mengembalikan citra kawasan jalan braga...

154
Mengembalikan Citra Kawasan Jalan Braga Bandung Nurtati Soewarno, Taufan Hidjaz, Eka Virdianti

Upload: others

Post on 04-Feb-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Mengembalikan Citra KawasanJalan Braga Bandung

    Nurtati Soewarno, Taufan Hidjaz, Eka Virdianti

  • Mengembalikan Citra KawasanJalan Braga Bandung

    Nurtati Soewarno, Taufan Hidjaz, Eka Virdianti

  • MENGEMBALIKAN CITRA KAWASAN JALAN BRAGA BANDUNG© Nurtati Soewarno, Taufan Hidjaz, Eka Virdianti

    Hak cipta dilindungi undang-undang ada pada Penulis

    ISBN: 978-602-50238-3-5

    PenyuntingDaniel Mahendra

    PengatakEndang Dedih

    Foto IsiNurtati Soewarno, Taufan Hidjaz, Eka Virdianti

    Foto SampulEka Virdianti

    Perancang SampulEka Virdianti & Tia Ramafustriani

    Diterbitkan olehPENERBIT EPIGRAFepigraf.idPos-el: [email protected]: bukuepigrafTwitter: @bukuepigrafInstagram: buku.epigraf

    Bandung, November 2018

  • Nur

    tati

    Soew

    arno

    , Tau

    fan

    Hid

    jaz,

    Eka

    Vird

    iant

    i5

    PENGANTAR

    Lingkungan yang responsif salah satunya dapat diamati dari aspek fungsional, dari ruang kota dalam mengakomodasi berbagai aktivitas, seperti desain bangunan, struktur spasial, citra tempat dan peran serta komunitas dalam memaknai tempatnya. Dalam wacana desain urban, khususnya berkaitan dengan kawasan konservasi kota, isu keberlanjutan (sustainable design) turut menjadi salah satu ciri lingkungan yang responsif. Untuk Kawasan Braga sebagai kawasan konservasi, telah dilakukan penelitian untuk memahami fenomena yang terjadi pada area yang memiliki keunikan dan kekhasan, tidak hanya dilihat dari sisi fisik bangunan dan kawasannya, tetapi juga dari sisi makna kawasan serta pengguna/pelaku kawasan tersebut.

    Paparan buku ini adalah hasil kajian Penelitian Terapan Unggulan Perguruan Tinggi (PTUPT), DIKTI tahun 2017 dengan tujuan untuk menggali pemahaman mengenai bagaimana keberadaan kawasan konservasi jalan Braga (khususnya segmen-2/Braga Panjang) dalam proses perkembangan kota Bandung yang mengalami penurunan citra. Pada masa kolonial

    menjadi tempat interaksi dan simbol gaya hidup berkelas tersendiri. Pendekatan ini tidak hanya melihat aspek fisik keruangan tapi juga menekankan lebih pada proses interaksi antara manusia sebagai individu pengunjung dengan manusia lainnya sebagai komunitas, atau manusia dengan ruang dan sebaliknya. Hasil dari penelitian ini adalah untuk menemukan strategi pendekatan tema ruang berdasarkan asimilasi desain dan asimilasi fungsi bangunan dari kawasan Braga berbasis sustainable design, untuk mengarahkan pengembangan konservasi yang mampu meningkatkan kembali fungsi ekonomi dan sosialnya yang telah banyak hilang. Arah pengembangan konservasi ini agar dapat mengembalikan citra sebelumnya kendati tidak sepenuhnya yang akan dicapai.

    Namun diharapkan keberlanjutan fungsi kawasan dari aspek ekonomi dan sosial akan mampu meningkat dengan mengembalikan citra Braga sebagai kawasan bernilai bagi interaksi sosial dan ekonomi yang kemudian diharapkan menjadi aset budaya kota Bandung.

  • Nur

    tati

    Soew

    arno

    , Tau

    fan

    Hid

    jaz,

    Eka

    Vird

    iant

    i7

    DAFTAR ISI

    PENGANTAR — 5PENDAHULUAN — 9

    KOTA KREATIF— 17

    JALAN BRAGA BAGI KAWASAN BANDUNG — 21

    LATAR BELAKANG SEJARAH — 25

    KORIDOR BRAGA SEBAGAI CAGAR BUDAYA — 29

    ASPEK LINGKUNGAN, EKONOMI, DAN SOSIAL TERKAIT EKSISTENSI KORIDOR BRAGA — 35

    Konektivitas dalam Sustainable Design — 371. Konektivitas Site dan Lingkungan— 422. Konektivitas Site dan Interaksi Sosial — 45

    3. Konektivitas Site dan Ekonomi — 474. Konektivitas Site dan Arsitektur — 48

    Respon Pengunjung Terhadap Koridor Braga — 50Studi Kasus - Adaptasi Bangunan — 51

    STRATEGI PENDEKATAN — 57

    MENGEMBALIKAN CITRA DAN ATMOSPHERE BRAGA UNTUK PENINGKATAN NILAI INTERAKSI KAWASAN — 73

    SEMANTIKA TERBENTUKNYA CITRA DALAM ATMOSPHERE RUANG — 77

    UNSUR RUANG MEMBENTUK CITRA DAN ATMOSPHERE — 83

    DESAIN INTERIOR UNTUK MENINGKATKAN CITRA EKSTERIOR DI KAWASAN JALAN BRAGA — 103

    CAFE THE SUGA RUSH, SEBUAH KASUS — 109

    PENATAAN LINGKUNGAN EKSTERIOR UNTUK MENINGKATKAN CITRA KAWASAN JALAN BRAGA — 113

    STRATEGI PRESERVASI DENGAN ALIH FUNGSI YANG ADAPTIVE — 117

    BRAGA DALAM ANALISIS SWOT — 129a. Eksistensi dan Degradasi Bangunan di Kawasan Braga — 129

  • Men

    gem

    balik

    an C

    itra

    Kaw

    asan

    Jala

    n Br

    aga

    Band

    ung 8

    b. Konektivitas Lingkungan, Ekonomi dan Sosial — 130c. Regulasi, Penilaian dan Peran Serta Masyarakat di Kawasan Braga — 131d. Data Eksternal dan Internal di Kawasan Braga — 132

    STRATEGI GREEN DESIGN UNTUK OPTIMALISASI PENERAPAN PRINSIP KONEKTIVITAS SUSTAINABLE — 141

    PENUTUP — 147

    DAFTAR PUSTAKA — 149TENTANG PENULIS — 153

  • Nur

    tati

    Soew

    arno

    , Tau

    fan

    Hid

    jaz,

    Eka

    Vird

    iant

    i9

    PENDAHULUAN

    Kota Bandung adalah kota bersejarah yang terkait perkembangan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana Jakarta, Surabaya dan Yogyakarta. Karenanya sangat diharapkan memiliki keberlanjutan tahapan pembangunan, agar sejarah pembentukan kota terutama yang berkaitan dengan sejarah Indonesia dapat dinikmati.

    Tahapan keberlanjutan tersebut pada dasarnya berupa kawasan-kawasan bersejarah yang pembentukannya bertahap dan berurutan, yang kemudian menjadikan kota Bandung sebagai lintasan cerita. Kawasan kota di jalan Braga misalnya memiliki artefak yang dapat dilihat dan dirasakan menjadi saksi dan berperan dalam sejarah perkembangan Indonesia secara umum dan Bandung secara khusus. Arsitektur di kawasan Braga adalah arsitektur kota yang khas, yang mana terjadi hubungan timbal balik antara masyarakat sebagai pelaku pada kawasan tersebut dengan ruang sebagai wadah aktivitasnya. Kemudian Kota Bandung berkembang meninggalkan kawasan Braga sebagai embrionya.

    Gambar 1Suasana Koridor Braga

  • Men

    gem

    balik

    an C

    itra

    Kaw

    asan

    Jala

    n Br

    aga

    Band

    ung 10

    Kawasan-kawasan yang berada di luar kawasan Braga menjadi kawasan yang lebih berkembang sebagai kawasan komersial. Braga yang merupakan kawasan bersejarah cenderung ditinggalkan masyarakatnya dan kurang mendapat perhatian, sehingga akhirnya bila tidak dilestarikan akan menjadi kawasan yang tingkat kualitas lingkungannya menurun bahkan bisa menjadi kawasan mati.

    Kawasan jalan Braga memiliki keunikan sendiri, dari sisi ruang dan pelakunya, yakni sebuah poros jalan yang pada masa awalnya merupakan jalan yang didalamnya berderet pertokoan kelas atas yang juga diperuntukkan bagi masyarakat kalangan elit kota. Kemudian pada perkembangannya kawasan jalan Braga ini mengalami penurunan aktivitas kota serta kualitas lingkungan, kalah bersaing dengan kawasan komersial baru seperti jalan Dago, jalan Sukajadi dengan “Paris van Java” nya, jalan Purnawarman dengan BEC, dan jalan Gatot Subroto dengan Trans Mall. Tetapi dalam beberapa tahun terakhir ini dengan adanya upaya perbaikan sarana dan prasarana dari multi pihak untuk menjadikan kawasan ini menjadi kawasan konservasi yang bisa hidup kembali serta mengembalikan citranya seperti semula, ada terlihat kecenderungan peningkatan interaksi sosial dan ekonomi di kawasan Braga.

    Kota Bandung memiliki luas wilayah 16.729,65 Ha dengan jumlah penduduknya mencapai 2.490.622 jiwa (BPS Kota Bandung, 2016) dan pada siang hari, jumlah orang yang ada di Kota Bandung meningkat hampir 2 kali lipat. Hal ini terjadi karena banyaknya penduduk di luar Kota Bandung yang bekerja di Kota Bandung. Besarnya jumlah penduduk tersebut membawa konsekuensi semakin besarnya tekanan

    terhadap lingkungan hidup dan sumber daya alam. Walaupun telah dilakukan berbagai upaya pengelolaan lingkungan, namun demikian hasilnya belum optimal. Hal ini terlihat dari berbagai permasalahan yang dihadapi Kawasan Braga seperti penurunan kualitas lingkungan, penurunan permukaan air tanah, ketersediaan air bersih, kemacetan lalu lintas yang berpotensi terhadap peningkatan pencemaran udara, serta belum seimbangnya luas ruang terbuka kawasan.

    Jika Yogya punya Malioboro, Surabaya memiliki Tunjungan, Kota Bandung

    sebenarnya tidak kalah hebat karena

    punya Braga. Jalan yang membentang Utara-Selatan di pusat kota itu sekaligus

    menjadi salah satu landmark dan kebanggaan warga kotanya, karena sulit

    dicari tandingannya di daerah lain.

    Braga termasuk jalan paling tua di Kota Bandung. Bangunan-bangunan pertokoan dan restoran yang terletak di kiri kanan jalan tersebut merupakan bangunan tua yang umurnya hampir mendekati seratus tahun. Bangunan-bangunan tersebut bukan hanya merupakan bukti masa lalunya, pada zaman keemasan kolonial Belanda. Tetapi Braga sekaligus menjadi sebuah museum terbuka yang menyimpan paling banyak langgam gaya arsitektur pada masanya, seperti art deco,

  • Nur

    tati

    Soew

    arno

    , Tau

    fan

    Hid

    jaz,

    Eka

    Vird

    iant

    i11

    Indo European, neo klasik, gaya campuran sampai gaya arsitektur modern bisa kita jumpai di sepanjang jalan tersebut. Sebelum mengalami modernisasi, bangunan bangunan sepanjang Jalan Braga bergaya arsitektur Oude Holland. Bangunan ini dicirikan dengan bangunan induk dan memiliki gudang atau paviliun yang letaknya sejajar. Tetapi Walikota Bandung pada saat itu, B. Coops sangat berambisi menjadikan Braga sebagai kompleks pertokoan paling terkemuka di Bandung, “De meest Europeessche winkel straat van Indie”.

    Bangunan di Braga ini, didominasi dalam kondisi aktif, sementara bangunan lain tutup dan dalam kondisi menyedihkan tidak terawat. Padahal Pemerintah Kota Bandung sudah berusaha meningkatkan kualitas sarana pendukungnya dengan memperbaharui penutup permukaan jalan dengan material batu andesit, memperbaiki jalur pedestrian dengan material batu andesit, menanam pohon hias disepanjang pedestrian, memasang bola-bola batu dan kursi duduk dibeberapa tempat sehingga pengunjung yang berjalan sepanjang jalur pedestrian merasakan suasana baru. Namun upaya ini hanya mampu meningkatkan aktivitas jalan Braga pada bagian-bagian tertentu yang ditandai oleh posisi toko baru hasil renovasi atau restoran baru yang juga merupakan adaptasi pemilik bangunan agar bisa bertahan sebagai bangunan komersial. Tetapi untuk ukuran kawasan Braga yang dulunya begitu prestisius proses adaptasi dengan alih fungsi ini tidak menyeluruh, atau belum terintegrasi dengan peraturan memperlakukan eksterior bangunan yang dikonservasi.

    Gambar 2Suasana di Trotoir Braga

  • Men

    gem

    balik

    an C

    itra

    Kaw

    asan

    Jala

    n Br

    aga

    Band

    ung 12

    Gambar 3Perbaikan jalur pedestrian dengan mengganti material jalur pedestrian yang ramah terhadap difable

    dengan menambah jalur pengarah untuk pengunjung tunanetra

  • Nur

    tati

    Soew

    arno

    , Tau

    fan

    Hid

    jaz,

    Eka

    Vird

    iant

    i13

    Perbaikan jalur pedestrian dengan mengganti penutup lantainya batu andesit bertekstur dengan jalur pengarah linier dan bertekstur untuk pengunjung tunanetra. Elevasi jalur pedestrian yang tidak terlalu tinggi dari jalan, ditambah penggunaan ramp di beberapa tempat, menandakan desain jalur pedestrian ini telah mempertimbangkan kaum difable.

    Kesan estetis ditimbulkan dari elemen street furniture. Elemen ini menjadi salah satu fitur atraktif yang berhasil menarik minat pengunjung Braga. Penambahan Bollard yaitu bola-bola batu berdiameter 70 cm, Bangku, Pohon bunga bertajuk sedang, Bangku dan Lampu Jalan. Hal tersebut memberikan dampak cukup besar pada ruang luar, sehingga Braga menjadi lebih hidup.

    Dahulu aktivitas kawasan kebanyakan diisi oleh kelompok wisatawan lokal dan internasional yang mungkin pernah punya kenangan dan ingin bernostalgia dengan icon kawasan Bandung tempo dulu.

    Beberapa tahun ini, setelah pemerintahan kota melakukan penataan kawasan di beberapa taman kota dan area public space, terlihat perkembangan keramaian yang significant di tempat tersebut. Hal ini sesuai dengan salah satu misi RPJMD kota Bandung 2013-2018 bahwa Pemerintah Kota Bandung menghidupkan komunitas-komunitas bagian dari warga kota dengan memberikan tempat berkegiatan aktif, berkreatifitas dan berproduksi.

    Gambar 4Elemen Street Furniture di koridor Braga

  • Men

    gem

    balik

    an C

    itra

    Kaw

    asan

    Jala

    n Br

    aga

    Band

    ung 14

    Gambar 5Aktif itas di Jalur Pedestrian Braga

    Kawasan Braga dapat dijadikan sebagai

    ruang publik Kota Bandung dengan tagline kawasan konservasi dan komersial, daerah ini seharusnya menjadi magnet tempat interaksi komunitas warga Kota maupun Internasional/Wisatawan.

  • Nur

    tati

    Soew

    arno

    , Tau

    fan

    Hid

    jaz,

    Eka

    Vird

    iant

    i15

  • Men

    gem

    balik

    an C

    itra

    Kaw

    asan

    Jala

    n Br

    aga

    Band

    ung 16

    Penataan ini memberikan stimulus untuk mendatangkan pengunjung ke kawasan Braga, seperti teori dalam Carr,1995 bahwa Ruang publik menyediakan sesuatu yang menarik secara visual, pengalaman dan perbedaan aktifitas. Aktifitas yang terjadi dalam tempat tersebut menciptakan komunikasi antara lingkungan dan komunitas kota.

    Kawasan Braga dapat dijadikan sebagai ruang publik Kota Bandung dengan tagline kawasan konservasi dan komersial, daerah ini seharusnya menjadi magnet tempat interaksi komunitas warga kota maupun internasional.

    Namun, keramaian di Braga hanya bersifat temporal, pengunjung terlihat hanya melintasi koridor, duduk, berfoto dan mengobrol. Dari sudut pandang komersial, tidak terlihat keramaian kelompok pembelanja yang bertransaksi mata dagangan dari toko Braga, padahal inilah yang akan mampu menunjang keberlangsungan fungsi dari bangunan-bangunan komersial tersebut. Kalaupun ada yang berjualan dengan membuka toko tapi belum terlihat merata kesibukannya.

    Beberapa bangunan yang sudah melakukan adaptasi dengan mengganti fungsi toko menjadi cafe atau restoran, tetapi masih terlihat sepi pengunjung. Padahal kalau melihat nilai kawasan yang posisinya sangat strategis bagi kota Bandung, maka keberlanjutan fungsi dan daya tarik dari citra kawasan sangat memerlukan intervensi kebijakan pemerintah kota yang mampu memadukan kebutuhan akan adaptasi dan peraturan yang diimplementasikan secara menyeluruh bagi kawasan jalan Braga.

  • Nur

    tati

    Soew

    arno

    , Tau

    fan

    Hid

    jaz,

    Eka

    Vird

    iant

    i17

    KOTA KREATIF

    Sejak dulu Bandung telah dikenal sebagai kota kreatif dengan potensi sumber daya manusia kreatif, menjadi pusat kegiatan kreatif, mode, seni, dan budaya dengan sebutan “Parijs van Java”. Kini Bandung juga dikenal sebagai kota pendidikan dan daerah tujuan wisata. Dengan terpilihnya Kota Bandung sebagai pilot project kota kreatif se-Asia Timur di Yokohama 2007 maka diciptakan slogan “Bandung Creative City” guna mendukung misi tersebut. Bandung adalah salah satu kota yang cukup kondusif untuk mengembangkan industri kreatif. Masyarakat Kota Bandung yang toleran terhadap ide ide baru dan menghargai kebebasan individu menjadi modal utama dalam pengembangan industri kreatif. Selain itu, Kota Bandung merupakan tempat yang sangat potensial untuk mensinergikan dan mengkolaborasikan perguruan tinggi, pelaku bisnis, masyarakat, pemerintah dan media dalam rangka menciptakan kultur ekonomi kreatif. Perkembangan ekonomi kreatif di Kota Bandung menunjukan peningkatan yang cukup memuaskan. Sejauh ini, subsektor industri kreatif yang dapat

    dijadikan unggulan Kota Bandung diantaranya yaitu musik, fashion, seni, desain, arsitektur, IT dan makanan (kuliner).

    Ruang Fisik Lingkungan hidup dan sumber daya alam di Kota Bandung, termasuk Kawasan Braga merupakan salah satu modal utama pembangunan yang berguna untuk meningkatkan kesejahteraan warganya. Oleh karena itu, kualitas dan kuantitas lingkungan hidup dan atau sumber daya alam harus tetap terjaga. Walaupun beberapa jenis komponen lingkungan hidup atau sumber daya alam bersifat terbarukan, seperti air dan udara, namun bila dalam pemanfaatannya melebihi daya regenerasi atau asimilasinya, maka kualitas kedua sumber daya alam tersebut akan semakin menurun yang pada gilirannya akan menghambat laju pembangunan. Di samping itu, walaupun sumber daya alam berupa air tidak akan habis, namun bila daurnya terganggu, maka akan dapat menimbulkan berbagai persoalan seperti banjir dan kekeringan yang pada gilirannya juga menghambat kelancaran pembangunan. Mengingat kualitas dan kuantitas lingkungan hidup dan atau sumber daya alam penting bagi pembangunan, maka informasi tentang kedua kondisi lingkungan tersebut serta berbagai perubahannya sangat diperlukan dalam merencanakan setiap kegiatan pembangunan.

    Sejumlah tema-tema empiris telah digali secara langsung dalam upaya memaknai ruang perkotaan sepanjang Kawasan Jalan Braga secara alami dan wajar, dalam setting kawasan permanen dan temporer. Karena tema-tema yang terbangun masih berada dalam bingkai unit-unit amatan (tema-tema parsial), maka dalam tahap berikutnya adalah merangkai tema-tema tersebut secara utuh menjadi tema-tema

  • Men

    gem

    balik

    an C

    itra

    Kaw

    asan

    Jala

    n Br

    aga

    Band

    ung 18

    komprehensif. Agar tema-tema terangkai secara komprehensif, maka diperlukan kategorisasi unsur-unsur dalam tema-tema yang sama dan sejenis. Tema-tema komprehensif tersebut memuat substansi mendasar secara lengkap yang diyakini dapat menjadi kumpulan tema-tema unik dan spesifik untuk membangun beberapa konsep. Kemudian beberapa konsep-konsep tersebut diharapkan menjadi dasar membangun teori/ pengetahuan tentang ruang perkotaan ini.

    Konsep yang terbangun telah mengalami intepretasi dan penalaran tidak hanya sekadar catatan dan fakta dari lapangan yang didiskripsikan dan dinyatakan secara sederhana, tetapi telah ada pemikiran yang lebih maju sehingga menjadi pengetahuan penghubung sebelum menuju ke pengetahuan puncak yang lebih bermakna. Proses terbangunnya konsep-konsep didasarkan kepada tiga unsur pokok, yaitu: 1) simbol; 2) makna tertentu (konsepsi); dan 3) fenomena/fakta objek/peristiwa/referensi empirik. Konsep merupakan simbol yang diberi makna (konsepsi) tertentu untuk fenomena/fakta/objek/peristiwa/referensi empirik tertentu. Berdasarkan sudut bangunan teori, konsep merupakan unsur utama untuk membentuk teori (Ihalauw, 2004).

    Konsep dalam pembangunan tidak akan terlepas dari budaya yang berkembang. Kebudayaan selalu senafas dengan jamannya. Ekspresi budaya berupa ilmu pengetahuan dan seni akan ditentukan oleh patron utama, yaitu ‘penguasa’ (Widagdo 2005).

    Menurut J.J Hoenigman Terdapat 3 wujud gagasan budaya yaitu : (1) Gagasan, (2) Aktifitas dan (3) Artefak/Karya. Kawasan Braga merupakan sebuah karya arsitektur atau blueprint yang

    masih bertahan hingga masa kini. Banyak istilah langgam untuk karya arsitektur di kawasan ini, dalam Kunto, 1985 disebutkan langgam Indo-Europeeschen Architectuur Stijl yaitu penggabungan gaya arsitektur Eropa dengan Indonesia, istilah lain menyebut Indisch Style.

    Bila ditinjau lebih lanjut, Braga dibangun ketika zaman penguasa Kolonial yaitu tahun 1910, Braga ditujukan sebagai pusat perbelanjaan bagi orang-orang Eropa yang berada di Hindia Belanda. Selain Patron utama yang menentukan ekspresi karya arstitektur, menurut Hidayatun, 2004 “Agama, sosial-budaya, ekonomi, dan politik, serta lingkungan dan iklim memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap bentuk-bentuk arsitektur yang terjadi pada masa dan tempat tertentu”.

    Arsitektur Indische, merupakan bentuk arsitektur hasil perpaduan langgam arsitektur yang dibawa penguasa Kolonial pada saat itu (zaman langgam art deco) dengan iklim tropis, seperti yang hadir di sepanjang jalan Braga ini. Bangunan mempunyai ciri-ciri simetris, memiliki ritme vertikal dan horisontal yang relatif sama kuat, desain disesuaikan dengan iklim tropis; pengaturan ruang, ventilasi dan perlindungan hujan. Arsitektur seperti sebuah puzzle, yang merupakan satu potongan kecil dari sebuah gambar yang lebih besar. Tidak dapat dilihat sebagai keindahan satu potongan kecil melainkan bagaimana indahnya saat sebuah gambar yang lebih besar telah tersusun. Arsitektur seperti mengisi celah sebuah bagian kota yang belum selesai. Desain yang timbul harus sesuai dengan konsep secara keseluruhan, jika tidak akan terjadi kekacauan.

    Konsep Ruang Asimilasi yakni peleburan sifat khas yang dimiliki dengan sifat lingkungan sekitar atau pembauran nilai

  • Nur

    tati

    Soew

    arno

    , Tau

    fan

    Hid

    jaz,

    Eka

    Vird

    iant

    i19

    dan sikap warga masyarakat yang tergolong sebagai suatu kelompok atau pembauran diri terhadap kebudayaan dan pola-pola perilaku. Sehingga “Asimilasi” dalam ruang lingkup kawasan kota merupakan proses yang timbul pada setting fisik ruang kota dan pelaku ruangnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda dan saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama sehingga masing-masing kebudayaan berubah sifatnya menjadi unsur kebudayaan campuran.

    Titik berangkat arsitektur Indische adaptif terhadap iklim tropis. Faktor iklim dapat disebut sebagai generator utama dalam desain arsitektur tropis. Dalam tahap yang paling

    Gambar 6Arsitektur dan Ruang Kota Kawasan Braga Tempo Dulu. https://commons.

    wik imedia.org/wiki/File:COLLEC TIE_TROPENMUSEUM_De_Bragaweg_Bando-eng_TMnr_10014713.jpg

    Gambar 7Arsitektur dan Ruang Kota Koridor Braga Masa Kini

    sederhana, arsitektur tropis merupakan adaptasi dari desain dan konstruksi modern terhadap iklim. Dalam perkembangannya arsitektur tropis tentu tidak melulu merupakan adaptasi terhadap iklim, tapi juga menjawab kebutuhan untuk mewadahi gaya hidup masyarakat tropis yang sangat khas. Ketika ruang perkotaan ini menjadi ajang menyampaikan ide, gagasan dan kreatifitas sekelompok paguyuban, seniman atau masyarakat lainnya, muncul keyakinan bahwa ruang perkotaan ini mampu menjadikan dirinya sebagai ruang ekspresi sekaligus gudang inspirasi. Jiwa dan semangat ruang perkotaan ini menjadi ajang menyampaikan ide (Katz, 1994).

  • Men

    gem

    balik

    an C

    itra

    Kaw

    asan

    Jala

    n Br

    aga

    Band

    ung 20

    Gambar 8Ekspresi Kreatif itas di Kawasan Braga (http://www.pariwisatabandung.info/malam-mingguan-di-bandung/ dan https://sepanjangjk .wordpress.com/2011/09/27/

    braga-festival-jalan-braga-panjang/

  • Nur

    tati

    Soew

    arno

    , Tau

    fan

    Hid

    jaz,

    Eka

    Vird

    iant

    i21

    JALAN BRAGA

    BAGI KAWASAN BANDUNG

    Bandung pada beberapa dekade terakhir telah mengalami perkembangan dan perubahan yang besar. Perubahan yang terjadi karena jumlah penduduk yang meningkat tajam dan perkembangan kebutuhan dan tekanan pembangunan dalam banyak aspek. Beberapa kawasan hunian berubah menjadi kawasan komersial seperti di jalan Ir.H.Djuanda (Dago), jalan RE Martadinata, jalan Progo, jalan Buah Batu dan beberapa jalan yang lain. Dalam perubahan tersebut, bangunan, maupun objek budaya yang perlu dilestarikan menjadi rawan untuk hilang dan hancur, karena dengan kekuatan kapital akan digantikan dengan bangunan fungsi yang berbeda dari hunian, ataupun objek lainnya yang lebih bersifat ekonomis-komersial. Kehadiran bangunan dengan fungsi komersial baru ini berdampak pada kawasan yang fungsi awalnya memang komersial dan prestisius pada mulanya, kemudian menjadi tertinggal dan kehilangan pamor

    serta menurun citranya, seperti pada kawasan Braga yang bersejarah. Hal ini diperkirakan karena kalah bersaing dengan kawasan lain yang baru, sementara kawasan Braga tidak pernah mampu mempertahankan dan meningkatkan citranya sebagai kawasan komersial karena kualitas fisik yang jauh menurun dimakan usia.

    Penurunan kualitas fisik tersebut, sebagaimana terjadi pada beberapa kawasan di beberapa kota, dengan mudah dapat diamati pada umumnya karena berada dalam tekanan pembangunan oleh pemilik kapital namun tanpa wawasan kesejarahan dan budaya. Dengan kondisi perkembangan yang terjadi sekarang, budaya membangun pada masyarakatpun telah mengalami perbedaan paradigma. Perbedaan ini terjadi karena kekuatan para pelaku pembangunan di kawasan kota tidaklah mengalami dan menjadi bagian dalam proses urbanis yang pragmatis.

    Pertambahan penduduk yang signifikan oleh urbanisasi dan industrialisasi menjadikan fenomena tersendiri yang menyebabkan serta permintaan akan lahan untuk permukiman semakin meningkat di Kota Bandung. Juga bangunan hunian pada kawasan jalan utama di tengah kota berubah fungsi menjadi bangunan komersial baru dan menyaingi kawasan komersial lama. Bangunan-bangunan komersial yang bersejarah tidak mampu menjaga keberlangsungannya sehingga menjadi kehilangan pamor dan penurunan citra. Bagian dari permasalahan itu, akan membuat kawasan kota yang menyimpan nilai kesejarahan semakin terdesak, tidak mampu bertahan dan mengalami perubahan wujud dan fungsi.

  • Men

    gem

    balik

    an C

    itra

    Kaw

    asan

    Jala

    n Br

    aga

    Band

    ung 22

    Perangkat rencana dan kota yang ada saat ini, selain masih belum banyak digunakan secara sempurna untuk mengendalikan wujud kota, secara umum pun belum dapat menjadi panduan operasional bagi pembentukan kawasan-kawasan di kota yang mampu menyesuaikan diri terhadap fenomena perubahan fisik, sosial dan budaya daerah urban. Dalam artian masih terdapat adanya kesenjangan antara rencana tata ruang yang bersifat dua dimensi dengan rencana fisik yang bersifat tiga dimensi, ataupun dengan gerak kehidupan masyarakat yang empat dimensional. Juga permasalahan konservasi kawasan Braga telah banyak diteliti dan dibahas dari berbagai sudut pandang, mulai dari potensi kesejarahannya, studi perbandingan dengan kasus sejenis dari mancanegara, pendekatan komersial dalam konservasi kawasan hingga kepada peranan bangunan-bangunan tua pada kawasan Braga.

    Pertemuan-pertemuan teknis dan akademis dilakukan untuk usaha konservasi kawasan tua bernilai historis di kota-kota besar Indonesia telah beberapa kali digelar. Gagasan menghadirkan kembali jejak perkembangan sejarah bangsa Indonesia, diwujudkan dengan usaha menjadikan kawasan-kawasan lama di kota-kota di Indonesia sebagai kawasan yang dilindungi dari kehancurannya. Namun karena keterbatasan sumber daya, usaha tersebut hanya mampu melestarikan sebagian kecil dari artefak/karya arsitektur di kawasan urban yang ada, misalnya yang dilakukan di Semarang, Kota Tua Jakarta, Surabaya, Medan dan beberapa kota lainnya di Indonesia.

    Pertentangan atau kontradiksi antara pembangunan sebagai kota “modern” dengan mempertahankan kota budaya yang masih mempunyai kesinambungan dengan masa lalu, telah menjadikan realitas permasalahan bagi kawasan kota.

    Para pengampu yang berkepentingan (stakeholders) dengan jalan Braga dan kota Bandung lebih sering melihat kawasan ini dan bangunannya sebagai benda fisik (physical artifact) ketimbang sebagai benda budaya (cultural artifact). Apa yang dapat dilihat hanya dari aspek yang denotatif sebagai bangunan komersial dengan wujud peninggalan lama, belum menangkap makna konotatif sebagai kawasan cagar budaya yang bermakna historis menyimpan cerita masa lalu Bandung yang bisa menjadi inspirasi pengembangan kota dan masyarakatnya untuk masa sekarang dan kedepan.

    Bangunan-bangunan komersial

    yang bersejarah tidak mampu menjaga keberlangsungannya

    sehingga kehilangan pamor dan penurunan citra. Bagian dari

    permasalahan itu, akan membuat kawasan kota yang menyimpan nilai kesejarahan

    semakin terdesak, tidak mampu bertahan dan mengalami perubahan

    wujud dan fungsi.

  • Nur

    tati

    Soew

    arno

    , Tau

    fan

    Hid

    jaz,

    Eka

    Vird

    iant

    i23

    Kawasan Braga merupakan kawasan konservasi yang pada awalnya seperti kawasan konservasi kota tua di kota-kota besar di Indonesia, telah mengalami degradasi penurunan kualitas serta aktivitasnya. Upaya yang dilakukan adalah mulai menghidupkan kembali fungsi-fungsi bangunan di Jalan Braga serta aktivitas masyarakat sebagai pelaku di dalam kawasan. Tapi yang terpenting adalah upaya melakukan adaptasi fungsi dan suasana kawasan untuk menghadirkan daya tarik bagi pengunjung sehingga citra yang dulu pernah ada pada kawasan Braga bisa terbangun kembali.

    Dengan kata lain untuk melakukan upaya terhadap pengembalian citra kawasan Braga khususnya, dan citra kota Bandung umumnya, maka fenomena hubungan antara pelaku dan ruang yang pernah terbentuk sebagai citra prestisius pada kawasan Braga dulu dihidupkan kembali, inilah yang akan diangkat di dalam pembahasan buku ini.

    Pengembangan dan pendalaman aspek-aspek yang berpengaruh pada perubahan citra tersebut, baik pada bangunan, kawasan maupun objek budaya yang perlu dilestarikan agar tidak menjadi hilang dan hancur, dan dengan sendirinya akan diupayakan dengan adaptasi agar menjadi terangkat citranya dan mampu menghidupkan kegiatan ekonomis-komersial sebagaimana dahulu.

    Penurunan kualitas fisik dengan mudah dapat diamati pada kawasan Braga pada umumnya karena terkepung dan berada dalam tekanan pembangunan kota Bandung. Urbanisasi dan industrialisasi menjadikan fenomena tersendiri yang menyebabkan pertambahan penduduk yang signifikan serta Gambar 9

    Modernisasi Kawasan Braga

  • Men

    gem

    balik

    an C

    itra

    Kaw

    asan

    Jala

    n Br

    aga

    Band

    ung 24

    permintaan akan lahan untuk permukiman semakin meningkat di perkotaan. Bagian dari permasalahan itu, akan membuat kawasan kota yang menyimpan nilai kesejarahan semakin terdesak dan terkikis. Pertentangan atau kontradiksi antara pembangunan sebagai kota “modern” dengan mempertahankan kawasan peninggalan yang masih mempunyai kesinambungan dengan masa lalu, telah menjadikan realitas permasalahan bagi kota Bandung.

    Para perancang kota lebih sering melihat kota sebagai benda fisik (physical artifact) ketimbang sebagai benda budaya (cultural artifact). Perangkat rencana kota yang ada saat ini, selain masih belum banyak dipakai secara sempurna untuk mengendalikan wujud kota, secara umum pun belum dapat memberikan panduan operasional bagi terbentuknya ruang kota yang akomodatif terhadap fenomena urban, baik situasi dan kondisi serta masyarakat yang menikmatinya.

    Gambar 10 Modernisasi Kawasan Braga

    Kawasan Braga merupakan kawasan konservasi yang pada awalnya seperti kawasan konservasi kota tua di kota-kota besar di Indonesia, telah mengalami degradasi penurunan kualitas serta aktivitasnya. Upaya yang dilakukan adalah mulai menghidupkan kembali fungsi-fungsi bangunan di Jalan Braga serta aktivitas masyarakat sebagai pelaku di dalam kawasan.

  • Nur

    tati

    Soew

    arno

    , Tau

    fan

    Hid

    jaz,

    Eka

    Vird

    iant

    i25

    LATAR BELAKANG SEJARAH

    Perencanaan dan pembangunan kawasan Braga oleh pemerintahan kolonial Belanda dimulai 1910, yang ditujukan sebagai pusat perbelanjaan bagi orang-orang Eropa yang berada di Hindia Belanda. Oleh karena Batavia dinilai tidak layak bagi hunian dan pemerintahan bangsa Belanda, maka Bandung dengan hawa sejuknya menjadi pilihan untuk dikembangkan sebagai pusat pemerintahan dan hunian yang memadai bagi orang-orang Eropa di Hindia Belanda.

    Ketika pengembangan kawasan Braga di Hindia Belanda berjalan 10 tahunan, di Eropa pada tahun-tahun 1920-an muncul perkembangan baru dalam cara penjualan pakaian-pakaian. Hal ini memunculkan toko-toko dengan cara mendisplay pakaian secara khusus serta menarik dan sistem branding yang baru dengan menampilkan peragaan pakaian yang berbeda dari sebelumnya yaitu menggunakan model dari figur manusia. Toko penjualan pakaian secara baru ini menampilkan citra pakaian-pakaian untuk kelas tertentu

    dengan pasar yang tertentu pula, yang kemudian dikenal dengan toko butik (boutique). Toko pakaian yang menjual untuk kelas tertentu dan cara mendisplay secara baru dengan menggunakan peragaan model untuk pakaian bertumbuhan di Kota Paris, yang kemudian menjadi kiblat perkembangan model pakaian di dunia. Perkembangan Paris sebagai kiblat model pakaian dunia ini menginspirasi perkembangan Bandung untuk mampu menjadi Paris di Jawa (Parijs van Java), dan kawasan Braga menjadi pusat perkembangan model ini.

    Bandung sejak tahun 1920an dikembangkan menjadi hunian orang-orang Eropa dan kawasan Braga menjadi tempat berkumpulnya toko-toko pakaian yang berkualitas dan mempunyai kelas tertentu yang hanya berkenaan dengan orang Eropa. Perkembangan kawasan Braga secara internasional selama puluhan tahun menjadi “Het meest Europeesche Winkelstraat van Indie” (tempat belanja Eropa yang paling orisinal dan bisnis di Indonesia).

  • Men

    gem

    balik

    an C

    itra

    Kaw

    asan

    Jala

    n Br

    aga

    Band

    ung 26

    Jalan Braga kemudian menjadi ramai karena banyak usahawan-usahawan terutama berkebangsaan Belanda men- dirikan toko-toko, bar dan tempat hiburan di kawasan itu seperti toko Onderling Belang.

    Pada dasawarsa 1920 an, mengikuti perkem bangan Paris sebagai kiblat model pakaian, di Bandung muncul toko-toko pakaian dan butik (boutique) pakaian yang mengambil model seperti di kota Paris, yang saat itu merupakan kiblat model pakaian di dunia. Kawasan Braga menjadi pusat perbelanjaan dan gaya hidup orang Eropa di Hindia Belanda masa itu. Semaraknya kawasan Braga hanya berlangsung 1920an hingga 1942, karena konstelasi perkembangan politik dunia yang memunculkan gejolak sangat kuat dan kemudian akhirnya memunculkan perang dunia yang berimbas pada terputusnya perkembangan kawasan Braga sebagai pusat gaya hidup dan belanja orang Belanda.

    Kehadiran Jepang datang ke Indonesia mengakibatkan fungsi komersial Braga menjadi mati. Setelah kemerdekaan Indonesia, perubahan yang terjadi pada kawasan Braga tidak hanya pada aspek fisik arsitektural saja, aspek fungsi pada bangunan ini pun mengalami perubahan dari waktu ke waktu, kendati masih ke dalam konteks peruntukan komersial. Perubahan yang paling dapat dilihat ialah perubahan dari tampak bangunan di sepanjang Jalan Braga.

    Gambar 11 Braga Tempo Dulu

  • Nur

    tati

    Soew

    arno

    , Tau

    fan

    Hid

    jaz,

    Eka

    Vird

    iant

    i27

  • Men

    gem

    balik

    an C

    itra

    Kaw

    asan

    Jala

    n Br

    aga

    Band

    ung 28

    Bangunan-bangunan yang dalam rancangannya dikem-bang kan di kawasan Braga termasuk ke dalam Indische Style Setelah kemerdekaan, kawasan Braga mengalami banyak perubahan karena belum adanya kesadaran terhadap pelestarian bangunan sebagai peninggalan sejarah.

    Belum adanya ketentuan yang mengatur mengenai sejauh mana perubahan yang boleh dilakukan pada bangunan di kawasan Braga, mengakibatkan terjadinya perubahan pada tipologi bangunan yang ada di Braga. Banyak pemilik bangunan di Braga yang ingin mengangkat kembali fungsi dan citra kawasan ini tapi dengan kesadaran dan pengetahuan yang minim tentang nilai arsitektur yang menyambungkan sejarah dengan konteks lingkungan. Pada kenyatannya yang terlihat adalah keinginan tampil baru dengan cara yang merubah tampak depan bangunan sehingga berbeda dengan langgam aslinya.

  • Nur

    tati

    Soew

    arno

    , Tau

    fan

    Hid

    jaz,

    Eka

    Vird

    iant

    i29

    KORIDOR BRAGA SEBAGAI CAGAR BUDAYA

    Menyadari terjadinya perubahan pada arsitektur bangunan secara sepihak oleh pemilik bangunan akan mengancam terputusnya sejarah perkembangan arsitektur kota Bandung, maka ditetapkan upaya untuk menjaga kawasan-kawasan bersejarah tersebut dalam PERDA Bandung No. 19 Tahun 2009. PERDA ini menetapkan kawasan Braga sebagai historical district di kawasan Pusat Kota yang harus dijaga kelestariannya. Kawasan ini menghubungkan suasana dan cara pandang masyarakat pada masa lalu melalui perwujudan arsitektur yang bisa dilihat secara kasat mata dengan suasana dan cara pandang masa kini, sehingga perjalanan sejarah kota bisa dilacak secara sinambung.

    Sebagai historical district atau kawasan bersejarah Braga memiliki banyak bangunan cagar budaya. Kawasan Braga yang legendaris, seperti juga kota Bandung, dibangun pada masa kolonial Belanda, ketika kondisi kota masih lebih sederhana

    dan populasi yang masih sedikit dibanding kondisi saat ini yang lebih kompleks. Tipologi bangunan Indische yang ada di Braga ialah bangunan seri atau ganda yaitu beberapa hunian di bawah satu atap sehingga terbentuk kesinambungan elemen visual.

    Jalan Braga memiliki ciri tersendiri yaitu sekumpulan bangunan dengan sempadan nol, berlantai dua dengan kesamaan atau keserupaan komposisi dari tampak bangunannya. 22% bangunan di jalan Braga sudah mengalami perubahan tampak bangunan yang lepas dari citra kawasan Braga didirikan. Bangunan-bangunan yang berada di sepanjang jalan Braga tahun 1910-20-an (Kunto,1985). Bangunan di Kawasan ini memiliki tipologi dan karakter khusus yaitu adaptasi dari bangunan 4 musim asal Eropa dengan tapak di negara tropis Indonesia.

    Tidak adanya pengawasan dan peraturan yang jelas terhadap perubahan fisik di kawasan Braga menjadikan tipologi bangunan-bangunan mengalami perubahan ke arah yang buruk karena meninggalkan citra kawasan Braga. Bangunan merupakan bukti sejarah yang seharusnya dipertahankan jika memiliki nilai-nilai yang berguna bagi ilmu pengetahuan.

    Kawasan Braga merupakan kawasan konservasi dengan tipologi bangunan yang menempel satu dengan lainnya membentuk massa linear yang diperuntukkan untuk hunian dan usaha (ruko). Pendataan pada tahun 2014 dari ujung Asia Afrika sampai jalan Perintis Kemerdekaan keseluruhan bangunan ada 120 unit yang terdiri dari: 66 unit ( 55 % ) usaha masih aktif, 40 unit ( 33,3 % ) usaha yang terhenti, 14 unit (11,7%) usaha yang tidak menentu (Santoni,2014).

  • Men

    gem

    balik

    an C

    itra

    Kaw

    asan

    Jala

    n Br

    aga

    Band

    ung 30

    Koridor Braga yang panjang sekitar ±7.5 meter, terpotong oleh beberapa jalan kolektor lain yang membuat kawasan ini terbagi menjadi 3 (tiga) segmen. Lebar jalan diperkirakan ±7.5 meter, terdapat perbedaan aksis jalan Braga sisi utara (segmen 3) dan selatan (segmen 1). Hal tersebut membuat jalan Braga yang berada segmen 2 seperti terisolasi.

    Koridor kawasan dilengkapi dengan pedestrian dengan lebar ±2 meter. Tipe pedestrian di tiap segmen memiliki ciri tersendiri dari sebaran elemen street furniture. Pada segmen 3 terdapat arcade sedangkan di segmen 2 dan 1, pedestrian seperti pada umumnya.

    Dari hasil penelitian PTUPT-DIKTI Tahun 2017, penelitian difokuskan pada obyek di segmen 2 yang dikenal sebagai “Braga panjang”. Segmen ini memiliki panjang ±398 meter, terbentuk dengan sempurna sebagai koridor.

    Hasil survey 2017 mengidentifikasi terdapat 25 bangunan pada sisi Timur dan 22 bangunan pada sisi Barat. Total bangunan pada segmen 2 koridor Braga adalah 47 bangunan. Seperti telihat pada gambar di bawah ini. Keunikan bangunan tipe deret dan seri adalah dalam satu atap terdiri dari 2-8 unit rumah toko.

  • Nur

    tati

    Soew

    arno

    , Tau

    fan

    Hid

    jaz,

    Eka

    Vird

    iant

    i31

    Gambar 12 Pembagian Kawasan Braga

  • Men

    gem

    balik

    an C

    itra

    Kaw

    asan

    Jala

    n Br

    aga

    Band

    ung 32

    Gambar 13 Proporsi Bangunan Lama dan Modern

    Gambar 14 Sebaran Bangunan dengan Klasif ikasi Jumlah Ketinggian

  • Nur

    tati

    Soew

    arno

    , Tau

    fan

    Hid

    jaz,

    Eka

    Vird

    iant

    i33

    TAMPAK BARAT KORIDOR SEGMEN 2- BRAGA

    TAMPAK TIMUR KORIDOR SEGMEN 2- BRAGA

    Gambar 15 Tampak Koridor Braga Segmen 2 (Braga Panjang)

  • Men

    gem

    balik

    an C

    itra

    Kaw

    asan

    Jala

    n Br

    aga

    Band

    ung 34

  • Nur

    tati

    Soew

    arno

    , Tau

    fan

    Hid

    jaz,

    Eka

    Vird

    iant

    i35

    Pada penelitian ini disebarkan berupa list wawancara pada pengunjung koridor Braga segmen-2 untuk mengetahui pendapat individu terhadap koridor Braga sejalan dengan isu sustainable design.

    Untuk mengetahui gambaran persepsi individu pengunjung dalam penilaian kelayakan eksistensi koridor konservasi Braga secara sederhana, diberikan pertanyaan yaitu :

    Apakah koridor Braga sebagai konservasi perlu dipertahankan ataukah tidak. Jawaban ini diharapkan akan memberikan informasi mengenai keinginan masyarakat mengenai kondisi dan pengembangan ke depan koridor Braga.

    Diagram 1 Hasil Sur vey Responden Terhadap Persepsi Individu Untuk Memper tahankan

    Eksistensi Koridor Braga

    ASPEK LINGKUNGAN, EKONOMI, DAN SOSIAL TERKAIT EKSISTENSI KORIDOR BRAGA

    Untuk memahami seberapa jauh persepsi masyarakat pengunjung terhadap keberadaan dan fungsi yang berjalan pada masa sekarang di koridor Braga, dilakukan penelitian pada tahun 2017 dengan metode penelitian berbasis sustainable design dan green building.

    Serangkaian pengamatan, observasi dan mengumpulkan pendapat di beberapa kalangan yang dianggap mampu memberikan jawaban yang mewakili komunitas pengunjung kawasan atas permasalahan secara terpisah, yaitu terkait fungsi Braga yang dilihat dari aspek lingkungan, ekonomi, sosial.

    Untuk memahami penilaian komunitas kota tentang posisi terkini dari keberadaan koridor Braga, yang memiliki ciri khas arsitektur Kolonial dalam konteks pelestarian sejarah Bandung.

  • Men

    gem

    balik

    an C

    itra

    Kaw

    asan

    Jala

    n Br

    aga

    Band

    ung 36

    Diagram 3Persepsi Pengunjung mengenai Obyek Visual yang Paling Menarik

    Hasil di atas (diagram 1) memberikan gambaran persepsi individu yang mewakili komunitas kota bahwa 100% menyatakan perlu mempertahankan eksistensi koridor Braga.

    Persepsi seseorang terhadap sesuatu objek adalah gambaran proses subjektif dalam sistem kepribadian yang menerima stimulus pengalaman visual dan fisik dari objek tersebut. Stimulus akan diterima sebagai persepsi dalam proses internal subjektif yang bercampur bersama aspek kognitif, motivasi, dan background pengalaman dan informasi sebelumnya.

    Persepsi tersebut kemudian akan menjadi sebuah image atau citra terhadap objek (Taufan Hidjaz, 2011). Karenanya gambaran persepsi terhadap kawasan koridor Braga sebagai objek bagi masing-masing individu pengunjung atau anggota komunitas kota tentu tidaklah sama, tergantung stimulus yang diterima dan latar belakang pengalaman serta informasi sebelumnya yang mereka terima tentang objek koridor Braga tersebut.

    Telah dilakukan pengelompokan terhadap persepsi yang berbeda dalam 6 (enam) kelompok yang diberikan sesuai dengan jawaban. Kemudian didapat gambaran secara diagramatik atas persepsi pengunjung mengenai fungsi yang menarik dan paling pas untuk suasana ruang dan kondisi yang sesuai, maka jawaban yang didapat adalah sebagaimana pengalaman yang menjadi background masing-masing, yakni: menarik sebagai tempat belanja, tempat nongkrong karena banyak resto, cafe dan foodcourt, secara visual sebagai tempat arsitektur yang unik, tempat kelompok bangunan bersejarah,

    Diagram 2Persepsi Pengunjung Mengenai Fungsi yang Menari di Koridor Braga

  • Nur

    tati

    Soew

    arno

    , Tau

    fan

    Hid

    jaz,

    Eka

    Vird

    iant

    i37

    sebagai tempat objek menyalurkan hobby foto, dan sebagai latar belakang mengambil gambar swafoto (selfie).

    Adapun mengenai obyek apa yang paling menarik dalam wujud unsur ruang visual di koridor Braga bagi komunitas kota sebagai pengunjung kawasan Braga, didapat 3 kelompok jawaban yang masing-masing memiliki daya tarik yang berbeda.

    Unsur visual yang paling menarik dan sering menjadi alasan utama untuk mendatangi kawasan Braga adalah karena bangunan berderet yang menggambarkan arsitektur peninggalan kolonial dan pernah memiliki citra sebagai kawasan ber-citra elite. Kemudian unsur visual yang tak kalah menarik adalah element street furniture yang sebenarnya baru ditata beberapa tahun terakhir.

    Element street furniture adalah deretan bola-bola batu di atas jalur pedestrian yang membatasi bidang jalur jalan untuk mobil dan untuk pejalan kaki. Street furniture yang lain adalah kursi outdoor yang terbuat dari besi pejal dan papan kayu diletakkan di posisi ujung trotoar. Bangunan modern yang memiliki dimensi yang menjulang seperti hotel Ibis, Gino Feruci menempati urutan terakhir yang menjadi objek menarik. Artefak peninggalan arsitektur kolonial terlihat lebih menarik daripada bangunan modern.

    Objek-objek lain yang kebetulan ada di Braga sebagai objek aspek ekonomi seperti lukisan, kiosk dinyatakan tidak memiliki daya tarik untuk didatangi.

    Konektivitas dalam Sustainable Design

    Kawasan konservasi Braga bila ditinjau dari aspek sustainable design berperan sebagai konektivitas yang menghubungkan ruang publik kota Alun-Alun dan kawasan Balai kota baik secara sosial maupun ekonomi.

    Gambar 16Konektivitas Ruang Kota Alun Alun-Braga-Balaikota

  • Men

    gem

    balik

    an C

    itra

    Kaw

    asan

    Jala

    n Br

    aga

    Band

    ung 38

    Dalam kehidupan dan interaksi seluruh warga Bandung sebagaimana setiap kota berpenduduk besar, maka sebaik-baik keberadaan setiap ruang di dalamnya adalah karena keterhubungan atau konektivitas satu sama lain. Setiap ruang dan lingkungan kota harus terhubung minimal satu atau dua konektivitas, yang menjadikan warganya bebas keluar dan masuk, bukan saja agar tidak terisolasi tetapi untuk dapat berinteraksi secara sosial dan ekonomi tidak hanya pada lingkungan huniannya saja tetapi bebas bergerak ke luar lingkungannya.

    Koridor Braga bisa dilihat sebagai ruang yang membangun koneksi antara ruang publik kota Alun-Alun dan Balai Kota, sehingga interaksi sosial terhubung. Dalam aspek ekonomi kawasan Braga pada awal pembangunannya telah berfungsi sebagaimana tujuannya untuk menunjang kebutuhan gaya hidup Eropa di Bandung. Sampai dengan masa awal kemerdekaan dan dekade tahun 60-an Braga masih memiliki citra sebagai kawasan bagi masyarakat Bandung yang memiliki kualitas gaya hidup sendiri.

    Citra yang terbangun berhasil memberikan pengaruh sosial dan ekonomi terhadap kawasan sekitar. Hingga dekade enam puluhan kawasan Braga masih memiliki citra prestisius sebagai tempat belanja barang berkelas bagi orang-orang yang menyukai kualitas dan merek dagang tertentu.

    Kawasan ini mengalami penurunan citra pada akhir 60- an. Hal ini terlihat dari presentase aktivitas dan kunjungan masyarakat.

    Pembangunan kota Bandung di kawasan lain yang ditujukan untuk memecah pemusatan aktivitas dan kesibukan telah membuat Braga tidak lagi menjadi daya tarik utama. Pemilik-pemilik bangunan berupaya melakukan penyesuaian-penyesuaian untuk menjaga keberlanjutan fungsinya, namun dilakukan dengan paradigma yang tidak menjaga dan menghargai aspek historis kota. Hal ini justru menjadikan kawasan Braga tidak mampu meningkatkan citranya yang menurun agar fungsi sosial dan ekonominya bisa berlanjut.

    Dengan adanya bangunan modern yang memiliki dimensi menjulang, selain menjadikan kawasan secara fisik memiliki cacat historis karena tidak terjaga keasliannya juga tidak mampu mengangkat kembali citranya untuk menjaga kesinambungan fungsi. Padahal bila membangun fungsi seperti ketiga bangunan modern yang baru tersebut dengan asumsi fisik yang menonjol akan lebih berhasil dikawasan lain yang memiliki karakter kawasan sejenis. Juga tidak berdampak “melukai” kawasan historis Braga. Proses pembangunan yang mengedepankan sisi fisik dan ekonomi, telah membuat kawasan kota yang menyimpan nilai kesejarahan kota tersebut mengalami degradasi penurunan kualitas kotanya (Pugalis, 2009).

    Bangunan modern yang dipaksakan hadir di kawasan konservasi Braga dapat terbaca sebagai pertentangan atau kontradiksi antara semangat membangun Bandung sebagai kota “modern” tetapi tidak memperhatikan sejarah kota dengan merusak lokasi peninggalan yang masih mempunyai kesinambungan dengan masa lalu, telah menjadikan permasalahan bagi kawasan kota yang dikonservasi. Padahal

  • Nur

    tati

    Soew

    arno

    , Tau

    fan

    Hid

    jaz,

    Eka

    Vird

    iant

    i39

    Gambar 17Bangunan Kontras-Modern Terbaru Ber fungsi Hotel

    Gambar 18 Bangunan Kontras Modern

    Koridor Braga bisa dilihat sebagai ruang yang membangun koneksi antara ruang

    publik kota Alun-Alun dan Balai kota yang ter-bangun karena identitas Braga, sehingga interaksi sosial terhubung. Dalam aspek eko-nomi kawasan Braga pada awal pembangunan di jaman kolonial telah berfungsi sebagaimana tujuannya untuk menunjang kebutuhan gaya

    hidup Eropa di Bandung. Sampai dengan masa awal kemerdekaan hingga dekade tahun 60 an masih memiliki citra yang terkait kualitas gaya hidup tersendiri bagi komunitas kota Bandung

    yang menjadi pengunjungnya.

  • Men

    gem

    balik

    an C

    itra

    Kaw

    asan

    Jala

    n Br

    aga

    Band

    ung 40

    Gambar 19Bangunan Modern Kontekstual

    kalau saja bangunan-bangunan modern tersebut di setting di lokasi kawasan kota yang berbeda akan menjadikan lebih memperkaya unsur-unsur kota dengan tampilnya bangunan modern dan bangunan konservasi dengan saling mendukung kehidupan dan dinamika perkembangan kota.

    Pendekatan perancangan yang meletakkan bangunan modern berdimensi besar dan tinggi di kawasan Braga juga dapat terbaca sebagai tidak mengakomodasi keberagaman struktur sosiokultural yang telah terbentuk di kawasan tersebut. Para pihak yang berperan dengan pembangunannya hanya melihat kawasan Braga sebagai benda fisik (physical artifact) daripada sebagai benda cagar budaya (cultural artifact).

    Perangkat rencana kota Bandung ingin melindungi dan merawat bangunan-bangunan dan kawasan heritage yang ada saat ini, masih belum banyak dipakai secara sempurna untuk mengendalikan wujud dan perkembangan kota. Bahkan sebaliknya perangkat rencana tersebut secara umum pun belum dapat memberikan panduan operasional bagi terbentuknya ruang kota Bandung yang akomodatif terhadap urbanisasi, baik situasi maupun kondisi serta masyarakat yang menikmatinya. Hal ini dapat dilihat dari permasalahan dalam penanganan kawasan konservasi Braga yang hanya melihat sisi fisik bangunan dan kawasan tanpa melihat aktivitas yang dalam perjalanan sejarahnya telah mendukung kelangsungan kawasan.

  • Nur

    tati

    Soew

    arno

    , Tau

    fan

    Hid

    jaz,

    Eka

    Vird

    iant

    i41

    Konservasi bukanlah romantisme masa lalu atau upaya mengawetkan kawasan kota yang bersejarah, namun lebih ditujukan untuk menjadi alat dalam mengolah transformasi melalui pemahaman tentang sejarah perkotaan dan sejarah objek-objek arsitektur yang merupakan bagian dari sejarah perkembangan kota tersebut (Supono, 2007).

    Konservasi harus dikaitkan dengan upaya melakukan adaptasi agar membentuk keterhubungan/ konektivitas yang berkelanjutan/sustainable untuk menggerakkan masyarakat berinteraksi di dalamnya, dengan menggunakan objek konservasi terebut sebagai tema peningkatan citra kawasan. Oleh karenanya, konservasi kawasan Braga harus ditujukan sebagai :

    • Pembentukan kawasan perekonomian secara ber-kelanjutan, yang aktif dengan interaksi dan transaksi masyarakat pengunjung, kendati melalui penyesuaian fungsi-fungsi adaptif dari interior gedung.

    • Peranan arsitektur sangat diperlukan untuk menjadi salah satu tema penguatan interaksi sehingga memberikan pengaruh dalam pembentukan iklim mikro ekonomi.

    • Pergeseran segmentasi, bila pada 50 tahun pertama sejak zaman kolonial (1935) hingga tahun 1985 citra Braga sebagai kawasan elit masyarakat tertentu dapat bertahan namun 30 tahun berikutnya (2017) terlihat citra tersebut menurun atau mengalami perubahan nilai. Sektor informal dengan skala ekonomi kecil banyak mengisi interaksi

    Diagram 4 Persentase Fungsi Jasa dan Komersial Braga Segment-2

    di koridor Braga, kendati ada upaya peningkatan dan penataan kualitas pada pedestrian dan material penutup jalan.

    • Pengendalian pada aspek ekonomi mikro formal dan informal kawasan dan peningkatan kembali citra kawasan diperlukan sebagai solusi untuk mengembalikan peran identitas terhadap transaksi ekonomi masyarakat.

    Dari hasil survey tahun 2017, digambarkan dari 47 bangunan di segmen 2 Braga terdapat 74 fungsi yang terdeteksi.

  • Men

    gem

    balik

    an C

    itra

    Kaw

    asan

    Jala

    n Br

    aga

    Band

    ung 42

    1. Konektivitas Site dan Lingkungan

    Menganalisis konektivitas site-internal secara fisik pernah dilakukan oleh tim peneliti dan penyusun buku ini dengan mengukur variabel temperatur, kecepatan angin dan kelembaban di lingkungan koridor Braga pada 4 hari tertentu, yakni pada hari 1) Jumat tanggal 18 Agustus 2017, hari 2) Sabtu tanggal 19 Agustus 2017, hari 3) Senin tanggal 21 Agustus 2017 dan hari 4) Selasa tanggal 22 Agustus 2017. Selain itu dilakukan simulasi pembayangan sinar matahari yang jatuh pada badan bangunan-bangunan di koridor Braga pada 4 hari pengukuran yang sama, dengan waktu pengukuran pukul 9.00 pagi, pukul 13.00 siang dan pukul 16.00 sore.

    Gambar 20 Sebaran Bangunan dengan Fungsi Jasa dan Komersial di Braga Segment-2

    Gambar 21 Hasil Simulasi Pergerakan Angin di Koridor Braga Segmen-2

  • Nur

    tati

    Soew

    arno

    , Tau

    fan

    Hid

    jaz,

    Eka

    Vird

    iant

    i43

    Tabel 1Hasil Pengukuran Ik l im Mikro pada Koridor Braga Segment-2

    JAM

    OBS

    ERVA

    SI

    SUH

    U (°

    C)

    KECE

    PATA

    N A

    N-

    GIN

    (m/s

    )

    KELE

    MBA

    BAN

    (%)

    JAM

    OBS

    ERVA

    SI

    SUH

    U

    KECE

    PATA

    N

    AN

    GIN

    KELE

    MBA

    BAN

    JAM

    OBS

    ERVA

    SI

    SUH

    U

    KECE

    PATA

    N

    AN

    GIN

    KELE

    MBA

    BAN

    JAM

    OBS

    ERVA

    SI

    SUH

    U

    KECE

    PATA

    N

    AN

    GIN

    KELE

    MBA

    BAN

    RERA

    TA S

    UH

    U

    RERA

    TA K

    ECEP

    A-

    TAN

    AN

    GIN

    RERA

    TA K

    ELEM

    BA-

    BAN

      Jumat,18-08-2017 Sabtu, 19-08-2017 Senin, 21-08-2017 Rabu, 23-08-2017 RERATA

    8.31 24.83 0.3 59.23 9.3 26 0.6 55 11.08 28 0.2 43 9.04 27.2 1.53 47.1      

    8.23 23.23 1.7 54.86 9.39 27 1.1 53 11.06 30 0.9 36 9.12 28 1.13 48.3      

    9.14 27.1 0.13 52.13 9.49 29 0.2 49 11.27 31 1 31 8.28 27.3 0.57 46.1      

    9.56 30.26 0.26 43.37 9.46 29 0.7 51 11.23 34 0.6 29 8.53 31.2 1 45.5      

    9.37 27.9 0.83 50.93 9.55 30 0.6 49 11.34 30 1.8 35 8.39 27.5 1.23 51.2      

    9.4 28.23 1.83 46.76 9.58 30 0.2 47 11.39 32 0.6 35 8.45 27.3 1.83 45.3      

      26.93 0.842 51.21   28.5 0.567 50.67   30.83 0.85 34.83   28.08 1.215 47.25 29 1 46

                                         

    12.52 33.1 1.3 34.3 13.26 33 1.8 44 14.14 31 0.1 27 12.44 35 0.1 30.06      

    12.48 31.5 0.1 36.5 13.24 30 2.1 45.1 14.1 31 0.5 31 12.49 35.4 0.3 31.3      

    12.26 31.2 0.3 35.1 13 31 0.9 44 13.5 32 1.7 30 12.39 34.8 0.2 29.8      

    12.42 33.2 0.1 37.1 13.04 31 0.2 46 13.55 33 0.2 25 12.35 33.5 1.17 30.9      

    12.33 30.5 0.8 36.5 15.07 31 0.4 46 14.28 34 1.3 22 12.28 34.8 1.1 30      

    12.36 30.8 0.7 36.03 15.04 30 0.7 48 14.33 31 0.5 27 12.35 35.4 1.07 29.2      

      31.72 0.55 35.92   31 1.017 45.52   32 0.717 27   34.82 0.657 30.21 32.4 0.7 34.7

                                         

  • Men

    gem

    balik

    an C

    itra

    Kaw

    asan

    Jala

    n Br

    aga

    Band

    ung 44

    JAM

    OBS

    ERVA

    SI

    SUH

    U (°

    C)

    KECE

    PATA

    N A

    N-

    GIN

    (m/s

    )

    KELE

    MBA

    BAN

    (%)

    JAM

    OBS

    ERVA

    SI

    SUH

    U

    KECE

    PATA

    N

    AN

    GIN

    KELE

    MBA

    BAN

    JAM

    OBS

    ERVA

    SI

    SUH

    U

    KECE

    PATA

    N

    AN

    GIN

    KELE

    MBA

    BAN

    JAM

    OBS

    ERVA

    SI

    SUH

    U

    KECE

    PATA

    N

    AN

    GIN

    KELE

    MBA

    BAN

    RERA

    TA S

    UH

    U

    RERA

    TA K

    ECEP

    A-

    TAN

    AN

    GIN

    RERA

    TA K

    ELEM

    BA-

    BAN

    15.25 30.5 0.1 45.6 16.12 30 0.3 46 15.44 30 0.4 34 15.11 35 0.7 29.6      

    15.22 30.03 0.26 44.8 16.16 30 1.4 49 15.38 30 0 33 15.15 33.8 0.1 32.1      

    15.04 30.4 0.1 44.1 16.3 29 0.2 49 15.17 32 0.1 29 15.36 32.7 0.06 35.4      

    15.18 31.46 0.1 45.36 16.32 29 0.2 49 15.22 31 0.1 30 15.19 32.03 0.7 32.9      

    15.1 29.8 0.3 45.6 16.4 29 0.2 50 15.09 32 0.5 28 15.28 32.23 0.3 34.1      

    15.12 31.67 0.33 43.6 16.37 29 0.4 51 15.03 32 0.3 29 15.23 31.8 0.2 36.3      

      30.64 0.198 44.84   29.33 0.45 49   31.17 0.233 30.5   32.93 0.343 33.4 31 0.3 39.4

    ∑ RERATA VARIABLE KENYAMANAN KORIDOR BRAGA 30.7 0.6 40

    Sumber : Soewarno,2017Publish dalam Jurnal Dimensi

    Rerata keseluruhan data yang dihasilkan, untuk suhu 30,70C, kecepatan angin 0,6 m/s dan kelembaban 40%. khas iklim tropis lembab dengan ciri temperature udara relative tinggi, kecepatan angin rendah.

    Konservasi bukanlah romantisme masa lalu atau upaya mengawetkan kawasan kota yang bersejarah, namun lebih ditujukan untuk menjadi alat dalam mengolah transformasi melalui pemahaman tentang sejarah perkotaan dan sejarah objek-objek arsitektur yang merupakan bagian dari sejarah perkembangan kota tersebut (Supono, 2007).

  • Nur

    tati

    Soew

    arno

    , Tau

    fan

    Hid

    jaz,

    Eka

    Vird

    iant

    i45

    2. Konektivitas Site dan Interaksi Sosial

    Koridor Braga berlokasi di pusat Kota Bandung yang direncanakan oleh pemerintahan kolonial sebagai pusat ekonomi dan entertainment orang Eropa. Fungsi tersebut tidak dirubah oleh Pemerintah Kota, sehingga jejak peninggalan secara tata guna lahan masih bisa dilihat.

    Lokasi koridor diapit oleh dua ruang publik Kota Bandung yang jaraknya masing-masing hanya +300 meter. Ruang publik tersebut adalah Alun-alun dan Balai Kota. Kelebihan lain dari lokasi ini yaitu selain koridor ini merupakan koridor konservasi, kawasan sekitar Braga juga didominasi oleh bangunan lama. Sehingga konektivitas sosial koridor dan sekitarnya telah terbangun karena interaksi sosial tidak hanya terjadi di koridor Braga, namun di kawasan sekitarnya.

    Interaksi sosial dapat terjadi dimulai dari aktifitas individu. Dalam frame work of public space seperti yang sering dilakukan oleh individu adalah staying, sitting dan viewing.Tiga kegiatan ini adalah yang paling utama dalam aktivitas di ruang publik.

    Di koridor Braga-segmen 2, Kami mencoba untuk mengidentifikasi kegiatan individu yang menjadi pemicu aktifitas dan interaksi di ruang publik.

    Dalam hal konektivitas terhadap internal site dari aspek sosial, tim peneliti dan penyusun buku ini menanyakan kepada pengunjung (sebagai responden) perihal tujuan kedatangan mereka ke kawasan bersama dengan siapa dan jawaban yang diperoleh adalah sebagaimana tergambar pada diagram batang ini :

    Diagram 5 Gambaran kebersamaan pengunjung yang datang dikawasan Braga

  • Men

    gem

    balik

    an C

    itra

    Kaw

    asan

    Jala

    n Br

    aga

    Band

    ung 46

    Kemudian dari perilaku interaksi sosial yang dilaksanakan di ruang publik dalam frame work: staying, sitting dan viewing, tim peneliti mengajukan pertanyaan kepada responden (pengunjung) tentang aktivitas apa saja yang dilakukan di koridor Braga, maka jawaban yang diperoleh adalah sebagaimana tergambar dalam diagram ini ini :

    Konektifitas site-internal terjadi pada aspek interaksi sosial dengan aktifitas terbanyak adalah duduk, dan menikmati pemandangan.

    Diagram 6 Gambaran Aktif itas yang Dilakukan oleh Pengunjung Braga Interaksi sosial dapat terjadi dimulai

    dari aktifitas individu. Dalam frame work of public space dikenal bahwa aktivitas yang sering dilakukan oleh individu adalah staying, sitting dan viewing.

    Tiga kegiatan ini adalah yang paling utama dalam aktivitas di ruang publik.

  • Nur

    tati

    Soew

    arno

    , Tau

    fan

    Hid

    jaz,

    Eka

    Vird

    iant

    i47

    3. Konektivitas Site dan Ekonomi

    Peranan arsitektur di koridor Braga memberikan pengaruh dalam pembentukan iklim mikro ekonomi di kawasan ini. Dari sejak zaman Belanda, fungsi dan tataguna lahan koridor ini merupakan jasa dan perdagangan. Bentukkan arsitektural dipersiapkan berderet dan bertingkat dengan fungsi unit rumah toko (Shophouse).

    Satu demi satu fungsi bangunan tersebut menjadi hidup kembali. Berbagai fungsi jasa dan perdagangan tersebar di koridor Braga, khususnya segmen 2. Fungsi-fungsi tersebut seperti Café, Restaurant, Toko, Hotel, Waralaba, dan Mix use (Mall, Apartement, Hotel). Penyebaran dan nama identitas bangunan dapat dilihat pada gambar 19.

    Secara ekonomi, kawasan ini sangat baik perkembangan-nya. Namun tentu saja terdapat sebab dan akibat dari perkembangan ini, dampaknya terutama terhadap lingkungan. Akibat banyaknya pengunjung, maka beban kendaraan pada koridor ini semakin meningkat. Kota Bandung masih belum dapat mengatasi aspek transportasi baik berupa penyediaan transportasi publik maupun pengurangan kendaraan pribadi. Banyaknya kendaraan akan memberikan pengurangan pada kadar kenyamanan spasial dan thermal koridor.

    Pertumbuhan sektor formal diikuti dengan pertumbuhan sektor informal di koridor ini. Banyaknya pelaku ekonomi di luar bangunan, memberikan warna tersendiri di koridor ini. Pertumbuhan sektor ini, masih dalam taraf yang bisa ditoleransi dan tidak mengganggu ketertiban. Perdagangan informal dilakukan pada koridor kecil (jalan lingkungan) ke

    Gambar 22 Lapak Sektor Ekonomi Informal yang Tidak menganggu Pedestrian

  • Men

    gem

    balik

    an C

    itra

    Kaw

    asan

    Jala

    n Br

    aga

    Band

    ung 48

    arah permukiman penduduk, pedagang asongan, atau gerobak yang masuk pada unit bangunan.

    4. Konektivitas Site dan Arsitektur

    Dalam hal konektivitas site terhadap Arsitektur dalam aspek lingkungan, tim peneliti melihat beberapa upaya dari pemilik bangunan melakukan adaptasi dan mengarahkan sendiri penyelesaian arsitektur tehadap lingkungan, sebagaimana dalam Marcos (2012) “Identifikasi aspek arsitektur berbasis komunitas melalui metode dengan penampil yang mendefinisikan dan menga-rah kan dirinya sendiri dalam ruang yang diberikan”.

    Metode penampil bangunan di Braga panjang berupa garis horisontal dan vertikal yang merupakan elemen arsitektur dari langgam art deco yang diterapkan

    Gambar 23 Elemen Penampil Visual Bangunan yang

    Ber fungsi Sebagai Sir ip Matahari

  • Nur

    tati

    Soew

    arno

    , Tau

    fan

    Hid

    jaz,

    Eka

    Vird

    iant

    i49

    Gambar 24 Konektivitas site -arsitektur dalam aspek adaptasi l ingkungan membantu meningkatkan kenyamanan dengan pembayangan

    pada bukaan ventilasi dan berfungsi sebagai sirip untuk meminimalkan masuknya sinar matahari.

    Juga dalam hal penanggulangan masalah radiasi matahari yang dirasakan mengganggu beberapa pemilik bangunan di Braga mencoba penyelesaian sendiri untuk menguranginya.

    Karyono (2016) “mengurangi perolehan kalor “heat gain” yang jatuh ke bangunan atau kawasan. Pengurangan radiasi matahari dengan memberi pembayangan (shading). Rasio H/D= 1:1 suasana koridor menjadi intim dan memberikan efek bayangan.

  • Men

    gem

    balik

    an C

    itra

    Kaw

    asan

    Jala

    n Br

    aga

    Band

    ung 50

    Respon Pengunjung Terhadap Koridor Braga

    Untuk penilaian aspek kenyamanan thermal, tim peneliti penyusun buku ini melakukan survey dan wawancara di lapangan terhadap penghuni dan pengunjung kawasan Braga tentang kesan mereka terhadap kenyamanan thermal dari lingkungan Braga, yang kemudian mendapatkan jawaban sebagai berikut:

    Diagram 7 Kesan Terhadap Kenyamanan Thermal Di Braga

    Kesan nyaman dan tidak nyaman yang didapatkan dilihat secara individual oleh responden dari beberapa alasan yang tergambar sebagai berikut :

    Diagram 8 Faktor yang Membuat Nyaman

    Diagram 9 Faktor yang Membuat Tidak Nyaman

    Kemudian tim peneliti juga menanyakan pada penghuni dan pengunjung kawasan Braga tentang kesan dan penilaian mereka terhadap beberapa aspek ekonomi terkait alokasi pengeluaran mereka ketika di kawasan Braga untuk apa saja, di dapat jawaban sebagai berikut :

    Respon Pengunjung Terhadap Koridor Braga

    Untuk penilaian aspek kenyamanan thermal, tim peneliti penyusun buku ini melakukan survey dan wawancara di lapangan terhadap penghuni dan pengunjung kawasan Braga tentang kesan mereka terhadap kenyamanan thermal dari lingkungan Braga, yang kemudian mendapatkan jawaban sebagai berikut:

    Diagram 7 Kesan Terhadap Kenyamanan Thermal Di Braga

    Kesan nyaman dan tidak nyaman yang didapatkan dilihat secara individual oleh responden dari beberapa alasan yang tergambar sebagai berikut :

    Diagram 8 Faktor yang Membuat Nyaman

    Diagram 9 Faktor yang Membuat Tidak Nyaman

    43%

    57%

    Nyaman

    Tidak Nyaman

    38%

    62%

    Udara(Terutama pagi)VegetasiBertajuk

    89%

    11%

    Polusi, PadatKendaraanBanyakPerkerasan

    Respon Pengunjung Terhadap Koridor Braga

    Untuk penilaian aspek kenyamanan thermal, tim peneliti penyusun buku ini melakukan survey dan wawancara di lapangan terhadap penghuni dan pengunjung kawasan Braga tentang kesan mereka terhadap kenyamanan thermal dari lingkungan Braga, yang kemudian mendapatkan jawaban sebagai berikut:

    Diagram 7 Kesan Terhadap Kenyamanan Thermal Di Braga

    Kesan nyaman dan tidak nyaman yang didapatkan dilihat secara individual oleh responden dari beberapa alasan yang tergambar sebagai berikut :

    Diagram 8 Faktor yang Membuat Nyaman

    Diagram 9 Faktor yang Membuat Tidak Nyaman

    43%

    57%

    Nyaman

    Tidak Nyaman

    38%

    62%

    Udara(Terutama pagi)VegetasiBertajuk

    89%

    11%

    Polusi, PadatKendaraanBanyakPerkerasan

    Respon Pengunjung Terhadap Koridor Braga

    Untuk penilaian aspek kenyamanan thermal, tim peneliti penyusun buku ini melakukan survey dan wawancara di lapangan terhadap penghuni dan pengunjung kawasan Braga tentang kesan mereka terhadap kenyamanan thermal dari lingkungan Braga, yang kemudian mendapatkan jawaban sebagai berikut:

    Diagram 7 Kesan Terhadap Kenyamanan Thermal Di Braga

    Kesan nyaman dan tidak nyaman yang didapatkan dilihat secara individual oleh responden dari beberapa alasan yang tergambar sebagai berikut :

    Diagram 8 Faktor yang Membuat Nyaman

    Diagram 9 Faktor yang Membuat Tidak Nyaman

    43%

    57%

    Nyaman

    Tidak Nyaman

    38%

    62%

    Udara(Terutama pagi)VegetasiBertajuk

    89%

    11%

    Polusi, PadatKendaraanBanyakPerkerasan

  • Nur

    tati

    Soew

    arno

    , Tau

    fan

    Hid

    jaz,

    Eka

    Vird

    iant

    i51

    Diagram 10 Alokasi Pengeluaran pada Saat Berkunjung di Braga

    Ketika tim peneliti menanyakan kepada penghuni dan pengunjung kawasan Braga tentang kesan dan penilaian mereka terhadap beberapa aspek sosial yang dilakukan mereka di kawasan Braga, jawaban yang diperoleh terkait tingkat kepuasan sebagai tempat berinteraksi adalah 19 % menyatakan tidak puas dan 81 % menyatakan puas.

    Namun disadari bahwa jawaban kepuasan dan ketidakpuasan atas kondisi interaksi sosial ini sangat relatif, tergantung pada banyak hal baik dari sisi pengunjung dan dari sisi bagian ruang yang didatanginya di kawasan Braga, termasuk juga dari aspek motivasi, waktu dan aspek interaksinya. Belum lagi dari aspek latar belakang pengalaman dan budaya masing-masing individu pengunjung, semuanya berpengaruh ketika

    memberikan jawaban puas ataupun tidak puas. Namun demikian penilaian ini merupakan gambaran dari bagian citra atau image yang ditangkap oleh pengunjung ketika berinteraksi di kawasan jalan Braga.

    Studi Kasus - Adaptasi Bangunan

    Studi kasus pertama yakni bangunan seri terpanjang terdiri dari 8 unit, yang memiliki keunikan atau perbedaan dengan serie bangunan lain adalah :

    • setiap bangunan dari serie 8 unit ini terpisah satu sama lain

    • Setiap empat unit terhubung dengan pintu masuk yang sama.

    Kemudian tim peneliti juga menanyakan pada penghuni dan pengunjung kawasan Braga tentang kesan dan penilaian mereka terhadap beberapa aspek ekonomi terkait alokasi pengeluaran mereka ketika di kawasan Braga untuk apa saja, di dapat jawaban sebagai berikut :

    Diagram 10 Alokasi Pengeluaran pada Saat Berkunjung di Braga

    Ketika tim peneliti menanyakan kepada penghuni dan pengunjung kawasan Braga tentang kesan dan penilaian mereka terhadap beberapa aspek sosial yang dilakukan mereka di kawasan Braga, jawaban yang diperoleh terkait tingkat kepuasan sebagai tempat berinteraksi adalah 19 % menyatakan tidak puas dan 81 % menyatakan puas. Namun disadari bahwa jawaban kepuasan dan ketidakpuasan atas kondisi interaksi sosial ini sangat relatif, tergantung pada banyak hal baik dari sisi pengunjung dan dari sisi bagian ruang yang didatanginya di kawasan Braga, termasuk juga dari aspek motivasi, waktu dan aspek interaksinya. Belum lagi dari aspek latar belakang pengalaman dan budaya masing-masing individu pengunjung, semuanya berpengaruh ketika memberikan jawaban puas ataupun tidak puas. Namun demikian penilaian ini merupakan gambaran dari bagian citra atau image yang ditangkap oleh pengunjung ketika berinteraksi di kawasan jalan Braga.

    39%

    6%

    18%

    38%

    0%5%

    10%15%20%25%30%35%40%45%

    Makan/Jajan diRestoran, sekitarBraga

    Berbelanja diBraga

    OngkosTransportasi

    Ongkos Parkir

  • Men

    gem

    balik

    an C

    itra

    Kaw

    asan

    Jala

    n Br

    aga

    Band

    ung 52

    Gambar 25 Bangunan Deret (8 Unit)

    Lantai Dasar Lantai Atas

    Gambar 26 Denah Unit (Bangunan 8 Deret)

    Untuk memudahkan pembahasan, analisis ini kemudian ditujukan kepada salah satu bagian dari 8 unit yang terdapat dalam serie bangunan ini yang dianggap mewakili kondisi keseluruhan unit yang lain.

    Bagian ini dahulu berfungsi toko di lantai dasar dan lantai atas untuk fungsi hunian, setelah mengalami adaptasi untuk keberlanjutannya berfungsi sebagai cafe di lantai satu dan di lantai dua untuk art & craft gallery.

  • Upaya adaptasi bangunan lantai bawah yang berfungsi baru sebagai cafe The Suga Rush hanya dengan menghilangkan dinding sekat ruang sehingga memperoleh ruang cukup luas. Digunakan gaya interior yang berbeda dan kuat untuk memperkuat fungsi barunya sebagai cafe. Bahan penutup lantai cafe menggunakan keramik pola serat parket dan plafon hanya dicat hitam dan digantungi banyak lampu-lampu hias yang memang didisplay untuk dijual.

    Unsur interior dan furniture berbeda dengan style eksterior bangunan kolonial. Namun hanya ditata sebagai desain yang berbeda-beda antara kursi dan meja makan, bench panjang yang menempel dinding, poef, easy chair, meja kayu solid yang tebalnya 15 cm, semuanya dalam area-area yang berbeda. Penataannya tidak menggunakan satu tema rancangan yang jelas berbeda dengan style kolonial yang lama sehingga beberapa kelompok meja kursi tampil dalam tipe yang hampir tidak berbeda dengan karakter eksterior Arsitektur Indo-Eropa. Kemudian treatment dinding di belakang furniture bench yang diisi gambar-gambar putih di atas latar yang hitam, plafon dicat hitam dan digantungi banyak lampu hias yang semua bergaya klasik yang jadi menonjol dalam latar plafon warna hitam. Lampu gantung untuk penerangan meja cafe menjadi sumber penerangan umum berdesain modern dan dibeberapa sudut ruang ditambahkan penerangan dari standing lamp. Dalam tatanan interior yang temanya tidak menunjukkan perbedaan jelas dengan eksterior bangunan kolonial maka pengunjung tidak melihat kontras yang saling menguatkan keberadaan interior dan eksterior ketika memasuki ruang cafe. Gambar 27

    Suasana Ruang (Interior) Lantai Dasar Ber fungsi Café dan Lantai Atas Ber fungsi sebagai Kantor Desain Interior

    Nur

    tati

    Soew

    arno

    , Tau

    fan

    Hid

    jaz,

    Eka

    Vird

    iant

    i53

  • Lantai atas Cafe The Suga Rush berfungsi menjadi kantor Interior sehingga terlihat seperti art & craft gallery dengan mempertahankan unsur-unsur interior yang masih asli tidak mengalami perubahan yang significant, mungkin karena kantor dengan jumlah kunjungan tidak sebanyak kunjungan ke cafe. Lantai atas selain sebagai kantor juga menjadi tempat penyimpanan barang-barang art dan craft yang siap dipasang. Nilai arsitektur yang dipreservasi dan juga nilai art & craft yang didisplay tidak terasa kuat karena tidak terlihat adanya upaya untuk meningkatkan nilai tampilan dalam interior ruang atas. Mungkin karena jumlah barang yang digelar di lantai atas terlalu banyak sehingga antara display dan ruang tidak saling mendukung untuk menampilkan suasana yang menarik untuk “display” barang art & craft. Kantor di lantai atas merupakan penggabungan dua unit hunian sehingga ukuran tangga utuk menuju ke lantai atas cukup lebar. Balok beton tangga melayang sebagai penopang struktur dibiarkan terbuka sebagai unsur tambahan penunjang interior kantor. Tidak terdapat akses langsung pintu Cafe The Suga Rush yang terletak di lantai bawah.

    Dalam upaya alih fungsi bangunan sebagian besar adaptasi desain interior oleh pemilik unit-unit bangunan di koridor Braga bersikap seperti pendekatan yang dilakukan Cafe The Suga Rush, yakni melakukan jenis pendekatan ke tiga yang tidak mementingkan atau tidak mempedulikan peningkatan nilai eksterior bangunan arsitektur Indo Eropa lama yang dipreservasi. Hanya bangunan yang besar seperti Bank Indonesia dan Bank BJB atau Bank BJB Syariah yeng melakukan jenis pendekatan ke satu atau ke dua. Bank Indonesia melakukan pendekatan ke satu dengan menampilkan interior dengan style

    lama sesuai dengan eksterior bangunannya kendati dalam fungsi dan material yang baru. Bank BJB juga melakukan pendekatan ke satu dengan menampilkan interior yang style- nya sama dengan eksterior, walaupun dalam konteks fungsi ruang yang baru dan penggunaan material yang baru pula. Tujuannya adalah memberi perhatian untuk peningkatan nilai tampilan eksterior bangunan sebagai unsur yang terpenting bagi preservasi koridor Braga.

    Kantor Bank BJB Syariah melakukan cara pendekatan ke dua dengan membuat desain interior dan furniture yang modern berbeda dengan eksterior yang lama dan dipreservasi. Bahkan beberapa unsur eksterior di pintu masuk utama (porte cochere) dan sign system di halaman menggunakan pendekatan desain yang modern, sehingga memberi pesan kepada pengunjung akan adanya saling memperkuat keberadaan antara interior yang modern dan eksterior yang lama untuk dipreservasi.

    Gambar 28 Bangunan Deret (3 Seri)

    Men

    gem

    balik

    an C

    itra

    Kaw

    asan

    Jala

    n Br

    aga

    Band

    ung 54

  • Kemudian tim peneliti juga melakukan analisis terhadap perubahan-perubahan pada beberapa tipologi bangunan yang ada di kawasan Braga. Studi kasus dalam analisis 2 yakni bangunan serie yang terdiri dari 3 unit, yang memiliki perbedaan dengan serie bangunan 8 unit yakni pada letak balkon di atas pintu masuk.

    Kondisi dahulu lantai satu untuk fungsi toko, lantai dua untuk fungsi hunian, denah terdahulu tidak bisa teridentifikasi karena sudah mengalami perubahan.

    Kondisi sekarang lantai dasar untuk fungsi toko dan lantai atas sebagai area tempat makan. Untuk memudahkan pembahasan, analisis ini kemudian ditujukan kepada salah satu bagian dari 3 unit yang terdapat dalam serie bangunan ini yang dianggap mewakili kondisi keseluruhan unit yang lain. Unit ini telah mengalami adaptasi dengan penambahan dan penguranganuntuk keberlanjutannya. Fungsi saat ini sebagai toko retail Indomaret di lantai satu dan di lantai dua untuk area makan sebagai pelengkap dari toko.

    Gambar 30 Stuasi Lantai Dasar sebagai Retail dan Lantai Atas sebagai Restoran

    Nur

    tati

    Soew

    arno

    , Tau

    fan

    Hid

    jaz,

    Eka

    Vird

    iant

    i55

    Gambar 29 Denah Unit Bangunan 3 Deret

  • Tempat makan di lantai atas tidak lebih dari ruang duduk bagi pengunjung Indomaret yang memesan makanan dan minuman di lantai bawah. Adaptasi yang dilakukan di lantai atas hanya menyediakan ruang terbuka dan meja kursi makan saja. Interior masih mengacu pada peninggalan yang ada dengan tambahan alat-alat dan asesories ruang dari perangkat elektronik baru.

    Sisi identitas koridor Braga sebagai kawasan komersial telah terespon oleh masyarakat kota Bandung dengan memberi penilaian sebagai tempat komersial yang menyimpan bangunan bersejarah dari jaman kolonial. Masyarakat membutuhkan stimulus yang lain dari sisi aktifitas berupa sarana dan objek yang memungkinkan terjadinya perilaku dan transaksi yang menarik. Pemerintah dan investor kota Bandung telah memberikan stimulus kawasan ini berupa fungsi jasa dan komersil yang kemudian mendapat respon dengan baik sehingga kawasan koridor Braga menjadi hidup.

    Namun peran aktif pemerintah dan investor di kawasan Braga masih belum memiliki rencana yang signifikan mengembalikan sepenuhnya identitas awal Braga, ataupun melampauinya dengan menjadikan kawasan khusus yang berfungsi sebagai magnit untuk tujuan interaksi dan transaksi bernilai dengan atmosphere ruang menarik karena memiliki kekhasan dan sejarah kota.

    Men

    gem

    balik

    an C

    itra

    Kaw

    asan

    Jala

    n Br

    aga

    Band

    ung 56

  • Nur

    tati

    Soew

    arno

    , Tau

    fan

    Hid

    jaz,

    Eka

    Vird

    iant

    i57

    STRATEGI PENDEKATAN

    Pengertian tentang rancangan ruang (space design) melebar dari waktu ke waktu, dari sebatas upaya untuk mencari pemecahan masalah atas kebutuhan ruang, kemudian berurusan dengan segala hal tentang relasi yang terjadi dalam ruang, misalnya relasi antar ruang yang dikaitkan dengan fungsinya, relasi komunitas dan ruang tempatnya beraktifitas dengan lingkungan seputar kehidupannya.

    Pemikiran-pemikiran tentang relasi ruang dan komunitas terkini dikembangkan untuk mengantisipasi jenis relasi utama tersebut. Antisipasi tersebut dilakukan untuk menghadapi persoalan-persoalan kemasyarakatan di tengah ketiga karak-teristik khasnya, yakni kehidupan di era teknologi informasi, dan makin kritisnya masyarakat terhadap kualitas ruang lingkungan kegiatannya.

    Dalam mengantisipasi persoalan kota Bandung yang memiliki artefak-artefak bangunan di kawasan yang bernilai sejarah tetapi mengalami penurunan citra dan nilai,

    memerlukan penelitian arsitektur dan desain interior untuk mencarikan strategi agar upaya preservasi terhadap kawasan tersebut mampu mengembalikan citra dan menjaga nilai interaksi komunitas kota di dalamnya. Agar kawasan yang dipreservasi mampu hidup dalam fungsinya sebagai kawasan yang menjaga aktivitas warga kota dalam aspek ekonomi, interaksi sosial sambil menjaga nilai sejarah kota.

    Kajian-kajian terhadapnya akan menjadi bermanfaat, apabila mampu sebagai suatu pendekatan ’sistem’,untuk pemecahan masalah preservasi kawasan dalam kaitannya dengan kemanfaatannya bagi komunitas kota. Misalnya preservasi diarahkan sebagai suatu sarana yang membentuk masyarakat agar lebih bergairah berinteraksi dalam aspek sosial dan ekonomi, menghargai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat kearah yang lebih sejahtera.

    Tatanan ruang pada kawasan konservasi harus berkekuatan untuk mengkondisikan pengunjung ruangnya agar berbuat sesuatu, sesuai maksud dan tujuan desain tersebut. Kemudian dengan kian kritisnya masyarakat terhadap mutu lingkungan, peningkatan citra kawasan konservasi sangat bermanfaat apabila diartikan sebagai suatu upaya penting dalam membuat lingkungan “ruang arsitektural baru” sambil menjaga ruang arsitektur lama. Lingkungan baru yang dimaksud adalah lingkungan kegiatan yang lebih menarik untuk interaksi, dan mengharmonisasikan kembali relasi manusia dengan lingkungannya, dangan istilah green design, dan perkembangan berikutnya kemudian menjadi sustainable design.

  • Men

    gem

    balik

    an C

    itra

    Kaw

    asan

    Jala

    n Br

    aga

    Band

    ung 58

    Strategi preservasi yang ditawarkan dalam buku ini ditujukan agar komunitas masyarakat kota sebagai pengunjung ruang konservasi dapat memahami kekayaan artefak sejarah kota Bandung sebagai perwujudan budaya masa lalu yang kemudian mempengaruhi masa kini. Selain itu preservasi juga menawarkan suatu strategi agar keberlangsungan kawasan sebagai warisan masa lalu dapat dilihat sebagai sesuatu ’sistem kegunaan’ yang adaptif di masa sekarang dan di masa yang akan datang. Sistem kegunaan, dalam hal ini berarti pemikiran sistemik yang menyangkut, aktivitas, produk, makna, citra dan nilai-nilainya sesuai dengan isu sustainability.

    Awalnya Braga adalah sebuah jalan kecil di depan pemukiman yang boleh dikatakan sunyi sehingga dinamakan

    Jalan Culik karena cukup rawan. Jalan ini juga dikenal sebagai Jalan Pedati (Pedatiweg) pada tahun 1900-an. Jalan Braga kemudian menjadi ramai karena banyak usahawan-usahawan terutama berkebangsaan Belanda mendirikan toko-toko, bar dan tempat hiburan di kawasan itu seperti toko Onderling Belang (Sarinah). Kemudian pada dasawarsa 1920-an muncul toko-toko dan butik (boutique) pakaian yang mengambil model di kota Paris, Perancis yang saat itu merupakan kiblat model pakaian di dunia. (Kunto, 1984).

    Kawasan Braga menjadi pusat perbelanjaan dan gaya hidup orang Eropa di Hindia Belanda masa itu. Setelah kemerdekaan kawasan Braga mengalami banyak perubahan karena pada saat itu masyarakat belum memberikan prioritas terhadap pelestarian bangunan sebagai peninggalan sejarah. Belum adanya keinginan yang menetapkan peraturan untuk menjaga atau menetapkan sejauh mana perubahan yang boleh dilakukan pada bangunan di kawasan Braga sehingga tidak mengakibatkan terjadinya perubahan pada tipologi bangunan Indische yang ada di Braga.

    Sebagai historical district atau kawasan yang bersejarah Braga memiliki banyak bangunan cagar budaya. Kawasan jalan Braga yang legendaris, seperti juga kota Bandung, dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda, ketika kondisi kota masih lebih sederhana dan populasi yang masih sedikit. Tipologi bangunan Indische style yang ada di Braga ialah bangunan seri atau ganda dengan jumlah unit beragam (2 hingga 8 unit) dengan jumlah lantai dua dan kesatuan atap dan kesinambungan elemen visual pada tampak bangunan.

    Gambar 31Strategi Pendekatan Untuk Kawasan Braga (Soewarno,2017)

  • Nur

    tati

    Soew

    arno

    , Tau

    fan

    Hid

    jaz,

    Eka

    Vird

    iant

    i59

    Gambar 32Kondisi-Potret Braga dari Masa ke Masa dari Berbagai Sumber

  • Men

    gem

    balik

    an C

    itra

    Kaw

    asan

    Jala

    n Br

    aga

    Band

    ung 60

    Secara detail pada Santoni, 2014 disebutkan klasifikasi tipologi bangunan di kawasan Braga adalah Bangunan Tunggal, Bangunan Seri, Bangunan Deret, Bangunan Ansambel, dan Bangunan Modern.

    Pada awal perencanaan dan pembangunannya (1910), kawasan Braga ditujukan sebagai pusat perbelanjaan bagi orang-orang Eropa yang berada di Hindia Belanda. Semaraknya kawasan Braga hanya berlangsung hingga tahun 1942.

    Setelah Jepang datang ke Indonesia fungsi komersial Braga menjadi mati. Setelah kemerdekaan Indonesia, perubahan yang terjadi pada kawasan Braga tidak hanya pada aspek fisik arsitektural saja, aspek fungsi pada bangunan ini pun mengalami perubahan dari waktu ke waktu, kendati masih dalam konteks peruntukan komersial. Perubahan yang paling dapat dilihat ialah perubahan pada tampak bangunan di sepanjang Jalan Braga. Perubahan pada tampak ini banyak yang diakibatkan karena pemilik bangunan terbawa oleh pergeseran nilai estetik yang bergerak ke arah gaya modern, sementara pengetahuan akan sejarah bangunan yang dimilikinya tidak membangkitkan kesadaran mereka akan semangat konservasi.

    Jalan Braga memiliki ciri tersendiri yaitu sekumpulan bangunan dengan sempadan nol dengan ketinggian dua lantai dengan kesamaan atau keserupaan komposisi dari tampak bangunannya. Sebagian bangunan di jalan Braga 22% sudah mengalami perubahan tampak bangunan yang lepas dari citra kawasan Braga semula. Perubahan tampak dimaksudkan oleh pemiliknya untuk menggantikan citranya menjadi bangunan modern, kemungkinan dimaksudkan untuk meningkatkan

    kualitas dan nilainya sebagai bangunan komersial. Padahal dari tipologinya, bangunan-bangunan yang berada di sepanjang jalan Braga direncanakan oleh pemerintahan kolonial bergaya khas di zamannya.

    Bangunan di kawasan Braga direncanakan memiliki tipologi dan karakter yang khusus yaitu adaptasi dari bangunan 4 musim asal orang Eropa dengan tapak di negara tropis Indonesia (Kunto,1980).

    Tidak adanya pengawasan dan peraturan yang jelas terhadap perubahan fisik di kawasan Braga menjadikan tipologi bangunan bangunan tersebut mengalami perubahan ke arah yang bukan memperkuat style yang semula tetapi malah berdampak buruk karena meninggalkan citra kawasan Braga. Padahal bangunan merupakan artefak dan bukti sejarah yang seharusnya dipertahankan jika memiliki nilai-nilai yang berguna bagi ilmu pengetahuan di kemudian hari.

  • Nur

    tati

    Soew

    arno

    , Tau

    fan

    Hid

    jaz,

    Eka

    Vird

    iant

    i61

    Gambar 33Gaya European (Ar t Deco) pada saat itu yang di adaptasikan dengan Ik l im Tro-

    pis. (atas: https://id.pinterest.com/pin/770608186211053203/; bawah: https://id.pinterest.com/pin/649081365018789673/

    Gambar 34 The theater originally opened in 1924 and received the rather unfor tunate and

    misplaced nickname of ’t Stinker tjehttps://id.pinterest.com/pin/41799102768350385/

  • Men

    gem

    balik

    an C

    itra

    Kaw

    asan

    Jala

    n Br

    aga

    Band

    ung 62

    Gambar 35Leidsestraat 1910-1920 http://fotos.serc.nl/noord-holland/amsterdam/amsterdam-29424/ 36

  • Nur

    tati

    Soew

    arno

    , Tau

    fan

    Hid

    jaz,

    Eka

    Vird

    iant

    i63

    Table 2Perbandingan Kondisi Dahulu dan Saat ini

    Kondisi Bangunan Dahulu Kondisi Bangunan Saat Ini Uraian

    • Bangunan : Braga no.44

    • Fungsi lama sebagai hunian

    • Bangunan saat ini dengan langgam dan bentuk yang sangat berbeda

    • Bangunan :Popular