metode pendidikan kepribadian menurut...
TRANSCRIPT
METODE PENDIDIKAN KEPRIBADIAN MENURUT
ABDULLAH NASHIH ULWAN
S K R I P S I
Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Disusun oleh
NUR FARIDA LUTFIYATI
111 10 116
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2017
1
2
METODE PENDIDIKAN KEPRIBADIAN MENURUT
ABDULLAH NASHIH ULWAN
S K R I P S I
Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Disusun oleh
NUR FARIDA LUTFIYATI
111 10 116
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2017
3
4
5
6
MOTTO
دسجاخ أذا اىعي اىهزي ن ا آ اىهزي خثيش يشفع للاه ي ا ذع ت للاه
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Mujadillah: 11)
خيش اىاط افع ىياط
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain” (al
Hadits)
vii
7
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Kedua orang tua saya yaitu, Ibu saya Siti Arofah dan bapak saya Sugeng Ahmad
yang selalu melimpahkan kasih sayangnya serta mendo‟akan saya dalam setiap
sujudnya.
2. Suami saya Arif Maslah yang telah meluangkan banyak waktunya untuk
membantu saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
3. Kedua anak saya, pertama Muhammad Kasyif Ubaidillah Alkafie dan anak kedua
saya Muhammad Harun Khoirul Wafa yang selalu menjadi penyemangat saya
dalam menyelesaikan studi ini.
4. Keluarga saya khususnya kakak saya Muhammad Syukron Effendi beserta
keluarga yang selalu mendukung saya untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
5. Bulek Siti Zubaedah yang selalu menjadi ibu kedua saya beserta keluarga.
6. Bulek Muayyadah dan Mbak Imroatul Chosiah yang membantu saya dalam
pekerjaan rumah khususnya selama menyelesaikan tugas akhir ini.
viii
8
KATA PENGANTAR
Asslamu‟alaikum Wr. Wb
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah
SWT. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam
semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut
setianya. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh
gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima
kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi M.Pd Selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN
Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI).
4. Bapak Muh Hafidz sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah dengan ikhlas
mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam upaya
membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu
dalam penyelesaian skripsi ini.
Dan semua pihak yang telah memotivasi dan membantu dalam
penyelesaian skripsi ini. Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau
ix
9
10
DAFTAR ISI
SAMPUL……………………………………………………………. i
HALAMAN BERLOGO…………………………………………… ii
HALAMAN JUDUL………………………………………………. iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………... i
PENGESAHAN KELULUSAN………………………………….. v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN………………………... vi
MOTTO…………………………………………………………... vii
PERSEMBAHAN………………………………………………... viii
KATA PENGANTAR……………………………………………. ix
DAFTAR ISI……………………………………………………… xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………………………………… 1
B. Rumusan Masalah………………………………………. 5
C. Tujuan Penelitian……………………………………….. 6
D. Manfaat Hasil Penelitian………………………………... 6
E. Penegasan Istilah………………………………………... 7
F. Metode Penelitian………………………………………. 14
G. Sistematika Penulisan…………………………………... 16
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. PENDIDIKAN
1. Pengertian Pendidikan……………………………… 18
2. Dasar Pendidikan…………………………………… 20
3. Tujuan Pendidikan………………………………….. 23
xi
11
4. Metode Pendidikan Dalam Islam…………………… 25
B. KEPRIBADIAN
1. Pengertian Kepribadian…………………………….. 29
2. Ciri-ciri Kepribadian Yang Teguh…………………. 30
3. Metode Meraih Pribadi Yang Baik…………………. 32
4. Faktor Pembentuk Kepribadian…………………….. 35
5. Prinsip Kependirian Yang Baik…………………….. 41
BAB III GAMBARAN UMUM ABDULLAH NASHIH ULWAN
A. Riwayat Hidup…………………………………………. 44
B. Karya-karya Abdullah Nashih Ulwan…………………. 45
C. Deskripsi Kitab Tarbiyatul Aulad…………………….... 46
BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISA DATA
A. Konsep Pendidikan Kepribadian Secara Umum……….. 50
1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kperibadian....... 50
2. Hubungan Kepribadian DEngan Kebudayaan……… 53
3. Hubungan Kepribadian Dengan Keragaman Individu 55
4. Unsur-unsur Kepribadian…………………………… 56
5. Aneka Warna Kepribadian………………………….. 59
6. Tahap-tahap Perkembangan Kepribadian…………... 60
7. Tanggung Jawab Pendidikan Kepribadian………….. 61
B. Metode Pendidikan Kepribadian Menurut Nashih Ulwan. 74
1. Pendidikan Kepribadian Dengan keteladanan……… 78
2. Pendidikan Kepribadian Dengan Adat Kebiasaan….. 81
3. Pendidikan Kepribadian Dengan Nasihat…………... 83
xii
12
4. Pendidikan Kepribadian Dengan Perhatian………… 85
5. Pendidikan Kepribadian Dengan Hukuman……….... 87
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………… 103
B. Saran…………………………………………………… 104
xiii
13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam merupakan agama yang santun karena dalam Islam sangat
menjunjung tinggi pentingnya etika, moral, dan akhlak mulia pada pribadi
manusia. Kepribadian yang baik, dengan segala macam bentuk dan warnanya,
sangat diperlukan setiap tempat dan waktu: dalam hubungan dengan Allah.
Dengan hubungan sesama, dan dalam hubungan dengan masyarakat. Manusia
semua mempunyai akhlak dan perilaku yang baik di dalam hidup, dan
memperoleh ganjaran yang baik di akhirat kelak.
Adapun pertanyaan bagaimana menerapkan perangai dan tingkah laku
yang baik di dalam kehidupan sehari-hari, maka jawabanya adalah bahwa
yang menjadi landasan kita dalam hal ini adalah akal (hikmah), yaitu dengan
menggunakannya pada jalan yang benar; kemudian agama yaitu dengan
berpegang teguh kepada ajaran-ajarannya; dan juga akhlak dan kesopanan.
Imam Ali as berkata: “Akal adalah landasan yang paling kuat. Imam
Ali as juga berkata: “Akal adalah kebaikan setiap orang.” Pada kesempatan
lain, Imam Ali as juga berkata: “Agama dan kesopanan adalah buah dari akal”
(Mustofa, 1991:406).
Seandainya dalam semua segi, setiap orang sama seperti kebanyakan
atau bahkan semua orang lain, kita bisa tahu apa yang diperbuat seseorang
dalam situasi tertentu berdasarkan pengalaman diri kita sendiri.
14
Kenyataannya, dalam banyak segi, setiap orang adalah unik, khas. Akibatnya
yang lebih sering terjadi adalah kita mengalami salah paham dengan teman di
kampus, sejawat di kantor tetangga atau bahkan dengan suami/istri dan anak-
anak dirumah. Kita terkejut oleh tindakan di luar batas yang dilakukan oleh
seseorang yang biasa dikenal alim dan saleh dan masih banyak lagi.
Memang manusia didunia diciptakan beragam bentuk, sifat, watak dan
tingkah lakunya. Karena tiap-tiap kepribadian adalah unik, maka sukar sekali
dibuat gambaran yang umum tentang kepribadian. Kami mencoba mengenal
seseorang dengan mengetahui struktur kepribadiannya. Struktur kepribadian
ini dapat diketahui melalui pemeriksaan terhadap sejarah hidup, cita-cita, dan
persoalan-persoalan yang dihadapi seseorang.
Oleh karena itu, kita membutuhkan sejenis kerangka acuan untuk
memahami dan menjelaskan tingkah laku diri sendiri dan orang lain.kita harus
memahami defenisi dari kepribadian itu, bagaimana kepribadan itu terbentuk.
Selain itu kita membutuhkan teori-teori tentang tingkah laku, teori tentang
kepribadian agar tembentuk suatu kepribadian yang baik. Sehingga gangguan-
gangguan yang biasa muncul pada kepribadian setiap individu dapat dihindari.
Secara faktual, kegiatan pendidikan merupakan kegiatan antar
manusia, oleh manusia dan untuk manusia (Siwoyo, 2008:1). Sederhananya
menyoal perihal pendidikan tentu juga tidak akan pernah lepas
pembahasannya mengenai manusia. Keduanya merupakan dua entitas yang
tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Sehingga untuk
berikhtiar dalam perenungan atau pemikiran atas pendidikan membutuhkan
pemahaman yang utuh dan komprehensif tentang hakekat manusia.
15
Upaya yang dilakukan para pemikir untuk menerjemahkan atas hakikat
manusia sudah berlangsung sejak berabad-abad lamanya. Pembahasan
manusia seolah tak pernah habis dan mungkin tak akan pernah habis atas
berbagai kajian yang dilakukan terhadapanya. Para pemikir yang
berkontemplasi pada kajian mengenai manusia, bisa kita jumpai melalui salah
satu disiplin ilmu yang bernama psikologi. Mempelajari psikologi berarti
usaha untuk mengenal manusia dan tentu kita berusaha mengetahui aspek-
aspek kepribadian (Sobur, 2011:19).
Ada berbagai rumusan yang sudah ditelurkan oleh berbagai ahli pikir
tentang manusia. Antara pemikir yang satu dengan yang lainnnya atau aliran
satu dengan yang lainnya memiliki ketidaksamaan. Perbedaan ini disebabkan
kajian yang digelutinya masing-masing. Sebut saja para penganut teori
psikoanalisis yang mengatakan bahwa manusia sebagai homo valens (manusia
berkeinginan), para penganut teori behaviorisme yang menyebutkan bahwa
manusia sebagai homo mechanicus / manusia mesin dan para penganut teori
humanisme yang menyatakan bahwa manusia sebagai homo ludens / manusia
bermaian (Yusuf dan Nurihsan, 2011:21-23).
Memang pada dasarnya berbicara tentang hakikat manusia
membicarakan tentang pokok soal yang bersifat radikal yaitu berusaha
menemukan akar pengertian tentang manusia yang mungkin saja melewati
batas-batas pengertian yang hanya menekankan pada salah satu aspek
kehidupan, seperti yang terdapat dalam kajian berbagai ilmu diatas. Hal
senada juga diungkapkan oleh Hadari Nawawi, seperti yang dikutip oleh
Sokip, bahwa berfikir tentang manusia itu tidak dapat sekedar disandarkan
pada gejala-gejala atau fakta-fakta yang tampak atau yang dapat ditangkap
oleh panca indera (Qomar, 2003:128). Ha ini, bisa dimaknai sebagai “sirine”,
bahwa manusia juga merupakan makhluk yang serba terbatas. Dan dengan
16
adanya keterbatasan itulah yang mengharuskan manusia untuk selalu
senantiasa meminta pertolongan kepada Allah SWT.
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk Allah yang paling sempurna
diantara makhluk lainnya (Ali, 2008:14). Oleh sebab itu, karena
kesempurnaan yang dimiliki manusia, ia diberi amanat oleh Allah untuk
mengemban tugas ganda, yaitu sebagai khalifah (wakil atau pengganti yang
memegang kekuasaan. Manusia menjadi khlmifah memegang mandat Tuhan
untuk mewujudkan kemakmuran dimuka bumi. Kekuasaan yang diberikan
kepada manusia bersifat kreatif, yang memungkinkan dirinya mengolah serta
medayagunakan apa yang ada di muka bumi untuk kepentingan hidupnya) dan
abdullah (orang yang taat dan patuh kepada Allah. Hakikat kehambaan
kepada Allah adalah ketaatan. Ketundukan dan kepatuhan. Ketaatan,
ketudukan dan kepatuhan manusia itu hanya layak diberikan kepada Allah.
Dalam hubungannya dengan Tuhan, manusia menempati posisi sebagai
ciptaan dan Tuhan sebagai pencipta. Konsekuensi manusia sebagai hamba
Allah, dia harus senantiasa beribadah hanya kepadaNya.
Pengingkaran manusia dalam penghambaan diri kepada Allah akan
mengakibatkan dia menghamba kepada dirinya, menghamba kepada hawa
nafsunya atau menghamba kepada sesama makhluk Allah. Beberapa hal
tersebut disebut perbuatan syirik, dimana dosa tersebut meruapak dosa yang
paling besar). Kelebihan manusia dari makhluk lainnya disebutkan oleh Allah
dalam QS.At-Tin ayat 4, sebagai berikut :
ا في احغ ذقيىقذ خيقا االغ
Artinya : "Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dengan sebaik-
baiknya" (QS. At Tin: 4)
Salah satu instrumen yang dibutuhkan oleh manusia untuk tetap
mempertahankan eksitensinya atas tugas yang diemban tersebut salah satunya
17
dengan melalui pendidikan. Karena pada hakiaktnya pendidikan berfungsi
sebagai usaha untuk mengembangkan potensi individu dan sekaligus usaha
untuk mewariskan nilai-nilai budaya, maka pendidikan juga menyangkut
pembentukan kepribadian.
Pendidikan berkaitan dengan usaha untuk mengubah sikap dan tingkah
laku. Sedangkan kepribadian berhubungan dengan pola tingkah laku
(Jalaludin dan Abdulllah, 2012:190). Senada dengan itu, pendidikan Islam
adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama
Islam mengenai terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran
Islam. Ada 3 (tiga) unsur yang mendukung tegaknya Pendidikan Islam,
pertama harus ada usaha yang berupa bimbingan bagi pengembangan potensi
jasmani dan rohani secara berimbang. Kedua, usaha tersebut berdasarkan atas
ajaran Islam. Ketiga, usaha tersebut bertujuan agar dididik pada akhirnya
memiliki kepribadian utama menurut ukuran Islam / kepribadian muslim
(Munarji, 2004:6-7).
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti akan melakukan penelitian
dengan judul: METODE PENDIDIKAN KEPRIBADIAN MENURUT
ABDULLAH NASHIH ULWAN.
B. Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang masalah secara definitif masalah yang
penulis teliti dapat dirumuskan, sebagai berikut :
1. Bagaimana metode pendidikan kepribadian menurut Abdullah Nashih
Ulwan?
2. Masihkah relevan metode tersebut untuk digunakan saat ini?
18
C. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan atau aktifitas pasti mempunyai tujuan yang hendak
dicapai untuk memberi arah pada penelitian supaya dapat berjalan lancar.
Tujuan penelitian merupakan target yang ingin dicapai melalui kegiatan
penelitian. Sesuai dengan pokok permasalahan tersebut, maka peneliti ini
bertujuan untuk:
1. Mengetahui pentingnya pendidikan kepribadian.
2. Mengetahui metode pendidikan kepribadian menurut Abdullah Nashih
Ulwan dan relevansinya.
D. Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi yang jelas
tentang pendidikan kepribadian. Dari informasi tersebut diharapkan dapat
memberikan manfaat secara praktis maupun secara teoritik, yaitu :
1. Secara Praktis,
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
keilmuan dan khasanah kepustakaan Islam serta memberikan informasi
tentang khasanah pengetahuan proses dan metode pembentukan
kepribadian dalam Islam menurut perspektif Abdullah Nashih Ulwan.
2. Secara Teoritik
a. Bagi Penulis
Penulis sangat berharap dapat membantu umat muslim membangun
kembali tradisi akademis/ilmiah yang dinamis dan objektif.
19
b. Bagi Lembaga
Hasil penulisan skripsi ini diharapkan dapat bemanfaat bagi
para mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Program Studi
Pendidikan Agama Islam di kampus Institut Agama Islam Negeri
Salatiga khususnya, dan umumnya bagi siapa saja yang mencintai
keilmuan. Pendidikan yang memandang faktor pembawaan dan
lingkungan sama-sama berkontribusi besar dalam membangun
kepribadian.
E. Kajian Pustaka
Sebenarnya penelitian masalah pendidikan anak sudah banyak
penulis yang tertarik untuk menelitinya. seperti halnya konsep pendidikan
yang disajikan oleh Abdullah Nashih Ulwan yang menjadi fokus penelitian
penulis. Diantara para peneliti sebelumnya, antara lain:
1. MARINAH, (STAIN SALATIGA). Skripsi tahun 2000, dengan judul
KONSEP PENDIDIKAN ANAK MENURUT ABDULLAH NASHIH
ULWAN (Perspektif psikologi madzab ketiga). Di dalam tulisannya ia
membahas pendidikan anak menurut Ulwan yang dikomparasikan dengan
psikologi madzab ketiga yang dipelopori oleh Maslow. Adapun
kesimpulan dari penelitiannya adalah:
a. Konsep pendidikan yang diuraikan Abdullah Nashih Ulwan sejalan
dengan konsep yang diuraikan oleh Abraham Maslow atau psikologi
madzab ketiga tentang pemberikan kebebasan kepada anak didik.
20
b. Perbedaan yang nampak dari kedua tokoh tersebut ada pada dimensi
latar belakang kehidupan. Ulwan bercorak religius atau tauhid,
sedangkan Maslow bercorak humanistik.
2. SRI INDARTI, (STAIN SALATIGA). Skripsi tahun 2003 dengan judul:
PENDIDIKAN ANAK DALAM ISLAM (Studi Komparasi Dr. Abdullah
Nashih Ulwan dan Prof. Dr. Zakiah Daradjat). Dari komparasi kedua
tokoh tersebut diambil kesimpulan sebagai berikut :
a. Bahwa pendidikan merupakan upaya atau proses pembentukan akhlak
pada diri manusia untuk mendekatkan diri pada Allah dengan berbagai
metode pendekatan yang pada akhirnya berorientasi pada pencapaian
kebahagiaan dunia dan akhirat.
b. Ulwan menggunakan pendekatan teologis integral, artinya selain
dengan pendekatan agama, Ulwan juga menyarankan untuk mengikuti
teladan rasul. Sedangkan Zakiah menggunakan pendekatan teologis
dipadu psikologis, sesuai keahliannya sebagai ahli psikoterapi, Zakiah
berharap pendidikan dapat tercapai dengan baik apabila mendekatkan
diri pada Sang Pencipta dan terapi sosialnya.
Kedua penelitian itu keduanya sama-sama memfokuskan
pada pendidikan setelah anak mencapai umur untuk dididik dan
bersifat umum. Oleh karena itu, penulis kali ini akan membahas
konsep pendidikan tanggung jawab– tanggung jawab pendidikan,
metode-metode pendidikan serta kaidah-kaidah dasar dalam mendidik
anak, akan memfokuskan pembahasan mengenai pendidikan
21
keprbadian yang terkandung dalam kitab tarbiyatul aulad karangan
Nashih Ulwan.
F. Penegasan Istilah
Menghindari kemungkinan terjadinya penafsiran yang berbeda dengan
maksud utama penulis dalam penggunaan kata pada judul penelitian ini, perlu
penjelasan beberapa istilah pokok maupun kata-kata yang menjadi variabel
penelitian. Istilah yang perlu penjelasan sebagai berikut :
1. Pendidikan
Pengertian pendidikan secara etimologi berasal dari bahasa Yunani
yaitu padegogik artinya ilmu menuntun anak. Sedangkan Marimba
mendefinisikan pendidikan sebagai bimbingan atau pimpinan secara sadar
oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik
menuju terbentuknya kepribadian yang utama (1989:23). Dari beberapa
pengertian menurut beberapa pakar, maka penulis menyimpulkan, bahwa
pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan baik untuk dirinya sendiri
ataupun orang lain guna menuju kesempurnaan dalam rangka
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual,
kecerdasan, kepribadian mulia, keterampilan serta berkembang ke arah
kedewasaan jasmani dan rohani sehingga terbentuk kepribadian yang
berguna bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan berasal
dari kata dasar didik (mendidik), yaitu : memelihara dan memberi latihan
22
(ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan
pendidikan mempunyai pengertian : proses pengubahan sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.
Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk
memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat
memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak
yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Pendidik secara terminology yang dipaparkan mempunyai
beberapa makna, di antara lain (Ramayulis, 2008:57-58):
a. Moh. Fadhil al Djamil menyebutkan, bahwa pendidik adalah orang
yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baiksehingga
terangkat derajat kemanusiaanya sesuai dengan dimiliki manusia.
b. Marimba mengartikan pendidik sebagai orang yang memikul
pertangung jawaban sebagai pendidik, yaitu manusia dewasa yang
karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan
peserta didik. (Al-Jamali, tanpa tahun:74)
c. Sutari Imam Barnabib (1993:61) mengemukakan, bahwa pendidik
adalah setiap orang yang yang dengan sengaja mempengaruhi orang
lain untuk mencapai kedewasaan peserta didik.
d. Zakiah Daradjat berpendapat bahwa pendidik adalah individu yang
akan memenuhi kebutuhan pengetahuan, sikap dan tingkah laku
peserta didik. (1987:19).
23
e. Ahmad Tafsir (2013:18) mengatakan bahwa pendidk dalam islam
sama dengan teori di barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan peserta didik.
Berdasarkan pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan pendidikan adalah upaya menuntun anak sejak lahir
untuk mencapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi alam
beserta lingkungannya
2. Kepribadian
Kepribadian secara etimologi merupakan terjemahan dari bahasa
Inggris “personality”. Sedangkan istilah personality secara etimologi
berasal dari bahasa latin “person” (kedok) dan “personare” (menembus).
Persona biasanya dipakai oleh para pemain sandiwara pada zaman kuno
untuk memerankan satu bentuk tingkah laku dan karakter pribadi tertentu.
Sedangkan yang dimaksud dengan personare adalah bahwa para pemain
sandiwara itu melalui kedoknya berusaha menembus keluar untuk
mengekspresikan satu bentuk gambaran manusia tertentu.
Pengertian secara terminologi menurut pendapat para ahli antara
lain: (Yusuf, 2009:126)
a. May mengartikan kepribadian sebagai “a social stimulus value”. Jadi
menurutnya cara orang lain mereaksi, itulah kepribadian individu.
Dalam kata lain, pendapat orang lain yang menentukan kepribadian
individu itu.
24
b. McDougal dan kawan-kawannya berpendapat, bahwa kepribadian
adalah tingkatan sifat-sifat dimana biasanya sifat yang tinggi
tingkatannya mempunyai pengaruh yang menentukan.
c. Gordon W. allport mengemukakan, kepribadian adalah organisasi
dinamis dalam diri individul sebagai sistim psikofisis yang
menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap
lingkungan.
“Kepribadian adalah suatu totalitas psikhophisis yang komleks dari
individu, sehingga nampak di dalam tingkah lakunya yang unik (Sujanto,
2006:12). Kepribadian dapat juga diartikan sebagai kualitas prilaku
individu yang tampak dalam melakukan penyesuaian dirinya terhadap
lingkungan secara unik. Keunikan peyesuaian tersebut sangat berkaitan
dengan aspek-aspek kepribadian itu sendiri, yaitu meliputi hal-hal sebagai
berikut:
a. Kerakter, yaitu kosenkuen tidaknya dalam mematuhi etika prilaku,
konsisten atau teguh tidaknya dalam memegang pendirian atau
pendapat.
b. Temperamen, yaitu disposisi reaktif seseorang, atau cepat lambatnya
meraksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
c. Sikap, sambutan terhapa objek yang bersifat positif, negative atau
ambivalen (ragu-ragu).
25
d. Stabilitas emosional, yaitu kadar kestabilanreaksi emosional terhadap
rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung,
marah, sedih atau putus asa.
e. Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan unutk menerima resiko dari
tindakan atau perbutan yang dilakukan.
f. Sosialibilitas, yaitu disposisipribadi yang berkaitan dengan hubungan
interpersonal. Disposisi ini seperti tampak dalam sifat pribadi yang
tertutup atau terbuka; dan kemampuan berkomunikasi dengan orang
lain. (Yusuf, 2009:128).
Menurut penulis salah satu kata kunci dari defenisi kepribadian
adalah penyesuaian. Penyesuaian itu dapat diartikan sebagai suatu proses
respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam
upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, tegangan
emosional, frustasi dan konflik dan memelihara keharmonisan antara
pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan lingkungan.
3. Abdullah Nashih Ulwan
Abdullah Nashih Ulwan adalah seorang tokoh muslim, ia
dilahirkan di kota Halab Suriah pada tahun 1928 tepatnya didaerah qodhi
askar. Beliau mempunyai nama lengkap Al-Ustadz Syaikh Abdullah
Nashih Ulwan. Abdullah Nashih Ulwan putra Syekh Ulwan yang pada
umur 15 beliau sudah menghafal al-Qur'an dan menguasai ilmu Bahasa
Arab dengan baik. Beliau sangat cemerlang dalam pelajaran dan selalu
menjadi tumpuan rujukan teman-temannya di madrasah (Mustafti,
26
2002:1). Beliau adalah orang yang pertama kali memperkenalkan mata
pelajaran Tarbiyah Islamiyah sebagai pelajaran dasar di sekolah. Dan pada
perkembangan selanjutnya, pelajaran Tarbiyah Islamiyah ini menjadi mata
pelajaran wajib yang harus diambil murid-murid di sekolah menengah di
seluruh Suriyah. Beliau aktif sebagai da‟i di sekolahsekolah dan masjid-
masjid di daerah Halab.
Abdullah Nashih Ulwan merupakan pemerhati masalah pendidikan
terutama pendidikan anak dan dakwah Islam. Jenjang pendidikan yang
dilaluinya yakni setelah beliau menyelesaikan Sekolah Dasar dan Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama, beliau melanjutkan ke Sekolah Lanjutan
Tingkatan Atas di Halab juga pada tahun 1949. Jurusan Ilmu Syari‟ah dan
Pengetahuan Alam. Kemudian melajutkan di Al-Azhar University (Mesir)
mengambil Fakultas Ushuluddin, yang selesai pada tahun 1952
diselesaikan selama 4 tahun, dengan gelar sarjana. Dan melanjutkan S-2
pada perguruan tinggi lulus pada tahun 1954 dan menerima ijazah
spesialis bidang pendidikan, setaraf dengan Master of Arts (MA).2 Pada
tahun yang sama (1954) ia belum sempat meraih gelar doktor pada
perguruan tinggi tersebut, karena diusir dari negeri Mesir karena ia
seorang aktivis dalam organisasi ikhwanul musliminyang dikenal
ajarannya radikal, yaitu tahun 1954, Ulwan aktif menjadi seorang da‟i.
Pada tahun 1979 Abdullah Nashih Ulwan meninggalkan Suriah
menuju ke Jordan, di sana beliau tetap menjalankan dakwahnya dan pada
tahun 1980 beliau meninggalkan Jordan ke Jeddah Arab Saudi setelah
27
mendapatkan tawaran sebagai dosen di Fakultas Pengajaran Islam di
Universitas Abdul Aziz dan beliau menjadi dosen di sana. Beliau berhasil
memperoleh ijazah Doktor di Universitas Al-Sand Pakistan pada tahun
1982 dengan desertasi “Fiqh Dakwah wa Daiyah”. Setelah pulang
menghadiri pengkumpulan di Pakistan beliau merasa sakit di bagian dada,
lalu dokter mengatakan bahwa ia mengalami penyakit di bagian hati dan
paru-paru, lalu beliau dirawat di rumah sakit. Abdullah Nashih Ulwan
meninggal pada tanggal 29 Agustus 1987 M bertempatan dengan tanggal
5 Muharram 1408 H pada hari Sabtu jam 09.30 pagi di rumah sakit
Universitas Malik Abdul Aziz Jeddah Arab Saudi dalam usia 59 tahun.
Jenazahnya di di bawa ke Masjidil Haram untuk dishalati dan dikebumikan
di Makkah (Ulwan, tanpa tahun.:542).
Jadi judul “Pendidikan Kepribadian Dalam Perspektif Abdullah Nashih
Ulwan” adalah proses pembentukan kepribadian itu tidak hanya di pengaruhi
oleh satu faktor yang dominan saja misalnya, faktor lingkungan maupun
keturunan (hereditas) saja, melainkan kedua faktor tersebut (lingkungan dan
keturunan) sangat berpengaruh sekali demi pembentukan kepribadian yang
bagus sesuai aturan Al-Qur‟an dan Al-Hadist. Dengan demikian, maksud dari
judul skripsi ini adalah penulis berusaha mengkaji suatu konsep dari Abdullah
Nashih Ulwan dalam hal perkembangan kepribadian (tingkah laku) yang
prosesnya banyak dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu antara faktor keturunan
dan lingkungan sekitar. Kemudian dari konsep tersebut penulis berusaha akan
memadukan dengan dasar-dasar pendidikan Islam yang disesuaikan terhadap
28
pedoman Al-Qur‟an dan Al-Hadist, sehingga kita akan mengetahui dari segi
kelemahan dan kelebihan dari teori dan/atau pandangan tersebut.
G. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian kepustakaan
(library research) yaitu penelitian yang mengumpulkan data dan
informasi dengan bantuan bermacam-macam materi yang terdapat dalam
kepustakaan (Arikunto, 1995:332). Jenis penelitian ini sekedar
membedakan dengan penelitian lapangan (field research).
Penelitian ini juga disebut penelitian kualitatif oleh karena itu,
metode yang digunakan adalah metode kualitatif, dengan menggunakan
teknik penulisan/pendekatan deskriptif. Hal ini dimaksudkan tidak untuk
menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya
tentang suatu variabel, gejala atau keadaan (Arikunto, 1995:310).
2. Sumber Data
Mengingat studi ini seluruhnya bersifat kepustakaan, sumber
tersebut antara lain:
a. Sumber Primer
Yaitu sumber informasi langsung mempunyai wewenang dan
bertanggung jawab terhadap pengumpulan dan penyimpanan data atau
yang sering disebut dengan informasi tangan pertama. Dalam hal ini
29
data primer yang digunakan adalah Buku berjudul “Pendidikan Anak
dalam Islam” terjemahan dari “Tarbiyatul Aulad fil Islam” karya
Abdullah Nashih Ulwan, Jilid I dan II. Dan buku-buku tentang
pendidikan kepribadian dari pengarang lain.
b. Sumber Sekunder
Yaitu data informasi yang secara tidak langsung mempunyai
wewenang dan bertanggung jawab terhadap informasi yang ada
padanya (M. Ali, 1987:42). Dalam hal ini adalah data-data yang
bersumber pada penulis itu sendiri maupun karya-karya lain yang
berkaitan dengan penelitian tersebut, berupa: buku, jurnal, makalah,
artikel, internet dan sebagainya.
3. Teknik Penggalian Data
Data yang diperlukan dalam studi kepustakaan ini digali dari
sumbernya melalui riset kepustakaan (library research) yaitu mempelajari
dan menelaah secara mendalam kandungan karya dari Abdullah Nashih
Ulwan, yang termuat dalam sumber primer. Di samping itu, peneliti juga
mempelajari dan menelaah buku-buku dan tulisan-tulisan serta karya
ilmiah lainnya yang terkait dengan pokok masalah yang diteliti. Kemudian
data yang telah terhimpun di bahas dan di analisis.
4. Pengumpulan dan Analisa Data
Agar penelitian ini dapat terarah sistematis, maka penelitian ini
dilakukan melalui langkah kerja metodologis, sebagai berikut:
30
a. Melacak dan mengumpulkan data yang relevan dengan pemaknaan
pendidikan kepribadian. Oleh karena itu, buku acuan yang dijadikan
sumber penulisan bukan hanya terbatas pada tulisan Abdullah Nashih
Ulwan saja, tetapi mencakup buku tentang pendidikan secara umum
maupun menurut para ahli dan juga buku-buku psikologi.
b. Memproses data yang terkumpul untuk diklasifikasikan berdasar
kesamaan tema dan masalah, kemudian diberi tanda khusus untuk
memudahkan pengeditan (editing), sekaligus disiapkan secara
sistematis.
c. Data yang selesai diolah, selanjutnya disusun secara sistematis
berdasar kerangka penulisan.
d.
H. Sistematika Penulisan
Secara umum dalam penulisan skripsi ini terbagi dari beberapa bagian
pembahasan teoritis dan pembahasan empiris dari dua pokok pembahsan
tersebut kemudian penulis jabarkan menjadi lima bab. Adapun perinciannya,
sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN.
Dalam bab ini penulis akan mengemukakan pokok-pokok pikiran
yang mendasari penulisan skripsi ini. Pokok-pokok tersebut antara
lain : latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, penegasan istilah, metode penelitian,
sistematika penulisan.
31
BAB II : KAJIAN PUSTAKA.
Pada bab II ini penulis akan mengemukakan tinjauan teoritis
tentang: Pertama, tinjauan tentang pendidikan meliputi pengertian
pendidikan, tujuan pendidikan. Kedua, tinjauan tentang
kepribadian yang meliputi tentang pengertian kepribadian, tujuan
pembentukan kepribadian dan metode pembentukan kepribadian.
BAB III : GAMBARAN UMUM ABDULLAH NASHIH ULWAN
Bab ini berisi tentang riwayat hidup Abdullah Nashih Ulwan,
karya-karya Abdullah Nashih Ulwan dan deskripsi singkat Kitab
“Tarbiyatul Aulad Fil-Islam”.
BAB IV : ANALISA DATA
Dalam bab ini berisi tentang pembahasan: Pertama, metode
pendidikan kepribadian menurut Abdullah Nashih Ulwan. Kedua,
relevansi metode pendidikan kepribadian tersebut.
BAB V : PENUTUP
Meliputi tentang kesimpulan dan saran-saran yang menjadi akhir
dari penulisan skripsi ini.
32
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan
1. Pengertian Pendidikan
Dalam bahasa Indonesia, kata pendidikan berasal dari kata didik
yang mendapat awalan pen dan akhiran an, sehingga menjadi pendidikan
yang berarti perbuatan (hal, cara, dan sebagainya) mendidik
(Poerwadarminta, 1991:250). Istilah ini sepadan dengan education dalam
bahasa Inggris. Jadi secara etimologi kata pendidikan, pengajaran
(education atau teaching) menunjukkan pada suatu kegiatan atau proses
yang berhubungan dengan pembinaan yang dilakukan oleh seseorang
kepada orang lain.
Dalam mendefinisikan pendidikan kerap kali para para ahli
berbeda satu dengan yang lain. Hal ini terjadi karena ada suatu
ketergantungan si pemberi definisi dalam memahami atau menafsirkan
konsep pendidikan itu sendiri. Akan tetapi seberapa banyak perbedaan
dalam mendefinisikan pendidikan, penulis meyakini bahwa muaranya
nanti akan tetap sama yaitu tentang proses penyempurnaan yang lebih
baik.
Adapun pendidikan menurut Purwanto adalah segala usaha orang
dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin
perkembangan jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan (1998:10).
Sedang menurut Roqib, pendidikan adalah proses perbaikan, penguatan,
33
dan penyempurnaan terhadap semua kemampuan dan potensi manusia
(2009:15).
Sedangkan Marimba mendefinisikan pendidikan sebagai bimbingan
atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan
jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang
utama (1989:23). Dari beberapa pengertian menurut beberapa pakar, maka
penulis menyimpulkan, bahwa pendidikan adalah segala usaha yang
dilakukan baik untuk dirinya sendiri ataupun orang lain guna menuju
kesempurnaan dalam rangka mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual, kecerdasan, kepribadian mulia, keterampilan
serta berkembang ke arah kedewasaan jasmani dan rohani sehingga
terbentuk kepribadian yang berguna bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Disisi lain, Marimba (1989:19) mengidentifikasikan unsur-unsur
sebagai kegiatan kependidikan dalam lima unsur. Pertama, Usaha
(kegiatan), usaha itu bersifat bimbingan (pimpinan atau pertolongan) dan
dilakukan secara sadar. Kedua, Adanya pendidik atau pembimbing atau
penolong. Ketiga, Ada yang dididik atau si terdidik. Keempat, Bimbingan
itu mempunyai dasar atau tujuan. Kelima, Dalam usaha itu tentu ada alat
yang dipergunakan.
Dalam makna yang lebih luas, hidup adalah pendidikan dan
pendidikan adalah hidup itu sendiri. Apapun yang dilakukan manusia
masuk dalam kategori pendidikan walaupun tidak semuanya bisa
terdeteksi. Karena belajar sesungguhnya merupakan suatu aktivitas
18
34
mental/psikis dalam interaksi dengan lingkungan yang perubahan-
perubahannya tercermin dalam pengetahuan, ketrampilan dan nilai sikap
(Roqib, 2009:121). Dan dalam pengertian yang sempit pendidikan berarti
prakteknya identik dengan sekolah, yaitu pengajaran formal dalam
kondisi-kondisi yang diatur.
2. Dasar Pendidikan
Dasar adalah landasan berpijak atau tegaknya sesuatu supaya
menjadi kokoh berdiri. Dengan dasar ini akan memberikan arah bagi
pelaksanaan pendidikan yang telah diprogramkan. Dalam menetapkan
dasar bagi suatu aktifitas, manusia akan berpedoman kepada pandangan
hidup dan hukum-hukum dasar yang dianut dalam kehidupannya. Dasar
yang menjadi acuan pendidikan harus merupakan sumber nilai kebenaran
dan kekuatan yang dapat menghantarkan pada aktifitas yang dicita-citakan.
Dalam agama Islam sumber yang terpenting dari pendidikan Islam adalah
Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah.
a. Al-Qur‟an
Al-qur‟an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan
oleh malaikat jibril kepada nabi Muhammad saw. Yang terkandung
ajaran-ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh
aspek kehidupan melalui ijtihad (Djarajat, 2008:19). Al-Qur‟an
merupakan sumber segala-galanya yang telah diberikan oleh Allah
kepada umatnya agar senantiasa merujuk dan mencari segala
permasalahan yang terjadi dalam dinamika kehidupannya.
35
Al-Qur‟an merupakan pedoman normatif dalam pelaksanaan
pendidikan Islam. Kalam yang tertuang dalam Al-Qur‟an merupakan
das solen yang harus diterjemahkan menjadi desain oleh ahli
pendidikan menjadi suatu rumusan pendidikan Islam yang dapat
menghantarkan pada tujuan pendidikan yang hakiki (Zubaedi, 2012:17).
Atas begitu pentingnya pendidikan, di dalam Al-Qur‟an telah merekam
atas kemuliaan orang yang berpendidikan (memiliki ilmu).
ا إرا قيو آ يا أيا اىهزي ىن جاىظ فافغحا يفغح للاه ذفغهحا في اى إرا ىن
شضا شضا فا دسجاخ قيو ا أذا اىعي اىهزي ن ا آ اىهزي يشفع للاه للاه
خثيش ي ا ذع ت
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan
kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam majelis”, maka
lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan “Berdirilah kamu”, maka
berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-
orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah maha teliti apa
yang kamu kerjakan. (QS. Al Mujadillah :11)
b. As-sunnah
Sunnah Rasulullah saw yang dijadikan landasan dalam
pendidikan adalah berupa perkataan, perbuatan atau pengakuan
Rasulullah saw dalam bentuk isyarat. Yang dimaksud dengan
pengakuan dalam isyarat suatu perbuatan yang dilakukan oleh sahabat
atau orang lain dan Rasulullah membiarkan saja dan perbuatan atau
kegiatan serta kejadian itu terus berlangsung.
36
Dari uraian di atas dapatlah dipahami bahwa sunnah nabi
menjadi landasan dan sumber kedua setelah Al-Qur‟an. Di dalam
sunnah nabi juga berisi ajaran tentang aqidah, syariat dan kepribadian
seperti Al-Qur‟an yang juga berkaitan dengan masalah pendidikan.
Yang lebih penting lagi dalam sunnah adalah bahwa di dalamnya
terdapat cerminan tingkah laku dan kepribadian Rasulullah saw yang
menjadi suri tauladan dan harus diikuti oleh setiap muslim sebagai satu
media kepribadian Islam. Oleh karena itu sunnah merupakan landasan
kedua cara pembinaan pribadi manusia muslim. Sunnah selalu
membuka kemungkinan penafsiran berkembang. Itulah sebabnya
mengapa ijtihad perlu ditingkatkan dalam memahaminya termasuk
sunnah yang berkaitan dengan pendidikan (Djarajat, 2008:21).
c. Ijtihad
Ijtihad adalah istilah para fuqaha, yaitu: berfikir dengan
menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syari‟at Islam
untuk menetapkan/menentukan sesuatu hukum syari‟at Islam dalam
hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur‟an dan
sunnah. Ijtihad dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek
pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada Al-Qur‟an dan sunnah.
Namun demikian, ijtihad harus mengikuti kaedah-kaedah yaitu diatur
oleh para mujtahid tidak boleh bertentangan dengan isi Al-Qur‟an dan
sunnah tersebut.
37
Karena itu ijtihad dipandang sebagai salah satu sumber hukum
Islam yang sangat dibutuhkan sepanjang masa setelah Rasulullah wafat.
Sasaran ijtihad ialah segala sesuatu yang diperlukan dalam kehidupan,
senantiasa berkembang. Ijtihad bidang pendidikan sejalan dengan
perkembangan zaman yang semakin maju, terasa semakin urgen dan
mendesak, tidak saja di bidang materi atau isi, melainkan juga di bidang
sistem dalam artian yang luas.
Ijtihad di bidang pendidikan ternyata semakin perlu sebab ajaran
Islam yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan sunnah adalah bersifat
pokok-pokok dan prinsip-prinsip saja. Bila ternyata ada yang agak
terperinci, maka perincian itu adalah sekedar contoh dalam menerapkan
yang prinsip itu. Sejak diturunkan sampai nabi Muhammad saw. wafat,
ajaran Islam telah tumbuh, dan berkembang melalui ijtihad yang
dituntut oleh perubahan situasi dan kondisi sosial yang tumbuh dan
berkembang pula, sebaliknya ajaran Islam sendiri telah berperan
mengubah kehidupan manusia menjadi kehidupan muslim (Djarajat,
2008:22).
3. Tujuan Pendidikan
Selain mempunyai dasar, aktifitas manusia pastilah mempunyai
tujuan. Makna "tujuan" adalah sasaran yang akan dicapai oleh seseorang
atau kelompok orang yang melakukan sesuatu kegiatan. Kemudian yang
dimaksud dengan tujuan pendidikan Islam menurut Hamdani dan Fuad
Ihsan bahwa sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok
orang yang melaksanakan pendidikan Islam ( 2001:68).
38
Sedang tujuan pendidikan Islam menurut Imama Ghozali
sebagaimana dikutip oleh Abidin Rush ( 2009:60) adalah;
a. Mendekatkan diri kepada Allah, yang mewujudnya adalah kemampuan
dan dengan kesadaran diri melaksanakan ibadah wajib dan sunah
b. Menggali dan mengembangkan potensi atau fitrah manusia.
c. Mewujudkan profesionalisasi manusia untuk mengemban tugas
keduniawian dengan sebaik-baiknya
d. Membentuk manusia yang berkepribadian mulia, suci jiwanya dari
kerendahan budi dan sifat-sifat tercela.
Pada dasarnya tujuan pendidikan Islam yang dikemukakan oleh
Imam Ghozali tersebut di atas tidak lepas dari tujuan penciptaan manusia.
Sesuai dengan firman Allah yang berbunyi:
ظ إاله ىيعثذ ال ه ا خيقد اىج
Artinya: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku".(QS. Adz Dzariyat : 56)
Dari rumusan-rumusan tujuan pendidikan Islam sebagaimana yang
telah disebutkan di atas dapat penulis dapat mengambil pengertian , bahwa
inti dari tujuan pendidikan Islam adalah: Pertama, Terbentuknya
kesadaran terhadap hakekat dirinya sebagai manusia hamba Allah yang
diwajibkan menyembah kepada-Nya, melalui kesadaran ini pada akhirnya
ia akan berusaha agar, potensi dasar keagamaan (fitrah) yang ia miliki
dapat tetap terjaga kesuciannya samapai akhir hayatnya, sehingga ia hidup
dalam keadaan beriman dan meninggal juga dalam keadaan beriman
(Muslim). Kedua, Terbentuknya kesadaran akan fungsi dan tugas sebagai
39
khalifah Allah di muka bumi dan selanjutnya dapat mewujudkan dalam
kehidupan sehari-hari, melalui kesadaran ini seseorang akan termotifasi
untuk mengembangkan potensi yang ia miliki, meningkatkan sumber daya
manusia, sehingga pada akhirnya ia akan mampu memimpin dirinya,
keluarga, masyarakat dan alam sekitarnya.
4. Metode Pendidikan Dalam Islam
Dalam adagium ushuliyah dikatakan bahwa, “al-amru bi sya’i
amru bi wasallihi, wa li al-wasall hukm al-maqashidi”. Artinya, perintah
pada sesuatu (termasuk di dalamnya adalah pendidikan) maka perintah
pula mencari mediumnya (metode), dan bagi medium hukumnya sama
halnya dengan apa yang dituju senada dengan adagium itu firman allah
SWT dinyatakan:
ا اذهقا للاه آ يا أيا اىهزي ذفيح ىعيهن ذا في عثيي جا عييح اى اترغا إىي
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan
berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat
keberuntungan” (Q.S Al-Maidah: 35).
Implikasi adagium ushuliyah dan ayat tersebut dalam pendidikan
Islam adalah bahwa dalam pelaksanaan pendidikan Islam dibutuhkan
adanya metode yang tepat, guna menghantar tercapainya tujuan
pendidikan yang dicita-citakan. Materi yang benar dan baik, tanpa
menggunakan metode yang baik maka akan menjadikan keburukan materi
tersebut. Kebaikan materi harus ditopang oleh kebaikan metode juga
(Mujib dan Mudzakkir, 2004:165). Segala sesuatu itu harus dilakukan
dengan menggunakan cara dan metode. Allah berfirman dalam Al-Qur‟an
40
ذفيح ىعيهن ذا في عثيي جا عييح اى اترغا إىي
Artinya: “...dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan
berjihadlah pada jalan-Nya...”. (Q.S Al Maidah: 35)
Implikasi ayat tersebut dalam pendidikan adalah bahwa dalam
proses pendidikan diperlukan metode yang tepat, guna mengahantarkan
tercapainya tujuan pendidikan yang diinginkan. Metode pendidikan dalam
Islam mempunyai peranan yang penting sebab merupakan jembatan yang
menghubungkan pendidik dengan anak didik menuju ke tujuan pendidikan
islam yaitu terbentuknya kepribadian muslim (Qomar, 2003:396).
Pendidikan Islam dalam pelaksanaannya membutuhkan metode yang tepat
untuk menghantarkan kegiatan pendidikan ke arah tujuan yang dicita-
citakan.
Bagaimanapun baik dan sempurnanya suatu kurikulum pendidikan
Islam ia tidak akan berarti apa-apa, manakala tidak memiliki metode atas
cara yang tepat dalam mentransformasikannya kepada peserta didik.
Ketidaktepatan dalam penerapan metode secara praktis akan mengahmbat
proses belajar mengajar yang akan berakibat membuang waktu dan tenaga
secara percuma. Karenanya, metode adalah syarat untuk efisiensinya
aktivitas kependidikan Islam. Hal ini berarti metode adalah termasuk
persoalan yang esensial, karena tujuan pendidikan Islam itu akan tercapai
secara tepat guna manakala jalan yang ditempuh menuju cita-cita tersebut
benar-benar tepat (Al-Rasyidin dan Nizar, 2005:65).
Secara literer metode berasal dari dua perkataan yaitu meta yang
artinya melalui dan hodos yang artinya jalan atau cara. Jadi metode artinya
41
suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Adapun istilah
metodologi berasal dari bahasa Yunani logos yang berarti akal atau ilmu,
jadi metodologi artinya ilmu tentang jalan atau cara yang harus dilalui
untuk mencapai suatu tujuan (Uhbiyati, 1999:99).
Pada hakikatnya metode pendidikan Islam yaitu: jalan atau cara
yang ditempuh untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan Islam
kepada anak didik agar terwujud kepribadian muslim (Qomar, 2003:396-
397). Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi pemilihan metode
(Patoni, 2004:107-109). Metode pendidikan Islami itu secara garis besar
terdiri dari lima, yaitu:
a. Metode Keteladanan (Uswatun Hasanah)
Metode ini merupakan metode yang paling unggul dan paling
jitu dibandingkan dengan metode-metode lainnya. Melalui metode
inilah para orang tua, pendidik atau da‟i memberi contoh atau teladan
terhadap anak/peserta didiknya sebagaimana cara berbuat, berbuat,
bersikap, mengerjakan sesuatu atau cara beribadah dan sebagainya.
Melalui metode ini maka anak/peserta didik dapat melihat,
menyaksikan dan meyakini cara yang sebenarnya. Sehingga mereka
dapat melaksanakan dengan baik dan lebih mudah (Muchtar, 2005:19).
b. Melalui Kebiasaan
Kebiasaan mempunyai peranan penting dalam kehidupan
manusia karena ia menghemat banyak sekali kekuatan manusia, karena
sudah menjadi kebiasaan yang mudah melekat dan spontan agar
42
kekuatan itu dapat dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan di lapangan-
lapangan lain seperti untuk bekerja, memproduksi dan mencipta. Bila
pembawaan seperti itu tidak diberikan Tuhan kepada manusia, maka
tentu mereka akan mengahabiskan hidup mereka hanya untuk belajar
berjalan, berbicara dan berhitung.
Tetapi disamping itu kebiasaan juga merupakan faktor
penghalang terutama apabila tidak ada penggeraknya dan berubah
menjadi kelambanan yang memperlemah dan mengurangi reaksi jiwa.
Islam mempergunakan kebiasaan itu sebagai salah satu teknik
pendidikan, lalu mengubah seluruh sifat-sifat baik manjadi kebiasaan,
sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan tanpa susah payah, tanpa
kehilangan banyak tenaga dan tanpa menemukan banyak kesulitan
(Uhbiyah, 2005:202).
Adapun syarat-syarat yang musti harus dilakukan dalam
mengaplikasikan pendekatan pembiasaan dalam pendidikan, yaitu:
1) Mulailah pembiasaan itu sebelum terlambat. Sejak usia bayi dinilai
waktu yang sangat tepat untuk mengaplikasikan pendekatan ini,
karena setiap anak mempunyai rekaman yang cukup kuat dalam
menerima pengaruh lingkungan sekitarnya dan secara langsung akan
dapat membentuk kepribadian seorang anak. Kebiasaan positif
maupun negatif itu akan muncul sesuai dengan lingkungan yang
membentuknya.
43
2) Pembiasaan hendaklah dilakukan secara kontinue, teratur dan
berprogram. Sehingga pada akhirnya akan terbentuk sebuah
kebiasaan yang utuh, permanen dan konsisten. Oleh karena itu faktor
pengawasan sangat menentukan dalam pencapaian keberhasilan
dalam proses ini.
3) Pembiasaan hendaknya diawasi secara ketat, konsisten dan tegas,
jangan memberi kesempatan yang luas kepada anak didik untuk
melanggar kebiasaan yang telah ditanamkan.
4) Pembiasaan yang pada mula hanya bersifat mekanistis, hendaknya
secar berangsur-angsur dirubah menjadi kebiasaan yang tidak
verbalistik dan menjadi kebiasaan yang disertai kata hati anak didik
itu sendiri (Arief, 2002:114-115).
B. Kepribadian
1. Pengertian Kepribadin
Kepribadian berasal dari kata personality (bahasa Inggris) yang
berasal dari kata persona (bahasa Latin) yang berarti kedok atau topeng.
Yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemain panggung,
yang maksudnya untuk menggambarkan perilaku, watak, atau pribadi
seseorang. Hal itu dilakukan karena terdapat ciri-ciri yang khas yang
hanya dimiliki oleh seseorang tersebut baik dalam arti kepribadian yang
baik, ataupun yang kurang baik (Sujanto, 2006:189).
Begitu juga dengan orang Arab menyebut kepribadian dengan
istilah " يهح ظ شخ " dari kata " ض شخ" yang berarti orang seorang. Maka dari
44
pengertian kedua istilah tersebut belum bisa menjawab apa itu
kepribadian karena masih bersifat umum dan kabur. Tetapi dalam bahasa
Indonesia ada istilah yang cukup menjawab, walau belum cukup
gambling, yaitu istilah jati diri yang berarti keadaan diri (sendiri) yang
sebenarnya (sejati). Di sana kita dapati pengertian kepribadian adalah ciri
atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang
bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan,
misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan seseorang sejak
lahir. Kepribadian seseorang akan berpengaruh terhadap akhlak, moral,
budi pekerti, dan etika orang tersebut ketika berinteraksi dan
berkomunikasi dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari di
manapun ia berada. Artinya, etika, moral, norma, dan nilai yang dimiliki
akan menjadi landasan perilaku seseorang sehingga tampak dan
membentuk menjadi budi pekertinya sebagai wujud kepribadian orang itu
(Ahmad Daes, 1989:9).
2. Ciri-ciri Kepribadian Yang Teguh
Al-Faqih Abu Laits berkata: “Tanda pribadi yang teguh adalah
bila ia memelihara 10 hal, dengan mewajibkannya atas dirinya (Sitanggal,
1991:294-296);
a. Pertama, memelihara lidah dari menggunjing orang lain, karena
firman Allah SWT:
b.
تعضا اليغرة تعضن
Artinya: “Dan janganlah sebagian kamu menggunjing orang lain”.
c. Kedua, menjauhi buruk sangka, karena Nabi SAW bersabda:
45
ا يها م إ فئه ء اىظه ع مز ب اىحذيث
Artinya: “Hindarilah olehmu berburuk sangka, karena berburuk
sangka adalah ucapan yang paling dusta”.
d. Ketiga, menjauhkan diri dari memperolok-olokkan orang lain, karena
firman Allah SWT:
ال عغ ا يغخش ق ق ا خيشا ين
Artinya: “Janganlah suatu kaum memperolok-olokkan kaum lain,
(karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih
baik dari mereka (yang memperolok-olokkan)”
e. Keempat, menahan pandangan dari hal-hal yang diharamkan, karena
firman Allah SWT:
اقو ىي ا يغض ي ؤ تظاس
Artinya: “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:
hendaklah mereka menahan pandangannya.”
f. Kelima, kejujuran lidah, karena firman Allah SWT:
ا فاعذ ى إرا قير
Artinya: “Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku
adil.”
g. Keenam, menafkahkan harta pada jalan Allah, karena firman Allah
SWT:
ا مغث ا طيثاخ ا فق ر
Artinya: “Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu
yang baik-baik.”
h. Ketujuh,jangan boros, karena firman Allah SWT:
ال ذثز س ذثز يشا
Artinya: ”Dan janganlah kamu hambur-hamburkan hartamu secara
boros.”
i. Kedelapan, janganlah ingin diunggul-unggulkan maupun dibesarkan
dirinya, karena firman Allah SWT:
46
ا ال فغا دا ذيل اىذه ا في اال سع عي يشيذ س اال خشج جعيا ىيهزي
رهقي اىعاقثح ىي
Artinya: “Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang
tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Dan kesudahan yang baik itu adalah bagi
orang-orang yang bertakwa.”
j. Kesembilan, memelihara shalat lima waktu, karena firman Allah SWT:
يظ حا ف ا عي اىظه اا ق عط يج اى اىظه خ لل قاري
Artinya: “Peliharalah semua shalat (mu), dan peliharalah shalat
wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan
khusyu’.”
k. Kesepuluh, teguh hati dalam menganut Aswaja, karena firman Allah
SWT:
إ ا فاذهث غرقي ثوه زا طشاطي ال ذرهثعا اىغ ع عثيي ع ق تن فرفشه
Artinya: “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku
yang lurus, maka ikutilah dia; janganlah kamu mengikuti
jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan yang itu
mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.”
3. Metode Meraih Pribadi Yang Baik
a. Mementingkan pendidikan rohani
Allah SWT telah menciptakan malaikat sebagai makhluk yang
hanya berdimensikan rohani, dan binatang sebagai makhluk yang
hanya berdimensikan materi. Akan tetapi, Allai SWT menciptakan
manusia sebagai makhluk yang berdimensikan rohani dan materi.
Malaikat adalah makhluk yang tidak mungkin berbuat maksiat
kepada Allah SWT dan senantiasa melaksanakan apa yang
47
diperintahkan-Nya. Adapun binatang adalah makhluk yang
berwatakan materi, walaupun dia mempunyai roh yang merupakan
sumber hidup baginya dan juga rasa sampai tingkat tertentu.
Sedangkan manusia, Allah telah menciptakannya dengan susunan
yang memungkinkannya menerima ujian di alam dunia. Allah SWT
telah menjadikannya dengan perpaduan antara sisi rohani dan sisi
materi.
Sebagaimana dituntut menaruh perhatian terhadap sisi
materinya, supaya ia dapat mempertahankan kelangsungan hidupnyah,
ia juga dituntut menaruh perhatian terhadap sisi rohaninya, supaya
dari satu sisi tercipta Keseimbangan, tidak terlalu condong kepada sisi
materi, dan dari sisi lain supaya ia mempunyai hubungan dengan
Allah SWT dan berpegang teguh kepada ajaran-ajaran-Nya.
Sisi rohani mempunyai peranan penting di dalam pendidikan
jiwa. Oleh karena itu, kita mendapati bahwa orang yang mempunyai
hubungan yang dekat dengan Allah SWT jarang tertimpa kelainan
jiwa. Sedangkan orang mempunyai hubungan yang lemah dengan-
Nya, atau yang sama sekali tidak mempunyai hubungan dengan-Nya,
seperti orang ateis, banyak yang tertimpa kelainan jiwa dengan
berbagai akibat yang menyertainya. Bahkan lebih jauh lagi, sisi rohani
akan memantulkan pengaruh-pengaruhnya pada raga manusia, dan
menjadikannya orang yang sehat, bersemangat, dan aktif.
48
b. Menghitung diri dan mengawasi segala perbuatan
Rasulullah Saw bersabda: "bukan dari kalangan kami orang
yang tidak menghitung dirinya setiap hari dan malam." Sebagai
manusia kita sangat mungkin berbuat dosa dan kekhilafan di dalam
hidup ini, dengan senantiasa mengawasi Perbuatan kita dan
menghitung diri kita, kita dapat menyucikan diri terus melangkah
maju, menjauhi segala sesuatu yang tidak layak, menjadi orang-orang
yang mempunyai jiwa bersih, takwa, dan diridai oleih Allah SWT.
c. Melakukan introspeksi
Introspeksi adalah salah satu bentuk perhitungan diri, dan
merupakan alat terpenting bagi manusia dalam memperbaiki
kesalahan-kesalahannya. Bila orang tidak mempunyai penasihat dari
dalam dirinya, maka nasihat apapun tidak bermanfaat baginya. Bila
orang tidak mau menerima kritikan dari nuraninya sendiri, maka ia
akan dapat menerimanya dari orang lain. Dialah yang lebih mengenal
dirinya, jauh melebihi siapapun.
Di dalam hadis-hadis Rasulullah saw terdapat kandungan
berikut,"Barang siapa tidak mempunyai penasihat dari dalam dirinya
maka tidak akan bermanfaat baginya semua nasihat."
d. Menerima kritikan orang lain
Di samping melakukan introspeksi , seseorang juga harus mau
menerima kritikan yang dilontarkan orang lain. Orang yang mau
menerima kritikan orang lain adalah orang yang memiliki jiwa positif
49
dan konstruktif. Mau menerima kritikan orang lain adalah pertanda
kelapangan dada, kesabaran, kemampuan mengendalikan diri, ke
dalam akal dan hikmah.
Dari sisi kritik manusia terbagi menjadi dua kelompok:
1) Orang yang mau menerima kritik
2) Orang yang lari dan tidak mau menerima kritik.
Seorang selayaknya mendidik dirinya untuk dapat menerima kritikan
objektif dari orang lain. Karena pada yang demikian itu terdapat
kebesaran jiwa, kelapangan dada, perbaikan terhadap perbuatan dan
tingkah laku, dan kemajuan di medan amal.
Sebaliknya, jika anda hendak mengkritik orang lain, kritiklah
dengan kritikan yang konstruktif, tidak menyakiti, tidak berlebihan,
dan tidak didasari oleh hawa nafsu. Janganlah kritikan yang anda
lontarkan menyimpang ataupun melebar dari pokok persoalan yang
sesungguhnya. Susun dan tujukan kritik anda pada sisi yang jelas.
e. Jangan merasa puas dengan diri pribadi
Tidak puas di sini bukanlah seseorang harus hidup dalam
keadaan gelisah dan tidak tenang, melainkan jangan menjadikan
kepuasan sebagai jalan menuju kelalaian, penyimpangan, dan surut
dari kebenaran, dan amal kebajikan. Merasa puas dengan diri sendiri
bisa membangkitkan rasa ego dan kecintaan terhadap diri yang
berlebihan, yang pada akhirnya menyebabkan ketidakridaan manusia
dan Allah SWT. Imam Ali as berkata: “Orang yang merasa puas
50
dengan dirinya [menyebabkan] banyak orang marah dan tidak puas
terhadapnya (Al-Musawi, 2002:64-68).
4. Faktor Pembentuk Kepribadian
Ada tiga faktor pembentuk kepribadian. Ali ra pernah berkata:
ذ اىهاط سجال ع م ذ اىهفظ ششه اىهاط ع م ذ للا خيش اىهاط ع م
اىهاط
a. Jadilah manusia paling baik di sisi Allah.
b. Jadilah manusia paling buruk dalam pandanganmu
c. Jadilah manusia biasa di hadapan orang lain.
Syah Abdul Qadir Al-Jailani berkata: “Bila engkau bertemu
dengan seorang, hendaknya engkau memandang dia itu lebih utama dari
pada dirimu dan katakan dalam hatimu: Bolehk jadi dia lebih baik dari
sisi Allah daripada diriku ini dan lebih tinggi derajatnya.” Jika dia orang
yang lebih kecil dan lebih muda umurnya dari pada kamu, maka
katakanlah dalam hatimu: Boleh jadi orang kecil ini tidak banyak berbuat
dosa, maka tidak diragukan lagi kalau derajat dirinya jauh lebih baik
dariku.
Bila dia orang yang lebih tua, maka hendaknya engkau
mengatakan dalam hati: Orang ini telah lebih dahulu beribadah kepada
Allah daripada diriku. Jika dia orang yang 'Alim, maka katakanlah dalam
hatimu: Orang ini telah diberi oleh Allah sesuatu yang tidak bisa aku raih,
telah mendapatkan apa yang tidak bisa aku dapatkan, telah mengetahui
apa yang tidak aku ketahui, dan telah mengamalkan ilmunya.
51
Bila dia orang bodoh, maka katakan dalam hatimup: Orang ini
durhaka kepada Allah karena kebodohannya, sedangkan aku durhaka
kepada-Nya,padahal aku mengetahuinya. Aku tidak tahu dengan apa
umurku akan Allah akhiri atau dengan apa umur orang bodoh itu akan
Allah akhiri (apakah dengan khusnul khatimah atau dengan su'ul
khatimah). Bila dia orang kafir, maka katakan dalam hatimu: Aku tidak
tahu bisa jadi dia akan masuk islam, lalu menyudahi seluruh amalannya
dengan amal salih, dan bisa jadi aku terjerumus menjadi kafir, lalu
menyudahi seluruh amalanku dengan amal yang buruk."
Dalam pandangan Islam semua manusia itu sama, tidak dibeda-
bedakan karena status sosial, harta, tahta, keturunan atau latar belakang
pendidikannya. Manusia yang paling mulia derajatnya di sisi Allah adalah
yang paling tinggi kadar ketakwaannya di antara mereka. Menurut Moh.
Roqib dan Nurfuadi, Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepribadian
seseorang dapat dikelompokkan dalam dua faktor, yaitu faktor internal
dan eksternal:
a. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri orang itu
sendiri. Faktor internal ini biasanya merupakan faktor genetis atau
bawaan. Faktor genetis maksudnya adalah faktor yang berupa bawaan
sejak lahir dan merupakan pengaruh keturunan.
b. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar orang tersebut.
Faktor eksternal ini biasanya merupakan pengaruh yang berasal dari
lingkungan seseorang misalnya keluarga, teman, atau pergaulan.
52
Untuk menjadi muslim yang berkepribadian utuh, dituntut kemampuan
diri untuk menjadikan iman atau agama sebagai faktor terpenting pada
dirinya, sehingga (dengannya) dapat menghindarkan diri dari berbagai
tantangan, gangguan, dan ancaman serta cobaan hidup dan kehidupan.
Untuk itu diperlukan latihan dan pendidikan yang terus menerus serta
pembinaan yang berkepanjangan (Roqib dan Nurfuasi, 2009:28).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian antara lain:
a. Faktor Biologis
Faktor biologis merupakan faktor yang berhubungan dengan
keadaan jasmani, atau seringkali pula disebut faktor fisiologis seperti
keadaan genetik, pencernaan, pernafasaan, peredaran darah, kelenjar-
kelenjar, saraf, tinggi badan, berat badan, dan sebagainya. Kita
mengetahui bahwa keadaan jasmani setiap orang sejak dilahirkan
telah menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan. Hal ini dapat kita
lihat pada setiap bayi yang baru lahir. Ini menunjukkan bahwa sifat-
sifat jasmani yang ada pada setiap orang ada yang diperoleh dari
keturunan, dan ada pula yang merupakan pembawaan anak/orang itu
masing-masing. Keadaan fisik tersebut memainkan peranan yang
penting pada kepribadian seseorang.
b. Faktor Sosial
Faktor sosial yang dimaksud di sini adalah masyarakat ; yakni
manusia-manusia lain disekitar individu yang bersangkutan. Termasuk
juga kedalam faktor sosial adalah tradisi-tradisi, adat istiadat,
53
peraturan-peraturan, bahasa, dan sebagainya yang berlaku
dimasyarakat itu.
Sejak dilahirkan, anak telah mulai bergaul dengan orang-orang
disekitarnya. Dengan lingkungan yang pertama adalah keluarga.
Dalam perkembangan anak, peranan keluarga sangat penting dan
menentukan bagi pembentukan kepribadian selanjutnya. Keadaan dan
suasana keluarga yang berlainan memberikan pengaruh yang
bermacam-macam pula terhadap perkembangan kepribadian anak.
Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan anak
sejak kecil adalah sangat mendalam dan menentukan perkembangan
pribadi anak selanjutnya. Hal ini disebabkan karena pengaruh itu
merupakan pengalaman yang pertama, pengaruh yang diterima anak
masih terbatas jumlah dan luasnya, intensitas pengaruh itu sangat
tinggi karena berlangsung terus menerus, serta umumnya pengaruh itu
diterima dalam suasana bernada emosional. Kemudian semakin besar
seorang anak maka pengaruh yang diterima dari lingkungan sosial
makin besar dan meluas. Ini dapat diartikan bahwa faktor sosial
mempunyai pengaruh terhadap perkembangan dan pembentukan
kepribadian.
c. Faktor Kebudayaan
Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada diri
masing-masing orang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan
masyarakat di mana seseorang itu dibesarkan. Beberapa aspek
54
kebudayaan yang sangat mempengaruhi perkembangan dan
pembentukan kepribadian antara lain:
1) Nilai-nilai (Values)
Di dalam setiap kebudayaan terdapat nilai-nilai hidup yang
dijunjung tinggi oleh manusia-manusia yang hidup dalam
kebudayaan itu. Untuk dapat diterima sebagai anggota suatu
masyarakat, kita harus memiliki kepribadian yang selaras dengan
kebudayaan yang berlaku di masyarakat itu.
2) Adat dan Tradisi.
Adat dan tradisi yang berlaku disuatu daerah, di samping
menentukan nilai-nilai yang harus ditaati oleh anggota-
anggotanya, juga menentukan pula cara-cara bertindak dan
bertingkah laku yang akan berdampak pada kepribadian seseorang.
3) Pengetahuan dan Keterampilan.
Tinggi rendahnya pengetahuan dan keterampilan seseorang atau
suatu masyarakat mencerminkan pula tinggi rendahnya
kebudayaan masyarakat itu. Makin tinggi kebudayaan suatu
masyarakat makin berkembang pula sikap hidup dan cara-cara
kehidupannya.
4) Bahasa
Di samping faktor-faktor kebudayaan yang telah diuraikan di atas,
bahasa merupakan salah satu faktor yang turut menentukan ciri-
ciri khas dari suatu kebudayaan. Betapa erat hubungan bahasa
55
dengan kepribadian manusia yang memiliki bahasa itu. Karena
bahasa merupakan alat komunikasi dan alat berpikir yang dapat
menunukkan bagaimana seseorang itu bersikap, bertindak dan
bereaksi serta bergaul dengan orang lain.
5) Milik Kebendaan (material possessions)
Semakin maju kebudayaan suatu masyarakat/bangsa, makin maju
dan modern pula alat-alat yang dipergunakan bagi keperluan
hidupnya. Hal itu semua sangat mempengaruhi kepribadian
manusia yang memiliki kebudayaan itu.
5. Prinsip Kependirian yang Baik
Hadits Hudzaifah Ibnu Yaman riwayat at-Turmudzy, tentang
perlunya prinsip kepribadian dalam kehidupan.
احغ إ ى عح ذق ه ا ا ه للا ص ال ذن خزيفح قاه قاه سع ع
ىن ا ا ظي ظي ا ا ا اىهاط أحغها ط اىهاط احغ إ فغن أ
ا )س اىرشذ( ا فال ذظي اعاء ا ا ذحغ
Hudzaifah berkata, bahwasanya Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Janganlah kalian menjadi tidak berpendirian, kalian berkata, “Jika
manusia berbuat baik, kamipun berbuat baik, dan jika manusia berbuat
dholim, kamipun berbuat dholim; akan tetapi tetaplah pada pendirian
kalian. Jika orang-orang berbuat kebaikan, berbuat baiklah kalian, dan
jika orang-orang berbuat kejahatan, janganlah kalian berbuat
kejahatan”. (Tirmidzi, 2005:89)
56
Ada 2 hal yang perlu digaris bawahi dalam hadits tersebut, yaitu:
a. Larangan bagi umat Islam untuk ikut-ikutan, artinya manusia muslim
dilarang bersifat seperti bunglon yang pandai berubah warna dalam
setiap situasi.
b. Perintah Nabi kepada umat Islam agar mempunyai pendirian
(prinsip). Pendirian yang dimaksud adalah pendirian yang dibangun
atas dasar tauhid, yang pada gilirannya akan menciptakan manusia
yang berpribadi, tidak mudah goyah dan tidak mudah pula
terpengaruh.
Pada hadits lain disebutkan bahwa manusia yang tidak mempunyai
pendirian diibaratkan seonggok buih di tengah lautan, yang akan bergerak
searah gerakan angin yang menghempasnya. Sifat inilah yang
menyebabkan kehancuran umat Islam.
Meskipun demikian, Islam tidak mengajarkan kepada umatnya
bukan untuk melahirkan sifat kekakuan, sebaliknya keluwesan dalam
menghadapi persoalan bukanlah menjadi indikasi lemahnya prinsip Islam
yang dimiliki. Betapa pentingnya istiqomah dalam kehidupan karena
dapat menuntun kita ke jalan yang benar dan diridhai Allah SWT.
Berpendirian atau istiqomah berarti teguh atas jalan yang lurus, berpegang
pada akidah Islam dan melaksanakan syariat dengan teguh, tidak berubah
dan berpaling walau dalam keadaan apapun (Zuhri Dipl, 1992:210).
57
BAB III
GAMBARAN UMUM ABDULLAH NASHIH ULWAN
A. Riwayat Hidup Abdullah Nashih Ulwan
Abdullah Nashih Ulwan merupakan pemerhati masalah pendidikan
terutama pendidikan anak dan dakwah Islam (Ulwan, 1992:5). Ia dilahirkan di
kota Halab, Suriah, tahun 1928. Beliau menyelesaikan studi di sekolah
lanjutan tingkat atas jurusan Ilmu Syariah dan Pengetahuan Alam di Halab,
tahun 1949. Kemudian melanjutkan di al-Azhar University (Mesir)
mengambil fakultas Ushuluddin, yang selesai pada tahun 1952. Selang 2 tahun
kemudian, yaitu 1954, ia lulus dan menerima ijazah spesialisasi pendidikan,
setara dengan Master of Arts (Kamalie dan Ali, t.th:542). Pada tahun yang
sama (1954), ia tidak sempat meraih gelar doktor pada perguruan tinggi
tersebut, arena diusir dari negeri Mesir oleh pemerintahan Jamal Abdel Naser.
Semenjak ditetapkan sebagai tenaga pengajar untuk materi pendidikan
Islam di sekolah-sekolah lanjutan atas di Halab, yaitu tahun 1954, Ulwan juga
aktif menjadi seorang da‟i. Ulwan termasuk penulis yang produktif, untuk
masalah-masalah dakwah, syariah, dan bidang tarbiyah sebagai spesialisnya.
Ia dikenal sebagai seorang penulis yang selalu memperbanyak fakta-fakta
Islami, baik yang terdapat dalam al-Qur‟an, as-Sunnah, dan atsar-atsar para
salaf yang saleh terutama dalam bukunya yang berjudul “Tarbiyatul Aulad
Fil-Islam.” Hal ini sesuai dengan pendapat Syaikh Wahbi Sulaiman al-
Ghawaji al-Albani yang berkata : bahwa dia adalah seorang beriman yang
pandai dan hidup (Kamalie dan Ali, t.th : xviii).
58
Pada tahun 1979 Abdullah Nashih Ulwan meninggalkan Suriah
menuju ke Jordan, di sana beliau tetap menjalankan dakwahnya dan pada
tahun 1980 beliau meninggalkan Jordan ke Jeddah Arab Saudi setelah
mendapatkan tawaran sebagai dosen di Fakultas Pengajaran Islam di
Universitas Abdul Aziz dan beliau menjadi dosen di sana. Beliau berhasil
memperoleh ijazah Doktor di Universitas Al-Sand Pakistan pada tahun 1982
dengan desertasi “Fiqh Dakwah wa Daiyah”. Setelah pulang menghadiri
pengkumpulan di Pakistan beliau merasa sakit di bagian dada, lalu dokter
mengatakan bahwa ia mengalami penyakit di bagian hati dan paru-paru, lalu
beliau dirawat di rumah sakit. Abdullah Nashih Ulwan meninggal pada
tanggal 29 Agustus 1987 M bertempatan dengan tanggal 5 Muharram 1408 H
pada hari Sabtu jam 09.30 pagi di rumah sakit Universitas Malik Abdul Aziz
Jeddah Arab Saudi dalam usia 59 tahun. Jenazahnya di di bawa ke Masjidil
Haram untuk dishalati dan dikebumikan di Makkah (Ulwan, tanpa
tahun.:542).
B. Karya-Karya Abdullah Nashih Ulwan
Adapun karya-karya beliau, sebagai berikut: (Kamalie dan Ali, tahun :
542-543)
1. Karya yang berkisar pada masalah dakwah dan pendidikan :
a. Al-Takafulul al- Ijtima`i Fil- Islam.
b. Ta`addudu al-Zaujat Fil-Islam.
c. Shalahuddin al-Ayyubi.
d. Hatta Ya`lama al-Syabab.
59
e. Tarbiyatul Aulad Fil-Islam.
2. Karya yang menyangkut kajian Islam (studi Islam) :
a. Ila Kulli Abin Ghayyur Yu`min billah.
b. Fadha`ilul al-Shiyam wa ahkamuhu.
c. Hukmu al-Ta`min Fil-Islam.
d. Ahkamul al-Zakat (4 madzhab).
e. Syubhat wa Rudud Haulal al -Aqidah wa Ashlul al-Insan.
f. Aqabatul al -Zawaj wa thuruqu Mu`alajatiha `ala Dhanil al- Islam.
g. Mas`uliyatul al-Tarbiyah al-Jinsiyyah.
h. Ila Waratsatil al-Anbiya`.
i. Hukmul al-Islam FI Wasa`ilil al-I`lam.
j. Takwinu al-Syakh Syiyyah al-Insaniyyah fi Nazharil al-Islam.
k. Adabul al-Khitbah wa al-Zilaf wa haququl al-Zaujain.
l. Ma`alimul al-Hadharah al-Islamiyyah wa Atsaruha fil al-Nahdhah al-
Aurubiyyah.
m. Nizhamul al-Rizqi fil al-Islam.
n. Hurriyatul al-I`tiqad Fil al-Syari`ah al-Islamiyyah.
o. Al-Islam Syari`atul al-Zaman wa al-Makan.
p. Al-Qaumiyyah fi Mizanil al-Islam.
60
C. Deskripsi Kitab “Tarbiyatul Aulad Fil-Islam”
Salah satu karya Ulwan adalah kitab “Tarbiyatul Aulad Fil–Islam”
merupakan kajian utama dalam skripsi ini, maka menurut peneliti perlu
diberikan gambaran secara global. Hal ini tidak dimaksudkan mengurangi isi
kitab tersebut.
Kitab “Tarbiyatul Aulad Fil-Islam” telah diterjemahkan ke dalam
Bahasa Indonesia dalam dua versi. Versi pertama diterjemahkan oleh Saifullah
Kamalie dan Hery Noer Ali dengan judul “Pedoman Pendidikan Anak dalam
Islam” oleh penerbit Asy-syifa` Semarang, yang terdiri dari dua jilid.
Sedangkan versi kedua yang diterjemahkan oleh Khalilullah Ahmas masjkur
oleh penerbit Remaja Rosdakarya Bandung.
Kitab “Tarbiyatul Aulad Fil Islam” memiliki karakteristik tersendiri.
Keunikan karakteristik itu terletak pada uraiannya yang menggambarkan
totalitas dan keutamaan Islam. Islam sebagai agama yang tertinggi dan tidak
ada yang melebihi ketinggiannya adalah menjadi obsesi Ulwan dalam setiap
analisa dan argumentasinya, sehingga tidak ada satu bagian pun dalam kitab
tersebut yang uraiannya tidak didasarkan atas dasar-dasar dan kaidah-kaidah
nash.
Sebagaimana dikemukakan Ulwan bahwa kitab ini disusun dalam tiga
bagian atau “qism” yang kronologis, masing-masing bagian memuat beberapa
pasal dan setiap pasal mengandung beberapa topik pembahasan. Judul-judul
dan pasal-pasal dalam setiap bagian itu akan tersusun, sebagai berikut ini:
(Kamalie dan Ali, Jilid I : xvi-xvii)
61
1. Bagian pertama terdiri dari empat pasal, yaitu:
a. Pasal pertama adalah perkawinan teladan dalam kaitannya dengan
pendidikan. Pasal ini terdiri dari tiga pokok pembahasan, yaitu:
1) Perkawinan merupakan fitrah manusia.
2) Perkawinan merupakan social interest
3) Perkawinan hendaknya dengan cara memilih
b. Pasal kedua adalah perasaan psikologis terhadap anak-anak.
c. Pasal ketiga adalah hukum umum dalam hubungannya dengan anak
yang lahir. Pasal ini terdiri dari empat bahasan :
1) Yang dilakukan oleh pendidik ketika lahir.
2) Penamaan anak dan hukumnya.
3) Aqiqah anak dan hukumnya.
4) Menyunatkan anak dan hukumnya.
d. Pasal keempat adalah sebab-sebab kelainan pada anak dan
penanggulangannya.
2. Bagian kedua yaitu tanggung jawab terbesar bagi para pendidik, bagian ini
terdiri dari tujuh pasal, sebagai berikut :
a. Pasal pertama adalah tanggung jawab pendidikan Iman.
b. Pasal kedua adalah tanggung jawab pendidikan moral.
c. Pasal ketiga adalah tanggung jawab pendidikan fisik
d. Pasal keempat adalah tanggung jawab pendidikan intelektual.
e. Pasal kelima adalah tanggung jawab pendidikan psikologis.
f. Pasal keenam adalah tanggung jawab pendidikan sosial.
62
g. Pasal ketujuh adalah tanggung jawab pendidikan seksual.
3. Bagian ketiga terdiri dari tiga pasal dan penutup :
a. Pasal pertama adalah faktor-faktor pendidikan yang berpengaruh.
b. Pasal kedua adalah dasar-dasar fundamental dalam mendidik anak.
c. Pasal ketiga berisi saran-saran paedagogis.
Bagian pertama sampai dengan bagian ketiga tersebut, terdapat dalam
jilid I. Sedangkan dalam jilid II, meliputi tiga pasal, yaitu: (Kamalie dan Ali,
Jilid II : i)
1. Pasal pertama adalah metode pendidikan yang influentif terhadap anak.
2. Pasal kedua adalah kaidah-kaidah elementer dalam pendidikan anak.
3. Pasal ketiga adalah gagasan edukatif yang sangat esensial.
Fokus kajian skripsi ini terdapat dalam jilid II pasal pertama yang berisi
tentang metode pendidikan yang influentif terhadap anak pada halaman dua
dan seterusnya. Ulwan memaparkan 5 metode mendidik moral/kepribadian
anak dalam keluarga. Di antara metode-metode pendidikan moral anak dalam
keluarga menurutnya adalah :
1. Pendidikan dengan keteladanan.
2. Pendidikan dengan adat kebiasaan.
3. Pendidikan dengan nasihat.
4. Pendidikan dengan memberikan perhatian.
5. Pendidikan dengan memberikan hukuman.
63
Menurut pemikiran Ulwan, apabila metode-metode tersebut diterapkan
dalam pendidikan kepribadian khususnya dalam keluarga, maka secara
bertahap mereka para orang tua mempersiapkan anak-anaknya untuk menjadi
anggota masyarakat yang berguna bagi kehidupan dan pasukan-pasukan yang
kuat untuk kepentingan Islam (sebagai penegak ajaran-ajaran Islam dalam
kehidupan).
64
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISA DATA
A. Konsep Pendidikan Kepribadian Secara Umum
Pendidikan kepribadian merupakan ciri-ciri dan sifat-sifat khas yang
mewakili sikap atau tabiat seseorang, yang mencakup pola-pola pemikiran dan
perasaan, konsep diri, dan mentalitas yang umumnya sejalan dengan
kebiasaan umum. Dalam hal ini penulis akan menjelaskan faktor yang
mempengaruhi kepribadian, hubungan kepribadian dengan kebudayaan,
hubungan kepribadian dan keragaman individu, unsur-unsur kepribadian.
1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepribadian
Kepribadian sebagai sesuatu yang dinamis dipengaruhi oleh
banyak faktor, baik faktor internal individu tersebut atau eksternal. Secara
garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian adalah faktor
biologis, sosial dan kebudayaan.
a. Faktor Biologis
Faktor biologis merupakan faktor yang berhubungan dengan
keadaan jasmani, atau seringkali pula disebut faktor fisiologis seperti
keadaan genetik, pencernaan, pernafasaan, peredaran darah, kelenjar-
kelenjar, saraf, tinggi badan, berat badan, dan sebagainya. Kita
mengetahui bahwa keadaan jasmani setiap orang sejak dilahirkan
telah menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan. Hal ini dapat kita
lihat pada setiap bayi yang baru lahir. Ini menunjukkan bahwa sifat-
sifat jasmani yang ada pada setiap orang ada yang diperoleh dari
65
keturunan, dan ada pula yang merupakan pembawaan anak/orang itu
masing-masing. Keadaan fisik tersebut memainkan peranan yang
penting pada kepribadian seseorang.
b. Faktor Sosial
Faktor sosial yang dimaksud di sini adalah masyarakat ; yakni
manusia-manusia lain disekitar individu yang bersangkutan. Termasuk
juga kedalam faktor sosial adalah tradisi-tradisi, adat istiadat,
peraturan-peraturan, bahasa, dan sebagainya yang berlaku
dimasyarakat itu.
Sejak dilahirkan, anak telah mulai bergaul dengan orang-orang
disekitarnya. Dengan lingkungan yang pertama adalah keluarga.
Dalam perkembangan anak, peranan keluarga sangat penting dan
menentukan bagi pembentukan kepribadian selanjutnya. Keadaan dan
suasana keluarga yang berlainan memberikan pengaruh yang
bermacam-macam pula terhadap perkembangan kepribadian anak.
Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan anak
sejak kecil adalah sangat mendalam dan menentukan perkembangan
pribadi anak selanjutnya. Hal ini disebabkan karena pengaruh itu
merupakan pengalaman yang pertama, pengaruh yang diterima anak
masih terbatas jumlah dan luasnya, intensitas pengaruh itu sangat
tinggi karena berlangsung terus menerus, serta umumnya pengaruh itu
diterima dalam suasana bernada emosional. Kemudian semakin besar
seorang anak maka pengaruh yang diterima dari lingkungan sosial
66
makin besar dan meluas. Ini dapat diartikan bahwa faktor sosial
mempunyai pengaruh terhadap perkembangan dan pembentukan
kepribadian.
c. Faktor Kebudayaan
Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada diri
individu tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat di mana
seseorang itu dibesarkan. Beberapa aspek kebudayaan yang sangat
mempengaruhi perkembangan dan pembentukan kepribadian adalah
nilai-nilai, adat tradisi, pengetahuan dan keterampilan, bahasa dan
milik kebendaan (Purwanto, 1990:160-163)
Pertama, nilai-nilai (values). Di dalam setiap kebudayaan
terdapat nilai-nilai hidup yang dijunjung tinggi oleh manusia-manusia
yang hidup dalam kebudayaan itu. Untuk dapat diterima sebagai
anggota suatu masyarakat, kita harus memiliki kepribadian yang
selaras dengan kebudayaan yang berlaku di masyarakat itu.
Kedua, adat dan tradisi. Adat dan tradisi yang berlaku di suatu
daerah, di samping menentukan nilai-nilai yang harus ditaati oleh
anggota-anggotanya, juga menentukan pula cara-cara bertindak dan
bertingkah laku yang akan berdampak pada kepribadian seseorang.
Ketiga, Pengetahuan dan Keterampilan. Tinggi rendahnya
pengetahuan dan keterampilan seseorang atau suatu masyarakat
mencerminkan pula tinggi rendahnya kebudayaan masyarakat itu.
67
Makin tinggi kebudayaan suatu masyarakat makin berkembang pula
sikap hidup dan cara-cara kehidupannya.
Keempat, Bahasa. Di samping faktor-faktor kebudayaan yang
telah diuraikan di atas, bahasa merupakan salah satu faktor yang turut
menentukan cirri-ciri khas dari suatu kebudayaan. Betapa erat
hubungan bahasa dengan kepribadian manusia yang memiliki bahasa
itu. Karena bahasa merupakan alat komunikasi dan alat berpikir yang
dapat menunjukkan bagaimana seseorang itu bersikap, bertindak dan
bereaksi serta bergaul dengan orang lain.
Kelima, milik Kebendaan (material possessions) Semakin
maju kebudayaan suatu masyarakat/bangsa, makin maju dan modern
pula alat-alat yang dipergunakan bagi keperluan hidupnya. Hal itu
semua sangat mempengaruhi kepribadian manusia yang memiliki
kebudayaan itu.
2. Hubungan Kepribadian dengan Kebudayaan
Kepribadian adalah organisasi faktor-faktor biologis, psikologis
dan sosiologis yang mendasari perilaku individu. Faktor biologis
misalnya, sistem syaraf, proses pendewasaan, dan kelainan biologis
lainnya, sedangkan faktor psikologis adalah seperti unsur temperamen,
kemampuan belajar, perasaan, keterampilan, keinginan dan lain-lain. Dan
yang terakhir, adalah faktor sosiologis. Kepribadian dapat mencakup
kebiasaan-kebiasaan, sikap dan lain-lain yang khas dimiliki oleh seseorang
yang berkembang apabila orang tadi berhubungan dengan orang lain.
68
Seseorang yang sejak kecil dilahirkan sampai dewasa selalu belajar
dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Secara bertahap dia akan
mempunyai konsep kesadaran tentang dirinya sendiri. Lama-kelamaan
perilaku-perilaku si anak akan menjadi sifat yang nantinya menghasilkan
suatu kepribadian. Ada beberapa kebudayaan khusus yang mempengaruhi
bentuk kepribadian yaitu kebudayaan khusus, cara hidup di kota atau desa,
kebudayaan kelas sosial, kebudayaan berdasar agama, dan kebudayaan
berdasar profesi.
Pertama, Kebudayaan-kebudayaan khusus atas dasar faktor ke
daerahan. Ada kebudayan khusus yang ikut mempengaruhi kepribadian
misalnya adat-istiadat melamar di Lampung dan Minangkabau.
Di Minangkabau biasanya pihak perempuan yang melamar sedangkan di
Lampung, pihak laki-laki yang melamar.
Kedua, Cara hidup di kota dan di desa yang berbeda (urban dan
rural ways of life). Contohnya perbedaan anak yang dibesarkan di kota
dengan seorang anak yang dibesarkan di desa. Anak kota bersikap lebih
terbuka dan berani untuk menonjolkan diri di antara teman-temannya
sedangkan seorang anak desa lebih mempunyai sikap percaya pada diri
sendiri dan sikap menilai (sense of value).
Ketiga, Kebudayaan-kebudayaan khusus kelas sosial. Di
masyarakat dapat dijumpai lapisan sosial yang kita kenal, ada lapisan
sosial tinggi, rendah dan menengah. Misalnya cara berpakaian, etiket,
pergaulan, bahasa sehari-hari dan cara mengisi waktu senggang. Masing-
69
masing kelas mempunyai kebudayaan yang tidak sama, menghasilkan
kepribadian yang tersendiri pula pada setiap individu.
Keempat, Kebudayaan khusus atas dasar agama. Adanya berbagai
masalah di dalam satu agama pun melahirkan kepribadian yang berbeda-
beda di kalangan umatnya.
Kelima, Kebudayaan berdasarkan profesi. Misalnya: kepribadian
seorang dokter berbeda dengan kepribadian seorang pengacara dan itu
semua berpengaruh pada suasana kekeluargaan dan cara mereka bergaul.
Contoh lain seorang militer mempunyai kepribadian yang sangat erat
hubungan dengan tugas-tugasnya. Keluarganya juga sudah biasa
berpindah tempat tinggal (Soekanto, 2001:206)
3. Hubungan Kepribadian dengan Keragaman Individu.
Adanya pengaruh biologis terhadap pembentukan tingkah laku
manusia. Selain unsur biologis, ternyata juga dipengaruhi oleh faktor yang
berbeda antara satu dengan lain. Pengakuan pentingnya faktor-faktor
biologis tersebut menghilangkan dasar-dasar budaya. Sementara pendapat
suatu karakteristik dapat mendasari dan membatasi keragaman budaya,
sedangkan pihak lain menjelaskan bahwa berbagai perbedaan bawaan dan
keragaman pengalaman individu menyulitkan pembakuan seseorang yang
diasumsikan (Kuntjoroningrat, 1989,1: 95).
Hal ini sekaligus membuka kesempatan ke arah kajian tentang
kemungkinan adanya pola-pola universal yang disalurkan,diutarakan dan
dinilai berdasarkan tradisi budaya yang berbeda. Tradisi budaya dapat
70
memaksakan pencapaian berbagai sasaran yang berlainan , pelampiasan.
Tetapi di bawah sandi harapan budaya ini.
4. Unsur-Unsur Kepribadian
Ada beberapa unsur yang mempengaruhi terbentuknya kepribadian
sebagai berikut :
a. Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui yang
tersusun secara logis dan sistematis dengan memperhitungkan sebab-
akibat dan dapat untuk menerangkan gejala tertentu. Unsur-unsur
yang mengisi akal dan alam jiwa seorang manusia yang sadar, secara
nyata terkandung dalam otaknya.
Dalam lingkungan individu itu ada bermacam-macam hal yang
dialaminya melalui penerimaan pancaindera-nya serta alat penerima
atau reseptor organismenya yang lain, sebagai getaran eter (cahaya
dan warna), getaran akustik (suara), bau, rasa, sentuhan, tekanan
mekanikal (berat-ringan), tekanan termikal (panas-dingin) dan
sebagainya, yang masuk ke dalam sel-sel tertentu di bagian-bagian
tertentu dari otaknya. Di sana berbagai proses fisik, fisiologi, dan
psikologi terjadi, yang menyebabkan berbagai macam getaran tekanan
tadi, kemudian diolah menjadi suatu susunan yang dipancarkan atau
diproyeksikan oleh individu tersebut menjadi suatu penggambaran
tentang lingkungan tadi. Seluruh proses akal yang sadar (conscious)
tadi, dalam ilmu psikologi disebut “persepsi”.
71
b. Perasaan
Perasaan adalah rasa, kesadaran batin sewaktu menghadapi
mempertimbangkan tentang sesuatu hal/pendapat. Selain pengetahuan,
alam kesadaran manusia juga mengandung berbagai macam perasaan.
Sebaliknya, kita dapat juga menggambarkan adanya seorang individu
yang melihat sesuatu hal yang buruk atau mendengar suara yang tidak
menyenangkan, mencium bau busuk, dan sebagainya. Persepsi-
persepsi seperti itu dapat menimbulkan dalam kesadaran perasaan
yang negatif, karena dalam kesadaran terkenang lagi.
c. Dorongan Naluri
Dorongan naluri adalah dorongan hati yang dibawa sejak lahir,
yang tanpa disadari mendorong untuk berbuat sesuatu. Kesadaran
manusia menurut para ahli psikologi juga mengandung berbagai
perasaan lain yang tidak ditimbulkan karena pengaruh
pengetahuannya, melainkan karena sudah terkandung dalam
organismenya, dan khususnya dalam gen-nya sebagai naluri.
Kemauan yang sudah merupakan naluri pada tiap makhluk manusia
itu, oleh beberapa ahli psikologi disebut “dorongan” (drive).
Ada tujuh macam dorongan naluri, yaitu :
1) Dorongan untuk mempertahankan hidup
Dorongan ini memang merupakan suatu kekuatan biologi yang
juga pada semua makhluk di dunia ini dan yang menyebabkan
semua jenis mampu mempertahankan hidupnya di dunia ini.
72
2) Dorongan seks.
Dorongan ini timbul pada setiap individu yang normal tanpa
terkena pengaruh pengetahuan, dan memang mendorong landasan
biologi yang mendorong makhluk manusia untuk membentuk
keturunan yang melanjutkan jenisnya. Selain untuk mendapatkan
keturunan, juga untuk mendapatkan status sosial.
3) Dorongan untuk usaha mencari makan/pekerjaan.
Dorongan ini tidak perlu dipelajari, sejak bayi pun manusia sudah
menunjukkan dorongan untuk mencari makanan, yaitu dengan
mencari susu ibunya tanpa dipengaruhi oleh pengetahuan tentang
adanya hal- hal tersebut, dan ini berkembang (mencari kerja)
berdasarkan pengalaman dan pengetahuan serta faktor lingkungan
di sekitar.
4) Dorongan untuk bergaul atau berinteraksi dengan sesama manusia.
Dorongan ini memang merupakan landasan biologi dari kehidupan
masyarakat manusia sebagai makhluk sosial.
5) Dorongan untuk meniru tingkah laku sesamanya.
Hal ini merupakan sumber dari adanya beraneka warna
kebudayaan diantaranya di antara makhluk manusia, sebab adanya
dorongan ini manusia mengembangkan adat yang memaksakan
berbuat konform dengan manusia sekitarnya.
73
6) Dorongan untuk berbakti.
Hal ini ada karena manusia sebagai makhluk secara kolektif,
sehingga ia dapat hidup bersama dengan manusia lain secara
serasi. Dalam berbagai hal dorongan ini sering dieksetensikan dari
sesama manusia kepada kekuatan yang diangapannya berada di
luar akalnya, maka timbul religi.
7) Dorongan akan keindahan, dalam arti keindahan bentuk, warna,
suara, atau gerak.
Dorongan dalam arti keindahan bentuk,warna,suara,dan gerak,
pada seorang bayi dorongan itu sering tampak pada gejala
tertariknya kepada bentuk-bentuk tertentu dari benda-benda
disekitarnya, warna-warna cerah, suara yang nyaring, dan
berirama dan kepada gerak-gerak yang selaras. Sehingga dorongan
naluri ini merupakan landasan dari suatu unsur terpenting dalam
kebudayaan manuai yaitu kesenian.
5. Aneka Warna Kepribadian
Aneka warna materi yang menjadi isi dan sasaran dari
pengetahuan, perasaan, kehendak, serta keinginan kepribadian serta
perbedaan kualitas hubungan antara berbagai unsur kepribadian dalam
kesadaran individu, menyebabkan adanya beraneka macam struktur
kepribadian pada setiap manusia yang hidup dimuka bumi, dan
menyebabkan bahwa peribadian tiap individu itu unik berbeda dengan
kepribadian individu yang lain. Hal ini menyebabkan suatu tingkah laku
74
yang berpola yaitu kebiasaan maupun berbagai macam materi yang
menyebabkan timbulnya kepribadian dan berbagai tingkah laku berpola
dari individu-individu tersebut (Kuntjoroningrat, 1985:115)
6. Tahap-Tahap Perkembangan Kepribadian
Perkembangan kepribadian berlangsung dalam beberapa tahap.
Tahap masa bayi, tahap kanak-kanak, pre adolesen, adolesen, masa
kematangan.
Pertama, Tahap perkembangan masa bayi (sejak lahir- 2 tahun).
Tahap ini didominasi oleh perasaan. Perasaan ini tidak tumbuh dengan
sendiri melainkan berkembang sebagai akibat dari adanya reaksi-reaksi
bayi terhadap stimulus lingkungan.
Kedua, Tahap perkembangan masa kanak-kanak (umur 2-12
tahun). Pada tahap ini perkembangan kepribadian dimulai dengan makin
berkembangnya fungsi indra anak dalam mengadakan pengamatan.
Ketiga, Tahap perkembangan pada masa preadolesen (umur 12- 15
tahun). Pada tahap ini perkembangan fungsi penalaran intelektual pada
anak sangat dominan. Anak mulai kritis dalam menanggapi ide orang lain.
anak juga mulai belajar menentukan tujuan serta keinginan yang dapat
membahagiakannya.
Keempat, Tahap perkembangan masa adolesen (umur 15- 20
tahun). Pada masa ini kualitas hidup manusia diwarnai oleh dorongan
seksualitas yang kuat, di samping itu mulai mengembangkan pengertian
75
tentang kenyataan hidup serta mulai memikirkan tingkah laku yang
bernilai moral.
Kelima, Tahap pematangan diri (setelah umur 20 tahun). Pada
tahap ini perkembangan fungsi kehendak mulai dominan. Mulai dapat
membedakan tujuan hidup pribadi, yakni pemuasan keinginan pribadi,
pemuasan keinginan kelompok, serta pemuasan keinginan masyarakat.
Pada masa ini terjadi pula transisi peran social, seperti dalam
menindaklanjuti hubungan lawan jenis, pekerjaan, dan peranan dalam
keluarga, masyarakat maupun Negara, Realisasi setiap keinginan.
7. Tanggung Jawab Pendidikan Kepribadian
Dr. Abdullah Nashih Ulwan mengemukakan pentingnya pendidik
yang menurut beliau mencakup “mu‟allim” (guru), ayah dan ibu, tokoh
masyarakat (musyarraf ijtima‟i) untuk membina anak dengan hal-hal yang
sesuai dengan ajaran agama, terutama dalam hal kepribadian anak baik
fisik, psikis atau intelektual yang nantinya dapat dikembangkan. Hal
tersebut merupakan tanggung jawab pendidikan terbesar bagi para
pendidik, yaitu:
a. Tanggung jawab Pendidikan Jasmani atau fisik
Pendidikan jasmani adalah pendidikan dalam rangka membentuk
seorang anak agar tumbuh dewasa dengan kondisi fisik yang kuat, sehat,
bergairah dan bersemangat (Abdullah Nashih Ulwan, 1999: 209). Bila kita
berbicara tentang jasmani dalam pendidikan yang dimaksud bukan hanya
otot-ototnya, panca indranya dan kelenjarkelenjarnya, tetapi juga potensi
76
yang sangat energik yang muncul dari jasmani dan terungkap melalui
perasaan (Muhammad Quthb, 1988: 182).
Dasar ilmiah yang digariskan Islam dalam mendidik fisik
anakanak, supaya para pendidik dapat mengetahui besarnya tanggung
jawab dan amanat yang diserahkan Allah SWT, antara lain:
1) Kewajiban memberi nafkah kepada keluarga dan anak.
Menurut Dr. Abdullah Nashih Ulwan bahwa diantara nafkah
yang wajib diberikan ayah kepada keluarganya, adalah menyediakan
makanan, tempat tinggal dan pakaian yang baik, sehingga fisik anak
terhindar dari berbagai penyakit.
2) Mengikuti aturan-aturan yang sehat dalam makan, minum dan tidur.
Dalam masalah minum adalah minum dua atau tiga teguk, tidak
bernafas dalam bejana dan tidak minum sambil berdiri, sedang dalam
masalah tidur dianjurkan supaya posisi badan ketika tidur miring ke
sebalah kanan, sebab tidur dengan posisi badan miring ke kiri akan
membahayakan hati dan menganggu pernafasan. Hendaknya
membiasakan dan membudayakan makan, minum dan tidur kepada
anak-anak berdasarkan aturan-aturan yang sehat. Abdullah Nashih
Ulwan, 1999: 246).
3) Melindungi diri dari penyakit menular.
Kewajiban para pendidik terutama para ibu, apabila salah
seorang anaknya terkena penyakit menular, supaya segera
mengasingkan anak mereka yang lain, sehingga penyakit itu tidak
menular kepada yang lain.Untuk membimbing anak-anak agar
mengetahui aturan kesehatan dan cara pencegahan penyakit, demi
77
terpeliharanya kesehatan anak dan pertumbuhan kekuatan jasmaninya,
harus konsultasi dengan para spesialis mengenai sesuatu yang perlu
diperhatikan untuk menjaga jasmani dari berbagai macam penyakit
menular.
4) Pengobatan terhadap penyakit.
Para orang tua dan pendidik hendaknya memperhatikan dan
mengobati anak-anak ketika mereka sakit. Bahwa penyakit itu ada
obatnya, pengobatan berpengaruh besar dalam menolak penyakit dan
mewujudkan kesembuhan, maka para pendidik harus memperhatikan
dan mengobati anak-anak ketika merasa sakit serta berikhtiar atau
berdo‟a, karena itu merupakan masalah fitrah dan dianjurkan dalam
ajaran Islam.
5) Merealisasikan prinsip tidak boleh menyakiti diri sendiri dan orang
lain.
Dr. Abdullah Nashih Ulwan memandang bahwa agama Islam
menganjurkan untuk memelihara keberadaan diri atau individu dan
orang lain atau masyarakat, serta menghindari bahaya dari umat
manusia.Anak-anak diajarkan untuk tidak menyakiti dirinya sendiri
dan orang lain, ini adalah tugas para pendidik, baik orang tua di
rumah, guru di sekolah ataupun lingkungan sekitar atau masyarakat.
Perbuatan yang dilakukan seorang anak terhadap temannya, misalkan
waktu dalam bermain saling menyakiti satu sama lain. Sedangkan
terhadap dirinya sendiri yaitu menjadikan dirinya selalu dalam
kegelisahan, kecemasan dan tidak ada ketenangan dalam dirinya
(Abdullah Nashih Ulwan, 1999: 251).
78
6) Membiasakan anak berolahraga dan bermain ketangkasan.
Jenis olahraga dan bermain ketangkasan yang dibiasakan seperti
menunggang kuda, memanah dan aktivitas-aktivitas lain yang dapat
menguatkan kondisi tubuh (Abdullah Nashih Ulwan, 1999: 210-214).
7) Membiasakan anak untuk zuhud dan tidak larut dalam kenikmatan.
Tujuan dari membiasakan anak untuk zuhud dan tidak larut
dalam kenikmatan agar pada masa dewasa nanti, anak dapat
melaksanakan kewajiban jihad dan dakwah dengan sebaik-baiknya
(Abdullah Nashih Ulwan, 1999: 216).
8) Membiasaan anak bersikap tegas dan menjauhkan diri dari
pengangguran, penyimpangan dan kenakalan.
Jika anak dibesarkan atas dasar penyimpangan, terdidik dalam
dosa, kejahatan dan tidak sungguh-sungguh, fisiknya akan terkena
penyakit yang berbahaya. Untuk itu para pendidik teruatam para ibu,
wajib memelihara anak-anaknya sejak kecil, menanamkan makna
kejantanan (tegas dan tidak kolokan), dan budi pekerti yang baik
dalam jiwa mereka.
Jika umat Islam memiliki akal yang sehat, badan kuat, kemauan
keras, tekad yang bulat, keberanian yang membara dan kesadaran
yang sempurna, maka pastilah akan menjadi umat yang tampil
produktif, maju dalam peradaban dan pemegang kendali kemenangan,
mewujudkan kejayaan umat Islam dan umat Islam yang abadi.
b. Tanggung Jawab Pendidikan Intelektual/Aqliyah
Pendidikan aqliyah (rasio) adalah membentuk pola pikir anak
dengan segala sesuatu yang bermanfaat, baik dari ilmu-ilmu agama
79
maupun ilmu hasil budaya manusia serta peradaban sehingga anak itu
muncul sebagai orang yang mampu berpikir dan berbudaya. Di samping
pendidikan fisik, untuk membentuk pola pikir anak dibutuhkan pendidikan
intelektual, pendidikan intelektual tidak kalah pentingnya dengan
pendidikan fisik yang merupakan persiapan dan pembentukan, sedangkan
pendidikan intelektual ini merupakan penyadaran, pembudayaan dan
pengajaran.
Pendidikan intelektual mempunyai tahapan-tahapan yang harus
dilalui oleh para pendidik dalam setiap tanggung jawab yang harus
dilakukan terhadap diri anak. Dr. Abdullah Nashih Ulwan berpendapat
bahwa pendidikan intelektual ini terfokuspada tiga permasalahan. Tiga
aspek tersebut merupakan tanggung jawab yang paling menonjol didalam
mendidik rasio anak-anak. Agar anak-anak mampu menjawab tantangan
yang ada dimasa yang akan datang setelah anak dewasa. Tiga aspek
tersebut yaitu:
1) Kewajiban Mengajar
Bahwa Islam memandang tanggung jawab ini sebagai hal yang
sangat penting. Sesungguhnya Islam juga telah membebani para
pendidik dan orang tua dengan tanggung jawab yang besar di dalam
mengajar anak-anak, menumbuhkan kesadaran mempelajari ilmu
pengetahuan dan budaya serta memusatkan seluruh pikiran untuk
mencapai pemahaman secara mendalam Abdullah Nashih Ulwan,
Tarbiyah Al-Aulad fi al-Islam, (Juz I), Darussalam, Beirut, 1999.,
hlm. 255-256.
80
2) Menumbuhkan Kesadaran
Berfikir Di antara tanggung jawab besar yang dijadikan amanat
oleh Islam, yang harus diipikul oleh orang tua dan pendidik, adalah
menumbuhkan kesadaran berfikir anak sejak masih balita hingga ia
mencapai masa dewasa (baligh). Yang dimaksud dengan
menumbuhkan kesadaran berfikir di sini, adalah mengikat anak
dengan (Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyah Al-Aulad fi al-Islam, (Juz
I), Darussalam, Beirut, 1999., hlm. 287-288):
a. Islam baik sebagai agama maupun negara.
b. Al-Qur‟an, baik sebagai sistem maupun perundang-undangan
c. Sejarah Islam, baik sebagai kejayaan maupun kemuliaan.
d. Kebudayaan secara umum, baik sebagai jiwa maupun pikiran.
e. Dakwah Islam sebagai motivasi bagi gerak laku anak.
Beberapa cara yang dapat ditempuh untuk mengantarkan pada
pertumbuhan kesadaran berfikir antara lain (Abdullah Nashih Ulwan,
1999: 290-295):
a. Pengajaran yang hidup Anak diajari oleh kedua orang tua dan
pendidiknya tentang hakikat Islam dan seluruh permasalahan dan
hukumnya serta mengajarkan kepada anak tentang kebudayaan
Islam yang tinggi.
b. Teladan yang hidup. Anak merasa terikat untuk meneladani
seorang pembimbing yang ikhlas, sadar, paham terhadap Islam,
membela Islam, berjihad di jalan Allah, menerapkan hukum-
hukum-Nya.
81
c. Penelaahan yang hidup. Para pendidik menyediakan sebuah
perpustakaan sekalipun kecil untuk anak-anak ketika mulai
memasuki masa mengerti (sekolah).
d. Pergaulan yang hidup Diharapkan para pendidik memilihkan
teman-teman yang shaleh, dapat dipercaya dan memiliki
pemahaman Islam yang matang, kesadaran berfikir dan
kebudayaan Islam yang sempurna.
3) Pemeliharaan Kesehatan Rasio
Menjaga dan memelihara akal anak-anak, diharapkan akal mereka
tetap jernih dan tetap matang, dan menjauhkan dari
kerusakankerusakan yang tersebar dalam masyarakat, karena
kerusakankerusakan itu mempunyai dampak besar terhadap akal,
ingatan dan fisik manusia pada umumnya (Abdullah Nashih Ulwan,
1999: 298). Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
tanggung jawab pendidikan intelektual/aqliyah ini merupakan
tanggung jawab yang menonjol dalam mendidik rasio anak-anak yang
terdiri dari: kewajiban mengajar, penumbuhan kesadaran berfikir dan
menjaga kesehatan akal.
4) Tanggung Jawab Pendidikan Rohani/Kejiwaan
Tanggung jawab pendidikan rohani/kejiwaan di sini adalah
mendidik anak sejak berakal untuk mempunyai sikap berani, bertindak
benar, merasa optimis akan kemampuannya, menyenangi kebaikan
bagi orang lain, mampu menahan diri tatkala marah dan menghiasi
diri dengan keutamaan-keutamaan akhlak serta sikap-sikap positif
yang lain. Dr. Abdullah Nashih Ulwan berpendapat, bahwa
82
pendidikan rohani dapat terwujud dengan jalan menjauhkan diri dari
sifat-sifat rasa takut, minder, kurang percaya diri, dengki, marah dan
sifat-sifat yang lain.
Pendidikan rohani bagi anak-anak dalam agama Islam, dibangun
atas dasar pengendalian hawa nafsu atau keinginan. Manusia yang
dapat mengendalikan hawa nafsunya, dapat dipastikan akan mampu
pula mengatasi berbagai penyakit rohani yang merongrong manusia,
seperti yang telah tersebut di atas Perasaan negatif atau penyakit
rohani yang merongrong anak tersebut yaitu:
a. Sifat Minder
Perasaan minder merupakan salah satu tabiat jelek bagi
anakanak, gejala semacam ini biasanya dimulai pada usia empat
bulanSetelah berusia satu tahun, perasaan minder akan lebih
tampak pada anak. Anal-anak yang sering bergaul dengan teman-
temannya, perasaan mindernya lebih kecil dibandingkan anak-
anak yang tidak pernah atau kurang bergaul dengan teman-
temannya. Adapun cara menanggulangi masalah ini, dapat
dilakukan dengan membiasakan anak-anak bergual dengan orang
lain, baik dengan cara mengundang orang tersebut ke rumah,
maupun dengan cara membawa mereka berkunjung ke rumah
teman-temannya (Abdullah Nashih Ulwan, 1999: 302-303).
b. Penakut
Sikap penakut merupakan situasi kejiwaan yang berjangkit
pada anak-anak kecil dan orang dewasa, laki-laki maupun
perempuan. Sikap ini kadang dianjurkan, selama masih dalam
83
batas alami anak-anak, sebab merupakan media untuk menjaga
dan menjauhkan anak dari berbagai bahaya. Tetapi jika perasaan
takut yiatu melampaui batas-batas kewajaran alami, maka dapat
menyebabkan kegoncangan pada diri anak.
Untuk mengantisipasi agar anak-anak tidak bersikap penakut
yang mulai muncul sejak berumur empat tahun, maka ada
beberapa alternatif pemecahannya, diantaranya dengan mengajak
mereka beranjangsana atau silaturrahmi ke sanak keluarga
bahkan kalau perlu diajak bertemu dengan para penguasa atau
pembesar agama atau pemerintahan, biarkan anak untuk bermain-
main dengan teman sebayanya namun harus tetap diawasi agar
tidak berteman dengan anak-anak yang jahat sehingga ia dapat
terjerumus ke jurang kenistaan karena masa anak-anak adalah
masa imitasi.
Sedangkan menangani anak yang amat penakut, maka perlu
menanamkan keimanan kepada anak bahwa Allahlah yang
menjadikan kehidupan dunia ini sehingga wajib berserah dan
sebaiknya anak secara perlahan diberi kebebasan untuk berusaha
dan menanggung tugas serta janganlah seorang ibu itu menaku-
nakuti anak dengan hantu-hantu gentayangan dan sejenisnya
(Abdullah Nashih Ulwan, 1999: 309-310).
c. Rendah diri
Perasaan rendah diri merupakan suatu kondisi kejiwaan yang
berjangkit pada sebagian anak karena faktor-faktor pembawaan
sejak lahir, tekanan mental pendidikan atau ekonomi. Sikap ini
84
termasuk salah satu fenomena kejiwaan yang paling berbahaya,
karena bisa membawa anak kepada kehidupan yang hina,
sengsara dan penuh dosa. Faktor-faktor penyebab timbulnya sifat
rendah diri di dalam kehidupan anak yaitu (Abdullah Nashih
Ulwan, 1999: 318): a) Hinaan dan celaan b) Dimanja secara
berlebihan c) Pilih kasih d) Cacat jasmani e) Yatim f) Miskin
Apabila anak merasa rendah diri, tidak percaya bahwa dia
sebenarnya mempunyai kemampuan berkreativitas dikarenakan
cacat atau ciri pada dirinya, maka dia perlu dihadapi lembut dan
penuh kasih sayang sebagaimana pernah dilakukan oleh
Rasulullah terhadap anak-anak di zaman Beliau dengan penuh
kelembutan dan dianggap seperti anak kandung sendiri. Anak
perlu diberi semangat dan pacuan bahwa setiap manusia itu
mmpunyai kelemahan dan kelebihan yang kedua-duanya
berfaedah bagi manusia asal manusia mempu mencermatinya
serta jangan ia itu dianggap pembohong atau sebutan jelek
lainnya bila berbuat kesalahan (Abdullah Nashih Ulwan, 1999:
319).
d. Hasud
Hasud adalah harapan hilangnya kesenangan orang lain, ini
adalah gejala sosial paling berbahaya. Agar sikap sikap hasud
atau iri dan dengki itu sirna, maka penanganan antara lain dengan
memunculkan sikap senang pada anak-anak, perlakukanlah
anakanak secara adil sehingga mereka merasa diorangkan dan
dianggap sebagai bagian dari kehidupan, serta menghilangkan
85
sebab-sebab yang menjadi faktor munculnya rasa hasud
(Abdullah Nashih Ulwan, 1999: 344).
e. Pemarah
Marah adalah gejala yang menyebabkan naiknya nafsu
amarah yang dirasakan oleh anak-anak pada hari-hari pertama
dalam kehidupannya, dan akan tetap berlangsung dalam
kehidupan hingga mati. Jika malah yang tercela itu
mengakibatkan pengaruh-pengaruh negatif terhadap kepribadian,
akal dan keseimbangan manusia serta akibat-akibat yang sangat
jelek bagi kesatuan, ikatan dan keutuhan masyarakat, maka tidak
ada jalan lain bagi para pendidik, kecuali menanggulangi sikap
dan watak ini sejak masa kanak-kanak sampai masa remaja.
Cara menanggulangi sikap pemarah pada anak-anak adalah
menghindarkan anak dari faktor-faktor yang dapat menimbulkan
sikap tersebut sehingga tidak menjadi kebiasaan. Dalam
mengatasi adan meredakan marah, serta dapat memberikan
gambaran buruk kepada anak-anak tentang sikap dan watak
pemarah itu, maka anakanak akan tumbuh menjadi orang yang
lemah lembut, mempunyai keseimbangan intelektual dan dapat
menguasai hawa nafsunya. Bahkan mereka akan memberikan
gambaran yang benar tentang akhlak muslim dan perilakunya
yang baik dalam kehidupan (Abdullah Nashih Ulwan, 1999: 351-
354).
86
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemikiran DR.
Abdullah Nashih Ulwan tentang mengembangkan kepribadian anak terdiri
dari tiga tanggung jawab pendidikan yaitu: tanggung jawab pendidikan
jasmani atau fisik, tanggung jawab pendidikan intelektual atau rasio, dan
tanggung jawab pendidikan kejiwaan atau rohani. Dari ketiga tanggung
jawab pendidikan tersebut saling berkaitan erat dalam proses
pengembangan kepribadian anak secara integral dan sempurna, agar
menjadi manusia yang konsisten dan siap melaksanakan kewajiban, risalah
dan tanggung jawab.
B. Konsep Pendidikan Kepribadian Dalam Perspektif Abdullah Nashih
Ulwan
Dr. Abdullah Nashih Ulwan menjelaskan pengembangan kepribadian
anak yaitu berbagai tanggung jawab yang dipikulkan Islam di atas pundak
para pendidik termasuk ayah, ibu, para pengajar atau guru dan masyarakat
adalah pendidikan fisik atau jasmani, hal ini dimaksudkan agar anak-anak
tumbuh dewasa dengan kondisi fisik yang kuat, sehat, bergairah, dan
bersemangat. Tanggung jawab pendidikan rasio atau akal yaitu membentuk
(pola) pikir anak dengan segala sesuatu yang bermanfaat, seperti ilmu-ilmu
agama, berkebudayaan dan peradaban. Tanggung jawab pendidikan kejiwaan
atau rohani bagi anak dimaksudkan untuk mendidik anak semenjak mulai
mengerti supaya bersikap berani terbuka, mandiri suka menolong, bisa
mengendalikan amarah dan senang kepada seluruh bentuk keutamaan jiwa dan
87
moral secara mutlak. Ketiga tanggung jawab ini saling berkaitan erat dalam
proses pembentukan dan pengembangan kepribadian anak secara integral dan
sempurna, agar menjadi manusia yang konsisten dan melaksanakan
kewajiban, risalah dan tanggung jawab (Abdullah Nashih Ulwan, 1999: 363).
Nashih Ulwan menjadikan keluarga adalah komponen utama dalam
pembentukan kepribadian suatu individu karena kepada keluarga anak akan
kembali, faktor keluarga merupakan faktor terpenting dalam perspektif Nashih
Ulwan.
Sarana untuk membentuk keluarga dalam Islam harus melalui ikatan
pernikahan. Dengan melangsungkan pernikahan, maka pasangan suami istri
akan memperoleh manfaat dari pernikahan tersebut. Salah satu manfaatnya
adalah memelihara kelangsungan jenis manusia di dunia yang fana ini.
Kelahiran anak merupakan amanat dari Allah SWT kepada bapak dan ibu
sebagai pemegang amanat yang harusnya dijaga, dirawat, dan diberikan
kesempatan pendidikan seluas-luasnya. Itu semua merupakan bagian dari
tanggung jawab orang tua kepada anaknya.
Anak dilahirkan tidak dalam keadan lengkap dan tidak pula dalam
keadaan kosong. Ia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Memang ia dilahirkan
dalam keadaan tidak tahu apa-apa, akan tetapi anak telah dibekali dengan
pendengaran, penglihatan dan kata hati (Ali Quthb, 1993:11). Dengan
diberikannya penglihatan, pendengaran, dan kata hati tersebut, diharapkan
orang tua harus mampu membimbing, mengarahkan, dan mendidiknya dengan
ekstra hati-hati karena anak sebagai peniru yang ulung. Oleh karena itu,
88
semaksimal mungkin orang tua memberikan pelayanan terhadap anaknya.
Pelayanan yang maksimal akan menghasilkan suatu harapan bagi bapak
ibunya, tiada lain suatu kebahagiaan hasil jerih payahnya. Sebab anak adalah
sumber kebahagiaan, kesenangan, dan sebagai harapan dimasa yang akan
datang (al-Hasyimi, 2000:250-251). Harapan-harapan orang tua akan
terwujud, tatkala mereka mempersiapkan sedini mungkin pendidikan yang
baik sebagai sarana pertumbuhan dan perkembangan bagi anak.
Memang diakui bahwa mengemudikan bahtera rumah tangga yang
baik, yang sakinah, dan yang maslahah merupakan tugas kewajiban yang
sangat rumit, tidak kalah rumitnya dengan mengelola sebuah pabrik, dan tidak
kalah canggihnya dengan mengemudikan pesawat terbang karena orang tua
harus siap untuk memperpadukan sekian banyak unsur dan dimensi mulai dari
dimensi sikap mental, ilmu pengetahuan, ketrampilan dan lain sebagainya.
Sebagai kewajiban dari orang tua, dalam hal ini adalah pemegang amanat,
maka barang siapa yang mampu menjaga amanat tersebut akan diberi pahala,
dan sebaliknya. Hal ini sesuai dengan janji Allah SWT dalam firmanya,
QS.al-Kahfi (18) : 46.
ا ي ذ اج اى ي ح ح اى ي ص ث اى اه ذ اى ش ع ي اخ خ ح اى اخ اىظه ي اق ث اى ل ث ت ال س ش أ ي خ ا ات
Artinya : “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia,
tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik
pahala disisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi
harapan”. (QS. Al-Kahfi : 46).
89
Dalam mendidik anak, tentunya harus ada kesepakatan antara bapak
ibu sebagai orang tua, akan dibawa kepada pendidikan yang otoriter atau
pendidikan yang demokratis atau bahkan yang liberal, sebab mereka penentu
pelaksana dalam keluarga. Dalam kehidupan masyarakat terkecil, yaitu
keluarga, suami secara fungsional adalah penanggung jawab utama rumah
tangga (keluarga) sedangkan istri adalah mitra setia yang aktif konstruktif
mengelola rumah tangga. Operasionalisasi kehidupan berkeluarga sebaiknya
dilakukan berdasarkan amar makruf nahi munkar.
Salah satu wujud amar makruf nahi munkar dalam kehidupan
berkeluarga adalah memberikan pendidikan kepada putra putrinya
berdasarkan ajaran Islam. Antara keluarga satu dengan keluarga lainnya
mempunyai prinsip dan sistem sendiri-sendiri dalam mendidik anaknya.
Namun orang tua jangan terbuai atau melupakan terhadap ajaran-ajaran Islam,
terutama dalam hal pendidikan anak sebagaimana yang telah dicontohkan
Rasul saw. sebagai pembawa panji-panji Islam, Rasul SAW tidak pernah
mendidik putra-putrinya dengan pendidikan keras dan tidak dengan
membebaskan anak-anaknya, tetapi beliau dalam mendidik keluarganya
terutama kepada anak-anaknya adalah dengan limpahan kasih sayang yang
amat besar (Mushoffa dan Musbikin, 2001:v).
Seorang muslim sepatutunya mencontoh teladan yang telah diberikan
Rasul SAW, dalam memuliakan putra putrinya. Beliau dalam mendidik anak-
anaknya melalui ajaran wahyu Ilahi yaitu dengan penuh kasih sayang terhadap
anak-anaknya. Dengan pemberian kasih sayang tersebut, diharapkan dapat
90
menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebab anak merupakan
aset masa depan. Sebagai orang tua dapat meneladani ajaran-ajaran Rasul
SAW tersebut, melalui para pemikir dan pemerhati pendidikan (anak) dalam
Islam. Salah satu pemerhati pendidikan (anak) dalam Islam yang memberikan
gambaran yang benar sesuai dengan ajaran Islam adalah Ulwan. Ia
memberikan pandangannya dalam mendidik anak dalam keluarga melalui
metode-metode yang harus diterapkan dalam pendidikan anak termasuk dalam
hal pendidikan moral. Apabila metode-metode tersebut diterapkan, niscaya
apa yang menjadi harapan bersama sebagai muslimin yaitu tumbuhnya para
generasi Islam yang tangguh dan sebagai penebar kebenaran, dapat
direalisasikan.
Untuk mmemperoleh hasil yang baik dalam pelaksanaan pendidikan
(moral) maka harus memenuhi beberapa faktor-faktornya. Salah satu
faktornya adalah metode. Metode merupakan sarana untuk menyampaikan isi
atau materi pendidikan tersebut, agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai
dengan hasil yang baik.
Diantara metode pendidikan moral anak dalam keluarga yang
ditawarkan oleh Abdullah Nashih Ulwan adalah: (Kamalie dan Ali, t,th:2)
1. Pendidikan dengan keteladanan
Menurut al-Ghazali anak adalah amanat bagi orang tuanya.
Hatinya yang suci merupakan permata tak ternilai harganya, masih murni
dan belum terbentuk (al-Barik, 1998:247). Orang tuanya merupakan
arsitek atau pengukir kepribadian anaknya. Sebelum mendidik orang lain,
91
sebaiknya orang tua harus mendidik pada dirinya terlebih dahulu. Sebab
anak merupakan peniru ulung. Segala informasi yang masuk pada diri
anak, baik melalui penglihatan dan pendengaran dari orang di sekitarnya,
termasuk orang tua akan membentuk karakter anak tersebut. Apalagi anak
yang berumur sekitar 3-6 tahun, ia senantiasa melakukan imitasi terhadap
orang yang ia kagumi (ayah dan ibunya). Rasa imitasi dari anak yang
begitu besar, sebaiknya membuat orang tua harus ekstra hati-hati dalam
bertingkah laku, apalagi didepan anak-anaknya. Sekali orang tua ketahuan
berbuat salah dihadapan anak, jangan berharap anak akan menurut apa
yang diperintahkan. Oleh karena itu sudah sepantasnya bagi orang tua
pemegang amanat, untuk memberikan teladan yang baik kepada putra
putrinya dalam kehidupan berkeluarga. Keluarga merupakan sekolah
pertama bagi anak. Orang tua terutama ibu merupakan pendidik pertama
dan utama bagi anak dalam membentuk pribadinya.
Ibu mempengaruhi anak melalui sifatnya yang menghangatkan,
menumbuhkan rasa diterima, dan menanamkan rasa aman pada diri anak.
Sedangkan ayah mempengaruhi anaknya melalui sifatnya yang
mengembangkan kepribadian, menanamkan disiplin, memberikan arah
dan dorongan serta bimbingan agar anak tambah berani dalam menghadapi
kehidupan ( „Isawi, 1994:35).
Teladan yang baik dari orang tua kepada anak (sekitar umur 6
tahun) akan berpengaruh besar kepada perkembangan anak di masa
mendatang. Sebab kebaikan di waktu kanak-kanak awal menjadi dasar
92
untuk pengembangan di masa dewasa kelak. Untuk itu lingkungan
keluarga harus sebanyak mungkin memberikan keteladanan bagi anak.
Dengan keteladanan akan memudahkan anak untuk menirunya. Sebab
keteladanan lebih cepat mempengaruhi tingkah laku anak. Apa yang
dilihatnya akan ia tirukan dan lama kelamaan akan menjadi tradisi bagi
anak. Hal ini sesuai firman Allah SWT )QS. al-Ahzab :21):
ش خ ال ي اى للاه ج ش ي ا م ح ى غ ج ح ع أ ه للاه ع في س ن ى ا ذ م ق ى
ا يش ث م ش للاه م ر
Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Dalam hal keteladanan ini, lebih jauh Abdullah Nashih Ulwan
menafsirkan dalam beberapa bentuk, yaitu :
a. Keteladanan dalam ibadah.
b. Keteladanan bermurah hati.
c. Keteladanan kerendahan hati.
d. Keteladanan kesantunan.
e. Keteladanan keberanian.
f. Keteladanan memegang akidah
Karena obyeknya anak (kanak-kanak) tentunya bagi orang tua
dalam memberikan teladan harus sesuai dengan perkembangannya
sehingga anak mudah mencerna apa yang disampaikan oleh bapak ibunya.
93
Sebagai contoh agar anak membiasakan diri dengan ucapan “salam”,
maka senantiasa orang tua harus memberikan ajaran tersebut setiap hari
yaitu hendak pergi dan pulang ke rumah (keteladanan kerendahan hati).
Yang penting bagi orang tua tampil dihadapan anak sesuai dengan ajaran-
ajaran Islam, niscaya semua itu akan ditirunya.
2. Pendidikan dengan adat kebiasaan
Setiap manusia yang dilahirkan membawa potensi, salah satunya
berupa potensi beragama. Potensi beragama ini dapat terbentuk pada diri
anak (manusia) melalui 2 faktor, yaitu faktor pendidikan Islam yang utama
dan faktor pendidikan lingkungan yang baik. Faktor pendidikan Islam
yang bertanggung jawab penuh adalah bapak ibunya. Ia merupakan
pembentuk karakter anak. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul SAW yang
diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Hurairah (Muslim, Sahih Muslim,
t.th:2047).
ع أت شيشج سضي للا ع قاه: قاه سعه للا طي للا عيي عي
دا يظشا يجغـا ا ىد إال يىذ عي اىفطشج فأتا ي
)سا غــي(
Artinya: “Dari Abi hurairah ra. telah bersabda Rasulullah SAW. tidak
ada anak yang dilahirkan, kecuali dalam keadaan fitrah. Maka
kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya sebagai
orang yahudi, nasrani, atau majusi”. (HR. Muslim)
94
Setelah anak diberikan masalah pengajaran agama sebagai sarana
teoritis dari orang tuanya, maka faktor lingkungan harus menunjang
terhadap pengajaran tersebut, yakni orang tua senantiasa memberikan
aplikasi pembiasaan ajaran agama dalam lingkungan keluarganya. Sebab
pembiasaan merupakan upaya praktis dan pembentukan (pembinaan) dan
persiapan.
Pada umur kanak-kanak kecenderungannya adalah meniru apa
yang dilakukan oleh orang-orang disekitarnya, baik saudara famili
terdekatnya ataupun bapak ibunya. Oleh karena itu patut menjadi
perhatian semua pihak, terutama orang tuanya selaku figur yang terbaik di
mata anaknya. Jika orang tua menginginkan putra putrinya tumbuh dengan
menyandang kebiasaan-kebiasaan yang baik dan akhlak terpuji serta
kepribadian yang sesuai ajaran Islam, maka orang tua harus mendidiknya
sedini mungkin dengan moral yang baik. Karena tiada yang lebih utama
dari pemberian orang tua kecuali budi pekerti yang baik. Hal ini sesuai
dengan sabda Rasul SAW yang diriwayatkan al-Tirmidzi dari Ayyub bin
Musa (at-Tirmidzi, t.th:298).
سعه للا طي للا عيي حذثا أيب ات ع ع أت ع جذ أ
ىذا حو أفضو أدب حغ )سا عي قاه: ا حو اىذ
اىرشز(
Artinya: “Diceritakan dari Ayyub bin Musa dari ayahnya dari kakeknya,
bahwa Rasulullah saw bersabda: Tidak ada pemberian yang
95
lebih utama dari seorang ayah kepada anaknya kecuali budi
pekerti yang baik”. (H.R At-Tirmidzi)
Apabila anak dalam lahan yang baik (keluarganya) memperoleh
bimbingan, arahan, dan adanya saling menyayangi antar anggota keluarga,
niscaya lambat laun anak akan terpengaruh informasi yang ia lihat dan ia
dengar dari semua perilaku orang– orang disekitarnya. Dan pengawasan
dari orang tua sangat diperlukan sebagai kontrol atas kekeliruan dari
perilaku anak yang tak sesuai dengan ajaran Islam.
3. Pendidikan dengan Nasihat
Pemberi nasihat seharusnya orang yang berwibawa di mata anak.
Dan pemberi nasihat dalam keluarga tentunya orang tuanya sendiri selaku
pendidik bagi anak. Anak akan mendengarkan nasihat tersebut, apabila
pemberi nasihat juga bisa memberi keteladanan. Sebab nasihat saja tidak
cukup bila tidak diikuti dengan keteladanan yang baik.
Anak tidak akan melaksanakan nasihat tersebut apabila
didapatinya pemberi nasihat tersebut juga tidak melaksanakannya. Anak
tidak butuh segi teoritis saja, tapi segi praktislah yang akan mampu
memberikan pengaruh bagi diri anak.
Nasihat yang berpengaruh, membuka jalannya ke dalam jiwa
secara langsung melalui perasaan. Setiap manusia (anak) selalu
membutuhkan nasihat, sebab dalam jiwa terdapat pembawaan itu biasanya
tidak tetap, dan oleh karena itu kata–kata atau nasihat harus diulang–
ulang. Nasihat akan berhasil atau mempengaruhi jiwa anak, tatkala
96
orangtua mampu memberikan keadaan yang baik. Hal ini sesuai dengan
firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah (2:44):
اب ر ن اى ي ر ذ ر أ ن غ ف أ غ ذ ش ث اى اط ت ه اى ش أ ذ ال أ ف أ
ي ق ع ذ
Artinya: “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kabaktian,
sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu
membaca al-Kitab (Taurat) ? maka tidakkah kamu berpikir?
Agar harapan orang tua terpenuhi yakni anak mengikuti apa-apa
yang telah diperintahkan dan yang telah diajarkannya, tentunya disamping
memberikan nasihat yang baik juga ditunjang dengan teladan yang baik
pula. Karena pembawaan anak mudah terpengaruh oleh kata-kata yang
didengarnya dan juga tingkah aku yang sering dilihatnya dalam kehidupan
sehari-hari dari pagi hari sampai sore hari. Nasihat juga harus diberikan
sesering mungkin kepada anak–anak masa sekolah dasar, sebab anak
sudah bersosial dengan teman sebayanya. Agar apa–apa yang telah
diberikan dalam keluarganya tidak mudah luntur atau tepengaruh dengan
lingkungan barunya.
Menurut Ulwan, dalam Penyajian atau memberikan nasihat itu ada
pembagiannya, yaitu:
a. Menyeru untuk memberikan kepuasan dengan kelembutan atau
penolakan. Sebagai contohnya adalah seruan Lukman kepada anak–
anaknya, agar tidak mempersekutukan Allah SWT. Q.S. Lukman
(31:13):
97
الله ك ت ش ش يه ال ذ ا ت ي ظ ع ي ت ال ا ق اه ى ر ق إ ك ش ه اىش إ
ع ي ظ ى ي ظ
Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di
waktu ia memberi pelajaran kepadanya : “Hai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar–benar kezaliman
yang besar.”
b. Metode cerita dengan disertai tamsil ibarat dan nasihat
Metode ini mempunyai pengaruh terhadap jiwa dan akal.
Biasanya anak itu menyenangi tentang cerita-cerita. Untuk itu orang
tua sebisa mungkin untuk memberikan masalah cerita yang berkaitan
dengan keteladanan yang baik yang dapat menyentuh perasaannya.
Sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-A`raf (7:176):
ش نه ف ر ي ه ي ع ظض ى ق اقظض اى ف
Artinya: “… Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar
mereka berpikir”.
c. Pengarahan melalui wasiat
Orang tua yang bertanggung jawab tentunya akan berusaha
menjaga amanat-Nya dengan memberikan yang terbaik buat anak demi
masa depannya dan demi keselamatannya.
4. Pendidikan dengan Perhatian
Sebagai orangtua berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan anaknya, baik kebutuhan jasmani ataupun kebutuhan yang
98
berbentuk rohani. Diantara kebutuhan anak yang bersifat rohani adalah
anak ingin diperhatikan dalam perkembangan dan pertumbuhannya.
Pendidikan dengan perhatian adalah mencurahkan, memperhatikan
dan senantiasa mengikuti perkembangan anak dalam pembinaan akidah
dan moral, persiapan spiritual dan sosial, disamping selalu bertanya
tentang situasi pendidikan jasmani dan daya hasil ilmiahnya.
Orang tua yang bijaksana tentunya mengetahui perkembangan-
perkembangan anaknya. Dan ibu adalah pembentuk pribadi putra putrinya
lebih besar prosentasenya dibanding seorang ayah. Tiap hari waktu Ibu
banyak bersama dengan anak, sehingga wajar bila kecenderungan anak
lebih dekat dengan para ibunya. Untuk itu ibu diharapkan mampu
berkiprah dalam mempersiapkan pertumbuhan dan perkembangan putra-
putrinya.
Orang tua yang baik senantiasa akan mengoreksi perilaku anaknya
yang tidak baik dengan perasaan kasih sayangnya, sesuai dengan
perkembangan usia anaknya. Sebab pengasuhan yang baik akan
menanamkan rasa optimisme, kepercayaan, dan harapan anak dalam
hidupnya. Dalam memberi perhatian ini, hendaknya orang tua bersikap
selayak mungkin, tidak terlalu berlebihan dan juga tidak terlalu kurang.
Namun perhatian orang tua disesuaikan dengan perkembangan dan
pertumbuhan anak.
Apabila orang tua mampu bersikap penuh kasih sayang dengan
memberikan perhatian yang cukup, niscaya anak-anak akan menerima
pendidikan dari orang tuanya dengan penuh perhatian juga. Namun
pangkal dari seluruh perhatian yang utama adalah perhatian dalam akidah.
99
5. Pendidikan dengan memberikan hukuman
Hukuman diberikan, apabila metode-metode yang lain sudah tidak
dapat merubah tingkah laku anak, atau dengan kata lain cara hukuman
merupakan jalan terakhir yang ditempuh oleh pendidik, apabila ada
perilaku anak yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Sebab hukuman
merupakan tindakan tegas untuk mengembalikan persoalan di tempat yang
benar. Hukuman sesungguhnya tidaklah mutlak diberikan. Karena ada
orang dengan teladan dan nasehat saja sudah cukup, tidak memerlukan
hukuman. Tetapi pribadi manusia tidak sama seluruhnya. Sebenarnya tidak
ada pendidik yang tidak sayang kepada siswanya. Demikian juga tidak ada
orang tua yang merasa senang melihat penderitaan anaknya. Dengan
memberikan hukuman, orang tua sebenarnya merasa kasihan terhadap
anaknya yang tidak mau melaksanakan ajaran Islam. Karena salah satu
fungsi dari hukuman adalah mendidik. Sebelum anak mengerti peraturan,
ia dapat belajar bahwa tindakan tertentu benar apabila tidak menerima
hukuman dan tindakan lainnya salah apabila mendapatkan suatu hukuman.
Dalam memberikan hukuman ini diharapkan orang tua melihat
ruang waktu dan tempatnya. Diantara metode memberikan hukuman
kepada anak adalah
a. Menghukum anak dengan lemah lembut dan kasih sayang.
b. Menjaga tabiat anak agar tidak salah.
c. Hukuman diberikan sebagai upaya perbaikan terhadap diri anak,
dengan tahapan yang paling akhir dari metode-metode yang lain.
100
Memberi hukuman pada anak, seharusnya para orang tua sebisa mungkin
menahan emosi untuk tidak memberi hukuman berbentuk badaniah. Kalau
hukuman yang berbentuk psikologis sudah mampu merubah sikap anak,
tentunya tidak dibutuhkan lagi hukuman yang menyakitkan anak tersebut.
Menurut Nashih Ulwan, hukuman bentuknya ada dua, yakni hukuman
psikologis dan hukuman biologis.
a. Bentuk hukuman yang bersifat psikologis, sebagai berikut:
1) Menunjukkan kesalahan dengan pengarahan.
2) Menunjukkan kesalahan dengan memberikan isyarat.
3) Menunjukkan kesalahan dengan kecaman.
b. Hukuman bentuk psikologis ini diberikan kepada anak dibawah umur
10 tahun. Apabila hukuman psikologis tidak mampu merubah perilaku
anak, maka hukuman biologislah yang dijatuhkan tatkala anak sampai
umur 10 tahun tidak ada perubahan pada sikapnya. Hal ini dilakukan
supaya anak jera dan tidak meneruskan perilakunya yang buruk.
Sesuai sabda Rasul SAW yang diriwayatkan Abu Daud dari Mukmal
bin Hisyam (Abi Daud, t.th.:133).
حذثا أو ت شا قاه: قاه سعه للا طي للا عيي عي شا
أالدم تاىظالج أتـاء عثع عــي اضشت عييا أتاء
-)سا ات داد(–عشش فشقا تـيـ ف اىـضاجع
Artinya: “Suruhlah anak kalian mengerjakan shalat, sedang mereka
berumur tujuh tahun, dan pukulilah mereka itu karena
shalat ini, sedang mereka berumut sepuluh tahun, dan
pisahkanlah tempat tidu mereka”. (HR. Abu Daud)
101
Menurut penulis kepribadian erat kaitannya dengan sifat-sifat dan
akhlak yang semua orang. Semisal guru dalam melaksanakan tugasnya
disarankan memiliki akhlak yang baik, ini disebabkan anak didik itu akan
selalu melihat kepadanya sebagai contoh yang harus selalu diikuti.
Kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak (maknawi), sukar diketahui
secara nyata. Yang dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam
segala segi dan aspek kehidupan. Misalnya dalam tindakannya, ucapan,
caranya bergaul, berpakaian dan dalam menghadapi berbagai persoalan atau
masalah, baik yang ringan maupun yang berat.
Kepribadian merupakan suatu istilah yang lazim dipergunakan dalam
ilmu psikologi guna menelaah sifat, sikap, kebiasaan atau perilaku yang
mencerminkan dan memberikan gambaran tentang jati diri orang tersebut
(Hakim, Vol. 2, No. 1, Mei 2012). Kepribadian sendiri ialah kumpulan sifat-
sifat yang huwiyyah, aniyyah, dzatiyyah, nafsiyyah, khuluqiyyah, dan
syahsiyyah (Mujib, 2006: 18-19) yang biasa membedakan seseorang dengan
orang lain. Dengan mengetahui kepribadian diri sendiri, individu telah
mengetahui ranah apa yang menjadi kekuatan dan kelemahan dari dirinya.
Selain itu, kepribadian seseorang berpengaruh besar dalam setiap profesi yang
digeluti oleh setiap orang. Setiap profesi dituntut dan harus memiliki
kepribadian yang merepresentasikan keprofesiannya, dengan hadirnya
kepribadian yang unggul (seharusnya), maka berimplikasi besar pada
pihakpihak yang dilibatkan dan berkorelasi dengan profesi tersebut.
102
C. Relevansi Metode Pendidikan Kepribadian Abdullah Nashih Ulwan
Pendidikan kepribadian menurut Dr. Abdullah Nashih Ulwan yaitu
adanya keterkaitan secara integral dan sempurna antara tanggung jawab
pendidikan jasmani atau fisik, tanggung jawab pendidikan intelektual atau
rasio, dan tanggung jawab pendidikan rohani atau kejiwaan. Pada dasarnya
pendidikan kepribadian yaitu suatu proses perubahan bertahap ke arah yang
lebih tinggi yang menyediakan suatu totalitas sifat, tingkah laku yang khas,
baik dari segi fisik maupun psikis anak.
Pendidikan kepribadian ke arah jiwa bukanlah tanpa usaha yang keras
dan tidak mengandalkan dirinya sendiri tapi dengan perjuangan dirinya
sendiri. Jadi pendidikan kepribadian yang meliputi tingkah laku yang khas
baik dari segi fisik atau psikis dapat menjadikan kepribadian anak menjadi
berkembang sesuai dengan perkembangan kodrat manusia yang lebih tinggi
sebagai makhluk psikospiritual.
Dalam pendidikan kepribadian anamencakup kualitas fisik, maka Dr.
Abdullah Nashih Ulwan dengan mengetengahkan konsep yang ditawarkan
oleh Islam lewat al-Qur‟an dan al-Hadits bahwa para pendidik (orang tua,
guru dan masyarakat) untuk senantiasa memperhatikan kondisi fisik anak
sejak dini mungkin bahkan perlu diusahakan sejak mulai menempuh hidup
keluarga. Para orang tua wajib menjaga kondisi tubuh anak terutama kondisi
kesehatan para ibu yang sedang hamil agar janin yang dikandung juga sehat.
Begitu juga setelah anak lahir dijaga kesehatannya dengan cara memberi
makan yang teratur dan bergizi (Abdullah Nashih Ulwan, 1999: 358).
103
Terbentuknya kepribadian banyak dipengaruhi factor-faktor yang telah
dipaparkan sebelumnya, dengan melihat dari paparan tersebut dapat
disimpulkan bahwa metode pendidikan kepribadian Abdullah Nashih Ulwan
tetap relevan untuk digunakan pada masa kini. Sebab, kelebihan dari metode
Abdullah Nashih Ulwan dalan pendidikan kepribadian yaitu selalu bersifat
relevan.
Alasan relevansi dari metode tersebut karena satiap individu memiliki
keluarga, masyarakat dan lingkungan. Maka, metode ini dapat diterapkan
dimana individu berada.
Konsep Dr. Abdullah Nashih Ulwan menjadi rujukan yang realistis
sebagai bukti yang komprehensif. Jika para pendidik (orang tua, guru, dan
masyarakat) menginginkan anakanaknya menjadi manusia yang mempunyai
kepribadian yang kuat untuk bisa dikembangkan sesuai dengan perkembangan
zaman, maka hendaklah mereka memberikan bekal yang cukup, memberikan
ilmu yang bermanfaat dan mengembangkan kepribadian sesuai dengan
pertumbuhan badan yang sehat, kuat dan prima.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode pendidikan
kepribadian menurut Abdullah Nashih Ulwan selalu relevan untuk digunakan
karena dapat diterapkan dalam keluarga, masyarakat, maupun lingkungan
yang mana menjadi komponen penting dalam kehidupan manusia..
104
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepribadian adalah ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari
diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari
lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan seseorang
sejak lahir. Ciri-ciri Kepribadian yang teguh yaitu memelihara lidah dari
menggunjing orang lain, menjauhi buruk sangka, menjauhkan diri dari
memperolok-olokkan orang lain, menahan pandangan dari hal-hal yang
diharamkan, kejujuran lidah, menafkahkan harta pada jalan Allah, jangan
boros, janganlah ingin diunggul-unggulkan maupun dibesarkan dirinya,
memelihara shalat lima waktu, teguh hati dalam menganut aswaja.
Metode meraih pribadi yang baik yaitu Pentingkan pendidikan rohani,
Hitung diri dan awasi perbuatan anda, lakukan introspeksi, terimalah kritikan
orang lain, jangan merasa puas dengan diri anda. Menurut Imam Ali as Faktor
pembentuk kepribadian ada tiga yaitu Jadilah manusia paling baik di sisi
Allah, Jadilah manusia paling buruk dalam pandanganmu, Jadilah manusia
biasa di hadapan orang lain. Manusia yang tidak mempunyai pendirian
diibaratkan seonggok buih di tengah lautan, yang akan bergerak searah
gerakan angin yang menghempasnya. Sifat inilah yang menyebabkan
kehancuran umat Islam.
Konsep pendidikan kepribadian menurut Abdullah Nashih Ulwan,
berupa: metode pendidikan kepribadian dalam keluarga, pendidikan dengan
adat kebiasaan, pendidikan dengan nasihat, pendidikan dengan perhatian dan
pendidikan dengan memberikan hukuman
105
B. Saran
1. Bagi Pendidik atau Orang Tua
Untuk orang tua ataupun guru harus mulai menyadari dan
memahami bahwa pendidikan adalah salah satu faktor lingkungan yang
paling penting dalam proses pembentukan kepribadian anak. Sehingga
sebaiknya pendidikan berusaha memberikan lingkungan yang sebaik
mungkin supaya seluruh pembawaan (potensi) dapat di beri kemungkinan
berkembang secara maksimal. Selain itu, bagi guru dan orang tua harus
memahami bahwa anak tidak boleh dianggap sebagai makhluk yang pasif,
yang menerima apa saja pengaruh dari luar saja. Dalam pembentukan
kepribadian kita tidak hanya berusaha (ikhtiar), tapi kita hendaknya harus
berdoa kepada Allah SWT, sebab semua usaha (ikhtiar) manusia hasilnya
yang menentukannya adalah Allah SWT.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Agar dalam melakukan penelitian lanjutan tentang konsep
pendidikan kepribadian dalam perspektif Abdullah Nashih Ulwan,
sebaiknya peneliti yang akan datang mengungkap hal-hal lain yang lebih
komprehensif lagi. Dan skripsi ini dapat dijadikan bahan pertimbangan
dan pembanding untuk skripsi yang akan datang.
106
DAFTAR PUSTAKA
„Isawi, Abdurrahman. 1994. Anak dalam Keluarga (Jakarta : Studia Press,
Edisi II).
Abi Daud. t.th. Sunan Abi Daud (Indonesia : Maktabah Dahlan, Juz I).
al-Barik, Haya Binti Mubarok. 1998. Mausu’ah al-Mar’atul Muslimah,
terj. Amir Hamzah Fachrudin, “Ensiklopedi Wanita Muslimah”
(Jakarta : Darul Falah, Cet. IV).
al-Hasyimi, Muhammad Ali. 2000. The Ideal Muslimah the True Islamic
Personality of The Muslim Woman as Defined in The Qur’an and
sunnah, Terj. Fungky Kusnaedi Timur, “Muslimah Ideal pribadi
Islami dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah” (Yogyakarta : Mitra Pustaka,
Cetakan I).
al-Jamali, Muhammad Fadhil. 1995. Filsafat Pendidikan dalam Al-Qur’an
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar)
Ali, Lukman. 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai
Pustaka).
Ali, M. 1987. Penelitian Kependidikan: prosedur dan strategi. (Bandung:
Aksara).
Ali, Zainudin. 2008. Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara).
Al-Musawi, Khalil. 2002. Bagaimana Mengembangkan Kepribadian Anda
(Jakarta: Lentera).
Al-Rasyidin dan Samsul Nizar. 2005. Edisi Revisi Pendekatan Historis,
Teoris dan Praktis Filsafat Pendidikan Islam (Ciputat: PT Ciputat
Press).
Arief, Armai. 2000. Pengantar ilmu dan metodologi Pendidikan Islam
(Jakarta: Ciputat Press)
Arikunto, Suharsimi Arikunto. 1995. Managemen Penelitian (Jakarta:
Rineka Cipta).
Barnadib, Imam Sutari. 1993. Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis
(Yogyakarta: Andi Offset)
Daes, Ahmad. 1989. Konsep Kepribadian Dalam Al-Quran dan Hadits
(Jakarta: t.p.).
107
Depag. RI. 1989. Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang : Toha Putra).
Dipl, Moh. Zuhri, TAFL dkk. 1992. Tarjamah Sunan At-Tirmidzi
(Semarang: Asy-Syifa‟).
Daradjat, Zakiah. 1987. Dasar-dasar Agama Islam: Buku Teks Pendidikan
Agama Islam pada Pergiruan Tinggi Umum (Jakarta: Bulan Bintang)
Djarajad, Zakiah. 2008. Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara).
Hakim, Lucky Maulana. “The Great Teacher: Membedah Aspek-Aspek
Kepribadian Guru Ideal dan Pembentukan Perilaku Siswa dalam
Novel “Pertemuan Dua Hati” Karya NH Dini, Jurnal Pendidikan
Dompet Dhuafa, Vol. 2, No. 1, Mei 2012
Ibnu Rusn, Abidin. 2009. Pemikiran Al Ghazali Tentang Pendidikan
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar).
Ihsan, Hamdani dan Fuad Ihsan. 2001. Filsafat Pendidikan Islam,
(Bandung: Pustaka Setia)
Imam Muslim, Sahih Muslim, juz IV, Lebanon : Dar al-Kutbi al-Ilmiah,
t.th.
Jalaludin dan Abdulllah. 2012. Filsafat Pendidikan (Jogjakarta: Ar Ruzz
Media).
Koentjaraningrat. 1989. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia
(Yogyakarta: Dian Rakyat)
Koentjaningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Rinerka
Cipta).
Marimba, Ahmad. D. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam
(Bandung: Al-Ma‟arif).
Muchtar, Heri Jauhari. 2005. Fiqih Pendidikan (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya).
Mujib, Abdul. 2006. Kepribadian Dalam Psikologi Islam (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada).
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakir. 2004. Nuansa-nuansa Psikologi Islam
(Jakarta: Raja Grafindo Persada)
Munarji. 2004. Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: PT Bina Ilmu).
Mushoffa, Aziz dan Imam Musbikin. 2001. Sepasang Burung dan Nabi
Sulaiman (Yogyakarta: Mitra Pustaka, Cetakan I).
108
Mustofa, Ahmad. 1991. Mizah Al-Hikmah (Malang: Sentosa).
Patoni, Achmad. 2004. Metodologi Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT
Bina Ilmu).
Poewadaminta, WJS. 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka).
Purwanto, Ngalim. 1990. Psikologi Pendidikan (Jakarta: Remaja
Rosdakarya)
Purwanto, Heri. 1998. Pengantar Perilaku Manusia (Jakarta: EGC)
Qomar, Mujamil. 2003. Meniti Jalan Pendidikan Islam (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar)
Quthb, Muhammad „Ali. 1993. Auladuna fi-Dlaw-it Tarbiyyatil Islamiyah,
Terj. Bahrun Abu Bakar Ihsan, “Sang Anak dalam Naungan
Pendidikan Islam” (Bandung : Diponegoro) Cetakan II.
Ramayulis. 2008. Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia)
Roqib Moh. dan Nurfuadi. 2009. Kepribadian Guru (Purwokerto: STAIN
Purwokerto Press).
Roqib, Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Lkis).
Sitanggal, Anshory Umar. 1991. Terjemah Durratun Nashihin (Semarang:
CV Asy Syifa‟).
Siwoyo, Dwi. 2008. Ilmu Pendidikan (Yogyakarta: UNY Press).
Sobur, Alex. 2011. Psikologi Umum (Badung: Pustaka Setia).
Sujanto, Agus. 2006. Psikologi Kepribadian (Semarang: Bumi Akasara).
Sunan at-Tirmidzi, al-Jami’us Sahih, Lebanon : Dar al-Kutbi, Juz IV, t.th.
Soekanto, Soerjono. 2001. Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja
Grafindo Persada)
Tafsir, Ahmad. 2013. Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: Rosda Karya).
Tirmidzi. 2005. Sunan Tirmidzi (Kairo: Daarul Hadits).
Uhbiyah, Nur. 1999. Ilmu Pendidikan Islam II (Bandung: CV Pustaka
Setia).
___________. 2005. Ilmu Pendidikan Islam 1 (Bandung: Pustaka Setia).
109
Ulwan, Abdullah Nashih. 1992. Tarbiyatul Aulad fil-Islam, Terj.
Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim, “Pemeliharaan Kesehatan Jiwa
Anak” (Bandung : Remaja Rosdakarya).
____________________. 1999. Tarbiyatul Aulad fil-Islam Juz. I, terj. Drs.
Jamaluddin Miri, Lc (Jakarta : Pustaka Amani)
_____________________. t.th. Tarbiyatul Aulad fil-Islam, terj. Saifullah
Kamalie dan Hery Noer Ali, “Pedoman Pendidikan anak dalam
Islam”, Semarang : Asy-Syifa‟, Jilid II.
Yusuf LN, Syamsu dan Juntika Nurihsan. 2011. Teori Kepribadian
(Jakarta : Rosdakarya).
Yusuf, Syamsu. 2009. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja
(Bandung: Remaja Rosdakarya)
Zubaedi. 2012. Filsafat Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar).
110
RIWAYAT HIDUP
Nama : Nur Farida Luthfiyati
Tempat tgl lahir : Semarang, 02 Februari 1992
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Sumur Jurang RT 3 RW III, Sumur Rejo,
Gunungpati, Semarang
Riwayat Pendidikan:
1. MI Sumurrejo lulus tahun 2001
2. SMP Al Islam Ungaran lulus tahun 2004
3. MAN I Surakarta lulus tahun 2007
Pengalaman Organisasi:
1. Anggota PMII Kota Salatiga
2. Pengurus DEMA STAIN Salatiga 2012
Salatiga, 15 September
2017
Penulis
Nur Farida Luthfiyati
1111 10 116