metodelogi penelitian

15
TUGAS METODELOGI PENELITIAN (MAKNA HIDUP PEKERJA SEX KOMERSIAL ) OLEH : SYAMSUL ARIFIN 090910301066 ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

Upload: sul-sul-caen

Post on 01-Dec-2015

191 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

MAKNA HIDUP PEKERJA SEX KOMERSIAL

TRANSCRIPT

Page 1: METODELOGI PENELITIAN

TUGAS

METODELOGI PENELITIAN

(MAKNA HIDUP PEKERJA SEX KOMERSIAL )

OLEH :

SYAMSUL ARIFIN

090910301066

ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

Page 2: METODELOGI PENELITIAN

2012

BAB I

PEDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sekarang ini keberadaan wanita tuna susila atau sering disebut

PSK merupakan fenomena yang tidak asing lagi dalam kehidupan masyarakat Indonesia,

akan tetapi keberadaan tersebut ternyata masih menimbulkan pro dan kontra dalam

masyarakat. Pertanyaan apakah Pekerja Seks Komersial (PSK) termasuk kaum yang

tersingkirkan atau kaum yang terhina, hal tersebut mungkin sampai sekarang belum ada

jawaban yang dirasa dapat mengakomodasi konsep pekerja seks komersial itu sendiri.

Hal ini sebagaian besar disebabkan karena mereka tidak dapat menanggung biaya hidup

yang sekarang ini semuanya serba mahal.

Prostitusi di sini bukanlah semata-mata merupakan gejala pelanggaran moral

tetapi merupakan suatu kegiatan perdagangan. Kegiatan prostitusi ini berlangsung cukup

lama, hal ini mungkin di sebabkan karena dalam prakteknya kegiatan tersebut

berlangsung karena banyaknya permintaan dari konsumen terhadap jasa pelayanan

kegiatan seksual tersebut oleh sebab itu semakin banyak pula tingkat penawaran yang di

tawarkan.

Di negara-negara lain istilah prostitusi dianggap mengandung pengertian yang

negatif. Di Indonesia, para pelakunya diberi sebutan Pekerja Seks Komersial. Ini artinya

bahwa para perempuan itu adalah orang yang tidak bermoral karena melakukan suatu

pekerjaan yang bertentangan dengan nilai-nilai kesusilaan yang berlaku dalam

masyarakat. Karena pandangan semacam ini, para pekerja seks mendapatkan cap buruk

(stigma) sebagai orang yang kotor, hina, dan tidak bermartabat. Tetapi orang-orang yang

mempekerjakan mereka dan mendapatkan keuntungan besar dari kegiatan ini tidak

mendapatkan cap demikian. (6 Maret 2007 dari http://www.pikiran rakyat.com/)

Page 3: METODELOGI PENELITIAN

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka rumusan masalah penelitian

ini adalah :

- Bagaimana makna hidup bagi seorang PSK pada rentang usia dewasa awal?

C. Tujuan Penelitian

Dengan rumusan masalah diatas, maka secara umum tujuan dari penelitian ini adalah :

- Mengetahui apa makna hidup bagi seorang Pekerja Seks Komersial pada rentang usia dewasa

awal

D. Kegunaan penelitian

Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara teoritis maupun praktis.

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan memperkaya

teori mengenai Makna Hidup Pekerja Seks Komersial pada rentang usia dewasa awal. Dengan

pengetahuan ini, diharapkan juga dapat meningkatkan segala hal yang berhubungan dengan

Makna Pekerja Seks Komersial pada rentang usia dewasa awal.

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberika perubahan yang lebih dalam pada

masyarakat mengenai masalah makna hidup yang terjadi pada seorang pekerja seks komersial.

Perubahan ini selanjutnya diharapkan dapat mengubah sikap masyarakat yang semata-mata

memandang rendah seorang pekerja seks komersial (PSK). Dengan demikian diharapkan dari

masyarakat untuk memikirkan langkah apa yang dapat dilakukan untuk menanggulangi

permasalaha prosstitusi yang terjadi selam ini.

Page 4: METODELOGI PENELITIAN

BAB II

LATARBELAKANG

A. Pengertian Makna Hidup

Makna hidup adalah hal-hal khusus yang dirasakan penting dan diyakini sebagai sesuatu yang

benar serta layak dijadikan sebagai tujuan hidup yang harus diraih. Makna hidup ini bila berhasil

dipenuhi akan menyebabkan kehidupan seseorang dirasakan penting dan berharga yang pada

gilirannya akan menimbulkan penghayatan bahagia (Bastaman, 2000 : 73). Frankl mengartikan

makna hidup sebagai kesadaran akan adanya satu kesempatan atau kemungkinan yang

dilatarbelakangi oleh realitas atau menyadari apa yang bisa dilakukan pada situasi tertentu (Frankl,

2004 : 221)

Adanya suatu dorongan fundamental yang dimiliki oleh manusia, yaitu kehendak untuk

memaknai hidup. Pencarian manusia mengenai makna hidup merupakan kekuatan utama dalam hidup

dan bukan merupakan suatu ”rasionalisasi sekunder” dari bentuk insting-insting. Makna tersebut

bersifat unik dan spesifik yang hanya dapat diisikan oleh dirinya sendiri, karena hanya dengan cara-

cara tersebut seseorang akan mendapatkan sesuatu yang penting yang akan memuaskan keinginan

manusia untuk memaknai hidup (Frankl, 2003 : 110)

MAKNA HIDUP DAN LOGOTERAPI

Logoterapi dengan konsep keinginan akan makna memiliki komitmen dengan fenomenologi

Scheler, sekaligus dengan konsep kebebasannya menunjukan komitmen dan eksistensialisme. Sesuai

dengan akar kata “Logos” yang dalam bahasa Yunani berarti “Meaning”(makna) dan juga “Spirituallity”

(Keruhanian) maka Logoterapi adalah aliran psikologi atau psikiatri yang mengakui adanya demensi

keruhanian disamping dimensi-dimensi ragawi kejiwaan dan lingkungan social budaya, serta beranggapan

bahwa kehendak untuk hidup bermakna (the Will to the Meaning) merupakan dambaan utama manusia

Page 5: METODELOGI PENELITIAN

untuk meraih kehidupan yang dihayati bermakna (The Meaningfull Life). Dengan jalan menemukan

sumber-sumber makna hidup dan merealisasikannya (Bastaman, 1995 : 193 – 194)

Tepatnya logoterapi memiliki tiga konsep yang menjadi landasan filosofinya yakni kebebasan

berkeinginan, keinginan akan makna dan makna hidup (Koeswara, 1992 :46) :

1. Kebebasan Berkeinginan

Dalam pandangan Frankl, kebebasan termasuk kebebasan berkeinginan adalah ciri yang unik

dari keberadaan pengalaman manusia (Koeswara, 1987 : 37). Frankl mengakui kebebasan

manusia sebagai mahluk yang terbatas, adalah sebagai kebebasan didalam batas-batas. Manusia

tidaklah bebas dari kondisi – kondisi biologis, psikologis dan sosiologis akan tetapi manusia

berkebebasan untuk mengambil sikap terhadap kondisi – kondisi tersebut (Koeswara, 1992 : 46)

2. Keinginan akan Makna

Frankl (dalam Koeswara, 1987 : 38) mengawali gagasannya mengenai keinginan akan makna

dengan mengkritik prinsip kesenangan dari Freud dan keinginan pada kekuasaan (The Will to

Power) dari Adler sebagai konsep yang terlalu menyederhanakan fenomena keberadaan dan

tingkah laku manusia. Menurut Frankl, kesenangan dan kekuasaan bukanlah tujuan utama,

melainkan efek yang dihasilkan oleh tingkah laku dalam rangka pemenuhan diri (Self –

Fullfillment) yang bersumber pada atau diarahkan oleh keinginan kepada makna. Kesenangan

adalah efek dari pemenuhan makna, sedangkan kekuasaan merupakan prasarat bagi pemenuhan

makna menyebabkan arti yang kita cari memerlukan tanggung jawab pribadi tidak ada orang atau

sesuatu yang lain, bukan orang tua, partner, atau bangsa dapat memberi kita pengertian tentang

arti dan maksud dalam kehidupan kita. Tanggung jawab kitalah untuk menemukan cara kita

sendiri dan tetap bertahan didalamnya segera setelah ditemukan (Scultz, 1991 : 151)

Frankl menambahkan bahwa tegangan yang dialami manusia bukanlah semata-mata tegangan

yang ditimbulkan oleh naluri – naluri melainkan tegangan antara keberadaan dan hakikat atau

tegangan antara ada dan makna. Karena itukah orientasi atau keinginan yang utama yang tidak

pernah padam pada manusia.

3. Makna Hidup

Page 6: METODELOGI PENELITIAN

Makna hidup adalah hal – hal yang oleh seseorang dipandang penting, dirasakan berharga

dan diyakini sebagai sesuatu yang benar serta dapat dijadikan tujuan hidupnya (Bastaman, 1995 :

1994) manusia bisa (berpeluang) menemukan makna hidup atau membuat hidupnya bermakna

sampai nafasnya yang terakhir.

Individu hanya bisa menemukan makna dari hidupnya dengan merealisasikan tiga nilai yang

ada yaitu :

1. Nilai – nilai Daya Cipta atau Kreatif

Nilai- nilai kreatif dalam wujud kongkritnya muncul berupa pelaksanaan aktivitas kerja

menurut Frankl (dalam Koeswara, 1992 : 63) setiap bentuk pekerjaan bisa mengantarkan individu

kepada hidup (kehidupan diri dan sesama) yang didekati secara kreatif dan dijalankan sebagai

tindakan komitmen pribadi yang berakar pada keberadaan totalnya. Nilai kreatif yang

direalisasikan dalam bentuk aktivitas kerja menghasilkan sumbangan bagi masyarakat.

Komunitas atau masyarakat pada gilirannya mengantarkan individu pada penemuan makna.

2. Nilai – nilai Pengalaman

Menurut Bastaman (1995 : 195) hal ini meliputi meyakini dan menghayati kebenaran,

kebajikan, keindahan, keadilan, keimanan dan nilai – nilai yang dianggap berharga.

3. Nilai – nilai Sikap

Frankl menyebut nilai ke tiga ini sebagai nilai yang paling tinggi, dengan merealisasikan

nilai bersikap ini berarti individu menunjukan keberanian dan kemuliaan menghadapi

penderitaanya. Frankl menekankan bahwa penderitaannya itu memiliki makna pada dirinya ketika

menderita karena sesuatu, individu bergerak kedalam menjauhi sesuatu itu. membentuk suatu

jarak diantara kepribadiannya dan sesuatu itu. Penderitaan menurut Frankl memiliki makna

ganda, membentuk karakter sekaligus membentuk kekuatan dan ketahanan diri. Menurut Frankl,

esensi suatu nilai bersikap terletak pada cara yang dengannya seseorang secara ikhlas dan tawakal

menyerahkan dirinya pada suatu keadaan yang tidak bisa dihindarinya.

Frankl menyimpulkan bahwa hidup bisa dibuat bermakna melalui 3 jalan :

a) Melalui apa yang kita berikan kepada hidup (kerja kreatif)

b) Melalui apa yang kita ambil dari hidup (menemui keindahan, kebenaran dan cinta)

Page 7: METODELOGI PENELITIAN

c) Melalui sikap yang kita berikan terhadap ketentuan atau nasib yang bisa kita ubah

Sedangkan menurut Bastaman (1995 : 1996), mereka yang menghayati hidup bermakna

menunjukan corak kehidupan yang penuh gairah dan optimisme dalam menjalani kehidupan sehari – hari.

Tujuan hidup baik jangka pendek maupun jangka panjang jelas bagi mereka. Dengan demikian kegiatan –

kegiatan mereka menjadi lebih terarah dan lebih mereka sadari, serta merasakan sendiri kemajuan –

kemajuan yang telah dicapai.

Makna hidup seperti yang dikonsepkan Frankl (dalam Bastaman 1995 : 194 – 195) memiliki beberapa

karakteristik, diantarannya :

1) Makna hidup itu sifatnya unik dan personal, sehingga tidak dapat diberikan oleh siapapun

melainkan harus ditemukan sendiri

2) Makna hidup itu spesifik dan kongkrit, hanya dapat ditemukan dalam pengalaman dan

kehidupan nyata sehari – hari, serta tidak selalu harus dikaitkan dengan tujuan idealistis

maupun renungan filosofis.

3) Makna hidup memberikan pedoman dan arah terhadap kegiatan – kegiatan yang

dilakukan

4) Makna hidup diakui sebagai sesuatu yang bersifat mutlak, sempurna dan paripurna.

MASA DEWASA AWAL

Batasan Masa Dewasa Awal

Pada penelitian menyebutkan bahwa salah satu tugas perkembangan pada masa dewasa

awal (18 – 40 tahun) adalah mencari pasangan hidup (Havighurst dalam Monks, 2001: 290), yang

selanjutnya akan diteruskan pada proses membentuk dan membina keluarga. Pada akhir usia 20

tahun pemilihan struktur hidup menjadi semakin penting. Pada usia natara 28-33 tahun pilihan

struktur kehidupan ini menjadi lebih tetap dan stabil. Dalam fase kemantapan (33 – 40 tahun)

orang dengan kematangannya mampu menemukan tempatnya dalam masyarakat dan berusaha

untuk memajukan karier sebaik-baiknya. Pekerjaan dan kehidupan keluarga membentuk struktur

peran yang memunculkan aspek-aspek kepribadian yang diperlukan dalam aspek tersebut

(Levinson dalam Monks, 2001: 296 ). Lebih lengkapnya lagi mengenai batasan masa dewasa

awal akan diuraikan pada bagian ini.

Secara hukum seseorang dikatakan dewasa bila ia sudah menginjak usia 21 tahun (meski

belum menikah) atau sudah menikah (meskipun belum berusia 21 tahun). Di Indonesia batas

kedewasaan adalah 21 tahun juga. Hal ini berarti bahwa pada usia itu seseorang sudah dianggap

Page 8: METODELOGI PENELITIAN

dewasa dan selanjutnya dianggap sudah mempunyai tanggung jawab terhadap perbuatan-

perbuatannya ( Monks, 2001: 291). Dikatakan oleh Hurlock (1990) bahwa seseorang dikatakan

dewasa bila telah memiliki kekuatan tubuh secara maksimal, siap berproduksi, dan telah dapat

diharapkan memiliki kesiapan kognitif, afektif, dan psikomotor, serta dapat diharapkan

memainkan peranannya bersama dengan individu-individu lain dalam masyarakat.

Fakta – Fakta

1. PSK ingin hubungan intim dengan kliennya cepat berakhir.

PSK ingin hubungan intim yang dilakukannya dengan klien cepat berakhir, atau bahkan

mereka sangat menginginkan tak perlu adanya hubungan seksual diantara ia dan kliennya. Sebab, tiap

kali melakukan itu, mereka mengaku malu dengan keadaan yang mereka jalani.

2. Mereka memiliki nama samaran yang kerap berganti serta no HP yang sulit dihubungi

Untuk menutupi identitasnya, para PSK acap kali berganti-ganti nama, bahkan mereka bisa

memiliki nama yang berbeda hingga 4 kali dalam satu malam.

Selain itu, mereka memiliki nomer HP yang diberikan untuk klien mereka (mungkin

maksudnya untuk langganan) namun no HP itu jarang diaktifkan karena takut ketahuan keluarga atau

orang terdekat.

3. Ingin dapat suami dari kalangan baik-baik dan ingin segera bertobat

Lazimnya wanita pada umumnya, PSK juga memiliki impian membangun keluarga yang

dinahkodahi oleh lelaki baik-baik dan memiliki keluarga yang sakinah mawardah, dan warahmah.

Selain itu, mereka juga sebenarnya siap kapan saja untuk bertobat dan keluar dari lokalisasi,

asalkan kehidupannya sudah terjamin. Mereka juga mengaku tiap kali pulang kerumah atau kossan

selalu bertekad untuk tobat dari dunia pelacuran, namun realitas hidup harus memaksa mereka

menempuh jalan pintas.

Page 9: METODELOGI PENELITIAN

4. PSK tak menikmati hubungan seksual, malah kadang menyakitkan.

Karena yang menggunakan tubuh mereka dalam semalam bisa 2-4 orang, maka PSK

mengaku melakukan hubungan intim dengan klien hanya sebatas tuntutan profesi saja, tak ada

kenikmatan disana, sebab klien datang dengan berbagai tipe yang kebanyakan ingin melampiaskan

dan cepat selesai, jarang yang memang memadu hubungan intim dengan dinamika seperti forplay-

main course-orgasme-after play, kebanyakan dari mereka “main tancap” saja. Meskipun

menyakitkan, PSK sudah siap dengan situasi itu.

Selain itu, PSK juga mengaku kalau mereka kerap H2C (Harap-Harap Cemas) apakah sang

klien puas dengan servis mereka atau apakah klien tersinggung dengan mereka yang mengakibatkan

klien tsb tak menjadi langganan tetap atau membayar lebih jasa mereka.

5. Sering terenyuh saat teringat keluarga

Saat menjalani profesinya itu, mereka kerap ingat dengan wajah ibunya, adik/kakaknya, serta

ayahnya yang tentu saja kecewa berat apabila tau profesinya adalah sebagai pelacur.

Mereka terkadang tak mampu menahan air mata ketika rasa kangen dan rasa bersalah itu

semakin memuncak.

E. Hipotensis

Perlu diakui bahwa eksploitasi seksual, pelacuran dan perdagangan manusia

semuanya adalah tindakan kekerasan terhadap perempuan dan karenanya merupakan

pelanggaran martabat perempuan dan adalah pelanggaran berat hak asasi manusia.

Jumlah Pekerja Seks Komersial (PSK) meningkat secara dramatis di seluruh dunia karena

sejumlah alasan ekonomis, sosial dan kultural.

Dalam kasus perempuan yang terlibat telah mengalami kekerasan patologis atau

kejahatan seksual sejak masa anak. Lain-lainnya terjeremus ke dalam pelacuran untuk

mendapat nafkah cukup untuk diri sendiri atau keluarganya. Beberapa mencari sosok

ayah atau relasi cinta dengan seorang pria. Lain-lainnya mencoba melunasi utang yang

Page 10: METODELOGI PENELITIAN

tak masuk akal. Beberapa meninggalkan keadaan kemiskinan di negeri asalnya, dalam

kepercayaan bahwa pekerjaan yang ditawarkan akan mengubah hidup mereka.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tipe penelitian kualitatif. Dan sebelum

membicarakan metode penelitian yang digunakan, sebaiknya diketahui dulu paradigma

apa yang digunakan dalam penelitian ini. Paradigma mengacu pada set proposisi

(pernyataan) yang menerangkan bagaimana dunia dan kehidupan dipersepsikan.

Paradigma mengandung pandangan tentang dunia, cara pandang untuk menyederhanakan

kompleksitas dunia nyata. Dalam konteks pelaksanaan penelitian, memberi gambaran

mengenai apa yang penting, apa yang dianggap mungkin dan sah untuk dilakukan, apa

yang dapat diterima akal sehat (Patton, 1990: dalam Poerwandari, 2001:10).

Pertimbangan dipilihnya paradigma ini adalah

a. Penelitian kualitatif dekat dengan asumsi-asumsi paradigma fenomenologis-interpretif

(Poerwandari, 2001:15)

b. Pendekatan kualitatif mencoba menerjemahkan pandangan-pandangan dasar interpretif dan

fenomenologis yang antara lain :

1. Realitas sosial adalah sesuatu yang subjektif dan diinterpretasikan, bukan sesuatu yang

lepas diluar individu-individu

2. Manusia tidak secara sederhana disimpulkan mengikuti hukum-hukum alam diluar diri,

melainkan menciptakan rangkaian makna menjalani hidupnya

3. Ilmu didasarkan pada pengetahuan sehari-hari, bersifat induktif, idiografis dan tidak bebas

nilai

Page 11: METODELOGI PENELITIAN

4. Penelitian bertujuan untuk memahami kehidupan sosial

(Sarantakos, 1993 dalam Poerwandari, 2001:16).

Paradigma menurut Kuhn (1970) merupakan sebuah orientasi dasar pada penelitian. Paradigma

penelitian adalah keseluruhan sistem pemikiran yang termasuk asumsi-asumsi dasar, pertanyaan-

pertanyaan penting yang harus dijawab atau teka-teki yang harus diselesaikan, teknik penelitian yang

digunakan dan contoh-contoh penelitian yang baik (Neuman, 2000: 65).

Ada dua paradigma besar menurut Sarantakos yang mendasari perkembangan ilmu pengetahuan

khususnya ilmu-ilmu sosial dan ilmu tentang manusia, yakni paradigma positivistik dan paradigma

interpretif. Sarantakos masih menyebutkan lagi satu paradigma, yakni paradigma kritikal yang menyusul

berkembang dan memberikan banyak masukan bagi ilmu pengetahuan (Poerwandari, 2001:11).

Penelitian ini menggunakan paradigma interpretif-fenomenologis. Dimana dalam paradigma ini

penelitian sosial tidak selalu dan tidak langsung memiliki nilai instrumental untuk sampai pada peramalan

dan pengendalian fenomena sosial. Penelitian dilakukan untuk mengembangkan pemahaman. Penelitian

membantu mengerti dan menginterpretasi apa yang ada dibalik peristiwa: latar belakang pemikiran

manusia yang terlibat di dalamnya, serta bagaimana manusia meletakkan makna pada peristiwa yang

terjadi. Pengembangan hukum umum tidak menjadi tujuan penelitian, upaya-upaya mengendalikan atau

meramalkan juga tidak menjadi aspek penting (Poerwandari, 2001:12).

Pertimbangan dipilihnya paradigma ini adalah,

c. Penelitian kualitatif dekat dengan asumsi-asumsi paradigma fenomenologis-interpretif

(Poerwandari, 2001:15)

d. Pendekatan kualitatif mencoba menerjemahkan pandangan-pandangan dasar interpretif dan

fenomenologis yang antara lain :

5. Realitas sosial adalah sesuatu yang subjektif dan diinterpretasikan, bukan sesuatu yang

lepas diluar individu-individu

6. Manusia tidak secara sederhana disimpulkan mengikuti hukum-hukum alam diluar diri,

melainkan menciptakan rangkaian makna menjalani hidupnya

7. Ilmu didasarkan pada pengetahuan sehari-hari, bersifat induktif, idiografis dan tidak bebas

nilai

8. Penelitian bertujuan untuk memahami kehidupan sosial

(Sarantakos, 1993 dalam Poerwandari, 2001:16).

Page 12: METODELOGI PENELITIAN

Paradigma interpretif memberikan implikasi bagi peneliti untuk menggunakan metode ilmiah

yang mampu menangkap makna dari fenomena kehidupan manusia secara mendalam demi

menggambarkan intisari permasalahan dengan lengkap. Pendekatan yang digunakan kemudian dalam

penelitian ini adalah pendekatan kualitatif deskriptif. Karakteristik dari penelitian deskriptif adalah

(Newman, 1994:22),

1. Memberikan detail dan gambaran yang akurat

2. Menempatkan data baru yang bisa jadi berlawanan dengan data lama

3. Menciptakan kategori dan tipe klasifikasi

4. Mengklarifikasi konsekuensi dari tahap atau langkah

5. Mendokumentasikan proses atau mekanisme sebab akibat

6. Melaporkan pada background atau konteks dari sebuah situasi

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah Makna Hidup yang terjadi dalam diri Pekerja Seks Komersial pada

rentang usia dewasa awal. Penekanan selanjutnya Makna hidup adalah hal-hal khusus yang dirasakan

penting dan diyakini sebagai sesuatu yang benar serta layak dijadikan sebagai tujuan hidup yang harus

diraih, Makna hidup dapat diuraikan sebagai hal-hal apa saja yang diinginkan selama menjalani

kehidupan, serta kendala apa yang dirasakan oleh Pekerja Seks Komersial pada rentang usia dewasa awal

dalam mencapai makna hidup. Hal ini akan menjadi menarik karena Makna Hidup ini akan diteliti pada

kaum mereka, dimana mereka diartikan sebagai seseorang yang memiliki identitas jelek dalam kehidupan

lingkungan masyarakat. Dalam penelitian ini istilah PSK difokuskan pada individu yang berprofesi

sebagai wanita penghibur dimana ditelusuri dari perjalanan untuk dapat menemukan apa yang mereka

berikan dalam hidup, apa saja yang dapat diambil dari perjalanan mereka selama ini, serta sikap yang

bagaimana yang diberikan terhadap ketentuan atau nasib yang bisa mereka ubah.

C. Metoda Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan alat pengumpul data berupa wawancara mendalam (depth

interview) dan observasi dengan atau terhadap subjek penelitian yang terpilih. Keduanya dapat

dirinci sebagai berikut:

Page 13: METODELOGI PENELITIAN

Wawancara

Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan

tertentu. Wawancara dilakukan untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif

yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti dan bermaksud melakukan

eksplorasi terhadap isu-isu lain yang berkaitan dengan topik tersebut (Poerwandari, 1998: 73).

Beberapa model wawancara menurut Patton (dalam Poerwandari, 1998:73), antara lain:

a. Wawancara konvensional yang informal:

Proses wawancara didasarkan sepenuhnya pada berkembangnya pertanyaan-pertanyaan

secara spontan dalam interaksi alamiah. Tipe wawancara demikian umumnya dilakukan

peneliti yang melakukan observasi partisipatif. Situasi demikian membuat orang-orang yang

diajak bicara kemungkinan tidak menyadari bahwa ia sedang diwawancarai secara sistematis

untuk menggali data.

b. Wawancara dengan pedoman umum:

Proses wawancara ini dilengkapi dengan pedoman wawancara yang sangat umum, yang

mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan

mungkin tanpa bentuk pertanyaan eksplisit. Pedoman wawancara digunakan untuk

mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang dibahas, sekaligus menjadi daftar

pengecek apakah aspek-aspek relevan tersebut telah ditanyakan atau dibahas.

c. Wawancara dengan pedoman terstandar yang terbuka:

Wawancara ini menggunakan pedoman yang ditulis secara rinci, lengkap dengan set

pertanyaan dan penjabarannya dalam kalimat.

Penelitian ini menggunakan jenis wawancara dengan pedoman umum. Isu-isu yang bersifat umum

ditetapkan untuk menjaga perkembangan pembicaraan dalam wawancara tetap dalam fokus penelitian.

Selain itu, tema pertanyaan yang akan dijawab subjek adalah tema yang masih bisa berkembang dalam

pelaksanaan wawancara nantinya. Setiap subjek bisa memiliki Makna Hidup yang bebeda-beda, sehingga

pengembangan pertanyaan wawancara yang menyesuaikan dengan kehidupan subjek sangat diperlukan.

Jadi, pedoman umum untuk pertanyaan awal wawancara akan dibuat sama, sedangkan perkembangan

berikutnya akan menyesuaikan dengan kekhasan di lapangan pada masing-masing subjek.

Observasi

Page 14: METODELOGI PENELITIAN

Observasi adalah metode pengumpulan data yang paling umum dilakukan oleh peneliti,

utamanya yang meneliti tentang perilaku manusia. Observasi merupakan metode untuk

menangkap fenomena subjek dari kacamata peneliti. Penggambaran setting yang diperlajari,

aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dengan cara melihat

kejadian dari perspektif peneliti (Poerwandari, 2001:64).

Observasi mempunyai peran penting dalam mengungkap realitas subjek. Intensitas

hubungan subjek dengan bagaimana subjek berperilaku ketika bersosialisasi dengan orang lain

ataupun dengan peneliti ketika wawancara maupun di luar wawancara merupakan pembanding

yang baik dengan hasil wawancara dalam mengidentifikasi dinamika yang terjadi dalam diri

subjek. Berbagai pertimbangan tersebut menjadikan pilihan observasi yang dilakukan adalah

jenis observasi yang terbuka, dimana diperlukan komunikasi yang baik dengan lingkungan sosial

yang diteliti, sehingga mereka dengan sukarela dapat menerima kehadiran peneliti atau

pengamat. Selain itu, observasi yang dilakukan juga merupakan observasi yang tidak terstruktur,

dimana peneliti tidak mengetahui dengan pasti aspek-aspek apa yang ingin diamati dari subjek

penelitian. Konsekuensinya, peneliti harus mengamati seluruh hal yang terkait dengan

permasalahan penelitian dan hal tersebut dianggap penting. Observasi yang dilakukan dalam

penelitian ini meliputi perilaku subyek secara umum sebelum dilakukannya wawancara, perilaku

subyek ketika sedang melakukan proses wawancara dan observasi ketika subyek telah

melakukan wawancara. Observasi juga tidak tertuju pada tempat ataupun lokasi wawancara,

peneliti berusaha untuk melakukan wawancara di tempat tinggal subyek agar peneliti dapat

memperoleh bayangan ataupun abstraksi maupun gambaran kehidupan yang dijalani oleh

subyek.

F. Kesimpulan

Walaupun fakta itu berbeda antara subyek satu dengan subyek lainnya akan tetapi

dapat kita tarik benang merahnya bahwa semua subyek berharap agar kelak dapat keluar atau

berhenti dari profesi yang dijalani sekarang ini dan menjalani hidup yang lebih baik.

1. Keinginan yang dirasakan paling besar adalah perubahan kehidupan yang lebih baik dari

kehidupan yang sekarang ini di jalani dan berusaha untuk mendapatkan pasangan hidup yang

benar-benar setia kepada mereka.

Page 15: METODELOGI PENELITIAN

2. Kendala-kendala yang dihadapi yaitu belum adanya penerimaan positif dari masyarakat

terhadap keberadaan mereka sebagai seorang PSK, modal belum cukup untuk membuka

usaha yang lain, dan belum menemukan pasangan hidup yang diharapkan dapat membawa

perubahan dalam hidup mereka sehingga menjadi lebih baik.

G. Daftar Pustaka

- http://www.kompas.com/kompas-cetak/0107/05/jateng/sema21.htm

- http://kabarnesia.com/1854/fakta-menyakitkan-psk/

- Bungin, B (2001) Metodelogi Penelitian Surabaya : Airlangga University Press

- Koentjoro, Ph.D., (2004) Tutur Dari Sarang Pelacur, Yogyakarta : Tinta

- Corey. G (1999) Teori dan Praktek : Konseling dan Psikoterapi. Bandung :

Refika Aditama

- Setiyono, F., A., (2004) Kebermaknaan Hidup Para Meditator. Skripsi, Surabaya

: Fakultas Psikologi airlangga