diare yang disebabkan oleh escherichia coli

23
DIARE YANG DISEBABKAN OLEH ESCHERICHIA COLI DIARE YANG DISEBABKAN OLEH ESCHERICHIA COLI ICD-9 008.0; ICD-10 A04.0-A04.4 Strain Escherichia coli penyebab diare terdiri dari enam kategori utama: 1) entero-hemorrhagic; 2) enterotoxigenic; 3) enteroinvasive; 4) enteropathogenic; 5) enteroaggregative; dan 6) diffuse adherent. Setiap kategori mempunyai patogenesis yang berbeda, perbedaan virulensi, dan terdiri dari serotype O:H yang terpisah. Juga terlihat adanya perbedaan gejala klinis dan gambaran epidemiologis. I. DIARE YANG DISEBABKAN OLEH STRAIN ENTEROHEMORAGIKA ICD-9 008.0; ICD-10 A04.3 (EHEC, E. coli penghasil toksin Shiga [STEC] E. coli O 157:H7, E. coli penghasil verotoksin) [VTEC] 1. Identifikasi Kategori E. coli penyebab diare ini dikenal pada tahun 1982 ketika terjadi suatu KLB colitis hemoragika di Amerika Serikat yang disebabkan oleh serotipe yang tidak lazim, E. coli O157:H7 yang sebelumnya tidak terbukti sebagai patogen enterik. Diare dapat bervariasi mulai dari yang ringan tanpa darah sampai dengan terlihat darah dengan jelas dalam tinja tetapi tidak mengandung lekosit. Yang paling ditakuti dari infeksi EHEC adalah sindroma uremia hemolitik (HUS) dan purpura trombotik trombositopenik (TTP). Kira-kira 2-7% dari diare karena EHEC berkembang lanjut menjadi HUS. EHEC mengeluarkan sitotoksin kuat yang disebut toksin Shiga 1 dan 2. Toksin Shiga 1 identik dengan toksin Shiga yang dikeluarkan oleh Shigella dysentriae 1; khususnya, HUS juga dikenal suatu komplikasi berat dari penyakit S. dysentriae 1. Sebelumnya toksin-toksin ini disebut verotoksin 1 dan 2 atau toksin I dan II mirip-Shiga. Keluarnya toksin-toksin ini tergantung pada adanya “phages” tertentu yang dibawa oleh bakteri. 161 Disamping itu strain EHEC mengandung plasmid yang ganas yang membantu menempelnya bakteri pada mukosa usus. Kebanyakan strain EHEC mempunyai pulau pathogen di dalam kromosomnya yang mengandung bermacam gen virulen dengan kode-kode protein tertentu penyebab terjadinya penempelan dan

Upload: desty-adjaahh-laahh

Post on 12-Aug-2015

65 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Diare Yang Disebabkan Oleh Escherichia Coli

DIARE YANG DISEBABKAN OLEH ESCHERICHIA COLI

DIARE YANG DISEBABKAN OLEH ESCHERICHIA COLI 

ICD-9 008.0; ICD-10 A04.0-A04.4 

Strain Escherichia coli penyebab diare terdiri dari enam kategori utama: 1) entero-hemorrhagic; 2)

enterotoxigenic; 3) enteroinvasive; 4) enteropathogenic; 5) enteroaggregative; dan 6) diffuse

adherent. Setiap kategori mempunyai patogenesis yang berbeda, perbedaan virulensi, dan terdiri dari

serotype O:H yang terpisah. Juga terlihat adanya perbedaan gejala klinis dan gambaran

epidemiologis. 

I. DIARE YANG DISEBABKAN OLEH STRAIN ENTEROHEMORAGIKA 

ICD-9 008.0; ICD-10 A04.3 

(EHEC, E. coli penghasil toksin Shiga [STEC] 

E. coli O 157:H7, E. coli penghasil verotoksin) [VTEC] 

1. Identifikasi 

Kategori E. coli penyebab diare ini dikenal pada tahun 1982 ketika terjadi suatu KLB colitis

hemoragika di Amerika Serikat yang disebabkan oleh serotipe yang tidak lazim, E. coli O157:H7 yang

sebelumnya tidak terbukti sebagai patogen enterik. Diare dapat bervariasi mulai dari yang ringan

tanpa darah sampai dengan terlihat darah dengan jelas dalam tinja tetapi tidak mengandung lekosit.

Yang paling ditakuti dari infeksi EHEC adalah sindroma uremia hemolitik (HUS) dan purpura

trombotik trombositopenik (TTP). Kira-kira 2-7% dari diare karena EHEC berkembang lanjut menjadi

HUS. EHEC mengeluarkan sitotoksin kuat yang disebut toksin Shiga 1 dan 2. Toksin Shiga 1 identik

dengan toksin Shiga yang dikeluarkan oleh Shigella dysentriae 1; khususnya, HUS juga dikenal suatu

komplikasi berat dari penyakit S. dysentriae 1. Sebelumnya toksin-toksin ini disebut verotoksin 1 dan

2 atau toksin I dan II mirip-Shiga. Keluarnya toksin-toksin ini tergantung pada adanya “phages”

tertentu yang dibawa oleh bakteri. 161 

Disamping itu strain EHEC mengandung plasmid yang ganas yang membantu menempelnya bakteri

pada mukosa usus. Kebanyakan strain EHEC mempunyai pulau pathogen di dalam kromosomnya

yang mengandung bermacam gen virulen dengan kode-kode protein tertentu penyebab terjadinya

penempelan dan penyembuhan luka pada mukosa usus. 

Di Amerika Utara strain dari serotipe EHEC yang paling umum adalah 0157:H7, dapat diidentifikasi

dari kultur tinja, terlihat dari ketidakmampuannya meragikan sarbitol dari media seperti MacConkey-

sorbitol (media ini digunakan untuk skrining E. coli 0157:H7). Sejak diketahui bahwa pada strain

EHEC yang bisa meragikan sarbitol, maka teknik lain untuk mendeteksi EHEC perlu dikembangkan.

Teknik yang perlu dikembangkan ini termasuk kemampuan mendeteksi adanya toksin Shiga.

Kemampuan melakukan identifikasi karakteristik serotipe atau penggunaan probes DNA untuk

identifikasi gen toksin punya kemampuan mendeteksi adanya plasmid virulens EHEC atau sekuensi

spesifik dalam pulau patogenik. Tidak adanya demam pada kebanyakan pasien dapat membantu

membedakan penyakit ini dari shigellosis dan disentri yang disebabkan oleh strain enteroinvasive E.

coli atau oleh Campylobacter. 

Page 2: Diare Yang Disebabkan Oleh Escherichia Coli

2. Penyebab Penyakit 

Serotipe EHEC utama yang ditemukan di Amerika Utara adalah E. coli 0157:H7; serotipe lainnya

seperti 026:H11; 0111:H8; 0103:H2; 0113:H21; dan 0104:H21 juga ditemukan. 

3. Distribusi Penyakit 

Penyakit ini sekarang ini dianggap masalah kesehatan masyarakat di Amerika Utara, Eropa, Afrika

Selatan, Jepang, ujung selatan Amerika Selatan dan Australia. Sedangkan di bagian lain belahan

bumi, penyakit ini belum menjadi masalah. KLB hebat, KLB dengan colitis hemoragika, HUS disertai

dengan kematian terjadi di Amerika karena hamburger yang tidak dimasak dengan baik, susu yang

tidak dipasteurisasi, cuka apel (dibuat dari apel yang kemungkinan tercemar kotoran sapi) dan karena

mengkonsumsi tauge alfafa. 

4. Reservoir 

Ternak merupakan reservoir EHEC terpenting; manusia dapat juga menjadi sumber penularan dari

orang ke orang. Terjadi peningkatan kejadian di Amerika Utara dimana rusa dapat juga menjadi

reservoir. 

5. Cara Penularan 

Penularan terjadi terutama karena mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi seperti: tercemar

dengan Salmonella, hal ini paling sering terjadi karena daging sapi yang tidak dimasak dengan baik

(terutama daging sapi giling) dan juga susu mentah dan buah atau sayuran yang terkontaminasi

dengan kotoran binatang pemamah biak. Seperti halnya Shigella, penularan juga terjadi secara

langsung dari orang ke orang, dalam keluarga, pusat penitipan anak dan asrama yatim piatu.

Penularan juga dapat melalui air, misalnya pernah dilaporkan adanya KLB sehabis berenang di

sebuah danau yang ramai dikunjungi orang dan KLB lainnya disebabkan oleh karena minum air PAM

yang terkontaminasi dan tidak dilakukan klorinasi dengan semestinya. 

6. Masa Inkubasi 

Relatif panjang berkisar antara 2 sampai 8 hari, dengan median antara 3-4 hari. 162 

7. Masa Penularan 

Lamanya ekskresi patogen kira-kira selama seminggu atau kurang pada orang dewasa dan 3 minggu

pada kira-kira sepertiga dari anak-anak. Jarang ditemukan “carrier” yang berlarut-larut. 

8. Kerentanan dan Kekebalan 

Dosis infeksius sangat rendah. Hanya sedikit yang diketahui tentang spektrum dari kerentanan dan

kekebalan. Umur tua mempunyai risiko lebih tinggi, hipoklorhidria diduga menjadi faktor yang

terkontribusi pada tingkat kerentanan. Anak usia di bawah 5 tahun berisiko paling tinggi untuk

mendapat HUS. 

9. Cara-cara Pemberantasan 

A. Cara Pencegahan 

Mengingat bahwa penyakit ini sangat potensial menimbulkan KLB dengan kasus-kasus berat maka

kewaspadaan ini dari petugas kesehatan setempat untuk mengenal sumber penularan dan

melakukan pencegahan spesifik yang memadai sangat diperlukan. Begitu ada penderita yang

dicurigai segera lakukan tindakan untuk mencegah penularan dari orang ke orang dengan cara

meminta semua anggota keluarga dari penderita untuk sering mencuci tangan dengan sabun dan air

Page 3: Diare Yang Disebabkan Oleh Escherichia Coli

terutama buang air besar, sehabis menangani popok kotor dan sampah, dan melakukan pencegahan

kontaminasi makanan dan minuman. Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mengurangi

Distribusi Penyakit sebagai berikut: 

1) Mengelola kegiatan rumah pemotongan hewan dengan benar untuk mengurangi kontaminasi

daging oleh kotoran binatang. 

2) Pasteurisasi susu dan produk susu. 

3) Radiasi daging sapi terutama daging sapi giling. 

4) Masaklah daging sapi sampai matang dengan suhu yang cukup terutama daging sapi giling. The

USA Food Safety Inspection Service dan the 1997 FDA Food Code merekomendasikan memasak

daging sapi giling pada suhu internal 155ºF (68ºC) paling sedikit selama 15-16 detik. Hanya dengan

melihat warna merah muda daging yang menghilang, tidak dapat dibandingkan dengan kecepatan

pengukuran suhu menggunakan termometer daging. 

5) Lindungi dan lakukan pemurnian dan klorinasi air PAM; lakukan klorinasi kolam renang. 

6) Pastikan bahwa kebersihan lingkungan dan kebersihan perorangan pada pusat penampungan

anak, terutama sering mencuci tangan dengan sabun dan air sudah menjadi budaya sehari-hari. 

B. Penanganan Penderita, Kontak dan Lingkungan Sekitar 

1) Laporan kepada pejabat kesehatan setempat: Laporan kasus infeksi E. coli 0157:H7 merupakan

keharusan di beberapa negara bagian di Amerika Serikat dan di banyak negara, Kelas 2B (lihat

tentang pelaporan penyakit menular). Mengenal KLB secara dini dan segera melaporkan kepada

Dinas Kesehatan setempat sangatlah penting. 

2) Isolasi: Selama penyakit dalam keadaan akut, tindakan pencegahan dengan kewaspadaan

enterik. 

163 

Walaupun dengan dosis infektif yang amat kecil, pasien yang terinfeksi dilarang menjamah makanan

atau menjaga anak atau merawat pasien sampai hasil sampel tinja atau suap dubur negatif selama 2

kali berturut-turut (diambil 24 jam secara terpisah dan tidak lebih cepat dari 48 jam setelah pemberian

dosis antibiotik yang terakhir). 

3) Disinfeksi serentak: dilakukan terhadap tinja dan barang-barang yang terkontaminasi. Masyarakat

yang mempunyai sistem pembuangan kotoran modern dan memadai, tinja dapat dibuang langsung

kedalam saluran pembuangan tanpa dilakukan desinfeksi. Pembersihan terminal. 

4) Karantina: tidak ada. 

5) Penatalaksanaan kontak: Jika memungkinkan mereka yang kontak dengan diare dilarang

menjamah makanan dan merawat anak atau pasien sampai diare berhenti dan hasil kultur tinja 2 kali

berturut-turut negatif. Mereka diberitahu agar mencuci tangan dengan sabun dan air sehabis buang

air besar dan sebelum menjamah makanan atau memegang anak dan merawat pasien. 

6) Penyelidikan kontak dan sumber infeksi: kultur kontak hanya terbatas dilakukan pada penjamah

makana, pengunjung dan anak-anak pada pusat perawatan anak dan situasi lain dimana penyebaran

infeksi mungkin terjadi. Pada kasus sporadic, melakukan kultur makanan yang dicurigai tidak

dianjurkan karena kurang bermanfaat. 

Page 4: Diare Yang Disebabkan Oleh Escherichia Coli

7) Pengobatan spesifik: Penggantian cairan dan elektrolit penting jika diare cair atau adanya tanda

dehidrasi (lihat Kolera, 9B7). Peranan pengobatan antibiotika terhadap infeksi E. coli 0157:H7 dan

EHEC lainnya tidak jelas. Bahkan beberapa kejadian menunjukkan bahwa pengobatan dengan TMP-

SMX fluorquinolones dan antimikrobial tertentu lainnya dapat sebagai pencetus komplikasi seperti

HUS. 

C. Penanggulangan Wabah 

1) Laporkan segera kepada pejabat kesehatan setempat jika ditemukan adanya kelompok kasus

diare berdarah akut, walaupun agen penyebab belum diketahui. 

2) Cari secara intensif media (makanan atau air) yang menjadi sumber infeksi, selidiki kemungkinan

terjadinya penyebaran dari orang ke orang dan gunakan hasil penyelidikan epidemiologis ini sebagai

pedoman melakukan penanggulangan yang tepat. 

3) Singkirkan makanan yang dicurigai dan telusuri darimana asal makanan tersebut; pada KLB

keracunan makanan yang common-cource; ingatan terhadap makanan yang dikonsumsi dapat

mencegah banyak kasus 

4) Jika dicurigai telah terjadi KLB dengan penularan melalui air (waterborne), keluarkan perintah

untuk memasak air dan melakukan klorinasi sumber air yang dicurigai dibawah pengawasan yang

berwenang dan jika ini tidak dilakukan maka sebaiknya air tidak digunakan. 

5) Jika kolam renang dicurigai sebagai sumber KLB, tutuplah kolam renang tersebut dan pantai

sampai kolam renang diberi klorinasi atau sampai terbukti bebas kontaminasi tinja. Sediakan fasilitas

toilet yang memadai untuk mencegah kontaminasi air lebih lanjut oleh orang-orang yang mandi. 

6) Jika suatu KLB dicurigai berhubungan dengan susu, pasteurisasi dan masak dahulu susu tersebut

sebelum diminum. 

7) Pemberian antibiotik untuk pencegahan tidak dianjurkan. 

164 

8) Masyarakatkan pentingnya mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar; sediakan

sabun dan kertas tissue. 

D. Implikasi menjadi bencana: Potensial terjadi bencana jika kebesihan perorangan dan sanitasi

lingkungan tidak memadai (lihat Demam Tifoid, 9D). 

E. Penanganan Internasional: Manfaatkan Pusat kerja sama WHO. 

II. DIARE YANG DISEBABKAN STRAIN ENTEROTOKSIGENIK (ETEC) 

ICD-9 008.0; ICD-10 A04.1 

1. Identifikasi 

Penyebab utama “travelers diarrhea” orang-orang dari negara maju yang berkunjung ke negara

berkembang. Penyakit ini juga sebagai penyebab utama dehidrasi pada bayi dan anak di negara

berkembang. Strain enterotoksigenik dapat mirip dengan Vibrio cholerae dalam hal menyebabkan

Page 5: Diare Yang Disebabkan Oleh Escherichia Coli

diare akut yang berat (profuse watery diarrhea) tanpa darah atau lendir (mucus). Gejala lain berupa

kejang perut, muntah, asidosis, lemah dan dehidrasi dapat terjadi, demam ringan dapat/tidak terjadi;

gejala biasanya berakhir lebih dari 5 hari. 

ETEC dapat diidentifikasi dengan membuktikan adanya produksi enterotoksin dengan teknik

immunoassays, bioasay atau dengan teknik pemeriksaan probe DNA yang mengidentifikasikan gen

LT dan ST (untuk toksin tidak tahan panas dan toksin tahan panas) dalam blot koloni. 

2. Penyebab Penyakit 

ETEC yang membuat enterotoksin tidak tahan panas (a heat labile enterotoxin = LT) atau toksin

tahan panas ( a heat stable toxin = ST) atau memproduksi kedua toksin tersebut (LT/ST). Penyebab

lain adalah kelompok serogroup O yaitu: O6, O8, O15, O20, O25, O27, O63, O78, O80, O114, O115,

O128ac, O148, O153, O159 dan O167. 

3. Distribusi Penyakit 

Penyakit yang muncul terutama di negara yang sedang berkembang. Dalam 3 tahun pertama dari

kehidupan, hampir semua anak-anak di negara-negara berkembang mengalami berbagai macam

infeksi ETEC yang menimbulkan kekebalan; oleh karena itu penyakit ini jarang menyerang anak yang

lebih tua dan orang dewasa. Infeksi terjadi diantara para pelancong yang berasal dari negara-negara

maju yang berkunjung ke negara-negara berkembang. Beberapa KLB ETEC baru-baru ini terjadi di

Amerika Serikat. 

4. Reservoir 

Manusia. Infeksi ETEC terutama oleh spesies khusus; manusia merupakan reservoir strain penyebab

diare pada manusia. 

5. Cara Penularan 

Melalui makanan yang tercemar dan jarang, air minum yang tercemar. Khususnya penularan melalui

makanan tambahan yang tercemar merupakan cara penularan yang 165 

paling penting terjadinya infeksi pada bayi. Penularan melalui kontak langsung tangan yang tercemar

tinja jarang terjadi. 

6. Masa Inkubasi 

Masa inkubasi terpendek adalah 10 – 12 jam yang diamati dari berbagai KLB dan dari studi yang

dilakukan dikalangan sukarelawan dengan strain LT dan ST tertentu. Sedangkan masa inkubasi dari

ETEC yang memproduksi sekaligus toksin ST dan LT adalah 24-72 jam. 

7. Masa Penularan 

Selama ada ETEC patogen bisa berlangsung lama. 

8. Kerentanan dan Kekebalan 

Dari hasil berbagai studi epidemiologis dan berbagai studi yang dilakukan pada sukarelawan secara

jelas menunjukkan imunitas serotipik spesifik terbentuk setelah infeksi ETEC. Infeksi ganda dengan

serotipe yang berbeda dibutuhkan untuk menimbulkan imunitas yang broad-spectrum terhadap

ETEC. 

9. Cara-cara Pemberantasan 

A. Cara Pencegahan: 

1) Untuk tindakan pencegahan penularan fecal oral; lihat bab Demam Tifoid 9A. 

Page 6: Diare Yang Disebabkan Oleh Escherichia Coli

2) Bagi pelancong dewasa yang bepergian dalam waktu singkat ke daerah risiko tinggi dimana tidak

mungkin mendapat makanan dan minuman yang bersih dan sehat, dapat dipertimbangkan pemberian

antibiotikka profilaksis; norfloxacin 400 mg sehari memberikan hasil yang efektif. Bagaimanapun,

pendekatan yang paling baik adalah dengan terapi dini, dimulai pada saat terjadi diare yaitu sesudah

diare hari kedua dan ketiga (Lihat bagian 9B7, di bawah). 

B. Penanganan Penderita, Kontak dan Lingkungan Sekitar 

1) Laporkan kejadian diare ke pejabat kesehatan setempat: Laporan jika terjadi wabah wajib dibuat;

kasus individual tidak dilaporkan, Kelas 4 (lihat pelaporan tentang penyakit menular). 

2) Isolasi: kewaspadaan enterik dilakukan jika ada kasus-kasus yang jelas dan yang dicurigai. 

3) Desinfeksi serentak: Dilakukan terhadap tinja dan benda-benda yang tercemar. Di masyarakat

dengan sistem pembuangan kotoran yang modern dan memadai, tinja dapat dibuang langsung

kedalam saluran tanpa didesinfeksi awal. Lakukan pembersihan terminal yang seksama. 

4) Karantina: Tidak ada. 

5) Imunisasi terhadap kontak: Tidak ada. 

6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: Tidak perlu. 

7) Pengobatan khusus: Pemberian cairan elektrolit untuk mencegah atau mengatasi dehidrasi

merupakan tindakan yang terpenting (lihat Kolera, bagian 9B7). Kebanyakan kasus tidak

membutuhkan terapi apapun. Bagi traveler’s diarrhea dewasa yang berat, lakukan pengobatan dini

dengan Ioperamide (Imodium®) (tidak untuk anak-anak) dan antibiotik seperti Fluoroquinolone

(Ciprofloksasin PO 

166 

500 mg dua kali sehari) atau norfloksasin (PO 400 mg sehari) selama 5 hari. Fluoroquinolon

digunakan sebagai terapi awal karena kebanyakan strain ETEC di dunia sudah resisten terhadap

berbagai antimikroba lainnya. Namun demikian, jika strain lokal diketahui masih ada yang sensitif.

Pemberian TMP-SMX (PO) (160 mg – 180 mg) dua kali sehari atau doksisiklin (PO 100 mg) sekali

sehari, selama 5 hari ternyata masih bermanfaat. Pemberian makanan diteruskan sesuai dengan

selera pasien. 

C. Penanggulangan Wabah: Investigasi epidemiologis perlu dilakukan untuk mengetahui cara-cara

terjadinya penularan. 

D. Implikasi terjadinya bencana: Tidak ada. 

E. Penanganan Internasional: Manfaatkan Pusat Kerjasama WHO. 

III.DIARE YANG DISEBABKAN STRAIN ENTEROINVASIVE (EIEC) 

ICD-9 008.0; ICD-10 A04.2 

1. Identifikasi 

Penyakit yang menimbulkan peradangan mukosa dan submukosa usus disebabkan oleh strain EIEC

Page 7: Diare Yang Disebabkan Oleh Escherichia Coli

dari E. coli yang mirip sekali dengan Shigella. Organisme ini mempunyai kemampuan plasmid

dependent yang sama untuk menginvasi dan memperbanyak diri didalam sel epitel. Namun demikian

secara klinis sindrom watery diarrhea yang disebabkan oleh EIEC lebih sering terjadi daripada

disentri. Antara antigen O dari EIEC dapat terjadi reaksi silang dengan antigen O Shigella. Gejala

penyakit dimulai dengan kejang perut yang berat, rasa tidak enak badan, tinja cair, tenesmus dan

demam, kurang dari 10% dari penderita berkembang dengan gejala sering buang air besar dengan

tinja yang cair dalam jumlah sedikit dan mengandung darah dan lender. 

EIEC dicurigai jika ditemukan lekosit pada sediaan usap lendir tinja yang dicat, gambaran ini juga

ditemukan pada shigellosis. Pemeriksaan laboratorium rujukan antara lain immunoassay yang dapat

mendeteksi plasmid encoded protein spesific membrane bagian luar yang dikaitkan dengan

invasivitas sel epitel; suatu bioassay (tes keratoconjunctivitis pada marmot untuk mendeteksi

invasivitas sel epitel; sedangkan DNA probe untuk mendeteksi enteroinvasivitas plasmid). 

2. Penyebab Penyakit 

Penyebab penyakit adalah strain E. coli yang memiliki kemampuan enteroinvasif yang tergantung

pada virulensi antigen plasmid dari invasi encoding plasmid. Serogroup O utama dimana EIEC

termasuk didalamnya antara lain: O28ac, O29, O112, O124, O136, O143, O144, O152, O164 dan

O167. 

3. Distribusi Penyakit 

Infeksi EIEC endemis di negara berkembang dan kira-kira 1%-5% penderita diare mencari 167 

pengobatan dengan mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan. KLB diare yang disebabkan oleh

EIEC dilaporkan juga terjadi di negara-negara maju. 

4. Reservoir: - Manusia. 

5. Cara Penularan 

Dari kejadian yang ada menunjukkan bahwa EIEC ditularkan melalui makanan yang tercemar. 

6. Masa Inkubasi 

Masa inkubasi berkisar antara 10 – 18 jam. Angka ini didapatkan dari penelitian yang dilakukan

dikalangan sukarelawan dan dari pengamatan berbagai KLB yang pernah terjadi. 

7. Masa Penularan 

Selama strain EIEC masih ditemukan dalam tinja. 

8. Kerentanan dan Kekebalan 

Sedikit sekali yang diketahui tentang kerentanan dan kekebalan terhadap EIEC. 

9. Cara-cara Pemberantasan 

Sama seperti ETEC yang diuraikan di atas. Untuk kasus-kasus diare berat yang jarang terjadi yang

disebabkan oleh strain enteroinvasif seperti pada shigellosis, pengobatan dengan menggunakan

antimikroba cukup efektif terhadap isolasi Shigella lokal. 

IV. DIARE YANG DISEBABKAN STRAIN ENTEROPATOGENIK 

ICD-9 008.0; ICD-10 A04.0 

(EPEC, Enteritis yang disebabkan oleh Enteropatogenik E. coli) 

Page 8: Diare Yang Disebabkan Oleh Escherichia Coli

1. Identifikasi 

Ini adalah kategori tertua dari E. coli penyebab diare yang ditemukan dalam studi yang dilakukan

pada tahun 1940-an dan tahun 1950-an dimana serotipe O:H tertentu diketahui sebagai penyebab

diare musim panas pada bayi, KLB diare pada tempat perawatan bayi dan KLB diare yang menimpa

bayi di masyarakat. Penyakit diare pada kategori ini terbatas pada bayi-bayi berumur kurang dari

setahun yang menderita “watery diarrhea” dengan lendir, demam dan dehidrasi. EPEC menyebabkan

disolusi mikrovili enterosit dan memacu melekatnya bakteri kepada enterosit. Diare pada bayi bisa

berlangsung berat dan lama dan di negara-negara berkembang merupakan penyebab kematian yang

tinggi. 

EPEC sementara dapat dikenal dengan aglutinasi antisera untuk mendeteksi serogroup EPEC O

namun untuk konfirmasi baik tipe O maupun H diperlukan reagensia yang bermutu tinggi. EPEC

memperlihatkan kemampuan melekat pada sel HEP-2 dalam kultur sel, kemampuan yang

membutuhkan adanya plasmid EPEC yang virulens. (EPEC adherence factor = EAF) DNA probe

dapat mendeteksi plasmid EPEC yang virulens. 168 

Diperkirakan ada sekitar 98% korelasi antara melekatnya EPEC dengan HEP-2 (localized adherence)

dan positivitas EAF probe. 

2. Penyebab Penyakit 

Serogroup EPEC O utama yaitu O55, O86, O111, O119, O125, O126, O127, O128ab dan O142. 

3. Distribusi Penyakit 

Sejak akhir tahun 1960-an, EPEC tidak lagi sebagai penyebab utama diare pada bayi di Amerika

Utara dan Eropa. Namun EPEC masih sebagai penyebab utama diare pada bayi di beberapa Negara

sedang berkembang seperti Amerika Selatan, Afrika bagian Selatan dan Asia. 

4. Reservoir : - Manusia 

5. Cara Penularan 

Dari makanan bayi dan makanan tambahan yang terkontaminasi. Di tempat perawatan bayi,

penularan dapat terjadi melalui ala-alat dan tangan yang terkontaminasi jika kebiasaan mencuci

tangan yang benar diabaikan. 

6. Masa Inkubasi 

Berlangsung antara 9 – 12 jam pada penelitian yang dilakukan di kalangan dewasa. Tidak diketahui

apakah lamanya masa inkubasi juga sama pada bayi yang tertular secara alamiah. 

7. Masa Penularan - Tergantung lamanya ekskresi EPEC melalui tinja dan dapat berlangsung lama. 

8. Kerentanan dan Kekebalan 

Walaupun fakta menunjukkan bahwa mereka yang rentan terhadap infeksi adalah bayi namun tidak

diketahui apakah hal ini disebabkan oleh faktor kekebalan ataukah ada hubungannya dengan faktor

umur atau faktor lain yang tidak spesifik. Oleh karena itu diare ini dapat ditimbulkan melalui

percobaan pada sukarelawan dewasa maka kekebalan spesifik menjadi penting dalam menentukan

tingkat kerentanan. Infeksi EPEC jarang terjadi pada bayi yang menyusui (mendapat ASI). 

9. Cara-cara Penanggulangan 

A. Cara Pencegahan 

1) Menganjurkan para ibu untuk menyusui bayinya secara eksklusif sampai dengan usia 4 – 6 bulan.

Page 9: Diare Yang Disebabkan Oleh Escherichia Coli

Siapkan perangkat yang memadai untuk pemberian ASI. Bantu para ibu agar mau menyusui bayi-

bayi mereka. Apabila produksi ASI tidak mencukupi, bayi dapat diberikan ASI dari donor yang sudah

dipasteurisasi sampai 

169 

si bayi dipulangkan. Susu formula bayi sebaiknya disimpan dalam suhu kamar hanya untuk jangka

pendek saja. Dianjurkan sedini mungkin menggunakan cangkir untuk minum daripada menggunakan

botol. 

2) Lakukan perawatan dalam satu kamar bagi ibu dan bayi di rumah bersalin, kecuali ada indikasi

medis yang jelas untuk memisahkan mereka. Jika ibu atau bayi mengalami infeksi saluran

pencernaan atau pernapasan, tempatkan mereka dalam satu kamar tetapi dipisahkan mereka dari

pasangan yang sehat. Di fasilitas yang mempunyai ruang perawatan khusus, pisahkan bayi yang

terinfeksi dari bayi prematur maupun dari penderita penyakit lainnya. 

3) Sediakan peralatan tersendiri bagi setiap bayi, termasuk termometer, simpan di bassinet

(ayunan/buaian bayi). Jangan menggunakan tempat mandi atau meja perawatan bersama dan jangan

menggunakan bassinet untuk membawa atau memindahkan lebih dari satu bayi pada waktu yang

sama. 

4) Pencegahan terjadinya KLB di rumah sakit sangat tergantung pada kebiasaan mencuci tangan

sewaktu menangani bayi dan tetap menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan sesuai dengan

standar. 

B. Penanganan Penderita, Kontak dan Lingkungan Sekitar 

1) Laporan kepada petugas kesehatan setempat: Kalau terjadi wabah wajib dilaporkan. Kasus

perorangan tidak wajib dilaporkan; Kelas 4 (lihat pelaporan tentang penyakit menular). Jika ditemukan

dua atau lebih kasus baru penderita diare di tempat perawatan bayi atau muncul setelah seorang

penderita diare dipulangkan dari tempat perawatan maka perlu dilakukan investigasi lebih lanjut. 

2) Isolasi: Perlu dilakukan kewaspadaan enterik terhadap penderita dan mereka yang diduga sebagai

penderita. 

3) Desinfeksi serentak: Lakukan desinfeksi terhadap semua barang yang tercemar dan terhadap

tinja. 

4) Karantina: Lakukan kewaspadaan enterik dan pengamatan dengan metode kofort (lihat 9 C di

bawah). 

5) Imunisasi kontak: Tidak dilakukan. 

6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: Keluarga dari bayi yang baru keluar dari perawatan di

rumah sakit perlu dihubungi untuk melihat perkembangan penyakit dari si bayi (lihat 9 C di bawah). 

7) Pengobatan spesifik: Yang paling utama adalah pemberian cairan elektrolit baik oral maupun

parenteral (lihat Cholera, 9B7). Kebanyakan penderita tidak membutuhkan pengobatan. Untuk diare

yang berat pada bayi yang disebabkan mikroorganisma enteropatogenik pemberian TMP-SMX (10 –

50 mg/kg BB/hari) membantu meringankan penyakit dan memperpendek masa sakit; diberikan

selama 5 hari dalam dosis yang dibagi menjadi 3-4 kali sehari. Mengingat bahwa banyak strain EPEC

Page 10: Diare Yang Disebabkan Oleh Escherichia Coli

yang resisten terhadap berbagai jenis antibiotika, pemilihan jenis antibiotika harus didasarkan kepada

hasil tes sensitivitas terhadap strain lokal. Pemberian makanan dan ASI tidak boleh dihentikan. 

C. Penanggulangan Wabah 

1) Semua bayi dengan diare dirawat dalam satu ruangan dan jangan lagi menerima penitipan bayi

jika pada tempat penitipan bayi tersebut ditemukan penderita diare. 

170 

Untuk KLB yang terjadi di ruangan perawatan bayi (lihat juga 9B1): Hentikan untuk sementara

pelayanan KIA kecuali dapat dijamin disediakannya tempat pelayanan KIA yang benar-benar bersih

dengan petugas dan peralatan yang terpisah; jika pertimbangan medis mendukung maka setiap bayi

yang terinfeksi dipulangkan segera untuk dirawat di rumah. Bagi bayi-bayi yang terpajan dengan

tempat perawatan bayi yang terinfeksi, sediakan tenaga perawatan khusus yang sudah terlatih untuk

menangani penyakit menular pada bayi. Lakukan pengamatan paling sedikit selama 2 minggu setelah

penderita diare terakhir meninggalkan tempat perawatan. Kasus baru yang ditemukan segera

dimasukkan ke ruang perawatan khusus. Pelayanan KIA dimulai lagi setelah semua kontak baik bayi

maupun ibu telah dipulangkan serta telah dilakukan pembersihan dan desinfeksi ruangan dengan

baik. Terapkan rekomendasi 9A di ruangan gawat darurat. 

2) Lakukan investigasi KLB dengan benar untuk mengetahui distribusi penyakit berdasarkan waktu,

tempat dan orang dan cari faktor risiko yang melatarbelakangi. 

D. Implikasi bencana: - Tidak ada. 

E. Tindakan Internasional: Manfaatkan Pusat kerja sama WHO. 

V. DIARE YANG DISEBABKAN OLEH ENTEROAGGREGATIVE E. COLI 

(EaggEC) ICD-9 008.0; ICD-10 A04.4 

Kategori yang disebabkan oleh E. coli, sebagai penyebab utama diare pada bayi di negara

berkembang dan biasa menyebabkan diare persisten pada bayi. Pada percobaan binatang (hewan),

organisme E. coli memperlihatkan karakter hispatologi dimana EaggEC melekat pada enterosit dalam

biofilm tebal dari kumpulan bakteri dan lendir. Saat ini metode yang luas dipakai untuk

mengidentifikasi EaggEC adalah dengan Hep-2 assay, dimana strain-strain menghasilkan ciri khas

berupa “Stacked brick” berpola mengumpul melekat satu dengan yang lainnya dan melekat dengan

sel HEP2; ini adalah ciri dari plasmid dependent yang dimediasi oleh “Novel Fimbriae”. Kebanyakan

EaggEC memiliki satu atau lebih cytotoxin/enterotoxin yang diduga sebagai penyebab diare cair

dengan lendir yang ditemukan pada bayi-bayi dan anak-anak yang terinfeksi oleh jenis pathogen ini.

Pada pemeriksaan ditemukan DNA probe. Masa inkubasi diperkirakan kurang lebih 20 – 48 jam. 

1. Identifikasi 

E. coli yang menyebabkan diare pada bayi ditemukan pada studi yang dilakukan di Chili pada akhir

tahun 1980-an. Kemudian ditemukan di India yang dihubungkan dengan terjadinya diare persisten

Page 11: Diare Yang Disebabkan Oleh Escherichia Coli

(diare yang berlanjut dan tidak mereda hingga 14 hari). Begitu pula telah ditemukan di Brasil, Meksiko

dan Bangladesh. 171 

2. Penyebab Infeksi 

Penyebab infeksi adalah EaggEC yang mengandung plasmid virulens yang dibutuhkan untuk

pembentukan fimbriae yang membawa kode-kode yang mampu melakukan pelekatan yang bersifat

agregatif dan banyak strain yang mampu membuat cytotoxin/enterotoxin. EaggEC serotipe O yang

paling umum ditemukan adalah: O3:H2 dan O44:H18. Banyak strain EaggEC mula-mula muncul

sebagai strain-strain kasar yang tidak mengandung antigen-antigen O. 

3. Distribusi Penyakit 

Laporan-laporan yang mengaitkan EaggEC sebagai penyebab diare pada bayi terutama diare

persisten datang dari banyak negara di Amerika Latin, Asia dan Republik Demokrasi Kongo (dulu

disebut Zaire) di Afrika. Laporan-laporan yang datang dari Jerman dan Inggris menunjukkan bahwa

EaggEC mungkin juga sebagai penyebab diare di negara-negara maju. 

VI. DIARE YANG DISEBABKAN OLEH DIFFUSE-ADHERENCE E. COLI 

(Diffuse-Adherence E. Coli = DAEC) ICD-9 008.0; ICD-10 A04.4 

Kategori keenam E. coli yang menyebabkan diare dikenal sebagai E. coli (DAEC). Nama ini diberi

berdasarkan ciri khas pola perekatan bakteri ini dengan sel-sel HEP-2 dalam kultur jaringan. DAEC

adalah kategori E. coli penyebab diare yang paling sedikit diketahui sifat-sifatnya. Namun demikian

data dari berbagai penelitian epidemiologi di lapangan terhadap diare pada anak-anak di negara-

negara berkembang menemukan DAEC secara bermakna sebagai penyebab diare yang umum

ditemukan dibandingkan dengan kelompok kontrol. 

Sedangkan studi lain gagal menemukan perbedaan ini. Namun bukti-bukti awal menunjukkan bahwa

DAEC lebih patogenik pada anak prasekolah dibandingkan dengan pada bayi dan anak di bawah tiga

tahun (Batita). Pada penelitian lain ada strain DAEC yang dicobakan pada sukarelawan tidak berhasil

menimbulkan diare dan belum pernah ditemukan adanya KLB diare yang disebabkan oleh DAEC.

Sampai saat ini belum diketahui reservoir bagi DAEC, begitu pula belum diketahui cara-cara

penularan dan faktor risiko serta masa penularan DAEC. 172 

DIFTERIA ICD-9 032; ICD-10 A36 

1. Identifikasi 

Difteria adalah suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang tonsil, faring, laring, hidung,

adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta kadang-kadang konjungtiva atau vagina.

Timbulnya lesi yang khas disebabkan oleh cytotoxin spesifik yang dilepas oleh bakteri. Lesi nampak

sebagai suatu membran asimetrik keabu-abuan yang dikelilingi dengan daerah inflamasi.

Tenggorokan terasa sakit, sekalipun pada difteria faucial atau pada difteria faringotonsiler, diikuti

dengan kelenjar limfe yang membesar dan melunak. Pada kasus-kasus yang sedang dan berat

ditandai dengan pembengkakan dan oedema di leher dengan pembentukan membran pada trachea

secara ekstensif dan dapat terjadi obstruksi jalan napas. 

Difteri hidung biasanya ringan dan kronis dengan salah satu rongga hidung tersumbat dan terjadi

ekskorisasi (ledes). Infeksi subklinis (atau kolonisasi) merupakan kasus terbanyak. Toksin dapat

menyebabkan myocarditis dengan heart block dan kegagalan jantung kongestif yang progresif, timbul

Page 12: Diare Yang Disebabkan Oleh Escherichia Coli

satu minggu setelah gejala klinis difteri. Gejala lain yang muncul belakangan antara lain neuropati

yang mirip dengan Guillain Barre Syndrome. Tingkat kematian kasus mencapai 5-10% untuk difteri

noncutaneus, angka ini tidak banyak berubah selama 50 tahun. Bentuk lesi pada difteria kulit

bermacam-macam dan tidak dapat dibedakan dari lesi penyakit kulit yang lain, bisa seperti atau

merupakan bagian dari impetigo. 

Pengaruh toksin difteria pada lesi perifer tidak jelas. Difteria sebaiknya selalu dipikirkan dalam

membuat diferensial diagnosa pada infeksi bakteri (khususnya Streptococcus) dan viral pharingitis,

Vincent’s angina, mononucleosis infeksiosa, syphilis pada mulut dan candidiasis. 

Perkiraan diagnosa difteri didasarkan pada ditemukan adanya membran asimetris keabu-abuan

khususnya bila menyebar ke ovula dan palatum molle pada penderita tonsillitis, pharingitis atau

limfadenopati leher atau adanya discharge serosanguinus dari hidung. Diagnosa difteri dikonfrimasi

dengan pemeriksaan bakteriologis terhadap sediaan yang diambil dari lesi. 

Jika diduga kuat bahwa kasus ini adalah penderita difteria maka secepatnya diberikan pengobatan

yang tepat dengan antibiotika dan pemberian antitoksin. Pengobatan ini dilakukan sambil menunggu

hasil pemeriksaan laboratoriumnya negative. 

2. Penyebab Penyakit 

Penyebab penyakit adalah Corynebacterium diphtheria dari biotipe gravis, mitis atau intermedius.

Bakteri membuat toksin bila bakteri terinfeksi oleh coryne bacteriophage yang mengandung diphtheria

toxin gene tox. Strain nontoksikogenik jarang menimbulkan lesi lokal, namun strain ini dikaitkan

dengan kejadian endokarditis infektif. 

3. Distribusi Penyakit 

Penyakit ini muncul terutama pada bulan-bulan dimana temperatur lebih dingin di negara 173 

subtropis dan terutama menyerang anak-anak berumur di bawah 15 tahun yang belum diimunisasi.

Sering juga dijumpai pada kelompok remaja yang tidak diimunisasi. Di negara tropis variasi musim

kurang jelas, yang sering terjadi adalah infeksi subklinis dan difteri kulit. 

Di Amerika Serikat dari tahun 1980 hingga 1998, kejadian difteri dilaporkan rata-rata 4 kasus setiap

tahunnya; dua pertiga dari orang yang terinfeksi kebanyakan berusia 20 tahun atau lebih. KLB yang

sempat luas terjadi di Federasi Rusia pada tahun 1990 dan kemudian menyebar ke negara-negara

lain yang dahulu bergabung dalam Uni Soviet dan Mongolia. Faktor risiko yang mendasari terjadinya

infeksi difteri dikalangan orang dewasa adalah menurunnya imunitas yang didapat karena imunisasi

pada waktu bayi, tidak lengkapnya jadwal imunisasi oleh karena kontraindikasi yang tidak jelas,

adanya gerakan yang menentang imunisasi serta menurunnya tingkat sosial ekonomi masyarakat. 

Wabah mulai menurun setelah penyakit tersebut mencapai puncaknya pada tahun 1995 meskipun

pada kejadian tersebut dilaporkan telah terjadi 150.000 kasus dan 5.000 diantaranya meninggal dunia

antara tahun 1990-1997. Di Ekuador telah terjadi KLB pada tahun 1993/1994 dengan 200 kasus,

setengah dari kasus tersebut berusia 15 tahun ke atas. Pada kedua KLB tersebut dapat diatasi

dengan cara melakukan imunisasi massal. 

4. Reservoir: Manusia. 

5. Cara Penularan 

Cara penularan adalah melalui kontak dengan penderita atau carrier; jarang sekali penularan melalui

Page 13: Diare Yang Disebabkan Oleh Escherichia Coli

peralatan yang tercemar oleh discharge dari lesi penderita difteri. Susu yang tidak dipasteurisasi

dapat berperan sebagai media penularan. 

6. Masa Inkubasi 

Biasanya 2-5 hari terkadang lebih lama. 

7. Masa Penularan 

Masa penularan beragam, tetap menular sampai tidak ditemukan lagi bakteri dari discharge dan lesi;

biasanya berlangsung 2 minggu atau kurang bahkan kadangkala dapat lebih dari 4 minggu. Terapi

antibiotik yang efektif dapat mengurangi penularan. Carrier kronis dapat menularkan penyakit sampai

6 bulan. 

8. Kerentanan dan Kekebalan 

Bayi yang lahir dari ibu yang memiliki imunitas biasanya memiliki imunitas juga; perlindungan yang

diberikan bersifat pasif dan biasanya hilang sebelum bulan keenam. Imunitas seumur hidup tidak

selalu, adalah imunitas yang didapat setelah sembuh dari penyakit atau dari infeksi yang subklinis.

Imunisasi dengan toxoid memberikan kekebalan cukup lama namun bukan kekebalan seumur hidup.

Sero survey di Amerika Serikat menunjukkan bahwa lebih dari 40% remaja kadar antitoksin

protektifnya rendah; tingkat imunitas di Kanada, Australia dan beberapa negara di Eropa lainnya juga

mengalami penurunan. Walaupun demikian remaja yang lebih dewasa ini masih memiliki memori

imunologis yang dapat melindungi mereka dari serangan penyakit. Di Amerika Serikat kebanyakan

anak-anak telah diimunisasi pada kuartal ke-2 sejak tahun 1997, 95% dari 174 

anak-anak berusia 2 tahun menerima 3 dosis vaksin difteri. Antitoksin yang terbentuk melindungi

orang terhadap penyakit sistemik namun tidak melindungi dari kolonisasi pada nasofaring. 

9. Cara-cara Pemberantasan 

A. Cara Pencegahan 

1) Kegiatan penyuluhan sangatlah penting: beri penyuluhan kepada masyarakat terutama kepada

para orang tua tentang bahaya dari difteria dan perlunya imunisasi aktif diberikan kepada bayi dan

anak-anak. 

2) Tindakan pemberantasan yang efektif adalah dengan melakukan imunisasi aktif secara luas

(missal) dengan Diphtheria Toxoid (DT). Imunisasi dilakukan pada waktu bayi dengan vaksin yang

mengandung diphtheria toxoid, tetanus toxoid, antigen “acellular pertussis: (DtaP, yang digunakan di

Amerika Serikat) atau vaksin yang mengandung “whole cell pertusis” (DTP). Vaksin yang

mengandung kombinasi diphtheria dan tetanus toxoid antigen “whole cell pertussis”, dan tipe b

haemophillus influenzae (DTP-Hib) saat ini juga telah tersedia. 

3) Jadwal imunisasi berikut ini adalah yang direkomendasikan di Amerika Serikat (Negara lain

mungkin menggunakan jadwal lain dan tidak memberikan 4 dosis sebagai imunisasi dasar). 

a) Untuk anak-anak berusia kurang dari 7 tahun. 

Imunisasi dasar untuk vaksin DtaP atau DTP-Hib, 3 dosis pertama diberikan dengan interval 4-8

minggu. Dosis pertama diberikan saat bayi berusia 6-8 minggu; dosis ke-4 diberikan 6-12 bulan

setelah dosis ke-3 diberikan. Jadwal ini tidak perlu diulang kembali walaupun terjadi keterlambatan

dalam pelaksanaan jadwal tersebut. 

Dosis ke-5 diberikan pada saat usia 4-6 tahun (usia masuk sekolah); dosis ke-5 ini tidak perlu

Page 14: Diare Yang Disebabkan Oleh Escherichia Coli

diberikan jika sudah mendapat dosis ke-4 pada usia 4 tahun. Bila komponen pertusis dari DTP

merupakan kontraindikasi, sebagai pengganti dapat diberikan vaksin DT. 

b) Untuk usia 7 tahun ke atas: 

Mengingat efek samping pemberian imunisasi meningkat dengan bertambahnya usia maka dosis

booster untuk anak usia di atas 7 tahun, vaksin yang dipakai adalah vaksin dengan konsentrasi /

kadar diphtheria toxoid (dewasa) yang rendah. Sedangkan untuk mereka yang sebelumnya belum

pernah diimunisasi maka diberikan imunisasi dasar berupa 3 dosis vaksin serap tetanus dan

diphtheria toxoid (Td). 

Dua dosis pertama diberikan dengan interval 4-6 minggu dan dosis ke-3 diberikan 6 bulan hingga 1

tahun setelah dosis ke-2. data yang terbatas dari Swedia menunjukkan bahwa jadwal pemberian

imunisasi ini mungkin tidak memberikan tingkat perlindungan yang memadai pada kebanyakan

remaja, oleh karena itu perlu diberikan dosis tambahan. 

Untuk mempertahankan tingkat perlindungan maka perlu dilakukan pemberian dosis Td setiap 10

tahun kemudian. 

4) Upaya khusus perlu dilakukan terhadap mereka yang terpajan dengan penderita seperti kepada

para petugas kesehatan dengan cara memberikan imunisasi dasar lengkap dan setiap sepuluh tahun

sekali diberikan dosis booster Td kepada mereka.

175 

5) Bagi anak-anak dan orang dewasa yang mempunyai masalah dengan sistem kekebalan mereka

(immunocompromised) atau mereka yang terinfeksi HIV diberikan imunisasi dengan vaksin diphtheria

dengan jadwal yang sama bagi orang normal walaupun ada risiko pada orang-orang ini tidak

memberikan respon kekebalan yang optimal. 

B. Penanganan Penderita, Kontak dan Lingkungan Sekitar 

1) Laporan kepada petugas kesehatan setempat: Laporan wajib dilakukan di hampir semua negara

bagian di Amerika Serikat dan negara-negara lain di dunia, Kelas 2 A (lihat pelaporan tentang

penyakit menular). 

2) Isolasi: Isolasi ketat dilakukan terhadap penderita difteria faringeal, isolasi untuk difteria kulit

dilakukan terhadap kontak hingga 2 kultur dari sampel tenggorokan dan hidung (dan sampel dari lesi

kulit pada difteria kulit hasilnya negatif tidak ditemukan baksil. Jarak 2 kultur ini harus dibuat tidak

kurang dari 24 jam dan tidak kurang dari 24 jam setelah penghentian pemberian antibiotika. Jika

kultur tidak mungkin dilakukan maka tindakan isolasi dapat diakhiri 14 hari setelah pemberian

antibiotika yang tepat (lihat 9B7 di bawah). 

3) Desinfeksi serentak: Dilakukan terhadap semua barang yang dipakai oleh/untuk penderita dan

terhadap barang yang tercemar dengan discharge penderita. Dilakukan pencucihamaan menyeluruh. 

4) Karantina: Karantina dilakukan terhadap dewasa yang pekerjaannya berhubungan dengan

pengolahan makanan (khususnya susu) atau terhadap mereka yang dekat dengan anak-anak yang

belum diimunisasi. Mareka harus diistirahatkan sementara dari pekerjaannya sampai mereka telah

diobati dengan cara seperti yang diuraikan di bawah dan pemeriksaan bakteriologis menyatakan

Page 15: Diare Yang Disebabkan Oleh Escherichia Coli

bahwa mereka bukan carrier. 

5) Manajemen Kontak: Semua kontak dengan penderita harus dilakukan kultur dari sample hidung

dan tenggorokan, diawasi selama 7 hari. Dosis tunggal Benzathine Penicillin (IM: lihat uraian dibawah

untuk dosis pemberian) atau dengan Erythromycin selama 7-10 hari direkomendasikan untuk

diberikan kepada semua orang yang tinggal serumah dengan penderita difteria tanpa melihat status

imunisasi mereka. Kontak yang menangani makanan atau menangani anak-anak sekolah harus

dibebaskan untuk sementara dari pekerjaan tersebut hingga hasil pemeriksaan bakteriologis

menyatakan mereka bukan carrier. Kontak yang sebelumnya sudah mendapatkan imunisasi dasar

lengkap perlu diberikan dosis booster apabila dosis imunisasi terakhir yang mereka terima sudah

lebih dari lima tahun. Sedangkan bagi kontak yang sebelumnya belum pernah diimunisasi, berikan

mereka imunisasi dasar dengan vaksinasi: Td, DT, DTP, DtaP atau DTP-Hib tergantung dari usia

mereka. 

6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: Pencarian carrier dengan menggunakan kultur dari sampel

yang diambil dari hidung dan tenggorokan tidak bermanfaat jika tindakan yang diuraikan pada 9B5

diatas sudah dilakukan dengan benar. Pencarian carrier dengan kultur hanya bermanfaat jika

dilakukan terhadap kontak yang sangat dekat. 

7) Pengobatan spesifik: Jika diduga kuat bahwa seseorang menderita difteria didasarkan kepada

gejala klinis maka antitoksin harus diberikan setelah sampel untuk pemeriksaan bakteriologis diambil

tanpa harus menunggu hasil pemeriksaan 

176 

bakteriologis tersebut. (Saat ini yang tersedia adalah antitoksin yang berasal dari kuda). 

Diphtheria Antitoxin (DAT) tersedia di CD-Atlanta sebagai “investigational product”. Program

imunisasi (Amerika Serikat) melayani permintaan DAT pada waktu jam kerja (pukul 08.00 am – 04.30

pm. EST; Senin – Jum’at dengan menghubungi nomor telepon   404-639-8255). Diluar jam kerja

dan pada waktu hari libur menghubungi petugas jaga CDC pada nomor   404-639-2888. DAT

disimpan di stasiun karantina yang tersebar di seluruh negara bagian di Amerika Serikat. Sebelum

diberikan lakukan terlebih dahulu skin test untuk mengetahui adanya hypersensivitas terhadap serum

kuda. Jika hasilnya negative, DAT diberikan IM dengan dosis tunggal 20.000 – 100.000 unit

tergantung berat ringan serta luasnya penyakit. Untuk kasus berat pemberian IM dan IV dilakukan

bersama-sama. Pemberian antibiotika tidak dapat menggantikan pemberian antitoksin. 

Procain Penicillin G (IM) diberikan sebanyak 25.000 – 50.000 unit/kg BB untuk anak-anak dan 1,2 juta

unit/kg BB untuk orang dewasa per hari. Dibagi dalam dua dosis. Penderita dapat juga diberikan

erythromycin 40-50 mg/kg BB per hari maksimum 2 g per hari secara parenteral. Jika penderita sudah

bisa menelan dengan baik maka erythromycin dapat diberikan per oral dibagi dalam 4 dosis per hari

atau penicillin V per oral sebesar 125-250 mg empat kali sehari, selama 14 hari. Pernah ditemukan

adanya strain yang resisten terhadap erythromycin namun sangat jarang. Antibiotik golongan

macrolide generasi baru seperti azythromycin dan chlarithromycin juga efektif untuk strain yang

Page 16: Diare Yang Disebabkan Oleh Escherichia Coli

sensitif terhadap erythromycin tetapi tidak sebaik erythromycin. 

Terapi profilaktik bagi carrier: untuk tujuan profilaktik dosis tunggal penicillin G sebesar 600.000 unit

untuk anak usia dibawah 6 tahun dan 1,2 juta unit untuk usia 6 tahun ke atas. Atau dapat juga

diberikan erythromycin oral selama 7-10 hari dengan dosis 40 mg/kg BB per hari untuk anak-anak

dan 1 gram per hari untuk orang dewasa. 

C. Penanggulangan Wabah 

1) Imunisasi sebaiknya dilakukan seluas mungkin terhadap kelompok yang mempunyai risiko terkena

difteria akan memberikan perlindungan bagi bayi dan anak-anak prasekolah. Jika wabah terjadi pada

orang dewasa, imunisasi dilakukan terhadap orang yang paling berisiko terkena difteria. Ulangi

imunisasi sebulan kemudian untuk memperoleh sukurang-kurangnya 2 dosis. 

2) Lakukan identifikasi terhadap mereka yang kontak dengan penderita dan mencari orang-orang

yang berisiko. Di lokasi yang terkena wabah dan fasilitasnya memadai, lakukan penyelidikan

epidemiologi terhadap kasus yang dilaporkan untuk menetapkan diagnosis dari kasus-kasus tersebut

dan untuk mengetahui biotipe dan toksisitas dari C. diphtheriae. 

D. Implikasi Bencana 

Kejadian luar biasa dapat terjadi ditempat dimana kelompok rentan berkumpul, khususnya bayi dan

anak-anak. Kejadian wabah difteria seringkali terjadi oleh karena adanya perpindahan penduduk yang

rentan terhadap penyakit tersebut dalam jumlah banyak. 177 

E. Penanganan Internasional 

Orang yang mengadakan kunjungan atau singgah di negara-negara yang terjangkit difteria faucial

atau difteria kulit dianjurkan mendapatkan imunisasi dasar. Dosis booster Td diberikan kepada orang

yang sebelumnya telah mendapatkan imunisasi.