mioma teori 2
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Mioma uteri merupakan tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya.
Mioma uteri berbatas tegas, tidak berkapsul, dan berasal dari otot polos jaringan
fibrous, sehingga mioma uteri dapat berkonsistensi padat jika jaringan ikatnya
dominan, dan berkonsistensi lunak jika otot rahimnya yang dominan. Mioma uteri
biasa juga disebut leiomioma uteri, fibroma uteri, fibroleiomioma, mioma fibroid atau
mioma simpel.
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang paling sering ditemukan yaitu satu
dari empat wanita selama masa reproduksi yang aktif. Kejadian mioma uteri sukar
ditetapkan karena tidak semua mioma uteri memberikan keluhan dan memerlukan
tindakan operatif. Walaupun kebanyakan mioma muncul tanpa gejala tetapi sekitar
60% ditemukan secara kebetulan pada laparatomi daerah pelvis. Mioma uteri yang
tidak memberikan gejala klinik yang bermakna paling sering ditemukan pada dekade
ke-4 dan ke-5 serta lebih sering pada wanita kulit hitam, dan sekitar 5-10%
merupakan submukosa. Diet dan lemak tubuh juga berpengaruh terhadap resiko
terjadinya myoma. Marshall (1998), Sato (1998) dan Chiaffarino menemukan bahwa
resiko myoma meningkat seiring bertambahnya indeks massa tubuh dan konsumsi
daging dan ham.
Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39 – 11,7% pada semua penderita
ginekologi yang dirawat. Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita
berumur 25 tahun mempunyai sarang-sarang mioma. Mioma uteri lebih sering
didapati pada wanita nullipara atau yang kurang subur. Faktor keturunan juga
memegang peranan penting.
Sebagian besar mioma uteri ditemukan pada masa reproduksi, karena diduga
berhubungan dengan aktivitas estrogen. Dengan demikian mioma uteri tidak dijumpai
sebelum menarke dan akan mengalami regresi setelah menopause, tetapi tidak jika
mioma uteri tidak regresi setelah menopause atau bahkan bertambah besar maka
kemungkinan besar mioma uteri tersebut telah mengalami degenerasi ganas menjadi
1
sarkoma uteri. Bila ditemukan pembesaran abdomen sebelum menarke, hal itu pasti
bukan mioma uteri tetapi kemungkinan besar kista ovarium dan resiko untuk
mengalami keganasan sangat besar. Mioma uteri yang terjadi pada wanita yang sudah
menopause tidak pernah ditemukan, bahkan yang telah adapun biasanya mengecil bila
mendekati masa menopause, hanya kira-kira 10% mioma yang masih bertumbuh.
.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang tersusun dari otot polos dan jaringan
ikat yang menumpangnya dan sering juga disebut sebagai fibromioma, leiomioma,
fibroid. Dapat bersifat tunggal dan multiple dan mencapai ukuran besar (100 pon).
Konsistensinya keras dengan batas kapsul yang jelas sehingga dapat dilepaskan dari
sekitarnya. Penampangnya berbentuk “whorl like trabeculation” yang khas seperti
konde.
Insiden
Mioma paling banyak ditemukan pada usia 35-45 tahun (±25%). Jarang sekali
ditemukan pada wanita berumur < 20 tahun. Mioma uteri lebih sering didapati pada
wanita nullipara atau yang kurang subur dan pada wanita berkulit hitam. Faktor
keturunan juga memegang peranan. Setelah menopause hanya kira-kira 10% yang
masih tumbuh.
Klasifikasi
Menurut lokalisasi mioma uteri terdapat di :
a. Cervical (2,6%),
umumnya tumbuh kearah vagina
menyebabkan infeksi.
b. Isthmica (7,2%), lebih
sering menyebabkan nyeri dan gangguan
traktus urinarius.
c. Corporal (91%),
merupakan lokasi paling lazim dan
seringkali tanpa gejala.
Menurut posisi mioma terhadap lapisan-
lapisan uterus, dapat dibagi menjadi 3 jenis :
3
a. mioma submukosa
b. mioma intramural/interstitial
c. mioma subserosa/subperitoneal.
Mioma submukosa
Tumbuh tepat dibawah endometrium dan menonjol ke dalam cavum uteri.
Sering juga tumbuh bertangkai yang panjang dan menonjol melalui serviks menuju
vagina sehingga dapat terlihat secara inspekulo dan disebut sebagai Miom Geburt.
Miom pada cervix dapat menonjol ke dalam saluran cervix sehingga OUE berbentuk
bulan sabit. Karena tumbuh di bawah endometrium dan di endometriumlah
perdarahan uterus yang paling banyak sehingga miom submukosa ini paling sering
mengakibatkan perdarahan uteri yang banyak dan ireguler (menometrorhagia).
Akibatnya diperlukan tindakan histerektomi pada kasus mioma dengan perdarahan
yang sangat banyak walaupun ukurannya kecil.
Mioma submukosa yang bertangkai sering terinfeksi (ulserasi) dan mengalami
torsi (terpelintir) ataupun menjadi nekrosis dan apabila hal ini terjadi maka kondisi ini
yang menjadi perhatian utama daripada mengatasi mioma itu sendiri (sindrom ini
mirip akut abdomen). Kemungkinan terjadi degenerasi sarkoma juga lebih besar pada
jenis mioma submukosa ini. Adanya mioma submukosa dirasakan sebagai suatu
“Curet Bump” (benjolan saat dilakukan kuretase).
Mioma intramural atau Interstitial
Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Tumbuh di dinding uterus di antara
serabut miometrium. Ukuran dan kosistensinya bervariasi, kalau besar atau multipel
dapat menyebabkan pembesaran uterus dan berbenjol-benjol.
Gb. 1
1. Myoma subserosa yang bertangkai dengan myoma intramural
2. Myoma submukosa dan myomgeburt
4
Gb. 2
1. Myoma intramural yang mendesak cavum uteri
2. Gambaran histologis dari myoma.
Mioma Subserosa atau Subperitoneal
Tumbuh di bawah tunika serosa (tumbuh keluar dinding uterus) sehingga
menonjol keluar pada permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma jenis ini dapat
juga bertangkai yang jika mendapat perdarahan extrauterin dari pembuluh darah
omentum, maka tangkai dapat atrofi dan diserap sehingga menimbulkan gangguan
miksi dan rasa nyeri.
Lokasi tumor disubserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat
pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai.
Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada didalam ligamentum latum dan disebut
sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga
peritoneal sabagai suatu massa. Perlengketan dengan usus, omentum atau
mesenterium disekitarnya akan menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari
tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga
mioma kan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga
peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.
5
Gambar 3. Representasi gambar uterus normal dan struktur vaskulernya.A. Pelebaran pembuluh darah pada endometrium dan miometrium pada uterus miomatosus.B. Pelebaran pembuluh darah obstruksi fisik pada pembuluh darah mioma.Dikutip dari Gross Karen L, BA 20
III. PATOGENESIS DAN ASPEK BIOMOLEKULER
Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri saat ini belum diketahui. Karena
mioma uteri banyak ditemukan pada usia reproduktif dan angka kejadiannya
rendah pada usia menopause, belum pernah terjadi sebelum menarche, maka
diduga penyebab timbulnya mioma uteri paling banyak oleh stimulasi hormon
estrogen. 3
Pukka menemukan bahwa reseptor estrogen pada mioma uteri lebih banyak
didapatkan dibandingkan dengan miometrium normal. Meyer , de Snoo
mengemukakan patogenesis mioma uteri dengan teori cell nest dan genitoblast.6
Apakah estrogen secara lansung memicu pertumbuhan mioma uteri atau
memakai mediator masih menimbulkan silang pendapat. Dimana telah
ditemukan banyak sekali mediator didalam mioma uteri, seperti estrogen
growth factor, insulin growth factor-1, (IGF-1), connexsin-43-Gap junction
protein dan marker proliferasi 4,7
Awal mulanya pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi somatik dari
sel-sel miometrium. Mutasi ini mencakup rentetan perubahan kromosom baik
6
secara parsial maupun secara keseluruhan. Aberasi kromosom ditemukan pada
23-50% dari mioma uteri yang diperiksa dan yang terbanyak (36,6%) ditemukan
pada kromosom 7 (del (7) (q 21) /q 21 q 32). Keberhasilan pengobatan
medikamentosa mioma uteri sangat tergantung apakah telah terjadi perubahan
pada kromosom atau tidak.2,5
Perubahan Sitogenetik Mioma Uteri
Analisis sitogenetik dari hasil pembelahan mioma uteri telah menghasilkan
penemuan yang baru. Diperkirakan 40% mioma uteri memiliki abnormalitas
kromosom nonrandom. Abnormalitas ini dapat dibagi menjadi 6 subgrup
sitogenetik yang utama termasuk translokasi antara kromosom 12 dan 14,
trisomi 12, penyusunan kembali lengan pendek kromosom 6 dan lengan
panjang kromosom 10 dan delesi kromosom 3 dan 7. 8-11Penting untuk diketahui
mayoritas mioma uteri memiliki susunan kromosom yang normal.
Muncul pertanyaan dari klasifikasi mioma uteri dengan kariotip abnormal,
apakah terdapat hubungan antara genotip tumor dengan fenotip klinis. Beberapa
penelitian telah menunjukkan adanya rearrangements karyotype berhubungan
dengan ukuran tumor yang lebih besar sesuai dengan lokasi anatomis.12,13
Arein, dkk menemukan bahwa tumor dengan delesi kromosom 7 rata-rata lebih
kecil daripada tumor dengan penyusunan kembali kromosom 12 (5 vs 8,5 cm),
tetapi ekivalen dengan ukuran tumor yang memiliki kariotip normal .(5,4 cm).
Hasil–hasil ini dikonfirmasi oleh Kernig dkk.12,13 Lebih jauh lagi mioma uteri
submukosa ditemukan oleh Brosens dkk 13 memiliki perubahan yang lebih
sedikit. (12%) daripada intramural (35%) atau tumor subserosa (29%) . Tidak
ditemukan hubungan antara abnormalitas sitogenetik dan usia penderita atau
paritas.
Beraneka ragam perubahan kromosom ditemukan pada mioma uteri, yang
paling sering terjadi yaitu: translokasi, trisomi dan delesi, menyebabkan
mekanisme pertumbuhan tumor yang multipel, contohnya translokasi dapat
juga meningkatkan atau menurunkan ekspresi gen melalui posisi juxta pada
seluruh bagian gen disamping elemen regulator ektopik. Sebagai pilihan
translokasi yang menyetop deretan gen dan dihasilkan dari pembentukan gen-
gen fusi yang dapat menyetop fungsi seluruh protein atau diterjemahkan ke
protein chimeraic novel yang fungsional. Trisomi biasanya meningkatkan
7
ekspresi gen melalui peningkatan dosis gen, dimana paling sering terjadi
delesi kromosom pada saat gen kehilangan fungsinya.. Maka itu perbedaan tipe
abnormalitas kromosom berada pada mioma uteri dapat memprediksikan
genetik heterogen apa yang mempercepat perkembangan dan pertumbuhan
tumor. Penelitian-penelitian mengidentifikasikan gen yang berperanan dalam
perubahan sitogenetik ini.
1. Subgrup t(12,14)
Translokasi kromosom yang paling sering pada mioma uteri yaitu, t(12,14)
(q14-q15;q23-q24) diperkirakan terdapat pada 20% mioma uteri dengan
perubahan kariotip.10 Pasangan kromosom 12 lain yang paling sering
mengalami translokasi termasuk kromosom 2, 4, 22 dan x. 15 Bagian q14-
q15 pada kromosom 12 juga ditemukan pada tumor mesenkim lainnya
seperti; fibroadenoma mammae, polip endometrium, lipoma dll.
Kloning pada posisi 12q14-q15 dimulai dengan perkembangan high
density physical map dan dihasilkan dari identifikasi Yeast Artificial
Chromosome (YAC) yang meningkatkan translokasi 12q15 pada mioma
uteri. HMGIC , grup protein dengan densitas tinggi yang dipetakan ke
kloning YAC ini, menjadi gen berpotensial yang menarik karena
penelitian pada tikus mengindikasikan bahwa HMGIC adalah DNA binding
protein yang terlibat dalam proliferasi seluler dan pada diferensiasi jaringan
mesenkim, termasuk jaringan adiposa. Sebagai contoh, ekspresi HMGIC
disebut fenotip pygmy bermanifestasi pengurangan berat 40% dan pada
hipoplasia adiposit, fibroblast tikus menunjukkan penurunan empat kali
lipat aktifitas proliferasi. 16 Terlebih lagi penelitian molekuler telah
menemukan ekspresi HMGIC pada mioma uteri dibandingkan dengan
ekspresi yang tak dapat dideteksi pada miometrium yang normal.
Bagian kromosom 14 terlibat dalam mioma uteri dengan t(12,14) menarik
perhatian karena spesifisitasnya pada mioma uteri dibandingkan dengan
tumor mesenkim lainnya, dimana terjadi perubahan HMGIC. Reseptor β gen
estrogen (ESR 2), yang berada pada lengan panjang kromosom 14 (14q23-
24) sangat berarti karena pertumbuhan mioma uteri responsif terhadap
estrogen. Bagaimanapun lokus ESR 2 dipetakan kira-kira 2 megabas (MB)
dari t(12,14) dan analisis ekspresi tidak mengubah perbedaan transkripsi
8
level ESR 2 antara mioma uteri dengan dan tanpa t (12,14) . Demikian juga
ESR 2 tidak terganggu pada tumor dengan t(12,14) yang dianalisa dengan
hibridisasi fluoroscence insitu, Dari hasil ini bukan berarti ESR 2 pada
mioma uteri disebabkan kesalahan ekspresi lainnya atau sebagai pasangan
translokasi posisi HMGIC pada mioma uteri dengan t(12,14), namun
demikian perkiraan fisiknya ke t(12,14) belum dapat dibuktikan bermakna
sebagai mekanisme yang mendasari patogenesis dan patologi mioma uteri.
2. Subgrup 6p21
Ketika HMGIC ditemukan terlibat dalam kromosom subgrup 12 pada
mioma uteri, HMGIY segera dikenali sebagai protein mobilitas tinggi
berhubungan dengan HMGIC yang berada di lengan pendek kromosom 6(6p
21) dapat berperanan dalam perubahan 6p21 pada mioma uteri. Hibridisasi
fluroscence insitu telah mengkonfirmasi bahwa HMGIY terlibat dalam
perubahan ini. Lebih jauh lagi peningkatan ekspresi HMGIY ditemukan
pada mioma uteri tanpa perubahan sitogenetik pada kromosom 6 pada
tumor dengan perubahan kromosom lainnya dan pada tumor dengan kariotip
yang normal. Perubahan 6p21, termasuk translokasi dengan kromosom
1,2,4,10 dan 14 seperti inversi dan translokasi dengan kromosom lainnya,
terjadi <10% mioma uteri dengan kariotip yang abnormal
Gambar 2. Contoh tiga kromosom yang mengalami aberasi yang ditemukan pada mioma uteri A. Translokasi antara kromosom 12 dan 14B. Translokasi antara kromosom antara 6 dan 10C.Delesi interstisial pada kromosom 7Bagian yang abnormal terdapat disebelah kanan kromosom normal
Dikutip dari Gross Karen L, BA 20
3. Grup Protein Mobilitas Tinggi
HMG1C dan HMG1(Y) termasuk dalam grup mobilitas tinggi. Protein grup
mobilitas tinggi, jumlah banyak, nonhistone, DNA binding protein yang
secara tidak langsung mengatur aktifitas beraneka DNA dependent, seperti
transkripsi, dengan menyediakan faktor-faktor arsitektur. Protein grup
mobilitas tinggi dikelompokkan berdasarkan fungsinya kedalam 3 kelas,
9
HMG1/2 HMG-14/HMG 17, HMG I. HMG I terdiri dari 3 protein; HMG1-
C berperanan dalam proliferasi dan diferensiasi sel.
Ikatan protein HMG 1 dapat menginduksi perubahan DNA, kemudian
mempengaruhi akses protein binding DNA lainnya. Lebih jauh lagi domain
c terminal berinteraksi dengan protein lainnya, contohnya faktor transkripsi.
Dengan cara ini protein HMG 1 dapat secara tidak langsung mengatur
transkripsi, contohnya perubahan yang terjadi diinduksi oleh ikatan
HMG1(Y) telah diketahui menghubungkan transkripsi interferon β. HMG1Y
telah terlihat mempengaruhi transkripsi gen lainnya termasuk tumor necrosis
factor β, E Selectin, IL-2 reseptor α, chemokine, MgSA/GRO, CD44 cell
adhesion protein dan sintesis nitric acid yang dapat direduksi. Akhir-akhir
ini level sintese nitric oxide endotel terlihat dari imunostaining yang secara
bermakna lebih tinggi pada sel-sel otot polos daripada sel otot polos yang
normal. Nitric Oxide mempengaruhi neovaskularisasi tumor yang estrogen
dependent. Dapat ditentukan bila ada korelasi antara ekspresi induksi sintese
nitric oxide dan level disregulasi protein HMG1 pada mioma uteri dengan
perubahan gen HMG1. Kesamaannya, hubungan antara ekspresi HMG1 dan
perubahan ekspresi gen lainnya yang diatur protein HMG1 belum terlihat
pada mioma uteri. HMG1 (Y) juga dapat menghambat transkripsi dengan
menginterupsi represi transkripsi histone.
4. Subgrup Del(7)(q22q32)
Delesi kromosom 7, del (7)(q22q32) terdapat pada 17% mioma uteri dengan
kariotip yang abnormal.
Biomolekuler perdarahan pada mioma uteri
Pada penelitian klasik ditemukan perubahan fundamental struktur vaskuler
uterus miomatosus. Dengan kemajuan era molekuler ditemukan mekanisme
angiogenesis pada uterus yang didukung dengan didapatkannya disregulasi
local vasoactive growth factor atau growth factor receptors pada miometrium
mioma uteri.
Walaupun ektasia vena merupakan karakteristik kelainan pembuluh darah
pada mioma uteri, kelainan multipel pada arteri, vena dan matriks ekstraseluler
(ECM) disekelilingnya kemungkinan juga menjadi penyebab kelainan
10
heterogen ini. Pengertian disregulasi tidak hanya menerangkan patofisiologi
masalah klinis, tapi juga mengarah ke penatalaksanaan yang inovatif.
Pada siklus menstruasi normal, perubahan siklik estrogen dan progesteron
akan mempengaruhi stroma dan glandular endometrium. Perubahan morfologi
glandular dan stroma ini diikuti dengan perubahan struktur vaskuler, dimana
perubahan ini dimulai dari miometrium sampai ke endometrium melepaskan
cabang arteri radialis yang menjadi berkelok-kelok dan disebut arteri spiralis
yang masuk kedalam endometrium. Arteri spiralis tidak seperti arteri basalis
peka terhadap estrogen dan progesteron. Menstruasi merupakan fase iskemik
dengan karakteristik vasokonstriksi arteri spiralis ini dan perdarahan terjadi
setelah pembuluh darah ini relaksasi. Komponen darah termasuk faktor
pembekuan dan platelet muncul untuk membentuk bekuan yang membatasi
kehilangan darah sampai regenerasi selesai.
Menurunnya hormon steroid menyebabkan disrupsi sel-sel endometrium dan
extracelluler matrix (ECM) . Kelainan ekspresi molekul desmoplakin I/II , E-
cadherin, α- dan β-catenins dan hilangnya F-actin terjadi hanya pada lapisan
fungsional pada peristiwa menstruasi. Apoptosis meningkat perlahan pada
fase sekretori di glandular endometrium dan menyiapkan jaringan untuk
disrupsi. Sesudah lapisan fungsional lepas, terjadi regenerasi dimulai dari
basal endometrium, ketika terjadi kontak langsung dengan miometrium timbul
mekanisme dimana growth factor mempengaruhi regenerasi endometrium pada
sistem parakrin.
Proses siklis angiogenesis, pembentukan pembuluh darah baru, pada ovarium
dan uterus sangat unik dan sulit dimengerti. Angiogenesis pada pembentukan
tumor memiliki proses patologi seperti pada penyembuhan luka. Dimana
terjadi interaksi antara pembuluh darah dan ECM disekitarnya. Proses yang
terjadi dalam angiogenesis adalah penghancuran membran basalis, migrasi sel
endotel, proliferasi sel endotel, pembentukan tabung kapiler, diikuti stabilisasi
(gambar 2). Degradasi membran basalis melibatkan stromelysin, kolagen dan
enzim-enzim lainnya untuk menghancurkan elemen ECM. Sel endotel dapat
bermigrasi ke ujung pembuluh darah. Proses migrasi didukung lingkungan yang
banyak mengandung kolagen tipe 1 dan tipe III dan diransang oleh basic
fibroblast growth factor (bFGF). Protein ECM ini juga muncul dan berperanan
11
penting dalam proses proliferasi. Pembentukan lumen dan stabilisasi juga
dipengaruhi komponen ECM.
Gambar 3. Komponen ECM, kolagen IV dan V ,serta laminin dihubungkan dengan basal membran dan masuk ke dalam suatu tempat yg banyak mengandung kolagen interstitial I , III, dan fibronektin yang membantu proses migrasi. Proliferasi terjadi 24 jam setelah migrasi. Angiogenik ini mengadakan vakuolisasi untuk membentuk lumen kapiler. Ketika proses stabilisasi tuba terjadi, membran basalis baru terbentuk disekitar kapiler .
Dikutip dari Gross Karen L, BA 20
Diperkirakan 30% wanita dengan mioma uteri mengalami kelainan
menstruasi, menoragia atau menstruasi yang lebih sering. Tidak ditemukan bukti
yang menyatakan perdarahan ini berhubungan dengan peningkatan luas
permukaan endometrium atau karena meningkatnya insiden disfungsi ovulasi.
Teori yang menjelaskan perdarahan yang disebabkan mioma uteri menyatakan
terjadi perubahan struktur vena pada endometrium dan miometrium yang
menyebabkan terjadinya venule ectasia.
Miometrium merupakan wadah bagi faktor endokrin dan parakrin dalam
mengatur fungsi endometrium. Aposisi kedua jaringan ini dan aliran darah
langsung dari miometrium ke endometrium memfasilitasi interaksi ini. Growth
factor yang merangsang stimulasi angiogenesis atau relaksasi tonus vaskuler
dan yang memiliki reseptor pada mioma uteri dapat menyebabkan perdarahan
12
uterus abnormal dan menjadi target terapi potensial. Sebagai pilihan,
berkurangnya angiogenik inhibitory factors atau vasoconstricting factor dan
reseptornya pada mioma uteri dapat juga menyebabkan perdarahan uterus yang
abnormal. Telah jelas bahwa ada perbedaan sejumlah gen pada mioma uteri
dengan miometrium yang normal. Terdapat peningkatan reseptor estrogen dan
progesteron serta enzim aromatase pada mioma uteri dibandingkan dengan
miometrium. Mioma uteri juga meningkatkan reseptor insulin like growth factor
(IGF-1) dan mRNA IGF- II dan telah meningkatkan TGF-β3 enam kali lipat
dibandingkan dengan miometrium. Selain itu didapatkan juga peningkatan
mRNA dan protein for parathyroid hormon related protein (PTHrP) dan bFGF
(Weir dkk,1994; Mangrulkar dkk,1995).
Protein yang ada pada mioma uteri mengalami fase siklus menstruasi yang
spesifik lebih banyak dibanding miometrium yang normal. Laboratorium telah
menunjukkan mRNA kolagen tipe I dan kolagen tipe III meningkat relatif
pada mioma uteri hanya terjadi pada fase proliferatif siklus.Epidermal Growth
Factor (EGF) mRNA telah terlihat meningkat relatif pada fase luteal siklus
dibandingkan dengan miometrium (Harrison-Woolrych dkk,1994). Penelitian
terbaru mengatakan bahwa reseptor EGF dapat diturunkan pada mioma uteri
sejak penelitian lain yang berkaitan menyatakan adanya penurunan ikatan
tersebut pada mioma uteri dibandingkan miometrium normal.
Faktor-faktor pertumbuhan ataupun reseptornya yang diregulasi berbeda
pada mioma uteri atau endometrium uterus miomatosus, merupakan mediator
yang potensial pada mioma uteri yang disertai komplikasi. Faktor-faktor yang
diregulasi berbeda, yang telah diketahui berperanan pada jaringan vaskuler
dengan cara meningkatkan proliferasi atau perubahan kaliber pembuluh darah,
yang berpotensi menyebabkan mioma uteri dengan gejala menoragia. Faktor-
faktor yang memenuhi semua kriteria termasuk basic fibroblast growth factor
(bFGF), vascular endothelial growth factor (VEGF), heparin-binding
epidermal growth factor (HBEGF), platelet derived growth factor (PDGF),
TGF-β, PTHrP dan prolaktin.
Keempat faktor ini (bFGF,VEGF,HBEGF,PDGF) milik heparin binding
group of growth factors. Sejak faktor-faktor ini berikatan dengan heparin sulfat
proteoglycans yang ditemukan di ECM, mioma uteri, dengan muatan ECM yang
13
besar, dapat dijadikan wadah bagi faktor-faktor ini. Kedua faktor bFGF dan
VEGF mengatur fungsi sel endotel, maka itu migrasi sel endotel vital
ditingkatkan ke proses angiogenik.HBEGF dan PDGF mengatur fibroblast dan
fungsi sel otot polos dan dapat mempengaruhi vaskularisasi otot polos mioma
uteri, sel miometrium ataupun sel stroma endometrium. PTHrP dapat
berfungsi sebagai vasodilator secara tidak langsung dengan aksi pada ECM atau
secara langsung pada pembuluh darah. TGF-β berfungsi pada banyak tipe sel
dan prolaktin, ketika membelah, berfungsi sebagai penghambat angiogenesis.
Maka itu faktor ini memiliki aksi yang potensial dalam mengatur fungsi
vaskuler di uterus.
1. Basic Fibroblast Growth Factor
Merupakan protein 18 kd yang meningkatkan angiogenesis melalui
sejumlah mekanisme termasuk induksi proliferasi sel endotel, chemotaxis
dan produksi matrix remodelling enzym seperti kolagenase dan aktivator
plasminogen. Terapi estradiol meransang BFGF like activity, yang hilang
ketika sel diterapi dengan progesteron model ini meniru pengaturan
pengaruh hormon terhadap angiogenesis invivo. BFGF juga telah menjadi
mitogen besar yang menyebabkan proliferasi sel otot polos sesudah
perdarahan.
2. Vascular endothelial growth factor
VEGF merupakan growth factor angiogenic yang merupakan mitogen poten
sel-sel endotelial, ditemukan spesifik muncul pada siklus menstruasi fase
proliferatif. VEGF mRNA juga dideteksi pada miometrium dengan
hibridisasi intensitas kuat pada batas endometrium dan miometrium. Pada
uterus manusia level VEGF ditemukan sama pada miometrium dan mioma
uteri dan tidak memiliki variabilitas siklus menstruasi yang bermakna.
3. Heparin–binding epidermal growth factor
HBEGF merupakan peptida 22-kd yang berfungsi sebagai mitogen pada
fibroblas dan sel otot polos dengan EGF-R pada sel-sel otot polos memiliki
afinitas yang lebih besar daripada EGF, maka itu mitogennya lebih poten.
Ekspresi meningkat pada tempat penyembuhan luka. HBEGF terdapat di
endometrium dengan pengaturan yang berbeda pada endometrium dengan
peningkatan ekspresi berhubungan dengan proliferasi tipe sel uterus, maka
14
itu HBEGF mungkin merupakan mediator aktifitas hormon steroid pada
uterus. Dari hasil analisa ekspresi pada EGF-R pada endometrium manusia
menunjukkan bahwa sel epitel mengekspresikan reseptor melalui siklus
menstruasi, sementara sel stroma menunjukkan ekspresi hanya selama fase
sekretori.
4. Platelet-derived growth factor
PDGF merupakan faktor pertumbuhan dengan homodimeric (AA dan BB)
dan heterodimeric (AB) membentuk rantai dengan ikatan disulfid.Dua
reseptor PDGF telah diidentifikasi PDGF α yang mengikat ketiga hormon
dimeric dan PDGF- β yang mengikat hanya BB isoform dengan afinitas
tinggi.Kedua reseptor merupakan tirosin kinase.PDGF berfungsi sebagai
mitogen dan chemoattractant sel otot polos dan fibroblas.Imunochemistry
pada rantai PDGF memiliki level sama antara mioma uteri dan sel otot
polos Intensitas staining sama pada miometrium dan leiomioma.
Etiologi dan Histogenesis
Etiologi belum jelas tetapi asalnya disangka dari sel-sel otot yang belum
matang. Disangka bahwa estrogen mempunyai peranan penting, tetapi dengan teori ini
sulit diterangkan apa sebabnya pada seorang wanita estrogen dapat menyebabkan
myoma, sedang pada wanita lain tidak, padahal kita ketahui bahwa estrogen
dihasulkan oleh semua wanita. Juga pada beberapa wanita dengan myoma dapat
terjadi ovulasi, yang menghasilkan progesteron yang sifatnya anti estrogenik.
Percobaan binatang dengan penyuntikan estrogen dapat menimbulkan tumor
myomatous tetapi sifatnya agak berbeda dengan myoma biasa.
Patologi Anatomi
Mioma uteri biasanya multiple, terpisah dan sferis atau berlobulasi yang tidak
teratur. Walaupun mioma mempunyai pseudokapsul, mioma ini dapat jelas dibedakan
dari miometrium yang normal dan dapat di-enukleasi secara mudah dari jaringan
sekitarnya.
Secara makroskopik pada potongan melintang, mioma itu berwarna lebih pucat,
bulat, licin dan biasanya padat dan jika mioma yang baru saja diangkat tersebut
15
dibelah maka permukaan tumor akan terpisah dan mudah dibedakan dari
pseudokapsulnya.
Secara mikroskopik, mioma uteri terdiri dari berkas otot polos dan jaringan ikat
yang tersusun seperti konde/pusaran air (whorl like appearance). Sel-sel individual
berbentuk spindle, nuklei yang elongasi dan sel-selnya berukuran sama besar.
Perubahan Sekunder pada Mioma
a. Atrofi
Tanda dan gejala-gejala berkurang atau menghilang sesuai dengan ukuran
mioma yang mengecil pada saat menopause atau sesudah kehamilan.
b. Degenerasi Hialin
Perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita usia lanjut karena mioma
telah menjadi matang. Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen dimana
tumor ini tetap berwarna putih tapi di dalamnya berwarna kuning, lembut bahkan
seperti gel/agar-agar bergelatin.
c. Degenerasi Kistik (likuifikasi)
Dapat meliputi daerah kecil maupun luas dimana sebagian dari mioma menjadi
cair sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi seperti agar-agar
seolah-seolah menyerupai uterus yang gravid atau kista ovarium. Stress fisik dapat
menyebabkan pecahnya tumor ini sehingga menyebabkan evakuasi isi cairan tsb ke
dalam uterus, rongga peritoneum dan ruang retroperitoneal. Dapat juga terjadi
pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga meyerupai limfangioma.
d. Degenerasi membatu (calcireous degeneration)
Mioma jenis subserosa yang tersering mengalami kalsifikasi ini karena sirkulasi
darah yang terganggu dan terutama pada wanita lanjut usia. Hal ini terjadi karena
presipitasi CaCO3 (kalsium karbonat) dan fosfat sebagai kelanjutan dari sirkulasi
darah yang terganggu itu. Dengan Roentgen dapat teerlihat dengan jelas (opak) dan
dikenal sebagai “Womb Stone”.
e. Septik atau infeksi dan supurasi
16
Terutama terjadi pada kehamilan dan nifas dikarenakan trombosis vena dan
kongesti dengan perdarahan interstitial (nekrosis subakut) sehingga pada irisan
melintang tampak seperti daging mentah dan merah yang diakibatkan penumpukan
pigmen hemosiderin dan hemofusin.
f. Degenerasi merah (carneous degeneration)
Ini merupakan degenerasi dan infark yang antiseptik. Biasanya pada degenerasi
merah juga menimbulkan rasa sakit yang biasanya akan sembuh sendiri dan tampak
khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam,
kesakitan., tumor ovarium dan torsi mioma yang bertangkai. Komplikasi potensial
dari degenerasi dalam kehamilan meliputi kelahiran preterm dan sangat jarang
mencetuskan DIC (Disseminated Intravascular Coagulation).
g. Degenerasi lemak
Merupakan degenerasi asimptomatik yang jarang dan merupakan kelanjutan dari
degenerasi hialin dan kistik.
Gambar 2. Bagan Penatalaksanaan Mioma Uteri.5
Komplikasi
a. Degenerasi Ganas
Myoma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32 – 0,6%
dariseluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua karsinoma uetrus. Keganasan
umum baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat.
Kecurigaan aakan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila
terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.
17
b. Torsi (putaran tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan
sirkulasi akut ehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom
abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini
hendaknya dibedakan dengan suatu keadaan dimana terdapat banyak sarang mioma
dalam rongga peritoneum.
Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan
keranaa gangguan sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang
dilahirkan hingga perdarahan berupa metroragia atau menoragia disertai leukore dan
gangguan-gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri.
Gejala-gejala Mioma Uteri
Hanya terjadi pada 35-50% pasien dengan mioma uteri. Malah kebanyakan
mioma uteri ini tidak memberikan gejala (kebetulan ditemukan) dan bahkan mioma
yang sangat besarnya tidak dapat terdeteksi terutama pada pasien yang gemuk. Gejala
mioma uteri tergantung dari :
1. Jenis mioma (submukosa, intramural, subserosa)
2. Besarnya mioma
3. Lokasi mioma
4. Perubahan dan komplikasi yang menyertainya.
Gejala-gejala mioma uteri sbb :
a. Perdarahan abnormal
Merupakan gejala yang tersering (30%). Biasanya dalam bentuk menorhagia,
metrorhagia, dysmenore. Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan ini
antara lain adalah :
1. Pengaruh ovarium sehingga terjadi hiperplasia endometrium sampai
adenokarsinoma endometrium.
2. Permukaan endometrium di atas mioma submukosa.
18
3. Atrofi endometrium di atas mioma submukosa.
4. Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma di
antara serabut miometrium sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang
melaluinya dengan baik.
Jenis mioma yang sering menyebabkan perdarahan adalah mioma submukosa akibat
pecahnya pembuluh-pembuluh darah. Mioma intramural juga dapat menyebabkan
perdarahan karena ada gangguan kontraksi otot uterus. Perdarahan oleh mioma dapat
menimbulkan anemia yang berat. Jenis subserosa tidak menyebabkan perdarahan yang
abnormal, Kalau ada perdarahan abnormal harus diingat akan kemungkinan lain yang
timbul bersamaan dengan mioma yaitu :
- Adenocarcinoma
- Polyp
- Faktor fungsionil
b. Nyeri
Gejala ini tidak khas untuk mioma. Nyeri timbul karena gangguan sirkulasi darah
pada mioma, infeksi, nekrosis, torsi mioma yang bertangkai atau kontraksi mioma
subserosa dari cavum uteri. Rasa nyeri yang diakibatkan infark dari torsi atau
degenerasi merah dapat menyerupai akut abdomen (disertai mual-muntah),proses
radang dengan perlekatan ke omentum usus juga dapat menyebabbkan rasa sakit.
Mioma yang sangat besar menyebabkan “sensasi berat (penuh)” pada daerah panggul.
Punggung yang pegal atau sakit adalah gejala yang umum karena penekanan terhadap
saraf yang menjalar ke punggung, pinggang dan tungkai bawah. Miom Geburt dapat
menyebabkan kanalis servikalis menjadi sempit sehingga menyebabkan dismenore.
c. Akibat tekanan (Pressure Effect)
Bila menekan kandung kencing, akan menimbulkan kerentanan kandung
kencing (bladder irritability), polakisuria dan dysuria.
Bila uretra tertekan bisa timbul retensio urinae. Bila berlarut-larut dapat
menyebabkan hidroureteronefrosis. Tekanan pada rectum tidak begitu besar,
kadang-kadang menyebabkan konstipasi dankadang-kadang sakit waktu defekasi.
Tumor dalam cavum duoglasi dapat menyebabkan retensio urinae. Kalau besar sekali
19
mungkin ada gangguan pencernaan. Kalau terjadi tekanan pada vena cava inferior
akan terjadi oedema tungkai bawah.
d. Gejala sekunder
Anemia
Lemah
Pusing-pusing
Sesak nafas
Fibroid heart, sejenis degenerasi myocard, yang dulu disangkan berhubngan
dengan adanya myoma uteri. Sekarang anggapan ini disangkal.
Erythrosis pada myoma yang besar
e. Infertilitas
Mioma yang menyebabkan infertilitas primer hanya 2-10% dari pasien. Jenis
mioma yang berhubungan dengan infertilitas adalah mioma submukosa yang
bertangkai dan mioma yang terletak di dekat cornu. Infertilitas sekunder yang
disebabkan mioma dikarenakan distorsi dari kavitas uterus, sarang mioma menutup
atau menekan pars interstialis dan perdarahan uteri abnormal. Rubin (1958)
menyatakan bahwa apabila penyebab lain infertilitas sudah disingkirkan dan mioma
merupakan penyebab infertlitas tsb maka merupakan indikasi untuk dilakukan
miomektomi untuk membesarkan kemungkinan hamil. Angka kehamilan setelah
miomektomi berkisar 25-40%.
f. Abortus spontan
Mioma uteri dan kehamilan
20
Myoma mungkin menurunkan fertilitas tapi tidak jarang kita melihat kasus
mioma (bahkan mioma yang besar) disertai dengan kehamilan dan disusul dengan
persalinan yang normal. Maka kalau tidak ada sebab-sebab infertilitas lainnya dapat
dilakukan myomektomi untuk membesarkan kemungkinan kehamilan. Angka
kehamilan setelah myomektomi 25-40%.
Pengaruh mioma pada kehamilan
1. Kemungkinan abortus lebih besar.
2. Dapat menimbulkan kelainan letak dan presentasi.
3. Dapat menyebabkan plesenta previa dan plasenta akreta.
4. Dapat menyebabkan inersia uteri ataupun atonia uteri.
5. Jika letaknya dekat cervix dapat menghalangi jalan lahir.
6. Dapat menekan vesika urinaria sehingga terjadi retensi uri.
7. Jika menekan rektum dapat terjadi konstipasi.
Pengaruh kehamilan pada mioma.
1. Mioma pada umumnya membesar pada kehamilan. Ukuran mioma meningkat
pada kehamilan terutama pada trimester I, mioma akan mengalami peningkatan
ukuran karena pengaruh hormon estrogen. Pada trimester II mioma tidak terjadi
peningkatan ukuran, malah akan mengecil demikian pula pada trimester III.
2. Dapat terjadi komplikasi seperti degenerasi merah karena nyeri
Pengaruh mioma pada masa nifas
1. Dapat terjadi sepsis.
2. Dapat terjadi perdarahan post partum sekunder.
3. Mengganggu involusi masa nifas
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan melalui :
1. Pemeriksaan fisik
- Palpasi Abdomen
21
Kadang-kadang adanya mioma dapat diduga dengan pemeriksaan luar sebagai
tumor yang keras, bentuk tidak teratur, gerakan bebas, tidak sakit. Biasanya letak
tumor ditengah-tengah.
- Pemeriksaan Bimanuil
Dilakukan bila pemeriksaan beum jelas. Terutama pada wanita gemuk dan
nervous. Kadang-kadang perlu anestesi. Corpus uteri tidak dapat teraba sendiri.
2. Pencitraan
USG pelvik merupakan pencitraan paling utama yang berguna dalam
membantu mengikutiperkembangan mioma. Leiomioma yang besar terlihat sebagai
massa jaringan yang lunak pada rontgen abdomen bawah, diagnosis kuat bila
ditemukan adanya kalsifikasi.
Histerosalfingografi mengkin berguna pada kasus mioma dengan infertilitas.
MRI sangat tinggi akurasinya dalam menunjukkan jumlah,besar dan lokasi
mioma uteri.
3. Laboratorium
Anemia merupakan tanda umum dari mioma uteri, terjadi karena perdarahan
uteri yang banyak dan terdapat penurunan kadar zat besi. Hematokrit menjadi normal
setelah rahim diangkat dan terjadi peningkatan eritropoietin.
Leukositosis, panas dan kenaikan sedimentasi mungkin timbul bila terdapat
degenerasi atau infeksi akut pada myoma.
4. Pemeriksaan khusus
Laparoskopi lebih jelas dalam menentukan asal dari myoma dan lebih banyak
digunakan untuk myomektomi.
Sondage untuk cavum uteri yang besar dan tidak rata.
Diagnosis Banding
Pada miom subserosa DD-nya adalah :
Tumor ovarium yang solid
Kehamilan uterus gravidus
22
Pada mioma submukosum, DD-nya adalah :
Inversio uteri
Pada miom intramural, DD-nya adalah :
Adenomiosis
Khoriokarsinoma
Karsinoma korporis uteri atau sarkoma uteri
Penatalaksanaan
Tidak semua mioma memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua mioma
tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apapun terutama bila mioma
masih kecil dan tidak menimbulkan keluhan. Walaupun demikian mioma memerlukan
pengamatan setiap 3-6 bulan. Pilihan pengobatan mioma tergantung umur pasien,
paritas, status pernikahan, keinginan untuk mempunyai anak lagi, keadaan umum,
gejala, ukuran dan lokasi serta mioma itu sendiri.
Disini akan dibahas penatalaksanaan mioma uteri pada wanita yang tidak hamil.
A. Konservatif dengan pemeriksaan periodik.
Bila seorang wanita dengan myoma mencapai menopause, biasanya tidak
mengalami keluhan, bahkan dapat mengecil, oleh karena itu sebaiknya pada wanita
premenopause tanpa gejala diobservasi saja. Bila myoma besarnya sebesar kehamilan
12-14 minggu apalagi disertai pertumbuhan yang cepat sebaiknya dioperasi, walaupun
tidak ada gejala atau keluhan. Sebabnya myoma yang besar kadang-kadang
memeberikan kesukaran operasi.
Pada masa post menopause, myoma biasanya tidak memberikan keluhan.
Tetapi bila ada pembesaran pada masa post menopause harus dicurigai sebagai
keganasan (sarcoma) dan pilihan terapi untuk ini adalah histerektomi.
23
B. Pengobatan Medikamentosa dengan GnRH (Gonadrotropin Releasing
Hormon)
Hal ini didasarkan atas pemikiran mioma terdiri atas sel-sel otot yang
diperkirakan dipengaruhi oleh estrogen. GnRHa yang mengatur reseptor gonadotropin
di hipofise akan mengurangi sekresi gonadotropin yang mempengaruhi mioma.
Pemberian GnRH (buserilinasetat) selama 16 minggu pada mioma uteri
menghasilkan degenerasi hialin hingga uterus menjadi mengecil. Karena itu GnRH
berguna mengontrol perdarahan (kecuali pada polipoid submucous yang malah dapat
memperberat perdarahan). Terapi pengganti untuk bedah dimana bedah untuk
masalah ini tidak bisa dilakukan, untuk vaginal histerektomi.
Pemakaian GnRHa lebih dari 3 bulan menyebabkan miomektomi lebih sulit.
Pemakaian GnRH tidak boleh lebih dari 6 bulan karena GnRH menyebabkan
menopause yang palsu. Bila pemakaian GnRHa dihentikan maka mioma yang lisut itu
akan tumbuh kembali dibawah pengaruh estrogen oleh karena mioma msih
mengandung reseptor estrogen dalam konsentrasi yang tinggi.
2. Terapi medikamentosa
Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan pertumbuhan
mioma uteri secara menetap belum tersedia pada saat ini. Terapi
medikamentosa masih merupakan terapi tambahan atau terapi pengganti
sementara dari operatif.
Preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah
analog GnRH, progesteron, danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin,
antiprostaglandin, agen-agen lain (gossipol, amantadine)
a. GnRH analog
Penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 penderita dengan mioma
uteri yang diberikan GnRHa leuprorelin asetat selama 6 bulan,
ditemukan pengurangan volume uterus rata-rata 67% pada 90 wanita
didapatkan pengecilan volume uterus sebesar 20% dan pada 35 wanita
ditemukan pengurangan volume mioma sebanyak 80%.18,19
Efek maksimal dari GnRHa baru terlihat setelah 3 bulan dimana cara
kerjanya menekan produksi estrogen dengan sangat kuat, sehingga
24
kadarnya dalam darah menyerupai kadar estrogen wanita usia
menopause. Setiap mioma uteri memberikan hasil yang berbeda-beda
terhadap pemberian GnRHa. 4,15
Mioma submukosa dan mioma intramural merupakan mioma utreri
yang paling responsif terhadap pemberian GnRHa ini. Keuntungan
pemberian pengobatan medikamentosa dengan GnRHa adalah:
1. Mengurangi volume uterus dan volume mioma uteri
2. Mengurangi anemia akibat perdarahan.
3. Mengurangi pendarahan pada saat operasi.
4. Tidak diperlukan insisi yang luas pada uterus saat pengangkatan
mioma.
5. Mempermudah tindakan histerektomi vaginal.
6. Mempermudah pengangkatan mioma submukosa dengan histeroskopi
.
b. Progesteron
Goldhiezer, melaporkan adanya perubahan degeneratif mioma uteri pada
pemberian progesteron dosis besar. Dengan pemberian medrogestone 25
mg per hari selama 21 hari dan tiga pasien lagi diberi tablet 200 mg,
Dan pengobatan ini tidak mempengaruhi ukuran mioma uteri., hal ini
belum terbukti saat ini.
c. Danazol
Merupakan progesteron sintetik yang berasal dari testoteron. Dosis
substansial didapatkan hanya menyebabkan pengurangan volume uterus
sebesar 20-25% dimana diperoleh fakta bahwa danazol memiliki
substansi androgenik. Tamaya, dkk melaporkan reseptor androgen pada
mioma terjadi peningkatan aktifitas 5α – reduktase pada miometrium
dibandingkan endometrium normal. Mioma uateri memiliki aktifitas
aromatase yang tinggi dapat membentuk estrogen dari androgen.16,17
d. Gestrinon
Merupakan suatu trienik 19-nonsteroid sintetik, juga dikenal dengan R
2323 yang terbukti efektif dalam mengobati endometriosis. Menurut
Coutinho(1986), melaporkan 97 wanita, A (n=34) menerima 5 mg
gestronon peroral 2x seminggu, kelompok B (n=36) 2,5 mg gestrinon
25
peroral 2 x seminggu, dan kelompok C (n=27) menerima 2,5 mg
gestrinon pervaginam 3 x seminggu.16 Data masing-masing dievakuasi
setelah 4 bulan didapatkan volume uterus berkurang 18% pada
kelompok A, 27% pada kelompok B, tetapi pada kelompok C meningkat
5%. Setelah masa pengobatan selama 4 bulan berakhir, 95% pasien
amenore, Coutinho menyarankan penggunaan gestrinon sebagai terapi
preoperatif untuk mengontrol perdarahan menstruasi yang banyak
berhubungan dengan mioma uteri.
e. Tamoksifen
Merupakan turunan trifeniletilen yang mempunyai khasiat estrogenik
maupun antiestrogenik, dan dikenal sebagai “selective estreogen
receptor modulator” (SERM). Beberapa peneliti melaporkan pada
pemberian tamoksifen 20 mg tablet perhari untuk 6 wanita
premenopause dengan mioma uteri selama 3 bulan dimana volume
mioma tidak berubah, dimana kerjanya konsentrasi reseptor estradiol
total secara signifikan lebih rendah. Hal ini terjadi karena peningkatan
kadar progesteron bila diberikan berkelanjutan.16
e. Goserelin
Merupakan suatu GnRH agonis, dimana ikatan reseptornya terhadap
jaringan sangat kuat, sehingga kadarnya dalam darah berada cukup lama.
Pada pemberian Goserelin dapat mengurangi setengah ukuran mioma uteri
dan dapat menghilangkan gejala menoragia dan nyeri pelvis. Pada wanita
premenopause dengan mioma uteri, pengobatan jangka panjang dapat
menjadi alternatif tindakan histerektomi terutama menjelang menopause.
Pemberian goserelin 400 mikrogram 3 kali sehari semprot hidung sama
efektifnya dengan pemberian 500 mikrogram sehari sekali dengan cara
injeksi subkutan.
Untuk pengobatan mioma uteri, dimana kadar estradiol kurang
signifikan disupresi selama pemberian goserelin dan pasien sediakit
mengeluh efek samping berupa keringat dingin. Pemberian dosis yang
sesuai, agar dapat menstimulasi estrogen tanpa tumbuh mioma kembali
atau berulangnya peredaran abnormal sulit diterima. Peneliti mengevaluasi
26
efek pengobatan dengan formulasi depot bulanan goserelin dikombinasi
dengan HRT (estrogen konjugasi 0,3 mg) dan medroksiprogesteron asetat
5 mg pada pasien mioma uteri, parameter yang diteliti adalah volume
mioma uteri, keluhan pasien, corak perdarahan, kandungan mineral, dan
fraksi kolesterol. Kadar HDL kolestrol meningkat selama pengobatan,
sedangkan plasma trigliserid meniongkat selama pemberian terapi.11,18
f. Antiprostaglandin
Dapat mengurangi perdarahan yang berlebihan pada wanita dengan
menoragia, dan hal ini beralasan untuk diterima atau mungkin efektif
untuk menoragia yang diinduksi oleh mioma uteri.
Ylikorhala dan rekan-rekan, melaporkan pemberian Naproxen 500-
1000 mg setiap hari untuk terapi selama 5 hari tidak memiliki efek pada
menoragia yang diinduksi mioma, meskipun hal ini mengurangi
perdarahan menstruasi 35,7 % wanita dengan menoragia idiopatik.
3. Embolisasi Arteri Uterina.
Suatu tindakan yang menghambat aliran darah ke uterus dengan cara
memasukkan agen emboli ke arteri uterina.
Dewasa ini embolisasi areteri uterina pada pasien yang menjalani
pembedahan mioma. Arteri uterina yang mensuplai aliran darah ke mioma
dihambat secara permanen dengan agen emboli (partikel polivinyl alkohol).
Keamanan dan kemudahan embolisasi arteri uterina tidak dapat dipungkiri,
karena tindakan ini efektif.
Proses embolisasi menggunakan angiografi digital subtraksi dan dibantu
fluoroskopi. Hal ini dibutuhkan untuk memetakan pengisian pembuluh darah
atau memperlihatkan ekstravasasi darah secara tepat.23Agen emboli yang
digunakan adalah polivinyl alkohol adalah partikel plastik dengan ukuran
yang bervariasi. Katz dkk memakai gel form sebagai agen emboli untuk
embolisasi arteri uterina.
Tingkat keberhasilan penatalaksanaan mioma uteri dengan embolisasi
adalah 85-90%.
1. Terapi inovatif berdasarkan aktivitas mekanisme molekuler.
Setelah didapatkan mekanisme molekuler mioma uteri, terapi yang lebih
baik dapat secara khusus memecahkan masalah ini. Seperti penyakit
27
lainnya, bila didapatkan kelainan gen yang spesifik akan membuka
kemungkinan terapi gen di masa yang akan datang. Sebelum terapi gen
digunakan lebih luas, kemungkinan kita harus melewati terapi yang
ditujukan sebagai anti spesific growth factor angiogeneis yang terdapat di
alam endometrium dan miometrium.
Sejumlah molekul telah diidentifikasi dalam menghambat proses
proliferasi sel endotel dan menghambat angiogenesis. TGF-β dan sekresi
reseptor bFGF berada di utaerus dan menghambat proses ini. Selain itu
fragmen 16-kd prolaktin, angiostatin, thrombospondin-1, platelet faktor 4,
tissue inhibitors of metalloproteinase (TIMPs 1,2 dan 3), interferon-α dan
placental proliferin-related protein secara negatif mengatur angiogenesis
dan dapat dieksploitasi terapi.
Agen farmakologi yang berlawanan dengan faktor angiogenik ataupun
obat-obatan yang dapat memblok produksi faktor ini, berikatan atau
menurunkan bentuk aktifnya, atau berikatan dengan reseptornya, juga
bermanfaat. Stimulasi angiogenesis yang merupakan target antagonis
potensial , termasuk TGF- β, bFGF, VEGF dan PDGF.
Terapi gen didefinisikan sebagai transfer rentetan DNA esensial atau
terapetik ke dalam sel pasien untuk medapatkan keuntungan klinis.
Perubahan ini dpat menghasilkan peningkatan produksi produk sel yang
penting, penghambatan ekspresi gen yang bersangkutan, dan induksi
respon imun serta penghancuran sel-sel yang rusak dengan kematian sel
yang terprogram.Bentuk gen terapi yang paling sering adalah pembentuk,
penggunaan transfer gen untuk menggantikan produk gen yang abnormal
atau hilang.Walaupun transfer gen dapat dilakukan dengan efikasi yang
sama pada sel somatik dan sel germ, terapi ditargetkan semata-mata pada
sel somatik dan tidak melibatkan pemusnahan secara lansung, atau
perbaikan sel-sel yang mengalami kelainan.
Tekhnologi DNA recombinant menyediakan alat-alat untuk
memungkinkan terapi gen. Ketika lokasi gen yang sama dikenali,
terdapat empat langkah dasar dimana segmen DNA di kloning, digestion,
ligation, transformation, dan selection.
28
Pada langkah pertama digestion, DNA dipotong untuk mengeluarkan
fragmen atau gen yang diinginkan, dibantu dengan penggunaan sebuah
kelas enzim yang disebut restriction endonucleases , yang memecah
rentetan DNA dengan tepat. Setelah segmen DNA yang diinginkan
didapatkan, segmen digabungkan atau diligasi untuk membantu vector
recombinant , yang mana disini berperanan enzim kelas dua disebut DNA
ligases. Pada akhir langkah kedua ini, “gene” yang diminati bergabung ke
dalam vektor yang dapat bereplikasi sendiri. Ada dua tipe vektor yang
sering digunakan dalam gen terapi, vektor plasmid dan vektor viral.
Plasmid DNA mudah tumbuh pada bakteri termasuk seluruh elemen yang
penting sebagai ekspresi mamalia, termasuk promoter, enhancer
sequences dan transcript processing signals. Vektor viral termasuk sinyal
yang menjamin recombinant viral genome bergabung dalam progeny viral
particles. Langkah ketiga , transformasi terjadi dimana vektor
dipindahkan dari test tube ke dalam sel host yang dapat bereplikasi.
Akhirnya metode selection atau identification dilakukan untuk
menentukan sel host mana berisi recombinant DNA.Human Vektor
Recombinant dapat digunakan untuk mentransfer sel-sel DNA manusia
untuk terapi gen.Fungsi normal gen dan protein encoded nya harus
diketahui sebelum gen dianggap sebagai target dari terapi gen.
Terapi gen sitotoksik telah menunjukkan keberhasilan dalam
menghambat pertumbuhan tumor, serta proliferasi sel benigna. Baru-baru
ini FDA menyetujui terapi gen sitotoksik pada tumor otak dan tumor
ovarium. Tidak seperti tumor ganas, mioma uteri menimbulkan gangguan
bila ukurannya besar sehingga menimbulkan penekanan pelvis, obstruksi
saluran kencing, atau frekwensi buang air kecil yang menjadi lebih sering,
dan buang air besar menjadi sulit, bila tumbuh di sepanjang endometrium
menyebabkan perdarahan uterus yang abnormal. Terapi gen sitotoksik
dapat mengecilkan massa mioma uteri tanpa harus melakukan intervensi
bedah mayor. Penelitian terbaru menunjukkan efektifitas terapi gen
sitotoksik pada sel-sel mioma yang berasal dari tikus Eker (sel ELT-3).
Sel-sel ditransfer dengan enmcoding DNA plasmid β-galactosidase, SV-tk
transgene, atau plasmid kontrol. Ekspresi gen reporter diperiksa dengan
29
memonitor aktifitas enzim β-galactosidase untuk menentukan presentasi
sel-sel transfected yang diharapkan mengekspresikan timidine
kinase.Efisiensi transfeksi ini 16,7% pada leiomyocyte manusia dan 39,8%
pada sel-sel ELT-3.
C. Pengobatan Operatif
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan
uterus. Miomektomi dilakukan bila masih menginginkan keturunan, syaratnya harus
dilakukan dilatasi kuretase dulu untuk menghilangkan kemungkinan keganasan.
Miomektomi berhasil untuk mengontrol perdarahan kronik akibat mioma. Tindakan
miomektomi dapat dikerjakan dengan cara ekstirpasi misalnya pada miom Geburt,
malah sekarang ini miomektomi dikerjakan dengan histeroskopi untuk mioma
subserosa dan laparoskopi untuk kasus mioma subserosa. Angka kemungkinan untuk
terjadi kehamilan setelah miomektomni adalah 20-50%. Segera lakukan PA setelah
miomektomi atau dilatasi kuretase untuk menyingkirkan kemungkinan myosarkom
atau mixed mesodermal sarkoma.
Kerugian miomektomi adalah :
a. Melemahkan dinding uterus hingga dapat terjadi ruptur uteri saat hamil.
b. Menyebabkan perlekatan.
c. Residif
Histerektomi masih diperlukan oleh 25-35% penderita tsb. Histerektomi adalah
pengangkatan uterus yang umumnya adalah tindakan terpilih. Histerektomi secara
umum dilakukan pada mioma yang besar dan multipel. Histerektomi total umumnya
dilakukan dengan alasan mncegah timbulnya karsinoma servik uteri. Histerektomi
supravaginal (subtotal hanya dilakukan apabila teerdapat kesukaran dalam melakukan
histerektomi total dan harus dilakukan Pap’s Smear setiap tahun sekali. Pada wanita
yang belum menopause sebaiknya ditinggalkan 1 atau kedua ovarium untuk :
a. Menjaga agar jangan terjadi menopause sebelum waktunya.
b. Mencegah penyakit jantung koroner atau aterosklerosis umum.
D. Radioterapi
30
Tindakan ini agar ovarium tidak lagi berfungsi sehingga penderita mengalami
menopause dan diharapkan akan menghentikan perdarahan. Syarat-syarat dilakukan
radioterapi adalah :
Hanya dilakukan pada wanita yang tidak dapat dioperasi (bad risk
patient).
Uterus harus lebih kecil dari kehamilan 3 bulan.
Bukan jenis submukosa.
Tidak disertai radang pelvik
Tidak dilakukan pada wanita muda
Tidak ada keganasan uterus
Terapi mioma dengan kehamilan
Sedapatnya diambil sikap konservatif karena miomektomi pada kehamilan
sangat berbahaya disebabkan kemungkinan perdarahan hebat dan juga dapat
menimbulkan abortus. Operasi terpaksa dilakukan bila ada penyulit yang
menimbulkan gejala akut atau mioma sangat besar. Jika mioma menhalangi jalan lahir
dilakukan SC disusul dengan histerektomi. Bila akan dilakukan enukleasi ditunda
sampai sesudah nifas.
A. KURETASE
Definisi
Dilatasi serviks dan kuretase endometrium (D & C) adalah sebuah prosedur
pembedahan di mana leher rahim diperluas menggunakan dilator dan dinding rahim
dikerok dengan kuret, dilakukan untuk diagnosis dan pengobatan berbagai kondisi
rahim. 10
D & C adalah tindakan pembedahan ginekologi yang paling sering. Jika D&C
dikerjakan pada kecurigaan kanker endometrium atau serviks, harus diambil spesimen
dari endoserviks dulu (sebelum sondase dan dilatasi) dan diserahkan terpisah dengan
spesimen dari endometrium. Ini adalah kuretase fraksional (kuretase bertingkat).10
Tujuan
D & C biasanya digunakan untuk memperoleh jaringan untuk evaluasi
mikroskopis untuk menyingkirkan kanker. Prosedur ini juga dapat digunakan untuk
31
mendiagnosa dan mengobati pendarahan menstruasi berat dan mendiagnosa polip
endometrium dan uterus fibroid . D & C dapat digunakan untuk menghapus jaringan
kehamilan setelah keguguran, aborsi yang tidak lengkap, atau melahirkan , atau
sebagai teknik aborsi awal hingga 16 minggu. Polip endometrium dapat dihilangkan,
dan kadang-kadang tumor jinak rahim (fibroid) dapat hilang.10
Deskripsi
D & C biasanya dilakukan di bawah anestesi umum, meskipun lokal
atau anestesi epidural juga dapat digunakan. Menggunakan lokal anestesi mengurangi
risiko dan biaya, tetapi pasien akan merasakan kram selama prosedur. Jenis anestesi
sering digunakan tergantung pada alasan untuk D & C.10
Untuk memulai prosedur (yang hanya beberapa menit untuk dilakukan),
dokter memasukkan alat untuk terus membuka dinding vagina , dan kemudian meluas
pembukaan uterus sampai vagina ( serviks ). Hal ini dilakukan dengan memasukkan
serangkaian batang runcing, masing-masing lebih tebal daripada yang sebelumnya,
atau dengan menggunakan instrumen khusus lainnya. Proses pembukaan leher rahim
disebut dilatasi .10
Setelah serviks dilatasi, dokter memasukkan perangkat berbentuk sendok yang
disebut kuret ke dalam rahim. Kuret ini digunakan untuk mengikis lapisan rahim. Satu
atau lebih sampel jaringan kecil dari lapisan rahim atau saluran leher rahim akan
dikirim untuk analisis dengan mikroskop untuk memeriksa sel-sel yang abnormal.
Walaupun sederhana, teknik yang sedikit lebih mahal seperti vakum aspirasi dengan
cepat menggantikan D & C sebagai metode diagnostik, masih sering digunakan untuk
mendiagnosa dan mengobati beberapa kondisi, terutama bila dicurigai kanker.10
Indikasi lain: perdarahan yang banyak (erratic bleeding), gagal pengobatan
(failed medical treatment) atau ada temuan kelainan seperti polyp atau tumor rahim
(fibroid).10
Dilatasi dan kuretase adalah teknik tradisional untuk mendapatkan sampel
endometrium untuk pemeriksaan patologis. Namun D dan C telah terbukti
menunjukkan hilangnya sejumlah besar patologi termasuk:10
• polip endometrium
• intrauterine mukus fibroid
32
• sedikit daerah endometritis
• hiperplasia atau kanker
• IUD yang tertinggal
Persiapan
Karena pembukaan leher rahim dapat menyakitkan, obat penenang dapat
diberikan sebelum prosedur dimulai. Pernapasan yang dalam dan teknik relaksasi
lainnya dapat membantu mengurangi kram selama dilatasi serviks .10
Rehabilitasi
Seorang wanita yang telah dilakukan D & C di rumah sakit biasanya bisa
pulang pada hari yang sama atau hari berikutnya. Banyak wanita mengalami sakit
punggung dan kram ringan setelah prosedur ini dan mungkin akan mengeluarkan
darah beku kecil dalam satu atau dua hari. Pewarnaan vagina atau pendarahan dapat
terus berlangsung selama beberapa minggu.11
Kebanyakan ibu bisa melanjutkan kegiatan sehari-hari segera. Pasien harus
menghindari hubungan seksual, douching, dan tampon digunakan sedikitnya dua
minggu untuk mencegah infeksi sementara serviks menutup dan untuk
memungkinkan endometrium untuk sembuh sepenuhnya.10
Risiko
Risiko utama setelah prosedur tersebut adalah infeksi. Tanda-tanda infeksi meliputi:10
Demam
Perdarahan berat
Bau cairan vagina seorang wanita harus dilaporkan gejala-gejala tersebut ke
dokter, yang dapat mengobati infeksi dengan antibiotik sebelum menjadi serius.
D & C adalah operasi bedah yang membawa risiko tertentu yang terkait
dengan anestesi umum. Komplikasi jarang termasuk menusuk rahim (yang biasanya
33
sembuh sendiri) atau menusuk usus atau kandung kemih (yang memerlukan
pembedahan lebih lanjut untuk memperbaiki).11
Komplikasi jarang terjadi, antara lain:10
• Perforasi uterus.
Hasil Normal
Hasil yang dianggap normal jika tidak terdapat penebalan serta tidak terdapat
pertumbuhan kanker. Penghapusan dinding rahim tidak menimbulkan efek samping,
bahkan menguntungkan. Lapisan rahim biasanya segera tumbuh lagi, sebagai bagian
dari siklus haid .10
Hasil Abnormal
Beberapa jenis penebalan rahim, yang disebut hiperplasia , dianggap
abnormal. Hiperplasia sederhana adalah suatu kondisi jinak di mana lapisan rahim
menjadi lebih tebal dan terdapat lebih banyak kelenjar endometrium . Pada
hiperplasia kompleks, kondisi lain di mana lapisan rahim telah menebal, juga kelenjar
endometrium lebih padat. Dalam 80% kasus kondisi ini akan diperbaiki, dan ada
sedikit risiko kanker. Hanya 1% dari hiperplasia sederhana dan 3% dari hiperplasia
kompleks akan menjadi kanker.10
Hiperplasia atipikal ditemukan lebih serius. Dalam tipe ini endometrium
menebal, sel-selnya abnormal. Dua puluh sembilan persen perempuan
dengan atipikal hiperplasia berkembang menjadi kanker. Bahkan, dalam 17% sampai
25% dari perempuan dengan atipikal hiperplasia yang telah dilakukan
histerektomi dalam waktu satu bulan setelah diagnosis, karsinoma ditemukan di
tempat lain dalam endometrium.10
D&C hampir selalu dikerjakan di ruang periksa atau ruang pembedahan untuk
pasien rawat jalan. Untuk D&C, pasien diletakkan pada posisi litotomi. Meskipun
paling sering digunakan anastetik lokal (misalnya blok paraserviks), kadang-kadang
diperlukan anastesi umum.11
Langkah D&C yang biasa dilakukan adalah sebagai berikut. Ulangi
pemeriksaan panggul. Bersihkan vagina dan perineum dengan antiseptik dan pasang
34
kain penutup. Masukkan spekulum yang berat ke posterior vagina. Perlihatkan serviks
dan kemudian jepitlah dengan tenakulum atau klem Allis. Kuretlah kanalis
endoserviks dengan kuret Kevorkian atau yang serupa. Sondase uterus.10
Untuk wanita yang berusia > 40 tahun wajib (mandatory) dilakukan kuretase
jika mengalami PUD. Kuretase diagnostik memerlukan dilatasi serviks > 8mm
dengan menggunakan kuret tajam kecil secara sistematis, menyeluruh, sampel yang
baik dari semua bagian rongga rahim termasuk daerah ostium tuba. Kuretase
bertingkat dilakukan kuretase pada endoserviks diikuti dengan kuretase endometrium
dengan dua sampel diperiksa secara terpisah.10
D & C bukan sebuah prosedur yang sangat mudah karena hanya sebagian
lapisan rahim sebagai sampel. Oleh karena itu, sangat mungkin untuk kanker yang
akan dihilangkan. Karena itu, pasien dengan hiperplasia atipikal harus dilakukan D &
C lagi dalam tiga atau empat bulan. Menggabungkan histeroskopi dengan D&C dapat
meningkatkan ketepatan diagnosis dalam beberapa kasus. Namun, kombinasi ini tidak
dianjurkan bila diduga karsinoma endometrium karena kemungkinan bahwa
histeroskopi itu sendiri dapat membantu dalam penyebaran kanker melalui saluran
tuba .10
Prognosis
Histerektomi seluruh mioma adalah kuratif. Miomektomi yang ekstensif dan
secara signifikan melibatkan miometrium atau menembus endometrium maka
diharuskan SC pada persalinan berikutnya. Mioma yang kambuh kembali setelah
miomektomi terjadi 15-40% pasien dan 2/3-nya memerlukan tindakan lebih lanjut.
35
BAB III
IKHTISAR KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny.F
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 50 th
Pendidikan : Tamat SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku/bangsa : jawa/Indonesia
Alamat : Kampung Rawa Bambu RT 04/05 Bekasi
Masuk RSF : 09 Juni 2011
II. ANAMNESA
Autoanamnesis tgl 09 Mei 2011
KU : Perdarahan dari kemaluan dan nyeri perut bawah sejak 2 bulan yang
lalu
.
RPS :
Pasien datang dengan keluhan perdarahan dari kemaluan dan nyeri
perut bawah sejak 2 h yang hari lalu. Sebenarnya pasien mengeluh nyeri
perut bawah sejak 2 bulan yang lalu, wakatu itu sakit dirasakan disebelah
kiri dan kanan, sakit yang dirasakan hilang timbul.
Sejak 2 bulan yang lalu, pasien mengeluh perdarahan yang keluar
selama haid sangat hebat, tidak seperti biasanya, darah yang keluar berwarna
merah kehitaman, bergumpal-gumpal, sampai harus mengganti pembalut
sebanyak 2-4x/hari.
Pasien tidak pernah merasakan mual, muntah dan pingsan. BAB dan
BAK nomal lancar.
36
RPD : Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), Jantung (-).
RPK : Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), Jantung (-).
R. Menstruasi :
Menarche usia 15th, siklus 28 hari, lama 7 hari, banyak -3
pembalut/hari,dismenore (-).
R. Pernikahan : Menikah 2 x saat usia 24 tahun.
Riwayat Obstetri : P3A0
1. Th. 1981, aterm, spontan, bidan, perempuan, 3500 gr.
2. Th. 1984, aterm, spontan, bidan, laki-laki, 3000 gr. 3. Th. 1988, aterm, spontan, bidan, perempuan, 2900 gr.
R. KB : (-)
R. Operasi : (-)
R. Kebiasaan : Tidak merokok dan minum alkohol
Riwayat operasi : (-)
III. PEMERIKSAAN FISIK (09 Mei 2011)
IV.
A. Status Generalis
Keadaan umum : Sakit sedang TB : 155 cm
Kesadaran : CM BB : 45 cm
Tanda vital : TD 90/60 mmHg/N 80x/’ RR 16x/’/S 36,4°C
Kepala : Normocephali, rambut hitam tidak mudah
dicabut,distribusi merata.
Mata : Pupil bulat isokhor, conjunctiva anemis +/+,
37
Sklera ikterik -/-, RCL +/+, RCTL +/+
THT : Mukosa tidak hiperemis, sekret (-)
Leher : KGB tidak tampak membesar
Thorax :
Cor : S1-S2 normal regular, mur-mur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara napas vesikuler, ronchi (-), wheezing (-)
Mammae: Simetris, besar normal, retraksi putting (-),
hiperpigmentasi areola (-)
Abdomen : lihat status ginekologicus
Anogenital : lihat status ginekologicus
Extremitas : Akral hangat, edema tungkai -/-, refleks
fisiologis +/+, deformitas (-)
B. Status Ginekologikus
Abdomen
Inspeksi : Perut bagian bawah tampak datar, striae (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+), nyeri lepas (+), teraba massa 3 jari
dibawah pusat, konsistensi padat, permukaan rata, mobilitas
terbatas.
Perkusi : Nyeri ketok (+)
Ausk : Bising usus (+) normal
Anogenital
I : V/U tenang
Io : porsio licin, OUE tertutup, fluxus (-), Fluor (-)
VT : CUT setinju dewasa, mobilitas agak terbatas, adnexa massa -/-, nyeri
-/-.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 9 Juni 2011
DPL : Hb 10,5 gr/dl
Ht 30,5%
38
leukosit 11.300/ul
trombosit 250.000/ul
Golongan darah: O/+
Pemeriksaan USG tanggal 28 April 2011
Tampak uterus membesar dengan 1 massa hipoekoik di 1/3 dalam corpus
belakang atas, berbatas tegas, berukuran 7,3 x 7,4 x 7,5cm, mendesak
kavum uteri sehingga kavum uteri mengarah kedepan bawah, kedua
ovarium normal.
Kesan : Mioma Uteri Submukosa / Geburrt.
VI. RESUME
Pasien datang dengan keluhan perdarahan dari kemaluan dan nyeri perut
bawah sejak 2 minggu yang lalu. Sejak 2 bulan yang lalu, pasien mengeluh
perdarahan yang keluar selama haid sangat hebat, tidak seperti biasanya,
darah yang keluar berwarna merah kehitaman, bergumpal-gumpal, sampai
harus mengganti pembalut sebanyak 4x/hari. Nyeri perut bagian bawah juga
dirasakan semakin hebat.
Status Ginekologis
Abdomen
Inspeksi : Perut bagian bawah datar, striae (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+), nyeri lepas (+), teraba massa 3 jari
dibawah pusat, konsistensi padat, permukaan rata, mobilitas
terbatas.
Perkusi : Nyeri ketok (+)
Ausk : Bising usus (+) normal
Anogenital
I : V/U tenang
Io : porsio licin, OUE tertutup, fluxus (-), Fluor (-)
39
VT : CUT setinju dewasa, mobilitas agak terbatas, adnexa massa -/-, nyeri
-/-.
Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan USG
Kesan: Mioma Geburrt / Submukosa
VII. DIAGNOSIS
1. Mioma uteri submukosa/geburt
2. Anemia e.c perdarahan
VIII. DIAGNOSIS BANDING
(-)
IX. SIKAP
RTx/ :
1. Rawat inap
2. Rencana D & C
3. IVFD
4. Observasi KU, TTV, perdarahan
5. Persiapan op
6. Ambacim3x1 gr
7. Metergin 3x1 amp
8. Plasminex 2x1 amp
9. Mefinal tab 3x1
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
40
Ad fungsionam : dubia
Ad sanationam : dubia
PENATALAKSANAAN
Tanggal 10 Juni 2011
Dilakukan Laparatomi : D & C
Instruksi post OP
– Obsv. TNSP, perdarahan dan tanda akut abdomen
– Immobilisasi 24 jam
– Realimentasi bertahap sampai BU (+)
Terapi Injeksi : Baquinor forte 2x1
Mefinal 3x1
Methergin 1x1
LAPORAN OPERASI
Tanggal 10 Mei 2011
Operator/asisten: Dr. Dean, Sp.OG
• Pasien terlentang di meja operasi dalam anestesi umum
• Asepsis dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya
• Kandung kemih diyankinkan kosong
• Pasang speculum bawah
• Sonde masuk 10 cm arah uterus
• Masukan curet secara terlentang sampai diyakini masuk dan didapatkan
jaringan endometrium ,perdarahan 25 cc
• Dibersihkan dengan betadine
• Jaringan dikirim ke PA
FOLLOW UP
Tanggal 11 Mei 2011
S: Nyeri luka OP (+),
41
O: KU/kes: Baik/CM
TV: TD 90/60 N 80x/’ RR 18x/’ S 36,4°C
St. General :
Mata : Ca -/-. SI -/-
Toraks : BND vesikuler, ronki (-), whezing (-)
BJ I dan II reg, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : inp : perut tampak datar
Palp : supel, NT (+), TFU 2 JBP
Perk : tympani , NK (+)
Aus : BU (+)
St. Gyn: Fluksus (+)
A : Post curretage a.i mioma terinfeksi
Injeksi Methergin 1x1
Oral Baquinor forte 2x1
Mefinal 3x1
FOLLOW UP
Tanggal 12 Juni 2011
S: nyeri luka OP (+),
O: KU/kes: Baik/CM
TV: TD 100/70 N 84x/’ RR 20x/’ S 36,2°C
St. General :
Mata : Ca -/-, SI -/-
Toraks : BND vesikulerr, ronki (-), whezing (-)
BJ I dan II reg, mumur (-), gallop (-)
Abdomen : ins : perut tampak datar
Pal : supel, NT (+), TFU 2 JBP
Perk : tympani , NK (+)
Aus : BU (+)
St. Gyn: fluksus (+)
A : Post curretage a.i mioma terinfeksi
P : Injeksi Methergin 1x1
42
Oral Baquinor forte 2x1
Mefinal 3
ANALISA KASUS
Pada kasus ini ditegakkan diagnosa mioma uteri berdasarkan beberapa temuan
dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis pasien dengan keluhan perdarahan pervaginam didalam masa
haid dengan jumlah yang banyak dan nyeri perut. Pada sumber kepustakaan
didapatkan bahwa salah satu dari gejala mioma adalah perdarahan
(mennometrrorhagi), adanya nyeri perut, adanya massa di perut bagian bawah dan
gejala-gejala sekunder seperti anemia akibat perdarahan yang juga terdapat pada
pasien ini.
Dari pemeriksaan fisik pada pemeriksaan abdomen didapatkan teraba massa 3
jari dibawah pusat, konsistensi padat, permukaan rata, mobilitas terbatas. Pada
pemeriksaan genital, Io didapatkan porsio licin, OUE tertutup, fluxus (-), Fluor (-).
Pemeriksaan penunjang yang utama adalah USG, Histerosalfingografi dan MRI.
Pada pasien ini dilakukan USG dengan kesan mioma uteri geburrt.
Pada kasus ini tidak dicantumkan diagnosa bandingnya karena dianggap semua
diagnosa banding yang ada dapat disingkirkan.
Sebagian besar mioma uteri ditemukan pada masa reproduksi karena diduga
berhubungan dengan aktivitas estrogen. Myoma uteri sering didapatkan pada pasien
dekade ke-4 dan ke-5, sering pada nullipara atau yang kurang subur. Hal ini tidak
sesuai dengan yang didapat pada pasien, dimana pasien adalah para 3 abortus 0.
Kemungkinan hal ini dapat dihubungkan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Marshall, Sato dan Chiaffarino yang menemukan bahwa resiko mioma meningkat
seiring bertambahnya indeks massa tubuh dan konsumsi danging dan ham. Dari data
pasien memiliki TB 159 cm, BB 75 kg, dan konsumsi daging yang sering.
Pasien mempunyai keluhan perdarahan pervaginam yang hebat, dan pada USG
didapatkan kesan mioma uteri Geburrt. Hal ini sesuai dengan teori dimana myoma
uteri submukosum tumbuh dibawah endometrium dan dibawah endometrium
43
pendarahan uterus paling banyak sehingga mioma submukosum ini paling sering
mengakibatkan perdarahan uterus yang banyak dan irregular.
Penatalaksanaan diberikan berdasarkan beberapa pertimbangan berat keluhan,
faktor usia dan tidak menginginkan anak lagi, KU dan karakteristik mioma.
Dikarenakan usia pasien 42 tahun dengan masa kesuburannya tidak lama lagi, mioma
jenisnya adalah submukosa yang sulit bila hanya dilakukan miomektomi. Maka
pasien ini dilakukan D & C.
Pada pasien dipilihkan tindakan D & C atas pertimbangan pasien telah memiliki
3 orang anak, usia pasien 50 tahun dan jenis mioma uteri submukosum yang
mempunyai keluhan perdarahan yang hebat walaupun ukurannya kecil..
KESIMPULAN DAN SARAN
Pasien dengan mioma uteri Geburrt dengan factor prediposisi terjadinya
mioma adalah : pasien seorang wanita 50 tahun, tidak haid, BB 75 kg,
TB 159 cm.
Gejala klinis yang paling jelas pada pasien perdarahan disebabkan oleh
karena mioma yang terletak di submukosa atau dibawah endometrium
yang banyak pembuluh darahnya, sehingga banyak terjadi perdarahan.
Terapi yang diterapkan pada pasien sudah tepat.
Saran agar pasien control teratur, dan mengigatkan agar anak-anak
pasien waspada, karena myoma uteri mempunyai factor keturunan.
Awal pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi somatik dari sel-sel
miomaterium, mencakup rentetan perubahan kromosom secara parsial
maupun keseluruhan. Aberasi kromosom 23-50% dari mioma uteri yang
44
diperiksa yang terbanyak ditemukan pada kromosom 7(del (7) (q
21)/q21q32)
Keberhasilan pengobatan medikamentosa mioma uteri tergantung telah
terjadi perubahan kromosom atau tidak.
Ditemukan 4 faktor yang berperanan dalam mengatur fungsi vaskuler,
dan berperanan dalam proses angiogenesis dalam endometrium dan
miometrium di uterus, yaitu: BFGF, VEGF, HBEGF, dan PDGF.
Sebelum terapi gen digunakan secara luas, kita harus melewati terapi
yang ditujukan sebagai anti growth factor spesifik yang terdapat dalam
proses angiogenesis dalam endometrium dan miometrium. Diatas telah
diidentifikasi molekul yang menghambat angiogenesis, didalam uterus
dan menghambat proses ini.
Terapi gen sitotoksik merupakan cara yang efektif dalam mengurangi
ukuran mioma uteri, walaupun pemeriksaan lebih jauh dibutuhkan,
terapi gen dapat digunakan sebagai pendekatan alternatif atau dapat
menjadi program pencegahan dalam pengobatan mioma uteri.
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Bina Pustaka. Hal 338-345. Jakarta, 1999.
2. Cuningham, Mac Donald, Gant. Mioma Uteri. Obstetri Williams. Ed 18. EGC.
3. Ginekologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran. Bandung.
4. Http://www.emedicine.com/med/topic3319.htm
5. Http://www.tjclarodirect.com/d_fibroid Prawirohardjo, S, DSOG. Tumor
Jinakk Pada Alat Genital. Ilmu Kandungan. Yayasan.
6. Http://ivf.com/fibrinoid.html .
7. Http://www.medstudents.com/ginob6.htm
46