misoprostol

18
BAB I PENDAHULUAN Misoprostol adalah analog prostaglandin E1 sintetis yang telah disahkan oleh FDA sejak tahun 1985. Sebagai analog prostaglandin E1 sintetis, misoprostol bersifat uterotonika dan memiliki efek dalam pelebaran serviks. Terdapat banyak artikel ilmiah yang telah diterbitkan di beberapa jurnal yang menunjukkan manfaat misoprostol di bidang obstetri dan ginekologi. Di antara manfaat tersebut adalah untuk terminasi kehamilan, induksi persalinan penatalaksanaan kala tiga persalinan dan penatalaksanaan perdarahan pasca persalinan. Penggunaan misoprostol untuk keadaan tersebut tidak diindikasikan pada kemasan obat (off-label). Di Indonesia, misoprostol sudah banyak digunakan dalam praktik kebidanan, baik untuk terminasi kehamilan, induksi persalinan maupun penatalaksanaan perdarahan pasca persalinan. 1

Upload: merdalis-nurlivia

Post on 15-Sep-2015

58 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

miso

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Misoprostol adalah analog prostaglandin E1 sintetis yang telah disahkan oleh FDA sejak tahun 1985. Sebagai analog prostaglandin E1 sintetis, misoprostol bersifat uterotonika dan memiliki efek dalam pelebaran serviks. Terdapat banyak artikel ilmiah yang telah diterbitkan di beberapa jurnal yang menunjukkan manfaat misoprostol di bidang obstetri dan ginekologi. Di antara manfaat tersebut adalah untuk terminasi kehamilan, induksi persalinan penatalaksanaan kala tiga persalinan dan penatalaksanaan perdarahan pasca persalinan. Penggunaan misoprostol untuk keadaan tersebut tidak diindikasikan pada kemasan obat (off-label).Di Indonesia, misoprostol sudah banyak digunakan dalam praktik kebidanan, baik untuk terminasi kehamilan, induksi persalinan maupun penatalaksanaan perdarahan pasca persalinan.

BAB IIFARMAKOLOGI MISOPROSTOL

Misoprostol merupakan obat yang telah disahkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan di Amerika Serikat (Food and Drug Administration/FDA) sejak tahun 1985 dan diindikasikan untuk mencegah ulkus lambung akibat penggunaan obat anti inflamasi non steroid.3.1 DeskripsiMisoprostol merupakan analog prostaglandin E1 sintetik yang dipasarkan dalam dua bentuk sediaan yaitu tablet 100 g dan 200 g. Nama kimianya adalah Methyl 7-{3- hydroxy-2-[(E)-4-hydroxy-4-methyloct-1-enyl]-5-oxocyclopentyl} heptanoate, dengan berat molekul 382,5 g/mol. Misoprostol bersifat stabil dan larut dalam air. Formula empirisnya adalah C22H38O5. Struktur kimia misoprostol adalah sebagai berikut :

Gambar 1 : Struktur kimia misoprostolIndikasi misoprostol adalah untuk pencegahan dan pengobatan ulkus lambung akibat pemakaian antiinflamasi non steroid. Indikasi ini didasarkan pada efeknya yang merangsang sintesis mukus dan bikarbonat di lambung dan mengurangi produksi asam lambung. Pada organ reproduksi wanita, prostaglandin E1 merangsang kontraksi uterus. Sensitivitas uterus meningkat dengan bertambahnya usia kehamilan. Pada serviks, misoprostol menyebabkan peningkatan aktivitas kolagenase dan mengubah komposisi proteoglikan sehingga menyebabkan pelembutan dan penipisan serviks. Di bidang obstetri-ginekologi, efek ini dimanfaatkan untuk aborsi elektif, induksi persalinan, dan untuk evakuasi uterus dalam kasus kematian janin intrauterin. Efek kontraksi uterus juga bermanfaat untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum. Walaupun tidak satupun dari indikasi obstetri ini yang telah diakui oleh FDA, namun pemakaian off-label dapat dibenarkan dalam kondisi tertentu. Efek samping yang sering terjadi setelah pemakaian misoprostol antara lain mual, muntah, diare, kramp perut, demam, menggigil. Penggunaan misoprostol untuk terapi ulkus peptikum dikontraindikasikan pada wanita hamil. Meskipun jarang, misoprostol dapat menimbulkan kelainan kongenital yang serius, diantaranya Sindroma Mobius.

3.2 FarmakokinetikMisoprostol dapat diberikan secara oral, sublingual, vaginal maupun rektal. Misoprostol sangat mudah diserap, dan menjalani de-esterifikasi cepat menjadi asam bebas, yang berperan dalam aktivitas kliniknya dan tidak seperti senyawa asalnya, metabolit aktifnya ini dapat dideteksi di dalam plasma. Rantai samping alfa dari asam misoprostol menjalani oksidasi beta dan rantai samping beta menjalani oksidasi omega yang diikuti dengan reduksi keton untuk menghasilkan analog prostaglandin F. Pada keadaan normal, misoprostol dengan cepat diabsorbsi setelah pemberian secara oral. Konsentrasi asam misoprostol didalam plasma mencapai puncak setelah kira-kira 30 menit dan akan menurun dengan cepat. Bioavailibilitas misoprostol menurun apabila diberikan bersamaan dengan makanan atau pada pemberian antasid. Setelah pemberian per oral, asam misoprostol mencapai kadar puncak (Tmaks) setelah 3 menit dengan waktu paruh 20-40 menit. Misoprostol terutama mengalami metabolisme di hati tetapi tidak menginduksi sistem enzim sitokrom hepatik P-450 sehingga interaksinya dengan obat-obat lain dapat diabaikan. Misoprostol diekskresikan melalui ginjal sekitar 80% dan melalui feses 15%. Sekitar 1% dari metabolit aktif akan diekskresikan juga di dalam urin.Pada semua rute pemberian, absorbsi terjadi sangat cepat, tetapi yang paling cepat bila misoprostol diberikan secara oral (mencapai konsentrasi puncak setelah 12 menit, waktu paruh 20-30 menit). Misoprostol yang diberikan melalui vagina atau 8 sublingual membutuhkan waktu lebih lama untuk bekerja, memiliki nilai puncak lebih rendah (konsentrasi puncak setelah 60 menit), tetapi efeknya lebih menetap. Jika misoprostol diberikan pervaginam, maka efek pada saluran reproduksi akan meningkat sedangkan di saluran cerna akan menurun. Jika tablet misoprostol diletakkan di forniks posterior vagina, konsentrasi asam misoprostol di dalam plasma mencapai puncak setelah dua jam dan menurun dengan perlahan. Pemberian misoprostol lewat vagina menimbulkan konsentrasi asam misoprostol dalam plasma secara perlahan meningkat dan nilai puncaknya juga lebih rendah bila dibandingkan pemberian secara oral, tetapi secara keseluruhan pengaruh obat lebih tinggi. Misoprostol dapat diberikan secara oral, sublingual, per vaginam maupun per rektal dan telah diketahui bioavalibiltas-nya berbeda-beda. Kondisi ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai kondisi klinis yang berbeda.

BAB IIIPENGGUNAAN MISOPROSTOL DALAM KEHAMILANPada kemasan obat terbaru terdapat peringatan bahwa misoprostol dikontraindikasikan pada kehamilan karena memiliki efek abortus. Namun demikian pada beberapa keadaan, penggunaan misoprostol untuk terapi medis yang tepat, rasional dan diterima. Peresepan obat untuk indikasi yang belum disahkan ini sering dilakukan untuk terapi pada wanita hamil dan tidak dianggap sebaZXgai percobaan karena telah didasarkan pada bukti-bukti ilmiah yang ada. Misoprostol merupakan stimulator kontraksi uterus pada kehamilan lanjut yang sangat kuat dan dapat menyebabkan kematian janin serta ruptur uterus jika digunakan dalam dosis yang tinggi. Oleh karena itu, pemakaiannya harus mengikuti dosis yang dianjurkan dan tidak melebihi dosis tersebut. Misoprostol dapat diberikan secara oral, dibawah lidah (sublingual), vaginal atau rektal. Bioavalibilitas untuk masing-masing cara pemberian berbeda sehingga dosis yang tepat harus dengan cara pemberian yang tepat. Misoprostol vaginal dosis tunggal aman diberikan untuk menyebabkan kontraksi uterus di berbagai usia kehamilan. Untuk kehamilan trimester I : dosis 800 g selama 24 jam dapat dengan aman digunakan. Untuk kehamilan trimester II : dosis 200 g selama 12 jam umum digunakan, sementara untuk usia kehamilan diatas 24 minggu dosisnya biasanya adalah 25 g setiap 6 jam. Jika menggunakan dosis yang lebih tinggi dari dosis diatas, akan terjadi rangsangan uterus yang berlebihan sehingga dapat menyebabkan terjadinya ruptur uteri atau gawat janin. Penggunaan misoprostol mengakibatkan beberapa efek samping, namun efek samping yang bermakna tidak ditemukan pada bidang hematologi, endokrin, biokimia, imunologi, oftalmologi, respiratorik, kardiovaskular maupun faktor pembekuan darah. Efek samping utama yang banyak dilaporkan adalah diare (4.1%) namun biasanya ringan dan sembuh dengan sendirinya. Mual dan muntah juga sering terjadi (10,2%) dan akan menghilang dalam 2 hingga 6 jam. Efek samping lain yang banyak dilaporkan adalah menggigil (17,3%), nyeri abdomen/kram perut (79,6%), nyeri kepala (7,1%), demam, dan kulit kemerahan. Kram perut pada induksi abortus seringkali dirasakan lebih berat dibandingkan nyeri pada saat haid. Pemberian analgetik oral dan mengurangi rasa nyeri abdomen. Pemakaian misoprostol di bidang obstetri dan ginekologi pada umumnya direkomendasikan pada daerah di mana uterotonika atau prostaglandin tidak tersedia atau terlalu mahal. Pada daerah dengan sumber daya terbatas, keamanan pemakaian misoprostol hendaknya diperbandingkan dengan metode aborsi yang tidak aman seperti ramuan herbal, insersi benda asing atau trauma yang disengaja.Efek teratogenik misoprostol pada manusia umumnya terjadi pada percobaan aborsi yang gagal. Diduga kontraksi uterus akibat pemakaian misoprostol menyebabkan perdarahan pada janin dan pada plasenta sehingga mengurangi suplai darah dan mengakibatkan hipoksia dan hipoperfusi plasenta, yang berakhir pada kelainan bawaan. Berbagai kelainan dapat terjadi, yang amat terkenal adalah Sindroma Mobius berupa paralisis nervus fasialis bilateral dan keterlibatan nervi kranialis lain (nervus V, VI, dan XII, dan jarang-jarang nervus III dan IV). Kelainan ekstremitas yang paling sering adalah berupa ekuinovarus, dan hilangnya jari-jari yang terjadi pada sekitar 40% kasus, 25% lainnya berupa kelainan ekstremitas atas. Dua per lima dari kasus (40,6%) melibatkan kelainan genitalia, mata, dan palatum. Penelitian pada hewan memberi efek yang bervariasi. Sebagian studi melaporkan bahwa misoprostol tidak menunjukkan efek teratogenik pada tikus dan kelinci sampai pemberian 600 kali dosis maksimal pada manusia. Namun studi lain melaporkan adanya kelainan berupa spina bifida, defek vertebra bagian kaudal, hernia umbilikalis, dan gastroskizis.Sampai saat ini dosis letal misoprostol masih belum diketahui, namun dilaporkan pemberian misoprostol hingga dosis kumulatif 2200 g dalam waktu lebih dari 12 jam, dapat ditoleransi oleh wanita hamil tanpa ada efek samping yang serius.

4.1 Penggunaan Misoprostol pada Kehamilan Trimester IDosis misoprostol yang dianjurkan untuk terminasi kehamilan pada trimester pertama adalah 800 g pervaginam dan dapat diulang hingga 3 kali dengan interval 24 sampai 48 jam. Sekitar 85 94% mengalami abortus komplit. Efek samping yang sering dijumpai adalah mual, muntah, nyeri panggul dan pada beberapa kasus dapat dijumpai perdarahan hingga membutuhkan tranfusi. Efek samping ini berkaitan dengan dosis yang lebih tinggi dan interval pemberian yang lebih pendek. Pada penelitian tersebut, pemberian misoprostol dilakukan oleh tenaga kesehatan, dan pasien diminta menunggu 3 jam setelah misoprostol dimasukkan. Jika tidak terjadi aborsi atau terjadi abortus inkomplit, pasien diinstruksikan untuk memasukkan dosis misoprostol tambahan 800 g pervaginam setiap 24 jam maksimal 3 kali pada malam hari. Selanjutnya, pasien diminta kontrol untuk dilakukan pemeriksaan USG. Jika, pada pemeriksaan USG masih ditemukan kantong gestasi atau abortus inkomplit setelah 24 jam, maka pasien dianjurkan untuk menjalani prosedur pembedahan. Oleh karena itu, misoprostol harus diberikan di pusat kesehatan yang dekat dan pemberiannya dilakukan oleh tenaga medis dan harus dapat dilakukan pemantauan apabila pasien dipulangkan.

4.2 Penggunaan Misoprostol Kehamilan Trimester IIAspek penting yang harus diperhatikan dalam melakukan tindakan pengakhiran kehamilan pada trimester kedua, yaitu meminimalisasi efek samping, nyeri dan lama prosedur. Tingkat keberhasilan pada terminasi kehamilan trimester kedua lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat keberhasilan pada terminasi kehamilan trimester pertama, meski dengan dosis yang lebih rendah. Regimen misoprostol yang digunakan adalah misoprostol 400-600 g, dengan interval pengulangan 3-12 jam. Efek samping yang paling sering dijumpai adalah mual, muntah dan nyeri pelvis. Efek ini semakin tinggi dengan meningkatnya dosis dan interval. 4.3 Penggunaan Misoprostol pada Kehamilan Trimester IIIMisoprostol pervaginam lebih efektif dibanding oksitosin untuk induksi persalinan. Namun hiperstimulasi uterus tanpa perubahan denyut jantung janin lebih sering didapatkan pada misoprostol. Tidak ada perbedaan keluaran maternal dan perinatal pada penggunaan oksitosin dan misoprostol.Regimen dosis paling rendah adalah 12.5 g per enam jam hingga 50 g per enam jam. Dosis yang lebih rendah tidak menunjukkan kegagalan bermakna dalam mencapai persalinan pervaginam dalam 24 jam. Terdapat penggunaan oksitosin yang lebih sering pada penggunaan misoprostol dosis yang lebih, namun tidak terdapat perbedaan pada cara persalinan dan frekuensi pewarnaan amnion oleh mekoneum atau efek samping pada ibu. Terdapat lebih sedikit kasus hiperstimulasi uterus dengan atau tanpa perubahan denyut jantung janin.Misoprostol peroral kurang efektif dibandingkan misoprostol pervaginam. Tidak terdapat perbedaan dalam hiperstimulasi uterus dengan perubahan denyut jantung. Tidak ada laporan kasus morbiditas maternal dan neonatal yang berat dengan pemberian misoprostol. Regimen misoprostol peroral kurang efektif dibanding pemberian pervaginam dalam mencapai persalinan pervaginam dalam 24 jam. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa misoprostol yang diberikan secara oral lebih rendah efektivitasnya dan angka hiperstimulasinya dibandingkan pemberian lewat vagina. Jika misoprostol diberikan secara oral, dosisnya tidak boleh melebihi 50 g. Misoprostol ini efektif dan juga lebih aman daripada oksitosin pada ketuban pecah dini serta efektif dalam pembukaan serviks.

4.4. Penggunaan Misoprostol pada Perdarahan Pasca PersalinanFaktor resiko terjadinya perdarahan pasca persalinan diantaranya ialah perpanjangan kala III persalinan, persalinan ganda, episiotomi, bayi besar dan riwayat perdarahan postpartum sebelumnya. Akan tetapi perdarahan pasca persalinan juga dapat terjadi pada kehamilan resiko rendah sehingga semua tenaga kesehatan yang melakukan pertolongan persalinan harus mampu melakukan pencegahan dan pengelolaan perdarahan pasca persalinan.Manajemen Aktif Kala III merupakan cara terbaik untuk mencegah timbulnya perdarahan pasca persalinan. Rumah sakit yang telah memasukkan praktek ini dalam prosedur tetapnya mendapatkan adanya penurunan bermakna kejadian perdarahan pasca persalinan yang hebat. Manajemen Aktif Kala III meliputi :a. Pemberian uterotonika segera setelah bahu bayi lahir.Pemberian oksitosin dapat menurunkan kejadian perdarahan pasca persalinan sampai dengan 40%. Oksitosin merupakan obat pilihan untuk pencegahan perdarahan pasca persalinan karena mempunyai effektivitas yang sama dengan ergot alkaloid dan prostaglandin tetapi dengan effek samping yang lebih rendah. Misoprostol juga dapat berperan pada pencegahan pasca persalinan bila oksitosin tidak tersedia, meskipun misoprostol mempunyai efek samping lebih besar tetapi murah, stabil terhadap panas dan cahaya dan tidak memerlukan alat suntik.

b. Penarikan tali pusat terkendali.Penarikan tali pusat terkendali terbukti dapat menurunkan kejadian perdarahan pasca persalinan sampai dengan 68% dibandingkan dengan tindakan membiarkan plasenta terlepas spontan. Penjepitan dan pemotongan tali pusat segera. Penjepitan dan pemotongan tali pusat segera setelah bayi lahir saat ini mulai banyak ditinggalkan. Penundaan penjepitan dan pemotongan tali pusat selama 60 detik dapat meningkatkan cadangan besi dan mengurangi anemia pada bayi, terutama penting pada bayi preterm dan daerah-daerah miskin. Sebagai gantinya saat ini ditambahkan tindakan masase uterus setelah plasenta lahir sebagai bagian dari manajemen aktif kala III. Untuk pencegahan perdarahan pasca persalinan, diberikan misoprostol 400 600 g, peroral atau rektal, segera setelah bayi lahir dan sebelum plasenta lahir. Misoprostol memiliki efektivitas yang sama dengan oksitosin atau metilergometrin dalam mengurangi perdarahan jika diberikan sebagai manajemen aktif kala tiga dalam persalinan. Dibandingkan dengan perempuan yang menerima oksitosin, perempuan yang menerima misoprostol 600g peroral segera setelah persalinan memiliki jumlah kehilangan darah yang lebih besar, membutuhkan uterotonika lain dan memiliki insidens mengalami peningkatan suhu dan menggigil. Pemakaian oksitosin secara luas di berbagai tempat persalinan harus menjadi tujuan utama. Namun oksitosin mempunyai keterbatasan dalam penyimpanannya dan sedikit lebih mahal daripada misoprostol. Kalau keadaan ini menjadi kendala, maka pemakaian misoprostol dapat dipertimbangkan. Dosis empiris yang sering digunakan dalam berbagai uji adalah 600 g oral. Penyebab terbanyak perdarahan pasca persalinan ialah atonia uteri, sehingga misoprostol selain bermanfaat untuk pencegahan perdarahan post-partum juga dapat dipakai untuk pengelolaan perdarahan post-partum. Dalam suatu penelitian deskriptif didapatkan bahwa misoprostol dapat menghentikan perdarahan post-partum yang tidak responsif dengan pemberian oksitosin dan metilergometrin. Penggunaan misoprostol untuk pencegahan perdarahan pasca persalinan pada kondisi tidak tersedia oksitosin dan keahlian penolong yang terbatas, pemberian misoprostol yang diberikan segera setelah persalinan dapat menurunkan angka kejadian perdarahan. Efek samping yang sering ditemukan adalah menggigil dan demam. Regimen misoprostol yang disarankan adalah 600 g oral atau sublingual segera setelah bayi lahir. Sedangkan pada kasus perdarahan pasca persalinan, dosis optimal yang dapat diberikan untuk menurunkan angka kejadian tindakan intervensi bedah untuk perdarahan pasca persalinan adalah pemberian misoprostol 1000 g perrektal. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dosis yang paling efektif dan aman dalam penatalaksanaan perdarahan pasca persalinan. Di bidang obstetrik, misoprostol diberikan untuk induksi pada aborsi trimester pertama dan kedua, menginduksi persalinan pada trimester ke tiga, dan mengendalikan HPP. Tidak satupun dari penggunaan diatas disetujui oleh FDA. Namun demikian, misoprostol sangat banyak dipergunakan di AS dan diseluruh dunia. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang besar untuk menentukan risiko dari manfaat yang memungkinkan.

DAFTAR PUSTAKA

Alfirevic Z, Weeks A. Oral misoprostol for induction of labour. Cochrane Database Syst Rev 2008, 3.

Fiala D, Weeks A. Misoprostol dosage guidelines for obstetrics and gynecology [Online]. Oktober 2012. Diunduh dari: http:// www.misoprostol.org/

Goldberg AB, Greenberg MB, Darney PD. Misoprostol and pregnancy. N Engl J Med 2001, 344:38-47.

Schmitz, Gery. 2008. Farmakologi dan Toksikologi. Edisi : 3. Alih Bahasa : Joseph I Sigit,Amalia Hanif. Jakarta : EGC

Setiabudi Rianto, Nafrialdi. 2009. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: FKUI

5