mengolah nilai

8
MENGOLAH NILAI 1. Beberapa Skala Penilaian a. Skala bebas Ani, seorang pelajar di suatu SMU, pada suatu hari berlari – lari kegirangan setelah menerima kembali kertas ulangan dari Guru Matematika. Pada sudut kertas itu tertulis angka 10, yaitu angkayang diperoleh Ani dengan ulangan itu. Setekah tiba diluar kelas, Ani berdiskusi dengan kawan – kawannya. Ternyata cara mengerjakan dan pendapatnya tidak sama dengan yang lain. Tetapi mereka juga tidak yakin mana yang betul. Oleh karena itu, ketika kertas ulangan dikembalikan dan ia mendapat 10, ia kegirangan. Baru sampai bertemu dengan 4 kawannya, wajahnya sudah menjadi malu tersipu – sipu. Rupanya ia menyadari kebodohannya karena setelah melihat angkayang diperoleh keempat orang kawannya, ternyata kepunyaan Anil ah yang paling sedikit. Ada kawannya yang mendapat 15, 20 bahkan ada yang25.Dan kata Guru, pekerjaan Tika yang mendapat angka25 itulah yang betul. Dari gambaran ini tampak bahwa dalam pikiran Ani, terpancang satu pengertian bahwa angka10 adalah angka tertinggi yang mungkin dicapai, ini memang lazim. Cara pemberian angka seperti ini tidak salah. Hanya sayangnya, guru tersebut barangkali perlu menerangkan kepada para siswanya, cara mana yang digunakan untuk memberikan angka atau skor. Ia baru pindah dari sekolah lain. Ia sudah terbiasa menggunakan skala bebas, yaitu skala yang tidak tetap. Adakalanya skor tertinggi 20, lain kali lagi 50. Ini semua tergantung dari banyak dan

Upload: danx-zumaic-exodus

Post on 15-Jun-2015

1.925 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: MENGOLAH NILAI

MENGOLAH NILAI

1. Beberapa Skala Penilaian

a. Skala bebasAni, seorang pelajar di suatu SMU, pada suatu hari berlari – lari kegirangan setelah menerima kembali kertas ulangan dari Guru Matematika.Pada sudut kertas itu tertulis angka 10, yaitu angkayang diperoleh Ani dengan ulangan itu.Setekah tiba diluar kelas, Ani berdiskusi dengan kawan – kawannya. Ternyata cara mengerjakan dan pendapatnya tidak sama dengan yang lain. Tetapi mereka juga tidak yakin mana yang betul. Oleh karena itu, ketika kertas ulangan dikembalikan dan ia mendapat 10, ia kegirangan. Baru sampai bertemu dengan 4 kawannya, wajahnya sudah menjadi malu tersipu – sipu.Rupanya ia menyadari kebodohannya karena setelah melihat angkayang diperoleh keempat orang kawannya, ternyata kepunyaan Anil ah yang paling sedikit. Ada kawannya yang mendapat 15, 20 bahkan ada yang25.Dan kata Guru, pekerjaan Tika yang mendapat angka25 itulah yang betul.Dari gambaran ini tampak bahwa dalam pikiran Ani, terpancang satu pengertian bahwa angka10 adalah angka tertinggi yang mungkin dicapai, ini memang lazim.Cara pemberian angka seperti ini tidak salah. Hanya sayangnya, guru tersebut barangkali perlu menerangkan kepada para siswanya, cara mana yang digunakan untuk memberikan angka atau skor. Ia baru pindah dari sekolah lain. Ia sudah terbiasa menggunakan skala bebas, yaitu skala yang tidak tetap. Adakalanya skor tertinggi 20, lain kali lagi 50. Ini semua tergantung dari banyak dan bentuk soal. Jadi angka tertinggi dan skala yang digunakan tidak selalu sama.

b. Skala 1 – 10Apa sebab Ani dan kawan – kawannya berpikiran bahwa angka 10 adalah angka tertinggi untuk nilai ? Hal ini disebabkan karena pada umumnya guru – gurudi Indonesia mempunyai kebiasaan menggunakan skala 1-10 untuk laporan prestasi belajar siswadalam rapor. Adakalanya juga digunakan skala 1-100, sehingga memungkinkan bagi guru untuk memberikan penilaian yang lebih halus. Dalam skala 1-10 guru jarang memberikan angka pecahan, misalnya 5,5. Angka 5,5 akan dibulatkan menjadi 6. Dengan demikian maka rentangan angka 5,5 sampai dengan 6,4 (selisih hampir1) akan keluar di rapor dalam satu wajah, yaitu angka 6.

Page 2: MENGOLAH NILAI

c. Skala 1 – 100Memang di seyogiakan bahwa angka itu merupakan bilangan bulat. Dengan menggunakan skala 1- 10 maka bilangan bulat yang ada masih menunjukan penilaian yang agak kasar. Ada sebenarnya hasil prestasi yang berada di antara kedua angka bulat itu. Untuk itulah maka dengan menggunakan skala 1 – 100, memungkinkan melakukan penilaian yang lebih halus karena terdapat 100 bilangan bulat. Nilai 5,5 dan 6,4 dalan skala 1 – 10 yang biasanya dibulatkan mejadi 6, dalam skala 1 – 100 ini boleh dituliskan dengan 55 dan 64

d. Skala hurufSelain menggunakan angka, pemberian nilai dapat dilakukan dengan huruf A, B, C, D, E ( ada juga yang menggunakan sampai dengan G tetapi pada umumnya 5 huruf ini ). Sebenarnya sebutan “skala” diatas ini ada yang mempersoalkan. Jarak antara hruuf A dan B tidak dapat digambarkan sama dengan jarak antara B dan C, atau anatar C dan D.Dalam menggunakan angak dapat dibuktkan dengan garis bilangan bahwa jarak antara 1 dan 2 sama denga jarak antara 2 dan 3. Demikian pula jaran antara 3 dan 4, serta antara 4 dan 5.Akan tetapi justru alasan inilah lalu timbul pikiran untuk menggunakan huruf sebagai alat penilain. Untuk menggambarkan kelemahan dalam menggunakan angka adalah bahwa dengan angka dapat ditafsirkan sebagai nilai perbandingan. Siswa A yang memperoleh dua kali lipat kecakapan siswa B yang memperoleh angka 4 dalam rapor. Demikian pula siswa A tersebut tidaklah mempunya 8/9 kali kecakapan C yang mendapat nilai 9. Jadi sebenarnya menggunakan angka hanya merupakan symbol yang menunjukan urutan tingkatan. Siswa A yang memperoleh angka 8 memiliki prestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa B yang memperoleh angka 4, tetapi kecakapannya itu lebih rendah jika dibandingkan dengan kecakapan C. jadi, dalam tingkatan prestasi sejarah urutannya adalah C, A, lalu B.Huruf terdapat dalam urutan abjad. Penggunaan huruf dalam penilaian akan terasa lebih tepat digunakan karena tidak ditafsirkan sebagai arti perbandingan. Huruf tidak menunjukan kuantitas, tetapi dapat digunakan sebagai simbol untuk menggambarkan kualitas.

Page 3: MENGOLAH NILAI

2. Distribusi Nilai

Distribusi nilai yang dimiliki oleh siswa – siswanya dalam suatu kelas didasarkan pada dua macam standar, yaitu :

a. Standar mutlakb. Standar relative

a. Distribusi nilai berdasarkan standar mutlakDengan dasar bahwa hasil belajar siswa dibandingkan dengan sebuah standar mutlak atau dalam hal ini skor tertinggi yang diharapkan, maka tingkat penguasaan siswa akan terlihat dalam berbagai bentuk kurva. Apabila soal – soal ulangan yang dibaut oleh guru sangat mudah, dan tingakt pencapainnya tinggi. Sebagian besar siswa akan memiliki nilai sekitar 8, 9 atau 10 apabila telah diubah ke skala 10. Sebaliknya maka pencapaian siswa akan sebaliknya pula.

1 10 1 10

Gambaran prsetasi siswa jika soal – soal ulangan yang disusun oleh guru sangat mudah. Disebut kurva juling negatif karena ekornya di kiri

Gambaran prsetasi siswa jika soal – soal ulangan yang disusun oleh guru terlalu sukar. Disebut kurva juling positif karena ekornya di kanan

Page 4: MENGOLAH NILAI

b. Distribusi nilai berdasarkan standar relativeTelah diterangka di depan bahwa dalam menggunakan standar relative atau norm-referenced, kedudukan seorang selalu dibandingkan dengan kawan – kawannya dalam kelompok. Dalam hal ini tanpa menghiraukan apakah distribusi skor terletak dalam kurva juling positif atau juling negative tetapi dalam norm – referenced selalu tergambar dalam kurva normalUbahan nilai dar skor – skor yang megumpul idbawah atau diatas dapat dilihat dalam gambar berikut ini

= nilai berdasarkan standar mutlak

= nilai berdasarkan standar relative

3. Standar NilaiDari distribusi nilai, kita dapat membicarakan masalah standar niali.Pendapat Gronlund dalam distribusi nilai ini demikian. *)Skor – skor siswa direntangkan menjadi 9 niali (disebut juga Standar Nines atau Stanines) seperti berikut ini

Stanines Interpretasi9 (4%) Tinggi (4%)8 (7%)7 (12%)

Diatas Rata – rata (19%)

6 (17%)5 (20%)4 (17%)

Rata – rata (54%)

3 (12%)2 (7%)

Dibawah Rata – rata (19%)

1 (4%) Rendah (4%)

Page 5: MENGOLAH NILAI

Dengan adanya presentase yang ditentukan inilah maka semua situasi skor siswa dapat direntangkan menjadi nilai 1 – 9 diatas.

Misalnya kita memiliki skor – skor seperti disebutkan dalam hasil ulangan IPS kelas V yang telah disampaikan dihalaman lain, dengan mudah dapat kita tentukan 4% dari siswa yang mendapat nilai 9, selanjutnya 7% mendapat nilai 8, 12% mendapat nilai 7, 17% mendapat nilai 6, dan seterusnya.

Selain dengan standar Sembilan (stanines), ada pula yang menggunakan standar enam. Dalam hal ini, hanya berkisar antara 4 sampai 9, yaitu nilai 4, 5 , 6, 7, 8, dan 9. Presentase penyebaran ini dengan standar enam adalah sebagai berikut :

Standar Enam Interpretasi9 (5%)8 (10%)7 (20%)6 (40%)5 (20%)4 (5%)

Baik sekali Baik Lebih dari cukup Cukup Kurang Kurang sekali

Standar Eleven ( stanel )

Ada lagi standar nilai yang lain, yaitu yang selanjutnya dikembangkan oleh Fakultas Ilmu Pendidikan UGM disesuaikan dengan sistem penilaian d Indonesia. *)

Dengan Stanel ini, sistem penilaian membagi skala menjadi 11 golongan , yaitu angka 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 yang satu sama lain berjarak sama. Tiap – tiap angka menempati interval sebesar 0,55 SD sampai +0,275 SD. Seluruh jarak yang digunakan adalah dari -3,025 SD sampai +3,025 SD.

Bilangan – bilangan persentil untuk menentukan titik dalam Stanel ini adalah : P1, P3, P8. P21, P39, P61, P79, P92, P97, dan P99. Bagaimana menentukan P1, P3, P8 dan seterusnya silahkan membuka buku statistic.

Dasar pikiran untuk Stanel ini adalah bahwa jarak praktis dalam kurva normal adalah 6 SD yang terbagi atas 11 skala.

11 Skala = 6 SD

1 Skala = 6 SD 11

= 0,55 SD

Page 6: MENGOLAH NILAI

Standar Sepuluh

Di dalam buku Pedoman Penilaian ( Buku III B Seri Kurikulum SMA Tahun 1975 ) ditentukan bahwa untuk mengolah hasil tes, digunakan standar relative, dengan nilai berskala 1 – 10. Untuk mengubah skor menjadi nilai, diperlukan dahulu :

a.Mean ( rata – rata skor )b.Deviasi Standar ( simpangan baku )c.Table konversi angka kedalam nilai berskala 1 – 10

Tahap – tahap yang lalui dalam mengubah skor mentah menjadi nilai berskala 1 – 10 adalah sebagai berikut :

1. Menyusun distribusi frekuensi dari angka – angka atau skor – sor mentah2. Menghitung rata – rata sor ( Mean )3. Menghitung Deviasi Standar atau Standar Deviasi4. Mentransformasi (mengubah) angka – angka mentah kedalam nilai berskala 1 – 10

Standar Lima

Kembali kepada Gronlund selain ia mengemukakan penyebaran nilai dengan angka, juga mengemukakan penyebaran nilai dengan huruf yang digambarkan dengan kurva normal.