menyalabpahami media · i mungkin tidak secara sempurna. ... sanya dijadikan model ideal ba ......

1
, Menyalabpahami Media S EPULUH tahun lalu bo- lehlah dimaaJkan bila kita mengangankan media mas- sa sebagai penyaji realitas. I Mungkin tidak secara sempurna. Tetapi media massa dianggap se- I mestinya berfungsi pertama dan terutama sebagai pewarta kebe- , naran dan kenyataan. Kepercayaan itu terbentuk oleh sebuah paradoks. Ia mun- cuI justru karena adanya ke- sadaran umum bahwa ternyata I media massa kita tidak ber- fungsi demikian. Ada kesenja- ngan besar antara apa yang di- anggap semestinya dan apa yang terbukti telah terjadi. Kesenjangan itu ternyata ti- dak mengganggu kepercayaan umum yang sudah salah-ka- prah. Tidak mendorong pengka- jian-ulang tentang mitos media I massa sebagai 'alat komunikasi'. Ada sebabnya. Apabila media I massa dinilai tidak menyajikan realitas atau kebenaran, maka yang disalahkan adalah hal-hal I di luar jati diri media massa itu I sendiri. Faktor-faktor yang ek- , sternal. Entah itu berupa hal- hal teknis atau faktor sosial dan manusianya. Faktor teknis ini misalnya I soal teknologi yang dianggap masih belum canggih atau dana terbatas. Yang juga dipersalah- I kan adalah manusianya. Entah itu berupa keterampilan 'ok- num' wartawan, moralitas atau keberanian redaktur. Faktor sosial yang paling banyak di- tuding sebagai hambatan ada- lah berbagai aturan dan larang- an dari pemerintah. Yang tidak pemah diperiksa ulang, karena sudah dianggap benar secara mutlak, adalah ke- . percayaan umum tadi bahwa pada dasamya dan semestinya media massa dapat dan harus memberitakan kenyataan dan kebenaran. Yang juga tidak di- Oleh Ariel Heryanto gugat, karena dianggap sUdah propagandaideologimodernisa- jelas, adalah anggapan umum si, kapitalisme, pembangunan bahwa kenyataan atau kebe- dari zaman pasca-Perang Dunia naran merupakan suatu benda Kedua. Negeri-negeri Barat bia- empirik dan obyektifyang padu, sanya dijadikan model ideal ba- gamblang batas-batasnya dan gi negeri berkembang. Kini ne- dapat ditangkap secara utuh geri-negeri Barat itu pula yang oleh gambar foto-grafik atau dapat dijadikan bukti bahwa se- ulasan kata-kata jurnalistik. mua kampanye itu merupakan Media massa dianggap hanya kekhilafan, jika bukan dusta, berupaya menemukan kebenar- terbesar abad ini. an dan kenyataan itu. Lalu Di negeri-negeri Barat media memberitakan.'lya kepada pub- massa tidak memberikan lebih lik. Media massa dianggap tidak banyak kebenaran dan kenyata- lebih dari 'alat komunikasi' an ketimbang media massa kita, yang netral dan kosong dalam walau di sana tersedia teknologi dirinya sendiri. Ia hanya berisi canggih, dana berlimpah dan se- apabila diisi dengan pesan oleh dikit sensor. Di negeri kita sen- komunikator kepada pihak ter- diri dalam dekade terakhir terja- tentu. Nasibnya mirip bahasa di akumulasi modal dan indus- yang su(iah lebih lama dileceh- trialisasi media massa secara kan sebagai alat komunikasi dramatik. Terutama pada media yang dikira dapat diperalat sia.,. I elektronik, tapiiuga media cetak. pa pun yang menguasainya. Apakah kemajuan teknologi Karena beberapa dekade me- dan dana ini telah membuat me- dia massa kita memang serba dia massa kita lebih banyak terbatas dalam hal teknologi memberitakan kebenaran dan dan modal, maka penjelasan di kenyataan? Jelas tidak. Apakah atas bisa memukau. Karena pe- ini karena pemerintah kita ku- merintah kita dari berbagai za- rang liberal? Juga tidak. Pe- man rajin melakukan represi merintah Orde Baru relatif lebih terhadap pers, maka tuduhan- liberal dalam bidang ini ketim- tuduhan terhadap faktor-faktor bang berbagai rekannya di Asia. ekstemal itu semakin meya- Media massa tidak pemah kinkan banyak pihak. dan tidak akan lebih banyak Maka diperkuatlah keperca- memberikan kebenaran atau ke- yaan umum dalam berandai-an- nyataan 'apa adanya'. Ia lebih dai. Andaikan tidak ada berba- banyak menjanjikan mimpi dan gai bentuk sensor dan larangan, fiksi. lni tidak sarna dengan ka- maka media massa kita akan bar bohong, propaganda atau memberitakan kenyataan dan fitnah. Tidak. Apalagi jika itu kebenaran. Andaikan teknologi dikait-kaitkan dengan kepen- dan dana sudah bukan masalah, tingan suatu pihak yang ber- maka kenyataan dan kebenaran kuasa. Tidak lagi ada satu pihak bukan lagi barang mewah. berkuasa yang dapat memper- alat media massa untuk kepen- Memahami Media tingilnnya sendiri. Media massa Tahayul tentang media massa menjadi kekuatan sendiri dan di atas merupakan bagian dari mendesakkan kemauan sendiri. Media massa tidak menunggu peristiwa lalu mengejar, mema- hami kebenarannya dan mem- beritakannya kepada publik. Ia mendahului semua itu. Ia men- ciptakan peristiwa. Menafsir- kan dan mengarahkan terben- tuknya kebenaran. Tidak selalu untuk melayani kepentingan pi- hak-pihak tertentu secara setia dan terkontrol. Maka yang namanya realitas dan subyek politik menjadi lun- tur. Keduanya tidak lenyap, te- tapi juga tidak lagi bisa otonom, otentik apalagi menjadi pusat dalam sejarah kontemporer. Ke- duanya tak selalu menjadi lebih penting ketimbang apa yang di- katakan media tentang mereka. KasusUKSW Kasus yang masih hangat dan kaya ilustrasi adalah kemelut di Universitas Kristen Satya Wa- cana (UKSW), Salatiga. Biasa- nya peristiwa itu digambarkan sebagai sengketa yang bermula pada pemilihan rektor ke 4 UK- SW (1993) dan meledak (1994) karena dipecatnya Arief Budim- an dengan tuduhan telah mem- buat beberapa pemyataan tak pantas di media massa. Seorang pengamat di Jakarta menganggap peristiwa itu men- jadi salah satu dari dua peristi- wa tahun 1994 yang paling ba- nyak mencetak berita. Yang lain adalah pembredelan tiga media di Jakarta. Dalam ulasan per- gantian tahun 1994/95, peristi- wa UKSW cenderung diulas se- bagai peristiwa 'pendidikan'. Itu tidak salah. Tetapi tidak berle- bihan jika peristiwa yang sarna diulas dalam kategori 'media massa'. Seperti pembredelan media di Jakarta. Peristiwa UKSW itu tidak da- pat dibayangkan dapat terjadi se- andainya tidak ada industriali- sasi informatika pers dalam de- kade terakhir. Bukan sekadar ka- rena jumlah kuantitatif peliputan kasus itu di pers. Liputan itu me- mang terbilang berlimpah-ruah. Tetapi ada soal kualitatif yang jauh lebih fundamental. Sampai sekarang hampir se- mua pihak beranggapan Arief Budiman dipecat karena per- nyataan atau pendapatnya mengganggu penguasa UKSW. lni jelas keliru. Pihak yang me- mecat Arief tidak pemah men- dengar Arief berpendapat. Me- reka hanya membaca di media massa apa yang dilaporkan se- bagai pendapat Arief. Sejak itu pula media massa menjadi mediator dan medan peperangan tekstual dan infor- masi antara berbagai kubu yang bertikai. Tidak penting lagi apa 'sesungguhnya' pendapat Arief. Pertikaian di koran jauh lebih gencar dan menentukan ketim- bang yang terjadi di darat. Me- dia massa tidak sekadar mela- porkan pertikaian yang sebe- lumnya terjadi di darat. Koran meliput komentar orang terha- dap apa yang diliput koran yang sarna pada edisi sebelumnya. Media massa membentuk dunia dan realitas sendiri, lengkap de- ngan UKSW dan Arief Budiman tersendiri. Bagaimana kebanyakan war- ga kampus UKSW mengikuti perkembangan peristiwa itu? Bukan datang dan berkeliling kampus untuk melihat dan men- dengar sendiri dari berbagai pi- hak tentang apa-apa yang terja- di. Mereka rajin membaca di ko- ran apa yang dikabarkan terjadi di kampus. Mengapa? Pertama, di setiap kampus ada pernyataan tanggapan dan tingkah orang yang terlalu ba- nyak dan terlalu rumit untuk di- ikuti setiap hari selilma berbu- lan-bulan. Sedang laporan di koran semuanya sudah direduk- si dan disederhanakan, sehingga lebih mudah dicema. Kedua, tokoh-tokoh penting yang di- (Bersambung ke hIm. 5 kol. 8-9) (Sambungan dari halaman 4) Menyalah-pahami _. anggap paling tahu perkem- bangan mutakhir sangat sulit dlJumpai. Mereka terlalu sibuk. Ketiga, kesibukan utama rekan sekampus adalah membahas ii- I putan pers ten tang kampusnya. Semakin lama semakin kabur batas antara realitas empirik dan realitas media massa. Se- makin tidak jelas urutan mana i yang terjadi dulu dan mana I yang kemudian: Peristiwa atau , I ' berita. Kasus UKSW itu tidak unik " atau istimewa. Kasus Dili (Ti- 'I mor-Timur), Kongres PDI atau I Marsinah lebih banyak I sung dan ditentukan di media ketlmbang peristiwa di darat. I Dan sulit dibilang ini hasil : rekayasa pihak tertentu. * * * i * Ariel Heryanto, stat pengajar pascasarjana UKSW Salatiga. KAMIS, 12 JANUARI 1995 Halaman 4 Diunduh dari <arielheryanto.wordpress.com>

Upload: lambao

Post on 19-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Menyalabpahami Media · I Mungkin tidak secara sempurna. ... sanya dijadikan model ideal ba ... penting ketimbang apa yang di katakan media tentang mereka

, Menyalabpahami Media S EPULUH tahun lalu bo­

lehlah dimaaJkan bila kita mengangankan media mas­

sa sebagai penyaji realitas. I Mungkin tidak secara sempurna.

Tetapi media massa dianggap se­I mestinya berfungsi pertama dan

terutama sebagai pewarta kebe­, naran dan kenyataan.

Kepercayaan itu terbentuk oleh sebuah paradoks. Ia mun­cuI justru karena adanya ke­sadaran umum bahwa ternyata

I media massa kita tidak ber­fungsi demikian. Ada kesenja­ngan besar antara apa yang di­anggap semestinya dan apa yang terbukti telah terjadi.

Kesenjangan itu ternyata ti­dak mengganggu kepercayaan umum yang sudah salah-ka­prah. Tidak mendorong pengka­jian-ulang tentang mitos media

I massa sebagai 'alat komunikasi'. Ada sebabnya. Apabila media

I massa dinilai tidak menyajikan realitas atau kebenaran, maka yang disalahkan adalah hal-hal

I di luar jati diri media massa itu I sendiri. Faktor-faktor yang ek­, sternal. Entah itu berupa hal-

hal teknis atau faktor sosial dan manusianya.

Faktor teknis ini misalnya I soal teknologi yang dianggap

masih belum canggih atau dana terbatas. Yang juga dipersalah-

I kan adalah manusianya. Entah itu berupa keterampilan 'ok­num' wartawan, moralitas atau keberanian redaktur. Faktor sosial yang paling banyak di­tuding sebagai hambatan ada­lah berbagai aturan dan larang­an dari pemerintah.

Yang tidak pemah diperiksa ulang, karena sudah dianggap benar secara mutlak, adalah ke- . percayaan umum tadi bahwa pada dasamya dan semestinya media massa dapat dan harus memberitakan kenyataan dan kebenaran. Yang juga tidak di-

Oleh Ariel Heryanto

gugat, karena dianggap sUdah propagandaideologimodernisa­jelas, adalah anggapan umum si, kapitalisme, pembangunan bahwa kenyataan atau kebe- dari zaman pasca-Perang Dunia naran merupakan suatu benda Kedua. Negeri-negeri Barat bia­empirik dan obyektifyang padu, sanya dijadikan model ideal ba­gamblang batas-batasnya dan gi negeri berkembang. Kini ne­dapat ditangkap secara utuh geri-negeri Barat itu pula yang oleh gambar foto-grafik atau dapat dijadikan bukti bahwa se­ulasan kata-kata jurnalistik. mua kampanye itu merupakan

Media massa dianggap hanya kekhilafan, jika bukan dusta, berupaya menemukan kebenar- terbesar abad ini. an dan kenyataan itu. Lalu Di negeri-negeri Barat media memberitakan.'lya kepada pub- massa tidak memberikan lebih lik. Media massa dianggap tidak banyak kebenaran dan kenyata­lebih dari 'alat komunikasi' an ketimbang media massa kita, yang netral dan kosong dalam walau di sana tersedia teknologi dirinya sendiri. Ia hanya berisi canggih, dana berlimpah dan se­apabila diisi dengan pesan oleh dikit sensor. Di negeri kita sen­komunikator kepada pihak ter- diri dalam dekade terakhir terja­tentu. Nasibnya mirip bahasa di akumulasi modal dan indus­yang su(iah lebih lama dileceh- trialisasi media massa secara kan sebagai alat komunikasi dramatik. Terutama pada media yang dikira dapat diperalat sia.,. I elektronik, tapiiuga media cetak. pa pun yang menguasainya. Apakah kemajuan teknologi

Karena beberapa dekade me- dan dana ini telah membuat me­dia massa kita memang serba dia massa kita lebih banyak terbatas dalam hal teknologi memberitakan kebenaran dan dan modal, maka penjelasan di kenyataan? Jelas tidak. Apakah atas bisa memukau. Karena pe- ini karena pemerintah kita ku­merintah kita dari berbagai za- rang liberal? Juga tidak. Pe­man rajin melakukan represi merintah Orde Baru relatif lebih terhadap pers, maka tuduhan- liberal dalam bidang ini ketim­tuduhan terhadap faktor-faktor bang berbagai rekannya di Asia. ekstemal itu semakin meya- Media massa tidak pemah kinkan banyak pihak. dan tidak akan lebih banyak

Maka diperkuatlah keperca- memberikan kebenaran atau ke­yaan umum dalam berandai-an- nyataan 'apa adanya'. Ia lebih dai. Andaikan tidak ada berba- banyak menjanjikan mimpi dan gai bentuk sensor dan larangan, fiksi. lni tidak sarna dengan ka­maka media massa kita akan bar bohong, propaganda atau memberitakan kenyataan dan fitnah. Tidak. Apalagi jika itu kebenaran. Andaikan teknologi dikait-kaitkan dengan kepen­dan dana sudah bukan masalah, tingan suatu pihak yang ber­maka kenyataan dan kebenaran kuasa. Tidak lagi ada satu pihak bukan lagi barang mewah. berkuasa yang dapat memper-

alat media massa untuk kepen­Memahami Media tingilnnya sendiri. Media massa

Tahayul tentang media massa menjadi kekuatan sendiri dan di atas merupakan bagian dari mendesakkan kemauan sendiri.

Media massa tidak menunggu peristiwa lalu mengejar, mema­hami kebenarannya dan mem­beritakannya kepada publik. Ia mendahului semua itu. Ia men­ciptakan peristiwa. Menafsir­kan dan mengarahkan terben­tuknya kebenaran. Tidak selalu untuk melayani kepentingan pi­hak-pihak tertentu secara setia dan terkontrol.

Maka yang namanya realitas dan subyek politik menjadi lun­tur. Keduanya tidak lenyap, te­tapi juga tidak lagi bisa otonom, otentik apalagi menjadi pusat dalam sejarah kontemporer. Ke­duanya tak selalu menjadi lebih penting ketimbang apa yang di­katakan media tentang mereka.

KasusUKSW Kasus yang masih hangat dan

kaya ilustrasi adalah kemelut di Universitas Kristen Satya Wa­cana (UKSW), Salatiga. Biasa­nya peristiwa itu digambarkan sebagai sengketa yang bermula pada pemilihan rektor ke 4 UK­SW (1993) dan meledak (1994) karena dipecatnya Arief Budim­an dengan tuduhan telah mem­buat beberapa pemyataan tak pantas di media massa.

Seorang pengamat di Jakarta menganggap peristiwa itu men­jadi salah satu dari dua peristi­wa tahun 1994 yang paling ba­nyak mencetak berita. Yang lain adalah pembredelan tiga media di Jakarta. Dalam ulasan per­gantian tahun 1994/95, peristi­wa UKSW cenderung diulas se­bagai peristiwa 'pendidikan'. Itu tidak salah. Tetapi tidak berle­bihan jika peristiwa yang sarna diulas dalam kategori 'media massa'. Seperti pembredelan media di Jakarta.

Peristiwa UKSW itu tidak da­pat dibayangkan dapat terjadi se­andainya tidak ada industriali­sasi informatika pers dalam de-

kade terakhir. Bukan sekadar ka­rena jumlah kuantitatif peliputan kasus itu di pers. Liputan itu me­mang terbilang berlimpah-ruah. Tetapi ada soal kualitatif yang jauh lebih fundamental.

Sampai sekarang hampir se­mua pihak beranggapan Arief Budiman dipecat karena per­nyataan atau pendapatnya mengganggu penguasa UKSW. lni jelas keliru. Pihak yang me­mecat Arief tidak pemah men­dengar Arief berpendapat. Me­reka hanya membaca di media massa apa yang dilaporkan se­bagai pendapat Arief.

Sejak itu pula media massa menjadi mediator dan medan peperangan tekstual dan infor­masi antara berbagai kubu yang bertikai. Tidak penting lagi apa 'sesungguhnya' pendapat Arief. Pertikaian di koran jauh lebih gencar dan menentukan ketim­bang yang terjadi di darat. Me­dia massa tidak sekadar mela­porkan pertikaian yang sebe­lumnya terjadi di darat. Koran meliput komentar orang terha­dap apa yang diliput koran yang sarna pada edisi sebelumnya. Media massa membentuk dunia dan realitas sendiri, lengkap de­ngan UKSW dan Arief Budiman tersendiri.

Bagaimana kebanyakan war­ga kampus UKSW mengikuti perkembangan peristiwa itu? Bukan datang dan berkeliling kampus untuk melihat dan men­dengar sendiri dari berbagai pi­hak tentang apa-apa yang terja­di. Mereka rajin membaca di ko­ran apa yang dikabarkan terjadi di kampus. Mengapa?

Pertama, di setiap kampus ada pernyataan tanggapan dan tingkah orang yang terlalu ba­nyak dan terlalu rumit untuk di­ikuti setiap hari selilma berbu­lan-bulan. Sedang laporan di koran semuanya sudah direduk­si dan disederhanakan, sehingga lebih mudah dicema. Kedua, tokoh-tokoh penting yang di-

(Bersambung ke hIm. 5 kol. 8-9)

(Sambungan dari halaman 4)

Menyalah-pahami _.

anggap paling tahu perkem­bangan mutakhir sangat sulit dlJumpai. Mereka terlalu sibuk. Ketiga, kesibukan utama rekan sekampus adalah membahas ii-

I putan pers ten tang kampusnya. Semakin lama semakin kabur

batas antara realitas empirik dan realitas media massa. Se­makin tidak jelas urutan mana

i yang terjadi dulu dan mana I yang kemudian: Peristiwa atau ,

I ' berita. Kasus UKSW itu tidak unik

" atau istimewa. Kasus Dili (Ti­'I mor-Timur), Kongres PDI atau I Marsinah lebih banyak be~lang­I sung dan ditentukan di media ketlmbang peristiwa di darat.

I Dan sulit dibilang ini hasil : rekayasa pihak tertentu. * * *

i * Ariel Heryanto, stat pengajar pascasarjana UKSW Salatiga.

KAMIS, 12 JANUARI 1995

Halaman 4

Diunduh dari <arielheryanto.wordpress.com>