in vaginasi
DESCRIPTION
IntisitusepsiTRANSCRIPT
CASE REPORT DAN REFERAT
INVAGINASI
Oleh:
Doni TrinandaNPM H1A010028
Pembimbing:
dr. Amiruddin Rahman, Sp.B
BAGIAN / SMF ILMU BEDAHFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BENGKULU
RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMAD YUNUSBENGKULU - 2014
1
BAB I
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. P
Umur : 9 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Berat badan : 10 kg
Alamat : Jl. Sejahtera Padang Kapuk, Kecamatan Merigi Sakti
Suku Bangsa : Indonesia
Nama Ibu : Ny. M
Alamat : Jl. Sejahtera Padang Kapuk, Kecamatan Merigi Sakti
Suku Bangsa : Indonesia
Masuk Rumah Sakit : 30 Mei 2014
Keluar Rumah Sakit : 3 Juni 2014
No Rekam Medis : 652065
B. DATA DASAR
1. ANAMNESIS (Alloanamnesis dengan Ibu pasien)
a. Keluhan Utama : Buang air besar keluar darah sejak dua hari SMRS
2
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 2 hari SMRS, penderita mengalami BAB bercampur darah
sebanyak 3 kali, disertai muntah yang isinya apa yang dimakan dan
diminum, setiap kali masuk makanan maupun minuman. Anak
dikeluhkan menjadi lebih rewel, dan kaang-kadang menangis tiba-tiba.
Keluhan ini juga disertai dengan muntah, perut kembung, dan demam.
Satu hari SMRS, keluhan tidak berkurang. BAB bercampur
lendir dan darah. Ibu mengaku saat demam tinggu, anak tiba-tiba kejang
seluruh tubuh lebih kurang lima menit. Saat sadar, anak nangis. Oleh
orangtua, pasien dibawa ke RS Bhayangkara tingkat III, dilakukan
pemasangan NGT, pemasangan infus dan obat-obatan dari infus dan
dirujuk ke RS. M. Yunus.
c. Riwayat Penyakit Dahulu : Penderita belum pernah mengalami hal
serupa sebelumnya. Pasien pernah dipijat lebih kurang 1 mingu yang
lalu. Imunisasi terakhir didapat adalah imunisasi campak. Anak lahir dari
ibu usia 23 tahun, P1A0. Anak lahir spontan dibantu bidan, langsung
menangis saat lahir. Riwayat pemberian ASI eksklusif sampai pasien 6
berusia bulan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga : Keluarga penderita belum pernah
mengalami hal serupa sebelumnya.
e. Riwayat Pekerjaan dan Sosial Ekonomi: Penderita merupakan anak
kedua dari dua bersaudara.
C. PRIMARY SURVEY
A: Bebas
B: Spontan, reguler, RR: 28x/menit
C: HR: 128x/menit
Suhu: 38o C axiller
3
Apatis, terlihat gelisah, terkadang tertidur tenang
D. SECONDARY SURVEY
Kepala
Bentuk : Normochepali, tidak ada deformitasRambut : Hitam, belum tumbuh merata
Wajah
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak pucat, dan tidak ikterik
Mata
Konjungtiva : Anemis (+/+)Sclera : Tidak ikterik (-/-)Pupil : Isokhor, reflek cahaya langsung +/+
Reflek cahaya tidak langsung +/+Gerakan bola mata baik
Telinga
Bentuk : Dalam batas normalHidung
Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitasSeptum : terletak di tengah dan simetris
Mulut dan Tenggorok
Bibir : normal, tidak pucat, tidak sianosisMukosa mulut : normal, tidak hiperemisRegio toraks
ParuInspeksi dan palpasi : Bentuk dan gerak simetris kiri dan kananAuskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing
-/- Jantung : Dalam batas normal
Regio abdomen
Inspeksi : Perut tampak membuncit, kelainan kulit (-),
perdarahan (-), jaringan parut (-)
Palpasi : Nyeri tekan sulit dinilai, teraba massa pada
perut bagian atas, tidak teraba (kosong) pada
4
perut bagian bawah (dance sign +),massa
tersebut berkonsistensi padat ,berbentuk seperti
sosis dan dapat digerakkan
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus +
Regio ekstremitas : Tidak tampak deformitas
Akral hangat pada ekstremitas superior,
namun dingin pada ekstremitas inferior
Inspeksi pada faeses penderita: Darah (+), lendir (+)
E. DIAGNOSIS
Invaginasi usus
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. LABORATORIUM
Nilai Nilai Normal
Ht 43 37-47 %
Hb 12,7 13-18 gr/dl
Leukosit 22.500 4.000-10.000 mm3
Trombosit 404.000 150.000-400.000
sel/mm3
Malaria (-) negative
G. TINDAKAN
Operasi: Laparotomi eksplorasi milking procedure + reseksi anastomosis end to
end
Laporan operasi (31 Mei 2014):
Pasien diposisikan supine
A dan antiseptic prosedure
Insisi midline
5
Di dalam rongga abdomen, didapatkan intususepsi ileo-colica
Diputuskan untuk dilakukan tindakan milking procedure
Didapatkan nekrosis pada ileum dan berlanjut ke kolon ascenden
sampai fleksura hepatika
Diputuskan untuk melakukan reseksi anastomosis end to end
Perdarahan dirawat
Rongga abdomen dicuci sampai bersih dengan NaCl hangat
Luka operasi ditutup lapis demi lapis
Operasi selesai
H. HASIL FOLLOW-UP
1. Hari pertama pasien di rawat di ICU (1/Juni/2014):
S : Pasien terlihat lemas
O : KU TSS, Apatis, N: 110x RR:25x S:36o C
A : Post laparotomy + reseksi anastomosis end to end et causa
invaginasi ileo-colica
P : RL xv gtt/menit, Cefotaxime inj 2x250 mg, ketorolac 3x1/2
amp, NGT terpasang, Puasa
2. Hari kedua pasien di rawat di ICU (2/Juni/2014):
S : Keadaan lemas, gelisah (+)
O : KU TSB, Somnolen, N: 105x RR:24x S:35,5C
A : Post laparotomy + reseksi anastomosis end to end et causa
invaginasi ileo-colica
P : RL xv gtt/menit, Cefotaxime inj 2x250 mg, ketorolac 3x1/2
amp, NGT terpasang, Diet makanan cair
3. Hari ketiga pasien di rawat di ICU (3/Juni/2014):
S : Pasien meninggal dunia
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Invaginasi artinya prolapsus suatu bagian usus ke dalam lumen bagian
yang tepat berdekatan.1 Invaginasi atau intususepsi sering ditemukan pada
anak dan agak jarang pada orang muda dan dewasa.Kebanyakan ditemukan
pada kelompok umur 2-12 bulan, dan lebih banyak pada anak
lelaki.2Berdasarkan penelitian O’Ryan et al, dari kasus intususepsi di RS
Santiago tahun 2000-2001 ditemukan bahwa insidens invaginasi pada pasien
berusia kurang dari 12 bulan sebanyak 55 per 100.000 kelahiran hidup,
sedangkan untuk usia 0-24 bulan sebanyak 35 per 100.000 kelahiran
hidup.3Insidens bervariasi dari 1-4 per 1.000 kelahiran hidup. Laki-laki
berbanding perempuan 4:1.4
Invaginasi pada anak biasanya idiopatik karena tidak diketahui
penyebabnya.2 Paul Barbette dari Amsterdam mengenalkan istilah invaginasi
pada tahun 1674.Pada tahun 1899, Treves mendefinisikannya sebagai
prolapsus usus ke dalam lumen yang berdampingan dengannya. Seorang ahli
bedah asal Inggris, John Hutchinson adalah orang pertama yang berhasil
melakukan operasi pada kasus invaginasi pada tahun 1873.5
Penelitian Ko melaporkan gejala klinis tersering pada invaginasi
adalah muntah (89,5%), nyeri perut dan menangis kuat (89,5%), demam
(52,6%), bloody stool (26,3%), massa abdomen (15,8%), hematemesis
7
(10,5%).6Invaginasi dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus
yang masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis.2
Invaginasi adalah suatu proses di mana segmen intestin masuk ke
dalam bagian lumen usus yang dapat menyebabkan obstruksi pada saluran
cerna.7 Invaginasi artinya prolapsus suatu bagian usus ke dalam lumen bagian
yang tepat berdekatan.1Bagian usus yang masuk disebut intususeptum dan
bagian yang menerima intususepturn dinamakan intususipiens. Oleh karena itu,
invaginasi disebut juga intususepsi.5
Gambar 2.1 Invaginasi8
2.2 Etiologi
Sebagian besar etiologi invaginasi pada anak tidak dapat ditentukan
atau disebut juga invaginasi primer.Faktor presipitasi invaginasi pada anak
dapat berupa infeksi virus dan pertumbuhan tumor intestinum.Dahulu,
beberapa kasus invaginasi berhubungan dengan vaksin rotavirus.Rotavirus
adalah virus yang dapat menyebabkan infeksi yang dapat mengakibatkan
terjadinya diare, vomitus, demam, dan dehidrasi. Pada orang dewasa
invaginasi dapat disebabkan oleh tumor jinak maupun ganas saluran cerna,
8
parut (adhesive) usus, luka operasi pada usus halus dan kolon, IBS (Irritable
Bowel Syndrome), dan Hirschsprung.8
Hipertrofi Payer’s patch di ileum dapat merangsang peristaltik usus
sebagai upaya mengeluarkan massa tersebut sehingga menyebabkan
invaginasi. Invaginasi sering terjadi setelah infeksi saluran napas bagian atas
dan serangan episodik gastroenteritis yang menyebabkan pembesaran jaringan
limfoid.2,5,9Adenovirus ditemukan pada 50% kasus invaginasi. Invaginasi
idiopatik umumnya terjadi pada anak berusia 6 -36 bulan karena tingkat
kerentanannya tinggi terhadap virus.5
Pada sekitar 5-10% penderita, dapat dikenali hal-hal pendorong untuk
terjadinya intususepsi, seperti appendiks terbalik, divertikulum Meckel, polip
usus, limfosarkoma. Intususepsi juga dapat terjadi pada penderita kistik
fibrosis yang mengalami dehidrasi.4
2.3 Patofisiologi
Invaginasi sekunder biasanya terjadi karena adanya lesi patologis atau
iritan pada dinding usus yang dapat menghambat gerakan peristaltic normal
serta menjadi lokus minoris untuk terjadinya invaginasi.Invaginasi
dideskripsikan sebagai prolaps internal usus proksimal dalam lekukan
mesenterika dalam lumen usus distal.Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
obstruksi pada pasase isi usus dan menurunkan aliran darah ke bagian usus
yang mengalami invaginasi tersebut. Akhirnya dapat mengakibatkan obstruksi
usus dan peradangan mulai dari penebalan dinding usus hingga iskemia
dinding usus.10
9
Mesenterium usus proksimal tertarik ke dalam usus distal, terjepit, dan
menyebabkan obstruksi aliran vena dan edema dinding usus yang akan
menyebabkan keluarnya feses berwarna kemerahan akibat darah bercampur
mucus (red currant stool).5,9,11 Jika reduksi intususepsi tidak dilakukan, terjadi
insufisiensi arteri yang akan menyebabkan iskemik dan nekrosis dinding usus
yang akan menyebabkan pendarahan, perforasi, dan peritonitis.12Perjalanan
penyakit yang terus berlanjut dapat semakin memburuk hingga menyebabkan
sepsis.13
2.4 Klasifikasi
Lokasi pada saluran cerna yang sering terjadi invaginasi merupakan
lokasi segmen yang bebas bergerak dalan retroperitoneal atau segemen yang
mengalami adhesive. Invaginasi diklasifikasikan menjadi 4 kategori
berdasarkan lokasi terjadinya: 10
1. Entero-enterika : usus halus masuk ke dalam usus halus
2. Colo-kolika: kolon masuk ke dalam kolon
3. Ileo-colica: ileum terminal yang masuk ke dalam kolon asendens
4. Ileosekal: ileum terminal masuk ke dalam sekum di mana lokus
minorisnya adalah katup ileosekal.
Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik ke
kolon asendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektum.2
10
2.5 Diagnosis
Anamnesis memberikan gambaran yang cukup mencurigakan bila bayi
yang sehat mendapat serangan nyeri perut.Anak tampak gelisah dan tidak
dapat ditenangkan sedangkan di antara serangan biasanya anak tidur tenang
karena sudah capai sekali.Serangan klasik terdiri atas nyeri perut, gelisah
sewaktu serangan kolik, biasanya keluar lendir campur darah (red current jelly
stool) per anal, yang berasal dari intususepsi yang tertekan, terbendung atau
mungkin sudah mengalami strangulasi. Anak biasanya muntah sewaktu
serangan dan pada pemeriksaan perut dapat diraba massa yang biasanya
memanjang dengan batas yang jelas seperti sosis.2Massa teraba di kuadran
kanan atas dengan ditemukannya sensasi kekosongan di kuadran kanan bawah
karena masuknya sekum pada kolon ascenden (dance’s sign).14
Bila invaginasi disebut strangulasi harus diingat kemungkinan
terjadinya peritonitis setelah perforasi.Invaginasi yang masuk jauh dapat
ditemukan pada pemeriksaan colok dubur. Ujung invaginatum teraba seperti
portio uterus pada pemeriksaan vagina sehingga disebut sebagai pseudoportio
atau porsio semu.2
Invaginatum yang keluar lewat rectum jarang ditemukan; keadaan
tersebut harus dibedakan dengan prolapsus mukosa rectum. Pada invaginasi
didapatkan invaginatum bebas dari dinding anus, sedangkan prolapsus
berhubungan secara sirkuler dengan dinding anus.2
Pada inspeksi sukar sekali membedakan prolapsus rectum dari
invaginasi.Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan jari sekitar
penonjolan untuk menentukan ada tidaknya celah terbuka. Diagnosis
11
invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik, dan dipastikan dengan
pemeriksaan rontgen dengan pemberian enema barium.2
Pemeriksaan foto polos abdomen, dijumpai tanda obstruksi (lihat
Gambar 2.2) dan massa di kuadran tertentu dari abdomen menunjukkan
dugaan kuat suatu invaginasi. USG membantu menegakkan diagnosis
invaginasi dengan gambaran target sign pada potongan melintang invaginasi
dan pseudo kidney sign pada potongan longitudinal invaginasi. Foto dengan
pemberian barium enema dilakukan jika pasien ditemukan dalam kondisi
stabil, digunakan sebagai diagnostik ataupun terapeutik. Sumbatan oleh
invaginatum biasanya tampak jelas pada foto.2
Gambar 2.2 Foto Polos Abdomen Invaginasi Usus
12
Gmbar 2.3 Foto USG Invaginasi Usus
Invaginasi pada orang muda atau orang dewasa jarang sekali idiopatik.
Umumnya ujung invaginatum pada orang dewasa merupakan polip atau tumor
lain di usus halus. Invaginasi juga disebabkan oleh pencetus seperti
divertikulum Meckel yang terbalik masuk lumen usus, kelainan vaskuler, atau
limfoma. Gejalanya berupa gejala dan tanda obstruksi usus, tetapi tergantung
dari letak ujung invaginasi.2
Kriteria diagnosis invaginasi akut:15
1. Invaginasi definitif (pasti invaginasi)
a. Kriteria bedah: ditemukannya invaginasi pada pembedahan
b. Kriteria radiologi: adanya baik gas maupun cairan kontras pada
enema pada usus halus yang berinvaginasi, adanya massa
intraabdominal yang dideteksi dengan USG
c. Kriteria autopsi: ditemukan invaginasi pada otopsi
2. Mungkin invaginasi (probable)
Memenuhi 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 3 kriteria minor
13
3. Possible invaginasi
Memenuhi paling sedikit 4 kriteria minor
Kriteria mayor pada invaginasi yakni: 15
1. Bukti adanya obstruksi saluran cerna
a. Riwayat muntah kehijauan
b. Distensi abdomen dan tidak adanya bising usus atau bising usus
abnormal
c. Foto polos abdomen menunjukkan adanya level cairan dan dilatasi
usus halus
2. Inspeksi
a. Massa di abdomen
b. Massa di rectal
c. Prolapsus intestinal
d. Foto polos abdomen, USG, CT menunjukkan invaginasi atau
massa dari jaringan lunak
3. Gangguan vaskuler intestinal dan kongesti vena
a. Keluarnya darah per rectal
b. Keluarnya feses yang berwarna red currant jelly
c. Adanya darah ketika pemeriksaan rectum
Adapun kriteria minor untuk invaginasi adalah: usia< 1 tahun, laki-laki,
nyeri perut, muntah, letargi, syok hipovolemik, foto polos abdomen
menunjukkan pola gas usus yang abnormal. 15
14
Gambar 2.6 Invaginasi ileokolika16
2.6 Tatalaksana
Tatalaksana invaginasi secara umum mencakup beberapa hal penting
sebagai berikut:
1. Resusitasi cairan dan elektrolit
2. Dekompresi maksudnya menghilangkan peregangan usus dan
muntah dengan selang nasogastrik, pemberian antibiotik
3. Reposisi bisa dilakukan dengan konservatif / non operatif dan
operatif.17
Pengelolaan reposisi hidrostatik dapat sekaligus dikerjakan sewaktu
diagnosis rontgen tersebut ditegakkan.2Metode ini dengan cara memasukkan
barium melalui anus menggunakan kateter dengan tekanan tertentu.17
Syaratnya ialah keadaan umum mengizinkan, tidak ada gejala dan tanda
rangsangan peritoneum, anak tidak toksik, dan tidak terdapat okbtruktif
tinggi.2
16
Tekanan hidrostatik tidak boleh melewati satu meter air dan tidak
boleh dilakukan pengurutan atau penekanan manual di perut sewaktu
dilakukan reposisi hidrostatik. Pengelolaan berhasil jika barium kelihatan
masuk ileum.Reposisi pneumostatik dengan tekanan udara semakin sering
digunakan karena lebih aman dan hasilnya lebih baik daripada reposisi dengan
enema barium. 2
Jika reposisi konservatif ini tidak berhasil, terpaksa diadakan reposisi
operatif.2Pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu,
angka leukosit, mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah lanjut
yang ditandai dengan distensi abdomen, feses berdarah, gangguan sisterna
usus yang berat sampai timbul syok atau peritonitis, pasien segera
dipersiapkan untuk suatu operasi. Tindakan selama operasi tergantung dari
penemuan keadaan usus, reposisi manual harus dilakukan dengan halus dan
sabar, juga bergantung kepada keterampilan operator dan pengalaman
operator.17
Sewaktu operasi akan dicoba reposisi manual dengan mendorong
invaginasi dari oral kearah sudut ileosekal:dorongan dilakukan dengan hati-
hati tanpa tarikan dari bagian proksimal. 2Reseksi usus dilakukan pada kasus
yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus
diragukan atau ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi.17
Terapi intususepsi pada orang dewasa adalah pembedahan. Pada
intususepsi yang mengenai kolon sangat besar kemungkinan penyebabnya
adalah suatu keganasan. Oleh karena itu, ahli bedah dianjurkan untuk segera
melakukan reseksi, dengan tidak melakukan usaha reduksi. Pada intususepsi
17
dari usus halus harus dilakukan usaha reduksi dengan hati-hati, tetapi jika
ditemukan nekrosis, perforasi, dan edema, reduksi tidak perlu dilakukan dan
reseksi segera dikerjakan. Pada kasus-kasus yang idiopatik, tidak ada yang
perlu dilakukan selain reduksi.17
2.7 Prognosis
Intususepsi pada bayi yang tidak ditangani akan selalu berakibat fatal.
Angka rekurensi pasca reduksi intususepsi dengan enema barium adalah sekitar
10% dan dengan reduksi bedah sekitar 2-5%; tidak pernah terjadi setelah
dilakukan reseksi bedah. Mortalitas sangat rendah jika penanganan dilakukan
dalam 24 jam pertama dan meningkat dengan cepat setelah waktu tersebut,
terutama setelah hari kedua.4
18
BAB III
SIMPULAN
3.1 Simpulan
Invaginasi ialah suatu keadaan dimana segmen proksimal dari usus masuk
ke dalam segmen usus berikutnya dengan membawa serta mesenterium yang
berhubungan. Invaginasi atau intususepsi merupakan salah satu penyebab
terbanyak obstruksi usus pada bayi dan anak kecil.Penyebab invaginasi sebagian
besar tidak diketahui.
Invaginasi paling sering mengenai daerah ileosaekal dan jarang terjadi
pada orang dewasa dibandingkan anak-anak.Lokasi terjadinya invaginasi dapat
pada entero-enterika, kolo-kolika, ileokolika, ileosekal. Invaginasi dapat
menyebabkan obstruksi usus sehingga jika tidak ditangani dengan segera dan
tepat akan menimbulkan komplikasi lebih lanjut berupa perforasi sehingga terjadi
peritonitis.
Penatalaksanaan dapat berupa perbaikan kondisi umum berupa resusitasi
cairan dan elektrolit serta dekompresi, kemudian dilakukan reposisi. Reposisi
hidrostatik yang dapat dikerjakan sekaligus sewaktu diagnosis ditegakkan ataupun
reposisi pneumostatik. Jika reposisi konservatif gagal, reposisi operatif dapat
dilakukan. Intususepsi pada bayi yang tidak ditangani akan selalu berakibat fatal.
Angka mortalitas semakin meningkat jika penanganannya semakin lambat.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Anderson DM, et al. Kamus kedokteran Dorland. 29th ed. Jakarta: EGC;
2002.
2. Sjamsuhidajat R, Jong WD, editors. Buku ajar ilmu bedah. 2nd ed. Jakarta:
EGC; 2004.
3. Miguel OR, Yalda L, Alfredo P, Teresa VM. Two year review of intestinal
intussusception in six large public hospitals of Santiago, Chile. Pediatric
Infectious Disease Journal. 2003;22:717-21.
4. Willye R. Intususepsi. In: Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM, editors.
Nelson ilmu kesehatan anak. 15th ed. Jakarta: EGC; 2000.
5. Ignacio RC, Fallat ME. Intussusception. In: Holcomb GW, Murphy JP,
editors. Ashcraft’s pediatric surgery. 5th ed. Philadephia: Saunders
Elsevier; 2010.
6. Ko SF, Lee TY, Ng SH, Wan YL, Chen MC, Tiao MM, et al. Small bowel
intussusceptions in symptomatic pediatric patients: experiences with 19
surgically proven cases. World Journal of Surgery. 2002;26(4):438-43.
7. Blanco FC. Pediatric intussusceptions. Medscape Reference [serial on the
Internet]. 2010; [cited 2014 Jun 26]; [about 4 p.]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/930708-overview
8. Mayo Clinic [homepage on the Internet]. Arizona: Intussusception; c1998-
2011 [cited 2014 Jun 26]. Available from:
http://www.mayoclinic.com/health/intussusception/DS00798
20
9. Fardah AA, Ranuh RG, Sudarmo SM. Intususepsi. Fakultas Kedokteran
UNAIR. 2006 [cited 2014 Jun 27]; Available from:
http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-
dzti231.htm
10. Marinis A, Yiallourou A, Samanides L, Dafnios N, Anastasopoulos G,
Vassiliou S, et al. Intussusception of the bowel in adults: a review. World
Journal Gastroenterology. 2009;15(4):407-11.
11. King L. Intussusception in emergency medicine. 2010 June 15 [cited 2014
Jun 27]. Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/802424-media.
12. Texas Pediatric Surgical Associates. Intussusception.[cited 2014 Jun 28].
Available from:
URL:http://www.pedisurg.com/pteduc/Intussusception.htm.
13. Spalding SC, Evans B. Intussusception. Emergency Medicine Journal.
2004;36(11):12-9.
14. Brunicardi FC,Andersen DK, Billiar TR, Dun DL, Hunter JG, Pollock RE.
Schwartz’s principle of surgery. 8th ed. United Stated of America: The
MacGraw-Hill Companies; 2007.
15. Bines JE, Ivanoff B, Justice F, Mulholland K. Clinical case definition for
the diagnosis of acute intussusceptions. Journal of Pediatric
Gastroenterology and Nutrition. 2004;39:511-8.
16. Shenlie. Intussusception. Olivarez College Paranaque Journal. 2010;1-10.
21
17. Ilmu Bedah. Invaginasi. 2009 [diakses 28 Juni 2014]. Diunduh dari:
http://www.bedahugm.net/bedah/bedah-anak/invaginasi.
22