mitigsi bencana

31
KAJIAN KONFIGURASI ESCAPE BUILDING UNTUK EVAKUASI TERHADAP BENCANA TSUNAMI DI KOTA BANDA ACEH A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang terletak diantara tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Hal tersebut mengakibatkan Indonesia menjadi salah satu negara yang sangat rawan dengan bencana alam khususnya Gempa Bumi dan Tsunami dengan intensitas dan kekuatan yang berbeda. Tsunami adalah serangkaian gelombang yang sangat besar yang dihasilkan oleh gangguan bawah air seperti longsor, gempa bumi, letusan gunung berapi, atau meteorit. Serangan tsunami dikategorikan sebagai salah satu bencana alam yang tidak dapat diprediksi dimana dan kapan akan terjadi. Tsunami telah memberi dampak yang merusak cukup banyak di masyarakat kita, seperti manusia korban jiwa, cedera, dan kerusakan properti. Mengantisipasi tsunami tidak hanya sekedar mengetahui akan terjadinya bencana ini. Hal yang paling penting adalah mengupayakan bagaimana meminimalkan jumlah korban jiwa dan kerugian lainnya. Salah satu caranya adalah dengan mengevakuasi penduduk sekitar ke 1

Upload: t-ichsan-nurrady-ii

Post on 10-Apr-2016

22 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

proposal mitigasi bencana

TRANSCRIPT

Page 1: mitigsi bencana

KAJIAN KONFIGURASI ESCAPE BUILDING UNTUK

EVAKUASI TERHADAP BENCANA TSUNAMI

DI KOTA BANDA ACEH

A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara yang terletak diantara tiga lempeng utama

dunia yaitu lempeng Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Hal

tersebut mengakibatkan Indonesia menjadi salah satu negara yang sangat rawan

dengan bencana alam khususnya Gempa Bumi dan Tsunami dengan intensitas dan

kekuatan yang berbeda. Tsunami adalah serangkaian gelombang yang sangat

besar yang dihasilkan oleh gangguan bawah air seperti longsor, gempa bumi,

letusan gunung berapi, atau meteorit. Serangan tsunami dikategorikan sebagai

salah satu bencana alam yang tidak dapat diprediksi dimana dan kapan akan

terjadi. Tsunami telah memberi dampak yang merusak cukup banyak di

masyarakat kita, seperti manusia korban jiwa, cedera, dan kerusakan properti.

Mengantisipasi tsunami tidak hanya sekedar mengetahui akan terjadinya

bencana ini. Hal yang paling penting adalah mengupayakan bagaimana

meminimalkan jumlah korban jiwa dan kerugian lainnya. Salah satu caranya

adalah dengan mengevakuasi penduduk sekitar ke daerah yang aman dari dampak

tsunami tersebut, dan menentukan daerah yang aman sebagai tempat perlindungan

(escape building) dari bahaya tsunami. Di Indonesia, alternatif perencanaan

escape building evakuasi dengan menggunakan kearifan lokal seperti mesjid,

sekolah, rumah sakit, gedung tinggi, ataupun mendirikan bangunan evakuasi

(escape building) yang sangat mudah dijangkau masyarakat untuk menyelamatkan

diri ketika terjadi tsunami. yaitu dengan mengusulkan bangunan publik sebagai

escape building yang utama.

Diperlukan penanganan secara sistematis dan terencana untuk membuat

suatu sistem evakuasi penduduk. Untuk perencanaan evakuasi diperlukan

infrastruktur penunjang, seperti bangunan escape building dan jaringan jalan

11

Page 2: mitigsi bencana

untuk jalur evakuasi. Perencanaan penempatan bangunan evakuasi dan pemilihan

jalur evakuasi memerlukan analisis secara rasional. Salah satu aplikasi yang

umum digunakan dalam analisis tersebut adalah ArcGis. Evaluasi escape building

existing dapat menggunakan beberapa tools yang terdapat pada ArcGIS seperti

editing, network analyst dan spatial statistics tools. Dengan menggunakan tools

yang ada pada ArcGIS ini akan didapat servis area, yaitu daerah dimana

penduduk yang berada di area tersebut mempunyai waktu yang cukup untuk

berevakuasi sebelum terjadinya tsunami.

Kota Banda Aceh adalah salah satu kota di Indonesia yang pernah

mengalami salah satu bencana tsunami yang paling parah, yang pernah tercatat.

26 Desember 2004, terjadi gempa bumi dengan episentrum di lepas pesisir barat

Sumatera, Indonesia. Gempa ini dikenal di kalangan ilmuwan dengan nama

Gempa bumi Sumatera–Andaman. Gempa bumi tersebut mengakibatkan

gelombang tsunami yang menghantam sebagian pantai barat Sumatra, dan

Provinsi Aceh merupakan daerah paling parah terkena tsunami.

Masih minimnya berbagai macam penelitian tentang evaluasi

penanggulangan bencana maupun mitigasi bencana tsunami, khususnya untuk

wilayah kota Banda Aceh. Sehingga, penelitian ini mengambil studi kasus di Kota

Banda Aceh, Provinsi Aceh. Kota Banda Aceh terletak di utara pulau sumatera

yang berhadapan langsung dengan samudra Hindia yang dilintasi lempeng

tektonik Indo-Australia. Akibat dari aktivitas sesar di bawah Samudera Hindia,

kota ini pernah mengalami bencana tsunami yang sangat besar dan masih

memiliki kemungkinan mengalami tsunami dan bencana gempa bumi pada waktu

yang bersamaan.

B. PERUMUSAN MASALAH

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah mengevaluasi konfigurasi

bangunan tempat berlindung (escape building) untuk evakuasi bahaya tsunami di

kota Banda Aceh. Penentuan-penentuan daerah ini berdasarkan data-data yang ada

dilapangan yang akan diolah atau dianalisa dengan menggunakan aplikasi analisa

jaringan SIG.

2

Page 3: mitigsi bencana

C. TUJUAN & MANFAAT

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi konfigurasi

escape building eksisting dan alternatif untuk evakuasi tsunami berdasarkan

sistem informasi geografis (SIG). Analisis perencanaan alternatif escape building

dengan menggunakan kearifan lokal, yaitu dengan mengusulkan bangunan-

bangunan yang sudah ada agar bisa difungsikan sebagai escape building ataupun

penambahan escape building yang baru yang didasarkan pada peristiwa gempa

dan tsunami Aceh, 26 Desember 2004.

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai salah satu

alternatif acuan pemilihan lokasi escape building sebagai upaya perencanaan

evakuasi tsunami dan menjadi bahan referensi pada penelitian yang akan

menganalisis masalah serupa ataupun lebih lanjut dalam mengatasi masalah

hidrologi lainnya.

D. BATASAN MASALAH

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini tidak membahas proses terjadinya gelombang tsunami,

2. Peta rendaman tsunami yang digunakan untuk analisis adalah peta yang

didapatkan dari UPT-GIS Bappeda Kota Banda Aceh, dan khusus untuk kota

Banda Aceh,

3. Penelitian ini tidak menghitung kapasitas tampungan escape building,

4. Dalam memperkirakan jumlah penduduk dihitung dengan menggunakan

kepadatan penduduk (distribusi penduduk dianggap merata),

5. Lebar jalan untuk evakuasi tidak memperhitungkan kapasitas lalulintas dalam

kondisi darurat, sehingga kemungkinan adanya kemacetan lalulintas

diabaikan.

E. TINJAUAN PUSTAKA

E.1 Gelombang Tsunami

Tsunami berasal dari bahasa Jepang “tsu” yang berarti gelombang dan

“nami” yang berarti pelabuhan, sehingga tsunami memiliki arti gelombang pasang

3

Page 4: mitigsi bencana

besar laut yang sering terjadi di wilayah pelabuhan ataupun garis pantai. Tsunami

juga merupakan perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan

permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba, dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Awal terbentuknya tsunamiSumber : Subandono & Budiman 2005

Gelombang tsunami dapat merambat ke segala arah. Tenaga yang

dikandung dalam gelombang tsunami tetap terhadap fungsi ketinggian dan

kelajuannya. Di dalam laut, gelombang tsunami dapat merambat dengan

kecepatan 500-1000 km per jam, setara dengan kecepatan pesawat terbang.

Ketinggian gelombang di laut dalam hanya sekitar 1 meter, dengan demikian laju

gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang berada ditengah laut. Ketika

mendekati panytai kecepatan gelombang tsunami menurun hingga sekitar 30 km

per jam, namun ketinggian sudah meningkat hingga mencapai puluhan meter.

Hantaman gelombang tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer dari bibir

pantai. Saat terjadi tsunami, kerusakan dan korban jiwa dapat terjadi karena

hantaman air maupun material yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami.

Tsunami dapat terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan

perpindahan sejumlah besar air. Secara umum tsunami lebih sering disebabkan

terjadinya gempa bawah laut. Gerakan vertikal pada kerak bumi dapat

mengakibatkan dasar laut naik atau turun secara tiba-tiba, yang mengakibatkan

gangguan keseimbangan air yang berada diatasnya. Hal ini mengakibatkan

terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai didaerah pantai menjadi

4

Page 5: mitigsi bencana

gelombang besar yang disebut tsunami. Tahapan terjadinya tsunami dapat dilihat

pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2. Tahapan terjadinya TsunamiSumber : Nature/USGS

Secara umum terdapat beberapa hal yang dapat mengakibatkan terjadinya

perubahan permukaan laut, yang kemudian dapat mengakibatkan tsunami, antara

lain :

1. Gempa bumi tektonik,

2. Erupsi vulkanik (gempa vulkanik),

3. Longsoran (land-slide),

4. Benda kosmis atau meteor yang jatuh dari atas,

5. Kedalaman pusat gempa kurang dari 60 km,

6. Magnitudo gempa lebih besar dari 6,0 SR, dan

7. Jenis pensesaran : sesar naik/sesar turun.

Selain itu, terdapat beberapa faktor geologi yang dapat menyebabkan

atau menentukan kuatnya gelombang tsunami yang terjadi. Faktor-faktor tersebut

antara lain :

1. Morologi pantai,

2. Terdapatnya teluk,

5

Page 6: mitigsi bencana

3. Batimetri (topografi) kelautan oleh pembentukan gunung bawah laut,

4. Terletak di dekat pinggiran pertemuan subduksi Lempeng Benua-

Samudera, dan

5. Adanya struktur geologi kompleks khususnya sesar naik / sesar turun.

E.2 Cepat Rambat Gelombang Tsunami dan Hubungannya dengan Proses

Evakuasi Tsunami

Kecepatan evakuasi para pengungsi adalah masukan yang sangat penting

untuk model evakuasi mikroskopis. Kecepatan evakuasi sangat bergantung pada

waktu terjadinya tsunami setelah terjadinya gempa hingga gelombang menyentuh

garis pantai. Sebagai ilustrasi, ketika waktu sampainya gelombang tsunami 20

menit, maka waktu maksimal masyarakat yang mengungsi atau mencari tempat

berlindung adalah kurang dari 20 menit, sehingga sebaiknya tempat berlindung

atau escape building tsunami yang tersedia harus mampu dijangkau dalam waktu

20 menit oleh masyarakat yang berada paling jauh dari escape building. tersebut

dalam wilayah layanan evakuasi tertentu. Dengan demikian, perencanaan lokasi

escape building tsunami harus meninjau waktu berjalan saat evakuasi, jarak

terjauh evakuasi dan juga waktu rambat gelombang tsunami yang terjadi.

Sampai saat ini, belum ada standar internasional yang dapat digunakan

sebagai panduan untuk menentukan kecepatan berjalan pengungsi, karena

kecepatan berjalan selama evakuasi berbeda-beda tergantung sebagian besar pada

usia, kekuatan fisik, keadaan kesehatan dan tingkat cacat. Namun, sulit untuk

mempertimbangkan semua kemungkinan perbedaan dalam penyelidikan saat ini.

Banyak upaya penelitian telah membahas masalah kecepatan berjalan orang, tapi

kebanyakan dari mereka mengukur kecepatan pejalan kaki saat mereka berjalan di

penyeberangan atau di persimpangan di perkotaan. Potangaroa (2008)

menyelidiki gerakan berjalan orang berdasarkan video yang diambil saat tsunami

Aceh tahun 2004, dan menyarankan tiga kategori pengungsi berdasarkan

kecepatan mereka berjalan.

6

Page 7: mitigsi bencana

Tabel 1. Kategori kecepatan orang berjalan selama evakuasi tsunami

Kondisi Berjalan

Kecepatan

Evakuasi

Meter/detik

Seseorang dengan anak (A person with a child) 1.5

Orang tua bergerak bebas ( An independent elder person) 1.0-1.5

Orang tua sudah ketergantungan ( A dependent elderly

person)

1.0

Sumber : Potangaroa (2008)

Selain Potangaroa (2008), ada banyak yang meneliti tentang hubungan

orang berjalan dengan proses evakuasi tsunami. Menurut Diposaptono dan

Budiman (2005), ancaman tsunami dapat dikelompokkan menjadi dua macam,

yaitu jarak dekat (local field atau near field tsunami) dan jarak jauh (far field

tsunami). Kejadian tsunami di Indonesia umumnya berupa tsunami jarak dekat

dengan lama waktu antara 10 s/d 20 menit setelah kejadian gempa. Menurut

Edward (1992) bila beberapa orang berjalan bergerombol, maka kecepatan rata-

ratanya adalah 1,14 meter/detik (68,4 m/menit). Ahli joging, Dr.George Sheehan

dalam bukunya mendefinisikan bahwa joging adalah aktifitas berlari dengan

kecepatan dibawah 6 mil/jam (9.7 km/jam) atau sama dengan 1 km membutuhkan

waktu 6.2 menit. Jika kecepatan gelombang tsunami ini dihubungkan dengan

kecepatan berjalan ataupun berlarinya manusia, tentu saja akan dapat ditentukan

berapa lama waktu dan jarak yang dibutuhkan untuk korban bencana tsunami bisa

menyelamatkan diri menuju daerah evakuasi dan tempat/gedung tinggi.

Dalam penelitian ini, diasumsikan bahwa penduduk melakukan evakuasi

hanya dengan berjalan kaki dan penyebaran penduduk dianggap merata. Artinya,

evaluasi yang dilakukan berdasarkan jarak terjauh dalam wilayah layanan tertentu,

sehingga jarak antara pusat aktivitas perduduk seperti sekolah, pasar, ataupun

tempat kerja, menuju escape building tidak diperhitungkan.

7

Page 8: mitigsi bencana

E.3 Escape building Evakuasi Tsunami

Mengantisipasi tsunami tidak hanya sekedar mengetahui akan terjadinya

bencana ini. Hal yang paling penting adalah mengupayakan bagaimana cara untuk

meminimalkan jumlah korban jiwa dan kerugian lainnya. Salah satu cara adalah

dengan mengevakuasi penduduk sekitar ke daerah yang aman dari dampak

tsunami tersebut, dan menentukan daerah yang aman sebagai tempat perlindungan

(escape building) dari bahaya tsunami. Menurut Khalifatullah (2013) dalam

jurnalnya menyebutkan, ada tiga jenis zona aman dalam rencana pencegahan

bencana antara lain :

1. Tempat tinggal permanen

Penampungan permanen dibangun sebagai gedung baru harus berlokasi dekat

konsentrasi orang banyak sehingga orang di daerah mana pun mereka dapat

hidup berlindung dan aman dari gelombang tsunami.

2. Tempat penampungan sementara

Penampungan sementara adalah bangunan yang ada di kota namun jumlah

masih mungkin dan cukup kuat untuk menerima dari orang di dalamnya

3. Zona Evakuasi

Zona evakuasi dapat berupa lapangan ataupun daerah outdoor. Zona evakuasi

merupakan tempat pengungsian setelah terjadi tsunami dan juga biasanya

zona ini merupakan zona yang paling aman terhadap bahaya gelombang

tsunami.

Bangunan yang dapat digunakan sebagai tempat penampungan

sementara seperti rumah dengan dua lantai tingkat, sekolah, gedung-gedung

pemerintah, masjid, dan banyak lagi, tetapi bangunan yang harus diperhatikan

dalam kekuatan bangunan untuk menerima beban sebagai tempat penampungan.

Analisis bangunan escape building adalah mengidentifikasi bangunan yang

berpotensi sebagai escape building (tempat aman sementara) dengan ketentuan

selain tahan terhadap gempa, bangunan tersebut memiliki ketinggian yang aman

dari rayapan gelombang tsunami, misalnya saja bangunan yang memiliki lantai

lebih dari satu. Escape building bisa berupa bangunan penting ataupun bangunan

8

Page 9: mitigsi bencana

tidak penting. Bangunan penting bisa berupa sarana publik seperti bangunan

sekolah, kantor pemerintahan, sarana kesehatan, pasar, sarana peribadatan dan

lain-lain. Sedangkan bangunan tidak penting dapat berupa rumah penduduk yang

memiliki lantai lebih dari satu. Namun bangunan rumah bersifat pribadi sehingga

bangunan yang lebih diutamakan menjadi escape building berupa bangunan

sarana publik. Bangunan yang berpotensi menjadi escape building selanjutnya

akan dinilai kelayakannya. Tingkat kelayakan bangunan escape building dinilai

berdasarkan kearifan lokal seperti variabel lokasi bangunan yang strategis,

ketinggian bangunan yang akan dinilai berdasarkan jumlah lantai, volume

bangunan yang akan dinilai berdasarkan daya tampung/luas bangunan, dan jenis

bangunan.

Selain menggunakan nilai kearifan lokal seperti menggunakan

bangunan yang sudah ada sebagai escape building tsunami, juga dapat

membangun bangunan yang berfungsi khusus untuk evakuasi sementara korban

tsunami atau biasa disebut dengan Escape Building.

Merencanakan pembangunan escape building juga tidak bisa terlepas

dari berbagai macam syarat dan kriteria agar bangunan dapat berfungsi seperti

yang telah direncanakan. Salah satu contoh escape building yang telah dibangun

pemerintah yang bekerjasama dengan pemerintah Jepang adalah escape building

yang terletak di Gampong Lambung, Kota Banda Aceh, dan dapat dilihat pada

Gambar 3.

Pada escape building ini, hanya lantai 3, 4 dan seterusnya yang

difungsikan atau dapat menampung masyarakat untuk menyelamatkan diri. Pada

lantai 1 dan 2 dipersiapkan sebagai tempat lewatnya aliran tsunami yang melanda

deaerah tersebut.

9

Page 10: mitigsi bencana

Gambar 3 Escape building Gampong Lambung, Banda AcehSumber : Survey lapangan, 26 September 2014

E.3 Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia

Sebagai langkah awal upaya menimalkan korban jiwa akibat bencana

tsunami, pemerintah bersama berbagai institusi dalam negeri dan juga

bekerjasama dengan beberapa negara membuat sebuah system peringatan dini

terhadap bahaya bencana tsunami yang sering disebut dengan InaTEWS

(Indonesia Tsunami Early Warning System).

Konsep dasar yang dianut dalam pembangunan InaTEWS berasal dari

International Tsunami Information Center (ITIC) yakni bahwa untuk membangun

dari ujung sampai ke ujung Tsunami Early Warning System digunakan pola

segitiga yang mana titik-titik sudutnya adalah komponen dari system tersebut.

Komponen dalam system yang dimaksud, meliputi :

1. Komponen operasional

Menangani kegiatan-kegiatan pemantauan, pengolahan, analisa, penyiapan

dan disiminasi warning tsunami.

2. Komponen mitigasi dan tanggap darurat

Melaksanakan tanggap darurat terhadap kejadian bencana dan mitigiasi

melalui: pendidikan dan peningkatan kesiapsiagaan masyarakat, penyiapan

10

Page 11: mitigsi bencana

tempat perlindungan, jalur penyelamatan, peta, logistik, pelatihan lapangan

dan lain-lain.

3. Komponen pembangunan dan kapasitas

Memberikan dukungan melalui kajian, penelitian, uji coba terhadap komponen

1 dan 2 beserta peningkatan kapasitas SDM.

Pada dasarnya system peringatan dini tsunami Indonesia (InaTEWS)

memiliki beberapa instrument penting, mulai dari peralatan deteksi, jalur

komunikasi sebagai media pengiriman informasi, dan peralatan penerima

informasi.

Sebagai ilustrasi system peringatan dini tsunami Indosesia dapat dilihat

pada gambar 4. Sumber gempa besar umumnya terletak di daerah subduksi yang

merupakan pertemuan antara lempeng tektonik Samudera dan lempeng daratan.

Untuk mendeteksi gempa bumi diperlukan jaringan pengataman darat yakni

seismik dan jaringan GPS, yang dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6, untuk

mendeteksi tsunami diperlukan jaringan pengamatan laut, yakni pasang surut (tide

gauges) dan buoys, yang dapat dilihat pada gambar 7 dan 8. Data rekaman

pengamatan darat dan laut dikirimkan ke Pusat Monitoring Nasional melalui

komunikasi Satelit. Pada saat gempa bumi terjadi, gelombang gempa bumi

menjalar melalui lapisan dalam bumi dan direkam oleh jaringan Seismograph.

Rekaman gempa bumi digunakan untuk menentukan lokasi dan kekuatan sumber

gempa bumi. Apabila hasil analisa menunjukan bahwa parameter gempa bumi

yang terjadi memenuhi kriteria berpotensi menimbulkan tsunami (lokasi dilaut,

magnitude > 7,0SR dan kedalaman < 70 km) maka National/ Regional Tsunami

Warning Center (NTWC / RTWC) akan mengeluarkan dan menyebarkan

peringantan potensi tsunami terutama ke institusi interface yang selanjutnya akan

menindaklanjuti dengan penyebaran melalui berbagai media termasuk aktivasi

sirine. Warning potensi tsunami ditindaklanjuti dengan konfirmasi terjadinya

tsunami berdasarkan data hasil deteksi tsunami oleh sensor Buoys ataupun Tide

Gauge.

11

Page 12: mitigsi bencana

Gambar 4. Desain kinerja InaTEWSSumber : InaTEWS - BMKG

Gambar 5. Stasiun seismikSumber : InaTEWS – BMKG

12

Page 13: mitigsi bencana

Gambar 6. Stasiun GPSSumber : InaTEWS – BMKG

Gambar 7. Stasiun Tide Gauge SadengSumber : InaTEWS - BMKG

Gambar 8. Buoy Sumber : InaTEWS - BMKG

13

Page 14: mitigsi bencana

E.4 Sistem Informasi Geografis SIG

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem informasi berbasis

komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi

geografis (Aronoff, 1989). Dan secara umum, pengertian SIG adalah Suatu

komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan

sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk memasukan,

menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi,

mengintegrasikan, menganalisa dan menampilkan data dalam suatu informasi

berbasis geografis (GIS Konsorsium Aceh-Nias 2007)

SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada

suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya

memetakan hasilnya. Data yang akan diolah pada SIG merupakan data spasial

yaitu sebuah data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang

memiliki sistem koordinat tertentu, sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi

SIG dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti; lokasi, kondisi, trend, pola dan

pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi

lainnya. Beberapar tools ArcGIS yang dipakai dalam penelitian ini yaitu clip,

calculate area, servis area analysis.

a. Clip

Clip terdapat dalam extract extension merupakan sebuah tool untuk

memisahkan / memotong polygon berdasarkan bentuk dari polygon lainnya.

b. Calculate Area

Calculate area terdapat dalam spatial statistics extension merupakan sebuah

tool untuk menghitung luas area dari suatu polygon.

c. Service Area Analysis

Network analisys adalah metode yang bisa digunakan untuk pemecahan

masalah jaringan seperti transversability, laju aliran atau kapasitas. Salah satu

hasil pengembangan yang paling dikenal adalah ditemukannya network analyst

yang dirilis oleh ESRI (Environmental Systems Research Institute). Penelitian ini

akan memanfaatkan ESRI ArcGIS sebagai tool untuk pemodelannya dalam basis

14

Page 15: mitigsi bencana

desktop. Network analyst extension pada ArcGIS adalah perangkat lunak yang

sangat handal yang menyediakan fasilitas analisis spasial yang berbasis analisis

jaringan, diantaranya adalah analisis routing, travel directions, closest facility, dan

analisis service area. ArcGIS Network Analyst bisa digunakan untuk pemodelan

lalu lintas pada kondisi darurat dalam situasi yang dinamis diantaranya adalah

pembatasan kecepatan, pengaturan arah, pembatasan ketinggian dan kondisi lalu

lintas pada setiap waktu yang berbeda. Network Analyst juga bisa digunakan

untuk analisis jaringan untuk berbagai jenis aplikasi diantaranya perencanaan

transportasi, pemilihan rute terbaik, pemilihan fasilitas terdekat pada kondisi

darurat dan identifikasi service area di sekitar lokasi fasilitas (ESRI, 2008).

Dalam network analysis ArcGIS terdapat tools service area. Studi ini

mendefinisikan service area sebagai area minimal dimana penduduk dapat

mencapai escape building evakuasi yang terdekat dari tempat tinggalnya dengan

berjalan kaki dalam durasi waktu evakuasi (clearance time). Waktu evakuasi

dalam studi ini didefinisikan sebagai waktu minimal dimulai sejak

dikumandangkannya peringatan dini akan adanya tsunami secara resmi oleh

pemerintah hingga sampainya gelombang tsunami yang pertama di garis pantai.

Service area digunakan untuk menentukan wilayah yang mencakup semua jalan

dapat diakses (jalan-jalan yang terletak dalam impedansi yang ditentukan).

Dengan menggunakan ArcGIS network analyst, service area di setiap

lokasi di dalam jaringan bisa dianalisis. Service area dalam suatu jaringan adalah

suatu daerah yang meliputi seluruh jalan yang bisa diakses yang berada di dalam

batas area yang dispesifikkan.

F. METODOLOGI

F.1 Prosedur penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini, ada beberapa tahapan yang dilakukan

untuk mempermudah dalam pelaksanaan pengkajian dan analisa, diantaranya

dimulai dengan studi literatur, pencarian data (UPTB-GIS Bappeda Banda Aceh),

15

Page 16: mitigsi bencana

persiapan data, proses analisis dengan program ArcGIS, menarik kesimpulan, dan

memberikan rekomendasi.

F.2 Data yang diperlukan

Studi penelitian ini memerlukan data yang didapat dari survey lapangan

dan bantuan data dari instansi terkait. Proses pengambilan data adalah dengan

meminta data langsung ke instansi terkait di wilayah tinjauan penelitian. Adapun

data umum yang diperlukan data spasial dan non spasial.

Untuk data spasial yang diperlukan Antara lain :

1. Data Inundation Tsunami atau Peta Resiko Rendaman Tsunami

2. Data jaringan jalan kota Banda Aceh yang telah berformat shape file (.shp)

3. Data eksisting escape building evakuasi tsunami atau tempat evakuasi

sementara (TES) tsunami kota Banda Aceh format shape file (.shp)

Sedangkan data non-spasial yang diperlukan anatara lain :

1. Data kepadatan penduduk kota Banda Aceh

2. Data luas wilayah kota Banda Aceh

F.3 Pelaksanaan penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu:

1. Pengumpulan data spasial dan non-spasial

2. Penyiapan data spasial dan non-spasial

3. Melakukan analisis data dengan menggunakan aplikasi ArsGIS

4. Menarik kesimpulan dan membuat rekomendasi

F.4 Analisis data

Setelah didapatkan data-data yang diperlukan, dilanjutkan dengan

menganalisa data. Analisa dalam penelitian ini meliputi persiapan data dan analisa

waktu evakuasi.

1. Persiapan data

Persiapan data merupakan tahapan dalam analisis escape building evakuasi

tsunami menggunakan ArcGIS. Persiapan data meliputi memasukkan data-

data yang telah berformat shape file, seperti data jaringan jalan dan peta resiko

16

Page 17: mitigsi bencana

tsunami kota Banda Aceh. Setelah data sudah berada dalam aplikasi ArcGIS,

dilanjutkan dengan melakukan analisis terhadap data tersebut, seperti

melakukan analisis service area melalui tools network analyst dan kemudian

dilanjutkan dengan melakukan calculate area. Dalam proses tersebut juga

dilakukan input data seperti data jarak terjauh untuk evakuasi, baik pada

kondisi escape building eksisting, maupun juga skenario

2. Analisa waktu evakuasi

Proses evakuasi tsunami merupakan suatu proses yang kompleks, dimana

proses ini bertujuan untuk menyelamatkan seluruh warga pada saat keadaan

darurat, dalam hal ini adalah saat peristiwa tsunami. Analisa waktu evakuasi

dilakukan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan dalam proses evakuasi

tsunami hingga ke escape building yang telah di tetapkan.

a. Waktu datang gelombang

Waktu datang gelombang tsunami berbeda-beda di setiap titik. Menurut

Murat Saatcioglu, dkk, (2005), menyebutkan bahwa waktu datangnya

gelombang hingga ke Banda Aceh adalah 15 menit, dengan ketinggian di

laut dalam sebesar 60 cm dan kecepatan 500-600 km/hr, dan ketinggian di

laut dangkal mencapai hingga 20-30 m dengan kecepatan 10 km/hr.

berdasarkan penelitian tersebut, penelitian ini mengasumsikan waktu

datang gelombang tsunami adalah 15 menit.

b. Asusmsi waktu Publikasi EWS tersebar di media local

Ina-TEWS mampu memberikan peringatan dini tsunami dalam waktu 5

menit setelah kejadian gempa bumi yang berpotensi membangkitkan

tsunami.

c. Asumsi kecepatan berjalan saat evakuasi

Dari teori cepat rambat gelombangtsunami dan hubungannya dengan

proses evakuasi tsunami sebelumnya, dapat diasumsikan bahwa kecepatan

berjalan saat evakuasi diambil 1.0 m/detik atau 3.6 km/jam.

d. Jarak terjauh evakuasi

Waktu yang tersedia untuk evakuasi tsunami bergantung pada kemampuan

BMKG dalam memprediksi terjadinya tsunami setelah terjadinya gempa.

17

Page 18: mitigsi bencana

Semakin lama waktu prediksi tsunami, maka semakin kecil waktu yang

tersedia untuk evakuasi. Waktu yang tersedia untuk evakuasi tsunami

adalah waktu datang gelombang tsunami dikurangi dengan waktu

publikasi EWS (Khalifatullah, 2013).

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa waktu datang gelombang

tsunami sampai garis pantai kota Banda Aceh sangat kecil, yaitu 15 menit

(berdasarkan kejadian tsunami Aceh 26 Desember 2004). Penelitian ini

mengasumsikan 4 skenario waktu respon penduduk seperti yang dapat dilihat

pada Tabel 2.

Tabel 2. Skenario waktu respon penduduk saat terjadinya tsunami

Skenario Waktu datang Gelombang Tsunami

Waktu Publikasi EWS

Waktu Respon Evakuasi Penduduk

Skenario 1 15 menit 0 menit 15 menit

Skenario 2 15 menit 3 menit 12 menit

Skenario 3 15 menit 6 menit 9 menit

Skenario 4 15 menit 9 menit 6 menit

Pada skenario 1, diasumsikan bahwa penduduk melakukan evakuasi sesaat

setelah terjadinya tsunami, dan tidak memperhitungkan waktu publikasi EWS.

Artinya pada saat terjadinya tsunami penduduk langsung mengevakuasikan

diri menuju escape building. Asumsi tersebut dapat terjadi karena faktor

pengalaman penduduk saat terjadi gempa dan tsunami 26 Desember 2004.

Pada skenario 2, diasumsikan sistem EWS sudah berfungsi sangat baik dan

hanya memerlukan 3 menit untuk mengeluarkan peringatan mengungsi,

sehingga penduduk melakukan evakuasi sesaat setelah menerima peringatan

untuk evakuasi dan memiliki waktu selama 12 menit untuk evakuasi.

Pada skenario 3, diasumsikan sistem EWS belum bekerja secara optimal

sehingga EWS memerlukan waktu 6 menit untuk mengeluarkan peringatan

mengungsi. Dengan demikian, penduduk melakukan evakuasi sesaat setelah

18

Page 19: mitigsi bencana

menerima peringatan evakuasi dan hanya memiliki waktu 9 menit untuk

evakuasi

Pada skenario 4, diasumsikan sistem EWS tidak bekerja dengan baik sehingga

memerlukan waktu yang lama, yaitu selama 9 menit untuk mengeluarkan

peringatan mengungsi. Dengan demikian, waktu yang tersisa bagi penduduk

untuk melakukan evakuasi adalah 6 menit. Berdasarkan asumsi tersebut,

skenario 4 merupakan skenario terburuk dengan asumsi waktu evakuasi yang

sangat kecil dibandingkan dengan skenario 1, 2 dan 3.

19

Page 20: mitigsi bencana

F.5 Bagan alir Metodologi

20

Mulai

Pengumpulan Data

Data Spasial Data Non-Spasial

Analisis Data

Digitasi Peta Prediksi Waktu Evakuasi

Database jaringan jalan

Analisa Jaringan (Network Analysis)

Evaluasi Escape building Eksisting

Alternatif Perencanaan Escape building

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar. 9 Bagan alir

Page 21: mitigsi bencana

G. JADWAL RENCANA PELAKSANAAN PENELITIAN

Pelaksanaan penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan selama 6 (enam)

bulan atau lebih cepat, dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 2. Jadwal Rencana Pelaksanaan Tugas Akhir

1 Studi Literatur

2 Pengambilan Data

3 Persiapan Data

4 Pengolahan Data

5 Penulisan Laporan Penelitian

6 Seminar Hasil

AprilBulan

KegiatanNo.November Desember Januari Februari Maret

H. DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, 2013, Banda Aceh Dalam Angka (Banda Aceh In Figure) 2013, Banda Aceh: BPS.

BMKG, 2010, InaTEWS; Konsep dan Implementasi, Jakarta, BMKGFauzi.A, et al., 2013, Tsunami, Yogyakarta, Universitas Jogjakarta.Geospasial BNPB. (2009). Peta Ancaman Bencana Tsunami di Indonesia.

http://geospasial.bnpb.go.id/2010/02/19/peta-indeks-ancaman-bencana-tsunami-di-indonesia, diakses pada 12 September 2014.

GIS Konsorsium Aceh Nias, 2007, Modul Pelatihan ArcGIS Tingkat Dasar, Banda Aceh, Staf Pemerintahan Kota Banda Aceh

Khalifatullah. E, et al, 2013, Kajian Konfigurasi Escape building Untuk Evakuasi Terhadap Bencana Tsunami Di Kota Pacitan,Tesis Program Sarjana [online], Available at:

Potangaroa, R. (2008). Development of seismic strengthing options for housing - lessons from 2004,CARE (Canada) Banda Aceh Reconstruction Programme Seminar 

Saatcioglu.M, et al, 2005, Effects Of The December 26, 2004 Sumatra Earthquake And Tsunami On Physical Infrastructure [online], Available at; http://home.iitk.ac.in/~vinaykg/Iset457.pdf [accesed in 9 November 2014]

21

Page 22: mitigsi bencana

Sutikno, Sigit. (2012). Evacuation Risk Analysis against Tsunami Hazard Based on Spatial and Network analysis on GIS.

Sarwidi, 2012, Peran Teknik Sipil Dalam Penanggulangan Bencana Alam, Yogyakarta, Universitas Islam Indonesia.

Winarno.J, Mitigasi Bencana Tsunami Di Wilayah Pesisir Lampung, Bandar Lampung, Universitas Lampung.

22