menuju kelas duniakkp.go.id/an-component/media/upload-gambar... · kinerja ama kinerja ama..... 4...

39
KINERJA UTAMA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 Edisi I Tahun 2015 Simeulue, Aceh Natuna, Kepri Tahuna, Sulut Biak Numfor, Papua Yapen, Papua Sarmi, Papua Tual, Maluku Nunukan, Kaltara Talaud, Sulut Saumlaki, Maluku Merauke, Papua Barat Rote, NTT Morotai, Maluku Utara Kisar, Maluku Mentawai, Sumbar Pelabuhan SPDN Pabrik Es Kapal Pengawas Peningkatan Kapabilitas Itjen KKP Menuju Kelas Dunia Karamba Jaring Apung www.itjen.kkp.go.id Mempersiapkan Pengawasan dan Pengendalian Program Quick Wins KKP Mengawal KKP Mewujudkan Poros Maritim Dunia Pengawasan Berbasis Resiko Pada Pembangunan Technopark KP Bonus Sinergi Perpres, Kepmen & Permen KP tentang Tunjangan Kinerja Kemen KP Edisi I / 2015

Upload: buithu

Post on 10-Jun-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Kinerja UTaMa ..........................

1Edisi I Tahun 2015

Simeulue, Aceh

Natuna, Kepri

Tahuna, Sulut

Biak Numfor, Papua

Yapen, Papua

Sarmi, Papua

Tual, Maluku

Nunukan, Kaltara

Talaud, Sulut

Saumlaki, Maluku

Merauke, Papua Barat

Rote, NTT

Morotai, Maluku Utara

Kisar, MalukuMentawai,

Sumbar

Pelabuhan

SPDNPabrik Es Kapal

Pengawas

Peningkatan Kapabilitas Itjen KKP Menuju Kelas Dunia

Karamba Jaring Apung

ww

w.it

jen.

kkp.

go.id

Mempersiapkan Pengawasan dan Pengendalian Program Quick Wins KKP

Mengawal KKP Mewujudkan Poros Maritim Dunia

Pengawasan Berbasis Resiko Pada Pembangunan Technopark KP

Bonus SinergiPerpres, Kepmen &

Permen KP tentang

Tunjangan KinerjaKemen KP

Edisi I / 2015

PelindungInspektur Jenderal

Pembina Sekretaris Itjen, Inspektur I, Inspektur II

Inspektur III, Inspektur IV, Inspektur V

Penanggung JawabIr. Soma Somantri, ME

Pemimpin RedaksiDrs. Cipto Hadi Prayitno

Wakil Pemimpin Redaksi Ir. Dasril Munir, MM

Redaktur PelaksanaSetyawati, S.Sos. M.Ak

Penyunting (Editor)Ir. Raymond RM Bako, MA

Ir. Lina Herlina Tengku Sonya Nirmala Hayati, S.Pi

Riyan Ramadian, S.Pi, MT, MPPFarida Farid, S.Pi

FotograferAfdi Nurdiansyah

Sekretariat Tim Pelaksana KegiatanDra. Andrijati Isnaini

Wiwit Roza, SH Kurniawan, SH

Ari Purwandari, S.PsiSigit Pratama, A.Md

Alamat RedaksiSekretariat Itjen KKP

Gedung Mina Bahari 3 Lt. 4 Jl. Medan Merdeka Timur No. 16

Jakarta 10110Telp. (021) 3522310, 3520336

Fax : (021) 3520336http: www.itjen.kkp.go.id

Media Informasi Pengawasan SinergiDiterbitkan Itjen KKP bekerjasama dengan

PT. Laksmi Mitra Mandiri

Pembaca Setia Sinergi.

Seiring era perubahan dibawah komando Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Ibu Susi Pudjiastuti, KKP bertransformasi. Inovasi dan terobosan yang diprakarsai MKP menuntut seluruh jajaran lingkup KKP merubah cara pandang, pola pikir dan pola tindak lebih berintegritas tinggi, berperilaku bermartabat, menjaga akuntabilitas, meningkatkan mental positif dan sikap sportif. Komitmen dan dedikasi, kepedulian tinggi dalam menjalankan tugas ditujukan pada proses dan sistem bukan tergantung orang. Untuk mewujudkan 3 pilar, Program dan kegiatan KKP sejak persiapan/perencanaan sampai dengan diukurnya efektifiktas dampak outcome dilaksanakan secara transparan, bersih, dengan penganggaran yang jelas, efisien dan cukup, hasil kegiatan tepat sasaran dan dilakukan evaluasi untuk kepastian kemanfaatan program diharapkan mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat dan bangsa.

Sinergi mengajak para pembaca semua pada umumnya dan jajaran Lingkup KKP sebagai ownership pada khususnya untuk memaknai dan melaksanakan arahan dari MKP Ibu Susi Pudjiastuti, sehingga kita dapat membantu stakeholder mewujudkan tata kelola menuju pemerintahan yang baik bersih dan transparan menuju Poros Maritim Dunia.

Selamat Bekerja…

Redaksi

SALAM SINERGI

Simeulue, Aceh

Natuna, Kepri

Tahuna, Sulut

Biak Numfor, Papua

Yapen, Papua

Sarmi, Papua

Tual, Maluku

Nunukan, Kaltara

Talaud, Sulut

Saumlaki, Maluku

Merauke, Papua Barat

Rote, NTT

Morotai, Maluku Utara

Kisar, MalukuMentawai,

Sumbar

Pelabuhan

SPDNPabrik Es Kapal

Pengawas

Peningkatan Kapabilitas Itjen KKP Menuju Kelas Dunia

Karamba Jaring Apung

ww

w.it

jen.

kkp.

go.id

Mempersiapkan Pengawasan dan Pengendalian Program Quick Wins KKP

Mengawal KKP Mewujudkan Poros Maritim Dunia

Pengawasan Berbasis Resiko Pada Pembangunan Technopark KP

Bonus SinergiPerpres, Kepmen &

Permen KP tentang

Tunjangan KinerjaKemen KP

Edisi I / 2015

DAFTAR ISI ..........................

Kinerja UTaMa

Risiko tinggi yang teridentifikasi pada pembangunan Technopark Kelautan dan Perikanan tidak semata-mata risiko kecurangan (fraud) tetapi juga risiko operasional. Rsiko operasional karena institusi Technopark yang dibentuk spesifik dan belum pernah dilakukan oleh KKP.

4

Untuk dapat menjadi poros maritim dunia maka sistem pelabuhan di Indonesia harus dimodernisasi sesuai dengan standard internasional sehingga pelayanan dan akses di seluruh pelabuhan harus mengikuti prosedur internasional.

Mengawal KKP Mewujudkan Poros Maritim Dunia 15

Mempersiapkan Pengawasan dan Pengendalian Program Quick Wins KKP

21Kinerja

Pengawasan Berbasis Resiko Pada Pembangunan Technopark KP

Quick Wins bermanfaat untuk mendapatkan momen-tum awal yang positif dan kepercayaan diri untuk selanjutnya melakukan sesuatu yang berat. Sesuatu yang berat ini merupakan inti dari suatu program besar tersebut.

Penyelesaian Aset-aset Satker Inaktif Lingkup KKP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31Dampak Masalah Pengadaan Barang/Jasa pada Penyajian Laporan Keuangan . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36Pelayanan Publik dalam Mendukung Reformasi Birokrasi . . . . . . . . . . . . . . . . . 43

Aset Pengamanan . . . . . . . . . . . . . . . . . . 48

Membangun Kelautan dan Perikanan Dengan Hati . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 52

Upaya Mewujudkan Sinergitas pada Pembangunan Kelautan dan Maritim . . 26

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . aUDiTOria 62

LinTaS SinerGi Mengenal Aplikasi e-pengawasan (Team Mate) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 65

Self Assessment Kapabilitas APIP . . . . . . 70KiLaS SinerGi

Peningkatan kapabilitas Itjen dari Level 2 menjadi Level 3 dapat dilakukan melalui perbaikan pada Elemen Perandan Layanan, Manajemen SDM, dan Praktik Profesional, serta pemantapan pada Elemen Akuntabilitas dan Manajemen Kinerja, Budaya dan Hubungan Organisasi, dan Struktur Tata Kelola.

Peningkatan Kapabilitas ItjenMenuju Kelas Dunia (Level 3) 10

3Edisi I Tahun 2015

Kinerja UTaMaKinerja UTaMa..........................

..........................

4 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 5Edisi I Tahun 2015

Secara kesisteman dalam manaje-men, aparat pengawasan intern pada dasarnya berfungsi sebagai

sistem peringatan dini (early warning system) terhadap pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Untuk menjalankan fungsi tersebut, Inspektorat Jenderal KKP selaku aparat pengawasan intern melakukan kegiatan yang spesifik (pe-mantauan, reviu, evaluasi, audit dan kegiatan pengawasan lainnya). Pada tahap lebih lanjut Inspektorat Jenderal KKP diharapkan berperan sebagai penjamin mutu (quality assurance) dan mitra konsultasi (consulting partner) dalam pelaksanaan kegiatan di lingkungan KKP. Untuk menjalankan kedua peran tersebut, Inspektorat Jenderal KKP menetapkan kebijakan pengawasan yang berbasis risiko. Pengawasan terhadap kegiatan yang berisiko tinggi dilakukan dengan pendekatan audit, kegiatan yang berisiko

sedang dilakukan dengan pendekatan reviu dan evaluasi sistem pendukung kegiatan, dan kegiatan yang berisiko rendah diawasi dengan pendekatan pemantauan dan reviu pelaporan kegiatan Unit Eselon I (Satker).

Risiko kegiatan dapat diketahui melalui implementasi manajemen risiko oleh masing-masing Eselon I atau berdasarkan evaluasi risiko oleh Inspektorat Jenderal KKP sebagaimana ditetapkan pada Per-aturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.21/MEN/2011 tentang Penerap-an Manajemen Risiko di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Untuk mewujudkan visi dan melaksana-kan visinya, KKP melaksanakan kegiatan prioritas yang diharapkan dapat mem-berikan hasil nyata dalam waktu yang singkat (Quick Wins). Program/kegiatan Quick Wins tersebut dikelompokkan men-jadi tujuh fokus utama yaitu: (a) pemberantasan IUU Fishing,

(b) penciptaan iklim usaha Perikanan Tangkap yang berkelanjutan,

(c) penciptaan iklim usaha Perikanan Budi-daya yang berkelanjutan,

(d) penguatan pasca panen dan pemasaran hasil kelautan dan perikanan yang bernilai tambah,

(e) penguatan pulau-pulau kecil terluar, rehabilitasi dan konservasi,

(f) swasembada garam industri, serta (g) penguatan kapasitas SDM dan inovasi

Iptek Kelautan dan Perikanan.Pencapaian hasil program/kegiatan

Quick Wins tersebut dalam waktu yang relatif cepat oleh KKP sudah tentu memiliki risiko yang perlu dikelola melalui pengawasan yang efektif. Hal tersebut untuk meminimalkan risiko atau mencegah kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran kegiatan, bahkan dapat untuk menyelidiki dugaan praktik KKN.

Taman Teknologi (Technopark) Kelautan dan Perikanan

Technopark KP adalah institusi yang dikelola secara profesional oleh KKP untuk pengembangan budaya inovasi di bidang kelautan dan perikanan, untuk peningkatan daya saing bisnis dan industri

berbasis Iptek dengan membangun sinergi antar instansi terkait dan masyarakat dalam suatu wadah interaksi (kawasan) yang dilengkapi dengan fasilitas layanan diklat, penyuluhan, teknologi, akses pasar dan bisnis.

Pembangunan Technopark Kelautan dan Perikanan bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah melalui sektor kelautan dan perikanan, dalam bentuk : • fasilitasi sinergi fungsi dan peran

akademis, pelaku bisnis, pemerintah dan masyarakat untuk menghasilkan inovasi dan dampak yang maksimal pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat;

•penyediaan lingkungan yang kondusif bagi berlangsungnya riset, pengembang-an dan bisnis teknologi kelautan dan perikanan yang berkelanjutan;

•penyediaan SDM kompeten sesuai dengan kebutuhan pasar dan inovasi teknologi bagi industri sektor kelautan dan perikanan; serta

•penumbuhan, pembinaan dan pengem-bangan usaha baru (inkubator bisnis) sektor kelautan dan perikanan.

Adapun Program/kegiatan Quick Wins

Oleh : Jayeng Catur Purewanto

KINERjA UTAMAKINERjA UTAMA..........................

..........................

kkp.

go.id

4 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 5Edisi I Tahun 2015

Kinerja UTaMaKinerja UTaMa..........................

..........................

6 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 7Edisi I Tahun 2015

Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2015-2019 (Draft Renstra KKP Tahun 2015-2019) yaitu: Gerakan Nelayan Hebat, Gerakan Kemandirian Pembudidaya Ikan, Gerakan Cinta Laut dan Rehabilitasi Kawasan PANTURA Jawa, Gerakan Ekonomi Kuliner Rakyat Kreatif dari Hasil Laut, Pencanangan Pembangunan 24 Techno Park berbasis Perikanan Rakyat, Mendukung operasi keamanan laut di perairan perbatasan, Pengembangan kawasan ekowisata maritim, dan Realokasi subsidi solar menjadi LPG ke nelayan.

Analisis PermasalahanSelama ini kegiatan pengawasan oleh

Inspektorat Jenderal KKP telah banyak membantu unit Eselon I di lingkungan KKP dalam hal mencegah penyimpangan/ketidakpatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas sumberdaya yang dikelola unit Eselon I. Disisi lain, masih ditemukan permasalahan (ketidakpatuhan), ketidakefisienan, dan ketidakefektifan dalam pengelolaan sumberdaya pada pelaksanaan kegiatan di masing-masing unit Eselon I. Hal ini

disebabkan masih lemahnya implementasi manajemen risiko ditatanan para pimpinan dan pelaksana kegiatan. Sebagian besar unit Eselon I (Satker) dilingkungan KKP belum mengimplementasikan penerapan manejemen risiko seperti yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 21 Tahun 2011 tentang Penerapan Manejemen Risiko di lingkungan KKP.

Realita yang ada antara lain Unit Eselon I (Satker) belum memiliki penilaian risiko dan rencana pengendalian risiko terhadap kegiatan strategis yang dalam hal ini dikategorikan sebagai program/kegiatan Quick Wins. Padahal pengawasan berbasis risiko mengandung makna bahwa pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawas wajib memanfaatkan manajemen risiko yang dilakukan oleh pemilik risiko (Satker).

Alternatif KebijakanInspektorat Jenderal KKP menjalankan

peran quality assurance dan consulting partner terhadap unit Eselon I dilingkungan KKP. Hal ini dapat dipersepsikan bahwa Inspektorat Jenderal KKP ikut serta

mendorong kepedulian unit Eselon I untuk meningkatkan implementasi manajemen risiko dalam pelaksanaan program/kegiat-an Quick Wins seperti Pembangunan Technopark Kelautan dan Perikanan yang pelaksanaannya menjadi tanggungjawab Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPSDMKP). Berdasarkan peta jalan (road map) pembangunan Technopark Kelautan dan Perikanan Tahun 2015-2019 yang diterbitkan oleh BPSDMKP, dikemukakan target keseluruhan pembangunan Techno-park sebanyak 24 lokasi. Realisasi pembangunan Technopark Kelautan dan Perikanan pada Tahun 2015 sebanyak 4 lokasi dengan alokasi anggaran senilai Rp 20 Milyar. Tahun 2016 direncanakan pembangunan Technopark di sebelas lokasi dengan alokasi anggaran sebesar Rp 110 Milyar, dan pada Tahun 2017 direncanakan dibangun Technopark di 9 lokasi.

Peran tersebut diharapkan mendorong tersedianya peta risiko dan rencana pengelolaan risiko yang dapat digunakan untuk perangkat pengendalian oleh unit Eselon I sebagai pemilik risiko dan untuk program pengawasan oleh Inspektorat Jenderal KKP.

Identifikasi risiko dilakukan bedasarkan

parameter-parameter yang relevan, antara lain aspek man, money, methods, machine, market dan environment yang akan menghasilkan daftar risiko. Untuk menge-tahui tingkat risiko dilakukan analisis risiko. Risiko tinggi yang teridentifikasi pada pembangunan Technopark Kelautan dan Perikanan tersebut tidak semata-mata risiko kecurangan (fraud) tetapi juga risiko operasional. Risiko kecurangan (fraud) potensial tinggi karena kegiatan pembangunan tersebut bersifat pengadaan barang dan jasa, sedangkan risiko operasional potensial tinggi karena institusi Technopark yang dibentuk spesifik dan belum pernah dilakukan oleh KKP. Selanjutnya disusun rencana pengendalian risiko/mitigasi risiko dilengkapi dengan jadwal penyelesaian serta personil pelaksana. Rencana pengendalian tersebut dikomunikasikan ke pihak internal dan eksternal. Secara periodik dilakukan pemantauan dan reviu terhadap hal-hal yang seharusnya dkendalikan.

Secara pentahapan strategi pengawasan berbasis risiko tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:a. Menciptakan lingkungan pengendalian

yang baik melalui Internalisasi pe-mahaman dan penerapan manajemen

KINERjA UTAMAKINERjA UTAMA..........................

..........................

6 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 7Edisi I Tahun 2015

Kinerja UTaMaKinerja UTaMa..........................

..........................

8 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 9Edisi I Tahun 2015

risiko di BPSDMKP yang dikoordinasikan dengan Sekretariat Jenderal KKP (waktu pelaksanaan: penyusunan RKA-K/L pagu definitif TA. 2015).

b. BPSDMKP menyediakan data daftar risiko, analisis risiko, aktifitas pengen-dalian risiko, informasi dan komunikasi risiko dan evaluasi manajemen risiko kegiatan Pembangunan Technopark Kelautan dan Perikanan (waktu pelaksanaan: Triwulan I-II TA. 2015).

c. Pembahasan manajemen risiko dan kesepahaman antara Inspektorat Jenderal KKP dan BPSDMKP (waktu pelaksanaan: Triwulan I-II TA. 2015).

d. Self asessment manajemen risiko oleh BPSDMKP selaku pemilik risiko dan kegiatan pengawasan oleh Inspektorat Jenderal KKP (waktu pelaksanaan: Triwulan I, II, III dan IV TA. 2015). Pengawasan terhadap kegiatan yang berisiko tinggi ini dilakukan melalui pendekatan audit untuk mencegah kegagalan dan memberikan rekomendasi perbaikan. Melalui audit dapat diketahui apakah program/kegiatan dapat dipasti-kan fokus, selaras dengan misi KKP Tahun 2015-2019 yaitu Kedaulatan, Keberlanjutan dan Kesejahteraan dalam

pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan, serta dilaksanakan secara efisien dan efektif.

e. Pembahasan rencana aksi perbaikan manajemen risiko antara Inspektorat Jenderal KKP dan BPSDMKP guna mem-berikan umpan balik dalam pencapaian tujuan dan sasaran Pembangunan Technopark Kelautan dan Perikanan (waktu pelaksanaan: Triwulan I, II, III dan IV).Beberapa faktor yang menentukan

keberhasilan penerapan manajemen risiko, antara lain: •Komitmen pimpinan terhadap kebijakan,

proses, dan rencana tindakan; •Pihak yang ditetapkan untuk secara

langsung bertanggung jawab guna mengkoordinasikan proses manajemen risiko;

•Kesadaran setiap pejabat dan/atau pegawai untuk menciptakan kultur/budaya yang memahami manfaat dari manajemen risiko;

•Pelatihan tentang manajemen risiko untuk tujuan kepedulian risiko (risk awareness) bagi seluruh pejabat dan/atau pegawai;

•Pemantauan yang terus menerus mengenai aktivitas pengendalian risiko.

KesimpulanBeberapa hal yang dapat disimpulkan

mengenai Pengawasan Berbasis Risiko pada program/kegiatan Quick Wins KKP (Pembangunan Technopark Kelautan dan Perikanan) sebagai berikut:1. Pengawasan berbasis risiko pada

kegiatan Pembangunan Technopark KP dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal KKP dengan memanfaatkan manajemen risiko yang dilaksanakan (disusun) oleh BPSDMKP.

2. Pengawasan berbasis risiko pada pem-bangunan Technopark Kelautan dan Perikanan mengidentifikasi risiko tinggi yang perlu dikelola, yaitu risiko kecurangan (fraud) dan risiko operasional (terkait kelembagaan).

3. Manajemen risiko yang dilaksanakan oleh BPSDMKP sebagai pemilik risiko dibahas bersama dengan Inspektorat Jenderal KKP. Hal tersebut sebagai implementasi kerjasama dan peran consulting partner Inspektorat Jenderal KKP.

PROSES PENGAWASAN BERBASIS RISIKO

Tahapan Manajemen Risiko (oleh Pemilik Risiko)

Pengawasan Berbasis Risiko (oleh Itjen KKP)

Inte

rnal

isas

i Man

ajem

en R

isiko

(ole

h Se

tjen

KK

P)

Identifikasi Risiko

AnalisisRisiko

PengendalianRisiko

Informasi & Komunikasi

Pemantauan & Reviu

Daftar Risiko

Daftar Risiko Tinggi,

Sedang, Rendah

Daftar Aktivitas /

Rencana Aksi Pengendalian

& Mitigasi Risiko, Jadwal

& Personil

Notulen & Laporan

Kespahaman

Daftar Koreksi

Pengendalian & Feed Back

•K

iner

ja Y

ang

Mak

smim

al•

Pela

ksan

aan

Keg

iata

n Ya

ng 3

E +

1 K

4. Hasil pengendalian dan pengawasan berbasis risiko tersebut digunakan sebagai umpan balik untuk BPSDMKP dalam pencapaian keberhasilan atau meminimalkan kegagalan kegiatan. Hal ini sebagai implementasi kerjasama dan peran quality assurance Inspektorat Jenderal KKP.

5. Strategi pengawasan berbasis risiko memerlukan landasan yang kokoh antara lain: integritas para pihak (kepedulian, konsistensi, profesionalitas, transparan dan tanggungjawab) yang apabila belum dimiliki akan mengurangi efektifitas manajemen risiko yang dilaksanakan. Oleh sebab itu internalisasi dan pening-katan pengetahuan tentang manajemen risiko oleh Sekretariat Jenderal KKP sebagai unsur pembina di KKP, dan BPSDMKP sebagai pemilik risiko, serta Inspektorat Jenderal KKP sebagai unsur pengawas perlu ditingkatkan secara terus menerus.

8 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 9Edisi I Tahun 2015

KINERjA UTAMAKINERjA UTAMA..........................

..........................

Kinerja UTaMaKinerja UTaMa..........................

..........................

10 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 11Edisi I Tahun 2015

Rp.6.725.015.251,00 dan APBN-P senilai Rp.3.871.792.614,00.

Untuk dapat menjamin keberhasilan program serta memenuhi tuntutan pe-rubahan, maka mesin birokrasi dapat berjalan secara efektif. Namun kenyata-annya mesin birokrasi masih terbelit berbagai permasalahan, yakni struktur organisasi yang gemuk, proses bisnis yang tidak efisien, SDM yang tidak kompeten, penyakit korupsi/KKN, pelayanan publik yang tidak responsif dan akuntabel. Hasil berbagai survey atas maraknya praktek KKN, IPK, kualitas pelayanan publik, dan akuntabilitas instansi sebagaimana terlihat pada tabel.

Sebagai bagian dari mesin birokrasi, Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) diharapkan berperan mendorong

Keberhasilan program Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai penjabaran NawaCita (NC),

yakni NC-1: Memperkuat jatidiri sebagai Negara maritim; NC-4: Pemberantasan IUU Fishing; NC-6: Akselerasi pertumbuh-an ekonomi nasional; dan NC-7: Kedaulatan Pangandan Pengembangan Ekonomi Maritim dan Kelautan tergantung pada kemampuan jajaran KKP untuk mengge-rakan mesin birokrasi dengan baik. Bekerjanya mesin birokrasi dengan baik menjadi sangat vital apabila melihat kompleknya permasalahan dan resiko yang dihadapi, yang ditandai dengan postur anggaran KKP yang relatif besar dan cenderung meningkat dari tahun ketahun (total anggaran KKP tahun 2015 mencapai Rp.10.597.807.865,00 terdiri dari APBN

afektivitas pembangunan birokrasi yang lebih sehat. Namun kenyataannya APIP belum memiliki kemampuan atau kesiapan yang memada iuntuk melaksanakan peran tersebut.

Ir. H. Joko Widodo, Presiden Ketujuh Republik Indonesia, pada saat membuka secara resmi Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2015, mengemukakan lima arahan. Salah satu arahan diantaranya, Presiden me-nyampaikan bahwa kondisi Auditor Indo-nesia, sekarang sebagian besar berada di Level Satu, yakni mencapai 85 persen, dan

Level Tiga hanya 1 (satu) persen. Artinya, “APIP belum dapat memberikan jaminan tata kelola pemerintahan yang baik”.

Menindak lanjuti arahan Presiden, Inspektorat Jenderal sebagai APIP lingkup KKP harus berbenah dalam peningkatan kapabilitas/tata kelola pengawasan intern. Saat ini, kapabilitas Inspektorat Jenderal KKP berada pada Level 2 dengan catatan, artinya Inspektorat Jenderal belum dapat mendeteksi terjadinya korupsi.

Berpedoman pada arahan Presiden dan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design

KINERjA UTAMAKINERjA UTAMA........................

..........................

Oleh : Cipto Hadi Prayitno

Peningkatan Kapabilitas Inspektorat Jenderal

Hasil Survey

Data Indeks Persepsi Korupsi Indonesia, tahun 2014

Survey Integritas, tahun 2013

Survey government effectiveness Indonesia, tahun 2012

Hasil Penilaian atas LAKIP, tahun 2013

Oleh

Transperency International

KPK

Bank Dunia

Kemen PANRB

Perolehan Indonesia

Masih tergolong rendah (34 dari 100)

Kualitas pelayanan publik Indonesia baru mencapai 6,80 dari skala 100

Hanya memperoleh skor 0,19 dari skala -2,5 s.d 2,5

Jumlah instansi pemerintah yang dinilai akuntabel mencapai 39,67%

Hasil Survey IPK, Kualitas Pelayanan Publik & Akuntabilitas Instansi

10 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 11Edisi I Tahun 2015

Kinerja UTaMaKinerja UTaMa..........................

..........................

12 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 13Edisi I Tahun 2015

Reformasi Birokrasi Tahun 2010-2025 yang mengarahkan birokrasi untuk menjadi world class, maka Inspektorat Jenderal juga harus ditingkatkan kapabilitasnya agar berada pada kondisi world class juga, yaitu pada Level 3 (Integrated) diukur menggunakan pendekatan Internal Audit Capability Model (IACM).

PermasalahanBerdasarkan evaluasi BPKP terhadap

tata kelola Inspektorat Jenderal diketahui bahwa elemen peran dan layanan Itjen KKP masih berada pada level 1 (initial). Artinya Inspektorat telah melakukan kegiatan pengawasan berupa audit ketaatan (compliance auditing) dan audit atas transaksi untuk menilai akurasi perhitungan, namun demikian kualitas pengawasannya belum sepenuhnya sesuai dengan standar audit APIP. Kesesuaian dengan standar ini erat kaitannya dengan

pencapaian outcome bahwa audit ketaatan terhadap suatu kebijakan/prosedur/kontrak yang dilakukan telah dapat mencegah dan mendeteksi tindakan illegal dan penyimpangan jika dibandingkan dengan kebijakan, prosedur, dan persyaratan kontrak yang ada dan memastikan bahwa rekomendasi telah ditindaklanjuti dan membantu pencapaian dari tujuan KKP dan peningkatan efektivitas dari operasi KKP. Inspektorat Jenderal KKP telah memiliki Internal Audit Charter yang mengungkapkan mengenai sifat jasa assurance yang dapat diberikan, yaitu mencakup audit kinerja dan audit kepatuhan (compliance auditing). Namun demikian, pelaksanaan pengawasannya yang mencakup proses penyusunan rencana, program kerja audit, laporan hasil audit dan mekanisme pemantauan tindak-lanjut hasil pengawasan belum sepenuhnya mengacu kepada standar kendali mutu.

Analisis Permasalahan dan Alternatif Kebijakan

1. Analisis PermasalahanUntuk menetapkan prioritas per-

masalahan, setalah dilakukan diagnosis berdasarkan berdasarkan Force Field Analysis (FFA) diketahui adanya gap yang harus segera dibenahi.

Sesuai dengan tuntutan reformasi birokrasi dan hasil diagnosis tersebut, maka apabila ingin menjadi kelas dunia perlu dibenahi tata-kelola pengawasan intern sehingga masuk pada level 3 (Integrated). Nilai yang diyakini apabila kapabilitas Inspektorat Jenderal berada LEVEL 3, adalah:• Inspektorat Jenderal mampu melakukan

performance audit / value for money audit yang dapat meningkatkan kinerja (ekonomis, efisien, danefektif), serta memberikan layanan practice advisory untuk perbaikan governance process, risk, control organisasi KKP;

•Proses audit dapat dilakukan secara tetap (rutin) dan berulang.

2. Alternatif KebijakanPeningkatan kapabilitas Inspektorat

Jenderal dari Level 2 menjadi Level 3 dapat dilakukan melalui PERBAIKAN pada Elemen Perandan Layanan, Elemen Mana-jemen SDM, dan Elemen Praktik Profe-sional, serta PEMANTAPAN pada Elemen Akuntabilitas dan Manajemen Kinerja, El-emen Budaya dan Hubungan Organisasi, dan Elemen Struktur Tata Kelola.

PERBAIKAN Perandan Layanan dilak-sanakan melalui:a. Pemberian jasa penjaminan (Assurance):•Pemberi peringatan dini terhadap

kegiatan yang mengandung risiko; •Pemberian reward and punishment

terhadap capaian kinerja•Evaluasi Pelayanan Publik•Pembangunan zona integritas (WBK,

Inisiatif Anti Korupsi)

KINERjA UTAMAKINERjA UTAMA..........................

..........................

HASIL DIAGNOSIS DENGAN FFA

Kekuatan Dorongan Perubahan

Kekuatan Penghambat Perubahan

RENCANA

Peningkatan Kapabilitas Inspektorat

Jenderal KKP menjadi Level-3

yang diukur dengan IACM

(Internal Audit

Capability Model)

Adanya Tuntutan Pelaksanaan Pengawasan yang Efisien & Efektif untuk Itjen

Instruksi Presiden semua APIP ke Level 3 dalam 5 (lima) tahun

Telah Ditetapkan Standar Audit & Kode Etik AAIPI

Peran & Layanan masih pada compliance audit

Manajemen Sumber Daya belum memadai

Praktek Professional belum mengacu pada standar kendali mutu

4

4

3

4

4

4

Total 11 Total 12

12 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 13Edisi I Tahun 2015

Kinerja UTaMaKinerja UTaMa..........................

..........................

14 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 15Edisi I Tahun 2015

Sebelum menjadi poros maritim dunia, Indonesia harus lebih dulu menjadi sebuah negara maritim, dimana sektor kelautan menjadi sentral kehidupan ekonomi dan pusat produksi utama. Untuk menjadi negara maritim maka pembangunan infrastruktur sepanjang pantai dan antar pulau merupakan hal yang harus dilak-sanakan sehingga transpotasi hasil-hasil kelautan menjadi mudah dan hubungan antar pulau juga menjadi lebih cepat dan efisien serta pengembangan perekonomian juga akan berkembang di daerah pesisir.

Poros Maritim DuniaSetelah menjadi negara maritim maka

tujuan berikutnya adalah menjadi poros maritim dunia atau global maritime access. Indonesia sangat mungkin menjadi poros maritim dunia mengingat Indonesia berada di daerah equator, antara dua benua Asia dan Australia, antara dua samudera Pasifik dan Hindia, serta negara-negara Asia Tenggara.

Indonesia Negara Maritim Sebagian besar kehidupan masyarakat

khususnya di lima pulau terbesar di Indonesia (Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya) pada saat ini bisa dikatakan aktivitasnya tidak terpengaruh secara langsung oleh proses yang terjadi di lautan sehingga sebenarnya bisa dikatakan bahwa Indonesia bukan sebuah negara maritim. Pola pengembangan transportasi di Indonesia mungkin tidak dilandasi atas dasar negara maritim. Hal ini terlihat dari jarangnya jalan utama yang dibangun di sepanjang pantai dan pusat pengembangan kota berada pada daerah daratan.

Indonesia dikenal sebagai sebuah negara maritim secara geo-politik, historis, dan budaya, karena wilayah darat Indonesia dalam satu kesatuan yang dikelilingi oleh lautan dengan 2/3 wilayahnya merupakan laut dan jumlah pulau terbanyak di dunia serta salah satu garis pantai terpanjang di dunia.

Oleh: Alifsyah Bambang Sutejo

b. Pemberian Saran (Advisory Services): antara lain Pemberhentian terhadap kegiatan yang berpotensi menyimpang.

PERBAIKAN Manajemen SDM dilaksa-nakan melalui:a. Membuat Peta Kompetensi Auditor;b. Dukungan keikut-sertaan dalam organi-

sasi profesi yang relevan pengembangan profesi melalui sertifikasi.

PERBAIKAN Praktik Profesional dilak-sanakan melalui:a. Re-orientasi peran pengawasan;b. Penyusunan Program Kerja Pengawasan

Tahunan berbasis risiko dan berdasarkan skala prioritas;

c. Program Pengawasan lebih mengutama-kan penyelesaian permasalahan yang dihadapi PenanggungJawab Program;

d. Peningkatan Sistem Informasi Peng-awasan Pelaksanaan e-audit dilingkup KKP.

PEMANTAPAN pada Elemen Akunta-bilitas dan Manajemen Kinerja, Elemen Budaya dan Hubungan Organisasi, dan Elemen Struktur Tata Kelola dilakukan melalui update kegiatan/dokumen.

Kesimpulan 1. Peningkatan kapabilitas Inspektorat

Jenderal menjadi Level 3 harus menjadi prioritas dan perhatian Inspektorat Jenderal yang dikoordinir / difasilitasi oleh Sekretaris Itjen, mengingat nilai tambah yang diharapkan stakeholder apabila berada pada level 3:•Comfort, yaitu diperolehnya rasa aman

bagi stakeholder dari hasil pengawalan Inspektorat Jenderal;

•Knowledge, yaitu terlaksananya pelak-sanaan tugas yang mengacu pada best practices sebagai hasil proses transfer pengetahuan antara Inspektorat Jenderal dengan stakeholder; dan

•Problem solution, yaitu diperolehnya rekomendasi dari Inspektorat Jenderal yang dapat membantu pemecahan permasalahan.

2. Peningkatan kapabilitas tersebut perlu mendapat dukungan Sekretariat Inspektorat Jenderal melalui penyiapan kebijakan, perencanaan, dan program pengawasan, serta Inspektorat V yang mempunyai tugas melaksanakan pe-ngawasan terhadap pelaksanaan kebijak-an dan peraturan perundang-undangan serta administrasi di lingkungan Inspektorat Jenderal.

KINERjA UTAMAKINERjA UTAMA..........................

..........................

14 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 15Edisi I Tahun 2015

Mengawal KKP Mewujudkan Poros Maritim Dunia

Kinerja UTaMaKinerja UTaMa..........................

..........................

16 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 17Edisi I Tahun 2015

Untuk dapat menjadi poros maritim dunia maka sistem pelabuhan di Indonesia harus dimodernisasi sesuai dengan standard internasional sehingga pelayanan dan akses di seluruh pelabuhan harus mengikuti prosedur internasional. Pembangunan infrastruktur yang meng-arah ke laut inilah yang membuat aktivitas, pusat pengembangan kota, dan pusat pemukiman dapat lebih berkembang di sepanjang pantai dibandingkan dengan di tengah daratan harus kita wujudkan. Jalan antar pulau ini harus benar-benar dapat direalisasikan di masa mendatang untuk mempercepat transportasi antar pulau di Indonesia disamping tol laut yang dicanangkan presiden terpilih Jokowi-JK.

Upaya KKP Menuju Negara MaritimPotensi perikanan laut Indonesia yang

cukup besar perlu dimanfaatkan secara efisien untuk dapat meningkatkan devisa dari sektor kelautan. Pencurian ini mungkin terjadi akibat lemahnya pengawasan dari pihak Indonesia mengingat kurangnya sarana seperti jumlah kapal pengawas dan dana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pengawasan serta luasnya perairan yang

harus diawasi.Permasalahan yang dihadapi Indonesia

saat ini untuk menuju sebuah negara maritim dan poros maritim dunia selain hal-hal yang disebutkan sebelumnya adalah kurangnya komitmen dari para pemimpin kita untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maritim seperti kurangnya dana APBN untuk kelautan, kurangnya sumber daya manusia di bidang kelautan, kurangnya pembangunan ke arah sektor kelautan, kurangnya sarana, prasarana, dan dana riset bidang kelautan, serta kurangnya pengembangan dan penerapan teknologi untuk bidang kelautan.

Untuk itu, pemerintah Indonesia harus mampu membuat kebijakan pembangunan yang berorientasi dalam bidang kelautan dan meningkatkan anggaran APBN untuk bidang kelautan sehingga infrastruktur di daerah pesisir dan antarpulau dapat dikembangkan, SDM bidang kelautan dapat ditingkatkan, kualitas pelabuhan dapat ditingkatkan menjadi bertaraf internasional, pengawasan dan produksi perikanan dapat ditingkatkan, penelitian dan kesehatan lingkungan laut dapat ditingkatkan, serta pengembangan dan

pemanfaatan teknologi kelautan dapat ditingkatkan.

Dalam rangka mewujudkan visi untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah melaksanakan beberapa program Presiden RI, diantaranya adalah sebagai berikut :1. Menegakkan kedaulatan di laut melalui

moratorium perizinan penangkapan ikan yang telah diperpanjang dan pelarangan transhipment hasil tangkapan di tengah laut. Pemindahalihan hasil tangkapan ikan (transhipment) hanya dapat dilakukan di pelabuhan-pelabuhan per-ikanan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan;

2. Menjaga Kelestarian sumberdaya ikan dengan memberikan perlindung-an melalui pelarangan perdagangan bibit udang, lobster dan ikan lainnya. Termasuk pula menjaga kelestarian terumbu karang sebagai upaya dalam menjaga keberlanjutan usaha perikanan.

3. Pemerataan pembangunan melalui pe-netapan 10 pulau-pulau terluar sebagai pusat pertumbuhan ekonomi. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kiprah nelayan di perbatasan dalam mengelola sekaligus menjaga kelestarian sumberdaya ikan. Lebih lanjut, para Nelayan mendapat Program dari KPK dibantu KKP guna menjaga Keselamatan Sumber Daya Alam. Program ini men-dapat dukungan penuh dari seluruh Gubernur Pemerintah Daerah Provinsi di Indonesia.

4. Selain itu, masih terdapat beberapa ke-giatan lainnya, diantaranya Pelaksa-naan Reformasi Birokrasi, Ekspor Ikan Indonesia dibebaskan Pajak dari USA dan, Pengembangan Budidaya Ikan dan lain sebagainya.Semua program tersebut telah diper-

siapkan dan dilengkapi dengan berbagai

sistem yang didukung oleh Inovasi Teknologi. Selain itu juga, dilengkapi dengan sarana-sarana elektronik sehingga laporan kemajuan (progress report) kegiatan dari setiap Satker didaerah dapat dilaporkan secara online. Dengan demikian pemuktahiran (update) data dapat dilaku-kan secara cepat dan tepat. Hal lain yang tidak kalah penting adalah respon yang cepat terhadap pengaduan-pengaduan masyarakat. Semua itu tentunya menuntut sumberdaya manusia yang prima.

Sistem di KKP telah dibangun, namun demikian, harus dilengkapi agar menjadi lebih baik dan lebih cepat. Hal yang perlu diperhatikan adalah SDM yang menjalankan sistem tersebut ibarat “The Man Behind The Gun”. SDM KKP perlu dipacu dan dimotivasi untuk mempunyai kinerja yang berorientasi hasil bermanfaat bagi masyarakat, mengurangi KKN dan menjadi lebih professional. Dengan Sumber Daya Manusia yang professional dan mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat perikanan, serta menghindari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), pada akhirnya KKP akan menjadi salah satu kementerian yang unggul dan teladan

KINERjA UTAMAKINERjA UTAMA..........................

..........................

16 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 17Edisi I Tahun 2015

Kinerja UTaMaKinerja UTaMa..........................

..........................

18 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 19Edisi I Tahun 2015

dalam pelayanan masyarakat. Dalam hal ini peran Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dalam pelaksanaan program kegiatan lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan sangat penting dan dituntut kapabilitasnya.

Hal mendasar dari proses bussines dapat dimulai dari Perencana yang menyusun/merencanakan semua program KKP kedalam kegiatan yang berorientasi pada sebuah negara maritim untuk menuju poros maritim dunia dimana aplikasi program dan kegiatan tersebut dapat menyentuh kebutuhan masyarakat untuk menjadi sejahtera terutama di wilayah pesisir dan kepulauan. Indikator yang digunakan adalah peningkatan pendapatan masyarakat perikanan dan kelautan Indo-nesia, peningkatan pendidikan dan tentu-nya kelestarian lingkungan dan sumber-daya perikanan. Unsur perencanaan dan pelaksanaan kegiatan (program kerja) yang dilaksanakan oleh jajaran SDM Aparatur KKP baik pejabat struktural, fungsional dan pelaksana lingkup KKP harus dilakukan dengan tertib dan bertanggung jawab sesuai beban tugas yang telah dimandatkan, secara paralel pengawasan dari internal yaitu Auditor Inspektorat Jenderal sebagai unsur pengawasan. Dalam perkembangannya

Anggaran KKP dari tahun ke tahun semakin meningkat untuk, maka semakin besar pula resiko kerja yang dihadapi. Oleh karena itu, harus dikelola sebaik mungkin sinergitas unsur perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dengan melaksanakan pelaksanaan manajemen resiko baik pelaksana program dan kegiatan maupun unsur pengawas. Orientasi pelaksanaan tugas dan fungsi (Tusi) yang dinamis harus mengutamakan pemanfaatan, memenuhi kebutuhan nelayan pembudidaya dan pengolah, dan pembinaan masyarakat.

Pola Pikir, Mekanisme dan Pola Tindak

Pola Pikir yang dijabarkan kedalam mekanisme kerja, harus dilaksanakan dalam pola tindak yang tidak menyimpang dan sesuai tujuan dan sasaran yang telah direncanakan. Setiap jajaran SDM KKP secara berjenjang sesuai tugas tanggung jawabnya harus mempunyai dedikasi tinggi dalam pelaksanaan tugasnya diantaranya :

1. Pelaksana Kegiatan dan AnggaranSejak tahap perencanaan, penyusunan

kegiatan dan anggaran harus mengacu pada aturan-aturan dan kebijakan yang berlaku. Pola pikir penyusunan anggaran

harus mempertimbangkan nilai efektif dan efisien sesuai HPB dan SBU.

Selanjutnya pelaksaan program kerja menerapkan pola tindak yang sesuai dengan rencana dan aturan, diantaranya sesuai TOR, rencana dan tujuan, sasaran yang telah ditetapkan, sesuai dengan waktu yang telah dijadwalkan sebelumnya (on schedule), akuntabilitas dengan tidak melakukan penyimpangan. Dengan pe-rencanaan yang efektif dan efisien serta pelaksanaan kerja yang sesuai rencana maka akan dihasilkan output yang ekonomis, efisien dan efektif berorientasi pada Outcome yang dapat dimanfaatkan dan memberikan dampak (impact) bagi masyarakat perikanan dan kelautan. Secara sederhana, dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

Pelaksana Anggaran harus profesional dan berorientasi manfaat bagi masyarakat nelayan, pembudidaya dan pengolahan

ikan. Pelaksana Anggaran harus memahami budaya kerja dan dapat bekerja secara cepat, dan hasil kerjanya berkualitas.

2. Pengawas Kegiatan dan AnggaranTugas Pengawas Internal dalam

hal ini adalah APIP Itjen KKP adalah meningkatkan peran dan pelayanan terhadap mitra kerja, dalam ruang lingkup pengawasan program dan kegiatan sejak tahap persiapan sampai dengan analisa dan evaluasi. Kapabilitas APIP dijamin dengan diklat penjenjangan sertifikasi dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya dituntut meningkatkan kapabilitas, pe-ngetahuan substansial, memahami Mana-jemen Resiko, dan menguasai ketentuan atau aturan-aturan yang ada. Dalam implementasinya hasil kerja APIP dalam memberikan masukan dan pelaporan harus cepat dan tidak kadaluwarsa, dengan menggunakan sistem online. Sebagaiman arahan Presiden terhadap kapabilitas APIP seluruh RI berdasarkan penilaian BPKP menggunakan tools Internal Audit Capabilities Model (IACM] yang terdiri dari 5 level, pada saat ini 85% APIP di RI berada pada Level I (Infrastruktur) untuk itu dimandatkan oleh Presiden pada tahun 2019 kapabilitas APIP RI harus meningkat menjadi 85% pada level 3 (Integrated). Bersamaan dengan hal tersebut maka Itjen KKP pun harus mencapai peningkatan kapabilitas pada level 3 dengan berbagai upaya agar dapat memberikan pelayanan terbaik kepada mitra kerja Inspektorat Jenderal dalam melaksanakan program kegiatan menuju negara maritim yang berorientasi pada poros maritim dunia.

Input Proses Output Outcome Impact

(HPB, SBU)Efisien

On Schedule

Efektif, Ekonomis

Dimanfaatkan Masyarakat

Pertumbuhan Wilayah

Diagram Pelaksana Kegiatan dan Anggaran

KINERjA UTAMAKINERjA UTAMA..........................

..........................

Sosialisasi pembangunan zona integritas menuju wilayah bebas dari korupsi oleh Sesitjen

18 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 19Edisi I Tahun 2015

Kinerja ..........................

21Edisi I Tahun 2015

Kinerja UTaMa..........................

20 Media Infomasi Pengawasan SINERGI

SimpulanDengan meningkatnya jumlah anggaran,

dan pola penganggaran tahunan, maka sumber daya manusia KKP harus lebih ditingkatkan kualitasnya dan semakin memahami manajemen resiko. Lebih lanjut, pelaksanaan hidup sederhana, tidak boros harus dilaksanakan untuk menghindari terjadinya KKN.

Guna mewujudkan hal tersebut di atas, langkah-langkah yang dapat dilaksanakan SDM KKP dalam pelaksanaan program dan kegiatan mendukung negara maritim yang berorientasi pada poros maritim dunia maka seluruh jajaran aparatur SDM KKP harus :1. Melaksanakan Reformasi Birokrasi2. Melaksanakan evaluasi dan meningkat-

kan pemahaman terhadap SPI, SAKIP, PPG dan E-Dalwas, yang dapat dilakukan secara berkala dan melalui Pelatihan di Kantor Sendiri (PKS);

3. Memahami titik-titik kritis guna meng-hindari kegagalan pelaksanaan tugas dan manajemen resiko, mengetahui masalah, penyebab dan akibatnya, serta sekaligus mampu memilih solusi yang tepat sehingga terhindar dari kegagalan dan melaksanakan tugas;

4. Merespon secara cepat terhadap keluhan dan pengaduan dari masyarakat, sebagai bentuk komunikasi pembangunan dan masyarakat;

5. Menolak tumbuhnya korupsi melalui penetapan Zona Integritas, Wilayah Bebas Korupsi (WBK), Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) dan Gratifikasi yang merupakan upaya menekan KKN, dengan membentuk Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) dan Tunas Integritas;

6. Menjalankan hidup sederhana dengan selalu bersedekah dan bersyukur serta menikmati hidup yang ikhlas

7. Membentuk teamwork dan networking serta sinergi antar Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah. Hal

ini dapat dipercepat melalui komunikasi secara online;

8. Menjaga asset pemerintah yang tercatat dalam Barang Milik Negara (BMN) dan dapat memanfaatkannya untuk kepentingan bangsa dan negara;

9. Mengembangkan sistem online yang baik yang didukung oleh SDM yang profesional dan berorientasi hasil kinerja. Tidak hanya berorientasi kepada output semata, namun mampu memberi manfaat kepada masyarakat dan pengusaha serta terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah.Kesembilan hal diatas merupakan

upaya-upaya dan kegiatan yang sifatnya pembinaan agar anggaran yang besar dapat diserap dengan baik, progam dan kegiatan dapat terlaksana sesuai rencana secara ekonomis, efisien, efektif berorientasi outcome mendukung terwujudnya negara maritim menuju poros maritim dunia. Upaya lain jika terdapat hambatan/kendala yang tidak tertangani oleh APIP maka dapat ditingkatkan menjadi langkah represi melalui pemeriksaan dan keterlibatan Aparat Penegak Hukum (APH).

Program Quick Wins merupakan pro-gram percepatan reformasi birokrasi instansi pemerintah telah dicanang-

kan untuk membangun kepercayaan masyarakat melalui perbaikan sistem kerja dan kualitas produk utama/unggulan. Tampaknya program quick wins masih menjadi perhatian serius pemerintah saat ini agar berkesinambungan dalam pelaksanaan reformasi birokrasi. Arah kebijakan tersebut untuk memberikan layanan demi kepentingan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat yang memer-lukan pelayanan cepat, mudah, dan ter-jangkau. Penekanan obyek sasaran ada pada aktivitas yang memiliki daya ungkit yang terkait dengan perbaikan pelayanan Instansi Pemerintah.

Pengertian Quick Wins itu sendiri dalam Permen PAN dan RB Nomor 13 Tahun 2011, adalah suatu inisiatif yang mudah dan cepat dicapai yang mengawali suatu program besar dan sulit. Quick Wins bermanfaat untuk mendapatkan momentum awal yang positif dan kepercayaan diri untuk selanjutnya melakukan sesuatu yang berat. Sesuatu yang berat ini merupakan inti dari suatu program besar tersebut. Quick

wins untuk setiap Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah serta untuk tema tertentu dapat berupa organization quick wins, regulation quick wins atau human resource quick wins.

Adapun program quick wins Kemen-terian Kelautan dan Perikanan yang diran-cang untuk periode tahun 2015 s.d 2019, diantaranya; •Membangun Gerakan Nelayan Hebat; •Membangun Gerakan Kemandirian Pem-

budidaya Ikan; •Gerakan Cinta Laut dan Rehabilitasi

Kawasan Pantura Jawa; •Gerakan Ekonomi Kuliner Rakyat Kreatif

dari Hasil Laut; •Pencanangan Pembangunan 24 Techno

Park berbasis Perikanan Rakyat; •Mendukung Operasi Keamanan Laut di

Perairan Perbatasan; •Pengembangan Kawasan Ekowisata

Maritim; •Realokasi Subsidi Solar menjadi LPG ke

Nelayan. Penetapan quick wins tersebut setidak-

nya sudah melalui proses pertimbangan dengan melihat pada 4 (empat) aspek, yaitu:1. Penilaian Tingkat Pencapaian Kinerja

Oleh : Iriawanti

KINERjA UTAMA..........................

KINERjA ..........................

20 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 21Edisi I Tahun 2015

Mempersiapkan Pengawasan dan Pengendalian Program Quick Wins KKPQuick Wins

KinerjaKinerja ..........................

..........................

22 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 23Edisi I Tahun 2015

Saat Ini. Untuk mengetahui tingkat pencapaian ini, data atau informasi dari para pemangku kepentingan utama dapat diperoleh melalui base line survey, wawancara, focused group discussion, analisis statistik, desk research, dan sebagainya.

2. Peningkatan Kinerja. Selain untuk meningkatkan kinerja, aspek ini juga mengidentifikasikan tingkat ke-sulitan melakukan perbaikan kinerja dimaksud dan memastikan apakah peningkatan kinerja dimaksud dapat dilakukan kurang dari 12 bulan, masih di dalam kendali penuh Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah yang bersangkutan, dan apakah masih termasuk bagian dari area reformasi birokrasi yang dicanangkan Pemerintah.

3. Penyiapan Sumber Daya. Sumber daya dimaksud dapat mencakup ketersediaan sumber daya manusia, biaya dan juga keahlian.

4. Penetapan Program Quick Wins. Aspek ini berupaya menetapkan jenis quick wins yang telah melalui serangkaian analisis.Disamping itu, dalam menetapkan

program quick wins memperhatikan pula prinsip-prinsip dan kriteria yang disusun

oleh Kementerian PAN dan RB, mengingat secara akuntabilitas kinerja, Kementerian PAN dan RB juga melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program quick wins yang ditetapkan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Lebih lanjut, pedoman monitoring dan evaluasi yang pernah disusun oleh Kementerian PAN dan RB, dapat dipergunakan sebagai acuan referensi bagi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah untuk melakukan persiapan, melaksanakan pemantauan dan mengevaluasi serta melaporkan perkembangan program quick wins. Perkembangan quick wins dimaksud, berkaitan dengan pencapaian target-target secara triwulan serta mengidentifikasi kendala/permasalahan untuk segera meng-ambil langkah upaya penyelesaiannya guna pencapaian tujuan program quick wins.

Prinsip-prinsip penetapan inisiatif yang dipilih pada program quick wins; 1. Sebagai Pengungkit, yaitu bermanfaat

untuk mendapatkan momentum awal yang positif dan kepercayaan diri, untuk selanjutnya melalukan sesuatu yang berat;

2. Mudah dilaksanakan dan hasilnya cepat dirasakan ;

3. Memberi dampak positif yang besar

bagi para pemangku kepentingan untuk meningkatkan kepercayaan (trust) dan motivasi mereka;

4. Memotivasi individu/kelompok di dalam lingkungan Kementerian/lembaga dan Pemerintah Daerah untuk melanjutkan ke pekerjaan yang lebih berat (reformasi birokrasi);

5. Memperbaiki sistem dan mekanisme kerja secara organisasi di lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah;

6. Meyakinkan pemangku kepentingan eksternal dan internal, dengan cara inisiatif tersebut dapat memberikan manfaat sesuai yang diinginkan dan nyata sesuai harapan;

7. Independen, yaitu dikontrol penuh oleh Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah serta keberhasilannya tidak tergantung secara dominan oleh Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah lainnya. Adapun kriteria penetapan program

quick wins, sebagai berikut :a. Merupakan program reformasi birokrasi,

yang terdapat di dalam Road Map Tahun 2015 - 2019;

b. Merupakan bagian utama (core busi-ness) dari peran, tugas, fungsi, dan karakteristik Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah;

c. Memberikan dampak perubahan/per-baikan yang besar;

d. Merupakan sebuah aktivitas nyata dan manfaat perbaikan dan perubahan dapat dirasakan secara cepat (waktu pelaksanaan kurang dari 12 bulan) oleh pemangku kepentingan utama eksternal dan internal Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah.Pelaksanaan program quick wins supaya

berjalan lancar sesuai dengan arah kebijakan nasional, maka langkah-langkah pada tahap persiapan minimal dapat dilihat dalam tabel 1. Tahap persiapan ini merupakan persiapan kapabilitas implementasi quick wins, penyusunan pedoman dan metode monitoring dan evaluasi implementasi quick wins.

Memperhatikan tabel tersebut, maka Tim Kerja ditingkat kementerian/unit kerja Eselon I dapat terbentuk secara kolektif, dengan struktur/organisasi Tim Kerja. Pedoman pelaksanaan quick wins perlu disusun guna memberikan kejelasan arah kebijakan pelaksanaan quick wins dan sesuai dengan peran, tugas dan fungsi organisasi. Dalam pedoman pelaksanaan memuat hal-hal penting seperti; 1) penyusunan rencana dan jadwal kerja; 2) target penyelesaian dan aktivitas peng-

endaliannya; 3) penentuan fokus dan lokus program

quick wins;

KINERjAKINERjA ..........................

..........................

KINERjAKINERjA ..........................

..........................

Langkah

1

2

3

Aktivitas

•Pembentukan Tim Kerja•Pembentukan Struktur/Organisasi

Tim Kerja

•Penyusunan Rencana dan Jadwal Kerja serta Target Penyelesaian

•Penyusunan Anggaran

Menyusun dan Menetapkan:•Metode Monitoring dan Evaluasi

Pelaksanaan Quick Wins•Mekanisme Pelaporan Pelaksanaan

Quick Wins

Keluaran

•SK tim kerja dan uraian tugas•Struktur/Organisasi Tim Kerja

•Rencana dan Jadwal Kerja (action plan)•Target Penyelesaian Anggaran

•Metode Monitoring danEvaluasi•Rancangan Laporan Pelaksanaan Quick

Wins

Tabel 1. Tahap Persiapan

22 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 23Edisi I Tahun 2015

KinerjaKinerja ..........................

..........................

24 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 25Edisi I Tahun 2015

4) mekanisme dan hubungan kerja antar unit kerja internal di lingkungan kemen-terian maupun dengan Pemerintah Daerah;

5) penentuan metode monitoring dan evaluasi pelaksanaan quick wins, dan

6) mekanisme pelaporannya. Disamping itu, memperhatikan pula

arah kebijakan kementerian diantaranya; 1) penentuan prioritas obyek sasaran harus

jelas, 2) penganggaran tidak partial dan over-

lapping tetapi bersinergi dan terintegrasi, 3) fokus penganggaran untuk produktivitas,

sedangkan untuk pembangunan infra-struktur perlu pelibatan sektor terkait,

4) diperlukan inovasi dan kreatifitas se-bagai upaya percepatan hasil dan menghasilkan produk berkualitas. Strategi pelaksanaan quick wins se-harusnya disusun dengan road map yang jelas sehingga terjalin sinergitas dan terintegrasi dalam perencanaan/persiapan pelaksanaan quick wins baik di lingkungan kementerian maupun dengan Pemerintah Daerah serta dukungan dari kementerian terkait. Dengan demikian, diharapkan program

percepatan ini secara nyata dan cepat dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh Nelayan, Pembudidaya ikan, Petani Garam, dan masyarakat di perbatasan pulau-pulau kecil terluar. Program percepatan ini, harapannya dapat pula memberikan solusi bagi mereka para Nelayan yang terkena dampak dengan adanya kebijakan spektakuler Menteri KP belum lama ini.

Berpikir Pengawasan dan Pengendalian Program

Tanpa terasa, waktu bergulir begitu cepat, fase triwulan I telah berlalu, semesti-nya pelaksanaan program quick wins pada fase triwulan II sudah dapat dimulai. Namun berdasarkan hasil pengawasan Inspektorat Jenderal menunjukan bahwa dalam persiapan pelaksanaan program quick wins ditingkat kementerian belum tersedia “Pedoman Umum Pelaksanaan Program Quick Wins” sebagai panduan/acuan bagi internal kementerian dan Pemerintah Daerah untuk mengimplementasikan perencanaan dan penganggaran kegiatan quick wins yang selaras, bersinergi dan terintegrasi dalam penyusunan Road Map.

Permasalahan ini disebabkan BAPPENAS dalam mengawali perencanaan tingkat Nasional, belum menyiapkan Pedoman Pelaksanaan Program Quick Wins bagi Kementerian/ Lembaga, padahal program quick wins yang ditetapkan pada era Kabinet Kerja merupakan janji Presiden dan Wakil Presiden RI yang harus dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga. Dilain pihak Pedoman Pelaksanaan Quick Wins yang ditetapkan pada periode tahun sebelumnya melalui Permen PAN dan RB Nomor 13 Tahun 2011, masa berlakunya hingga Tahun 2014, dan diperbaharui/diperpanjang untuk periode Tahun 2015 s.d 2019. Melihat kendala/permasalahan tersebut, perlu kiranya dibentuk Tim/Kelompok Kerja ditingkat kementerian agar lebih fokus untuk menyiapkan instrumen kebijakan yang diperlukan untuk memperlancar pelaksanaan program /kegiatan quick wins di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang selaras dengan prioritas nasional, saling bersinergi dan terintegrasi antar unit kerja internal maupun dengan instansi/

kementerian terkait sesuai kewenangan tugas dan fungsinya. Semua itu perlu rencana kerja, dan target penyelesaiannya yang diikuti dengan perbaikan metode/sistem kerja sehingga program percepatan/quick wins dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh kelompok masyarakat.

Inspektorat Jenderal selaku pengawas internal kementerian dan Sekretariat Jenderal serta unit-unit kerja selaku pelaksana program secara berkala me-mantau dan mengevaluasi pelaksanaan program quick wins agar tepat sasaran untuk pencapaian tujuan. Oleh karenanya pedoman dan metode evaluasi serta tools sebagai alat pengendalian dan pengawasan sudah seharusnya disiapkan dan diper-gunakan sebagai panduan evaluator.

DAFTAR PUSTAKA :1. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan

Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2011;

2. Hasil pemantauan dan evaluasi persiapan program quick wins Tahun 2015.

KINERjAKINERjA ..........................

..........................

KINERjAKINERjA ..........................

..........................

24 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 25Edisi I Tahun 2015

KinerjaKinerja ..........................

..........................

26 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 27Edisi I Tahun 2015

Teringat ketika pidato kenegaraan pertama Presiden Republik Indo-nesia Ir. H. Joko Widodo yang

menyatakan ”Kita harus bekerja dengan sekeras-kerasnya” untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim. Samudera, laut, selat dan teluk adalah masa depan peradaban kita. Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudera, memunggungi selat dan teluk. Kini saatnya kita mengembalikan semua sehingga semboyan Jalesveva Jayamahe, “di laut justru kita jaya”, sebagai semboyan nenek moyang kita di masa lalu, bisa kembali membahana.

Upaya untuk memperkuat Indonesia sebagai negara maritim, Pemerintah Indonesia telah mencetuskan diantaranya; Nawa Cita 1, yaitu menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, dan Nawa Cita 3, yaitu:

membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

Pulau-pulau terluar/terdepan dan ter-pencil yang merupakan garda terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), hampir sebagian besar penduduk-nya masih miskin, memiliki keterbatasan akses dalam pendidikan, kesehatan, informasi, penerangan, air bersih. dan harga bahan pokok relatif mahal, serta tertinggal dalam pembangunan infrastruktur seperti transportasi, dan fasilitas publik lainnya. Sangat ironis, padahal “mereka” bernaung dalam bentangan kekayaan laut Indonesia yang sangat luas.

Telah terjadi disorientasi pengelolaan laut, yang mana kekayaan laut belum dikelola sebesar-besarnya untuk menang-gulangi “kemiskinan”, tetapi lebih untuk pendapatan pajak Negara yang lepas dari keterjalinannya dengan ranah sosial dan

Oleh : Iriawanti

Monumen Jalesveva Jayamahe

budaya kelautan. Ada 13,8 juta warga yang hidup dari kegiatan perikanan, baik perikanan tangkap, budidaya, pengolahan, maupun pemasaran. Sekitar 90% Nelayan tangkap adalah Nelayan kecil yang harus bersaing bukan hanya sesama dengan Nelayan, melainkan juga dengan kapal-kapal besar yang leluasa menangkap ikan di perairan laut Indonesia. Begitu banyaknya persoalan di laut, di pesisir, di pulau-pulau kecil terdepan dan terpencil yang multikompleks sudah seharusnya dapat segera ditangani dan menjadi perhatian utama sektor-sektor terkait sesuai kewenangan tugas dan fungsinya untuk bergerak bersama, saling mensinergikan arah kebijakannya pada fokus dan lokus yang sama.

Kementerian Koordinator Bidang Ke-maritiman yang lahir di era kabinet kerja, melalui Perpres Nomor 10 Tahun 2015 memiliki posisi dan peran strategis untuk mengkoordinasikan, mensinkronisasikan program/kegiatan antar sektor/kementerian agar sesuai dengan arah kebijakan prioritas nasional di bidang kemaritiman, sehingga tidak lagi dilaksanakan secara partial, tetapi saling terintegrasi antar sektor dan bersinergi antar pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hal ini sesuai dengan mandat tugas Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, yaitu menyeleng-garakan koordinasi, sinkronisasi dan pen-gendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang kemaritiman. Ada 4 (empat) kementerian dibawah koordinasi Kementerian Koor-dinator Bidang Kemaritiman, meliputi; •Kementerian Kelautan dan Perikanan; •Kementerian Energi Sumber Daya dan

Mineral; •Kementerian Lingkungan Hidup; dan •Kementerian Pariwisata.

Pelaksanaan koordinasi dimaksudkan oleh Kementerian Koordinator Bidang Ke-maritiman lebih diarahkan pada isu-isu kemaritiman, dan fokus pada penguatan

kedaulatan maritim, optimalisasi pengelo-laan Sumber Daya Alam (SDA) dan Jasa kemaritiman, pembangunan infrastruktur maritim, pengelolaan Sumber Daya Manu-sia (SDM), Ilmu Pengetahuan dan Teknolo-gi (IPTEK) dan budaya maritim. Koordinasi tersebut tidak hanya terbatas pada isue-isue kemaritiman, tetapi diharapkan lebih luas lagi terhadap isu-isu kelautan mengingat maritim adalah bagian dari kegiatan di laut. Menurut pengantar ilmu kelautan yang dikutip dalam Buku Ajar Perguruan Tinggi, dijelaskan bahwa kelautan adalah hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan dan kondisi di laut yang meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya, badan air, landas kontinen termasuk sumber kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kegiatan di permukaan laut, dan ruang di atasnya, sedangkan maritim adalah bagian dari kegiatan di laut yang mengacu pada pelayaran (navigation), perdagangan (sea-borne trade) pencemaran laut, urusan kepelabuhanan dan jasa maritim yang kegiatannya berada pada mintakat (zone) mesopelagik sampai ke permukaan laut.

Ada 5 (lima) pilar utama yang di-sampaikan presiden untuk mewujudkan poros maritim dunia, yaitu; 1) membangun kembali Budaya Maritim

Indonesia;

KINERjA ..........................

26 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 27Edisi I Tahun 2015

Upaya Mewujudkan Sinergitas pada Pembangunan Kelautan dan Maritim

KinerjaKinerja ..........................

..........................

28 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 29Edisi I Tahun 2015

2) menjaga dan mengelola Sumber Daya Laut;

3) memberi prioritas pada pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim;

4) mengembangkan diplomasi maritim, membangun kemitraan;

5) membangun kekuatan pertahanan maritim. Pelaksanaan Forum Regional Ke-

maritiman Tahun 2015 di Kota Semarang, yang dilaksanakan pada beberapa waktu lalu, mengusung tema “Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia”, kiranya dapat mengkoordinasikan, mensinkronisasikan kelima pilar dimaksud, tidak hanya pada empat kementerian dibawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Ke-maritiman, tetapi juga antar Kementerian Koordinator (Kemenko), supaya efektifi-tas pembangunan Negara Maritim sebagai garda terdepan NKRI dapat terwujud sesuai harapan. Oleh karena itu diperlukan suatu blue print sebagai rencana strategi nasional yang dapat dijadikan panduan oleh semua pihak/Kementerian dalam mengelola kelautan dan perikanan, diantaranya; 1) memberantas Illegal, Unreported, and

Unregulated (IUU) Fishing untuk meningkatkan kedaulatan ekonomi;

2) meningkatkan kemandirian dalam mengelola sumberdaya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan;

3) meningkatkan pemberdayaan, daya saing, kemandirian, dan keberlanjutan usaha kelautan dan perikanan bagi kesejahteraan masyarakat kelautan dan

perikanan; dan 4) mengembangkan SDM yang kompeten

dan IPTEK yang inovatif, yang semua itu tidak terlepas dari pembangunan infrastruktur.Penguatan Kedaulatan Kemaritiman

yang tersosialisasi, antara lain menegas-kan batas dan hak negara serta mengembangkan wilayah perbatasan maritim untuk memperkuat eksistensi sebagai negara maritim. Hal ini sejalan dengan arah kebijakan nasional yang ditetapkan sebelumnya melalui Perpres Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar, namun dalam implementasinya belum optimal, masih terkesan partial dan antar sektor/kementerian terkait belum sepenuhnya terekat saling mengintegrasikan program/kegiatannya untuk pengelolaan pulau-pulau terluar/terdepan dan terpencil agar lebih efektif. Antar sektor/kementerian terkait belum fokus melaksanakan program/kegiatan secara terintegrasi ditingkat lapang dengan lokus yang sama di garda terdepan NKRI.

Dalam pelaksanaan forum-forum seje-nis, diharapkan ada kejelasan arah kebi-jakan yang saling terintegrasi antar sektor/kementerian terkait dibawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Kemari-timan untuk penanganan isue-isue penting di bidang kemaritiman maupun kelautan, yang secara formal dapat disajikan dalam bentuk road map. Secara demokrasi, para pihak yang berkepentingan atau

stakeholders kiranya dapat memberikan masukan agar dalam implementasinya tidak mengalami kendala/hambatan. Selanjutnya, penyusunan rencana tindak (action plan) juga diperlukan secara terintegrasi dalam pengelolaan pulau-pulau terluar/terdepan dan terpencil pada garda terdepan NKRI dan saling terkonektivitas dengan arah kebijakan Kemenko lainnya dalam satu kesatuan paket pembangunan Indonesia menuju Poros Maritim Dunia. Sudah sejauh manakah perencanaan strategis dan road map pembangunan maritim, kelautan dan perikanan ini siap untuk diimplementasikan, mengingat tanpa terasa waktu bergulir begitu cepat dan dibutuhkan kejelasan tidak hanya dengan penganggaran yang besar.

Keberlanjutan pengelolaan pulau-pulau kecil/terluar sebagai upaya tindak lanjut dari Perpres Nomor 78 Tahun 2005, didukung dengan Road map yang disusun oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal KP3K akan mendorong percepatan pembangunan pulau-pulau kecil/terluar. Salah satunya adalah melalui program pendampingan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), yang merupakan terobosan joint statement sinergitas antara KKP melalui Ditjen KP3K dengan Ditjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi pada Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Hal ini diharapkan akan menjawab 2 (dua) permasalahan sekaligus yaitu untuk meningkatkan elektrifikasi nasional dan sekaligus mendukung kegiatan ekonomi produktif di pulau-pulau kecil terluar di 25 lokasi pendampingan PLTS. Pembangunan PLTS oleh Kementerian ESDM ditargetkan akan mampu memberikan penerangan kepada 3.404 rumah tangga atau 3.736 kepala keluarga. Dalam hal ini KKP telah menetapkan sebanyak 25 orang fasilitator pendampingan Pulau-Pulau Kecil Terluar, dan telah terbentuk sebanyak 25 Kelompok Masyarakat Pengelola (KMP) PLTS

dengan jumlah total pengurus mencapai 140 orang. Lebih dari itu, diharapkan pula terbangunnya infrastruktur dasar lainnya seperti jalan, air bersih, komunikasi dan sarana publik lainnya dengan sektor/kementerian terkait.

Untuk membangun kembali Negara Indonesia sebagai Negara Maritim yang berdaulat, dan berkelanjutan demi ke-sejahteraan masyarakat Indonesia, tidak hanya bergantung pada sektor/kementerian tertentu, tetapi harus antar sektor/kemen-terian terkait, bahkan antar Kementerian Koordinator saling memperkuat peran sesuai kewenangan tugas dan fungsinya untuk mengimplementasikan kebijakan pembangunan kelautan dan maritim. Agar efektifitas implementasi kebijakan tersebut lebih terarah, terintegrasi dan bersinergi secara berkelanjutan pada fokus dan lokus yang jelas, diperlukan kerangka regulasi lintas sektor/kementerian guna melancarkan penyusunan road map lintas sektor/kementerian. Efektifitas pembangunan kelautan dan perikanan, disamping perlu intervensi sektor/kementerian terkait dan pemerintah daerah, juga secara khusus perlu road map antar unit kerja terkait dilingkungan kementerian untuk saling bersinergi dan terintegrasi dalam perencanaan dan penganggaran kegiatan-kegiatannya.

Sejalan dengan hal itu, tahun 2015 Menteri KP mengarahkan prioritas mem-

KINERjAKINERjA ..........................

..........................

28 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 29Edisi I Tahun 2015

KinerjaKinerja ..........................

..........................

30 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 31Edisi I Tahun 2015

bangun 5 (lima) pulau terluar/terde-pan, seperti; P.Simeulu Sumatera Utara, P.Tahuna Sulawesi Utara, P. Natuna Kepulauan Riau, P. Saumlaki Maluku dan P. Wannama Merauke Papua yang saat ini sedang disiapkan master plan-nya. Tentunya hal ini penting untuk dikomunikasikan/dikoordinasikan tidak hanya di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan, tetapi dengan sektor/kementerian terkait termasuk dengan pemerintah daerah yang bersangkutan melalui Kemenko Maritim, guna penyiapan kerangka regulasi yang tepat sebagai upaya percepatan pembangunan maritim, kelautan dan perikanan. Dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur kelautan dan perikanan, sejak 14 Januari 2015 KKP melalui Surat Nomor: B.40/SJ/RC.240/I/2015, telah mengusulkan sejumlah lokasi pembangunan sarana dan prasarana bidang kelautan dan perikanan untuk Tahun 2015 - 2019 kepada Kemenko Maritim, yang memerlukan dukungan kementerian terkait, seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Pariwisata. Dukungan dimaksud diperlukan untuk memenuhi; •kebutuhan infrastruktur jaringan irigasi

tambak, dan

•pengembangan jalan produksi di sentra produksi budidaya,

•kebutuhan jaringan air bersih di Pulau-Pulau Kecil Terluar Mandiri,

•kebutuhan Pembangkit Listrik Tenaga Surya,

•kebutuhan jaringan jalan lingkar (ring road), dan

•kebutuhan telekomunikasi di Pulau-Pulau Kecil Terluar.

Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) yang ada pada masing-masing kementerian terkait, seyogyanya dapat pula saling bersinergi untuk mengawal, dan mengendalikan perencanaan dan penganggaran kegiatan-kegiatan yang berbasis pada road map pembangunan kelautan dan maritim, serta mengawasi pelaksanaan road map tersebut agar sesuai dengan rencana.

DAFTAR PUSTAKA : 1. Perpres Nomor 78 Tahun 2005 dan Pepres Nomor

10 Tahun 2015; 2. Buku Ajar Perguruan Tinggi, Pengantar Ilmu

Kelautan, Dekin Tahun 2014; 3. Forum Regional Kemaritiman Tahun 2015, di

Semarang;4. Rencana Kegiatan Kemenko Bidang Kemaritiman

Tahun 2015;5. Buku Cetak Biru Indonesia Masa Depan dari

KAHMI untuk Bangsa Tahun 2015;6. Hasil Pengawasan Tahun 2015.

Permasalahan Satker InaktifHampir setiap tahun Satuan Kerja

(Satker) penerima Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengalami kenaikan atau mengalami penurunan jumlah. Kenaikan atau penurunan jumlah satker tersebut menyebabkan jumlah satker lingkup KKP mengalami perubahan setiap tahun. Salah satu penyebab berubahnya jumlah satker tersebut adalah adanya Satker Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, atau Satker Pusat/Daerah (berbentuk proyek) yang tidak menerima DIPA lagi pada tahun anggaran berikutnya, sehingga satker tersebut tidak mempunyai anggaran untuk menatausahakan dan mengelola aset-aset yang dimilikinya. Satker tersebut disebut sebagai Satker Inaktif.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2014, dinyatakan bahwa Satker Inaktif lingkup KKP adalah satuan kerja yang

tidak menerima alokasi anggaran dan/atau menerima kode satker berbeda pada suatu tahun anggaran, memiliki sejumlah aset dan kewajiban untuk menyelesaikan tindak lanjut hasil pemeriksaan. Selama ini Satker Inaktif dimungkinkan untuk hidup kembali dengan menerima anggaran kembali setelah satu tahun atau dua tahun mengalami kondisi Inaktif.

Adanya Satker Inaktif menimbulkan berbagai macam permasalahan dalam pengelolaan dan penatausahaan aset, antara lain:•Pengelolaan aset tidak jelas;•Anggaran guna menambah/memper-

tahankan masa manfaat dan pengamanan asetnya tidak terkendali;

•Penyampaian laporan keuangan juga tidak dilakukan, karena tidak adanya KPA dan KPB;

•Penilaian dan inventarisasi terhadap barang milik negara juga diragukan kewajarannya.

Oleh : Fredy Haryanto

KINERjAKINERjA ..........................

..........................

30 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 31Edisi I Tahun 2015

KinerjaKinerja ..........................

..........................

32 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 33Edisi I Tahun 2015

Permasalahan tersebut sudah dite-mukan oleh Badan Pemeriksa Keuang-an Republik Indonesia (BPK-RI) sejak pemeriksaan tahun buku/Tahun Angga-ran (TA) 2010, dan terus berulang menjadi temuan pada TA 2012, dan TA 2013 dengan substansi temuan relatif sama yaitu Pengelolaan Aset Satker Inaktif Tidak Memadai dengan nilai temuan yang material. Pada Pemeriksaan BPK-RI TA 2014, Satker Inaktif berpotensi menjadi temuan kembali jika hasil pemeriksaan BPK-RI tahun-tahun sebelumnya belum ditindaklanjuti secara tuntas.

Potensi temuan tersebut tentunya harus mendapat respon yang baik oleh satker yang bersangkutan, khususnya unit Eselon I terkait, dengan cara menyelesaikan aset-aset pada Satker Inaktif. Bagaimana cara dan tahapan menyelesaikan aset-aset pada Satker Inaktif? Tulisan ini akan membahas cara menyelesaikan aset Satker Inaktif yang sudah pernah dilaksanakan oleh Satker Lingkup KKP khususnya Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) dan diharapkan dapat menjadi best practice untuk menyelesaikan aset-aset pada Satker Inaktif lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Sebagaimana diketahui berdasarkan Neraca Laporan Keuangan KKP per 31 Desember 2012, Ditjen PSDKP memiliki 26 Satker Inaktif dengan jumlah aset senilai Rp11.911.912.013,00 yang tidak memperoleh anggaran lagi pada Tahun Anggaran 2013. Satker Inaktif Ditjen

PSDKP pada umumnya adalah Satker Tugas Pembantuan. Terhadap hal tersebut, Ditjen PSDKP telah menyelesaikan aset-aset Satker Inaktif dengan realisasi 100% pada Tahun 2013, dengan menyerahkan aset-aset Satker Inaktif kepada Sekretariat Ditjen PSDKP untuk dicatat sebagai aset Pusat untuk selanjutnya Kuasa Khusus Satker Inaktif melakukan proses likuidasi Satker Inaktif, melalui Panitia Likuidasi yang telah dibentuk. Dengan demikian maka pada Laporan Keuangan KKP per 31 Desember 2013, Ditjen PSDKP sudah tidak memiliki aset-aset pada Satker Inaktif.

Tahapan Penyelesaian Aset-Aset Satker Inaktif

Penyelesaian Satker Inaktif dilakukan dengan dua tahapan yaitu pengamanan/pemeliharaan aset Satker Inaktif, dan Likuidasi Satker Inaktif. Dengan dua tahapan tersebut, diharapkan penyelesaian Satker Inaktif dapat dilakukan secara komprehensif dan memenuhi kaidah penatausahaan dan pengelolaan Barang Milik Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

A. Pengamanan/Pemeliharaan Aset Satker InaktifSatker Inaktif di KKP pada umumnya

berubah-ubah status dari mati (off) menjadi hidup kembali (on) tergantung dari dapat tidaknya anggaran pada tahun bersangkutan. Permasalahan tersebut menyebabkan ketidakpastian pengamanan dan pemeliharaan aset-aset Satker Inaktif. Satu-satunya cara untuk menyelesaikan Satker Inaktif adalah dengan melalui Likuidasi Satker Inaktif. Namun demikian, sebelum Satker Inaktif tersebut dilikuidasi harus dilakukan tahapan pengamanan aset Satker Inaktif, yaitu dengan cara:1. Terhadap Barang Milik Negara (BMN)

yang digunakan untuk Tugas dan Fungsi Kementerian Kelautan dan Perikanan, pengamanan yang dilakukan adalah

dengan menyerahkan Aset Satker Inaktif kepada Satker terdekat yang masih aktif atau penyerahan Aset Satker Inaktif melalui Kuasa Khusus Satker Inaktif kepada Kantor Pusat Pembantu Pengguna Barang Eselon I (c.q. Sekretariat Ditjen/Badan) melalui transfer masuk dan transfer keluar, untuk selanjutnya Kuasa Khusus Satker Inaktif melakukan proses likuidasi Satker Inaktif.

2. Terhadap BMN yang digunakan untuk Tugas dan Fungsi Pemerintah Daerah/Satuan Kerja Perangkat Daerah, maka dilakukan pengamanan melalui Hibah Aset Satker Inaktif Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan kepada Pemerintah Daerah melalui Kuasa Khusus Satker Inaktif, untuk selanjutnya dilakukan proses likuidasi Satker Inaktif.

B. Likuidasi Satker InaktifSetelah BMN pada Satker Inaktif

diserahkan kepada satker terdekat yang masih aktif atau kepada Kantor Pusat Pembantu Pengguna Barang Eselon I (c.q. Sekretariat Ditjen/Badan) atau

pengamanan dengan hibah, maka Kuasa Khusus Satker Inaktif harus membuat Laporan Keuangan dan Laporan BMN yang akan diproses sebagai syarat Likuidasi Satker Inaktif. Proses Likuidasi Satker Inaktif dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 198/PMK.05/2012 tentang Pelaksanaan Likuidasi Entitas Akuntansi dan Entitas Pelaporan pada Kementerian /Lembaga dan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara Nomor PER-57/PN/2013 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga.

Pada saat satuan kerja ditetapkan untuk dilikuidasi, proses penganggaran akan dihentikan. Selanjutnya satuan kerja tersebut melalui Kuasa Khusus Satker Inaktif akan memproses dan melaporkan dalam Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran sampai dengan transaksi keuangan terakhir, baik transaksi pendapatan maupun belanja yang dikelola oleh satuan kerja tersebut. Satuan kerja juga menjelaskan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) bahwa transaksi-transaksi keuangan tersebut

KINERjAKINERjA ..........................

..........................

32 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 33Edisi I Tahun 2015

KinerjaKinerja ..........................

..........................

34 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 35Edisi I Tahun 2015

merupakan transaksi anggaran/keuangan terakhir sebelum satuan kerja dilikuidasi.

Sementara itu, aset-aset dari satuan kerja yang dilikuidasi sebagaimana dilaporkan pada Neraca periode pelaporan terakhir harus dikembalikan kepada negara. Untuk keperluan pelaporan akuntansi atas proses likuidasi satuan kerja pemerintah, aset digolongkan menjadi dua jenis, yaitu kas dan non kas. Prosedur untuk kas (seperti uang persediaan) dari satuan kerja yang dilikuidasi adalah menyetor semua sisa kas dimaksud kepada Kuasa Bendahara Umum Negara. Sedangkan aset non kas, seperti persediaan, aset tetap, dan aset lainnya diserahkan kepada satker Kantor Pusat Pembantu Pengguna Barang Eselon I atau satker terdekat atau dihibahkan untuk selanjutnya dilaporkan kepada Pengguna Barang. Apabila aset non kas tersebut tidak akan digunakan lagi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, maka sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, aset dimaksud dikembalikan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) selaku Pengelola Barang Milik Negara untuk ditetapkan status penggunaannya.

Proses likuidasi suatu satuan kerja sebaiknya dilaksanakan oleh suatu Panitia Likuidasi yang ditunjuk secara formal. Tugas Panitia Likuidasi antara lain menyusun Laporan Keuangan Penutup yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan Neraca.

Pada saat satker dilikuidasi, Kuasa

Pengguna Anggaran/Barang (KPA/B) yang dalam hal ini diwakili oleh Kuasa Khusus Satker Inaktif melakukan serah terima Laporan Keuangan terakhir beserta aset (kas dan non kas) kepada Panitia Likuidasi. Panitia Likuidasi selanjutnya melakukan penyetoran kas kepada Kuasa Bendahara Umum Negara dan penyerahan persediaan, aset tetap, dan aset lainnya kepada satker kantor pusat Pembantu Pengguna Barang Eselon I/satker terdekat atau dihibahkan kepada Pemerintah Daerah (bagi Satker Inaktif Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan) untuk selanjutnya dilaporkan kepada Pengguna Barang.

Kas yang biasanya masih terdapat pada Satker Inaktif berbentuk uang persediaan, pendapatan yang masih ada pada Bendahara Penerimaan, dan Kas Lainnya seperti adanya Bunga dan Jasa Giro Rekening Bendahara Pengeluaran. Kas tersebut harus disetorkan kepada Kuasa Bendahara Umum Negera dan dilakukan jurnal penyesuaian. Setelah jurnal penyesuaian diproses pada aplikasi Sistem Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran, akun-akun yang terkait Kas di Neraca satuan kerja dilikuidasi akan menunjukkan saldo 0 (nihil).

Sedangkan aset non kas yang masih terdapat pada Satker Inaktif biasanya berbentuk persediaan, aset tetap, dan aset tetap lainnya. Prosedur likuidasi aset non kas adalah:1. Panitia Likuidasi melaksanakan serah

terima seluruh aset non kas kepada satker kantor pusat Pembantu Pengguna Barang Eselon I/satker terdekat yang membawahi satuan kerja dilikuidasi atau melakukan hibah aset non kas dari Satker Inaktif kepada Satker Penerima (Pemerintah Daerah). Serah terima didasari dengan Berita Acara Serah Terima (BAST) antara satuan kerja dilikuidasi dengan satker kantor pusat Pembantu Pengguna Barang Eselon I/satker terdekat atau BAST hibah kepada Satker Penerima.

2. Panitia Likuidasi mencatat penyerahan persediaan pada aplikasi persediaan sebagai transaksi persediaan keluar. Dengan demikian Laporan Persediaan akan mempunyai nilai kuantitas dan nilai nominal 0 (nihil). Kemudian data persediaan ini dikirim ke aplikasi SIMAK BMN.

3. Untuk aset tetap dan aset lainnya yang diserahkan, Panitia Likuidasi mencatatnya pada aplikasi SIMAK BMN sebagai transaksi BMN berupa penghapusan BMN khususnya transfer keluar, sehingga Laporan BMN akan mempunyai nilai kuantitas dan nilai nominal 0 (nihil). Selanjutnya data SIMAK BMN, termasuk data persediaan di dalamnya, dikirim ke aplikasi Sistem Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (SAKPA).

4. Setelah data SIMAK BMN diterima pada aplikasi SAKPA, saldo-saldo terkait akun non kas di Neraca satuan kerja dilikuidasi akan mempunyai saldo 0 (nihil).

5. Satuan kerja dilikuidasi juga harus menjelaskan nilai nihil akibat proses likuidasi ini pada CaLKnya.

6. Selain melakukan pelaporan atas aset non kas, Panitia Likuidasi juga melaporkan aset non kas tersebut kepada DJKN atau Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) selaku pengelola BMN.

7. Panitia Likuidasi menyusun Laporan Keuangan Penutup yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan CaLK.Selanjutnya, bila satuan kerja masih

mempunyai jenis aset lain di luar aset kas dan non kas, seperti adanya saldo Tuntutan Ganti Rugi (TGR) pada Neraca, maka saldo piutang ini juga harus diserahkan kepada satker Kantor Pusat Pembantu Pengguna Barang Eselon I yang membawahi satuan kerja dilikuidasi atau satker terdekat, untuk selanjutnya dilakukan jurnal penyesuaian.

Jurnal penyesuaian tersebut merupakan

ayat jurnal balik dari jurnal (saldo awal) piutang. Jurnal-jurnal penyesuaian dibuat untuk menihilkan saldo-saldo pada Neraca, sehingga Neraca menggambarkan satuan kerja dilikuidasi tidak lagi memiliki aset, kewajiban, dan ekuitas dana, dengan demikian, Satker Inaktif yang dilikuidasi sudah tidak memiliki aset kas dan non kas.

DAFTAR PUSTAKA : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014

tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah;

2. Peraturan Menteri Keuangan nomor 198/PMK.05/2012 tentang Pelaksanaan Likuidasi Entitas Akuntansi dan Entitas Pelaporan pada Kementerian /Lembaga;

3. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Satuan Kerja Inaktif di Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan;

4. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara Nomor PER-57/PN/2013 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga;

5. Laporan Hasil Pemeriksaan Nomor 51.B/LHP/XVII/05/2011, tanggal 20 Mei 2011, tentang Laporan Hasil Pemeriksaan BPK-RI atas Laporan Keuangan Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2010;

6. Laporan Hasil Pemeriksaan Nomor 23.B/LHP/XVII/05/2013, tanggal 31 Mei 2013, tentang Laporan Hasil Pemeriksaan BPK-RI atas Laporan Keuangan Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2012;

7. Laporan Hasil Pemeriksaan Nomor 08B/LHP/XVII/05/2014, tanggal 19 Mei 2014, tentang Laporan Hasil Pemeriksaan BPK-RI atas Laporan Keuangan Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2013.

KINERjAKINERjA ..........................

..........................

34 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 35Edisi I Tahun 2015

KinerjaKinerja ..........................

..........................

36 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 37Edisi I Tahun 2015

Pengadaan barang/jasa pemerintah dan laporan keuangan adalah dua hal yang tidak terpisahkan

antara satu dengan yang lain. Dalam siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pengadaan barang/jasa pemerintah dan laporan keuangan tahapan letaknya berbeda, di mana pengadaan barang/jasa merupakan fase/tahap pelaksanaan anggaran, sedangkan laporan keuangan merupakan fase/tahap pertanggungjawaban anggaran. Dengan melihat letak fasenya kita bisa memastikan bahwa baik tidaknya pengadaan barang/jasa akan mempengaruhi baik tidaknya penyusunan laporan keuangan.

Keterkaitan antara pengadaan barang/jasa pemerintah dan laporan keuangan bisa dilihat dari kasus-kasus yang menjadi

masalah pada pengadaan barang/jasa pemerintah akan menjadi masalah juga pada saat penyusunan laporan keungan. Dari sinilah seorang petugas akuntansi harus memahami juga permasalahan pengadaan barang/jasa atau minimal harus berkoordinasi dengan unit pengadaan barang/jasa supaya dapat menentukan perlakuan akuntansi yang tepat yang harus dimasukkan dalam Laporan Keuangan.

Kasus-kasus yang pernah ditangani Kelompok Kerja Pengelolaan Keuangan dan Pengadaan Barang/Jasa Inspektorat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan selama Tahun 2012 s.d. 2014 dirangkum dan disajikan sebagai tulisan, dengan tujuan supaya kasus-kasus serupa tidak terjadi di tahun-tahun mendatang pada Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Oleh : Fredy Haryanto

Permasalahan yang Sering Terjadi pada Pengadaan Barang/Jasa

Penulis mencatat setidaknya terdapat lima permasalahan yang sering terjadi pada pengadaan barang/jasa yang menimbulkan dampak dalam pencatatan/penyajian Laporan Keuangan. Lima permasalahan tersebut diurutkan sesuai dengan frekuensi yang paling sering terjadi di KKP, yaitu meliputi: •Kesalahan dalam menentukan rincian

paket pekerjaan; •Pekerjaan tidak selesai sampai batas

akhir tahun anggaran; •Penyelesaian pekerjaan melampaui masa

tahun anggaran; •Retensi 5% sebagai pengganti jaminan

pemeliharaan; dan •Pemutusan kontrak.

1. Kesalahan dalam Menentukan Rincian Paket PekerjaanKPA tidak cermat dalam menentukan

rincian paket pekerjaan, yaitu mencampur-adukkan beberapa jenis belanja ke dalam satu paket pekerjaan dan diumumkan dalam

Rencana Umum Pekerjaan (RUP) sebagai satu paket yang akan dilelang. Sebagai contoh, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) akan menetapkan paket pengadaan alat-alat laboratorium (Belanja Modal) namun di dalam paket tersebut terdapat pengadaan belanja barang habis pakai (Belanja Barang) seperti bahan-bahan kimia, obat-obatan dan pakan artemia. Sesuai dengan prinsip akuntansi dan pengadaan barang/jasa dalam Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, seharusnya jenis belanja yang berbeda pada saat akan dilakukan pemaketan harus dijadikan dua atau lebih paket yang berbeda sesuai dengan jenis belanjanya.

Akibat yang timbul dari kesalahan pemaketan adalah Petugas Sistem Informasi Manajemen Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK BMN) berpotensi akan memasukan seluruh pengadaan dalam satu paket sebagai Aset Tetap, padahal di dalamnya terdapat Aset Lancar berupa persediaan yang dapat bernilai

KINERjAKINERjA ..........................

..........................

36 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 37Edisi I Tahun 2015

Dampak Masalah Pengadaan Barang/Jasa pada Penyajian Laporan Keuangan

KinerjaKinerja ..........................

..........................

38 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 39Edisi I Tahun 2015

material. Akibat lainnya, dalam Laporan Keuangan, nilai Aset Tetap disajikan tidak wajar karena kelebihan pencatatan (over state) dan berpotensi mempengaruhi opini Laporan Keuangan.

2. Pekerjaan Tidak Selesai Sampai Batas Akhir Tahun Anggaran (31 Desember)Sering kali pekerjaan-pekerjaan

konstruksi yang komplek dengan nilai kontrak yang relatif besar, dengan alo-kasi dari Belanja Modal (menghasilkan Aset Tetap), dan masa pelaksanaan pe-kerjaan hanya satu tahun anggaran, batas akhir waktu pelaksanaan pekerjaan akan dimaksimalkan sampai dengan 31 Desember. Hal yang menjadi masalah adalah waktu pengajuan pembayaran terhadap pekerjaan yang tidak mungkin dilakukan Satker setelah selesainya tahun anggaran (pengajuan pembayaran sudah ditutup). Terhadap hal tersebut, Kementerian Keuangan mengeluarkan kebijakan setiap akhir tahun anggaran. Dasar hukum yang digunakan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 Pasal 157 yang menyatakan bahwa dalam rangka pengendalian saldo kas negara dan persiapan tutup buku pada

akhir tahun anggaran, Menteri Keuangan mengatur penerimaan dan pengeluaran pada akhir tahun anggaran antara lain meliputi tata cara pembayaran atas pekerjaan yang selesaianya pada akhir tahun anggaran.

Untuk tahun anggaran 2014, Ke-menterian Keuangan telah menerbit-kan Peraturan Direktorat Jenderal Per-bendaharaan Nomor PER-37/PB/2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Peneri-maan dan Pengeluaran Negara Akhir Tahun Anggaran 2014. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS) yang penyelesaian pekerjaannya sampai dengan 31 Desember 2014 sudah harus diterima KPPN pada tanggal 23 Desember 2014 jam kerja. SPM LS yang diajukan dapat bernilai 100% dari nilai kontrak dengan syarat antara lain Satker melampirkan Jaminan/Garansi Bank dari bank umum yang masa berlakunya berakhir dengan berakhirnya masa kontrak sebesar persentase pekerjaan yang belum diselesaikan atau Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) untuk presentase pekerjaan yang belum diselesaikan dengan nilai ≤ Rp50 juta; dan Surat Pernyataan Kesanggupan untuk menyelesaikan pekerjaan 100%

sampai dengan berakhirnya masa kontrak dari Pihak Ketiga/Rekanan.

Dengan demikian, kebijakan pemerin-tah tersebut membolehkan pembayaran yang melebihi prestasi pekerjaan dengan beberapa syarat, dan bila pekerjaan tidak selesai sampai dengan 31 Desember, maka konsekuensinya Jaminan/Garansi Bank akan dicairkan dan disetorkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) ke Kas Negara. Hal tersebut tentunya akan berdampak pada pencatatan dalam Laporan Keuangan jika Pekerjaan fisik tidak selesai 100% pada tanggal 31 Desember, namun pembayaran telah dilakukan 100% pada tanggal 23 Desember, yaitu:•Jika KPPN mencairkan dan menyetorkan

Jaminan/Bank Garansi sebesar persen-tase pekerjaan yang belum diselesaikan ke Kas Negara pada periode sampai dengan tanggal 31 Desember, maka:- Satker akan mencatat pencairan/

penyetoran Jaminan/Bank Garansi sebagai pengembalian belanja tahun anggaran berjalan pada Laporan Keuangan per 31 Desember tahun bersangkutan.

- Satker tidak dapat melakukan kapi-talisasi aset pekerjaan menjadi Aset Tetap, dan harus mencatatnya sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP) pada Neraca atau dalam apikasi SIMAK BMN sebesar nilai pembayaran 100% dikurangi nilai Jaminan/Garansi Bank yang telah disetorkan ke Kas Negara.

•Jika KPPN mencairkan dan menyetorkan Jaminan/Bank Garansi sebesar persen-tase pekerjaan yang belum diselesaikan ke Kas Negara pada periode setelah tanggal 31 Desember (melebihi tahun anggaran), maka:- Satker akan mencatat adanya Piutang

PNBP pada Laporan Keuangan per 31 Desember tahun yang bersangkutan sebesar nilai persentase pekerjaan yang belum selesai yang akan dicairkan melalui Jaminan/Bank Garansi, dan

menyajikan penyisihan dengan kualitas lancar.

- Satker tidak dapat melakukan kapi-talisasi aset pekerjaan menjadi Aset Tetap, dan harus mencatatnya sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP) pada Neraca atau dalam apikasi SIMAK BMN sebesar nilai pembayaran 100% pada tanggal 31 Desember tahun bersangkutan dikurangi nilai Piutang PNBP.

•Jika alokasi anggaran untuk menye-lesaikan KDP tidak disediakan Satker yang bersangkutan pada tahun anggaran berikutnya, maka hasil pengadaan/pembangunan tidak bermanfaat dan tujuan program kegiatan tidak tercapai.

3. Penyelesaian Pekerjaan Melampaui Masa Tahun Anggaran Pekerjaan yang dilaksanakan dengan

kontrak tahun tunggal dengan menggunak-an sumber pendanaan rupiah murni kadang tidak selesai sampai akhir tahun ang-garan (31 Desember), dan berpotensi tidak dapat dimanfaatkan sesuai dengan tujuan kegiatan/program. Demi mendorong per-cepatan pencapaian tujuan suatu kegiatan/program, maka Pemerintah mengeluarkan kebijakan bahwa dalam hal pekerjaan tidak terselesaikan sampai dengan akhir tahun anggaran, penyelesaian sisa pekerjaan dapat dilanjutkan ke tahun anggaran berikutnya sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 25/PMK.05/2012 tentang Pelaksanaan Sisa Anggaran Tahun Anggaran Berkenaan yang Dibebankan

KINERjAKINERjA ..........................

..........................

38 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 39Edisi I Tahun 2015

KinerjaKinerja ..........................

..........................

40 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 41Edisi I Tahun 2015

pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran Berikutnya.

Konsekuensi dari penyelesaian pekerja-an yang melampaui tahun anggaran adalah KPPN mencairkan dan menyetorkan Jaminan/Bank Garansi sebesar persentase pekerjaan yang belum diselesaikan ke Kas Negara pada periode setelah tanggal 31 Desember (tahun anggaran berikutnya), sehingga:•Satker akan mencatat adanya Piutang

PNBP pada Laporan Keuangan per 31 Desember tahun yang bersangkutan sebesar nilai persentase pekerjaan yang belum selesai yang akan dicairkan melalui Jaminan/Bank Garansi, dan menyajikan penyisihan dengan kualitas lancar. Pada Laporan Keuangan Semester berikutnya, Satker akan mencatat sebagai PNBP (Pendapatan Anggaran Lain-Lain).

•Satker tidak dapat melakukan kapitalisasi aset pekerjaan menjadi Aset Tetap, dan harus mencatatnya sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP) pada Neraca atau dalam apikasi SIMAK BMN per 31 Desember sebesar nilai pembayaran 100% tahun bersangkutan dikurangi nilai Piutang PNBP.

•Manfaat kegiatan/pekerjaan tidak dapat dinikmati masyarakat pada tahun anggaran bersangkutan.

Perlakuan akuntansi Laporan Keuangan tahun anggaran berikutnya, tergantung pada progres penyelesaian pekerjaan tahun anggaran berikutnya.

4. Retensi 5% Sebagai Pengganti Jaminan PemeliharaanSesuai dengan Peraturan Presiden

Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, Pasal 71 ayat (4) dinyatakan bahwa Penyedia Pekerjaan Konstruksi memilih untuk memberikan Jaminan Pemeliharaan atau memberikan retensi 5% dari nilai kontrak sebagai jaminan pemeliharaan. Retensi pembayaran sebesar 5% dilakukan apabila masa pemeliharaan berakhir pada tahun anggaran yang sama. Jika hal tersebut terjadi sebelum periode pelaporan keuangan per 30 Juni, maka akan berdampak pada pelaporan keuangan dan barang Satker yang bersangkutan.

Dampaknya adalah fisik pekerjaan yang telah selesai 100%, tidak dapat dicatat sebagai aset tetap definitif, tapi

harus dicatat dalam Laporan Keuangan Semesteran (30 Juni) sebagai akun Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP), sehingga pencatatan dalam laporan keuangan tidak menggambarkan kondisi aset tetap yang sebenarnya, yaitu pekerjaan sudah selesai 100%, namun masih dianggap sebagai pekerjaan yang belum selesai, karena belum dibayar 100%.

5. Pemutusan KontrakSesuai dengan Peraturan Presiden

Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pasal 93 disebutkan bahwa PPK dapat memutuskan Kontrak secara sepihak, apabila:a. Kebutuhan barang/jasa tidak dapat

ditunda melebihi batas berakhirnya kontrak, namun berdasarkan penelitian PPK, penyedia barang/jasa tidak akan mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan walaupun diberikan ke-sempatan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan untuk menyelesaikan pekerjaan; dan atau setelah diberikan kesempatan menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan, penyedia barang/jasa tidak dapat menyelesaikan pekerjaan;

b. Penyedia barang/jasa lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya dan tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan;

c. Penyedia barang/jasa terbukti melaku-kan Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN), kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses pengadaan yang diputuskan oleh instansi yang berwenang; dan/atau pengaduan tentang penyimpangan prosedur, dugaan KKN dan/atau pelanggararan persaingan sehat dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa

dinyatakan benar oleh instansi yang berwenang.Dalam hal pemutusan Kontrak dilaku-

kan karena kesalahan penyedia barang/jasa:a. Jaminan Pelaksanaan dicairkan dan

disetorkan ke Kas Negara;b. Sisa Uang Muka harus dilunasi oleh

Penyedia Barang/Jasa atau Jaminan Uang Muka dicairkan;

c. Penyedia barang/jasa membayar denda keterlambatan; dan

d. Penyedia barang/jasa dimasukkan dalam Daftar Hitam.Pemutusan kontrak tersebut tentunya

akan berdampak pada penyajian Laporan Keuangan, yaitu:•Jika Jaminan Pelaksanaan dan Jaminan

Uang Muka dicairkan dan disetorkan pada periode sampai dengan tanggal 31 Desember, maka:- Satker akan mencatat pencairan/

penyetoran Jaminan Pelaksanaan dan Jaminan Uang Muka sebagai PNBP pada Laporan Keuangan per 31 Desember tahun bersangkutan.

- Satker tidak dapat melakukan kapitalisasi aset pekerjaan menjadi Aset Tetap, dan harus mencatatnya sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP) pada Neraca atau dalam apikasi SIMAK BMN sebesar persentase fisik/keuangan pekerjaan yang telah selesai dilaksanakan.

•Jika Jaminan Pelaksanaan dan Jaminan Uang Muka dicairkan dan disetorkan

KINERjAKINERjA ..........................

..........................

40 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 41Edisi I Tahun 2015

KinerjaKinerja ..........................

..........................

42 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 43Edisi I Tahun 2015

pada periode lebih dari tanggal 31 Desember (melebihi tahun anggaran), maka:- Satker akan mencatat adanya Piutang

PNBP pada Laporan Keuangan per 31 Desember sebesar nilai Jaminan Pelaksanaan dan Jaminan Uang Muka, dan menyajikan penyisihan dengan kualitas lancar.

- Satker tidak dapat melakukan kapita-lisasi aset pekerjaan menjadi Aset Tetap, dan harus mencatatnya sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP) pada Neraca atau dalam apikasi SIMAK BMN sebesar persentase fisik/keuangan pekerjaan yang telah selesai dilaksanakan.

•Jika alokasi anggaran untuk menye-lesaikan KDP tidak disediakan Satker yang bersangkutan pada tahun anggaran berikutnya, maka hasil pengadaan/pembangunan tidak bermanfaat dan tujuan program kegiatan tidak tercapai.

Dari permasalahan-permasalahan dan dampaknya terhadap penyajian Laporan Keuangan tersebut, maka diperlukan rencana aksi bersama seluruh Unit Eselon I KKP dalam rangka meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas pemeriksaan Laporan Keuangan KKP TA 2015 antara lain komitmen Inspektorat Jenderal sebagai pengawas internal KKP untuk melakukan pengawasan (quality asurance terutama audit pengadaan barang/jasa dan jasa konsultansi) program/

kegiatan dari mulai perencanaan/penganggaran program/kegiatan sampai dengan pertanggung jawaban program/kegiatan. Terhadap unit Eselon I lain supaya menindaklanjuti seluruh hasil pengawasan dari Inspektorat Jenderal maupun hasil pemeriksaan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK-RI).

Langkah-langkah yang akan dilakukan Inspektorat Jenderal, sebagai solusi per-masalahan tersebut antara lain melakukan reviu perencanaan.penganggaran, melaku-kan kegiatan konsultansi pengadaan ba-rang/jasa bersamaan dengan reviu laporan keuangan yang dilakukan setiap saat Sat-ker membutuhkan, melakukan evaluasi pelaksanan program strategis, melakukan audit pengadaan barang/jasa, dan melaku-kan pendampingan klarifikasi temuan pemeriksaan BPK-RI.

DAFTAR PUSTAKA : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013

tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

2. Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

3. Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang /Jasa Pemerintah.

4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 25/PMK.05/2012 tentang Pelaksanaan Sisa Anggaran Tahun Anggaran Berkenaan yang Dibebankan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran Berikutnya.

5. Peraturan Direktorat Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-37/PB/2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan dan Pengeluaran Negara Akhir Tahun Anggaran 2014.

6. Surat Dirjen Perbendaharaan Nomor S-9279/PB/2014 tentang Kebijakan Akuntansi atas Transaksi pada Akhir Tahun Anggaran dalam Rangka Penyusunan LKKL Tahun 2014 serta Persiapan Penerapan Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Tahun 2015.

Pelaksanaan Reformasi Birokrasi sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun

2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, telah memasuki Tahun ke lima, dan telah dilaksanakan hampir pada seluruh instansi pusat, termasuk oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang telah melaksanakan Penilaian Pelaksanaan Reformasi Birokrasi sejak Tahun 2012.

Tim Unit Pengelola Reformasi Birokrasi Nasional (UPRBN) pada Tahun 2012 telah menilai kesiapan pelaksanaan program Reformasi Birokrasi KKP dengan nilai 49 (level 2). Evaluasi RB KKP periode penilaian Tahun 2013 oleh Kementerian PAN dan RB menghasilkan nilai indeks sebesar 63,28 (level 3) dengan penjelasan yaitu, KKP telah melakukan pemantauan pelaksanaan RB, hasil menunjukkan

kecenderungan perbaikan, dan sebagian besar target yang relevan terpenuhi. Indeks tersebut menduduki posisi ke tiga setelah Kementerian Pertanian dengan nilai Indeks RB sebesar 65,02, dan Kementerian Kesehatan dengan nilai Indeks RB sebesar 67,28.

Dalam perkembangannya, Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi di KKP mengacu pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2014, tentang Pedoman Evaluasi Reformasi Birokrasi Instansi Pemerintah. Penilaian tersebut telah mempertimbangkan upaya yang telah dilakukan oleh KKP.

Evaluasi terakhir oleh Kementerian PAN dan RB menghasilkan Nilai Indeks Reformasi Birokrasi KKP periode Tahun 2014 sampai dengan Triwulan I Tahun

Oleh : Riyan Ramadian, S.Pi

Pelayanan Publik Dalam Mendukung Reformasi Birokrasi

KINERjAKINERjA ..........................

..........................

42 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 43Edisi I Tahun 2015

KinerjaKinerja ..........................

..........................

44 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 45Edisi I Tahun 2015

2015, yaitu sebesar 70,51, termasuk kategori BB dengan interpretasi sangat baik, untuk itu sesuai Surat permohonan Ijin Prinsip Penyesuaian dan Pemberian Tunjangan Kinerja dari KeMENPAN dan RB kepada Menteri Keuangan, besaran tunjangan kinerja maksimal KKP sebesar 70% dengan tetap memperhatikan keter-sediaan anggaran yang ada, Opini BPK atas Laporan Keuangan Minimal WDP dan Minimal 70% dari ASN yang menjadi wajib lapor LHKASN sudah menyampaikan LHKASN

Perkembangan Rancangan Perpres Tunjangan Kinerja pada 19 K/L Tahun 2015 adalah : •Tiga K/L Finalisasi Perpres Tunkin di

Sekab yaitu Mabes TNI, Kemenhan, POLRI,

•Tigabelas K/L Telah diajukan Rancangan perpres Tunkin kepada Presiden yaitu Kemenko POLKAM, Kemenko PMK, Kem BUMN, Kem ESDM, Kem Kes, Kem Perin, LIPI, ANRI, BATAN,BKN, BMKG, BPS, LAN, dan

•Empat K/L Proses Harmonisasi Perpres di KemenKumHham yaitu Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. (Data Sumber KeMenpan dan RB: Meka-nisme Evaluasi Kemajuan Perkembangan RB, 31 Juli 2015).

Reformasi Birokrasi, dilaksanakan dengan mengacu pada Model Penerapan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi seperti yang dapat dilihat dalam Gambar 1.

Dari model tersebut dapat terlihat bahwa hasil yang ingin dicapai dari pelaksanaan Reformasi Birokrasi adalah peningkatan pelayanan publik, melalui pemerintah yang bersih dan bebas KKN serta kapasitas dan akuntabilitas organisasi.

Dalam kesempatan ini penulis akan membahas salah satu unsur dalam pelaksanaan Reformasi Birokrasi yaitu mengenai Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik. KKP menerima Predikat Kepatuhan Standar Pelayanan Publik dari Ombudsman Republik Indonesia pada Tanggal 18 Juli Tahun 2014, yaitu untuk :•Unit Pelayanan Usaha Penangkapan

Ikan, Direkorat Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan, Ditjen Perikanan Tangkap dengan nilai (970) / zona hijau (peringkat kepatuhan tinggi)

PENGUATAN PENGAWASAN

PENATAAN &PENGUATAN ORGANISASI

PENATAAN TATALAKSANA

PENATAAN SISTEMMANAJEMEN SDM

PENGUATANAKUNTABILITAS KINERJA

MAN

AJEM

EN P

ERUB

AHAN

PENA

TAAN

PER

ATUR

ANPE

RUND

ANG-

UNDA

NGAN

PENI

NGKA

TAN

KUAL

ITAS

PEL

AYAN

AN P

UBLI

K

PENINGKATAN PELAYANAN

PUBLIK

KAPASITAS & AKUNTABILITAS

ORGANISASI

PEMERINTAH YANG BERSIH & BEBAS

KKN

P E N G U N G K I T (60%) H A S I L (40%)

Gambar 1. Model Penerapan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi

•Unit Pelayanan Usaha Budidaya Impor Ikan Hidup, Surat Ijin Kapal Pengangkut Hidup, rekomendasi pembudidayaan ikan dan penanaman modal, Direktorat Usaha Budidaya, Ditjen Perikanan Budidaya dengan nilai (815) / zona hijau (peringkat kepatuhan tinggi)

Selain itu terdapat Beberapa Unit Kerja yang Berprestasi dalam Pelayanan Publik, antara lain :•Piala Penghargaan TOP 9 Inovasi

Pelayanan Publik Tingkat Nasional "Pelayanan Karantina Ikan Pasti" (2014)

•UPT Balai KIPM Klas II Semarang sebagai pemenang dalam 9 besar kompetisi inovasi pelayanan publik yang di selenggarakan oleh KemenPAN&RB dan nominasi pada ajang United Nation Public Service Award (UNPSA) yang di selenggarakan oleh PBB di Amerika Serikat.

Pelayanan Publik lingkup KKP meng-alami perubahan melalui Revisi Permen-KP nomor PER.02/ MEN/2012, menjadi Permen-KP nomor 32/PERMEN-KP/2014 pada 13 Agustus Tahun 2014. Di dalam ketentuan yang baru ini, terdapat sekitar 163 jenis pelayanan yang diamanatkan untuk dilaksanakan oleh Eselon I lingkup KKP.

Pelayanan publik, dalam teorinya ada yang bersifat primer, yaitu yang diselenggarakan oleh pemerintah, yang di dalamnya pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara dan pengguna/klien mau tidak mau harus memanfaatkannya. Yang kedua bersifat sekunder, adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi di dalamnya pengguna/klien tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.

Jika mengingat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, diketahui bahwa setiap penyelenggara pelayanan publik, baik yang memberikan pelayanan kepada masyarakat secara

langsung maupun tidak langsung, wajib menyusun, menetapkan, dan menerapkan standar pelayanan untuk setiap jenis pelayanan sebagai tolok ukur dalam penyelenggaraan pelayanan. Namun pada Pasal 5 ayat 5, diketahui bahwa untuk dikategorikan sebagai penyelenggara pelayanan publik, harus memenuhi skala kegiatan yang didasarkan pada ukuran besaran biaya tertentu yang digunakan, dan jaringan yang dimiliki dalam kegiatan pelayanan publik.

Kemudian yang menjadi permasalahan adalah seperti apa kategori yang dimaksud? Untuk mengetahuinya, alangkah baik jika kita melihat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009.

Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa yang menjadi ruang lingkup pelayanan publik yaitu: 1) Pengadaan dan penyaluran barang

publik. Secara terminologi barang publik dapat diartikan yaitu barang-barang yang tidak dapat dibatasi siapa penggunanya dan sebisa mungkin bahkan seseorang tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mendapatkannya. Apabila dikonsumsi/dimanfaatkan oleh individu tertentu tidak akan mengurangi konsumsi orang lain akan barang tersebut. Contohnya jalan raya merupakan barang publik, banyaknya pengguna jalan tidak akan mengurangi manfaat dari jalan tersebut,

KINERjAKINERjA ..........................

..........................

44 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 45Edisi I Tahun 2015

KinerjaKinerja ..........................

..........................

46 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 47Edisi I Tahun 2015

semua orang dapat menikmati manfaat dari jalan raya.

2) Penyediaan jasa publik. Secara termino-logi bahwa jasa publik dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan ter-tentu, atau mencapai tujuan tertentu yang berkenaan dengan kepentingan dan manfaat orang banyak. Sebagai contoh : Jasa pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin oleh rumah sakit, jasa penyelenggaraan pendidikan, dan penyediaan jasa transportasi massal.

3) Pelayanan administratif. Pelayanan ad-ministratif dilaksanakan dalam rang-ka mewujudkan perlindungan pribadi dan/atau keluarga, kehormatan, mar-tabat, dan harta benda warga negara, dengan menghasilkan dokumen resmi berupa perijinan maupun non perijinan, dimana dokumen tersebut diperlukan masyarakat, dan bersifat penetapan yang ditetapkan oleh penyelenggara pelayanan.Dengan beberapa penjelasan tersebut,

dapat kita cermati bahwa ada beberapa jenis pelayanan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 32/PERMEN-KP/2014, belum tentu

dikategorikan sebagai bentuk pelayanan publik.

Dalam kasus ini penulis tidak akan menyebutkan pelayanan apa saja yang belum termasuk pelayanan publik, namun penulis hanya ingin mengingatkan bahwa penyelenggaraan Pelayanan Publik di Kementerian Kelautan dan Perikanan memiliki dua alternatif yang harus dilakukan.

Pertama adalah melakukan telaah kembali Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 32/PERMEN-KP/2014 agar ruang lingkup pelayanan publik sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2012.

Pilihan kedua adalah sekitar 163 jenis pelayanan yang diamanatkan kepada Eselon I lingkup KKP, harus dibuat standar pelayanan yang mengacu pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2014 Tentang Pedoman Standar Pelayanan, yaitu :a. Penyusunan rancangan standar pelayan-

an, yang terdiri dari 14 komponen standar pelayanan;

b. Partisipasi masyarakat dalam penyusun-

an standar pelayanan, dapat dilakukan melalui 2 (dua) metode, yaitu Focused Group Discussion dan Public Hearing;

c. Penetapan standar pelayanan, yang telah disepakati antar penyelenggara dan pengguna layanan kemudian ditetapkan oleh penyelenggara pelayanan publik;

d. Penerapan standar pelayanan, yang harus diintegrasikan ke dalam perenca-naan program, kegiatan, dan anggaran unit pelayanan yang bersangkutan;

e. Penetapan Maklumat pelayanan, yang melingkupi pernyataan janji dan kesanggupan untuk melaksanakan pelayanan, pernyataan memberikan pelayanan sesuai dengan kewajiban dan akan melakukan perbaikan secara terus-menerus, pernyataan kesediaan untuk menerima sanksi, dan/atau memberikan kompensasi apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai standar;

f. Pemantauan dan evaluasi, metode yang dapat dipergunakan antara lain : analisis dokumen, survei, wawancara, dan observasi.Dengan dibuatnya standar pelayanan,

maka salah satu unsur dalam pelaksanaan

Reformasi Birokrasi yaitu Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik dapat diterap-kan, dan memberikan efek yang positif bagi terbangunnya Reformasi Birokrasi di KKP.

Namun apabila standar pelayanan belum disusun dan diterapkan, maka akan sulit untuk mengukur kinerja pelayanan publik lingkup KKP, dan dikhawatirkan akan memberi dampak yang kurang menguntungkan bagi Penilaian Pelaksanaan Reformasi Birokrasi di KKP.

DAFTAR PUSTAKA : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang

Pelayanan Publik;2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009;

3. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2014;

4. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2014 Tentang Pedoman Standar Pelayanan;

5. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 32/PERMEN-KP/2014 tentang Pelayanan Publik di Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan;

6. Teori-Barang-Publik.pdf

KINERjAKINERjA ..........................

..........................

46 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 47Edisi I Tahun 2015

KinerjaKinerja ..........................

..........................

48 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 49Edisi I Tahun 2015

Aset PengamananPada beberapa dekade, pengelolaan

aset negara didasarkan pada per-aturan perundang-undangan warisan

kolonial Belanda, Indische Comptabiliteits-wet (ICW). Pengelolaan aset negara dilaku-kan sangat tidak memadai, diantaranya tidak mewajibkan adanya pelaporan atas aset yang dikelola tersebut. Setelah muncul-nya Undang-Undang tentang pengelolaan Keuangan Negara, antara lain Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara serta Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2005 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, barulah semangat reformasi ikut terasa dalam pengelolaan aset negara.

Untuk mencapai manfaat optimal dari sebuah aset, diperlukan pengelolaan yang baik atas siklus hidup aset tersebut. Pengelolaan siklus hidup aset ini dapat

dilakukan oleh pihak swasta maupun pemerintah. Mengingat pentingnya mana-jemen aset bagi pemerintah serta besar-nya pengeluaran negara terkait dengan manajemen aset tersebut, maka sudah menjadi keharusan bagi Pemerintah untuk melakukan pengelolaan aset/Barang Milik Negara (BMN) secara profesional, efektif dan mengedepankan aspek-aspek ekonomis agar pengeluaran biaya-biaya dapat tepat sasaran, tepat penggunaan, tepat penerapan dan tepat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam beberapa tahun belakangan ini telah melaksanakan pengadaan yang hasil kegiatannya berupa Aset yang pemanfaatannya akan diserahkan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) maupun Masyarakat baik menggunakan alokasi anggaran APBN maupun APBN-P

Oleh : Rahmat FST Manurungmelalui dana Pusat maupun Daerah (Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan). BMN tersebut telah diterima oleh Pemda maupun Masyarakat dan telah dimanfaatkan, namun demikian dalam proses administrasinya belum seluruhnya mengikuti kaidah hukum yang berlaku. Beberapa permasalahan yang terjadi pada umumnya dalam proses penyerahan aset tersebut, antara lain : aset yang telah diserahkan kepada pemerintah daerah dengan bukti Berita Acara Serah Terima (BAST) belum seluruhnya tercatat dalam pencatatan aset pemerintah daerah (Barang Milik Daerah); belum dilaporkan untuk mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan yang ditunjuk Pemerintah sebagai Pengelola Barang Milik Negara, dalam penghapusan BMN dari daftar barang belum menerbitkan Keputusan dari Pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang dan/atau Pengelola Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik barang yang berada dalam penguasaannya,

Terhadap kondisi BMN yang belum diketahui masih dalam kondisi baik, rusak dan rusak berat atau ketertiban pencatatan sebagai aset daerah, penggunaan dan

pemanfaatan BMN maka Itjen KKP perlu melakukan audit terhadap Hibah BMN Pusat kepada pemerintah daerah, untuk menjelaskan kembali kondisi BMN tersebut dan pencatatan di aset daerah, serta diharapkan BMN tersebut tidak disalahgunakan dalam pemanfaatannya oleh oknum-oknum tertentu.

Untuk tertib administrasi, tertib hukum dan tertib fisik, dilakukan dengan cara Pemindahtanganan BMN yaitu Penjualan, Tukar Menukar, Hibah dan Penyertaan Modal Pemerintah, yang merupakan pengalihan kepemilikan BMN sebagai tindak lanjut dari penghapusan dengan cara dijual, dipertukarkan, di-hibahkan, atau disertakan sebagai modal pemerintah..

Hibah Definisi Hibah adalah adalah pengalihan

kepemilikan BMN dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah atau kepada pihak lain tanpa memperoleh penggantian, yaitu lembaga non profit oriented yaitu untuk kepentingan sosial, keagamaan dan kemanusiaan dan penunjang yaitu menunjang penyelenggaraan pemerintah daerah, dengan persyaratan sebagai berikut:

KINERjAKINERjA ..........................

..........................

48 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 49Edisi I Tahun 2015

KinerjaKinerja ..........................

..........................

50 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 51Edisi I Tahun 2015

yang tidak mendapatkan penggantian kerugian sesuai ketentuan perundang-undangan, fasilitas sosial dan keagamaan. Ketentuan yang harus dilakukan dalam

melakukan proses hibah, yaitu:•Hibah atas BMN, yang sejak perencanaan

pengadaannya dimaksudkan untuk di-hibahkan, tidak memerlukan persetujuan DPR dan terlebih dahulu diaudit oleh Aparat Pengawas Fungsional.

•BMN yang dihibahkan harus digunakan sebagaimana fungsinya pada saat di-hibahkan, atau tidak diperbolehkan untuk dimanfaatkan oleh dan/atau di-pindahtangankan kepada pihak lain.

Prosedur hibah tanah/bangunan dan selain tanah/bangunan yang dianggarkan untuk dihibahkan berdasarkan PMK Nomor 96 Tahun 2007 tentang Tatacara Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtanganan BMN dapat disajikan dalam bentuk matrik, yaitu:

1. BMN yang dari awal perencanaan peng-adaannya untuk dihibahkan sebagai- mana tercantum dalam dokumen peng-anggaran/RKA-KL disetiap Eselon I lingkup Kementerian Kelautan dan Peri-kanan;

2. Bukan barang rahasia negara, bukan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak, dan tidak digunakan lagi dalam penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi Pengguna Barang, serta tidak digunakan lagi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara;

3. Barang Milik Negara berasal dari hasil perolehan lain yang sah, dalam hal ini berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan, ditentukan untuk dihibahkan;

4. Sebagian tanah pada pengguna dapat dihibahkan sepanjang dipergunakan untuk pembangunan fasilitas umum

Sehingga apabila ada satuan kerja di lingkup Pemerintah Pusat yang memberi-kan/menerima hibah baik berupa uang maupun barang/jasa harus melaporkan sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam Nomor : PMK.40/2009 tentang Sistem Akuntansi Hibah tersebut.

Dalam hal ini dapat disampaikan gambaran umum mekanisme pelaporan untuk Pendapatan berupa barang/jasa:a. Setelah satuan kerja menerima hibah

barang/jasa harus dibuatkan Berita Acara Hibah yang berisi Semua keterangan terkait hibah baik itu jenis barang/jasa, Spesifikasi Barang, pemberi hibah, Nilai perolehan/hibah.

b. Apabila tidak terdapat nilai hibah, diupayakan untuk memberikan nilai taksiran oleh satker sendiri atau kepada instansi yang berwenang.

c. Satuan Kerja mengajukan pengesahan ke Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan dengan menyampaikan Naskah Perjanjian Hibah atau dokumen yang disamakan, Surat Pernyataan Telah Menerima Hibah Langsung (SPTMHL) dan Surat Pengesahan Hibah Berupa Barang dan Jasa.

d. Setelah mendapatkan pengesahan dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang dan telah mendapatkan nomor register

hibah maka satuan kerja mencatat melalui Aplikasi SIMAK BMN untuk hibah yang digolongkan sebagai aset tetap dalam neraca.

e. dan untuk mekanisme pelaporan hibah barang dimaksud harus diungkapkan dalam CAL-BMN.Untuk itu disarankan kepada eselon

I lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan yang BMNnya terkendala dalam pemindahtanganan BMN yang prosesnya belum sesuai dengan ketentuan serta BMN yang tidak diketahui kondisinya saat ini, untuk itu perlu dilakukan dengan cara proses hibah, yaitu pengalihan kepemilikan BMN dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah atau kepada pihak lain tanpa memperoleh penggantian, dengan pertimbangan kepentingan sosial, keagamaan, kemanusiaan dan penyeleng-garaan pemerintahan daerah, baru selan-jutnya diusulkan proses penghapusannya kepada Menteri Keuangan.

DAFTAR PUSTAKA :1. Peraturan Pemerintah Nomor : 6 Tahun 2006.2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 96/PMK.

06/2007, Tentang Tata Cara Pelaksanaan, Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara.

3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : PMK.40/ 2009 tentang Sistem Akuntansi Hibah.

KINERjAKINERjA ..........................

..........................

50 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 51Edisi I Tahun 2015

KinerjaKinerja ..........................

..........................

52 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 53Edisi I Tahun 2015

Membangun Kelautan dan Perikanan Dengan Hati

Sejarah menunjukkan bahwa, ribuan tahun silam penduduk asli Indonesia di wilayah bagian timur telah

menangkap ikan hiu, dan sejak (3000-2000 SM) Wajak hidup secara primitif dengan cara menangkap ikan dan berburu (anonymous, 1996), kemudian sekitar pada abad ke 15 dan ke 16 kelompok etnis yang disebut Bajini, Makassar, Bugis dan Bajo merintis perdagangan tripang dan trochus untuk diperdagangkan dengan kelompok pedagang asal cina (Anonymous, 2001). Mungkin catatan sejarah inilah yang menimbulkan julukan “Nenek Moyangku Bangsa Pelaut”. Pada periode puncaknya sekitar tahun antara tahun 1870-1900, ribuan nelayan terlibat dalam industri ini dengan menghasilkan nilai ekonomi yang sangat tinggi (Morgan dan Staples,

2006). Sejak akhir 1800-an perikanan telah berorientasi pada pasar yang ditandai dengan pertumbuhan spektakuler usaha pengolahan dan pemasaran ikan. Bahkan, pada awal abad ke-20 Kota Bagan Si Api- Api di mulut Sungai Rokan telah menjadi salah satu pelabuhan perikanan terpenting di dunia dengan kegiatan utama ekspor perikanan. Jawa dengan populasi 1/4 dari total penduduk Asia Tenggara pada tahun 1850 telah menjadi pasar terpenting produk perikanan khususnya ikan kering (asin) dan terasi. Pertumbuhan yang spektakuler terjadi pada tahun 1900-an ini sejalan dengan terjadinya urbanisasi dan perkembangan transposisi dan sistem pemasaran. Akselerasi pertumbuhan per-ikanan ini memuncak setelah usai perang dunia kedua dimana armada perikanan

Oleh : Setyawati

semakin termekanisasi dan kegiatan per-ikanan semakin merambah kewilayah timur laut lepas (offishorr) dan daerah-daerah baru yang sebelumnya tidak terjamah (morgan dan staples, 2006).

Kebijakan dan DampakPasang-surut kelautan dan perikanan

tidak terlepas dari kebijakan pemerintah, permasalahan ketersediaan sumberdaya, ekologi, ekonomi dan sosial. Kebijakan monopoli garam oleh pemerintah dengan meningkatkan biaya sewa pada tahun 1904 sebesar f6.000 menjadi f32,000 di tahun 1910 menghasilkan stagnasi dan penurunan peran industri perikanan yang ditunjukkan oleh penurunan ekspor dari 25.900 ton ikan kering di tahun 1904 menjadi 20.000 ton di tahun 1910. Tahun 1912 perikanan Bagan Si Api-Api telah mengalami kemunduran berarti. Hal yang serupa dan permasalahan pajak dan kredit juga terjadi di Jawa dan Madura. Permasalahan ekologi seperti ekstraksi bakau dan pendangkalan per-airan, serta menurunnya sumberdaya ikan muncul dan mendorong perikanan bergerak lebih jauh dari pantai.

Konflik antara perikanan skala besar dan skala kecil mewarnai sejarah perikanan laut orde baru sebagai akibat dualisme struktur perikanan, yaitu introduksi trawl dan purse seine dan pengembangan budidaya udang. Ketika nelayan skala kecil dengan produktivitas rendah (1,4-6,7 ton/unit alat) semakin tersingkirkan oleh nelayan skala besar (trawl dan purse seine) dengan produktivitas masing-masing mencapai 70,4 ton/unit dan 38 ton/unit di tahun 1980, respon nelayan skala kecil adalah melawan dengan berbagai cara termasuk menggunakan bom molotov. Kondisi ini yang mendorong pemerintah melarang penggunaan trawl secara bertahap melalui Keppres 39/1980 yang diikuti Inpress 11/1982 dan SK Menteri Pertanian No. 545/Kpts/Um/8/1982 tentang penghapusan jaring trawl di seluruh perairan Indonesia terhitung mulai 1 Januari 1983.

Sejak era reformasi bergulir di tengah percaturan politik Indonesia, sejak itu pula perubahan kehidupan mendasar berkembang di hampir seluruh kehidupan berbangsa, dan bernegara. Salah satunya

Alat penangkapan ikan Purse Seine

KINERjAKINERjA ..........................

..........................

52 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 53Edisi I Tahun 2015

KinerjaKinerja ..........................

..........................

54 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 55Edisi I Tahun 2015

adalah berkaitan dengan Orientasi Pem-bangunan. Dimasa Orde Baru, orien-tasi pembangunan masih terkonsentrasi pada wilayah daratan. Sektor kelautan dapat dikatakan hampir tak tersentuh, meski kenyataannya sumber daya kelautan, dan perikanan yang dimiliki oleh Indonesia sangat beragam, baik jenis, dan potensinya juga terdapat berbagai macam jasa lingkungan lautan yang dapat dikembangkan untuk pembangunan kelautan, dan perikanan seperti pariwisata bahari, industri maritim, jasa angkutan, dan sebagainya.

Tentunya inilah yang mendasari Presiden Abdurrahman Wahid dengan Keputusan Presiden No.355/M Tahun 1999 tanggal 26 Oktober 1999 dalam Kabinet Periode 1999-2004 mengangkat Ir. Sarwono Kusumaatmadja sebagai Menteri Eksplorasi Laut, selanjutnya pembentukan Departemen Eksplorasi Laut (DEL) melalui Keputusan Presiden Nomor 136 Tahun 1999 tanggal 10 November 1999, selanjutnya berubah menjadi Departemen

Eksplorasi Laut, dan Perikanan (DELP) melalui Keputusan Presiden Nomor 147 Tahun 1999 tanggal 1 Desember 1999, yang akhirnya menjadi Departemen Kelautan, dan Perikanan (DKP) sesuai Keputusan Presiden Nomor 165 Tahun 2000 tanggal 23 November 2000. Pada akhirnya s.d. saat ini nomenklatur menjadi Kementerian Kelautan, dan Perikanan (KKP). KKP mengemban tugas menyelenggarakan urusan di bidang kelautan, dan perikanan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan peme-rintahan negara dan fungsi diantaranya perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kelautan, dan perikanan; pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kelautan, dan Perikanan; pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kelautan, dan Perikanan; pelaksanaan bimbingan teknis, dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kelautan, dan Perikanan di daerah dan pelaksanaan kegiatan teknis

yang berskala nasional. Selama 15 tahun sejak 2000 sampai

dengan 2015 Sektor Kelautan dan Perikanan Indonesia dibawah komando 5 (lima) Menteri yaitu Bapak Sarwono Kusumaatmaja, Bapak Rohmin Dahuri, Bapak Fadel Muhammad, Bapak Syarif C Sutardja, dan mulai akhir Tahun 2014 bersama Kabinet Indonesia Bersatu KKB dibawah Komando Ibu Susi Pudjiastuti.

Maraknya permasalahan yang meng-ancam ekosistem laut dan membayangkann dampak yang akan terjadi dimasa depan, maka pada 8 Januari 2015, Menteri KP Susi Pudjiastuti menerbitkan Permen KP No 2/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan (API) Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Perlu diketahui bahwa pada Pasal 2 Permen tersebut menyatakan, “Setiap orang dilarang menggunakan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan alat penangkapan ikan pukat tarik (seine nets) di seluruh Wilayah Pengolahan Perikanan Negara Republik Indonesia.” Dan di dalam Pasal 4 dinyatakan, ada dua jenis seine nets, yakni pukat tarik pantai (beach seines) dan

pukat tarik berkapal (boat or vessel seines). Sementara itu, jaring cantrang termasuk ke dalam salah satu jenis pukat tarik berkapal.

Penegasan kembali Kebijakan MKP Susi Pudjiastuti tersebut sebenarnya bukan hal yang baru, aturan penghapusan jaring trawl di seluruh perairan Indonesia sudah terhitung mulai 1 Januari 1983. Sungguh tanpa disadari, sengaja ataupun tidak, toleransi pelanggaran dan pengrusakan telah dilaksanakan selama lebih dari 20 tahun. Pelanggaran dan atau pembiaran telah terjadi, tindakan yang dijatuhkan tidak sebanding dengan pelanggaran yang dilakukan, isi lautan di wilayah Indonesia bagaikan tambang uang menggiurkan yang tak pernah habis bagi kapal-kapal besar dengan trawlnya yang tidak perduli dengan kerusakan yang ditimbulkan. Dengan adanya kebijakan MKP tersebut, banyak pihak “pelanggar” yang masih merasa dirugikan tidak menerima kebijakan tersebut. Namun MKP menegaskan bahwa penggunaan trawl oleh kapal-kapal besar selama ini memiliki dampak buruk yang dahsyat terhadap ekosistem bawah laut. Kerusakan parah akan jelas terlihat setelah alat tangkap itu digunakan, dimana makin efektif alat tangkap itu, makin kejam

KINERjAKINERjA ..........................

..........................

54 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 55Edisi I Tahun 2015

KinerjaKinerja ..........................

..........................

56 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 57Edisi I Tahun 2015

terhadap ekosistem. Bisa dibayangkan jika alat penangkap ikan (API) pukat hela (trawl) dilegalkan kemudian trawl ditarik dengan menggunakan kapal 800 GT dengan luas 100 kilometer, dipastikan kerusakan ekosistem bawah laut akan lebih parah..

Kebijakan MKP memastikan peng-gunaan alat penangkapan ikan jenis trawl atau pukat atau cantrang tak lagi diperbolehkan. Selanjutnya jika pemerintah daerah ingin memberikan izin kepada kapal nelayan di atas 30 GT, kapal tersebut hanya bisa beroperasi di bawah 12 mil, wilayah yang menjadi otoritas provinsi, karena nelayan di daerah lain tidak ingin wilayah perairannya dirusak karena pengunaan alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan. Harapan dipatuhinya kebijakan tersebut bukan untuk sesaat tetapi untuk keberlanjutan dimasa yang akan datang, karena laut bukan milik kita sendiri tetapi juga miliki generasi selanjutnya anak cucu bangsa Indonesia.

Inovasi Program dan KegiatanSejak Akhir 2014 dibawah komando Ibu

MKP Susi Pudjiastuti, berbagai terobosan dan percepatan, inovasi cemerlang, kontroversial dan keberanian ditunjukkan Ibu Susi Pudjiastuti sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan dalam upaya mengawal visi presiden untuk menjadikan Laut sebagai masa depan peradaban bangsa terus bersinergi walaupun hal tersebut menimbulkan pro kontra, ada yang mendukung ada pula yang mengkritik. Disadaris bahwa setiap kebijakan yang dibuat tentu sudah mempertimbangkan berbagai hal yang ada, namun, memang selalu ada resiko yang timbul dari setiap kebijakan yang diambil.

Competitiveness harus menjadi tujuan utama bangsa, agar kita tidak tertinggal dan hanya menjadi korban kapitalisasi pasar, yang tidak bisa menjadi negara produsen dan hanya bisa menjadi negara konsumen. Agar semua itu dapat terwujud yang dibutuhkan saat ini adalah program

dan kegiatan yang inovasi dengan terobosan baru, dengan tetap berpijak pada efiesiensi dan sufficiency,” yang harus pelaksanaan kegiatannya dikonkretkan dan diimplementasikan dengan akuntabilitas dan transparan.

Inovasi harus dilakukan semua orang, tidak hanya pejabat, pelaku usaha, tapi juga nelayan, pembudidaya, pengolah dan pemasar. Untuk itu dalam mengejar tumbuhnya inovasi ini, pemerintah dalam hal ini jajaran KKP dan pemerintah secara luas seharusnya mempunyai tujuan yang jelas, pasti dan konkret, tidak mengambang, mengawang-awang dengan bahasa dewa dalam pelaksanaan program dan kegiatan.

Inovasi, terobosan MKP Susi Pudjiastuti untuk menghidupkan sektor ekonomi di pulau terluar di wilayah Republik Indonesia dari Sabang sampai Merauke, telah nampak geliatnya. Terobosan besar agar daerah yang awalnya tidak tersentuh untuk menjadi lebih berdaya dan menjadi poros maritim ini akan didukung pengembangannya dari seluruh eselon I (satu) sesuai tugas fungsi masing-masing,

dan dilaksanakan secara berkelanjutan. Perlu diketahui bahwa 15 Pulau terluar di 10 Provinsi itu adalah Simeulue-Aceh; Natuna-Kepri, Tahuna-Sulut; Saumlaki-Maluku; Merauke-Papua Barat; Morotai-Maluku Utara, Biak Numfor-Papua; Rote-NTT, Nunukan-Kaltara; Kisar-NTB, Tual-Maluku, Talaud-Sulut, Sarmi-Papua; Mentawai-Sumbar, Yapen-Papua..

Dukungan kegiatan untuk memberdaya-kan aset-aset idle yang telah ada, akan didukung paket kegiatan sarana-prasarana yang rencananya pada Tahun 2016, telah diidentifikasi untuk diadakan yaitu antara lain : Master Plan dan Business Plan (DJP-RL), Dermaga/Jetty (DJPRL), Air strip (PRL), SPDN (DJPRL), Cold chain system (DJPDS), Kapal penangkap ikan dan alat tangkap (DJPT), Sarana budidaya (DJPB), Speedboat pengawasan (DJPSDKP), Sat-ker pengawasan (DJP-SDKP), Gateway services (BKIPM), Pelatihan, penyuluhan dan kelembagaan koperasi (BPSDMPKP) dan Baseline survey dan kajian potensi sumberdaya (Balitbang).

Potensi perikanan dan kelautan cukup Inovasi Program

KINERjAKINERjA ..........................

..........................

56 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 57Edisi I Tahun 2015

KinerjaKinerja ..........................

..........................

58 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 59Edisi I Tahun 2015

besar dan telah dibangun sarana-prasarana pendukung dari berbagai macam sumber dana sejak KKP belum berdiri, namun semua konsep yang bagus tersebut tidak berdampak pada manfaat dengan hidupnya perekonomian untuk masyarakat sekitar, semua itu hanya bersifat keproyekan dimasa lalu dengan orientasi output. Gedung, bangunan, peralatan, pabrik es, cold storage, SPDN, bahkan pelabuhan dan masih banyak aset lain dengan berbagai sumber dana berdiri kokoh seperti monument di pulau-pulau terpencil, berkarat karena tidak dimanfaatkan, tidak dikelola, bahkan tidak dipelihara/terbengkalai, seolah sebagai penanda bahwa pada wilayah tersebut adalah bagian dari Indonesia. Mindset ini harus diubah, dan MKP Ibu Susi Pudjiastuti telah membangkitkan kesadaran dan semangat bagi para jajaran KKP untuk membantu negara. MKP menjadi pioneer terdepan bertindak adil dan bertanggung jawab atas kemajuan sektor KP di daerah terpencil agar lebih berdaya dan akan menjadi daerah terpenting dikemudian hari. Semua hasil kegiatan harus berorientasi pada outcome untuk kepentingan publik dan

sebesar-besarnya memberikan manfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara. Sebagai prioritas telah dicanangkan 5 Pulau terluar yaitu Pulau Tahuna, Merauke, Saumlaki, Natuna, dan Morotai, yang akan melakukan ekspor Perdana pada Januari 2016. Sehingga terobosan dan inovasi MKP pada Triwulan IV Tahun 2015, diharpkan dengan dukungan segenap jajaran insan KKP dapat terealisasi sampai dengan akhir tahun, dan running pada awal Tahun 2001 (potret 15 pulau terluar ada pada edisi berikutnya).

Reformasi Tata Kelola Kementerian Kelautan dan Perikanan

(KKP) pada Tahun 2016 melakukan re-formasi tata kelola anggaran dengan memberikan porsi yang lebih besar (67%) bagi publik dan melaksanakan anggaran secara efficient, sufficient, outcome oriented dan accountable mulai dari program penyediaan sarana bangunan, gedung, pengadaan peralatan dan mesin produksi, sarana pendukung seperti listrik, jalan, air bersih, dan yang lainnya, yang fokusnya dilaksanakan di daerah,

Bentuk reformasi yang dilakukan dalam tata kelola anggaran itu, adalah dengan meningkatkan fokus pelaksaanan pada hal-hal yang kongkrit, agar program KKP terhindar dari korupsi ataupun tidak efisien. Selain dari dana KKP, anggaran untuk melaksanakan program kerja pada tahun 2016 juga dapat dibantu melalui dana alokasi khusus (DAK).

Sementara itu, terkait dengan kebijak-an KKP yang mewajibkan nelayan di Indonesia untuk memiliki badan hukum sendiri, merupakan bagian dari tata kelola anggaran dan manajerial KKP. Hal tersebut demi kebaikan nelayan sendiri, jika mereka memiliki badan hukum sendiri, maka akan memudahkan pemerintah memproses pemberian bantuan atau program yang sedang dilaksanakan. Dengan diberlakukan kewajiban pendirian badan hukum juga,

maka daya saing nelayan akan semakin baik dan itu meningkatkan kompetensi mereka di mata stakeholder seperti perbankan atau investor. Hal terpenting dengan adanya badan hukum, pemerintah (KKP) dapat memastikan bahwa program akan terjamin berjalan, karena kerja sama yang dilakukan mengikat antar lembaga yaitu KKP dengan badan hukum milik nelayan.

Badan hukum bisa berbentuk koperasi (20 orang nelayan) ataupun berdiri sendiri, dan KKP dalam pembentukan menyediakan pendamping/konsultan, dan bekerjasama dengan Kementerian Koperasi dan UKM untuk kemudahan pendirian badan hukum seperti koperasi. Selanjutnya KKP akan mengelola anggaran tersebut secara efisien, memadai, berorientasi dan hasil serta akuntabel dan transparan sehingga dnegan tata kelola anggaran yang baik maka pemanfaatan program dan kegiatan KKP bisa lebih efektif dan tidak ada lagi program yang mangkrak karena ketidakpahaman stakeholder.

Proses Bisnis dan OutcomeSusunan organisasi KKP terdiri dari

10 Eselon I ditambah 4 Staf Ahli, dimana semua memiliki tugas dan fungsi yang telah diatur sesuai PerMEN KP RI No. 23/PERMEN-KP/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja KKP. Sinergi antara Eselon I tidak boleh terlepas dan berjalan sendiri-sendiri yang mengedepankan egosentris baik program kegiatan dan anggaran yang diikelola karena adanya kepentingan, dimana satu bagian merasa lebih penting daripada bagian yang lain, bagaikan rel kereta api dari jauh rel tampak mengerucut bersatu dan bertemu pada satu titik namun kenyataannya setelah dilihat dari dekat rel tersebut tidak pernah bertemu. Sinergitas tersebut seharusnya saling mendukung dan melengkapi bagaikan Circle Plan Do Check Act sehingga output yang dihasilkan satu Eselon I akan menjadi input bagi Eselon I

(satu) yang lain, dan perbaikan secara terus menerus. Inovasi Program kegiatan yang diarahkan MKP harus dijabarkan secara holistik dan konkret, terintegrasi dan berbasis outcome dengan proses bisnis yang akuntabel dan transparan secara efisien dan sufficient.

Sebagai contoh Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) KKP dalam pelaksanaan Litbang di Bidang KP, hasil litbangnya akan lebih bermanfaat bilamana penelitian direncanakan atas kebutuhan/usulan dari Ditjen Teknis yang hasil inovasinya dapat diterapkan dan dimanfaatkan eselon I tersebut yang diberikan kepada masyarakat sehingga dengan inovasi penemuan baru pemanfaatan peralatan akan lebih ekonomis, efektif dan efisien, dan meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat. Dengan prestasi kerja yang dihasilkan dengan sendirinya menunjukkan bahwa keberadaan Balit-bang memang sangat dibutuhkan, dan hasilnya dapat dirasakan untuk kemajuan

KINERjAKINERjA ..........................

..........................

58 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 59Edisi I Tahun 2015

AUDITORIA ..........................

61Edisi I Tahun 2015

Kinerja ..........................

60 Media Infomasi Pengawasan SINERGI

sektor KP di Indonesia. Pola Pikir dan Budaya Kerja para Peneliti di KKP harus mengembangkan penelitian yang inovatif, konkret, berorientasi pada hasil yang dapat dimanfaatkan lebih efektif untuk kemajuan sektor kelautan perikanan. Dengan perubahan mindset diharapkan para personal setidaknya harus menjadi beban moral apabila hasil penelitian tidak memberikan manfaat (berupa jurnal dan karya ilmiah untuk kepentingan angka kredit yang pelaksanaannya hingga beberapa tahun sehingga hasil tidak up to date karena perubahan teknologi yang sangat dinamis). Anggaran penelitian tersebut menggunakan uang negara yang harus dipertanggungjawabkan. Menurut MKP saat ini masih banyak temuan-temuan di bidang Kelautan dan Perikanan yang belum termanfaatkan. Salah satu indikasinya, perikanan budidaya di Indonesia masih 90 persen bergantung pada pakan impor. Padahal seharusnya dengan luas laut Indonesa, pakan untuk perikanan budidaya bisa 100 persen dicukupi dari dalam negeri. Tidak bisa dipenuhinya pakan

perikanan budidaya ini menurut MKP akan mengganggu sektor KP, terlebih lagi dengan adanya tekanan nilai tukar rupiah. Pada ujungnya, ketidakmampuan produksi dalam negeri ditambah pukulan kurs ini akan membuat daya saing pembudidaya turun.

Pelaksanaan program dan kegiatan di Eselon I Teknis Lingkup KKP, dari hasil pengawasan Inspektorat Jenderal pada Tahun 2015 menunjukkan bahwa pemanfaatan aset hasil kegiatan baik dari Pusat maupun Daerah kurang optimal, bahkan terkesan mangkrak di beberapa daerah. Hal ini menjadi per-hatian yang serius untuk segera di-selesaikan penanganannya, dan menjadi pelajaran agar tidak terulang terjadinya program yang mandek atau mangkrak di tahun anggaran 2016. Eselon I (satu) Pemilik Program dan Kegiatan harus mempertanggungjawabkan dan menjamin bahwa aset dimanfaatkan sesuai tujuan dan fungsionalnya mendukung kemajuan sektor KP walaupun aset hasil kegiatan tersebut telah dihibahkan.

Peran Pengawasan dalam hal ini sangat penting, sebagaimana mandat pada PP 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Dimana Inspektorat Jenderal sebagai APIP secara fungsional melaksanakan pengawasan intern bertanggung jawab langsung kepada Menteri Kelautan dan Perikanan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik.

PenutupMenteri Kelautan dan Perikanan

Susi Pudjiastuti menginginkan pejabat di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk bisa bekerja cepat sehingga jajaran Aparatur KKP diharapkan bisa menyatukan irama dan kecepatan yang serupa untuk kemajuan KKP dan

seluruh stakeholder agar bisa membawa pertumbuhan yang hebat kepada ekonomi negara. Seiring hal tersebut MKP juga sangat memperhatikan keseimbangan Kinerja dengan kesejahteraan aparatur KKP dengan mengusahakan lingkup KKP. Menuju era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) harus ada persiapan yang cukup agar Indonesia bisa bersaing dan berkompetisi sehingga menjadi pemain dominan di bidang kelautan dan perikanan. Harapan KKP agar pembangunan di sektor kelautan dan perikanan ini bisa memberikan dampak positif dan dirasakan manfaatnya oleh semua pihak, untuk itu perlu TRUST dari jajaran Lingkup KKP kepada semua ide, gagasan, MKP Ibu Susi Pudjiastuti, sehingga energi, semangat, pemikiran dan gerak langkah dapat maju bersama untuk melakukan percepatan kejayaan Sektor Kelautan dan Perikanan menuju Poros Maritim Indonesia. Kinerja jajaran aparatur KKP menjadi lebih dinamis dan bekerja lebih cepat untuk merealisasikan kebijakan dan program yang dicanangkan MKP.

KINERjAKINERjA ..........................

..........................

60 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 61Edisi I Tahun 2015

AUDITORIAAUDITORIA..........................

..........................

62 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 63Edisi I Tahun 2015

AUDITORIA

Menteri Kelautan dan Perikanan menghadiri Acara Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya Alam Indonesia Sektor Kelautan bersama KPK pada tanggal 17 Februari 2015 di Ballroom Kementerian Kelautan dan Perikanan

Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya Alam Indonesia Sektor Kelautan

Sekretaris Itjen me-launching secara resmi Aplikasi Pengendalian dan Pengawasan (e-dalwas) dalam rangka Pelaksanaan Program dan Anggaran lingkup KKP 17 Februari 2015 di Ballroom Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Launching Aplikasi Pengendalian dan Pengawasan (e-dalwas)

Inspektur Jenderal KKP memimpin acara Sertijab Pejabat Struktural Eselon II lingkup Inspektorat Jenderal tanggal 16 September 2015.

Sertijab Pejabat Struktural Eselon II

Inspektur Jenderal KKP membuka Acara Rapat Kerja Pengawasan Inspektorat Jenderal KKP Tahun 2015 tanggal 20 - 22 Januari 2015 di Tangerang Selatan

Rapat Kerja Pengawasan Itjen KKP

Yayasan Pendidikan Internal Audit (YPIA) mengadakan Seminar Nasional Internal Audit (SNIA) 2015 di the Sunan Hotel kota Solo, Jawa Tengah pada tanggal 15 -16 April 2015. SNIA 2015 diikuti oleh sekitar 640 peserta, yang terdiri dari para wisudawan Qualified Internal Auditor (QIA), alumni QIA, peserta umum dan undangan. Pada kesempatan SNIA 2015 ini juga telah dilaksanakan wisuda terhadap 179 QIA yang merupakan bagian dari 436 QIA baru yang dihasilkan dari periode 1 April 2014 s/d 31 Maret 2015.

Seminar Nasional Internal Audit (SNIA)

AUDITORIA

62 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 63Edisi I Tahun 2015

Irjen KKP memimpin acara Sertijab Pejabat Struktural Eselon II lingkup Itjen KKP tanggal 2 Februari 2015 di Ruang Rapat Itjen Lantai 4 Gedung Mina Bahari III.

LINTAS SINERGI ..........................

65Edisi I Tahun 2015

AUDITORIA..........................

64 Media Infomasi Pengawasan SINERGI

AUDITORIA

Inspektur Jenderal Memberikan Materi pada Acara Pelatihan di Kantor Sendiri (PKS) dengan Materi Pengisian Jabatan Tinggi Dalam Perspektif UU Aparatur Sipil Negara (ASN) tanggal 9 Januari 2015 di Ruang Rapat Itjen Lantai 4.

PKS Pengisian Jabatan Tinggi Dalam Perspektif

Undang-Undang ASN

Sekretaris Itjen Melantik Pejabat Struktural Eselon IV lingkup Itjen pada tanggal 16 Maret 2015 di Ruang Rapat Itjen Lantai 4 Gedung Mina Bahari III

Pelantikan Pejabat Struktural Eselon IV

Sekretaris Itjen membuka Acara Pelatihan di Kantor Sendiri (PKS) dengan Materi Sharing Implementasi e-Monitoring di Kementerian PU dan Perumahan Rakyat tanggal 8 Januari 2015 di Ruang Rapat Itjen Lantai 4.

PKS Materi Sharing Implementasi e-Monitoring

Kecepatan, keakuratan dan ketepa-tan menjadi tuntutan utama bi-dang pengawasan. Untuk mendu-

kungnya, berbagai aplikasi pengawasan berbasis IT telah diluncurkan. IT telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pengawasan dan keberadaannya mampu mempermudah dan mempercepat penye-lesaian pekerjaan. IT bahkan mampu me-nyederhanakan hal-hal yang rumit. Salah satu aplikasi yang mampu mendukung hal tersebut adalah aplikasi TeamMate di Inspektorat Jenderal Kementerian

Keuangan (Itjen Kemenkeu). Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan (Itjen Kemenkeu) sebagai salah satu Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) juga melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi Kemenkeu yang didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal ini secara tegas diatur dalam Peraturan Menteri Keuang-an Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementeri-an Keuangan, bahwa Itjen mempunyai

Mengenal Aplikasi e-pengawasan (Team Mate)

LINTAS SINERGI

Era digital mempermudah segala sendi kegiatan. Dengan hanya menyentuhkan ujung jari ke perangkat pintar, akses data dan informasi akan terbuka lebar. Aplikasi IT (Information Technolofy) di bidang pengawasan menjadi solusi nyata dalam kecepatan pengisian KKA, keakuratan pemenuhan langkah kerja PKA, hingga ketepatan penyampaian laporan.

64 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 65Edisi I Tahun 2015

Oleh : Farida Farid

LINTAS SINERGI LINTAS SINERGI ..........................

..........................

66 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 67Edisi I Tahun 2015

tugas melaksanakan pengawasan intern di lingkungan Kemenkeu. Dalam rangka menjalankan tugas dan fungsinya, Itjen yang dipimpin oleh Inspektur Jenderal membawahi 8 (delapan) Inspektorat serta Sekretariat Itjen yang terdiri dari 5 (lima) Bagian yaitu: Bagian Organisasi dan Tata Laksana; Bagian Perencanaan dan Keuangan; Bagian Kepegawaian; Bagian Sistem Informasi Pengawasan; dan Bagian Umum. Jumlah pegawai Itjen per 31 Desember 2014 sebanyak 710 (tujuh ratus sepuluh) pegawai, sekitar 314 pegawai diantaranya adalah auditor bersertifikat, dan sisanya bertugas di sekretariat.

Urgensi TeamMateDalam rangka mendukung tugas dan

penyusunan laporan pengawasan, pada tahun 2011, Itjen Kemenkeu menyiapkan Audit Management System, sebuah me-kanisme/infrastruktur modern pengawas-an berbasis Information Technology (IT) bernama TeamMate. Penyusunan Pro-gram Kerja Audit (PKA), pembuatan Kertas Kerja Audit (KKA) dan Laporan Hasil Pengawasan/Audit (LHP/LHA)

terintegrasi dan otomatis dibuat dengan menggunakan aplikasi ini. Tahun pertama diluncurkannya aplikasi ini, menjadi tahun untuk sosialisasi dan uji coba. Tahun kedua, sudah ada keharusan pemakaian untuk kegiatan audit saja. Beberapa kegiatan pengawasan, seperti evaluasi, pemantauan dan reviu masih belum menerapkannya. Tahun ketiga hingga saat ini, 80% laporan pengawasan telah memanfaatkan aplikasi.

Sistematika kerja melalui aplikasi ini dimulai saat penyusunan Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) di akhir tahun sebelum tahun berjalan. PKPT yang telah ditetapkan kemudian diinput ke aplikasi sebagai panduan kerja. Pengendali Teknis (PT) mengusulkan nama-nama anggota tim kepada inspektur tiap kali akan ada penugasan. Rata-rata penugasan adalah 8 sampai dengan 15 hari kerja. Seluruh auditor yang bersertifikat, termasuk di dalamnya adalah Calon Auditor dan pegawai di bagian administrasi yang sudah memiliki sertifikat dapat diusulkan dalam penugasan. Setelah SPT terbit, PT memasukkan nama-nama ke

LINTAS SINERGI ..........................

dalam aplikasi dan hanya mereka yang dapat membuka dan bekerja di aplikasi per penugasan. Ada user name dan password masing-masing auditor.

Sebelum melaksanakan tugas, Ketua Tim (KT) menyusun program kerja, dan membagi pekerjaan ke Anggota Tim (AT) lewat aplikasi. KT maksimal mengerjakan 30% tugas, sisanya dibagi ke masing-masing AT. Penyelesaian tugas/pekerjaan dikendalikan oleh isian pada aplikasi, Aplikasi akan menolak penyimpanan suatu pekerjaan yang belum tuntas dikerjakan oleh masing-masing nama dalam tim (AT, KT, PT).

Lewat aplikasi ini, anggota tim tidak perlu menyusun KKA dan membuat LHP secara manual. Saat tim melakukan pengisian data KKA di aplikasi, maka akan secara otomatis terisi KKA sekaligus LHP. Standar daftar isi dalam LHP itu terdiri dari: Cover; Summary yang berisi ringkasan temuan strategis yang ditandatangani Irjen; Dasar hukum yang berisi Perpres, Permenkeu, hingga Surat Perintah Kerja (SPT) lengkap

dengan nama tim; Tujuan pengawasan; Ruang lingkup pengawasan; Metodologi pengawasan; Gambaran umum; Uraian Hasil Pengawasan; Rencana Tindak lanjut; Hal-hal lain yang perlu diungkapkan berisi hal-hal yang tidak terkait langsung dengan tujuan audit; apresiasi auditor kepada auditi; dan lampiran.

Jangka waktu standar penyusunan hingga pencetakan laporan adalah 10 (sepuluh) hari kerja setelah SPT berakhir. Laporan seharusnya telah diselesaikan oleh tim sebelum ada penugasan berikutnya. Aplikasi online ini dapat memantau kinerja dan pelaporan tim dimana saja dan kapan saja. Jika tim tidak menemukan jaringan internet untuk akses, tim dapat bekerja secara offline, dan meneruskan sinkronisasi saat ada internet.

Realtime PengendalianPengendali Teknis (PT) tidak harus

ikut ke lapangan. Secara real time, PT dapat melihat pekerjaan tim lewat aplikasi TeamMate. Nama PT dapat tetap masuk

LINTAS SINERGI ..........................

66 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 67Edisi I Tahun 2015

LINTAS SINERGI LINTAS SINERGI ..........................

..........................

68 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 69Edisi I Tahun 2015

dalam SPT, dan menerima uang perjalanan dinas jika benar-benar berangkat dan dibutuhkan di lapangan lewat bersetujuan inspektur. Ada fasilitas team talk, untuk memfasilitasi komunikasi antar anggota di manapun berada. Komunikasi terbuka untuk tiap jenjang dalam tim. Bila suatu saat ada temuan yang tidak atau belum tuntas, komunikasi tim pada team talk tersimpan dan terdokumentasi di history.

Tim melakukan pembahasan dengan auditi saat exit meeting. Hasil pembahasan dituangkan dalam Berita Acara Pem-bahasan hasil Pengawasan (BAPHP) yang ditandatangani oleh PT dan atau KT bersama pimpinan Satker. Laporan dibuat secara berjenjang, mulai dari AT kepada KT, kemudian KT mengkompilasi temuan dari AT dan menyampaikannya ke PT. Selanjutnya PT akan menyampaikan kepada Inspektur untuk proses penanda-tangan dengan menggunakan routing slip. Proses penandatangan laporan di Itjen Kemenkeu saat ini masih di Inspektur

karena hanya ada satu PM yang aktif per Januari 2015. Laporan yang belum terbit dan belum diberikan penomoran masih bisa diedit.

Auditi dapat memberi tanggapan saat pembahasan dan menindaklanjuti temuan yang dapat terus dipantau pada aplikasi. Tidak ada batasan waktu maksimal tindak lanjut temuan, semua tergantung rekomendasi tim. Mulai tahun 2015, tindak lanjut menggunakan batasan tanggal tertentu. By automatic system, akan terkirim email warning tindak lanjut ke auditi 5 hari sebelum jatuh tempo. Jika auditi belum juga melaksanakan, akan terkirim email warning lagi setiap 5 hari sekali. Pemantauan menggunakan modul teamcenter di TeamMate. Dengan modul tersebut, Inspektur dapat melihat temuan-temuan mana saja yang masih berstatus dalam proses. Kemudian dilakukan pemantauan rekomendasi yang telah tuntas.

LINTAS SINERGI ..........................

Reward Tim TerbaikDalam rangka mendukung kuali-

tas pengawasan, Itjen Kemenkeu mem-beri reward bagi tim terbaik yang melaksanakan tugas sesuai standar, antara lain kualitas dan ketepatan waktu laporan hasil pengawasan, kompetensi, dan kertas kerja. Reward diberikan dalam bentuk pelatihan lingkup di luar negeri. Inspektorat VII Kemenkeu juga rutin melakukan penilaian auditor dan reviu tiap tahun sekali. Hasil reviu 2014, 80% laporan tepat waktu dan sesuai standard dan sesuai IKU yang telah ditetapkan. Telah ada 1 (satu) Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk penyiapan bahan laporan hingga penandatangan laporan oleh Inspektur dan 3 (tiga) pedoman terkait laporan hasil pengawasan, yaitu pedoman pelaporan, pedoman komunikasi hasil pengawasan, dan Pedoman Tata

Naskah Dinas Kementerian Keuangan (PMK No 151/PMK.01/2010).

Meskipun aplikasi ini menuai banyak manfaat, namun hambatan dan kekurangan tetap ada, seperti kurangnya komunikasi verbal antar auditor dan sumberdaya manusia yang sebagian masih menganggap aplikasi sebagai beban dan rumit. Untungnya, hambatan seperti ini dapat diatasi dengan mudah dan terstruktur melalui kegiatan sosialiasi dan training yang rutin diberikan untuk semua auditor, sesuai jenjang. Selain itu, tiap tahun juga dilakukan penyegaran dan pendalaman materi dengan 20-30 peserta per kelas per sesi. Di awal training pun ada simulasi untuk mempermudah tim memahami aplikasi dan pengisiannya. Dengan demikian, tiada lagi gagap teknologi dalam pemanfaatan aplikasi.

LINTAS SINERGI ..........................

68 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 69Edisi I Tahun 2015

Tim Terbaik

KILAS SINERGIKILAS SINERGI ..........................

..........................

70 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 71Edisi I Tahun 2015

Sekilas tentang IACMSebagai unit pengawasan intern di

lingkungan kementerian, Inspektorat Jenderal harus dapat menyatakan diri sebagai unit kerja yang telah memenuhi kapabilitasnya sebagai unit pengawasan. Dalam penilaian kapabilitas unit pengawasan, dikenal pengukuran tingkat kapabilitas berdasarkan suatu model yang disebut Internal Audit Capability Model (IACM). Evaluasi/pengukuran tingkat kapabilitas tersebut meliputi penilaian efektivitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang tercermin dari level kapabilitasnya dengan mengacu kepada praktik tata kelola yang baik dan berlaku

secara universal di seluruh dunia. Pening-katan kapabilitas merupakan upaya mem-perkuat, meningkatkan, mengembangkan kelembagaan, tata laksana/proses bisnis/manajemen dan sumber daya manusia APIP agar dapat melaksanakan peran dan fungsi APIP yang efektif. IACM dikembangkan sejak tahun 2009 oleh Institute of Internal Auditors (IIA) sebagai asosiasi audit internal internasional yang berkantor pusat di Amerika Serikat. IACM dimaksudkan untuk mendukung akuntabilitas dan efektivitas tata kelola audit internal, khususnya pada sektor publik.

Model pengukuran kapabilitas IACM menggunakan instrumen penilaian ber-

Oleh : Irman Suwandi

dasarkan tingkat implementasi aktivitas pengawasan pada 6 (enam) komponen yang diukur, yaitu: (1) Peran dan Layanan; (2) Manajemen SDM; (3) Praktik Profesional; (4) Akuntabilitas dan Manajemen Kinerja; (5) Budaya dan Hubungan Organisasi; dan (6) Struktur Tata Kelola.

Pengukuran dilakukan dalam setiap komponen tersebut terhadap tingkat kualitas dan sistematika penyelenggaraan peng-awasannya, sehingga akan diperoleh level suatu unit pengawasan berdasar-kan peng-ukuran menggunakan model IACM.

Hasil pengukuran berdasarkan IACM menunjukkan tingkat kapabilitas unit pengawasan intern mulai dari tingkat paling dasar yaitu Level-1 initial hingga tingkat paling tinggi yaitu Level-5 optimizing. Peringkat pada tingkat kapabilitas menurut model ini memberikan arah peningkatan kinerja pengawasan.

Yang membedakan kinerja pada setiap level tersebut yaitu dalam hal definisi, sistem dan prosedur yang diterapkan, cara pengendalian, dan cara meningkatkan tata kerja dan tata kelolanya. Pada level initial kinerja pengawasan intern belum terstruktur, dan kinerja unit masih tergantung pada kinerja perorangan. Sebaliknya pada level optimizing sistem pengawasan telah mengintegrasikan kinerja individu dan organisasi untuk peningkatan kinerja. Unit pengawasan meningkatkan kinerjanya melalui pembelajaran baik dari dalam maupun dari luar organisasi.

Berdasarkan hasil penilaian tingkat kapabilitas APIP Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Daerah per 31 Desember 2014, diketahui sebanyak 85,23% APIP berada pada Level-1, 14,56% berada pada Level-2, dan hanya 0,21% yang berada pada Level-3. Sehingga diharapkan seluruh APIP baik Pusat maupun Daerah telah berada pada Level-3 pada tahun 2019, sesuai dengan target RPJMN 2015-2019.

LEVEL IACM

Sumber : IACM, For The Public Sector, IIA, 2009

..........................

..........................

KILAS SINERGIKILAS SINERGI

70 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 71Edisi I Tahun 2015

Self Assessment Kapabilitas APIPSelf Assessment

KILAS SINERGIKILAS SINERGI ..........................

..........................

72 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 73Edisi I Tahun 2015

Tingkat Kapabilitas Level-3Pengukuran kapabilitas Inspektorat

Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (Itjen KKP) oleh BPKP sebagai instansi pembina APIP telah dilakukan sejak tahun 2012. Pada tahun 2013 dilakukan evaluasi terhadap tingkat kapabilitas Itjen KKP tahun 2012. Hasil yang diperoleh dari evaluasi tersebut yaitu Itjen KKP menduduki Level-2 yang disebut infrastructure. Pada level ini Itjen KKP masih dikategorikan sebagai unit pengawasan yang baru dapat memenuhi sistem pengawasan dalam strukturnya, namun belum dapat mengimplementasi perangkat struktur berupa pedoman dan standar dalam setiap aktivitas pengawasannya. Itjen KKP dinilai telah mampu memberikan keyakinan yang memadai proses sesuai dengan peraturan dan mampu mendeteksi terjadinya korupsi, namun belum sepenuhnya masuk ke dalam kategori mampu menilai efisiensi,efektivitas ekonomis suatu kegiatan dan mampu memberikan konsultasi pada tata kelola, manajemen risiko dan pengendalian intern.

Terkait dengan pengukuran tingkat kapabilitas unit pengawasan intern, Itjen KKP pada bulan Agustus 2015

menyelenggarakan Self Assessment meng-gunakan perangkat IACM. Self Assessment sangat penting dalam rangka memperoleh gambaran mengenai hambatan dan permasalahan dalam rangka melaksanakan tata kelola yang baik di lingkungan Itjen KKP. Untuk tahun 2015, Itjen KKP menetapkan target pencapaian IACM pada Level-3. Artinya bahwa pada level ini Itjen KKP telah mengaplikasikan tata kelola dan praktik-praktik pengawasan secara profesional.

Dalam rangka mencapai Level-3, terdapat beberapa standar yang harus diaplikasikan dalam tata kelola dan praktik-praktik pengawasan Itjen KKP. The IIA Research Foundation (2009), menyebutkan bahwa pada Level-3 IACM, komponen “Peran dan Layanan”, unit pengawasan menyelenggarakan pengawasan berwawas-an pembinaan/consulting services dan audit diarahkan pada audit kinerja. Pada komponen “Manajemen SDM”, unit pengawasan meningkatkan kompetensi dan kerja sama tim, dan memiliki SDM yang berkualitas dan profesional. Pada komponen “Praktik Profesional” telah diselenggarakan perencanaan audit berbasis risiko dan menerapkan pengendalian mutu

pengawasan. Pada komponen “Akuntabilitas dan Manajemen Kinerja”, unit pengawasan dapat mempertanggungjawabkan biaya pengawasan dan pencapaian kinerjanya melalui Laporan Kinerja. Sedangkan pada komponen “Budaya dan Hubungan Organisasi”, unit pengawasan memiliki hubungan kerja dengan bidang monitoring dan evaluasi pada unit lain. Terakhir, pada komponen “Struktur Tata Kelola”, di Level-3 posisi unit pengawasan sejajar dengan unit yang diawasinya. Sedangkan pada level yang lebih tinggi (Level-4 dan 5) unit pengawasan bersifat mandiri, terlepas dari pengendalian manajemen.

Kemudian apabila merujuk pada Bruce C. Sloan, CA (2012), Itjen KKP jika akan mencapai Level-3 minimal harus telah dapat mengimplementasikan 6 (enam) hal. Pertama, unit pengawasan telah dapat menetapkan, mendokumentasikan dan mengintegrasikan antara kebijakan, proses dan prosedur organisasi. Kedua, pengelolaan dan praktik profesional unit tersebut telah diselenggarakan dengan baik dan secara merata diterapkan di setiap aktivitasnya. Ketiga, unit peng-awasan mulai dapat menyelaraskan aktivitas pengawasannya dengan aktivitas organisasi dan mampu mengidentifikasi risiko yang dihadapi organisasi. Keempat, unit pengawasan secara bertahap bergerak dari semula hanya melakukan audit ke arah menjadi ke arah pembinaan dalam pengelolaan risiko untuk pencapaian kinerja organisasi. Kelima, unit pengawasan berfokus pada peningkatan kerja sama dalam tim dan pengembangan kapasitas dalam penyelenggaraan pengawasan, ber-sikap independen dan objektif. Keenam, unit pengawasan harus dapat memenuhi standar profesional.

Terkait dengan standar profesional, di bidang pengawasan intern dikenal secara luas standar profesional yang dikembangkan sejak tahun 2005 dengan nama International Professional Practices

Framework (IPPF) yang diterbitkan oleh The Institut of Internal Audit (IIA). Di Indonesia, standar profesi IPPF diadopsi dan diterbitkan sebagai Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (SA-APIP) melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan dan Aparatur Negara Nomor : PER/05/M.PAN/03/2008. Ketentuan tersebut meng-atur kewajiban unit pengawasan intern baik dari sisi kapabilitas auditornya maupun kewajiban institusinya.

Dari hasil evaluasi tingkat kapabilitas tersebut, dapat diidentifikasi elemen-elemen perangkat IACM yang perlu mendapat perbaikan yang dikenal dengan istilah area of improvement. Selanjutnya, ditetapkan langkah-langkah rencana aksi untuk meningkatkan kapabilitas masing-masing elemen yang dinilai masih perlu diperbaiki.

Dengan mengacu kepada berbagai kriteria di atas, untuk dapat meningkatkan kapabilitas pengawasan menjadi Level-3 diperlukan sinergitas semua komponen yang ada di Itjen KKP. Semua komponen dalam arti tugas dan fungsi struktur organisasi (Inspektorat dan Sekretariat)

..........................

..........................

KILAS SINERGIKILAS SINERGI

72 Media Infomasi Pengawasan SINERGI 73Edisi I Tahun 2015

KILAS SINERGI ..........................

74 Media Infomasi Pengawasan SINERGI

dan personil di dalamnya. Sebagai contoh, dalam Pedoman Teknis Quality Assurance Tingkat Kapabilitas APIP terlihat bahwa peran perencanaan pengawasan dan manajemen SDM yang baik juga sangat berpengaruh dalam banyak key process area pada beberapa elemen dalam tata kelola pengawasan profesional. Dalam praktiknya, perencanaan pengawasan apabila tidak dikendalikan dengan baik dapat menimbulkan risiko dalam tahap-tahap pengawasan selanjutnya, seperti kualitas Pedoman Kerja Audit (PKA) yang tidak baik atau Kendali Mutu (KM) Pengawasan yang sekedar formalitas. Begitu juga Manajemen SDM apabila tidak terkelola dengan baik dapat menimbulkan risiko terhadap kualitas pelaksana peng-awasan yang akan berpengaruh pada kinerja yang dicapai.

Hal lain yang tidak kalah pentingnya dalam rangka meningkatkan kapabilitas Itjen KKP adalah menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang baik. Diantaranya yaitu dengan penegakan integritas dan nilai etika dalam hal memberikan keteladanan pelaksanaan aturan perilaku serta menegakkan tindak-

an disiplin yang tepat atas segala bentuk penyimpangan terhadap kebijakan dan prosedur dalam implementasi tata kelola dan praktik-praktik pengawasan yang profesional di Itjen KKP.

Dengan diselenggarakannya self assess-ment untuk menilai kapabilitas Itjen KKP di tahun 2015 ini, diharapkan dapat segera diidentifikasi dan diperbaiki komponen-komponen yang belum memenuhi kriteria yang ditentukan, sehingga dapat segera dilakukan penyempurnaan untuk memenuhi kapabilitas yang diharapkan. Semoga .....

DAFTAR PUSTAKA :•The Institute of Internal Auditors (IIA) Research

Foundation, Internal Audit Capability Model (IA-CM) for the Public Sector. 2009.

•Bruce C. Sloan, CA, 2012. Supplemental Guidance: Value Proposition of Internal Auditing and the Internal Audit Capability Model. Global headquarters, The Institute of Internal Auditors.

•Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.

•Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah.

•BPKP. Pedoman Teknis Quality Assurance Tingkat Kapabilitas APIP. 2015.

Visi Kami

Misi Kami

Nilai Kami

Menjadi Katalisator Pembaharuan Kinerja Kementerian Kelautan

dan Perikanan

Memberikan Pengawasan Terbaik untuk Meningkatkan Kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan

Integritas Profesionalitas

Inovasi

Makna KamiBangga Sebagai Mitra Peningkatan Kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan Menuju Kesejahteraan Masyarakat Kelautan dan Perikanan

INSPEKTORAT JENDERALKEMENTERIAN KELAUTAN & PERIKANAN

..........................

KILAS SINERGI

74 Media Infomasi Pengawasan SINERGI

1. Ini eranya perubahan. MKP siap memimpin perubahan. Mindset harus diubah, tidah ada tempat bagi pikiran sempit dan picik.

2. KKP adalah Integritas. Setiap karyawan harus selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang terpuji dan bermartabat.

3. MKP mengajak seluruh jajarannya sebagai pejabat publik agar menjaga akuntabilitas dengan bersikap dan berperilaku pantas (good attitude dan appropriate manner).

4. KKP telah bertransformasi menjadi kementerian yang disegani dan diperhitungkan. Mental positif dan sikap sportif harus terus ditingkatkan.

5. Bekerja di KKP ada pengabdian panjang, tidak akan selesai begitu menteri atau pejabatnya tidak bertugas lagi. Komitmen dan dedikasi ditunjukkan melalui ketaatan pada proses dan sistem bukan tergantung orang.

6. Semua program KKP harus transparan, bersih, bebas kick back dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

7. Pengalokasi dan penggunaan anggaran harus jelas, efisien dan tepat sasaran.

8. Seluruh jajaran KKP harus memiliki perhatian dan kepedulian yang tinggi dalam menjalankan tugasnya.

9. Lakukan studi, perbandingan dan evaluasi yang jujur untuk memastikan kemanfaatan program.

10. KKP siap membantu stakeholdernya untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih dan transparan.

11. Indonesia tidak sedang ada dalam situasi menguntungkan akibat perilaku tidak efisien dan sikap berlebihan selama bertahun-tahun. Kondisi ini harus diubah.

12. MKP akan perjuangkan tunjangan kinerja dan remunerasi karyawan KKP tapi tidak akan meneruskan praktek in-efficiency dan in-sufficiency.

13. Bangkitkan kesadaran dan semangat untuk membantu negara. Tunjukkan dan buktikan bahwa seluruh jajaran punya kepemilikan (ownership) terhadap KKP dan sektor Kelautan dan Perikanan Indonesia.