mikrodas goes to uas

19
A. Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus (S. aureus) bakteri gram positif yang menghasilkan pigmen kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkan spora dan tidak motil, umumnya tumbuh berpasangan maupun berkelompok, dengan diameter sekitar 0,8-1,0 µm. S. aureus tumbuh dengan optimum pada suhu 37 o C dengan waktu pembelahan 0,47 jam. S. aureus merupakan mikroflora normal manusia. Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran pernapasan atas dan kulit. Keberadaan S. aureus pada saluran pernapasan atas dan kulit pada individu jarang menyebabkan penyakit, individu sehat biasanya hanya berperan sebagai karier [1] . Infeksi serius akan terjadi ketika resistensi inang melemah karena adanya perubahan hormon; adanya penyakit, luka, atau perlakuan menggunakansteroid atau obat lain yang memengaruhi imunitas sehingga terjadi pelemahan inang. Infeksi S. aureus diasosiasikan dengan beberapa kondisi patologi, diantaranya bisul, jerawat, pneumonia, meningitis, dan arthritits. Sebagian besar penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini memproduksi nanah, oleh karena itu bakteri ini disebut piogenik. S. aureus juga menghasilkan katalase, yaitu enzim yang mengkonversi H 2 O 2 menjadi H 2 O dan O 2 , dan koagulase, enzim yang menyebabkan fibrin berkoagulasi dan menggumpal. Koagulase diasosiasikan dengan patogenitas karena penggumpalan fibrin yang disebabkan oleh enzim ini terakumulasi di sekitar bakteri sehingga agen pelindung inang kesulitan mencapai bakteri dan fagositosis terhambat. Mikrobiologi S. aureus termasuk bakteri osmotoleran, yaitu bakteri yang dapat hidup di lingkungan dengan rentang konsentrasi zat terlarut (contohnya garam) yang luas, dan dapat hidup pada konsentrasi NaCl sekitar 3 Molar. Habitat alami S aureus pada manusia adalah di daerah kulit, hidung, mulut, dan usus besar, di mana pada keadaan sistem imun normal, S. aureus tidak bersifat patogen (mikroflora normal manusia). Quorum Sensing S. aureus memiliki kemampuan Quorum sensing menggunakan sinyal oligopeptida untuk memproduksi toksin dan faktor virulensi. Faktor Virulensi Koagulase S. aureus produksi enzim koagulase yang berfungsi unuk menggumpalkan fibrinogen di dalam plasma darah sehingga S. aureus terlindung dari fagositosis dan respon imun lain dari inang. Protein A Letak protein A ada pada dinding sel S. aureus dan dapat mengganggu sistem imun inang dengan mengikat antibodi immunoglobin G (IgG). Eksotoksin sitolitik α-toksin, β-toksin, γ-toksin, dan δ-toksin menyerang membran sel mamalia. α-toksin, β- toksin, dan δ-toksin dapat menyebabkan hemolisis. δ-toksin juga menyebabkan leukolisis sel inang. Sementara itu, γ-toksin menyebabkan terbunuhnya sel inang Enterotoksin

Upload: tazyinul-qoriah-alfauziah

Post on 24-Oct-2015

51 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mikrodas Goes to Uas

A. Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus (S. aureus) bakteri gram positif yang menghasilkan pigmen kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkan spora dan tidak motil, umumnya tumbuh berpasangan maupun berkelompok, dengan diameter sekitar 0,8-1,0 µm. S. aureus tumbuh dengan optimum pada suhu 37oC dengan waktu pembelahan 0,47 jam.  S. aureus merupakan mikroflora normal manusia. Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran pernapasan atas dan kulit. Keberadaan S. aureus pada saluran pernapasan atas dan kulit pada individu jarang menyebabkan penyakit, individu sehat biasanya hanya berperan sebagai karier [1]. Infeksi serius akan terjadi ketika resistensi inang melemah karena adanya perubahan hormon; adanya penyakit, luka, atau perlakuan menggunakansteroid atau obat lain yang memengaruhi imunitas sehingga terjadi pelemahan inang.

Infeksi S. aureus diasosiasikan dengan beberapa kondisi patologi, diantaranya bisul, jerawat, pneumonia, meningitis, dan arthritits. Sebagian besar penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini memproduksi nanah, oleh karena itu bakteri ini disebut piogenik. S. aureus juga menghasilkan katalase, yaitu enzim yang mengkonversi H2O2 menjadi H2O dan O2, dan koagulase, enzim yang menyebabkan fibrin berkoagulasi dan menggumpal. Koagulase diasosiasikan dengan patogenitas karena penggumpalan fibrin yang disebabkan oleh enzim ini terakumulasi di sekitar bakteri sehingga agen pelindung inang kesulitan mencapai bakteri dan fagositosis terhambat.

Mikrobiologi

S. aureus termasuk bakteri osmotoleran, yaitu bakteri yang dapat hidup di lingkungan dengan rentang konsentrasi zat terlarut (contohnya garam) yang luas, dan dapat hidup pada konsentrasi NaCl sekitar 3 Molar. Habitat alami S aureus pada manusia adalah di daerah kulit, hidung, mulut, dan usus besar, di mana pada keadaan sistem imun normal, S. aureus tidak bersifat patogen (mikroflora normal manusia).

Quorum Sensing

S. aureus memiliki kemampuan Quorum sensing menggunakan sinyal oligopeptida untuk memproduksi toksin dan faktor virulensi.

Faktor Virulensi

Koagulase

S. aureus produksi enzim koagulase yang berfungsi unuk menggumpalkan fibrinogen di dalam plasma darah sehingga S. aureus terlindung dari fagositosis dan respon imun lain dari inang.

Protein A

Letak protein A ada pada dinding sel S. aureus dan dapat mengganggu sistem imun inang dengan mengikat antibodi immunoglobin G (IgG).

Eksotoksin sitolitik

α-toksin, β-toksin, γ-toksin, dan δ-toksin menyerang membran sel mamalia. α-toksin, β-toksin, dan δ-toksin dapat menyebabkan hemolisis. δ-toksin juga menyebabkan leukolisis sel inang. Sementara itu, γ-toksin menyebabkan terbunuhnya sel inang

Enterotoksin

Enterotoksin menyebabkan keracunan makanan. Enterotoksin merupakan superantigen yang lebih stabil pada suhu panas jika dibandingkan dengan S. aureus. enterotoksin (A, B, C, D, dan E) menginduksi diare, muntah dan shock.

Leukocidin

Toksin ini memusnahkan leukosit sel inang

Exfoliatin

Exfoliatin termasuk dalam superantigen juga, menyebabkan sindrom kulit melepuh pada anak-anak.

Page 2: Mikrodas Goes to Uas

Resistensi

Resisten penisilin

Hampir semua isolat S. aureus resisten terhadap penisilin G. Hal ini disebabkan oleh keberadaan enzim β-laktamase yang dapat merusak struktur β-laktam pada penisilin. Untuk mengatasi hal ini, dapat digunakan penisilin yang bersifat resisten β-laktamase, contohnya nafcillin atau oksasilin.

Resisten Metisilin (Methicillin-resistant S. aureus/MRSA)

Sebagian isolat S. aureus resisten terhadap methisilin karena adanya modifikasi protein pengikat penisilin. Protein ini mengkode peptidoglikan transpeptidase baru yang mempunyai afinitas rendah terhadap antibiotic β-laktam, sehingga terapi β-laktam tidak responsif. Salah satu contoh antibiotik yang digunakan terhadap MRSA adalah vankomisin

Kontrol

Tidak ada vaksin yang efektif terhadap S. aureus. Kontrol infeksi lebih ditujukan pada tindakan menjaga kebersihan, contohnya mencuci tangan.

B. Staphylococcus epidermidis

Staphylococcus epidermidis adalah salah satu spesies bakteri dari genus Staphylococcus yang diketahui dapat menyebabkan infeksi oportunistik (menyerang individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah). Beberapa karakteristik bakteri ini adalah fakultatif, koagulase negatif, katalase positif, gram-positif, berbentuk kokus, dan berdiameter 0,5-1,5 µm.  Bakteri ini secara alami hidup pada kulit dan membran mukosa manusia. Infeksi S. epidermidis dapat terjadi karena bakteri ini membentuk biofilm pada alat-alat medis di rumah sakit dan menulari orang-orang di lingkungan rumah sakit tersebut (infeksi nosokomial). Secara klinis, bakteri ini menyerang orang-orang yang rentan atau imunitas rendah, seperti penderita AIDS, pasien kritis, pengguna obat terlarang (narkotika), bayi yang baru lahir, dan pasien rumah sakit yang dirawat dalam waktu lama.

C. Salmonella thyposaSalmonella adalah suatu genus bacteria enterobakteria gram negatif berbentuk tongkat yang mengakibatkan penyakit paratifus, tifus, dan penyakit foodborne. Species-species salmonella bisa bergerak bebas dan menghasilkan hidrogen sulfide. Salmonella ini diberi nama oleh Daniel Edward Salmon, ahli patologi Amerika Serikat, meskipun sebenarnya rekannya Theobald Smith yang pertama kali menemukan bakteri ini pada tahun 1885 pada tubuh babi.Salmonella merupakan kuman gram negatif, tidak berspora dan panjangnya bervariasi. Kebanyakan species bergerak dengan flagel peritrih. Salmonella tumbuh cepat pada pembenihan biasa tetapi tidak meragikan sukrosa dan laktosa. Kuman ini merupakan asam dan beberapa gas dari glukosa dan manosa. Kuman ini bisa hidup dalam air yang dibekukan dengan masa yang lama. Salmonella resisten terhadap zat-zat kimia tertentu misalnya hijau brilian, natrium tetrationat, dan natrium dioksikholat. Senyawa ini menghambat kuman koliform dan karena itu bermanfaat untuk isolasi salmonella dari tinja.Salmonella digolongkan ke dalam bakteri gram negatif sebab salmonella adalah jenis bakteri yang tidak dapat mempertahankan zat warna metil ungu pada metode pewarnaan gram. Bakteri gram positif akan mempertahankan warna ungu gelap setelah dicuci dengan alkohol, sementara gram negatif tidak. Pada uji pewarnaan gram, suatu pewarna penimbal ditambahkan setelah metal ungu, yang membuat semua gram negative menjadi berwarna merah/merah muda. Pengujian ini berfungsi mengelompokkan kedua jenis bakteri ini berdasarkan perbedaan struktur dinding sel mereka. Banyak species bakteri gram negative bersifat patogen ( penyebab penyakit) yang berarti mereka berbahaya bagi organisme inang. Sifat patogen ini berkaitan dengan komponen tertentu pada dinding sel gram negative terutama lapisan lipopolisakarida atau dikenal sebagai endotoksin. Dasar-dasar Virulensi

1) Memiliki endotoksin yang menyebabkan berbagai gejala toksis termasuk demam, leucopenia, pendarahan, hipotensi, dan koagulasi intravaskuler yang tersebar.

2) Beberapa mengeluarkan eksotoksin.3) Dibantu oleh daya antifagositosis.4) Kemampuan untuk tetap hidup di dalam makrofag tanpa diketahui mekanismenya.

Page 3: Mikrodas Goes to Uas

Gejala Klinik1) Keracunan lewat makanan2) Menelan kuman yang ada di dalam makanan yang tercemar.3) Penetrasi ke dalam sel-sel epitel selaput lender dan invasi ke sekitarnya menyebabkan

terjadinya radang akut.4) Kolonisasi kuman pada ileum dan cecum.5) Pengeluaran prostaglandin oleh adanya enterotoksin, mengakibatkan terjadinya pengaktifan

adenilsiklasa dan meningkatnya AMP siklis.6) Peningkatan sekresi cairan pada usus kecil dan usus besar.7) Tidak membutuhkan pengobatan yang khas kecuali untuk mengganti cairan yang hilang.8) Pemberian antibiotika akan memperbanyak jumlah pembawa kuman.

Septikemia (penyakit Ekstraintesinal)1. Penyakit akut biasanya merupakan infeksi nosokomial, yang timbul dengan tiba-tiba dan segera

menyerang ke dalam aliran darah.2. Kuman yang menyebar luas dapat mengakibatkan terjadinya abses local, osteomielitis, dan

endokarditis.3. Angka kematian tinggi ( 30 sampai 50%) tergantung dari derajat daya tahan penderita sebelum

sakit.4. Tidak ada pengobatan yang khas kecuali mempertahankan fungsi-fungsi vital dan pengobatan

terhadap kuman penyebabnya. Patogenesis dan Patologi

Salmonella thyposa bersifat infektif terhadap manusia dan infeksi organisme ini berarti ditularkan dari sumber manusia. Tetapi, sebagian besar salmonella bersifat patogen bagi binatang yang merupakan sumber untuk infeksi bagi manusia. Binatang-binatang ini meliputi unggas, babi, binatang pengerat, sapi, kura-kura sampai burung kakaktua.Di antara faktor-faktor yang menyebabkan resisten terhadap infeksi salmonella adalah keasaman lambung, jasad renik flora usus normal dan daya tahan usus. Pada manusia, salmonella menimbulkan 3 macam penyakit utama, tetapi sering juga ditemukan bentuk campuran:a) Demam Enterik

Salmonella yang termakan mencapai usus halus dan masuk ke kelenjar getah bening lalu dibawa aliran darah. Kemudian kuman dibawa oleh darah menuju berbagai organ termasuk usus di mana organisme berkembang biak dalam jaringan limfoid dan diekskresi dalam tinja. Setelah masa inkubasi 10-14 hari, timbul demam, lemah, sakit kepala, konstipasi. Demam sangat tinggi, limpa serta lever menjadi besar. Pada beberapa kasus terlihat bintik-bintik merah yang berlangsung sebentar. Jumlah sel darah putih normal atau rendah. Pengobatan dengan khloramfenikol atau ampisilin telah mengurangi angka kematian kurang dari 1%. Kadang-kadang Salmonella thyposa resisten terhadap obat-obat tersebut dan memberi reaksi terhadap trimetoprim-sulfametoksazol

b) EnterokolitisMerupakan gejala yang paling sering dari infeksi Salmonella. Setelah makan Salmonella, 8 hingga 48 jam, timbul mual, sakit kepala, muntah dan diare yang hebat, dengan beberapa lekosit dalam tinja tetapi jarang terdapat darah. Biasa terdapat demam ringan tetapi biasanya kejadian ini sembuh dalam 2-3 hari. Gejala lain, biasanya diawali dengan demam lebih dari seminggu, pada awalnya seperti terkena flu(tanpa batuk dan pilek). Hanya saja, demam tifus muncul pada sore dan malam hari dan tidak juga turun meskipun sudah minum obat penurun demam/panas. Yang kedua, lidah yang terlihat berselaput putih susu di bagian tengah. Bila semakin parah, lever dan limpa bisa membengkak. Penyakit ini bisa berkomplikasi pada usus sehingga mengalami luka. Sementara itu, yang sering menipu, suhu tubuh sering mendadak turun sehingga penderita menganggap sembuh.

PengobatanPada diare yang hebat, penting penggantian cairan dan elektrolit. Opiat mungkin diperlikan untuk mengurangi kejang. Hampir tiga puluh tahun lalu, khloramfenikol merupakan obat pilihat, lalu ampisilin. Resistensi terhadap banyak obat-obat, yang dipindahkan secara genetik oleh plasmid-plasmid di antara kuman enterik, memegang peranan dalam masalah pengobatan infeksi Salmonella. Pada sebagian besar pembawa kuman, organisme tetap dapat hidup/ada dalam kantong empedu(terutama bila terdapat batu) dan dalam saluran empedu. Beberapa pembawa kuman menahun telah diobati hanya dengan ampisilin saja, tetapi pada sebagian besar kasus dibutuhkan kholesistektomi yang harus bergabung dengan pemberian obat.

Page 4: Mikrodas Goes to Uas

Gambar di atas merupakan produk dari PT. Exer Indonesia berupa madu murni dari hasil tes analisis mikrobiologi (tes lab Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi Batan).Madu ini bersifat anti bakteri Salmonella thyposa, anti bakteri Eschericia coli, anti bakteri Staphylococcus aureus.

Pencegahan dan PengawasanTindakan sanitasi harus dilakukan untuk mencegah kontaminasi makanan dan air oleh binatang pengerat atau binatang lain yang mengeluarkan salmonella. Unggas, daging, dan telur yang terinfeksi harus dimasak dengan sempurna. Kholesistektomi atau ampisilin dapat menghilangkan keadaan ”pembawa kuman”. Selanjutnya, perlu diperhatikan makanan yang dikonsumsi. Usahakan makanan yang dikonsumsi benar-benar bersih dan bebas dari lalat yang beterbangan.

D. Clostridium sp.Patogenesis adalah mekanisme infeksi dan mekanisme perkembangan penyakit. Infeksi adalah invasi inang oleh mikroba yang memperbanyak dan berasosiasi dengan jaringan inang. Infeksi berbeda dengan penyakit. Kapasitas bakteri menyebabkan penyakit tergantung pada patogenitasnya. Dengan kriteria ini, bakteri dikelompokan menjadi 3, yaitu agen penyebab penyakit, patogen oportunistik, nonpatogen. Agen penyebab penyakit adalah bakteri patogen yang menyebabkan suatu penyakit (Salmonella spp.).Patogenesis berarti proses tahapan perkembangan penyakit dan rantai peristiwa yang mengarah pada penyakit yang disebabkan oleh serangkaian perubahan dalam struktur dan / atau fungsi sel / jaringan / organ yang disebabkan oleh mikroba, fisik, kimia atau agen . Patogenesis penyakit adalah mekanisme yang menyebabkan suatu faktor etiologi penyakit. Istilah ini juga dapat digunakan untuk menggambarkan perkembangan penyakit, seperti akut, kronis dan berulang. Kata berasal dari bahasa Yunani pathos, “penyakit”, dan asal-usul, “penciptaan”.Jenis-jenis mikroba termasuk patogenesis infeksi, radang, keganasan dan kerusakan jaringan.Kebanyakan penyakit disebabkan oleh beberapa proses patogenikal bersama-sama. Sebagai contoh, kanker tertentu timbul dari disfungsi sistem kekebalan tubuh (kulit tumor dan limfoma setelah transplantasi ginjal, yang memerlukan imunosupresi). Seringkali, etiologi potensial diidentifikasi dengan pengamatan epidemiologi sebelum patologis dapat ditarik antara penyebab dan penyakit.a) Patogenesis Clostridium sp.

Clostridium adalah genus dari bakteri Gram-positif, filum Firmicutes. Merupakan organisme anaerob obligat, mampu menghasilkan endospora. Masing-masing sel berbentuk batang, yang mendasari pemberian nama mereka, dari bahasa Yunani Kloster atau gelendong. Karakteristik ini didefinisikan sebagai genus, namun banyak spesies Clostridium awalnya diklasifikasikan sebagai genera lain.Clostridium terdiri dari sekitar 100 spesies yang mencakup bakteri pada umumnya yang hidup bebas serta patogen penting.1. Penyebaran

Kadang-kadang madu mengandung spora Clostridium botulinum, yang dapat menyebabkan botulisme pada bayi manusia umur satu tahun atau lebih muda. Bakteri menghasilkan toksin botulinum, yang pada akhirnya melumpuhkan otot pernafasan bayi. Orang dewasa dan anak yang lebih besar dapat makan madu dengan aman, karena Clostridia tidak dapat bersaing dengan baik dengan bakteri yang tumbuh cepat lainnya pada saluran gastrointestinal.C. sordellii telah dikaitkan dengan kematian lebih dari selusin perempuan setelah melahirkan. Clostridium kadang-kadang ditemukan pada sarang burung walet mentah, makanan lezat Cina. Sarang dicuci dalam larutan sulfit untuk membunuh bakteri sebelum diimpor ke Amerika Serikat.Neurotoxin yang diproduksi jenis racun saraf yang dimiliki dari spesies C. botulinum. Tujuh jenis racun telah diidentifikasi. Kebanyakan strain memproduksi satu jenis racun saraf tetapi ada strain memproduksi berbagai racun telah dideskripsikan. C. botulinum yang memproduksi B dan F racun jenis telah diisolasi dari kasus botulisme manusia di New Mexico dan California. Jenis racun Bf telah ditunjuk sebagai tipe B toksin ditemukan lebih banyak daripada tipe F. Demikian pula, strain yang menghasilkan racun Af dan Ab telah dilaporkan.Secara genetik organisme diidentifikasi sebagai spesies Clostridium lain telah menyebabkan botulisme manusia; Clostridium butyricum memproduksi jenis racun tioe E dan Clostridium tipe F bararti menghasilkan racun. Kemampuan untuk secara alamiah neurotoxin C. botulinum mentransfer gen Clostridia lain, terutama di industri makanan di mana sistem pelestarian

Page 5: Mikrodas Goes to Uas

dirancang untuk menghancurkan atau hanya menghambat C. botulinum tetapi tidak lain spesies Clostridium.

2. Penggunaan KomersialLimbah C. thermocellum dapat memanfaatkan dan menghasilkan lignocellulosic etanol, sehingga sebagai dasar untuk digunakan dalam produksi etanol. Ini juga tidak membutuhkan oksigen dan termofilik, mengurangi biaya pendinginan.C. acetobutylicum, juga dikenal sebagai organisme Weizmann, pertama kali digunakan oleh Chaim Weizmann untuk menghasilkan aseton dan biobutanol dari pati pada tahun 1916 untuk produksi mesiu dan TNT.Bakteri anaerobik C. ljungdahlii, baru-baru ini ditemukan pada limbah ayam komersial, dapat menghasilkan etanol dari sumber karbon tunggal termasuk gas sintesis, campuran karbon monoksida dan hidrogen yang dapat dihasilkan dari pembakaran parsial bahan bakar baik fosil atau biomassa. Penggunaan bakteri ini untuk menghasilkan etanol dari gas sintesis telah berkembang ke tahap pabrik percontohan di fasilitas BRI Energi di Fayetteville, Arkansas. Asam lemak diubah oleh ragi untuk dikarboksilat asam rantai panjang dan kemudian 1,3-propanediol menggunakan Clostridium diolis.Gen dari C. thermocellum telah dimasukkan ke dalam tikus transgenik untuk memungkinkan produksi endoglucanase. Eksperimen ini dimaksudkan untuk mempelajari lebih lanjut tentang bagaimana kapasitas monogastric pencernaan hewan dapat ditingkatkan (Hall etal,1993).Strain Clostridia Non-patogenik dapat membantu dalam penanganan penyakit seperti kanker. Penelitian menunjukkan bahwa sasaran Clostridia dapat selektif menyerang sel-sel kanker. Beberapa strain dapat masuk dan bereplikasi di dalam tumor. Oleh karena itu, dapat digunakan untuk memberikan protein untuk terapi tumor. Penggunaan Clostridia ini telah dibuktikan dalam berbagai model praklinis.

b) Beberapa Clostridium Umum Penyebab Penyakit Pada Manusia1) Clostridium tetani

C. tetani adalah bakteri Gram positif berbentuk batang, anaerob obligat yang tidak stabil pada kultur segar; karena ini disebut Gram negatif. Selama pertumbuhan vegetatif, organisme ini tidak dapat bertahan terhadap oksigen, sangat sensitif terhadap panas dan memiliki flagela yang memberikan mobilitas terbatas. pada bakteri dewasa, dapat mengembangkan spora terminal, yang memberikan penampilan yang khas pada organisme ini . Spora C. tetani sangat kuat, dan tahan terhadap panas dan paling antiseptik. spora didistribusikan secara luas dalam tanah yang diberikan pupuk kandang, dan juga dapat ditemukan pada kulit manusia dan pada heroin yang terkontaminasi.C. tetani biasanya masuk sebuah host melalui luka pada kulit dan kemudian bereplikasi. Setelah infeksi terjadi, C. tetani menghasilkan dua exotoxin, tetanolysin dan tetanospasmin. Sebelas galur C. tetani telah diidentifikasi, yang berbeda terutama dalam flagella antigen dan kemampuan mereka untuk menghasilkan tetanospasmin. Gen yang menghasilkan racun dikodekan pada plasmid yang hadir dalam semua strain toxigenic, dan semua strain yang mampu menghasilkan racun yang identik menghasilkan racun.Mekanisme KeracunanC. tetani biasanya masuk sebuah host melalui luka pada kulit dan kemudian bereplikasi. Setelah infeksi terjadi, C. tetani menghasilkan dua exotoxin, tetanolysin dan tetanospasmin. Sebelas galur C. tetani telah diidentifikasi, yang berbeda terutama dalam flagella antigen dan kemampuan mereka untuk menghasilkan tetanospasmin. Gen yang menghasilkan racun dikodekan pada plasmid yang hadir dalam semua strain toxigenic, dan semua strain yang mampu menghasilkan racun yang identik menghasilkan racun.

2) Clostridium botulinumClostridium botulinum adalah bakteri Gram-positif, berbentuk batang yang menghasilkan racun saraf botulin, yang menyebabkan kelumpuhan otot, dan juga merupakan agen lumpuh utama di botox.Menghasilkan bekas spora anaerobik, yang iyang diproduksi berbentuk oval, endospora subterminal dan umumnya ditemukan di tanah.Jenis NeurotoxinClostridium botulinum yang biasanya tidak berbahaya bagi manusia, tetapi dapat menjadi terinfeksi oleh virus. DNA virus yang terintegrasi ke dalam genom bakteri, menyebabkan inang untuk menghasilkan racun. Produksi neurotoxin adalah cirri khas pemersatu spesies C. botulinum. Tujuh jenis racun telah diidentifikasi dan direkomendasikan (AG). Kebanyakan strain

Page 6: Mikrodas Goes to Uas

memproduksi satu jenis racun saraf tetapi beberapa strain menghasilkan racun telah dijelaskan.

3) Clostridium difficilePatogenitasClostridium difficile juga dikenal sebagai “CDF / cdf”, atau “C. diff”, adalah spesies bakteri Gram-positif dari genus Clostridium. Clostridia anaerobik, spora-membentuk batang (basil). C. difficile merupakan penyebab yang paling serius yang berhubungan dengan diare (AAD) dan dapat menyebabkan kolitis pseudomembranosa, infeksi berat usus besar, seringkali akibat dari pemberantasan flora usus normal dengan antibiotik. Bakteri C. difficile, yang secara alamiah berada di dalam tubuh, menjadi oppurtunistik: kelebihan jumlah menjadi berbahaya karena bakteri melepaskan toksin yang dapat menyebabkan kembung, sembelit, dan diare dengan sakit perut, yang mungkin menjadi parah. Gejala laten sering mirip beberapa gejala flu. Penghentian antibiotik penyebab sering kuratif. Dalam kasus yang lebih serius, oral metronidazole atau vankomisin adalah pengobatan pilihan. AAD C. difficile telah dilaporkan dalam hingga 20% kasus.

4) Clostridium perfringensPatogenitasClostridium perfringens (sebelumnya dikenal sebagai “C. welchii”) adalah bakteri Gram-positif, berbentuk batang, anaerobik, bakteri pembentuk spora dari genus Clostridium. C. perfringens terdapat kosmopolitan di alam dan dapat ditemukan sebagai flora normal membusuk komponen vegetasi, sedimen laut, saluran pencernaan manusia dan vertebrata lain, serangga, dan tanah.Karakteristik infeksiC. perfringens yang sering dijumpai dalam infeksi sebagai komponen flora normal. Dalam kasus ini, peranannya dalam penyakit minor.Infeksi karena C. perfringens menunjukkan bukti adanya jaringan nekrosis, bakteremia, emphysematous kolesistitis, dan gas gangren, yang juga dikenal sebagai klostridial myonecrosis. Racun yang terlibat dalam gangren gas dikenal sebagai α-toksin, yang masuk ke dalam membran plasma sel, menghasilkan ketidakteraturan dalam membran yang mengganggu fungsi seluler normal. Setelah proses menelan, bakteri berkembang biak dan mengakibatkan sakit perut, diare dan kadang-kadang mual. Perilaku dari C. perfringens pada mayat-mayat diketahui pekerja sebagai jaringan gas dan hanya dapat dihentikan oleh pembalseman.

E. Escherichia coliEscherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek yang memiliki panjang sekitar 2 µm, diameter 0,7 µm, lebar 0,4-0,7µm dan bersifat anaerob fakultatif. E. coli membentuk koloni yang bundar, cembung, dan halus dengan tepi yang nyata.Manfaat dan PatogenesitasE. coli adalah anggota flora normal usus. E. coli berperan penting dalam sintesis vitamin K, konversi pigmen-pigmen empedu, asam-asam empedu dan penyerapan zat-zat makanan. E. coli termasuk ke dalam bakteri heterotrof yang memperoleh makanan berupa zat oganik dari lingkungannya karena tidak dapat menyusun sendiri zat organik yang dibutuhkannya. Zat organik diperoleh dari sisa organisme lain. Bakteri ini menguraikan zat organik dalam makanan menjadi zat anorganik, yaitu CO2, H2O, energi, dan mineral. Di dalam lingkungan, bakteri pembusuk ini berfungsi sebagai pengurai dan penyedia nutrisi bagi tumbuhan. E. coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran pencernaan meningkat atau berada di luar usus. E. coli menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus diare. E. coli berasosiasi dengan enteropatogenik menghasilkan enterotoksin pada sel epitel (jawetz et al., 1995).Manifestasi klinik infeksi oleh E. coli bergantung pada tempat infeksi dan tidak dapat dibedakan dengan gejala infeksi yang disebabkan oleh bakteri lain (jawetz et al., 1995). Penyakit yang disebabkan oleh E. coli yaitu :1. Infeksi saluran kemih

E. coli merupakan penyebab infeksi saluran kemih pada kira-kira 90 % wanita muda. Gejala dan tanda-tandanya antara lain sering kencing, disuria, hematuria, dan piuria. Nyeri pinggang berhubungan dengan infeksi saluran kemih bagian atas.

2. Diare

Page 7: Mikrodas Goes to Uas

E. coli yang menyebabkan diare banyak ditemukan di seluruh dunia. E. coli diklasifikasikan oleh ciri khas sifat-sifat virulensinya, dan setiap kelompok menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda. Ada lima kelompok galur E. coli yang patogen, yaitu :a) E. coli Enteropatogenik (EPEC)

EPEC penyebab penting diare pada bayi, khususnya di negara berkembang. EPEC sebelumnya dikaitkan dengan wabah diare pada anak-anak di negara maju. EPEC melekat pada sel mukosa usus kecil.

b) E. coli Enterotoksigenik (ETEC)ETEC penyebab yang sering dari “diare wisatawan” dan penyebab diare pada bayi di negara berkembang. Faktor kolonisasi ETEC yang spesifik untuk manusia menimbulkan pelekatan ETEC pada sel epitel usus kecil.

c) E. coli Enteroinvasif (EIEC)EIEC menimbulkan penyakit yang sangat mirip dengan shigelosis. Penyakit yang paling sering pada anak-anak di negara berkembang dan para wisatawan yang menuju negara tersebut. Galur EIEC bersifat non-laktosa atau melakukan fermentasi laktosa dengan lambat serta bersifat tidak dapat bergerak. EIEC menimbulkan penyakit melalui invasinya ke sel epitel mukosa usus.

d) E. coli Enterohemoragik (EHEK)EHEK menghasilkan verotoksin, dinamai sesuai efek sitotoksisnya pada sel Vero, suatu ginjal dari monyet hijau Afrika.

e) E. coli Enteroagregatif (EAEC)EAEC menyebabkan diare akut dan kronik pada masyarakat di negara berkembang.

3. SepsisBila pertahanan inang normal tidak mencukupi, E. coli dapat memasuki aliran darah dan menyebabkan sepsis.

4. MeningitisE. coli dan Streptokokus adalah penyebab utama meningitis pada bayi. E. coli merupakan penyebab pada sekitar 40% kasus meningitis neonatal.

Pengobatan

Infeksi oleh E. coli dapat diobati menggunakan sulfonamida, ampisilin, sefalosporin, kloramfenikol, tetrasiklin dan aminoglikosida. Aminoglikosida kurang baik diserap oleh gastrointestinal, dan mempunyai efek beracun pada ginjal. Jenis antibiotik yang paling sering digunakan adalah ampisilin.

Ampisilin adalah asam organik yang terdiri dari satu inti siklik dengan satu rantai samping. Inti siklik terdiri dari cincin tiazolidin dan cincin betalaktam, sedangkan rantai sampingnya merupakan gugus amino bebas yang mengikat satu atom H.

Ampisilin memiliki spektrum kerja yang luas terhadap bakteri Gram negatif, misalnya E. coli, H. Influenzae, Salmonella, dan beberapa genus Proteus. Namun ampisilin tidak aktif terhadap Pseudomonas, Klebsiella, dan Enterococci. Ampisilin banyak digunakan untuk mengatasi berbagai infeksi saluran pernafasan, saluran cerna dan saluran kemih.

Mekanisme Kerja Ampisilin

Mekanisme kerja dari antibiotik ampisilin adalah dengan menghambat pembentukan ikatan silang pada biosintesis peptidoglikan yang melibatkan penicillin-binding protein (PBP). Pada E. coli, PBP1-3 merupakan enzim bifungsi yang mengkatalisis reaksi transglikosilase dan transpeptidase serta PBP3-6 mengkatalisis reaksi karboksipeptidasi.

Resistensi Terhadap Ampisilin

Salah satu obat pilihan yang digunakan untuk mengobati infeksi saluran urin yang disebabkan oleh E. coli adalah ampisilin. Namun E. coli dilaporkan telah resisten terhadap ampisilin sehingga tidak digunakan lagi. Untuk menanggulangi terjadinya resistensi pada ampisilin maka diperlukan pengobatan antimikroba yang lain seperti trimethoprim-sulfamethoxazol (TMP-SMZ), siprofloxacin, norfloxacin, nitrofurantoin, dan fluoroquinolon. Dilaporkan pada tahun 1995 sampai 2001 terjadi kecenderungan resistensi antimikroba terhadap isolat E. coli dalam infeksi saluran urin pada pasien wanita di Amerika Serikat, 14,8-17% pertahun resisten terhadap trimethoprim-sulfametoxazol, 0,7-2,5% pertahun resisten terhadap siprofloxacin, 0,4-0,8% pertahun resisten terhadap nitrofurantoin,

Page 8: Mikrodas Goes to Uas

dan 36–37,4% per tahun resisten terhadap ampisilin, nilai presentase tersebut bervariasi dalam setiap tahunnya.

Resistensi intrinsik pada ampisilin disebabkan oleh ekspresi gen, yaitu gen pengkode betalaktamase yang berlokasi pada kromosom bakteri gram negatif. Gen ini mengkode enzim betalaktamase yang menginaktivasi cincin betalaktam ampisilin dengan cara menghidrolisis cincin betalaktam tersebut, sehingga menjadi resisten terhadap ampisilin (Russel and Chopra, 1990).

Resistensi ampisilin dapat juga disebabkan oleh ekspresi gen pengkode betalaktamase yang terdapat pada plasmid. Plasmid adalah elemen genetik ekstrakromosom yang bereplikasi secara otonom. Plasmid membawa gen pengkode resisten antibiotik, salah satunya adalah ampisilin. Resistensi yang diperantai oleh plasmid adalah resistensi yang umum ditemukan pada isolat klinik. Gen yang berlokasi pada plasmid lebih mudah pindah jika dibandingkan dengan gen yang berlokasi pada kromosom, sehingga gen resistensi yang berlokasi pada plasmid dapat ditransfer dari satu bakteri ke bakteri yang lain (Ganiswarna, 1995 ; Tjay dan Rahardja, 2002).

Resistensi menghasilkan perubahan bentuk pada gen bakteri yang disebabkan oleh 2 proses genetik dalam bakteri :

1. Mutasi dan seleksi (evolusi vertikal)Evolusi vertikal didorong oleh prinsip seleksi alam. Mutasi spontan pada kromosom bakteri memberikan resistensi terhadap suatu populasi bakteri. Pada lingkungan tertentu bakteri yang tidak termutasi (nonmutan) mati, sedangkan bakteri yang termutasi (mutan) menjadi resisten, kemudian tumbuh dan berkembang biak.

2. Perubahan gen antar galur dan spesies (evolusi horizontal)Evolusi horizontal yaitu pengambilalihan gen resistensi dari organisme lain. Contohnya, streptomices mempunyai gen resistensi terhadap streptomisin. Tetapi kemudian gen ini lepas dan masuk ke dalam E. coli atau Shighella sp. Beberapa bakteri mengembangkan resistensi genetik melalui proses mutasi dan seleksi, kemudian memberikan gen ini kepada beberapa bakteri lain melalui salah satu proses perubahan genetik pada bakteri.

Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri patogen merupakan permasalahan kesehatan yang pernah dihadapi oleh hampir setiap orang. Hingga saat ini, cara yang dilakukan untuk pengobatan berbagai jenis penyakit infeksi adalah dengan pemberian antibiotik. Jenis antibiotik yang paling banyak digunakan adalah betalaktam. Antibiotik ini dipilih karena tingkat selektivitasnya tinggi, mudah diperoleh, dan analog sintetiknya tersedia dalam jumlah banyak.

Meningkatnya penggunaan antibiotik betalaktam, memacu meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotik tersebut. Mekanisme utama resistensi bakteri Gram-positif dan Gram-negatif terhadap antibiotik betalaktam yakni dengan menghasilkan enzim betalaktamase, yang berperan memotong cincin betalaktam, sehingga aktivitas antibakterinya hilang. Enzim betalaktamase merupakan enzim perusak penisilin yang dihasilkan oleh sejumlah bakteri gram negatif. Enzim ini membuka cincin betalaktam dari pensilin dan sefalosporin serta menghilangkan daya antimikrobanya. Klasifikasi betalaktamase sangat kompleks, didasarkan atas sifat genetik, sifat-sifat biokimia, dan substrat yang berafinitas terhadap inhibitor betalaktamase.

Inhibitor Betalaktamase

Inhibitor betalaktamase adalah suatu zat yang dapat menghambat kerja enzim betalaktamase. Inhibitor betalaktamase dalam keadaan tunggal tidak memberikan aktivitas antibakteri sehingga perlu adanya kombinasi dengan antibiotik betalaktam.

Inhibitor betalaktamase yang telah digunakan dalam pengobatan adalah asam klavulanat, tazobaktam dan sulbaktam. Inhibitor tersebut tidak memperlihatkan aktivitas antibakteri, sehingga tidak dapat digunakan sebagai obat tunggal untuk menanggulangi penyakit infeksi. Bila dikombinasi dengan antibiotik betalaktam, inhibitor ini akan mengikat enzim betalaktamase, sehingga antibiotika pasangannya bebas dari pengrusakan oleh enzim betalaktamase dan dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri yang dituju. Sifat ikatan betalaktamase dengan penghambatnya umumnya menetap, penghambatnya seringkali bekerja sebagai suicide inhibitor, karena ikut hancur di dalam betalaktamase yang diikatnya.

Enzim betalaktamase dalam bakteri gram negatif terdiri dari empat kelas, enzim kelas A (TEM dan SHV), enzim kelas B, enzim kelas C biasanya disebut AmpC resisten, dan enzim kelas D yaitu enzim

Page 9: Mikrodas Goes to Uas

OXA. Enzim kelas A merupakan enzim betalaktamase yang banyak ditemukan, enzim kelas B merupakan enzim yang mengandung zink, enzim kelas C mengandung betalaktamase yang terletak pada kromosom dari bakteri famili Enterobacteriacea termasuk bakteri E. coli, dan enzim kelas D merupakan enzim yang belum banyak diketahui.

Dilaporkan 90% patogen saluran urin menghasilkan betalaktamase, sebanyak 94,8% adalah E. coli (Orrett and Shurland., 1996). Dilaporkan pula bahwa sampel urin pada pasien wanita penderita sistitis mengandung E. coli yang telah resisten terhadap trimethoprim-sulfamethoxazole, ampisilin, dan siprofloxacin.

F. Klebsiella pneumoniaKlebsiella pneumonia adalah salah satu bakteri yang termasuk bakteri gram negatif, bakteri yang non motil, fakultatif anaerob, melakukan fermentasi laktosa dan tidak tertutup oleh selubung, memiliki simpai polisakarida yang besar, biasanya member hasil positif pada tes dekarboksilase lisin dan sitrat. Koloni Klebsiella besar sangat mukoid dan cenderung besatu bila lama dieramkan. Bakteri ini berasal dari family Enterobacteriaceae. Klebsiella pertama kali diteliti dan diberi nama oleh bacteriologist Jerman yang bernama Edwin Klebs (1834-1913). Penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri ini antara lain adalah bronkopneumoniae dan pneumonia bakteri gram negatif. Hampir semua pneumonia disebabkan oleh bakteri ini. Klebsiella pneumonia terdapat dalam saluran nafasdan feses sekitar 5 % orang normal dan dapat menyebabkan pneumonia bacterial. Sampai saat ini para ahli masih banyak melakukan penelitian mengenai obat apa yang cocok untuk menghambat pertumbuhan bakteri Klebsiella pneumoniae ini. Ada artikel yang menerangkan bahwa daya antimikroba kombinasi ampisilin dan klorampenikol dapat menghambat pertumbuhan bakteri penyebab bronkopneumoniae pada anak kecil tersebut. Hal itu dapat dilihat dari nilai konsentrasi hambat minimal (KHM) antibiotic yang digunakan. Sampai saat ini belum ada pengobatan yang spesifik untuk menangani mikroba ini.ASPEK BIOLOGI (Morfologi dan Siklus Hidup)Klebsiella pneumoniae merupakan suatu bakteri gram negative yang tidak bergerak (non motil), tidak berselubung, melakukan fermentasi laktosa, fakultatif anaerob, ditemukan sebagai flora normal di mulut, kulit dan usus. Spesies Klebsiella menunjukkan pertumbuhan mukoid, simpai polisakarida yang besar, tidak ada pergerakan dan biasanya memberikan hasil positif untuk tes dekarboksilase lisin dan sitrat. Morfologi khas dari Klebsiella dapat dilihat dalam pertumbuhan padat in vitro tetapi morfologinya sangat bervariasi dalam bahan klinik. Biasanya Klebsiella simpainya besar dan teratur. Selain itu Klebsiela koloninya besar, sangat mukoid dan cenderung bersatu apabila dieramkan. Anggota dari genus Klebsiella memiliki struktur antigen yang kompleks. Lebih khususnya, amggota genus Klebsiella memiliki 2 tipe antigen pada permukaan sel. Yang pertama adalah antigen O yang merupakan bagian terluar dari lipopolisakarida dinding sel dan terdiri atas unit polisakarida yang berulang. Beberapa polisakarida O-spesifik mengandung gula yang unik. Antigen O tahan terhadap panas dan alcohol dan biasanya dideteksi dengan aglutinasi bakteri. Antibodi terhadap antigen O terutama adalah IgM. Yang kedua adalah antigen K. Antigen K ini berada di luar antigen O dan merupakan suatu capsular polysacharida. Antigen K dapat mengganggu aglutinasi melalui antiserum O dan berhubungan dengan virulensi. Klebsiella mempunyai simpai besar yang terdiri atas polisakarida (antigen K) yang menutupi antigen somatic (O atau H) dan dapat dikenali dengan pembengkakan simpai melalui tes pembengkakan simpai dengan antiserum khusus. Infeksi pada saluran nafas manusia disebabkan terutama oleh jenis simpai 1 dan 2, pada saluran kemih terutama disebabkan oleh jenis simpai 8, 9, 10, dan 24.PENYAKIT YANG DITIMBULKAN (PATOGHENESIS)K.pneumoniae dapat menyebabkan pneumonia bacterial. K.pneumoniae banyak terdapat dalam saluran nafas dan feses sekitar 5 % orang normal. K.pneumoniae dapat menyebabkan konsolidasi luas disertai nekrosis hemoragik pada paru-paru. Klebsiella kadang-kadang menyebabkan infeksi saluran kemih dan bakteremia dengan lesi fokal pada pasien yang lemah.Klebsiella menduduki ranking kedua setelah E.coli untuk infeksi saluran kemih di orang-orang yang sudah berumur. Klebsiella juga merupakan suatu opportunistic pathogen untuk pasien dengan penyakit paru-paru kronis dan rhinoscleroma.Feses adalah salah satu sumber yang paling signifikan dalam hal infeksi kepada pasien, yang selanjutnya diikuti oleh berhubungan dengan alat-alat yang sudah terkontaminasi oleh bakteri. Penyakit utama yang ditimbulkan oleh bakteri ini adalah pneumonia. Penumonia adalah inflasi parenkim paru, biasanya berhubungan dengan pengisian cairan di dalam alveoli. Hal ini terjadi ini terjadi akibat adanya invaksi agen atau infeksius adalah adanya

Page 10: Mikrodas Goes to Uas

kondisi yang mengganggu tahanan saluran.. Dengan demikian flora endogen menjadi pathogen ketika memasuki saluran pernafasan. Pneumonia adalah sebuah penyakit pada paru-paru di mana pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer menjadi "inflame" dan terisi oleh cairan. Pneumonia dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, termasuk infeksi oleh bakteria, virus, jamur, atau parasit. Pneumonia dapat juga disebabkan oleh iritasi kimia atau fisik dari paru-paru atau sebagai akibat dari penyakit lainnya, seperti kanker paru-paru atau terlalu banyak minum alkohol. Pasien yang rentan mengalami pneumonia antara lain peminum alcohol, perokok, penderita diabetes, penderita gagal jantung, dan penderita AIDS. Pada penderita pneuminiae, kantong udara paruparu penuh dengan nanah dan cairan yang lainnya. Dengan demikian, fungsi paru-paru, yaitu menyerap udara bersih (oksigen) dan mengeluarkan udara kotor menjadi terganggu. Akibatnya, tubuh menderita kekurangan oksigen dengan segala konsekuensinya, misalnya menjadi lebih mudah terinfeksi oleh bakteri lain (super infeksi) dan sebagainya. Jika demikian keadaannya, tentu tambah sukar penyembuhannya. Penyebab penyakit pada kondisi demikian sudah beraneka macam dan bisa terjadi infeksi yang seluruh tubuh.PENULARAN DAN PENGOBATANNYAPneumonia dapat terjadi akibat menghirup bakteri yang ada di udara. Selain itu dapat juga disebarkan melalui darah yang berasal dari tempat lain misalnya luka, dan perpindahan langsung bakteri dari infeksi di dekat paru-paru. Jika melalui saluran nafas, bibit penyakit yang masuk akan dilawan oleh berbagai macam sistem pertahanan yang dimiliki oleh tubuh kita. Yang dimaksud dengan sistem pertahanan tubuh, misalnya struktur kulit, proses batuk, hingga sel-sel pembunuh yang berada dalam darah maupun cairan limfe kita (sistem antibodi). Pada orangorang yang terganggu pertahanan tubuhnya, misalnya kesadaran menurun, usia lanjut, menderita penyakit pernapasan kronik/PPOM, infeksi virus, diabetes mellitus, dan penyakit kronis lainnya, termasuk juga pada penderita penyakit payah jantung atau kanker, mereka itu menjadi mudah sakit. Selain itu, jumlah bakteri atau virus serta keganasan virus/bakteri tersebut yang masuk ke tubuh calon penderita bisa mempengaruhi,apakah seseorang menjadi sakit atau tidak. Gejalagejala yang biasanya timbul dari penderita peneumonia antara lain batuk berdahak dimana dahaknya seperti lendir berwarna hijau atau seperti nanah, nyeri dada, menggigil, demam, mudah lelah, sesak nafas, sakit kepala, nafsu makan berkurang, mual, muntah, tidak enak badan, kekakuan sendi, kekakuan otot, kulit lembab, batuk darah, nyeri perut, dan pernafasan yang cepat. Untuk mendiagnosa diadakan berbagai macam pemeriksaan antara lain dengan menggunakan stetoskop, rontgen dada, pembiakan dahak dan penghitungan gas darah arteri.Untuk pengobatan dapat digunakan senyawa yang memiliki cincin â laktam. Ada artikel yang menyebutkan bahwa kombinasi antara ampisilin dan klorampenikol dapat menghambat pertumbuha dari Klebsiella ini. Akan tetapi Klebsiella juga sudah resisten terhadap beberapa antibiotic. Sehingga sampai sekarang para peneliti masih banyak mengadakan eksperimen untuk mencari obat yang ampuh untuk jenis bakteri ini.

G. Streptococcus pyogenesStreptococcus pyogenes merupakan bakteri Gram positif, nonmotil, tidak berspora, membentuk kokus yang berbentuk rantai, berdiameter 0,6 - 1,0 mikrometer dan fakultatif anaerob. Bakteri ini melakukan metabolisme secara fermentasi. Streptococcus pyogenes digolongkan ke dalam bakteri hemolitik-β, sehingga membentuk zona terang bila ditumbuhkan dalam media agar darah.Patogenitas Streptococcus pyogenesStreptococcus pyogenes merupakan salah satu patogen yang banyak menginfeksi manusia. Diperkirakan 5-15% individu normal memiliki bakteri ini dan biasanya terdapat pada saluran pernafasan, namun tidak menimbulkan gejala penyakit. S. pyogenes dapat menginfeksi ketika pertahanan tubuh inang menurun atau ketika organisme tersebut mampu berpenetrasi melewati pertahanan inang yang ada. Bila bakteri ini tersebar sampai ke jaringan yang rentan, maka infeksi supuratif dapat terjadi. Infeksi ini dapat berupa faringitis, tonsilitis, impetigo dan demam scarlet. Streptococcus pyogenes juga dapat menyebabkan penyakit invasif seperti infeksi tulang, necrotizing fasciitis, radang otot, meningitis dan endokarditis.Demam rematik dan glomerulonefritis merupakan penyakit streptokokus akibat komplikasi non supuratif atau sekuele. Demam rematik akut dapat terjadi apabila penderita yang terinfeksi S. pyogenes 1-5 minggu sebelumnya tidak mendapat penanganan segera. Sekuele ini terjadi akibat adanya antibodi protein M yang bereaksi silang dengan protein jaringan jantung sehingga menimbulkan peradangan jantung atau lebih dikenal dengan penyakit jantung rematik. Penderita pada umumnya akan mengalami kerusakan pada sebagian otot jantung dan katup jantung. (Cunningham, 2000). Glomerulonefritis akut diduga terjadi akibat deposisi kompleks antigen-antibodi pada membran glomeruli ginjal. Gejala glomerulonefritis biasanya terjadi 10 hari setelah

Page 11: Mikrodas Goes to Uas

infeksi tenggorokan atau kulit oleh S. pyogenes dan umumnya menyerang anak-anak usia 3-4 tahun. Pada orang dewasa, penyakit ini dapat menyebabkan gagal ginjal krons. Faktor Virulensi Streptococcus pyogenesInfeksi yang ditimbulkan akibat S. pyogenes disebabkan adanya interaksi faktor-faktor virulensi S. pyogenes dengan sel inang. Faktor virulensi tersebut bisa berupa protein yang disekresikan maupun yang berlokasi di permukaan sel. Faktor virulensi yang disekresikan diantaranya adalah streptokinase, hialuronidase, proteinase, hemolisin, polisakarida-C, protease sistein dan Streptococcal Inhibitor of Complement (SIC). Protein permukaanS. pyogenes yang berperan sebagai faktor virulensi diantaranya adalah Streptococcal C5a Peptidase (SCPa), protein M dan protein F.Protein MFaktor virulensi utama yang terletak di permukaan sel S. pyogenes adalah protein M, di mana transkripsinya diregulasi oleh mga, suatu gen yang mengkode protein Multiple Gene Activator (Mga). Di samping protein M, protein Mga juga meregulasi positif ekspresi beberapa faktor virulensi S. pyogenes seperti SCPa, FcrA dan SIC. Protein Mga berikatan secara spesifik dengan situs activator gene emm, scpA, fcrA dan sic yang terletak di hulu promotor. Pengikatan Mga terhadap situs activator gen-gen tersebut membantu pengenalan RNA polymerase terhadap promotor emm, scpA, fcrA dan sic sehingga transkripsi berlangsung (McIver dkk., 1995). Inaktivasi mga telah dibuktikan dapat menghambat sintesis tiga faktor virulensi yaitu protein M1, SCPa dan reseptor immunoglobulin pada S. pyogenes galur M1.Protein M mempunyai struktur coiled-coil dan sebagian besar molekulnya berbentuk heliks, kecuali pada ujung aminonya. Daerah non heliks ini diikuti oleh daerah berbentuk heliks yang berlokasi di tengah molekul dan pada ujung karboksi diakhiri oleh daerah yang berasosiasi dengan dinding sel. Daerah non heliks terdiri atas lebih kurang 11 asam amino yang susunannya berbeda dari satu protein M dengan M lainnya, tetapi 100 % identik dalam tipe M yang sama. Berdasarkan pebedaan ini, maka protein M dinamai M1, M2, M3 dan seterusnya. Pada daerah heliks, asam amino 12 sampai 362 dijumpai pola 7 asam amino berulang.Protein M memiliki 3 daerah berulang yaitu daerah berulang A, B dan C. Daerah berulang A dan B merupakan daerah bervariasi yang menentukan serotipe protein M, sedangkan daerah berulang C memiliki urutan yang dikonservasi. Pada daerah berulang B, protein M dapat mengikat IgG3 dan fibronektin manusia, sedangkan pada daerah berulang C dapat mengikat albumin serum manusia dan faktor H.Protein M diketahui berfungsi sebagai reseptor terhadap berbagai protein manusia. Protein M12 dapat mengikat IgG3 manusia secara spesifik dan pengikatan ini tampaknya bergantung pada isotop IgG3. Protein M24 diketahui dapat mengenali fibrinogen manusia secara spesifik dan fenomena ini berhubungan dengan resistensi S. pyogenes terhadap aktivitas fagositosis inang.Penelitian lain menunjukkan bahwa protein M3 mempunyai aktivitas pengikatan terhadap 3 protein manusia yaitu fibrinogen, albumin dan immunoglobulin G.Berdasarkan reaksinya dengan antibodi terhadap daerah berulang C, protein M dibagi menjadi dua kelas yaitu I dan II. Protein M kelas I mengandung epitop yang terpapar ke permukaan dan bereaksi dengan antibodi terhadap daerah berulang C, sedangkan protein M kelas II tidak bereaksi dengan antibodi ini dan memiliki epitop yang berbeda. Protein M kelas I diproduksi oleh galur S. pyogenes “Opacity Factor” (OF) negatif dan protein M kelas II diproduksi oleh galur OF positif.Protein M mempunyai beberapa fungsi dalam patogenesis S. pyogenes, diantaranya yaitu aktivitas antifagositosis, adhesin dan invasin (Cue dkk., 2000). Aktivitas antifagositosis terjadi melalui dua mekanisme yaitu daerah berulang C berikatan dengan faktor H sehingga menghambat aktivitas komplemen dan fibrinogen berikatan dengan permuakan protein M sehingga menghambat aktivitas komplemen jalur alternatif. Pengikatan ini menyebabkan penurunan jumlah C3b yang berikatan dengan S. pyogenes dan menghambat fagositosis oleh Polymorphonuclear leukocytes (PMNL) (Marques dkk., 1992). Protein M juga berfungsi sebagai adhesin untuk penempelan bakteri pada keratinosit kulit dan invasin yang mempercepat internalisasi pada proses invasi.Interaksi Protein M dengan Protein ManusiaPada penelitian terdahulu, diketahui bahwa S. pyogenes CS24 (tipe M12+) mengenali paling tidak dua protein manusia, yaitu IgG3 dan albumin manusia. Streptococcus pyogenes CS109 (galur M12-) tidak dikenali oleh kedua protein tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa protein M12 bertanggungjawab terhadap kedua aktivitas tersebut. Pengujian yang dilakukan terhadap protein M12 rekombinan membuktikan bahwa protein tersebut mempunyai aktivitas spesifik terhadap IgG3 dan albumin manusia. Berdasarkan struktur protein M pada Gambar 2.3, daerah berulang B pada protein M mengikat IgG3, sedangkan daerah berulang C pada protein M mengikat albumin serum manusia.

Page 12: Mikrodas Goes to Uas

Interaksi protein M12 dan albumin manusia diduga dapat mempengaruhi ekspresi gen-gen lain. Pada studi awal menggunakan elektroforesis dua dimensi yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan protein lain yang produksinya dipengaruhi oleh keberadaan albumin manusia pada media pertumbuhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat lima protein berbobot molekul masingmasing 101, 70, 56, 46 dan 32 kDa yang diproduksi bila S. pyogenes CS24 ditumbuhkan dengan keberadaan albumin manusia dan 1 protein berbobot molekul 33 kDa direpresi (Retnoningrum dan Cleary, data tidak dipublikasi). Salah satu dari lima protein yang diproduksi telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi. Protein tersebut adalah ornitie karbamoiltransferase (OCTase12).Vaksin Streptococcus pyogenesKandidat vaksin S. pyogenes lainnya yang telah dikembangkan antara lain adalah protein M, C5a peptidase, eksotoksin pirogen B, Fibronectin Binding Protein (FBP) dan Laminin Binding Protein (LBP). Protein M sebagai faktor virulensi utama S. pyogenes merupakan kandidat vaksin yang strategis. Hambatan utama penggunaan protein M untuk imunisasi adalah jumlah serotipe protein M yang sangat banyak dan urutan asam amino protein M tertentu menunjukkan homologi dengan protein pada jantung yaitu miosin dan tropomiosin, akibat terjadi reaksi silang antara antibodi anti protein M dengan jaringan tersebut.C5a peptidase adalah faktor virulansi penting yang diekspresikan oleh kira – kira 40 serotipe GAS yang berbeda. Enzim ini secara spesifik menginaktifkan C5a sehingga manghambat PMNs ke tempat terjadinya infeksi. Imunisasi intranasal menggunakan C5a peptidase murni dapat menimbulkan respon imun sistemik dan mukosal yang mampu mengurangi tingkat kolonisasi bakteri pada model mencit yang diinfeksi dengan S. pyogenes.Eksotoksin pirogen B merupakan kandidat vaksin karena antigen permukaan ini dihasilkan selama proses infeksi. Vaksin yang melindungi sejumlah besar individu terhadap infeksi S. pyogenes dapat terdiri dari berbagai antigen permukaan dan eksotoksin.FBP merupakan adhesin permukaan utama S. pyogenes. Protein FBP ini mempunyai suatu domain aromatik, daerah berulang prolin dan domain pengikatan terhadap fibronektin. FBP merupakan mediator penempelan bakteri dan internalisasi S. pyogenes ke dalam sel epitel melalui fibronektin. Pada uji tantang terhadap galur S. pyogenes baik yang homolog maupun yang heterolog, dilakukan imunisasi intranasal pada mencit menggunakan FBP. Hasilnya menunjukkan bahwa protein FBP dapat meningkatkan respon imun protektif terhadap S. pyogenes. Penggunaan FBP sebagai vaksin memiliki beberapa keuntungan. Protein FBP diekspresikan oleh lebih dari 70 % isolat klinik terlepas dari serotipenya, lokasi geografis dan manifestasi klinik, serta domain pengikat fibronektin FBP juga sangat terkonservasi. Selain itu, tidak terjadi reaksi silang antara imunitas yang dihasilkan terhadap protein FBP dengan jantung manusia (Medina dan Chhatwal, 2002).Lbp merupakan protein permukaan S. pyogenes yang berikatan secara spesifik dengan laminin. Laminin merupakan salah satu matriks ekstrasel yang menyusun basal lamina (membran dasar) tempat sel epitel melekat, pembungkus otot dan penyaring pada glomerulus ginjal. Lbp dapat ditemukan di seluruh serotipe M S. pyogenes yang diteliti (Terao dkk., 2002). Hal ini telah memenuhi salah satu syarat untuk dijadikan kandidat vaksin yang efektif terhadap banyak galur S. pyogenes.OCTase12 merupakan salah satu protein yang produksinya diregulasi oleh albumin manusia. Diduga protein tersebut penting untuk pertahanan hidup S. pyogenes dalam tubuh manusia (Retnoningrum dan Cleary, data tidak dipublikasi). Pada beberapa bakteri patogen lain, ternyata OCTase12 telah diketahui merupakan salah satu faktor virulensi. OCTase12 diduga berfungsi sebagai adhesin pengikat fibronektin manusia. Berdasarkan data-data tersebut, diharapkan OCTase12 dapat digunakan sebagai target baru pengembangan vaksin terhadap infeksi S. pyogenes.

H. CorynebacteriumCorynebacterium diphtheriae adalah bakteri patogen yang menyebabkan difteri. Bakteri ini dikenal juga sebagai basillus Klebs-Löffler karena ditemukan pada 1884 oleh bakteriolog Jerman, Edwin Klebs (1834-1912) dan Friedrich Löffler (1852-1915). C. diphtheriae adalah makhluk anaerobik fakultatif dan Gram positif, ditandai dengan tidak berkapsul, tidak berspora, tak bergerak, dan berbentuk batang 1 hingga 8 µm dan lebar 0,3 hingga 0,8 µm. Pada kultur, kelompok bakteri ini akan berhubungan satu sama lain dan membentuk seperti huruf Tionghoa. Banyak strain C. diphtheriae yang memproduksi racun difteri, sebuah eksotoksin protein, dengan berat molekul 62 kilodalton. Ketidakaktifan racun dengan serum antiracun merupakan dasar dalam vaksinasi antidifteri. Tdiak semua strain berbahaya. Produksi racun akan terjadi bila bakteri dinfeksi oleh sebuah bakteriofaga. Terdapat tiga subspesies yang dikenal yakni: C. diphtheriae

Page 13: Mikrodas Goes to Uas

mitis, C. diphtheriae intermedius, dan C. diphtheriae gravis. Ketiganya berbeda pada kemampuan untuk mengolah zat gizi tertentu. Semuanya dapat menjadi berbahaya yang menyebabkan difteri atau tidak berbahaya sama sekali pada manusia. Bakteri ini peka pada sebagian besar antibiotika, seperti penisilin, ampisilin, sefalosporin, kuinolon, kloramfenikol, tetrasiklin, sefuroksim dan trimetrofim.

I. Bacillus sp.Bacillus sp merupakan bakteri Gram positif, berbentuk batang, dapat tumbuh pada kondisiaerob dan anaerob. Sporanya tahan terhadap panas (suhu tinggi), mampu mendegradasi Xylandan karbohidrat (Cowandan Stell’s, 1973). Bacillus spp mempunyai sifat: (1) mampu tumbuh pada suhu lebih dari 50 oC dan suhu kurang dari 5 oC, (2) mampu bertahan terhadap pasteurisasi, (3) mampu tumbuh pada konsentrasi garam tinggi (>10%), (4) mampu menghasilkan spora dan (5) mempunyai daya proteolitik yang tinggi dibandingkan mikroba lainnya. Bacillus adalah salah satu genus bakteri yang berbentuk batang dan merupakan anggota dari divisi Firmicutes. Bacillus merupakan bakteri yang bersifat aerob obligat atau fakultatif, dan positif terhadap uji enzim katalase.Bacillus secara alami terdapat dimana-mana, dan termasuk spesies yang hidup bebas atau bersifat patogen. Beberapa spesies Bacillus menghasilkan enzim ekstraseluler sepertiprotease, lipase, amilase, dan selulase yang bisa membantu pencernaan dalam tubuh hewan (Wongsa dan Werukhamkul, 2007). Jenis Bacillus (B. cereus, B. clausii dan B. pumilus) termasuk dalam lima produk  probiotik komersil terdiri dari spora bakteri yang telah dikarakterisasi dan berpotensi untuk kolonisasi, immunostimulasi, dan aktivitas antimikrobanya (Duc et al., 2004).Beberapa penelitian telah berhasil mengisolasi dan memurnikan bakteriosin Bacillus sp.Gram positif diantaranya yaitu subtilin yang dihasilkan oleh Bacillus subtilis (Kleinetal.1993), megacin yang dihasilkan oleh B. megaterium (Tagg et al., 1976), coagulin dihasilkan oleh B. coagulans (Hyronimus, 1998), cerein dihasilkan oleh B. cereus (Oscariz dan Pisabarro, 2000), dan tochicin yang dihasilkan oleh B. thuringiensis (Paik et al., 1997).Bakteriosin merupakan zat antimikroba berupa polipeptida, protein, atau senyawa yang mirip protein. Bakteriosin disintesis diri bosom oleh bakteri selama masa pertumbuhannya dan umumnya hanya menghambat pertumbuhan galur-galur bakteri yang berkerabat dekat dengan bakteri penghasil bakteriosin (Kone & Fung, 1992). Menurut Tagg et al., (1976), kriteria yang merupakan ciri-ciri bakteriosin adalah sebagai berikut: (1) memiliki spektra aktivitas yang lebih sempit, (2) senyawa aktif merupakan polipeptida atau protein, (3) bersifat bakterisida, (4) mempunyai reseptor spesifik pada sel sasaran, 5) gen determinan terdapat pada plasmid. Senyawa antibiotik yang dihasilkan Bacillus sp adalah basitrasin, pumulin, laterosporin, gramisidin, dan tirocidin yang efektif melawan bakteri Gram positif serta kolistin dan polimiksin bersifat efektif melawan bakteri Gram negatif. Sedangkan difficidin memilikis pektrum lebar, mikobacilin dan zwittermicin bersifat antijamur (Todar, 2005).Kelebihan dan Kekurangan Bakteri Bacillus sp1. Kelebihan

Bacillus sp memiliki kemampuan dalam menghasilkan antibiotik yang berperan dalam nitrifikasi dan denitrifikasi

pengikat nitrogen, pengoksidasi selenium (Se), pengoksidasi dan pereduksi mangan (Mn) bersifat khemolitotrof, aerob dan fakultatif anaerob dapat melarutkan karbonat dapat melarutkan posfat, dan menurunkan pH substrat akibat asam organik yang

dihasilkannya dapat melakukan mineralisasi terhadap bahan organik kompleks baik berupa senyawa

polisakarida, protein maupun selulosa2. Kekurangan

Bacillus sp ini dapat dimanfaatkan pada tahap persiapan lahan tambak dan pembentukan air pada masa awal budidaya ikan/ udang. Pembentukan plankton, bakteri pembentuk flock, menurunkan pH dan stabilisasi alkalinitas berupa pembentukan buffer (penyanggah) bikarbonat-asam karbonat dapat terlaksana. Namun jika dilanjutkan terus dari masa pertengahan budidaya hingga akhir (panen) maka eutrofikasi air dapat terjadi, konsentrasi posfat dan nitrit dapat meningkat sebagai akibat pelarutan posfat dan degradasi protein dari sisa pakan dan kotoran ikan/ udang serta produksi nitrit yang intens dari hasil pernafasan denitrifikasi Bacillus sp.

Page 14: Mikrodas Goes to Uas

Rentang pH pagi – sore juga dapat bergerak melebar, akibat daya larut terhadap karbonat yang bisa menyebabkan ketidakseimbangan buffer bikarbonat-asam karbonat dan radikal karbonat terbentuk (kalsinasi). Disamping itu, enzim protease dan chitinase yang dihasilkan selama fermentasi Bacillus sp dapat secara ekstrim mengganggu siklus dan kesempurnaan moulting bagi udang.Secara individu, spesies-spesies Bacillus sp memiliki kemampuan khas masing-masing sehingga dapat dimanfaatkan dalam kegiatan budidaya ikan/ udang, yaitu:1) B. subtilis dan B. cereus  memiliki kemampuan untuk melakukan lysis terhadap cyanobacteria

(BGA) pada konsentrasi 103 sel/ml di air kolam. Menghasilkan cyanobacteriocyde sehingga cocok untuk digunakan sebagai kontrol biologi terhadap blooming blue green algae.   

2) B. megaterium dan B. polymyxa mampu menghasilkan antibiotik berupa megacin dan polymycin yang efektif untuk menekan pertumbuhbiakan vibrio, Escherchia colli dan Aeromonas. B. Polymyxa memiliki berbagai macam potensi termasuk antibiotik peptida, protease, dan berbagai macam enzim carbohydrateutilizing, seperti P-amilase,,-D-xilanase, pullulanase, glukosa isomerase, dan polygalacturonate liase.

3) B. coagulans dan B. lichenoformis mampu mensintesis secara cepat dan massal lectin dan polyhydroxyalkanoat (PHA) untuk polimerisasi activated sludge/bioflok, sehingga cocok untuk penebalan bioflok di air kolam/tambak jika diperlukan.   

4) B. subtilis dan B. coagulans mampu menghentikan diare/mencret pada ikan/udang jika digunakan sebagai aditive pada pakan. B. subtilis memiliki kemampuan memproduksi antibiotik dalam bentuk lipopeptida, salah satunya adalah iturin. Iturin membantu B. subtilis berkompetisi dengan mikroorganisme lain dengan cara membunuh mikroorganisme lain atau menurunkan tingkat pertumbuhannya. Iturin juga memiliki aktivitas fungisida terhadap pathogen. Serta menghasilkan subtilin sebagai antibiotik yang digunakan untuk menekan populasi abkeri pathogen. B. coagulans mampu menghasilkan enzim amilase dan lipase.

5) B. lichenoformis mampu menghasilkan enzim protease yang dapat meningkatkan daya cerna protein dari pakan sehingga mampu meningkatkan protein efficiency ratio pakan (fermented feed). Bakteri ini merupakan species bakteri yang mampu menghasilkan protease dalam jumlah yang relatif tinggi. Jenis protease yang dihasilkan oleh bakteri ini adalah enzim ekstraselular yang tergolong proteinase serin karena mengandung serin pada sisi aktifnya.   

6) B. subtilis dan B. lichenoformis dapat menghasilkan biosurfaktan yang mampu memotong gugus peptida dari toksin blue green algae.   

7) B. subtilis, B. cereus dan B. megaterium mampu mengoksidasi senyawa hidrokarbon seperti minyak bumi  dan fenol. B. megaterium merupakan produser utama untuk vitamin B12 dan penicillin. Selain itu, juga dapat memproduksi enzim yang berfungsi untuk sintetik steroid dan stabilitas yang baik dari plasmid rekombinan (Vary, 2007).

8) B. subtilis dan B. lichenoformis penghasil biosurfactan dengan jenis lipoprotein (biosurfactin).

Page 15: Mikrodas Goes to Uas

J. jsfd