metodologi penelitian hadis

22
BAB I PENDAHULUAN Penelitian terhadap Alquran bukan mempertanyakan kebenaran Alquran sebagai wahyu, tetapi mengkaji Alquran akan melahirkan sejumlah bidang. Kajian itu meliputi proses turunnya Alquran, termasuk faktor sosiologis dan kultural masyarakat pada saat Alquran diturunkan. Kajian ini melibatkan ilmu antropologi, sosiologi, dan sejarah. Hadits Nabi merupakan sumber ajaran Islam, di samping Al- Qur’an. Dilihat dari periwayatannya, hadits Nabi berbeda dengan Al-Qur’an. Untuk Al-Qur’an, semua periwayatan ayat- ayatnya berlangsung secara mutawatir, sedang untuk hadits Nabi, sebagian periwayatannya berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung secara ahad. Karenanya Al-Qur’an dilihat dari segi periwayatannya mempunyai kedudukan sebagai qat’i al-wurud, dan sebagian lagi, bahkan yang terbanyak, berkedudukan sebagai zanni al-wurud. Dengan demikian, dilihat dari segi periwayatannya, seluruh ayat Al-qur’an tidak perlu dilakukan penelitian tentang orisinalitasnya, sedang hadis Nabi, dalam hal ini yang berkategori ahad, diperlukan penelitian. Dengan penelitian itu akan diketahui, apakah hadis yang bersangkutan dapat dipertanggungjawabkan periwayatannya berasal dari Nabi atau tidak. ii

Upload: rifqipang

Post on 21-Jun-2015

1.633 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Tugas Om ku

TRANSCRIPT

Page 1: Metodologi penelitian hadis

BAB I

PENDAHULUAN

Penelitian terhadap Alquran bukan mempertanyakan kebenaran Alquran sebagai

wahyu, tetapi mengkaji Alquran akan melahirkan sejumlah bidang. Kajian itu meliputi proses

turunnya Alquran, termasuk faktor sosiologis dan kultural masyarakat pada saat Alquran

diturunkan. Kajian ini melibatkan ilmu antropologi, sosiologi, dan sejarah.

Hadits Nabi merupakan sumber ajaran Islam, di samping Al-Qur’an. Dilihat dari

periwayatannya, hadits Nabi berbeda dengan Al-Qur’an. Untuk Al-Qur’an, semua

periwayatan ayat-ayatnya berlangsung secara mutawatir, sedang untuk hadits Nabi, sebagian

periwayatannya berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung secara ahad.

Karenanya Al-Qur’an dilihat dari segi periwayatannya mempunyai kedudukan sebagai qat’i

al-wurud, dan sebagian lagi, bahkan yang terbanyak, berkedudukan sebagai zanni al-wurud.

Dengan demikian, dilihat dari segi periwayatannya, seluruh ayat Al-qur’an tidak perlu

dilakukan penelitian tentang orisinalitasnya, sedang hadis Nabi, dalam hal ini yang

berkategori ahad, diperlukan penelitian. Dengan penelitian itu akan diketahui, apakah hadis

yang bersangkutan dapat dipertanggungjawabkan periwayatannya berasal dari Nabi atau

tidak.

ii

Page 2: Metodologi penelitian hadis

BAB II

MATODOLOGI PENELITIAN HADITS

A. KONSEP PENELITIAN HADITS

Penelitian ke-Islaman merupakan suatu keharusan, yaitu meneliti tentang ajaran

Islam dari berbagai aspeknya, termasuk normatif dan aktualitasnya. Pengkajian Islam

normatif dimaksudkan adalah penelaahan lebih jauh ajaran Islam yang bersumber dari

Alquran dan Sunnah Nabi yang berimplikasi pada lahirnya aturan-aturan normatif yang

lain, seperti persoalan fikih, teologi, dan tasawuf. Aspek normatif adalah pengkajian

Islam atas refleksi keagamaan secara fakultas, agar perkembangan masyarakat muslim

semakin maju. Sementara pengkajian non-normatif adalah pengkajian terhadap aspek

antropologis, sosiologis, dan historis umat Islam itu sendiri.

Dampak langsung dari gairah atau kesadaran penelitian ke-Islaman adalah

penyegaran khazanah intelektualitas dalam Islam dengan pengkajian yang sistematis dan

struktur yang berampak pada pencerahan terhadap iklim sportivitas ilmiah dalam Islam.

Hal ini berdampak langsung kepada gairah umat Islam untuk kembali mengkaji Alquran

dan Hadis Nabi sebagai sumber utama ajaran Islam. Dalam keadaan demikian, Alquran

dan Hadis Nabi tidak hanya dipahami sebagai dogma ilahiyah-mabawiyah, tapi dapat

dijadikan sebagai sumber teori.

Demikian halnya dengan penelitian terhadap Hadis Nabi. Riwayat-riwayat hadis

yang tersebar dalam berbagai kitab hadis memerlukan penelitian yang sangat serius

terhadap sanad dan matan-nya untuk membuktikan bahwa riwayat itu betul-betul berasal

dari nabi. Kajian terhadap riwayat-riwayat tersebut membutuhkan pendekatan dari

berbagai disiplin ilmu, seperti sejarah, sosiologi, dan antropologi.

Ada beberapa faktor yang menjadikan penelitian hadits berkedudukan sangat

penting. Berikut ini dikemukakan beberapa faktor tersebut.

1. Hadits Nabi Sebagai Salah Satu Sumber Ajaran Islam

Cukup banyak ayat Al-Qur’an yang memerintahkan orang-orang yang beriman untuk

patuh dan mengikuti petunjuk-petunjuk Nabi Muhammad, utusan Allah SWT.

Sebagian dari ayat-ayat Al-Qur’an itu adalah sebagai berikut :

a. Al-Qur’an, Surah al-Hasyr/59;57

“...Apa yang diberikan oleh Rasul kepadamu, maka hendaklah kamu

menerimanya: dan apa yang dilarangnya bagimu, maka hendaklah kamu

meninggalkannya (apa yang dilarangnya itu)...”

ii

Page 3: Metodologi penelitian hadis

b. Al-Qur’an, Surah Ali Imran/3;32

Katakanlah : “Taatilah Allah dan Rasul-Nya; apabila engkau berpaling, maka

(ketahuilah bahwa) sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang

kafir”.

c. Al-Qur’an, Surah an-Nisa’/4;80

Barangsiapa yang mematuhi Rasul itu, maka sungguh orang itu telah

mematuhi Allah ...

d. Al-Qur’an, Surah al-Ahzab/33;21

Sungguh telah ada pada diri Rasulullah keteladanan yang baik bagimu, (yakni)

bagi orang yang mengharap (akan rahmat) Allah, (meyakini akan kedatangan)

hari kiamat, dan banyak menyebut (dan ingat akan) Allah.

Dengan petunjuk ayat-ayat di atas maka jelaslah bahwa hadis atau sunnah Nabi

Muhammad merupakan sumber ajaran Islam, di samping al-Qur’an. Orang yang menolak

hadis sebagai salah satu sumber ajaran Islam berarti orang itu menolak petunjuk Al-

Qur’an.

Dengan meyakini bahwa hadis Nabi merupakan bagian dari sumber ajaran Islam,

maka penelitian hadis khususnya hadis ahad sangat penting. Penelitian itu dilakukan

untuk upaya menghindarkan diri dari pemakaian dalil-dalil hadis yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan sebagai sesuatu yang berasal dari Rasulullah SAW.Sekiranya

hadis Nabi hanya berstatus sebagai data sejarah belaka, niscaya penelitian hadis tidaklah

begitu penting. Hal itu tampak jelas pada sikap ulama ahli kritik hadis dalam menghadapi

berbagai kitab sejarah (siratun-Nabi). Kritik yang diajukan ulama hadis terhadap apa

yang termuat dalam berbagai kitab-kitab sejarah tidaklah seketat kritik yang mereka

ajukan kepada berbagai hadis yang termuat dalam kitab-kitab hadis, khususnya yang

berkaitan erat dengan pokok-pokok ajaran agama.

2. Tidaklah Seluruh Hadits Tertulis pada Zaman Nabi

Nabi pernah melarang para sahabat untuk menulis hadits Beliau. Selain itu, Nabi juga

pernah menyuruh para sahabat untuk menulis hadits Beliau.

Kebijakan Nabi tersebut telah menimbulkan terjadinya perbedaan pendapat di

kalangan ulama, bakhan di kalangan para sahabat nabi, tentang boleh atau tidaknya

penulisan hadits.

Dengan kenyataan tersebut maka memang sangat logis bila dinyatakan bahwa

tidaklah seluruh hadits nabi telah tertulis pada zaman nabi. Hal itu membawa akibat

bahwa hadis nabi tidak terhindar dari kemungkinan salah dalam periwayatannya. Itu

ii

Page 4: Metodologi penelitian hadis

berarti saksi-saksi sejarah yang terlibat dalam periwayatan harus dilakukan penelitian.

Dengan demikian, kedudukan penelitian yang mampu menerangkan tingkat

kebenaran suatu riwayat menjadi sangat penting.

3. Telah Timbul Berbagai Pemalsuan Hadits

Pada mulanya, faktor yang mendorong seseorang melakukan pemalsuan hadis adalah

kepentingan politik. Pada masa itu telah terjadi pertentangan politik antara Ali bin Abi

Thalib dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Para pendukung masing-masing tokoh telah

melakukan berbagai upaya untuk memenangkan perjuangan mereka. Salah satu upaya

yang telah dilakukan oleh sbagian dari mereka itu ialah pembuatan hadis-hadis palsu.

Selanjutnya, faktor-faktor kepentingan ekonomi, keinginan menyenangkan hati

pejabat (“menjilat” kepada penjabat), dan lain-lain telah ikut pula dalam

“menyemarakkan” pembuatan hadis-hadis palsu.

Dengan telah terjadinya pemalsuan-pemalsuan hadis tersebut, maka kegiatan

penelitian hadis menjadi sangat penting, tanpa dilakukan penelitian, maka hadis nabi

akan bercampur aduk dengan yang bukan hadis dan ajaran Islam akan dipenuhi oleh

berbagai hal yang menyesatkan umatnya.

4. Proses Penghimpunan Hadits yang Memakan Waktu Lama

Jarak waktu antara masa penghimpunan hadis dan kewafatan Nabi cukup lama. Hal

itu membawa akibat bahwa berbagai hadis yang dihimpun dalam berbagai kitab

menuntut penelitian yang seksama untuk menghindarkan diri dari penggunaan dalil

hadis yang tidak dapat dipertanggungjawabkan validitasnya.

5. Jumlah Kitab Hadits yang Banyak dengan Metode Penyusunan yang Beragam

Jumlah kitab hadis yang telah disusun oleh ulama periwayat hadis cukup banyak.

Jumlah itu sangat sulit dipastikan angkanya sebab mukharrijul-hadis (ulama yang

meriwayatkan hadis dan sekaligus melakukan penghimpunan hadis) tidak terhitung

banyaknya. Apalagi, sebagian dari para penghimpun hadis itu ada yang menghasilkan

karya himpunan hadis lebih dari satu kitab.

Metode penyusunan kitab-kitab himpunan hadis tersebut ternyata tidak seragam. Hal

itu memang logis sebab yang lebih ditekankan dalam kegiatan penulisan itu bukanlah

metode penyusunannya, melainkan penghimpunan hadisnya.

Masing-masing mukharrijul-hadis memiliki metode sendiri-sendiri, baik dalam

penyusunan sistematikanya dan topik yang dikemukakan oleh hadis yang

dihimpunnya, maupun kriteria kualitas hadisnya masing-masing. Karena itu tidaklah

ii

Page 5: Metodologi penelitian hadis

mengherankan bila pada masa sesudah kegiatan penghimpinan itu, ulama menilai dan

membuat kriteria tentang peringkat kualitas kitab-kitab himpunan hadis tersebut.

Dalam kriteria kegiatan yang beragam terhadap hadis-hadis yang dihimpun dalam

kitab-kitab hadis tersebut, maka kualitas hadis-hadisnya menjadi tidak selalu sama.

Untuk mengetahui apakah hadis-hadis yang termuat dalam berbagai kitab himpunan

itu berkualitas sahih ataukah tidak, diperlukan kegiatan penelitian. Dengan

melaksanakan kegiatan penelitian tersebut akan dapat terhindar sedapat mungkin

penggunaan dalil hadis yang tidak memenuhi kriteria sebagai hujjah.

6. Telah Terjadi Periwayatan Hadits Secara Makna

Pada umumnya para sahabat nabi membolehkan periwayatan hadis secara makna.

Walaupun ada juga sahabat yang melarang periwayatan hadis secara makna.

Perbedaan pandangan tentang periwayatan hadis secara makna itu terjadi juga

dikalangan ulama sesudah zaman sahabat. Ulama yang membolehkan periwayatan

secara makna menekankan pentingnya pemenuhan syarat-syarat yang cukup ketat,

misalnya periwayat yang bersangkutan harus mendalam pengetahuannya tentang

bahasa Arab, hadis yang diriwayatkan bukanlah bacaan yang bersifat ta’abbudi.

B. LANDASAN NORMATIF PENELITIAN HADITS

Sebagian dari ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi landasan dalam penelitian hadis

adalah sebagai berikut :

a. Al-Qur’an, Surah al-Hasyr/59;57

�ُه�وا ... �ُه� َف�انَت �ْم� َع�ْن �ُه�اُك ُس�وُل� َف�ُخ�ُذ�َوُه� َو�َم�ا ن �ْم� الَّر� �اُك َو�َم�ا آَت ...

“...Apa yang diberikan oleh Rasul kepadamu, maka hendaklah kamu

menerimanya: dan apa yang dilarangnya bagimu, maka hendaklah kamu

meninggalkannya (apa yang dilarangnya itu)...”

Menurut ulama, ayat tersebut memberi petunjuk secara umum, yakni bahwa

semua perintah dan larangan yang berasal dari Nabi wajib dipatuhi oleh orang-

orang yang beriman. Dengan demikian, kewajiban patuh kepada Rasulullah

merupakan konsekuensi logis dari keimanan seseorang.

b. Al-Qur’an, Surah Ali Imran/3;32

ii

Page 6: Metodologi penelitian hadis

Katakanlah : “Taatilah Allah dan Rasul-Nya; apabila engkau berpaling, maka

(ketahuilah bahwa) sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang

kafir”.

Menurut penjelasan utama, ayat tersebut memberi petunjuk bahwa bentuk

ketaatan kepada Allah adalah dengan mematuhi petunjuk Al-Qur’an, sedang

bentuk ketaatan kepada Rasulullah adalah dengan mengikuti sunnah atau hadis

beliau.

c. Al-Qur’an, Surah an-Nisa’/4;80

......

Barangsiapa yang mematuhi Rasul itu, maka sungguh orang itu telah

mematuhi Allah ...

Ayat tersebut mengandung petunjuk bahwa kepatuhan kepada Rasulullah

merupakan salah satu tolak ukur kepatuhan seseorang kepada Allah.

d. Al-Qur’an, Surah al-Ahzab/33;21

Sungguh telah ada pada diri Rasulullah keteladanan yang baik bagimu, (yakni)

bagi orang yang mengharap (akan rahmat) Allah, (meyakini akan kedatangan)

hari kiamat, dan banyak menyebut (dan ingat akan) Allah.

Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa Nabi Muhammad adalah teladan hidup

bagi orang-orang beriman. Bagi mereka yang sempat bertemu langsung dengan

Rasulullah, maka cara meneladani Rasulullah dapat mereka lakukan secara langsung,

sedang bagi mereka yang tidak sezaman dengan Rasulullah, maka cara meneladani

Rasulullah adalah dengan mempelajari, memahami, dan mengikuti berbagai petunjuk

yang termuat dalam sunnah atau hadis Beliau.

C. PERKEMBANGAN HISTORIS PENELITIAN HADITS

Dalam sejarah dan bahkan sampai saat ini, ada sekelompok kecil orang-orang

yang mengaku diri mereka sebagai orang Islam, tetapi mereka menolak hadis atau

sunnah Rasulullah sebagai sumber ajaran Islam. Mereka dikenal sebagai orang-orang

ii

Page 7: Metodologi penelitian hadis

yang berpaham inkarus-sunnah. Cukup banyak alasan yang mereka ajukan untuk

menolak hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam. Alasa-alasan yang mereka ajukan itu

ada yang berupa dalil-dalil naqli, dalil-dalil ‘aqli, argumen-argumen sejarah dan lain-

lain. Semua alasan yang mereka ajukan itu ternyata sangat lemah. Mereka yang

berpaham inkarus-sunnah itu pada umumnya orang-orang yang tidak memiliki

pengetahuan yang kuat tentang bahasa Arab, ‘ulumul-tafsir, ‘ulumul-hadis, khususnya

berkenaan dengan sejarah penghimpunan sejarah Islam, dan bahkan dasar-dasar pokok

dari pengetahuan Islam.

Untuk itu penelitian hadis sampai sekarang ini masih terus dilakukan. Dengan

melaksanakan kegiatan penelitian tersebut akan dapat terhindar sedapat mungkin

penggunaan dalil hadis yang tidak memenuhi kriteria sebagai hujjah.

D. OBYEK, SASARAN DAN KEMUNGKINAN HASIL PENELITIAN HADITS

1. Obyek Penelitian Hadits

Obyek penelitian hadis ada 2 macam, yaitu rangkaian para periwayat yang

menyampaikan riwayat hadis, yang dikenal dengan istilah sanad, dan materi atau

matan hadis itu sendiri.

2. Sasaran Penelitian Hadits

Tujuan pokok penelitian hadis, baik dari segi sanad maupun dari segi matan adalah

untuk mengetahui kualitas hadis yang diteliti. Kualitas hadis sangat perlu diketahui

dalam hubungannya dengan kehujahan hadis yang bersangkutan. Hadis yang

kualitasnya tidak memenuhi syarat tidak dapat digunakan sebagai hujjah. Pemenuhan

syarat itu diperlukan karena hadis merupakan salah satu sumber ajaran Islam.

Penggunaan hadis yang tidak memenuhi syarat akan dapat mengakibatkan ajaran

Islam tidak sesuai dengan apa yang seharusnya.

Hadis yang diteliti adalah hadis yang berstatus ahad. Untuk hadis yang berstatus

mutawatir, ulama menganggap tidak perlu untuk melakukan penelitian lebih lanjut

sebab hadis mutawatir telah menimbulkan keyakinan yang pasti bahwa hadis yang

bersangkutan berasal dari Nabi.

Pernyatan ulama tersebut tidaklah berarti bahwa terhadap hadis yang berstatus

mutawatir tidak dapat dilakukan penelitian lagi. Penelitian terhadap hadis mutawatir

tetap saja dapat dilakukan,, hanya saja yang menjadi tujuan penelitian bukanlah untuk

mengetahui bagaimana kualitas sanad dan matan hadis yang bersangkutan, melainkan

ii

Page 8: Metodologi penelitian hadis

untuk mengetahui atau untuk membuktikan apakah benar hadis tersebut berstatus

mutawatir.

Ulama hadis sesungguhnya telah melakukan penelitian terhadap seluruh hadis yang

ada, baik yang ternuat dalam berbagai kitab hadis maupun yang termuat dalam kitab

non-hadis. Namun penelitian hadis masih diperlukan pada saat sekarang karena

beberapa hal berikut :

Hasil penelitian yang dikemukakan oleh ulama pada dasarnya tidak terlepas

dari 2 kemungkinan, yakni benar dan salah. Jadi hadis tertentu yang

dinyatakan berkualitas sahih oleh seorang ulama hadis masih terbuka

kemungkinan ditemukannya kesalahan setelah dilakukan penelitian kembali

secara lebih cermat.

Pada kenyataannya, tidak sedikit hadis yang dinilai sahih oleh ulama hadis

tertentu, tetapi dinilai tidak sahih oleh ulama tertentu lainnya. Padahal, suatu

berita itu tidak terlepas dari 2 hal, yaitu benar dan salah. Dengan begitu,

penelitian kembali masih perlu dilakukan, minimal untuk mengetahui sebab-

sebab terjadinya perbedaan hasil penelitian itu.

Pengetahuan manusia berkembang dari masa ke masa. Perkembangan

pengetahuan itu sudah selayaknya dimanfaatkan untuk melihat kembali hasil-

hasil penelitian yang telah lama ada.

Ulama hadis adalah manusia biasa, yang tidak terlepas dari berbuat salah.

Karenanya tidak mustahil bila hasil penelitian yang telah mereka kemukakan,

masih dapat ditemukan letak kesalahannya setelah dilakukan penelitian

kembali.

Penelitian hadis mencakup penelitian sanad dan matan. Dalam penelitian

sanad, pada dasarnya yang diteliti adalah kualitas pribadi dan kapasitas

intelekttual para periwayat yang terlibat dalam sanad, di samping metode

periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat itu. Menilai

seseorang tidaklah semudah menilai benda mati. Dapat saja seseorang yang

dinyatakan baik pribadinya, padahal kenyataan adalah sebaliknya. Kesulitan

menilai pribadi seseorang ialah karena pada diri seseorang terdapat berbagai

dimensi yang dapat mempengaruhi pribadinya. Karena itu tidaklah

mengherankan bila dalam menilai periwayat hadis, tidak jarang ulama

berbeda pendapat. Ini berarti, penelitian memang tidak hanya diperlukan

ii

Page 9: Metodologi penelitian hadis

kepada periwayat saja, tetapi juga kepada ulama yang menilai para periwayat

tersebut.

Dengan beberapa alasan di atas, maka dapatlah dinyatakan bahwa penelitian ulang

terhadap hadis yang telah pernah dinilai oleh ulama tetap saja memiliki manfaat.

Penelitian ulang merupakan salah satu upaya untuk selain mengetahui seberapa

jauh tingkat akurasi penelitian ulama terhadap hadis yang mereka teliti, juga untuk

menghindarkan diri dari penggunaan dalil hadis yang tidak memenuhi syarat

dilihat dari segi kehujahan.

Dengan adanya manfaat untuk mengadakan penelitian ulang tersebut bukan berati

bahwa seluruh hasil penelitian ulama terhadap hadis harus diragukan. Kenyataan

sering menunjukkan bahwa setelah penelitian ulang dilakukan, ternyata banyak

hasil penelitian yang telah dilakukan ulama pada masa lalu memiliki tingkat

keakuratan yang tinggi, bahkan sangat tinggi. Yang menentukan tingkat akurasi

hasil penelitian tidak berkaitan dengan masalah metodologi saja, tetapi juga

masalah kecerdasan dan penguasaan pengetahuan yang dimiliki oleh peneliti.

3. Kemungkinan Hasil Penelitian Hadits

a. Dilihat dari jumlah periwayat hadits

Hadis yang diteliti mungkin memiliki sanad yang banyak dan mungkin tidak.

Yang memiliki sanad yang banyak mungkin melibatkan periwayat yang

banyak. Yang melibatkan periwayat yang banyak mungkin termasuk hadis

mutawatir dan mungkin tidak termasuk hadis mutawatir.

Apabila hadis yang diteliti berstatus mutawatir, maka telah berakhirlah

kegiatan penelitian terhadap hadis yang bersangkutan.

Apabila hadis yang diteliti tidak berstatus mutawatir, jadi berstatus ahad, maka

kegiatan penelitian masih belum berakhir. Kegiatan penelitian terhadap hadis

ahad baru dinyatakan berakhir bila sanad dan matan hadis yang bersangkutan

telah diteliti dan diketahui kualitasnya.

b. Dilihat dari kualitas sanad dan matan hadits

Suatu hadis dinyatakan berstatus ahad bila sejumlah periwayat hadis tersebut,

baik pada sebagian maupun seluruh tingkat sanadnya tidak banyak sehingga

tidak tergolong dalam hadis mutawatir.

Untuk mempermudah pengenalan berbagai macam hadis dilihat dari sanad dan

matannya masing-masing, maka ulama menciptakan berbagai istilah (misal

hadis masyhur,hadis gharib,dll).

ii

Page 10: Metodologi penelitian hadis

Dalam hubungannya dengan kemungkinan hasil penelitian hadis dilihat dari

kedaan sanad dan matannya, serta dengan melihat adanya sanad dan matan

hadis yang bermacam-macam, maka harus dimaklumi bila kualitas hadis yang

diperoleh akan cukup bervariasi. Misalnya, hadis yang diteliti ternyata

sanadnya sahih, tetapi matannya da’if; atau sanadnya da’if, tetapi matannya

sahih; atau sanadnya sahih dan matannya juga sahih; atau sanadnya da’if dan

matannya juga da’if. Variasi tersebut akan bertambah lagi dengan adanya

kualitas hasan.

Dengan diketahuinya kualitas hadis yang bersangkutan, maka selesailah

penelitian hadis dilihat dari keadaan sanad dan matannya itu.

ii

Page 11: Metodologi penelitian hadis

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Obyek penelitian hadis ada 2 macam, yaitu rangkaian para periwayat yang

menyampaikan riwayat hadis, yang dikenal dengan istilah sanad, dan materi atau matan

hadis itu sendiri.

Tujuan pokok penelitian hadis, baik dari segi sanad maupun dari segi matan

adalah untuk mengetahui kualitas hadis yang diteliti.

Kemungkinan hasil penelitian hadist dibagi 2 yaitu :

1. Dilihat dari jumlah periwayat hadits

Hadis yang diteliti mungkin memiliki sanad yang banyak dan mungkin tidak. Yang

memiliki sanad yang banyak mungkin melibatkan periwayat yang banyak. Yang

melibatkan periwayat yang banyak mungkin termasuk hadis mutawatir dan mungkin

tidak termasuk hadis mutawatir.

Apabila hadis yang diteliti tidak berstatus mutawatir, jadi berstatus ahad, maka

kegiatan penelitian masih belum berakhir. Kegiatan penelitian terhadap hadis ahad

baru dinyatakan berakhir bila sanad dan matan hadis yang bersangkutan telah diteliti

dan diketahui kualitasnya.

2. Dilihat dari kualitas sanad dan matan hadits

Suatu hadis dinyatakan berstatus ahad bila sejumlah periwayat hadis tersebut, baik

pada sebagian maupun seluruh tingkat sanadnya tidak banyak sehingga tidak

tergolong dalam hadis mutawatir.

Dengan diketahuinya kualitas hadis yang bersangkutan, maka selesailah penelitian

hadis dilihat dari keadaan sanad dan matannya itu.

ii

Page 12: Metodologi penelitian hadis

DAFTAR PUSTAKA

Ismail, Syuhudi. 1992. “Metodologi Penelitian Hadis Nabi”. Bulan Bintang : Jakarta

ii

Page 13: Metodologi penelitian hadis

METODOLOGI PENELITIAN HADITS

DISUSUN OLEH :

Rustam Ipindi 07.14.0008

JURUSAN :

Tafsir Hadist

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUSSALAM

MARTAPURA

2009

ii

Page 14: Metodologi penelitian hadis

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena hanya berkat rahmat,

hidayah dan karunia-Nya penulis berhasil mengerjakan makalah ini tepat pada waktunya.

Pada Kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih setulus-tulusnya atas segala

dukungan dan bantuan dari beberapa pihak selama proses pengerjaan.

1. H.Abdul Kadir Syukur,M.Ag sebagai dosen pengajar Tafsir C.

2. Orang tua yang selalu memberikan doa dan dukungan.

3. Teman-teman yang terus membantu dan tidak bisa disebutkan satu persatu.

Tiada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari

sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk

perbaikan di masa mendatang.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi banyak pihak.

Martapura, Desember 2009

Penulis

ii

Page 15: Metodologi penelitian hadis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

BAB II MENYOGOK ATASAN

A. KONSEP PENELITIAN HADITS .................................................................... 2

B. LANDASAN NORMATIF PENELITIAN HADITS ........................................ 5

C. PERKEMBANGAN HISTORIS PENELITIAN HADITS ............................... 6

D. OBYEK, SASARAN DAN KEMUNGKINAN

HASIL PENELITIAN HADITS ........................................................................ 7

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN .................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA

ii