menjawab pertanyaan para sahabat tentang tulisan saya, urgensi metakognisi dalam proses belajar...

8

Click here to load reader

Upload: muhsin-hariyanto

Post on 22-Jun-2015

95 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Menjawab pertanyaan para sahabat tentang tulisan saya, urgensi metakognisi dalam proses belajar mengajar

1

Menjawab Pertanyaan Para Sahabat tentang Tulisan Saya:

“Urgensi Metakognisi Dalam Proses Belajar-Mengajar”

Ada sejumlah sahabat saya yang bertanya: “Dari mana Anda

mendapatkan bahan untuk menulis tentang Urgensi Kemampuan Metakognitif?”

Saya jawab dengan sederhana.

Saya mulai menulis dengan sebuah ide yang sangat ‘sederhana’, dan

bahkan terlalu sederhana. Termasuk ketika menulis tentang persoalan

metakognisi, yang kemudian membuat diri saya tertarik untuk membaca cerita

tentang kesuksesan 3 orang perempuan yang telah memberi inspirasi pada diri

saya: “Mooryati Soedibyo, Dian Sastro, dan Susi Pudjiastuti.

Salah satu tulisan yang telah memberikan motivasi untuk menulis

tentang hal itu adalah sebuah artikel di salah satu situs internet yang berjudul:

“Metakognisi dan Keberhasilan Belajar Peserta Didik”, dalam

http://ebekunt.wordpress.com/2009/04/12/metakognisi-dan-keberhasilan-belajar-

peserta-didik/.

Berikut saya unggah kembali (secara utuh) tulisan tersebut:

METAKOGNISI DANKEBERHASILAN BELAJAR PESERTA DIDIK

Oleh: Kuntjojo

1. Pengertian Metakognisi

Istilah metakognisi yang dalam bahasa Inggris dinyatakan dengan

metacognition berasal dari dua kata yang dirangkai yaitu meta dan kognisi

(cognition). Istilah meta berasal dari bahasa Yunani μετάyang dalam bahasa

Inggris diterjemahkan dengan after, beyond, with, adjacent), adalah suatu prefix

yang digunakan dalam bahasa Inggris untuk menunjukkan pada suatu abstraksi

dari suatu konsep. (Wikipedia, Free Encyclopedia, 2008). Sedangkan cognition,

menurut Ensklopedia tersebut berasal dari bahasa Latin yaitu cognoscere, yang

berarti mengetahui (to know) dan mengenal (to recognize). Kognisi, disebut juga

gejala-gejala pengenalan, merupakan “the act or process of knowing including

both awareness and judgement” (Webster’s Seventh New Collegiate Dictionary,

1972 : 161). Sementara itu Huitt (2005) menyatakan “cognition refers to the

process of coming to know and understand; the process of encoding, storing,

processing, retrieving information.” .

Metakognisi (metacognition) merupakan suatu istilah yang

diperkenalkan oleh Flavell pada tahun 1976. Menurut Flavell, sebagaimana

dikutip oleh Livingston (1997), metakognisi terdiri dari pengetahuan

metakognitif (metacognitive knowledge) dan pengalaman atau regulasi

metakognitif (metacognitive experiences or regulation). Pengetahuan

Page 2: Menjawab pertanyaan para sahabat tentang tulisan saya, urgensi metakognisi dalam proses belajar mengajar

2

metakognitif menunjuk pada diperolehnya pengetahuan tentang proses-proses

kognitif, pengetahuan yang dapat dipakai untuk mengontrol proses kognitif.

Sedangkan pengalaman metakognitif adalah proses-proses yang dapat diterapkan

untuk mengontrol aktivitas-aktivitas kognitif dan mencapai tujuan-tujuan

kognitif.

Sedangkan Livingstone (1997) mendefinisikan metakognisi sebagai

thinking about thinking atau berpikir tentang berpikir. Metakognisi, menurut

tokoh tersebut adalah kemampuan berpikir di mana yang menjadi objek

berpikirnya adalah proses berpikir yang terjadi pada diri sendiri. Ada pula

beberapa ahli yang mengartikan metakognisi sebagai thinking about thinking,,

learning to think, learning to study, learning how to learn, learning to learn,

learning about learning (NSIN Research Matters No. 13, 2001).

Sementara itu Margaret W. Matlin (1998:256) dalam bukunya yang

diberi judul Cognition, menyatakan : “Metacognitionis our knowledge,

awareness, and control of our cognitive process” .Metakognisi, menurut Matlin,

adalah pengetahuan, kesadaran, dan kontrol terhadap proses kognitif yang terjadi

pada diri sendiri.

Wellman (1985) sebagaimana pendapatnya dikutip oleh Usman Mulbar

(2008) menyatakan bahwa: Metacognition is a formof cognition, a second or

higher order thinking process which involves active control over cognitive

processes. It can be simply defined as thinking about thinking or as a “person’s

cognition about cognition” Metakognisi, menurut Wellman, sebagai suatu

bentuk kognisi, atau proses berpikir dua tingkat atau lebih yang melibatkan

pengendalian terhadap aktivitas kognitif. Karena itu, metakognisi dapat

dikatakan sebagai berpikir seseorang tentang berpikirnya sendiri atau kognisi

seseorang tentang kognisinya sendiri.

William Peirce mendefinisikan metakognisi secara umum dan secara

khusus. Menurut Peirce (2003), secara umum metakognisi adalah berpikir

tentang berpikir. Sedangkan secara khusus, dia mengutip definisi metakognisi

yang dibuat oleh Taylor, yaitu “an appreciationof what one already knows,

together with a correct apprehension of the learning task and what knowledge

and skills it requires, combined with the ability tomake correct inferences about

how to apply one’s strategic knowledge to aparticular situation, and to do so

efficiently and reliably.” (Peirce,2003).

Tokoh berikut yang juga mendefinisikan metakognisi antara lain

Hamzah B. Uno. Menurut Uno (2007: 134) metakognisi merupakan keterampilan

seseorang dalam mengatur dan mengontrol proses berpikirnya.

Taccasu Project (2008) mendiskripsikan pengertian metakognisi

sebagai berikut ini.

Page 3: Menjawab pertanyaan para sahabat tentang tulisan saya, urgensi metakognisi dalam proses belajar mengajar

3

1) Metacognition is the part of planning,monitoring and evaluating the

learning process.

2) Metacognition is is knowledge about one’s own cognitive system;

thinking about one’s own thinking; essential skill for learning to learning.

3) Metacognition includes thoughts about what are we know or don’t know

and regulating how we go about learning.

4) Metacognition involves both the conscious awareness and the conscious

control of one’s learning.

5) Metacognition is learning how to learn involves possessing or acquiring

the knowledge and skill to learn effectively in whatever learning situation

learners encounters.

Metakognisi, sebagaimana dideskripsikan pengertiannya oleh Taccasu

Project pada dasarnya adalah kemampuan seseorang dalam belajar, yang

mencakup bagaimana sebaiknya belajar dilakukan, apa yang sudah dan belum

diketahui, yang terdiri dari tiga tahapan yaitu perencaan mengenai apa yang

harus dipelajari, bagaimana, kapan memelajari, pemantauan terhadap proses

belajar yang sedang dia lakukan, serta evaluasi terhadap apa yang telah

direncanakan, dilakukan, serta hasil dari proses tersebut.

Berdasarkan beberapa definisi yangtelah dikemukakan pada uraian di

atas dapat diidentifikasi pokok-pokok pengertian tentang metakognisi sebagai

berikut.

1) Metakognisi merupakan kemampuan jiwa yang termasuk dalam

kelompok kognisi.

2) Metakognisi merupakan kemampuan untuk menyadari, mengetahui,

proses kognisi yang terjadi pada diri sendiri.

3) Metakognisi merupakan kemampuan untuk mengarahkan proses kognisi

yang terjadi pada diri sendiri.

4) Metakognisi merupakan kemampuan belajar bagaimana mestinya belajar

dilakukan yang meliputi proses perencanaan, pemantauan, dan evaluasi.

5) Metakognisi merupakan aktivitas berpikir tingkat tinggi. Dikatakan

demikian karena aktivitas ini mampu mengontrol proses berpikir yang

sedang berlangsung pada diri sendiri.

2. Komponen-komponen Metakognisi

Para ahli yang banyak mencurahkan perhatiannya pada metakognisi,

seperti John Flavel (Livington, 1997), Baker dan Brown, 1984, dan Gagne 1993

(Nur, 2005), menyatakan bahwa metakognisi memiliki dua komponen, yaitu (a)

pengetahuan tentang kognisi, dan (b) mekanisme pengendalian diri dan

monitoring kognitif. Sedang Flavell (Livingston, 1997) mengemukakan bahwa

metakognisi meliputi dua komponen, yaitu 1) pengetahuan metakognisi

(metacognitive knowledge), dan 1) pengalaman atau regulasi metakognisi

(metacognitive experiences orregulation).

Page 4: Menjawab pertanyaan para sahabat tentang tulisan saya, urgensi metakognisi dalam proses belajar mengajar

4

Pendapat yang serupa juga dikemukakan oleh. Huitt (1997) bahwa

terdapat dua komponen yang termasuk dalam metakognisi, yaitu (a) apa yang

kita ketahui atau tidak ketahui, dan (b) regulasi bagaimana kita belajar (Mulbar,

2008).

Kedua komponen metakognisi, yaitu pengetahuan metakognitif dan

regulasi metakognitif, masing-masing memiliki sub komponen-sub komponen

sebagai-mana disebutkan berikut ini (OLRC News. 2004)

a. Pengetahuan tentang kognisi (knowledge about cognition)

Pengetahuan metakognitif terdiri dari sub kemampuan-sub kemampuan sebagai

berikut:

1) declarative knowledge

2) procedural knowledge

3) conditional knowledge

b. Regulasi tentang kognisi (regulation about cognition)

Regulasi metakognitif terdiri dari subkemampuan-sub kemampuan

sebagai berikut:

1) planning,

2) information management strategies,

3) comprehension monitoring,

4) debugging strategies, dan

5) evaluation.

Pengetahuan tentang kognisi adalah pengetahuan tentang hal-hal yang

berhubungan dengan kognisinya, yang mencakup tiga sub komponen. Komponen

pertama, declarative knowledge, yaitu pengetahuan tentang diri sendiri sebagai

pembelajar serta strategi, keterampilan, dan sumber-sumber belajar yang

dibutuhkannya untuk keperluan belajar. Komponen kedua, procedural

knowledge, yaitu pengetahuan tentang bagaimana menggunakan apa saja yang

telah diketahui dalam declarative knowledge tersebut dalam aktivitas belajarnya.

Komponen ketiga, conditional knowledge, adalah pengetahuan tentang bilamana

menggunakan suatu prosedur, keterampilan,atau strategi dan bilamana hal-hal

tersebut tidak digunakan, mengapa suatu prosedur berlangsung dan dalam

kondisi yang bagaimana berlangsungnya, dan mengapa suatu prosedur lebih baik

dari pada prosedur-prosedur yang lain.

Regulasi kognisi terdari dari sub komponen-sub komponen sebagai

berikut.

Page 5: Menjawab pertanyaan para sahabat tentang tulisan saya, urgensi metakognisi dalam proses belajar mengajar

5

Pertama, planning, adalah kemampuan merencanakan aktivitas

belajarnya.

Kedua, information management strategies, adalah kemampuan

strategi mengelola informasi berkenaan dengan proses belajar yang dilakukan.

Ketiga, comprehension monitoring, merupakan kemampuan dalam

memonitor proses belajarnya dan hal-hal yang berhubungan dengan proses

tersebut.

Keempat, debugging strategies, adalah kemampuan strategi-strategi

debugging yaitu strategi yang digunakan untuk membetulkan tindakan-tindakan

yang salah dalam belajar.

Kelima, evaluation, adalah kemampuan mengevaluasi efektivitas

strategi belajarnya, apakah ia akan mengubah strateginya, menyerah pada

keadaan, atau mengakhiri kegiatan tersebut.

3. Peranan Metakognisi terhadap Keberhasilan Belajar

Sebagaimana dikemukakan pada uraian sebelumnya bahwa metakognisi pada

dasarnya adalah kemampuan belajar bagaimana seharusnya belajar dilakukan

yang di dalamnya dipertimbangkan dan dilakukan aktivitas-aktivitas sebagai

berikut (Taccasu Project, 2008).

a. Mengembangkan suatu rencana kegiatan belajar.

b. Mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya berkenaan dengan

kegiatan belajar.

c. Menyusun suatu program belajar untuk konsep, keterampilan, dan ide-ide

yang baru.

d. Mengidentifkasi dan menggunakan pengalamannya sehari-hari sebagai

sumber belajar.

e. Memanfaatkan teknologi modern sebagai sumber belajar.

f. Memimpin dan berperan serta dalam diskusi dan pemecahan masalah

kelompok.

g. Belajar dari dan mengambil manfaat pengalaman orang-orang tertentu

yang telah berhasil dalam bidang tertentu.

h. Belajar dari danmengambil manfaatkan pengalaman orang-orang tertentu

yang telah berhasil dalam bidang tertentu.

i. Memahami faktor-faktor pendukung keberhasilan belajarnya.

Berdasarkan apa yang dipaparkan di atas, dapat dinyatakan bahwa

keberhasilan seseorang dalam belajar dipengaruhi oleh kemampuan

metakognisinya. Jika setiap kegiatan belajar dilakukan dengan mengacu pada

indikator dari learning how to learn sebagaimana disebutkan di atas, maka hasil

optimal niscaya akan mudah dicapai.

Page 6: Menjawab pertanyaan para sahabat tentang tulisan saya, urgensi metakognisi dalam proses belajar mengajar

6

4. Pengembangan Metakognisi Peserta Didik dalam Pembelajaran

Mengingat pentingnya peranan metakognisi dalam keberhasilan belajar,

maka upaya untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik dapat dilakukan

dengan meningkatkan metakognisi mereka. Mengembangkan metakognisi

pembelajar berarti membangun fondasi untuk belajar secara aktif. Guru atau

dosen sebagai sebagai perancang kegiatan belajar dan pembelajaran, memunyai

tanggung jawab dan banyak kesempatan untuk mengembangkan metakognisi

pembelajar.

Strategi yang dapat dilakukan guru atau dosen dalam mengembangkan

metakognisi peserta didik melalui kegiatan belajar dan pembelajaran adalah

sebagai berikut (Taccasu Project, 2008).

a. Membantu peserta didik dalam mengembangkan strategi belajar dengan:

1) Mendorong pembelajar untuk memonitor proses belajar dan

berpikirnya.

2) Membimbing pembelajar dalam mengembangkan strategi-strategi

belajar yang efektif.

3) Meminta pembelajar untuk membuat prediksi tentang informasi yang

akan muncul atau disajikan berikutnya berdasarkan apa yang mereka

telah baca atau pelejari.

4) Membimbing pembelajar untuk mengembangkan kebiasaan bertanya.

5) Menunjukkan kepada pembelajar bagaimana teknik mentransfer

pengetahuan, sikap-sikap,nilai-nilai, keterampilan-keterampilan dari

suatu situasi ke situasi yang lain.

b. Membimbing pembelajar dalam mengembangkan kebiasaan peserta didik

yang baik melalui :

1) Pengembangan kebiasaan mengelola diri sendiri

Pengembangan kebiasaan mengelola diri sendiri dapat dilakukan

dengan: (1) mengidentifikasi gaya belajar yang paling cocok untuk diri sendiri

(visual, auditif, kinestetik, deduktif, atau induktif); (2) memonitor dan

meningkatkan kemampuan belajar (membaca, menulis, mendengarkan,

mengelola waktu, dan memecahkan masalah); (3) memanfaatkan lingkungan

belajar secara variatif (di kelas dengan ceramah, diskusi, penugasan, praktik di

laboratorium, belajar kelompok, dst).

2) Mengembangkan kebiasaan untuk berpikir positif

Kebiasaan berpikir positif dikembangkan dengan : (1) meningkatkan

rasa percaya diri (self-confidence) dan rasa harga diri (self-esteem) dan (2)

mengidentifikasi tujuan belajar dan menikmati aktivitas belajar.

Page 7: Menjawab pertanyaan para sahabat tentang tulisan saya, urgensi metakognisi dalam proses belajar mengajar

7

3) Mengembangkan kebiasaan untuk berpikir secara hirarkis

Kebiasaan untuk berpikir secara hirarkis dikembangkan dengan : (1)

membuat keputusan dan memecahkan masalah dan (2) memadukan dan

menciptakan hubungan-hubungan konsep-konsep yang baru.

4) Mengembangkan kebiasaan untuk bertanya

Kebiasaan bertanya dikembangkan dengan: (1) mengidentifikasi ide-ide

atau konsep-konsep utama dan bukti-bukti pendukung; (2) membangkitkan minat

dan motivasi; dan (3) memusatkan perhatian dan daya ingat.

Pengembangan metakognisi pembelajardapat pula dilakukan dengan

aktivitas-aktivitas yang sederhana kemudian menuju ke yang lebih rumit.

Daftar Pustaka

Anderson, Neil J.(2002) “The Role Of Metacognition in Second Language

Teaching and Learning”. DigestApril 2002. Tersedia pada:

http://www.cal.org/ericcll/digest. Diakses pada 11 Februari 2006.

Blakey, Elaine danSpence, Sheila. (2008) “Developing Metacognition” Tersedia

pada : http://www.education.com/parter/articles. Diakses pada 13

September 2008.

Livingstone, JenniferA. (1997) “Metacognition: An Overview” Tersedia pada:

http: //http://www.gse.buffalo.edu/fas/shuell/CEP564/Metacog.html.)

Matlin, Margaret W.(1998) Cognition. Philadelphia: Harcourt Brace College

Publisher.

Mulbar, Usman. (2008) “Metakognisi Siswa Dalam Menyelesaikan Masalah

Matematika”. Tersedia pada:http//www.usmanmulbar.files. wordpress.

com. Diakses pada 8 Mei 2008.

Nur, Mohamad, PrimaRetno Wikandri, dan Bambang Sugiarto. (1999) Teori

Belajar. Surabaya: University Press Universitas Negeri Surabaya.

OLRC News. (2004)“Metacognition” Tersedia pada:

http://www.literacy.kent.edu/ ohioeff/resource.doc. Diakses pada 27

Juni 2008.

Page 8: Menjawab pertanyaan para sahabat tentang tulisan saya, urgensi metakognisi dalam proses belajar mengajar

8

Papaleontiou-Louca,Eleonora. (2008) Metacognition and Theory of Mind.

Newcaltles: CambridgeScholars Publishing.

Peirce, William.(2003) “Metacognition: Study Strategies, Monitoring, and

Motivation”. Tersediapada:

http://www.academic.pgcc.edu/wpeirce/MCCCTR /index.html.

Diakses pada 21 Agustus 2008.

Schraw, Gregory danBrooks, David W. (2008) “Helping Students Self-Regulate

in Chemistry Courses:Improving the Will and the Skill” Tersedia pada:

http://www.dwb.unl.edu/dwb/default.html. Diakses pada 26 Juli 2008.

Taccasu Project.(2008) “Metacognition” Tersedia pada:

http://www.hku.hk/cepc/taccasu/ref/metacognition.html.Diakses pada

10 September 2008.

Uno, Hamzah B. (2007). Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar

Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: PT Bumi Aksara.