menghindari jebakan resesi surat kepada redaksi · an agregat global. sebenarnya in - vestasi di...

1
KOMPAS, KAMIS, 12 MEI 2 01 6 7 OPINI Menghindari Jebakan Resesi Oleh TRI WINARNO K inerja perekono- mian dunia sepan- jang 2016 dipas- tikan masih memprihatin- kan, mengarah pada stag- nasi berkepanjangan yang belum tampak titik te- rangnya. Meminjam istilah Direktur Pe- laksana Dana Moneter Interna- sional Christine Lagarde, kondisi perekonomian global memasuki era the New Mediocre. Hampir semua kategori negara, baik ma- ju, berkembang, maupun emer- ging markets, harap-harap cemas. Bahkan mesin ekonomi AS yang diharapkan menjadi satu-satunya motor penggerak ekonomi global, telah kehabisan napas. Yang paling mengkhawatirkan menurut PBB dalam laporan ber- tajuk World Economic Situation and Prospect 2016, ekonomi ne- gara berkembang diperkirakan hanya tumbuh rata-rata 3,8 per- sen, terendah sejak krisis ke- uangan global 2009, dan dapat disejajarkan dengan kondisi rese- si ekonomi dunia 2001. Penye- babnya, turunnya harga komo- ditas dunia, yang tahun ini di- perkirakan masih akan turun se- kitar 10 persen. Pertumbuhan ekonomi Tiong- kok, menurut IMF, terus menu- run lima tahun terakhir, dari 10,6 persen pada 2010 ke 6,9 persen pada 2015 dan diproyeksikan 6,3 persen pada 2016. Rusia dan Bra- sil terpuruk ke jurang resesi. . Negara petro dollar sekelas Arab Saudi pun sempoyongan akibat anjloknya harga minyak. Penyebab utama kelesuan eko- nomi global adalah lemahnya permintaan agregat dunia yang dipicu meningkatnya ketimpang- an dan pengetatan fiskal yang secara ekonomis dirasa kurang rasional. Kelompok yang di atas membelanjakan pendapatannya lebih sedikit dari kelompok di b awah, sehingga jumlah uang yang ditempatkan di keuangan jauh melebihi dana yang dibelan- jakan. Dunia kelebihan uang yang menganggur yang ditempatkan di sistem keuangan, terutama di sistem perbankan. Di samping itu, dunia sedang menghadapi proses transformasi struktural yang berat dan menya- kitkan. Di AS dan Eropa sedang berlangsung transformasi dari manufaktur ke sektor jasa. Di Tiongkok dari ekonomi yang di- gerakkan ekspor ke ekonomi yang dimotori permintaan do- mestik. Begitu pula, kebanyakan negara yang ekonominya berba- sis komoditas, seperti Afrika, Amerika Latin, dan sebagian Asia—termasuk Indonesia—ku- rang mampu memanfaatkan pe- luang untuk mendiversifikasikan perekonomiannya selama boo- ming harga komoditas. Akibat- nya, negara- negara itu benar-be- nar mengalami kesulitan ekono- mi akibat turunnya harga ko- moditas ekspor utama mereka. Menghindari jebakan Bagaimana dunia bisa meng- hindar dari jebakan stagnasi yang mengarah pada resesi global ini? Jawabnya, menurut beberapa pa- kar ekonomi, productive quan- titative easing policies. Yaitu, sua- tu implementasi kebijakan de- ngan cara menyediakan likuiditas internasional yang memadai un- tuk menutup kebutuhan inves- tasi di proyek infrastruktur. Mi- rip-mirip kombinasi q u a n t i t a t i ve easing AS dan Proyek Manhattan, tetapi skalanya global. Siapa yang mampu melakukan ke b i j a k an itu? Jawabnya: AS, zo- na euro, Inggris, Jepang, dan Tiongkok, yaitu negara-negara yang mata uangnya digunakan sebagai cadangan devisa resmi internasional. Namun, mencer- mati kondisi ekonomi negara-ne- gara itu serta trade off yang di- timbulkannya, rasanya berat me- reka mampu melakukannya. Hal ini karena bagi negara yang mengimplementasikan kebijakan itu, mereka akan menghadapi Triffin dilemma, pertentangan antara kepentingan internasional jangka panjang dan kepentingan domestik jangka pendek. Dalam perekonomian dunia yang tingkat bunganya hampir mendekati nol, dollar AS yang menguat akan mengakibatkan deflasi di pasar global, mirip de- ngan kondisi masih diberlaku- kannya standar emas dalam tran- saksi keuangan internasional ta- hun 1930-an. Meski demikian, sebenarnya negara yang paling mampu menarik dunia dari je- bakan resesi adalah AS. Namun, langkah ini perlu keberanian un- tuk mengatasi Triffin dilemma. Dengan memenuhi permintaan likuiditas global, negara tersebut akan mengalami peningkatan ri- siko, berupa pelebaran defisit transaksi berjalan. Tampaknya, AS tak akan bera- ni menghadapi risiko ini. Begitu pula negara maju lain yang mata uangnya digunakan sebagai ca- dangan devisa resmi internasio- nal. Pertumbuhan yang stagnan dan beban utang yang tinggi di Eropa dan Jepang telah menu- runkan moral pengambil kebi- jakan untuk menaikkan pajak atau melakukan pinjaman agar ada ruang untuk kebijakan ek- spansi fiskalnya. Sebagai akibat- nya, kebijakan moneter negara maju telah sangat terbebani, se- hingga hampir tidak ada celah untuk bermanuver. Dari 2007 hingga 2014, bank sentral empat negara pencipta cadangan devisa resmi interna- sional (AS, euro, Inggris, dan Je- pang) telah melakukan ekspansi neraca mereka 7,2 triliun dollar AS. Sebagai akibatnya, uang ber- edar meningkat 9 triliun dollar AS, tapi kredit swasta hanya me- ningkat 1,8 triliun dollar AS, yang mengindikasikan kelemahan transmisi kebijakan moneter ke sektor riil. Selain itu, meski tingkat bunga mendekati nol mengurangi be- ban biaya pembayaran bunga pinjaman, tetapi beban utang riil- nya mengalami peningkatan ka- rena penurunan inflasi. Selama rumah tangga dan perusahaan terus melakukan pengurangan utang, pada hakikatnya neraca negara-negara tersebut telah mengalami resesi. Satu-satunya kandidat negara berkembang yang mampu me- mompa likuiditas internasional adalah Tiongkok. Namun, Tiong- kok dihadapkan pada penurunan kinerja perekonomian yang men- cemaskan yang belum diketahui ujungnya, sehingga Tiongkok di- sibukkan oleh tantangan domes- tik yang luar biasa, sehingga per- ekonomiannya dikhawatirkan akan mengalami hard landing. Mekanisme transmisi Permasalahan global saat ini bukan tak adanya peluang, tetapi karena tak adanya kemauan poli- tik untuk mendorong perminta- an agregat global. Sebenarnya in- vestasi di sektor publik masih terbuka lebar, yaitu investasi in- frastruktur yang dibutuhkan ne- gara berkembang dan investasi untuk memitigasi perubahan cuaca yang mampu mengangkat dunia dari jebakan resesi. Diper- lukan sekitar 6 triliun dollar AS per tahun selama 15 tahun ke depan untuk investasi infrastruk- tur guna mengatasi pemanasan global. G-30 juga memperkirakan perlu tambahan dana sekitar 7,1 triliun dollar AS per tahun untuk i nvestasi di sembilan negara uta- ma—mewakili 60 persen PDB dunia—guna mendorong per- tumbuhan ekonomi global me- nuju dunia yang kian sejahtera. Mengingat tak adanya negara pencipta cadangan devisa inter- nasional (termasuk AS) yang ber- sedia menggelontorkan likuiditas yang dibutuhkan untuk menutup kesenjangan investasi di infra- struktur, harus diciptakan mata uang baru yang berlaku sebagai likuiditas internasional, di mana yang menerbitkannya tak meng- hadapi risiko Triffin dilemma. Tinggal hanya satu pilihan: Spe- cial Drawing Right (SDR) IMF. Jalan untuk menjadikan SDR sebagai likuiditas internasional masih panjang, karena SDR saat ini hanya berfungsi sebagai aset cadangan (reserve asset), yang ka- pitalisasinya hanya 285 miliar dollar AS, relatif sangat kecil di- bandingkan cadangan devisa glo- bal yang mencapai 10,5 triliun dollar AS (di luar emas moneter). Namun, perluasan peran SDR da- lam arsitektur keuangan global yang baru—yang bertujuan untuk membuat mekanisme transmisi kebijakan moneter lebih efektif— dapat dicapai tanpa hambatan yang berarti. Hal ini karena, seca- ra konseptual peningkatan SDR setara dengan peningkatan ne- raca bank sentral global (quan- titative easing). Bank-bank sentral memperbe- sar neracanya dengan cara ber- investasi melalui IMF dalam bentuk peningkatan SDR-nya. Karena SDR berfungsi sebagai ekuitas, berarti dapat diinvesta- sikan di bank dunia atau lembaga perbankan multilateral lainnya, untuk pembiayaan investasi di sektor publik. Penarikan SDR- nya dapat diatur sedemikian rupa untuk menghindari dampak in- flatoir berlebihan. Contoh skenarionya sebagai berikut. Bank-bank sentral me- ningkatkan alokasi SDR-nya di IMF, misalnya, 1 triliun dollar AS. Kalau l e ve ra g e -nya lima kali, IMF dapat meningkatkan pinjaman ke anggotanya atau menginvestasi- kan di proyek infrastruktur me- lalui bank pembangunan mul- tilateral setidak-tidaknya 5 tri- liun dollar AS. Di samping itu, bank pembangunan multilateral dapat meningkatkan l e ve ra g e - nya dengan melakukan pinjaman di pasar modal, sehingga keter- sediaan dananya bisa kian mem- besar. Kemudian, proyeknya da- pat dijual kembali ke investor sebagai sekuritas yang dijamin aset berupa proyek infrastruktur untuk membiayai proyek-proyek baru. Meski demikian, tercipta efek pengganda yang mampu mendorong ekonomi global lari lebih kencang. Pada sistem keuangan konven- sional, dana yang tersedia untuk investasi terkendala oleh jumlah tabungan yang tercipta. Akan tetapi, dengan kerangka sistem moneter internasional yang baru tersebut, dengan menggunakan kebijakan moneter yang lebih kreatif, likuiditas, dan kredit in- ternasional dapat diciptakan tan- pa terkendala oleh pembentukan tabungan global, yang hanya ber- dampak relatif kecil terhadap in- flasi. Syaratnya, kondisi pereko- nomian global mengalami kele- bihan kapasitas produksi dan le- mahnya permintaan agregat. TRI WINARNO Peneliti Ekonomi, Bekerja di Perbankan Gawat Darurat Kekerasan di Sekolah Oleh RETNO LISTYARTI T epat pada peringat- an Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2016, kita dikejutkan dua berita besar terkait keke- rasan pada anak. Pertama, kasus tewasnya Yu- yun, siswi SMP berusia 14 tahun yang diperkosa dan dibunuh 14 pemuda di Rejang Lebong, Beng- kulu. Dua di antara pelaku adalah teman sekolah korban. Kedua, kasus video perundungan (bull- ying) siswa senior terhadap siswa yunior SMAN 3 Jakarta. Korban tidak hanya ”dimaki”, tetapi juga ”d i p a k sa ” m e r o ko k . Kedua kasus tersebut menam- bah panjang daftar kekerasan pa- da anak. Meski tidak menimbul- kan korban jiwa sekalipun, setiap kasus kekerasan pasti menimbul- kan traumatik bagi anak. Meski tidak mengalami kekerasan fisik, tetapi perundungan berdampak sangat berbahaya bagi perkem- bangan anak. Tak lagi jadi ”taman” Berbagai kasus perundungan yang terjadi di sekolah membuk- tikan sekolah tidak lagi jadi tem- pat yang aman dan nyaman bagi siswa. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan Plan International dan Interna- tional Center for Research on Women pada 2014, yang meng- ungkapkan bahwa 84 persen sis- wa atau 7 dari 10 siswa di Indo- nesia pernah mengalami keke- rasan di sekolah, di mana 43 persen di antaranya tak melaku- kan apa pun saat melihat tindak kekerasan di sekolah. Kisah tewasnya Ringgo, siswa SDN 09 Makassar, Jakarta Ti- mur, 2014, jadi contoh bahwa sekolah tak lagi aman bagi anak. Penganiayaan pada Ringgo oleh kakak kelasnya terjadi di kelas pada jam istirahat dan disaksikan beberapa teman kelasnya. Na- mun, tidak ada siswa yang berani mencegah, bahkan mereka takut melaporkan ke gurunya. Setahun kemudian, terjadi kembali kasus siswa SD tewas karena kekerasan fisik yang dila- kukan teman sekelasnya. Kali ini menimpa siswa SDN 07 Pagi Ke- bayoran Lama Utara, Jakarta Se- latan. Peristiwa itu terjadi pada saat sedang berlangsung lomba menggambar dan mewarnai di sekolah tersebut. Sulit dibayang- kan bahwa hal ini terjadi di ling- kungan sekolah, pada jam se- kolah dan pada jenjang SD. Di luar kekerasan yang bersifat fisik, anak-anak juga berbagi ten- tang penggunaan kata-kata yang mempermalukan, bahasa keke- rasan, dan bentuk-bentuk emo- sional lain yang menjadikan se- kolah tak lagi aman dan nyaman buat peserta didik. Contohnya, kasus di Bekasi, ko r ban perundungan bahkan sampai bunuh diri karena merasa tertekan dan malu karena terus- menerus diejek ”anak tukang bu- bur”. Guru dan wali kelas menge- tahui ejekan tersebut, tetapi tidak peka untuk menghentikan se- hingga korban yang secara psikis tertekan tidak merasa menda- patkan empati dari orang dewasa di lingkungan sekolahnya. Kor- ban pun putus asa sampai kemu- dian memutuskan mengakhiri h i d u p ny a . Di berbagai kasus, kekerasan jadi hal biasa, dan itu menjadi normal bagi anak-anak, di mana mereka tak melaporkan perilaku itu dan tidak menganggapnya se- bagai satu kesalahan. Di Yogya- karta, misalnya, kasus kekerasan yang dialami seorang siswi oleh beberapa siswi teman sekolahnya hanya gara-gara atribut ”hello k i tt y ” yang dipakai korban. Kor- ban disekap dan mengalami ke- kerasan fisik. Para pelaku nota- bene semuanya perempuan. Ada dugaan, pihak sekolah tidak bisa diharapkan menyelesaikan ma- salah ini, sehingga orangtua kor- ban lebih memilih melaporkan kasus tersebut ke polisi. Kasus perundungan di sekolah tidak dapat diselesaikan dari satu sektoral saja. Namun, banyak pi- hak yang harus turun tangan untuk menyelesaikan permasa- lahan tersebut. Tak hanya guru, orangtua, dan siswa juga harus diberi pendidikan untuk men- jauhi tindakan perundungan dan disadarkan bahayanya perun- dungan bagi perkembangan keji- waan anak. Orangtua dan guru harus me- miliki kepekaan terhadap per- ubahan sikap anak yang tak se- perti biasanya. Kepekaan ini pen- ting agar dapat segera menangani pengalaman kekerasan yang me- nimpa anak. Jangan sampai anak-anak merasa tak memiliki orang dewasa untuk mengadu. Kepekaan dan kemampuan mengatasi kekerasan dari para guru dan kepala sekolah harus diupayakan pemerintah pusat/ daerah. Sebab, dalam berbagai kasus menunjukkan fakta bahwa banyak guru dan kepala sekolah gagap dalam menangani keke- rasan di sekolah. Misalnya, cara ke pala SMAN 3 Jakarta yang akan menahan ijazah siswa kelas XII pelaku perundungan sebagai bentuk hukuman adalah cara yang kurang tepat. Apa pun alas- annya, menahan ijazah peserta didik tidak diperkenankan. Sanksi ini pun tidak akan mem- berikan efek jera. Memutus rantai kekerasan Tak kalah penting adalah ke- sungguhan birokrasi pendidikan dalam mendukung sekolah me- mutus mata rantai kekerasan. Sa- yangnya, banyak birokrasi pendi- dikan di daerah yang gagap, mi- salnya, pejabat Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta yang meng- anggap manajemen sekolah tidak bisa dibilang ”gagal” ketika pe- rundungan terjadi di luar seko- lah, meski dalam video itu para korban masih mengenakan se- ragam batik sekolah tersebut. Ketentuan Permendikbud No- mor 82 Tahun 2015 mendorong sekolah dan pemerintah daerah melakukan upaya penanggulang- an terhadap tindak kekerasan. Lingkupnya mulai dari tindakan kekerasan terhadap siswa, tindak kekerasan yang terjadi di sekolah, terjadi dalam kegiatan sekolah yang digelar di luar wilayah seko- lah, hingga tawuran antarpela- j a r. Kekerasan yang dilakukan se- cara bersama-sama biasanya di- rencanakan dan kerap terjadi le- bih dari sekali, meski yang keta- huan publik baru satu video ka- rena diunggah ke Instagram. Ma- najemen sekolah seharusnya da- pat mendeteksi indikasi yang muncul karena perundungan biasanya tak muncul spontan. Sa- at siswa yunior dikumpulkan, pastilah sudah ada pemberita- huan dari seniornya untuk kum- pul pada waktu dan tempat yang sudah ditentukan, minimal se- hari sebelumnya. Ini sesungguh- nya bukti kelalaian manajemen. Anak-anak pelaku kekerasan adalah juga korban kekerasan da- ri senior sebelumnya. Mereka pe- laku sekaligus korban. Korban dari sebuah sistem pendidikan yang tidak adil terhadap peserta didik. Sekolah adalah tempat pa- ling subur membangun budaya, seharusnya yang disuburkan ada- lah budaya positif yang men- junjung nilai-nilai kemanusiaan. Kekerasan dalam bentuk dan dengan alasan apa pun adalah melanggar harkat kemanusiaan. Sekolah harus jadi zona aman dan nyaman bagi peserta didik. Pendidikan seharusnya memper- tajam pikiran dan menghaluskan nurani kemanusiaan. RETNO LISTYARTI Praktisi Pendidikan dan Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Kereta Bekasi-Tanah Abang SURAT KEPADA REDAKSI Anda dipersilakan mengirimkan surat pembaca atau komentar mengenai ke- bijakan/layanan publik, konten artikel di halaman opini, ataupun pemberitaan di Ko m p a s . Surat pembaca atau komentar dikirim ke [email protected] atau ke Redaksi Ko m p a s Jalan Palmerah Selatan Nomor 26-28, Jakarta 10270, dengan menuliskan nama lengkap, alamat, dan nomor telepon yang bisa dihubungi, disertai dengan fotokopi atau scan identitas diri. S ebagai pelanggan kereta rel listrik commuter line, saya berterima kasih dengan banyaknya pembenahan yang dilakukan PT KAI terhadap fasilitas di stasiun maupun kereta api. Alangkah baiknya jika pembenahan ini juga mempercepat waktu tempuh dan memperluas rute yang dilayani. Menurut saya, lama perjalanan commuter line (CL) rute Palmerah-Bekasi pada jam pulang kerja semakin lama se- makin panjang, kini mencapai 2,5 jam. Ini termasuk waktu tunggu, dua kali pindah KA, dan antre sinyal masuk Stasiun Manggarai. Padahal, biasanya bisa ditempuh dalam 1,5 jam. Sebagai penumpang rute Palmerah-Bekasi saya harus berpindah KA di Stasiun Tanah Abang dan Stasiun Mangga- rai. Di Stasiun Tanah Abang penumpang saling impit karena sempitnya tangga untuk berpindah jalur. Saya mengusulkan untuk mengoperasikan kembali CL Tanah Abang-Bekasi, yang sekitar dua tahun lalu pernah beroperasi, tetapi sekarang dihentikan, terutama di jam berangkat dan pulang kerja. Semoga PT KAI, khususnya pengelola CL Jabodetabek, mempertimbangkan masukan ini. EKO WARDHAN Rawa Lumbu RT 003 RW 005, Bekasi, Jawa Barat Akurasi Tulisan Pada tulisan Dwi Andreas San- tosa di Kompas, S e l a sa ( 3/ 5 ) , ”Wa s pada Pangan 2016”, ada be- berapa data perlu diklarifi kasi agar tak menyesatkan publik. Menurut Andreas, data impor kedelai 2015 meningkat 9,8 per- sen menjadi 6,417 juta ton. Perlu dicermati, dari impor sebanyak itu sebagian besar (64 persen) berupa bungkil dan residu padat untuk pakan ternak, 1 persen untuk kecap, tepung, minyak, dan minuman. Yang dikonsumsi un- tuk tahu dan tempe hanya 2,26 juta ton (35 persen). Impor ke- delai diharapkan berkurang se- iring program peningkatan pro- duksi kedelai. Andreas menyajikan data im- por pangan 2015 menguras de- visa 8,84 miliar dollar AS atau Rp 116,5 triliun. Perlu dilihat bahwa ekspor sektor pertanian jauh le- bih tinggi, yaitu 28,04 miliar dol- lar AS atau setara Rp 369,3 tri- liun. Artinya neraca perdagangan sektor pertanian 2015 surplus 13,55 miliar dollar AS, setara de- ngan Rp 178,4 triliun. Andreas menyatakan agar tak memaksakan diri menanam padi di musim kemarau. Menurut ka- mi, tak ada paksaan kepada pe- tani: kalaupun menanam padi saat kemarau harus dipastikan ketersediaan airnya. Kewaspadaan penting, tetapi jangan menakut-nakuti. Berbagai kajian menunjukkan gejolak har- ga pangan bukan akibat pasokan kurang, tetapi lebih karena faktor distribusi, tata niaga, asimetri in- formasi, ekspektasi, disparitas harga, anomali pasar, dan struk- tur maupun perilaku pasar. LUTHFUL HAKIM Pusdatin, Kementerian Pertanian Beda Persepsi Terima kasih atas tanggapan positif Saudara Luthful Hakim dari Pusdatin, Kementerian Per- tanian, terhadap tulisan saya ”Waspada Pangan 2016”, Kom- pas, Selasa (3/5). Terkait impor kedelai, menu- rut saya itu hanya masalah per- bedaan persepsi saja. Pusdatin berpersepsi bahwa impor kedelai hanya untuk tahu/tempe, se- dangkan menurut saya adalah total impor kedelai baik untuk pangan, pakan, dan lainnya se- bagaimana impor gandum, ja- gung atau komoditas lainnya. Total ekspor komoditas per- tanian untuk seluruh subsektor (26 komoditas dan kategori ta- naman pangan lain) pada 2014 adalah 19,91 miliar dollar AS dan pada 2015 sebesar 17,67 miliar dollar AS atau menurun 11,27 persen (Kementan 2014-2015). Ekspor didominasi kelapa sa- wit sebesar 98,2 persen. Data yang disajikan Pusdatin barang- kali termasuk produk perkebun- an lain, tetapi bukan komoditas pangan. Soal menanam padi di musim kemarau dan gejolak harga pa- ngan, itu adalah pandangan pri- badi yang bersangkutan. DWI ANDREAS SANTOSA Guru Besar Fakultas Pertanian IPB HP Kembali Dalam perjalanan saya ke Ja- karta, Rabu (20/4), dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta menuju hotel, telepon genggam saya tertinggal di taksi Blue Bird carteran dari bandara. Maklum, jalanan macet dan sudah larut malam. Segera saya menelepon ke agen taksi tersebut di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, mena- nyakan apakah ada telepon geng- gam yang dilaporkan. Agen ter- sebut menjawab bahwa barang telah dititipkan oleh sopir ke ba- gian operasional Blue Bird dan akan diantar ke hotel keesokan harinya tanpa biaya. Benar, Kamis (21/4), telepon genggam saya sudah diantar ke Hotel Sahati, Pasar Minggu. Teri- ma kasih kepada Manajemen Blue Bird dan terutama kepada sopir taksi carteran Saudara Da- yat. PAULUS MUJIRAN Jl Borobudur Utara, Manyaran, Semarang DIDIE SW

Upload: phungthuan

Post on 09-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Menghindari Jebakan Resesi SURAT KEPADA REDAKSI · an agregat global. Sebenarnya in - vestasi di sektor publik masih terbuka lebar, yaitu investasi in-frastruktur yang dibutuhkan

KO M PA S, K A M I S, 1 2 M E I 2 01 6 7OPINI

Menghindari Jebakan ResesiO l e h T R I W I N A R N O

K inerja perekono-mian dunia sepan-jang 2016 dipas-

tikan masih memprihatin-kan, mengarah pada stag-nasi berkepanjangan yangbelum tampak titik te-r a n g ny a .

Meminjam istilah Direktur Pe-laksana Dana Moneter Interna-sional Christine Lagarde, kondisiperekonomian global memasukiera the New Mediocre. Hampirsemua kategori negara, baik ma-ju, berkembang, maupun emer -ging markets, harap-harap cemas.Bahkan mesin ekonomi AS yangdiharapkan menjadi satu-satunyamotor penggerak ekonomi global,telah kehabisan napas.

Yang paling mengkhawatirkanmenurut PBB dalam laporan ber-tajuk World Economic Situationand Prospect 2016, ekonomi ne-gara berkembang diperkirakanhanya tumbuh rata-rata 3,8 per-sen, terendah sejak krisis ke-uangan global 2009, dan dapatdisejajarkan dengan kondisi rese-si ekonomi dunia 2001. Penye-babnya, turunnya harga komo-ditas dunia, yang tahun ini di-perkirakan masih akan turun se-kitar 10 persen.

Pertumbuhan ekonomi Tiong-kok, menurut IMF, terus menu-run lima tahun terakhir, dari 10,6persen pada 2010 ke 6,9 persenpada 2015 dan diproyeksikan 6,3persen pada 2016. Rusia dan Bra-sil terpuruk ke jurang resesi. .Negara petro dollar sekelas ArabSaudi pun sempoyongan akibatanjloknya harga minyak.

Penyebab utama kelesuan eko-nomi global adalah lemahnyapermintaan agregat dunia yangdipicu meningkatnya ketimpang-an dan pengetatan fiskal yangsecara ekonomis dirasa kurangrasional. Kelompok yang di atasmembelanjakan pendapatannyalebih sedikit dari kelompok dib awah, sehingga jumlah uangyang ditempatkan di keuanganjauh melebihi dana yang dibelan-jakan. Dunia kelebihan uang yangmenganggur yang ditempatkandi sistem keuangan, terutama disistem perbankan.

Di samping itu, dunia sedangmenghadapi proses transformasistruktural yang berat dan menya-kitkan. Di AS dan Eropa sedangberlangsung transformasi darimanufaktur ke sektor jasa. DiTiongkok dari ekonomi yang di-gerakkan ekspor ke ekonomiyang dimotori permintaan do-mestik. Begitu pula, kebanyakannegara yang ekonominya berba-sis komoditas, seperti Afrika,Amerika Latin, dan sebagianAsia—termasuk Indonesia—ku -rang mampu memanfaatkan pe-luang untuk mendiversifikasikanperekonomiannya selama boo -ming harga komoditas. Akibat-

nya, negara- negara itu benar-be-nar mengalami kesulitan ekono-mi akibat turunnya harga ko-moditas ekspor utama mereka.

Menghindari jebakanBagaimana dunia bisa meng-

hindar dari jebakan stagnasi yangmengarah pada resesi global ini?Jawabnya, menurut beberapa pa-kar ekonomi, productive quan-titative easing policies. Yaitu, sua-tu implementasi kebijakan de-ngan cara menyediakan likuiditasinternasional yang memadai un-tuk menutup kebutuhan inves-tasi di proyek infrastruktur. Mi-rip-mirip kombinasi q u a n t i t a t i veeasing AS dan Proyek Manhattan,tetapi skalanya global.

Siapa yang mampu melakukanke b i j a k an itu? Jawabnya: AS, zo-na euro, Inggris, Jepang, danTiongkok, yaitu negara-negarayang mata uangnya digunakansebagai cadangan devisa resmiinternasional. Namun, mencer-mati kondisi ekonomi negara-ne-gara itu serta trade off yang di-timbulkannya, rasanya berat me-reka mampu melakukannya. Halini karena bagi negara yangmengimplementasikan kebijakanitu, mereka akan menghadapiTriffin dilemma, pertentanganantara kepentingan internasionaljangka panjang dan kepentingandomestik jangka pendek.

Dalam perekonomian duniayang tingkat bunganya hampirmendekati nol, dollar AS yangmenguat akan mengakibatkandeflasi di pasar global, mirip de-ngan kondisi masih diberlaku-kannya standar emas dalam tran-saksi keuangan internasional ta-hun 1930-an. Meski demikian,sebenarnya negara yang palingmampu menarik dunia dari je-bakan resesi adalah AS. Namun,langkah ini perlu keberanian un-tuk mengatasi Triffin dilemma.Dengan memenuhi permintaanlikuiditas global, negara tersebutakan mengalami peningkatan ri-siko, berupa pelebaran defisittransaksi berjalan.

Tampaknya, AS tak akan bera-ni menghadapi risiko ini. Begitupula negara maju lain yang matauangnya digunakan sebagai ca-dangan devisa resmi internasio-nal. Pertumbuhan yang stagnandan beban utang yang tinggi diEropa dan Jepang telah menu-runkan moral pengambil kebi-jakan untuk menaikkan pajakatau melakukan pinjaman agarada ruang untuk kebijakan ek-spansi fiskalnya. Sebagai akibat-nya, kebijakan moneter negaramaju telah sangat terbebani, se-hingga hampir tidak ada celahuntuk bermanuver.

Dari 2007 hingga 2014, banksentral empat negara penciptacadangan devisa resmi interna-sional (AS, euro, Inggris, dan Je-pang) telah melakukan ekspansineraca mereka 7,2 triliun dollarAS. Sebagai akibatnya, uang ber-

edar meningkat 9 triliun dollarAS, tapi kredit swasta hanya me-ningkat 1,8 triliun dollar AS, yangmengindikasikan kelemahantransmisi kebijakan moneter kesektor riil.

Selain itu, meski tingkat bungamendekati nol mengurangi be-ban biaya pembayaran bungapinjaman, tetapi beban utang riil-nya mengalami peningkatan ka-rena penurunan inflasi. Selamarumah tangga dan perusahaanterus melakukan penguranganutang, pada hakikatnya neracanegara-negara tersebut telahmengalami resesi.

Satu-satunya kandidat negaraberkembang yang mampu me-mompa likuiditas internasionaladalah Tiongkok. Namun, Tiong-kok dihadapkan pada penurunankinerja perekonomian yang men-cemaskan yang belum diketahuiujungnya, sehingga Tiongkok di-sibukkan oleh tantangan domes-tik yang luar biasa, sehingga per-ekonomiannya dikhawatirkanakan mengalami hard landing.

Mekanisme transmisiPermasalahan global saat ini

bukan tak adanya peluang, tetapikarena tak adanya kemauan poli-tik untuk mendorong perminta-an agregat global. Sebenarnya in-vestasi di sektor publik masihterbuka lebar, yaitu investasi in-frastruktur yang dibutuhkan ne-gara berkembang dan investasiuntuk memitigasi perubahancuaca yang mampu mengangkatdunia dari jebakan resesi. Diper-lukan sekitar 6 triliun dollar ASper tahun selama 15 tahun kedepan untuk investasi infrastruk-tur guna mengatasi pemanasanglobal.

G-30 juga memperkirakanperlu tambahan dana sekitar 7,1triliun dollar AS per tahun untuki nvestasi di sembilan negara uta-ma—mewakili 60 persen PDBdunia—guna mendorong per-tumbuhan ekonomi global me-nuju dunia yang kian sejahtera.

Mengingat tak adanya negarapencipta cadangan devisa inter-nasional (termasuk AS) yang ber-sedia menggelontorkan likuiditasyang dibutuhkan untuk menutupkesenjangan investasi di infra-struktur, harus diciptakan matauang baru yang berlaku sebagailikuiditas internasional, di manayang menerbitkannya tak meng-hadapi risiko Triffin dilemma.

Tinggal hanya satu pilihan: Spe-cial Drawing Right (SDR) IMF.

Jalan untuk menjadikan SDRsebagai likuiditas internasionalmasih panjang, karena SDR saatini hanya berfungsi sebagai asetcadangan (reserve asset), yang ka-pitalisasinya hanya 285 miliardollar AS, relatif sangat kecil di-bandingkan cadangan devisa glo-bal yang mencapai 10,5 triliundollar AS (di luar emas moneter).Namun, perluasan peran SDR da-lam arsitektur keuangan globalyang baru—yang bertujuan untukmembuat mekanisme transmisikebijakan moneter lebih efektif—dapat dicapai tanpa hambatanyang berarti. Hal ini karena, seca-ra konseptual peningkatan SDRsetara dengan peningkatan ne-raca bank sentral global (quan -titative easing).

Bank-bank sentral memperbe-sar neracanya dengan cara ber-investasi melalui IMF dalambentuk peningkatan SDR-nya.Karena SDR berfungsi sebagaiekuitas, berarti dapat diinvesta-sikan di bank dunia atau lembagaperbankan multilateral lainnya,untuk pembiayaan investasi disektor publik. Penarikan SDR-nya dapat diatur sedemikian rupauntuk menghindari dampak in -flatoir berlebihan.

Contoh skenarionya sebagaiberikut. Bank-bank sentral me-ningkatkan alokasi SDR-nya diIMF, misalnya, 1 triliun dollar AS.Kalau l e ve ra g e -nya lima kali, IMFdapat meningkatkan pinjaman keanggotanya atau menginvestasi-kan di proyek infrastruktur me-lalui bank pembangunan mul-tilateral setidak-tidaknya 5 tri-liun dollar AS. Di samping itu,bank pembangunan multilateraldapat meningkatkan l e ve ra g e -nya dengan melakukan pinjamandi pasar modal, sehingga keter-sediaan dananya bisa kian mem-besar. Kemudian, proyeknya da-pat dijual kembali ke investorsebagai sekuritas yang dijaminaset berupa proyek infrastrukturuntuk membiayai proyek-proyekbaru. Meski demikian, terciptaefek pengganda yang mampumendorong ekonomi global larilebih kencang.

Pada sistem keuangan konven-sional, dana yang tersedia untukinvestasi terkendala oleh jumlahtabungan yang tercipta. Akantetapi, dengan kerangka sistemmoneter internasional yang barutersebut, dengan menggunakankebijakan moneter yang lebihkreatif, likuiditas, dan kredit in-ternasional dapat diciptakan tan-pa terkendala oleh pembentukantabungan global, yang hanya ber-dampak relatif kecil terhadap in-flasi. Syaratnya, kondisi pereko-nomian global mengalami kele-bihan kapasitas produksi dan le-mahnya permintaan agregat.

TRI WINARNOPeneliti Ekonomi,

Bekerja di Perbankan

Gawat Darurat Kekerasan di SekolahO l e h R E T N O L I S T Y A R T I

T epat pada peringat-an Hari PendidikanNasional, 2 Mei

2016, kita dikejutkan duaberita besar terkait keke-rasan pada anak.

Pertama, kasus tewasnya Yu-yun, siswi SMP berusia 14 tahunyang diperkosa dan dibunuh 14pemuda di Rejang Lebong, Beng-kulu. Dua di antara pelaku adalahteman sekolah korban. Kedua,kasus video perundungan (bull -ying) siswa senior terhadap siswayunior SMAN 3 Jakarta. Korbantidak hanya ”dimaki”, tetapi juga”d i p a k sa ” m e r o ko k .

Kedua kasus tersebut menam-bah panjang daftar kekerasan pa-da anak. Meski tidak menimbul-kan korban jiwa sekalipun, setiapkasus kekerasan pasti menimbul-kan traumatik bagi anak. Meskitidak mengalami kekerasan fisik,tetapi perundungan berdampaksangat berbahaya bagi perkem-bangan anak.

Tak lagi jadi ”taman”Berbagai kasus perundungan

yang terjadi di sekolah membuk-tikan sekolah tidak lagi jadi tem-pat yang aman dan nyaman bagisiswa. Hal ini diperkuat denganhasil penelitian yang dilakukanPlan International dan Interna-tional Center for Research onWomen pada 2014, yang meng-ungkapkan bahwa 84 persen sis-wa atau 7 dari 10 siswa di Indo-nesia pernah mengalami keke-rasan di sekolah, di mana 43persen di antaranya tak melaku-kan apa pun saat melihat tindakkekerasan di sekolah.

Kisah tewasnya Ringgo, siswaSDN 09 Makassar, Jakarta Ti-mur, 2014, jadi contoh bahwasekolah tak lagi aman bagi anak.Penganiayaan pada Ringgo olehkakak kelasnya terjadi di kelaspada jam istirahat dan disaksikanbeberapa teman kelasnya. Na-

mun, tidak ada siswa yang beranimencegah, bahkan mereka takutmelaporkan ke gurunya.

Setahun kemudian, terjadikembali kasus siswa SD tewaskarena kekerasan fisik yang dila-kukan teman sekelasnya. Kali inimenimpa siswa SDN 07 Pagi Ke-bayoran Lama Utara, Jakarta Se-latan. Peristiwa itu terjadi padasaat sedang berlangsung lombamenggambar dan mewarnai disekolah tersebut. Sulit dibayang-kan bahwa hal ini terjadi di ling-kungan sekolah, pada jam se-kolah dan pada jenjang SD.

Di luar kekerasan yang bersifatfisik, anak-anak juga berbagi ten-tang penggunaan kata-kata yangmempermalukan, bahasa keke-rasan, dan bentuk-bentuk emo-sional lain yang menjadikan se-kolah tak lagi aman dan nyamanbuat peserta didik.

Contohnya, kasus di Bekasi,ko r ban perundungan bahkansampai bunuh diri karena merasatertekan dan malu karena terus-menerus diejek ”anak tukang bu-bur”. Guru dan wali kelas menge-tahui ejekan tersebut, tetapi tidakpeka untuk menghentikan se-hingga korban yang secara psikistertekan tidak merasa menda-patkan empati dari orang dewasadi lingkungan sekolahnya. Kor-ban pun putus asa sampai kemu-dian memutuskan mengakhirih i d u p ny a .

Di berbagai kasus, kekerasanjadi hal biasa, dan itu menjadinormal bagi anak-anak, di manamereka tak melaporkan perilakuitu dan tidak menganggapnya se-bagai satu kesalahan. Di Yogya-karta, misalnya, kasus kekerasanyang dialami seorang siswi olehbeberapa siswi teman sekolahnyahanya gara-gara atribut ”hellok i tt y ” yang dipakai korban. Kor-ban disekap dan mengalami ke-kerasan fisik. Para pelaku nota-bene semuanya perempuan. Adadugaan, pihak sekolah tidak bisadiharapkan menyelesaikan ma-

salah ini, sehingga orangtua kor-ban lebih memilih melaporkankasus tersebut ke polisi.

Kasus perundungan di sekolahtidak dapat diselesaikan dari satusektoral saja. Namun, banyak pi-hak yang harus turun tanganuntuk menyelesaikan permasa-lahan tersebut. Tak hanya guru,orangtua, dan siswa juga harusdiberi pendidikan untuk men-jauhi tindakan perundungan dandisadarkan bahayanya perun-dungan bagi perkembangan keji-waan anak.

Orangtua dan guru harus me-miliki kepekaan terhadap per-ubahan sikap anak yang tak se-perti biasanya. Kepekaan ini pen-ting agar dapat segera menanganipengalaman kekerasan yang me-nimpa anak. Jangan sampaianak-anak merasa tak memilikiorang dewasa untuk mengadu.

Kepekaan dan kemampuanmengatasi kekerasan dari paraguru dan kepala sekolah harusdiupayakan pemerintah pusat/daerah. Sebab, dalam berbagaikasus menunjukkan fakta bahwabanyak guru dan kepala sekolahgagap dalam menangani keke-rasan di sekolah. Misalnya, carake pala SMAN 3 Jakarta yangakan menahan ijazah siswa kelasXII pelaku perundungan sebagaibentuk hukuman adalah carayang kurang tepat. Apa pun alas-annya, menahan ijazah pesertadidik tidak diperkenankan.Sanksi ini pun tidak akan mem-berikan efek jera.

Memutus rantai kekerasanTak kalah penting adalah ke-

sungguhan birokrasi pendidikandalam mendukung sekolah me-mutus mata rantai kekerasan. Sa-yangnya, banyak birokrasi pendi-dikan di daerah yang gagap, mi-salnya, pejabat Dinas PendidikanProvinsi DKI Jakarta yang meng-anggap manajemen sekolah tidakbisa dibilang ”gagal” ketika pe-rundungan terjadi di luar seko-

lah, meski dalam video itu parakorban masih mengenakan se-ragam batik sekolah tersebut.

Ketentuan Permendikbud No-mor 82 Tahun 2015 mendorongsekolah dan pemerintah daerahmelakukan upaya penanggulang-an terhadap tindak kekerasan.Lingkupnya mulai dari tindakankekerasan terhadap siswa, tindakkekerasan yang terjadi di sekolah,terjadi dalam kegiatan sekolahyang digelar di luar wilayah seko-lah, hingga tawuran antarpela-j a r.

Kekerasan yang dilakukan se-cara bersama-sama biasanya di-rencanakan dan kerap terjadi le-bih dari sekali, meski yang keta-huan publik baru satu video ka-rena diunggah ke Instagram. Ma-najemen sekolah seharusnya da-pat mendeteksi indikasi yangmuncul karena perundunganbiasanya tak muncul spontan. Sa-at siswa yunior dikumpulkan,pastilah sudah ada pemberita-huan dari seniornya untuk kum-pul pada waktu dan tempat yangsudah ditentukan, minimal se-hari sebelumnya. Ini sesungguh-nya bukti kelalaian manajemen.

Anak-anak pelaku kekerasanadalah juga korban kekerasan da-ri senior sebelumnya. Mereka pe-laku sekaligus korban. Korbandari sebuah sistem pendidikanyang tidak adil terhadap pesertadidik. Sekolah adalah tempat pa-ling subur membangun budaya,seharusnya yang disuburkan ada-lah budaya positif yang men-junjung nilai-nilai kemanusiaan.

Kekerasan dalam bentuk dandengan alasan apa pun adalahmelanggar harkat kemanusiaan.Sekolah harus jadi zona amandan nyaman bagi peserta didik.Pendidikan seharusnya memper-tajam pikiran dan menghaluskannurani kemanusiaan.

RETNO LISTYARTIPraktisi Pendidikan dan

Sekjen Federasi Serikat GuruIndonesia (FSGI)

Kereta Bekasi-Tanah Abang

SURAT KEPADA REDAKSIAnda dipersilakan mengirimkan surat pembaca atau komentar mengenai ke-bijakan/layanan publik, konten artikel di halaman opini, ataupun pemberitaan diKo m p a s . Surat pembaca atau komentar dikirim ke [email protected] atau keRedaksi Ko m p a s Jalan Palmerah Selatan Nomor 26-28, Jakarta 10270, denganmenuliskan nama lengkap, alamat, dan nomor telepon yang bisa dihubungi, disertaidengan fotokopi atau scan identitas diri.

S ebagai pelanggan kereta rel listrik commuterline, saya berterima kasih dengan banyaknyapembenahan yang dilakukan PT KAI terhadap

fasilitas di stasiun maupun kereta api. Alangkahbaiknya jika pembenahan ini juga mempercepatwaktu tempuh dan memperluas rute yang dilayani.

Menurut saya, lama perjalanan commuter line (CL) rutePalmerah-Bekasi pada jam pulang kerja semakin lama se-makin panjang, kini mencapai 2,5 jam. Ini termasuk waktutunggu, dua kali pindah KA, dan antre sinyal masuk StasiunManggarai. Padahal, biasanya bisa ditempuh dalam 1,5 jam.

Sebagai penumpang rute Palmerah-Bekasi saya harusberpindah KA di Stasiun Tanah Abang dan Stasiun Mangga-rai. Di Stasiun Tanah Abang penumpang saling impit karenasempitnya tangga untuk berpindah jalur.

Saya mengusulkan untuk mengoperasikan kembali CLTanah Abang-Bekasi, yang sekitar dua tahun lalu pernahberoperasi, tetapi sekarang dihentikan, terutama di jamberangkat dan pulang kerja.

Semoga PT KAI, khususnya pengelola CL Jabodetabek,mempertimbangkan masukan ini.

EKO WARDHANRawa Lumbu RT 003 RW 005, Bekasi, Jawa Barat

Akurasi TulisanPada tulisan Dwi Andreas San-

tosa di Kompas, S e l a sa ( 3/ 5 ) ,”Wa s pada Pangan 2016”, ada be-berapa data perlu diklarifi kasiagar tak menyesatkan publik.

Menurut Andreas, data imporkedelai 2015 meningkat 9,8 per-sen menjadi 6,417 juta ton. Perludicermati, dari impor sebanyakitu sebagian besar (64 persen)berupa bungkil dan residu padatuntuk pakan ternak, 1 persenuntuk kecap, tepung, minyak, danminuman. Yang dikonsumsi un-tuk tahu dan tempe hanya 2,26juta ton (35 persen). Impor ke-delai diharapkan berkurang se-iring program peningkatan pro-duksi kedelai.

Andreas menyajikan data im-por pangan 2015 menguras de-visa 8,84 miliar dollar AS atau Rp116,5 triliun. Perlu dilihat bahwaekspor sektor pertanian jauh le-bih tinggi, yaitu 28,04 miliar dol-lar AS atau setara Rp 369,3 tri-liun. Artinya neraca perdagangansektor pertanian 2015 surplus13,55 miliar dollar AS, setara de-ngan Rp 178,4 triliun.

Andreas menyatakan agar takmemaksakan diri menanam padidi musim kemarau. Menurut ka-mi, tak ada paksaan kepada pe-tani: kalaupun menanam padisaat kemarau harus dipastikanketersediaan airnya.

Kewaspadaan penting, tetapijangan menakut-nakuti. Berbagaikajian menunjukkan gejolak har-ga pangan bukan akibat pasokankurang, tetapi lebih karena faktordistribusi, tata niaga, asimetri in-formasi, ekspektasi, disparitasharga, anomali pasar, dan struk-tur maupun perilaku pasar.

LUTHFUL HAKIMPusdatin,

Kementerian Pertanian

Beda PersepsiTerima kasih atas tanggapan

positif Saudara Luthful Hakimdari Pusdatin, Kementerian Per-tanian, terhadap tulisan saya”Waspada Pangan 2016”, Kom -pas, Selasa (3/5).

Terkait impor kedelai, menu-rut saya itu hanya masalah per-

bedaan persepsi saja. Pusdatinberpersepsi bahwa impor kedelaihanya untuk tahu/tempe, se-dangkan menurut saya adalahtotal impor kedelai baik untukpangan, pakan, dan lainnya se-bagaimana impor gandum, ja-gung atau komoditas lainnya.

Total ekspor komoditas per-tanian untuk seluruh subsektor(26 komoditas dan kategori ta-naman pangan lain) pada 2014adalah 19,91 miliar dollar AS danpada 2015 sebesar 17,67 miliardollar AS atau menurun 11,27persen (Kementan 2014-2015).

Ekspor didominasi kelapa sa-wit sebesar 98,2 persen. Datayang disajikan Pusdatin barang-kali termasuk produk perkebun-an lain, tetapi bukan komoditaspangan.

Soal menanam padi di musimkemarau dan gejolak harga pa-ngan, itu adalah pandangan pri-badi yang bersangkutan.

DWI ANDREAS SANTOSAGuru Besar

Fakultas Pertanian IPB

HP KembaliDalam perjalanan saya ke Ja-

karta, Rabu (20/4), dari BandaraInternasional Soekarno-Hattamenuju hotel, telepon genggamsaya tertinggal di taksi Blue Birdcarteran dari bandara. Maklum,jalanan macet dan sudah larutmalam.

Segera saya menelepon keagen taksi tersebut di Terminal 3Bandara Soekarno-Hatta, mena-nyakan apakah ada telepon geng-gam yang dilaporkan. Agen ter-sebut menjawab bahwa barangtelah dititipkan oleh sopir ke ba-gian operasional Blue Bird danakan diantar ke hotel keesokanharinya tanpa biaya.

Benar, Kamis (21/4), telepongenggam saya sudah diantar keHotel Sahati, Pasar Minggu. Teri-ma kasih kepada ManajemenBlue Bird dan terutama kepadasopir taksi carteran Saudara Da-yat.

PAULUS MUJIRANJl Borobudur Utara,

Manyaran, Semarang

DIDIE SW