek
medis suku Badui Sinai. Mereka meyakini bahwa Tuhan memberi manusia penyakit sebagai
hukuman atas perbuatan buruk mereka atau sebagai ujian bagi iman mereka dan hanya Tuhan lah
yang Maha Penyembuh, sedangkan syeikh membantu menyembuhkan penyakit. Ketika mereka
sembuh, mereka melakukan semacam upacara yang di dalamnya ada zikir dan sajian makanan
sebagai simbol rasa syukur kepada Tuhan yang telah menyembuhkan29
.
4.5.Orientasi Nilai Sosial-Budaya Badui Sinai
Terdapat lima orientasi nilai yang menjadi ciri utama pola kehidupan masyarakat Badui, yaitu
solidaritas kesukuan, keperwiraan, keramahan, individualitas, dan kebersahajaan. Solidaritas
kesukuan merupakan strategi bertahan hidup dalam lingkungan gurun yang keras. Selain itu,
mereka juga mengembangkan sikap mandiri, membagi rata hak kepemilikan, hidup dalam
kelompok-kelompok kecil dan bergantung kepada kemampuan mengingat mereka rentan
mendapat serangan dari pihak luar dan hidup dalam lingkungan yang terisolasi30
.
Sebagaimana Badui pada umumnya, masyarakat Badui Sinai terkenal sebagai kelompok yang
menjunjung tinggi keramahan, kesopanan,dan kejujuran. Mereka juga sangat menghormati
perempuan. Satu sifat lagi yang tidak kalah penting dari masyarakat Badui yaitu dermawan.
Kedermawanan sangat diperlukan oleh masyarakat Badui karena mereka menjalani kerasnya
hidup di gurun-gurun, sehingga kedermawanan merupakan bagian dari cara hidup mereka dan hal
itu telah diajarkan oleh Islam. Dahulu, masyarakat Badui sering menolak pemberian zakat,
bahkan dengan tujuan untuk membantu Badui yang sedang kesusahan sekali pun, karena di
samping mereka lebih suka memberi, mereka juga ingin mempertahankan kehormatan mereka.
Akan tetapi, saat ini tidak semuanya seperti itu. Beberapa kelompok Badui, terutama yang tinggal
28http://www.bedawi.com/Religion_EN.html diakses pada 20 Desember 2015 pukul 19:13 WIB 29Saad Eddin Ibrahim, 1977, Arab Society in Transition,Kairo: Cairo Press, hlm. 459. 30Halim Barakat, 2012, Dunia Arab, Bandung: Nusa Media, hlm. 70.
Gaya hidup …, Annisah Herya Kirana, FIB UI, 2016
14
di dekat biara St. Katheirine, hidup mengandalkan bantuan dari biarawan-biarawan di St.
Katherine.
Seperti yang telah disebutkan pada paragraf sebelumnya, masyarakat Badui adalah
masyarakat yang sangat menjunjung tinggi keramahan. Mereka akan memberikan sajian makanan
yang terbaik dan menawarkan orang lain untuk bermalam bahkan kepada orang asing sekalipun.
Sebuah puisi Arab lama mengatakan bahwa mereka sangat senang dan merasa terhormat jika ada
tamu yang mengunjungi mereka dan mereka akan menganggap tamu itu sebagai raja31
. Seorang
anggota suku dinilai dari bagaimana ia memperlakukan tamu-tamunya. Menolak tamu saja saja
dengan sebuah penghinaan bagi mereka.
Masyarakat Badui juga tidak segan memberikan perlindungan kepada orang-orang yang
meminta perlindungan kepada mereka. Masyarakat Badui Sinai memiliki aturan yang
membolehkan orang lain mengajukan perlindungan kepada mereka dan hukum tersebut bernama
Dakhila. Jika seseorang dikejar-kejar serangan, orang tersebut boleh masuk ke tenda atau rumah
untuk meminta Dakhila. Lalu orang-orang Badui akan membentuk barisan perlindungan
untuknya. Tidak hanya itu, mereka juga akan memberikan makanan, pakaian dan mengantarkan
orang tersebut ke tempat yang aman. Selain Dakhila, mereka juga memiliki konsep Wajh, yaitu
konsep bepergian di bawah proteksi anggota Badui32
. Jika ingin bepergian melalui jalur laut dan
terhindar dari pembajakan, seseorang harus membayar uang perlindungan, setelah itu barulah
seorang anggota suku Budui akan turut serta berlayar.
4.6.Hubungan Sosial Antara Badui Sinai dengan Masyarakat Desa dan Kota
Relasi sosial juga disebut hubungan sosial merupakan hasil dari interaksi (rangkaian tingkah
laku) yang sistematik antara dua orang atau lebih dan bersifat timbal balik serta saling
mempengaruhi. Dikatakan sistematik karena terjadinya secara teratur dan berulang kali dengan
pola yang sama. Secara umum, terdapat dua jenis relasi sosial dalam masyarakat, yaitu relasi
sosial assosiatif dan relasi sosial dissosiatif. Relasi sosial assosiatif merupakan relasi yang
berbentuk kerja sama, akomodasi, asimilasi dan akulturasi serta proses interaksi yang cenderung
31Larry Winter Roeder, 2005, Lecture Book on The Sinai Bedouin Tribes, hlm. 54. 32Larry Winter Roeder, 2005, Lecture Book on The Sinai Bedouin Tribes, hlm. 56.
Gaya hidup …, Annisah Herya Kirana, FIB UI, 2016
15
menjalin kesatuan dan meningkatkan solidaritas anggota kelompok, sedangkan relasi dissosiatif
merupakan relasi yang berbentuk oposisi, contohnya persaingan, pertentangan, dan perselisihan33
.
Sumber-sumber tertulis membahas dua jenis pola relasi yang terjadi antara masyarakat Badui,
desa dan kota yaitu pola relasi assosiatif atau kooperatif dan pola relasi dissosiatif atau
kontradiktif. Sebagian sumber memfokuskan diri pada pola dissosiatif. Ibnu Khaldun mengatakan
bahwa perbedaan antara kedua jenis masyarakat tersebut terjadi karena pola kehidupan sehari-
hari mereka yang berbeda. Pola dissosiatif antara ketiganya disebabkan oleh konflik kepentingan
instrinsik mereka. Ketiganya saling memiliki sentiment-sentimen sendiri satu sama lain34
.
Masyarakat kota dan desa memandang rendah Badui yang dianggap primitif, pemalas, parasit dan
suka merampok.
Relasi sosial dissosiatif antara ketiganya semakin berkurang di beberapa negara Arab sejak
tahun 1950-an. Hal ini disebabkan oleh berbagai perkembangan kontemporer, seperti
pembangunan pemukiman Badui dan migrasi. Masyarakat Badui Sinai memperoleh bahan
pangan dan pakan ternak dari masyarakat desa yang mayoritas adalah masyarakat agraris. Selain
itu, mereka juga memperoleh layanan pendidikan, kesehatan, dan politik dari masyarakat kota35
.
Kegiatan perekonomian mereka juga tidak lepas dari kota. Mereka menjual hasil tambang
permata dan hasil pertanian mereka seperti zaitun, kayu putih, dan tomat ke kota36
.
Masyarakat desa dan kota juga membutuhkan mereka, terutama dalam hal pasokan hewan
ternak dan perlindungan wilayah. Wilayah Semenanjung Sinai juga merupakan salah satu tempat
wisata yang menarik di Mesir. Untuk membantu industria pariwisata di Semenanjung Sinai
antara lain di sekitar St.Katherine dan Serebit el-Khedim, perusahaan-perusahaan pariwisata
mempekerjakan masyarakat Badui Sinai sebagai pemandu pariwisata dan penuntun unta. Suku
Aleqat pernah melayani kunjungan duta besar Amerika Serikat pada tahun 198837
.
Sentimen terhadap Badui Sinai sempat muncul kembali pada tahun 2000-an. Hal ini
disebabkan oleh penculikan warga negara asing yang terjadi di Semenanjung Sinai. Pada tahun
33http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33733/4/Chapter%20II.pdf, diakses pada 20 Desember 2015 pukul
20:16 WIB. 34Halim Barakat, 2012, Dunia Arab, Bandung: Nusa Media, hlm. 89. 35Halim Barakat, 2012, Dunia Arab, Bandung: Nusa Media, hlm. 89. 36Larry Winter Roeder, 2005, Lecture Book on The Sinai Bedouin Tribes, hlm. 113, 119. 37Larry Winter Roeder, 2005, Lecture Book on The Sinai Bedouin Tribes, hlm. 74-75.
Gaya hidup …, Annisah Herya Kirana, FIB UI, 2016
16
2012, 25 orang pekerja asal Cina ditawan. Beberapa minggu setelah aksi penawanan tersebut,
muncul kasus penculikan dua wanita asal Amerika dan merampok telepon seluler serta dompet
milik tiga turis lainnya saat mereka berlibur di Semenanjung Sinai. Kelompok Badui Sinai
mengakui da bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Alasan mereka melakukan penculikan
tersebut adalah mereka menuntut pembebasan beberapa anggota suku mereka yang ditahan oleh
pemerintah Mesir. Sentimen tersebut kemudian hilang seiring pengakuan salah satu wanita yang
diculik mereka. Ia mengatakan bahwa mereka mendapatkan pelayanan yang baik dan tidak takut
sama sekali dengan kelompok Badui tersebut. Mereka juga sangat baik dan melayani mereka
sebagaimana keluarga38
.
4.7. Masa Depan Gaya Hidup Badui Sinai
Ada beberapa pendapat mengenai masa depan gaya hidup Badui. Muhammad Marzuqi
berpendapat bahwa aspek-aspek peradaban modern seperti proyek hunian, pendidikan,
pembangunan jalan, pengadaan listrik, peluang kerja di kota dan aspek lainnya telah
menyebabkan punahnya budaya nomaden seiring meninggalnya generasi tua mereka. Selain
faktor aspek peradaban modern, faktor kebijakan pemerintah, alam dan perang juga
menyebabkan menyusutnya budaya nomaden. Contohnya, gaya hidup Badui di Suriah berakhir
sekitar tahun 1958 hingga 1961 seiring melandanya kekeringan parah39
, dan perang saudara yang
terjadi di Suriah membuat beberapa masyarakat Badui menjadi pengungsi dan menemukan
tempat tinggal di Yordania40
, Turki, Libanon dan negara-negara lain. Kemudian, kebijakan
pemerintah di beberapa negara Arab seperti Mesir, Irak, dan negara-negara Arab produsen
minyak berkeinginan untuk meningkatkan standar hidup warganya yang secara perlahan
menyebabkan masyarakat Badui menjadi warga yang hidup menetap.
Perencanaan pariwisata secara siginifikan terlaksana pada tahun 1994, ketika pemerintah
Mesir di bawah presiden Hosni Mubarak dan lembaga bantuan internasional datang dengan
proyek-proyek yang luas untuk mengembangkan Teluk Aqaba. Selain untuk keuntungan
finansial, pariwisata juga menjadi alat politik pemerintah untuk mengakomodasi secara cepat
38http://www.dailymail.co.uk/news/article-2096002/Sinai-Peninsula-kidnapping-American-tourists-praise-
kidnappers-release-Egypt.html, diakses pada 21 Desember 2015 pukul 22:09 WIB. 39 Marina Leybourne, Ronald Jaubert, Richard N. Tutwiler, Changes in Migration and Feeding Patterns Among
Semi-nomadic pastoralists in Northern Syria, hlm.7. 40 http://www.aljazeera.com/video/middleeast/2012/03/20123103261649274.html diakses pada 21 Desember 2015
pukul 18:26 WIB.
Gaya hidup …, Annisah Herya Kirana, FIB UI, 2016
17
migrasi internal dari pusat daerah guna membantu nasionalisasi Semenanjung Sinai. Tindakan
nasionalisasi pertama, yaitu dengan mendeklarasikan kepemilikan seluruh tanah di Semenanjung
Sinai menjadi milik negara berdasarkan Undang-Undang No.143 pada tahun 1981. Meskipun
masyarakat Badui mampu menyediakan dana yang diperlukan untuk meregistristasi lahannya,
negara lebih suka menjual terutama untuk warga asing dan perusahaan atau warga negara asing41
.
Diskriminasi terhadap masyarakat Badui Sinai terus berlangsung selama beberapa dekade.
Proyek pembangunan di Sinai, termasuk pabrik semen tidak banyak memberi masyarakat Badui
kesempatan untuk bekerja. Pihak pabrik lebih memilih pekerja-pekerja asal kota. Hal seperti ini
terjadi pula di bidang pariwisata. Mereka juga hanya diberikan pekerjaan sebagai pemandu hotel,
cleaning service atau buruh harian, sedangkan profesi-profesi lainnya diisi oleh pekerja imigran
asal kota. Angka pengangguran di kalangan Badui Sinai bertambah. Hal ini yang terkadang
membuat mereka terpaksa melakukan penyelundupan ganja42
.
Menurut Gilbert, kebijakan perubahan gaya hidup dan pariwisata memberikan dampak
finansial yang besar bagi masyarakat Badui Sinai, tetapi tidak begitu lama. Setelah itu, mereka
menderita karena harus kehilangan sebagian besar gaya hidup nomadennya dan beradaptasi
dengan kultur baru yang sangat berbeda. Suku Muzeina dan Tarabin yang memiliki teritori di
pesisir Laut Merah harus kehilangan gaya hidup nomaden mereka dan tinggal di sekitar pesisir
kota-kota pariwisata. Mereka juga menderita secara moril. Suku-suku Badui Sinai dianggap
menjadi ancaman terhadap kedaulatan negara, tidak taat dan tidak bertanggung jawab.
Pendapat lain mengenai masa depan gaya hidup Badui disampaikan oleh Saad Eddin Ibrahim.
Menurutnya berbagai upaya untuk meleburkan orang-orang Badui ke dalam sektor-sektor
kehidupan modern hanya bisa berhasil dalam dua bidang, yaitu ladang minyak dan tentara
pertahanan nasional, seperti halnya yang terjadi di Arab Saudi. Di Mesir sendiri, 73 suku Badui
yang memberikan bantuan militer untuk melakukan perlawanan terhadap kelompok teroris Ansar
Bayt al-Maqdis (ABM). Kelompok teroris tersebut mengakui sejumlah penyerangan terhadap
41 Nadeem Karkabi, 2013, Lifestyle Migration in South Sinai, Egypt: Nationalisation, Privileged Citizenship and
Indigenous Rights, International Review of Social Research, vol. 3, hlm.7 42www.brookings.edu/research/opinions/2012/02/15-egypt-bedouin-akins-ahmed diakses pada 13 Desember 2015
pukul 14:35 WIB.
Gaya hidup …, Annisah Herya Kirana, FIB UI, 2016
18
instalasi-instalasi militer Mesir di Semenanjung Sinai43
. Meskipun demikian, mereka masih tidak
diizinkan untuk bergabung dengan tentara nasional, belajar di lembaga-lembaga kepolisian dan
militer, menduduki jabatan di pemerintahan dan mebentuk partai politik mereka sendiri44
.
Masyarakat Badui juga dianggap masih terkungkung dalam pola-pola ekonomi subsisten, yakni
tingkat produktivitas kegiatan rendah dan tingkat produksi hanya cukup untuk kehidupan yang
sederhana dengan cara barter meskipun saat ini sudah tidak banyak yang menggunakannya. Akan
tetapi, masyarakat Badui saat ini sudah mulai mengenal uang sebagai nilai tukar.
5. KESIMPULAN
Masyarakat Badui Sinai merupakan masyarakat badui yang hidup di wilayah Semenanjung
Sinai, Mesir. Nilai-nilai sosial mereka yang mereka miliki tidak terlepas dari kondisi geografis
tempat tinggal mereka yang keras dan serba kekurangan. Kondisi Semenanjung Sinai yang keras
dan penuh persaingan menuntut mereka untuk menjadi kelompok yang tangguh, pemberani,
dermawan, dan hidup dalam kesederhanaan. Secara umum, organisasi sosial terdiri dari dari tiga
unit, yaitu keluarga, sub-suku dan suku besar. Organisasi sosial mereka juga dipegaruhi oleh
kondisi geografis. Di tengah-tengah kehidupan gurun diperlukan satu pemimpin syeikh yang
mampu memimpin dan menyatukan sub-sub suku, karena tanpa pemimpin peperangan antar sub-
suku akan lebih sering terjadi. Seiring berjalannya waktu, peranan syeikh tidak hanya mengurusi
masalah internal suku saja, tetapi ia juga yang memediasi antara pemerintah dengan suku.
Pendapat umum masih mengatakan bahwa suku Badui diklasifikasikan menjadi dua, yaitu
nomaden dan semi-nomaden. Akan tetapi, pada masa sekarang, pengklasifikasian tersebut mulai
kabur karena gaya hidup Badui Sinai mulai terkikis seiring berkembangnya zaman. Faktor-faktor
utama yang menyebabkan menurunnya gaya hidup Badui Sinai, yaitu aspek-aspek peradaban
modern dan kebijakan pemerintah. Akan tetapi, kebijakan pemerintah tersebut tidak selalu
menguntungkan masyarakat Badui Sinai, bahkan sering mengintimidasi dan mengakibatkan
mereka melakukan tindakan nekad seperti penculikan dan penyulundupan ganja. Sekalipun usaha
43http://thecairopost.youm7.com/news/148367/news/73-sinai-tribes-unite-to-assist-military-in-sinai-bedouin-leader,
diakses pada 21 Desember pukul 21:39 WIB 44http://www.irinnews.org/report/92998/egypt-bedouins-begin-to-demand-equal-citizenship-rights, diakses pada 11
Januari 2015 pukul 17:23 WIB.
Gaya hidup …, Annisah Herya Kirana, FIB UI, 2016
19
menyatukan suku badui dengan aspek-aspek peradaban modern hanya berhasil dalam bidang
kemiliteran dan perminyakan, bukan berarti mereka adalah ancaman bagi terbentuknya sebuah
negara modern dan tidak bisa beradaptasi. Mereka memerlukan adaptasi yang cukup panjang
dengan budaya baru yang datang sebagaimana saat Islam datang kepada mereka.
Perlakuan diskriminasi terhadap masyarakat Badui Sinai harus segera dihentikan karena hal
tersebut akan membuat masyarakat Badui semakin tertinggal. Adanya pembangunan peradaban
modern seharusnya menjadi ladang bagi pemerintah untuk meningkatkan sumber daya seluruh
warga negaranya, termasuk masyarakat Badui sehingga mereka bisa mengikuti perkembangan
zaman tanpa harus kehilangan budaya asli mereka serta tidak hidup dalam kemiskinan. Gaya
hidup masyarakat Badui Sinai yang unik sebetulnya bisa menjadi daya tarik pariwisata Mesir.
Melalui pariwisata, pemerintah Mesir bisa memperkenalkan dan melestarikan budaya suatu
bangsa serta meningkatkan taraf hidup bangsa tersebut sebagaimana yang terjadi di Yordania.
Daftar Referensi
Buku dan Jurnal:
Aharoni, Reuven. 2007. The Pasha’s Bedouin: Tribes and State in Egypt of Mehemet Ali 1805-
1848. New York: Routledge.
Barakat, Halim. 2012. Dunia Arab. Bandung: Nusa Media.
Breulmann, Marc, dkk. 2015. The Camel From Tradition to Modern Times. Doha: UNESCO.
Campo, Juan Eduardo. 2009. Encyclopedia of Islam, New York: Facts On File.
Firestone, Matthew. 2010. Egypt: Country Guide Series. Melbourne: Lonely Planet.
Greenwood, Ned H. 1997. The Sinai: A Physical Geography. Austin: University of Texas Press.
Ibrahim, Elbadour. 2012. Particularities of Bedouin’s Social Life. HSSRP. Vol.1. no.1.
Ibrahim, Saad Eddin. 1977. Arab Society in Transition. Kairo: Cairo Press.
Karkabi, Nadeem. 2013. Lifestyle Migration in South Sinai, Egypt: Nationalisation, Privileged
Citizenship and Indigenous Rights. International Review of Social Research. Vol. 3.
Leybourne, Marina Ronald Jaubert, Richard N. Tutwiler. 1993. Changes in Migration and
Feeding Patterns Among Semi-nomadic pastoralists in Northern Syria. Overseas
Development Institute. Vol.34.
Roeder, Larry Winter. 2005. Lecture Book on The Sinai Bedouin Tribes.
Gaya hidup …, Annisah Herya Kirana, FIB UI, 2016
20
Website:
http://www.brookings.edu/research/opinions/2012/02/15-egypt-bedouin-akins-ahmed, diakses
pada 13 Desember 2015 pukul 14:35 WIB.
http://discoversinai.net/english/sinai-bedouin, diakses pada 20 Desember 2015 pukul 14:42 WIB.
http://thecairopost.youm7.com/news/148367/news/73-sinai-tribes-unite-to-assist-military-in-
sinai-bedouin-leader, diakses pada 21 Desember pukul 21:39 WIB
http://www.aljazeera.com/video/middleeast/2012/03/20123103261649274.html diakses pada 21
Desember 2015 pukul 18:26 WIB.
http://www.bedawi.com/Bedouin_Family_EN.html diakses pada 20 Desember 2015 pukul 15:39
WIB.
http://www.bedawi.com/Religion_EN.html diakses pada 20 Desember 2015 pukul 19:13 WIB.
http://www.dailymail.co.uk/news/article-2096002/Sinai-Peninsula-kidnapping-American-
tourists-praise-kidnappers-release-Egypt.html, diakses pada 21 Desember 2015 pukul
22:09 WIB.
Gaya hidup …, Annisah Herya Kirana, FIB UI, 2016