meningoensefalitis
TRANSCRIPT
MENINGOENSEFALITISOleh: Fransiska A. Sihotang
Pembimbing: dr. Yetty Hutahaean, Sp.SLaporan Kasus
PENDAHULUAN
Latar belakang
Ensefalitis radang parenkim otak menimbulkan disfungsi neuropsikologis difus atau fokal.
Sering melibatkan meningen meningoensefalitis.
Etiologi terbanyak virus (herpes simpleks), lain-lain: bakteri, jamur, parasit, autoimun.
Diagnosis cepat dan terapi segera livesaving.
Diagnosis dan penanganan awal merupakan kompetensi dokter umum.
Tujuan
Mampu menegakkan diagnosis serta melakukan penatalaksanaan pada kasus meningoensefalitis.
LAPORAN KASUS
Identitas pasien
Nama : Tn. AH Umur : 30 tahun Alamat : Banjarmasin Pekerjaan : Polisi Kehutanan Suku : Banjar Agama : Islam Pendidikan terakhir : D3 Status pernikahan : Menikah
Masuk rumah sakit tanggal 14 November 2011 pukul 14.00
Anamnesis
Alloanamnesis dengan sumber anamnesis istri pasien.
Keluhan utama: penurunan kesadaran
Telaah: Keluhan dialami sejak 2 hari SMRS, tidak mendadak. Pasien awalnya mengalami demam sumer disertai mual, nyeri ulu hati, nyeri kepala, dan merasa silau terhadap cahaya sejak 5 hari SMRS. Pasien kemudian dibawa ke RS dan dikatakan menderita tifoid. Setelah dirawat 1 hari pasien mulai bicara melantur dan berperilaku agresif. Pasien dirujuk ke RSKD AHM. Setelah 2 hari perawatan mulai tampak lemah dan mengantuk, tidak mau makan dan jarang bicara. Setelah 4 hari dirawat pasien kemudian dirujuk ke RSU AWS. Istri pasien mengamati anggota gerak kanan pasien tampak lebih lemah dan tidak digerakkan. Kejang (-).
Anamnesis
Telaah: Pasien tidak memiliki keluhan batuk lama, infeksi pada daerah wajah seperti pada telinga, hidung, dan tenggorokan, riwayat gigitan binatang, maupun riwayat trauma pada kepala.
Riwayat penyakit dahulu: Tidak ada riwayat kencing manis, penyakit hati,
maupun penyakit ginjal. Pasien menderita cacar sekitar 3 minggu yll.
Anamnesis
Riwayat okupasi: Pasien bekerja sebagai polisi hutan di
Banjarmasin. Saat ini pasien berada di Samarinda karena mengikuti pelatihan yang dilakukan di kantor Samarinda.
Keterangan tambahan: Pasien merupakan rujukan dari RSKD Atma
Husada Mahakam dengan diagnosis delirium suspek gangguan mental organik (meningitis) dan telah mendapatkan terapi RL 20 tpm, Paracetamol 4 x 500 mg, dan Ciprofloxacin 4 x 500 mg.
Pemeriksaan fisik
Status Generalis Keadaan umum:
Kesadaran E1M5V1 Keadaan sakit : tampak sakit berat
Tanda vital: Tekanan darah : 100/60 mmHg Frekuensi nadi : 96 x/menit, reguler, isi cukup Pernafasan : 22 x/menit Suhu : 37,40C per aksiler
Kulit: Kulit kering dan hangat. Tampak makula-makula
hiperpigmentasi.
Pemeriksaan fisik
Kepala dan leher: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),
pembesaran KGB (-).
Thoraks dan abdomen dalam batas normal
Ekstremitas Akral hangat
Status neurologis
GCS E1M5V1
Kepala : pupil isokhor 3 mm, refleks cahaya + | + normal.
Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk (+) Kernig sign + | +
Nervus kranialis sulit dievaluasi
Sistem motorik: pada pemeriksaan lateralisasi terdapat lateralisasi ke kanan, kekuatan otot sulit dievaluasi
Status neurologis
Refleks biceps + | + normal
Refleks triceps + | + normal
Refleks patella + | + normal
Refleks achilles + | + normal
Refleks Hoffman - | - Refleks Trommer - | - Refleks Babinski - | - Refleks Chaddock - | - Refleks Oppenheim - | - Klonus - | -
Refleks fisiologis Refleks patologis
Pemeriksaan penunjangLaboratorium
Hari ke-0 Hari ke-4Hb 11,3Ht 35,5Leukosit 11.200Trombosit 443.000Na 120K 4,3Cl 84GDS 115Ureum 55,9 46,2Creatinin 1,2 1,4
CT scan tanpa kontras:terlihat gambaran ventrikulomegali ringan dan gambaran girus serebri yang menghilang.
Pencitraan
Diagnosis
Diagnosis neurologis Diagnosis klinis : penurunan kesadaran Diagnosis topik : parenkim otak dan meningen Diagnosis etiologik : meningoensefalitis
Diagnosis sekunder: hiponatremia
Penatalaksanaan
Tirah baring IVFD NaCl 0,9% 30 tpm Ceftriaxone injeksi 2 x 1 gram (iv) Kalmethasone injeksi 3 x 5 mg (iv) Ranitidine injeksi 3 x 50 mg (iv) Citicholine injeksi 2 x 250 mg (iv) Parasetamol 3 x 500 mg (po) prn febris Diet proten 6 x 100 cc per oral
Prognosis
At vitam : bonam At functionam: dubia ad bonam
Follow up
Hari ke-0 pasien demam hingga 38,3ºC.
Hari ke-1 kesadaran mulai membaik GCS E3M5V3, pasien tidak mengalami demam. Diberikan diet cair proten 6 x 100 cc per oral.
Hari ke-2 GCS E3M5V3, pasien dapat duduk dengan dibantu dan diawasi, makan diet cair dengan baik.
Hari ke-3 GCS E3M5V3
Hari ke-4 GCS E3M5V6, tampak sudut bibir kanan tertinggal ketika berbicara, tanda vital stabil, demam tidak ada. Keluarga pasien minta pindah ke RS Banjarmasin atas alasan sosial.
Pembahasan
Pasien laki-laki 30 tahun datang dengan keluhan penurunan kesadaran yang tidak mendadak, riwayat trauma kepala, hipertensi, diabetes mellitus, penyakit hati, maupun penyakit ginjal (-) proses intrakranial non-neurovaskuler atau metabolik.
Sebelum penurunan kesadaran pasien mengalami perubahan perilaku perubahan status mental, gejala lain: demam yang sumer, mual, nyeri ulu hati, nyeri kepala, dan silau terhadap cahaya dugaan kuat proses intrakranial.
Pembahasan
Pemeriksaan fisik GCS E1M5V1, tekanan darah 100/60 mmHg dan tanda vital lain dbn, kulit kering dan hangat, ikterik sklera (-), serta thoraks abdomen dbn.
Pemeriksaan neurologis ditemukan kaku kuduk dan Kernig sign, motorik lateralisasi ke kanan. Refleks fisiologis dbn, refleks patologis (-) konfirmasi proses intrakranial berupa inflamasi pada meningen dan parenkim otak.
Pembahasan
Ensefalitis radang parenkim otak, sering melibatkan meningen.
Insiden di AS 1 kasus per 200.000 penduduk.
Etiologi utama virus, tersering herpes simpleks.
Virus lain: varicella-zoster, Epstein-Barr, campak, rubella, rabies, dan beberapa kelompok arbovirus.
Pendekatan diagnosis etiologis membedakan ensefalitis arbovirus dengan ensefalitis herpes simpleks atau varicella zoster treatable.
PADA PASIEN etiologi yang mungkin: varicella zooster
Pembahasan
Gejala prodromal: demam, nyeri kepala, mual dan muntah, letargi, dan mialgia.
Gejala klasik ensefalitis berupa ensefalopati dengan: perubahan perilaku dan kepribadian, penurunan
tingkat kesadaran; kaku kuduk, fotofobia, dan letargi; kejang general atau fokal; kebingungan atau amnesia; paralisis flasid; nyeri kepala, gejala rangsang meningeal.
Pembahasan
Tanda ensefalitis: perubahan status mental dan/atau kepribadian
(paling sering) tanda-tanda fokal: hemiparesis, kejang fokal, dan
disfungsi autonom gangguan motorik ataksia gangguan nervus kranialis disfagia tanda rangsang meningeal disfungsi sensorimotor unilateral.
Pembahasan
Laboratorium: hitung darah lengkap, elektrolit serum, elektrolit urin, analisis cairan serebrospinal
Pencitraan: MRI, CT scan Tes khusus untuk masing-
masing agen etiologi
Laboratorium: Leukositosis ringan
(11.300/mm3), Natrium dan klorida serum
rendah (120 dan 84 mmol/L) Ureum yang sedikit naik (55,9
mg/dl). Pungsi lumbal dan analisis CSS
tidak dilakukan
Pencitraan: Ventrikulomegali ringan dan
gambaran girus serebri yang menghilang.
Tes khusus untuk identifikasi agen etiologik
Tidak dilakukan
Pemeriksaan penunjang: PADA PASIEN:
Pembahasan
Komplikasi ensefalitis: kejang, syndrome of inappropriate secretion of antidiuretic hormone (SIADH), peningkatan tekanan intrakranial, dan koma.
PADA PASIEN ini tidak ditemukan tanda terjadinya komplikasi.
Pembahasan
PENANGANAN Secara umum bersifat suportif kecuali ensefalitis akibat HSV atau
VZV. Pemberian dosis pertama secepat mungkin dalam 30 menit sejak
pasien datang. Pencitraan (MRI, CT scan) sebelum dilakukan pungsi lumbal. Pengendalian peningkatan TIK
Penanganan demam dan nyeri, pengendalian aktivitas fisik dan batuk, dan pencegahan kejang serta hipotensi sistemik.
Pasien stabil elevasi kepala, monitoring tingkat kesadaran cukup. Tindakan agresif: diuretik (misalnya, furosemid 20 mg iv, manitol 1
g/kg iv) Deksametason 10 mg iv setiap 6 jam membantu mengatasi edema. Hiperventilasi (PaCO2 30 mm Hg) pada keadaan emergensi.
Pembahasan
Pengobatan empiris emergensi untuk meningoensefalitis HSV dan VZV: asiklovir 10 mg/kg iv setiap 8
jam (diinfuskan selama 1 jam) selama 14-21 hari.
Guideline manajemen ensefalitis oleh Infectious Diseases Society of America pemberian antimikroba selain asiklovir dapat dilakukan dengan dasar epidemiologik yang spesifik atau pertimbangan klinis, termasuk terapi antibiotik.
NaCl 0,9% 30 tpm Ceftriaxone injeksi 2 x 1 gram (iv)
sebagai terapi antimikroba empiris Kalmethasone injeksi 3 x 5 mg (iv)
untuk mengurangi edema otak Citicholine injeksi 2 x 250 mg (iv)
sebagai neuroprotektan Ranitidine injeksi 3 x 50 mg (iv)
untuk mengatasi ES kortikosteroid dan mencegah stress ulcer
Tidak diberikan terapi antiviral asiklovir
PENANGANAN PADA PASIEN
Pembahasan
Tergantung virulensi virus dan status kesehatan pasien (usia ekstrim, status imunitas, dan gangguan neurologis sebelumnya).
Ensefalitis varicella-zoster memiliki angka mortalitas 15% pada pasien imunokompeten dan hampir 100% pada pasien imunosupresi.
At vitam : bonam At functionam : dubia ad
bonam. Sekuele: hemiparese, parese N
VII dekstra.
PROGNOSIS PADA PASIEN
Kesimpulan
Telah dilaporkan pasien laki-laki 30 tahun datang dengan keluhan penurunan kesadaran. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang ditegakkan diagnosis meningoensefalitis. Terapi yang diberikan mencakup pemberian antibiotik dan pengobatan suportif. Pasien menunjukkan kemajuan klinis yang baik selama perawatan di rumah sakit dan pasien pindah rumah sakit sebelum masa perawatan selesai. Hal yang kemungkinan menjadi masalah pada pasien ini adalah defisit neurologis berupa hemiparesis dekstra yang kemungkinan memerlukan penanganan rehabilitasi medik. Prognosis at vitam bonam dan at functionam dubia ad bonam.
Secara umum penegakan diagnosis telah sesuai dengan literatur sedangkan terapi dapat ditambahkan pemberian antiviral asiklovir.
Any question?
TERIMA KASIH