metodologi

31
1. Warsita (2008:85) “Pembelajaran adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik”. 2. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20 “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. 3. Sudjana (2004:28) “Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan sengaja untuk menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu antara peserta didik (warga belajar) dan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan membelajarkan”. 4. Corey (1986:195) “Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan”. 5. Dimyati dan Mudjiono (1999:297) “Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar”. 6. Trianto (2010:17) “Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan”. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Pembelajaran dalam makna kompleks adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarhkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangkan mencapai tujuan yang diharapkan. Praktik adalah kegiatan belajar yang menuntut mahasiswa berlatih menerapkan teori, konsep, prosedur, dan keterampilan dalam situasi nyata atau buatan secara terprogram/terstruktur di bawah pengawasan atau bimbingan langsung dari pembimbing/supervisor atau secara mandiri. Praktikum adalah tugas yang terkendali yang berhubungan dengan validasi fakta atau hubungan antar fakta, sesuai dengan yang disyaratkan dalam. Tugas tersebut berupa kegiatan pengamatan, percobaan, atau pengujian suatu konsep atau prinsip materi IPA yang

Upload: rizky-argiawan

Post on 28-Nov-2015

28 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

eeeee

TRANSCRIPT

1. Warsita (2008:85) “Pembelajaran adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik”.

2. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20 “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.

3. Sudjana (2004:28) “Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan sengaja untuk menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu antara peserta didik (warga belajar) dan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan membelajarkan”.

4. Corey (1986:195) “Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan”.

5. Dimyati dan Mudjiono (1999:297) “Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar”.

6. Trianto (2010:17) “Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan”. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Pembelajaran dalam makna kompleks adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarhkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangkan mencapai tujuan yang diharapkan.

Praktik adalah kegiatan belajar yang menuntut mahasiswa berlatih menerapkan teori, konsep,prosedur, dan keterampilan dalam situasi nyata atau buatan secara terprogram/terstruktur di bawah pengawasan atau bimbingan langsung dari pembimbing/supervisor atau secara mandiri.

Praktikum adalah tugas yang terkendali yang berhubungan dengan validasi fakta atau hubungan antar fakta, sesuai dengan yang disyaratkan dalam. Tugas tersebut berupa kegiatan pengamatan, percobaan, atau pengujian suatu konsep atau prinsip materi IPA yang dilakukan di dalam atau di luar laboratorium tempat tutorial/sekolah/pokjar/pokjarcil/rumah. Agar pelaksanaan praktikum berjalan efektif dan mencapai tujuannya, tutor perlu melakukan persiapan-persiapan yang dibutuhkan, yakni: (1) menginformasikan tugas-tugas praktikum kepada mahasiswa pada awal pertemuan tutorial; (2) mempelajari buku Petunjuk Praktikum dan memahami tugastugaspraktikum yang diwajibkan; (3) menyusun kisi-kisi tugas praktikum; (4) menyiapkan format laporan praktikum dan instrumen penilaian dengan berpedoman pada petunjuk penilaian yang ada di lampiran dan/atau Modul setiap mata kuliah.

Sistem pendidikan pada hakikatnya adalaah seperangkat sarana yang dipolakan untuk membudayakan nilai-nilai budaya masyarakat yang dapat mengalami perubahan-perubahan bentuk dan model sesuai dengan tuntutan kebutuhan hidup masyarakat dalam rangka mengejar cita-cita hidaup yang sejahtera lahir maupun batin.

Sistem adalah totalitas himpunan bagian-bagian yang satu sama lain berinteraksi dan bersama-sama untuk mencapai satu tujuan atau sekelompok tujuan dalam suatu lingkungan tertentu.Sistem pendidikan adalah seperangkat unsur yang terdapat dalam pendidikan yang saling terkait sehingga membentuk satu kesatuan dalam mencapai tujuan bersama. Komponen pendidikan menurut P.H. Combs yaitu: tujuan dan prioritas, peserta didik, manajemen atau pengelolaan, struktur dan jadwal waktu, isi dan bahan pengajaran, guru dan pelaksana, alat bantu belajar, fasilitas, teknologi, pengawasan mutu, penelitian, dan biaya.Sistem pendidikan pada hakikatnya adalah seperangkat sarana yang dipolakan untuk membudayakan nilai-nilai budaya masyarakat yang dapat mengalami perubahan-perubahan bentuk dan model sesuai dengan tuntutan kebutuhan hidup masyarakat dalam rangka mengejar cita-cita hidup yang sejahtera lahir maupun batin. Pendidikan Nasional adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.

A.    TEORI PERKEMBANGAN JEAN PEAGETMenurut jean peaget, seorang anak maju melalui empat tahap perkembangan

kognitif,antara lain dan dewasa, yaitu tahap sensorimotor,pra operasional operasi konkrit, dam oporasi formal, kecepatan perkembangan tiap individu melalui tahapan ini berbeda dan tidak ada individu yang melompati salah satu dari tahap tersebut. Tiap tahap ditandai dengan munculnya kemampuan kemampuan intelek tual baru yang memungkinkan  orang memahami duia dengan cara yang semakin kompleks.

Piaget yakin bahwa pengalaman pengalaman fisik dan manipulasi lingkunagan penting bagi terjadinya perubahan perkembnagan. Selain itu, ia juga berkeyakinan bahwa interak si sosial dengan teman sebaya nya,kususnya berargumentasi, berdiskusi, memantu memperjelas pemikiran. Yang pada akhirnya,membuat pemikiran itu menjadi logis.

Guru dapat menciptakan suatu keadaan atau lingkungan belajar yang memadai agar siswa dapat menemukan pengalaman pengalaman nyata dan terlibat langsung dengan alat atau media. Peranan guru sangat penting untuk menciptakan situasi belajar sesuai dengan teori piaget. Beberapa teori piaget dalam pembelajaran sebagai berikut:

1.      Memfokuskan pada proses berpikir anak,tidak sekedar pada produknya. Disamping itu dalam pengecekan kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang di gunakan anak sampai pada jawaban tersebut.

2.      Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak anak yang penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran.

3.      Penerimaan perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan.Bahwa seluruh anak berkembang nelalui urutan perkembangan yang sama namun mereka memperoleh nya pada kecepatan yang berbeda.

Oleh karena itu guru harus melakukan upaya khusus untuk lebih menata kegiatan kegiatan kelas untuk individu individu dan kelompo kelompok kecil anak anak dari pada kelompok klasikal. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri  dan keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Di dalam kelas tidak menyajikan pengetahuan jadi, melainkan anak didorong untuk menemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi dengan lingkunganya. Oleh karena itu, Guru dituntut untuk mempersiapkan beraneka ragam kegiatan yang memungkinkan anak melakukan kegiatan secara langsung.

Dari implikasi teori  piaget diatas, jelaslah guru harus mampu menciptakan keadaan belajar yang mampu untuk belajar sendiri arinya, guru tidak sepenuhnya mengajarkan

sesuatu bahan ajar kepada pembelajar,tetapi guru dapat membangun pebelajar yang mampu belajar dan terlibat aktif dalam belajar.

B.     TEORI PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISMETeori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran kognitifyang baru

dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan aturan lama dan merevisinya apabila aturan aturan tersebut tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja nenecahakan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide ide.

Menurut teori ini, suatu prinsip paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan yang ada di benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberikan kesempatan siswa untuk menemukan dan menerapkan ide ide mereka sendiri , dan membelajarkan siswa dengan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memenjatnya.

Pada dasarnya aliran kontruktivissme menghendaki bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh individu dan pengalaman merupakan kunci utama dari belajar bermakna. Belajar bemakna tidak akan terwujud hanya dengan mendengarkan ceramah atau membaca buku tentang pengalaman orang lain.

Prinsip prinsip yang sering diambil dari kontruktivisme menurut suparno yaitu:1.      Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif,2.      Takanan dalam proses balajar terletak pada siswa.3.      Mengajar adalah membantu siswa belajar.4.      Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir.5.      Kurikulum menekankan partisipasi siswa, dan6.      Guru sebagai fasilitator

         Secara umum, prinsip prinsip tersebut berperan sebagai referensi dan alat refleksi kritis terhadap praktik,pembaharuan,dan perencanaan pendidikan.

 Kelemahan dan Kelebihan Teori Belajar Konstruktivisme

Kelebihan

Teori belajar konstuktivisme memilikin kelebihan atau keunggulan yakni:

·      Dalam Aspek Berfikir  yakni pada proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, menggali ide dan membuat keputusan;

·      Dalam aspek kefahaman seorang  murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan mampu mengapliksikannya dalam semua situasi;

·      Dalam aspek mengingat yakni murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan mengingat lebih lama konsep. melalui pendekatan ini murid dapat meningkatkan kefahaman mereka;

·      Dalam aspek Kemahiran sosial yakni Kemahiran sosial diperoleh apabila seorang murid berinteraksi dengan teman, kelompok kerja maupun dengan guru dalam proses mendapatkan ilmu pengetahuan maupun wawasan baru;.

Kelemahan

Teori belajar konstuktivisme memilikin kekurangan atau kelemahan yakni:

(1)      Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan sehingga menyebabkan miskonsepsi;

(2)      Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda;

(3)      Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa;

(4)      meskipun guru hanya menjadi pemotivasi dan memediasi jalannya proses belajar, tetapi guru disamping memiliki kompetensi dibidang itu harus memiliki perilaku yang elegan dan arif sebagai spirit bagi anak sehingga dibutuhkan pengajaran yang sesungguhnya mengapresiasi nilai-nilai kemanusiaan;

(5)      Dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung; siswa berbeda persepsi satu dengan yang lainnya;.

C.    TEORI VYGOTSKYTeori vygotsky merupakan salah satu teori peting dalam psikologi perkembangan. Teory

vygotsky menekankan ooada hakekat sosialkultural dari pembelajaran. Menurut vygotsky bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belajar menangani tugas tugas yang belum belum di pelajari namun tugas itu masih berada dalam jangkauanya, Contoh dalam pembelajaran , yaitu ketika akan mengajarkan materi hukum pembiasan cahaya, siswa harus memiliki prasyarat pengetahuan yang berkaitan dengan cahaya, seperti siswa mudah memahami bahwa lintasan cahaya pada medium homogen adalah lurus, siswa memberikan contoh contoh pembiasan dan pemantulan cahaya dalam kehidupan sehari hari. Dengan memiliki prasyarat pengetahuan seperti itu, maka dalamm menyampaikan materi hukum pembiasan cahaya akan lebih mudah dipahami siswa, disamping pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa tersebut.

Ide  penting lain yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah memberikan sejumlah bantuan yang besar kepda seorang anak selama tahap tahap awal pembalajaran kemudian anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukan nya. Bantuan tersebur dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah kedalam langkah langkah pemecahan, memberikan contoh, atau pun yang lain sehimgga memungkinkan siswa tumbuh mandiri, Contoh dalam pembelajaran

adalah pada pembelajaran eksperimen untuk membuktikan hukum pemantulan cahaya, guru dapat memberikan bantuan kepada siswa berupa penjelasan tentang langkahlangkah pelaksanaan eksperimen, atau bantuan berupa diskusi tentang rangkuman materi yang berkaitan dengan pemantulan cahaya.

Ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pembelajaran sains. Pertama, dikehendakinya susunan kelas berbentuk pembelajaran koperatif antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi pemecahan masalah yang efektif didalam pikiran siswa.. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pengajaran menekankan scalffolding sehingga siswa semakn lama semakin bertanggung jawab terhadap pembelajaranya sendiri.

D.    TEORI BANDURAPemeodelan merupakan konsep dasar dari teori belajar sosial yang dikembangkan oleh

Albert Bandura. Menurut bandura sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain.Seseorang belajar menurut teori ini dilakukan dengan mengamati tingkah laku orang lain(model), hasil pengamatan itu kemudian dimanttapkan dengan cara menghubungkan pengalalaman baru dengan pengalaman sebelumnya atau mengulang ulang kembali. Dengan jalan ini memberi kesempatan kepada orang tersebut untuk mengekspresikan tingkah laku  yang di pelajarinya.

Berdasarkan pola perilaku tersebut, selanjutnya Bandura mengklasifkasi empat fase belajar dari pemodelan yaitu: Fase perhatian, fase retensi, fase reproduksi, dan fase motivasi

E.     TEORI BRUNERJerome Bruner, seorang ahli psikologi havard adalh salah seorang pelopor

pengembangan kurikulum terutama dengan teori yang di kenal dengan pelajaran pememuan inkuiri.Teori Bruner yang selanjutnya disebut pembelajaran pememuan inkuiri adalah model pembelajaran yang menekankan pentingnya pemahaman tentang struktur materi atau ide kunci dari suatu ilmu yang dipelajari, perlunya belajar aktif sebagai dasar dari pemahaman sebenarnya, dan nilai berpikir secara induktif dalam belajar (pembelajaran yang sebenarnya terjadi melalui penemuan pribadi). Menurut  bruner, belajar akan lebih bermakna bagi siswa jika mereka memusatkan perhatianya untuk memahami struktur informasi, siswa harus aktif di manna mereka harus mengidentifikasi sendiri prinsip prinsip kunci dari pada hanya menerima penjelasan dari seorang guru.

Oleh karena itu, guru harus memunculkan masalah yang mendorong siswa untuk melakukan kegiatan penemuan. Dalam pembelajaran melalui penemuan, guru nenberikan contoh dan siswa bekerja berdasarkan contoh tersebut sampai hubungan antar bagian dari suatu struktur materi.Aplikasi ide ide bruner dalam pembelajaran menurut woolfolk,digambarkan sebagai berikut

1.       Memberikan contoh dan bukan contoh dari konsep yang dipelajari2.      Membantu siswa mencari hubungan antara konsep3.      Mengajukan pertanyaan dan membiarkan siswa mencoba menemukan sendiri jawabanya4.      Mendorong siswa untuk membuat dugaan yang bersifat intuitif

A. Teori Piaget

1.  Dasar Teori

            Teori kognitif dari Jean Piaget ini masih tetap diperbincangkan dan diacu dalam bidang pendidikan. Teori ini mulai banyak dibicarakan lagi kira-kira permulaan tahun 1960-an. Pengertian kognisi sebenarnya meliputi aspek-aspek struktur intelek yang digunakan untuk mengetahui sesuatu. Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif bukan hanya hasil kematangan organisme, bukan pula pengaruh lingkungan semata, melainkan hasil interaksi diantara keduanya.

            Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu:

1)      Kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf;

2)      Pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara orgnisme dengan dunianya;

3)      Interaksi social, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan social, dan

4)      Ekullibrasi, yaitu adanya kemampuan atau system mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mampu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.

            Sistem yang mengatur dari dalam mempunyai dua faktor, yaitu skema danadaptasi. Skema berhubungan dengan pola tingkah laku yang teratur yang diperhatikan oleh organisma yang merupakan akumulasi dari tingkah laku yang sederhana hingga yang kompleks. Sedangkan adaptasi adalah fungsi penyesuaian terhadap lingkungan yang terdiri atas proses asimilasi dan akomodasi.

Piaget mengemukakan penahapan dalam perkembangan intelektual anak yang dibagi ke dalam empat periode, yaitu :

1)      Periode sensori-motor ( 0 – 2,0 tahun )

2)      Periode pra-operasional (2,0 – 7,0 tahun )

3)      Periode operasional konkret ( 7,0 – 11,0 tahun )

4)      Periode opersional formal ( 11,0 – dewasa )

                   Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka.

      2.  Implikasi Terhadap Pendidikan

            Teori Piaget membahas kognitif atau intelektual.  Perkembangan intelektual erat hubungannya dengan belajar, sehingga perkembangan intelektual ini dapat dijadikan landasan untuk memahami belajar.

            Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

a.       Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.

b.      Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.

c.       Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.

d.      Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.

e.       Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

B. Teori Vygotsky

1. Dasar Teori

            Perkembangan kognitif dan bahasa anak-anak tidak berkembang dalam suatu situasi sosial yang hampa. Lev Vygotsky (1896-1934), seorang psikolog berkebangsaan Rusia, mengenal poin penting tentang pikiran anak ini lebih dari setengah abad yang lalu. Teori Vygotsky mendapat perhatian yang makin besar ketika memasuki akhir abad ke-20.

               Vygotsky mengemukakan ada empat prinsip dasar kunci dalam pembelajaran, yaitu:

1)   Penekanan pada hakekat sosio-kultural pada pembelajaran (the sosiocultural of learning),

2)   Zona perkembangan terdekat (zone of proximal development),

3)   Pemagangan kognitif (cognitive appreticeship)

4)   Perancahan (scaffolding).

Keempat prinsip tersebut secara singkat dijelaskan berikut ini.

Prinsip pertama

          Menurut Vygotsky siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial dengan orang lain dalam proses pembelajaran.

Prinsip kedua

          Menurut Vygotsky dalam proses perkembangan kemampuan kognitif setiap anak memiliki apa yang disebut zona perkembangan proksimal (zone of proximal development) yang didefinisikan sebagai jarak atau selisih antara tingkat perkembangan anak yang aktual dengan tingkat perkembangan potensial yang lebih tinggi yang bisa dicapai si anak jika ia mendapat bimbingan atau bantuan dari seseorang yang lebih dewasa atau lebih berkompeten.

Prinsip ketiga

          Menurut Vygotsky adalah pemagangan kognitif, yaitu suatu proses dimana seorang siswa belajar setahap demi setahap akan memperoleh keahlian dalam interaksinya dengan seorang ahli. Seorang ahli bisa orang dewasa atau orang yang lebih tua atau teman sebaya yang telah menguasai permasalahannya.

Prinsip keempat

          Menurut Vygotsky adalah perancahan atau scaffolding, merupakan satu ide kunci yang ditemukan dari gagasan pembelajaran sosial Vygotsky. Perancahan berarti pemberian sejumlah besar bantuan kepada seorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian secara perlahan bantuan tersebut dikurangi dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab setelah ia mampu mengerjakan sendiri. Berdasarkan uraian di atas, maka implikasi utama dari teori Vygotsky terhadap pembelajaran adalah kemampuan untuk mewujudkan tatanan pembelajaran kooperatif dengan dibentuk kelompok-kelompok belajar yang mempunyai tingkat kemampuan berbeda dan penekanan perancahan dalam pembelajaran supaya siswa mempunyai tanggungjawab terhadap belajar. (dari berbagai sumber)

2.  Implikasi Terhadap Pendidikan

            Pengaruh karya Vygotsky terhadap dunia pengajaran dijabarkan oleh Smith et al. (1998).

a.          Anak tetap dilibatkan dalam pembelajaran aktif, guru harus secara aktif mendampingi setiap kegiatan anak-anak. Dalam istilah teoritis, ini berarti anak-anak bekerja dalam zona perkembangan proksimal dan guru menyediakan scaffolding bagi anak selama melalui  ZPD.

b.         Secara khusus Vygotsky mengemukakan bahwa disamping guru, teman sebaya juga berpengaruh penting pada perkembangan kognitif anak.berlawanan dengan pembelajaran lewat penemuan individu (individual discovery learning), kerja kelompok secara kooperatif                   ( cooperative groupwork) tampaknya mempercepat perkembangan anak.

c.          Gagasan tentang kelompok kerja kreatif ini diperluasa menjadi pengajaran pribadi oleh teman sebaya ( peer tutoring), yaitu seorang anak mengajari anak lainnya yang agak tertinggal dalam pelajaran. Foot et al. (1990) menjelaskan keberhasilan pengajaran oleh teman sebaya ini dengan menggunakan teori Vygotsky. Satu anak bisa lebih efektif membimbing anak lainnya melewati ZPD karena mereka sendiri baru saja melewati tahap itu sehingga bis adengan mudah melihat kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak lain dan menyediakan scaffolding yang sesuai.

C.  Teori Bruner

1.  Dasar Teori

Bruner setuju dengan Piaget bahawa perkembangan kognitif anak-anak adalah melalui peringkat-peringkat tertentu. Walau bagaimanapun, Bruner lebih menegaskan pembelajaran secara penemuan yaitu mengolah apa yang diketahui pelajar itu kepada satu corak dalam keadaan baru (lebih kepada prinsip konstruktivisme).

Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah.

Teori instruksi menurut Bruner hendaknya mencakup:

1)         Pengalaman-pengalaman optimal bagi siswa untuk mau dan dapat belajar, ditinjau dari segi aktivasi, pemeliharaan dan pengarahan.

2)         Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal, ditinjau dari segi cara penyajian, ekonomi dan kuasa.

3)         Perincian urutan-urutan penyajian materi pelajran secara optimal, dengan memperhatikan faktor-faktor belajar sebelumnya, tingkat perkembangan anak, sifat materi pelajaran dan perbedaan individu.

4)         Bentuk dan pemberian reinforsemen.

Beliau berpendapat bahawa seseorang anak belajar dengan cara menemui struktur konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan mengasingkan benda-benda mengikut ciri-ciri persamaan dan perbezaan. Selain itu, pengajaran didasarkan kepada perangsang anak terhadap konsep itu dengan pengetahuan yang ada. Misalnya,anak-anak membentuk konsep segiempat dengan mengenal segiempat mempunyai 4 sisi dan memasukkan semua bentuk bersisi empat kedalam kategori segiempat,dan memasukkan bentuk-bentuk bersisi tiga kedalam kategori segitiga.

Dalam teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika anak dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah:

1)         Tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru,

2)         Tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain,

3)         Tahap evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.

            Kajian Bruner menekankan perkembangan kognitif anak-anak. Ia menekankan cara-cara manusia berinteraksi dalam alam sekitar dan menggambarkan pengalaman secara mendalam. Menurut Bruner, perkembangan kognitif juga melalui peringkat-peringkat tertentu. Peringkat-peringkat tersebut adalah seperti berikut:

a.       Peringkat enaktif ( 0 – 2 tahun )

b.      Peringkat ikonik ( 2 – 4 tahun )

c.       Peringkat simbolik ( 5 – 7 tahun )

            Bruner amat menekankan pembelajaran konsep atau kategori. Beliau mengutamakan pembelajaran secara induktif dengan menggunakan konsep atau kategori. Beliau juga mementingkan sistem pengekodan dalam uraiannya tentang pemikiran. Dengan adanya sistem pengekodan, kita dapat membuat inferens                           ( kesimpulan ) daripada rangsangan yang diterima.

2. Implikasi Teori Bruner ke atas pengajaran dan pembelajaran.

            Anak  belajar melalui pengalaman. Dengan itu guru perlu menyediakan peluang untuk anak menroka, memegang, mencium dan merasa. Pengalaman seperti ini mewujudkan proses pembelajaran yang bermakna. Bagi anak-anak di Tahap Satu, gambar, cartu kata dan objek perlu digunakan bagi memudahkan pembentukan konsep.            Bagi anak-anak  Tahun Enam ke atas, hukum dan prinsip perlu ditekankan agar murid-murid berupaya mengaplikasikannya dalam proses penyelesaian masalah. Bruner juga menekankan pembelajaran yang terhasil daripadainteraksi anak dengan guru, interaksi dengan anak-anak lain dan interaksi dengan bahan pengajaran. Maka kerja berkumpulan dan sesi perbincangan perlu diadakan dari masa ke semasa.        Penglibatan anak-anak penting agar mereka dapat menikmati pembelajaran bermakna. Pengetahuan juga perlu disusun dan diperingkatkan agar pembentukan konsep bermula daripada peringkat yang mudah kepada peringkat yang rumit. Ini bermakna guru perlu memeringkatkan isi pelajaran.

            Bruner juga menekankan motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Ini bermakna guru perlu memberi ganjaran dan pujian apabila sesuatu tingkahlaku yang diingini dilakukan. Kesediaan belajar juga ditekankan oleh Bruner. Dengan itu, guru perlu mengambil kira kesediaan belajar anak-anak ketika merancang proses pengajarannya. Sementara itu, nilai-nilai murni seperti bekerjasama, bertolak ansur dan tolong-menolong akan dapat dipupuk dalam aktiviti pengumpulan maklumat projek dan perbincangan.

Ciri khas Teori Pembelajaran Menurut Bruner

a.      Empat Tema tentang Pendidikan

Tema pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini perlu karena dengan struktur pengetahuan kita menolong anak untuk untuk melihat, bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain.

Tema kedua adalah tentang kesiapan untuk belajar. Menurut Bruner kesiapan terdiri atas penguasaan ketrampilan-ketrampilan yang lebih sederhana yang dapat mengizinkan seseorang untuk mencapai kerampilan-ketrampilan yang lebih tinggi.

Tema ketiga adalah menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan intuisi, teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupaka kesimpulan yang sahih atau tidak.

Tema keempat adalah tentang motivasi atau keingianan untuk belajar dan cara-cara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.

b.  Model dan Kategori

Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama adalah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif. Berlawanan dengan penganut teori perilakau Bruner yakin bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan tetapi juga dalam diri orang itu sendiri.

Asumsi kedua adalah bahwa orang mengkontruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya, suatu model alam (model of the world). Model Bruner ini mendekati sekali struktur kognitif Aussebel. Setiap model seseorang khas bagi dirinya. Dengan menghadapi berbagai aspek dari lingkungan kita, kita akan membentuk suatu struktur atau model yang mengizinkan kita untuk mengelompokkan hal-hal tertentu atau membangun suatu hubungan antara hal-hal yang diketahui.    

c.  Belajar sebagai Proses Kognitif

Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu adalah (1) memperoleh informasi baru, (2) transformasi informasi dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan (Bruner, 1973).

Informasi baru dapat merupaka penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang atau informasi itu dapat dersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi pengetahuan seseorang mempelakukan pengetahuan agar cocok dengan tugas baru. Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah bentuk lain.

Hampir semua orang dewasa melalui penggunaan tiga sistem keterampilan untuk menyatakan kemampuannya secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu adalah yang disebut tiga cara penyajian (modes of presentation) oleh Bruner (1966).Ketiga cara itu ialah: cara enaktif, cara ikonik dan cara simbolik.

Cara penyajian enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan cara ini seseorang mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata. Jadi cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian yang lampau melalui respon-respon motorik. Misalnya seseorang anak yang enaktif mengetahui bagaimana mengendarai sepeda.

Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan sepenuhnya konsep itu. Misalnya sebuah segitiga menyatakan konsep kesegitigaan.

Penyajian simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolik dibuktikan oleh kemampuan seseorang lebih memperhatikan proposisi atau pernyataan daripada objek-objek,  memberikan struktur hirarkis pada konsep-konsep dan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu cara kombinatorial.

Sebagai contoh dari ketiga cara penyajian ini, tentang pelajaran penggunaan timbangan. Anak kecil hanya dapat bertindak berdasarkan ”prinsip-prinsip” timbangan dan menunjukkan hal itu dengan menaiki papan jungkat-jungkit. Ia tahu bahwa untuk dapat lebih jauh kebawah ia harus duduk lebih menjauhi pusat. Anak yang lebih tua dapat menyajikan timbangan pada

dirinya sendiri dengan suatu model atau gambaran. ”Bayangan” timbangan itu dapat diperinci seperti yang terdapat dalam buku pelajaran. Akhirnya suatu timbangan dapat dijelaskan dengan menggunakan bahasa tanpa pertolongan gambar atau dapat juga dijelaskan secara matematik dengan menggunakan Hukum Newton tentang momen.

Ciri khas Teori Bruner dan perbedaannya dengan teori yang lain

Teori Bruner mempunyai ciri khas daripada teori belajar yang lain yaitu tentang ”discovery” yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Disamping itu, karena teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-penulangan, maka desain yang berulang-ulang itu disebut ”kurikulum spiral kurikulum”. Secara singkat, kurikulum spiral menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap demi setahap dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang sebelumnya sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam suatu materi baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga siswa telah mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh.

Bruner berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan melihat benda-benda berdasarkan ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu, pembelajaran didasarkan kepada merangsang siswa  menemukan konsep yang baru dengan menghubungkan kepada konsep yang lama melalui pembelajaran penemuan.

d. Belajar Penemuan       

          Salah satu model kognitif yang sangat berpengaruh adalah model dari Jerome Bruner (1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Bruner menyarankan agar anak hendaknya belajar melalui berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan konsep dan prinsip itu sendiri.

Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan. Diantaranya adalah:

1.      Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat.

2.      Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik.

3.     Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran anak dan kemampuan untuk berfikir secara bebas.

Asumsi umum tentang teori belajar kognitif:

a.       Bahwa pembelajaran baru berasal dari proses pembelajaran sebelumnya.

b.      Belajar melibatkan adanya proses informasi (active learning).

c.       Pemaknaan berdasarkan hubungan.

d.      Proses kegiatan belajar mengajar menitikberatkan pada hubungan dan strategi.

Model kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model  kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan  hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.

Peneliti yang mengembangkan kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne.  Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda.  Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar. Menurut Ausubel, konsep tersebut dimaksudkan untuk penyiapan struktur kognitif peserta didik untuk pengalaman belajar. Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas  bagaimana peserta didik  memperoleh informasi dari lingkungan.  Bruner mengembangkan teorinya tentang perkembangan intelektual, yaitu:

1.      enactive, dimana seorang peserta didik  belajar tentang dunia melalui tindakannya pada objek, anak melakukan aktifitas-aktifitasnya dalam usahanya memahami lingkungan.

2.      iconic,  dimana belajar terjadi melalui penggunaan model dan gambar

3.      symbolic yang mendeskripsikan kapasitas dalam berfikir abstrak, siswa mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika dan komunikasi dilkukan dengan pertolongan sistem simbol. Semakin dewasa sistem simbol ini samakin dominan.

Sejalan dengan pernyataan di atas, maka untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkap perkembangan kognitif mereka. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan (discovery learning).

Berdasarkan pendapat ketiga ahli di atas (Burner, Ausubel, dan gagne), ternyata teori kognitif melibatkan hal-hal mental atau pemikiran seseorang individu. Teori ini ada kaitan dengan ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang. Sesuatu pengetahuan yang diperolehi melalui pengalaman atau pendidikan formal akan disimpan dan disusun   melalui proses pengumpulan pengetahuan supaya dapat digunakan kemudian. 

D.  Perbedaan Antara Ketiga Di Atas

            Piaget memandang anak-anak sebagai pembelajaran lewat penemuan individual, sedangkan Vygotsky lebih banyak menekankan peranan orang dewasa dan anak-anak lain dalam memudahkan perkembangan si anak.

 Konsep Sosiokultural

            Banyak developmentalis yang bekerja di bidang kebudayaan dan pembangunan menemukan dirinya sepaham dengan Vygotsky, yang berfokus pada konteks pembangunan sosial budaya. Teori Vygotsky menawarkan suatu potret perkembangan manusia sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan budaya. Vygotsky menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran menggunakan temuan-temuan masyarakat seperti bahasa, sistem matematika, dan alat-alat ingatan. Ia juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut. Penekanan Vygotsky pada peran kebudayaan dan masyarakat di dalam perkembangan kognitif berbeda dengan gambaran Piaget tentang anak sebagai ilmuwan kecil yang kesepian.

            Piaget memandang anak-anak sebagai pembelajaran lewat penemuan individual, sedangkan Vygotsky lebih banyak menekankan peranan orang dewasa dan anak-anak lain dalam memudahkan perkembangan si anak. Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relatif dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan perhatian. Namun, anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi seperti ingatan, berfikir dan menyelesaikan masalah. Fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi ini dianggap sebagai ”alat kebudayaan” tempat individu hidup dan  alat-alat itu berasal dari budaya. Alat-alat itu diwariskan pada anak-anak oleh anggota-anggota kebudayaan yang lebih tua  selama pengalaman pembelajaran yang dipandu. Pengalaman dengan orang lain secara berangsur menjadi semakin mendalam dan membentuk gambaran batin anak tentang dunia. Karena itulah berpikir setiap anak dengan cara yang sama dengan anggota lain dalam kebudayaannya.

            Vygotsky menekankan baik level konteks sosial yang bersifat institusional maupun level konteks sosial yang bersifat interpersonal. Pada level institusional, sejarah kebudayaan menyediakan organisasi dan alat-alat yang berguna bagi aktivitas kognitif melalui institusi seperti sekolah, penemuan seperti komputer, dan melek huruf. Interaksi institusional memberi kepada anak suatu norma-norma perilaku dan sosial yang luas untuk membimbing hidupnya. Level interpersonal memiliki suatu pengaruh yang lebih langsung pada keberfungsian mental anak. Menurut Vygotsky (1962), keterampilan-keterampilan dalam keberfungsian mental berkembang melalui interaksi sosial langsung. Informasi tentang alat-alat, keterampilan-keterampilan dan hubungan-hubungan interpersonal kognitif dipancarkan melalui interaksi langsung dengan manusia. Melalui pengorganisasian pengalaman-pengalaman interaksi sosial yang berada di dalam suatu latar belakang kebudayaan ini, perkembangan mental anak-anak menjadi matang.

Perkembangan Bahasa

            Para pakar perilaku memandang bahasa sama seperti perilaku lainnya, misalnya duduk, berjalan, atau berlari. Mereka berpendapat bahwa bahasa hanya merupakan urutan respons (Skinner,1957) atau sebuah imitasi (Bandura, 1977). Tetapi banyak diantara kalimat yang kita hasilkan adalah baru, kita tidak mendengarnya atau membicarakannya sebelumnya.

            Kita tidak mempelajari bahasa di dalam suatu ”ruang hampa sosial” (social vacuum). Kebanyakan anak-anak diajari bahasa sejak usia yang sangat muda. Kita memerlukan pengenalan kepada bahasa yang lebih dini untuk memperoleh keterampilan bahasa yang

baik (Adamson,1992; Schegloff,1989). Dewasa ini, kebanyakan peneliti penguasaan bahasa yakin bahwa anak-anak dari berbagai konteks sosial yang luas menguasai bahasa ibu mereka tanpa diajarkan secara khusus dan dalam beberapa kasus tanpa penguatan yang jelas ( Rice,1993). Dengan demikian aspek yang penting dalam mempelajari suatu bahasa tampaknya tidaklah banyak. Walaupun begitu, proses pembelajaran bahasa biasanya memerlukan lebih banyak dukungan dan keterlibatan dari pengasuh dan guru. Suatu peran lingkungan yang membangkitkan rasa ingin tahu dalam penguasaan bahasa pada anak kecil disebut motherese, yakni cara ibu dan orang dewasa sering berbicara pada bayi dengan frekuensi dan hubungan yang lebih luas dari pada normal, dan dengan kalimat-kalimat yang sederhana.

            Bahasa dipahami dalam suatu urutan tertentu. Pada setiap tahap di dalam tahap perkembangan, interaksi linguistik anak dengan orang tua dan orang lain pada dasarnya mengikuti suatu prinsip tertentu ( Conti-Ramsden & Snow, 1991; Maratsos, 1991). Perkembangan pemahaman bahasa pada anak bukan saja sangat dipengaruhi oleh kondisi biologis anak, tetapi lingkungan bahasa di sekitar anak sejak usia dini jauh lebih penting dibandingkan dengan apa yang diperkirakan di masa lalu ( Von Tetzchner & Siegel, 1989).

            Vygotsky lebih banyak menekankan bahasa dalam perkembangan kognitif daripada Piaget. Bagi Piaget, bahasa baru tampil ketika anak sudah mencapai tahap perkembangan yang cukup maju. Pengalaman berbahasa anak tergantung pada tahap perkembangan kognitif saat itu. Namun, bagi Vygotsky, bahasa berkembang dari interaksi sosial dengan orang lain. Awalnya, satu-satunya fungsi bahasa adalah komunikasi. Bahasa dan pemikiran berkembang sendiri, tetapi selanjutnya anak mendalami bahasa dan belajar menggunakannya sebagai alat untuk membantu memecahkan masalah. Dalam tahap praoperasional, ketika anak belajar menggunakan bahasa untuk menyelesaikan masalah, mereka berbicara lantang sembari menyelesaikan masalah. Sebaliknya, begitu menginjak tahap operasional konkret, percakapan batiniah tidak terdengar lagi.

 Zona Perkembangan Proksimal

            Meskipun pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri beberapa konsep melalui pengalaman sehari-hari, Vygotsky percaya bahwa anak akan jauh lebih berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tidak akan pernah mengembangkan pemikiran operasional formal tanpa bantuan orang lain.

            Pada satu sisi, Piaget menjelaskan proses perkembangan kognitif sejalan dengan kemajuan anak-anak, dan dia menggambarkan bahwa  anak-anak mampu melakukan sesuatu sendiri. Pada sisi lain, Vygotsky mencari pengertian bagaimana anak-anak berkembang dengan melalui proses belajar, dimana fungsi-fungsi kognitif belum matang, tetapi masih dalam proses pematangan. Vygotsky membedakan antara aktual development dan potensial development pada anak. Aktual development ditentukan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa atau guru. Sedangkan potensial development membedakan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu, memecahkan masalah di bawah petunjuk orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.

            Menurut teori Vygotsky, Zona Perkembangan Proksimal merupakan celah antara actual development dan potensial development, dimana antara apakah seorang anak dapat

melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.

            Maksud dari ZPD adalah menitikberatkan ZPD pada interaksi sosial akan dapat memudahkan perkembangan anak. Ketika anak mengerjakan pekerjaanya di sekolah sendiri, perkembangan mereka kemungkinan akan berjalan lambat. Untuk memaksimalkan perkembangan, anak seharusnya bekerja dengan teman yang lebih terampil yang dapat memimpin secara sistematis dalam memecahkan masalah yang lebih kompleks. Melalui perubahan yang berturut-turut dalam berbicara dan bersikap, anak mendiskusikan pengertian barunya dengan temannya kemudian mencocokkan dan mendalami kemudian menggunakannya. Sebuah konsekuensi pada proses ini adalah bahwa anak belajar untuk pengaturan sendiri (self-regulasi).

Konsep Scaffolding

            Scaffolding merupakan suatu istilah yang ditemukan oleh seorang ahli psikologi perkembangan-kognitif masa kini, Jerome Bruner, yakni suatu proses yang digunakan orang dewasa untuk menuntun anak-anak melalui zona perkembangan proksimalnya.

            Pengaruh karya Vygotsky dan Bruner terhadap dunia pengajaran dijabarkan oleh Smith et al. (1998).

a.       Walaupun Vygotsky dan Bruner telah mengusulkan peranan yang lebih penting bagi orang dewasa dalam pembelajaran anak-anak daripad peran yang diusulkan Piaget, keduanya tidak mendukung pengajaran didaktis diganti sepenuhnya. Sebaliknya mereka malah menyatakan, walaupun anak tetap dilibatkan dalam pembelajaran aktif, guru harus secara aktif mendampingi setiap kegiatan anak-anak. Dalam istilah teoritis, ini berarti anak-anak bekerja dalam zona perkembangan proksimal dan guru menyediakan scaffolding bagi anak selama melalui  ZPD.

b.      Secara khusus Vygotsky mengemukakan bahwa disamping guru, teman sebaya juga berpengaruh penting pada perkembangan kognitif anak.berlawanan dengan pembelajaran lewat penemuan individu (individual discovery learning), kerja kelompok secara kooperatif ( cooperative groupwork) tampaknya mempercepat perkembangan anak.

c.       Gagasan tentang kelompok kerja kreatif ini diperluasa menjadi pengajaran pribadi oleh teman sebaya ( peer tutoring), yaitu seorang anak mengajari anak lainnya yang agak tertinggal dalam pelajaran. Foot et al. (1990) menjelaskan keberhasilan pengajaran oleh teman sebaya ini dengan menggunakan teori Vygotsky. Satu anak bisa lebih efektif membimbing anak lainnya melewati ZPD karena mereka sendiri baru saja melewati tahap itu sehingga bis adengan mudah melihat kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak lain dan menyediakan scaffolding yang sesuai.

            Komputer juga dapat digunakan untuk meningkatkan pembelajaran dalam berbagai cara. Dari perspektif pengikut Vygotsky-Bruner, perintah-perintah di layar komputer merupakan scaffolding ( Crook, 1994). Ketika anak menggunakan perangkat lunak (software) pendidikan, komputer memberikan bantuan atau petunjuk secara detail seperti yang diisyaratkan sesuai dengan kedudukan anak yang sedang dalam ZPD. Tak pelak lagi, beberapa anak di kelas lebih terampil dalam menggunakan komputer sehingga bisa berperan sebagai tutor bagi teman sebayanya. Dengan murid-murid yang bekerja dengan

komputer, guru bisa dengan bebas mencurahkan perhatinnya kepada individu-individu yang memerlukan bantuan dan menyiapkan scaffolding yang sesuai bagi masing-masing anak.

E.  Teori Konstruktivisme

1.  Dasar Teori          

            Teori ini menekankan pembinaan pengetahuan oleh anak. Anak dapat membina pengetahuan dengan menggunakan pengetahuan sedia ada mereka. Pelajar akan mengaitkan pembelajaran baru dengan pembelajaran lama yang sedia ada.

Prinsip-prinsip asas Teori Konstruktivisme ialah seperti berikut:

a.       Pengetahuan dibina oleh pelajar.

b.      Setiap pelajar memiliki idea dan pengetahuan asas.

c.       Proses pembinaan pengetahuan melibatkan aspek sosial.

            Komunikasi antara guru dengan murid mungkin menimbulkan perselisihan faham. Guru dianggap sebagai fasilitator dalam proses pembinaan pengetahuan pelajar.

B.  Implikasi Teori Konstruktivisme

            Kanak-kanak ialah pembina teori. Ilmu pengetahuan tidak disampaikan kepadanya. Sebaliknya, dia bertanggungjawab membina pengetahuan. Oleh itu, guru perlu menyediakan suasana pengajaran dan pembelajaran yang sesuai untuk pembinaan pengetahuan kanak-kanak.

            Guru juga perlu menerima hakikat bahawa kanak-kanak datang ke kelas dengan berbekalkan pelbagai pengetahuan yang sedia ada dan nilai-nilai tertentu. Mereka akan membina pengetahuan berdasarkan idea-idea dan nilai-nilai yang sedia ada itu. Sebenarnya, guru bukan merupakan penyebar pengetahuan, sebaliknya beliau lebih merupakan seorang pemudah cara atau fasilitator. Beliau akan menyedikan pelbagai jenis bahan pembelajaran dan menggalakkan uji kaji, percubaan serta penyelesaian masalah agar pembinaan pengetahuan oleh kanak-kanak dapat berlaku.

            Guru perlu menggalakkan interaksi di kalangan murid. Interaksi ini akan dapat memudahkan mereka bertukar-tukar idea dan pembinaan pengetahuan mereka. Guru juga perlu berupaya menyesuaikan diri dengan keadaan bilik darjah yang menggalakkan pergerakan murid dan tahap kebisingan yang dibenarkan. Bilik darjah juga perlu disediakan dengan pelbagai jenis bahan dan media pembelajaran yang boleh menggalakkan dan merangsangkan pembelajaran kanak-kanak. Bahan-bahan pembelajaran yang mencukupi dan mencabar akan memudahkan murid-murid membina pengetahuan.

            Kurikulum yang disediakan tidak seharusnya terlalu ketat. Rancangan pengajaran dan pembelajaran perlu fleksibel kerana pada kebiasannya, proses pembelajaran kanak-

kanak adalah spontan dan sukar diramal. Kurikulum itu juga perlu memenuhi keperluan, minat dan kebolehan kanak-kanak.

Teori Psikologi Piaget

            Piaget dalam teorinya memandang anak sebagai individu (pembelajar) yang aktif. Perhatian utama Piaget tertuju kepada bagaimana anak-anak dapat mengambil peran dalam lingkungannya dan bagaimana lingkungan sekitar berpengaruh pada perkembangan mentalnya. Menurut Piaget (dalam Helena, 2004), anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya di lingkungan itu. Melalui kegiatan yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah itulah pembelajaran terjadi. Piaget tidak memberikan penekanan terhadap pentingnya bahasa dalam perkembangan kognoitif anak. Bagi Piaget bukan perkembangan bahasa pertama yang paling fundamental dalam perkembangan kognitif melainkan aktivitas atau action.

            Menurut psikologi Piaget, dua macam perkembangan dapat terjadi sebagai hasil dari beraktivitas, yaitu asimilasi dan akomodasi. Suatu perkembangan disebut asimilasi jika aktivitas terjadi tanpa menghasilkan perubahan pada anak, sedangkan akomodasi terjadi jika anak menyesuaikan diri terhadap hal-hal yang ada di lingkungannya. Misalnya menurut contoh Cameron (2001), ketika anak sudah bisa menggunakan sendok dan kemudian diberi garpu dan dia menggunakan garpu (alat makan baru) sebagaimana ia menggunakan sendok yang berfungsi sebagai alat makan yang dikenal sebelumnya, berarti ia telah melakukan asimilasi. Akan tetapi, ketika ia sadar bahwa dengan garpu ia memiliki kesempatan untuk makan dengan cara menusukkan garpu ke makanan dan bukan cuma menyendoknya. Dengan demikian, anak itu telah melakukan akomodasi.

            Pada mulanya asimilasi dan akomodasi merupakan proses adaptasi perilaku yang kemudian menjadi proses berpikir. Akomodasi merupakan konsep penting yang kemudian dipertimbangkan dalam dunia pembelajaran bahasa yang dikenal dengan sebutan restructuring. Istilah ini mengacu kepada reorganisasi representasi mental dalam sebuah bahasa (McLaughlin, 1992). Maksudnya, anak telah memiliki pola-pola bahasa dalam pikirannya, tetapi ketika dihadapkan kepada fakta bahasa (pola) baru dan fakta baru tersebut memiliki potensi untuk berkomunikasi dengan cara berbeda, maka anak melakukan penyesuaian dengan pola-pola baru.

            Menurut pandangan Piaget, pikiran anak berkembang perlahan-lahan seiring dengan pertumbuhan pengetahuan dan keterampilan intelektualnya hingga sampai ke tahap berpikir logis dan formal. Akan tetapi, pertumbuhan ditandai dengan perubahan-perubahan mendasar tertentu yang menyebabkan anak mampu melampaui serangkaian tahapan yang dimaksud. Pada setiap tahap, anak mampu berpikir memikirkan hal-hal tertentu, tetapi tidak atau belum mampu memikirkan hal-hal yang lain. Jadi, menurut Piaget, berpikir melibatkan hal-hal yang abstrak dan menggunakan jalur logika belum mampu dilakukan anak sebelum ia berusia 11 tahun atau lebih.

            Pendapat ini banyak dikritik karena ketika diakhir tahun 70-an dan di awal tahun 80-an diterapkan kebijakan bahwa anak-anak harus terlebih dahulu melakukan srangkaian kegiatan yang menyiapkan mereka untuk menulis kalimat yang memakan waktu lama, anak akan kehilangan kesempatan untuk mengalami proses yang holistik atau menyeluruh. Proses holistik tersebut ialah proses yang menyadarkan anak bahwa tujuan menulis adalah komunikasi dan bukan berlatih menulis bentuk huruf semata.     Aspek komunikasi inilah

yang merupakan aspek sosial dari kegiatan menulis, dan aspek ini yang terabaikan oleh Piaget. Piaget lebih memperhatikan anak dalam dunianya sendiri, dan bukan anak yang berkomunikasi dengan orang dewasa atau dengan anak lain.

            Ada pendapat Piaget yang penting, yaitu anak sebagai pembelajar dan pemikir yang aktif, yang membangun pengetahuannya dengan ‘bergulat’ dengan benda-benda atau gagasan-gagasan. Jika kita mengambil gagasan Piaget bahwa anak beradaptasi dengan lingkungannya, kita dapat melihat bagaimana lingkungan dapat menjadi settinguntuk perkembangan. Lingkungan menawarkan berbagai kesempatan kepada anak untuk bertindak. Oleh karenanya, lingkungan kelas, misalnya, dapat menjadi ajang kegiatan dan kreativitas yang menyebabkan pembelajaran terjadi. Berdasarkan pendapat ini, pembelajaran bahasapun dapat terjadi jika lingkungan kelas maupun sekitarnya dimanfaatkan sedemikian rupa agar menawarkan berbagai kesempatan bagi keterlibatan dan kreativitas anak.

Teori Psikologi Vygotsky

            Pakar psikologi lain, Vygotsky (1962, 1978), memberikan pandangan berbeda dengan Piaget terutama pandangannya tentang pentingnya faktor sosial dalam perkembangan anak. Vygotsky memandang pentingnya bahasa dan orang lain dalam dunia anak-anak. Meskipun Vygotsky dikenal sebagai tokoh yang memfokuskan kepada perkembangan sosial yang disebut sebagai sosiokultural, dia tidak mengabaikan individu atau perkembangan kognitif individu. perkembangan bahasa pertama anak tahun kedua di dalam hidupnya dipercaya sebagai pendorong terjadinya pergeseran dalam perkembangan kognitifnya. Bahasa memberi anak sebuah alat baru sehingga memberi kesempatan baru kepada anak untuk melakukan berbagai hal, untuk menata informasi dengan menggunakan simbol-simbol. Anak-anak sering terlihat berbicara sendiri dan mengatur dirinya sendiri ketika ia berbuat sesuatu atau bermain. Ini disebut sebagai private speech. Ketika anak menjadi semakin besar, bicaranya semakin lirih, dan mulai membedakan mana kegiatan bicara yang ditujukan ke orang lain dan mana yang ke dirinya sendiri.

            Yang mendasari teori Vygtsky adalah pengamatan bahwa perkembangan dan pembelajaran terjadi di dalam konteks sosial, yakni di dunia yang penuh dengan orang yang berinteraksi dengan anak sejak anak itu lahir. Ini berbeda dengan Piaget yang memandang anak sebagai pembelajar yang aktif di dunia yang penuh orang. Orang-orang inilah yang sangat berperan dalam membantu anak belajar dengan menunjukkan benda-benda, dengan berbicara sambil bermain, dengan membacakan ceritera, dengan mengajukan pertanyaan dan sebagainya. Dengan kata lain, orang dewasa menjadi perantara bagi anak dan dunia sekitarnya.

            Kemampuan belajar lewat instruksi dan perantara adalah ciri inteligensi manusia. Dengan pertolongan orang dewasa, anak dapat melakukan dan memahami lebih banyak hal dibandingkan dengan jika anak hanya belajar sendiri. Konsep inilah yang disebut Vygotsky sebagai Zone of Proximal Development (ZPD). ZPD memberi makna baru terhadap ‘kecerdasan’. Kecerdasan tidak diukur dari apa yang dapat dilakukan anak dengan bantuan yang semestinya. Belajar melakukan sesuatu dan belajar berpikir terbantu dengan berinteraksi dengan orang dewasa.

            Menurut Vygotsky, pertama-tama anak melakukan segala sesuatu dalam konteks sosial dengan orang lain dan bahasa membantu proses ini dalam banyak hal. Lambat laun,

anak semakin menjauhkan diri dari ketergantungannya kepada orang dewasa dan menuju kemandirian bertindak dan berpikir. Pergeseran dari berpikir dan berbicara nyaring sambil melakukan sesuatu ke tahap berpikir dalam hati tanpa suara disebut internalisasi. Menurut Wretsch (dalam Helena, 2004) internalisasi bagi Vygotsky bukanya transfer, melainkan sebuah transformasi. Maksudnya, mampu berpikir tentang sesuatu yang secara kualitatif berbeda dengan mampu berbuat sesuatu. Dalam proses internalisasi, kegiatan interpersonal seperti bercakap-cakap atau berkegiatan bersama, kemudian menjadi interpersonal, yaitu kegiatan mental yang dilakukan oleh seorang individu.

            Banyak gagasan Vygotsky yang dapat membantu dalam membangun kerangka berpikir untuk mengajar bahasa asing bagi anak-anak. Untuk membuat keputusan apa yang bisa dilakukan guru agar mendukung pembelajaran kita dapat menggunakan gagasan bahwa orang dewasa menjadi perantara. “Lalu … apalagi yang dapat dipelajari anak-anak?”. Ini dapat berdampak pada bagaimana menyiapkan pelajaran atau bagaimana guru harus berbicara dengan siswa setiap saat. ZPD dapat menjadi pemandu dalam memilih dan menyusun pengalaman pembelajaran bagi siswa untuk membantu mereka maju dari tahap interpersonal ke intrapersonal. Kita membantu anak agar internalisasi terjadi sehingga bahasa baru yang diajarkan menjadi bagian dari pengetahuan dan keterampilan berbahasa anak.

Teori Psikologi Bruner

            Menurut Bruner (dalam Helena, 2004) bahasa adalah alat yang paling penting bagi pertumbuhan kognitif anak. Bruner meneliti bagaimana orang dewasa menggunakan bahasa untuk menjembatani dunia sekitar dengan anak-anak dan membantu mereka memecahkan masalah. Pembicaraan atau “omongan” yang mendukung anak dalam melakukan kegiatan disebut scaffolding talk. Scaffolding talk atau omongan guru yang digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan di kelas, dapat berlangsung mulai dari memeriksa presensi sampai membubarkan kelas. Ketikascaffolding talk itu terjadi dalam pembelajaran bahasa Inggris, maka semua itu juga harus dilakukan dalam bahasa Inggris pula. Dalam sebuah ekxperimen yang dilakukan terhadap ibu-ibu dan anak-anak di Amerika, orang tua yang melakukan scaffolding talk secara efektif biasa melakukan hal-hal sebagai berikut:

a.       Mereka membuat anak tertarik kepada tugas-tugas yang diberikan;

b.      Mereka membuat tugas menjadi lebih sederhana, seringkali dengan memecah-mecah tugas menjadi langkah-langkah yang lebih kecil;

c.       Mereka mampu mengarahkan anak kepada penyelesaian tugas dengan mengingatkan anak tentang tujuan utamanya;

d.      Mereka menunjukkan apa-apa yang penting untuk dikerjakan, atau menunjukkan bagaimana melakukan bagian-bagian dari tugas itu;

e.       Mereka menunjukkan bagaimana tugas itu dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya.

            Gagasan Bruner yang lain yang sangat relevan dan berguna bagi pembelajaran adalah mengenai format and routine. Kedua hal ini mengacu pada kebiasaan-kebiasaan yang memungkinkan kegiatan scaffolding terjadi. Scaffolding adalah aktivitas guru, baik secara fisik maupun verbal, yang dilakukan secara rutin sehingga anak menjadi terbiasa dengan kegiatan atau ungkapan-ungkapan guru waktu pelajaran berlangsung. Jadi, ketika

anak terbiasa dengan pola kegiatan atau bahasa guru, mereka merasa “nyaman” dan percaya diri dan mereka menjadi siap untuk menerima hal-hal yang baru. Caontoh yang paling menonjol yang diberikan Bruner adalah kebiasaan membaca ceritera atau story reading yang dilakukan orang tua di Amerika kepada anak-anaknya. Tentu saja, ketika anak bertambah usia, buku cerita yang digunakan juga berubah, tetapi format kegiatannya masih serupa. Dalam kegiatan ini, orang dewasalah yang banyak bicara baik ketika membaca ceritera (yang sering diberi ilustrasi gambar-gambar) maupun sambil memberi pertanyaam atau instruksi kepada anak-anak, seperti “Coba lihat ini… hidungnya besar, kan?”. Dengan cara ini keterlibatan anak dalam berbicara akan meningkat pula. Jika orang tua atau guru banyak melakukan pembacaan ceritera, maka guru akan banyak melakukan pengulangan ungkapan-ungkapan yang semakin lama semakin canggih yang dipahami oleh siswa. Kegiatan membaca certera ini ditunjang oleh orang dewasa agar anak dapat berpartisipasi sesuai dengan tingkat kemampuannya.

            Dengan kata lain penggunaan bahasa yang dilakukan secara rutin menjadi mudah ditebak; anak mudah menebak apa yang dikatakan guru dan anak akan dapat lebih mudah merespon perkataan guru. Di sini terdapat “ruang” tempat anak dapat mempraktikkan bahasanya sendiri. “Ruang untuk tumbuh” atau space of growth ini menjadi zone of proximal development (ZPD) sebagaimana ada dalam teori Vygotsky. Menurut Bruner, kegiatan rutin dan penyesuaian-penyesuain inilah yang menyediakan tempat bagi perkembangan bahasa dan kognitif anak.

Implikasi Praktis

            Teori Vygotsky tentang Zone of Proximal Development menekankan betapa peran guru sangat dibutuhkan dalam rangka terjadinya pembelajaran yang optimal. Dikatakan bahwa anak atau siswa memiliki kapasitas atau potensi untuk belajar sendiri (seperti teori Piaget), tetapi belajar yang optimal terjadi karena anak mendapat pertolongan dari orang dewasa yang ada di sekitarnya. Pembelajaran terjadi karena adanya interaksi dengan lingkungan sosialnya. Penelitian Halliday mengenai bagaimana anak kecil ber(tukar) makna (learning how to mean) memberikan ilustrasi yang bernilai terhadap teori Vygotsky ini.

            Bahasan ini menunjukkan betapa pentingnya bagi guru untuk merencanakan kegiatan belajar mengajar yang seksama. Rencana tersebut secara eksplisit perlu mencantumkan kegiatan apa yang akan dilakukan atau pengalaman pembelajaran apa yang akan diberikan dan untuk tujuan apa. Rencana pengajaran tersebut diharapkan secara serius mempertimbangkan jenis-jenis interaksi di dalam kelas yang menjadikan kelas sebagai ZPD. Implikasinya ialah bahwa guru memang masih perlu menjelaskan pola kalimat, melakukan drill jika perlu melatih ucapan, tetapi sebagian besar waktu sebaiknya dimanfaatkan semaksimal mungkin agar terjadi macam interaksi.    Teori Burner juga mendukung gagasan Vygotsky. Gagasan Bruner tentang scaffolding atau memberikan kegiatan-kegiatan pendukung dalam upaya terjadinya internalisasi sangat relevan dengan pendidikan bahasa. Di bidang ini, kegiatan scaffolding secara verbal merupakan keniscayaan jika pendidikan bahasa dimaksudkan sebagai pendidikan komunikasi. Sayangnya, justru scaffolding talk atau “omongan” guru yang diharapkan menyertai seluruh proses pembelajaran bahasa Inggris sering tidak muncul di dalam kelas. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa guru berbahasa Inggris hanya kalau sedang membaca bacaan, pertanyaan yang ada di buku dan instruksi-instruksi tertulis. Kegiatan lain diselenggarakan dalam bahasa Indonesia. Misalnya, memeriksa kehadiran siswa, mengatur atau mengelola

kelas, memberi komentar-komentar; semuanya dilakukan dalam bahasa Indonesia. Padahal, justru ungkapan-ungkapan bahasa Inggris yang “bukan pelajaran” inilah yang potensial untuk membangun ZPD, menanamkan kebiasaan, dan memungkinkan terjadinya internalisasi.

            Implikasi lain, terutama teori Vygotsky, tampaknya terjadi pula pada pandangan para pengikut konstruktivisme dalam pembelajaran (bahasa). Seperti telah disinggung di depan bahwa menurut teori Vygotsky, anak-anak dibesarkan di dalam suatu setting kelompok sosial. Vygotsky memandang pentingnya kultur dan pentingnya konteks sosial bagi perkembangan kognitif. Menurut Vygotsky, atau dengan cara pandang konstruktivisme ini, anak-anak dengan pertolongan orang dewasa dapat menguasai konsep-konsep atau gagasan-gagasan yang mereka tidak bisa pahami sendiri. Annie Susany (2002) menyatakan bahwa dalam visi konstruktivisme terdapat empat pandangan utama yang diyakini oleh para pendukungnya, yaitu:

a.       Belajar dan berkembang adalah bersifat sosial, sehingga belajar merupakan suatu kegiatan kolaboratif;

b.      “The Zone of Proximal Development” dapat bertindak sebagai suatu pegangan untuk rencana kurikuler dan mata pelajaran;

c.       Pengajaran di sekolah seyogyanya terjadi dalam suatu konteks yang bermakna (meaningful context) dan tidak bisa dipisahkan dari pengajaran serta pengetahuan yang dikembangkan oleh para siswa dan “dunia nyata”;

d.      Pengalaman-pengalaman di luar sekolah hendaknya dihubungkan dengan pengalaman-pengalaman para anak-anak di dalam lingkungan sekolah.

            ZPD dalam hal ini merupakan suatu gagasan yang memandang bahwa potensiperkembangan kognitif seseorang terbatas pada suatu waktu tertentu saja. ZPD ini bisa dikembangkan secara terus menerus dan memerlukan interaksi sosial. ZPD menurut Vygotsky sebagai jarak antara tingkat perkembangan dengan tingkat potensi perkembangan yang dimiliki seseorang. Berdasarkan pada konsep ini, seorang guru bisa menawarkan suatu tujuan yang mungkin sulit dicapai oleh para anak-anak dan kemudian mereka ini berusaha untuk mencapainya sendiri atau dengan bantuan anak-anak lain yang lebih dewasa. Vigotsky memandang bermain sebagai faktor atau sarana yang sangat penting dalam belajar.