metabolisme besi
DESCRIPTION
metabolismeTRANSCRIPT
Nama : Ikhsan KurniawanNIM : 04124708038
METABOLISME ZAT BESI PADA TUBUH MANUSIA
Besi adalah sebuah nutrien esensial yang diperlukan oleh setiap sel manusia. Sebagai
logam transisi dengan nomor atom 26 dan berat atom 55,85, besi dapat berperan sebagai
pembawa oksigen dan elektron serta sebagai katalisator untuk oksigenisasi, hidroksilasi dan
proses metabolik lainnya, melalui kemampuannya berubah bentuk antara fero (Fe2+) dan fase
oksidasi Fe3+. Besi ditransportasi dan disimpan bukan sebagai kation bebas tapi dalam bentuk
Fe yang terikat. Besi ionik dapat berpartisipasi dalam berbagai reaksi yang
menghasilkan radikal bebas yang selanjutnya dapat merusak sel.
Adanya penurunan atau peningkatan besi dalam tubuh mungkin menghasilkan efek
yang signifikan secara klinis. Jika terlalu sedikit besi yang ada (defisiensi besi) akan terjadi
pembatasan sintesis komponen yang mengandung besi aktif sehingga secara normal mungkin
berbahaya. Demikian pula jika terlalu banyak besi terakumulasi (kelebihan besi) dan melebihi
kapasitas tubuh untuk mentransport dan menyimpannya akan menimbulkan toksisitas besi
yang selanjutnya memicu terjadinya kerusakan dan kematian organ yang luas.
Besi di alam berasal dari sumber hewani dan nabati. Kualitas atau bioavailibilitas besi
yang dihasilkan dari kedua sumber zat besi tersebut juga berbeda oleh karena kemampuan
tubuh manusia untuk menyerap besi ikut dipengaruhi. Bagaimana besi di alam dapat diserap
oleh tubuh manusia, dialirkan, disimpan serta digunakan, kemudian di ekskresikan, akan
dibahas dalam makalah ini.
Metabolisme Besi
Besi dalam tubuh manusia terbagi dalam 3 bagian yaitu senyawa besi fungsional, besi
cadangan dan besi transport. Besi fungsional yaitu besi yang membentuk senyawa yang
berfungsi dalam tubuh terdiri dari hemoglobin, mioglobin dan berbagai jenis ensim. Bagian
kedua adalah besi transportasi yaitu transferin, besi yang berikatan dengan protein tertentu
untuk mengangkut besi dari satu bagian ke bagian lainya. Bagian ketiga adalah besi cadangan
yaitu feritin dan hemosiderin, senyawa besi ini dipersiapkan bila masukan besi diet
berkurang. Untuk dapat berfungsi bagi tubuh manusia, besi membutuhkan protein transferin,
reseptor transferin dan feritin yang berperan sebagai penyedia dan penyimpan besi dalam
tubuh dan iron regulatory proteins (IRPs) untuk mengatur suplai besi.
Transferin merupakan protein pembawa yang mengangkut besi plasma dan cairan
ekstraseluler untuk memenuhi kebutuhan tubuh (Hoffman, 2000). Reseptor transferin adalah
suatu glycoprotein yang terletak pada membran sel, berperan mengikat transferin-besi
komplek dan selanjutnya diinternalisasi ke dalam vesikel untuk melepaskan besi ke
intraseluler. Kompleks transferin-reseptor transferin selanjutnya kembali ke dinding sel, dan
apotransferin dibebaskan ke dalam plasma. Feritin sebagai protein penyimpan besi yang
bersifat nontoksik akan dimobilisasi saat dibutuhkan. Iron regulatory proteins (IRP-1 dan
IRP-2 yang dikenal sebagai iron responsive element-binding proteins [IRE-BPs], iron
regulatory factors [IRFs], ferritin-repressor proteins [FRPs] dan p90) merupakan messenger
ribonucleic acid (mRNA) yang mengkoordinasikan ekspresi intraseluler dari reseptor
transferin, feritin dan protein penting lainnya yang berperan dalam metabolisme besi, seperti
terlihat pada gambar 1
Bagian A adalah struktur apotransferin. Secara skematik struktur apotransferin terdiri
atas cincin polipeptid yang terbagi dalam dua lobus, masing-masing berbentuk elip dan
mengandung single iron-binding site yang ditampilkan dengan sebuah tanda titik. Setiap
lobus disusun dengan dua domain yang berbeda, diberi label I dan II. Selain itu dikenal juga
adanya dua lobus yaitu lobus N-terminal dan C-terminal. Bagian B adalah reseptor transferin.
Skema di atas menampilkan reseptor transferin di atas permukaan sel. Transferin reseptor
merupakan dimer glikoprotein transmembran terdiri atas dua subunit yang identik
dihubungkan dengan ikatandisulfide. Transferin reseptor bersifat ampipatik dengan ekor
sitoplasmik hidrofilik yang kecil dan domain ekstraseluler hidropilik yang luas. Reseptor
dapat mengikat dua molekul transferin (Beutler at al, 2000).
Mekanisme Molekuler dari Ambilan Besi Seluler
Ambilan besi sel melalui transferrintransferrin reseptor terjadi melalui proses
endositosis. Jalur utama peran transferin, reseptor transferin dan feritin dalam penyimpanan
dan penyediaan besi seluler ditunjukkan secara sistematik pada gambar 2.
Gambar 2. Suplai besi seluler dan penyimpanan (Beutler at al, 2000)
Gambar 2 menunjukkan distribusi besi ke sel secara skematik yang dimulai dengan
terikatnya satu atau dua molekul transferin mono atau diferik pada reseptor transferin dan
proses ini tergantung energi dan suhu serta selesai dalam waktu 2-3 menit. Pada pH plasma
netral, kompleks transferin-besi jauh lebih stabil dengan mengikatkan transferin pada reseptor
transferin baik untuk transferin monoferik maupun diferik. Efisiensi dari distribusi besi ke sel
tergantung pada jumlah transferin plasma mono dan diferik yang ada. Pada keadaan
erytropoesis normal dan saturasi transferin normal yaitu sekitar 33%, afinitas tertinggi dari
reseptor untuk transferin diferik menghasilkan aliran besi yang banyak ke sel, dengan
dilengkapi empat atom besi pada tiap siklusnya. Saat saturasi tranferin sekitar 19%, besi
dalam jumlah sama dihantarkan melalui transferin mono atau diferik, sementara pada saturasi
yang rendah, kebanyakan besi dihantarkan dari bentuk monoferik (Beutler at al, 2000).
Peranan reseptor tranferin dalam melepaskan besi dari transferin di dalam endosome
Reseptor transferin memainkan peran penting dalam pelepasan besi dari kedua transferrin
pada saat endosom berada dalam pH asam (Beutler at al, 2000). Pada saat pH 5,6, besi akan
terlepas dari sisi N-terminal transferin. Hal ini berbeda dengan yang terjadi pada sel eritroid,
dimana besi telepas dari kedua sisi transferin dalam waktu 2- 3 menit. Tampaknya interaksi
antara reseptor transferin dengan transferin mempengaruhi pelepasan besi. Pada pH 5,6, besi
dilepaskan dari transferrin monoferik dan bentuk N-terminal (FeNTf) 3 kali lebih cepat
daripada C-terminal (FeCTf). Ikatan dengan reseptor transferin sedikit mempengaruhi
pelepasan FeN Tf namun terjadi peningkatan pada sisi C-terminal. Ikatan reseptor transferin
pada pH 5,6 mengubah kedua sisi transferin yang mengikat besi dimana besi pada lobus N-
terminal bersifat stabil, tidak pada sisi C-terminal. Reseptor transferin yang terikat transferin
dalam endosomal mempengaruhi jumlah besi yang dilepaskan dari transferin dalam sel
eritroid, selain itu juga meminimalkan perbedaan antara sisi C-terminal dan N-terminal
(Beutler at al, 2000).
Transport Besi Melewati Membran Endosom melalui Nramp2
Setelah dilepaskan besi harus ditransportasikan melewati membran endosomal.
Pergerakan besi keluar endosom dan absorsinya di usus, diperantarai oleh Nramp2 (Natural
resistance-assosiated macrophage protein 2) yaitu protein pengangkut besi transmembran
(Beutler at al, 2000; Hoffman, 2000).
Mekanisme Kembalinya Komplek Reseptor transferin-Transferin ke Permukaan Sel.
Keasaman dalam endosom meningkatkan afinitas apotransferrin terhadap reseptor
transferin sehingga menghasilkan kompleks apotransferinreseptor transferin dan selanjutnya
di hantarkan ke permukaan sel endosom. Paparan dengan pH plasma menyebabkan
apotransferin kehilangan afinitasnya terhadap reseptor transferin sehingga terlepas dari
membran endosom. Hal ini memungkinkan apotransferin dan reseptor transferin bisa
digunakan kembali (Beutler at al, 2000; Hoffman, 2000).
Pengaturan, Penyimpanan dan Ambilan Besi Seluler
Di dalam sel, IRP-1 dan IRP-2 tersedia untuk mengatur penyimpanan dan ambilan besi
melalui pengontrolan translasi untuk sintesis reseptor transferin dan feritin. Sintesis reseptor
transferin disesuaikan dengan jumlah citoplasmic transferin reseptor mRNA. Regio 3’ yang
tidak ditranslasikan (3’ UTR) dari reseptor transferin mRNA mengandung 5 IRE. Ikatan IRP
dengan IRE pada 3’ UTR memperlambat degradasi dan meningkatkan konsentrasi
cytoplasmic transferrin receptor mRNA serta jumlah sintesis reseptor transferin. Dengan
meningkatnya jumlah reseptor sel, ambilan besi meningkat. Sintesis ferritin dikontrol (tanpa
mengubah jumlah ferritin yang ada) dengan menekan translasi ferritin mRNA. Regio 5’ yang
tidak ditranslasikan (5’ UTR) dari ferritin mRNA mengandung IRE tunggal. Ikatan antara
IRP-IRE menghentikan translasi ferritin mRNA sehingga sedikit ferritin yang diproduksi dan
sekuester besi dikurangi. Pengaturan besi intrasel dilakukan oleh IRP sehingga menghasilkan
efek yang berlawanan terhadap sintesis reseptor transferin dan ferritin. Penurunan besi
intraseluler menyebabkan peningkatan proporsi tingginya afinitas IRP. Peningkatan IRP-IRE
meningkatkan produksi reseptor transferin tapi menurunkan feritin.
Meningkatnya besi intrasel menyebabkan terangkainya 4Fe-4S dengan kehilangan
aktivitas binding IRP-1 dan untuk IRP-2 akan menyebabkan proteolisis yang spesifik. Sedikit
IRP yang terikat IRE akan menurunkan produksi reseptor transferin dan meningkatkan
produksi ferritin. Keseimbangan dan efek berlawanan ini mengubah ambilan besi dan
penyimpanannya oleh IRP dalam rangka mempertahankan homeostasis besi intraseluler tetap
konstan dan dapat berrespon pada oksidatif stres serta inflamasi. IRP juga terikat pada
Functional IRE pada 5’ UTR dari mRNA yang ada pada sintesis erytroidspecifik- d-amino
levolinic acid (eALAS) dan mitokondrial aconitase serta menghambat sintesisnya dibawah
kondisi kekurangan besi, berkaitan dengan penggunaan besi dan energi sel untuk mengatur
homeostasis besi (Beutler at al, 2000; Hoffman, 2000).
Siklus Besi dalam Tubuh
Konsentrasi besi tubuh normal adalah 40- 50 mg Fe/Kg BB dimana laki-laki lebih besar
dari perempuan. Kebanyakan besi yang ada berupa senyawa dengan berikatan pada protein
tertentu, bukan dalam bentuk logam bebas. Besi ditransport dalam bentuk ikatan dengan
transferin plasma dan transferin cairan ekstrasel. Jumlah besi sekitar 5-6 mg Fe/Kg pada
wanita, 10-12 mg Fe/Kg pada laki-laki disimpan dalam bentuk ferritin dan hemosiderin,
dalam hepatosit, makrofag dihati, sumsum tulang, limpa dan otot sebagai persiapan saat
kehilangan darah (Bakta, 2000).
Besi diet yang diserap usus kemudian diikat oleh transferin plasma. Pada laki-laki
dewasa dengan berat badan 70 kg, jumlah besi-transferin dalam plasma sekitar 3 mg,
meskipun besi harian yang ditransport melalui cara ini lebih dari 30 mg. Sebagian besar besi
± 24 mg/hari berada di prekursor erythroid sumsum tulang, dan sebagian besar dari jumlah
ini yaitu sekitar 17 mg/hari menjadi hemoglobin di dalam erithrosit disirkulasi yang nantinya
akan dikatabollisme oleh makrofag dalam sumsum tulang, limpa dan hati. Besi kemudian
dilepaskan dari hemoglobin dan kembali ke transferin plasma. Beberapa dari besi dalam
erythroid sumsum tulang sekitar 7 mg Fe/ hari dikatabolisme langsung oleh makrofag karena
fagositosis pada prekursor erythroid yang terganggu atau perpindahan dari feritin erytrosit
menyebabkan makrofag mengembalikan besi ke transferin plasma ± 22 mg Fe/hari. Besi
dalam erytron yang mengalami pergantian berasal dari beberapa besi yang baru diabsorpsi
dari GI tract dan dari fraksi minor sekitar 2 mg Fe/hari besi Hb yang masuk ke plasma
melalui enukleasi normoblas atau hemolisis intravaskuler. Selanjutnya akan terikat dengan
haptoglobin/ hemopexin dan dihantarkan ke hepatosit (Andrew, 1999).
Keseimbangan Besi dalam Tubuh
Keseimbangan besi ditentukan oleh perbedaan antara asupan besi dan keluaran besi dari
tubuh. Jika persediaan besi tubuh menurun maka absorpsinya meningkat, sebaliknya absorbsi
akan meningkat jika persediaan besi tubuh menurun. Besi yang diserap usus atau dikeluarkan
setiap hari berkisar antara 1-2 mg. Besi heme dan nonheme diabsorpsi melalui brush border
pada usus kecil bagian atas. Absorpsi besi yang terkandung dalam diet, ditentukan oleh
jumlah dan bentuk besi, komposisi diet dan faktor gastro intestinal (GI tract). Besi heme
biasanya terkandung sedikit dalam diet namun absorpsinya sekitar 20-30%. Kebanyakan besi
yang terkandung dalam diet berupa besi non heme yaitu sekitar 90% dan absorpsinya
dipengaruhi oleh keseimbangan antara inhibitor seperti phytate, tanat, fosfat dan ditingkatkan
oleh asam amino dan asam askorbat. Biasanya kurang dari 5% besi non heme yang
terabsorpsi. Ketersediaan besi juga dipengaruhi oleh faktor gastrointestinal seperti sekresi
gaster, gerakan usus dan akibat dari operasi atau penyakit usus.
Absorpsi besi diatur oleh sel mukosa usus kecil bagian proksimal. Regulasi mokusal
dari absorpsi besi mungkin terjadi melalui satu atau lebih langkah berikut ini yaitu: (1)
mukosa mengambil besi yang melewati vili dan membran, (2) retensi besi dalam mukosa, (3)
pemindahan besi dari sel mukosa ke plasma. Secara umum mekanisme absorpsi besi melalui
sel mukosa ini mampu memenuhi kebutuhan cadangan besi dan tingkat eritropoesis dimana
absorpsi meningkat jika cadangan besi menurun dan aktivitas eritropoesis meningkat. Sekitar
3,5mg Fe/hari diabsorpsi dari diet dengan bioavalaibilitas yang cukup dan pada fase
defisiensi besi Gambar 3. Keseimbangan besi tubuh (Andrew, 1999) terdapat faktor yang
meningkatkan absorpsi besi (Andrew, 1999).
Absorbsi Besi
Besi diet yang berasal dari makanan diserap dalam usus. Proses absorbsi besi dalam
usus terdiri atas 3 fase yaitu fase luminal, fase mukosal dan fase sistemik atau korporeal
(Bakta, 2000). Pada fase luminal ikatan besi dari bahan makanan dilepaskan atau dirubah
menjadi bentuk terlarut dan terionisasi. Kemudian besi dalam bentuk feri (Fe3+)direduksi
menjadi bentuk fero (Fe2+) sehingga siap diserap usus. Dalam proses ini getah lambung dan
asam lambung memegang peranan penting. Absorbsi paling baik terjadi pada duodenum dan
jejenum proksimal. Hal ini dihubungkan dengan jumlah reseptor pada permukaan usus dan
pH usus. Di dalam usus, besi akan dibedakan menjadi besi non haem dan besi haem. Kedua
jenis besi ini mempunyai sifat sangat berbeda. Besi haem diserap secara langsung, tidak
dipengaruhi oleh bahan penghambat atau pemacu dan presentase absorbsinya besar yaitu 4
kali dari besi non haem. Sedangkan absorbsi besi non haem sangat dipengaruhi oleh zat
pengikat (ligand) yang dapat menghambat ataupun memacu absorbsi. Senyawa besi haem
terdapat dalam daging, ikan dan hati.
Besi haem ini diserap secara utuh dan setelah berada dalam epitel usus (enterosit) akan
dilepaskan dari rantai porfirin oleh ensim haemoxygenase, kemudian ditransfer ke dalam
plasma atau disimpan dalam ferritin. Persentase besi yang diserap sangat tinggi yaitu 10-25%.
Penyerapan besi non haem sangat dipengaruhi oleh adanya zat-zat yang mempertahankan
besi tetap dalam keadaan terlarut. Bahan ini disebut zat pemacu atau promoter atau enhancer.
Sedangkan zat penghambat atau inhibitor adalah zat yang membentuk kompleks yang
mengalami presipitasi sehingga besi sulit diserap. Bahanbahan yang bekerja sebagai pemacu
utama ialah. daging, ikan dan hati, asam askorbat atau vitamin C.
Beberapa bahan yang terdapat dalam daging yang dikenal sebagai meat factor seperti
asam amino, cysteine dan glutathion dapat Gambar 3. Keseimbangan besi tubuh (Andrew, 1999)
meningkatkan absorbsi besi melalui pembentukan soluble chelate yang mencegah
polimerisasi dan presipitasi besi. Asam askorbat merupakan bahan pemacu absorbsi yang
sangat kuat yang berfungsi sebagai reduktor yang dapat mengubah feri menjadi fero,
mempertahankan pH usus tetap rendah sehingga mencegah presipitasi feri dan bersifat
sebagai monomeric chelator yang membentuk iron-ascorbate chelate yang lebih mudah
diserap. Zat penghambat absorbsi besi sebagian besar terdapat dalam makanan yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan. Penghambat paling kuat ialah senyawa polifenol seperti tanin dalam
teh. Teh dapat menurunkan absorbsi sampai 80 % sebagai akibat terbentukknya kompleks
besi-tanat. Kopi juga mengandung polipenol tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit
dibandingkan dengan teh. Bahan penghambat lain ialah phytate, bekatul, kalsium, posfat,
oksalat dan serat (fibre) yang dapat membentuk kompleks polemer besar. Fase absorbsi yang
ke dua adalah fase mukosal. Pada fase mukosal besi diserap secara aktif melalui reseptor. Jika
dosis terlalu besar besi akan masuk secara difusi pasif. Dalam sel enterosit besi akan diikat
oleh suatu karier protein spesifik dan ditransfer melalui sel ke kapiler atau disimpan dalam
bentuk feritin dalam enterosit kemudian dibuang bersamaan dengan deskuamasi epitel usus.
Susunan karier protein ini belum diketahui dengan pasti. Ada yang menduga sebagai suatu
transferin like protein. Pada fase sistemik (korporeal) besi yang masuk ke plasma diikat oleh
apotransferin menjadi transferin dan diedarkan ke seluruh tubuh, terutama ke sel eritroblast
dalam sumsum tulang. Semua sel mempunyai reseptor transferin pada permukaannya.
Transferin ditangkap oleh reseptor ini dan kemudian melalui proses pinositosis (endositosis)
masuk dalam vesikel (endosome) dalam sel. Akibat penurunan pH, besi, transferin dan
reseptor akan terlepas dari ikatannya. Besi akan dipakai oleh sel sedangkan reseptor dan
transferin dikeluarkan dan dipakai ulang.
Besar kecilnya penyerapan besi oleh usus ditentukan oleh faktor intraluminal dan faktor
regulasi eksternal. Faktor intraluminal ditentukan oleh jumlah besi dalam makanan, kualitas
besi (besi haem atau non haem), perbandingan jumlah pemacu dan penghambat dalam
makanan. Faktor regulasi luar ditentukan oleh cadangan besi tubuh dan kecepatan
eritropoesis.