menyembuhkan tanpa mengobati.pdf

2
MENYEMBUHKAN TANPA MENGOBATI Barangkali ada yang sedikit bingung dengan judul di atas. Apa yang dimaksud dengan menyembuhkan tanpa mengobati ? Bagaimana bisa sembuh kalau tidak diobati ? Bukankah untuk kesembuhan suatu penyakit perlu obat ? Tidak dapat dipungkiri kalau kerancuan ini kerap terjadi, karena sudah terlanjur terbiasa, kita semua, kalau ingin sembuh, mesti berobat. Ya, katakanlah ke dokter, ke rumah sakit, atau ke Puskesmas. Dan itu artinya identik dengan pulangnya membawa obat-obatan. Lalu, benarkah untuk setiap kesembuhan yang kita inginkan harus selalu disertai dengan mengkonsumsi obat ? Ternyata ada cukup banyak ‘penyakit’ atau hal yang kita anggap sakit, dapat disembuhkan atau disehatkan tanpa perlu mengkonsumsi obat-obatan. Bagaimana bisa ? Kalau kita lihat definisi sehat menurut WHO adalah: Suatu keadaan sehat jasmani, rohani dan sosial yang merupakan aspek positif dan tidak hanya bebas dari penyakit serta kecacatan yang merupakan aspek negatif. Atau dengan kata lain : Sehat merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yangmeliputi aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual. Sedangkan sakit itu sendiri adalah : defiasi atau penyimpangan dari sehat. Jadi, yang kita maksud sakit disini tidaklah hanya sakit jasmani saja tapi juga mental/psikis. Lalu, dimana peran tanpa obat disini ? Bukankah ‘penyakit psikis’ pun, untuk sembuhnya, seyogyanya –dan sering- diperlukan obat-obataan (misal obat penenang) ? Dan juga penyakit-penyakit psikis yang manisfestasinya berupa sakit fisik (misal : stres, cemas, sering bermanifestasi sebagai: sakit kepala, migrain, berdebar, tekanan darah tinggi), bukankah selalu perlu obat-obatan ? Itulah yang hampir selalu terjadi. Salahkah pemberian obat- obatan disini ? Tentu saja tidak, apalagi diberikan oleh dokter yang berkompeten dan obatnya sesuai indikasi. Nah, lalu, dimanakah letak permasalahannya ? Pemberian obat disini, akan menjadi masalah bila harus terus menerus diberikan, diakibatkan karena sering berulangnya gejala sakit yang timbul atau dikeluhkan. Keberulangan ini bisa terjadi, karena yang ‘diobati’ adalah sakit nya saja, atau gejala nya saja, sedangkan sumber sakitnya atau sumber permasalahannya (yang membuat cemas, yang membuat stress, yang kemudian menimbulkan gejala-gejala fisik), tidak ditanggulangi atau diselesaikan. Disinilah letak permasalahannya. Saat ini, cukup banyak –malah semakin banyak- sakit atau penyakit yang tampak sebagai sakit fisik (dan terbukti memang ada masalah di fisiknya dari pemeriksaan penunjang : laboratorium, USG, dsb), yang sebenarnya disebabkan atau dilatarbelakangi oleh masalah- masalah yang bersifat psikis. Kelihatannya, perkembangan jaman, situasi lingkungan, kebutuhan hidup yang makin meningkat, dan sebagainya, semakin membebani pikiran- pikiran kita, yang apabila tidak diantisipasi dengan baik, dapat mengakibatkan kecemasan, yang bila berlebihan bisa menjadi stres, depresi bahkan gangguan jiwa. Yang apabila tidak ditanggulangi dengan baik, dapat berlanjut menjadi penyakit fisik. Hal-hal yang bersifat psikis, dalam hal ini yang dianggap masalah (stresor), baik dari yang ringan sampai berat (cemas sampai depresi), bila berulang-ulang, dapat menimbulkan

Upload: agus-suarsana

Post on 25-Oct-2015

4 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: MENYEMBUHKAN TANPA MENGOBATI.pdf

MENYEMBUHKAN  TANPA  MENGOBATI  

Barangkali ada yang sedikit bingung dengan judul di atas. Apa yang dimaksud dengan menyembuhkan tanpa mengobati ? Bagaimana bisa sembuh kalau tidak diobati ? Bukankah untuk kesembuhan suatu penyakit perlu obat ?

Tidak dapat dipungkiri kalau kerancuan ini kerap terjadi, karena sudah terlanjur terbiasa, kita semua, kalau ingin sembuh, mesti berobat. Ya, katakanlah ke dokter, ke rumah sakit, atau ke Puskesmas. Dan itu artinya identik dengan pulangnya membawa obat-obatan.

Lalu, benarkah untuk setiap kesembuhan yang kita inginkan harus selalu disertai dengan mengkonsumsi obat ? Ternyata ada cukup banyak ‘penyakit’ atau hal yang kita anggap sakit, dapat disembuhkan atau disehatkan tanpa perlu mengkonsumsi obat-obatan. Bagaimana bisa ?

Kalau kita lihat definisi sehat menurut WHO adalah: Suatu keadaan sehat jasmani, rohani dan sosial yang merupakan aspek positif dan tidak hanya bebas dari penyakit serta kecacatan yang merupakan aspek negatif. Atau dengan kata lain : Sehat merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yangmeliputi aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual. Sedangkan sakit itu sendiri adalah : defiasi atau penyimpangan dari sehat. Jadi, yang kita maksud sakit disini tidaklah hanya sakit jasmani saja tapi juga mental/psikis.

Lalu, dimana peran tanpa obat disini ? Bukankah ‘penyakit psikis’ pun, untuk sembuhnya, seyogyanya –dan sering- diperlukan obat-obataan (misal obat penenang) ? Dan juga penyakit-penyakit psikis yang manisfestasinya berupa sakit fisik (misal : stres, cemas, sering bermanifestasi sebagai: sakit kepala, migrain, berdebar, tekanan darah tinggi), bukankah selalu perlu obat-obatan ? Itulah yang hampir selalu terjadi. Salahkah pemberian obat-obatan disini ? Tentu saja tidak, apalagi diberikan oleh dokter yang berkompeten dan obatnya sesuai indikasi. Nah, lalu, dimanakah letak permasalahannya ?

Pemberian obat disini, akan menjadi masalah bila harus terus menerus diberikan, diakibatkan karena sering berulangnya gejala sakit yang timbul atau dikeluhkan. Keberulangan ini bisa terjadi, karena yang ‘diobati’ adalah sakit nya saja, atau gejala nya saja, sedangkan sumber sakitnya atau sumber permasalahannya (yang membuat cemas, yang membuat stress, yang kemudian menimbulkan gejala-gejala fisik), tidak ditanggulangi atau diselesaikan. Disinilah letak permasalahannya.

Saat ini, cukup banyak –malah semakin banyak- sakit atau penyakit yang tampak sebagai sakit fisik (dan terbukti memang ada masalah di fisiknya dari pemeriksaan penunjang : laboratorium, USG, dsb), yang sebenarnya disebabkan atau dilatarbelakangi oleh masalah-masalah yang bersifat psikis. Kelihatannya, perkembangan jaman, situasi lingkungan, kebutuhan hidup yang makin meningkat, dan sebagainya, semakin membebani pikiran-pikiran kita, yang apabila tidak diantisipasi dengan baik, dapat mengakibatkan kecemasan, yang bila berlebihan bisa menjadi stres, depresi bahkan gangguan jiwa. Yang apabila tidak ditanggulangi dengan baik, dapat berlanjut menjadi penyakit fisik.

Hal-hal yang bersifat psikis, dalam hal ini yang dianggap masalah (stresor), baik dari yang ringan sampai berat (cemas sampai depresi), bila berulang-ulang, dapat menimbulkan

Page 2: MENYEMBUHKAN TANPA MENGOBATI.pdf

gejala-gejala yang bersifat fisik (penyakit fisik : sakit kepala, migrain, berdebar, nyeri lambung (maag, gastritis), nyeri sendi, gangguan kencing, gangguan buang air besar, dsb).

Dalam penanganan atau penanggulangan kasus-kasus seperti ini, ada 2 hal yang perlu diperhatikan :

• Apakah sakit atau keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan psikis tersebut terbukti memang ada gangguan fisik nya ( melalui pemeriksaan fisik, laboratorium, dsb). Atau,

• Masalah fisik tersebut –yang dengan sangat nyata dikeluhkan oleh pasien- tidak ditemukan ada gangguan fisik setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang (laboratorium, USG, dsb).

Bila seperti hal yang pertama yang terjadi, dimana pada pemeriksaan fisiknya memang ditemukan adanya gangguan atau kelainan, masih dapat diberikan obat-obatan yang bisa meringankan atau menghilangkan gejala yang dikeluhkan, dengan tetap disadari, baik oleh dokter maupun pasiennya, bahwa pemberian obat-obatan disini bersifat sementara, belumlah berarti ‘menyembuhkan’, karena penyebabnya (psikis) belum ditanggulangi. Bisa saja disini terjadi kesembuhan yang permanen, asal ada kerjasama yang baik dan persamaan persepsi antara dokter dengan pasien, sehingga pasien bisa menanggulangi masalah-masalah psikisnya yang merupakan sumber dari gangguan-gangguan fisiknya. Jadi, pasien lebih banyak sembuh dari kemampuan dirinya sendiri, bukan oleh obat.

Bila seperti hal yang kedua yang terjadi, dimana gangguan fisik yang dikeluhkan tidak terbukti ada masalah dari pemeriksaan, dan secara nyata memang ditemukan masalah psikis yang melatarbelakangi, tentulah kurang bijaksana bila kasus seperti ini diberikan obat-obatan. Yang perlu dilakukan adalah psikoterapi, pemberian terapi pada psikisnya, dengan cara menggali masalah-masalah yang mendasarinya, mencari solusinya, dan bersama-sama menanggulanginya.

Banyak penelitian telah membuktikan, bahwa begitu erat kaitan antara masalah psikis dengan akibat fisik yang ditimbulkan, baik itu yang menguntungkan maupun yang bersifat merugikan. Dalam bidang ilmu PsikoNeuroImunologi (PNI, cabang ilmu kedokteran yang mempelajari bagaimana hubungan psikis dengan saraf dan pengaruhnya terhadap sistem kekebalan tubuh), bahwa dengan membuat kandisi psikis kita berada dalam situasi positif (senang, bahagia, gembira, tertawa) akan meningkatkan daya tahan tubuh kita, sehingga otomatis akan mengurangi kemungkinan terjadinya sakit, dan apabila telah terlanjur sakit, akan meningkatkan kemungkinan sembuhnya. Begitu juga sebaliknya, bila hal-hal negatif yang terjadi dalam psikis kita (cemas, stress, depresi), akan menekan pula kekebalan tubuh kita, sehingga otomatis kita akan mudah sakit secara fisik, atau kalau sudah terlanjur sakit, akan lebih sulit sembuh atau sering berulang, walaupun telah diberikan obat-obatan. Dicontohkan pula, bahwa hanya dengan tertawa saja, ternyata terbukti bisa mengaktifkan 24 gen-gen positif yang ada di tubuh kita ! Luar biasa bukan ? Begitu hebat ternyata pengaruh psikis kita terhadap fisik, dalam hal ini yang berhubungan dengan sehat dan sakit.

Jadi, kalau kita simak dari hal-hal di atas, tentu saja sangat mungkin menyembuhkan tanpa mengobati, sangatlah mungkin seseorang bisa sembuh dari sakitnya, tanpa harus diberikan obat-obatan. Dalam hal ini yang diperlukan hanyalah pengertian yang baik, ada kesepahaman yang baik antara dokter dan pasiennya, sehingga terapi yang diberikan bisa maksimal dan optimal, tanpa obat-obatan.

Pilihan ada di tangan kita. Bagaimana dengan anda ?

Dr. Agus Suarsana, Sp.B, FICS, CMH, Cht, CI