metodologi penelitian

72
A. Pengertian penelitian Penelitian adalah suatu proses dari langkah-langkah yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi untuk meningkatkan pemahaman tentang suatu topik atau isu. Di tingkat umum, penelitian terdiri atas tiga langkah yaitu mengajukan pertanyaan, mengumpulkan data untuk menjawab pertanyaan tersebut, menyajikan jawaban untuk pertanyaan trsebut. Penelitian penting karena tiga alasan, yaitu : 1. Penelitian dapat menambah pengetahuan 2. Penelitian memperbaiki praktik 3. Penelitian menginformasikan perdebatan kebijakan B. Beberapa pemasalahan penelitian saat ini Beberapa permasalahan dalam penelitian diantaranya adalah masalah data yang patut dipertanyakan. Penulis tertentu belum mampu mengumpulkan informasi dari orang yang mampu memahami dan mengatasi masalahnya. Jumlah partisipannya mungkin terlalu rendah yang menyebabkan masalah dalam menarik kesimpulan yang tepat. Survei yang digunakan dalam suatu studi mungkin berisi pertanyaan yang ambigu dan kabur. Pada tingkat teknis,peneliti mungkin telah memilih statistik yang tidak tepat untuk menganalisis datanya. Tentu saja, tidak otomatis menjadi penelitian yang “baik” hanya karena penelitian itu dipublikasikan dalam jurnal ternama. C. Enam langkah dalam proses penelitian 1. Identifikasi permasalahan penelitian 1

Upload: pristanti

Post on 14-Apr-2017

541 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: metodologi penelitian

A. Pengertian penelitian

Penelitian adalah suatu proses dari langkah-langkah yang digunakan untuk

mengumpulkan dan menganalisis informasi untuk meningkatkan pemahaman tentang suatu

topik atau isu. Di tingkat umum, penelitian terdiri atas tiga langkah yaitu mengajukan

pertanyaan, mengumpulkan data untuk menjawab pertanyaan tersebut, menyajikan jawaban

untuk pertanyaan trsebut. Penelitian penting karena tiga alasan, yaitu :

1. Penelitian dapat menambah pengetahuan

2. Penelitian memperbaiki praktik

3. Penelitian menginformasikan perdebatan kebijakan

B. Beberapa pemasalahan penelitian saat ini

Beberapa permasalahan dalam penelitian diantaranya adalah masalah data yang patut

dipertanyakan. Penulis tertentu belum mampu mengumpulkan informasi dari orang yang

mampu memahami dan mengatasi masalahnya. Jumlah partisipannya mungkin terlalu rendah

yang menyebabkan masalah dalam menarik kesimpulan yang tepat. Survei yang digunakan

dalam suatu studi mungkin berisi pertanyaan yang ambigu dan kabur. Pada tingkat

teknis,peneliti mungkin telah memilih statistik yang tidak tepat untuk menganalisis datanya.

Tentu saja, tidak otomatis menjadi penelitian yang “baik” hanya karena penelitian itu

dipublikasikan dalam jurnal ternama.

C. Enam langkah dalam proses penelitian

1. Identifikasi permasalahan penelitian

Identifikasi permasalahan penelitian terdiri atas penetapan suatu masalah

untuk diteliti, mengembangkan justifikasi untuk menelitinya dan mengemukakan

pentingnya penelitian untuk menyeleksi pembaca yang akan membaca laporannya.

2. Tinjauan kepustakaan

Tinjauan kepustakaan berarti menemukan berbagai rangkuman, buku, jurnal,

dan publikasi terindeks tentang suatu topik, memilih secara selektif kepustakaan mana

yang akan dimasukkan kedalam tinjauan pustaka dan setelah itu merangkum

kepustakaan dalam laporan tertulis.

3. Penetapan maksud penelitian

Maksud penelitian terdiri atas pengidentifikasian maksud atau tujuan utama

untuk penelitian dan mempersempitnya menjadi pertanyaan atau hipotesis penelitian

1

Page 2: metodologi penelitian

tertentu. Pernyataan maksud mengandung fokus utama penelitian, partisipan dalam

penelitian, dan lokasi atau tempat penelitian.

4. Pengumpulan data

Pengumpulan data berarti mengidentifikasi dan menyeleksi individu-individu

untuk penelitian, mendapatkan izin untuk meneliti mereka, dan mengumpulkan

informasi dengan menanyakan kepada mereka atau mengobservasi perilaku mereka.

5. Analisis dan interpretasi data

Setelah mengumpulkan data, maka data analisis dan interpretasi dapat

diartikan mengkaji informasi dan memilah-milah data, setelah itu menyatukan data

tersebut dan merangkumnya. Data tersebut direpresentasikan dalam bentuk tabel,

angka dan gambar untuk merangkumnya dan menjelaskan kesimpulannya dalam

bentuk kata-kata untuk memberikan jawaban atas pertanyaan penelitian.

6. Pelaporan dan evaluasi penelitian

Laporan penelitian melibatkan keputusan tentang pembaca, menstrukturkan

laporan dengan format yang dapat diterima oleh para pembaca dan setelah itu menulis

laporan dengan cara yang peka terhadap semua pembaca. Struktur untuk laporan

penelitian akan bervariasi sesuai dengan pembacanya , mulai dari format formal

untuk tesis dan disertasi sampai dokumen yang lebih informal untuk laporan internal

sekolah. Para pembaca laporan akan memiliki standar tersendiri untuk menilai

kualitas penelitian dengan menggunakan standar yang dikemukakan oleh individu di

bidang pendidikan.

D. Ciri Khusus Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif Dalam Keenam Langkahnya

Berdasarkan sifat permasalahan penelitian dan pertanyaan-pertanyaan yang akan

dilontarkan untuk menjawab permasalahan (dan dengan menyertakan tinjauan

kepustakaan yang menetapkan pentingnya permasalahan tersebut), peneliti memilih jalur

kuantitatif dan kualitatif. Permasalahan, pertanyaan dan tinjauan kepustakaan membantu

mengarahkan penelitian ke arah jalur kuantitatif dan kualitatif. Pada gilirannya, hal ini

menginformasikan rancangan penelitian yang akan digunakan dan prosedur yang terlibat

di dalamnya, seperti sampling, instrumen atau protokol pengumpulan data, prosedur,

analisis data, dan interpretasi final hasilnya.

Ciri khusus penelitian kuantitatif

Mendeskripsikan permasalahan penelitian melalui deskripsi tren atau kebutuhan

akan penjelasan tentang hubungan diantara beberapa variabel.

2

Page 3: metodologi penelitian

Memberikan peran utama untuk kepustakaan dengan mengemukakan pertanyaaan

penelitian yang akan dilontarkan dan menjustifikasi permasalahan penelitian serta

menciptakan kebutuhan akan arah penelitian (pernyataan maksud dan pertanyaan

atau hipotesis penelitian)

Membuat pentanyaan maksud, pernyataan penelitian, dan hipotesis yang spesifik,

sempit, dapat diukur, dan dapat diobservasi.

Mengumpulkan data numerik dari sejumlah besar orang dengan menggunakan

berbagai instrument dengan pertanyaan dan respons/jawaban yang telah ditetapkan

sebelumnya.

Menganalisis tren, membandingkan kelompok, atau menghubungkan variabel

dengan menggunakan analisis statistik dan menginterpretasi hasil dengan prediksi

sebelumnya dan penelitian terdahulu.

Menulis laporan penelitian dengan menggunakan struktur dan kriteria evaluasi yang

sudah fixed dan standar, dan mengambil pendekatan yang objektif dan tidak terbias.

Ciri khusus penelitian kualitatif

Dalam penelitian kualitatif, terdapat ciri khusus utama yang berbeda di setiap

tahap proses penelitian, yaitu :

Mengeksplorasi permasalahan dan mengembangkan pemahaman terperinci tentang

fenomena sentral

Menjadikan tinjauan kepustakaan memainkan peran kecil tetapi menjustifikasi

permasalahannya.

Menyebutkan maksud dan pertanyaan penelitian dalam bentuk open – ended

(terbuka) untuk menangkap pengalaman partisipan.

Mengumpulkan data yang didasarkan pada kata-kata (misalnya, dari wawancara)

atau dari gambar (misalnya foto)

Menganalisis data untuk deskripsi dan tema dengan menggunakan analisis teks dan

menginterpretasi makna yang lebih besar dari temuannya.

Menulis laporan dengan menggunakn stuktur yang fleksbel dan kriteria evaluatif

serta memasukan reflektivitas dan bias subjektif peneliti.

E. Persamaan Dan Perbedaan Antara Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif

Persamaan penelitian kuantitatif dan kualitatif terdapat pada prosedur

pengumpulan data. Pengumpulan data kuatitatif dan kualitatif dapat menerapkan

pendekatan yang sama, seperti wawancara dan observasi. Akan tetapi, pendekatan

3

Page 4: metodologi penelitian

kuantitatif menggunakan pendekatan yang lebih tertutup yang penelitinya

mengidentifikasi sejumlah kategori respons (misalnya, sangat setuju, sangat tidak setuju,

dan sebagainya). Sementara itu, pendekatan kuantitatif lebih terbuka yang penelitinya

menanyakan pertayaan-pertayaan umum tentang partisipan dan partisipan membentuk

berbagai kemungkinan respons (misalnya, dalam wawancara dengan guru,seorang

peneliti kualitatif mungkin menanyakan, apa makna pengembangan profesional bagi

anda? ).

Ada perbedaan yang jelas di luar bentuk pengumpulan data. Dalam analisis data,

prosedurnya cukup berbeda. Pada penelitian kuantitatif, peneliti menyandarkan diri pada

analisis statistik (analisis matematis) data, yang biasanya dalam bentuk lumerik. Dalam

penelitian kualitatif, statistik tidak digunakan untuk mengalisis data. Peneliti menganalisis

kata-kata (misalnya transkripsi dari wawancara) atau gambar (misalnya, foto). Peneliti

kualitatif menganalisis data untuk mengelompokan mereka menjadi berbagai makna

pemahaman yang lebih besar, misalnya kode, kategori, atau tema. Format pelaporannya

biasanya juga berbeda, stuktur kuantitatif mengikuti mengikutkan bagian pendahuluan,

tinjauan kepustakaan, metode, hasil, dan kesimpulan. Sedangkan penelitian kualitatif,

sebagian bagian ini mungkin hilang, seperti tinjauan kepustakaan dalam penelitian

Shelden et al. (2010), dan formatnya mungkin lebih berupa pembuka dengan vinyet atau

cerita pribadi, pembeberan cerita, penggunaan kutipan ekstensif dari partisipan, serta

refleksi pribadi dari peneliti.

Terdapat tiga faktor dalam memutuskan penggunaan pendekatan kuantitatif atau

kualitatif

1. Cocokan pendekatan dengan permasalahan penelitian

Permasalahan yang cocok untuk penelitian kuantitatif adalah permasalahan yang tren

atau penjelasannya perlu dibuat. Sedangkan untuk penelitian kualitatif, permasalahan

perlu dieksplorasi untuk mendapakan pemahaman yang mendalam

2. Sesuaikan pendekatan dengan pembaca laporan penelitian

3. Kaitakan pendekatan dengan pengalaman pribadi dan pelatihan

No. Penelitian Kuantitatif Penelitian Kualitatif

1 Kejelasan Unsur; tujuan, pendekatan,

subjek, sumber data sudah mantap dan

rinci sejak awal

Kejelasan unsur; subjek sampel, sumber

data tidak mantap dan rinci, masih

fleksibel, timbul dan berkembang sambil

4

Page 5: metodologi penelitian

jalan (emergent)

2 Langkah penelitian: segala sesuatu

direncanakan sampai matang ketika

persiapan disusun

Langkah penelitian : baru diketahui

dengan mantap dan jelas setelah

penelitian selesai

3 Dapat menggunakan sampel dan hasil

penelitiannya diberlakukan untuk

populasi.

Tidak dapat menggunakan pendekatan

populasi dan sampel. Dengan kata lain,

dalam penelitian kualitatif tidak dikenal

istilah populasi dan sampel. Istilah yang

digunakan adalah setting. Hasil

penelitian hanya berlaku bagi setting

yang bersangkutan.

4 Hipotesis : (jika memang perlu) :

a. Mengajukan hipotesis yang akan

diuji dalam penelitian.

b. Hipotesis menentukan hasil yang

diramalkan

Hipotesis :

a. Tidak mengemukakan hipotesis,

tetapi dapat lahir selama

penelitian berlangsung tentatif

b. Hasil penelitian terbuka.

5. Desain : dalam desain jelas langkah-

langkah penelitian dan hasil yang

diharakan

Desain : desain penelitiannya adalah

fleksibel dengan langkah dan hasil yang

tidak dapat dipastikan sebelumnya.

6. Pengumpulan data : kegiatan dalam

pengumpulan data memungkinkan

untuk diwakilkan.

Pengumpulan data : kegiatan

pengumpulan data selalu harus

dilakukan sendiri oleh peneliti.

7. Analisis data : dilakukan sesudah semua

data terkumpul

Analisis data : dilakukan bersamaan

dengan pengumpulan data.

(Arikunto, 2013 : 28)

F. Rancangan Penelitian Yang Diasosiasikan Dengan Penelitian Kuantitatif Dan

Kualitatif

Rancangan penelitian adalah prosedur spesifik yang terlibat dalam proses

penelitian : pengumpulan data, analisis data, dan menulis laporan.

1. Rancangan eksperimental

Rancangan eksperimental juga disebut penelitian intervensi atau penelitian

perbandingan kelompok adalah prosedur dalam penelitian kuantitatif yang

peneltinya menentukan apakah kegiatan atau materi menciptakan perbedaan pada

hasil partisipan.

5

Page 6: metodologi penelitian

2. Rancangan korelasional

Rancangan korelasional adlah prosedur dalam penelitian kuantitatif yang

digunakan peneliti untuk mengukur derajat keterkaitan (hubungan) antara dua

variabel atau lebih dengan menggunakan prosedur statistik analisis korelasi.

Derajat keterkaitan ini yang dinyatakan sebagai angka, menunjukan apakah dua

variabel berhubungan atau apakah yang satu dapat memprediksi yang lain. Untuk

melakukannya, meneliti satu kelompok individu dan bukan dua kelompok atau

lebih seperti pada eksperimen.

3. Rancangan Survei

Rancangan survei adalah prosedur dalam penelitian kuantitatif yang digunakan

peneliti untuk mengadministrasikan suatu survei atau kuesioner ke sekelompok

kecil orang yang disebut sampel. Untuk mengidentifikasi tren dalam sikap,

pendapat, perilaku atau ciri khusus sekelompok besar orang disebut populasi.

4. Rancangan Grounded- theory designs

Grounded- theory designs adalah prosedur kualitatif yang sistematis yang

digunakan peneliti untuk memunculkan penjelasan umum (berasaskan) pandangan

partisipan, yang disebut grounded theory yang menjelaskan proses, tindakan, atau

interaksi diantara partisipan. Prosedur untuk mengembnagkan teori ini termasuk

mengumpulkan data wawancara, mengembangkan dan mengaitkan kategori

(tema) informasi, dan menyusun gambar atau mode visual yang memotret

penjelasan umumnya.

5. Rancangan Etnografis

Rancangan etnografis adalah prosedur kualitatif untuk mendeskripsikan,

menganalisis, dan menginterpretasikan pola-pola yang sama dalam perilaku,

keyakinan, dan bahasa suatu kelompok budaya, yang berkembang seiring waktu.

Dalam etnografi, penelit memberikan gambara terperinci tentang kelompok yang

berbagi budaya berdasarkan berbagai macam sumber informasi. Etnografer juga

mendeskripsikan kelompok dalam ranahnya, mengeksplorasi tema atau masalah

yang berkembang seiring waktu selama kelmpok berinteraksi, dan membuat potret

terperinci kelompok itu.

6. Rancangan penelitian naratif

Rancangan penelitian naratif adalah prosedur kualitatif yang digunakan peneliti

untuk mendeskripsikan kehidupan individu, mengumpulkan dan bercerita tentang

kehidupan individu tersebut, dan menulis narasi tentang pengalaman mereka.

6

Page 7: metodologi penelitian

7. Rancangan metode campuran (mixed methods designs)

Rancangan metode campuran adalah prosedur unuk mengumpulkan,

menganalisis, dan mencampur data kualitatif dan kuantitatif dalam suatu

penelitian atau serangkaian penelitian multi fase. Dalam proses ini, perlu

memutuskan tentang maksud penelitian, penekanan yang akna anda berikan

kepada masing-masing bentuk data (prioritas), bentuk data yang akan

dikumpulkan terlebih dahulu, mengintegrasikan, menghubungkan, atau

melekatkan, menggunakan teori untuk memandu penelitian.

8. Rancangan Action Research

Rancangan Action Research adalah prosedur sistematis yang digunakan oleh guru

(individu lain dalam ranah pendidikan) untuk mendapatkan data kuantitaif dan

kualitatif, untuk melihat kemajuan dalam ranah pendidikan, pengajaran, dan

pembelajaran siswa. Dalam beberapa action research designs, mencoba melihat

dan mengatasi masalah-masalah praktis, misalnya masalah kedisiplinan di kelas

bagi seorang guru. Dalam penelitian lain, tujuannya adalah untuk

memperdayakan, mentransformasikan, dan mengemansipasikan individu dalam

ranah pendidikan.

G. Masalah-Masalah Etik Yang Penting Dalam Pelaksanaan Penelitian

Penghormatan terhadap pembaca dan penggunaan bahasa yang

nondiskriminatorik adalah masalah etik yang harus diobservasi.

1. Masalah-masalah etik dalam pengumpulan data

Menghormati tempat/ lokasi dimaan penelitian itu berlangsung adalah hal yang

penting. Penghormatan in seharusnya ditujukan dengan mendapatkan izin sebelum

memasuki lokasi, dengan sedikit mungkin menimbulkan gangguan selama penelitian,

dan melihat diri sebagai tamu ditempat penelitian.beberapa alasan mengapa suatu

proyek tidak dapat disetujui. Proyek yang tidak disetujui adalah yang menyita terlalu

banyak waktu; membutuhkan banyak waktu guru, administrator, dan kantor.

Mengganggu pengumpulan data distrik atau pekerjaan proyek penelitian yang sedang

berjalan, direncanakan untuk bulan pertama atau bulan terakhir dari tahun ajaran

sekolah, atau diterima terlambat pada tahun berjalan sehingga tidak dapat dikaji

secara adekuat. Peneliti mungkin perlu berkonsultasi dengan gatekeepers yang

berbeda-beda diberbagai tingkat pada suatu organisasi.

7

Page 8: metodologi penelitian

2. Masalah – masalah etik dalam pelaporan data

Menunjukkan penghormatan terhadap pembaca yang membaca dan menggunakan

informasi dari penelitian. Data seharusnya dilaporkan dengan jujur, tanpa mengubah

sebagian atau secara keseluruhan untuk memenuhi prediksi tertentu atau kelompok

tertentu yang memiliki kepentingan. Akan tetapi, bagi peneliti utama untuk

memberikan salinan pendahuluan kepada mereka yang ada di lokasi penelitian.

Disamping itu, penelitian yang dikerjakan oleh orang lain tidak boleh dijiplak, dan

kredit seharusnya diberikan untuk bahan yang dikutip dari peneliti yang lain. Kredit

ini mencantumkan penyebutan siapa penulis dan tanggal publikasinya serta

memasukkan publikasi tersebut dibagian daftar pustaka penelitian. Disamping itu,

penelitian seharusnya bebas jargon dan dapat dipahami oleh mereka yang diteliti.

H. Keterampilan Yang Dibutuhkan Untuk Merancang Dan Melaksanakan

Penelitian

Proses tidak menjamin penelitian yang adekuat, sehingga terdapat beberapa

keterampilan dalam penelitian yang harus dipahami diantaranya:

1. Memecahkan teka teki

2. Memperpanjang rentang perhatian

3. Belajar menggunakan sumber perpustakaan

4. Menulis, mengedit, dan menulis lagi

I. Karakteristik Metode Kuantitatif dan Kualitatif

No Metode kuantitatif Metode kualitatif

1 A. Desain

a. Spesifik, jelas, rinci

b. Ditentukan secara mantap sejak

awal

c. Menjadi pegangan langkah demi

langkah

A. Desain

a. Umum

b. Fleksibel

c. Berkembang,dan muncul dalam

proses penelitian

2 B. Tujuan

a. Menunjukan hubungan antar

variable

B. Tujuan

a. Menemukan pola hubungan yang

bersifat interaktif

8

Page 9: metodologi penelitian

b. Menguji teori

c. Mencari generalisasi yang

mempunyai nilai prediktif

b. Menemukan teori

c. Mengambarkan realitas yang

kompleks

d. Memperoleh pemahaman makna

3 C. Teknik Pengumpulan Data

a. Kuesioner

b. Observasi dan wawancara

tersruktur

C. Teknik Pengumpulan Data

a. Participant observation

b. In depth interview

c. Dokumentasi

d. Tringulasi

4 D. Instrumen Penelitian

a. Test, angket, wawancara terstruktur

b. Instrumen yang telah terstandar

D. Instrumen Penelitian

a. Peneliti sebagai instrumen(human

instrumen)

b. Buku catatan, tape recoder,

camera, handycame dll

5 E. Data

a. Kuantitatif

b. hasil pengukuran variabel yang

dioperasioalkan dengan

menggunakan instrumen

E. Data

a. Deskriptif kualitatif

b. Dokumen pribadi, catatan

lapangan, ucapan dan tindakan

responden, dokumen dan lain-lain

6. F. Sampel

a. Besar

b. representatif

c. sedapat mungkin random

d. ditemukan sejak awal

F. Sampel / sumber data

a. Kecil

b. tidak representatif

c. purposive, snowball

d. berkembang selama proses

penelitian

7. G. Analisis

a. setelah selesai pegumpulan data

b. deduktif

c. menggunakan statistik untuk

menguji hipotesis

G. Analisis

a. Terus menerus sejak awal sampai

akhir penelitian

b. Induktif

c. mencari pola, model, tema, teori

8. H. Hubungan dengan responden

a. Dibuat berjarak,bahkan sering

tanpa kontak supaya objektif

b. kedudukan peneliti lebih tinggi dari

H. Hubungan dengan responden

a. Empati, akrab supaya memperoleh

pemahaman yang mendalam

b. kedudukan sama bahkan sebagai

9

Page 10: metodologi penelitian

responden

c. jangka pendek sampai hipotesis

dapat dibuktikan

guru , konsultan

c. jangka lama, sampai datanya

jenuh dapat ditemukan hipotesis

atau teori

9. I. Usulan Desain

a. Luas dan rinci

b. Literatur yang berhubungan dengan

masalah, dan variabel yang diteliti

c. Prosedur yang spesifik dan rinci

langkah-langkahnya

d. masalah dirumuskan dengan

spesifik dan jelas

e. Hipotesis di rumuskan dengan jelas

f. ditulis secara rinci dan jelas

sebelum terjun kelapangan

I. Usulan Desain

a. Singkat, umum bersifat sementara

b. Literatur yang digunakan bersifat

sementara, tidak menjadi

pengangan utama

c. prosedur bersifat umum, seperti

akan merencanakan tour, atau

piknik

d. masalah bersifat sementara dan

akan ditemukan setelah studi

pendahuluan

e. tidak dirumuskan hipotesis, karena

justru akan menemukan hipotesis

f. Fokus penelitian ditetapkan

setelah diperoleh data awal dari

lapangan.

10. J. Kapan penelitian dianggap selesai ?

Setelah semua kegiatan yang direncanakan

dapat diselesaikan

J. Kapan Penelitian dianggap selesai ?

Setelah tidak ada data yang dianggap

baru/jenuh

11. K. Kepercayaan terhadap hasil penelitian

Pengujian validitas dan realibilitas

instrumen

K. Kepercayaan terhadap hasil

penelitian

Pengujian kredibilitas, depenabilitas,

proses dan hasil penelitian.

(Sugiyono, 2010 : 23 )

Proses penelitian kuantitatif

10

Penggunaan Aspek logika untuk merumuskan hipotesis

Sumber Masalah1. Empiris2. Teoritis Konsep dan teori

yang relevan Pengajuan Hipotesis

Praduga terhadap hubungan antar

variabel

Page 11: metodologi penelitian

(Sugiyono, 2010: 28)

Proses Penelitian Kuantitatif

(Sugiyono, 2010: 30)

J. Kapan Metode kuantitatif dan kualitatif digunakan

1. Penggunaan metode kuantitatif

a. Bila masalah yang merupakan titik tolak sudah jelas. Dalam menyusun

proposal penelitian harus di tunjukkan dengan data.

b. Bila peneliti ingin mendapatkan informasi yang luas dari suatu populasi.

c. Bila ingin diketahui pengaruh perlakuan atau treathment tertentu terhadap

yang lain.

d. Bila peneliti bermaksud menguji hipotesis penelitian

e. Bila peneliti ingin mendapatkan data yang akurat, berdasarkan fenoma yang

empiris dan dapat di ukur

f. Bila ingin menguji terhadap adana keraguan tentang validitas pengetahuan,

teori dan produk tertentu

2. Penggunaan metode kualitatif

11

Rumusan Masalah

Penemuan yang relevan

PenemuanMenyusun instrumen penelitian

Metode atau strategi

pendekatan penelitian

Kesimpulan

Penggunaan Aspek metodologi untuk menguji hipotesis yang dilakukan

Tahap DeskripsiMemasuki situasi sosial : ada

tempat, aktor, aktivitas

Tahap ReduksiMenentukan fokus :

Memilih diantara yang telah dideskripsikan

Tahap SeleksiMengurai Fokus :

Menjadikan komponen yang lebih rinci

Kesimpulan Kesimpulan 3Kesimpulan 2

Informasi Deskriptif Informasi Komparatif Informasi Asosiatif

Page 12: metodologi penelitian

a. Bila masalah penelitian belum jelas, masih remang-remang atau mungkin

masih gelap.

b. Untuk memahami makna dibalik data yang tampak. Gejala sosial sering tidak

bisa dipahami berdasarkan apa yang diucapkan dan dilakukan orang.

c. Untuk memahami interaksi sosial.

d. Memahami perasaan orang

e. Untuk mengembangkan teori

f. Untuk memastikan kebenaran data

g. Meneliti sejarah perkembangan.

Sebuah Penelitian Kuantitatif

Motivasi Keterlibatan Orangtua di Sekolah MenengahSelama beberapa dekade silam, banyak penelitian menunjukan bahwa keterlibatan

orangtua esenseal dalam proses dan hasil pendidikan anak (Henderson dan Mapp,2002).

Keterlibatan orangtua mengacu pada peran orangtua dalam mendidik anak-anak mereka di

ruamah dan di sekolah (Christenson dan Sheridan, 2001). Keterlibatan dapat memiliki

beragam bentuk, termasuk diskusi tentang sekolah, membantu dalam mengerjakan PR, atau

menjadi relawan di sekolah. Keterlibatan orangtua tampaknya mempunyai manfaat

berkelanjutan, bahkan sampai SMA. Jika orangtua terlibat, siswa sekolah menengah

cenderung mendapatkan nilai-nilai yang lebih tinggi, memperlihatkan aspirasi yang lebih

tinggi, dan lebih sedikit masalah disipliner.

Meskipun manfaaat yang dikaitkan dengan keterlibatan orangtua di tingkat sekolah

menengah tampaknya telah dipahami dengan baik, para pendidik hanya sedikit saja

mengetahui tentang faktor-faktor apa yang membuat orangtua memutuskan untuk terlibat

dalam persekolahan anak remaja mereka.

Pengaruh Keterlibatan Orangtua

Jordan, Orozco, dan Averett (2001) mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat dan aspek-aspek keterlibatan orangtua. Keluarga (misalnya, tingkat

pendidikan, strukur keluarga, gender orangtua, pekerjaan di luar rumah) dan ciri khusus anak

(misalnya, umur, gender, tingkat kelas, kinerja akademis) sangat relevan dalam penelitian.

Penelitian telah menunjukan bahwa orangtua yang kurang berpendidikan dan orangtua

12

Page 13: metodologi penelitian

tunggal kurang terlibat dalam jenis-jenis kegiatan keterlibatan tertentu. Contohnya,

Deslandes, Potvin< dan Laclerc (1999) menemukan bahwa remaja dari keluarga tradisional

dan orangtua yang cukup berpendidikan melaporkan dukungan afektif yang lebih tinggi

(dorongan dan pujian orangtua, membantu mengerjakan PR, sering diskusi tentang sekolah

dan ikut hadir ketika sekolah tampil diberbagi even, termasuk even olahraga) dibanding

remaja dari keluarga-keluarga nontradisional dan orangtua yang kurang berpendidikan.

Astone dan McLanahan (1991) juga menyebutkan bahwa remaja yang tinggal dengan

orangtua tunggal atau orangtua tiri melaporkan bahwa pekerjaan rumah (PR) mereka kurang

dipantau dibandingkan PR remaja dari keluarga tradisional. Deslandes dan Cloutier (2000)

melaporkan bahwa ibu lebih terlibat dengan PR dibanding ayah. Dauber dan Epstein (1989)

mengatakan bahwa orangtua yang berpendidikan cukup dan mereka yang tidak bekerja diluar

rumah (Eccles dan Harold, 1996) cenderung lebih terlibat di sekolah. Eccles dan Harold

menyimpulkan bahwa orangtua dengan anak lebih sedikit memberikan lebih banyak bantuan

dengan PR dibandingkan orangtua dengan lebih banyak anak.

Ciri-ciri khusus anak juga dapat mempengaruhi keterlibatan orangtua. Sebagai

contoh, Deslandes dan Potvin (1999) melihat bahwa ibu dari remaja laki-laki lebih sering

berkomunikasi dengan guru dibanding ibu dari remaja perempuan. Orangtua cenderung

menjadi lebih terlibat ketika anaknya mengalami pembelajaran pertama atau masalah

perilaku. Menurut Eccles dan Harold (1996), orangtua anak-anak berprestasi cenderung lebih

banyak berpartisipasi diberbagai kegiatan sekolah dibanding orangtua anak-anak yang kurang

berprestasi. Epstein (2001) menunjukan bahwa keterlibatan orangtua menurun tajam ketika

anak-anak masuk ke sekolah menengah. Ketika Deslandes (2003) membandingkan

keterlibatan orangtua di kelas VIII, IX, dan X, mereka menemukan penurunan seiring waktu

pada keterlibatan orangtua, tetapi kenaikan seiring waktu pada otonomi remaja.

Konstruksi Peran Orangtua

Orangtua perlu memahami perannya karena pemahamam itu mengidentifikasi

kegiatan-kegiatan yang mereka yakini perlu dan bagian dari tanggung jawab mereka sebagai

orangtua. Dengan kata lain, orangtua lebih berkemungkinan untuk terlibat jika mereka

melihat partisipasinya sebgai keharusan menjadi orangtua. Hoover Dempsey, Jones, dan

Reed (1999) menghipotesiskan tiga komponen konstruksi peran, tergantung apakah orangtua

13

Page 14: metodologi penelitian

memfokuskan tanggung jawab untuk pendidikan anak pada dirinya sendiri sebagai orangtua

atau pada sekolah atau pada kemitraan orangtua sekolah.

Efikasi Diri Orangtua untuk Membantu Anak Berhasil di Sekolah

Efikasi diri orangtua berakar pada teori efikasi diri. Bandura(1997) dan mengatakan

bahwa orangtua lebih berkemungkinan untuk terlibat jika mereka percaya bahwa mereka

memiliki keterampilan dan pengetahuan untuk membantu anaknya. Dengan kata lain,

orangtua menjadi terlibat jika mereka percaya bahwa tindakan mereka akan memperbaiki

pembelajaran dan kinerja akademis anaknya (Hoover Dempsey, Bassler, dan Brissie, 1992;

Stevenson, Chen, dan Uttal, 1990). Penelitian terdahulu menunjukan bahwa orangtua percaya

bahwa mereka akan memiliki lebih banyak pengaruh atas persekolahan anaknya jika anaknya

di sekolah dasar daripada jika anaknya di tingkat sekolah yang lebih tinggi. Secara umum,

semakin kuat efikasi diri mereka, semakin tinggi persistensi yang diperlihatkan orangtua

dalam keterlibatannya.

Persepsi Orangtua terhadap Ajakan Guru

Permintaan guru dan kesempatan untuk ikut terlibat, ditambah iklim sekolah yang

mengundang keterlibatan orangtua, berhubungan secara signifikan dengan tingkat

keterlibatan orangtua. Orangtua cenderung lebih terlibat jika mereka memersepsi bahwa guru

dan siswa sama-sama menginginkan dan mengharapkan keterlibatan mereka.

Persepsi Orangtua terhadap Ajakan Siswa

Orangtua akan menjadi ikut terlibat jika mereka memersepsi bahwa anak mereka yang

masih muda atau remaja menginginkan hal itu. Ajakan siswa dapat implisit atau eksplisit dan

timbul sebagai fungsi dari usianya, tekanan untuk mandiri, dan tingkat kinerja mereka

(Hoover Dempsey ettal, 2001; Walker et el, 2000). Contohnya, ketika anak yang masih kecil

atau remaja minta bantuan dengan PR, mereka menyatakan ajakan/undangan eksplisit. Di lain

pihak, jika mereka menyatakan keinginannya untuk bekerja sendiri, orangtua mungkin akan

merespon dengan mengurangi keterlibatannya. Jika anak membawa rapor buruk kerumah,

mereka mungkn menyampaikan ajakn/undangan implisit. Mencari bantuan orangtua belum

tentu berarti bahwa anak yang masih kecil atau remaja yang sedang mengalami kesulitan

akademis. Contohnya. Zimmerman dan Martinez Pons 1986 menemukan bahwa siswa

berpresetasi tinggi mengiginkan lebih banyak bantuan orangtua dibanding siswa berprestasi

rendah.

14

Page 15: metodologi penelitian

Merefleksikan tiga di antara keempat konstrak psikologis keterlibatan yang dikutip

dalam paragraf-paragraf sebelumnya (yaitu, konstruksi peran orangtua, efikasi diri orangtua,

dan persepsi orangtua terhadap ajakan guru), Reed, Jones, Walker, dan Hoover Dempsey

2000 menemukan bahwa konstruksi peran orangtua, efikasi diri orangtua untuk membantu

anak berhasil di sekolah, dan persepsi terhadap ajakan guru mepresentasikan motivator-

motivator keterlibatan orangtua dalam pendidikan anak-anaknya ditingkat sekolah dasar.

Konstruksi peran adalah prediktor pertama keterlibatan orangtua; persepsi terhadap ajakan

guru adalah prediktor yang kedua. Efikasi diri orangtua tampaknya kurang berpengaruh.

Dalam studi yang membandingkan ajakan yang dilaporkan sendiri oleh siswa kelas

VII, VIII, dan XI untuk melibatkan orangtua dalam mengerjakan PR, Walker dan Hoover

Dempsey 2001 mengungkapakan menurunnya tingkat keterlibatan orangtua dalam

pengerjaan PR di masa remaja. Dalam ketiga kelompok umur, ajakan siswa untuk

keterlibatan orangtua dalam pengerjaan PR tetap stabil, namun para penulis menemukan

bahwa orangtua siswa yang lebih muda cenderung membantu tanpa diminta.

Penelitian dibutuhkan untuk lebih memahami apa yang memotivasi orangtua untuk

menjadi ikut terlibat dalam pendidikan anak-anak mereka yang masih muda dan lebih

khususnya, dalam proses pendidikan anak-anak remaja. Peneliti perlu menelaah perbedaan

pada motivasi orangtua untuk ikut terlibat di berbagai tingkat kelas di sekolah menengah.

Tidak ada penelitian yang pernah menelaah kontribusi individual maupun gabungan keempat

konstruksi psikologis Hoover Dempsey dan Sandler 1995,1997 untuk memprediksi keputusan

keterlibatan orangtua diberbagai tingkat keluar sekolah menengah.

Metode

Partisipan

Yang menjadi partisipan adalah 770 orangtua siswa sekolah menengah yang

bersekolah di lima sekolah negeri yang berlokasi di daerah perkotaan dan pedesaan di

wilayah Mauricie and Centre du Quebec and Monteregie. Wilayah itu mewakili populasi

Quebec secara umum. Empat puluh enam persen (354) partisipan adalah orangtua siswa kelas

15

Page 16: metodologi penelitian

1 sekolah menengah (ekuivalen dengan kelas VII pada sistem sekolah Amerika) 30% (231)

adalah orangtua siswa kelas II sekolah menengah (ekuivalen dengan kelas VIII pada sistem

sekolah Amerika), dan 24% (185) ada;ah orangtua siswa kelas III sekolah menengah

(ekuivalen dengan kelas IX pada sistem sekolah Amerika). Hampir 51% siswa adalah

perempuan dan 49% laki-laki. 47% siswa adalah anak sulung di keluarga, 37% adalah anak

kedua, 13% anak ketiga, dan masing-masing 3% anak keempat dan anak kelima.

Demografi sampel adalah sebagai berikut: lebih kurang 84% responden adalah ibu,

dan 13% adalah ayah. Responden lainnya adalah ibu tiri atau ayah tiri, atau lainnya. 70%

partisipan bekerja diluar rumah. 70% hidup dalam keluarga tradisional, dan 30% hidup dalam

keluarga nontradisional, yang berkorespondensi dengan tepat dengan apa yang dilaporkan

dalam penduduk Quebec secara umum. Mayoritas keluarga (37%) mempunyai dua anak,

25% mempunyai satu anak, 21% mempunyai tiga anak, dan sisanya 17% mempunyai empat

anak atau lebih. Sekitar 3% responden mempunyai pendidikan kurang dari SMA. 65%

berpendidikan SMA atau sederajat, dan 32% berpendidikan lebih tinggi. 72% partisipan

memiliki pekerjaan diluar lingkungan rumah. Tabel 1 menyajikan ciri khusus sampel secara

keseluruhan dan tiga subsampel.

Ukuran

Di antara kedelapan konstrak yang digunakan konstruksi oeran orang tua, efikasi diri

orangtua, persepsi orangtua terhadap ajakan guru, dan laporan tentang praktik keterlibatan

orangtua diadaptasi dari Sharing the Dream. Persepsi orangtua terhadap ajakan siswa dan

laporan kegiatan keterlibatan mereka memasukan item dari kuesioner yang dirancang oleh

Epstein dan rekan-rekan sejawatnya.

Analisis item dan analisis faktor klasik untuk mengevaluasi properti psikometrik

kedelapan konstrak ( lihat daftar konstrak yang ditampilkan sebagai prediktor dan hasil

dengan variabel kontrol dalam tabel 2). Keputusan final untuk mempertahankan atau menolak

sebagian item didasarkan pada eigenvalue yang lebih besar dari 1 kriteria dan pada screen

test. Untuk semua analisis hanya menggunakan item dengan load paling tidak 0,30 pada

faktor yang bersangkutan untuk menginterpretasikan beberapa faktor.

Konstruksi peran orangtua. Konstrak ini mengukur sejauh mana orangtua percaya

bahwa tanggung jawab mereka adalah membantu sekolah dalam mendidik anak-anak remaja

mereka. Tiga tipe konstruksi peran orangtua: terfokus orangtua (6 item), terfokus sekolah (5

item), dan terfokus kemitraan (6 item). Analisis faktor aksis utama mengungkapkan solusi

faktor tunggal yang berkorespondensi dengan kombinasi ketiga tipe konstruksi peran dengan

predominasi item yang berkaitan dengan konstruksi peran terfokus kemitraan. Konstrak yang

16

Page 17: metodologi penelitian

terdiri atas 10 item yang mengukur perilaku yang terfokus orangtua, terfokus sekolah, dan

terfokus kemitraan sesuai dengan pendidikan sesuai dengan pendidikan remaja. Skala tipe

Likert yang berkisar mulai dari (1) amat sangat tidak setuju sampai (6) amat sangat setuju.

TABEL 1

Ciri khusus Demografis Sampel dan Subsampel (dalam presentase)

Ciri Khusus N Kelas VII Kelas VIII Kelas IX

Gender remaja Perempuan 51

Laki-laki 49

1 (47)

2 (37)

Perempuan 44

Laki-laki 56

1 (46)

2 (36)

Perempuan

52

Laki-laki 48

1 (46)

2 (39)

Perempuan 60

Laki-laki 40

1 (49)

2 (36)

Urutan anak dalam

keluarga

3 (13)

Lain-lainnya

(3)

Ibu (84)

3 (13)

Lain-lainya (3)

Ibu (84)

3 (13)

Lain-lainya

(3)

Ibu (83)

3 (12)

Lain-lainya

(3)

Ibu (87)

Gender partisipan Ayah (13)

Lain-lainya (3)

Ayah (12)

Lain-lainnya

(4)

Ayah (15)

Lain-lainya

(2)

Ayah (13)

Lain-lainya

(0)

Tingkat pendidikan

partisipan

Sekolah

SMA atau sederajat

College atau

Universitas

3

65

32

2

63

35

2

68

30

3

65

32

Partisipan bekerja di luar

rumah

Ya (73)

Tidak 27)

Ya (76)

Tidak (24)

Ya (69)

Tidak 31)

Ya (69)

Tidak (31)

Struktur keluarga

Tradisional

Nontradisional

70

30

68

32

71

29

74

26

Ukuran keluarga

Satu anak 25 31 26 27

17

Page 18: metodologi penelitian

Dua anak

Tiga anak

Empat anak atau lebih

37

21

17

33

23

15

37

23

15

43

17

13

TABEL 2

Variabel kontrol, Prediktor, dan Ukuran Hasil

Variabel Kontrol Prediktor Hasil

Gender partisipan

Konstruksi peran orangtua

Keterlibatan orangtua di

rumah

Partisipan bekerja di luar

rumah

Tingkat pendidikan

partisipan

Efikasi diri orangtua untuk

membantu remaja berhasil

disekolah

Keterlibatan orang tua di

sekolah

Ukuran keluarga Pengaruh relatif

Struktur keluarga

Gender remaja

Urutan anak dalam keluarga

Hasil di Perancis

Orangtua

Dampak usaha

Orangtua

Persepsi orangtua terhadap

ajakan guru

Persepsi orangtua terhadap

ajakan siswa

Ajakan di ranah akademis

Ajakan di ranah sosial

Efekasi diri orangtua untuk membantu anak berhasil disekolah. Analisis faktor

mengungkapkan suatu solusi dua faktor yang menjelaskan 49% variasi total dalam efikasi diri

orangtua untuk membantu remaja berhasil di sekolah. Faktor pertama, pengaruh relatif

orangtua berisi empat item (α= 0,68) dan mengukur sejauh mana orangtua percaya bahwa

mereka dapat membantu anak remajanya berhasil di sekolah dibandingkan dengan sumber-

sumber pengaruh lainnya. Faktor kedua, dampak usaha orangtua, mengestimasi tingkat

pengaruh persepsi orangtua pada pendidikan anak remajanya. Mengases pesepsi dengan lima

18

Page 19: metodologi penelitian

item (α=0,63). Partisipan menggunakan skala tipe Likert 6 poin yang berkisar mulai dari

(amat sangat tidak setuju) sampai (amat sangat setuju).

Persepsi orangtua terhadap ajakan guru. Konstuksi ini memberikan asesmen persepsi

orangtua terhadap ajakan guru untuk ikut terlibat dalam persekolahan anak remajanya di

rumah. Analisis memfaktorkan aksis utama memperoleh suatu solusi satu faktor yang terdiri

atas emapat item (α=70). Orangtua merating frekuensi ajakan guru pada suatu skala tipe

Likert 6-poin yang berkisar mulai dari 1 (tidak pernah) sampai 6 (sekali seminggu atau

lebih).

Persepsi orangtua terhadap ajakan siswa. Konstrak ini adalah modifikasi dari

konstrak serupa untuk remaja. Analisi faktor aksis utama mengungkapkan adanya dua faktor

yang menjelaskan 50% dari variansi total dalam persepsi orangtua terhadap ajakan siswa

untuk ikut terlibat. Faktor utama ajakan ranah akademis, memasukan lima item (α=0,79).

Faktor kedua, ajakan diranah sosial, terdiri atas empat item (α=0,71). Seluruh item dijawab

pada skala tipe Likert 6 poin yang berkisar mulai dari 1 (amat sangat tidak setuju) sampai

6(amat sangat setuju).

Laporan orangtua tentang kegiatan-kegiatan keterlibatan. Ukuran ini adalah versi

yang dimodifikasi dari kuesioner dan digunakan dalam penelitian-penelitian terdahulu

berdsarkan persepsi remaja. Faktor pertama, keterlibatan orangtua di rumah, terdiri atas 16

item dan mengakses seberapa sering orangtua terlibat dalam kegiatan pendidikan di rumah

bersama anak remajanya (α=0,87). Faktor kedua, keterlibatan orang tua di sekolah,

memasukan delapan item dan mengukur seberapa sering orangtua di sekolah dan seberpa

sering mereka berinteraksi dengan anak remajanya di sekolah dan dengan para guru (α=67).

Orangtua diminta menjawab pada suatu skala tipe Likert 6 poin yang berkisar mulai dari 1

(tidak pernah) sampai 6 (sekali seminggu atau lebih).

Hasil

Memprediksi Keterlibatan Orangtua

Pertanyaan utama dalam penelitian memfokuskan pada ukuran kekuatan relatif

konstruksi peran orangtua, efikasi diri orangtua, dan persepsi orangtua terhadap ajakan guru

dan siswa untuk memprediksi keterlibatan orangtua di rumah dan di sekolah.

Keterlibatan Orangtua di Rumah untuk Siswa Kelas VII

19

Page 20: metodologi penelitian

Delapan ciri khusus keluarga dan remaja yang digunakan sebagai variabel kontrol,

diintroduksikan sebagai sebuah blok dan dipaksa masuk kedalam persamaan regresi.

Keterlibatan Orangtua di Rumah untuk Siswa Kelas VIII

Pola yang hubungan yang sedikit berbeda dalam analisis-analisis yang dilakukan di

tingkat kelas VIII. Persepsi orangtua terhadap ajakan siswa di ranah sosial adalah prediktor

terkuat. Persepsi orangtua terhadap ajakan di ranah akademis adalah prediktor terkuat kedua.

TABEL 3

Renata dan Deviasi Standar untuk Seluruh Prediktor dan Ukuran Hasil

Variabel

Kelas VII

(n=246)

Kelas VIII

(n=156)

Kelas VII

(n=112)

M SD M SD M SD

Konstruksi peran orangtua

Efikasi diri orangtua untuk

membantu remaja berhasil di

sekolah

Pengaruh relatif orangtua

Dampak usaha orangtua

Persepsi orangtua terhadap

ajakan guru

Persepsi orangtua terhadap

ajakan siswa

Ajakan diranah akademis

Ajakan diranah non-akademis

Keterlibatan orangtua di rumah

Keterlibatan orangtua di

sekolah

4.52

4,14

4,41

1,55

3,68

3,80

4,67

2,28

0,56

0,87

0,66

0,61

1,06

1,06

0,73

0,70

4,40

4,13

4,32

1,40

3,82

3,61

4,45

2,12

0,59

0,94

0,71

0,52

1,04

1,00

0,83

0,71

4,30

4,14

4,19

1.31

3,39

3,65

4,13

2.00

0,67

0,90

0,73

0,48

1,04

1,00

0,87

0,66

TABEL 4

Renata dan Deviasi Standar untuk Seluruh Prediktor dan Ukuran Hasil

variabel ΔR ß

Kelas VII

Variabel kontrol 0,04

20

Page 21: metodologi penelitian

Persepsi orangtua terhadap ajakan remaja diranah akademis

konstruksi peran orangtua

Persepsi orangtua terhadap ajakan remaja di ranah sosial

Efikasi diri orangtua

Dampak usaha orangtua

Dampak pengaruh orangtua

Kelas VII

Variabrl kontrol

Persepsi orangtua terhadap ajakan remaja di ranah sosial

Persepsi orangtua terhadap ajakan remaja diranah akademis

Efikasi diri orangtua

Dampak usaha orangtua

Kelas IX

Variabel kontrol

Persepsi orangtua terhadap ajakan remaja di ranah akademis

Persepsi orangtua terhadap ajakan remaja di ranah sosial

0,28

0,07

0,04

0,02

0,01

0,10

0,28

0,07

0,13

0,11

0,26

0,03

0,31***

0,18***

0,25***

0,15**

0,12**

0,35**

0,26**

0,19**

0,44**

0,20**

Keterlibatan Orangtua di Rumah untuk Siswa Kelas IX

Variabel kontrol menjelaskan 11% variansi di langkah pertama. Persepsi orangtua

terhadap ajakan siswa di ranah akademis sebagai prediktorpertama dalam model final.

Persepsi orangtua terhadap ajakan remaja di ranah sosial adalah prediktor kedua.

Keterlibatan Orangtua di Sekolah untuk Siswa Kelas VII

Variabel kontrol menjelaskan 9% variansi dalam keterlibatan orangtua di sekolah.

Keterlibatan Orangtua di Sekolah untuk Siswa Kelas VIII

Untuk semua kelas VIII, mengintroduksikan variabel demografis menghasilkan

kontribusi kecil pada model.

Ketrelibatan Orangtua di Sekolah Siswa Kelas IX

21

Page 22: metodologi penelitian

Untuk siswa kelas IX, variabel kontrol pertama diintroduksikan menjelaskan 9%

variansi dalam keterlibatan orangtua di sekolah.

TABEL 5

Model Regresi Final Untuk Setiap tingkat Kelas yang Memprediksi Keterlibatan Orangtua di

Sekolah

Variabel ΔR ß

Kelas VII

Variabel kontrol

Konstruksi peran oarangtua

Persepsi orangtua terhadap ajakan guru

Persepsi orangtua terhadap ajakan remaja di ranah sosial

Kelas VIII

Variabel kontrol

Persepsi orangtua terhadap ajakan guru

Persepsi orangtua terhadap ajakan remaja diranah sosial

Kelas IX

Variabel kontrol

Persepsi orangtua terhadap ajakan remaja diranah akademis

Persepsi orangtua terhadap ajakan remaja diranah sosial

0,09

0,13

0,02

0,02

0,05

0,12

0,08

0,09

0,22

0,08

0,31**

0,14**

0,15**

0,31**

0,29**

0,36**

0,31**

Keterlibatan Orangtua di Rumah

Dalam kaitannya dengan siswa kelas tujuh, setelah mengontrol variabel keluarga dan

individu, menunjukan bahwa orangtua memutuskan untuk ikut terlibat di rumah sebagaian

karena ajakan akademis spesifik anak remajanya. Ketika diajak secara pribadi oleh anak

remajanya, orangtua cenderung memersepsi bahwa keterlibatan mereka diharapkan dan

diinginkan. Hal yang bersifat prediktif namun dengan tingkat yang jauh lebih rendah adalah

keyakinan orangtua bahwa menjadi tanggung jawab mereka untuk mengamati kemajuan anak

remajanya dan mengikuti berbagai kegiatan di sekolah.

Menurut model transaksional Belsky (1981) dan Sameroff (1975) menyoroti

pentingnya pengaruh timbal balik dalam hubungan orangtua remaja terkait sekolah. Tampak

22

Page 23: metodologi penelitian

jelas nahwa kualitas hubungan orangtua remaja adalah kunci untuk lebih memahami

keterlibatan orangtua di rumah utnuk siswa sekolah menengah.

Keterlibatan Orangtua di Sekolah

Dikelas VII, setelah introduksi variabel yang dikontrol, diberbagai ciri khusus

keluarga dan individu orangtua siswa kelas VII semakin percaya bahwa keterlibatan mereka

adalah bagian dari tanggung jawab mereka sebagai orangtua, semakin orangtua memersepsi

ajakan dari guru, dan orangtua semakin memersepsi ajakan dari anak remajanya di ranah

sosial, mka semakin banyak mereka melaporkan keterlibatan di sekolah. Hal yang patut

dicatat adalah kontribusi konstruksi peran orangtua yang lebih signifikan pada model

prediktif ditingkat kelas VII. Orangtua melaporkan bahwa mereka akan lebi terlibat di

sekolah jika mereka percaya bahwa itu memang tugas mereka.

Yang paling menarik adalah kontribusi yang kuat dari persepsi orangtua terhadap

ajakan siswa model keterlibatan orangtua di rumah dalam ketiga tingkat kelas sekolah

menengah. Dua pola yang menonjol dalam hasil tentang keterlibatan orangtua di sekolah.

Pola yang menonjol adalah lebih besarnya pengaruh konstruksi peran orangtua. Orangtua

harus memahami bahwa keterlibatan di sekolah adalah bagian dari tanggung jawab mereka

sebelum mereka memutuskan untuk ikut terlibat. Hal lain yang menarik dari adalah persepsi

ajakan guru untuk memotivasi orangtua ikut terlibat di sekolah.

Membaca Penelitian :

Sebuah Penelitian Kualitatif

Dalam etext Pearson, klik disini untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan tentang penelitian

ini. Jika anda menyerahkan jawaban anda, anda akan menerima umpan balik ahli.

Pengaruh Kepala Sekolah pada kepercayaan : Perspektif Ibu dari Anak-Anak Penyandang

Disabilitas2

23

Page 24: metodologi penelitian

Abstrak

Para penulis menerapkan rancangan penelitian kualitatif untuk mengeksplorasi

masalah-masalah kepercayaan dalam hubungan keluarga-profesional. Mereka secara spesifik

memfokuskan pada sifar kepercayaan antara ibu dari anak-anak penyandang disabilitas dan

kepala sekolah. Analisis respons ibu terhadap pertanyaan-pertanyaan wawancara tatap-mua

memperoleh dua kategori primer yang berkaitan dengan perspektif mereka tentang kepala

sekolah : (a) atribut personal dan profesional kepala sekolah dan (b) tindakan kepala sekolah

dalam sistem pendidikan, dengan siswa, dan dengan keluarga siswa. Beberapa subkategori itu

dikembangkan untuk menggambarkan hubungan-hubungan yang dimiliki partisipan dengan

kepala sekolah dalam program pendidikan anak mereka. Para penulis melihat implikasi-

implikasi untuk kepemimpinan sekolah dan terbangunnya hubungan keluarga-profesional

yang dapat dipercaya, khususnya karena hubungan tersebut berdampak pada kehidupan siswa

dan keluarga yang membutuhkan dukungan pendidikan khusus.

Kata kunci : orang tua anak-anak penyandang disabilitas, kepala sekolah, kepercayaan

Orangtua dimaksudkan untuk dimasukkan sebagai partisipan fundamental dalam

organisasi pendidikan. Penelitian selama puluhan tahun telah mendukung peran keterlibatan

orangtua dalam hasil pendidikan yang positif bagi siswa (Colarusso & O’Rourke,2007;

Freiberg,2006). Undang-undang terbaru mengamanatkan kepada sistem sekolah untuk

melibatkan orangtua secara bermakna. No Child Left Behind Act of 2001 (NCLB;2002)

mengimbau sistem sekolah untuk memfasilitasi keterlibatan orangtua (Keller,2006) dan

Individual with Disabilities Education Improvement Act (IDEIA;2004) mengamanatkan

keterlibatan orangtua dalam di semua aspek asesmen dan pemberian layanan bagi siswa yang

menerima dukungan pendidikan khusus (Fletcher, Coulter, Reschly,&Vaughn,2004).

Mengingat amanat hukum dan prinsip-prinsip fundamental yang mendasari hubungan

keluarga-sekolah, kepercayaan diantara orangtua dan profesional pendidikan telah muncul

sebagai faktor kritis (Bryk & Schneider,2003; Dunst, Johanson, Rounds, Trivette & Hamby,

1992). Kepercayaan dapat mempengaruhi prestasi siswa karena perannya dalam membangun

dan memelihara hubungan kolaboratif antara rumah (keluarga) dan sekolah, dan kepercayaan

dapat membentuk sikap orang tua terhadap sistem pendidikan dan mempengaruhi keterlibatan

mereka dalam program pendidikan anaknya (Dunst et al.; Tschannen-Moran,2004). Bryk dan

Schnider menemukan bahwa kepercayaan bukan hanya berhubungan dengan perolehan yang

lebih besar dalam prestasi siswa, tetapi juga dengan perolehan prestasi yang lebih jangka

panjang.

24

Page 25: metodologi penelitian

Konsekuensinya, kepercayaan antara orang tua dan profesional pendidikan bukan

hanya dibutuhkan untuk kemitraan efektif seperti yang diatur oleh amanat hukum, tetapi,

yang lebih penting, kepercayaan itu tampaknya empunyai efek positif pada hasil siswa, dan

siswa itu sendirilah yang benar-benar mendapatkan manfaat dari hubungan penuh

kepercayaan antara orangtua dan profesional pendidikan. Akan tetapi, jika kepercayaan

berharga bagi orangtua, guru, dan siswa, maka menjadi kewajiban kepala sekolah untuk

mencontohkan hubungan yang penuh kepercayaan dengan seluruh orang tua, termasuk orang

tua anak-anak penyandang disabilitas. Bahkan, kepercayaan “semakin diakui sebagai salah

satu elemen kritis kepemimpinan” (Tschannen-Moran,2003, hlm.162) dan pemimpin sekolah,

yaitu kepala sekolah, harus memahami peran vitalnya dalam membangun kepercayaan.

Ada banyak definisi kepercayaan dalam kepustakaan. Dalam tinjauan kepustakaan

mereka tentang kepercayaan, Hoy dan Tschannen-Moran (1999) menemukan 16 definisi

kepercayaan. Mereka mengidentifikasi lima faset kepercayaan yang terefleksi dalam definisi

tersebut, termasuk kebajikan, dapat diandalkan (reliability), kompetensim kejujuran, dan

keterbukaan. Berdasarkan faset kepercayaan tersebut, Hoy dan Tschannen-Moran

mengusulkan bahwa kepercayaan adalah “kemauan individu atau kelompok untuk vulnerable

(rentan) terhadap pihak lain berdasarkan keyakinan bahwa pihak tersebut baik hati, dapat

diandalkan, kompeten, jujur dan terbuka” (hlm.189). Dalam definisi ini, mereka menetapkan

kerentanan sebagai prekursor untuk kebutuhan akan kepercayaan. Kebutuhan akan

kepercayaan bertumpu pada pengakuan akan potensi untuk dikhianati atau disakiti oleh orang

lain. Jika resiko tersebut tidak ada, kita tidak punya proses untuk percaya (Hoy dan

Tschannen-Moran, 2004). Bagian terakhir dari definisi ini mengidentifikasi lima faset atau

dimensi, yang mempengaruhi tingkat kepercayaan. Definisi ini berfungsi sebagai landasan

konseptual untuk laporan penelitian tentang perspektif para ibu dari anak-anak penyandang

disabilitas tentang peran kepala sekolah dalam memfasilitasi atau menghambat terbangunnya

dan terpeliharanya kepercayaan diantara orangtua anak-anak penyandang disabilitas dan

profesional pendidikan. Faset-faset kepercayaan Hoy dan Tschannen-Moran, khususnya

kebajikan, keterbukaan, dan kompetensi, terefleksi dalam atribut dan tindakan kepala sekolah

yang muncul dari penelitian ini sebagai fasilitator-fasilitator kepercayaan.

Kepercayaan dan pemimpin sekolah

Di tingkat sistem, kepercayaan diidentifikasi sebagai salah satu fakor kritis dalam

reformasi sekolah (Bryk&Schneider,2003). Pemimpin sekolah dapat mempengaruhi sifat

kepercayaan dalam sistem pendidikan (Kochanek, 2005; Tschannen-Moran, 2004).

25

Page 26: metodologi penelitian

Signifikansi kepercayaan guru dan orangtua terhadap kepala sekolah kuat dan dapat

memengaruhi kepercayaan di antara konstituen-konstituen lainnya (Hoy & Tschannen-

Moran, 1999). Di kalangan pemimpin sekolah, khususnya kepala sekolah, dapat

mempengaruhi iklim sekolah secara keseluruhan dan dengan demikian memengaruhi

kepercayaan (DiPaola & Walther-Thomas,2003; Hoy, Smith,&Sweetland,2002;

Soodak&Erwin,2000). Kepemimpinan kolegial, atau keterbukaan dalam perilaku

kepemimpinan kepala sekolah, adalah prediktor iklim sekolah, yang pada gilirannya juga

mempengaruhi kepercayaan secara keseluruhan (Hoy et al.,2002)

Sebagai pemimpin yang menetapkan warna sekolah, kepala sekolah bertanggung

jawab untuk membangun dan memelihara hubungan yang dilandasi kepercayaan (Whietner,

Brodt, Korsgaard, & Werner,1998). Untuk mendemonstrasikan bagaimana kepala sekolah

dapat memenuhi tanggung jawab ini, Tschannen-Moran (2004) menawarkan Trustworthy

Leadership Matrix (Matriks kepemimpinan yang pantas dipercaya) tiga dimensi. Ia

menekankan gunanya mempertimbangkan bukan hanya lima faset kepercayaan (yaitu,

kebajikan, kejujuran, keterbukaan, keandalan dan kompetensi) dalam kaitannya dengan lima

konstituensi sekolah (yaitu administrator, guru, siswa, orangtua dan publik), tetapi juga lima

fungsi kepemimpinan sekolah dalam memahami bagaimana perilaku kepala sekolah dapat

memeperngaruhi iklim dan budaya sekolah secaa signifikan. Fungsi-fungsi kepemimpinan

ini, seperti yang diterapkan pada kepercayaan, termasuk (a) mengembangkan visi sekolah

yang layak dipercaya , (b) bertindak sebagai panutan (role model) untuk kepantasan-

dipercaya melalui bahasa dan tindakan, (c) memfasilitasi kompetensi guru melalui coaching

(pembinaan) yang efektif, (d) memperbaiki disiplin sekolah di kalangan siswa dan guru

melalui manajemen yang efektif, dan (e) memediasi konflik dan memperbaiki dengan cara

konstruktif dan jujur. Jadi, kepantasan-dipercaya dari administrator didemonstrasikan oleh

hubungan yang bersifat memelihara dan menyeimbangkan diantara faset-faset kepercayaan,

konstituensi sekolah, dan fungsi kepemimpinan.

Bryk dan Schneider (2003) mendiskusikan demonstrasi respek sebagai salah satu faset

kritis dari definisi kepercayaan untuk kepala sekolah. Mereka menyatakan bahwa respek

berkaitan erat dengan faset-faset kepercayaan lain, khususnya keterbukaan, kebajikan,

reliabilitas. Bryk dan Schneider mendefinisikan respek sebagai bagian dari wacana sosial

dalam komunitas sekolah. Ketika pendidik dalam suatu sistem sekolah mendemonstrasikan

respek dalam pertukaran sosial mereka, maka mereka memberikan kontribusi dalam

perkembangan kepercayaan. Kepala sekolah bertindak sebagai model pertukaran sosial ini

untuk personel sekolah lainnya (Kochanek, 2005). Keterbukaan, sebagai bagian dari definisi

26

Page 27: metodologi penelitian

kepercayaan, mengacu pada persepsi salah satu pihak bahwa pihak yang lain akan datang

dengan informasi yang relevan dan keyakinan salah satu pihak bahwa pihak yang lain tidak

menahan informasi yang relevan. (Butler & Cantrell, 1984; Mishra, 1996). Keterbukaan ini

mengisyaratkan semacam kepercayaan timbal-balik (Tschannen-Moran & Hoy,2000).

Kebajikan, sebagaimana ditunjukkan oleh perhatian dan dukungan, juga memengaruhi

kepercayaan timbal balik (Tschannen-Moran & Hoy,2000) dan dianggap penting oleh

konstituen-konstituen kepala sekolah (Bryk & Schneider; Tschannen-Moran,2004). Terakhir,

keandalan didemonstrasikan tidak hanya melalui pediktabilitas tetapi juga melalui komitmen

dan dedikasi. Faset-faset kepercayaan ini adalah ciri khusus prinsip yang dianggap penting

oleh orang tua. Seperti dikatakan oleh Bryk dan Schneider, “hampir setiap orang tua atau

guru yang berbicara dengan kami di sekolah ini berkomentar dengan berapi-api tentang gaya

personel kepala sekolah, keterbukaannya terhadap orang lain, dan kemauannya untuk

menjangkau orang tua, guru dan siswa”. (hlm.42)

Mesikupn penelitian-penelitian yang dikutip di atas berlaku untuk semua hubungan

kepercayaan disekolah, namun terdapat semakin banyak penelitian yang memfokuskan pada

masalah-masalah dalam kaitannya dengan orangtua anak penyandang disabilitas. Orangtua

anak penyandang disabilitas dapat meningkatkan interaksinya dengan administrator

pendidikan hanya melalui sifat penyampaian pendidikan khusus. Administrator dan orangtua

anak penyandang disabilitas adalah bagian dari tim Individualized Education Program(IEP).

Orangtua dan administrator integral dengan keputusan tim dan melalui ketentuan dalam

IDEIA, orangtua dianggap sebagai anggota tim yang sejajar dan aktif. Dalam ketetapan

hukum tentang keterlibatan orangtua anak penyandang disabilitas, penelitian terkini telah

meneliti perspektif orangtua tentang berbagai aspek interaksi dengan profesional pendidikan.

(Angell, Bailey,&Stoner,2008;Bailey, Parette, Stoner,Angell &Carol,2006; Stoner,Angell,

House & Bock,2007; Stoner et al.,2005). Penelitian ini telah mengungkapkan bahwa

kepercayaan adalah salah satu faktor utama dalam kompleksnya hubungan orangtua anak

penyandang disabilitas dengan profesional pendidikan (Lake&Billingsley,2000; Stoner et

al.,2005).

Orangtua anak penyandang disabilitas juga mempunyai hak untuk

mengimplementasikan due process proceedings (proses hukum yang adil) jika mereka tidak

setuju dengan keputusan tim IEP (IDEIA,2004). Due process memastikan “hak asasi

orangtua untuk memprotes jika mereka tidak setuju dengan keputusan dan distrik sekolah”

(Fieldler, Simpson, & Clark,2007,hlm.207). Due process meningkatkan peluang antara orang

tua dan administrator pendidikan dan dengan demikian meningkatkan peluang untuk

27

Page 28: metodologi penelitian

memperbaiki kepercayaan. Jika due process berkepanjangan dan melibatkan menyewa

pengacara, hal ini dapat memakan banyak biaya namun tidak mensyaratkan mediasi sebelum

implementasi due process. Lake dan Billingsley (2000) meneliti perspektif orangtua dan

profesional pendidikan yang terlibat dalam kasus-kasus due process. Hampir 90% partisipan

orang tua melaporkan inisiasi atau eskalasi konflik akibat perbedaan persepsi antara orangtua

dan anggota tim lain mengenai kebutuhan anak-anak. Dalam penelitian mereka, orangtua

melaporkan ketidakpuasan mereka dengan tim sekolah yang tidak mau mengakui

individualitas anak (artinya tidak mengakui kekuatan dan keterbatasan anak terlepas dari

label disabilitasnya). Disamping itu, orang tua merasa seakan – akan sekolah bekerja dari

perspektif defisit, yang memberikan tekanan terlalu besar pada apa yang tidak dapat

dilakukan anak dan bukan memfokuskan atau mengakui kekuatan masing-masing anak.

(Aigne, Colvin & Baker,1998; Lake & Billingsley). Perlu dicatat bahwa perspektif yang

berbeda antara orangtua dan profesional pendidikan berkembang seiring waktu ketika

orangtua memersepsi interaksi negatif dengan tim sekolah.

Disamping itu, jika orangtua dan tim pendidikan bekerja dengan sudut pandang yang

berbeda dalam kaitannya dengan asesmen dan pemberian layanan, orangtua lebih cenderung

tidak mempercayai pertukaran yang akan datang ketika harapan mereka tidak terpenuhi.

(Stoner & Angell,2006). Kepala sekolah dapat memengaruhi dampak sudut pandang yang

berbeda ini melalui pengaruhnya pada iklim sekolah. Tschannen-Moran (2004)

mendeskripsikan hubungan antara kepala sekolah, kepercayaan terhadap sekolah dan iklim

sekolah secara keseluruhan, dan kepercayaan orangtua.

Kepala sekolah memainkan peranan penting dalam menciptakan konteks kepercayaan

agar berkembang antara orang tua dan sekolah serta antara guru dan orangtua. Pemimpin

sekolah menciptakan kerangka kerja dan struktur untuk hubungan tersebut dan dengan

contoh, juga dapat menentukan warna interaksinya (hlm.136)

Secara lebih khusus, interaksi kepala sekolah dengan masing-masing siswa dan

keluarga dapat memengaruhi keterpusatan pada anak secara keseluruhan di sekolah (Di-Paola

& Walther-Thomas,2003; Kochanek, 2005; Soodak & Erwin,2000).

Membangun dan memelihara kepercayaan tidak memastikan bahwa distrik sekolah

tidak pernah menghadapi due process hearing; tetapi hubungan yang didasari kepercayaan

memiliki potensi untuk meminimalkan konflik dan menghasilkan resolusi. Konsekuensinya,

kepala sekolah memiliki tanggung jawab utama untuk memberikan kontribusi positif pada

terbangunnya kepercayaan dengan seluruh orangtua, mungkin berinteraksi dengan frekuensi

28

Page 29: metodologi penelitian

tinggi dengan para profesional pendidikan, termasuk guru, personel pelayanan yang terkait,

dan kepala sekolah.

Maksud Penelitian

Peran kepala sekolah dalam membangun atau mempengaruhi kepercayaan organisasi

secara keseluruhan di sekolah telah muncul dari penelitian yang sudah ada(misalnya, Hoy et

al.,2002; Hoy & Tschannen-Moran,1999). Penelitian yang lebih baru melihat ciri khusus dan

tindakan yang dapat diambil dari kepala sekolah untuk meningkatkan kepercayaan

organisasional (misalnya, Kochanek,2005). Pentingnya kepercayaan dalam membangun

kemitraan rumah-sekolah yang efektif untuk siswa penyandang disabilitas juga didukung

dengan kuat dalam penelitian terkini (Lake & Billingsley,2000; Stoner et al., 2005; Turnbull,

Erwin &Soodak,2006). Mengingat kritisnya peran yang dapat dimainkan kepala sekolah

dalam membangun kepercayaan, penelitian lebih lanjut dibutuhkan tentang bagaimana

mereka memengaruhi hubungan antara keluarga anak-anak penyandang disabilitas dengan

profesional pendidikan.

Peranan ini muncul dari penelitian yang lebih luas mengenai perspektif ibu dari anak

penyandang disabilitas tentang kepercayaan terhadap personel pendidikan (Angell Stoner, &

Shelden,2009). Meskipun kami tidak menggali secara spesifik tentang peran administrator,

peran kuat administrator, khususnya kepala sekolah, tampak jelas selama wawancara dengan

16 ibu dari anak dengan beragam disabilitas, umur, dan ranah geografis. Kami setelah itu

memeriksa ulang data kami untuk menjawab pertanyaan penelitian berikut ini :

Apa perspektif ibu dari anak penyandang disabilitas tentang kepercayaan terhadap

kepala sekolah ?

Metode

Rancangan Penelitian

Kami menerapkan metode penelitian untuk mendapatkan wawasan tentang sifat

kepercayaan para ibu dari anak penyandang disabilitas terhadap kepala sekolah. Kami

melihat kepercayaan sebagai fenomena sentral yang membutuhkan eksplorasi dan

pemahaman (Creswell,2002). Mengingat sifat fenomena target kami (yaitu kepercayaan),

kami mengikuti saran Strauss dan Corbin (1998) yang menjelaskan bahwa “penelitian

kualitatif dapat digunakan untuk mendapatkan detail-detail yang rumit tentang fenomena

29

Page 30: metodologi penelitian

seperti perasaan, proses pikiran, dan emosi yang sulit untuk diekstraksi atau dipelajari melalui

metode-metode yang lebih konvensional”(hlm.11).

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah studi kasus kolektif seperti yang

dideskripsikan oleh Stake (2000). Studi kasus kolektif melibatkan kajian terhadap lebih dari

satu kasus untuk “menginvestigasi fenomena, populasi atau kondisi umum”(hlm.437).

Pendekatan ini mengasumsikan bahwa menginvestigasi sejumlah kasus menghasilkan

pemahaman yang lebih baik dan teorisasi yang lebih baik. Miles dan Huberman (1994)

menyatakan bahwa meneliti banyak kasus memberikan keyakinan kepada peneliti bahwa

kejadian-kejadian pada satu kasus “tidak seluruhnya idiosentrik”(hlm.172). lebih jauh,

meneliti banyak kasus memungkinkan kita untuk melihat berbagai proses dan hasil pada

semua kasus dan memungkinkan pemahaman yang lebih mendalam melalui deskripsi dan

penjelasan yang lebih kuat.

Partisipan

Kami menggunakan teknik purposive sampling yang memasukkan metode bola salju

untuk merekrut sekelompok ibu dari anak usia sekolah penyandang disabilitas yang bersifat

heterogen sebagai partisipan dalam penelitian ini, yang menjadi dasar latar alasan untuk

fokus kami pada ibu berdasarkan penelitian yang menunjukkan bahwa ibu mempunyai

banyak kontak dengan profesional pendidikan dibanding ayah (misalnya, David, 1998; Nor,

Brimhall,&West,1997; Nod &West,2001; Thomson, McLanahan&Curtin,1992). Kami

sengaja memasukkan beragam ibu yang memiliki anak dengan beragam disabilitas di

berbagai tingkat kelas di sekolah dari beberapa distrik sekolah yang mewakili beragam ranah

(setting) (misalnya, pedesaan, sub-urban dan perkotaan). Kami berharap metodologi sampling

ini dapat memberikan peluang maksimum kepada kami untuk melakukan analisis yang dapat

diperbandingkan (Strauss & Corbin, 1998) terhadap ibu-ibu dari beragam latar belakang dan

pengalaman dengan sekolah, yang memiliki anak-anak penyandang beragam disabilitas di

berbagai umur.

Partisipan direkrut dengan menggunakan tiga teknik; (a) distribusi bahan-bahan

rekrutmen tingkat-distrik; (b) distribusi bahan rekrutmen personel sekolah individual; (c)

participant referral snowballing technique, partisipan mendistribusikan bahan rekrutmen

kepada ibu-ibu lain yang mengekspresikan bahan rekrutmen kepada ibu-ibu lain yang

mengekspresikan perspektif berbeda atau pernah memiliki pengalaman yang berbeda dengan

profesional pendidikan. Metode sampling ini memfasilitasi tercapainya variasi sebanyak

mungkin dalam sampel kita (Patton,1980). Dalam fase rekrutmen awal kami, setelah

30

Page 31: metodologi penelitian

mendapatkan persetujuan universitas untuk melaksanakan penelitian, kami mengirimkan

surat penjelasan dan undangan ke beberapa administrator distrik sekolah di negara bagian di

wilayah Barat-Tengah, meminta mereka untuk mendistribusikan surat kepada partisipan-

partisipan potensial jika mereka menyetujui kami untuk mewawancarai ibu – ibu bersama

anak-anak disekolah mereka. Dalam surat undangan tersebut, para ibu diminta untuk

mengembalikan formulir izin untuk mengontak jika mereka tertarik untuk berpartisipasi

dalam penelitian. Meskipun dirancang untuk melindungi identitas partisipan potensial sampai

mereka setuju untuk bertemu dengan kami untuk wawancara , efektivitas metode rekrutmen

ini terbukti minimal, dengan hanya mendapatkan dua orang partisipan. Kami secara tentatif

mengatribusikan keengganan administrator atau ibu untuk berpartisipasi pada sifat

penelitiannya (yaitu investigasi kepercayaan) dan oleh sebab itu kami memohon kepala

sekolah dan beragam personel sekolah (misalnya terapis dan guru pendidikan khusus) untuk

membantu kami dalam merekrut partisipan.

Selama fase rekrutmen kedua, personel sekolah mengirimkan formulir izin untuk

mengontak kepada partisipan-partisipan potensial dengan siapa mereka memiliki kontak

reguler. Setelah menerima persetujuan, kami menjadwalkan wawancara tatap muka satu-

lawan-satu dengan para ibu, menjelaskan penelitiannya, dan mendapatkan informed consent

mereka. Kami secara tentatif mengatribusikan keberhasilan metode rekrutmen ini pada sifat

hubungan yang dimiliki partisipan dengan para profesional pendidikan yang mengontak

mereka dan pada kontak pribadinya. Kontak pribadi dari individu-individu yang sudah

dikenal di sekolah atau distrik mereka mungkin telah memengaruhi kesediaan para ibu untuk

berpartisipasi.

Fase rekrutmen ketiga kami mendapatkan 14 partisipan tambahan. Pool partisipan

terakhir kami terdiri atas 16 ibu dari anak dengan berbagai macam disabilitas. Mereka

beragam dalam umur, mulai 18 sampai 55 tahun. Dari semuanya, 12 adalah orang Kaukasia,

1 orang Afrika-Amerika, dan 3 orang Hispanik. Salah seorang ibu Hispanik itu memiliki

kemampuan Bahasa Inggris terbatas, sehingga seorang interpreter berbahasa Spanyol

membantu selama wawancara dengannya. Sebagian besar ibu berasal dari daerah perkotaan

dan suburban dan 2 orang berasal dari daerah pedesaan. Para ibu dan anak-anaknya ini

merepresentasikan delapan distrik sekolah, tingkat kelas yang beragam, dan beragam wilayah

geografis (yaitu pedesaan, suburban, dan perkotaan).

31

Page 32: metodologi penelitian

Wawancara

Data dikumpulkan melalui wawancara semi-terstruktur, yang oleh Fontana dan Frey

(2000) dideskripsikan sebagai “salah satu cara paling kuat untuk mencoba memahami sesama

manusia”(hlm.645). Wawancara tatap muka terjadi dirumah para ibu atau tempat yang

ditetapkan oleh para ibu (misalnya, restoran, kedai kopi) dan lamanya berkisar antara 60

sampai 90 menit. Pertanyaan wawancara, yang memfokuskan paaada kepercayaan, hubungan

dengan profesional pendidikan, dan situasi yang kepercayaannya menguat atau menurun,

diberikan dalam lampiran. Masing-masing wawancara direkams secara audio dan dibuat

verbatim (kata demi kata) transkripsinya untuk memfasilitas analisis datanya nanti.

Masing- masing wawancara dilaksanakan oleh salah satu diantara ketiga penulis

pertama. Keenam belas wawancara partisipan-tinggalnya terdiri atas pertanyaan terbuka yang

luas, yang dirancang untuk menginvestigasi perspektif para ibu tentang kepercayaan mereka

terhadap profesional pendidikan. Selama kami mewawancarai ibu, kami menggali lebih

dalam (probing) untuk mendapatkan informasi lebih lanjut, elaborasi atau klarifikasi respons

yang kami anggap cocok. Wawancara semi-terstruktur memungkinkan kita untuk menangani

masalah kepercayaan sambil tetap menjaga keterbukaan (Kvale, 1996).

Tabel. 1

Demografi Partisipan

Nama

Orangtua

Etnis Nama

Anak

Disabilitas/

Diagnosis

Tingkat

Kelas

Setting

Pengajaran

Lokasi

Sekolah

Mary Kaukasia Alex ASD Prasekolah Kelas Khusus

Desa

Olivia Kaukasia Emily Disfungsi integrasi sensorik

Prasekolah Inklusif Sub-Urban

Terri Hispanik Frankie Keterlambatan Prasekolah Inklusif Kota

32

Page 33: metodologi penelitian

perkembanganVickie Kaukasia Larry Retardasi

MentalSD Kelas

KhususDesa

Yvonne Kaukasia George ASD SD Inklusif Sub-Urban

Noreen Kaukasia Roger Hendaya Kesehatan Lain

SD Inklusif dengan Pull out services

Kota

Nicole Kaukasia Oscar ADHD-PI SD Inklusif dengan Pull out services

Kota

Monica Kaukasia Tommy ADHD-PI SD Inklusif dengan Pull out services

Kota

Lisa Kaukasia Hank Disabilitas Belajar

SD Inklusif Kota

Dede Afrika-amerika

Victor Tunarungu SMP Inklusif Kota

Teresa Hispanik Selena Tunarungu SMP Kelas Khusus

Kota

Dolorita Hispanik Josefina Tunarungu SMP Kelas Khusus

Kota

Ursula Kaukasia Charlie ADHD SMP Inklusif Sub-Urban

Valerie Kaukasia Tad Disabilitas Belajar Non Verbal

SMA Inklusif Sub-Urban

Carole Kaukasia Sam Serebral Palsi SMA Inklusif Sub-Urban

Pat Kaukasia Mike Disabilitas Belajar

SMA Inklusif Sub-Urban

Analisis Data

Temuan-temuan yang berkaitan dengan kepercayaan ibu terhadap kepala sekolah

benar-benar muncul sebagai salah satu di antara beberapa kategori atau tema yang kami

identifikasi selama kami menganalisis data wawancara kami. Di samping melaporkan

temuan-temuan yang berkaitan dengan kepercayaan terhadap profesional pendidikann secara

keseluruhan(Angell et al.,2009), kami memutuskan untuk melaporkan secara terpisah tentang

tema-tema lain yang muncul, seperti kepercayaan ibu terhadap kepala sekolah, masalah yang

berkaitan dengan komunikasi, dan faktor yang terkait tim. Setelah kami menganalisis seluruh

data wawancara dan mengidentifikasi tema utama, setelah itu kami memfokuskan lebih dekat

pada tema tertentu dan mengembangkan peta konsep yang memedomani laporan kami.

33

Page 34: metodologi penelitian

Contohnya, ketika kami melaporkan tentang temuan kami secara keseluruhan (Angell et al.),

kami tidak mempunyai ruang jurnal untuk menggali dan mendiskusikan temuan kami yang

berkaitan dengan kepercayaan ibu terhadap kepala sekolah . kami mengambil seluruh data

yang kami kategorikan sebagai perspektif administrator dari penelitiaan kami yang lebih

besar dan melakukan analisis dengan merevitalisasi data, mengode ulang data dan

mengategorisasikan tema. Dengan demikian, kami menyeleksi set data ini untuk analisis dan

diskusi mendalam tersendiri karena perspektif partisipan kami bahwa kepala sekolah

mempunyai dampak signifikan pada kepercayaan mereka terhadap profesional pendidikan.

Kami menggunakan analisis lintas-kasus (cross-case-analysis) seperti yang

dideskrpsikan oleh Miles dan Huberman (1994) untuk mengkaji masing-masing ibu (kasus)

sebagai entitas utuh. Dengan menggunakan pengodean kalimat dengan demi kalimat respons

wawancara ibu, yang diikuti oleh analisis komparatif dari ke 16 kasus. Masing – masing

peenliti secara independen mengode kalimat demi kalimat setiap wawancara dan semua kode

dimasukkan kedalam software Nvivo7(Richards, 2002). Setelah itu, kami beberapa kali

bertemu sebagai tim untuk mendiskusikan kode itu, mengidentifikasi tema yang muncul, dan

mencapai konkordansi tentang pengembangan peta konsep yang merepresentasikan temuan

penelitian.

Kami menggunakan standar kategori yang fleksibel, yang berarti kami menyesuaikan

kategori kami selama data tambahan dari setiap kasus dianalisis secara mendalam (Coffey &

Atkinson, 1992). Ketika kategori muncul, kami menggunakan model komparatif konstan

(Charmaz, 2000) untuk membandingkan kasus dan untuk memperhalus , memperluas, atau

membuang kategori jika diperlukan. Tipe prosedur pengodean ini membantu kami tetap

selaras dengan pandangan para ibu selama kami mengkaji data wawancara kami secara terus-

menerus (Charmaz, 2000). Ketika kami mendiskusikan ketidaksepakatan apa pun tentang

kategori yang muncul, kami kembali ke data verbatim (kata demi kata; menurut apa yang

tertuang dalam tulisan) untuk sekali lagi memastikan sudut pandang partisipan, dan setelah

itu melanjutkan proses ini sampai kami menyepakati tentang seluruh kategori. Proses cross-

checking coding terhadap kategori utama ini memberikan “kecermatan untuk menginterogasi

data” dan memungkinkan diskusi yang meningkatkan pemahaman tentang pengodeannya

(Barbour, 2001, hlm.1116)

Confirmability,

Kami terlibat metode validasi responden (Creswell, 2002) dan member checking

(pengecekan anggota) (Janesick 2000) untuk mengonfirmasi temuan-temuan kami. Untuk

34

Page 35: metodologi penelitian

memastikan validasi responden kami, kami mempresentasikan rangkuman temuan kami

kepada orang-orang yang diwawancarai melalui telepon atau e-mail, menanyakan apakah

mereka sepakat dengan sebagian atau seluruh perspektif yang muncul, artinya melihat apakah

perspektif pribadi mereka terwakili dalam sebagian atau seluruh temuan yang dilaporkan.

Kami juga melakukan pengecekan anggota sebagai sarana untuk mengonfirmasi temuan.

Melalui pengecekan anggota, kami minta partisipan untuk berkomentar tentang keakuratan

verbatim (kata demi kata; menurut apa yang tertulis dalam tulisan) dan mendapatkan

persetujuan mereka untuk menggunakan kutipan pribadi langsung dalam laporan tertulis atau

verbal penelitian kami. Ke-16 partisipan mengonfirmasi bahwa rangkuman temuan tersebut

merepresentasikan secara adekuat dan akurat persepektif mereka tentang kepercayaan

terhadap kepala sekolah dan semua ibu yang kutipan langsungnya muncul dalam laporan

memberikan izin untuk mengutip.

Keterbatasan dan cakupan penelitian

Meskipun kami menggunakan metode penelitian kualitatif yang diterima untuk

penelitian ini, kami mengakui bahwa validitas temuannya mungkin terpengaruh oleh

keterbatasan penelitian tertentu. Keterbatasan pertama dari penelitian ini adalah kami tidak

merencanakan secara eksplisit untuk mendapatkan data tentang kepercayaan ibu terhadap

kepala sekolah. Alih-alih, data ini muncul dari data yang diperoleh dari pertanyaan penelitian

yang lebih luas tentang kepercayaan ibu terhadap profesional pendidikan. Penggunaan

protokol wawancara semi-terstruktur memungkinkan kami untuk menggali lebih jauh ketika

partisipan mendiskusikan kepercayaan mereka terhadap kepala sekolah. Akan tetapi, kami

tidak menanyakan secara eksplisit bagaimana kepala sekolah dapat memengaruhi

kepercayaan mereka terhadap profesional pendidikan lain.

Keterbatasan kedua dari penelitian ini adalah kami tidak membangun hubungan yang

lebih luas dengan partisipan. Kami mewawancarai setiap ibu satu kali saja. Semakin banyak

wawancara dilakukan akan semakin ideal. Akan tetapi, kami merasa bahwa data awal dan

analisis data kami memberikan fondasi yang kuat untuk penelaahan yang lebih dalam tentang

kepercayaan orang tua anak penyandang disabilitas dan kepala sekolah. Kami juga mengakui

bahwa daya generalisasi temuan-temuannya mungkin dibatasi oleh sifat partisan kami.

Meskipun temun ini didasarkan pada persepsi 16 ibu saja dari suatu negara bagian, namun

partisan ini merefleksikan keanekaragaman etnik, ras, dan ekonomi serta merupakan ibu dari

anak-anak dengan beragam umur dan disabilitas. Rekrutmen partisipan melalui personel

sekolah mugkin juga telah membatasi generalisasi daya temuannya, dalam arti bahwa

35

Page 36: metodologi penelitian

personel sekolah mungkin mengidentifikasi ibu-ibu yang mereka rasa memiliki hubungan

yang erat dan positif dengannya.

Hasil

Wawancara memusatkan pada masalah kepercayaan perspektif partisipan tentang

hubungannya dengan profesional pendidikan. Hubungan dengan administrator terutama

sekolah dasar, muncul dari seluruh partisipan sebagai salah seorang profesional pendidikan

yang mempunyai pengaruh kuat pada kepercayaan ibu dari anak-anak penyandang disabilitas.

Dua kategori utama diidentifikasi memengaruhi perspektif partisipan tentang kepala sekolah :

(a) atribut kepala sekolah (personal dan profesional) dan (b) tindakan kepala sekolah dalam

sistem pendidikan, dengan siswa, dan dengan keluarga sisa. Di samping itu, pada masing-

masing kategori utama ini, subkategori dikembangkan yang menggambarkan lebih jauh

hubungan yang dimiliki partisipan dengan kepala sekolah di sekolah anaknya.

Atribut Kepala Sekolah

Atribut kepala sekolah dapat dilihat sebagai ciri khusus individual yang oleh

partisipan diidentifikasi memengaruhi kepercayaan mereka. Atribut-atribut dikategorikan

sebagai personal maupun profesional. secara Pada masing-masing kategori ini, atribut-atribut

tersebut dapat memengaruhi secara positif atau secara negarif hubungan partisipan dengan

kepala sekolah.

Gambar 1. Peta Konsep Temuan

Atribut

Memengaruhi Dengan

Tindakan

Atribut Dan Tindakan

36

Perspektif Ibu Tentang Kepercayaan Terhadap Kepala Sekolah

Personal

Profesional

Atribut Kepala Sekolah

Tindakan Kepala Sekolah

Sistem

Anak-anak

Keluarga

Page 37: metodologi penelitian

Kepala Sekolah Memengaruhi

Tindakan

Atribut personal. Semua partisipan pernah berinteraksi dengan administrator ,

terutama kepala sekolah. Interaksinya mungkin singkat tetapi perspektif partisipan

berkembang selama jangka waktu lama. Partisipan mungkin telah memiliki banyak hubungan

dengan guru-guru anaknya tetapi hubungan dengan kepala sekolah konsisten selama jangka

waktu yang lebih lama. Atribut personal kepala sekolah adalah bagian dari karakter kepala

sekolah yang dipersepsi partisipan selama interaksi mereka. Kami mengategorisasikan atribut

personal ini sebagai approachability (mudah didekati) dan authentic caring

(perhatian/kepedulian yang tulus).

Approachability diidentifikasi sebagai pengaruh positif pada kepercayaan partisipan

terhadap kepala sekolah. Kepala sekolah yang dipersepsi mudah didekati adalah mereka yang

tidak hanya mau meluangkan waktu untuk mendengarkan tetapi juga menunjukkan sikap

menerima yang membuat orangtua mendekati mereka dengan nyaman untuk menyampaikan

keprihatinan/kekhawatiran mereka. Contohnya, Norine mengatakan,

Sebelum saya pernah berbicara dengan beliau (kepala sekolah) tentang betsps

pentingnya award (penghargaan) akhir tahun yang bisa didapatkan oleh semua anak,

sehingga setiap anak bisa mendapatkan penghargaan. Saya tidak ingin hanya sekedar

membicarakan anak lakilaki saya meskipun jelas dari sanalah berangkatnya. Anak saya

benar-benar ketakutan soal penghargaan itu. Ia merasa sama sekali tidak mempunyai alasan

untuk berfikir bahwa ia mampu mendapatkan penghargaan seni, penghargaan musik,

penghargaan skolastik, penghargaan apapun. Tidak ada yang dapat ditargetkannya... beliau

(kepala sekolah) sangat mudah didekati soal itu dan beliau telah menyubstitusi beberapa

penghargaan untuk membaca. Jadi, sekarang saya harus membaca bersama T. Sekarang saya

merasa harus melakukannya karena sayalah yang merencanakannya.

Akan tetapi, tidak semua peserta mendeskripsikan kepala sekolahnya mudah didekati.

Contohnya, Nicole mendeskripsikan kepala sekolah putranya sebagai orang yang

“berkepribadian, tetapi bukan pada titik dimana saya merasa dapat duduk bersama dan

berbicara dengan beliau di tingkat pribadi”. Jikapun seorang kepala sekolah dapat diakses,

mudah atau tidaknya ia didekati atau diidentifikasi sebagai kunci bagi ibu untuk berhubungan

dan mengembangkan kepercayaan terhadap kepala sekolah.

Serupa dengan itu, kunci lain untuk mengembangkan kepercayaan adalah persepsi

bahwa kepala sekolah memiliki kepedulian yang tulus kepada anak – anak dan orangtua

37

Perspektif Ibu

Page 38: metodologi penelitian

mereka. Kepedulian yang tulus dapat dilihat sebagai tindakan dan perilaku yang oleh

partisipan diidentifikasi sebagai tulus, sukarela, terfokus-anak, dan menguntungkan anak atau

partisipan itu sendiri. Ursula mencontohkan konsep ini ketika ia mendeskripsikan kepala

sekolah putranya : “beliau tahu bahwa anak saya memiliki masalah, jadi ia akan benar-benar

memeriksa buku tugas anak saya”.

Kepedulian tulus tidak harus menghasilkan tindakan; kepedulian tulus sering kali

berupa persepsi kehangatan yang dideskripsikan orangtua dari interaksi mereka dengan

kepala sekolah. Dolorita berbicara tentang kepala sekolah putranya yang sudah pensiun tahun

lalu : “Ya, sangat bagus (mengacu pada hubungannya dengan kepala sekolah itu). Beliau

selalu menyambut baik orangtua. Sangat hangat”.

Kepala sekolah yang dipercaya oleh partisipan dideskripsikan sebagai hangat, penuh

hormat, dan menunjukkan kepedulian kepada anak-anak yang dipersepsi tulus.

Atribut profesional. Atribut yang dikategorisasikan sebagai profesional juga

memengaruhi kepercayaan partisipan terhadap kepala sekolah. Atribut profesional ini

termasuk accessibility (mudah diakses) dan pengetahuan tentang disabilitas.

Aksesibilitas kepala sekolah sangat dihormati oleh seluruh partisipan. Teresa

berbicara tentang aksesibilitas kepala sekolah putranya : “Beliau sangat baik, sangat

membantu saya kapanpun saya membutuhkan sesuatu. Beliau selalu ada dan jika saya perlu

berbicara dengan beliau, beliau akan siap sedia.” Partisipan mengakui bagaimana sibuknya

kepala sekolah dan mungkin pengakuan itu membuat mereka lebih menghargai lagi waktu

yang ditawarkan kepala sekolah, yang diilustrasikan oleh komentar Monica : “bahkan jika

beliau sibuk, beliau tetap mau meluangkan waktu beberapa menit.” Vickie sangat menghargai

waktu yang diberikan kepala sekolah kepadanya ketika ia memiliki kekhawatiran.

Saya hanya menelepon beliau dan beliau mau berbicara dengan saya selama setengah

jam. Beliau memanggil saya serta memberi saya beberapa buku, dan saya rasa semua itu

menakjubkan.

Mary menghubungkan suatu insiden tentang program untuk putranya yang

menyandang gangguan spektrum autisme. Ia pernah mengungkapkan kekhawatirannya

tentang penempatan putranya pada program baru kepada administrator pendidikan khusus.

Lalu saya kataan, silahkan saja dan uji-cobakan dan saya sebenarnya menginginkan

anak saya seperti sebelumnya. Beliau seakan mengatakan “well, anda ingin itu dilakukan dan

mengujicobakannya dan setelah itu kita dapat menariknya keluar jika anda tidak

menyukainya atau tidak merasa nyaman dengannya.” Jadi, saya bilang “baiklah.” Kami

melaksanakan dan mengujicobakannya kemudian meneleponnya dan mengatakan bahwa saya

38

Page 39: metodologi penelitian

merasa tidak nyaman anak saya kesana karena semua kejadian yang kami alami dan kami

menginginkannya kembali ke sekolah pertama, dan beliau mengatakan, “oke, kita dapat

berbicara melalui telepon”.

Insiden ini mengilustrasikan makna aksesibilitas ketika partisipan merasakan

kebutuhan yang kuat untuk berbicara dengan kepala sekolah. Aksesibilitas adalah prasayarat

yang dibutuhkan untuk membangun kepercayaan dan disebutkan oleh semua partisipan.

Partisipan juga menyadari pengetahuan kepala sekolah tentang disabilitas anaknya. Valerie

berbicara tentang pengetahuan seorang kepala sekolah baru tentang disabilitas putranya dan

efeknya pada seluruh staf sekolah.

Mereka juga memiliki seorang kepala sekolah baru, yang saya pikir sedikit lebih

menyadari tentang itu (disabilitas). Saya pikir staf sekolah terlepas dari apakah mereka

mengetahuinya atau tidak, melihat isyarat dari kepala sekolah aapakah beliau akan

menindaklanjuti , apakah hal in merupakan sesuatu yang serius dan perlu kita perhatikan.

Apakah hal ini benar-benar penting, atau sesuatu yang dapat dijadikan prioritas kedua?

Suatu insiden dimana kepala sekolah dan staf tidak memiliki pengetahuan tentang

gangguan putrinya membuat Olivia menawarkan untuk memberikan suatu in-service session

kepada seluruh staf sekolah. Kepala sekolah serta-merta menyetujuinya dan ini diapresiasi

oleh orangtua.

Jadi saya banyak membaca tentang isu itu, menyiapkan presentasi. Presentasinya

berlangsung satu jam penuh , dan mereka bahkan tetap tinggal untuk mengajukan berbagai

pertanyaan. Saya benar –benar terkejut. Saya berbicara tentang suatu in-service yang

berlangsung di malam hari, ketika orang semestinya dapat keluar dari kelas. Sesinya

berlangsung antara pukul 6.00-7.30 malam, dan mereka mewajibkan seluruh staf untuk

mengikutinya.

Kurangnya pengetahuan tentang disabilitas tidak dilihat sebagai hambatan terhadap

kepercayaan kecuali jika hal itu disertai oleh tidak adanya keinginan untuk belajar. Terri

menarik anaknya dari sekolah paroki ketika ia memersepsi bahwa stafnya tidak mau

menangani disabilitas putranya. Persepsi ini tampaknya berlawanan secara langsung dengan

kata-kata kepala sekolahnya yang mengatakan bahwa putranya seharusnya tetap bersekolah

di sana.

Benar, persis seperti saya, saya sangat peduli dengan sekolah. Kepala sekolah

mengatakan, “tidak, kami akan meninggalkannya di sini.” Saya bilang “tidak” karena saya

tidak akan memaksa beliau. Saya tidak akan melakukan itu kepada mereka, sama seperti saya

tidak mau orang memaksa anak saya.

39

Page 40: metodologi penelitian

Salah seorang partisipan, Yvonne, berbicara tentang keuntungan mempunyai kepala

sekolah yang sama selama transisi vertikal putranya dari prasekolah ke sekolah dasar.

Yvonne berada dalam situasi yang tidak biasa dimana kepala sekolah putranya pindah dari

prasekolah ke sekolah dasar dimana putranya bersekolah. Ia berbicara tentang keuntungan

pengetahuan kepala sekolah dan staf akan perkembangan dan kemajuan putranya :

Saya pikir ini adalah soal keberlanjutan dan bukan sekedar soal kepala sekolahnya

yang berkelanjut dalam hal ini; setiap kali kami bertemu orang, mereka tampak kagum, setiap

orang yang duduk semeja tampak kagum melihat kemajuan yang dibuatnya (putranya),

mereka bangga kepadanya, sama seperti saya, dan saya tidak tahu apakah anak saya pun

merasakan itu, tetapi mestinya begitu.

Ada banyak tindakan orangtua dengan siswa yang memengaruhi kepercayaan

orangtua. Jika kepala sekolah menunjukkan ketertarikan pribadi kepada anak, orangtua akan

menyadarinya. Ursula melaporkan bahwa kepala sekolah salah satu putranya sangat teribat

dengan siswa sekolah, termasuk mereka yang menyadang disabilitas.

Keterlibatan dengan siswa, dan khusunya keterlibatan yang mencakup siswa-siswa

penyandang disabilitas, diapresiasi dan diakui oleh partisipan kami dan mempunyai pengaruh

positif pada terbangunnya kepercayaan mereka terhadap profesional pendidikan. Sebaliknya,

kepala sekolah yang mengabaikan siswa atau tidak mengambil tindakan apapun dipersepsi

negatif dan memiliki efek menghambat terbangunnya kepercayaan. Carole mendeskripsikan

persepsi ini sebagai, “kepala sekolah jarang sekali terlibat. Rasanya ia tidak pernah

mengambil posisi tentang apapun. Mereka hanya sekedar ada.

Tindakan kepala sekolah dengan orang tua yang dipersepsi positif adalah fokus pada

secara aktif mendengarkan orangtua dan menawarkan saran atau bantuan ketika dibutuhkan,

yang hasilnya adalah meningkatkanya kepercayaan. Akan tetapi, tidak semua tindakan kepala

sekolah dengan partisipan positif. Partisipan mengaitkan insiden lain yang menurunkan

kepercayaan, insiden ini merupakan sikap kepala sekolah yang tidak menghormati atau

mengakui perspektif orangtua.

Partisipan mengidentifikasi atribut pokok dan tindakan kepala sekolah yang

ditingkatkan kepercayaan dan berbicara keras tentang tatkala atribut dan tindakan yang sama

tidak ada san menghalangi kepercayaan mereka terhadap kepala sekolah. Partisipan ingin

memercayai kepala sekolah;mereka mengapresiasi kepala sekolah yang mudah diakses dan

terbukti menunjukkan kepedulian yang tulus kepada anak mereka dan mereka

mendeskripsikan tindakan kepala sekolah dalam sistem pendidikan, dengan anak mereka, dan

dengan keluarga mereka yang memfasilitasi kepercayaan mereka.

40

Page 41: metodologi penelitian

Diskusi

Melalui penelaahan perspektif para ibu dari anak-anak penyandang disabilitas,

temuan penelitian ini mengungkapkan beberapa pemahaman tentang peran kritis yang

dimainkan oleh administrator sekolah, khususnya kepala sekolah dalam membangun dan

menjaga kepercayaan antara sekolah dan keluarga. Setelah mempertimbangkan keterbatasan

penelitian ini, kami mendiskusikan temuan kunci dari kerangka kerja kepemimpinan sekolah.

Setelah itu, kami mendiskusikan implikasinya untuk praktik dan untuk penelitian dimasa

mendatang.

Pengaruh Kepala Sekolah pada Kepercayaan.

Seperti digambarkan pada gambar.1, para ibu yang kami wawancarai

mengidentifikasi atribut dan tindakan kepala sekolah yang dapat mempunyai pengaruh positif

dan negatif pada kepercayaan. Mereka berbicara terutama tentang kepala sekolah dari pada

tentang administrator pendidikan khusus ketika mendiskusikan tentang pemimpin sekolah.

Temuan tentang atribut dan tindakan berpengaruh yang muncul dari wawancara konsisten

dengan penelitian sebelumnya tentang kepercayaan, khususny kepercayaan terhadap dan

yang difasilitasi oleh pemimpin sekolah. Akan tetapi, temuan ini memperluas penelitian

sebelumnya dengan menyoroti bagaimana hubungan kepemimpinan yang layak dipercaya

dengan pengalaman pendidikan siswa penyandang disabilitas dan keluarganya.

Melalui matriks kepemimpinannya, Tschannen-Moran (2004) menyuguhkan kerangka

kerja untuk kepemimpinan sekolah yang mendukung kepercayaan. Kerangka kerja tersebut

mengidentifikasi faset-faset kepercayaan, konstituensi sekolah, termasuk orangtua, dan fungsi

kepemimpinan instruksional. Fungsi kepemimpinan dalam kerangka kerja tersebut-visioning

(memberikan visi), modelling (memberi/menjadi teladan), coaching (memberikan

pembinaan), managing (mengelola), dan mediating (memediasi) dapat didemonstrasikan

dengan cara yang menghambat atau memfasilitasi kepercayaan. Kami mendiskusikan

temuan-temuan kunci dalam hubungan pada kerangka kerja ini untuk kepemimpinan sekolah

yang layak dipercaya.

Faset Kepercayaan

Lima faset kepercayaan dimasukkan dalam matriks kepemimpinan Tschannen-Moran

(2004), termasuk kebajikan, kejujuran, keterbukaan, dapat diandalkan, dan kompetensi.

Penelitian di masa lalu telah mengonfirmasi sentralitas faset-faset ini untuk membangun

41

Page 42: metodologi penelitian

hubungan yang memercayai disekolah. Atribut-atribut yang personal dan profesional yang

memengaruhi kepercayaan ibu terhadap kepala sekolah yang muncul dalam penelitian ini

merefleksikan aspek-aspek faset-faset kepercayaan, khususnya kebajikan, keterbukaan, dan

kompetensi.

Kebajikan melibatkan mendemonstrasikan kepedulian, dukungan, dan respek.

Kebajikan mungkin merupakan faset paling kritis dari kepercayaan. Para ibu dalam penelitian

ini mengidentifikasi atribut personal kepedulian yang tulus, yang dipersepsi sebagai

kehangatan dan respek, sebagai pengaruh kritis pada kepercayaan. Kepeduliaan yang tulus

juga melibatkan penerimaan terhadap seorang anak. Bagi orangtua anak-anak penyandang

disabilitas, hal ini mungkin sangat penting karena mereka menghargai kepala sekolah yang

menunjukkan penerimaan terlepas dari sifat disabilitasnya. Kepala sekolah yang memiliki

pengalaman terbatas dengan anak-anak penyandang disabilitas mungkin akan mengalami

kesulitan untuk menunjukkan penerimaan terhadap semua anak dan dengan demikian

kepercayaan dapat terpengaruh secara negatif.

Mudah didekati dna mudah diakses keduanya muncul dari penelitian ini sebagai

atribut personal yang memengaruhi kepecayaan. Atribut ini merupaka komponen dari

keterbukaan, salah satu faktor kepercayaan yang diidentifikasi oleh Tschannen-Moran

(2004). Keterbukaan kritis pada kepercayaan, dan melibatkan kerentanan dalam komunikasi

terbuka. Keterbukaan melibatkan kemauan untuk berkomunikasi dan berbagi informasi.

Kompetensi adalah aspek kepercayaan lain yang diidentifikasi oleh Tschannen-

Morgan (2004) dan partisipan dalam penelitian ini . Temuan kami menunjukkan bahwa

pengetahuan tentang disabilitas siswa atau paling tidak keinginan untuk belajar tentang

disabilitas tertentu, adalah aspek penting yang memengaruhi persepsi tentang kompetensi

pemimpin sekolah. Kepala sekolah sering kali tidak memiliki pelatihan khusus yang

berkaitan dengan memahami tipe-tipe disabilitas, tetapi kepemimpinan efektif mereka bagi

seluruh konstituensi di suatu sekolah membutuhkan pemahaman dasar tentang berbagai

disabilitas dan pemahaman tentang proses pendidikan khusus. Kepala sekolah mungkin perlu

mencari pelatihan atau informasi tembahan melalui organisasi profesional atau melalui

kolaboarasi dengan administrator kebutuhan khusus.

Fungsi Kepemimpinan

Matriks kepemimpinan yang layak dipercaya yang disuguhkan oleh Tschannen-

Moran (2004) memasukkan lima fungsi kepemimpinan – visioning (memberikan visi),

modelling (memberi/menjadi teladan), coaching (memberikan pembinaan), managing

42

Page 43: metodologi penelitian

(mengelola), dan mediating (memediasi)- yang dapat memengaruhi budaya kepercayaan

dalam sekolah mereka. Tindakan kepala sekolah yang sangat paralel dengan fungsi yang

disuguhkan oleh Tschannen-Moran, dengan mudah diidentifikasi oleh partisipan penelitian

sebagai aspek yang memengaruhi kepercayaan mereka terhadap kepala sekolah. Para ibu

dalam penelitian ini mendeskripsikan tindakan kepemimpinan yang berkaitan dengan fungsi

ini, khususnya fungsi modelling, coaching dan mediating.

Dalam penelitian ini, para ibu mengidentifikasi konflik yang timbul dari berbagai

macam sumber, seperti perselisihan dengan guru atau keterlambatan dalam menerima

layanan terkait. Mediasi kepala sekolah pada konflik-konflik semacam itu memengaruhi

persepsi ibu tentang seberapa dapat dipercayanya hubungan mereka dengan kepala sekolah.

Mediasi adalah kebutuhan yang lazim dalam sistem pendidikan khusus dan mengacu pada

tindakan yang diambil pemimpin untuk menangani konflik dan memperbaiki kepercayaan.

Dalam konteks ini, mediasi berbeda dengan proses resolusi terstruktur yang diidentifikasi

oleh IDEIA. Alih-alih, yang dimaksud adalah tindakan kepemimpinan yang diambil di luar

proses formal. Mediasi sangat berharga ketika konflik muncul untuk pertama kalinya dan

mediasi mampu mengurangi eskalasi konflik. Mungkin dengan mencegah resolusi formal

atau due process. Mediasi kepala sekolah dipersepsi secara bervariasi oleh para ibu dalam

penelitian ini, tetapi perspektifnya secara keseluruhan adalah mediasi yag efektif

meningkatkan kepercayaan orangtua. Secara spesifik, suatu strategi mediasi yang efektif yang

muncul dari temuan-temuan kami adalah kemauan kepala sekolah untuk menangani masalah

secara langsung daripada menyepelekannya atau mendelegasikannya kepada personel sekolah

lain. Seperti atribut dan tindakan lain yang diidentifikasi dalam penelitian ini, kepala sekolah

dapat berada pada posisi yang kurang menguntungkan karena mendapatkan atau ketiadaan

pelatihan yang berkaitan dengan anak penyandang disabilitas dan proses pendidikan khusus

(DiPaola &Walter-Thomas,2003) akan tetapi, perlu ditekankan bahwa kurangnya

pengetahuan bukan menjadi penghalang sebagaimana tidak adanya tindakan.

Kesimpulan

Ibu dari anak penyandang disabilitas mengidentifikasi atribut dan tindakan pemimpin

sekolah yang memengaruhi kepercayaan. Jika pemimpin sekolah, dan khususnya kepala

sekolah, ingin membangun dan memelihara kepercayaan bersama seluruh konstituensinya,

termasuk anak penyandang disabilitas, guru mereka, dan keluarga mereka, maka mereka

perlu menelaah bagaimana hubungan kepemimpinan yang layak dipercaya dengan sistem

pendidikan khusus. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa faset kebajikan, keterbukaan,

43

Page 44: metodologi penelitian

dan kompetensi dapat memiliki signifikansi tinggi ketika mempertimbangkan bagaimana

hubungan kepala sekolah dengan keluarga anak penyandang disabilitas. Searah dengan itu,

tenuan ini menunjukka bahwa fungsi kepemimpinan modelling, coaching, dan mediating

mungkin membutuhkan kompetensi atau pertimbangan khusus yang berkaitan dengan siswa

penyandang disabilitas. Kepala sekolah yang menginginkan kolaborasi yang lebih efektif

mungkin perlu untuk lebih terlibat secara pribadi dalam program pendidikan khusus di

sekolahnya. Keterlibatan langsung dalam berbagai pertemuan IEP dan pengambilan

keputusan pendidikan lainnya, kepedulian dan penerimaan terhadap anak penyandang

disabilitas, kemauan untuk belajar lebih banyak tentang siswa penyandang disabilitas, serta

mendemonstrasikan kepemimpinan dalam keputusan dan iklim pendidikan yang berkaitan

dengan siswa penyandang disabilitas mungkin semuanya adalah langkah efektif dalam

meningkatkan kepercayaan dengan keluarga anak penyandang disabilitas. Temuan ini juga

menunjukkan perlunya menelaah sejauh mana program persiapan personel kepala sekolah

mempersiapkan secara adekuat kepala sekolah untuk membangun kepercayaan dan kemitraan

yang efektif dengan para orangtua dari anak penyandang disabilitas.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Creswell, John. 2015. Riset Pendidikan : Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi Riset

Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar .

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Penerbit Alfabeta

44