menguak hakikat -...

80
Diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa Menguak hakikat bahasa dan budaya Jurnal Bahasa dan Budaya Vol. 8, Desember 2014 ISSN 1978-7219 Lingua Humaniora Vol. 8 Hlm. 757—824 Desember 2014 ISSN 1978-7219

Upload: others

Post on 14-Oct-2019

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

gari

s p

oton

g

garis potong

gari

s p

oton

g

garis potong

gari

s p

oton

g

garis potong

gari

s p

oton

g

garis potong

9 7 7 1 9 7 8 7 2 1 0 0 6

I S SN 1 9 7 8 - 7 2 1 9

M

enguak h

akik

at

bahasa d

an b

udaya

Jurnal Bahasa dan Budaya

Diterbitkan oleh

Kementerian Pendidikan dan KebudayaanPusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa

M

enguak h

akik

at

bahasa d

an b

udaya

Jurnal Bahasa dan Budaya

Vol. 8, Desember 2014 ISSN 1978-7219

Lingua Humaniora Vol. 8 Hlm. 757—824 Desember 2014 ISSN 1978-7219

Vol. 8, Desem

ber 2014

Page 2: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi
Page 3: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi
Page 4: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi
Page 5: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

ISSN 1978-7219Vol. 8, Desember 2014

Lingua Humaniora Vol. 8 Hlm. 757—824 Desember 2014 ISSN 1978-7219

Page 6: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Lingua Humaniora: Jurnal Bahasa dan Budaya merupakan media informasi dan komunikasi ilmiah bagi para praktisi,

peneliti, dan akademisi yang berkecimpung dan menaruh minat serta perhatian pada pengembangan pendidikan bahasa dan budaya di Indonesia yang meliputi bidang pengajaran bahasa, lingustik, sastra, dan budaya. Lingua Humaniora: Jurnal Bahasa dan Budaya diterbitkan oleh Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa,

Penanggung Jawab UmumDra. Poppy Dewi Puspitawati, M.A.

Penanggung Jawab KegiatanDrs. Abdul Rozak, M.Pd.

Mitra BestariDr. Felicia N. Utorodewo (Universitas Indonesia)

Katubi, M.L. (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)

Ketua Dewan RedaksiGunawan Widiyanto, M.Hum.

Sekretaris RedaksiRirik Ratnasari, M.Pd.

Anggota Dewan RedaksiDr. Widiatmoko

Hari Wibowo, S.S., M.Pd. Joko Sukaton, S.Pd.

Penata Letak dan PerwajahanYusup Nurhidayat, S.Sos.

Sirkulasi dan DistribusiDjudju Djuanda, S.Pd.

Subarno

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan satu kali setahun pada bulan Desember.

Redaksi menerima tulisan dari pembaca yang belum pernah dimuat di media lain. Naskah dapat berupa hasil penelitian atau kajian pustaka yang sesuai dengan visi dan misi Lingua Humaniora. Setiap naskah yang masuk akan diseleksi dan disunting oleh dewan penyunting. Penyunting berhak melakukan perbaikan naskah tanpa mengubah maksud dan isi tulisan.

Page 7: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

v

Daftar Isi

Daftar Isi ...............................................................................

Penerapan Mind Maps Und Stichwörter dalam Meningkatkan Keterampilan Menulis Wacana Bahasa Jerman di SMA Negeri 4 Bantimurung-Maros [Abdul Aziz] .......................................

Influence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing Ability (Experiment Research in English Major of the Academy of Foreign Language BSI Jakarta) [Euis Meinawati] ...................................................................

Kemampuan Menulis Exposition Text pada Siswa Kelas XII Kelas Akselerasi SMAN 1 Wates Kulon Progo [Sahadadi Mulyana] ...

Pendekatan Scientific, Model, dan Strategi Pembelajaran dalam Kurikulum 2013 [Taufik Nugroho] ..........................................

Sumber Daya dalam Revitalisasi Bahasa Kui di Alor, Nusa Tenggara Timur [Katubi] .......................................................

v

757—763

764—782

783—796

797—808

809—824

Page 8: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi
Page 9: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Penerapan Mind Maps Und Stichwörter dalam Meningkatkan Keterampilan ...

757

PENERAPAN MIND MAPS UND STICHWÖRTER DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN

MENULIS WACANA BAHASA JERMAN DI SMA NEGERI 4 BANTIMURUNG-MAROS

Abdul AzisGuru Bahasa Jerman SMAN 4 Bantimurung-Maros, Sulawesi Selatan

AbstrAct The aim of this research is to know the process and the result of German writing

lesson using Mind Maps und Stichwörter. This research is classroom action research with two action cycles through collaboration between researcher and teacher. The data are taken by direct observation and evaluation of the end of cycle and qualitative and quantitative analysis to know the process and the result of learning. The result of the research has shown that the German learning of using Mind Maps und Stichwörter can improve motivation and result of the students. Quantitative result is proven by the improvement of percentage (71. 11%) of the first cycle to be 78,97% of the second cycle. Whereas qualitative result is shown that the students are enthusiastic to gain and use vocabulary and structure of German.

Keywords: Mind Maps und Stichwörter, writing skill

AbstrAkPenelitian ini bertujuan (i) mengetahui proses pembelajaran keterampilan menulis

wacana bahasa Jerman melalui penerapan teknik Mind Maps und Stichwörter, (ii) mengetahui hasil belajar siswa dalam keterampilan menulis wacana bahasa Jerman melalui penerapan Mind Maps und Stichwörter. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dalam dua siklus dan dilaksanakan secara kolaborasi antara peneliti dengan guru mata pelajaran. Data diambil dari hasil pengamatan langsung dan evaluasi siswa pada akhir tiap siklus. Data tersebut dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif untuk mengetahui perkembangan proses dan hasil belajar siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (i) kegiatan pembelajaran penerapan teknik Mind Maps und Stichwörter dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa dalam

Page 10: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

758 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

kegiatan pembelajaran bahasa Jerman, dan (ii) hasil belajar yang diperoleh siswa setelah kegiatan pembelajaran menerapkan teknik Mind Maps und Stichwörter mengalami peningkatan, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Peningkatan kuantitas dapat dilihat dari adanya peningkatan hasil dari 71,11 persen pada siklus I menjadi 78,97 persen pada siklus kedua. Peningkatan kualitas siswa dilihat dari antusias siswa dalam membekali diri dengan pemahaman kosa kata dan tata bahasa Jerman.

Kata kunci: mind maps und stichwörter, keterampilan menulis

PENDAHULUANKompetensi berbahasa terbagi ke dalam empat keterampilan yakni keteram­

pilan menyimak (hörvestehen), membaca (leseverstehen), berbicara (sprechfer-tigkeit) dan menulis (schreibfertigkeit). Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang seharusnya dikuasai oleh siswa, tetapi kenya­taannya, kemampuan kosakata dan struktur kalimat yang dimilikinya masih sangat terbatas. Siswa belum mampu menuangkan idenya ke dalam wacana ba­hasa Jerman dengan baik dan masih menganggap bahwa menulis itu merupa­kan aktivitas yang membosankan. Pembelajaran keterampilan menulis bahasa Jerman mengalami beberapa kendala yang disebabkan oleh faktor­faktor yang membuat siswa tidak termotivasi dalam belajar bahasa Jerman khususnya ke­terampilam menulis antara lain; (1) materi pembelajaran yang sulit dipahami oleh siswa, (2) guru hanya mengajar berdasarkan pada buku tanpa mengem­bangkan Pembelajaran Aktiv, Inovativ, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM) sesuai dengan kebutuhan siswa tersebut. Berdasarkan kondisi ril pada obyek penelitian saat ini, dan harapan peneliti bahwa penerapan teknik Mind-Maps und Stichwörter dalam pembelajaran keterampilan menulis bahasa Jerman dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis wacana seder­hana, peneliti akan melakukan penelitian tentang kontribusi penerapan teknik Mind-Maps und Stichwörter terhadap peningkatan keterampilan menulis ba­hasa Jerman. Sehubungan dengan masalah yang diajukan pada latar belakang, peneliti merumuskan masalah penelitian ini adalah bagaiman perencanaan, proses dan hasil belajar penerapan teknik Mind-Maps und Stichwörter pada keterampilan menulis bahasa Jerman siswa kelas XI IPA SMA Negeri 4 Ban­

Page 11: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Penerapan Mind Maps Und Stichwörter dalam Meningkatkan Keterampilan ...

759

timurung­Maros? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perencanaan, proses dan hasil belajar siswa setelah penerapan teknik Mind-Maps und Stichwörter pada keterampilan menulis bahasa Jerman.

METODE PENELITIANPenelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research).

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 4 Bantimurung Maros. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA yang terdiri atas empat kelas paralel. Peneliti menggunakan sampel acak (random sampling) dalam memi­lih kelas sampel, maka terpilih kelas XI IPA 1 SMA Negeri 4 Bantimurung Kabupaten Maros dengan jumlah siswa 30 orang sebagai sampel. Penelitian Tindakan Kelas ini direncanakan dua siklus. Tiap siklus akan dilaksanakan tindakan. Pada setiap tindakan dilaksanakan observasi kegiatan pembelajaran, baik kegiatan yang dilaksanakan oleh guru maupun kegiatan siswa. Kegiatan pembelajaran pada setiap siklus akan dilaksanakan sesuai perubahan yang di­harapkan dari siklus sebelumnya sesuai yang telah didesain dalam perencanaan pembelajaran. Agar diperoleh hasil penelitian yang lebih terarah maka desain penelitian ini disusun dengan beberapa tahapan yakni perencanaan, pelaksa­naan tindakan, evaluasi, dan refleksi.

Berdasarkan kriteria penilaian KTSP, peneliti akan mengumpulkan data mengenai aplikasi pengetahuan, psikomotor dan sikap siswa dalam menulis wacana melalui evaluasi dan observasi pada setiap siklus. Data tentang kegiat­an guru dan siswa dapat diketahui melalui observasi langsung di kelas selama kegiatan pembelajaran. Jenis data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari hasil tes keterampilan menulis siswa. Data hasil belajar siswa diperoleh dengan cara menilai kemampuan siswa menulis wacana, dan data kualitatif diperoleh dari lembar observasi dan daftar cek pembelajaran mengenai perencanaan, kegiatan pembelajaran dan kegiatan siswa untuk meningkatkan keterampilan menulis wacana.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik ana­lisis kuantitatif dan analisis kualitatif deskriptif . Data hasil evaluasi dianalisis secara kuantitatif dianalisis dengan kriteria sebagai berikut.

Page 12: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

760 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

Tabel 1: Kriteria penilaian

Nilai Rata­Rata=

Ketuntasan Belajar=

Sementara itu, data kualitatif digunakan untuk menganalisis data hasil observasi selama pembelajaran berlangsung. Untuk itu ditetapkan skor, dike­lompokkan skor siswa, dihitung nilai rata­rata, dan dihitung perbedaan yang signifikan dari evaluasi setiap siklus.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHasil belajar yang diharapkan diperoleh siswa dalam penelitian ini adalah

peningkatan keterampilan menulis wacana sederhana mencapai ketuntasan belajar minimal yang ditetapkan. Ketuntasan belajar yang dimaksudkan pada penelitian tindakan kelas ini adalah apabila siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 4 Bantimurung­Maros telah memperoleh nilai pada standar kompetensi menulis khususnya kompetensi dasar menulis wacana sederhana diatas Kriteria Ketun­tasan Minimal (KKM) mencapai ≥ 75 persen. Hasil dari pelaksanaan tindakan dan dan evaluasi siswa dengan menerapkan teknik Mind Maps und Stichwörter dalam keterampilan menulis wacana sederhana yang telah dilaksanakan dalam dua siklus dipaparkan sebagai berikut:

No. AspekKriteria

KeteranganSB B C K

1. Kesesuaian isi dengan judulSB: sangat baik skor 4

B : baik skor 3

C : cukup skor 2

K : kurang skor 1

2. Struktur Teks

3. Pilihan kata4. Keterpaduan kalimat5. Keterpaduan paragraf6. Penulisan kosakata7. Ketepatan tata bahasa8. Originalitas penulisan9. Kerapian Tulisan

Rata-Rata

Jumlah Nilai Seluruh SiswaJumlah Siswa

Jumlah Siswa yang Mencapai Nilai ≥75Jumlah Siswa Keseluruhan x 100%

Page 13: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Penerapan Mind Maps Und Stichwörter dalam Meningkatkan Keterampilan ...

761

Kegiatan PembelajaranPembelajaran penerapan teknik Mind Maps und Stichwörter dalam keteram­

pilan menulis wacana sederhana telah dilaksanakan dengan baik oleh guru. Se­lama penelitian ini berlangsung, peneliti telah banyak berdiskusi dengan guru mata pelajaran mengenai hal­hal yang berkaitan dengan upaya peningkatan proses dan hasil pembelajaran pada umumnya dan peningkatan keterampilan menulis wacana siswa pada khususnya. Hasil pengamatan peneliti melalui obser­vasi langsung di kelas selama pembelajaran berlangsung menunjukkan adanya perbaikan dan peningkatan yang dialami baik oleh guru maupun oleh siswa.

Siswa dalam kegiatan pembelajaran selama penelitian ini berlangsung meng alami peningkatan yang cukup berarti terhadap kemampuan menulis wacana sederhana bahasa Jerman. Melalui penerapan teknik Mind Maps und Stichwörter dalam keterampilan menulis siswa merasa terbantu dan terbimbing dalam menulis. Melalui bimbingan guru dalam kegiatan pembelajaran, siswa dapat meningkatkan keterampilan menulis wacana sederhana. Hasil pening­Hasil pening­katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi kegiatan pembelajaran selama dua siklus dalam penelitian ini.

Perbandingan Hasil Evaluasi Siklus Pertama dan KeduaUntuk mengetahui peningkatan keterampilan siswa setelah kegiatan pembela­

jaran dengan menerapkan teknik Mind Maps und Stichwörter dalam keterampilan menulis wacana sederhana selama siklus pertama dan kedua, peneliti menganalisi hasil evaluasi kedua siklus tersebut. Hasil pengolahan data mengenai peningkatan keterampilan siswa selama dua siklus dapat kita lihat pada tabel berikut:

Tabel 1 : Perbandingan hasil evaluasi siklus pertama dan siklus kedua

No. Aspek Keterampilan MenulisPersentase Ketercapaian

PeningkatanSiklus I Siklus II

1. Kesesuaian isi dengan judul 85.00 91,67 0,422. Struktur Teks 76.67 77,50 0,043. Pilihan kata 56.67 72,50 0,354. Keterpaduan kalimat 71.67 75,83 0,155. Keterpaduan paragraf 67.50 72.50 0,176. Penulisan kosakata 56.67 69,17 0,297. Ketepatan tata bahasa 55.00 75,83 0,468. Originalitas penulisan 79.17 90,83 0,569. Kerapian Tulisan 93,33 94,17 0,01

Rata-Rata 71,11 80,00 0,47

Page 14: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

762 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan menulis wacana seder­hana bahasa Jerman melalui penerapan teknik Mind Maps und Stichwörter mengalami peningkatan yang cukup berarti terhadap keterampilan menulis bahasa Jerman. Dari rata­rata dibawah 60 persen siswa yang mampu menu­lis wacana sederhana meningkat menjadi rata­rata hasil evaluasi 71,11 persen setelah kegiatan pembelajaran dilaksanakan pada siklus pertama. Setelah ke­giatan pembelajaran dilanjutkan pada siklus kedua masih mengalami pening­katan hasil evaluasi menjadi rata­rata 80,00 persen dengan peningkatan 0,47 atau peningkatannya berada pada katagori sedang.

Secara kualitatif, hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kegiatan pem­belajaran dengan menerapkan teknik Mind Maps und Stichwörter dalam me­ningkatkan keterampilan siswa menulis wacana bahasa Jerman, guru semakin memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan kemampuan dan kreativitasnya.

SIMPULAN DAN SARANBardasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama,

kegiatan pembelajaran penerapan teknik mind maps und stichwörter dapat me­ningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran bahasa Jerman. Kedua, hasil belajar yang diperoleh siswa setelah kegiatan pembelajaran menerapkan teknik Mind Maps und Stichwörter mengalami peningkatan, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Peningkatan kuantitas dapat dilihat dari adanya peningkatan hasil dari 71,11 persen pada siklus I menjadi 78,97 persen pada siklus kedua. Peningkatan kualitas siswa dilihat dari antusias siswa dalam membekali diri dengan pemahaman kosakata dan tata bahasa Jerman.

Berdasarkan simpulan, disarankan hal­hal berikut. Pertama, dalam kegia­tan pembelajaran guru disarankan senantiasa menggunakan teknik dan strate­gi, media, dan model pembelajaran yang sesuai dengan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator dan karakteristik mata pelajaran yang diajarkan. Kedua, dalam pembelajaran keterampilan menulis guru disarankan dapat menerapkan teknik Mind Maps und Stichwörter untuk meningkatkan hasil keterampilan menulis. Untuk meningkatkan kualitas hasil pembelajaran ke depan, penelitian mengenai penggunaan teknik, model, metode dan strategi

Page 15: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Penerapan Mind Maps Und Stichwörter dalam Meningkatkan Keterampilan ...

763

pembelajaran perlu terus dilaksanakan. Ketiga, agar siswa dalam pembelajaran keterampilan menulis bahasa Jerman senantiasa mengembangkan kemampuan terhadap penguasaan kosa kata dan kaidah kalimat. [ ]

DAFTAR PUSTAKAAbdullah Sani, Ridwan. 2013. Inovasi Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Buzan, Toni, 2013. Buku Pintar Mind Map. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama. Djumingin, Sulastriningsih, 2011. Strategi dan Aplikasi Model Pembelajaran

Inovativ Bahasa dan Sastra, Makassar. Makassar: Badan Penerbit UNM. Heier, Wickel. 2003. Arbeiten mit Mind-Maps und Stichwörter, Max Hueber

Verlag. Kast, Bern, 2003, Fertigkeit Schreiben. München: LangenscheidKunandar. 2013. Penilaian Autentik Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Raja

Grafindo Persada. Mahmudi. 2013. Penuntun Penulisan Karangan Ilmiah. Yogyakarta: Aswaja

Pressindo. Nurjamal dkk, 2011. Terampil Mengarang. Bandung: Alfabeta. Pardiyono. 2012. Pasti Bisa, Let’s Write! Ayo Mengarang. Yogyakarta: Andi. Perlman­Balme, Michaela dkk, 2008a. Abschlusskurs Deutsch als Fremdsprache

für die Mittelstufe. München: Max Hueber Verlag. Perlman­Balme, Michaela dkk, 2008b. Hauptkurs Deutsch als Fremdsprache für

die Mittelstufe. München: Max Hueber Verlag. Storch, Günther. 1999. Deutsch als Fremdsprache als Didaktik. Germany:

Wilhelm Fink Gmbh. Straub, Ingo, 2009. Info Rapid Knowledge Map Suchfibel, Stichwörter und SchlagwörterSwadarma, Doni. 2013. Penerapan Mind Mapping dalam Kurikulum

Pembelajaran. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Page 16: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Influence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing Ability

764 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

Influence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing Ability

INFLUENCE OF CONTEXTUAL TEACHING LEARNING AND MOTIVATION ON DESCRIPTIVE WRITING ABILITY

(EXPERIMENT RESEARCH IN ENGLISH MAJOR OF THE ACADEMY OF FOREIGN LANGUAGE BSI JAKARTA)

EuisMeinawatieuismeinawati@yahoo. co. id

euis. eum@bsi. ac. id

AbstrAct The purpose of the research is to find out; 1) overall, is there a difference in

the ability of descriptive writing in English between students who learn with the learning community component and those who learn with modeling component of CTL approach? 2) is there affecting interaction from CTL approach and learning motivation toward the ability of descriptive writing in English? 3) In high learning motivation group, is there a difference in ability of descriptive writing in English between students who learn with the learning community component and those who learn with modeling component of CTL approach? 4) In low learning motivation group, is there a difference in ability of descriptive writing in English between students who learn with the learning community component and those who learn with modeling component of CTL approach? The research method is factorial 2x2. The research analysis employed two ways ANOVA in significance level α = 0, 05 dan α = 0, 01 and Tuckey test. Before the research hypothesis test result data is analyzed, the first carried out test requirement analysis which includes the test of homogeneity using Liliefors test and the test of normality using Bartlett test with confidence level α = 0, 05. The data was collected through writing test for students’ writing ability, and questionnaire for motivation. The research finding shows that: 1) The learning community component of CTL approach was better than modelling component of CTL approach in improving the ability of descriptive writing. The data showed that F

count23.52 ˃ F

table4.20. 2) There was affecting interaction from CTL approach and

learning motivation toward the ability of descriptive writing in English. The data showed F

count76.08 ˃ F

table7.64. 3) In high learning motivation group, the students’

ability of descriptive writing in English that learn with the learning community component of CTL approach was better than those who learn with modelling

Page 17: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Influence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing AbilityInfluence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing Ability

765

component of CTL approach. The data showed Qcount

12.91 ˃ Ftable

3.89. 4) In low learning motivation group, the students’ ability of descriptive writing in English that learn with the modelling component of CTL approach was better than those who learn with the learning community component of CTL approach. The data showed Q

count5.06 ˃ F

table3.89. Thus, CTL is appropriate approach of learning and gives

good motivation. The teacher will increase students’ ability of descriptive writing in English.

Keywords: descriptive writing, contextual teaching and learning, motivation

INTRODUCTIONWriting skills are often the most difficult skills for students of English as

a foreign language to acquire. This may be because of the great emphasis on listening, speaking, and reading in the classroom. Writing may be that their teachers have not had special training in this area and feel unsure of their own writing competence. The teachers have to choose a good approach in design of writing learning. Writing is an expression of a person to something thought. A person unable to write a variety of matters related to the field of scientific other. Writing in the learning of languages second only an opportunity to be able to write and revise. Facilities for students to learn to write closely connected with matter who is learned. Not only deals with the design of matter from teachers but the ability of the students have role in enhancing the ability of writing.

As faced by students of ABA BSI in Jakarta, writing learning is still difficult. Based on the result of observation with interview and documentation, the writer finds some problems in writing learning. The data from interview and documentation is be analyzed as qualitative. The result are ; 1) the student cannot write the final paper very good because there are still mistake in structure and meaning to relate one paragraph to the other paragraph. 2) The students still get bad score in final exam. 3) The student has low motivation to learning and has less reference of the source. 4) Many lectures used conventional approach that made the student bored in writing learning. As we know that in this era, student­centered is very important to make them improved their learning. Then, they can learn from their context and experience. 5) There is still student that cannot make thesis statement.

Page 18: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Influence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing Ability

766 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

Influence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing Ability

Based on the above data, the problem of writing learning comes from internal and external factors. One of them is learning motivation. “Education­centered approach to motivation that focuses on what teachers can do to motivate learners” (Dörnyei, 1994, p. 273). Along with this perspective, “goal orientation theory is probably the most active area of research on student motivation in classrooms and it has direct implications for students and teachers” (Pintrich and Schunk, 2002, p. 242). Motivation was be assumption that has important role to increase ability. It motivates behavior and influences or changes behavior. In the real condition, each student has motivation that cannot influence the other student to have motivation. Actually, the student can grow their intrinsic or extrinsic motivation. So, it is be problem in learning process.

To make writing learning process is easy. Each lecturer in ABA BSI Jakarta has to push students’ motivation. Learning process is designed with students’ context and experience. One of ways is using the appropriate of learning approach. Like as contextual teaching learning (CTL) is appropriate to writing learning. Dewey’s research about CTL said students will learn very well if the material has relationship with their knowledge or experience. CTL will be learn from the real world. It supports students’ imagination when they have to write descriptive writing. In CTL has seven components in learning practice. But she/he can emphasize one of all components. Like as learning community and modeling.

METHOD OF RESEARCH The research did in Academy of Foreign Language BSI Jakarta, Indonesia

on March until December 2012. The method is factorial 2x2. It is the matrix of research planning.

Tabel 1. Matriks Rancangan Penelitian

Variable A. CTL (X1)

Learning community component(LCC)

Modeling component (MC)

B. Motivation

(X2)

High (HM)

CTL of LCC­HMCell 1

CTL of MC­HMCell 2

Low (LM)

CTL of LCC – LMCell 3

CTL of MC­LMCell 4

Page 19: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Influence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing AbilityInfluence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing Ability

767

Information : CTL of LCC : Students group that were learning using CTL of learningcommunity component. CTL of MC : Students group that were learning using CTL of modeling componentHM : Students group have high motivation. LM : Students group have low motivation. CTL of LCC­HM : Students group that were learning using CTL of learning community component and have high motivation. CTL of MC­HM : Students group that were learning using CTL of modeling component and have high motivation. CTL of LCC – LM : Students group that were learning using CTL of learning community component and have low motivation. CTL of MC­LM : Students group that were learning using CTL of modeling component and have low motivation. The writer used multi stage cluster random sampling to take the sample

of research. The sample is the fourth semester that divided two groups. Based on the Guilford’s theory, the sample will be ranked 27% for high group and 27% for low group. In this research, there are 16 students that divided as experiment group and control group. In high motivation group, the students will be divided two part, the first 8 students were learning using CTL that emphasize to learning community component and the second, 8 students were learning using CTL that emphasize to modeling component. It is the same for the low motivation group.

Validity of the research used internal and external validity. There are seven criteria from Campbell and Stanley in Art, et.al., 1) history (process of experiment research did appropriate with the schedule from the academy. It is to prevent some events that can happen and influence the experiment). 2) Maturation (time of experiment is not long. It is one semester). 3) Testing (the purpose is to know respondent’s skill. In this research compare the first and the end of research result). 4) Instrumentation. 5) Morality (the writer did controlling to attendance of student during experiment). 6) Statistical regression. 7) Selection. While, external validity are population and ecology. The purposes are to control the validity of research result. The researcher did

Page 20: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Influence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing Ability

768 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

Influence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing Ability

not change condition the class and observation did not do clear. So, the research did like as process of learning.

The instrument of research for the descriptive writing ability is essay test. Some aspects in making essay test used Brown’s theory. The following is instrument descriptive writing.

Table 2. Grating of instrument for descriptive writing

Test validity is based on the theoretic test that has been done by expert. The result of the expert assessment shows the appropriate to use. Reliability of the instrument is used correlation technique that is product moment. The result is reliable. Based on the result raccount is 0.722 and rtable with n= 20 in significance level 5% is 0.444. While rtable with n= 20 in significance level 1% is 0.561. so, the result is 0.722 ˃ 0.561 ˃ 0.444. The conclusion that instrument of descriptive writing is reliable and it can use for the research.

The instrument of research for the motivation is questionnaire. Some aspects in making questionnaire used Keller’s theory. The questionnaire used Likert in assessment. The following is instrument motivation

No Component Indicator Score

1. organization Introduction, 1. body and 2. conclusion3.

20

2.logical development of ideas

Content 1. 20

3. GrammarConstruction are simple, complex, but 1. effective, and Syntax rules2.

20

4.punctuation, spelling, and mechanics

Punctuation and spelling, and 1. Writing rules2.

20

5.styles and quality of expression

Diction (word choosing), 1. Useful word, and 2. Choosing and expression, and 3. vocabulary construction.

20

Page 21: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Influence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing AbilityInfluence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing Ability

769

Table 3. Grating of instrument for motivation

The validity of instrument of motivation used product moment technique. The result of analysis used Pearson Product Moment. There are 40 questions to give for 30 students. This analysis gets 22 questions or 55 % that is valid. While, for the reliability used Alpha Cronbach formulate. The result of reliability analysis gets reliability coefficient 0.735. It is the high category.

Technique analysis of research used two way ANOVA in significance level α = 0, 05 dan α = 0, 01. In analysis process, the writer finds interaction so it will continue with Tukey test. Before the research hypothesis test results data is analyzed, the first it did by requirement test analysis which includes homogeneity and normality test. Normality test that is done using Liliefors test and homogeneity test using Bartlett test with confidence level α = 0, 05

NO. COMPONENT INDICATOR NUMBER ACCOUNT

1. Interest Interesting to the subject Curiosity for the content of courseInterest to the subject.

Positive: 2Negative: 4,27,30

4

2. Relevance

The purposes of learningAgreement and caring to the taskCapability to relate the material and experiment.

Positive: 15,16,24Negative: 13,29,31

6

3. Expectancy positive expectationsSuccess expectationsControl to self capability

Positive: 7,11,33,35Negative: 12,14,18, 39

8

4. Outcomes

Changing to used the knowledgePoint of view to achievement Desired to share knowledge with the other

Positive: 5,22Negative 6,38

4

Total 22 22

Page 22: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Influence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing Ability

770 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

Influence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing Ability

FINDING AND DISCUSSIONA. Descriptive DataThis part would be described the result of descriptive writing ability. It will

know the score : Table 4. Descriptive Statistic

Statistic

CTL of Learning Community

component (CTL of LCC)

CTL of Modeling component (CTL

of MC)

High motivation (HM)

Low motivatin (LM)

Account 16 16 16 16Mean 73.3125 69.25 72.5625 70Median 72.5 69.5 72 70Mode 77 65 65 70Std. Deviation 6.896557 4.203173 7.571603 3.63318Variance 47.5625 17.66667 57.32917 13.2Range 23 15 25 13Minimum 64 62 62 64Maximum 87 77 87 77Sum 1173 1108 1161 1120

StatisticCTL of LCC

HMCTL of LCC LM CTL of MC HM CTL of MC LM

Account 8 8 8 8Mean 79.25 67.375 65.875 72.625Median 78 68 65 73Mode 77 65a 65 70aStd. Deviation 3.918819 2.445842 2.295181 2.559994Variance 15.35714 5.982143 5.267857 6.553571Range 12 6 7 7Minimum 75 64 62 70Maximum 87 70 69 77Sum 634 539 527 581

Page 23: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Influence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing AbilityInfluence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing Ability

771

1. Overall, score of the ability of descriptive writing that learn with the learning community component of CTL approach

Graph 1. Score of the ability of descriptive writing that learn with the learning community component

From the graph above describes that the ability of descriptive writing as overall has score range between 64­87. The lowest score is 64 and the highest score is 87. The ability of descriptive writing in this group has the average of score is 73.31, mode of score is 77, median of score is 72.5 and standard deviation is 6.89

2. Overall, score of the ability of descriptive writing that learn with modelling component of CTL approach

Graph 2. Score of the ability of descriptive writing that learn with modelling component

From the graph above describes the ability of descriptive writing using modelling component of CTL approach as overall has score range between 62­77. The lowest score is 62 and the highest score is 77. The ability of descriptive

Page 24: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Influence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing Ability

772 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

Influence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing Ability

writing in this group has the average of score is 69.25, mode of score is 65, median of score is 69.5 and standard deviation is 4.20.

3. Score of ability of descriptive writing in English that learn with the learning community component of CTL Approach is in high learning motivation group

Graph 3. Score of ability of descriptive writing in English that learn with the learning community component of CTL Approach is in high learning

motivation group

From the graph above describes the ability of descriptive writing using learning community component of CTL approach in high learning motivation group that has score range between 75­87. The lowest score is 75 and the highest score is 87. The ability of descriptive writing in this group has the average of score is 79.25, mode of score is 77, median of score is 78 and standard deviation is 3.92

4. Score of ability of descriptive writing in English that learn with the learning community component of CTL Approach is in low learning motivation group

Page 25: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Influence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing AbilityInfluence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing Ability

773

Graph 4. Score of ability of descriptive writing in English that learn with the learning community component of CTL Approach is in low learning

motivation groupFrom the graph above describes the ability of descriptive writing using

learning community component of CTL approach in low learning motivation group that has score range between 64­70. The lowest score is 64 and the highest score is 70. The ability of descriptive writing in this group has the average of score is 67.37, mode of score is 65, median of score is 68 and standard deviation is 2.45

5. Score of ability of descriptive writing in English that learn with the modelling component of CTL Approach is in high learning motivation group

Graph 5. Score of ability of descriptive writing in English that learn with the modelling component of CTL Approach is in high learning motivation group

Page 26: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Influence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing Ability

774 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

Influence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing Ability

From the graph above describes the ability of descriptive writing using modelling component of CTL approach in high learning motivation group that has score range between 62­69. The lowest score is 62 and the highest score is 69. The ability of descriptive writing in this group has the average of score is 65.87, mode of score is 65, median of score is 65 and standard deviation is 2.29

6. Score of ability of descriptive writing in English that learn with the modelling component of CTL Approach is in low learning motivation group

From the graph below describes the ability of descriptive writing using modelling component of CTL approach in low learning motivation group that has score range between 70­77. The lowest score is 70 and the highest score is 77. The ability of descriptive writing in this group has the average of score is 72.62, mode of score is 70, median of score is 73 and standard deviation is 2.56.

Graph 6. Score of ability of descriptive writing in English that learn with the modelling component of CTL Approach is in low learning motivation group

B. Analysis of Requirement Testing Analysis of requirement testing in this research used inferential analysis

that is two ways ANOVA. After that, it was done different test of score range of groups. The purpose is to know the validity of data. Of course, there is

Page 27: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Influence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing AbilityInfluence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing Ability

775

requirements that are homogeneous and normal data. The requirements used random sample from population that have normal distribution and homogeneous. The following are normality distribution of testing result of population and variance of homogeneity population data from the research:

Normality Test DataThis test did to know normality of distribution data. It is important to

know relationship between accuracy of statistic test. Normality testing did toward eight groups, these are; 1) learning community of CTL approach, 2) modelling component of CTL approach, 3) high learning motivation, 4) low learning motivation, 5) the ability of descriptive writing in English that learn with the learning community component of CTL Approach is in high learning motivation group, 6) the ability of descriptive writing in English that learn with the learning community component of CTL Approach is in low learning motivation group, 7) the ability of descriptive writing in English that learn with the modelling component of CTL Approach is in high learning motivation group, and 8) the ability of descriptive writing in English that learn with the modelling component of CTL Approach is in low learning motivation group. The testing used σ = 0, 05 with free degree. This is the describing of group:

Table 5. The result of data distribution of normality test

No.Descriptive Writing

Ability L0 Lt (0,05) Lt (0,01) Conclusion

1. CTL of LCC 0.02385 0,213 0,250 Normal

2. CTL of MC 0.03288 0,213 0,250 Normal

3. HM 0.02872 0,213 0,250 Normal

4. LM 0.02743 0,213 0,250 Normal

5. CTL of LCC + HM 0.02442 0,285 0,331 Normal

6. CTL of LCC + LM 0.14231 0,285 0,331 Normal

7. CTL of MC + HM 0.08691 0,285 0,331 Normal

8. CTL of MC + LM 0.04457 0,285 0,331 Normal

Page 28: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Influence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing Ability

776 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

Influence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing Ability

Based on the above table, all of data groups that was be test using lilliefors testing is about normality. The result of Lo is less than Lt. The conclusion that all of treatment groups have data are from the population with normal distribution.

Homogeneity TestData homogeneity of testing with Bartlett is to know about variances that

shows each data group different and takes as random. Test criteria used Lo > Lt, thus H0 is as homogeneous variance that is refused and the other is received. The conclusion of this testing shows the population of the research homogeneous. it is table of homogeneity of testing.

Table 6. The result of Homogeneity of testing

Based on the table above, Ho is received and H1 is refused. Thus, each treatment group has homogeneous data. Then, the data could be continue to hypothesis testing.

Group si2

gab B X2 o X2 t Conclusion

CTL of LCC­HM, CTL of MC­HM,CTL of LCC – LM,CTL of MC­LM

8,29015 25,7208 2,7933 7,81 Homogeneous

CTL of LCCCTL of MC

32,614221.1876 1,6489

3.481 Homogeneous

HM, LM 35.2646 21,6622 3, 4751 3.481 Homogeneous

Page 29: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Influence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing AbilityInfluence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing Ability

777

C. Hypothesis Research TestingHypothesis testing used two ways ANOVA that continued using Tukey test

when there was interaction. Variance analysis two ways is technique that has the purpose is to know two influences. They are main effect and interaction effect. The main effect is the influence of different CTL of LCC and CTL of MC, then the influence of high and low motivation toward descriptive writing ability. While interaction in this part is the influence between CTL and motivation toward descriptive writing ability. The following is description of data.

Table 7. Description of data for hypothesis testing

Then, it will do calculation of ANOVA two ways based on the data in the above table. The following is the result of calculation.

Conclusion CTL of LCC CTL of MC Total

SumTotalAverageVariance

SumTotalAverageVariance

HM

LM

8634

79.2515.3571

8539

67.3755.9821

8527

65.8755.2679

8581

72.6256.5536

161161

145,12520,625

161120140

12,5357

TotalSumTotalAverageVariance

161173

146,62521,3392

161108138,5

11,8215

Page 30: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Influence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing Ability

778 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

Influence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing Ability

Table8. The result of two ways ANOVA testing

Based on the table above, the following is describing the result of hypothesis.

1. The first hypothesis, from the table above there is Faccountt = 23, 5262 ˃ Ftable 7, 64 (α = 0, 01 ) and 4, 20 (α = 0, 05). It shows that the ability of descriptive writing’s students have studied using learning community component of CTL approach was better than modeling component of CTL approach.

2. The second hypothesis, from the table there is Faccount= 76, 0896 ˃ Ftable

7, 64 (α = 0, 01) and 4, 20 (α = 0, 05). There was interaction between CTL and motivation towardthe ability of descriptive writing.

3. The third hypothesis shows the ability of descriptive writing’s students have studied using learning community component of CTL approach was better than modeling component of CTL approach in high motivation. It shows by Qaccount 12.91 ˃ Ftable 3.89.

4. The fourth hypothesis shows the abilitydescriptive writing's students have studied using modeling component of CTL approach was better than learning community of CTL approach in low motivation group. It shows by Qcount 5.06 ˃ Ftable 3.89.

Based on the descriptive analysis, it gets the average of score of the ability of descriptive writing that learn using learning community component of CTL approach is 73.31. The score is different with the score that was gotten by the students who learn using modelling component of CTL approach is 69.25. it can see from the result of inferential analysis that shows with differences of score. Moreover, the score of the ability of descriptive writing in English using learning community component of CTL approach was better than using

Source of variances db JK RK = JK/dbFh = RK/

RDKFt

Among row (b)Among column (k)Interaction (bxk)

111

115,53195,0325630,7825

115,53195,0325630,7825

13,936123,526276,0896

4,20/ 7,644,20/ 7,644,20/ 7,64

Into 28 232,125 8,29 ­ ­

Total correction 31 1173,47 ­ ­ ­­

Page 31: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Influence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing AbilityInfluence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing Ability

779

modelling component of CTL approach. Thus, it can concluded that as overall learning community of CTL approach was effective than modelling component of CTL approach. Deviation standard both of learning community component and modelling component of CTL approach shows 6.89 and 4.20. It means that learning community component was efficient than modelling component of CTL approach

The result of descriptive statistic shows that the average of score of learning community component is more than modelling component of CTL approach. These are 79.25 and 65.87. Thus, it can concluded that there is a differences of the average score. In addition, it approved from hypothesis testing that is significance of differences the ability of descriptive writing between learning community component and modelling component of CTL approach. Thus, learning community component was better than modelling component of CTL approach to increase the ability of descriptive writing in English of high learning motivation group. Even though, in low learning motivation group shows the different score. The score of the ability of descriptive writing for students that learn modelling component is higher than learning community component. These are 73 and 68. So, it shows effectiveness of modelling component of CTL approach.

The result of interaction between CTL approach and learning motivation can increase the ability of descriptive writing in English. It shows from the hypothesis testing that is Fh(k) > Ft (Ho is refused and H1 is received). Therefore, there is interaction influence between CTL approach and learning motivation towards the ability of descriptive writing. Based on this testing, it can concluded that grouping of students in learning motivation aspect give the significance influence towards effectiveness of learning community component and modelling component of CTL approach to increase the ability of descriptive writing

Thus, CTL is appropriate approach of learning and giving good motivation and the teacher will increase students’ descriptive writing ability. It can be proven by improving the score of students. In the process of learning, CTL applied seven components. But in the research, learning community component of CTL approach was emphasized because they expected to share knowledge. Students who have more knowledge can be source of learning for other students.

Page 32: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Influence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing Ability

780 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

Influence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing Ability

Besides that, students who have high motivation are not difficult to receive new knowledge using learning community component of CTL approach. The advantage of this component that the student is be as source of learning for low motivation. They can discussion using model. It was describing in modeling component.

In CTL, the teacher used students’ experience to increase their writing ability. As a whole based on the result of descriptive and inferential statistic is satisfying. CTL has effective role toward improving the ability of descriptive writing. However, CTL can be done with choosing characteristic of motivation’s student. Because, all of the CTL characteristic is not effective for the students. From the research, CTL of learning community component is appropriate to emphasize for high motivation. Then, CTL of modeling component is appropriate to emphasize for low motivation. CTL has advantage and disadvantage. Thus, the teacher has to design CTL is more interest and a good media of learning can support the learning better. Some disadvantages from the research are:

1. In choosing information or material in the class is based on the students’ need while each class has different level. The teacher found some difficulties to take current material.

2. It is not efficient because the process of learning needs more time. 3. In CTL learning, there shows different students’ ability. But for the

students that have low motivation can have low confidence. 4. For the students that cannot follow the learning will have trouble to

pursue learning. Because in CTL learning need activeness. 5. The students cannot be easy to adapt and to develop ability. 6. The students will get knowledge different and it is not spread. 7. Role of teacher is not to appear, because the teacher is just facilitator in

CTL learning. So it can be concluded that the approach is not necessarily more weakness

not well applied in process of teaching. The success of method are affected all elements that exist in the environment of education, not just the teacher but also students, learning design, stakeholder, the environment, parents, and so on. All of element in process of learning is whole unity.

Page 33: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Influence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing AbilityInfluence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing Ability

781

CONCLUSION AND SUGGESTION Based on the result hypothesis testing, the following is conclusion: 1) the

first shows that the ability of descriptive writing’s students have studied using learning community of CTL approach was better than learning modeling component of CTL approach. The second, there was interaction between CTL and motivation towards increasing of ability of descriptive writing. The third shows ability descriptive writing’s students have studied using learning community of CTL approach was better than learning modeling component of CTL approach in high learning motivation. Then, the fourth shows ability descriptive writing's students have studied using modeling component of CTL approach was better than learning community of CTL approach in low learning motivation group.

Some inadequacy of research are 1) the researcher used CTL but it emphasizes to learning community component and modeling component, 2) to make category of motivation used questionnaire, 3) there are two group students, that are high motivation and low motivation, 4) sample of research just took from 1 university, 5) the research just is focus to one of skill in language that is writing

The result of research has implication. There are: 1) improving the ability of descriptive writing through CTL. 2) Improving ability of descriptive writing through motivation. Therefore motivation is awareness that comes from students’ self. So, the teacher has to know the students’ condition. The teacher has to design material that is attractive. [ ]

REFERENCES Brophy, Jere. Motivating Student to Learn Third Edition. New York : Routledge.

2010.Brown, Douglas. Teaching by Principles An Interactive Approach to Language

Pedagogy Second Edition. California : Longman. 2000.Brown, Douglas. Language Assessment Principles and Classroom Practices. San

Francisco, California : Longman. 2003.Dörnyei, Z. Motivation and Motivating in the Foreign Language Classroom. The

Modern Language Journal, 78 (3), 273­284. 1994.

Page 34: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Influence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing Ability

782 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

Deci, E. L. , & Ryan, R. M. 1985. Intrinsic Motivation and Self-Determination in Human Behavior. New York: Plenum.

Heaton, J. B. Writing English Language Test. London: Longman. 1999.Johnson, Elaine B. Contextual Teaching and Learning: What It is and Why It’s

here to Stay. United States: Library of Congress Cataloging in Publication Data. 2002.

Linse, Caroline T. Practical English Language Teaching Young Learner. McGraw Hill. 2005.

Montgomery, Dauglas C. Design Analysis of Experiment. New York : John Wiley & Sons, Inc. 1991.

Nation, I. S. P. Teaching ESL/EFL Reading and Writing. New York & London: Routledge. 2009.

P. Pintrich & D. Schunk. Motivation in Education: Theory, Research and Applications. Englewood Cliffs: Prentice­Hall. 2002.

Patel, M. F. & Jain, Praveen M. English Language Teaching(Methods, Tools, Techniques). Jaipur : Sunrise Publisher & Distributor. 2008.

Robert G. Berns and Patricia M. Erickson. Contextual Teaching and Learning: Preparing Students for the New Economy. www. nccte. com, it was retrieved on November 1 2007. www. chiron. valdosa. edu/whuitt/cogys/construct. html. it was retrieved on January 1.

Sova, Dawn. Writing Clearly A Self – Teaching Guide. United States of America: John Wiley & Sons. 2004.

Sears, Susan. Contextual Teaching and Learning a Primer for Effective Instruction Reforming Teaching and Teachers Education. , United States of American : Phi Delta Kappa Educational Foundation. 2002.

Weigle, Sara Cushing. Assessing Writing. UnitedKingdom : Cambridge University Press. 2002.

Page 35: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Influence of Contextual Teaching Learning and Motivation on Descriptive Writing AbilityKemampuan Menulis Exposition Text pada Siswa Kelas XII Kelas Akselerasi ...

783

KEMAMPUAN MENULIS EXPOSITION TEXT PADA SISWA KELAS XII KELAS AKSELERASI

SMAN 1 WATES KULON PROGO

Sahadadi [email protected]

AbstrAkPenelitian ini bertujuan mendeskripsikan cara siswa menggunakan generic

structure dan Language Features dalam menulis hortatory exposition text. Penelitian ini termasuk analisis konten. Sumber data penelitian ini adalah teks tulisan siswa. Penelitian dilakukan dengan empat tahapan. Tahapan pertama adalah pengadaan data yang meliputi penentuan subjek dan tempat. Tahapan kedua pengambilan data dengan menggunakan tes menulis hortatory exposition text. Tahapan ketiga adalah pengategorian hasil tulisan siswa dengan menggunakan rubrik penilaian. Tahapan keempat adalah penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kemampuan siswa dalam menulis generic structure dan Language Features masih bervariasi dari tingkat yang rendah, sedang, hingga baik, belum ada yang sempurna. Berdasarkan temuan hasil penelitian, guru bahasa Inggris dalam mengajarkan keterampilan menulis harus menekankan pemahaman generic structure dan Language Features sehingga akan lebih mudah bagi siswa menulis exposition text.

Kata kunci: exposition text, generic structure dan Language Features, analisis konten

AbstrActThis study is aimed to describe how students use the generic text structure

and Language Features in written exposition text. This study belongs to a content analysis The source data in the form of documents, namely the students’ text. This research processes included four stages. The first stage was the provision of data that included the determination of the subject. The second stage was the data retrieval by writing hortatory exposition text. The third stage was the classification of the data with the assessment rubric. The fourth stage was drawing conclusion. Results of study indicates that the level of students’ abilities in writing generic structure and Language

Page 36: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

784 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

Features still varies from a low level, and well being. Based on the research findings, English teachers in teaching writing skills should emphasize on the understanding of the generic structure and Language Features, so as to understand the generic structure and Language Features will be easier for students to write exposition text.

Keywords: exposition text, generic structure, Language Features, content analysis

PENDAHULUANBahasa sebagai alat komunikasi merupakan produk sosial yang lahir dalam

konteks budaya dan konteks situasi yang melahirkan suatu sistem komunikasi digunakan oleh orang­orang yang berada dalam konteks budaya yang sama. Sebuah konteks budaya melahirkan berbagai genre, yakni jenis­jenis teks yang masing­masingnya biasanya memiliki tujuan komunikatif, struktur teks dan ciri­ciri linguistik tertentu. Mengingat struktur atau bangun teks tidak selalu sama dari satu bahasa ke bahasa yang lain, maka siswa perlu dipajankan atau (ekspos) ke teks yang menggunakan pola tatanan yang lazim dalam budaya Inggris.

Pada dasarnya belajar berbahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, berbagai upaya peningkatan mutu pengajaran berbahasa telah dan terus dilakukan. Peningkatan itu terutama ditujukan pada aspek kemampuan ber­bahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis). Meskipun demikian, penguasaan pengetahuan tentang bahasa tidaklah mungkin diabaikan karena bahasa pada dasarnya adalah seperangkat sistem lambang yang meliputi kosa kata dan kaidah struktur pada tataran frasa, klausa, kalimat ataupun wacana, yang dapat membekali pemakai mampu berbahasa dengan baik dan benar.

Pembelajaran menulis merupakan keterampilan yang sangat penting. Richards (2007) menyatakan bahwa menulis merupakan keterampilan yang paling penting untuk dikembangkan bagi siswa yang belajar bahasa Inggris se­bagai bahasa kedua. Keterampilan menulis pada siswa perlu sekali ditekankan, mengingat keterampilan menulis di satu sisi memiliki kegunaan yang penting, tetapi di sisi lain pelaksanaannya menuntut lebih banyak persyaratan diban­ding misalnya keterampilan berbicara.

Page 37: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Kemampuan Menulis Exposition Text pada Siswa Kelas XII Kelas Akselerasi ...

785

Keterampilan menulis yang dimiliki oleh seseorang tidak datang begitu saja secara otomatis, tetapi seperti keterampilan lain yang harus dipelajari dan di­asah terus menerus. Richards (2004: 9) menyatakan menulis merupakan se­buah pengembangan, maka seorang guru tidak boleh memaksakan pandangan pribadinya, harus menawarkan contoh atau model atau menyarankan topik sebelum menulis. Semua itu dimulai dari latihan secara kontinyu dan penuh ketekunan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, siswa tidak sekedar dibekali dengan ke­mampuan memakai dan menggunakan kalimat semata, tetapi memakai dan menggunakan kalimat dalam berbagai konteks komunikasi berbahasa. Pem­belajaran terhadap keterampilan ini tidak bisa hanya melalui uraian/penjelas­an guru saja, namun harus melalui latihan dan praktik secara teratur. Di sisi lain siswa mendapat bimbingan yang sistematis setahap demi setahap sehingga siswa mengerti betul apa yang seharusnnya dilakukan. Oleh karena itu, pem­binaan terhadap kemampuan dan keterampilan berbahasa di sekolah hendak­nya dilakukan secara terprogram dan berorientasi pada pengembangan dan peningkatan kompetensi siswapenelitian.

Kesulitan siswa dalam melakukan aktivitas menulis di sekolah maupun ke­kurangtepatan guru dalam memilih strategi dan memanfaatkan media dalam pembelajaran menulis menjadi bagian dari faktor penyebab ketidakberhasilan se­kolah dalam menjalankan misi sebagai agen pembaharu, yakni pada pemaham an sikap hidup untuk menjadikan menulis sebagai suatu budaya atau tradisi baik bagi siswa ataupun guru itu sendiri. Bahkan sangat mungkin pelajaran menulis menjadi hal yang ditakuti atau dianggap membosankan bagi siswa.

Dalam ranah menulis teks berbahasa inggris dibutuhkan keterampilan me­milih kata, memahami generic structure, Language Features dari jenis teks yang akan ditulis. Kedua hal tersebut harus dimiliki oleh siswa dalam kegiatan me­nulis sehingga mereka akan mampu mengolah kalimat menjadi paragraf. Ke­mampuan dalam mengolah struktur kalimat ini akan membuahkan kelancaran dalam pemakaian bahasa atau kegiatan berkomunikasi tulis. Generic structure dan Language Features merupakan dasar pemahaman bagi siswa untuk mem­produksi tulisan dalam bahasa Inggris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 50% siswa tidak mampu memahami struktur sebuah teks (Etman, 2010: 6)

Page 38: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

786 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

Banyaknya ragam jenis teks dalam bahasa Inggris mendorong peneliti meng­kaji kemampuan siswa kelas akselerasi semester XI dalam menulis teks eksposi­si. Teks ini adalah teks sangat penting untuk dikuasi oleh siswa. Teks eksposisi merupakan teks yang mengungkapkan gagasan dari penulis untuk meyakinkan kepada pembaca bahwa apa yang disampaikan dapat mempe ngaruhi pembaca. Kemampuan menyampaikan pendapat untuk meyakinkan orang lain inilah yang sangat penting dikuasai oleh siswa SMA. Menulis jenis teks eksposisi ma­sih dirasa sulit oleh para siswa. Para siswa masih meng alami kesulitan dalam menentukan thesis statement, membuat argument dan me ngembangkan argu-ment. Keterbatasan kosa kata dalam bahasa Inggris juga dimungkinkan sebagai hambatan dalam menulis.

Permasalahaan yang dikaji dalam penelitian tersebut ada dua hal yaitu ba­gaimana siswa kelas IX kelas Akselerasi SMAN 1 Wates dalam menulis teks hortatory exposition, dan bagaimana Language Features yang digunakan oleh siswa kelas IX kelas Akselerasi SMAN 1 Wates dalam menulis teks hortatory exposition. Teks hortatory exposition merupakan teks dasar yang harus dikua­sai siswa. Teks ini menjadi dasar dalam menyampaikan gagasan yang disertai alasan­alasan yang rasional sehingga siswa SMA wajib menguasainya. Dalam membuat teks hortatory exposition siswa harus memahami generic structure dan Language Features. Keduanya merupakan pedoman umum dalam menulis se­buah teks. Penelitian tersebut bertujuan untuk Mendeskripsikan bagaimana siswa menggunakan generic structure dalam menulis teks hortatory exposition dan Mendeskripsikan bagaimana siswa menggunakan Language Features dalam menulis teks hortatory exposition. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun praktis. Kegunaan secara teoritis diharap­kan dapat memberikan sumbangan teori tentang pembelajaran menulis dan Memperkaya khazanah ilmu pengetahuan kebahasaan, terutama dalam pem­belajaran menulis. Sedangkan manfaat secara praktis diharapkan sebagai upaya mengetahui pola umum hasil penulisan teks hortatory exposition memberikan pengetahuan tentang pola umum hasil tulisan teks hortatory exposition, sebagai upaya untuk memotivasi siswa dalam kegiatan menulis dan memudahkan sis­wa dalam berlatih dan belajar keterampilan menulis, khususnya menulis hor-tatory exposition text

Page 39: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Kemampuan Menulis Exposition Text pada Siswa Kelas XII Kelas Akselerasi ...

787

METODE PENELITIANJenis penelitian ini adalah penelitian analisis konten. Analisis konten ada­

lah analisis yang digunakan untuk memahami pesan simbolik yang ada dalam dokumen, lukisan, tarian, lagu, karya sastra, dan lain­lain yang berupa data tak terstruktur (Darmiyati Zuchdi, 1993: 6). Penelitian ini termasuk anali­sis konten karena sumber datanya berupa dokumen, yakni teks tulisan siswa. Kerlinger (2006: 823) menyatakan bahwa content analysis digunakan untuk mengkaji dokumen yang telah tertuliskan dalam rangka mengukur komplek­sitas konseptual. Krippendorff (1981: 21) mendefinisikan content analysis is research technique for making replicable and valid inferences from data to their context. Menurut Krippendorff analisis konten dapat digunakan untuk mem­buat replikasi yang valid dari data pada konteknya. Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Wates pada siswa kelas XII kelas akselerasi semester ganjil tahun ajaran 2012/2013. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XII kelas akselerasi semester ganjil tahun ajaran 2012/201. Jumlah responden sebanyak 19 siswa. Setiap siswa menulis satu teks hortatory exposition sesuai dengan pilihan tema yang telah disediakan.

Objek penelitian ini adalah Language Features dan generic structure yang digunakan oleh siswa dalam menulis teks expotition, sedangkan data dalam penelitian ini berupa satuan lingual dalam teks hortatory exposition yang ditulis oleh siswa. Konteks data berupa kalimat bila datanya berupa kata atau frase, dan paragraf bila datanya berupa klausa. Konteks data menjadi sangat penting peranannya untuk mengklarifikasi tujuan penulisan, serta bahasa yang digu­nakan untuk mengungkapkan suatu alasan.

Prosedur penelitian dilakukan berdasarkan model interaktif sebagaimana dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1984 : 23), melalui 4 tahapan yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan dan verifikasi. Instrumen yang digunakan adalah hasil tulisan siswa dan wa­wancara tentang hal­hal yang berkaitan dengan apa yang telah setiap siswa tulis perlu dijabarkan menurut tipe penelitiannya. Bagaimana penelitian dilakukan dan data akan diperoleh, perlu diuraikan dalam bagian ini. Sumber data ada­lah hasil tulisan siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam pen­elitian ini adalah meminta siswa menulis teks dengan topik­topik yang telah disediakan dengan persetujuan pembimbing. Pengumpulan data dilakukan da­

Page 40: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

788 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

lam beberapa tahap. Tahap pertama dilakukan sosialisasi kepada kepada semua responden tentang penelitian ini. Tahap kedua dilakukan de ngan memberikan tes menulis karangan hortatory exposition dengan memilih topik yang sudah disediakan. Tahap keiga dilakukan wawancara tentang hasil tulisan dan hal­hal yang berkaitan dengan pembelajaran menulis teks bahasa Inggris. Semua data yang sudah dikumpulkan tidak dapat langsung dipakai sebagai laporan. Reduksi data mutlak diperlukan. Reduksi data diartikan sebagai proses pemili­han, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transfor­masi data kasar yang muncul dari keadaan yang ada di lapangan. Reduksi data berlangsung terus menerus selama penelitian berlangsung.

Penyajian data dilakukan dalam penelitian kualitatif adalah berbentuk teks naratif dari data data di lapangan, kemudian diklasifikan sesuai dengan tujuan penelitian. Penyajian data merupakan tahapan untuk memahami apa yang se­dang terjadi dan apa saja yang harus dilakukan dalam melakukan analisis. Data yang sudah masuk kemudian dianalisis dan dikelompokkan dengan menggu­nakan rubrik penilaian. Rubrik tersebut diadaptasi dari sumber­sumber yang relevan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHasil tabulasi Generic structure dapat dilihat dalam tabel berikut ini.Tabel 1. Hasil Tabulasi Generic structure

Generic structure dari hortatory exposition text terdiri atas 3 bagian yaitu thesis statement, argumentation, dan recommendation. Kemampuan siswa dalam me­nulis thesis statement belum ada yang termasuk kategori excellent. Hasil analisis menunjukkan belum ada siswa yang mampu membuat thesis statement seca­ra sempurna yang memenuhi unsur­unsur yang ada dalam kategori sempur­na. Ada 26% responden yang termasuk dalam kategori good, 53% responden termasuk pada kategori fair, dan masih ada 21% responden termasuk pada kategori poor. Siswa masih mengalami kesulitan dalam menuangkan gagasan pembuka. Dari hasil analisis dapat dilihat berbagai variasi thesis statement yang

excellent good fair poorThesis statement 0 5 10 4Argumentation 0 6 10 3Recomendation 0 3 14 2

Page 41: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Kemampuan Menulis Exposition Text pada Siswa Kelas XII Kelas Akselerasi ...

789

dibuat oleh siswa. Thesis statement merupakan pernyataan pendapat penulis akan disampaikan terhadap sebuah kasus atau fenomena. Variasi thesis state-ment yang dibuat oleh para siswa dapat diklasifikasikan menjadi empat ka­tegori, yaitu: Pertama adalah kategori excellent atau amat baik atau istimewa. Kedua adalah kategori good atau baik. Pada kategori baik ini responden sudah membuat thesis statement dengan topik yang bagus dan pengungkapan kalimat dengan baik. Berikut ini contoh thesis statement dalam kategori baik.

Tabel 2. Hasil Tabulasi thesis statement kategori good

Dari hasil tabulasi di atas menunjukkan bahwa responden sudah membuat pernyataan yang cukup jelas dan tegas dengan menyatakan dua hal yaitu yang pertama dengan menyatakan I think yaitu menurut penulis bukan orang lain dan ditegaskan dengan hal yang kedua dengan menyatakan is really important and useful for us. Dengan kedua indikator tersebut maka dapat dilihat bahwa penulis sudah mampu membuat thesis statement dengan kategori good. Pada hasil tabulasi kedua, responden sudah membuat pernyataan yang cukup jelas dan tegas dengan menyatakan in my opinion yaitu menurut penulis.

Ketiga adalah kategori fair atau cukup. Tabel 2. Contoh Hasil Tabulasi thesis statement kategori fair

Pada kategori ini responden pernyataan responden kurang begitu tegas. Be­rikut ini adalah contoh thesis statetement pada kategori fair. Dari contoh di atas responden telah membuat pernyataan yang posisinya tidak jelas apakah facebook bermanfaat atau tidak.

Keempat adalah kategori poor atau kurang.Tabel 2. Contoh Hasil Tabulasi thesis statement kategori poor

I think “face book” is really important and useful for us1. In my opinion, facebook is very useful2.

I In this modern era, almost people know about face book. Even the students also use 1. face book. But what is face book? Well face book is the media to get a lot of friends and do communication with them. Is it useful, especially for the students?

Home schooling is one of education method to know and study the lesson as change 1. of formal school. This method usually does by many persons in the same developed countries. There Now the controversial that is home schooling method good for the true education are the problems with this method.

excellent good fair poorThesis statement 0 5 10 4Argumentation 0 6 10 3Recomendation 0 3 14 2

Page 42: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

790 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

Berdasarkan contoh di atas, dapat dilihat bahwa tujuan penulisan teks eks­posisi adalah meyakinkan kepada pembaca tentang sebuah issue dari salah satu sudut pandang bukan membandingkan dari kedua sudut pandang, sehingga tujuan penulisan akan bergeser dari meyakinkan kepada memberi gambaran, Posisi penulis tidak jelas ada pada posisi mana.

Hal kedua dari generic structure hortatory exposition text adalah penulisan argumentation. Argumentation terdiri atas dua unsur pokok yaitu point dan elaboration. Dari hasil analisis dapat dilihat sebagai berikut. Hasil analisis me­nunjukkan belum ada siswa yang mampu membuat argumentation secara sem­purna yang memenuhi unsur­unsur yang ada dalam kategori sempurna. Ada 32% responden yang termasuk dalam kategori good, 52% responden termasuk pada kategori fair, dan masih ada 16% responden termasuk pada kategori poor. Siswa masih mengalami kesulitan dalam menuangkan ide utama yang didu­ide utama yang didu­kung oleh fakta dan data. Dari hasil analisis dapat dilihat berbagai variasi.

Hal ketiga dari generic structure hortatory exposition text adalah penulisan recommendation. Hasil analisis menunjukkan belum ada siswa yang mampu membuat recommendation secara sempurna yang memenuhi unsur­unsur yang ada dalam kategori sempurna. Ada 16% responden yang termasuk dalam ka­tegori good, 84% responden termasuk pada kategori fair, dan masih ada 10% responden termasuk pada kategori poor. Dari hasil analisis Language Features dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 2. Hasil Tabulasi Language Features

Kemampuan responden dalam menggunakan variasi Language Features da­pat dilihat dengan penggunaan ciri­ciri kebahasaan yang dimiliki hortatory ex-position text, antara lain sebagai berikut.

Tabel 2. Hasil Tabulasi Penggunaan Mental Verb (think)

excellent good fair poorLanguage features 0 6 11 2

And I think people should agree with facebook because its advantages and not just that, we can do something more by make something like facebook which have more advantages than facebook.

I think this is so unfair. For those reasons.

I think we should not be forbidden to be a member of facebook.

Page 43: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Kemampuan Menulis Exposition Text pada Siswa Kelas XII Kelas Akselerasi ...

791

Penggunaan mental Verb sebagian responden telah mampu menggunakan mental Verb untuk mengungkapkan aktivitas mental dalam teks. Kata kerja yang digunakan antara lain think, know, believe. Contoh penggunaannya se­perti pada dalam kalimat berikut ini.

Tabel 2. Hasil Tabulasi Penggunaan Mental Verb (know)

And they are not thinking. And they are not thinking, that they spend much time and much money.

I think people should agree with facebook because its advantages and not just that, we can do something more by make something like facebook which have more advantages than facebook.

I think this is so unfair. For those reasons.

I think we should not be forbidden to be a member of facebook.

And they are not thinking. And they are not thinking, that they spend much time and much money.

In this modern era, almost people know about face book. Do you know about home schooling? In Indonesia, we know that Indonesia is a development country, it is not good way to optimally our ability in the learning process. As well as we know that he/she who has a good capability in teaching, he/she ussually has another job like in department, university, studying organisation. Nowadays, we know that many graduated people maybe from university, from senior high school want to get permanent job. Students…. As far as I know,Beside that, we know, there are many students with courses everyday. Nowadays, as we all know, Final National Examination becomes controversy in society. Do you know, every layers people uses face book. But do you know, face book is not useful, especially for students. Do you know face book? Do you know, every layers people uses face book. But do you know, face book is not useful, especially for students. We know, the facebook have too many advantages in many side, such as in politic side, social side, economy side, even in education side. In a politic side, facebook is used to find a participant in campaign. So, with the facebook, we know a candidate who be a favourite. As we all know, recently in our nation we have some problems about the importance of Final National Examination.

Page 44: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

792 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

Tabel 2. Hasil Tabulasi Penggunaan Mental Verb (believe)

Penggunaan modality Tabel 2. Hasil Tabulasi Penggunaan Modal (must)

I believe face book has many advantages for us if we can use it efficiently and more effectively.

I believe we should start a good method.

We must get the entertainment, but don’t forget about the works. We must divided our times to entertain use it to, to work, to learn, and many times for our families. you must be careful to confirm and approve people to be our friends.

So, to make a good home schooling, we must do anything to preparing it. It is too hard, we must invite many teachers to come in our house, we must plan our time.

So, we must consistence with our method. Good government can make best quality person! We must not make any hesitancy

We must leave the bad habits to playing face book

We must realize the bad effect by playing face book, so we can reduce that effect from our live.

Face book is not important for students, so the way out that must we do are:

Parents must control their child activities, but not become authoritative

Students must clever to set their time, when they must study, when thay must finished their task, when they must help their parents and when they must rest or playing facebook.

The facebook organizer must selected every account

Facebook side must limited the old of facebook user

Students must set their money and use it to some useful things

We must exceed the problem.

We must leave the bad habits to playing face book

The school must make a rule that contains the students not permitted actived their cell phone when the class has a lesson due to the students concent in their lesson

The parents of the students must accompany their children when they study in order to they can’t playing face book

We must realize the bad effect by playing face book, so we can reduce that effect from our live.

Page 45: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Kemampuan Menulis Exposition Text pada Siswa Kelas XII Kelas Akselerasi ...

793

Tabel 2. Hasil Tabulasi Penggunaan modal (should)

Penggunaan Modal should. Penggunaan transition word Tabel 2. Hasil Tabulasi Penggunaan Mental Verb (believe)

Based on the text, we should do:

The parents should control their child to don’t use face book

And I think people should agree with facebook because its advantages and not just that, we can do something more by make something like facebook which have more advantages than facebook.

Our parents should give us some directions.

Should, face book side blocade the pornography photos

We should set our time when we should to study, help our parents and when we should operate our facebook. So, we will not wasting the time to do something useless

We should limited our money to operate our facebook. Don’t you used much money to operate facebook only! It make we be a lavish person.

We should careful to operate the facebook. We should avoid a porno site or the other pictures that we must not look

First, face book is entertaining us. Second, face book is very useful for education in this global era. Then face book spend our money.

First, we can communicate with each other from place to other place

Firstly, we can thread a compradeship with the other people

Firstly, National Examination have function as the national standard for the schools.

Second, we can express ourselves freely

Secondly, Final National Examination’s result sometimes doesn’t show the real capability of the student.

Secondly, we can send some message to our friend

Next face book can bring the negative effects for our healthy

The third reasons is, home schooling is not suitable with our government program “wajib belajar 12: tahun”, our country don’t baluation home schooling in National Education Budget

Page 46: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

794 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

seperti first, second, third, next, however, therefore. Berikut ini adalah contoh penggunaan transition word.

SIMPULAN DAN SARANDari hasil analisis generic structure yang terdiri atas thesis statetement, ar­

gument, dan recommendation dapat disimpulkan sebagai berikut. Dalam me­nulis thesis statement belum ada siswa yang mampu menulis dalam kategori excellent, yang mencakup topik yang luas dengan bahasa yang sempurna. Ada 26% responden termasuk dalam kategori good, 53% responden dalam kategori fair dan 21% responden dalam kategori poor. Dari sisi penulisan argumen­tation belum ada siswa yang mampu menulis dalam kategori excellent, 32% responden termasuk dalam kategori good, 52% responden termasuk dalam ka­tegori fair dan 16% responden termasukdalam kategori poor. Dari sisi penu­lisan recommendation belum ada siswa yang mampu menulis dalam kategori excellent, 16% responden termasuk dalam kategori good, 84% responden ter­

Third, beside we can give the information to the other, we also can get some information from the others.

Beside the government and the students, the teacher should support their students, calming down the student

Beside in politic side, facebook is useful in social side

Beside it, we also can get some entertainment from it. Such as game, join some group

Beside that, the most disadvantages from face book that face book is very disturb the students.

Beside that, in facebook there are many kind of advertisements that many of them are unimportant.

Beside that, the most disadvantages from face book that face book is very disturb the students.

Beside that, the students ignore their lesson in the class by playing face book.

Beside that, we can get information about condition of economy country.

And the last, we can sharing our feeling about something or write our problem, so our friends can help us with our problems.

And the last, facebook give advantages in education world, especially for the student for us.

Page 47: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Kemampuan Menulis Exposition Text pada Siswa Kelas XII Kelas Akselerasi ...

795

masuk dalam kategori fair dan 10 % responden termasuk dalam kategori poor. Dari ciri kebahasaan yang digunakan siswa dalam menulis hortatory exposition text diperoleh kesimpulan bahwa siswa masih bervariasi dalam menggunakan unsur­unsur kebahasaan seperti: penggunaan kata kerja mental (mental Verb). Mental Verb yang sigunakan antara lain: think, know, believe. Penggunaan mo-dal, seperti modal must untuk menekankan sesuatu dan Modal should untuk menyarankan. Penggunaan connecting word/transition word seperti first, second, third, next, however, therefore sudah digunakan.

Berdasarkan hasil tersebut ada beberapa saran yang dapat disampaikan ter­kait dengan generic structure dan Language Features, sebagai berikut. Pertama, dalam menulis exposition text, siswa harus memahami generic structure dan Language Features, karena pemahaman itu akan memudahkan siswa menulis sebuah teks dan tujuan penulisan hortatory exposition text akan tercapai bila penulis telah memahami generic structure dan Language Features dari jenis teks yang ditulis. Kedua, pengajar bahasa Inggris SMA dalam mengajarkan kete­rampilan menulis perlu menekankan pada generic structure dan Language Fea-tures. [ ]

DAFTAR PUSTAKAAnn, J.M. (2002). Genre in the Classrom. New Jersey: Lawrence Erlbaum

Associates Inc.Brown, H.D. (2007). Teaching by Principles: An Interactive Approach to Language

Pedagogy (3rd Ed.). New York: Pearson Longman. Cahyono, dkk. (2006). Communicative Competence 2B: A Course in Acquiring

English Communicative Competence, for senior high school level, grade XI semester 2. Jombang: Karunia Agung.

Darmiyati Zuchdi. (1993). Panduan Penelitian Analisis Konten. Yogyakarta: Lemlit IKIP Yogyakarta.

Depdiknas, (2004). Landasan Filosofis Teoritis Pendidikan Bahasa Inggris. Jakarta: Pusat Kurikulum

________. (2004). Penilaian Kelas. Jakarta: Pusat Kurikulum.Emi Emilia. (2010). Teaching Writing: Developing Critical Thinking. Bandung:

Rizqi Press.

Page 48: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

796 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

Groppel, A. & Weggener. (2012) . Developing Academic Writing Skills in Art and Design through Blogging. Journal of Academic Writing. Volume 2, No 1 (2012), 85­92.

Harmer, J. (2011). How to Teach Writing. London: Longman Pearsonhttp: //www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2012/11/121127_education_ranks.

shtml.http: //www.Exposition Rubric dari The Sidney Morning Herald (2012).Kerlinger, F. N. (2005). Asas-Asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: Gajah

Mada University Press.Krippendorff, K. (1981). Content Analysis: An Introduction to Its Methodology.

London: Sage. Kroll, B. (2002). Second Language Writing. New York: Cambridge University

Press.Littell, J. (1985). Basic Skills in English. New York: McDougal, Little &

Company.Miles, M. B. & Huberman, A. M. (1994). An Expanded Sourcebook: Qualitative

Data Analysis (2nd Ed.). London: Sage.Oshima, A. & Hogue, A. (2006). Writing Academic English. New York: Pearson

Education.Rhicards, J. C. (2007). Second Language Writing. New York: Cambridge

University Press.Richards, J.C, & Renandya, W.A. (2002). Methodhology in Language Teaching.

New York: Cambridge University Press.Walvoord, F. B. (1985). Writing: Strategies for All Disciplines. New Jersey:

Prentice­Hall.

Page 49: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Pendekatan Scientific, Model, dan, Strategi Pembelajaran dalam Kurikulum 2013

797

PENDEKATAN SCIENTIFIC, MODEL, DAN STRATEGI PEMBELAJARAN DALAM

KURIKULUM 2013

Taufik NugrohoPPPPTK Bahasa Jakarta

AbstrActIn Curriculum 2013 the scientific approach is employed in learning process.

This approach covers inquiry learning in the breath of constructivism. The scientific approach-based learning covers the development of domains of attitude, knowledge and skill in the unit of education. Those three domains have different psychological processes. The attitude is acquired through the activities of accepting, doing, appreciating, experiencing and implementing. The knowledge is acquired through the activities of remembering, understanding, applying, analyzing, evaluating and creating. Meanwhile, the skill is acquired through the activities of observing, asking, collecting information, associating and communicating. Curriculum 2013, inspired by twenty first century learning, basically puts the emphasis on the collaboration and communication aspects. This is reflected in the use of scientific approach and its three supporting learning models: project-based learning, problem-based learning and discovery-learning and its integratedness with cooperative dan collaborative learning strategies.

Keywords: curriculum 2013, scientific approach, cooperative learning

A. PENDAHULUANDalam Undang­Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, Pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Page 50: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

798 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk ber­partisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreati­vitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu, setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian pembe­lajaran untuk meningkatkan efisiensi dan keefektifan ketercapaian kompetensi lulusan. Berdasarkan penjelasan tersebut, paling tidak ada dua tantangan dunia pendidikan, yaitu dampak teknologi komunikasi/internet dan kemunduran lingkungan manusia. Untuk itu, penanaman sikap melalui pembelajaran sa­ngat diperlukan. Kemajuan IPTEK dapat mengubah manusia informasi men­jadi masyarakat industri, pascateknologi menjadi hi­technology, dan ekonomi nasional menjadi ekonomi dunia. Kemajuan IPTEK juga memiliki dampak yang sangat luas dalam memengaruhi perilaku manusia, sedangkan kemun­duran lingkungan manusia terjadi karena kerusakan lingkungan yang ditandai oleh perusakan manusia terhadap lingkungan yang ada. Pembalakan liar, pem­bakaran hutan terjadi di mana­mana tanpa ada satupun manusia yang merasa bersalah. Dengan kata lain, kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar patut dipertanyakan.

Sejalan dengan itu, trend dunia pendidikan abad 21 lebih berorientasi pada pengembangan potensi manusia dan tidak berpusat pada kemampuan teknis dalam melakukan eksplorasi dan eksploitasi alam. Intinya adalah bagaimana guru dapat mengoptimalkan potensi minda (mind) dan otak (brain) untuk meraih prestasi peradaban secara cepat dan efektif, dengan asumsi bahwa jika manusia mampu menggunakan potensi nalarnya dan emosinya secara jitu, dia akan mampu membuat loncatan prestasinya yang dia tidak duga sebelumnya (Siberman, Mel. 2002: xiii). Kurikulum 2013 mengembangkan dua modus pembelajaran yaitu pembelajaran langsung dan pembelajaran tidak langsung. Pembelajaran langsung adalah proses pendidikan yang peserta didik mengem­bangkan pengetahuan, kemampuan berpikir dan keterampilan psikomotorik melalui interaksi langsung dengan sumber belajar yang dirancang dalam sila­bus dan RPP berupa kegiatan­kegiatan pembelajaran. Modus pembelajaran ini menghasilkan pengetahuan dan keterampilan langsung (instructional effect).

Page 51: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Pendekatan Scientific, Model, dan, Strategi Pembelajaran dalam Kurikulum 2013

799

Pembelajaran tidak langsung adalah proses pendidikan yang terjadi selama pembelajaran langsung tetapi tidak dirancang dalam kegiatan khusus. Pem­belajaran tidak langsung berkenaan dengan pengembangan nilai dan sikap. Berbeda dengan pengetahuan tentang nilai dan sikap yang dilakukan dalam pembelajaran langsung oleh mata pelajaran tertentu, pengembangan sikap se­bagai proses pengembangan moral dan perilaku dilakukan oleh seluruh mata pelajar an dan dalam setiap kegiatan yang terjadi di kelas, sekolah, dan masya­rakat. Oleh karena itu, dalam pembelajaran Kurikulum 2013, semua kegiatan yang terjadi selama belajar di sekolah dan di luar sekolah dalam bentuk kokuri­kuler dan ekstrakurikuler terjadi pembelajaran untuk mengembangkan moral dan perilaku yang terkait dengan sikap.

Kedua modus pembelajaran tersebut terjadi secara terintegrasi. Pembelajar an langsung berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut KD yang dikem­bangkan dari KI­3 dan KI­4. Keduanya dikembangkan secara bersamaan da­lam suatu pembelajaran dan menjadi wahana untuk mengembangkan KD pada KI­1 dan KI­2. Pembelajaran tidak langsung berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut KD yang dikembangkan dari KI­1 dan KI­2. Pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu (a) mengamati; (b) menanya; (c) mengumpulkan informasi; (d) mengasosiasi; dan, (e) mengomunikasikan.

B. KAJIAN MATERIPrinsip pelaksanaan proses seperti yang digariskan dalam Kurikulum 2013

adalah siswa harus mendapat: kesempatan untuk mengekspresikan dirinya se­cara bebas, dinamis dan menyenangkan dalam membangun pengetahuannya, belajar untuk memahami dan menghayati, belajar untuk mampu melaksana­kan dan berbuat secara efektif, belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Pengetahuan di­bangun bersamaan dengan keterampilan yang menyertai dalam membangun pengetahuan dimaksud, sehingga dampak samping (nurturent effect) dari pro­ses tersebut adalah terbangunnya sikap terhadap sesama dan kepada Tuhan YME. Dengan demikian, pemilihan strategi, pendekatan, dan metode hendak­nya selalu mengacu pada proses tersebut.

Page 52: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

800 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

1. Prinsip PembelajaranPrinsip pembelajaran yang diterapkan dalam Kurikulum 2013 meliputi (a)

dari peserta didik diberitahu ke peserta didik mencari tahu, (b) dari guru se­bagai satu­satunya sumber belajar ke belajar berbasis aneka sumber belajar, (c) dari pendidikan tekstual ke proses sebagai penguatan penggunaan pendekat­an ilmiah, (d) dari pembelajaran berbasis konten ke pembelajaran berbasis kompetensi, (e) dari pembelajaran parsial ke pembelajaran terpadu, (f ) dari pembelajar an yang menekankan jawaban tunggal ke pembelajaran dengan ja­waban yang kebenarannya multidimensi, (g) dari pembelajaran verbalisme ke keterampilan aplikatif, (h) peningkatan dan keseimbangan antara keterampil­an fisik (hard skills) dan keterampilan mental (soft skills), (i) pembelajaran yang mengutaman pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembe­lajar sepanjang hayat, (j) pembelajaran yang menerapkan nilai­nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarsa sung tuladha), membangun kemauan (ing madya mangun karsa), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam pembelajaran (tut wuri handayani), (k) pembelajaran yang berlangsung di ru­mah, di sekolah dan di masyarakat. , (l) pembelajaran yang menerapkan prin­sip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas, (m) pemanfaatan teknologi inforrmasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan keefektifan pembelajaran, dan (n) pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik.

Terkait dengan prinsip­prinsip di atas, dikembangkanlah standar proses yang mencakupi perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, peni­laian hasil pem belajaran, dan pengawasan pembelajaran. Hal baru yang hen­dak dibangun dalam kurikulum 2013 adalah bahwa proses belajar hendaknya selalu dilalui dengan kegiatan ilmiah, seperti mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membuat hubungan apa yang sedang dipelajari. Pembelajaran di sekolah merupakan kegiatan kunci yang harus diwujudkan dan tercermin dalam model pembelajaran yang diaktualisasikan oleh guru di dalam kelas. Jadi, dapat digambarkan tentang filosofi guru mengajar sekarang yakni terba­lik, dari teaching menjadi tutoring, dan bukan lagi murid diberitahu melainkan murid mencari tahu.

Page 53: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Pendekatan Scientific, Model, dan, Strategi Pembelajaran dalam Kurikulum 2013

801

2. Pendekatan PembelajaranSecara umum, pendekatan dapat dipahami sebagai cara pandang terhadap

objek yang akan mewarnai seluruh jalannya pembelajaran (aktif, pasif, dialo­gis, PAKEM, contextual teaching and learning/CTL, scientific approach, dsb). Romiszowski dalam Milan Rianto (2000) menjelaskan tentang pendekatan pembelajaran yang diibaratkan sebagai rentangan antara dua ujung yang saling berlawanan seperti ekspositori dan diskoveri/inkuiri. Ekspositori menunjuk­kan pendekatan dengan dominasi peran guru selama pembelajaran berlang­sung, sedangkan diskoveri/inkuiri menunjukkan dominasi siswa selama pem­belajaran dan peran guru hanya sebagai fasilitator. Batasan pendekatan inkuiri di sini adalah kegiatan penemuan yang dilakukan siswa sendiri mulai dari me­rumuskan masalah, mengumpulkan data/informasi, menganalisis, menyajikan hasil dalam bentuk tulisan, gambar, tabel, serta mengomunikasikannya kepada pihak lain. Hal ini sudah sangat sejalan dengan pendekatan ilmiah yang di­kembangkan dalam kurikulum 2013.

Pendekatan pembelajaran yang dikembangkan dengan nama pendekatan ilmiah (scientific approach), adalah cara atau mekanisme untuk mendapatkan pengetahuan dengan prosedur yang didasarkan pada suatu metode ilmiah. Suatu pengetahuan ilmiah hanya dapat diperoleh dari metode ilmiah. Meto­de ilmiah memandang fenomena khusus (unik) dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskannya pada simpulan. Dengan demikian, diperlukan adanya penalaran dalam rangka pencarian (penemuan). Proses kerja ilmiah, lebih mengedepankan penalaran induktif (inductive reasoning) daripada penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran induktif meman­dang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Penalaran induktif menempatkan bukti­bukti khusus/spesifik ke dalam relasi idea yang lebih luas. Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail un­tuk kemudian merumuskan simpulan umum.

Pendekatan ilmiah menerapkan kaidah­kaidah ilmiah yang memiliki ciri penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pembenaran, dan

Page 54: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

802 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, pembelajaran dilaksa­nakan dengan dipandu nilai­nilai, prinsip­prinsip, atau kriteria ilmiah.

Penyebutan ilmiah harus berbasis pada bukti­bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip­prinsip penalaran yang spe­sifik. Karena itu, pendekatan ilmiah umumnya memuat rangkaian kegiatan koleksi data atau fakta melalui observasi dan eksperimen, kemudian memfor­mulasi dan menguji hipotesis. Pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah lebih efektif hasilnya daripada dengan pembelajaran tradisional. Dalam pembela­jaran berbasis pendekatan ilmiah, retensi informasi dari guru lebih dari 90 persen setelah dua hari dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 50­70 persen, sedangkan dalam pembelajaran tradisional, retensi informasi dari guru sebesar 10 persen setelah lima belas menit dan perolehan pemahaman kon­tekstual sebesar 25 persen.

Secara sederhana, pendekatan ilmiah merujuk pada (a) adanya fakta, (b) sifat bebas prasangka, (c) sifat objektif, dan (d) adanya analisis. Dengan me­tode ilmiah, proses belajar diharapkan mempunyai sifat (1) kecintaan pada kebenaran yang objektif, (2) tidak gampang percaya begitu saja pada ha­hal yang tidak rasional (takhayul), (3) ingin tahu, (4) tidak mudah membuat prasangka, (5) selalu optimistis. Jadi, pendekatan ilmiah merupakan meka­nisme untuk memperoleh pengetahuan yang didasarkan pada struktur logis dengan memerlukan lima langkah, yakni mengamati (observing), menanya (question ing), mengumpulkan informasi/mencoba (experimenting), mengaso­siasi (associating), dan mengkomunikasikan (communicating). Kurikulum 2013 menekankan dimensi pedagogik moderen dalam pembelajaran, dengan meng­gunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah dalam pembelajaran meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran.

3. Model PembelajaranModel pembelajaran merupakan implementasi seluruh komponen pende­

katan, strategi, metode yang diterapkan secara menyeluruh dan utuh dalam pembelajaran. Kurikulum 2013 menitikberatkan pola atau model yang men­Kurikulum 2013 menitikberatkan pola atau model yang men­dukung terjadinya proses ilmiah seperti project-based learning, problem solving/inquiry, dan discovery learning.

Page 55: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Pendekatan Scientific, Model, dan, Strategi Pembelajaran dalam Kurikulum 2013

803

a. Project-Based LearningPembelajaran Berbasis Proyek (PBP) merupakan cara belajar dengan meng­

gunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengin­tegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata. Pembelajaran ini dirancang untuk digunakan pada permasalahan kompleks yang diperlukan peserta didik dalam melakukan investigasi dan me­mahaminya. Ia juga memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk menggali materi dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi di­rinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif. PBP memiliki karakteris­tik seperti peserta didik: (1) membuat keputusan tentang permasalahan yang diberikan, (2) mendesain solusi atas permasalahan yang diajukan, (3) secara kolaboratif bertanggung jawab mengelola informasi untuk memecahkan per­masalahan, (4) secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah dija­lankan, (5) produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif, (6) situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan.

Peran guru dalam PBP adalah sebagai fasilitator, pelatih, penasihat, dan perantara untuk mendapatkan hasil yang optimal sesuai dengan daya imajina­si, kreasi, dan inovasi dari siswa. Keuntungan melaksanakan PBP adalah me­ningkatkan: (1) kolaborasi, (2) motivasi belajar peserta didik, (3) kemampuan memecahkan masalah. (4) membuat siswa menjadi lebih aktif, (5) mendorong siswa untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunika­si, (6) keterampilan mengelola sumber, (7) memberikan pengalaman kepada siswa dalam mengorganisasi tugas, (8) melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan dunia nyata.

b. Problem-Based Learning Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) merupakan pembelajaran yang me­

nyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang siswa untuk mengembang­kan keterampilan/kreativitas tingkatan berpikir tinggi (HOTS). Pembelajaran ini merupakan pembelajaran yang menantang siswa untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi atas permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan digunakan untuk memancing rasa ingin

Page 56: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

804 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

tahu siswa pada pembelajaran yang dimaksud. Ada lima cara dalam meng­gunakan model PBM, yaitu permasalahan sebagai (1) kajian, (2) penjajakan pemahaman, (3) contoh, (4) bagian yang tak terpisahkan dari proses, (5) sti­mulus aktivitas autentik.

Keuntungan menerapkan PBL antara lain bahwa peserta didik: (1) mempe­roleh pengetahuan dasar (basic sciences)yang berguna untuk memecahkan ma­salah, (2) belajar secara aktif dan mandiri dengan sajian materi terintegrasi dan relevan dengan kenyataan sebenarnya, yang sering disebut student-centered, (3) mampu berpikir kritis, dan mengembangkan inisiatif.

c. Discovery LearningDiscovery merupakan cara belajar dengan membangkitkan rasa ingin tahu

(curiousity) siswa untuk mengeksplorasi dan belajar sendiri. Pemahaman suatu konsep didapat siswa melalui proses yang lebih menekankan kepada proses penemuan konsep dan bukan pada produknya. Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan problem solving. Ketigannya tidak ada perbedaan yang prinsip, hanya saja discovery learning lebih menekan­kan ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru, sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan­temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian sederhana, sedangkan problem solving lebih memberi tekanan pada kemampu­an menyelesaikan masalah.

Prinsip belajar dalam discovery learning adalah materi atau bahan pelajaran yang akan dibelajarkan tidak disampaikan dalam bentuk final; peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan de­ngan mencari informasi sendiri kemudian mengorganisasi atau membentuk (konstruktif ) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir. Ada empat tahapan dalam pembelajaran ini, yakni (1) data dikemukakan kepada siswa, (2)siswa menganalisis strategi untuk mendapatkan konsep­kon­sep, (3) siswa menganalisis jenis­jenis konsep, yang sesuai dengan umur dan pengalaman siswa, dan (4) siswa mengaplikasikan konsep. Proses mental yang

Page 57: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Pendekatan Scientific, Model, dan, Strategi Pembelajaran dalam Kurikulum 2013

805

dikembangkan meliputi kegiatan (1) mengamati, (2) menggolong­golongkan, (3) membuat dugaan/rumusan. , (4) mengukur, (5) mengumpulkan data, (6) menarik kesimpulan.

4. Strategi pembelajaranStrategi pembelajaran adalah garis­garis besar haluan untuk bertindak da­

lam usaha mencapai sasaran kompetensi dasar. Strategi dapat dipandang seba­gai pola­pola umum kegiatan guru­siswa dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai kompetensi dasar tertentu seperti yang dijelaskan Jamarah & Zain (2002). Langkah­langkah strateginya adalah (a) menetapkan spesifikasi/mengidentifikasi kualifikasi perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan yang diharapkan, (b) memilih pendekatan belajar mengajar, (c) mene­tapkan prosedur, metode, teknik yang dianggap paling efektif/tepat sesuai den­gan karakteristik siswa, dan (d) menetapkan norma dan batas minimal keber­hasilan/kriteria kompetensi inti, sehingga dapat dijadikan pedoman evaluasi hasil KBM. Dengan begitu, umpan balik penyempurnaan instruksional dapat dilakukan. Jadi, strategi belajar mengajar adalah memanfaatkan segala daya dan sumber yang dimiliki untuk dikerahkan dalammencapai tujuan pembela­jaran yang telah ditetapkan sebelumnya (induktif, deduktif, campuran).

a. Pembelajaran Kooporeratif (cooperative learning)Untuk mewujudkan strategi pembelajaran yang efektif, guru hendaknya

jeli memilih pembelajaran yang mengarah pada pemberdayaan siswa seperti; cooperative learning (CL) merupakan pembelajaran yang demokratis dengan mengoptimalkan kemampuan individu dalam kelompok, menegakkan konsep saling asah, asuh, asih, tanpa harus ada yang disebut sebagai pemimpin dan yang dipimpin, yang setiap siswa mempunyai tanggung jawab yang sama.

Cooperative learning merupakan pembelajaran yang sistematis dengan men­gelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang efektif yang mengintegrasikan keterampilan sosial yang bernuatan akademis (Davidson & Worsham, 1992: xii). Secara umum cooperative learning di desain untuk melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran inkuiri dan diskusi dalam kelompok kecil. Kelompok­kelompok tersebut diorganisasi sedemikian rupa sehingga tercipta partisipasi belajar secara menyeluruh dengan pengertian

Page 58: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

806 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

bahwa siswa dibiarkan dalam kelompoknya untuk berdiskusi terlebih dahulu kemudian merumuskannya sampai dengan melaporkan perolehan belajarnya pada seluruh kelas. Dengan demikian, siswa akan mempunyai keterampilan menemukan atau discovery dengan menggunakan kegiatan what and how.

Teknologi penerapan dalam pembelajaran ini bahwa metodenya tergolong dalam technology-assisted sehingga bentuk dan susunan kelompoknya akan se­lalu terlihat: (1) Siswa ditempatkan dalam kelompok kecil, (2) sistem interaksi guru dengan siswa bersifat coaching atau pelatih dan yang dilatih, (3) perhatian guru lebih terpusat pada siswa yang lemah, (4) guru lebih mengikutsertakan siswa dalam proses belajar, (5) susunan kooperatif dengan menekankan ke­mampuan akademis siswa secara heterogin, dengan harapan siswa yang pan­dai membimbing siswa yang kurang, (6) siswa dalam kelompok yang berbeda mempelajari materi yang berbeda.

Banyak sekali komponen lain yang dapat diidentifikasi tetapi jika ingin membelajarkan siswa dengan pembelajaran ini hendaknya selalu mengingat (1) interdependensi atau kebergantungan yang poisitif, (2) interaksi bersemu­ka, (3) tanggung jawab individu dalam kelompok, (4) keterampilan kelom­pok kooperatif yang terlihat ketika memberi kritikan, saran, sanggahan tanpa mengkritik orangnya, dan (5) proses kerjasama kelompok.

b. Pembelajaran Kolaboratif (colaborative learning)Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal. Kolaborasi

merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknaikerjasama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik dan disengaja rupa untuk memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tu­juan bersama.

Dalam pembelajaran kolaboratif kewenangan guru lebih bersifat direktif atau manajer belajar, dan peserta didiklah yang harus lebih aktif. Dalam si­tuasi ini, peserta didik berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masing­masing. Dengan cara semacam ini akan tumbuh rasa aman, sehingga memungkinkan peserta didik meng­hadapi aneka perubahan dan tuntutan belajar secara bersama­sama. Vygots­ky menjelaskan bahwa ketika peserta didik diberi tugas, mereka akan bekerja lebih baik melalui kerjasama atau kolaborasi dibandingkan secara individu.

Page 59: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Pendekatan Scientific, Model, dan, Strategi Pembelajaran dalam Kurikulum 2013

807

Vigotsky merupakan salah satu penggagas teori konstruktivisme sosial. Pakar ini sangat terkenal dengan teori Zone of Proximal Development (ZPD). Istilah proximal yang digunakan di sini memiliki makna “next“. Menurut Vygotsky, setiap manusia (peserta didik) mempunyai potensi tertentu. Potensi tersebut dapat terwujud melalui cara menerapkan pembelajaran tuntas (mastery learn-ing) seperti termuat dalam gambar, Vygostsky mengemukakan tiga wilayah da­lam ZPD yang disebut dengan “cannot yet do”, “can do with help“, dan “can do alone“. ZPD merupakan wilayah “can do with help”yang sifatnya tidak permanen, pembelajaran mampu menarik pebelajar dari zona tersebut dengan cara kolaborasi atau pembelajaran kolaboratif.

C. PENUTUPRoh Kurikulum 2013 adalah penerapan pendekatan ilmiah dalam pembe­

lajaran. Pendekatan scientific termasuk pembelajaran inkuiri yang bernapas­kan konstruktivisme didukung tiga model pembelajaran yang mendukungnya, yakni project-based learning, problem-based learning, dan discovery-learning, serta terintegrasinya stategi pembelajaran kooperatif dan kolaboratif dalam pelaksanaan tiga model di atas. Pendekatan, model, dan strategi pembelaja­ran dilaksanakan secara berkelindan. Pendekatan bersifat aksiomatis, yang ber­makna bahwa pembelajaran harus memiliki landasan teori dan asumsi tentang pembelajaran dan pengajaran bahasa. Misalnya, pembelajaran bahasa adalah untuk komunikasi. Model pembelajaran bersifat prosedural. Model pembe­lajaran mencakupi langkah­langkah pembelajaran yang harus dilalui. Model harus mengacu pada pendekatan sedangkan strategi pembelajaran bersifat implementasional (classroom activities). Strategi belajar mengajar adalah me­Strategi belajar mengajar adalah me­manfaatkan segala daya dan sumber yang dimiliki untuk dikerahkan dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya (induktif, deduktif, campuran).

Pendekatan, model, dan strategi pembelajaran dilaksanakan pada hakikat­nya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang mencakup pengembangan ra­nah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satu­an pendidikan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses) psikologis yang berbeda. [ ]

Page 60: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

808 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

DAFTAR PUSTAKACosta and O’leary. 1992. Co-Cognition. The Cooperative Development of the

Intellect. New York: Teachers College. Davidson & Worsham, 1992. Enhancing Thinking Through Cooperative

Learning, New York: Teacher College. Douglas, Martin. 1998. An Article on A Journey Into Constructivism. Johnson & Johnson. 1975, 1991, Learning Together and Alone. Englewood

Cliffs­New Jersey: Prentice Hall and Boston: Allyn & Bacon. Joyce &Weil, 1980. Models of Teaching. New Jersey: Prentice­Hall. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Materi Pelatihan Guru

Implementasi Kurikulum 2013. SMP Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Pusbangprodik.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 tentang Standar Proses. Jakarta: Kemdikbud

Muhammad Nuh. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan no 81a. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan: Jakarta. Pusat Kurikulum. 2013. Kurikulum 2013. Jakarta: Depdikbud.

Siberman, Mel. . 2002. 101 Macam Pembelajaran Aktif. Bandung: Kaifa. Sudibyo, Bambang. 2006. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Jakarta: Depdiknas. Zemelman. 1998. Best Practice: New Standards for Teaching and Learning in

America’s Schools. Heinemann: Portsmouth.

Page 61: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Sumber Daya dalam Revitalisasi Bahasa Kui di Alor, Nusa Tenggara Timur

809

SUMBER DAYA DALAM REVITALISASI BAHASA KUI DI ALOR,

NUSA TENGGARA TIMUR1

KatubiPusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan-LIPI

[email protected]

AbstrAkSudah banyak kajian pemertahanan dan revitalisasi bahasa etnik di Indonesia.

Namun, sebagian besar di antara berbagai kajian itu mengesampingkan kajian sumber daya untuk mendukung program pemertahanan dan revitalisasi bahasa. Berbeda dengan berbagai peneliian sebelumnya, penelitian ini membahas pentingnya kajian sumber daya dalam merancang program pemertahanan dan revitalisasi bahasa Kui yang terancam punah di Alor, Nusa Tenggara Timur. Komunitas bahasa Kui kini berjumlah sekitar 833 orang. Sumber daya yang dibahas dalam tulisan ini mencakupi sumber daya keuangan, sumber daya bahasa, dan sumber daya manusia atau emosional. Hasil penelitian menunjukkan kurangnya atau bahkan tidak adanya sumber daya keuangan dan sumber daya bahasa pada komunitas bahasa Kui. Sementara itu, sumber daya manusia masih memungkinkan untuk dilibatkan dalam mendokumentasikan bahasa, merancang, dan mendukung program revitalisasi bahasa. Tingkat dan jenis sumber daya yang tersedia akan memengaruhi model revitalisasi yang kini sedang diupayakan.

Kata kunci: sumber daya, pemertahanan bahasa, revitalisasi bahasa, bahasa Kui, bahasa yang terancam punah, Alor

1. PENDAHULUAN Kajian pemertahanan bahasa dan program revitalisasinya sudah banyak

ditulis oleh para pakar bahasa, di antaranya adalah Asim Gunarwan (1999), 1 Artikel ini merupakan hasil revisi dan pengembangan dari makalah yang pernah dibentangkan pada Seminar

Bahasa Ibu VI di Bali, 22—23 Februari 2013. Data yang digunakan dalam tulisan ini merupakan sebagian kecil dari data Penelitian Program Prioritas Nasional Perlindungan Kekayaan Budaya yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan-LIPI.

Page 62: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

810 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

Anthony Nyahu (2009), I Wayan Arka (2011), dan I Bagus Putra Yadnya (2012). Namun, berbagai tulisan yang membahas pemertahanan dan revitali­sasi bahasa etnik di Indonesia sangat jarang yang membahas atau memperhati­kan dengan rinci aspek sumber daya yang dapat digunakan untuk merancang program revitalisasi bahasa. Di antara empat tulisan yang disebutkan itu, hanya tulisan I Wayan Arka (2011) yang membahas aspek SDM dalam tulisannya tentang pemertahanan bahasa Rongga. Namun, aspek SDM itu hanya menjadi bagian kecil dari keseluruhan tulisan. Selain itu, aspek sumber daya lain selain SDM juga tidak dibahas dalam tulisan I Wayan Arka (2011).

Berbeda dengan berbagai tulisan yang pernah ada tentang tentang revitali­sasi bahasa, tulisan ini membahas revitalisasi bahasa Kui dengan menganalisis aspek sumber daya, baik sumber daya keuangan, sumber daya bahasa, dan sumber daya manusia. Dasar berpikirnya ialah bahwa meskipun berbagai aspek turut berperan dalam keberhasilan program revitalisasi bahasa, asumsi yang bia sa dipegang oleh para penggagas program revitalisasi ialah keberhasilan upa­ya revitalisasi itu ditentukan oleh komunitas bahasa itu sendiri. Oleh sebab itu, pencarian agen pemertahanan bahasa dan berbagai sumber daya yang dapat digunakan untuk mendukung program revitalisasi bahasa pernting dilakukan. Hal itu tidak berarti bahwa orang luar tidak memiliki kontribusi penting un­tuk membantu berjalannya program revitalisasi. Melalui kepakaran dalam bi­dang linguistik, hubungan dengan lembaga pemberi dana, dukungan moral, dan sebagainya, orang dari luar komunitas bahasa sangat berkontribusi demi berjalannya upaya revitalisasi bahasa.

Perbedaan lain tulisan ini dengan berbagai tulisan yang membahas pemer­tahanan bahasa ialah tulisan ini dibuat berdasar hasil studi etnografi. Studi etnografi dalam kajian bahasa yang terancam punah, apalagi dalam upaya revi­talisasi bahasa, sangat penting dilakukan karena upaya revitalisasi bahasa tidak hanya memerlukan kajian murni dalam bidang linguistik, tetapi juga memer­lukan kajian dalam bidang kebudayaan dan kemasyarakatan tempat digu­nakannya bahasa yang akan direvitalisasi. Pemikiran itu berdasar tiga landasan sebagai berikut. Pertama, meskipun beberapa kesamaan dalam hal penyebab kepunahan bahasa dapat ditemukan dalam banyak bahasa di dunia, ancangan yang sama dalam upaya revitalisasi tidak begitu saja dapat dilakukan. Ada per­bedaan situasi sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi oleh satu komunitas

Page 63: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Sumber Daya dalam Revitalisasi Bahasa Kui di Alor, Nusa Tenggara Timur

811

bahasa dengan komunitas bahasa lain. Misalnya, komunitas bahasa Kui di Alor akan menghadapi situasi yang berbeda dibanding komunitas bahasa Lampung di Sumatera. Hal itu membuat adanya perbedaan program revitalisasi bahasa yang akan dilakukan. Kedua, evaluasi yang benar­benar jujur dari sebagian besar upaya revitalisasi bahasa sampai saat ini menunjukkan bahwa upaya itu gagal. Memang ada cukup banyak cerita sukses yang menjamin optimisme kemungkinan mengangkat bahasa yang berpotensi terancam punah atau sudah dalam kondisi terancam punah ke keadaan yang lebih stabil, tetapi hal itu bia­sanya bukan atipikal. Dalam program multifase dan jangka panjang, program revitalisasi memerlukan berbagai sumber daya dan dedikasi personal. Nah, bia­sanya sumber daya ini terlupakan sehingga program dianggap seolah­olah da­pat berjalan sendiri setelah ditinggalkan oleh linguis atau siapa pun penggagas program tersebut. Ketiga, kebijakan pemerintah memengaruhi penggunaan bahasa dalam ruang publik, bahkan dalam ruang privat. Hal itu merupakan salah satu kekuatan paling dasar yang membantu revitalisasi bahasa. Kekuatan lain ialah hubungan antara pengguna bahasa dan tingkat ekonomi keluarga mereka.

Data penelitian untuk tulisan ini didapat melalui penelitian lapangan di Alor, NTT dengan menggunakan metode etnografi. Etnografi yang diterapkan bukanlah etnografi komunikasi karena penelitian yang dilakukan bukan untuk mendapatkan pola­pola penggunaan bahasa dalam kebudayaan tertentu. Etno­grafi yang diterapkan ialah etnografi untuk memahami masalah sosial budaya seperti yang dikembangkan oleh Brewer (2000). Salah satu buku yang mem­bahas hasil penelitian kepunahan bahasa dengan menggunakan metode etno­grafi ialah tulisan Granadillo dan Orcutt­Gachiri (2011). Buku itu merupakan kumpulan dari tulisan dua belas pakar. Berbagai tulisan itu mengeksplorasi keadaan bahasa­bahasa yang terancam punah di dunia dan peran antropologi linguistik dalam menciptakan kesadaran tentang nilai bahasa­bahasa tersebut demi keragaman budaya dan menganalisis konteks sosiohistoris yang menye­babkan bahasa­bahasa tersebut menjadi terancam punah. Buku itu ditulis ka­rena adanya kesenjangan dalam kajian bahasa yang terancam punah, yang sela­ma ini lebih cenderung berpangkal pada penekanan struktur bahasa dibanding konteks sosiohistoris dan kebudayaan masyarakat pengguna bahasa. Buku ini menjembatani kesenjangan tersebut melalui perhatian yang penuh, baik pada

Page 64: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

812 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

aspek sejarah, kebudayaan, dan etnografi. Secara khusus buku ini membahas agensi komunitas dan individual dalam proses sosiohistoris terancam punah­nya bahasa, pemertahanan, dan revitalisasinya dengan memperhatikan konteks masyarakat dan kebudayaannya.

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian ini ialah tek­nik wawancara, pengamatan, dan Focus Group Discussion (FGD). Data dari FGD sangat berguna untuk mengetahui persepsi dan keinginan masyarakat tentang bahasa mereka sendiri.

Penelitian ini bertujuan menemukan berbagai sumber daya yang dapat digunakan untuk merancang program revitalisasi bahasa Kui yang terancam punah. Meskipun demikian, sumber daya bukanlah satu­satunya aspek terpen­ting dalam merancang program revitalisasi bahasa. Temuan penelitian ini ha­rus digabung dengan berbagai temuan pada unsur lain sebagai landasan untuk mendukung terciptanya program revitalisasi bahasa Kui yang memadai.

2. BAHASA KUI DAN KOMUNITASNYABahasa Kui merupakan salah satu bahasa minoritas di antara 22 bahasa et­

nik yang ada di Kepulauan Alor­Pantar, Nusa Tenggara Timur. Menurut ha­sil penelitian Katubi dkk. (2011), jumlah penutur bahasa Kui hanya sekitar 833 orang. Jumlah itu didapat melalui pemetaan keluarga yang dilakukan oleh peneliti sendiri. Mereka tersebar di tiga wilayah, yaitu di Lerabaing, Buraga­Bombaru, dan Kikilai­Moru meskipun ketiga wilayah itu semuanya masih masuk dalam wilayah Kecamatan Alor Barat Daya. Berdasar hasil pemetaan tumah tangga ditemukan bahwa penutur bahasa Kui di Lerabaing berjumlah 20 rumah atau 119 orang, di Buraga 78 rumah atau 315 orang, di Moru 87 rumah atau 399 orang.

Ada tiga komunitas yang bersinggungan dalam kehidupan orang Kui seha­ri­hari karena kesamaan wilayah tempat bermukim, yaitu komunitas bahasa Abui, Klon, dan Hamap. Dengan mengacu pada catatan Summer Institute of Linguistics (SIL) dalam Languages of Indonesia (2000), orang Abui berjumlah sekitar 16.000 orang (?). Tanda tanya (?) pada catatan SIL itu menunjukkan bahwa jumlah orang Abui yang sebenarnya memang belum pasti. Akan teta­pi, hampir semua orang di Alor mengakui bahwa jumlah anggota komunitas bahasa terbanyak di Alor adalah orang Abui. Sementara itu, orang Klon ber­

Page 65: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Sumber Daya dalam Revitalisasi Bahasa Kui di Alor, Nusa Tenggara Timur

813

jumlah 6000 orang. Orang Hamap diperkirakan berjumlah 1000 sampai 1500 orang. Padahal, jumlah orang Kui berdasarkan hasil pemetaan keluarga oleh peneliti ini hanyalah sekitar 833 orang. Karena itu, dapat dinyatakan bahwa bahasa Kui merupakan bahasa minoritas karena jumlah penutur bahasa Kui jauh lebih sedikit dibanding bahasa­bahasa lain. Ditinjau dari sudut pandang agama, keminoritasan itu juga berlaku bagi komunitas bahasa Kui karena seba­gian besar masyarakat di Kepulauan Alor­Pantar beragama Kristen, sedangkan komunitas bahasa Kui adalah komunitas yang beragama Islam.

Hasil penelitian Katubi (ed.) (2011) menunjukkan bahwa telah terjadi per­geseran bahasa menuju bahasa Melayu Alor. Pada sisi lain, Katubi (ed). (2012) menyatakan bahwa vitalitas etnolinguistik bahasa Kui tergolong lemah dan transmisi kebahasaan di lingkungan keluarga tidak berjalan lagi. Bahkan, me­nurut kategori yang diajukan Wurm dalam Crystal (2000: 21), bahasa Kui dapat dikategorikan sebagai bahasa yang terancam punah karena hanya sedikit anak­anak, bahkan tidak ada lagi anak­anak yang mempelajari bahasa Kui dan penutur bahasa Kui yang dianggap bagus hanyalah orang­orang pada kelom­pok usia dewasa.

3. SUMBER DAYA DALAM PROGRAM REVITALISASI BAHASA: SEKILAS KERANGKA TEORETIS Di dalam tahapan awal program revitalisasi bahasa, penting untuk meng­

identifikasi berbagai sumber daya yang tersedia untuk pembuatan program. Grenable dan Whaley (2006: 160), mengklasifikasi tiga sumber daya ke da­lam tiga kelompok, yaitu sumber daya keuangan, sumber daya bahasa, dan sumber daya manusia atau emosional. Yang dimaksud sumber daya keuangan ialah sumber daya uang yang ada di masyarakat, termasuk lembaga pendanaan eksternal masyarakat (misalnya dari pemerintah atau organisasi kemanusiaan), begitu juga berbagai jenis sumber daya yang tersedia untuk pendidikan dan pemrograman, penggunaan media, dan sebagainya.

Menurut Grenable dan Whaley (2006: 44), sumber daya keuangan dima­sukkan ke dalam variabel mikro revitalisasi bahasa berdasar dua pertimbang­an. Pertama, tingkat kesejahteraan masyarakat akan membantu menentukan apakah anggota komunitas berada dalam posisi siap melakukan program revitalisasi bahasa atau mereka masih memerlukan waktu untuk memenuhi

Page 66: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

814 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

kebutuhan hidup (makanan dan perumahan) untuk mereka sendiri beserta ke luarganya. Kondisi hidup subsisten atau kondisi yang miskin, membuat me­reka hanya menyisakan sedikit waktu untuk ikut terlibat dalam program revi­talisasi bahasa. Kedua, pentingnya mempertanyakan ada tidaknya jenis sumber daya keuangan yang ada dalam komunitas bahasa untuk menjalankan program revitalisasi bahasa. Sumber daya ini mungkin dimiliki oleh komunitas bahasa secara lokal atau mungkin disediakan oleh pemerintah.

Secara teoretis, memang mungkin saja menjalankan program revitalisasi bahasa tanpa sumber daya keuangan. Akan tetapi, tentu saja akan sangat mu­dah memulai program revitalisasi jika sumber daya keuangan tersedia untuk program pendidikan dan untuk memproduksi dan mendiseminasi berbagai bahan revitalisasi bahasa. Model pendidikan formal lebih memerlukan pen­danaan yang besar untuk membuat dan menerbitkan bahan­bahan, melatih dan membayar guru, melengkapi berbagai keperluan sekolah, dan sebagainya. Kurangnya sumber daya keuangan dapat membatasi jenis program yang da­pat direalisasikan komunitas dalam menjalankan program revitalisasi bahasa. Karena itu, evaluasi dini pada sumber daya potensial, baik internal maupun eksternal, sangat penting dilakukan dengan baik.

Sumber daya bahasa mencakupi akses pada keberadaan materi bahasa, se­perti deskripsi gramatikal dan kamus, buku teks, materi pengajaran, tradisi (termasuk sastra) lisan dan tulis, dan sebagainya. Bahkan, sumber daya bahasa melibatkan penutur yang ada dari bahasa yang memerlukan revitalisasi.

Sumber daya manusia atau emosional mengacu pada jumlah penutur yang dapat terlibat dalam penciptaan dan pendukung revitalisasi bahasa dan berba­gai keterampilan yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung proses tersebut. Untuk hal ini, kita harus memusatkan perhatian pada jumlah penutur bahasa lokal, pengetahuan mereka tentang bahasa tersebut, dan distribusi penutur lin­tas generasi. Penutur merupakan sumber daya yang paling berharga. Tingkat sumber daya ini dapat ditempatkan pada kontinum dari yang benar­benar ti­dak ada lagi penuturnya pada satu titik, dan masih ada sebagian besar penu­tur bahasa lintas generasi pada titik kontinum lain. Ketika tidak ada penutur yang mengingat akan bahasanya, kita memusatkan perhatian pada penyadaran bahasa; ketika ada penutur yang memiliki kemampuan menggunakan bahasa

Page 67: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Sumber Daya dalam Revitalisasi Bahasa Kui di Alor, Nusa Tenggara Timur

815

mereka sendiri, kita dapat memusatkan perhatian pada pemertahanan bahasa, bahkan sampai pada revitalisasi bahasa.

Menurut Grenable dan Whaley (2006: 41), program revitalisasi bahasa ha­rus beranjak dari penilaian yang jujur tentang sumber daya manusia. Penutur bukan hanya penanda penting dari vitalitas bahasa, tetapi juga aspek yang pa­ling kritis untuk pengajaran bahasa dan untuk membantu menciptakan ranah baru untuk penggunaannya.

Sumber daya manusia juga termasuk tingkat umum dari ketertarikan ang­gota komunitas bahasa, baik penutur maupun nonpenutur, untuk menggu­nakan, mengajarkan, dan mempelajari bahasa yang direvitalisasi. Sumber daya manusia juga mengacu pada ketersediaan pakar dari luar komunitas bahasa itu sendiri yang tergolong ke dalam sumber daya manusia eksternal untuk mem­bantu dalam berbagai aspek teknis untuk penciptaan program revitalisasi, se­perti linguis, pengajar profesional, pelatih guru, perencana bahasa. Namun, sumber daya eksternal tidak dapat menjadi inti pendukung untuk mencipta­kan dan mempertahankan program revitalisasi bahasa.

Berkaitan dengan penutur, program revitalisasi memerlukan orang yang memiliki komitmen dan gesit dalam mengimplementasikan program dan mendukung program tersebut untuk beberapa tahun lamanya. Revitalisasi me­rupakan proses perlahan yang memerlukan kerja berkelanjutan mungkin da­lam beberapa tahun. Ini tidak berarti bahwa satu­satunya faktor keberhasilan revitalisasi bahasa bergantung pada komunitas itu sendiri. Sumber daya ma­nusia dari luar komunitas, seperti linguis, pengajar professional, pelatih guru (teacher-trainers) dan perencana bahasa dapat ikut serta membantu program revitalisasi bahasa dalam sebuah komunitas bahasa. Bergantung pada tingkat adanya sumber daya bahasa, mereka dapat menjadi faktor penting, tetapi sum­ber daya eksternal ini tidak dapat memberikan inti pendukung penting dalam menciptakan dan mempertahankan program revitalisasi bahasa.

Tingkat dan jenis sumber daya yang tersedia secara jelas memengaruhi mo­del revitalisasi yang diupayakan. Ketika ada jumlah penutur yang lancar dalam bahasa tersebut, sumber daya pendanaan yang jelas dan memadai, anggota ko­munitas yang memiliki antusias yang tinggi untuk membantu dalam program revitalisasi, sangat mungkin untuk melembagakan serangkaian program revi­talisasi yang lebih luas dan lebih formal. Namun, dalam sebagian besar kasus

Page 68: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

816 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

atau bahkan dalam semua kasus, berbagai sumber daya itu hampir tidak ada sehingga revitalisasi harus melibatkan pengembangan berbagai sumber daya secara mendasar.

4. SUMBER DAYA DALAM KOMUNITAS BAHASA KUIAda tiga sumber daya yang dikemukakan dalam bagian ini, yaitu sumber

daya keuangan, sumber daya manusia, dan sumber daya bahasa. Hal itu diba­has satu demi satu berikut ini.

4.1 Sumber Daya KeuanganKondisi perekonomian sebagian besar dari orang Kui, baik yang ada di Le­

rabaing, Buraga, maupun di Moru, dapat dinyatakan tidak bagus. Bahkan, Shiohara (2010: 176) menyatakan bahwa Pulau Alor merupakan salah satu da­erah miskin di Indonesia. Infrastruktur di pulau ini dibangun seadanya. Tidak ada pasokan air bersih, listrik, dan layanan telepon, kecuali terdapat di Kota Kalabahi dan Moru. Mata pencaharian utama penduduk Pulau Alor adalah menjadi nelayan atau kegiatan pertanian sederhana yang cukup untuk mencu­kupi keperluan keluarga dan bercocok tanam berbagai tanaman perkebunan, seperti kopra, kakao, dan kenari.

Paparan Shiohara di atas tidak jauh berbeda dengan hasil pengamatan penu­lis ini. Sebagian besar orang Kui hidup dari pertanian sederhana. Sebagian besar orang Kui di hidup dari pertanian, yaitu berkebun, berladang, dan menge lola mamar (kebun pohon kelapa). Tidak ada lahan basah untuk bertanam padi di wilayah permukiman orang Kui. Mereka mendapatkan hasil panen dari berta­ni satu tahun sekali. Rata­rata tiap rumah tangga hanya memiliki seperempat hektare tanah. Sebagian di antara orang Kui ada yang menjadi nelayan. Akan tetapi, jumlahnya tidak banyak meskipun mereka hidup di pinggir pantai.

Hanya sebagian kecil dari orang Kui yang bekerja di sektor formal. Jika ada yang bekerja di sektor formal, itu hanya terjadi pada orang Kui yang tinggal di Moru. Di antara mereka yang tinggal di Moru ada yang bekerja di perusahaan swasta (perusahaan mutiara, bengkel, dan lain­lain) dan ada juga yang bekerja di kantor­kantor pemerintahan, termasuk menjadi guru sekolah (SD, SMP, dan SMA).

Page 69: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Sumber Daya dalam Revitalisasi Bahasa Kui di Alor, Nusa Tenggara Timur

817

Di samping itu, ada pula yang hidupnya dari pekerjaan menenun, teruta­ma bagi ibu­ibu. Ada dua kelompok tenun bagi orang Kui, yaitu kelompok tenun Sinar Harapan dan Tenun Megah. Kelompok Tenun Megah meru­pakan kelompok tenun bagi ibu­ibu yang sudah berkeluarga. Jadi, pada ke­lompok ini, hanya ibu­ibu saja anggotanya. Sementara itu, kelompok tenun Sinar Harapan beranggotakan remaja putri yang berusia di atas dua belas tahun. Kelompok tenun ini bertujuan membina anak­anak muda. Harga sarung dan selimut Kui itu pun tidak murah, antara 400 ribu sampai 700 ribu rupiah. Sayangnya, pendapatan dari hasil penjualan tenun Kui ini ber­gantung pada ada tidaknya acara adat khitanan, perkawinan, atau kematian. Meskipun begitu, mereka juga menenun untuk keperluan ”pasar.” Artinya, hasil tenunan itu bukan untuk acara ritual dan boleh dibeli oleh siapa saja dan dipakai siapa saja dengan warna dan motif yang tidak terikat pada atu­ran adat. Namun, hasil penjualan tenun mereka juga tidak menentu. Hal itu bergantung pada ada tidaknya permintaan pasar.

Wilayah Moru dimasukkan sebagai wilayah perkotaan. Karena itu, menu­rut sebagian informan, pajak (bumi dan kebun) agak tinggi. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) paling kecil Rp5.000. Rata­rata pajak yang dibayarkan oleh orang Kui di Moru memang Rp5.000. Orang Kui yang membayar PBB sebesar Rp40.000 hanya tujuh orang. Karena itu, pendapatan dari pajak di Kelurahan Moru hanya sekitar Rp5.490.412.

Dapat dibayangkan, bagaimana kehidupan orang Kui di Lerabaing dan Bu­raga yang wilayahnya jauh lebih sulit dijangkau dibanding Moru. Sebagian besar dari mereka yang tinggal di Lerabaing dan Buraga hidup dari bercocok tanam, baik tanaman yang untuk dikonsumsi sendiri maupun tanaman yang bisa dijual, seperti ubi jalar, jagung, padi, sirih­pinang, dan lain­lain. Sebagian lainnya, khususnya mereka yang tinggal di Buraga, bekerja sebagai nelayan penangkap ikan, yang hasilnya dijual di pasar Buraga (pasar setiap hari Senin) atau pasar desa sekitar oleh isterinya atau mereka yang memang berprofesi se­bagai papalele (pedagang) ikan. Harga ikan bervariasi, di antaranya ialah mulai dari 3 ekor dihargai Rp10.000 sampai 10 ekor dihargai Rp10.000. Ikan yang besar dijual Rp10.000 atau Rp20.000 per ekor. Hal itu bergantung pada besar kecilnya ikan dan juga musim. Jika musim angin kencang tiba, harga ikan menjadi mahal karena ikan sulit didapatkan.

Page 70: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

818 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

Agar mendapatkan uang yang lebih besar untuk biaya pendidikan anak­anak mereka, biasanya mereka yang mempunyai tanah menanam tanaman tahunan, seperti kemiri (Rp21.000/kg), kelapa, dan lain­lain. Ada pula yang memelihara ternak, seperti sapi dan kambing.

Berdasar paparan mata pencaharian orang Kui di atas, secara sekilas pemba­ca dapat menangkap kesan kehidupan orang Kui, yang jauh dari kata “sejah­tera.” Mereka masih lebih berpikir tentang kehidupan diri mereka secara layak dibanding kehidupan bahasa etnik mereka.

Karena itu, penggagas program revitalisasi bahasa Kui sama sekali tidak da­pat mengandalkan sumber daya keuangan dari masyarakat untuk merealisasi­kan program, misalnya membuat buku deskripsi bahasa Kui, membuat kamus bahasa Kui, membuat buku materi ajar untuk anak­anak SD, dan memfiksasi wacana dalam bentuk tulis berbagai aspek tradisi lisan orang Kui. Semua itu memerlukan dana sehingga untuk merealisasikan program revitalisasi bahasa Kui, komunitas bahasa Kui perlu dibantu untuk mendapatkan dana.

4.2 Sumber Daya Bahasa Setakat ini belum ada dokumentasi dan deskripsi sistem bahasa Kui, baik

yang dilakukan penutur bahasa Kui sendiri maupun para pakar bahasa. Satu­satunya tulisan yang membahas bahasa Kui ialah tulisan Siohara (2010) dalam bidang sosiolinguistik, yang berjudul “Penutur Bahasa Minoritas di Indonesia Timur: Mempertanyakan Keuniversalan Konsep Multibahasa.” Dalam tulisan itu, Siohara membandingkan situasi kebahasaan padakomunitas bahasa Kui (NTT) dan bahasa Sumbawa (NTB).

Karena tidak adanya dokumentasi bahasa Kui, perlu dilakukan tindak do­kumentasi bahasa. Himmelmann (2006: 1) mendefinisikan dokumentasi ba­hasa sebagai “a field of linguistic inquiry and practice in its own right which is primarily concerned with the compilation and preservation of linguistic primary data and interfaces between primary data and various of types of analyses based on these data”. Pada bagian lain, dia menyatakan bahwa “a language documentation is a lasting, multipurpose record of language”.

Kegiatan dokumentasi bahasa dapat dikaitkan dengan kajian antropologi linguistik, terutama pemertahanan bahasa dan pemberdayaan pada komunitas bahasa, yang transmisi keterampilan penggunaan bahasa etnik mereka meng­

Page 71: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Sumber Daya dalam Revitalisasi Bahasa Kui di Alor, Nusa Tenggara Timur

819

alami kemacetan (Salzmann 1998: 286). Kegiatan pemertahanan dan pem­berdayaan itu pada umumnya melibatkan analisis bahasa pada semua tataran: fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal, sistem penulisan, dan produksi materi pengajaran untuk digunakan oleh penutur asli bahasa suatu komunitas. Namun, semua itu dapat dilakukan jika bahasa itu sudah terdokumentasi de­ngan baik. Dengan adanya dokumentasi, berbagai analisis struktural kebaha­saan dapat dilakukan. Pembuatan kamus pun mulai dapat dikerjakan dengan “mudah dan cepat” karena ketersediaan peranti lunak (software).

Selain itu, dengan adanya dokumentasi bahasa, pengembangan ortografi untuk membuat rekaman tertulis dapat dilakukan. Hal ini penting karena ba­hasa Kui tidak memiliki sistem tulisan.

Berkaitan dengan hal itu, menurut Seifart (2006: 275), “sebagain besar dari keberhasilan dokumentasi bahasa bergantung pada uji coba rekaman dari berbagai peristiwa tutur dalam ortografi2 yang memiliki daya tarik bagi ko­munitas bahasa.” Jika ini dianggap benar, pengembangan dan implementasi ortografi praktis dalam suatu komunitas bahasa merupakan pekerjaan penting pada tahap awal dokumentasi bahasa. Sayangnya aspek ini banyak dilupakan linguis karena mereka menganggap bahwa ortografi hanya berkaitan dengan representasi kontras fonologis secara keseluruhan. Padahal, tidaklah demikian. Pengembangan ortografi melibatkan berbagai masalah yang kompleks, tidak hanya aspek fonologis, prosodik, gramatikal, dan semantik, tetapi juga aspek pedagogis dan psikolinguistis membaca dan menulis dan situasi sosiolinguistik. Pengembangan ortografi itu akhirnya dapat digunakan untuk pengembangan buku teks, penulisan cerita rakyat, lagu­lagu daerah, dan sebagainya.

Hal itulah yang sudah dilakukan oleh tim peneliti bahasa Kui dari Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB)­LIPI (Katubi, Memen Durachman, Thung Ju Lan, dan Yerry Fernandez Akoli). Tim ini sudah mulai melakukan tindak dokumentasi bahasa sejak tahun 2011 hingga sekarang dan menggunakan hasil dokumentasi itu untuk berbagai keperluan, di antaranya

2 Seifart (2006: 276-277) menyatakan bahwa orthographies are writing systems that are standardized with respect to (a) a set of graphic symbols (graphemes), such as signs, characters, letters, as well as diacritics, punctuation marks, etc.; and (b) a set of rules/conventions, such as orthographic rules and pronunciation rules, rules for writing word boundaries, punctuation rules, capitalization rules, etc.

Page 72: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

820 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

yang sudah dilakukan ialah untuk membuat Kamus Bahasa Kui­Bahasa In­donesia, mendeskripsikan sistem tata bahasa Kui, dan membantu membuat ortografi.

4.3 Sumber Daya ManusiaSumber daya manusia yang pertama harus dicari ialah masih ada atau ti­

dak penutur bahasa Kui yang mampu menggunakan bahasa Kui dengan baik. Padahal, ada indikasi terjadinya pergeseran bahasa pada orang Kui, baik yang bermukim di Wakapsir, Buraga & Bombaru, serta Moru. Bukti dari pergeser­an itu ialah sudah mulai tidak mampunya anak­anak (kelompok umur 25 ta­hun ke bawah) menggunakan bahasa Kui walau hanya dalam ranah rumah tangga dan beralih ke bahasa Melayu Alor. Jika ranah keluarga sebagai basis pemertahanan bahasa “sudah bocor”, hal itu berarti basis pemertahanan bahasa sudah goyah. Bocornya pemertahanan bahasa pada ranah yang paling dasar itu kemudian diikuti pada ranah ketetanggaan. Anak­anak Kui dan kelompok usia muda menggunakan bahasa melayu Alor ketika berkomunikasi dengan tetangga mereka.

Penggunaan bahasa pada upacara daur hidup tampak mempertegas terja­dinya pergeseran bahasa Kui. Upacara perkawinan dan upacara kematian—dua upacara yang sempat penulis ikuti selama penelitian—menggunakan ba­hasa Indonesia. Pada upacara perkawinan, terutama kawin campur, seluruh kegiatan menggunakan bahasa Indonesia. Sementara itu, pada upacara per­kawinan yang melibatkan kedua mempelai dari kelompok etnis Kui, hanya acara serah terima sajalah yang menggunakan bahasa Kui. Selepas itu, semua percakapan dilakukan dengan menggunakan bahasa Melayu Alor. Sementara itu, pada upacara kematian yang sempat penulis ikuti sendiri, semua kegiatan dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia, baik selama di rumah duka maupun di pemakaman. Semua pengumuman, sambutan, dan perbincangan pada upacara pemakaman itu dilakukan dalam bahasa Indonesia.

Orang Kui yang mampu menggunakan bahasa Kui sekarang ini tinggal kelompok usia dewasa­tua, yang pada umumnya berusia dia atas 50 tahun. Orang­orang pada kelompok inilah yang bisa diajak bekerja sama dalam prog­ram revitalisasi. Sementara itu, penutur kelompok usia muda dan anak­anak sudah tidak bisa diharapkan lagi. Meskipun demikian, hasil kajian sikap bahasa

Page 73: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Sumber Daya dalam Revitalisasi Bahasa Kui di Alor, Nusa Tenggara Timur

821

(Katubi 2012) menunjukkan bahwa penutur bahasa Kui kelompok usia anak­anak dan usia muda masih memiliki sikap positif terhadap bahasa Kui. Penutur kedua kelompok usia itu juga memiliki ketertarikan untuk mempelajari bahasa Kui dan belajar menerapkannya dalam ranah rumah tangga. Hal itu merupa­kan modal yang sangat berharga bagi program pemertahanan bahasa Kui.

Di samping itu, di antara anak­anak muda komunitas bahasa Kui ada yang dapat mengoperasikan komputer. Mereka adalah sumber daya manusia yang sangat berharga untuk dilibatkan dalam tindak pendokumentasian bahasa se­cara digital. Pelaksanaan tindak dokumentasi bahasa memerlukan sumber daya yang mampu menggunakan komputer dan memahami peranti lunak yang di­gunakan secara khusus untuk mendokumentasikan bahasa. Anak muda Kui yang mampu mengoperasionalkan komputer dapat dilatih untuk menjadi te­naga yang andal dalam mendokumentasikan bahasanya sendiri. Hal itu juga bertujuan untuk memupuk rasa keterlibatan anggota komunitas bahasa dalam menjalankan program revitalisasi bahasa.

Sumber daya lain yang dapat membantu program revitalisasi bahasa Kui ia­lah adanya beberapa peneliti dari LIPI yang turut membantu merancang prog­ram ini. Mereka terdiri atas antropolog dan linguis. Para linguis dalam tim ini membantu melakukan tindak analisis linguistik (fonologi, morfologi, sintaksis, dan unsur leksikal), yang hasilnya berupa deskripsi bahasa Kui, pengembangan sistem penulisan, dan produksi materi ajar berdasar deskripsi sistem bahasa Kui dan juga hasil dokumentasi tradisi lisan orang Kui, serta pembuatan kamus. Sementara itu, antropolog yang tergabung dalam tim ini siap membantu men­cari celah dari dimensi kemasyarakatan dan kebudayaan yang dapat digunakan untuk mendukung program revitalisasi bahasa Kui. Mereka sudah masuk ke dalam komunitas bahasa Kui dan melakukan penelitian bahasa dalam dimensi kemasyarakatan dan kebudayaan Kui sejak tahun 2011 dan direncanakan ber­akhir pada tahun 2014.

Pencarian agen pemertahanan bahasa juga perlu dilakukan karena program revitalisasi bahasa Kui ini tidak dapat hanya dibebankan kepada para peneliti dari luar komunitas bahasa. Berdasar kajian struktur sosial orang Kui, keluarga dari lelang (klan) raja dapat menjadi agen pemertahanan bahasa. Hal itu ber­dasar pertimbangan masih didengarnya suara raja oleh komunitas bahasa Kui.

Page 74: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

822 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

5. PENUTUPHasil kajian sumber daya dalam program revitalisasi bahasa Kui ini me­

nunjukkan tiga hal. Pertama, sumber daya keuangan pada komunitas bahasa Kui dapat dikatakan tidak ada karena tingkat perekonomian mereka belum mencapai taraf sejahtera, bahkan sebagian di antara mereka masih pada ta­raf subsisten. Dalam tingkat perekonomian seperti itu, sangat tidak mungkin membebankan pendanaan revitalisasi bahasa pada komunitas bahasa Kui sen­diri. Oleh sebab itu, penggagas program revitalisasi bahasa perlu mencarikan lembaga yang dapat membantu membiayai program itu.

Kedua, sumber daya bahasa pada komunitas bahasa Kui juga sama sekali tidak ada. Setakat ini tidak ada deskripsi bahasa Kui dan juga dokumentasinya. Oleh sebab itu, penggagas program revitalisasi bahasa Kui harus memulai dari tindak dokumentasi bahasa kemudian menggunakannya untuk berbagai ke­perluan. Salah satunya ialah untuk mendeskripsikan sistem bahasa Kui dan menggunakannya kembali untuk tujuan terapan, misalnya menulis bahan ajar untuk anak­anak sekolah dasar. Hasil dokumentasi itu juga dapat digunakan untuk menuliskan berbagai tradisi lisan orang Kui.

Ketiga, sumber daya manusia untuk program revitalisasi bahasa Kui masih ada. Artinya, masih ada kelompok usia dewasa yang mampu menggunakan bahasa Kui dengan baik meskipun kelompok usia anak­anak dan remaja sudah tidak mampu lagi menggunakan bahasa Kui. Di samping itu, ada beberapa orang dari kelompok usia remaja yang mampu mengoperasionalkan kompu­ter. Penutur yang masih mampu menggunakan bahasa Kui dan juga dapat mengoperasionalkan computer itu dapat dilibatkan dalam tindak dokumentasi bahasa dan berbagai aktivitas lain yang diperlukan untuk keperluan revitalisasi bahasa. Di samping itu, ada kelompok yang dapat dijadikan agen pemertahan­an bahasa Kui, yaitu mereka yang berasal dari lelang (klan) raja. Suara dari raja atau klan raja masih didengar anggota komunitas bahasa Kui dan itu merupa­kan keuntungan tersendiri dalam mendukung program revitalisasi bahasa Kui di Alor, Nusa Tenggara Timur. [ ]

Page 75: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Sumber Daya dalam Revitalisasi Bahasa Kui di Alor, Nusa Tenggara Timur

823

PUSTAKA ACUAN Arka, I Wayan. 2011. “Kompleksitas Pemertahanan dan Revitalisasi Bahasa

Minoritas di Indonesia: Pengalaman Proyek Dokumentasi Bahasa Rongga, Flores,” dalam Jurnal Masyarakat Indonesia Nomor 1 Tahun 2011.

Brewer, John D. 2000. Ethnography. Buckingham: Open University Press. Crystal, David. 2000. Language Death. Cambridge: Cambridge University

Press. Himmelmann, Nikolaus P., Jost Gippert, dan Ulrike Mosel (ed.). 2006.

Essentials of Language Documentation. Berlin dan New York: Mouton de Gruyter.

Granadillo, Tania dan Heidi A. Orcutt­Gachiri (eds.). 2011. Ethnographic Contributions to the Study of Endangered Languages. Arizona: The University of Arizona Press.

Grenoble, Lenore A dan Lindsay J. Whaley. 2005. Saving Languages: An Introduction to Language Revitalization. Cambridge: Cambridge University Press.

Gunarwan, Asim. 1999. “Pembalikan Pergeseran Bahasa Lampung: Mungkinkah?” Makalah dipresentasikan pada Seminar Bahasa dan Tulisan Lampung. Bandar Lampung, 23 Oktober 1999.

Katubi (ed). 2011. Etnografi Kebahasaan dan Kebudayaan Orang Kui di Alor, Nusa Tenggara Timur. Jakarta: LIPI Press.

Katubi (ed.). 2012. Pemertahanan Bahasa Kui di Alor, Nusa Tenggara Timur: Kajian Vitalitas Etnolinguistik dan Agen Pemertahanan Bahasa. Jakarta: LIPI Press.

Katubi (ed). 2013. Aspek kelembagaan pada Pemertahanan Bahasa Kui di Alor, Nusa Tenggara Timur. Jakarta: LIPI Press.

Nyahu, Anthony. 2009. “Revitalisasi Bahasa dan Sastra Dayak Ngaju sebagai Lambang Identitas Daerah di Tengah Pergaulan Masyarakat heterogen.” Artikel dalam blog diunduh pada 17 Januari 2013.

Salzmann, Zdenek. 1998. Language, Culture and Society: An Introduction to Linguistic Anthropology. Colorado: Westview Press.

Seifart, Frank. 2006. “Orthography Development,” dalam Himmelmann, Nikolaus P., Jost Gippert, dan Ulrike Mosel (ed.). 2006. Essentials of

Page 76: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

824 — Jurnal Lingua Humaniora Vol. 8, Desember 2014

Language Documentation. Berlin dan New York: Mouton de Gruyter. Hlm. 275—299.

Shiohara, Asako. 2010. “Penutur Bahasa Minoritas di Indonesia Timur: Mempertanyakan Keuniversalan Konsep Multibahasa.” Dalam Mikihiro Moriyama dan Manneke Budiman. Geliat Bahasa Selaras Zaman: Perubahan Bahasa­bahasa Pasca­Orde Baru. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Yadnya, Ida Bagus Putra. 2012. “Revitalisasi Bahasa daerah (Bali) di Tengah Persaingan Bahasa Nasional, Daerah, dan Asing untuk Memperkukuh Ketahanan Budaya.” Artikel dalam web diunduh pada 20 Januari 2013.

Page 77: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

1. Artikel yang ditulis untuk LINGUA HUMANIORA meliputi hasil penelitian di bidang kependidikan bahasa. Naskah di ketik dengan huruf Trebuchet MS, ukuran 12 pts, dengan spasi At least 12 pts, dicetak pada kertas A4 sepanjang lebih kurang 20 ha-laman, dan diserahkan dalam bentuk print-out sebanyak 3 eksemplar beserta dis ketnya. Berkas (file) dibuat dengan Microsoft Word. Pengiriman file juga dapat dilakukan sebagai attachment surel ke alamat lingua. humaniora. p4tkbahasa@gmail. com.

2. Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik dan ditempatkan di bawah judul artikel. Jika penulis terdiri dari 4 orang atau lebih, yang dicantumkan di bawah judul artikel adalah nama penulis utama; nama penulis-penulis lainnya dicantumkan pada catatan kaki halaman pertama naskah. Da-lam hal naskah ditulis oleh tim, penyunting hanya berhubungan dengan penulis utama atau penulis yang namanya tercantum pada urutan pertama. Penulis dianjurkan mencan-tumkan alamat surel untuk memudahkan ko-munikasi.

3. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris dengan format esai, disertai dengan judul pada masing-masing bagian artikel, kecuali pendahuluan yang disajikan tanpa judul bagian. Judul artikel dicetak dengan huruf besar di tengah-tengah, dengan huruf sebesar 14 poin. Peringkat judul bagian di-nyatakan dengan jenis huruf yang berbeda (semua judul bagian dan sub-bagian dicetak tebal atau tebal dan miring), dan tidak meng-gunakan angka/nomor pada judul bagian. PERINGKAT 1 (HURUF BESAR SEMUA, TEBAL, RATA TEPI KIRI)Peringkat 2 (Huruf Besar Kecil, Tebal, Rata Tepi Kiri)Peringkat 3 (Huruf Besar Kecil, Tebal-Mi ring, Rata Tepi Kiri)

4. Sistematika artikel hasil pemikiran adalah: judul, nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak (maksimum 100 kata); kata kunci; pendahuluan (tanpa judul) yang berisi latar belakang dan tujuan atau ruang lingkup tu-

lisan; bahasan utama (dapat dibagi ke dalam beberapa sub-bagian); penutup atau kesim-pulan; daftar rujukan (hanya memuat sum-ber-sumber yang dirujuk).

5. Sistematika artikel hasil penelitian adalah: judul, nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak (maksimum 100 kata) yang berisi tu-juan, metode, dan hasil penelitian; kata kunci; pendahuluan (tanpa judul) yang ber isi latar belakang, sedikit tinjauan pustaka, dan tu-juan penelitian; metode; hasil; pembahasan; kesimpulan dan saran; daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk).

6. Sumber rujukan sedapat mungkin merupa kan pustaka-pustaka terbitan 10 tahun teakhir. Rujukan yang diutamakan adalah sumber-sumber primer berupa laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, disertasi) atau ar-tikel-artikel penelitian dalam jurnal dan/atau majalah ilmiah.

7. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurung (nama, tahun). Pencantuman sumber pada kutipan langsung hendaknya disertai keterangan tentang no-mor halaman tempat asal kutipan. Contoh (Davis, 2003: 47).

8. Daftar rujukan disusun dengan tata cara se-perti contoh berikut ini dan diurutkan secara alfabetis dan kronologis.

Buku: Anderson, D. W. , Vault, V. D. & Dickson,

C. E. 1999. Problems and Prospects for the Decades Ahead: Competency Based Teacher Education. Berkeley: McCutchan Publish-ing Co.

Buku kumpulan artikel: Saukah, A. & Waseso, M. G. (Eds. ). 2002.

“Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah” (Edisi ke-4, cetakan ke-1). Malang: UM Press.

Artikel dalam buku kumpulan artikel: Russel, T. 1998. “An Alternative Conception:

Representing Representation”. Dalam P. J.

Petunjuk bagi (Calon) PenulisLingua Humaniora

Page 78: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

Black & A. Lucas (Eds. ), Children’s Infor-mal Ideas in Science (hlm. 62-84). Lon-don: Routledge.

Artikel dalam jurnal atau majalah: Kansil, C. L. 2002. “Orientasi Baru Penye-

lenggaraan Pendidikan Program Profe-sional dalam Memenuhi Kebutuhan Du-nia Industri”. Transpor, XX(4): 57-61.

Artikel dalam koran: Pitunov, B. 13 Desember, 2002. “Sekolah Ung-

gulan ataukah Sekolah Pengunggulan?”. Majapahit Pos, hlm. 4&11.

Tulisan/berita dalam koran (tanpa nama pe-ngarang): Jawa Pos. 22 April 1995. “Wanita Kelas Bawah

Lebih Mandiri”. hlm. 3.

Dokumen resmi: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Baha-

sa. 1978. Pedoman Penulisan Laporan Pene­litian. Jakarta: Depdikbud.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 190. Jakarta: PT Armas Duta Jaya.

Buku terjemahan: Ary, D. , Jacobs, L. C. & Razavieh, A. 1976.

Pengantar Penelitian Pendidikan. Terjemah-an oleh Arief Furchan. 1982. Surabaya: Usaha Nasional.

Skripsi, Tesis, Disertasi, Laporan Penelitian: Kuncoro, T. 1996. Pengembangan Kurikulum

Pelatihan Magang di STM Nasional Malang Jurusan Bangunan, Program Studi Bangun­an Gedung: Suatu Studi Berdasarkan Ke­butuhan Dunia Usaha dan Jasa Konstruksi. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS IKIP MALANG.

Makalah seminar, lokakarya, penataran: Waseso, M. G. 2001. “Isi dan Format Jurnal

Ilmiah. Makalah disajikan dalam Seminar Lokakarya Penulisan Artikel dan Pengelo-laan Jurnal Ilmiah, Universitas Lambung-mangkurat”. Banjarmasin, 9-11 Agustus.

Internet (karya individual): Hitchcock, S. , Carr, L. & Hall, W. 1996. A Sur­

vey of STM Journals, 1990­1995: The Calm before the Storm. (online), (http: //journal. ecs. soton. ac. uk/survey/survey. html, diakses 12 Juni 1996).

Internet (artikel dalam jurnal online): Kumaidi. 1998. “Pengukuran Bekal Awal Be-

lajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan”. (online), jilid 5, No. 4, (http: //www. malang. ac. id, diakses 20 Januari 2000).

Internet (bahan diskusi): Wilson, D. 20 November 1995. “Summary of

Citing Internet Sites”. NETTRAIN Discus-sion List. (online), (NETTRAIN@ubvm. cc. buffalo. edu, diakses 22 November 1995).

Internet (surel pribadi): Naga, D. S. (ikip-jkt@indo. net. id). 1 Oktober

1997. Artikel untuk JIP. Surel kepada Ali Saukah (jippsi@mlg. ywcn. or. id).

9. Tata cara penyajian kutipan, rujukan, tabel, dan gambar mengikuti tata cara yang diguna-kan dalam artikel yang telah dimuat. Artikel berbahasa Indonesia menggunakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disem-purnakan (Depdikbud, 1987). Artikel berba-hasa Inggris menggunakan ragam baku.

10. Semua naskah ditelaah secara secar anonim oleh mitra bestari (reviewers) yang ditunjuk oleh penyunting menurut bidang kepakar-annya. Penulis artikel diberikan kesempatan untuk melakukan revisi naskah atas dasar rekomendasi/saran dari mitra bestari atau penyunting. Kepastian pemuatan atau pe-nolakan naskah akan diberitahukan secara tertulis.

11. Pemeriksaan dan penyuntingan cetak-coba dikerjakan oleh penyunting dan/atau de ngan melibatkan penulis. Artikel yang sudah dalam bentuk cetak-coba dapat dibatalkan pemuat-annya oleh penyunting jika diketahui ber-masalah.

12. Segala sesuatu yang menyangkut perizinan pengutipan atau penggunaan software kom-puter untuk pembuatan naskah atau ihwal lain yang terkait dengan HAKI yang dilaku-kan oleh penulis artikel, berikut konsekuen-si hukum yang mungkin timbul karenanya, menjadi tanggung jawab penuh penulis ar-tikel tersebut.

Page 79: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

ii

Page 80: Menguak hakikat - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/008-Jurnal-Des... · katan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan hasil observasi

gari

s p

oton

g

garis potongga

ris

pot

ong

garis potongga

ris

pot

ong

garis potong

gari

s p

oton

g

garis potong

9 7 7 1 9 7 8 7 2 1 0 0 6

I S SN 1 9 7 8 - 7 2 1 9

M

enguak h

akik

at

bahasa d

an b

udaya

Jurnal Bahasa dan Budaya

Diterbitkan oleh

Kementerian Pendidikan dan KebudayaanPusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa

M

enguak h

akik

at

bahasa d

an b

udaya

Jurnal Bahasa dan Budaya

Vol. 8, Desember 2014 ISSN 1978-7219

Lingua Humaniora Vol. 8 Hlm. 757—824 Desember 2014 ISSN 1978-7219

Vol. 8, Desem

ber 2014