min ah as a

142
Kebudayaan Minahasa BAB II PEMBAHASAN II.1. KEBUDAYAAN MINAHASA II.1.1. IDENTIFIKASI Orang Minahasa adalah suatu suku bangsa yang mendiami suatu daerah pada bagian timur laut jazirah Sulawesi Utara. Dalam ucapan umum orang Minahasa menyebut diri meraka Orang Manado/Touwenang, Minahasa, atau Kawanua. Sedangkan Suku Minahasa adalah salah satu suku bangsa di Indonesia. Mereka berasal dari Kabupaten Minahasa provinsi Sulawesi Utara. Suku Minahasa sebagian besar tersebar di seluruh provinsi Sulawesi Utara. Suku Minahasa terbagi atas sembilan subsuku: 1. Babontehu 2. Bantik 3. Pasan Ratahan 4. Ponosakan 5. Tonsea 6. Tontemboan 7. Tondano 8. Tonsawang 9. Tombulu Di antara sembilan subsuku di atas, yang termasuk subsuku terbesar adalah : Tontemboan, Tonsea, Tombulu, dan Bantik. 4

Upload: bobby-frathama-sembiring

Post on 27-Jun-2015

649 views

Category:

Documents


25 download

TRANSCRIPT

Page 1: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

BAB II

PEMBAHASAN

II.1. KEBUDAYAAN MINAHASA

II.1.1. IDENTIFIKASI

Orang Minahasa adalah suatu suku bangsa yang mendiami suatu daerah pada

bagian timur laut jazirah Sulawesi Utara. Dalam ucapan umum orang Minahasa menyebut

diri meraka Orang Manado/Touwenang, Minahasa, atau Kawanua. Sedangkan Suku

Minahasa adalah salah satu suku bangsa di Indonesia. Mereka berasal dari Kabupaten

Minahasa provinsi Sulawesi Utara. Suku Minahasa sebagian besar tersebar di seluruh

provinsi Sulawesi Utara.

Suku Minahasa terbagi atas sembilan subsuku:

1. Babontehu

2. Bantik

3. Pasan Ratahan

4. Ponosakan

5. Tonsea

6. Tontemboan

7. Tondano

8. Tonsawang

9. Tombulu

Di antara sembilan subsuku di atas, yang termasuk subsuku terbesar adalah :

Tontemboan, Tonsea, Tombulu, dan Bantik.

Minahasa berasal dari kata "MINAESA" yang berarti persatuan, yang mana zaman

dahulu Minahasa dikenal dengan nama "MALESUNG".

Menurut penyelidikan dari Wilken dan Graafland bahwa pemukiman nenek moyang orang

Minahasa dahulunya di sekitar pegununggan Wulur Mahatus, kemudian berkembang dan

berpindah ke Mieutakan (daerah sekitar tompaso baru saat ini).

Orang minahasa yang dikenal dengan keturunan Toar Lumimuut pada waktu itu

dibagi dalam 3 (tiga) golongan yaitu :

Makarua Siow : para pengatur Ibadah dan Adat

Makatelu Pitu : yang mengatur pemerintahan

4

Page 2: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

Pasiowan Telu : Rakyat

Berdasarkan penyelidikan Dr. J.P.G. Riedel, sekitar tahun 670 di Minahasa telah

terjadi suatu musyawarah di watu Pinawetengan yang dimaksud untuk menegakkan adat

istiadat serta pembagian wilayah Minahasa. Pembagian wilayah minahasa tersebut dibagi

dalam beberapa anak suku, yaitu:

Anak suku Tontewoh (Tonsea) : wilayahnya ke timur laut

Anak suku Tombulu : wilayahnya menuju utara

Anak suku Toulour : menuju timur (atep)

Anak suku Tompekawa : ke barat laut, menempati sebelah timur tombasian besar

Pada saat itu  belum semua daratan minahasa ditempati, baru sampai di garisan

Sungai Ranoyapo, Gunung Soputan, Gunung Kawatak, Sungai Rumbia. nanti setelah

permulaan  abad XV dengan semakin berkembangnya keturunan Toar Lumimuut, dan

terjadinya perang dengan Bolaang Mongondow, maka penyebaran penduduk makin meluas

keseluruh daerah minahasa. hal ini sejalan dengan perkembangan anak suku sepert anak

suku Tonsea, Tombulu, Toulour, Tountemboan, Tonsawang, Ponosakan dan bantik.

Di Minahasa sejak dahulu tidak mengenal adanya pemerintahan yang diperintah

oleh raja. Yang ada adalah:

Walian :Pemimpin agama / adat serta dukun

Tonaas : Orang keras, yang ahli dibidang pertanian, kewanuaan, mereka yang

dipilih menjadi kepala walak

Teterusan : Panglima perang

Potuasan : Penasehat

Sebutan "SI TOU TIMOU TUMOU TOU" dalam bahasa Minahasa artinya:

"Manusia hidup untuk menghidupkan manusia". Ini jadi moto keturunan Minahasa asli.

Kata 'Tou' berarti manusia di bahasa Minahasa. 'Timou' berarti hidup. 'Tumou'

berarti mengembangkan, merawat dan mengajar.

Filosofi kehidupan yang berasal dari Minahasa tua ini jadi sering dikutip oleh

almarhum Dr. G.S.S.J. Ratu-Langie (Dr. Sam Ratulangi, 1890-1949), seorang filosof

Minahasa, guru dan pahlawan nasional di Indonesia.

Pulau Sulawesi, dulu dipanggil Celebes, terletak di kalung mutiara archipelago

Indonesia, terbentuk seperti salah satu bunga anggrek. Sulawesi Utara, sesuatu daerah yang

indah, terletak di bagian utara timur Sulawesi, mencakup 27.515 km persegi yang terdiri

dari empat daerah - Bolaang Mongondow, Gorontalo, Minahasa dan kepulauan Sangihe

danTalaud.

5

Page 3: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

  Sulawesi Utara juga terkenal oleh sebab tanahnya yang subur yang menjadi rumah

tinggal untuk berbagai variasi tanaman dan binatang, didarat maupun dilaut. Tertutup

dengan daunan hijau pepohonan kelapa dan kebun-kebun cengkeh, tanah itu juga

menyumbang variasi buah-buahan dan sayuran yang lengkap. Fauna Sulawesi Utara

mencakup antara lain binatang langkah seperti burung Maleo, Cuscus, Babirusa, Anoa dan

Tangkasii (Tarsius Spectrum).

Untuk melindungi fauna ini, sebuah kebun alam telah di berdirikan. Taman laut

yang sangat menakjubkan menyelenggarakan petualangan dibawah air. Variasi yang luar

biasa dalam bidang panorama dan cara kehidupan orang tertempat yang memiliki tradisi

yang unik akan memikat pengunjung dari luar.

Penduduk Minahasa adalah orang Kristen yang ramah dan salah satu suku-bangsa

yang paling dekat dengan negara barat. Hubungan pertama dengan orang Europa terjadi

saat pedagang Espanyol dan Portugal tiba disana. Tetapi hanya saat orang Belanda tiba,

agama Kristen tersebar terseluruhnya. Tradisi lama jadi terpengaruh oleh keberadaan orang

Belanda. "Minahasa" berasal dari confederasi masing-masing suku-bangsa dan patung-

patung yang ada jadi bukti sistem suku-suku lama.

Sulawesi Utara jadi salah satu produsen kelapa, cengkeh dan pala yang terbesar di

Indonesia, yaitu menambah pada kekayaan alamnya.

II.1.1.a. Legenda Minahasa (Toar Lumimu'ut)

Minahasa adalah suatu daerah yang terletak di sebelah utara Pulau Sulawesi

(dahulu disebut Celebes) di Indonesia. Penduduk menyebut diri mereka sendiri 'Orang

Minahasa', sedangkan Minahasa yang tinggal di luar Minahasa menyebut diri mereka

sendiri Kawanua, yang berarti ´keluarga´.

Kalau anda berada di Minahasa anda akan segera mendengar nama Toar dan

Lumimu'ut disebut. Di Kota Manado sendiri terdapat sepasang patung ini.

Ini adalah cerita tentang Toar dan Lumimu'ut. Menurut cerita legenda, nenek moyang

Minahasa datang dari Monggolia. Orang-orang Monggolia merupakan sebuah kelompok

yang sulit di kendalikan dimana, setelah mereka menyerbu Cina, untuk mencari tempat

tinggal. Orang Monggolia yang terkenal adalah Genghis Khan.

Kelompok-kelompok Monggolia berlayar dengan kapal dan tiba di Celebes Utara

melalui Philipina. Hal ini menjelaskan mengapa orang Philipina dan orang Minahasa

umumnya mempunyai mata yang agak sipit. Mereka (orang Mongol) juga pergi sampai ke

dalam Celebes yang sekarang di sebut Tanah Toraja di Celebes Tengah. Disana atap-atap

6

Page 4: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

rumah dan bangunan-bangunan tradisional mempunyai bentuk kapal berlayar dengan

ikatan simpul yang menunjuk ke arah utara. Disini mereka menggambarkan tentang

penyerbu tersebut yang sebagai Tuhan yang datang dari Utara

Menurut legenda, orang Minahasa berasal dari kedua orang ini yang datang ke

Celebes bagian utara, mereka adalah lelaki Toar (matahari) dan wanita Lumimu'ut (tanah).

Lumimu'ut adalah seorang prajurit wanita, yang dibentuk dari batu karang, dicuci dalam

laut, dipanaskan oleh matahari dan disuburkan oleh Angin Barat. Mereka, awal mulanya,

berkemah di pulau vulcanic, Manado Tua, dekat tepi laut Minahasa, seberang

Manado."Ibunya sangat cantik. Namanya adalah Lumimu'ut dan dia adalah seorang

keturunan tuhan. Kecantikannya yang luar biasa mempesonakan dan awet muda yang

dianugrahi kepadanya. Ketika anak lelakinya, Toar, sudah menjadi seorang pemuda dia

meninggalkan ibunya untuk menjelajahi dunia. Lumimu'ut memiliki sebuat tongkat

perjalanan yang panjang dan ketika dia mengucapkan perpisahan kepada Toar dia

memberikannya sebuah tongkat yang sama panjangnya dan dia memperingatkan nya untuk

tidak menikah dengan anggota keluarga; oleh sebab itu dia seharusnya tidak boleh

menikahi seorang perempuan yang mempunyai tongkat yang sama panjang seperti

miliknya. Bertahun-tahun lamanya dan perjalan panjang kemudian Toar kembali ke

kampung halamannya. Disana dia bertemu dengan seorang wanita muda cantik dimana dia

jatuh cinta dan ingin menikahinya. Dia tidak mengenal ibunya sendiri yang memang tetap

abadi awet muda, dan dari pihak ibunya sendiri tidak mencurigai sama sekali bahwa

pemuda dewasa yang ganteng ini adalah anaknya sendiri.

Sebelum mengambil sumpah perkawinan Toar ingat akan permintaan ibunya ketika

dia akan meninggalkannya untuk perjalanan panjang. Oleh sebab itu dia meletakkan

tongkatnya di samping tongkat calon istrinya untuk membandingkan panjangnya.

Tetapi selama perjalanan panjangnya dia sudah memakai banyak tongkatnya, sehingga

tongkat tersebut menjadi jauh lebih pendek. Sehingga tidak ada halangan lagi untuk nenek

moyang Minahasa ini.

Ketika kemudian mereka mengetahui kesalahan mereka, sudah sangat terlambat

dan dengan rasa malu mereka meninggalkan rumah kota mereka. Selama perjalanan

mereka, mereka kemudian tiba di Celebes Utara di pulau volcanic di Menado Tua,

seberang pantai dekat Manado di Minahasa

Setelah beberapa waktu kemudian Toar dan Lumimu'ut akhirnya memutuskan

untuk pergi ke pantai di benua tersebut. Ketika mereka tiba disana mereka merasa pantai

terlalu panas, oleh sebab itu mereka pergi lebih dalam di desa tersebut dan menetap di

7

Page 5: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

gunung Tondano dimana iklimnya sejuk dan segar. Disini mereka melahirkan anak-anak

mereka dan perlahan mendiami daerah tersebut. Akhirnya tentu saja anak-anak Toar dan

Lumimu'ut menginginkan daerah meraka masing-masing. Legenda menceritakan bahwa

Toar mengizinkan masing-masing anaknya memilih sebidang daerah dan melemparkan

batu-batu di jurusan yang berbeda-beda. Dimana batu-batu tersebut jatuh disitulah muncul

kolonisasi baru Tonsea (manusia yang suka air), Tondano (manusia yang suka danau),

Tombulu (manusia yang suka bulu), Tombasso, Tontemboan (Tompakewa), Toulour,

Tomohon. Di legenda tersebut ke-7 tempat ini adalah ke tujuh daerah Minahasa yang

kemudian membuat suku dengan kepala sukunya masing-masing (Kepala Suku, Tonaas,

Hukum Tua atau Hukum Besar)

Menurut mitos ini Penciptaan manusia turun temurun adalah dari wanita dan bukan,

sebagaimana di agama Kristen, dari laki-laki yang rusuknya diambil untuk menciptakan

wanita. Patung Toar dan Lumimu'ut berdiri di lapangan kecil di Manado, dimana bukan

ibu kota Minahasa, karena itu adalah Tondano. Manado, bagaimanapun, adalah ibu kota

dari Propinsi Sulawesi Utara dan daerah Minahasa secara luas sehubungan dengan

administrasi dan masalah ekonomi. Pendiriannya secara resmi dianggap dibuat oleh Dotu

Lolong Lasut, yang diperingati dengan sebuah patung di kota. Lokasi patung Toar dan

Lumimuut di pusat Manado dapat di dianggap sebagai simbol persatuan/penggabungan

Manado oleh orang Minahasa.

II.1.1.b. Administrasi

Dengan lembaran Negara  Nomor 64 Tahun 1919, minahasa di jadikan daerah

otonom. Pada saat itu minahasa terbagi dalam 16 distrik : distrik tonsea, manado, bantik,

maumbi, tondano, touliang, Minahasa, sarongsong, tombariri, sonder, kawangkoan,

rumoong, tombasian, pineleng, tonsawang, dan tompaso. Tahun 1925, 16 distrik tersebut

dirubah menjadi 6 distrik yaitu distrik manado, tonsea, Minahasa, kawangkoan, ratahan,

dan amurang.

Sejalan dengan perkembangan otonomi maka tahun 1919, kota Manado yang

berada di tanah Minahasa, diberikan pula otonom menjadi Wilayah Kota manado.

Kemudian karena kemajuan yang semakin cepat, maka status kecamatan Bitung,

berdasarkan Peraturan pemerintah nomor 4 Yahun 1975 Tanggal 10 April 1975 telah

ditetapkan menjadi Kota Administratif Bitung, dan selanjutnya pada tahun 1982 ditetapkan

menjadi Kota Bitung.

Batas wilayah administratif Kabupaten Minahasa adalah :

8

Page 6: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Minahasa Utara.

Selatan : Berbatasan dengan kabupaten Minahasa selatan

Barat : Berbatasan dengan Kota Manado dan laut sulawesi

Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Minahasa Utara dan Laut Maluku

Adapun luas kecamatan-kecamatan di Kabupaten Minahasa dan jumlah desa /

kelurahannya adalah sebagai berikut :

Kecamatan Luas Wilayah (Km3) Jumlah Desa/Kelurahan

Tombulu 75,25 8

Pineleng 61,04 14

Tombariri 129,20 14

Tondano Utara 52,00 7

Tondano Barat 64,5 9

Tondano Timur 35,12 11

Tondano Selatan 16,5 8

Eris 42,20 7

Kombi 21,30 11

Lembean Timur 40,60 7

Kakas 145,10 20

Remboken 38,70 11

Sonder 46,70 10

9

Page 7: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

Kawangkoan 47,99 13

Tompaso 30,09 11

Langowan Barat 40,85 12

Langowan Timur 13,70 10

Langowan Selatan 69.04 8

Jumlah penduduk Kabupaten Minahasa sampai dengan bulan Juni  tahun 2006

adalah 304.298 Jiwa. Kabupaten Minahasa memiliki masyarakat dengan dominasi etnis

minahasa yang mendiami daerah pegunungan dan pesisir yang tersebar dalam 18

kecamatan.

Jumlah penduduk dan kepadatannya menurut kecamatan adalah sebagai berikut :

KECAMATANJUMLAH

PENDUDUK

KEPADATAN

PER KM

TONDANO UTARA 10.064 374

TONDANO BARAT 18.588 547

TONDANO SELATAN 17.196 126

TONDANO TIMUR 13.903 381

LANGOWAN BARAT 18.873 364

LANGOWAN SELATAN 8.057 15

LANGOWAN TIMUR 17.773 130

KAKAS 22.177 184

TOMPASO 14.535 491

REMBOKEN 11.488 202

KAWANGKOAN 26.218 532

TOMBARIRI 25.512 180

10

Page 8: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

SONDER 18.114 319

ERIS 12.843 320

LEMBEAN TIMUR 8.855 131

KOMBI 11.133 92

PINELENG 34.822 250

TOMBULU 14.147 164

JUMLAH 304.298 273

 

Sumber : Dinas Catatan Sipil & kependudukan Kab. Minahasa

II.1.1.c. Sejarah Minahasa

Era Megalith

Secara garis besar, benda megalit yang ditemukan di Minahasa dapat dibedakan

menjadi beberapa jenis megalit yaitu: peti kubur, menhir, lumpang batu, batu bergores,

altar batu, batu dakon dan arca batu atau arca menhir. Peti kubur batu di Minahasa disebut

dalam bahasa daerah dengan istilah waruga. Benda ini merupakan tinggalan megalit yang

sangat dominan di Minahasa. Jenis megalit yang lain adalah menhir. Diperkirakan menhir

yang disebut dalam bahasa daerah dengan istilah watu tumotowa pada mulanya juga

merupakan benda megalit yang cukup dominan di Minahasa, dan berfungsi sebagai tanda

pendirian suatu daerah atau desa. Pada umumnya menhir dari daerah ini sangat sederhana

dan tidak dikerjakan secara intensif, bahkan banyak yang tidak dikerjakan sama sekali

bentuknya sehingga tetap sama dengan bentuk alamiahnya, kemungkinan sudah banyak

menhir yang dimanfaatkan dan digunakan untuk keperluan lain Lumpang batu adalah jenis

megalit lainnya yang ditemukan di Minahasa bagian selatan. demikian pula halnya dengan

batu bergores, yang meskipun tidak banyak temuannya, tetapi merupakan tinggalan yang

cukup penting. Jenis-jenis megalit yang lain yaitu altar batu, batu dakon dan arca batu atau

arca menhir juga merupakan megalit yang ditemukan di Minahasa. Jenis-jenis megalit

semacam ini jumlahnya tidak banyak dan daerah sebarannya juga sangat terbatas.

11

Page 9: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

1512

Armada perdagangan Portugis secara resmi mengirim Antonio de Abreu ke

Maluku. Pada tahun tersebut Portugis juga mengirimkan tiga kapal layar ke Manarow

(Pulau Manado Tua). Dari pulau tersebut orang Portugis memina pertolongan dari suku

Babontehu untuk memperkenalkan mereka kepada kepala Walak Wenang, Dotu Ruru-

Ares. Orang Portugis sudah melihat banyak kapal barang rongsokan Cina di Teluk

Manado. Selain itu, dari pelaut-pelaut Cina orang Portugis memperoleh lokasi Macao (dan

kemudian ditemukan pada tahun 1523).

1518

Maksud kedatangan orang Portugis ke Wenang adalah untuk menyewa sebidang

tanah. Tetapi tujuan untuk menyewa tanah di Wenang gagal karena kepala Walak Ruru-

Ares tidak setuju untuk memberikan mereka sebuah tempat. Setelah kegagalan ini Portugis

kemudian melakukan perjalanan ke Uwuran (sekarang Amurang) dan disana mereka

mendirikan Benteng Amurang. Ketika mereka tiba di Uwuran, Portugis yang saat itu

membawa lebih banyak pedagang dan pimpinan rohani dari pada serdadu, belum berani

memasuki daerah pedalaman. Mereka hanya mampu mendirikan benteng-benteng batu di

tepi pantai dan pulau di sekitar Minahasa, seperti di Siauw.

1520

Sementara itu Sultan Demak di Jawa membawa kehancuran kerajaan Majapahit

yang sangat kuat. Sebuah kekaisaran Muslim yang kuat berkembang dengan pusatnya di

Melaka (Malaka) di Semenanjung Malayu.

1521

Jalur ke kepulauan Maluku baru didirikan oleh Portugal. Sebelumnya pemimpin

kapal-kapal Spanyol, Ferdinand Magelhaens, menemukan sebuah jalur pelayaran seperti

yang pernah dilakukan oleh Portugis. Perbedaannya adalah bahwa jalur ini dilakukan di

sekitar tanjung Amerika Selatan melintasi Samudera Pasifik dan mendarat di Kepulauan

Sangir Talaud di Laut Sulawesi. Orang Spanyol mendirikan kantor perdagangan (Loji) di

Wenang, yang berlokasi di pasar 45 (sekarang Pasar Jengky), dengan izin dari kepala

Walak Wenang, yang pada waktu itu adalah Dotu Lolong Lasut. Sejak kantor perdagangan

Spanyol sudah ada, orang Cina mulai mendirikan tempat mereka dekat kantor tersebut.

Sebelumnya orang Cina serta Portugis menurunkan barang-barang mereka di pulau

Manarow, yang pada waktu itu lebih terkenal dengan Spanyol-Portugis daripada Wenang.

Spanyol menjadikan pulau Manarow sebagai tempat persinggahan untuk mengambil air

minum. Dari pulau itu kapal-kapal Spanyol memasuki daratan Sulawesi Utara melalui

12

Page 10: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

Sungai Tondano (sekarang Sungai Manado). Pengembara-pengembara Spanyol membuat

kontak dengan penduduk melalui perdaganan ekonomi tukar menukar, yang dimulai di

Uwuran (Amurang) di pinggir sungai Rano I Apo. Barang-barang yang ditukar adalah

beras, damar, madu dan hasil hutan lainnya yang ditukar dengan ikan dan garam.

1523

Walaupun wanita-wanita yang tinggal di sekitar tepi laut sudah banyak yang

bersuamikan orang Portugis, penduduk wanita di daerah pegunungan hanya menikah

dengan orang-orang kulit putih asal Spanyol. Salah satu contoh adalah seorang wanita

muda dari Kakaskasen Minahasa yang bernama Lingkan Wene yang menikah dengan

seorang Kapten Spanyol yang bernama Juan de Avedo. Kemudian anak lelaki dari

pasangan suami istri ini diberi nama Mainalo Wula'an karena mempunyai mata bulat

bening (Indo Spanyol). Perkawinan wanita Minahasa dengan pria asal Spanyol ini ternyata

tidak disukai oleh orang Portugis karena orang Portugis beranggapan bahwa Spanyol akan

memegang kontrol terhadap daerah Minahasa.

1540

Orang Eropa mendatangi daerah Sulawesi Utara; daerah yang secara nominal

tunduk kepada Sultan Ternate, yang menuntut penghormatan dari suku-suku pantai dan

memperkenalkan agama Muslim diantara beberapa penduduk bahari. Ketika orang

Portugis memperoleh kekuatan dan pengaruh di Ternate dan menjadikan Sultan tersebut

budak mereka, mereka juga mengambil milik Minahasa dan mendirikan pabrik di Wenang.

1541

Nama Manado ditempatkan di peta dunia oleh kartografer Nicolas Desliens. Pada

mulanya peta tersebut menunjuk pada pulau Manarow (sekarang Manado Tua), tetapi,

ketika Wenang menjadi pusat perdagangan, nama Manado menunjukkan Wenang,

menjadikan kepulauan Manarow menjadi Mando Tua. Minahasa menjadi penting bagi

orang Spanyol karena tanah subur dan pernah digunakan oleh Spanyol untuk menanam

kopi yang datang dari Amerika Selatan, untuk di dagangkan di Cina. Untuk alasan itu

Manado dibangun untuk menjadi pusat perdagangan bagi pedagang Cina yang berdagang

kopi di Cina.

1550

Spanyol telah mendirikan benteng di Wenang dengan cara menipu Kepala Walak

Lolong Lasut menggunakan kulit sapi dari Benggala India yang dibawa Portugis ke

Minahasa. Tanah seluas kulit sapi yang dimaksud spanyol adalah tanah seluas tali yang

dibuat dari kulit sapi itu. Spanyol kemudian menggunakan orang Mongodouw untuk

13

Page 11: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

menduduki benteng Portugis di Amurang pada tahun 1550-an sehingga akhirnya Spanyol

dapat menduduki Minahasa.

1570

Portugis dan Spanyol bersekongkol membunuh raja Ternate sehingga membuat

keributan besar di Ternate. Ketika itu banyak pedagang Islam Ternate dan Tidore lari ke

Ratahan. Serangan bajak laut meningkat di Ratahan melalui Bentengan, bajak laut

menggunakan budak-budak sebagai pendayung. Para budak tawanan bajak laut lari ke

Ratahan ketika malam hari armada perahu bajak laut dirusak prajurit Ratahan – Pasan.

1595

Ekspedisi pertama Belanda ke Asia dengan tujuan untuk mencapai pulau bumbu.

'Compagnie van Verre' memberangkatkan tiga kapal yang diperlengkapi dan dipersenjatai

dengan baik di bawah pimpinan Cornelis de Houtman (1565-1599) dan Gerrit van

Beuningen. Kapten Pieter Dirksz de Keyser mempunyai rute gambaran dari Jan Huygen

van Linschoten (1563-1611) yang pernah mengadakan perjalanan dengan sebuah kapal

Portugis. 'Mauritius', 'Hollandia' dan 'Amsterdam', diiringi oleh kapal pesiar kecil

'Duyfken', berangkat pada tanggal 2 April 1595 dari Texel dan tiba di Bantam, sebuah

pelabuhan lada yang paling penting di Jawa Barat, pada Juni 1596. Perjalanan tersebut

mengalami kesulitan dengan banyaknya pertikaian dan kehilangan banyak jiwa. Pada

Agustus 1597 ketiga kapal tersebut kembali dengan 87 orang yang selamat dari 249 awak

kapal pada mulanya. Walaupun secara keuangan tidak berhasil perjalanan tersebut telah

membuktikan bahwa perjalanan ke Asia memungkinkan.

1598

Oude Compagnie' (perpaduan dari sebuah perusahaan yang baru didirikan dengan

Compagnie van Verre) dari Amsterdam melengkapi sebuah armada yang berdiri dari

delapan kapal di bawah komando Jacob van Neck (1564-1638). Ini disebut 'Tweede

Schipvaart' (Pelayaran Kapal Kedua) yang sangat sukses dan kembali dari Bantam satu

tahun kemudian dengan empat kapal yang penuh muatan. Kapal lainnya berlayar menuju

ke kepulauan Molucca. Wijbrand van Warwijck (1569-1615) berlabuh di Celebes, Ambon

dan Ternate, Jacob van Heemskerck (1567-1607) berlabuh di Banda. Juga di pelabuhan

Middelburg, Veere dan perusahaan Rotterdam yang didirikan memberangkatkan sebanyak

14 kapal ke Aisa, di bawah komando antara lain Gerard le Roy, Cornelis de Houtman and

Olivier van Noort (1559-1627).

1599

14

Page 12: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

Oude Compagnie memperlengkapi keseluruh 7 kapal di bawah komando Steven

van der Haghen (1563-1624) dan Jacob Wilckens, 'Nieuwe Brabantse Compagnie'

memperlengkapi 4 kapal dibawah komando Pieter Both (1550-1615). Steven van der

Haghen mendapat izin penggunaan kastil Van Verre di Ambon dari penduduk

semenanjung Hitu yang ditukar dengan bantuan militer untuk melawan orang Portugis.

Sebuah serangan pada benteng Leitimor milik Portugis di Ambon timur mengalami

kegagalan. Cornelis de Houtman berlabuh di Atjeh dan meninggal dalam sebuah

pertemburan melawan penduduk lokal.

1600

Belanda membantu kepala suku Maluku untuk mengeluarkan orang Portugis, yang

pengaruhnya di negara ini mereka peroleh, dan dipertahankan terus-menerus sejak itu.

1602

Pada 20 Maret 1602 'Staten Generaal' Belanda mengeluarkan sebuah monopoli

perdagangan dan pengapalan di Asia selama 21 tahun lamanya sampai 'Verenigde Oost-

Indische Compagnie', VOC. Paten ini di perpanjang di tahun-tahun yang akan datang.

Perserikatan Jendral juga memperbolehkan VOC membangun benteng dan bertransaksi

sebanyak mungkin kerugian kepentingan Portugis dan Spanyol di Asia. Perusahaan

tersebut mempunyai enam bagian atau "kamar" di Belanda, di kota Amsterdam,

Middelburg, Rotterdam, Delft, Hoorn dan Enkhuizen. Kamar-kamar tersebut dilengkapi

kapal masing-masing, yang manajemen-nya ditentukan oleh 'Heren Zeventien', sebuah

komisi yang terdiri dari pimpinan-pimpinan delegasi dari enam Kamar, yang secara

bergiliran bertemu di Amsterdam dan Middelburg. Aset perusahaan (6.5 juta guilders)

dikumpulkan oleh pemegang saham yang menerima deviden (keuntungan saham) menurut

pembagian keuntungan dari kepulangan kargo-kargo dari Asia ke Republik.

1603

Armada pertama VOC sebanyak dua belas kapal yang bersenjata berat ditempatkan

di bawah komando Steven van der Haghen. Salah satu tugasnya adalah menyerang

bangunan Portugis di Goa dan Mozambik. VOC mendirikan sebuah pos perdagangan di

Bantam, yang mana sudah pernah di lakukan oleh Inggris setahun sebelumnya. Spanyol

membangun sebuah benteng di Maluku. Penguasa-penguasa Manado ingin menyingkirkan

para penyerbu Spanyol. Mereka meminta pertolongan dari VOC Belanda di Ternate.

1605

Steven van der Haghen mengeluarkan orang Portugis dari Maluku dan

membaptiskan benteng Leitimor menjadi Fort Victoria. Dia merancang sebuah kontrak

15

Page 13: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

dengan penduduk Hitu untuk persediaan cengkeh. Sedangkan dengan Banda sebuah

perjanjiaan dibuat untuk persediaan pala.

1606

Orang Spanyol dari Filipina menyerbu Benteng Tidor yang ditinggalkan oleh orang

Portugis di Halmaheira.

1607

Kapal-kapal VOC untuk pertama kali memasuki bandar Manado untuk membeli

beras dan bahan pangan lainnya yang diperlukan sebagai bekal bagi perjalanan menuju

daratan Cina. Namun mereka tidak berhasil karena larangan Spanyol yang telah menguasai

niaga Sulawesi-Utara.Gubernur Cornelis Mattelief dari Batavia mengutus Jan Lodewijk

Rossingeyn menjalin hubungan niaga, namun ditolak oleh Spanyol. VOC menjalin

hubungan persahabatan dengan para pemuka kesultanan Maluku pada tahun 1607 yang

dendam terhadap Spanyol. Hal ini terjadi karena Spanyol menangkap Sultan Sahid Berkat

dan mengasingkannya ke Manila. Pihak kesultanan Ternate mendekati Belanda sebagai

pengimbang menghadapi kekuatan Spanyol.

1610

Usaha pendekatan dengan Minahasa dilanjutkan ketika pimpinan VOC di Batavia

mengutusKapten Verhoeff yang juga mengalami kegagalan. Verhoeff memberi laporan

lengkap mengenaipotensi yang dimiliki Minahasa hingga menarik minat Batavia untuk

menguasaiSulawesi Utara bagi kepentingan keamanan VOC di Maluku. Jaminan

keamanan dari VOC diperoleh Ternate ketika pangerah Sahid, Sultan Modafar diangkat

menduduki singgasana kepemimpinan pada 1610 tanpa gangguan Spanyol.

1614

Pihak VOC mulai mengkonsolidir sebuah angkatan perang di Ambon untuk

merebut Laut Sulawesi dari orang Sepanyol. Pertempuran singkat Spanyol-Belanda

berkecamuk pada bulan Agustus dikepulauan Siau, yang mana dimenangkan oleh Belanda.

Setelah kekalahan di Siau, Spanyol memusatkan kekuatannya di Manado. Untuk

menghadapi serbuan Belanda mereka membangun sebuah benteng dipesisir kota itu yang

berhadapan dengan pulau Manado Tua.

1630

Anak Lingkan Wene yang bernama Mainalo Wula’an dinikahkan dengan gadis asal

Tanawangko. Hasil perkawinan mereka membuahkan anak laki-laki yang kemudian

dinamakan Mainalo Sarani. Kelak menanjak dewasa, Mainalo Sarani diberi gelar Muntu-

Untu sementara istrinya di beri gelar Lingkan Wene.`Muntu-Untu dan Lingkan Wene

16

Page 14: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

dibabtis menjadi Kristen oleh Missionaris asal Spanyol bernama Ordo Fransiscan.

Kemudian mereka memperoleh status sebagai Raja Manado. Simon Kos, seorang Belanda,

pejabat VOC di Ternate memasuki tanah Minahasa dibawah pengaruh Spanyol. Kos

melaporkan hasil perjalanannya kepada Batavia yang waktu itu menjadi pusat

pemerintahan dibawah kekuasaan persekutuan dagang, ‘Verenigde Oost-Indiesche

Compagnie.”

Kos melaporkan bahwa Sulawesi Utara cukup potensial, baik lahan maupun posisi

letaknya strategis sebagai jalur lintas rempah-rempah dari perairan Maluku menuju Asia-

Timur.

Kehadiran Belanda dan Inggris sebagai adi-kuasa di perairan Maluku memberi

angin bagi para walak tanah Minahasa untuk mengusir Spanyol dari Minahasa dengan

melakukan pendekatan kepada pihak Belanda yang telah menguasai Ternate setelah

berhasil menyingkirkan kekuatan Portugis diperairan Maluku. Pendekatan terjadi ketika

tiga kepala walak masing-masing: Supit, Paat‚ dan Lontoh‚ melakukan misi diplomasi dan

berhasil menemui perwakilan VOC diTernate pada 1630.

1634

Perang di Maluku dimana VOC mencoba menyelenggarakan monopoli cengkeh

dengan cara kekerasan. Dengan bantuan mitra lokal persediaan untuk konsumen lain

(penyelundupan secara VOC) dicegah dan perkebunan cengkeh dimusnahkan. Tindakan

keras VOC tersebut menyebabkan banyaknya perlawanan dengan penduduk Hitu dan

menimbulkan pertempuran yang berdarah. Hitus mendapatkan bantuan dari raja Ternate

dan sultan dari Gowa. Makassar di Gowa adalah pusat perdagangan penting di Celebes

(Sulawesi) Selatan dimana bumbu didagangkan diluar VOC.

1637

Van Diemen melakukan aksi keras terhadap pasukan Ternate di Hoamoal (di

Seram).

1645

Kepala-kepala walak Minahasa, Umbo (Tonsea), Lonta’an (Kakaskasen), Lumi

(Tomohon), Taulu (Wenang), Kalangi (Ares), Posuma (Tombariri), Sawij (Jurubahasa),

memakai perahu raja Siaw untuk berlayar ke Ternate. Mereka ingin menjalin kerjasama

dengan V.O.C Belanda. Orang–orang Minahasa ini jelas bukan golongan Walian, mereka

adalah kepala-kepala Walak dan Kepala Walak Minahasa adalah dari golongan Tona'as.

17

Page 15: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

1648

Spanyol kehilangan dominasi terhadap Laut Sulawesi antara penguasa Spanyol

dengan Belanda di Eropa melalui Perjanjian Munster.

1651

Perang antara Belanda dan Portugal dilanjutkan. Di Ceram-Barat (Hoamoal)

pemberontak-penberontak dari Ternate membunuh 150 orang anggota VOC dengan istri

dan anak-anak mereka. Spanyol mengirim Bartholomeus de Soisa dari Filipina untuk

mempertahankan posisi Sulawesi-Utara terutama tempat penghuni masyarakat Minahasa.

Spanyol menduduki daerah Uwuran dan beberapa tempat dipesisir pantai dengan bantuan

prajurit asal Makassar. Karena yang terakhir ini mengklaim Sulawesi-Utara sebagai bagian

dari wilayah kesultanan Makassar.

1655

Arnold de Vlamingh dari Outshoorn (1608-1661) mengakhiri perang di Maluku

dengan paksaan. Hoamoal di Ceram-Barat dihancurkan dan penduduk-penduduknya diusir

ke Ambon. Ternate juga dihukum Orang Belanda di Minahasa lebih kuat dibanding

Spanyol. Pendudukan Espanyol di Minahasa menimbulkan reaksi Belanda di Ternate.

Dibawah pimpinan Simon Kos, pada akhir tahun Belanda mendarat secara paksa di muara

sungai dan langsung mulai membangun benteng.

1658

Pembangunan Benteng ‘De Nederlandsche Vastigheit’, dari kayu-kayu balok

sempat menjadi sengketa sengit antara Spanyol dengan Belanda. Kos berhasil meyakinkan

pemerintahannya di Batavia bahwa pembangunan benteng sangat penting untuk

mempertahankan posisi Belanda di Laut Sulawesi. Dengan menguasai Laut Sulawesi,

posisi Belanda di Maluku akan aman terhadap Spanyol.

1660

Untuk mengurangi produksi berlebihan penanaman cengkeh di Ambon dikontrol

mulai saat itu. Penanaman dan pemanenan di kontrol ketat, pohon yang kelebihan di cabut.

1661

Awal tahun 1661, dengan bantuan sepenuhnya dari Batavia, Kos berlayar dari

Ternate menuju Manado disertai dua kapal perang Belanda, Molucco dan Diamant.

Kekuatan ini mengalahkan orang Spanyol dan Makasar hingga ke Manado dan Amurang.

1673

Belanda memapankan pengaruhnya di Sulawesi-Utara dan merubah benteng tua

dengan bangunan permanen dari beton. Benteng ini memperoleh nama baru, ‘Ford

18

Page 16: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

Amsterdam‚’ dan diresmikan oleh Gubernur VOC dari Ternate, Cornelis Francx‚ pada 14

Juli (Benteng tersebut terletak dikota Manado, dibongkar oleh Walikota Manado pada

1949 - 1950).

1677

Belanda mengeluarkan Portugis dari Manado dan menduduki tempat tersebut

sebagai ibu kota dari salah satu daerah dibawah pemerintahan Maluku. Belanda menduduki

Pulau Sangir.

1679

Gubernur Belanda dari Moluccas, Robertus Padtbrugge, mengunjungi Manado.

Kunjungan ini menghasilkan sebuah perjanjian pada 10 Januari di Benteng Belanda di

Manado (sekarang Pasar Jengky) dengan kepala lokal Minahasa. Minahasa diwakili oleh

Supit, Lontoh and Paat. Perjanjian tersebut akhirnya kemudian mengalami sedikit

berubahan beberapa kali yang memutlakkan Belanda mengakui keberadaan masyarakat

Minahasa dan menempatkan Minahasa setara dengan Belanda. Pada waktu itu dimana

sudah ada pawai-pawai menurut adat (kebiasaan) Minahasa. Dalam laporannya pada tahun

1679 Robertus Padtbrugge mengatakan tentang Minahasa bahwa Tentara Tradisional

Minahasa semuanya memakai gelang tembaga yang bunyinya gemerincing, dengan kalung

yang terbuat dari karang, dan terdapat bunyi drum yang keras.

1689

Sebuah persekongkolan untuk membunuh orang Belanda di Batavia direncanakan

oleh Kapten Jonker, seorang muslim dan pemimpin Ambon di pelayanan kompeni, dengan

bantuan dari Amangkurat II. Setelah hal tersebut diketahui Jonger dibunuh ketika sedang

melarikan diri dan pengikut-pengikutnya menemukan sebuah tempat berlindung di

Kartasura. Sebagai pemimpin VOC Ambon, Jonker digantikan oleh sepupunya yang

kristen Zacharias Bintang.

1693

Minahasa memenangkan sebuah pertarungan mutlak melawan Bolaant di sebelah

selatan. Pengaruh Belanda bertambah besar ketika orang Minahasa menerima Tuhan dan

barang-barang Eropa.

1769

Prancis berhasil mencuri tanaman cengkeh dari Ambon dan mengangkutnya ke

Mauritius dan daerah koloni lainnya.

1700-1800

19

Page 17: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

Antara tahun 1700 dan 1800, Belanda sudah berperan sebagai “Tuan Besar” di

Minahasa. Mereka mengangkat seorang raja Minahasa dengan jabatan Komandan Kapiten

Urbanus Puluwang. selanjutnya dia disebut “Bapa Orang Minahasa”. Dia kemudian

mengatur perdagangan beras serta pajak dan memecat Kepala walak antara lain Loho

(Tomohon ) Agus Karinda (Negeri Baru). Dia juga menyewa serdadu Kora-Kora Ternate

untuk membakar Negeri Atep Kapataran di wilayah pemimpin Tondano, Gerrit Wuisang.

1760

Masyarakat Tondano sudah tidak mau lagi hadir dalam pertemuan-pertemuan

dengan Belanda di Manado dan dari Resident Dur, masyarakat Tondano tersebut paling

sengit melawan Belanda dan juga tidak mengindahkan aturan-aturan mengenai pajak,

wajib militer dan sistim perdagangan beras yang dikembangkan pihak Belanda.

1780

Ekspedisi militer ke Ternate dimana Pengeran Nuku dari Tidore sudah

memberontak terhadap peraturan saudara laki-lakinya, sang sultan, yang melihat uang

VOC untuk perusakan pohon cengkeh dari pada untuk kepentingan orang-orangnya

sendiri.

1796

Inggris nenempati Padan dan Ambon. Benteng VOC di Ternate menolak menyerah.

1801

Pada tahun 1801, ada kapal perang yang menembaki benteng Belanda di Manado.

Setelah diselidiki ternyata kapal perang tersebut milik Inggris. Mengetahui ada konflik

antara Belanda dan Inggris maka para Walak Minahasa meminta bantuan Inggris untuk

mengusir Belanda. Dalam upaya mengusir Belanda, Gerrit Wuisang membeli senapan,

mesiu, dan meriam dari Inggris. Ketika Residen Dur digantikan oleh Residen Prediger,

maka orang Tondano mulai menyiapkan diri untuk berperang melawan belanda. Dipimpin

oleh Tewu (Touliang) dan Ma’alengen (Toulimambot), orang Tondano merasa yakin

bahwa pemukiman mereka diatas air di muara tepi danau sulit diserang Belanda, tidak

seperti pemukiman walak-walak Minahasa lainnya.

1806

Benteng Moraya di Minawanua mulai diperkuat dengan pertahanan parit di darat

dan pasukan dengan kekuatan 2000 perahu di tepi danau. Pemimpin Tondano mengikat

perjanjian denga walak-walak Tombulu, Tonsea, Tontemboan, dan Pasan-Ratahan untuk

mengirmkan pasukan dan bahan makanan. Pemimpin walak Minahasa lainnya yang

membantu antara lain : Andries Lintong (Likupang), Umboh atau Ombuk dan Rondonuwu

20

Page 18: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

(Kalabat) Manopo dan Sambuaga (Tomohon), Gerrit Opatia (Bantik), Poluwakan

(Tanawangko), Tuyu (Kawangkoan), Walewangko (Sonder), Keincem (Kiawa), Talumepa

(Rumoong), Manampiring (Tombasian), Kalito (Manado), Kalalo (Kakas), Mokolengsang

(Ratahan) sementara pemimpin pasukan Tondano pada awal peperangan adalah Kilapog,

Sarapung dan Korengkeng.

1808

Pada bulan Mei 1808, Minahasa sudah melarang Belanda pergi ke pegunungan,

tapi pada tangal 6 Oktober, Belanda membawa pasukan besar yang terdiri dari serdadu dari

Gorontalo, Sangihe, Tidore, Ternate, Jawa, dan Ambon dan mendirikan tenda-tenda di

Tata´aran. Pada tanggal 23 Oktober, Belanda mulai menembaki benteng Moraya Tondano

dengan meriam 6 pond. Namun, mereka tidak menyangka bahwa akan ada perlawanan dari

pihak Tondano. Bahkan, tenda-tenda Belanda di Tata´aran mendapat kejutan setelah

pasukan berani mati pimpinan Rumapar, Walalangi, Walintukan dan Rumambi menyerang

di tengah malam. Pada bulan November, pimpinan utama Belanda Prediger terluka

kepalanya akibat terkena tembakan di Tata´aran. Dia kemudian digantikan wakilnya

Letnan J. Herder. Perang kemudian bertambah panas yang kemudian ditandai dengan

perang darat dan perahu.

1809

Pemimpin tondano mendatangkan perahu Kora-Kora dengan memotong logistik

bahan makanan dari Kakas ke Tondano. Pada tangal 14 April, pasukan Jacob Korompis

menyerang tenda-tenda Belanda di Koya. Serangan yang dilakukan malam hari itu,

JACOB berhasil merebut amunisi dan senjata milik Belanda. Tanggal 2 Juni Belanda

melakukan perjanjian dengan kepala-kepala wala Minahsa lainnya. Kemudian pasukan –

pasukan yang bukan orang Tondano muali meninggglakan Benteng Moraya karena bahan

makanan muali berkurang. Dan yang tertinggal adalah pasukan dari Tomohon dan Kalabat.

Setelah Benteng Moraya jadi sunyi, sudah tidak terdengar lagi teriakan-teriakan perang dan

bunyi–bunyi letusan senjata. Lalu pada suatu malam, Belanda menyerang Benteng itu dan

membakar rata dengan tanah. Serangan itu dilakukan pada malam hari tanggal 4 Agustus

dan pagi 5 Agustus. Dalam penyerangan tersebut, Belanda kemudian membumi hanguskan

Benteng Morya Tondano. Pimpinan utama dari perang di Tondano adalah Tewu

(Touliang), Lontho (Kamasi-Tomohon), Mamahit (Remboken), Matulandi (Telap) dan

Theodorus Lumingkewas (Touliang). Mereka adalah kepala-kepala walak yang disebut

“Mayoor” atau Tona’as perang.

21

Page 19: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

1817

Pemberontak di Ambon memberontak terhadap kembalinya Belanda. Dibawah

pimpinan Thomas Matulessy, yang juga dipanggil Pattimura, benteng Belanda di Saparua

diambil. Dengan bala bantuan dari Batavia, benteng tersebut diambil kembali dan

Matulessy dihukum mati.

1825-1830

Perang Jawa. Minahasa bertarung disisi Belanda dalam perang ini. Juga di bagian

kepulauan lain untuk menundukkan pemberontakan.

1820

Sebuah kelompok Calvinist, Masyarakat Misionaris Belanda, beralih dari sebuah

kepentingan khusus di Maluku ke daerah Minahasa. Dengan adanya misionaris, datang

misi sekolah, yang berarti bahwa, seperti di Ambon dan Roti, pendidikan Barat di

Minahasa dimulai jauh lebih awal dibanding bagian lain di Indonesia. Sekolah-sekolah

tersebut diajar dalam bahasa Belanda.

1830

Pangeran Jawa dan pahlawan Indonesia Diponegoro diasingkan ke Manado oleh

Belanda.

1850

Di Minahasa kewajiban untuk membuat perkebunan yang menghasilkan panen

besar kopi murah untuk monopoli Belanda. Orang-orang Minahasa menderita dibawah

"kemajuan" ini, bagaimanapun, ekonomi, agama dan hubungan sosial dengan penjajah

terus bertambah.

1860

Konversi besar-besaran orang Minahasa ke agama Kristen, yang dilakukan oleh

pihak Belanda.

1881

Sekolah-sekolah misionaris di Manado adalah jerih payah pertama dari pendidikan

masal di Indonesia dan tamatannya mendapat keuntungan yang lumayan dalam

memperoleh posisi di pelayanan pemerintah, militer dan posisi penting lainnya.

1881

F. 's-Jacob (1822-1901) ditunjuk sebagai Gubernur Genera. Di Minahasa kepala-

kepala lokal memasuki jawatan pemerintah.

1889

Emas ditemukan di Sulawesi Utara. Pemerintah bereaksi dengan menunjuk

22

Page 20: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

langsung pemerintahan di Gorantalo dan menutup perjanjian-perjanjian dengan kerajaan

lokal.

1945

Sekutu megebom Manado dengan berat. Selama perang kemerdekaan melawan

kembalinya Belanda yang berikut, ada perpecahan berat antara kelompok yang pro-

Indonesia dan yang lebih berpihak kepada federalisme yang disponsor oleh Belanda.

Penunjukan seorang Manado yang beragama Kristen, Sam Ratulangi, sebagai gubernur

republik Indonesia timur yang pertama, menenentukan kemenangan dukungan Minahasa

untuk republik.

1956

Eksport ilegal tumbuh dengan subur. Pada bulan Juni Jakarta memerintahkan

penutupan pelabuhan Manado, pelabuhan penyelundupan yang paling sibuk di republik.

Pemimpin lokal menolak hal tersebut dan Jakarta mundur.

1957

Soekarno mengumumkan bahwa lebih baik melaksanakan sistem "demokrasi

pemerintah", eufinisme untuk sebuah pemerintahan yang otokratis.

1957

Pemimpin militer baik Sulawesi Selatan maupun Utara mengadakan sebuah

konfrontasi terhadap pemerintah pusat, dengan tuntutan otonomi daerah yang lebih besar.

Mereka menuntut pembangunan lokal yang lebih banyak, pembagian pendapatan yang

lebih adil, menolong dalam menekan pemberontakan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan,

dan sebuah kabinet pemerintahan pusat bersama yang dipimpin oleh Soekarno dan Hatta.

Paling tidak awalnya pemberontakan "Permesta" (Piagam Perjuangan Semesta Alam)

adalah sebuah reformis daripada sebuah gerakan separatis.

1957

Pemimpin Sulawesi Utara merasa tidak puas dengan perjanjian dan perpecahan

gerakan Permesta. Diilhami, barangkali, oleh ketakutan akan dikuasai oleh pihak selatan,

pemimpin memberikan pernyataan negara otonomi mereka sendiri dari Sulawesi Utara.

Lalu Soekarno menunjuk sebuah kabinet kerja dibawah komando R.H. Djuanda (1911-

1963). Dia juga menunjuk sebuah "Dewan Nasional" yang terdiri dari beberapa "kelompok

fungsionil".

1957

Setelah sebuah boikot pada bulan Desember, pemilik dari hampir 250 perusahaan

Belanda dinasionalisasikan dan diumumkan bahwa 46.000 orang warga negara Belanda

23

Page 21: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

harus meninggalkan negara. Perwira TNI diangkat sebagai manajer dan direktur dari

perusaan Belanda yang dicaplok.

1958

Selama perjalanan Soekarno kesejumlah negara Asia (Februari) pemberontak-

pemberontak di Bukittingi (Sumatra-Barat) PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik

Indonesia), dibawah pimpinan Sjafruddin Prawiranegara (1911-1989) memberontak.

Walaupun pemberontakan tersebut tidak bermaksud untuk memisahkan diri dari Indonesia,

Sukarno tidak ragu-ragu untuk membabat gerakan tersebut pada waktu kepulangannya.

Kemungkinan campur tangan dari pihak luar akhirnya menggerakkan pemerintah pusat

untuk mencari bantuan militer dari Sulawesi Selatan. Angkatan perang Permesta diantar

dari Sulawesi Tengah, Gorontalo, Kepulauan Sangihe dan dari Morotai di Maluku (dari

lapangan terbang masing-masing, pemberontak sudah berharap untuk terbang serangan

pengeboman ke Jakarta). Beberapa pesawat pemberontak tersebut (disediakan oleh

Amerika dan diterbangkan oleh pilot-polot Filipina, Taiwan dan Amerika) dimusnahkan.

US policy shifted, favoring Jakarta. Angkatan udara mengebom kota-kota di daerah

pemberontak (Padang, Bukittingi, Manado) dan tentara menaklukkan Medan dan

kemudian Padang.

1958

Tentara pemerintah pusat mendarat di Sulawesi Utara dan menawan Manado.

Namun gerak-gerik tersebut bahaya untuk Jakarta, karena di Ambom pemberontak

mendapat bentuk bantuan dari Amerika dan Belanda. Juga Filipina, Cina Nasionalis

(Taiwan) dan Malaysia yang mendukung pemberontakan. Jenderal Nasution merumuskan

teori "dwifungsi" (fungsi ganda), dimana tentara, selain menjadi tenaga perjuangan, juga

menjadi organisasi sosial dalam pelayanan perkembangan sosial negara.

1959

Kekuasaan pusat ditingkatkan di biaya otonomi lokal, nasionalisme radikal

memperoleh sikap moderat yang pragmatis, kekuatan komunis dan Soekarno bertambah

sedangkan Hatta menyusut, dan Soekarno mampu memperlihatkan "Panduan

Demokrasi"nya.

1961

Pemberontakan Permesta akhirnya dipadamkan.

1967

Sulawesi Utara menjadi makmur dibawah Pemerintahan Orde Baru dari Presiden

Soeharto, yang telah mengambil alih kantor. Banyak laporan ekonomi (tetapi sedikit

24

Page 22: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

perbaikan politik) yang dicari oleh pemberontak Permesta tercapai. Propinsi tersebut

memiliki kebudayaan yang toleran dan memandang keluar. Masa depan akan

memperlihatkan apa yang akan terjadi setelah pelaksanaan Otonomi Daerah, gagasan yang

sangat diperjuangkan oleh Permesta.

II.1.2. MATA PENCAHARIAN

Di Minahasa, jaringan jalan raya yang tergolong baik, serta adanya pelabuhan

Bitung dan bandar udara Sam Ratulangi, adanya industri-industri kecil, toko-toko besar,

dan kegiatan ekonomi modern lainnya sangat mempengaruhi sektor ekonomi pedesaan

yang berpangkal pada sektor pertanian rakyat yang masih bersifat tradisional.

Ekonomi pedesaan merupakan ciri-ciri perilaku petani Minahasa. Di Minahasa,

jaringan jalan yang tergolong baik, serta adanya pelabuhan Bitung dan bandar udara Sam

Ratulangi, adanya industri-industri kecil, toko besar maupun kecil di kotsa, dan kegiatan

ekonomi modern lainnya memang sangat erat berhubungan dan sangat mempengaruhi

ekonomi pedesaan yang berpangkal pada sektor pertanian rakyat yang masih tergolong

tradisional.ekonomi pedesaan di Minahasa mempunyai bentuk tersendiri yang

menunjukkuan adanya perbedaan-perbedaan dari masyarakat-masyarakat pedesaan

lainnya. Berbagai sarana, prasarana, dan pranata ekonomi di Minahasa sekarang telah

mengalami pekembangan, jauh berbeda dari masa-masa dahulu.

Berbagai pabrik, petokoan, yang menjual barang-barang mewah maupun kebutuhan

sehari-hari, kegiatan-kegiatan perdagangan ekspor dan impor antar pulau maupun lokal

dan masih banyak lagi, semuanya tergolong pada kegiatan ekonomi modern, yang

menunjukkan gejala perkembangan.

Khususnya mengenai sektor industri dapat dikemukakan bahwa bagian terbesar

masih tergolong pada industri kecil (sekitar 98%) dan sisanya tergolong pada industri

menengah. Sebagai penunjang sektor perdagangan, maka produksi sektor industri

menunjukkan pertambahan.

Dalam sektor pertanian sudah sejak masa sebelum Perang Dunia II berkembang

perkebunan rakyat tanaman-tanaman industri, terutama kelapa, cengkeh, kopi, dan pala.

Sekarang perkebunan-perkebunan ini terus mengalami peningkatan intensifikasi dan

ekstensifikasi dengan menggunakan metode dan teknologi pertanian modern. Akhir-akhir

ini komoditi petanian lain yaitu coklat, vanili, jahe putih dan jambu mete mulai digiatkan

secara intensif juga dengan metode dan teknologi pertanian modern.

25

Page 23: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

Persawahan menunjukkan pula adanya gejala-gejala perkembangan dalam upaya

peningkatan produksi padi. Perbaikan dan pembangunan irigasi, penggunaan pupuk dan

bibit unggul adalah contoh dari beberapa perkembangan yang dimaksud. Pertebatan ikan

mas dengan mempraktekan metode baru (menggunakan air yang mengalir deras ke dalam

tebat-tebat yang terbuat dari semen) dijalankan di banyak desa terutama oleh petani-petani

kaya.

Perladangan menetap tradisional (kebun kering) yang umum di Minahasa adalah

perladangan jagung, umumnya untuk konsumsi petani sendiri. Biasanya petani menanam

pula dalam kebun jagung berbagai jenis sayur, tanaman bumbu masakan sehari-hari, dan

buah-buahan (terutama advokat, pepaya, jenis-jenis jeruk, nangka, sirsak, jambu biji, dan

jenis-jenis jambu air) untuk konsumsi sendiri. Akhir-akhir ini pemerintah daerah telah

mengusahakan peningkatan produksi jagung melalui Proyek Mandiri di kalangan petani,

dijalankan dengan penyuluhan dinas pertanian, untuk dipasarkan melalui Koperasi Unit

Desa (KUD). Selain jagung, kebun sering ditanami pula dengan kacang merah, kacang

tanah, kedelai, kacang hijau, dan berbagai jenis ubi.

Selain pengembangan perikanan laut yang dilaksanakan oleh Perikani yang

berpusat di Aertembaga, terutama penangkapan dan pengolahan cakalang, nelayan-nelayan

tradisional mulai meningkatkan produksi berbagai jenis ikan dan binatang laut dengan

menggunakan alat-alat yang lebih baik maupun dengan apa yang disebut ”motorisasi”

perahu penangkapan ikan. Namun demikian, penangkapan jenis binatang laut masih umum

dijalankan dengan teknologi tradisional.radisional dipegunakan pula dalam penangkapan

jenis-jenis biotik sumber protein di danau-danau dan sungai-sungai. Di desa-desa

sekeliling danau Tondano ada segolongan penduduk yang khusus menjalankan kegiatan

kegiatan menangkap berbagai jenis ikan dan binatang danau. Golongan nelayan ini mengisi

sebagian dari kebutuhan pritein hewani yang dapat diperoleh dipasar-pasar di kota-kota.

Hutan merupakan sumber energi maupun materi untuk berbagi kebutuhan

penduduk. Berbagai jenis bahan makanan (binatang dan tumbuhan) kebutuhan sehari-hari

maupun pesta bersumber dari hutan. Jenis-jenis binatang yang umum dimakan adalah babi

hutan, tikus hutan (ekor putih), dan kalong. Lain-lainnya yang jarang dimakan karena

sudah tergolong langka atau tidak umum dimakan oleh orang Minahasa adalah seperti rusa,

anoa, babi rusa, monyet, ular piton, biawak, ayam hutan, telur burung maleo, dan jenis-

jenis unggas liar lainnya. Berbagai jenis tumbuhan liar baik yang terdapat di hutan maupun

lingkungan fisik lainnya merupakan bahan makanan yang memenuhi kebutuhan sayur-

sayuran, terutama pangi, rebung dan pakis.

26

Page 24: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

Demikian pula, hutan menghasilkan berbagai jenis buah-buahan, seperti jenis-jenis

mangga, pakoba dan kemiri. Selain itu, enau merupakan sumber nira sebagai minuman

yang terkenal di Minahasa (disebut sanguer) maupun bahan gula merah. (Tumbuhan ini

tumbuh di hutan maupun kebun).

Untuk berbagai kebutuhan kayu sebagai bahan untuk membuat berbagai alat dan

bangunan gedung dan rumah, hutan merupakan sumbernya. Kecuali itu, hutan dan

lingkungan-lingkungan fisik lainnya merupakan tempat bertumbuhnya tumbuhan-

tumbuhan yang memberi bahan-bahan untuk berbagai kebutuhan umum. Seperti rotan,

kayu bakar, daun rumbia (bahan atap rumah). Sayang sekali luas hutan di Minahasa makin

berkurang, terutama karena ekstensifikasi perkebunan cengkeh yang dilakukan oleh

penduduk desa maupun penduduk kota.

Di daerah Minahasa menunjukkan bahwa sektor pertanian memberikan sumber

yang terbesar, melebihi 126 milyar rupiah (42,36%). Daripadanya subsektor perkebunan

adalah yang paling besar dan sesudahnya adalah subsektor pertanian pangan dan

subsektor-subsektor perikanan, peternakan, dan kehutanan. Ada empat jenis komoditi

(kelapa, cengkeh, pala dan kopi) dan satu golongan komoditi lainnya (vanili, jahe putih,

dan biji jambu mete) yang sangat penting bagi perekonomian daerah ini. Bahkan tiga jenis

komoditi yaitu kelapa, pala dan kopi mengisi paket ekspor Sulawesi Utara.

II.1.3. SISTEM KEMASYARAKATAN

Kabupaten Minahasa mempunyai kurang lebih 468 desa (kampung) sebagai

kesatuan administrasi yang dipimpin oleh seorang kepala desa, yang secara adat disebut

Hukum Tua (Kuntua). Dewasa ini, kesatuan administrasi desa dirubah menjadi

Kelurahan/Desa yang dipimpin oleh seorang Lurah/Kepala Desa. Kecuali desa sebagai

kesatuan administrasi tersebut terdapat juga perkampungan yang berupa kompleks

perumahan bersama dengan sawah dan kebun yang secara administratif merupakan bagian

dari suatu desa. Pola perkampungan desa Minahasa bersifat menetap dan kelompok

rumahnya mempunyai bentuk memanjang mengikuti jalan raya.

II.1.3.a. Masyarakat Minahasa Kuno

27

Page 25: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

Awu dan Taranak

Keluarga batih sebagai kelompok terkecil dalam masyarakat Minahasa di sebut

Awu. Istilah itu sebenarnya berarti abu, juga di pakai dalam arti dapur. Sampai sekarang di

Minahasa masih banyak di dapati tempat masak terbuat dari kayu atau bambu di isi dengan

tanah atau abu.

Dalam hubungan masyarakat, istilah Awu dipakai dalam keluarga batih (rumah

tangga) dan di pergunakan banyaknya penduduk di satu kampung. Dalam masyarakat

Minahasa kuno sedapatnya seluruh keluarga baik yang sudah menikah atau belum tinggal

di satu rumah besar berbentuk bangsal yang di dirikan di atas tiang tiang tinggi. Bangunan

di atas tiang tinggi itu erat hubungannya dengan keamanan.

Dalam kunjungan Prof. Reinwardt tahun 1821 ke Tondano dia masih melihat

rumah rumah yang tiang tiangnya sekitar dua pelukan orang dewasa. Kemudian laporan

Dr. Bleeker pada tahun 1855 menulis bahwa kampung kampung di Minahasa di bangun di

atas tiang tiang tinggi dan besar, dan di huni oleh empat keluarga bersama sama.

Menurut ketentuan adat, bila seorang anggota keluarga yang sudah dewasa

membentuk rumah tangga baru, maka rumah tangga baru itu mendapat ruangan tersendiri

di keluarga pria atau wanita. Ruangan terpisah itu dilengkapi dengan satu tempat masak

sendiri, yang berarti yang menempatinya telah berdiri sendiri. Ruangan tempat masak

itulah yang di sebut awu.Awu akhirnya di artikan sebagai rumah tangga. Karna itu pulalah

orang yang sudah menikah saling menyebut Ka Awu (Ka = teman, kakak).

Anggota Awu terdiri dari ayah, ibu, dan anak anak.

28

Page 26: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

Sebagai kepala dari Awu bertindak si Ama (ayah) dan bila ia meninggal dunia

maka si Ina (ibu) yang menggantikannya. Beradanya fungsi kepala di sini dalam tangan

sang ayah bukan berarti kekuasaan mutlak pengaturan rumah tangga berada di tangannya.

Kepala di sini lebih dititik beratkan pada arti adanya rumah tangga dan kewajiban

membela rumah tangga terhadap serangan dari luar. Dalam ketentuan adat untuk

pengurusan rumah tangga si Ama dan Ina wajib bermusyawarah untuk mengambil

keputusan dan menentukan kebijakan.

Dari perkawinan terbentuklah keluarga besar yang meliputi beberapa bangsal.

Menurut kebiasaan, pembangunan bangsal baru harus berdekatan dengan bangsal lama.

Hal ini menyangkut pengurusan kepentingan bersama, keamanan, dan masalah lahan

pertanian bersama. Kompleks bangsal bangsal ini yang di huni oleh penduduk yang

berhubungan kekeluargaan di namakan Taranak. Pimpinan Taranak di pegang oleh Ama

dari keluarga cikal bakal yang di sebut Tu'ur. Tugas utama Tu'ur adalah melestarikan

ketentuan ketentuan adat, meliputi hubungan antar Awu, mengatur cara cara mengerjakan

lahan pertanian yang di miliki bersama, mengatur perkawinan anggota anggota Taranak,

hubungan antar Awu dan Taranak sampai dengan mengadili dan menghukum anggota

anggota yang bersalah. Tetapi apapun yang dikerjakannya bila hal itu menyangkut

keamanan dan prestise Taranak, ia senantiasa minta pendapat dari para anggota Taranak,

karena hal itu juga menjadi ketentuan adat.

Berlainan dengan di tingkat Awu yang mana pengurus berada dalam tangan Ama

dan Ina bersama sama, pada tingkat Taranak peranan si Ina tidak terlalu menonjol.

Taranak, Roong / Wanua, Walak

Perkawinan perkawinan antara anggota Taranak membentuk Taranak Taranak baru.

Bangsal bangsal mulai bertumbuh berkelompok, membentuk kompleks yang semakin

luas . Batas penentuan sesuatu Taranak sebagai satu masyarakat hukum mulai menjadi

kabur, dan arti Taranak sebagai satu kesatuan menjadi lebih abstrak. Untuk itu sebagai alat

identifikasi para penghuni kompleks bangsal, dipakailah kesatuan teritorial. Dengan kata

lain fungsi identifikasi mulai bergeser dari bentuk hubungan darah ke bentuk pemukiman.

Akibat proses ini terciptalah kompleks bangsal bangsal dalam satu kesatuan yang di

sebut Ro'ong atau Wanua. Wilayah hukum Wanua meliputi kompleks bangsal itu sendiri

dan wilayah pertanian dan perburuan sekitarnya yang merupakan milik bersama para

penghuni Ro'ong atau Wanua itu. Pemimpin Ro'ong atau Wanua disebut Ukung yang

berarti kepala atau pimpinan. Untuk pengurusan wilayah, Ro'ong atau Wanua di bagi

29

Page 27: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

dalam beberapa bagian yang disebut Lukar. Pada mulanya Lukar ini dititik beratkan pada

keamanan sehingga akhirnya Lukar di ganti menjadi Jaga.

Sampai kini di sebagian tempat di Minahasa masih di pakai kata Lukar dalam arti

orang orang yang melakukan keamanan di kampung atau di rumah dari lurah.

Para Ukung juga mempunyai pembantu yang di sebut Meweteng. Tugas mereka

mulanya membantu Ukung untuk mengatur pembagian kerja dan pembagian hasil dari

Ro'ong / Wanua. Pembagian ini sesuai dengan yang sudah disepakati bersama.

Selain itu pula ada pembantu Ukung yang berfungsi sebagai penasihat, terutama

dalam hal hal yang sulit dalam masalah adat. Penasihat penasihat seperti ini adalah para

tetua yang dihormati dan disegani yang dianggap bijaksana, tidak mempunyai cacat dan

dapat dijadikan contoh di dalam Wanua, yang di namakan Pa Tu'usan (yang dapat

dijadikan contoh). Ro'ong / Wanua bertambah dari waktu ke waktu menjadi beberapa

Wanua tertentu yang akhirnya disebut Walak.

Paesa In Deken

Para pemimpin Minahasa sejak berabad yang lalu mendasarkan keputusannya pada

apa musyawarah atau Paesa in Deken (tempat mempersatukan pendapat). Dari nama itu

jelas terlihat bahwa seluruh keputusan yang diambil merupakan hasil dari musyawarah.

Sekalipun demikian faktor dominan yang sering menentukan dalam pengambilan

keputusan adalah pendapat dari sang pemimpin. Telah menjadi suatu kelaziman bahwa

pada setiap akhir pengutaraan pendapatnya, sang pemimpin senantiasa selalu mengatakan:

"Dai Kua?" (bukankah begitu?) dan hampir selalu jawaban dari anggota adalah: "Taintu"

(memang begitu). Hal tersebut di dasarkan pada pemikiran bahwa pendapat dari pemimpin

adalah pendapat dari sebagian besar dari para anggota.

Sudah menjadi ketentuan bahwa semua ketentuan yang di putuskan harus di ikuti

walau pun tidak di setujui oleh sebagian anggota. Sanksi atas penolakan dari Paesa in

Deken ini sangat berat, yaitu : pengucilan dari masyarakat . Hukuman ini sangat berat

sebab tidak seorang pun dari Taranak yang menghiraukan nasib dari terhukum. Bila ia

menjadi incaran musuh, ia tidak dapat mengharapkan untuk mendapatkan pertolongan dari

siapapun juga. Ketentuan inilah yang merupakan kewibawaan dari pada para kepala/tu'a di

Minahasa pada zaman dulu.

Namun, bila pemimpin bertindak tidak sesuai dengan ketentuan adat atau

meresahkan masyarakat maka para anggota masyarakat dengan sekuat tenaga akan

menjatuhkan mereka. Hal ini telah di demonstrasikan oleh rakyat Minahasa sewaktu

30

Page 28: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

menghadapi para kepala Walak. Atas tekanan rakyat, kompeni dengan segala

kekuasaannya tunduk dan memberikan persetujuan penggantian kedudukan.

"Diluar musyawarah resmi yang dipimpin oleh para Ukung adapulah musyawarah

musyawarah lain orang orang Minahasa. Dan keputusan keputusan hanya dapat di ambil

berdasarkan suara terbanyak, tanpa memperhitungkan perbedaan dan pengecualian para

peserta; dalam hal ini mereka tidak akan berubah, dan tidak ada satu kekuatan apapun

didunia yang dapat menggeser mereka setapak saja, biarpun hal itu akan merugikan dan

membawa kehancuran bagi mereka."

Yang di maksud adalah musyawarah yang diadakan di luar para Ukung, bila

keputusan atau kebijaksanaan para Ukung yang di anggap oleh bagian terbesar anggota

masyarakat bertentangan dengan ketentuan ketentuan, adat istiadat yang berlaku. Sumber

kekerasan hati mereka untuk mempertahankan keputusan musyawarah adalah keyakinan,

bahwa para dewa ada di pihak mereka. Dalam hal demikian para Ukung telah di anggap

telah melanggar peraturan para dewa. Keputusan yang mereka ambil, dan yang telah

dimeteraikan dengan sumpah, di artikan bahwa sesuatu yang telah diserahkan kepada dewa

yang selalu disebut dalam sumpah itu, bukan sekedar memohon pertolongan.

Dengan demikian sekalipun Paesaan in Deken mengandung benih otoriterisme, dan

memberi kesempatan pada seorang pemimpin untuk itu, musyawarah seperti ini (yang di

adakan di luar otoritas para Ukung) merupakan peringatan kepada para Ukung untuk tidak

menyalahi ketentuan ketentuan adat. Inilah unsur demokrasi yang pernah ada di Minahasa.

Selain itu di Minahasa tidak pernah ada pewarisan kedudukan seorang kepala, bila

seorang Tu'ur in Taranak meninggal dunia para anggota Taranak baik wanita maupun pria

yang sudah dewasa, akan mengadakan musyawarah untuk memilih seorang pemimpin

baru. Dalam pemilihan yang menjadi sorotan adalah kualitas. Bila ada dua orang yang

kualitasnya sama dan sebagai ucapan terima kasih kepada pemimpin itu semasa

kepemimpinannya. Itu berarti sang ayah dalam masa kepemimpinannya semasa hidupnya

adalah pemimpin yang baik.

Kriteria Kualitas yang di perlukan itu ada tiga (Pa'eren Telu):

Ngaasan - Mempunyai otak; hal mana dia mempunyai keahlian mengurus Taranak

atau Ro'ong.

Niatean - Mempunyai hati; mempunyai keberanian, ketekunan, keuletan

menghadapi segala persoalan, sanggup merasakan apa yang dirasakan oleh angota

lain.

31

Page 29: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

Mawai - Mempunyai kekuatan dan dapat di andalkan ; seorang yang secara fisik

dapat mengatasi keadaan apapun, sanggup menghadapi peperangan .

Dengan demikian, jelas tidak mudah untuk diakui dan dipilih sebagai pemimpin

dalam masyarakat Minahasa di masa lampau. Juga jelas bahwa fungsi pemimpin di

Minahasa tidak pernah terjadi karena warisan.

II.1.3.b. Kawanua

Dalam bahasa Minahasa Kawanua sering di artikan sebagai penduduk negeri atau

wanua-wanua yang bersatu atau "Mina-Esa" (Orang Minahasa). Kata Kawanua telah

diyakini berasal dari kata Wanua. Karena kata Wanua dalam bahasa Melayu Tua (Proto

Melayu), diartikan sebagai wilayah pemukiman. Mungkin karena beberapa ribu tahun yang

lalu, bangsa Melayu tua telah tersebar di seluruh wilayah Asia Tenggara hingga ke

kepulauan pasifik. Setelah mengalami perkembangan sejarah yang cukup panjang, maka

pengertian kata Wanua juga mengalami perkembangan. Tadinya kata Wanua diartikan

sebagai wilayah pemukiman, kini berkembang menjadi desa, negeri bahkan dapat diartikan

sebagai negara. Sementara dalam bahasa Minahasa, kata Wanua diartikan sebagai negeri

atau desa.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa istilah Wanua - yang diartikan sebagai tempat pemukiman -

sudah digunakan sejak orang Minahasa masih merupakan satu taranak ketika berkediaman

di pegunungan Wulur-Mahatus, yang kemudian mereka terbagi menjadi tiga kelompok

Taranak, masing-masing:

Makarua Siouw

Makatelu Pitu

Telu Pasiowan

Karena sistem Taranak melahirkan bentuk pemerintahan turun-temurun, maka pada

abad ke-17 terjadi suatu persengketaan antara ketiga taranak tersebut. Persengketaan

terjadi karena taranak Makatelu Pitu, mengikat pernikahan dengan "Makarua Siouw",

sehingga leluhur Muntu-untu dan Mandey dari "Makatelu Pitu" muncul sebagai kelompok

Taranak yang terkuat dan memegang pemerintahan pada seluruh Wanua - yang waktu itu

terdiri dari:

Tountumaratas

Tountewu

Toumbuluk

32

Page 30: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

Dengan bertambahnya penduduk Minahasa, maka Tountumaratas berkembang

menjadi Tounkimbut dan Toumpakewa. Untuk menyatakan kedua kelompok itu satu asal,

maka dilahirkan suatu istilah Pakasa’an yang berasal dari kata Esa. Pakasa’an berarti satu

yakni, Toungkimbut di pegunungan dan Toumpakewa di dekat pantai. Lalu istilah Walak

dimunculkan kembali. Perkembangan selanjutnya nama walak-walak tua di wilayah

Tountemboan berganti nama menjadi walak Kawangkoan Tombasian, Rumo’ong dan

Sonder.

Kemudian kelompok masyarakat Tountewo membelah menjadi dua kelompok

yakni:

Tounsea

Toundano

Menurut Drs. Corneles Manoppo, masyarakat Toundano terbelah lagi menjadi dua yakni:

Masyarakat yang bermukim di sekitar danau Tondano dan Masyarakat "Toundanau" yang

bermukim di wilayah Ratahan dan Tombatu

Masyarakat di sekitar Danau Tondano membentuk tiga walak yakni;

Tondano Touliang,

Tondano Toulimambot and

Kakas-Remboken

Dengan hilangnya istilah Pakasaan Tountewo maka lahirlah istilah Pakasa’an Tonsea dan

Pakasa’an Tondano

Pakasa’an Tonsea terdiri dari tiga walak yakni Maumbi, Kema dan Likupang. Abad

18 Tounsea hanya mengenal satu hukum besar (Mayor) atau "Hukum Mayor", wilayah

Maumbi, Likupang dan Kema di perintah oleh Hukum kedua, sedangkan Tondano

memiliki banyak mayor-mayor.

Masyarakat Tombuluk sejak jaman Watu Pinawetengan abad ke-7 tetap utuh satu

Pakasa’an yang terdiri dari tiga walak yakni, Tombariri, Tomohon dan Sarongsong.

Dengan demikian istilah Wanua berkembang menjadi dua pengertian yaitu:

Ro’ong atau negeri,

Pengertian sempit, artinya Negeri yang sama dengan Ro’ong (desa atau kampung)

Jadi, kata Wanua, memiliki dua unsur yaitu:

Ro’ong atau negeri

Taranak atau penduduk

Ro’ong itu sendiri memiliki unsur:

Wale, artinya rumah dan

33

Page 31: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

Tana. Kata Tana dalam bahasa Minahasa punya arti luas yaitu mencakup Talun

(hutan), dan Uma (kebun atau kobong)

Kobong terbagi menjadi dua yaitu : "kobong kering" dan "kobong pece" (sawah). Kalau

kita amati penggunaan kata Wanua dalam bahasa Minahasa misalnya ada dua orang yang

bertempat tinggal di desa yang sama kemudian bertemu di hutan .Si A bertanya pada si

B:"Mange wisa" (mau kemana ?) Kemudian B menjawab: "Mange witi uma" (pergi ke

kobong),

si B balik bertanya pada si A:"Niko mange wisa" (kamu hendak kemana ?) si A menjawab:

"Mange witi Wanua" (mau ke negeri, maksudnya ke kampung dimana ada rumah-rumah

penduduk)

Contoh lain adalah kata "Mina - Wanua". Kata " Mina" artinya, pernah ada tapi

sekarang sudah tidak ada. Maksudnya, tempo dulu di tempat itu ada negeri dan sekarang

sudah tidak ada lagi (negeri lama) karena negeri itu telah berpindah ke tempat lain. Kata

"Mina Amak " (Amak = Bapak) adalah sebutan pada seseorang lelaki dewasa yang dahulu

ada tapi sekarang sudah tidak ada, karena meninggal.

Kata Wanua yang punya pengertian luas dapat kita lihat pada kalimat "Rondoren um

Wanua...". Kata Wanua dalam kalimat ini artinya; Negeri-negeri di Minahasa dan tidak

berarti hanya satu negeri saja. Maksudnya... melakukan pembangunan di seluruh

Minahasa. Jadi sudah termassuk negeri-negeri dari walak-walak dan pakasa’an yang

didiami seluruh etnis atau sub-etnis Minahasa.

Jadi dapat dilihat bahwa pengertian utama dari kata Wanua lebih mengarah pada

pengertian sebagai wilayah adat dari Pakasa’an (kesatuan sub-etnis) yang sekarang terdiri

dari kelompok masyarakat yang mengaku turunan leluhur Toar & Lumimu’ut. Turunan

dalam arti luas termasuk melalui perkawinan dengan orang luar, Spanyol, Belanda,

Ambon, Gorontalo, Jawa, Sumatera dan sebagainya. Orang Minahasa boleh mendirikan

Wanua diluar Minahasa, tapi orang Tombulu tidak boleh mendirikan negeri Tombulu di

wilayah Totemboan atau sebaliknya. Inilah yang dimaksud dengan adat kebiasaan.

Meletakkan "Watu I Pe-ro’ong" atau batu rumah menjadi negeri yang baru dilakukan oleh

Tona’as khusus, misalnya, bergelar Mamanua (Ma’Wanua = Pediri Negeri) yang tau batas-

batas wilayah antara walak yang satu dengan walak yang lain, jangan sampai salah tempat

hingga terjadi perang antara walak.

Setelah meneliti arti kata Wanua dari berbagai segi, kita teliti arti awalah Ka pada

kata Kawanua. Beberapa awalan pada kata Ka-rete (rete=dekat) berdekatan rumah, artinya

34

Page 32: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

teman tetangga. Ka-Le’os (Le’os=baik), teman berbaik-baikan (kekasih). Kemudian kata

Ka-Leong (leong=bermain) teman bermain.

Dari ketiga contoh diatas, dapat diprediksi bahwa awalan Ka memberi arti teman,

jadi, Ka-wanua dapat diartikan sebagai Teman Satu Negeri, Satu Ro’ong, satu kampung.

Untuk lebih jelasnya kita ambil contoh melalui syair lagu "Marambak" (naik rumah baru)...

"Watu tinuliran umbale Mal’lesok ungkoro’ ne Kawanua..." artinya batu tempat

mendirikan tiang rumah baru, bersimbolisasi menepis niat jahat dan dengki dari teman satu

negeri. Misalnya, batu rumah baru itu di Tombulu bersimbol menjauhkan dengki sesama

warga Tombulu satu kampung, dan tidak ditujukan pada kampung atau walak lain

misalnya Tondano dan Tonsea.

Demikian juga cerita tua-tua Minahasa dinamakan "sisi’sile ne tou Mahasa" (buku A.L

Waworuntu) dan "A’asaren Ne Tou Manhesa" artinya cerita-cerita orang Minahasa. Tidak

ditulis "A’asaren ne Kawanua" atau cerita orang Kawanua. Disini terlihat bahwa orang

Minahasa di Minahasa tidak menamakan dirinya Kawanua. Orang Minahasa di Minahasa

menamakan dirinya "Orang Minahasa" dan bukan "Orang Kawanua" selanjutnya baru

diterangkan asal sub-etnisnya seperti, Tondano, Tontemboan, Tombatu dan sebagainya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa istilah Kawanua dilahirkan oleh masyarakat

orang Minahasa di luar Minahasa sebagai sebutan identitas bahwa seseorang itu berasal

dari Minahasa, dalam lingkungan pergaulan mereka di masyarakat yang bukan orang

Minahasa, misalnya di Makasar, Balikpapan, Surabaya, Jakarta, Padang, Aceh.

Orang Minahasa yang sudah beberapa generasi berada di luar Minahasa

menggunakan istilah Kawanua untuk mendekatkan diri dengan daerah asal, dan walaupun

sudah kawin-mawin antara suku, masih merasa dekat dengan Wanua lalu melahirkan

Jawanua, Bataknua, Sundanua, dan lain sebagainya.

II.1.3.c. Walak dan Pakasa'an

Pengertian walak menurut kamus bahasa Tontemboan yang dikutip Prof G.A.

Wilken tahun 1912 dapat berarti:

Cabang keturunan

Rombongan Penduduk

Bahagian Penduduk

Wilayah kediaman cabang keturunan.

Jadi Walak mengandung dua pengertian yakni Serombongan penduduk secabang

keturunan dan wilayah yang didiami rombongan penduduk secabang keturuan.

35

Page 33: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

Kepala walak artinya pemimpin masyarakat penduduk secabang keturunan,

Tu’ur Imbalak artinya wilayah pusat kedudukan tempat pertama sebelum masyarakat

membentuk cabang-cabang keturuan. Mawalak artinya membahagi tanah sesuai banyaknya

cabang keturunan. Ipawalak artinya membahagi tanah menurut jumlah anak generasi

pertama, tidak termasuk cucu dan cicit.

Penelitian G.A. Wilken ini membantah laporan residen Belanda Wensel yang

menulis bahwa arti kata Walak dari bahasa Melayu Balok karena Kapala Walak Minahasa

harus menyediakan Balok kayu untuk pemerintah Hindi Belanda abad 18. Kata Walak

adalah kata Minahasa asli di wilayah Tontemboan, Tombuluk, Tonsea dan Tondano.

Jumlah Walak di Minahasa sebelum jaman Belanda tahun 1679 tidak kita ketahui, ketika

Minahasa mengikat perjanjian dengan VOC Belanda, terdapat 20 Walak di Minahasa.

Memasuki abad 19, jumlah Walak di Minahasa ada 27.

Penggabungan beberapa Walak yang punya ikatan keluarga dan dialek bahasa serta

“Peposanan” membentuk satu “pakasa’an sehingga kepala-kepala Walak Pakasa’an

Tombulu abad 17 haruslah keturunan dotu Supit, Lontoh dan Paat. Pakasa’an tertua

menurut “A’asaren Tuah Puhuhna” tulisan J.G.F. Riedel tahun 1870 adalah Toungkimbut

di wilayah selatan Minahasa sampai Mongondouw, Tountewoh di Tombatu sampai ke

utara pantai Likupang disebelah timur Minahasa dan Tombulu dibelahan barat Minahasa

dari Sarongsong sampai pantai utara Minahasa.

Menurut cerita beberapa tetua keluarga Minahasa, masih ada dua Pakasa’an dalam

cerita tua Minahasa yang pergi ke wilayah Gorontalo (sekarang ini turunan opok Suawa)

dan Tou-Ure yang tinggal menetap di pengunungan Wulur – Mahatus. Tou-Ure artinya

orang lama. Menurut teori pembentukan masyarakat pendukung jaman batu besar atau

“megalit” tulisan Drs. Teguh Asmar dalam makalahnya “Prasejarah Sulawesi Utara” tahun

1986. Jaman Megalit terbentuk sekitar 2500 tahun sebelum Masehi, contoh jaman batu

besar adalah memusatkan upacara adat di batu-batu besar seperti Watu Pinawetengan.

Jaman batu baru atau jaman Neoit di Sulawesi Utara dimulai tahun Milenium pertama

sebelum masehi atau sekitar seribu tahun sebelum masehi. Contohnya pembuatan batu

kubur Waruga. Pada waktu itu orang Minahasa yang berbudaya Malesung telah mengenal

pemerintahan yang teratur dalam bentuk kelompok Taranak secabang keturunan misalnya

turunan opok Soputan, Makaliwe, Mandei, Pinontoan, Mamarimbing, pemimpin tertinggi

mereka adalah yang bergelar Muntu-Untu, yang memimpin musyarah di Batu Pinwetengan

pada abad ke – 7.

36

Page 34: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

Pakasa’an Tou-Ure kemungkinan tidak ikut dalam musyawarah di Pinawetengan

untuk berikrar satu keturunan Toar dan Lumimuut dimana semua Pakasa’an menyebut

dirinya Mahasa asal kata Esa artinya satu, hingga Tou-Ure dilupakan dalam cerita tua

Minahasa. Belum dapat ditelusuri pada abad keberapa pakasa’an Tountewo pecah dua

menjadi Pakasa’an Toundanou dan Tounsea hingga Minahasa memiliki empat Pakasa’an .

Yakni Toungkimbut berubah menjadi Toumpakewa, Toumbuluk, Tonsea dan Toundanou.

Kondisi Pakasa’an di Minahasa pada jaman Belanda terlihat sudah berubah lagi dimana

Pakasa’an Tontemboan telah membelah dua wilayah Pakasa’an Toundanouw (lihat

gambar) dan telah lahir pakasa’an Tondano, Touwuntu dan Toundanou. Pakasa’an

Tondano teridiri dari walak Kakas, Romboken dan Toulour. Pakasa’an Touwuntu terdiri

dari walak Tousuraya dan Toulumalak yang sekarang disebut Pasan serta Ratahan.

Pakasa’an Toundanou terdiri dari walak Tombatu dan Tonsawang.

Wilayah walak Toulour agak lain karena selain meliputi daratan juga membahagi

danau Tondano antara sub-walak Tounour yakni Touliang dan Toulimambot. Yang tidak

memiliki Pakasa’an adalah walak Bantik yang tersebar di Malalayang, Kema dan Ratahan

bahkan ada di Mongondouw-walaupun etnis Bantik juga keturunan Toar dan Lumimuut.

Menurut legenda etnis Bantik jaman lampau terlambat datang pada musyawarah di batu

Pinawetengan. Ada tiga nama dotu Muntu-Untu dalam legenda Minahasa yakni Muntu-

Untu abad ke-7 asal Toungkimbut (Tontemboan). Muntu-Untu abad 12 asal Tonsea-

menurut istilah Tonsea. Dan Muntu-Untu abad 15 jaman Spanyol berarti ada tiga kali

musyawarah besar di batu Pinawetengan untuk berikrar agar tetap bersatu.

II.1.3.d. Ratahan, Pasan, Ponosakan

Pada awal abad 16 wilayah Ratahan ramai dengan perdagangan dengan Ternate dan

Tidore, pelabuhannya disebut Mandolang yang sekarang bernama Belang. Pelabuhan ini

pada waktu itu lebih ramai dari pelabuhan Manado. Terbentuknya Ratahan dan Pasan

dikisahkan sebagai berikut; pada jaman raja Mongondouw bernama Mokodompis

menduduki wilayah Tompakewa, lalu Lengsangalu dari negeri Pontak membawa

taranaknya pindah ke wilayah “Pikot” di selatan Mandolang-Bentenan (Belang).

Lengsangalu punya dua anak lelaki yakni Raliu yang kemudian mendirikan negeri

Pelolongan yang kemudian jadi Ratahan, dan Potangkuman menikah dengan gadis

Towuntu lalu mendirikan negri Pasan. Negeri Toulumawak dipimpin oleh kepala negeri

seorang wanita bersuami orang Kema Tonsea bernama Londok yang tidak lagi dapat

kembali ke Kema karena dihadang armada perahu orang Tolour. Karena orang Ratahan

37

Page 35: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

bersahabat dengan Portugis maka wilayah itu diserang bajak laut “Kerang” (Philipina

Selatan) dan bajak laut Tobelo.

Kepala Walak pada waktu itu bernama Soputan mendapatkan bantuan tentara 800

orang dari Tombulu dipimpin Makaware dan anak lelakinya bernama Watulumanap.

Selesai peperangan pasukan Tombulu kembali ke Pakasa’annya tapi Watulunanap menikah

dengan gadis Ratahan dan menjadi kepala Walak menggantikan Soputan yang telah

menjadi buta. Antara Minahasa dengan Ternate ada dua pulau kecil bernama Mayu dan

Tafure. Kemudian kedua pulau tadi dijadikan pelabuhan transit oleh pelaut Minahasa.

Waktu itu terjadi persaingan Portugis dan Spanyol dimana Spanyol merebut kedua pulau

tersebut. Pandey asal Tombulu yang menjadi raja di pulau itu lari dengan armada

perahunya kembali ke Minahasa, tapi karena musim angin barat lalu terdampar di

Gorontalo. Anak lelaki Pandey bernama Potangka melanjutkan perjalanan dan tiba di

Ratahan. Di Ratahan, dia diangkat menjadi panglima perang karena dia ahli menembak

meriam dan senapan Portugis untuk melawan penyerang dari Mongondouw di wilayah itu.

Tahun 1563 diwilayah Ratahan dikenal orang Ternate dengan nama “Watasina” karena

ketika diserang armada Kora-kora Ternate untuk menhalau Spanyol dari wilayah itu (buku

“De Katholieken en hare Missie” tulisan A.J. Van Aernsbergen). Tahun 1570 Portugis dan

Spanyol bersekongkol membunuh raja Ternate sehinga membuat keributan besar di

Ternate. Ketika itu banyak pedagang Islam Ternate dan Tidore lari ke Ratahan. Serangan

bajak laut meningkat di Ratahan melalui Bentengan, bajak laut menggunakan budak-budak

sebagai pendayung. Para budak tawanan bajak laut lari ke Ratahan ketika malam hari

armada perahu bajak laut dirusak prajurit Ratahan – Pasan.

Penduduk asli wilayah ini adalah Touwuntu di wilayah dataran rendah sampai tepi

pantai Toulumawak di pegunungan, mereka adalah keturunan Opok Soputan abad ke-

tujuh. Nama Opok Soputan ini muncul lagi sebagai kepala walak wilayah itu abad 16

dengan kepala walak kakak beradik Raliu dan Potangkuman

Penduduk wilayah ini abad 16 berasal dari penduduk asli dan para pendatang dari

Tombulu, Tompakewa (Tontemboan), Tonsea, Ternate dan tawanan bajak laut mungkin

dari Sangihe.

Peperangan besar yang melanda wilayah ini menghancurkan Pakasa’an Touwuntu

yang terpecah menjadi walak–walak kecil yang saling berbeda bahasa dan adat kebiasaan

yakni Ratahan, Pasan, Ponosakan. Masyarakat Kawanua Jakarta mengusulkan agar

wilayah ini dikembalikan lagi menjadi Pakasa’an dengan satu nama Toratan (Tou Ratahan-

Pasan-Ponosakan). Karena negeri-negeri orang Ratahan, Pasan, Ponosakan saling silang,

38

Page 36: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

berdekatan seperti butir padi, kadele dan jagung giling yang diaduk menjadi satu.

Penduduk wilayah ini memang sudah kawin-mawin sejak pemerintahan dotu Maringka

akhir abad 18.

II.1.3.e. Tona'as Dan Walian

Pemimpin Minahasa jaman tempo dulu terdiri dari dua golongan yakni Walian dan

Tona’as. Walian mempunyai asal kata “Wali” yang artinya mengantar jalan bersama dan

memberi perlindungan. Golongan ini mengatur upacara agama asli Minahasa hingga

disebut golongan Pendeta. Mereka ahli membaca tanta-tanda alam dan benda langit,

menghitung posisi bulan dan matahari dengan patokan gunung, mengamati munculnya

bintang-bintang tertentu seperti “Kateluan” (bintang tiga), “Tetepi” (Meteor) dan

sebagainya untuk menentukan musim menanam. Menghafal urutan silsilah sampai puluhan

generasi lalu, menghafal ceritera-ceritera dari leluhur-leluhur Minahasa yang terkenal

dimasa lalu. Ahli kerajinan membuat pelaratan rumah tangga seperti menenun kain,

mengayam tikar, keranjang, sendok kayu, gayung air.

Golongan kedua adalah golongan Tona’as yang mempunyai kata asal “Ta’as”. Kata

ini diambil dari nama pohon kayu yang besar dan tumbuh lurus keatas dimana segala

sesuatu yang berhubungan dengan kayu-kayuan seperti hutan, rumah, senjata tombak,

pedang dan panah, perahu. Selain itu golongan Tona’as ini juga menentukan di wilayah

mana rumah-rumah itu dibangun untuk membentuk sebuah Wanua (Negeri) dan mereka

juga yang menjaga keamanan negeri maupun urusan berperang.

Sebelum abad ke-7, masyarakat Minahasa berbentuk Matriargat (hukum ke-ibuan).

Bentuk ini digambarkan bahwa golongan Walian wanita yang berkuasa untuk menjalankan

pemerintahan “Makarua Siouw” (9x2) sama dengan Dewan 18 orang leluhur dari tiga

Pakasa’an (Kesatuan Walak-Walak Purba).

Enam leluhur dari Tongkimbut (Tontemboan sekarang) adalah Ramubene,

suaminya Mandei, Riwuatan Tinontong (penenun), suaminya Makaliwe berdiam di

wilayah yang sekarang Mongondouw, Pinu’puran, suaminya Mangalu’un (Kalu’un sama

dengan sembilan gadis penari), Rukul suaminya bernama Suawa berdiam di wilayah yang

sekarang Gorontalo, Lawi Wene suaminya Manambe’an (dewa angin barat) Sambe’ang

artinya larangan (posan). Maka Roya (penyanyi Mareindeng) suaminya bernama

Manawa’ang.

Sedangkan enam leluhur yang berasal dari Tombulu adalah : Katiwi dengan

suaminya Rumengan (gunung Mahawu), Katiambilingan dengan suaminya Pinontoan

39

Page 37: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

(Gunung Lokon), Winene’an dengan suaminya Manarangsang (Gunung Wawo),

Taretinimbang dengan suaminya Makawalang (gunung Masarang), Wowriei dengan

suaminya Tingkulengdengan (dewa pembuat rumah, dewa musik kolintang kayu)

Pahizangen dengan suaminya Kumiwel ahli penyakit dari Sarangsong.

Sementara itu enam leluhur yang berasal dari Tontewo (wilayah timur Minahasa)

terdiri dari Mangatupat dengan suaminya Manalea (dewa angin timur), Poriwuan bersuami

Soputan (gunung Soputan), Mongindouan dengan suaminya Winawatan di wilayah Paniki,

Inawatan dengan suaminya Kuambong (dewa anwan rendah atau kabut), Manambeka

(sambeka sama dengan kayu bakar di pantai) dewa angin utara, istrinya tidak diketahui

namanya kemudian istri Lolombulan. Pemimpin panglima perang pada jaman

pemerintahan golongan Walian adalah anak lelaki Katiwei (istri Rumengan) bernama

Totokai yang menikah dengan Warangkiran puteri dari Ambilingan (istri Pinontoan).

Pada abad ke-7 telah terjadi perubahan pemerintahan. Pada waktu itu di Minahasa –

yang sebelumnya dipegang golongan Walian wanita - beralih ke pemerintahan golongan

Tona’as Pria. Mulai dari sini masyarakat Matriargat Minahasa yang tadinya menurut

hukum ke-Ibuan berubah menjadi masyarakat Patriargat (hukum ke-Bapaan).,

Menjalankan pemerintahan “Makatelu pitu (3x7=21)" atau Dewan 21 orang leluhur pria.

Wakil-wakil dari tiga Pakasa’an Toungkimbut, Toumbulu, Tountowo, mereka

adalah ; Kumokomba yang dilantik menjadi Muntu-Untu sebagai pemimpin oleh ketua

dewan tua-tua “Potuosan” bernama Kopero dari Tumaratas. Mainalo dari Tounsea sebagai

wakil, Siouw Kurur asal Pinaras sebagai penghubung dibantu Rumimbu’uk (Kema) dan

Tumewang (Tondano) Marinoya kepala Walian, Mio-Ioh kepala pengadilan dibantu

Tamatular (Tomohon) dan Tumilaar (Tounsea), Mamarimbing ahli meramal mendengar

bunyi burung, Rumoyong Porong panglima angkatan laut di pulau Lembe, Pangerapan di

Pulisan pelayaran perahu, Ponto Mandolang di Pulisan pengurus pelabuhan-pelabuhan,

Sumendap di Pulisan pelayaran perahu, Roring Sepang di awaon Tompaso, pengurus

upacara-upacara di batu Pinawetengan, Makara’u (Pinamorongan), Pana’aran

(Tanawangko), Talumangkun (Kalabat), Makarawung (Amurang), REPI (Lahendong),

Pangembatan (Lahendong).

Dalam buku “Toumbulusche Pantheon” tulisan J.G.F. Riedel tahun 1894

dikemukakan tentang sistem dewa-dewa Toumbulu yang ternyata mempunya sistem

pemerintahan dewa-dewa seluruh Minahasa dengan jabatan yang ditangani leluhur

tersebut. Pemerintahan golongan Tona’as abad ke-tujuh sudah punya satu pimpinan

dengan gelar Muntu-Untu yang dijabat secara bergantian oleh ketiga sub-etnis utama

40

Page 38: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

Minahasa. Misalnya leluhur Ponto Mandolang mengatur pelabuhan Amurang, Wenang

(Manado) Kema dan Bentenan dengan berkedudukan di Tanjung Pulisan. Tiap sub-etnis

Minahasa mempunya panglima perangnya sendiri-sendiri tapi panglima perang tertinggi

adalah raja karena dilantik dan dapat diganti oleh dewan tua-tua yang disebut “Potuosan”.

Dari nama-nama leluhur wanita Minahasa abad ke-7 seperti Riwuatan asal kata

Riwu atau Hiwu artinya alat menenun, Poriwuan asal kata Riwu alat menenun, Raumbene

asal kata Wene’ artinya padi, menunjukkan Minahasa abad ke-7 telah mengenal padi dan

membuat kain tenun.

II.1.3.f. I Yayat U Santi

Seruan orang Minahasa sejak dahulu kala ini menjadi perhatian masakini karena

lambang Minahasa sekarang banyak terdapat tulisan tersebut. Lalu apa arti dan makna

ungkapan ini ?

Terjemahan harafiahnya adalah: Angkatlah Dan Acung-Acungkanlah Pedang (Mu)

Itu Ungkapan ini diseru-serukan khususnya oleh para waranei, anggota kabasaran, penari

tari pedang dalam menghadapi tantangan yang dianggap musuh. Ini merupakan suatu

komando, perintah tetapi juga untuk membangkitkan gairah, semangat sekaligus untuk

mengusir kecemasan, kekuatiran dan ketakutan ketika menghadapi tantangan (musuh).

Ungkapan ini diseru-serukan oleh pemimpin-pemimpin masyarakat dalam hal

mengajak mereka untuk bersama-sama maju dengan kebulatan tekad melaksanakan apa

yang dihasilkan dari perundingan bersama kepada anak-cucu-cecenya. Ia mengandung juga

seruan supaya hendaklah kamu gagah perkasa, maju terus dan pantang mundur.

Cara menyerukan bagi para waranei ialah dengan suara yang nyaring, tegas betul-

betul seperti komando, sambil mengangkat dan mengacung-acungkan salah satu tangan

dengan kepalan jari-jarinya. Lalu seruan ini disahuti dengan sorakan oleh rekan-rekan

waranei atau oleh hadirin dengan jawaban atau sambutan : Uhuuy!! atau Tentu itu!! yang

artinya : Setuju, demikianlah halnya!.

Apabila kita menggunakan ungkapan dan seruan ini untuk masakini, maka

maknanya ialah : Supaya kita melengkapi diri kita dengan segala kearifan, hikmat,

ketrampilan, ilmu pengetahuan dan teknologi serta kecetakan (= wisdom, managerial skill

and technical know-how). Itulah santi kita masakini yang harus diacung-acungkan

menghadapi segala tantangan yang mengancam kehidupan kita baik fisik maupun non-

fisik, dengan segala kebulatan tekad sesudah dimusyawarahkan bersama. Tantangan ini

41

Page 39: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

adalah kemiskinan, kemalasan, kebodohan, kelaparan, ketidakadilan, ancaman penjajahan,

dan segala sesuatu yang dapat menjadi musuh kehidupan.

Dalam bahasa Alkitab ungkapan ini juga bermakna sebagai pengejawantahan

kuasa-kuasa maut. Dan karena kuasa maut itu telah ditaklukan oleh Allah sendiri karena

membangkitkan PuteraNya Yesus Kristus dari kematian, maka tidak ada alasan bagi kita

untuk tidak berjuang demi kemenangan kehidupan.

Jadi seruan I Yayat U Santi! dan sambutan sorakan Uhuuy! atau Tentu itu!

bermakna : Marilah kita bersama menghadapi tantangan maut itu dan menanggulanginya

demi kehidupan kita dan anak-cucu-cece kita.

Lambang Minahasa

Lambang perisai Minahasa termasuk burung hantu, sebab burung ini menjadi

simbol untuk kebijaksanaan/kearifan, dengan matanya yang tajam dan kepala yang mampu

berputar 360 derajat, dan ia juga memperingatkan manusia apabila ada bahaya. Orang

Minahasa menganggap burung hantu sangat bijaksana. Mereka menyebut burung hantu

'Burung Manguni'. Setiap kali apabila seseorang ingin melakukan perjalanan, mereka

mendengar burung2 hantu dulu. Burung2 hantu mempunyai dua macam suara; suara yang

pertama berarti perjalanan aman, dan suara kedua berarti lebih baik tinggal dirumah. Orang

Minahasa, sekitar Manado, sangat memperhatikan tanda2 itu. Mereka tinggal dirumah jika

disarankan begitu oleh Manguni.

Bentuk Perisai : suatu simbol untuk kemampuan menghadapi

berbagai tantangan

Motto I JAYAT U SANTI : siap dengan tekad bekerja keras demi

pembangunan

Burung manguni : jenis burung yang ada di minahasa, dimana sangat banyak

dikagumi orang karena ia dapat memberi tanda apabila sesuatu akan terjadi, dan

mempunyai perasaan dalam serta matanya tajam menatap jauh

Jumlah bulu sayap 17 helai serta ekor 5 helai: angka proklamasi kemerdekaan

Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila

Bagian dada adalah lambang pohon kelapa : sebagai komoditi minahasa sejak

dahulu

II.1.3.g. Sistem Pemerintahan

Sejak awal bangsa Minahasa tiada pernah terbentuk kerajaan atau mengangkat

seorang raja sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintah adalah kepala keluarga yang

42

Page 40: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

gelarnya adalah Paedon Tu’a atau Patu’an yang sekarang kita kenal dengan sebutan

Hukum Tua. Kata ini berasal dari Ukung Tua yang berarti Orang tua yang melindungi.

Ukung artinya kungkung = lindung = jaga. Tua : dewasa dalam usia, berpikir, serta

didalam mengambil Kehidupan demokrasi dan kerakyatan terjamin Ukung Tua tidak boleh

memerintah rakyat dengan sewenang-wenang karena rakyat itu adalah anak-anak dan

cucu-cucunya, keluarganya sendiri Sebelum membuka perkebunan, berunding dahulu dan

setelah itu dilakukan harus dengan mapalus Didalam bekerja terdapat pengatur atau

pengawas yang di Tonsea disebut Mopongkol atau Rumarantong, di Tolour disebut

Sumesuweng.

Di Minahasa tidak dikenal sistim perbudakan, sebagaimana lasimnya di daerah lain

pada saman itu, seperti di kerajaan Bolaang,Sangir, Tobelo, Tidore dll. Hal ini membuat

beberapa dari golongan Walian Makaruwa Siyow (eksekutif ingin diperlakukan sebagai

raja. seperti raja Bolaang, raja Ternate, raja Sanger yang mereka dengar dan temui disaat

barter bahan bahan keperluan rumah tangga. Setelah cara tersebut dicoba diterapkan

dimasyarakat Minahasa oleh beberapa walian/hukum tua timbul perlawanan yang memicu

terjadinya pemberontakan serentak di seluruh Minahasa oleh golongan rakyat /Pasiyowan

Telu, Alasannya karena, bukanlah adat pemerintahan yang diturunkan Opo Toar

Lumimuut, dimana kekuasaan dijalankan dengan sewenang-wenang.

Akibat pemberontakkan itu, tatanan kehidupan di Minahasa menjadi tidak menentu,

peraturan tidak diindahkan Adat istiadat rusak, Perebutan tanah pertanian antar keluarga

Hal ini membuat golongan makarua/makadua siow (tonaas) merasa perlu mengambil

tindakan pencegahan dengan mengupayakan musyawarah raya yang dimotori oleh Tonaas-

tonaas senior dari seluruh Minahasa di Watu Pinabetengan.

Luas Minahasa pada jaman ini adalah dari pantai likupang, Bitung sampai ke muara sungai

Ranoyapo ke gunung Soputan, gunung Kawatak dan sungai Rumbia Wilayah setelah

sungai Ranoyapo dan Poigar, Tonsawang, Ratahan, Ponosakan adalah termasuk wilayah

kerajaan Bolaang Mongondow, sampai kira-kira abad ke-14.

Dalam musyawarah yang dihadiri oleh seluruh keturunan Toar Lumimuut, memilih Tonaas

Kopero dari Tompakewa sebagai ketua yang dibantu anggota Tonaas Muntuuntu dari

Tombulu dan Tonaas Mandey dari Tonsea.mereka bertugas untuk konsolidasi ketiga

golongan Minahasa tsb.

II.1.3.h. Upacara Adat

Monondeaga

43

Page 41: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

Upacara adat dari daerah Bolaang Mongondow yang dilaksanakan pada waktu anak

gadis memasuki masa akil baliq yang ditandai dengan datangnya haid pertama. Daun

telinga dilobangi dan dipasangi anting kemudian gigi diratakan sebagai pelengkap

kecantikan dan tanda telah dewasa.

Mupuk Im Bene

Upacara adat dari daerah Minahasa berupa pengucapan syukur pallen pactio

Masyarakat membawa/mempersembahkan segantang/sekarung padi bersama hasil ladang

lainnya disuatu tempat (lapangan atau dirumah gereja) untuk didoakan. Dan setiap

rumah/keluarga menyiapkan beragam makanan dan makan bersama dengan para tamu

dengan sukaria.

Metipu

Merupakan upacara adat dari daerah Sangihe Talaud berupa penyembahan kepada

Sang Pencipta alam semesta yang disebut BENGGONA LANGI DUATAN SALURAN,

dengan membakar daun-daun dan akar-akar yang mewangi dan menimbulkan asap

membumbung ke hadirat-Nya.

Watu Pinawetengan

Tanggal tujuh bulan tujuh tahun dua ribu tujuh saat istimewa bagi sebagian

masyarakat Minahasa. Pada penanggalan Masehi itu digelarlah upacara adat Watu

Pinawetengan, sebuah upacara penuh makna bagi persatuan masyarakat setempat. Watu

Pinawetengan adalah warisan leluhur Minahasa dan merupakan bukti bahwa demokrasi

dan persatuan sudah ada sejak dahulu.

Berdasarkan cerita rakyat, terdapat sebuah batu besar yang disebut tumotowa yakni

batu yang menjadi altar ritual sekaligus menandai berdirinya permukiman suatu komunitas.

Johann Albert Traugott Schwarz, seorang misionaris Belanda keturunan Jerman, pada

tahun 1888 berinisiatif melakukan penggalian di bukit Tonderukan yang sekarang masuk

wilayah kecamatan Tompaso, Minahasa, Sulawesi Utara (Sulut).

Ternyata penggalian berhasil menemukan batu besar yang membujur dari timur ke

barat. Johann Gerard Friederich Riedel yang lahir di Tondano pada tahun 1832,

menyebutkan bahwa batu tersebut merupakan batu tempat duduk para leluhur melakukan

perundingan atau orang setempat menyebutnya Watu Rerumeran ne Empung.

Batu tersebut merupakan tempat bagi para pemimpin upacara adat memberikan

keputusan (dalam bentuk garis dan gambar yang dipahat pada batu) dalam hal membagi

pokok pembicaraan, siapa yang harus bicara, serta cara beribadat.

44

Page 42: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

Latar belakang itu memberi arah bahwa sudah ada demokrasi pada jaman dulu. Sejumlah

persoalan diselesai- kan dengan musyawarah sehingga mereka yang terlibat persoalan

meninggalkan Watu Pinawetengan dengan damai.

Inti dari upacara yang diselenggarakan di depan batu besar itu adalah wata' esa ene

yakni pernyataan tekad persatuan. Semua perwakilan kelompok etnis yang ada di Tanah

Toar Lumimut mengantarkan bagian peta tanah Minahasa tempat tinggalnya dan

meletakkan di bagian tengah panggung perhelatan. Diiringi musik instrumentalia

kolintang, penegasan tekad itu disampaikan satu per satu perwakilan menggunakan

pelbagai bahasa di Minahasa. Setelah tekad disampaikan mereka menghentakkan kaki ke

tanah tiga kali. Pada penghujung acara para pelaku upacara bergandengan tangan

membentuk lingkaran sembari menyanyikan Reranian: Royorz endo.

"Royor endo, ezo e, Maesa-esa lalan ni kita e, Royor endo, ezo e, Sei si nimalewo,

Ya wana ni mengasa- ngasaranmo, Royor endo, ezo e, Mengale-ngalei uman

Pakatuan pakalawirenom, Royor endo, ezo e"

(Persatukanlah jalan kita. Janganlah ada yang merusakkan ataupun hanya berpura-pura.

Mari memohonkan usia lanjut dan lestari).

II.1.3.i. Upacara Pemakaman

Mula-mula Suku Minahasa jika mengubur orang meninggal sebelum ditanam

terlebih dulu dibungkus dengan daun woka (sejenis janur). Lambat laun, terjadi perubahan

dalam kebiasaan menggunakan daun woka. Kebiasaan dibungkus daun ini berubah dengan

mengganti wadah rongga pohon kayu atau nibung kemudian orang meninggal dimasukkan

ke dalam rongga pohon lalu ditanam dalam tanah. Baru sekitar abad IX Suku Minahasa

mulai menggunakan waruga. Orang yang telah meninggal diletakkan pada posisi

menghadap ke utara dan didudukkan dengan tumit kaki menempel pada pantat dan kepala

mencium lulut. Tujuan dihadapkan ke bagian Utara yang menandakan bahwa nenek

moyang Suku Minahasa berasal dari bagian Utara. Sekitar tahun 1860 mulai ada larangan

dari Pemerintah Belanda menguburkan orang meninggal dalam waruga.

Kemudian di tahun 1870, Suku Minahasa mulai membuat peti mati sebagai

pengganti waruga, karena waktu itu mulai berjangkit berbagai penyakit, di antaranya

penyakit tipus dan kolera. Dikhawatirkan, si meninggal menularkan bibit penyakit tipus

dan kolera melalui celah yang terdapat di antara badan waruga dan cungkup waruga.

Bersamaan dengan itu pula, agama Kristen mengharuskan mayat dikubur di dalam tanah

mulai menyebar di Minahasa. Waruga yang memiliki ukiran dan relief umumnya terdapat

45

Page 43: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

di Tonsea. Ukiran dan relief tersebut menggambarkan berapa jasad yang tersimpan di

waruga yang bersangkutan sekaligus menggambarkan mata pencaharian orang tersebut.

Pada awalnya waruga tersebar di seluruh Minahasa. Saat ini waruga yang tersebar

tersebut dikumpulkan di desa Sawangan - Minahasa, yaitu sebuah desa yang terletak di

antara Tondano (ibu kota kabupaten Minahasa) dengan Airmadidi (ibu kota kabupaten

Minahasa Utara). Sampai saat ini waruga merupakan salah satu tujuan wisata sejarah di

Sulawesi Utara. (Bagian utara Minahasa).

II.1.3.j. Upacara Pernikahan

Proses Pernikahan adat yang selama ini dilakukan di tanah Minahasa telah

mengalami penyesuaian seiring dengan perkembangan jaman. Misalnya ketika proses

perawatan calon pengantin serta acara "Posanan" (Pingitan) tidak lagi dilakukan sebulan

sebelum perkawinan, tapi sehari sebelum perkawinan pada saat "Malam Gagaren" atau

malam muda-mudi. Acara mandi di pancuran air saat ini jelas tidak dapat dilaksanakan

lagi, karena tidak ada lagi pancuran air di kota-kota besar. Yang dapat dilakukan saat ini

adalah mandi adat "Lumelek" (menginjak batu) dan "Bacoho" karena dilakukan di kamar

mandi di rumah calon pengantin. Dalam pelaksanaan upacara adat perkawinan sekarang

ini, semua acara / upacara perkawinan dipadatkan dan dilaksanakan dalam satu hari saja.

Pagi hari memandikan pengantin, merias wajah, memakai busana pengantin, memakai

mahkota dan topi pengantin untuk upacara "maso minta" (toki pintu). Siang hari kedua

pengantin pergi ke catatan sipil atau Departemen Agama dan melaksanakan

pengesahan/pemberkatan nikah (di Gereja), yang kemudian dilanjutkan dengan resepsi

pernikahan. Pada acara in biasanya dilakukan upacara perkawinan ada, diikuti dengan

acara melempar bunga tangan dan acara bebas tari-tarian dengan iringan musik tradisional,

seperti tarian Maengket, Katrili, Polineis, diriringi Musik Bambu dan Musik Kolintang.

Bacoho (Mandi Adat)

Setelah mandi biasa membersihkan seluruh badan dengan sabun mandi lalu

mencuci rambut dengan bahan pencuci rambut yang banyak dijual di toko, seperti

shampoo dan hair tonic. Mencuci rambut "bacoho" dapat delakukan dengan dua cara,

yakni cara tradisional ataupun hanya sekedar simbolisasi.

Tradisi : Bahan-bahan ramuan yang digunakan adalah parutan kulit lemong nipis

atau lemong bacoho (citrus limonellus), fungsinya sebagai pewangi; air lemong popontolen

(citrus lemetta), fungsinya sebagai pembersih lemak kulit kepala; daun pondang (pandan)

yagn ditumbuk halus, fungsinya sebagai pewangi, bunga manduru (melati hutan) atau

46

Page 44: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

bunga rosi (mawar) atau bunga melati yang dihancurkan dengan tangan, dan berfungsi

sebagai pewangi; minyak buah kemiri untuk melemaskan rambut dicampur sedikit perasan

air buah kelapa yang diparut halus. Seluruh bahan ramuan harus berjumlah sembilan jenis

tanaman, untuk membasuh rambut. Sesudah itu dicuci lagi dengan air bersih lalu rambut

dikeringkan.

Simbolisasi : Semua bahan-bahan ramuan tersebut dimasukkan ke dalam sehelai

kain berbentuk kantong, lalu dicelup ke dalam air hangat, lalu kantong tersebut diremas

dan airnya ditampung dengan tangan, kemudian digosokkan kerambut calon pengantin

sekadar simbolisasi.

Lumele’ (Mandi Adat): Pengantin disiram dengan air yang telah diberi bunga-

bungaan warna putih, berjumlah sembilan jenis bunga yang berbau wangi, dengan

mamakai gayung sebanyak sembilan kali di siram dari batas leher ke bawah. Secara

simbolis dapat dilakukan sekedar membasuh muka oleh pengantin itu sendiri, kemudian

mengeringkannya dengan handuk yang bersih dan belum pernah digunakan sebelumnya.

Upacara Perkawinan

Upacara perkawinan adat Minahasa dapat dilakukan di salah satu rumah pengantin

pria ataupun wanita. Di Langowan-Tontemboan, upacara dilakukan dirumah pihak

pengantin pria, sedangkan di Tomohon-Tombulu di rumah pihak pengantin wanita.

Hal ini mempengaruhi prosesi perjalanan pengantin. Misalnya pengantin pria ke rumah

pengantin wanita lalu ke Gereja dan kemudian ke tempat acara resepsi. Karena

resepsi/pesta perkawinan dapat ditanggung baik oleh pihak keluarga pria maupun keluarga

wanita, maka pihak yang menanggung biasanya yang akan memegang komando

pelaksanaan pesta perkawinan. Ada perkawinan yang dilaksanakan secara Mapalus dimana

kedua pengantin dibantu oleh mapalus warga desa, seperti di desa Tombuluan. Orang

Minahasa penganut agama Kristen tertentu yang mempunyai kecenderungan mengganti

acara pesta malam hari dengan acara kebaktian dan makan malam.

Orang Minahasa di kota-kota besar seperti kota Manado, mempunyai kebiasaan

yang sama dengan orang Minahasa di luar Minahasa yang disebut Kawanua. Pola hidup

masyarakat di kota-kota besar ikut membentuk pelaksanaan upacara adat perkawinan

Minahasa, menyatukan seluruh proses upacara adat perkawinan yang dilaksanakan hanya

47

Page 45: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

dalam satu hari (Toki Pintu, Buka/Putus Suara, Antar harta, Prosesi Upacara Adat di

Pelaminan).

Contoh proses upacara adat perkawinan yang dilaksanakan dalam satu hari :

Pukul 09.00 pagi, upacara Toki Pintu. Pengantin pria kerumah pengantin wanita sambil

membawa antaran (mas kawin), berupa makanan masak, buah-buahan dan beberapa helai

kain sebagai simbolisasi. Wali pihak pria memimpin rombongan pengantin pria, mengetuk

pintu tiga kali.

Pertama : Tiga ketuk dan pintu akan dibuka dari dalam oleh wali pihak wanita.

Lalu dilakukan dialog dalam bahasa daerah Minahasa. Kemudian pengantin pria mengetok

pintu kamar wanita. Setelah pengantin wanita keluar dari kamarnya, diadakan jamuan

makanan kecil dan bersiap untuk pergi ke Gereja. Pukul 11.00-14.00 : Melaksanakan

perkawinan di Gereja yang sekaligus dinikahkan oleh negara, (apabila petugas catatan sipil

dapat datang ke kantor Gereja). Untuk itu, para saksi kedua pihak lengkap dengan tanda

pengenal penduduk (KTP), ikut hadir di Gereja. Pukul 19.00 : Acara resepsi kini jarang

dilakukan di rumah kedua pengantin, namun menggunakan gedung / hotel.

Apabila pihak keluarga pengantin ingin melaksanakan prosesi upacara adat

perkawinan, ada sanggar-sanggar kesenian Minahasa yang dapat melaksanakannya. Dan

prosesi upacara adat dapat dilaksanakan dalam berbagai sub-etnis Minahasa, hal ini

tergantung dari keinginan atau asal keluarga pengantin. Misalnya dalam versi Tonsea,

Tombulu, Tontemboan ataupun sub-etnis Minahasa lainnya.

Prosesi upacara adat berlangsung tidak lebih dari sekitar 15 menit, dilanjutkan

dengan kata sambutan, melempar bunga tangan, potong kue pengantin , acara salaman,

makan malam dan sebagai acara terakhir (penutup) ialah dansa bebas yang dimulai dengan

Polineis.

Prosesi Upacara Perkawinan di Pelaminan

Penelitian prosesi upacara perkawinan adat dilakukan oleh Yayasan Kebudayaan

Minahasa Jakarta pimpinan Ny. M. Tengker-Rombot di tahun 1986 di Minahasa. Wilayah

yang diteliti adalah Tonsea, Tombulu, Tondano dan Tontemboan oleh Alfred Sundah,

Jessy Wenas, Bert Supit, dan Dof Runturambi. Ternyata keempat wilayah sub-etnis

tersebut mengenal upacara Pinang, upacara Tawa’ang dan minum dari mangkuk bambu

(kower). Sedangkan upacara membelah kayu bakar hanya dikenal oleh sub-etnis Tombulu

dan Tontemboan. Tondano mengenal upacara membelah setengah tiang jengkal kayu

Lawang dan Tonsea-Maumbi mengenal upacara membelah Kelapa.

48

Page 46: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

Setelah kedua pengantin duduk di pelaminan, maka upacara adat dimulai dengan

memanjatkan doa oleh Walian disebut Sumempung (Tombulu) atau Sumambo

(Tontemboan). Kemudian dilakukan upacara "Pinang Tatenge’en". Kemudian dilakukan

upacara Tawa’ang dimana kedua mempelai memegang setangkai pohon Tawa’ang

megucapkan ikrar dan janji. Acara berikutnya adalah membelah kayu bakar, simbol

sandang pangan. Tontemboan membelah tiga potong kayu bakar, Tombulu membelah dua.

Selanjutnya kedua pengantin makan sedikit nasi dan ikan, kemudian minum dan tempat

minum terbuat dari ruas bambu muda yang masih hijau. Sesudah itu, meja upacara adat

yang tersedia didepan pengantin diangkat dari pentas pelaminan. Seluruh rombongan adat

mohon diri meniggalkan pentas upacara. Nyanyian-nyanyian oleh rombongan adat

dinamakan Tambahan (Tonsea), Zumant (Tombulu) yakni lagu dalam bahasa daerah.

Bahasa upacara adat perkawinan yang digunakan, berbentuk sastra bahasa sub-etnis

Tombulu, Tontemboan yang termasuk bahasa halus yang penuh perumpamaan nasehat.

Prosesi perkawinan adat versi Tombulu menggunakan penari Kabasaran sebagai anak buah

Walian (pemimpin Upacara adat perkawinan). Hal ini disebabkan karena penari Kabasaran

di wilayah sub-etinis lainnya di Minahasa, belum berkembang seperti halnya di wilayah

Tombulu. Pemimpin prosesi upacara adat perkawinan bebas melakukan improvisasi bahasa

upacara adat. Tapi simbolisasi benda upacara, seperti : Sirih-pinang, Pohon Tawa’ang dan

tempat minum dari ruas bambu tetap sama maknanya.

II.1.3.k. Falsafah Hidup

Butungan

Janji yang diucapkan dalam adat masyarakat Bolaang Mongondow oleh 2 golongan

yang dikuatkan dengan sumpah bahwa apabila ternyata kedua golongan ini tidak menaati

perjanjian tersebut maka turunannya akan kena katula (butungan) yakni : MOTOTA W

NA' SIMUTON artinya cair seperti garam, MODA YAG NA' KOLA WAG artinya hidung

tidak sehat, RUMONDI NA' BUING artinya hitam seperti arang, TUMONOB NA'

LANAG artinya meresap seperti di cucuran atap, KIMBUTON IN T ALO artinya

dihisap oleh tanah ditindaklanjuti, DOROTAN IN MONTOY ANDI artinya ditindih

oleh langit.

Gunde (Pemujaan)

Didalam suatu upacara adat masyarakat Sangihe Talaud biasanya dalam upacara

adat diperdengarkan jenis-jenis irama tambur yang sesuai fungsinya : MANGALA

KAPITA (menyongsong pimpinan), MANEKING MAMATE (pengaturan tempat duduk),

49

Page 47: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

BAHEMA (irama tarik bendera), MAKIMAMBARU (irama isyarat bahwa meja telah

siap).

Mototobian, Mototompiaan, Bo Mototanoban

Mototobian, Mototompiaan, Bo Mototanoban atau dalam bahasa Minahasa Si Tou

Timou Tumou Touâ adalah falsafah hidup masyarakat Minahasa yang pengertiannya

"Hidup untuk memanusiakan manusia" yang menunjukkan perjuangan hidup orang

Minahasa dalam membentuk etos kerja maupun wawasan keterbukaan, toleransi dan

demokrasi agar menjadi manusia yang berkualitas, maju, mandiri dan beradab dengan

berlandaskan pada nilai-nilai dasar yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Ini didasarkan

pada pandangan Dr. Sam Ratulangi. Nilai budaya tersebut terdiri dari : TOU ENTE (orang

kuat gagah berani) berarti nilai budaya adat Minahasa yang berpijak pada adat istiadat,

TOU NGA'ASAN (peranan ratio, pikiran, akal sehat) berarti dengan masuknya budaya

asing terjadilah proses akulturasi, kepribadian, sikap prilaku dan gaya hidup, TOU SAMA

Nilai budaya agama Kristen yang mengandalkan hal-hal bersifat teologi dan eskatologis

menurut agama Kristen yang berdasarkan iman.

Somahe Kai Kehage

Adalah falsafah seorang pemimpin harus tetap teguh dan tabah dalam menghadapi

sesuai cobaan. Mototobian, Mototompiaan, Bo Mototanoban atau dalam bahasa Minahasa

Si Tou Timou Tumou Touâ artinya pemimpin harus dapat menerapkan pola kepemimpinan

sayang menyayangi, baik hati dan saling mengingat kepada sesama manusia.

II.1.4. PRODUK BUDAYA

Pengaruh budaya dan adat istiadat terhadap kehidupan masyarakat Minahasa terjadi

pada pola pengelompokan sosial, dimana pada umumnya masyarakat di Kota Minahasa

ber-etnis sama, maka kebiasaan dan adat istiadat Minahasa yang hidupnya berkelompok

dan mengumpul dalam sebuah lingkungan kecil terbawa dan teraplikasikan dalam kondisi

bermasyarakat saat ini, yaitu lingkungan permukiman menjadi padat dan bahkan pada

kondisi asli tidak memiliki batas yang jelas antara satu rumah dengan rumah yang lainnya.

Pola pengelompokan berdasar ikatan kekeluargaan dan kekerabatan terlihat jelas dalam

permukiman.

50

Page 48: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

II.1.4.a. FAM

Nama keluarga yang telah digunakan sebagai nama keturunan bagi orang

Minahasa atau lebih dikenal dengan istilah FAM, diambil dari nama keluarga yang

digunakan oleh kepala rumah tangga (orang tua lelaki). Setiap anak yang lahir

dalam perkawinan yang sah, otomatis disamping nama depannya, melekat pula

nama keturunan keluarga dari sang Bapak. Khusus bagi seorang wanita yang telah

kawin maka nama keluarga sang suami langsung disisipkan diantara nama depan

dengan nama keturunan keluarga sang wanita tersebut. Selanjutnya nama

keturunan keluarga orang Minahasa memiliki ringkasan pengertian tertentu sebagai

berikut:

A

Abutan : Pembersih

Adam : Tenang

Agou : Anoa

Akai : Penjaga

Aling : Pembawa

Alui : Pelipur lara

Amoi : Teman sekerja

Andu : Tempat bersenang

Anes : Tawakal

Angkouw : Keemasan

Anis : Penghalau

Antou : Nama kembang

Arina : Tiang tengah

Assah : Pembuka jalan

51

Page 49: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

Awondatu : Yang dikehendaki

Awui : Senang

B

Batas : Pemutus

Bella : Pasukan

Bokau : Bibit emas

Bokong : Mengikat

Bolang : Penangkap ikan

Bolung : Perisai

Bororing : Pembuat roreng

Boyoh : Pendamai

Buyung : Penurut

D

Damongilala: Benteng

Damopoli : Jujur dan adil

Dapu : Mematahkan

Datu : Pemimpin

Datumbanua : Kepala Walak

Dayoh : Karunia

Dededaka : Panah lidi hitam

Dendeng : Suara yang terang

Dengah : Hakim

Dewat : Menyeberangi

Dien : Dihiasi

Dimpudus : Cerdik kepalanya

Dipan : Ukuran depa

Dompis : Pekerja baik

Dondo : Prinsip

Dondokambei : Prinsip tetap

Donsu : Jimat penolak

Doodoh : Penggerak

Doringin : Penari

Dotulong : Pahlawan besar

Dumais : Menggenapi

Dumanauw : Pemenang

Dumbi : Didepan

Dungus : Berkedudukan

Dusaw : Pembuka

52

Page 50: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

E

Egam : Menjaga

Egetan : Lonceng kecil

Ekel : Lirikan

Elean : Arah barat

Eman : Dipercaya

Emor : Lengkap

Endei : Dekat

Engka : Pegang

Enoch : Pilihan

Ering : Kurang besar

G

Ganda : Bambu besar

Gerung : Bunga ukiran

Gerungan : Bunga-bunga ukiran

Gigir : Mengikis rata

Gimon : Rupa yang indah

Girot : Pemutus

Goni : Cerdik

Goniwala : Cerdik akal

Gonta : Langkah

Gosal : Timbunan

Gumalag : Menanduk

Gumansing: Pembujuk

Gumion : Pegangan

I

Ilat : Menunggu

Imbar : Yang dibuang

Inarai : Baju jimat

Ingkiriwang : Dari angkasa

Inolatan : Pegang tangan

Intama : Pembawa

Item : Hitam

53

Page 51: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

K

Kaat : Penglihatan

Kaawoan : Mampu kerja

Kaendo : Teman mapalus

Kaeng : Sempit

Kaes : Menyiram

Kainde : Ditakuti

Kairupan : Kekuatan

Kalalo : Amat berani

Kalangi : Dari langit

Kalempou : Mengunjungi

Kalempouw : Kawan baik

Kalengkongan: Tepat berjatuhan

Kalesaran : Pusat segala usaha

Kalici : Mempesona

Kaligis : Sama keluarga

Kalitow : Tertinggi

Kaloh : Sahabat setia

Kalonta : Perisai kayu

Kalumata : Pedang perang

Kamagi : Bunga hias

Kambey : Bunga hias

Kambong : Obor

Kamu : Pegang teguh

Kandio : Amat kecil berarti

Kandou : Bintang pagi

Kapantouw : Pembuat

Kaparang : Pandai mengukir

Kapele : Amat tegas

Kapoh : Pemuja

Kapoyos : Dukun pijat

Karamoy : Penunjuk

Karau : Antara

Karinda : Kawan serumah

Karundeng : Pengusut

Karuyan ; Di kejauhan

Karwur : Subur

Kasenda : Kawan sehidangan

Katopo : Keturunan opo

Katuuk : Pemegang rahasia

Kaunang : Cerdik

Kawatu : Pendirian teguh

Kawengian : Bintang sore

Kawilarang : Diatas terbuka

Kawulusan : Benteng

Kawung : Tersusun keatas

Kawuwung : Berkelebihan

Keincem : Penyimpan rahasia

Kekung : Pedang perisai

Keles : Bayi

Kelung : Perisah

Kembal : Agak lemah

Kembau : Kurang kuat

Kembuan : Sumber

Kenap : Genapkan

Kepel : Penakluk

Kerap : Seiring

Kere : Testa

Kesek : Penuh sesak

Kewas : Tumbuhan

Khodong : Kecil, menentukan

Kilapong : Batu kilat

Kindangen : Yang diberkati

Kirangen : Dimalui

Kiroiyan : Pengembara

Kojongian : Penggeleng kepala

Kolangan : Pemain

Kolibu : Banyak bekerja

54

Page 52: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

Koloday : Saudara lelaki

Koly : Suka kerja

Komaling : Pembawa

Komaling : Penghormat

Kondoy : Lurus kedudukannya

Kontul : Kerja sendiri

Koongan : Mengecil

Kopalit : Pendamai

Koraah : Suka panas matahari

Korah : Suka panas matahari

Korengkeng : Penakluk

Korompis : Hasil kerja yang baik

Koropitan : Penghukum

Korouw : Perkasa

Korua : Membagi dua

Kotambunan : Penimbun

Kountud : Kerja sendiri

Kowaas : Penggemar barang kuno

Kowonbon : Tahan uj

Kowu : Penempah

Kowulur : Ke gunung

Koyansouw : Pengipas

Kuhu : Menampakkan

Kulit : Kecukupan

Kullit : Cukup

Kumaat : Melihat

Kumaunang : Penyelidik cerdik

Kumayas : Membongkar

Kumendong : Pengumpul tenaga

Kumolontang : Melompat keliling

Kumontoy : Lurus hati

Kupon : Diharapkan

Kusen : Penutup

Kusoi : Cerdik

L

Lala : Berjalan

Lalamentik : Semut api

Lalowang : Perlumba

Lalu : Pendesak

Laluyan : Melintasi

Lambogia : Paras jernih

Lampah : Tak seimbang

Lampus : Tembus

Lanes : Kurang semangat

Langelo : Menapis

Langi : Tinggi

Langitan : Tinggian

Langkai : Dihormati

Languyu : Tanpa tujuan

Lantang : Berharga

Lantu : Penentu

Laoh : Manis

Lapian : Teladan

Lasut : Pemikir cerdas

Legi : Menipis

Legoh : Penelan manis pahit

Lembong : Pembalas bud

Lempas : Kedudukan

Lempou : Kunjungan

Lengkey : Dimuliakan

Lengkoan : Penghalang

Lengkong : Pendidik

Lensun : Diharapkan

Leong : Main

Lepar : Tujuan

Lesar : Halaman

Lewu : Tersendiri

Liando : Penimbang

55

Page 53: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

Limbat : Berganti

Limbong : Ingat budi

Limpele : Penurut

Lincewas : Tumbuhan obat

Lintang : Bunyi-bunyian

Lintong : Pusat persoalan

Liogu : Jernih

Litow : Tinggi

Liu : Bijaksana

Liwe : Air mata

Loho : Perindu

Loing : Pengawas

Lolombulan : Bulan purnama

Lolong : Bulan

Lomboan : Lemparan keatas

Lompoliu : Pengajar

Lonan : Ramah

Londa : Perahu

Londok : Tinggi

Longdong : Penjaga

Lontoh : Tinggi keatas

Losung : Pendesak

Lotaan : Pembuka jalan

Lowai : Bayi lelaki

Lowing : Mengawasi

Ludong : Kepala negeri

Lumanau : Biasa berenang

Lumangkun : Penyimpan rahasia

Lumatau : Berpengetahuan

Lumempouw : Meliwati

Lumenta : Terbit

Lumentut : Bukti

Lumi : Meminggir

Lumingas : Membersihkan

Lumingkewas : Tepat dlm segala hal

Lumintang : Menunggalkan

Luminuut : Berpeluh

Lumoindong : Melindungi

Lumondong : Berlindung

Lumowa : Meliwati

Lumunon : Muka bercahaya

Luntungan : Memiliki jambul

Lutulung : Penolong

56

Page 54: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

M

Maengkom : Penakluk

Maengkong : Mendidik

Mailangkai : Yang ditinggikan

Mailoor : Disenangi

Maindoka : Kecukupan

Mainsouw : Bersaudara 9

Mait : Obat pahit

Makadada : Memuaskan

Makal : Penutup lubang

Makaley : Melindungi/menutup

Makaliwe : Air mata

Makangares : Mengharap

Makaoron : Mengulung musuh

Makarawis : Puncak gunung

Makarawung : Tinggi usaha

Makatuuk : Hidup sentosa

Makawalang : Orang kaya

Makawulur : Dihormati

Makiolol : Selalu ikut

Makisanti : Dengan pedang

Malingkas : Tetap berada

Mamahit : Dukun obat pahit

Mamangkey : Pengangkat

Mamantouw : Penubuat

Mamanua : Pembuka negeri

Mamarimbing : Pemberi kesuburan

Mamba : Ditetapkan

Mambo : Penetapan

Mambu : Pemberi supa

Mamengko : Pemberi teka-teki

Mamentu : Pemberi rasa

Mamesah : Pembuka rahasia

Mamoto : Penjelasan

Mamuaya : Pemberi

Mamuntu : Mencapai puncak

Mamusung : Penangkal

Manalu : Ditingkatkan

Manampiring : Membuat jalan

Manangkod : Menahan musuh

Manapa : Pertanyaan

Manarisip : Membetulkan

Manaroinsong: Sumber air

Manayang : Pergi jauh

Mandagi : Menghiasi bunga

Mandang : Melambung tinggi

Mandey : Pandai

Manebu : Dewa peninjau

Manese : Bertindak dahulu

Mangare : Minta dibujuk

Mangempis : Merendahkan diri

Mangindaan : Tahan uji

Mangkey : Angkat

Mangowal : Pemancung

Mangundap : Berbahaya

Manimporok : Ke puncak

Manopo : Bersama datuk (opo)

Manorek : Mengganggu

Mantik : Meneliti/menulis

Mantiri : Pembuat benda halus

Mantoauw : Nubuat

Manua : Negeri

Manurip : Menyisip

Manus : Taruhan

Mapaliey : Menakuti musuh

Maramis : Menggenapi

Marentek : Tukang besi

Maringka : Berkekuatan

57

Page 55: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

Masie : Tumbuhan obat

Masinambau : Tujuan pasti

Masing : Bergaram

Masoko : Pokok

Matindas : Ramping

Maukar : Menjaga

Mawei : Pembimbing

Maweru : Pembaharu

Mawikere : Teladan

Mawuntu : Kedudukan tinggi

Mekel : Lindungi

Mema : Berbuat

Mende : Pemalu

Mendur : Berguntur

Mengko : Teka-teki

Mentang : Pemutus

Mentu : Rasa

Mesak : Pendesak

Mewengkang : Pembuka jalan

Mewoh : Lemah lembut

Mince : Main

Mincelungan : Main perisai

Minder : Menderu

Mingkid : Pemberi acuan/konsep

Mogot : Penebus

Mokalu : Bersaudara

Mokolensang : Berdiam diri

Mokorimban : Pemberani

Momongan : Pemilik

Momor : Persatuan yang baik

Momuat : Pengurus jamuan

Mondigir : Meratakan

Mondong : Menyembunyikan

Mondoringin : Meratakan jalan

Mondou : Berangkat pagi

Mongi : Kuat kekar

Mongilala : Pengusir musuh

Mongisidi : Saksi dan bukti

Mongkaren : Membongkar

Mongkau : Mencari emas

Mongkol : Mematung

Mongula : Pemohon berkat

Moniaga : Kebesaran

Moninca : Pembuah ramai

Moningka : Penambah tenaga

Moniung : Menangis kecil

Mononimbar : Suka memberi

Mononutu : Pekerja tekun

Montolalu : Pembagi tugas

Montong : Pembawa

Montung : Pengangkat

Motto : Jelas

Muaya : Berani

Mudeng : Berdengung jauh

Mukuan : Mempunyai buku

Mumek : Penyelidik

Mumu : Simpanan cukup

Mundung : Bernaung

Muntu : Gunung

Muntu untu : Gunung bersusun

Muntuan : Ke gunung

Musak : Didesak

Mussu : Penjaga setia

58

Page 56: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

N

Nangka : Diangkat

Nangon : Diangkat

Nangoy : Dipikul

Naray : Jimat

Nayoan : Diberi berkat

Nelwan : Tempat terbang

Ngala : Dirintangi

Ngangi : Di hati

Ngantung : Ditimbulkan

Ngayouw : Dmajukan

Ngion : Diperoleh

Nnder : Gerakan

O

Ogi : Goyang

Ogot : Hakimi

Ogotan : Kena dendam

Oleng : Pikulan

Oley : Teladan

Ombeng : Kelebihan

Ombu : Cetakan rupa

Ompi : Tertutuo

Ondang : Pedang

Onsu : Jimat

Opit : Jepitan

Oroh : Perselisihan

Otay : Bertawakal

P

Paat : Pengangkat

Pai : Besar

Paila : Cukup besar

Pakasi : Pemberian

Palangiten : Sinar matahari

Palar : Tapak tangan

Palenewen : Dibenamkan

Palenteng : Peniup

Palilingan : Nasehat baik

Palit : Bekas luka

Panambunan : Timbunan besar

Panda : Pinter

Pandean : Amat pandai

Pandelaki : Pemegang bibit

Pandey : Pinter, pandai

Pandi : Penghancur

Pandong : Tenaga kuat

Pangalila : Berlebihan

Pangau : Jauh kedalam

Pangemanan : Dipercaya

Pangila : Berlebihan

Pangkerego : Suara nyaring

Pangkey : Diangkat

Pantonuwu : Tegas

Pantouw : Penolong bijaksana

Parengkuan : Kepala jimat

Paruntu : Tempat ketinggian

Paseki : Pengikat

Pasla : Tepat tujuan

Pauner : Tengah

Pele : Jimat

Pelengkahu : Emas tulen

Pendang : Pengajar

59

Page 57: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

Pepah : Lemah lembut

Pesik : Pancaran bara

Pesot : Cekatan

Piay : Biasa

Pinangkaan : Tempat yang tinggi

Pinantik : Ditulis

Pinaria : Hubungan erat

Pinontoan : Menunggu

Pioh : Cucu

Piri : Semua satu

Pitong : Memungut

Pitoy : Diikuti

Podung : Dijunjung

Pola : Pengajak

Poli : Tempat suci

Polii : Pelita

Polimpong : Didewakan

Politon : Gembira selalu

Poluakan : Air berkumpul

Pomantouw : Penubuat

Ponamon : Pengasih

Pondaag : Pendamai

Pongayouw : Penghulu perang

Ponggawa : Pemberani

Pongilatan : Berkilat

Pongoh : Berisi padat

Ponosingon : Terbang

Pontoan : Menunggu

Pontoan : Menunggu

Pontoh : Pendek

Pontororing : Bercahaya

Poraweouw : Penunjukan

Porayouw : Perenang

Porong : Tudung kepala

Posumah : Pembagi

Potu : Tekun

Poyouw : Yang diberikan

Pua : Buah

Pungus : Pengawas

Punuh : Orang terdahulu

Purukan : Punya kedudukan

Pusung : Penangkal serangan

Putong : Penyelidik

60

Page 58: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

R

Raintung : Daun bergerigi

Rambi : Bunyi merdu

Rambing : Bunyi suara merdu

Rambitan : Tambahan bunyi

Rampangilei : Kembar bersih

Rampen : Kelebihan

Rampengan : Berkelebihan

Ransun : Bawang

Ranti : Pedang

Rantung : Terapung

Raranta : Naik tangga

Rares : Sehat

Rarun : Sudah tua

Rasu : Penyimpan

Ratag : Terlepas

Ratu : Batu jumat

Ratulangi : Jimat dari langit

Ratumbuisang: Batu berbintik

Ratuwalangaouw: Batu berantai

Ratuwalangon: Batu panjang

Ratuwandang : Batu merah

Rau : Jauh

Rauta : Dewata

Regar : Bebas

Rei : Bebas celaka

Rembang : Burung rawa

Rembet : Berpegang teguh

Rempas : Memasak

Rengku : Tundukan

Rengkuan : Ditunduki

Rengkung : Dihormati

Repi : Pemikir

Retor : Penghalang

Rimper : Potong rata

Rindengan : Bergerigi

Rindengan : Sama-sama

Rindo-rindo : Suara gemuruh

Robot : Lebih

Rogahang : Berkeringat

Rogi : Banyak bicara

Rolangon : Berantai

Rolos : Kepala

Rombot : Dilebihi

Rompas : Penyimpan rahasia

Rompis : Pekerja baik/rukun

Rondo : Lurus

Rondonuwu : Bicara lurus

Rooro : Penggerak

Rori : Dihormati

Rorimpandey : Sempurna

Roring : Kemuliaan

Rorintulus : Cahaya

Rosok : Tepat

Ruaw : Bulan purnama

Ruidengan : Bersama

Rumagit : Menyambar

Rumambi : Membunyikan

Rumampen : Jadi satu

Rumampuk : Memutuskan

Rumayar : Mengibarkan

Rumbay : Tidak perduli

Rumende : Mendekati

Rumengan : Sejaman

Rumenser : Tetesan air

Rumimpunu : Yang dimuka

Rumincap : Berhati baik

Rumokoy : Membangunkan

61

Page 59: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

Rumpesak : Kedudukan

Runturambi : Kehormatan

S

Salangka : Benda persembahan

Salendu : Banyak ide

Sambouw : Bunga kayu

Sambuaga : Bunga kayu cempaka

Sambul : Berlimpah

Sambur : Melimpah

Samola : Membesar

Sangkaeng : Paras kecil

Sangkal : Satu paras

Sarapung : Perkasa

Saraun : Sepintas remaja

Sarayar : Buka jemuran

Sariowan : Pelancong

Sarundayang : Pengiring

Saul : Lengah

Seke : Perorangan

Seko : Sentakan

Sembel : Penuh

Sembung : Bunga

Semeke : Tertawa

Senduk : Senang

Sengke : Guling

Sengkey : Pengguling

Senouw : Cepat

Sepang : Cabang jalan

Sigar : Kaya

Sigarlaki : Kekayaan

Simbar : Terbuang

Simbawa : Banyak kemauan

Sinaulan : Penasehat

Singal : Perintang musuh

Singkoh : Dibatasi

Sinolungan : Memprakarsai

62

Page 60: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

Sirang : Potongan

Siwu : Penghancur musuh

Siwy : Siulan

Solang : Pedang

Somba : Pelindung

Sompi : Penyimpan rahasia

Sompotan : Meluputkan

Sondakh : Pengawas

Soputan : Letusan

Sorongan : Bergeser

Suak : Kepala

Sualang : Karunia

Suatan : Pengharapan

Sumaiku : Panjang idenya

Sumakud : Menewaskan

Sumakul : Menewaskan

Sumangkud : Terikat

Sumanti : Mempergunakan

Sumarandak : Gemerincing

Sumarauw : Pendidik

Sumele : Pembatas

Sumendap : Menyinari

Sumesei : Pengawas

Sumilat : Mengangkat

Sumlang : Main pedang

Sumolang : Memainkan pedang

Sumual : Memiliki kelebihan

Sumuan : Mengesahkan

Sundah : Tidak menetap

Sungkudon : Buah persembahan

Suot : Puas

Supit : Menjepit musuh

Surentu : Banyak bicara

Suwu : Serbu

T

Taas : Kuat

Tairas : Terangkat dari dalam

Talumepa : Berjalan didaratan

Talumewo : Perusak

Tambahani : Senang bersih

Tambalean : Menuju Barat

Tambarici : Dibelakang

Tambariki : Dibelakang

Tambayong : Gemar kekayaan

Tambengi : Amat cepat

Tambingon : Keliling

Tamboto : Menghias kepala

Tambun : Timbun

Tambunan : Timbunan

Tambuntuan : Puncak tinggi

Tambuwun : Menandingi

Tamon : Disayangi

Tampa : Bunga

Tampanatu : Bunga api

Tampanguma : Bunga mekar

Tampemawa : Turun kelembah

Tampemawa : Turun kelembah

Tampenawas : Memotong daun

Tampi : Setia

Tampinongkol: Suka berkelahi

Tandayu : Pemuji

Tangka : Amat tinggi

Tangkere : Teladan

Tangkow : Nyanyian

Tangkudung : Perisai pelindung

Tangkulung : Perisai pelinding

Tanod : Tambu

Tanor : Tambur

63

Page 61: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

Tanos : Teratur

Tarandung : Jalan

Taroreh : Diangkat

Taulu : Dijunjung

Tawas : Penawar mujarab

Tendean : Tempat berpijak

Tengges : Tempat memasak

Tenggor : Menghilang

Tengker : Bergemuruh

Terok : Pedagang keliling

Tidayoh : Senang dihormati

Tiendas : Berkurang

Tikoalu : Penakluk

Tikonuwu : Pandai bicara

Tilaar : Kerinduan

Timpal : Persekutuan

Tinangon : Terangkat

Tindengen : Pemalu

Tintingon : Melambung

Tirayoh : Senang dihormati

Tiwa : Menaiki puncak

Tiwow : Berniat

Tmbuleng : Pemikul

Toalu : Didepan

Todar : Bertahan

Togas : Pantang surut

Tololiu : Penghambat

Tombeng : Secepat angin

Tombokan : Berkelebihan

Tombokan : Pemukul akhir

Tompodung : Dijunjung

Tompunu : Membuyarkan musuh

Tongkeles : Percepat

Tooi : Pengikut

Torar : Biasa matahari

Torek : Berkekurangan

Towo : Dari atas

Tuegeh : Tumpukan

Tuera : Perintah

Tulandi : Pemecah batu

Tular : Penasehat

Tulenan : Tetap tolong

Tulung : Pandai menolong

Tulus : Penengah

Tulusan : Menengahi

Tumanduk : Pelindung

Tumangkeng : Merombak

Tumatar : Kebiasaan

Tumbei : Berkat

Tumbelaka : Diberkati

Tumbol : Penopang

Tumbuan : Kaya

Tumembouw : Berteman

Tumengkol : Penahan

Tumewu : Melenyapkan

Tumilaar : Yang dirindukan

Tumilesar : Telentang

Tumimomor : Tempat yang baik

Tumiwa : Ingatan

Tumiwang : Mengingat

Tumober : Hadiah

Tumondo : Tujuan pasti

Tumonggor : Disiapkan

Tumundo : Pembawa terang

Tumurang : Pemberi bibit

Tumuyu : Yang dituju

Tunas : Asli

Tundalangi : Tatapan dari langit

64

Page 62: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

Tungka : Terangkat

Turang : Menopang

Turangan : Berkelebihan

Tuwaidan : Lengkap

Tuyu : Penunjuk

Tuyuwale : Menuju rumah

U

Uguy : Pembawa rejeki

Ukus : Kurang gemuk

Ulaan : Ditakuti

Umbas : Kuat bersih

Umboh : Penolak bahaya

Umpel : Menyenangkan

Undap : Cahaya sinar

Unsulangi : Diatas

Untu : Gunung

W

Waani : Pahlawan

Wagei : Tertarik

Wagiu : Cantik/rupawan

Waha : Bara api

Wahon : Moga-moga

Wakari : Teman serumah

Wala : Cahaya

Walalangi : Cahaya dari langit

Walanda : Cahaya berlalu

Walandouw : Cahaya siang

Walangitan : Cahaya kilat

Walean : Komplek rumah

Walebangko : Rumah besar

Walelang : Rumah tinggi

Waleleng : Rumah tersendiri

Walian : Dukun

Walintukan : Taufan

Waluyan : Lewat

Wanei : Prajurit

Wangania : Buat sekarang

Wangko : Besar

Wantah : Patokan

Wantania : Patokan tetap

Wantasen : Yang jadi patokan

Wariki : Pendidik

Watah : Be ani

Watti : Nubut

Watugigir : Batu licin

Watuna : Biji bersih

Watung : Timbul terus

Watupongoh : Teguh

Waturandang : Batu merah

Watuseke : Berani

65

Page 63: Min Ah as A

Kebudayaan Minahasa

Wauran : Cabut pilihan

Wawoh : Ketinggian

Wawointama : Cita-cita tinggi

Wawolangi : Di ketinggian

Wawolumaya : Diatas puncak

Waworuntu : Diatas gunung

Weku : Penasehat

Welong : Kurang daya

Welong : Pemikul

Wenas : Penyembuh

Wenur : Persembahan

Weol : Penasehat

Wetik : Berperan

Wilar : Pembuka

Winerungan : Menghiasi

Winokan : Men coba

Woimbon : Bercahaya

Wokas : Penyelidik

Wola : Cahaya

Wondal : Jimat

Wongkar : Membangun

Wonok : Peruntuk

Wonte : Kuat teguh

Wooy : Hujan rahmat

Worang : Kuat ikatan

Worotikan : Pancarana api

Wotulo : Pembersih

Wowilang : Pendorong

Wowor : Obat kesohor

Wuisan : Pengusir

Wuisang : Mengusir

Wulur : Puncak

Wungkana : Gelang jimat

Wungow : Bicara seenaknya

Wuntu : Gunung

Wurangian : Pemarah

Wuwung : Kelebihan

Wuwungan : Diatas atap

66

Page 64: Min Ah as A

II.1.4.b.Mapalus

Masyarakat Minahasa pada umumnya memiliki adat istiadat dan budaya yang

dikenal dengan sebutan Mapalus. Budaya mapalus atau bekerja bersama dan saling bantu

ini telah berakar dan membudaya di kalangan masyarakat Minahasa. Budaya tersebut

sampai saat ini masih terjaga dan terpelihara. Pada kehidupan sehari-hari masih bisa

dirasakan sikap suka membantu dan bekerjasama. Kecuali beberapa kegiatan yang

merupakan rangkaian dari ‘mapalus’ seperti memakai alat tiup ketika mengajak kelompok

untuk ber’mapalus’ sudah mulai hilang. Perlahan keaslian mulai terkikis dengan

modernisasi.

II.1.4.c.Syukuran

Di samping itu di seluruh tanah Minahasa setiap tahunnya di setiap kecamatan atau

kawasan diadakan upacara syukuran yang dikaitkan dengan upacara keagamaan. Kegiatan

ini dipusatkan di gereja-gereja yang ada di kecamatan atau kawasan tersebut. Maksud

diadakannya upacara syukuran adalah untuk mengucap syukur atas segala berkat dan

anugerah yang telah Tuhan berikan di Tanah Minahasa termasuk masyarakat Minahasa

dalam setahun, upacara syukuran ini memiliki kemiripan dengan upacara "Thanksgiving"

di Amerika.

II.1.4.d. Rumah Adat

Disebut dengan istilah wale atau bale, yaitu rumah/ tempat melakukan akivitas

untuk hidup keluarga. Rumah adat Minahasa merupakan rumah panggung yang terdiri dari

dua tangga didepan rumah. Menurut kepercayaan nenek moyang Minahasa peletakan

tangga tersebut dimaksudkan apabila ada roh jahat yang mencoba untuk naik dari salah

satu tangga maka roh jahat tersebut akan kembali turun di tangga yang sebelahnya.

Ada pula yaitu rumah kecil untuk tempat beristirahat, berlindung sewaktu hujan,

memasak ataupun tempat menyimpan hasil panen sebelum dijual. Ciri utama rumah

tradisional ini berupa "Rumah Panggung" dengan 16 sampai 18 tiang penyangga. Beberapa

abad lalu terdapat rumah tradisional keluarga  besar  yang  didiami  oleh   6  sampai  9

keluarga. Masing-masing keluarga merupakan rumah tangga tersendiri dan mempunyai

dapur atau mengurus ekonomi rumah tangga sendiri. Saat ini jarang ditemui rumah adat

besar seperti ini. Pada umumnya susunan rumah terdiri atas emperan (setup), ruang tamu

(leloangan), ruang tengah (pores) dan kamar-kamar. Ruang paling depan (setup) berfungsi

untuk menerima tamu terutama bila diadakan upacara keluarga, juga tempat makan tamu.

Page 65: Min Ah as A

Bagian belakang rumah terdapat balai-balai yang berfungsi sebagai tempat

menyimpan alat dapur dan alat makan, serta tempat mencuci. Bagian atas rumah/loteng

(soldor) berfungsi sebagai tempat menyimpan hasil panen seperti jagung, padi dan hasil 

lainnya. Bagian bawah rumah (kolong) biasanya digunakan untuk gudang tempat

menyimpan papan, balok, kayu, alat pertanian, gerobak dan hewan rumah seperti anjing.

Untuk melihat rumah tradisional adat Minahasa ini, dapat ditemukan pada desa-desa di

Minahasa yang umumnya sebagian rumah masih berupa rumah panggung tradisional.

Akan tetapi kebanyakan telah mengalami perubahan bentuk, sesuai dengan kebutuhan

pemiliknya

Rumah adat Minahasa merupakan rumah panggung yang terdiri dari dua tangga

didepan rumah. Menurut kepercayaan nenek moyang Minahasa peletakan tangga tersebut

dimaksudkan apabila ada roh jahat yang mencoba untuk naik dari salah satu tangga maka

roh jahat tersebut akan kembali turun di tangga yang sebelahnya

II.1.4.e. Naik Rumah Baru

Selain upacara syukuran di atas, di tanah Minahasa juga dikenal memiliki upacara-

upacara adat yang lain seperti jika seseorang/keluarga akan menempati sebuah rumah atau

menempati tempat kediaman baru maka orang/keluarga tersebut akan melaksanakan

upacara syukuran "Naik Rumah Baru", hal ini dianalogikan dengan bentuk rumah

tradisional Minahasa yang berbentuk rumah panggung sehingga untuk memasukinya harus

menaiki sejumlah anak tangga.

II.1.4.f. Tari Perang Kabasaran

Kota Minahasa yang penduduknya sebagian besar adalah suku Minahasa,

mempunyai tarian perang yang bernama Kabasaran. Kabasaran adalah sekelompok pria

yang memakai baju adat perang Minahasa. Kabasaran juga sering disebut dengan Cakalele,

tapi sebutan Cakalele adalah sama dengan tarian perang dari daerah Maluku. Pada saat ini

Tarian Perang Kabasaran dipertunjukan pada saat-saat pawai dan juga pada waktu

penjemputan tamu-tamu pentingdaerah.

Menari dengan pakaian serba merah, mata melotot, wajah garang, diiringi tambur

sambil membawa pedang dan tombak tajam, membuat tarian kabasaran amat berbeda

dengan tarian lainnya di Indonesia yang umumnya mengumbar senyum dengan gerakan

yang lemah gemulai.

Page 66: Min Ah as A

Tarian ini merupakan tarian keprajuritan tradisional Minahasa, yang diangkat dari

kata; Wasal, yang berarti ayam jantan yang dipotong jenggernya agar supaya sang ayam

menjadi lebih garang dalam bertarung.

Tarian ini diiringi oleh suara tambur dan / atau gong kecil. Alat musik pukul seperti

Gong, Tambur atau Kolintang disebut “Pa ‘ Wasalen” dan para penarinya disebut

Kawasalan, yang berarti menari dengan meniru gerakan dua ayam jantan yang sedang

bertarung.

Kata Kawasalan ini kemudian berkembang menjadi Kabasaran yang merupakan

gabungan dua kata “Kawasal ni Sarian” “Kawasal” berarti menemani dan mengikuti gerak

tari, sedangkan “Sarian” adalah pemimpin perang yang memimpin tari keprajuritan

tradisional Minahasa. Perkembangan bahasa melayu Manado kemudian mengubah huruf

“W” menjadi “B” sehingga kata itu berubah menjadi Kabasaran, yang sebenarnya tidak

memiliki keterkaitan apa-apa dengan kata “besar” dalam bahasa Indonesia, namun

akhirnya menjadi tarian penjemput bagi para Pembesar-pembesar.

Pada jaman dahulu para penari Kabasaran, hanya menjadi penari pada upacara-

upacara adat. Namun, dalam kehidupan sehari-harinya mereka adalah petani. Apabila

Minahasa berada dalam keadaan perang, maka para penari kabasaran menjadi Waranei

(prajurit perang). Bentuk dasar dari tarian ini adalah sembilan jurus pedang (santi) atau

sembilan jurus tombak (wengkouw) dengan langkah kuda-kuda 4/4 yang terdiri dari dua

langkah ke kiri, dan dua langkah ke kanan.

Tiap penari kabasaran memiliki satu senjata tajam yang merupakan warisan dari

leluhurnya yang terdahulu, karena penari kabasaran adalah penari yang turun temurun.

Tarian ini umumnya terdiri dari tiga babak (sebenarnya ada lebih dari tiga, hanya saja,

sekarang ini sudah sangat jarang dilakukan). Babak – babak tersebut terdiri dari :

Cakalele, yang berasal dari kata “saka” yang artinya berlaga, dan “lele” artinya

berkejaran melompat – lompat. Babak ini dulunya ditarikan ketika para prajurit akan pergi

berperang atau sekembalinya dari perang. Atau, babak ini menunjukkan keganasan

berperang pada tamu agung, untuk memberikan rasa aman pada tamu agung yang datang

berkunjung bahwa setan-pun takut mengganggu tamu agung dari pengawalan penari

Kabasaran.

Babak kedua ini disebut Kumoyak, yang berasal dari kata “koyak” artinya,

mengayunkan senjata tajam pedang atau tombak turun naik, maju mundur untuk

menenteramkan diri dari rasa amarah ketika berperang. Kata “koyak” sendiri, bisa berarti

membujuk roh dari pihak musuh atau lawan yang telah dibunuh dalam peperangan.

Page 67: Min Ah as A

Lalaya’an. Pada bagian ini para penari menari bebas riang gembira melepaskan

diri dari rasa berang seperti menari “Lionda” dengan tangan dipinggang dan tarian riang

gembira lainnya. Keseluruhan tarian ini berdasarkan aba-aba atau komando pemimpin tari

yang disebut “Tumu-tuzuk” (Tombulu) atau “Sarian” (Tonsea). Aba-aba diberikan dalam

bahasa sub–etnik tombulu, Tonsea, Tondano, Totemboan, Ratahan, Tombatu dan Bantik.

Pada tarian ini, seluruh penari harus berekspresi Garang tanpa boleh tersenyum, kecuali

pada babak lalayaan, dimana para penari diperbolehkan mengumbar senyum riang.

Busana yang digunakan dalam tarian ini terbuat dari kain tenun Minahasa asli dan

kain “Patola”, yaitu kain tenun merah dari Tombulu dan tidak terdapat di wilayah lainnya

di Minahasa, seperti tertulis dalam buku Alfoersche Legenden yang di tulis oleh PN.

Wilken tahun 1830, dimana kabasaran Minahasa telah memakai pakaian dasar celana dan

kemeja merah, kemudian dililit ikatan kain tenun. Dalam hal ini tiap sub-etnis Minahasa

punya cara khusus untuk mengikatkan kain tenun. Khusus Kabasaran dari Remboken dan

Pareipei, mereka lebih menyukai busana perang dan bukannya busana upacara adat, yakni

dengan memakai lumut-lumut pohon sebagai penyamaran berperang.

Sangat disayangkan bahwa sejak tahun 1950-an, kain tenun asli mulai menghilang

sehingga kabasaran Minahasa akhirnya memakai kain tenun Kalimantan dan kain Timor

karena bentuk, warna dan motifnya mirip kain tenun Minahasa seperti : Kokerah,

Tinonton, Pasolongan, Bentenen. Topi Kabasaran asli terbuat dari kain ikat kepala yag

diberi hiasan bulu ayam jantan, bulu burung Taong dan burung Cendrawasih. Ada juga

hiasan tangkai bunga kano-kano atau tiwoho. Hiasan ornamen lainnya yang digunakan

adalah “lei-lei” atau kalung-kalung leher, “wongkur” penutup betis kaki, “rerenge’en” atau

giring-giring lonceng (bel yang terbuat dari kuningan).

Pada jaman penjajahan Belanda tempo dulu , ada peraturan daerah mengenai

Kabasaran yang termuat dalam Staatsblad Nomor 104 B, tahun 1859 yang menetapkan

bahwa

Upacara kematian para pemimpin negeri (Hukum Basar, Hukum Kadua, Hukum Tua) dan

tokoh masyarakat, mendapat pengawalan Kabasaran. Juga pada perkawinan keluarga

pemimpin negeri. Pesta adat, upacara adat penjemputan tamu agung pejabat tinggi Belanda

Residen, kontrolir oleh Kabasaran.

Kabasaran bertugas sebagai “Opas” (Polisi desa).

Seorang Kabasaran berdinas menjaga pos jaga untuk keamanan wilayah setahun 24

hari. Kabasaran yang telah ditetapkan sebagai polisi desa dalam Staatsblad tersebut diatas,

akhirnya dengan terpaksa oleh pihak belanda harus ditiadakan pada tahun 1901 karena saat

Page 68: Min Ah as A

itu ada 28 orang tawanan yang melarikan diri dari penjara Manado. Untuk menangkap

kembali seluruh tawanan yang melarikan diri tersebut, pihak Belanda memerintahkan

polisi desa, dalam hal ini Kabasaran, untuk menangkap para tawanan tersebut. Namun

malang nasibnya para tawanan tersebut, karena mereka tidak ditangkap hidup-hidup

melainkan semuanya tewas dicincang oleh Kabasaran. Para Kabasaran pada saat itu berada

dalam organisasi desa dipimpin Hukum Tua. Tiap negeri atau kampung memiliki sepuluh

orang Kabasaran salah satunya adalah pemimpin dari regu tersebut yang disebut

“Pa’impulu’an ne Kabasaran”. Dengan status sebagai pegawai desa, mereka mendapat

tunjangan berupa beras, gula putih, dan kain. Sungguh mengerikan para Kabasaran pada

waktu itu, karena meski hanya digaji dengan beras, gula putih, dan kain, mereka sanggup

membantai 28 orang yang seluruhnya tewas dengan luka-luka yang mengerikan.

II.1.4.g. Tarian Maengket

Kata MAENGKET terdiri dari kata dasar ENGKET yang artinya mengangkat tumit

kaki turun naik, dan awalan MA yang merubah kata dasar menjadi kata kerja menari-turun

naik. Dengan demikian sebutan klasifikasi jenis MAENGKET : Maengket "Owey

Kamberu" dapat dikatakan menari "Owey Kamberu", Maengket "Marambak" dapat

dikatakan menari "Marambak", Maengket "Lalayaan" dapat dikatakan menari "Lalayaan".

Fungsi MAENGKET dalam upacara adat jaman tempo dulu, adalah sebagai bahagian dari

serangkaian upacara petik padi MANEMPO' (Tontemboan), MANGUPU' (Tombulu,

Tonsea), MASAMBO (Tondano). Yang terdiri dari Tarian untuk mengundang roh leluhur

Dewa-Dewi dan nyanyian memuji SI EMPUNG (Tuhan) disebut SUMEMPUNG dan

minta berkat perlindungan pada Dewa-Dewi yang disebut MENGALEI. Oleh karena itu

tarian MAENGKET sebenarnya bukan murni tarian, tapi perpaduan dua cabang kesenian

yakni seni tari dan seni menyanyi. Ada dua tarian Minahasa yang sudah punah, dimana si

penari tidak menyanyi yaitu MANGOLONG tarian upacara kedukaan dan

MAHAWALIAN tarian para pemimpin adat dan agama asli TONA'AS dan WALIAN.

Dengan demikian tarian MAENGKET termasuk cabang kesenian tradisional Minahasa,

yang memiliki "Faktor kesulitan" yang cukup tinggi dalam pelatihannya dan

penampilannya, karena harus menghayati gerak tari dan intonasi suara.

Yang dimaksud dengan rangkaian upacara petik padi adalah musim pesta adat yang

berlangsung selama sembilan hari, dengan tarian "Maowey Kamberu", tarian "Lalayaan"

pada upacara bulan purnama MAHATAMBULELENEN (Tombulu), MASISERAP

(Tontemboan). Dan biasanya di ikuti dengan upacara SUMOLO (solo = lampu) pada

Page 69: Min Ah as A

pemasangan lampu rumah baru untuk pertama kalinya, tarian pada acara ini disebut

"Marambak" (rambak = Banting kaki) untuk secara simbolisasi menguji kekuatan rumah.

Rumah adat Minahasa jaman tempo dulu disebut "Wale wangko" (rumah besar) yang

bentuknya memanjang dihuni oleh tujuh sampai sembilan keluarga. Apabila penduduk

sebuah "Wanua" atau "Ro'ong" yang dalam bahasa melayu Manado disebut "Negeri" sudah

cukup banyak, maka dibangunlah satu rumah baru untuk keluarga-keluarga baru yang

ingin memisahkan diri dari orang tua mereka. Peresmiannya dilakukan setelah panen raya

padi yakni setelah bulan purnama raya, urutan-urutan upacara adat telah di tentukan

sebelumnya oleh pemimpin negeri, merangkap pemimpin adapt TONA'AS WANGKO.

Setelah bintang tiga "Kateluan" terlihat, maka si Tonaas mulai membuat simpul pada

seutas tali disebut "Mamules", tiap hari membuat satu simpul pada tali selama sembilan

hari kemudian istirahat satu hari.

Kemudian dilanjutkan lagi tujuh hari berturut-turut lalu istirahat satu hari,

selanjutnya lima hari lagi lalu istirahat, dan tiga hari lagi, pada hari berikutnya adalah

bulan purnama raya. 9 + 1 + 7 + 1 + 5 + 1 + 3 + 1 = hari ke-28 bulan purnama raya, tujuh

hari sebelum bulan purnama dilakukan tarian "Maengket Owey Kamberu" dihalaman batu

TUMOTOWA, pada hari ke-28 secara resmi panen raya dimulai, malam harinya adalah

bulan purnama raya dilakukan "Maengket Lalaya'an, tujuh hari setelah bulan purnama

dilakukan peresmian rumah baru upacara "Sumolo". Karena TONA'AS WANGKO juga

memegang jabatan sebagai TONA'AS SAKA (Panglima perang) pemimpin para

"Waranei", maka ketika melihat bintang tiga "Kateluan" muncul, maka dia menyuruh anak

buahnya "Mamu'is" pergi menangkap tawanan bila ada upacara naik rumah baru. Karena

sebelum pemasangan atap rumah baru ada upacara "Pangari'ian" (ari'i = tiang) raja, kurban

kepala manusia ditanamkan dibawah tiang raja, inilah yang dimaksud syair "Mangido-

ngido-do" pada Maengket Marambak Tonsea.

Pemimpin tarian MAENGKET adalah kaum wanita sebagai "Walian in uma"

pemimpin upacara kesuburan pertanian dan kesuburan keturunan, dibantu oleh "Walian Im

penguma'an" lelaki dewasa. Pemimpin golongan WALIAN atau golongan agama asli

(agama suku) disebut "Walian Mangorai" seorang wanita tua, yang hanya berfungsi

sebagai pengawas dan penasehat dalam pelaksanaan upacara-upacara kesuburan. Untuk

memulai tarian maka si pemimpin tarian MAENGKET menari melambai-lambaikan

saputangan mengundang dewi bumi (Lumimu'ut), dan setelah kesurupan Dewi Bumi,

barulah tarian dimulai, oleh karena itu semua penari MAENGKET harus memakai

saputangan. Agar supaya para penari tidak kemasukan (kesurupan) roh jahat (Tjasuruan

Page 70: Min Ah as A

Lewo') ada pembantu TONA'AS WANGKO menemani "Walian in uma" yang disebut

"Tona'as in uma" pria dewasa yang memegang tombak symbol Dewa Matahari TO'AR

(To'or = Tu'ur = tiang tegak = Tombak). Oleh karena itu di halaman batu "Tumotowak"

(Tontembuan) "Panimbe" (Tondano), "Pa'lalesan" (Tombulu), "Pasela" (Tonsea)

ditancapkan tiang-tiang bambu berhias disebut "Tino'or" (Tontemboan), "Toto'or"

(Tombulu), sewaktu dilakukan tarian Maengket "Owey Kamberu". OWEY termasuk kata

keluhan karena lelah fisik dan lelah pikiran yang sama artinya dengan Bahasa Tondano

AMBO, rasa lelah yang berada diluar kekuasaan manusia, hingga keluhan membawa rasa

nikmat, menikmati rasa lelah karena ada hasil yang menyenangkan dibalik kelelahan itu,

misalnya lelah menanam padi akan menghasilkan kesenangan waktu menuai padi.

Karena Minahasa terdiri dari kesatuan beberapa sub ethnic seperti, Tontemboan,

Tombulu, Tonsea, Tondano, Tonsawang, Ratahan Ponosakan dan Bantik. Maka syair lagu

nyanyian MAENGKET juga memakai dialek bahasa-bahasa sub ethnic Minahasa tersebut,

menyebabkan ada beberapa sebutan istilah yang berbeda misalnya MA'OWEY (Tombulu,

Tonsea) di Tontemboan disebut MAWINSON, MAKAMBERU di Tombulu disebut

MAWAREI DI Amurang-Tontemboan. Tapi semua subethnik Minahasa mengakui bahwa

Dewi padi itu bernama LINGKANWENE (liklik = keliling, Wene = padi) yang dikelilingi

padi, penguasa produksi padi, suaminya adalah pemimpin semua Dewa-dewi, Maha dewa

MUNTU-UNTU. Ada tiga orang leluhur Minahasa yang bergelar MUNTU-UNTU dan

istrinya bernama LINGKANWENE, yang pertama kemungkinan hidup abad ke-sembilan,

yang kedua hidup abad ke-12, yang ketiga hidup abad 15. MUNTU-UNTU yang terakhir

inilah yang di kisahkan dalam syair "maowey kamberu" telah dibabtis oleh Pater Spanyol

masuk Kristen-katolik. Umumnya ceritera dewa-dewi padi, MUNTU-UNTU,

TAMATULAR, SAMBALEAN, PARENKUAN, TUMIDENG, PANAMBUNAN (dewa

padi lading), PALENEWEN (dewa padi sawah) dalam lagu "Maowey Kamberu" berkisah

sedih yang melelahkan hati. Tapi produksi beras di Minahasa sangat terkenal di kawasan

Indonesia Timur, sehingga mengundang bangsa barat Spanyol menanam padi sawah di

Motoling Minahasa Selatan dan baru berakhir tahun 1644 selama satu abad. Yang bergelar

MUNTU-UNTU yang dibabtis pater Spanyol sudah pasti LOLONG LASUT karena dotu

inilah yang memberi ijin Spanyol mendirikan kantor dagang "Loji"di "Menango labo"

(pelabuhan Wenang) sekarang kota Manado.

Tangga nada lagu MAENGKET dalam upacara adat disebut Penthatonis Owey

(lima not) ; la (6), sol (5), mi (3), re (2), do (1), dan Penthatonis ROYOR (lima not) ; si (7),

la (6), sol (5), mi (3), re (2). Setelah tahun 1900 tarian MAENGKET tidak lagi menjadi

Page 71: Min Ah as A

bahagian dari upacara adat, karena upacara-upacara adapt di Minahasa yang disebut

"Posan" tidak lagi dilakukan orang Minahasa. Tarian MAENGKET kemudian menjadi

salah satu cabang kesenian "Seni Pertunjukkan" terutama sekali pada acara "Kuda Baan"

(Balapan kuda) di Sario-Manado, Walian-Tomohon, Kawangkoan Tonsea, Kawangkoan

Tontemboan, Tasuka-Kakas, kelompok MAENGKET saling bertanding memperebutkan

bendera merah putih. Tidak adalagi "Kesurupan" dalam menari MAENGKET semua

patokan ke-indahan penampilan lomba ditentukan berdasarkan teori hukum-hukum seni

musik dan seni tari dengan menggunakan dasar "Estetika" seni tradisi. Sekitar tahun 1950-

an setelah Hindia Belanda angkat kaki dari Minahasa, lahirlah jenis MAENGKET

"Imbasan" yang secara umum syair utamanya mengenai perjuangan kemerdekaan dan

falsafah Negara, yang mengandung muatan misi agama Kristen disebut "Tari Jajar".

Aturan dan ketentuan tarian MAENGKET menjadi longgar dan kehilangan pegangan yang

disebut "Pakem" dalam ilmu teori tarian jawa. Oleh karena itu banyak pakar MAENGKET

di Minahasa kemudian meneliti lagi aturan-aturan Maengket jaman sebelum tahun 1900,

yang mungkin dapat di sesuaikan dengan MAENGKET jaman sekarang.

Yang tidak dapat dirubah lagi adalah bahwa tangga nada MAENGKET jaman

sekarang adalah "Diatonis"; do (1), 2 (re), mi (3), fa (4), sol (5), la (6), si (7), 1, satu oktaf.

Pemimpin tarian MAENGKET tidak dapat lagi dinamakan "Walian in Uma" (wanita) atau

"Walian im Penguma'an" (pria) tapi disebut KAPEL. Tapi pengaruh fungsi MAENGKET

sebagai upacara adat jaman tempo dulu, belum sama sekali menghilang di Minahasa

hingga sekarang ini. Yakni muatan Supranatural yang dalam bahasa Belanda disebut

"Mokus Pokus" yang prakteknya masih terasa terutama dalam acara pertandingan

MAENGKET memperebutkan kejuaraan. Tapi masalah diluar teori ini, hanya sekedar

untuk diketahui dan memang tidak dapat dibahas sebagai pengetahuan ilmu seni, karena

terdapat secara umum dalam dunia kesenian tradisional diseluruh nusantara. Ciri has suara

penyanyi MAENGKET dengan nada keras dan melengking yang disebut "Suara lima"

tidak termasuk Supranatural, walaupun jaman tempo dulu penyanyi MAENGKET

mengarahkan suaranya ke gunung-gunung tinggi tempat bersemayam Dewa-dewi. Anggap

saja hadirin dan para penonton itu Dewa-dewi, karena nama-nama para leluhur dewa-dewi

itu masih digunakan orang Minahasa hingga sekarang ini, seperti ; TULAR (Tamatular),

TILAAR (Tumilaar), MUNTU-UNTU, MAMOTO', PARENGKUAN, PANAMBUNAN,

PALENEWEN, dan sebagainya.

Page 72: Min Ah as A

II.1.4.h. Tari Tumetenden

Tarian yang diturunkan dari legenda tumetenden, yang menceritakan bagaimana

seorang pemuda tampan menikahi seorang dari 9 (sembilan) bidadari yang turun dari

khayangan untuk mandi pada suatu kolam di danau. 

II.1.4.i. Tarian Lenso

Menceritakan bagaimana kira-kira seorang pemuda yang menggunakan pergerakan

yang manis untuk menarik hati gadis yang cantik

II.1.4.j. Kolintang

Kolintang adalah instrument musik yang berasal dari Minahasa biasanya Kolintang

dipakai sebagai pengiring dari seorang penyanyi lagu-lagu daerah ataupun cuma musik

instrumen saja. Kolintang sudah sangat terkenal di Indonesia bahkan juga sudah

dipromosikan ke luar negeri. Kolintang dimainkan oleh sebuah regu, biasanya satu regu itu

terdiri dari 5 sampai 6 orang.

II.1.4.k. Musik Bambu

Musik bambu juga adalah musik tradisional dari Minahasa satu regu terdiri 30 - 40

orang bahkan ada yang lebih. Musik bambu dari Minahasa juga sudah sangat terkenal di

Indonesia bahkan tidak jarang acara dari luar Sulawesi Utara yang mengundang 1 regu

musik bambu.

II.1.4.l. Lagu Daerah

Minahasa juga merupakan daerah yang memiliki lagu daerah yang cukup dikenal,

diantaranya adalah:

a. Esa mokan

b. Luri wisako

c. O ina ni keke

d. Opo wananatas

e. Sa aku ika genang

f. Mars Minahasa

g. Si Patokaan :

Sayang sayang si patokaan

Matego tego gorokan sayang

Sayang sayang si patokaan

Matego tego gorokan sayang

Sako mangemo tanah man jauh

Mangemo milei leklako sayang

Page 73: Min Ah as A

II.1.4.m. Bahasa

Dalam bahasa, Bahasa Minahasa termasuk rumpun bahasa Filipina Tetua- tetua

Minahasa menurunkan sejarah kepada turunannya melalui cerita turun temurun (biasanya

dilafalkan oleh Tonaas saat kegiatan upacara membersihkan daerah dari hal- hal yang tidak

baik bagi masyarakat setempat saat memulai tahun yang baru dan dari hal kegiatan tersebut

diketahui bahwa Opo Toar dan Opo Lumimuut adalah nenek moyang masyarakat

Minahasa, meskipun banyak versi tentang riwayat kedua orang tersebut.

Keluarga Toar Lumimuut sampai ketanah Minahasa dan berdiam disekitar gunung

Wulur Mahatus, dan berpindah ke Watuniutakan (dekat Tompaso Baru sekarang dan

dengan kehidupan pertanian yang sarat dengan usaha bersama dengan saudara sekeluarga/

taranak tampak dari berbagai versi tarian Maengket) Sampai pada suatu saat keluarga

bertambah jumlahnya maka perlu diatur mengenai interaksi sosial didalam komunitas

tersebut, yang melalui kebiasaan peraturan dalam keturunannya nantinya menjadi

kebudayaan Minahasa.

Demikian juga dengan isme atau kepercayaan akan sesuatu yang lebih berkuasa

atas manusia sudah dijalankan di Minahasa sejak awal.

Di Minahasa ada sekitar empat bahasa daerah diantaranya bahasa Totemboan,

Tombulu, Tonsea, Bantik, Tonsawang. Pernah ada bahasa Ponosakan dan Bentenan, tapi

bahasa-bahasa itu sekarang sedang dalam proses kepunahan. Di samping bahasa-bahasa di

atas ada bahasa Melayu Manado yang digunakan sebagai bahasa pergaulan umum di

seluruh Minahasa malah sampai jauh di luar daerah Propinsi Sulawesi Utara.

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di Kota Minahasa selain menggunakan

Bahasa Indonesia sebagai bahasa percakapan juga menggunakan bahasa daerah Minahasa.

Seperti diketahui di Minahasa terdiri dari sembilan macam jenis bahasa daerah yang

dipergunakan oleh delapan etnis yang ada, seperti Tountemboan, Toulour, Tombulu, dll.

Bahasa daerah yang paling sering digunakan di Kota Minahasa adalah bahasa Tombulu,

karena memang wilayah Minahasa termasuk dalam etnis Tombulu. Selain bahasa

percakapan di atas, ternyata ada juga masyarakat di Minahasa dan Kota Minahasa

khususnya para orang tua yang menguasai Bahasa Belanda karena pengaruh jajahan dari

Belanda serta sekolah-sekolah jaman dahulu yang menggunakan Bahasa Belanda. Saat ini,

semakin hari masyarakat yang menguasai dan menggunakan Bahasa Belanda tersebut

semakin berkurang seiring dengan semakin berkurangnya masyarakat berusia lanjut.

Walaupun tidak berdasarkan sensus dapat dikatakan bahwa penutur-penutur Dialek

Tontemboan adalah jumlah terbesar di Minahasa.

Page 74: Min Ah as A

Kemunduran bahasa-bahasa Minahasa yang dirasakan masa kini adalah:

Tidak ada perhatian terhadap bahasa sendiri.

Penutur-penutur bahasa Minahasa belum mengenal akan bahasanya sendiri, walaupun ia

mahir menggunakannya.

Tidak ada dorongan untuk mempelajari bahasanya.

Pelajaran bahasa Indonesia di sekolah menggeserkan bahasa sendiri.

Pelajaran-pelajaran bahasa asing lebih mempunyai aspek keuntungan.

Belum ada buku yang memberi pelajaran dalam bahasa sendiri.

Pemberitaan tentang bahasa Minahasa dapat dikatakan tidak ada.

Keindahan dan kekayaan Bahasa Minahasa belum pernah di ungkapkan.

II.1.4.n. Tulisan Kuno Minahasa

Tulisan kuno Minahasa bersifat Ideogramatis: (Gambar atau simbol yang

merupakan seorang, obyek atau ide, tetapi dengan gambar atau kalimat tetap. Sebagai

contoh, tulisan Cina adalah ideogramatis).

Kata "Minahasa" artinya "konfederasi" atau juga "negara yang dibentuk melalui gabungan

beberapa daerah". Minahasa merupakan grup etnis yang hidup di Sulawesi Timur Laut dan

terdiri dari 8 suku.

Berlawanan dengan grup-grup etnis yang lain di Sulawesi, yang beragama Muslim,

orang Minahasa beragama Kristen. Walaupun jumlah sangat sedikit yang buta huruf, orang

Minahasa disebut "tolfuros", yang berarti "setengah-liar" atau "kejam". Mereka bicara

berdasarkan bahasa malayu, tetapi bentuk mereka, secara fysik, lain dibanding dengan

suku-suku bangsa lainnya di pulau itu; menurut beberapa sumber mereka mempunyai sifat

yang khas Jepang. Menurut cerita itu mereka masuk dari bagian utara ke pulau ini.

II.1.4.o. Busana Tradisional Minahasa

Minahasa adalah salah satu suku bangsa yang mendiami wilayah Propinsi Sulawesi

Utara. Dalam kehidupan sehari-hari ada kecenderungan bagi suku bangsa Minahasa untuk

menyebut diri mereka sebagai orang Manado.

Di masa lalu busana sehari-hari wanita Minahasa terdiri dari baju sejenis kebaya,

disebut wuyang (pakaian kulit kayu). Selain itu, mereka pun memakai blus atau gaun yang

disebut pasalongan rinegetan, yang bahannya terbuat dari tenunan bentenan. Sedangkan

kaum pria memakai baju karai, baju tanpa lengan dan bentuknya lurus, berwarna hitam

terbuat dari ijuk. Selain baju karai, ada juga bentuk baju yang berlengan panjang, memakai

Page 75: Min Ah as A

krah dan saku disebut baju baniang. Celana yang dipakai masih sederhana, yaitu mulai dari

bentuk celana pendek sampai celana panjang seperti bentuk celana piyama.

Pada perkembangan selanjutnya busana Minahasa mendapatkan pengaruh dari

bangsa Eropa dan Cina. Busana wanita yang memperoleh pengaruh kebudayaan Spanyol

terdiri dari baju kebaya lengan panjang dengan rok yang bervariasi. Sedangkan pengaruh

Cina adalah kebaya warna putih dengan kain batik Cina dengan motif burung dan bunga-

bungaan. Busana pria pengaruh Spanyol adalah baju lengan panjang (baniang) yang

modelnya berubah menyerupai jas tutup dengan celana panjang. Bahan baju ini terbuat dari

kain blacu warna putih. Pada busana pria pengaruh Cina tidak begitu tampak

Baju Ikan Duyung

Pada upacara perkawinan, pengantin wanita mengenakan busana yang terdiri dari

baju kebaya warna putih dan kain sarong bersulam warna putih dengan sulaman motif sisik

ikan. Model busana pengantin wanita ini dinamakan baju ikan duyung. Selain sarong yang

bermotifkan ikan duyung, terdapat juga sarong motif sarang burung, disebut model

salimburung, sarong motif kaki seribu, disebut model kaki seribu dan sarong motif bunga,

disebut laborci-laborci.

Aksesori yang dipakai dalam busana pengantin wanita adalah sanggul atau bentuk

konde, mahkota (kronci), kalung leher (kelana), kalung mutiara (simban), anting dan

gelang. Aksesori tersebut mempunyai berbagai variasi bentuk dan motif. Konde yang

menggunakan 9 bunga Manduru putih disebut konde lumalundung, sedangkan Konde yang

memakai 5 tangkai kembang goyang disebut konde pinkan. Motif Mahkota pun bermacam-

macam, seperti motif biasa, bintang, sayap burung cendrawasih dan motif ekor burung

cendrawasih.

Pengantin pria memakai busana yang terdiri dari baju jas tertutup atau terbuka,

celana panjang, selendang pinggang dan topi (porong). Busana pengantin baju jas tertutup

ini, disebut busana tatutu. Potongan baju tatutu adalah berlengan panjang, tidak memiliki

krah dan saku. Motif dalam busana ini adalah motif bunga padi, yang terdapat pada hiasan

topi, leher baju, selendang pinggang dan kedua lengan baju.

Busana Pemuka Adat

Busana Tonaas Wangko adalah baju kemeja lengan panjang berkerah tinggi,

potongan baju lurus, berkancing tanpa saku. Warna baju hitam dengan hiasan motif bunga

padi pada leher baju, ujung lengan dan sepanjang ujung baju bagian depan yang terbelah.

Semua motif berwarna kuning keemasan. Sebagai kelengkapan baju dipakai topi warna

merah yang dihiasi motif bunga padi warna kuning keemasan pula.

Page 76: Min Ah as A

Busana Walian Wangko pria merupakan modifikasi bentuk dari baju Tonaas

Wangko, hanya saja lebih panjang seperti jubah. Warna baju putih dengan hiasan corak

bunga padi. Dilengkapi topi porong nimiles, yang dibuat dari lilitan dua buah kain

berwarna merahhitam dan kuning-emas, perlambang penyatuan 2 unsur alam, yaitu langit

dan bumi, dunia dan alam baka. Sedangkan Walian Wangko wanita, memakai baju kebaya

panjang warna putih atau ungu, kain sarong batik warna gelap dan topi mahkota (kronci).

Potongan baju tanpa kerah dan kancing. Dilengkapi selempang warna kuning atau merah,

selop, kalung leher dan sanggul. Hiasan yang dipakai adalah motif bunga terompet.

Bentuk dan jenis busana Tonaas dan Walian Wangko inilah yang kemudian

menjadi model dari jenis-jenis pakaian adat Minahasa untuk berbagai keperluan upacara,

bagi warga maupun aparatur pemertintah setempat. Jenis-jenis dan bentuk busana di atas

merupakan kekayaan budaya Minahasa yang tak ternilai harganya. Selain sebagai

penunjuk identitas kebudayaan, busana adat tersebut menumbuhkan kebanggaan bagi

masyarakatnya.

II.1.4.p. Kuliner

Makanan

Dahulu orang selalu berpikir dua kali sebelum melangkahkan kaki menuju rumah

makan Manado. Pertama, khawatir kalau salah pilih karena nama masakan yang tidak

akrab, dan kedua takut kepedasan.

Maklumlah masakan orang Minahasa hampir semuanya pedas mulai dari sup

hingga hidangan utamanya. Hampir semuanya memakai cabai rawit atau biasa dipanggil

rica anjing.

Cabai rawit ini dipanggil dengan nama itu karena orang Manado sejak dulu kalau memasak

daging anjing atau RW (rintek wuuk bahasa Tombulu, artinya bulu halus) selalu memakai

cabai rawit ini, hingga sebutan itu menjadi pas dan populer. Tapi kini rasa takut untuk

makan di resto Manado lambat laun telah hilang.

Sekarang banyak orang mulai lebih mengetahui bahwa makanan ini sebetulnya

sehat dan halal karena kebanyakan resto Manado tidak menjual daging anjing dan babi.

Strategi ini didasarkan pada pemikiran, bahwa kalau hidangan yang disediakan halal, maka

segmen pasarnya pasti lebih besar. Selain itu, hidangan Manado pada umumnya sangat

menggiurkan karena disandarkan pada bumbu segar seperti daun kemangi, daun jeruk,

daun sereh, daun bawang, daun gedi, daun bulat, daun selasih, daun cengkeh, daun pandan,

cabai, jeruk limo, lemon cui, jahe dan lainnya. Umumnya orang Minahasa memasak secara

Page 77: Min Ah as A

tradisional sejak dulu. Jika meracik masakan pada umumnya mereka tidak pernah memakai

bahan-bahan penyedap sebagai tambahan agar masakan itu terasa lebih lezat. Bahkan jika

ditambahkan bumbu penyedap, rasa dan aromanya berbeda.

Minuman

Saguer dan Cap Tikus

Cap Tikus adalah jenis cairan berkadar alkohol rata-rata 40 persen yang dihasilkan

melalui penyulingan saguer (cairan putih yang keluar dari mayang pohon enau atau seho

dalam bahasa daerah Minahasa). Tinggi rendahnya kadar alkohol pada Cap Tikus

tergantung pada kualitas penyulingan. Semakin bagus sistem penyulingannya, semakin

tinggi pula kadar alkoholnya.

Saguer sejak keluar dari mayang pohon enau sudah mengandung alkohol. Menurut

kalangan petani, kadar alkohol yang dikandung saguer juga tergantung pada cara menuai

dan peralatan bambu tempat menampung saguer saat menetes keluar dari mayang pohon

enau.

Untuk mendapatkan saguer yang manis bagaikan gula, bambu penampungan yang

digantungkan pada bagian mayang tempat keluarnya cairan putih (saguer), berikut

saringannya yang terbuat dari ijuk pohon enau harus bersih. Semakin bersih, saguer

semakin manis. Semakin bersih saguer, maka Cap Tikus yang dihasilkan pun semakin

tinggi kualitasnya.

Kadar alkohol pada Cap Tikus tergantung pada teknologi penyulingan. Petani

sejauh ini masih menggunakan teknologi tradisional, yakni saguer dimasak kemudian

uapnya disalurkan dan dialirkan melalui pipa bambu ke tempat penampungan. Tetesan-

tetesan itulah yang kemudian dikenal dengan minuman Cap Tikus.

Cap Tikus sudah dikenal sejak lama di Tanah Minahasa. Memang tidak ada catatan

pasti kapan Cap Tikus mulai hadir dalam khazanah budaya Minahasa. Namun, setiap

warga Minahasa ketika berbicara tentang Cap Tikus akan menunjuk bahwa minuman itu

mulai dikenal sejak nenek moyang mereka.

Yang pasti, minuman Cap Tikus sudah sejak dulu sangat akrab dan populer di

kalangan petani Minahasa. Umumnya, petani Minahasa, sebelum pergi ke kebun atau

memulai pekerjaannya, minum satu seloki (gelas ukuran kecil, sekali teguk) Cap Tikus.

Minuman ini, menurut Pendeta Dr. Richard AD Siwu, dosen Fakultas Teologi Universitas

Kristen Tomohon (Ukit) dikenal oleh setiap orang Minahasa sebagai minuman penghangat

tubuh dan pendorong semangat untuk bekerja.

Page 78: Min Ah as A

Sadar betul bahwa Cap Tikus mengandung kadar alkohol tinggi, sudah sejak dulu

orang-orang tua mengingatkan agar bisa menahan atau mengontrol minum minuman Cap

Tikus. Sejak dulu pula dikenal pameo menyangkut Cap Tikus, minum satu seloki Cap

Tikus, cukup untuk menambah darah, dua seloki bisa masuk penjara, dan minum tiga

seloki bakal ke neraka.

Pak tani minum Cap Tikus karena memang dengan satu seloki semangat kerja

bertambah. Karena itu, minum satu seloki Cap Tikus diartikan menambah darah, dan

semangat kerja.

Tanda awas langsung diucapkan setelah menenggak satu seloki, sebab jika

menambah lagi satu seloki bisa berakibat masuk penjara. Artinya, dengan dua seloki orang

bakal mudah terpancing bertindak berlebihan, karena kandungan alkohol yang masuk ke

tubuhnya membuat orang mudah tersinggung dan rentan berbuat kriminal.

Jenis minuman ini diproduksi rakyat Minahasa di hutan-hutan atau perkebunan di

sela-sela hutan pohon enau. Pohon enau-atau saguer dalam bahasa sehari-hari di Manado-

disebut pohon saguer karena pohon ini menghasilkan saguer, atau cairan putih yang

rasanya manis keasam-asaman serta mengandung alkohol sekitar lima persen.

Warung-warung makan di Minahasa pada umumnya juga menjual saguer. Bahkan,

sebagian orang desa sebelum makan lebih dulu meminum saguer dengan alasan agar bisa

makan banyak.

Sisa saguer yang tidak terjual kemudian disuling secara tradisional menjadi

minuman Cap Tikus. Kadar alkoholnya, sesuai penilaian dari beberapa laboratorium, naik

menjadi sekitar 40 persen. Makin bagus sistem penyulingannya, dan semakin lama

disimpan, kadar alkohol Cap Tikus semakin tinggi. Di kalangan para peminum, Cap Tikus

yang baik akan mengeluarkan nyala api biru ketika disulut korek api.

Mengapa dinamai Cap Tikus? Tidak diperoleh jawaban yang pasti. Ada dugaan,

nama itu dipakai karena pembuatannya dilakukan di sela-sela pepohonan, tempat tikus

hutan bermain hidup.

Jika di masa lalu, khususnya di kalangan para petani, Cap Tikus menjadi pendorong

semangat kerja, lain hal lagi dengan kaum muda sekarang. Kini Cap Tikus telah berubah

menjadi tempat pelarian. Cap Tikus telah berubah menjadi minuman tempat pelampiasan

nafsu serta menjadi sarana mabuk-mabukan yang kemudian menjadi sumber malapetaka.

Selain bisa diminum langsung, Cap Tikus juga menjadi bahan baku utama sejumlah

pabrik anggur di Manado dan Minahasa. Dengan predikat anggur, Cap Tikus masuk ke

kota dan bahkan di antarpulaukan secara gelap.

Page 79: Min Ah as A

II.1.4.q. Pariwisata

Wisata Megalit Watu Pinawetengan

Jenis megalit lain yang menarik, yang terdapat di Minahasa ialah batu bergores

yang ditemukan di Kecamatan Tompaso. Oleh penduduk setempat batu bergores ini

disebut sebagai watu pinawetengan. Batu ini merupakan bongkahan batu besar alamiah,

sehingga bentuknya tidak beraturan. Pada bongkahan batu tersebut terdapat goresan-

goresan berbagai motif yang dibuat oleh tangan manusia. Goresan-goresan itu ada yang

membentuk gambar manusia, menyerupai kemaluan laki-laki, menggambarkan kemaluan

perempuan, dan motif garis-garis serta motif yang tidak jelas maksudnya. Para ahli

menduga bahwa goresan-goresan tersebut merupakan simbol yang berkaitan dengan

kepercayaan komunitas pendukung budaya megalit, yaitu kepercayaan kepada roh leluhur

(nenek moyang) yang dianggap memiliki kekuatan gaib sehingga mampu mengatur dan

menentukan kehidupan manusia di dunia. Oleh sebab itu, manusia harus melakukan

upacara-upacara pemujaan tertentu untuk memperoleh keselamatan atau memperoleh apa

yang diharapkan (seperti: keberhasilan panen, menolak marabahaya atau mengusir

penyakit) dengan menggunakan batu-batu besar sebagai sarana pemujaan mereka.

Masyarakat setempat mempercayai bahwa batu itu merupakan tempat tempat

bermusyawarahnya para pemimpin dan pemuka masyarakat Minahasa asli keturunan Toar-

Lumimuut (nenek moyang masyarakat Minahasa) pada masa lalu, dalam rangka membagi

daerah menjadi enam kelompok etnis suku-suku bangsa yang tergolong ke dalam

kelompok-kelompok etnis Minahasa.

Sampai saat ini batu bergores yang sudah ditemukan di Minahasa, baru watu

pinawetengan, terdapat di wilayah kerja Kawangkoan namun dapat dianggap sebagai

temuan yang cukup penting dan dapat dimasukkan sebagai monumen sejarah, khususnya

sejarah kebudayaan masyarakat Minahasa.

Watu Pinawetengan terdapat di Desa Pinabetengan Kecamatan Tompaso. Dapat di

tempuh dari Kota Tondano dengan kendaraan umum sekitar 1 jam.

 

 Bukit Kasih Kanonang

Objek wisata  Monumen Bukit Kasih  terletak sekitar 50 km arah selatan Manado,

tepatnya di Desa Kanonang. Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara (Sulut). Ditempat ini

perasaan kasih wisatawan akan digugah. Suasananya terasa menyenangkan sekaligus

mengharukan karena disatu tempat bisa dilihat banyak tempat beribadat untuk berbagai

agama. Objew wisata Monumen Bukit Kasih merupakan obyak wisata yang dibangun

Page 80: Min Ah as A

dengan maksud untuk menggugah hati nurani masyarakat akan penting kasih dan

persaudaraan. 

Bukit Kasih ini merupakan Bukit belerang yang masih alami, dimana disekitar

bukit ini dibangun Monumen Bukit Kasih memiliki tinggi 22 meter, berbentuk segi lima

sama sisi dan sama tinggi, mencerminkan kebersamaan, persaudaraan lima agama; Kristen

Protestan, Katolik, Islam, Hindu dan Budha di Sulut.

 

Danau Tondano

Danau indah yang terletak 600 meter dari permukaan laut dengan  dikelilingi

daerah pegunungan yang rata-rata memiliki ketinggian 700 meter sehingga bentuknya

menyerupai sarang burung, dimana banyak orang datang untuk berwisata menikmati udara

pegunungan yang sejuk. Keindahan danau tondano dapat dinikmati setiap saat. Danau 

dengan luas 4,278 Ha terletak kurang lebih 36 km dari Kota Manado atau 1 jam dengan

kendaraan umum.

 

Air Terjun Kali

Berlokasi di Desa kali kecamatan Pineleng, sekitar 10 km dari manado. Air terjun

yang alami dengan air yang bening jatuh ke bawah secara vertikal dari ketinggian 60

meter, sangat cocok untuk santai dan segar untuk mandi, serta sangat mudah dicapai

dengan kendaraan umum.

 

Pantai Tinggian Kolongan

Kawasan wisata pantai yang berlokasi di Desa kolongan Kecamatan Kombi,

terletak  tepat di sisi jalan Trans Sulawesi yang menghubungkan Kota Bitung dengan

kabupaten Minahasa. Dengan pantai berpasir putih bersih terhampar luas serta beningnya

air laut. Kawasan wisata pantai yang sangat unik, karena dikelilingi oleh  ladang pertanian

dengan tanaman jagung, kacang tanah, kacang hijau dan lain-lain. Dari ketinggian bukit

akan terhampar keindahan Gunung Klabat dan Gunung Dua Sudara serta hampatan

hamparan laut lepas dan tebing terjal garis pantai. Dapat ditembuh kurang lebih 1 jam dari

Kota Tondano atau 2 Jam dari Kota manado dengan kendaraan umum.

 

Arena Pacuan Kuda Tompaso

Berlokasi di kecamatan Tompaso atau 1,5 jam dari Kota Manado. Secara reguler

mengadakan lomba pacuan kuda untuk kuda – kuda yang berada di kabupaten Minahasa.

Page 81: Min Ah as A

Selain  itu di sekitar arena pacuan kuda, pengunjung dapat menikmati atau melihat tempat

pemeliharaan kuda pacu yang ada.

 

Gua Jepang

Gua ini berlokasi di pinggir jalan antara desa Kiawa dan kota Kawangkoan, mudah

dijangkau dari kota manado (45 km). Gua ini dibangun oleh tentara jepang selama Perang

Dunia II untuk tempat penyimpanan makanan dan gudang persenjataan. Selain Gua jepang

ini disendangan - kawangkoan juga terdapat gua jepang lainnya yang oleh masyarakat

disebut Gua 100 kamar. Gua ini masih sangat alami. Untuk mengunjungi tempat ini

pengunjung harus berjalan kaki kurang lebih 500 meter, dimana jalan yang dilalui masih

jalan setapak.

 

Pulutan

Desa ini merupakan desa industri kecil yang memproduksi keramik dari tanah liat.

Terletak beberapa km dari Kota Tondano. Pengunjung dapat menikmati pembuatan

keramik oleh masyarakat setempat.

 

Rafting Dan Air Terjun Sungai Minanga

Rafting dilakukan di sungai Minanga adalah petualangan atau olahraga yang penuh

tantangan. Rafting di sungai ini variasi tantangannya dengan tingkat kesulitan dari 3-4.

Sungai ini juga mempunyai dua air terjun , satu terletak di Desa Tincep dengan

tinggi 70 m dan yang lain di Desa Timbukar dengan tinggi 90 km.

Sungai minanga yang  mengalir di kecamatan sonder dan sekaligus merupakan

sungai yang masih alami untuk rafting juga menyediakan air terjun yang sangat indah

untuk dinikmati. Sungai Minanga adalah tempat pertemuan dari sungai masem dan sungai

ranowangko. 

Rafting di sungai ini mempunyai tingkat kesulitan yang sangat menantang.

Mengikuti pengalaman berafting di sungai minanga memberi kesan sangat menakjubkan,

karena disamping mengarungi rintangan sungai, juga dapat menikmati keaslian alam

dengan keindahannya yang masih murni diselingi dengan munculnya binatang-binatang

kecil disepanjang sungai seperti kelelawar dan lain-lain.

 

Page 82: Min Ah as A

Ranopaso Dan Pemandian Air Panas

Ranopaso  adalah bahasa masyarakat setempat yang berarti air panas, merupakan

salah satu tempat pemandian air panas yang ada di kabupaten Minahasa.  Pemandian air

panas dengan nuansa tradisional ini terletak di Desa Koya Kecamatan Tondano Barat ini

sangat mudah di kunjungi karena hanya 3 km dari Kota Tondano. Selain tersedia

pemandian air panas di lokasi ini pengunjung dapat juga menikamati kolam air panas

untuk berendam.

Pemandian air panas alam di kabupaten Minahasa lainnya banyak di jumpai  seperti

di Tataaran- Tondano, Karumenga, Kinali, Wale Papetaupan-Sonder, dan lainlain.

Pemandian air panas di tataaran juga menyediakn pemandangan yang indah akan

pegunungan dan persawahan yang ada di depannya. Ditempat ini juga sangat ideal untuk

tinggal menginap, karena disekitar pemandian telah tersedia penginapan. Selain itu tersedia

juga kolam pemandian yang alami. Pemandian ini dapat dijangkau dengan mudah karena

sangat dekat dengan kota Tondano hanya 3 km atau 15 menit dengan kendaraan umum.

Pemandian air panas mineral dikarumenga adalah tempat yang baik untuk

beristirahat sambil berendam. Terdapat di kecamatan Langowan tepatnya Desa karumenga

yang jaraknya 50 km dari Kota Manado.

Selain pemandian panas tersebut dikabupaten minahasa juga terdapat pemandian

air panas yang telah dikembangkan seperti Kinali di kecamatan kawangkoan, wale

papateupan di Kecamatan sonder dan paso di kecamatan remboken.

Sumaru Endo

Berada  di samping Danau Tondano, tempat yang ideal untuk olahraga air seperti

Ski Air, pemancingan, dan boating. Bungalow dan restoran juga dilengkapi didaerah ini

serta kolam pemandian air panas.

Terletak kurang lebih 13 km dari Tondano atau 45 km dari Kota manado. Antara

Sumaru Endo dan Kota tondano terdapat panorama yang indah hamparan padi dan

persawahan yang berada di sisi kiri kanan jalan. Hal ini akan membuat perjalanan ke

Sumaru Endo makin menyenangkan.

 

Pantai Kalasey

Terletak di sebelah barat  kota manao, pantai ini juga menawarkan hal yang sama

dengan yang lain, dengan pemandangan pulau bunaken dan manado tua. Di pantai kalasey

terdapat beberapa restoran yang berjajar di pantai menyediakan berbagai makanan sari laut,

Page 83: Min Ah as A

khususnya ikan bakar, dengan aroma dan rasa khasnya yang mengundang selera. Tempat

wisata pantai yang tidak kalah menariknya adalah Pantai Mangatasik dan Pantai Tasik Ria

yang berada di Minahasa.

 

Wisata Agro Tampusu

Tampusu  adalah sebuah desa berbukit, terletak sekitar 20 kilometer sebelah utara

Kota Tondano. Sebagai desa yang  terletak di daerah pegunungan Tampusu menawarkan

agro wisata yang sangat menarik dengan ekologinya yang indah dan utuh. Kegiatan

hortikulturnya yang begitu luas dan beraneka ragam seperti sayur-mayur, kopi, panili,

jagung dan sebagainya lebih menambah keindahan pemandangan dengan suasana

lingkungannya yang asri, nyaman dan segar. Peternakan Sapi dan Kuda  serta unggas yang

dilakukan  masyarakatr setempat menjadikan sebuah atraksi yang sangat menarik untuk

saksikan. Desa Tampusu juga menjadi jalur alternatif dari Kecamatan Sonder menuju

Remboken/Tondano dengan melewati  persawahan yang indah, jalan pedesaan yang masih

asri. Tampusu juga sangat menarik untuk kegiatan pendakian bukit yang berada di sekitar

desa tersebut.

 

Makam Kyai Modjo

Salah satu penasehat Pangeran Diponegoro pada Perang Diponegoro (tahun 1825-

1830), ia diasingkan di Manado tepatnya di Tondano dan wafat pada tahun 1848.

Keturunan Kyai Modjo berkembang dan sekarang dikenal dalam satu Desa yaitu Kampung

jawa karena merupakan keturunan orang jawa pertama di Tondano. Makam ini sangat

dekat dengan Kota Tondano, kira 4 Km dari Pusat Kota.

Makam Tuanku Imam Bonjol

Bangunan Makam Tradisional ini mengingatkan Pahlawan Nasional Tuanku Imam

Bonjol dari Minangkabau Sumatera Barat, yang diasingkan di Manado dan wafat pada

tahun 1864 di Desa Lota kecamatan Pineleng. Makam ini sangat dekat dari Kota manado

hanya sekitar  5 km.

Monumen Dr Sam  Ratulangi

Monumen DR. Sam Ratulangi ini terletak di Kelurahan Wawalintouan Kota

Tondano. DR. Sam Ratulangi yang adalah Pahlawan Nasional, adalah Putra Minahasa

yang wafat pada Tahun 1949. Ia juga merupakan Gubernur Pertama di Sulawesi.

Page 84: Min Ah as A

Gerungan Saul Samuel Yacob Ratulangi yang lebih dikenal dengan nama Sam

Ratulangi lahir pada 5 November 1890 di Tondano, Sulawesi Utara. Setelah menamatkan

Hoofden School (Sekolah Raja) di Tondano, ia meneruskan pelajarannya ke sekolah tehnik

(KWS) di Jakarta. Pada tahun 1915 ia berhasil memperoleh ijazah guru ilmu pasti untuk

Sekolah Menengah dari negeri Belanda dan empat tahun kemudian memperoleh gelar

dokter Ilmu Pasti dan Ilmu Alam di Swiss. Di negeri Belanda ia menjadi Ketua

Perhimpunan Indonesia dan di Swiss menjadi Ketua Organisasi Pelajar-pelajar Asia.

Awal Agustus 1945 Ratulangi diangkat menjadi anggota Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia. Setelah RI terbentuk, ia diangkat menjadi Gubernur Sulawesi

yang pertama. Ia ditangkap Belanda dan dibuang ke Serui, Irian Jaya.

Pada 30 Juni 1949, Sam Ratulangi meninggal dunia di Jakarta dalam kedudukan

sebagai tawanan musuh (Belanda). Jenazahnya kemudian dimakamkan di Tondano.

II.1.4.r. Kain Ikat

Minahasa juga memiliki produk budaya berupa kain tenun khas Minahasa yang

dinamakan Kain Ikat yang digunakan pada upacara-upacara adat dan sebagai cinderamata.

II.5. PEMBANGUNAN DAN MODERNISASI

Dalam rangka untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna dalam rentang kendali

penyelenggaraan tugas pemerintahan, pelaksanaan pembangunan serta pembinaan dan

pelayanan masyarakat usulan pembentukan kabupaten Minahasa Selatan dan Kota

Minahasa diproses bersama-sama dengan 25 calon Kabupaten/Kota diseluruh Indonesia,

dan setelah melalui proses persetujuan DPR-RI, maka Kabupaten Minahasa Selatan dan

Kota Minahasa ditetapkan menjadi Kabupaten dan Kota Otonom di Indonesia melalui UU

Nomor 10 tahun 2003 tertanggal 25 Pebruari 2003. Pada tanggal 21 Nopember 2003

dengan UU Nomor 33 Tahun 2003 , Kabupaten Minahasa Utara ditetapkan  menjadi

daerah otonom yang baru.

Dengan adanya Pemekaran tersebut maka wilayah minahasa menjadi 3 (tiga)

Kabupaten (Kabupaten Minahasa, Minahasa Selatan, Minahasa Utara) dan 3 (dua) Kota

(Kota Manado, Bitung dan Minahasa)

Luas wilayah administratif Kabupaten Minahasa adalah 1.024 km2. Secara

topografi sebagian besar merupakan daerah pegunungan sampai berbukit dan sebagian

kecil daerah dataran dan daerah pantai.

Page 85: Min Ah as A

Dalam jaman pembangunan di propinsi ini banyak dibangun proyek-proyek raksasa

seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air danau Tondano di Tonsea Lama, proyek irigasi

Dumogo, proyek jalan raya Menado-Gorontalo, proyek penangkapan ikan cakalang di Air

Tembaga dan pabrik minyak kelapa terbesar di Tonsea.

Pembangunan Kawasan Andalan

Kawasan  AGROPOLITAN PAKAKAAN

kawasan Agropolitan Pakakaan mencakup wilayah Tompaso, kawangkoan, Kakas, dan

langowan. Kawasan ini akan dikembangkan sebagai kawasan / kota pertanian, dengan

produk unggukan : Kacang Tanah, Bawang Merah, Jagung, Sayur-sayuran, Tomat

serta Peternakan Babi, Kuda, Sapi Potong.

Pada kawasan ini terdapat objek wisata Bukit Kasih Kanonang, watu Pinawetengan, Gua 

Jepang, Pemandian air panas (karumenga, toraget, kinali), pacuan kuda Tompaso

Kawasan TOMBARIRI - KALASEY

Kawasan ini terletak di sepanjang Pantai Kalasey-Tombariri dengan peluang investasi

berbasis : Kelapa, Industri makanan, Industri perikanan, pariwisata bahari (Perhotelan,

Restoran, Diving Centre, rekreasi pantai)

Kawasan PINELENG

Kawasan ini terletak antara jalur Manado-Tomohon. Pada kawasan ini menjadi pusat

produksi buah-buahan dan bunga-bungaan.

Kawasan DANAU TONDANO

Kawasan ini mencakup wilayah Tondano, Eris, Kakas, remboken. Merupakan kawasan

Pariwisata dan Konservasi. Kota Tondano merupakan bagian dari Kawasan danau tondano

dengan peluang investasi pengembangan sarana wisata hotel, restoran, olahraga air.

Disamping itu terdapat peluang investasi dibidang energi listrik dan penyediaan air bersih.

kawasan LEMBEAN TIMUR

Page 86: Min Ah as A

Kawasan dengan konsentrasi produksi cengkih, nenas, pisang, rumput laut dan ikan. Pada

kawasan ini terdapat objek wisata pantai kora-kora.

Kawasan SONDER

Produksi kawasan ini adalah perikanan air tawar, peternakan, cengkih dan kerajinan rakyat,

juga terdapat tempat rekreasi pemandian, arung jeram.

Sektor   Investasi

Keanekaragaman sumber daya alam di kawasan ini merupakan peluang investasi untuk

dikembangkan, seperti investasi di bidang agrobisnis (perkebunan kelapa, cengkih,

kacang, jagung). Selain itu peternakan dan perikanan masih terbuka lebar untuk digarap

secara maksimal. Termasuk juga investasi dibidang agroindustri dan pertambangan.

Peluang investasi lain yang sangat menarik untuk dikembangkan adalah jasa transportasi,

industri pariwisata dan kerajinan serta pendidikan dan kesehatan.

1. TANAMAN PANGAN, PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN

KOMODITAS LOKASI POTENSIPELUANG INVESTASI

JagungHampir semua kecamatan lokasi utamannya Kakas,  Tompaso, kawangkoan, Langowan

20.000 HA. Produksi rata-rata 3 Ton/Ha Jagung Pipilan Kering

Pabrik makanan ternak, pengolahan tepung dan minyak jagung

Kacang MerahKawangkoan, Langowan, Kakas, Tompaso

Luas areal 3.000 Ha. Rata-rata produksi 3,25 T0n/Ha

Industri makanan (pengalengan)

Kelapa

Tombariri,Pineleng, Tombulu, Kombi, Lembean Timur, Kakas dan langowan timur

16.608 Ha. rata-rata produksi 6.900 butir kelapa/ha/thn

Processing Virgin Coconut oil, kopra putih, sabut kelapa, Carbon aktif, nata de Coco

CengkihKombi, Lembean Timur, Sonder, sebagian langowan timur

 lebih 10.000 Ha dengan produksi 653 Kg/ha

Industri pengolahan minyak cengkih

Peternakan Babi

Semua Kecamatan Hampir 100.000 Ekor

Peternakan, Cut-up dan Packaging, Ekspor

Page 87: Min Ah as A

Sapi PotongSemua Kecamatan, saat ini tersedia di Desa tampusu

17.411 EkorPeternakan, Cut-up dan Packaging, Ekspor

Kuda pacu Tompaso dan Kawangkoan Breeding

Ayam Semua kecamatan

Lebih dari 400.000 ekor ayam buras, 200.000 ayam ras, 1.300.000 ayam petelur

Cut Up and Packaging, pemasaran eksport ayam buras

2. PERIKANAN DAN KELAUTAN 

KOMODITAS LOKASI POTENSIPELUANG INVESTASI

Budidaya Rumput Laut

Kec. Tombariri, Kombi,Lembean timur, Langowan selatan

kondisi laut yg memungkinkan

Usaha Budidaya dan Ekspor

Budidaya Ikan Laut

Lembean Timur, Tombariri, Kombi, Langowan Selatan

Kondisi laut yang memungkinkan  

Budidaya, Pengolahan

Budidaya Ikan Air Tawar

Tondano Selatan, Eris, Remboken, Kakas, Sonder

   Pengembangan usaha dgn skala yang lebih besar

Penangkapan Ikan laut

Kombi, Lembean Timur, Langowan Selatan

 Luas distribusi 440.100 km2, Potensi 2.543,09 Ton , jenis Madidihang, Tuna, cakalang, Albakora, Tongkol, Intensitas eksploitasi 40-45%

Usaha kapal dan peralatan penangkapan, Gudang/kamar pendingin, ekspor ikan segar

Penangkapan Ikan laut

Tombariri dan pineleng

 Luas distribusi 821.700 km2, Potensi 2.788,30 Ton , jenis Madidihang, Tuna, cakalang, Albakora, Tongkol, Intensitas eksploitasi 25-40%

Usaha kapal dan peralatan penangkapan, Gudang/kamar pendingin, ekspor ikan segar

 3. PERTAMBANGAN DAN ENERGI 

KOMODITAS LOKASI POTENSIPELUANG INVESTASI

Page 88: Min Ah as A

Pasir Besi-TitanPantai tanawangko kec. tombariri

Belum diketahui Penambangan

Belerang Gunung Soputan106.000 Ton lumpur, 25 % S, 79.136 kerak, 68.00 % S

Penambangan dan processing

KaolinToraget-Langowan, Kawangkoan, Tompaso

1 Juta ton; 43,40% S1O2, 36,60% AL2O2

penambangan dan processing

Tras Pineleng 106.500.000 m3Penambangan dan roduksi bahan bangunan

Obsidanwatulambot, Tataaran, Kiawa, Leilem

Diperkirakan jutaan meter kubik

Penambangan bahan bangunan

Basaltwarembungan, sea, tateli, noongan-langowan

diperkirakan jutaan meter kubik

Penambangan dan processing bahan konstruksi

Pasir Vulkanis Noongan - Langowan 7.421.000 m3Penambangan dan processing

Energi Listrik tenaga panas bumi

Tompaso 230 MwPembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi

Energi listrik tenaga mikro

Tincep-sonder 3,2 Mwpembangkit listrik tenaga mikro

4. PARIWISATA

KOMODITI LOKASI POTENSIPELUANG INVESTASI

Kompleks Bukit Kasih kanonang

Kanonang-Kawngkoan

Wisata religius, pemandangan alam dan

objek wisata Watu Pinawetengan

pengembangan Fasilitas Wisata

(Cottage, hotel/restoran)

Air TerjunDesa Kali- Pineleng dan Tincep-Sonder 

Air terjun yang ditunjang oleh kondisi alam yang alami. Untuk di Tincep

dipadukan dengan arung jeram Sungai Nimanga

Pengembangan Fasilitas wisata

dengan skala usaha kecil dan menengah

Wisata Alam pantai Pantai Mangatasik Wisata Pantai Pasir Putih Pengembangan

Page 89: Min Ah as A

Tombariri dan  pantai Kora-Kora

Kec. Lembean Timur

dan kondisi alam yang masih alami serta

pemandangan bawah laut

fasilitas wisata dan wisata tirta

Wisata Alam Danau

Sekitar danau Tondano

Wisata Danau TondanoPengembangan fasilitas wisata

Air Panas Alam

Tataaran Patar-Tondano, Paso-Kakas, Toraget-

Langowan, Kinali-Kawangkoan

Sumber Air Panas alamUsaha pemandian

Sauna

5. INFRASTRUKTUR

KOMODITI LOKASI POTENSIPELUANG INVESTASI

Tempat Pelelangan Ikan dan Pangkalan pendaratan Ikan

Tambala kecamatan Tombariri, Bukit Tinggi Kecamatan kakas

 2 LokasiKerjasama operasional dengan Pemerintah Kabupaten Minahasa

Pasar Tradisional

Tondano, Kawangkoan, Tombariri, Renboken, Kakas, Lembean Timur, Kombi, Sonder, Tombulu

10 pasar

Pembangunan dan pengelolaan pihak swasta bekerjasama dengan pemkab. Minahasa

Pasar Modern dan Ruko

Pusat Kota Tondano, Langowan, kawangkoan

Skala usaha besar pihak swasta

Pengelolaan terminal

Terminal Tondano, Langowan, Kawangkoan

3 buah terminal

Pembangunan dan pengelolaan pihak swasta bekerjasama dengan pemkab. Minahasa

Air Bersih Seluruh Kecamatan Air permukaan

Pembangunan dan pengelolaan pihak swasta bekerjasama dengan pemkab. Minahasa

Perumahan Langowan, Tompaso, Kawangkoan, Tondano, Kakas

5 Lokasi Pembangunan Perumahan khususnya Rumah Sederhana dan

Page 90: Min Ah as A

RSS

Perumahan Pineleng dan Tombulu

mencukupi kebutuhan perumahan sebagian penduduk yang bekerja di Kota manado

Rumah Sederhana, RSS, kompleks perumahan mewah

Kawasan IndustriTondano Utara sampai Tombulu

Kawasan Siap bangun

Pembangunan dan pengelolaan pihak swasta bekerjasama dengan pemkab. Minahasa

Pendidikan

Untuk meningkatkan dunia pendidikan di Minahasa, Dinas Pendidikan Minahasa,

mengajukan permintaan penambahan tenaga guru melalui BKD untuk di lanjutkan ke

pusat. Tenaga guru di Minahasa Utara, terkesan sangat minim, sehingga beberapa sekolah

di Minahasa mengalami kekurangan tenaga pengajar, saat ini Minahasa masih

membutukan kurang lebih enam ratus tenaga guru, sehingga apa yang menjadi rencana

pemerintah Minahasa akan tercapai.

Selain itu, Guna memajukan dunia pendidikan di Minahasa, bupati Stefanus Vreeke

Runtu (SVR) kembali membuat terobosan untuk merangsang prestasi siswa di Minahasa.

Sebagaimana pernah diungkapkan bupati, kalau program tersebut semata-mata untuk

peningkatan prestasi siswa. Selain itu, program tersebut untuk menunjang Sumber Daya

Manusia (SDM) di Kabupaten Minahasa. di Minahasa banyak siswa yang berperstasi.

Namun sayangnya ada dari mereka tak dapat melanjutkan ke jenjang lebih tinggi, lantaran

kekurangan dana sekolah. Karenanya dengan profram ini, dapat memacu mereka untuk

belajar lebih serius lagi,” tandas bupati.

SVR sendiri tidak menyebutkan sekolah atau universitas yang dijadikan target

lanjutan pendidikan. Namun demikian, upaya itu telah menunjukkan kalau dirinya memang

peduli dengan pendidikan di kabupaten yang dipimpinnya. Bupati menambahkan, guna

merealisasikan programnya itu, Pemkab Minahasa telah mengakomodir anggarannya

sebesar Rp 100 juta setiap tahun.

Page 91: Min Ah as A

LAMPIRAN KEBUDAYAAN MINAHASA

Peta Minahasa

Peta Minahasa 1873

Page 92: Min Ah as A

Rumah Adat Minahasa

Alat Musik Kolintang

Masakan Minahasa

Page 93: Min Ah as A

Minuman Minahasa (Saguer)

Patung Toar Lumimu'ut

Danau Tondano

Page 94: Min Ah as A

Tari Kabasaran

Kain Ikat Minahasa

Tulisan Kuno

Musik Bambu Minahasa

Page 95: Min Ah as A

Tari Maengket

:

 

Pernikahan Minahasa