migrain

34
i

Upload: ulimaasri

Post on 01-Feb-2016

221 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

jdgfuiefusdgds

TRANSCRIPT

Page 1: MigraIn

i

Page 2: MigraIn

MIGREN

A. DEFINISI

Nyeri menurut International Association for the Study of Pain (IASP)

merupakan perasaan sensori dan/atau emosional yang tidak menyenangkan yang

berkaitan dengan kerusakan jaringan baik yang sudah terjadi maupun yang

berpotensi terjadi. Salah satu alasan tersering pasien mengunjungi ahli neurologi

adalah nyeri kepala atau cephalgia.(1)

The International Headache Society (IHS) pada tahun 2013 membagi

nyeri kepala menjadi dua kategori utama yaitu nyeri kepala primer dan nyeri

kepala sekunder. Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala tanpa penyebab yang

jelas dan tidak berhubungan dengan penyakit lain, mencakup migraine, tension-

type headache, dan trigeminal autonomic cephalalgias (TACs). Sedangkan nyeri

kepala sekunder terjadi akibat gangguan organik lain, seperti infeksi, trauma,

tumor, trauma, gangguan homoeostasis, dan penyakit sistemik lain.(2)

Migrain diartikan sebagai nyeri kepala berulang yang penyebabnya belum

diketahui secara pasti dengan kelainan yang kompleks (neruovaskular) ditandai

dengan sakit kepala berulang, unilateral, dan pada beberapa kasus dikaitkan

dengan adanya aura yang timbul sebelum atau setelah nyeri kepala.(3)

B. EPIDEMIOLOGI

Menurut Nuprin Pain Report sebanyak 73% nyeri pada kepala adalah tipe

nyeri yang paling sering dialami. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lipton,

Steward, dan Korff (1997) menyatakan bahwa migren mengenai hampir 30 juta

orang di Amerika Serikat dan menyebabkan kerugian langsung dan tidak

langsung lebih dari 13 milyar US$ per tahun. Diperkirakan 14% dari populasi

dunia menderita migren dan pada tahun 2010-2011 diperkirakan sekitar 8,3% dari

2,7 juta jiwa penduduk Kanada dilaporkan terdiagnosis dengan migren.(4)

1

Page 3: MigraIn

Prevalensi migren di Kanada menunjukkan 23 hingga 26% dapat terjadi pada

wanita dan 7,8 hingga 10% pada pria.6 Rasio prevalensi perempuan terhadap pria

dengan migren sangat bervariasi sesuai usia, dimana sebelum usia 12 tahun,

migren lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak

perempuan. Setelah pubertas, migren semakin sering dijumpai pada perempuan

dan pada usia 20 tahun, rasio perbandingan perempuan terhadap laki-laki adalah

sekitar 2:1.(1, 4)

Migren diperkirakan dua sampai tiga kali lebih sering pada perempuan

daripada laki-laki dan paling sering terjadi pada perempuan berusia kurang dari

40 tahun, cenderung dijumpai dalam satu keluarga dan diperkirakan memiliki

dasar genetik. Sekitar 70% hingga 80% penderita migren memiliki anggota

keluarga dekat yang menderita nyeri kepala.(1)

Di Indonesia maupun negara berkembang lainnya, prevalensi penderita

migren cukup sulit diketahui secara pasti karena sebagian besar penderita tidak

terdiagnosis dan terobati dengan baik.

C. KLASIFIKASI(3)

Klasifkasi migrain berdasarkan konsensus PERDOSSI (Perhimpunan Dokter

Spesialis Saraf Indonesia) yang merupakan adaptasi International Headache

Society tahun 2013 :

Migren tanpa aura

Migren dengan aura

Sindrom periodik pada anak yang pada umumnya menjadi prekursor

migraine

Cyclical vomiting

Migren Abdominal

Vertigo paroksismal Benigna pada Anak

Migren retinal

Komplikasi migren

2

Page 4: MigraIn

Migren Kronik

Status Migrenosus (serangan migren > 72 jam)

Aura persisten tanpa infark

Migrenous infark

Migrene-Triggered Seizure

Probable Migrain

Dalam makalah ini, yang menjadi pembahasan pokok terutama migrain dalam

kelompok migrain tanpa aura dan migraine dengan aura.

D. ETIOLOGI

Penyebab terjadinya migren masih belum diketahui secara pasti, namun

ada beberapa faktor atau pemicu yang dapat menyebabkan terjadinya migren,

antara lain(2, 5, 6):

1. Riwayat anggota keluarga dengan riwayat nyeri kepala (faktor genetik

diyakini kuat berpengaruh terhadap munculnya migrain)

2. Perubahan hormon (esterogen dan progesterone) pada wanita, khususnya

pada fase luteal siklus menstruasi, kehamilan, menarke, menopause, dan

penggunaan kontrasepsi oral

3. Makanan yang bersifat vasodilator (anggur merah dan natrium nitrat),

vasokonstriktor (keju dan coklat), serta zat tambahan pada makanan

(monosodium glutamat dan pemanis buatan sakarin)

4. Stres berlebih, dan faktor psikologis lainnya seperti

5. Faktor fisik dan siklus tidur tidak teratur,

6. Rangsang sensorik (cahaya silau/berkedip dan bau menyengat),

7. Alkohol dan merokok

E. KAJIAN ANATOMI TERKAIT MIGREN

3

Page 5: MigraIn

Cranium atau tulang tengkorak adalah sekumpulan tulang yang saling

berhubungan satu sama lain yang di dalamnya terdapat cavum cranii yang berisi

otak atau encephalon. Cranium dibagi menjadi neurocranium dan viscero-

cranium, yang melindungi otak adalah neurocranium dan yang membentuk tulang

wajah adalah viscerocranium. Disebelah profunda dari cranium terdapat lembaran

jaringan ikat yang juga berfungsi melindungi otak disebut meninges yang terdiri

dari atas 3 lapis yaitu duramater, arachnoidmater, dan piamater. Selain itu kulit

kepala, otot, tendon, dan jaringan ikat atau fascia kepala yang letaknya lebih

superficial juga ikut berperan dalam melindungi otak. (1)

Dari semua struktur cranium tersebut, ada yang memiliki reseptor peka nyeri

dan ada yang tidak memiliki reseptor nyeri. Yang memiliki reseptor nyeri dibagi

menjadi struktur peka nyeri ekstrakranial dan intrakranial. Struktur peka nyeri

ekstrakranial antara lain kulit kepala, otot kepala, tendon, fascia, arteri

ekstrakranial, periosteum, sinus paranasalis, rongga hidung, rongga orbita, dan

nervus cervicalis (C2 dan C3). Sedangkan struktur peka nyeri intracranial antara

lain sinus venosus (sinus sagitalis), duramater, arteri meningea media, nervus

cranialis (trigeminus, facialis, glossofaringeus, dan vagus), dan arteri sirkulus

Willisi. Sedangkan struktur kranial yang tidak peka nyeri antara lain tulang

kepala, parenkim otak, ventrikel, dan plexus choroideus.(1, 7)

4

Page 6: MigraIn

Apabila terjadi rangsangan yang melibatkan reseptor peka nyeri pada struktur

cranium maka akan menyebabkan nyeri kepala atau cephalgia. Jika nyeri kepala

melibatkan struktur di dua per tiga fossa cranium anterior (supratentorium) maka

nyeri akan diproyeksikan ke daerah frontalis, temporalis, dan parietalis yang

diperantarai oleh nervus trigeminal, dan jika nyeri kepala melibatkan struktur di

daerah fossa cranii posterior (infratentorial) maka nyeri akan diproyeksikan ke

daerah occipitalis, leher, dan belakang telinga yang diperantarai oleh nervus

cervicalis atas C1, C2, dan C3.(7, 8)

Nyeri kepala dipengaruhi oleh nukleus trigeminoservikalis yang merupakan

nosiseptif yang penting untuk kepala, tenggorokan dan leher bagian atas. Semua

aferen nosiseptif dari saraf trigeminus, fasial, glosofaringeus, vagus, dan saraf

dari C1 ± 3 beramifikasi pada grey matter area ini. Nukleus trigeminoservikalis

terdiri dari tiga bagian yaitu pars oralis yang berhubungan dengan transmisi

sensasi taktil diskriminatif dari regio orofasial, pars interpolaris yang

berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif seperti sakit gigi, pars

kaudalis yang berhubungan dengan transmisi nosiseptif dan suhu.(7)

Terdapat over lapping dari proses ramifikasi pada nukleus ini seperti

aferendari C2 selain beramifikasi ke C2, juga beramifikasi ke C1 dan C3. Selain

itu, aferen C3 juga akan beramifikasi ke C1 dan C2. Hal ini lah yang

menyebabkan terjadinya nyeri alih dari pada kepala dan leher bagian atas. 

Nyeri alih biasanya terdapat pada oksipital dan regio fronto orbital darikepala

dan yang jarang adalah daerah yang dipersarafi oleh nervus maksiliaris

dan mandibularis. Ini disebabkan oleh aferen saraf tersebut tidak atau hanya

sedikit yang meluas ke arah kaudal. Lain halnya dengansaraf oftalmikus dari

trigeminus. Aferen saraf ini meluas ke pars kaudal.(1, 7) 

Saraf trigeminus terdiri dari 3 yaitu V1, V2, dan V3. V1 , oftalmikus,

menginervasi daerah orbita dan mata, sinus frontalis, duramater dari fossa kranial

dan falx cerebri serta pembuluh darah yang berhubungan dengan bagian

duramater ini.(8)

5

Page 7: MigraIn

V2, maksilaris, menginervasi daerah hidung, sinus paranasal, gigi bagian atas,

dan duramater bagian fossa kranial medial. V3, mandibularis, menginervasi

daerah duramater bagian fossa cranial medial, rahang bawah dan gigi, telinga,

sendi temporomandibular dan otot menguyah.(8)

Selain saraf trigeminus terdapat saraf kranial VII, IX, X yang innervasi

meatus auditorius eksterna dan membran timfani. Saraf kranial IX menginnervasi

rongga telinga tengah, selain itu saraf kranial IX dan X innervasi faring dan

laring.(8)

Gambar 2. Proyeksi Nyeri pada Supratentorium dan Infratentorium

Saraf servikalis yang terlibat dalam sakit kepala adalah C1, C2, dan C3.

Ramus dorsalis dari C1 menginnervasi otot suboccipital triangle - obliquus

superior, obliquus inferiorda n rectus capitis posterior majorda n minor. Ramus

dorsalis dari C2 memiliki cabang lateral yang masuk ke otot leher superfisial

posterior, longis simus capitisda n splenius sedangkan cabang besarnya bagian

medial menjadi greater occipital nerve. Saraf ini mengelilingi pinggiran bagian

bawah dari obliquus inferior, dan balik ke bagian atas serta ke bagian belakang

melalui semispinalis capitis, yang mana saraf ini di suplai dan masuk ke kulit

kepala melalui lengkungan yang dikelilingi oleh superior nuchal line dan the

aponeurosis of trapezius. Melalui oksiput, saraf ini akan bergabung dengan saraf

lesser occipital yang mana merupakan cabang dari pleksus servikalis dan

6

Page 8: MigraIn

mencapai kulit kepala melalui pinggiran posterior dari sternokleidomastoid.

Ramus dorsalis dari C3 memberi cabang lateral ke    longissimus capitisda n

splenius. Ramus ini membentuk 2 cabang medial. Cabang superfisial medial

adalah nervus oksipitalis ketiga yang mengelilingi sendi C2-

3 zygapophysial bagian lateral dan posterior. (1, 7)

Pada nyeri kepala migraine, walaupun patomekanisme defek anatomi belum

dapat ditentukan secara pasti, diyakini bahwa adanya perangsangan pada saraf

yang hiperaktif dan pembuluh darah yang berdilatasi di intracranial, memicu

pengeluaran sitokin proinflamasi yang merangsang reseptor nyeri intracranial dan

di perivaskular (nervus trigeminus), yang kemudian dipersepsikan sebagai nyeri

kepala unilateral daerah frontotemporal dengan kualitas yang berdenyut.

Pembahasan ini akan lebih detail pada bagian patomekanisme.

F. PATOMEKANISME

Mekanisme pasti terjadinya migrain belum sepenuhnya diketahui, dan sampai

saat ini masih terus berkembang. Hal ini diakibatkan banyaknya faktor genetik

dan lingkungan serta proses neurovaskular yang terjadi pada migrain turut

memberikan kontribusi terhadap kejadian penyakit. Prinsip utama yang dapat

dipahami disini bahwa, adanya perangsangan pada struktur peka nyeri intracranial

(seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya) oleh stimulasi mekanis,

kimia, dan gangguan autoregulasi neurovaskular menyebabkan terstimulasinya

nosiseptor yang ada di struktur peka nyeri. Asal nosiseptor tersebut terbagi dua

bagian, untuk struktur supratentorial berasal dari nervus trigeminus pars

ophtalmica, dan untuk infratentorial berasal dari nervus spinalis C1-C3. Belum

jelasnya mekanisme migraine membuat para pakar neurologi melakukan

penelitian yang berkesinambungan dan menghasilkan beberapa teori yang

menjelaskan terjadinya migrain. Berikut penjelasan dari teori-teori tersebut.

7

Page 9: MigraIn

1. Teori Vaskular

Gambar 3. Teori Vaskular

Teori vaskular merupakan teori pertama yang berkembang pada sejarah

penelitian migrain. Teori ini dikembangkan oleh Wolf dkk tahun 1940-an

yang mengemukaan bahwa adanya gangguan kaliber pembuluh darah

menyebabkan terjadinya nyeri kepala migren. Disebutkan bahwa dengan

adanya faktor pencetus oleh mekanisme yang belum diketahui, menyebabkan

terjadinya vasokontriksi pembuluh darah serebral. Hal ini menjelaskan

timbulnya aura pada sebagian kasus di mana ambang untuk terjadinya aura

rendah. Setelah vasokonstriksi, diikuti dengan vasodilatasi pembuluh darah

yang menekan dan mengaktifkan nosiseptor perivaskular di intracranial, yang

mencetuskan terjadinya nyeri kepala. Nyeri kepala yang terjadi bersifat

unilateral dengan kualitas berdenyut, disebabkan oleh perangsangan saraf

nyeri di dinding pembuluh darah.(7, 9, 10)

Namun, teori ini masih belum dapat menjelaskan gejala prodromal dan

gejala lain yang terjadi sebelum serangan migrain. Selain itu, obat-obat yang

dapat meredakan nyeri kepala, tidak semuanya bekerja melalui vasokonstriksi

pembuluh darah, dan belakangan diketahui dengan penelitian menggunakan

8

Page 10: MigraIn

teknik pencitraan mutakhir untuk melihat aliran darah otak, ditemukan bahwa

kejadian migrain tanpa aura memiliki aliran darah serebral yang konstan pada

sebagian besar pasien.(7, 9, 10)

Belakangan diteliti lebih lanjut oleh Schoonman dkk, disimpulkan bahwa

vasodilatasi pembuluh intrakranial tidak berperan dalam patogenesis migrain,

kemudian oleh Elkind dkk didapatkan bahwa mekanisme nyeri kepala sangat

ditentukan oleh diameter dinding pembuluh darah ekstrakranial. Dalam

penelitiannya (Elkind dkk) didapatkan aliran darah frontotemporal meningkat

pada subjek dengan nyeri kepala dibandingkan dengan kontrol (P<0,005), dan

nyeri kepala mereda setelah diberikan ergotamin tartrat disertai dengan

penurunan alirah darah frontotemporal, yang merupakan cabang dari arteri

karotis eksterna.(7, 9, 10)

2. Teori Neurovaskular/ Trigeminovaskular Sistem

Gambar 4. Teori Neurovaskular

Teori neurovaskular pada prinsipnya menjelaskan bahwa adanya migrain

disebabkan oleh mekanisme neurogenik yang kemudian menyebabkan

gangguan perfusi serebral.

9

Page 11: MigraIn

Adanya vasodilatasi akibat aktivitas NOS dan produksi NO akan

merangsang ujung saraf trigeminus pada pembuluh darah sehingga

melepaskan CGRP (calcitonin gene-related peptide). CGRP akan berikatan

pada reseptornya di sel mast meningens dan akan merangsang pengeluaran

mediator inflamasi sehingga menimbulkan inflamasi steril pada neuron.

CGRP juga bekerja pada arteri serebral dan otot polos yang akan

mengakibatkan peningkatan aliran darah.(9,11)

Selain itu, CGRP akan bekerja pada post junctional site second order

neuron yang bertindak sebagai transmisi impuls nyeri. Teori sistem saraf

simpatis, aktifasi sistem ini akan mengaktifkan lokus sereleus sehingga terjadi

peningkatan kadar epinefrin.

Selanjutnya, sistem ini juga mengaktifkan nukleus dorsal sehingga terjadi

peningkatan kadar serotonin. Peningkatan kadar epinefrin dan serotonin akan

menyebabkan konstriksi dari pembuluh darah lalu terjadi penurunan aliran

darah di otak. Penurunan aliran darah di otak akan merangsang serabut saraf

trigeminovaskular. Jika aliran darah berkurang maka dapat terjadi aura.

Apabila terjadi penurunan kadar serotonin maka akan menyebabkan dilatasi

pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial yang akan menyebabkan nyeri

kepala pada migren.(9,11)

3. Teori Cortical Spreading Depression (CSD)(7,12,11)

Cortical Spreading Depression (CSD) merupakan teori yang pertama kali

dikemukakan oleh Leao (1944) yang menjelaskan mekanisme migrain dengan

aura. CSD adalah gelombang neuron eksitatorik pada substansia grisea

korteks dari daerah cetusan asal (biasanya dimulai di regio occipital) dengan

kecepatan rambat 2-6 mm/ menit, yang kemudian menyebabkan periode

refrakter pada area yang telah dilewari arus. Depolarisasi yang terjadi ini

menyebabkan terjadinya fase aura, yang kemudian mengaktifkan nervus

trigeminal, yang menyebabkan fase nyeri kepala. Mekanisme neurokimia

yang terjadi selama fase perambatan yaitu pengeluaran kalium ke ekstrasel,

10

Page 12: MigraIn

atau pengeluaran glutamat (asam amino eksitatorik) dari jaringan saraf. Hal

ini menyebabkan terjadinya depolarisasi yang merambat dan merangsang

jaringan sekitarnya untuk mengeluarkan neurotrasnmitter eksitatorik juga,

sehingga terjadilah CSD. Pada pemeriksaan Positron Emission Tomography

(PET) terlihat bahwa aliran darah cenderung berkurang selama fase aura/CSD.

Fase ini juga menurunkan laju metabolisme sel. Walaupun selama CSD terjadi

perambatan impuls saraf disertai penurunan laju metabolisme yang

menyebabkan terjadinya aura, adakalanya oligemia yang terjadi tidak

mencapai ambang dalam mencetuskan aura seperti yang terjadi pada migrain

tanpa aura.

Gambar 5. Cortical Spreading Depression

Adanya perambatan CSD kemudian mengaktivasi sistem

trigeminovaskular, yang selanjutnya akan merangsang nosiseptor pada

pembuluh darah duramater untuk mengeluarkan zat pemicu nyeri, seperti

calcitonin-gene related peptide (CGRP), substansia P, vasoactive intestinal

peptide (VIP) dan neurokinin A, yang kemudian berperan dalam terjadinya

sterile inflammation dan mekanisme nyeri.

Sebagai tambahan, melalui beberapa jalur mekanisme, CSD meningkatkan

ekspresi gen pengkode siklooksigenase (COX-2), Tumor Necrosis Factor-α

(TNF-α), interleukin 1β, dan enzim metaloproteinase. Aktivasi

metaloproteinase menyebabkan kerusakan sawar darah otak, yang

menyebabkan pengeluraran kalium, nitrit oksida, adenosin, dan produk lain

11

Page 13: MigraIn

yang dihasilkan akibat CSD mejangkau dan merangsang ujung sarafbebas

nervus trigeminal terutama pada perivaskular duramater.

G. MANIFESTASI KLINIS

Gambar 6. Perjalanan Penyakit Migrain

Migrain merupakan nyeri kepala primer dengan serangan yang sering

berulang. Seseorang menjadi vulnerabel/beresiko, apabila terdapat faktor gen

seperti ATP1A2 yang mengode subunit α2 pompa Na-K (kromosom 1), gen yang

mengode kanal kalsium tipe P/Q, dan gangguan ekspresi reseptor dopamin, maka

ambang seseorang untuk terjadinya serangan migrain itu lebih besar, dan

kemungkinan rekurensinya juga lebih besar.(2)

Selain faktor genetik, seseorang dengan lingkungan yang penuh dengan

pencetus migrain (seperti yang telah dijelaskan sebelumnya) juga membuat orang

rentan terhadap migrain. Setelah kedua faktor itu terpenuhi, maka terjadi

serangan.

Fase prodromal terjadi beberapa hari hingga beberapa jam sebelum nyeri

kepala. Fase ini merupakan gejala-gejala non-spesifik yang biasanya dialami

penderita seperti lemas, terus mengantuk, rasa haus, anorexia, sangat sensitif

12

Page 14: MigraIn

terhadap cahaya, aroma, dan suara, sering berkemih, sangat menginginkan satu

makanan tertentu, mudah marah, dsb.(2,3,12)

Fase Aura yaitu fase yang dialami oleh penderita migrain dengan aura

(migrain klasik). Aura merupakan sekelompok manifestasi neurologi fokal yang

muncul maksimal selama 60 menit pada saat sebelum serangan nyeri atau

bersamaan dengan munculnya nyeri. Aspek neurologi yang terkena itu visual,

sensorik, dan berbahasa, baik itu bersifat positif atau negatif, dan cenderung

reversibel. Contoh gejalanya yaitu terdapat skotoma multipel atau soliter, defek

lapang pandang homonim hemianopia, gangguan penglihatan total, gejala

sensorik seperti parestesia mulai dari tangan hingga kewajah yang dapat diikuti

oleh rasa baal, serta gejala gangguan berbahasa. Fase ini dapat tidak ada pada

pasien dengan migrain tanpa aura.(2,3,12)

Fase nyeri kepala, berlangsung 4-72 jam dengan intensitas nyeri sedang-berat,

berdenyut, bersifat unilateral (kadang bilateral) dengan predileksi di fronto-

temporal, serta cenderung bertambah ketika aktivitas fisik meningkat.(12)

Fase postdromal merupakan gejala ikutan pasca serangan nyeri kepala, dapat

berlangsung hingga 24 jam, dengan karakteristik pasien merasa lelah, mood tidak

stabil, nyeri otot, dan kurang nafsu makan.(2,12)

H. DIAGNOSIS

Diagnosis migraine, baik itu migraine tanpa aura (common migraine) maupun

migraine klasik (classic migraine) sepenuhnya berdasarkan gejala klinik. Gejala

yang paling utama adalah adanya keluhan nyeri kepala unilateral di regio

frontotemporal (meskipun nyeri bilateral juga terdapat pada sebagian kecil kasus),

yang terjadi secara tiba-tiba akibat faktor pencetus dengan kualitas berdenyut

berintensitas nyeri sedang-berat. Adapun kriteria diagnosis untuk migraine tanpa

aura adalah sebagai berikut(2, 3) :

A. Sedikitnya terdapat 5 serangan nyeri kepala, DAN memenuhi criteria B-D

13

Page 15: MigraIn

B. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (belum diobati atau

sudah diobati namun belum berhasil)

C. Nyeri kepala disertai dua dari empat ciri-ciri berikut :

1. Lokasi unilateral

2. Berdenyut

3. Intensitas nyeri sedang-berat

4. Keadaan diperberat oleh aktivitas fisik atau aktivitas di luar kebiasaan

rutin (berjalan atau menaiki tangga)

D. Selama serangan nyeri kepala, minimal terdapat satu dari gejala berikut

1. Mual dan/atau muntah

2. Fotofobia dan fonofobia

E. Tidak berkaitan dengan penyakit lain

Selain migraine tanpa aura, dikenal juga migraine dengan aura (classic

migraine). Aura sendiri diartikan sebagai gejala disfungsi serebral fokal yang

pulih menyeluruh dalam jangka waktu < 60 menit yang dapat terjadi sebelum

serangan nyeri kepala (sebagian besar kasus), pada saat serangan atau setelah

serangan. Adapun kriteria diagnosis migraine dengan aura, yaitu(2, 3) :

A. Sedikitnya dua serangan nyeri kepala yang memenuhi criteria B dan C

B. Satu atau lebih gejala aura yang reversibel berikut :

1. Visual

2. Sensorik

3. Bicara dan/atau bahasa

4. Motorik

5. Batang Otak

6. Retinal

C. Sedikitnya dua dari empat karakteristik berikut :

1. Sedikitnya satu gejala aura yang berkembang secara bertahap selama ≥

5 menit, dan/atau dua atau lebih gejala aura yang terjadi berurutan

2. Gejala aura berlangsung selama 5-60 menit

14

Page 16: MigraIn

3. Sedikitnya satu gejala aura yang terjadi bersifat unilateral

4. Gejala aura bersamaan atau diikuti dengan gejala nyeri kepala sesuai

dengan criteria migrain tanpa aura

D. Tidak berkaitan dengan nyeri kepala akibat penyakit lain dan Transient

Ischemic Attack (TIA) telah disingkirkan.

I. DIAGNOSIS BANDING

Migren termasuk nyeri kepala primer yang dimana penyebabnya belum

diketahui secara pasti. Untuk mendiagnosisnya pun menurut PERDOSSI cukup

dengan gejala klinis saja sesuai kriteria diagnosis yang telah ditetapkan. Sehingga,

butuh pengenalan lebih lanjut mengenai gejala dan tanda khas dari migrain agar

dapat membedakannya dengan nyeri kepala tipe lain. Berikut adalah tabel

perbandingan masing-masing nyeri kepala yang dipertimbangkan sebagai

diagnosis banding migrain.

Tabel 1. Diagnosis Banding Migren12

Tipe Lokasi Umur Gejala Klinik Faktor

Pencetus

Migren

tanpa aura

Fronto-

temporal

(uni-

bilateral)

Dewasa

muda, kadang

anak-anak

Nyeri sedang-

berat,

berdenyut

Cahaya,

suara,

alkohol,

gangguantidur

Migren

dengan aura

Sama

dengan atas

Sama dengan

atas

Sama dengan

atas +

gangguan

sensorik,

visual, otonom

Sama dengan

atas

Cluster

Headache

Orbito-

temporal

Dewasa muda

dan laki-laki

Nyeri hebat,

tidak

Tidak

diketahui

15

Page 17: MigraIn

(Nyeri

kepala

kluster)

dewasa (90%) berdenyut,

lakrimasi,

rinore, injeksio

konjungtiva

pasti, alkohol

pada beberapa

kasus

Tension

Headache

( Nyeri

kepala

ketegangan

)

Fronto-

Oksipital,

menyeluruh

Dewasa

muda, usia

pertengahan,

terkadang

anak-anak,

wanita>pria

Tertekan,

terikat tali,

tidak

berdenyut,

berlangsung

berhari-hari,

bulan, tahunan

Kelelahan,

stress psikis

Temporal

Arteritis

(Giant-Cell

Arteritis

Unilater-

bilateral di

regio

temporalis

Usia >50

tahun

Nyeri

berdenyut,

kemudian

persisten dan

terasa terbakar,

nyeri tekan

arteri

Tidak ada

Neuralgia

Trigeminal

Unilateral,

mengikuti

persarafan

sensorik

n.trigeminus

pada kepala

Usia

umumnya 60-

70 tahun

Nyeri seperti

tertusuk, berat,

dan muncul

mendadak

Mengunyah,

berbicara,

menyikat gigi,

menyentuh

area/lokasi

nyeri

J. PENATALAKSANAAN

16

Page 18: MigraIn

Secara umum, penanganan migren terbagi dalam terapi farmakologis dan non-

farmakologis. Di mana untuk terapi non-farmakologis adalah dengan menghindari

faktor pencetus serangan, seperti perubahan pola tidur (kurang tidur/ tidur

berlebih), makanan yang merangsang, cahaya terlalu terang, stres, kelelahan,

perubahan cuaca, dsb.(3)

Untuk terapi farmakologis, dibagi dalam dua bagian, yaitu terapi abortif dan

terapi profilaksis. Terapi abortif bertujuan untuk menangani serangan nyeri akut.

Terapi lini pertama adalah sebagai obat abortif nonspesifik untuk serangan ringan

sampai sedang atau serangan berat atau berespons baik terhadap obat yang sama,

dapat dipakai golongan analgesik atau NSAID yang dijual bebas. Dosis obat lini 1

yang dapat diberikan yaitu(3) :

Paracetamol 100-600 mg/ 6-8 jam

Aspirin 500-1000 mg/ 6-8 jam, maksimal 4 gram/ hari

Ibuprofen 400-800 mg/ 6 jam, maksimal 2,4 gr/ hari

Ketorolac 60 mg IM tiap 15-30 menit, maksimal 120 mg/hari, tidak boleh

lebih dari 5 hari

Potasium diklofenak 50 mg-100 mg/hari, dosis tunggal

Sodium naproksen 275 – 550 mg/ 2-6 jam, dosis maksimal 1,5 gr/ hari

Steroid seperti dexametahson atau methylprednisolon dapat menjadi

pilihan pada pasien dengan status migrenosus (serangan migrain >72

jam)

Terapi lini kedua adalah sebagai obat abortif spesifik apabila tidak responsif

terhadap analgesik dan NSAID (obat abortif nonspesifik) seperti golongan triptan

dan dihidroergotamin (DHE) (Tabel 2). Golongan triptan digunakan pada migren

sedang sampai sedang atau migren ringan sampai sedang yang tidak responsif

terhadap analgesik atau NSAID. Sedangkan golongan dehidroergotamin seperti

alkaloid ergot (ergotamin tartat) walaupun efikasinya tidak lebih baik dari triptan

namun golongan tersebut memiliki rekurensi yang lebih rendah pada beberapa

pasien. Selain itu, alkaloid ergot dapat menginduksi drug overuse headache

17

Page 19: MigraIn

sangat cepat pada dosis sangat rendah sehingga penggunaannya dibatasi hanya

sampai 10 hari per bulan dan tidak boleh diberikan pada pasien dengan penyakit

kardiovaskuer dan cerebrovaskuler, hipertensi, gagal ginjal, kehamilan, dan masa

laktasi. Obat golongan triptan bekerja dengan cara agonisasi dari reseptor 5HT IB/ID

seperti sumatriptan 6 mg subkutan atau 50-100 mg per oral, atau derivat ergot

seperti ergotamin 1-2 mg yang dapat diberikan secara oral, subkutan ataupun

rektal.(13)

Pemberian antiemetik diberikan pada serangan migren akut untuk mengatasi

nausea dan potensi emesis, diduga obat-obat antiemetik meningkatkan resorpsi

analgesik. Metoklopramid 20 mg direkomendasikan untuk dewasa dan remaja

sedangkan domperidon 10 mg untuk anak-anak.(13)

Terapi profilaktik umumnya diindikasikan apabila pasien mengalami lebih

dari dua kali serangan migren per bulan atau yang aktivitas sehari-harinya

terganggu akibat nyeri kepala. Obat yang dapat digunakan antara lain amitriptilin,

propranolol, dan nadolol sebagai lini pertama. Untuk lini kedua dapat digunakan

topiramat, gabapentin, venlafaksin, kandesartan, lisinopril, magnesium, dan

riboflavin. Untuk lini ketiga, dapat dipakai flunarizin,pizotifen, dan natrium

divalproat. Beberapa pertimbangan khusus sebelum dokter memberikan

profilaktik meliputi ada tidaknya hipertensi atau penyakit kardiovaskuler,

gangguan mood, insomnia, kejang, obesitas, kehamilan, dan toleransi rendah

terhadap efek samping medikasi.(13)

K. PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

Pada umumnya migren dapat sembuh sempurna jika dapatmengurangi

paparan atau menghindari faktor pencetus,dan meminum obat yang teratur. Tetapi

berdasarkan penelitian dalam beberapa studi, terjadi peningkatan resiko untuk

menderita stroke pada pasien riwayat migren, terutama pada perempuan. Namun,

hingga saat ini masih kontroversial dan diperdebatkan.(1)

18

Page 20: MigraIn

Komplikasi dari migrain yaitu meningkatnya resiko untuk terserang stroke.

Didapatkan bahwa pasien migrain baik perempuan maupun laki-laki beresiko 2-5

kali untuk mendapatkan stroke subklinis serebellum, terutama yang mengalami

migrain dengan aura. Selain itu, migrain juga dapat memicu timbulnya

komplikasi penyakit metabolik pada seseorang seperti diabetes melitus dan

hipertensi, dyslipidemia, dan penyakit jantung iskemik.(13)

19

Page 21: MigraIn

DAFTAR PUSTAKA

1. Hartwig M WL. Nyeri. In: Price S WL, editor. Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC; 2015. p. 1063-101.

2. (IHS) IHS. Headache Classification. International Headache Society.

2013;33(9):629-808.

3. Arifputra A AT. Migrain. In: Chris Tanto d, editor. Kapita Selekta

Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius; 2014. p. 967.

4. Ramage-Morin PL GH. Prevalence of migraine in the canadian household

population. . Canada: Stat Can. 2014.

5. un-Edelstein C MA. "Foods and supplements in the management of migraine

headaches". The Clinical Journal of Pain 2009;25(5):446-52.

6. Lay CB, SW "Migraine in women". Neurologic Clinics 2009;27(2):503-11.

7. Guyton. Guyton textbook of Medical Physiology. USA: Elsevier; 2009.

8. Netter FM. Atlas Anatomi Manusia. USA: Elsevier saunders; 2011.

9. Cutrer F, Charles, A. The Neurogenic Basis of Migraine. Headache: The

Journal of Head and Face Pain. 2008;48:1411-4.

10. Shevel E. The Extracranial Vascular Theory of Migraine. HeadacheMedscape.

2011;51(3):409-17.

11. Goadsby, P. Pathophysiology of migraine. Ann Indian Acad Neurol. 2012

Aug; 15(Suppl 1): S15–S22.

12. Ropper, A., Brown, R. Adams and Victor’s Principles of Neurology ed 8th.

USA : McgrawHill; 2005

13. Anurogo D. Penatalaksanaan migren. RS PKU Muhammadiyah Palangkaraya,

Kalimantan Tengah, 2012.

20

Page 22: MigraIn

21