menejemen eksplorasi
DESCRIPTION
Manajemen Eksplorasi dalam Dunia GeotermalTRANSCRIPT
Manajemen Eksplorasi : Eksplorasi Geothermal
EKSPLORASI GEOTHERMAL
Latar Belakang
Indonesia mempunyai banyak gunungapi aktif di sepanjang barat Sumatera, selatan Jawa, Bali,
Lombok, Flores, Sulawesi Utara, dan Halmahera, sehingga sangat potensi terbentuk sumber energi
panasbumi. Sejumlah sumber panasbumi di Indonesia sebagian besar telah didata, diperkirakan
mempunyai potensi energi panasbumi mencapai 29 GWe, dan telah ditemukan 276 lokasi yang
sudah dimanfaatkan baru sekitar 2,6% (PSDG, 2011).
Energi panasbumi ini dapat dijadikan energi alternatif untuk membantu menghemat minyak bumi
yang sampai sekarang masih menjadi handalan khususnya untuk energi listrik. Energi panasbumi
merupakan energi relatif bebas polusi yang dapat dihandalkan untuk pembangkit tenaga listrik dan
sifatnya kompetitif terhadap energi alternatif lainnya. Mengingat besarnya potensi sumber daya
panasbumi di Indonesia dan banyaknya energi yang dikonsumsi untuk listrik dalam waktu
mendatang, maka perlu ditingkatkan penelitian sumber panasbumi di Indonesia sebagai penyediaan
bahan energi alternatif untuk pembangkit tenaga listrik. Energi panasbumi umumnya terletak di
pegunungan yang terisolasi, sehingga dengan penggunaan energi panasbumi yang ada di daerah
penelitian diharapkan dapat meningkatkan komunikasi/ hubungan antara daerah dengan perkotaan
dan menjadikan pertumbuhan ekonomi daerah semakin berkembang.
METODOLOGI
Kerangka pemikiran :
Energi panasbumi merupakan energi alam yang berasal dari hasil pemanasan akuifer di dalam
batuan reservoir oleh suatu sumber panas yang berasal dari magma (Hiroshi Shigeno, 1993),
kemudian melalui rekahan-rekahan atau sesar normal menuju permukaan muncul sebagai air panas
dan uap. Mengacu hipotesa Hiroshi Shigeno, 1993 tersebut, maka penelitian di daerah derajat dan
kamojang perlu mencari data manifestasi panasbumi di lapangan kemudian mengidentifikasi dan
menganalisis. Data panasbumi yang dimaksud mata air panas, uap, batuan alterasi, struktur
geologi (kekar atau sesar) yang merupakan faktor – foktor penyebab munculnya manifestasi
panasbumi di permukaan. Data manifestasi panasbumi yang diperoleh dianalisis di laboratorium
1
Manajemen Eksplorasi : Eksplorasi Geothermal
sehingga didapatkan tipe manifestasi dan sistem panasbumi khususnya di daerah derajat dan
kamojang.
Pengumpulan data :
Data sekunder berupa laporan peneliti terdahulu, citra landsat, peta topografi dan peta geologi
daerah penelitian. Data primer dihimpun dari hasil penelitian lapangan dan laboratorium. Penelitian
lapangan melakukan plotting lokasi hasil pengukuran GPS (Global Positioning System),
pengamatan litologi (mineralogi, alterasi : lemah, sedang, kuat, inten, dan total), pengukuran
struktur dan temperatur air panas, debit, pH, pengambilan conto batuan dan air panas, serta
pemotretan singkapan untuk dokumentasi. Analisis di laboratorium yang diperlukan adalah analisis
petrografi dan kimia batuan dilakukan di Pusat Penelitian Geoteknologi – LIPI Bandung,
kemudian X – Ray Diffraction (XRD) di lakukan di Pusat Survei Geologi (PSG) Bandung, dan
kimia air dilakukan di BPPTK Yogyakarta. Analisis petrografi dilakukan terhadap conto batuan
segar maupun yang teralterasi, yang tujuannya untuk mengidentifikasi mineral-mineral di dalam
conto batuan dan menentukan nama batuannya yaitu dengan menggunakan acuan pada Williams,
et al., 1954, serta meneliti hubungan antara mineral – mineral alterasi yang satu terhadap mineral
alterasi lainnya (apakah terjadi proses overprinting/ penggantian diantara mineral atau tidak),
sehingga dapat digunakan sebagai indikator terjadinya perubahan temperatur di dalam sistem
panasbumi. Conto mineral-mineral alterasi yang dapat terbentuk pada kondisi temperatur, pH
tertentu yang dapat digunakan sebagai mineral pandu di dalam sistem panasbumi (Izawa, 1993).
Misal : adularia dapat sebagai indikator adanya batuan reservoir, epidot indikator temperatur
panasbumi yang potensi, illite indikator batuan penutup. Pengukuran inklusi fluida misal terhadap
kristal kuarsa yang didapatkan di lapangan panasbumi, dapat untuk mengetahui suhu homogenitas
sistem panasbumi. Analisis conto batuan dengan X-Ray-Diffraction (XRD) dilakukan untuk conto
batuan yang mengalami alterasi lemah – total, seperti batuan mengandung mineral lempung hasil
alterasi (illite, montmorillonite) dan sebagainya. Kimia air panas : dari kandungan K, Na, Li, Ca,
Mg, Cl, B, SiO2, Sulfit, HCO3 dapat untuk memprediksi suhu bawah permukaan yaitu dengan
geotermometer kimia (Koga, 1993, Djedi S. Widarto,dkk., 2003). Kimia batuan : unsur utama,
unsur jejak, dan unsur jarang untuk mengetahui jenis batuan/ magma asal, dan posisi terhadap
tektonik.
2
Manajemen Eksplorasi : Eksplorasi Geothermal
DASAR TEORI
Gambar 1. Energi Panasbumi
Energi panas bumi, adalah energi panas yang tersimpan dalam batuan di bawah permukaan
bumi danfluida yang terkandung didalamnya. Energi panas bumi telah dimanfaatkan untuk
pembangkit listrik di Italy sejak tahun 1913 dan di New Zealand sejak tahun 1958. Pemanfaatan
energi panas bumi untuk sektor non‐listrik (direct use) telah berlangsung di Iceland sekitar 70
tahun. Meningkatnya kebutuhan akan energi serta meningkatnya harga minyak, khususnya pada
tahun 1973 dan 1979, telah memacu negara‐negara lain, termasuk Amerika Serikat, untuk
mengurangi ketergantungan mereka pada minyak dengan cara memanfaatkan energi panas bumi.
Saat ini energi panas bumi telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik di 24 Negara, termasuk
Indonesia. Disamping itu fluida panas bumi juga dimanfaatkan untuk sektor non‐listrik di 72
negara, antara lain untuk pemanasan ruangan, pemanasan air, pemanasan rumah kaca, pengeringan
hasil produk pertanian, pemanasan tanah, pengeringan kayu, kertas dll.
3
Manajemen Eksplorasi : Eksplorasi Geothermal
Gambar 2. Potensi Panas bumi Di Indonesia
Indonesia secara geologis terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama yaitu :
Lempeng Eropa-Asia, India-Australia dan Pasifik yang berperan dalam proses pembentukan
gunung api di Indonesia. Kondisi geologi ini memberikan kontribusi nyata akan ketersediaan energi
panas bumi di Indonesia. Manifestasi panas bumi yang berjumlah tidak kurang dari 244 lokasi
tersebar di P. Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, P. Sulawesi,
Halmahera dan Irian Jaya, menunjukkan betapa besarnya kekayaan energi panas bumi yang
tersimpan di dalamnya.
4
Manajemen Eksplorasi : Eksplorasi Geothermal
Gambar 3. Peta Persebaran Potensi Panasbumi Indonesia
Terjadinya sumber energi panasbumi di Indonesia serta karakteristiknya dijelaskan oleh
Budihardi (1998) sebagai berikut. Ada tiga lempengan yang berinteraksi di Indonesia, yaitu
lempeng Pasifik, lempeng India‐Australia dan lempeng Eurasia. Tumbukan yang terjadi antara
ketiga lempeng tektonik tersebut telah memberikan peranan yang sangat penting bagi terbentuknya
sumber energi panas bumi di Indonesia. Tumbukan antara lempeng India‐Australia di sebelah
selatan dan lempeng Eurasia di sebelah utara mengasilkan zona penunjaman (subduksi) di
kedalaman 160 ‐ 210 km di bawah Pulau Jawa‐ Nusatenggara dan di kedalaman sekitar 100 km
(Rocks et. al, 1982) di bawah Pulau Sumatera. Hal ini menyebabkan proses magmatisasi di bawah
Pulau Sumatera lebih dangkal dibandingkan dengan di bawah Pulau Jawa atau Nusatenggara.
Karena perbedaan kedalaman jenis magma yang dihasilkannya berbeda. Pada kedalaman yang lebih
besar jenis magma yang dihasilkan akan lebih bersifat basa dan lebih cair dengan kandungan gas
magmatic yang lebih tinggi sehingga menghasilkan erupsi gunung api yang lebih kuat yang pada
akhirnya akan menghasilkan endapan vulkanik yang lebih tebal dan terhampar luas. Oleh karena
itu, reservoir panas bumi di Pulau Jawa umumnya lebih dalam dan menempati batuan volkanik,
sedangkan reservoir panas bumi di Sumatera terdapat di dalam batuan sedimen dan ditemukan pada
kedalaman yang lebih dangkal.
5
Manajemen Eksplorasi : Eksplorasi Geothermal
Gambar 4. Konversi Energi Panas Menjadi Energi Listrik (Sumber: PLN)
Sistim panas bumi di Indonesia umumnya merupakan sistim hidrothermal yang mempunyai
temperatur tinggi (>225oC), hanya beberapa diantaranya yang mempunyai temperatur sedang
(150o ‐ 225oC). Pengalaman dari lapangan‐lapangan panas bumi yang telah dikembangkan di dunia
maupun di Indonesia menunjukkan bahwa sistem panas bumi bertemperatur tinggi dan sedang,
sanga potensial bila diusahakan untuk pembangkit listrik. Potensi sumber daya panas bumi
Indonesia sangat besar, yaitu sekitar 27500 MWe , sekitar 30‐40% potensi panas bumi dunia.
Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) pada prinsipnya sama seperti Pembangkit Listrik
Tenaga Uap (PLTU), hanya pada PLTU uap dibuat di permukaan menggunakan boiler, sedangkan
pada PLTP uap berasal dari reservoir panasbumi. Apabila fluida di kepala sumur berupa fasa uap,
maka uap tersebut dapat dialirkan langsung ke turbin, dan kemudian turbin akan mengubah energi
panas bumi menjadi energi gerak yang akan memutar generator sehingga dihasilkan energi listrik.
6
Manajemen Eksplorasi : Eksplorasi Geothermal
SISTEM PANAS BUMI
Gambar 5. Sistem Panasbumi
Sistem panas bumi (geothermal system) secara umum dapat diartikan sebagai sistem
penghantaran panas di dalam mantel atas dan kerak bumi dimana panas dihantarkan dari suatu
sumber panas (heat source) menuju suatu tempat penampungan panas (heat sink). Dalam hal ini,
panas merambat dari dalam bumi (heat source) menuju permukaan bumi (heat sink).
Proses penghantaran panas pada sistem panas bumi melibatkan fluida termal yang bisa
berupa batuan yang meleleh, gas, uap, air panas, dan lain-lain. Dalam perjalanannya, fluida termal
yang berupa uap dan atau air panas dapat tersimpan dalam suatu formasi batuan yang berada
diantara sumber panas dan daerah tampungan panas. Formasi batuan ini selanjutnya dikatakan
sebagai reservoir.
Sistem panas bumi yang terpengaruh kuat oleh adanya uap dan atau air panas dikatakan sebagai
sistem hydrothermal. Sistem ini sering berasosiasi dengan pusat vulkanisme atau gunung api di
sekitarnya. Jika fluida magmatik dari gunung api lebih mendominasi sistem hidrotermal, maka
dikatakan sebagai sistem vulkanik hidrotermal (volcanic hydrothermal system). Sistem panas bumi
dapat berada pada daerah bermorfologi datar (flat terrain) dan dapat pula berada pada daerah
7
Manajemen Eksplorasi : Eksplorasi Geothermal
bermorfologi curam (step terrain). Di Indonesia, sistem panas bumi yang umum ditemukan adalah
sistem hidrotermal yang berasosiasi dengan pusat vulkanisme pada daerah bermorfologi step
terrain.
Selain sistem hidrotermal, terdapat pula jenis lain dari sistem panas bumi, seperti: hot dry
rock system, geopressured system, heat sweep system.
Komponen-Komponen Sistem Panas Bumi
Komponen sistem panas bumi yang dimaksud di sini adalah komponen-kompenen dari
sistem panas bumi jenis hidrotermal, karena sistem inilah yang paling umum ditemukan di
Indonesia. Sistem hidrotermal didefenisikan sebagai jenis sistem panas bumi dimana transfer panas
dari sumber panas menuju permukaan bumi adalah melalui proses konveksi bebas yang melibatkan
fluida meteorik dengan atau tanpa jejak fluida magmatik. Fluida meteorik contohnya adalah air
hujan yang meresap jauh ke bawah permukaan tanah.
Komponen-komponen penting dari sistem hidrotermal adalah: sumber panas, reservoir
dengan fluida termal, daerah resapan (recharge), daerah luahan (discharge) dengan manifestasi
permukaan.
1. Sumber Panas
Sepanjang waktu panas dari dalam bumi ditransfer menuju permukaan bumi dan seluruh
muka bumi menjadi tempat penampungan panas (heat sink). Namun begitu, di beberapa tempat
energi panas ini dapat terkonsentrasi dalam jumlah besar dan melebihi jumlah energi panas per
satuan luas yang rata-rata ditemui.
Gunung api merupakan contoh dimana panas terkonsentrasi dalam jumlah besar. Pada
gunung api, konsentrasi panas ini bersifat intermittent yang artinya sewaktu-waktu dapat dilepaskan
dalam bentuk letusan gunung api. Berbeda dengan gunung api, pada sistem panas bumi konsentrasi
panas ini bersifat kontinu. Namun demikian, pada kebanyakan kasus, umumnya gunung api baik
yang aktif maupun yang dormant, adalah sumber panas dari sistem panas bumi. Hal ini ditemui di
Indonesia dimana umumnya sistem panas buminya adalah sistem hidrotermal yang berasosiasi
8
Manajemen Eksplorasi : Eksplorasi Geothermal
dengan pusat vulkanisme atau gunung api. Dalam hal ini, gunung api menjadi penyuplai panas dari
sistem panas bumi di dekatnya.
Oleh karena gunung api merupakan sumber panas potensial dari suatu sistem panas bumi,
maka daerah yang berada pada jalur gunung api berpotensi besar memiliki sistem panas bumi
temperatur tinggi (di atas 225 Celcius). Itulah kenapa Indonesia yang dikenal berada pada jalur
cincin api (ring of fire) diklaim memiliki potensi panas bumi atau geothermal terbesar di dunia.
Daerah lain yang berpotensi menjadi sumber panas adalah: daerah dengan tekanan litostatik
lebih besar dari normal (misal pada geopressured system), daerah yang memiliki kapasitas panas
tinggi akibat peluruhan radioaktif yang terkandung di dalam batuan, daerah yang memiliki
magmatisme dangkal di bawah basemen. Namun pada kasus-kasus ini, intensitas panasnya tidak
sebesar panas dari gunung api.
2. Reservoir
Reservoir panas bumi adalah formasi batuan di bawah permukaan yang mampu menyimpan
dan mengalirkan fluida termal (uap dan atau air panas). Reservoir biasanya merupakan batuan yang
memiliki porositas dan permeabilitas yang baik. Porositas berperan dalam menyimpan fluida termal
sedangkan permeabilitas berperan dalam mengalirkan fluida termal.
Reservoir panas bumi dicirikan oleh adanya kandungan Cl (klorida) yang tinggi dengan pH
mendekati normal, adanya pengayaan isotop oksigen pada fluida reservoir jika dibandingkan
dengan air meteorik (air hujan) namun di saat bersamaan memiliki isotop deuterium yang sama atau
mendekati air meteorik, adanya lapisan konduktif yang menudungi reservoir tersebut di bagian atas,
dan adanya gradien temperatur yang tinggi dan relatif konstan terhadap kedalaman.
Reservoir panas bumi bisa saja ditudungi atau dikelilingi oleh lapisan batuan yang memiliki
permeabilitas sangat kecil (impermeable). Lapisan ini dikenal sebagai lapisan penudung ataucap
rock. Batuan penudung ini umumnya terdiri dari minera-mineral lempung yang mampu mengikat
air namun sulit meloloskannya (swelling). Mineral-mineral lempung ini mengandung ikatan-ikatan
hidroksil dan ion-ion seperti Ka dan Ca sehingga menyebabkan lapisan tersebut menjadi sangat
konduktif. Sifat konduktif dari lapisan ini bisa dideteksi dengan melakukan survei magneto-tellurik
(MT) sehingga posisi lapisan konduktif ini di bawah permukaan dapat terpetakan. Dengan
9
Manajemen Eksplorasi : Eksplorasi Geothermal
mengetahui posisi dari lapisan konduktif ini, maka posisi reservoir dapat diperkirakan, karena
reservoir panas bumi biasanya berada di bawah lapisan konduktif ini.
3. Daerah Resapan (Recharge)
Daerah resapan merupakan daerah dimana arah aliran air tanah di tempat tersebut
bergerakmenjauhi muka tanah. Dengan kata lain, air tanah di daerah resapan bergerak menuju ke
bawah permukaan bumi.
Dalam suatu lapangan panas bumi, daerah resapan berada pada elevasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan elevasi dari daerah dimana sumur-sumur produksi berada. Daerah resapan
juga ditandai dengan rata-rata resapan air tanah per tahun yang bernilai tinggi.
Menjaga kelestarian daerah resapan penting artinya dalam pengembangan suatu lapangan
panas bumi. Menjaga kelesatarian daerah resapan berarti juga menjaga keberlanjutan hidup dari
reservoir panas bumi untuk jangka panjang. Hal ini karena daerah resapan yang terjaga dengan baik
akan menopang tekanan di dalam formasi reservoir karena adanya fluida yang mengisi pori di
dalam reservoir secara berkelanjutan. Menjaga kelestarian daerah resapan juga penting artinya bagi
kelestarian lingkungan hidup. Sehingga dari sini dapat dikatakan juga bahwa pengembangan panas
bumi bersahabat dengan lingkungan.
4. Daerah Discharge dengan Manifestasi Permukaan
Daerah luahan (discharge area) merupakan daerah dimana arah aliran air tanah di tempat
tersebut bergerak menuju muka tanah. Dengan kata lain, air tanah di daerah luahan akan bergerak
menuju ke atas permukaan bumi. Daerah luahan pada sistem panas bumi ditandai dengan hadirnya
manifestasi di permukaan. Manifestasi permukaan adalah tanda-tanda yang tampak di permukaan
bumi yang menunjukkan adanya sistem panas bumi di bawah permukaan di sekitar kemunculannya.
Manifestasi permukaan bisa keluar secara langsung (direct discharge) seperti mata air panas
dan fumarola. Fumarola adalah uap panas (vapor) yang keluar melalui celah-celah batuan dengan
kecepatan tinggi yang akhirnya berubah menjadi uap air (steam). Tingginya kecepatan dari
fumarola sering kali menimbulkan bunyi bising.
Manifestasi permukaan juga bisa keluar secara terdifusi seperti pada kasus tanah beruap
(steaming ground) dan tanah hangat (warm ground), juga bisa keluar secara intermittentseperti pada
10
Manajemen Eksplorasi : Eksplorasi Geothermal
manifestasi geyser, dan juga bisa keluar secara tersembunyi seperti dalam bentuk rembesan di
sungai.
Secara umum, manifetasi permukaan yang sering muncul pada sistem-sistem panas bumi di
Indonesia adalah: mata air panas, fumarola, steaming ground, warm ground, kolam lumpur panas,
solfatara, dan batuan teralterasi. Solfatara adalah uap air (steam) yang keluar melalui rekahan
batuan yang bercampur dengan H2S, CO2, dan kadang juga SO2 serta dapat mengendapkan sulfur
di sekitar rekahan tempat keluarnya. Sedangkan batuan teralterasi adalah batuan yang terubahkan
karena adanya reaksi antara batuan tersebut dengan fluida panas bumi.
Mata air panas sebagai salah satu bentuk manifestasi panas bumi.
11
Manajemen Eksplorasi : Eksplorasi Geothermal
Seepage yang muncul di danau sebagai bentuk lain dari manifestasi panas bumi.
12
Manajemen Eksplorasi : Eksplorasi Geothermal
Sejarah Panas Bumi
Usulan JB Van Dijk pada tahun 1918 untuk memanfaatkan sumber energi panasbumi di
daerah kawah Kamojang, Jawa Barat, merupakan titik awal sejarah perkembangan
panasbumi di Indonesia.
Secara kebetulan, peristiwa itu bersamaan waktu dengan awal pengusahaan panasbumi di dunia,
yaitu di Larnderello, Italia, yang juga terjadi di tahun 1918. Bedanya, kalau di Indonesia masih
sebatas usulan, di Italia pengusahaan telah menghasilkan uap alam yang dapat dimanfaatkan untuk
membangkitkan tenaga listrik.
1926 - 1928
Lapangan panasbumi Kamojang, dengan sumurnya bernama KMJ-3, yang pernah menghasilkan uap
pada tahun 1926, merupakan tonggak pemboran eksplorasi panasbumi pertama oleh Pemerintah
kolonial Belanda. Sampai sekarang, KMJ-3 masih menghasilkan uap alam kering dengan suhu 140C
dan tekanan 2,5 atmosfer (atm).Sampai tahun 1928 telah dilakukan lima pemboran eksplorasi
panasbumi, tetapi yang berhasil mengeluarkan uap -- ya itu tadi -- hanya sumur KMJ-3 dengan
kedalaman 66 meter. Sampai saat ini KMJ-3 masih menghasilkan uap alam kering dengan suhu
1400 C dan tekanan 2,5 atmosfer.
Sejak 1928 kegiatan pengusahaan panasbumi di Indonesia praktis terhenti dan baru dilanjutkan
kembali pada tahun 1964. Dari 1964 sampai 1981 penyelidikan sumber daya panasbumi dilakukan
secara aktif bersama-sama oleh Direktorat Vulkanologi (Bandung), Lembaga Masalah Ketenagaan
(LMK PLN dan ITB) dengan memanfaatkan bantuan luar negeri.
1970-an
Tahun 1972 telah dilakukan pemboran pada enam buah sumur panasbumi di pegunungan Dieng,
dengan kedalaman mencapai 613 meter. Sayangnya, dari keenam sumur tersebut tidak satu pun yang
berhasil ditemukan uap panasbumi.Penyelidikan yang lebih komprehensif di Kamojang dilakukan
pada 1972 menyangkut geokimia, geofisika, dan pemetaan geologi. Di tahun itu Cisolok, Jawa
Barat, dan kawah Ijen, Jawa Timur, juga dilakukan penyelidikan.Lalu di tahun 1974, Pertamina aktif
di dalam kegiatan di Kamojang, bersama PLN, untuk pengembangan pembangkitan tenaga listrik
sebesar 30 MW. Selesai tahun 1977. Saat itu Selandia Baru memberikan bantuan dana sebesar 24
juta dolar New Zealand dari keperluan 34 juta dolar NZ. Sekurangnya dibiayai Pemerintah
Indonesia.Selain itu, Pertamina juga membangun dua buah monoblok dengan kapasitas total 2 MW
13
Manajemen Eksplorasi : Eksplorasi Geothermal
di lapangan Kamojang dan Dieng. Diresmikan 27 November 1978 untuk monoblok Kamojang dan
tanggal 14 Mei 1981 untuk monoblok Dieng.PLTP Kamojang sendiri diresmikan 1 Februari 1983
dengan kapasitas 30 MW. Perkembangan cukup penting di Kamojang terjadi pada tahun 1974,
ketika Pertamina bersama PLN mengembangkan lapangan panasbumi tersebut. Sebuah sumur
panasbumi dieksplorasi dengan kedalaman 600 meter yang menghasilkan uap panasbumi dengan
semburan tegak oleh suhu pipa pada garis alir 1290.Di luar Pulau Jawa, sumber daya panasbumi
dikembangkan di Lahendong, Sulawesi Utara, dan di Lempung Kerinci. Kunjungan tim survei di
Lahendong di tahun 1971 melibatkan Direktorat Geologi Bandung, PLN, dan pakar panasbumi dari
Selandia Baru. Survei tersebut pada 1977/1978 oleh tim survei dari Kanada, yaitu Canadian
International Development Agency (CIDA).
1980-an
Pada 1980-an usaha pengembangan panasbumi ditandai oleh keluarnya Keppres No. 22 Tahun 1981
untuk menggantikan Keppres No. 16 Tahun 1974. Menurut ketentuan dalam Keppres No. 22/1981
tersebut, Pertamina ditunjuk untuk melakukan survei eksplorasi dan eksploitasi panasbumi di
seluruh Indonesia. Atas dasar itu sejak 1982 kegiatan di Lahendong diteruskan oleh Pertamina
dengan mengadakan survei geologi, geokimia, dan geofisika. Pada 1982 itu juga Pertamina
menandatangani kontrak pengusahaan panasbumi dengan Unocal Geothermal of Indonesia (UGI)
untuk sumur panasbumi di Gunung Cisalak, Jawa Barat. Baru pada tahun 1994 beroperasi PLTP
Unit I dan II Gunung Salak.Dan pada Februari 1983 sumur panasbumi di Kamojang berhasil
dikembangkan secara baik, dengan beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP)
Unit-I (1x30 MW). Dan baru pada Februari 1987 Pertamina berhasil mengoperasikan PLTP Unit
II.Sementara pengusahaan panasbumi di Gunung Drajat, Jawa Barat, dilakukan oleh Pertamina
dengan Amoseas of Indonesia Inc. dan PLN (JOC-ESC). Tahun 1994 beropasi PLTP Unit I di
Gunung Drajat.
1990-an
Pada tahun 1991 Pemerintah sekali lagi mengeluarkan kebijakan pengusahaan panasbumi melalui
Keppres No. 45/1991 sebagai penyempurnaan atas Keppres No. 22/1981. Dalam Keppres No.
45/1991 Pertamina mendapat keleluasaan, bersama kontraktor, untuk melakukan eksplorasi dan
eksploitasi panasbumi. Pertamina juga lebih diberi keleluasaan untuk menjual produksi uap atau
14
Manajemen Eksplorasi : Eksplorasi Geothermal
listrik kepada PLN atau kepada badan hukum pemegang izin untuk kelistrikan.Di samping itu, pada
tahun 1991 keluar juga Keppres No. 49/1991 untuk menggantikan Keppres No. 23/1981 yang
mengatur tentang pajak pengusahaan panasbumi dari 46% menjadi 34%. Tujuannya adalah untuk
merangsang peningkatan pemanfaatan energi panasbumi. Pada tahun 1994 telah ditandatangani
kontrak pengusahaan panasbumi antara Pertamina dengan empat perusahaan swasta. Masing-masing
untuk daerah Wayang Windu, Jawa Barat (PT Mandala Nusantara), Karaha, Jawa Barat (PT Karaha
Bodas Company), Dieng, Jawa Tengah (PT Himpurna California Energy), dan Patuha, Jawa Barat
(PT Patuha Power Limired). Untuk selanjutnya, 1995, penandatanganan kontrak (JOC & ESC)
Pertamina Bali Energy Limited dan PT PLN (Persero) untuk pengusahaan dan pemanfaatan
panasbumi di daerah Batukahu, Bali.Masih di tahun 1995 penandatanganan kontrak (SSC & ESC)
untuk Kamojang Unit-IV dan V antara Pertamina dengan PT Latoka Trimas Bina Energi, serta ESC
antara PT Latoka Trimas Bina Energi dengan PT PLN (Persero). Dan masih di tahun 1995
dikeluarkan MOU antara Pertamina dengan PT PLN untuk membangun PLTP (1x20 MW) di
Lahendong, Sulawesi Utara dan monoblok (2 MW) di Sibayak, Sumatera Utara.
PENGATURAN PEMERINTAH
Pada awalnya, pengusahaan panasbumi dipercayakan oleh Pemerintah kepada Pertamina,
berdasarkan Keppres No. 6 Tahun 1974 tanggal 20 Maret 1974. Meskipun dengan wilayah kerja
yang masih terbatas, yaitu di Pulau Jawa saja. Setelah itu wilayah kerja meluas, yaitu ketika
Pemerintah mengeluarkan Keppres No. 22/1981 tentang kuasa pengusahaan eksplorasi dan
eksploitasi sumber daya panasbumi untuk pembangkit tenaga listrik di Indonesia. Pelaksanaannya
diserahkan kepada Pertamina.Pertamina diwajibkan menjual energi listrik yang dihasilkan dari
pengusahaan panasbumi kepada PLN. Selain itu, kalaupun Pertamina belum atau tidak bisa
melaksanakan pengusahaan tersebut, bisa bergandengan dengan pihak lain dalam bentuk Kontrak
Operasi Bersama (Joint Operation Contract). Sampai saat itu, pajak pengusahaan panasbumi sebesar
46%. Hal ini diatur Keppres No. 23 Tahun 1981. Dalam perkembangan kemudian, Pemerintah
mengizinkan instansi lain (selain Pertamina), baik BUMN, swasta nasional, termasuk koperasi untuk
mengembangkan usaha dalam bidang ketenagalistrikan skala kecil (10 MW) dan keperluan lain
yang terkait.Soal ini diatur Keppres No. 45/ 1991 yang menyempurnakan Keppres No. 22/ 1981.
Pertamina selaku pemegang kuasa eksplorasi, untuk menjual hasil produksi panasbumi, baik berupa
energi atau listrik tidak hanya kepada PLN. Kemudian Keppres No. 49/1991 sebagai pengganti
15
Manajemen Eksplorasi : Eksplorasi Geothermal
Keppres No. 23/1981. Di sini diatur kewajiban fiskal pengusahaan panasbumi. Ditetapkan bahwa
total bagian yang disetor kepada Pemerintah sebesar 34% dari net operating income.
Aktifitas geologi Jawa Barat menghasilkan beberapa zona fisiografi yang satu sama lain dapat
dibedakan berdasarkan morfologi, petrologi, dan struktur geologinya. Van Bemmelen (1949),
membagi daerah Jawa Barat ke dalam 4 besar zona fisiografi, masing-masing dari utara ke selatan
adalah Zona Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan
Zona Dataran Pantai Jakarta menempati bagian utara Jawa membentang barat-timur mulai dari
Serang, Jakarta, Subang, Indramayu, hingga Cirebon. Daerah ini bermorfologi dataran dengan
batuan penyusun terdiri atas aluvium sungai/pantai dan endapan gunungapi muda.
16
Manajemen Eksplorasi : Eksplorasi Geothermal
Zona Bogor terletak di sebelah selatan Zona Dataran Pantai Jakarta, membentang mulai dari
Tangerang, Bogor, Purwakarta, Sumedang, Majalengka, dan Kuningan. Zona Bogor umumnya
bermorfologi perbukitan yang memanjang barat-timur dengan lebar maksimum sekitar 40 km.
Batuan penyusun terdiri atas batuan sedimen Tersier dan batuan beku baik intrusif maupun
ekstrusif. Morfologi perbukitan terjal disusun oleh batuan beku intrusif, seperti yang ditemukan di
Komplek Pegunungan Sanggabuana, Purwakarta. Van Bemmelen (1949), menamakan morfologi
perbukitannya sebagai antiklinorium kuat yang disertai oleh pensesaran.
Zona Bandung yang letaknya di bagian selatan Zona Bogor, memiliki lebar antara 20 km hingga 40
km, membentang mulai dari Pelabuhanratu, menerus ke timur melalui Cianjur, Bandung hingga
Kuningan. Sebagian besar Zona Bandung bermorfologi perbukitan curam yang dipisahkan oleh
beberapa lembah yang cukup luas. Van Bemmelen (1949) menamakan lembah tersebut sebagai
depresi di antara gunung yang prosesnya diakibatkan oleh tektonik (intermontane depression).
Batuan penyusun di dalam zona ini terdiri atas batuan sedimen berumur Neogen yang ditindih
secara tidak selaras oleh batuan vulkanik berumur Kuarter. Akibat tektonik yang kuat, batuan
tersebut membentuk struktur lipatan besar yang disertai oleh pensesaran. Zona Bandung
merupakan puncak dari Geantiklin Jawa Barat yang kemudian runtuh setelah proses pengangkatan
berakhir (van Bemmelen, 1949).
Zona Pegunungan Selatan terletak di bagian selatan Zona Bandung. Pannekoek (1946) menyatakan
bahwa batas antara kedua zona fisiografi tersebut dapat diamati di Lembah Cimandiri, Sukabumi.
Perbukitan bergelombang di Lembah Cimandiri yang merupakan bagian dari Zona Bandung
berbatasan langsung dengan dataran tinggi (plateau) Zona Pegunungan Selatan. Morfologi dataran
tinggi atau plateau ini, oleh Pannekoek (1946) dinamakan sebagai Plateau Jampang.
2.1.3 TEKTONIK REGIONAL
Lempeng Paparan Sunda dibatasi oleh kerak samudra di selatan dan pusat pemekaran kerak
samudra di timur. Bagian barat dibatasi oleh kerak benua dan di bagian selatan dibatasi oleh batas
pertemuan kerak samudra dan benua berumur kapur (ditandai adanya Komplek Melange Ciletuh)
dan telah tersingkap sejak umur Tersier. Sejak awal tersier (Oligosen akhir), kerak samudra secara
umum telah miring ke arah utara dan tersubduksi di bawah Dataran Sunda (Hamilton, 1979).
17
Manajemen Eksplorasi : Eksplorasi Geothermal
Tektonik kompresi dan ekstensi dihasilkan oleh gaya tekan pergerakan Lempeng Indo-Australia dan
putaran Kalimantan ke utara, membentuk rift dan half-graben sepanjang batas selatan Lempeng
Paparan Sunda pada Eosen-Oligosen (Hall, 1977). Karakter struktur di daratan terdiri dari
perulangan struktur cekungan dan tinggian, dari barat ke timur yaitu Tinggian Tangerang,
Rendahan Ciputat, Tinggian Rengasdengklok, Rendahan Pasir Putih, Tinggian dan Horst
Pamanukan-Kandanghaur, Rendahan Jatibarang dan Rendahan Cirebon . Pola struktur batuan dasar
di lepas pantai merupakan pola struktur yang sama pada Cekungan Sunda, Cekungan Asri, Seribu
Platform, Cekungan Arjuna, Tinggian F, Cekungan Vera, Eastern Shelf, Cekungan Biliton, Busur
Karimun Jawa dan Bawean Trough. Beberapa bukti menunjukan adanya gabungan antara
asymmetrical sag dan half graben pada tektonik awal pembentukan cekungan di daerah Jawa Barat
Utara.
STRUKTUR REGIONAL
Di daerah Jawa Barat terdapat banyak pola kelurusan bentang alam yang diduga merupakan hasil
proses pensesaran. Jalur sesar tersebut umumnya berarah barat-timur, utara-selatan, timurlaut-
baratdaya, dan baratlaut-tenggara. Secara regional, struktur sesar berarah timurlaut-baratdaya
dikelompokkan sebagai Pola Meratus, sesar berarah utara-selatan dikelompokkan sebagai Pola
Sunda, dan sesar berarah barat-timur dikelompokkan sebagai Pola Jawa. Struktur sesar dengan arah
barat-timur umumnya berjenis sesar naik, sedangkan struktur sesar dengan arah lainnya berupa
sesar mendatar. Sesar normal umum terjadi dengan arah bervariasi.
Dari sekian banyak struktur sesar yang berkembang di Jawa Barat, ada tiga struktur regional yang
memegang peranan penting, yaitu Sesar Cimandiri, Sesar Baribis, dan Sesar Lembang. Ketiga sesar
tersebut untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh van Bemmelen (1949) dan diduga ketiganya
masih aktif hingga sekarang.
Sesar Cimandiri merupakan sesar paling tua (berumur Kapur), membentang mulai dari Teluk
Pelabuhanratu menerus ke timur melalui Lembah Cimandiri, Cipatat-Rajamandala, Gunung
Tanggubanperahu-Burangrang dan diduga menerus ke timurlaut menuju Subang. Secara
keseluruhan, jalur sesar ini berarah timurlaut-baratdaya dengan jenis sesar mendatar hingga oblique
(miring). Oleh Martodjojo dan Pulunggono (1986), sesar ini dikelompokkan sebagai Pola Meratus.
18
Manajemen Eksplorasi : Eksplorasi Geothermal
Sesar Baribis yang letaknya di bagian utara Jawa merupakan sesar naik dengan arah relatif barat-
timur, membentang mulai dari Purwakarta hingga ke daerah Baribis di Kadipaten-Majalengka
(Bemmelen, 1949). Bentangan jalur Sesar Baribis dipandang berbeda oleh peneliti lainnya.
Martodjojo (1984), menafsirkan jalur sesar naik Baribis menerus ke arah tenggara melalui
kelurusan Lembah Sungai Citanduy, sedangkan oleh Simandjuntak (1986), ditafsirkan menerus ke
arah timur hingga menerus ke daerah Kendeng (Jawa Timur). Penulis terakhir ini menamakannya
sebagai “Baribis-Kendeng Fault Zone”. Secara tektonik, Sesar Baribis mewakili umur paling muda
di Jawa, yaitu pembentukannya terjadi pada periode Plio-Plistosen. Selanjutnya oleh Martodjojo
dan Pulunggono (1986), sesar ini dikelompokkan sebagai Pola Jawa.
Sesar Lembang yang letaknya di utara Bandung, membentang sepanjang kurang lebih 30 km
dengan arah barat-timur. Sesar ini berjenis sesar normal (sesar turun) dimana blok bagian utara
relatif turun membentuk morfologi pedataran (Pedataran Lembang). Van Bemmelen (1949),
mengaitkan pembentukan Sesar Lembang dengan aktifitas Gunung Sunda (G. Tangkubanperahu
merupakan sisa-sisa dari Gunung Sunda), dengan demikian struktur sesar ini berumur relatif muda
yaitu Plistosen.
Struktur sesar yang termasuk ke dalam Pola Sunda umumnya berkembang di utara Jawa (Laut
Jawa). Sesar ini termasuk kelompok sesar tua yang memotong batuan dasar (basement) dan
merupakan pengontrol dari pembentukan cekungan Paleogen di Jawa Barat.
Mekanisme pembentukan struktur geologi Jawa Barat terjadi secara simultan di bawah pengaruh
aktifitas tumbukan Lempeng Hindia-Australia dengan Lempeng Eurasia yang beralangsung sejak
Zaman Kapur hingga sekarang. Posisi jalur tumbukan (subduction zone) dalam kurun waktu
tersebut telah mengalami beberapa kali perubahan. Pada awalnya subduksi purba (paleosubduksi)
terjadi pada umur Kapur, dimana posisinya berada pada poros tengah Jawa sekarang. Jalur
subduksinya berarah relatif barat-timur melalui daerah Ciletuh-Sukabumi, Jawa Barat menerus ke
timur memotong daerah Karangsambung-Kebumen, Jawa Tengah. Jalur paleosubduksi ini
selanjutnya menerus ke Laut Jawa hingga mencapai Meratus, Kalimantan Timur (Katili, 1973).
Penulis ini menarik jalur paleosubduksi berdasarkan pada singkapan melange yang tersingkap di
Ciletuh (Sukabumi), Karangsambung (Kebumen), dan Meratus (Kalimantan Timur). Berdasarkan
penanggalan radioaktif yang dilakukan terhadap beberapa contoh batuan melange, diketahui umur
batuannya adalah Kapur.
19
Manajemen Eksplorasi : Eksplorasi Geothermal
Peristiwa subduksi Kapur diikuti oleh aktifitas magmatik yang menghasilkan endapan gunungapi
berumur Eosen. Di Jawa Barat, endapan gunungapi Eosen diwakili oleh Formasi Jatibarang dan
Formasi Cikotok. Formasi Jatibarang menempati bagian utara Jawa dan pada saat ini sebarannya
berada di bawah permukaan, sedangkan Formasi Cikotok tersingkap di daerah Bayah dan
sekitarnya.
Jalur gunungapi (vulcanic arc) yang umurnya lebih muda dari dua formasi tersebut di atas adalah
Formasi Jampang. Formasi ini berumur Miosen yang ditemukan di Jawa Barat bagian selatan.
Dengan demikian dapat ditafsirkan telah terjadi pergeseran jalur subduksi dari utara ke arah selatan.
Untuk ketiga kalinya, jalur subduksi ini berubah lagi. Pada saat sekarang, posisi jalur subduksi
berada Samudra Hindia dengan arah relatif barat-timur. Kedudukan jalur subduksi ini menghasilkan
aktifitas magmatik berupa pemunculan sejumlah gunungapi aktif. Beberapa gunungapi aktif yang
berkaitan dengan aktifitas subduksi tersebut, antara lain G. Salak, G. Gede, G. Malabar, G.
Tanggubanperahu, dan G. Ciremai.
Walaupun posisi jalur subduksi berubah-ubah, namun jalur subduksinya relatif sama, yaitu berarah
barat-timur. Posisi tumbukan ini selanjutnya menghasilkan sistem tegasan (gaya) berarah utara-
selatan.
Aktifitas tumbukan lempeng di Jawa Barat, menghasilkan sistem tegasan (gaya) berarah utara-
selatan.
Bagian utara didominasi oleh struktur ekstensi, sedangkan struktur kompresi sedikit sekali. Sesar-
sesar yang terbentuk yaitu sesar-sesar berarah baratlaut-tenggara, utara dan timur laut membentuk
rift dan beberapa cekungan pengendapan yang dikenal sebagai Sub-cekungan Arjuna Utara, Sub-
cekungan Arjuna Tengah dan Sub-cekungan Arjuna Selatan, serta Sub-cekungan Jatibarang dan
sesar-sesar geser menganan berarah baratlaut-tenggara.
Fase rifting pada Eosen-Oligosen memiliki arah ekstensi utama berarah timurlaut-baratdaya hingga
barat-timur. Cekungan ini tidak terbentuk sebagai cekungan busur belakang, namun sebagai pull-
apart. Hamilton (1979) menyebutkan dua alasan yang dapat menjelaskan hal tersebut yaitu
pertama, arah ekstensi cekungan hampir tegak lurus dengan zona subduksi saat ini, dan kedua,
kerak benua yang tebal terlihat dalam pembentukan struktur rift cekungan tersebut.
20
Manajemen Eksplorasi : Eksplorasi Geothermal
Terdiri atas dua grup sedimen, yaitu syn rift sedimen yang didominasi oleh non marin/sedimen
darat dan post rift sedimen (sag) yang didominasi oleh sikuen endapan marin dan transisi.
Batuan dasar cekungan merupakan batuan dasar Pra-Tersier yang mewakili kerak benua Daratan
Sunda, terdiri atas batuan beku dan metamorf berumur Kapur atau lebih tua dan juga endapan
klastik dan gamping yang terbentuk pada awal Tersier.
Endapan syn rift diawali oleh pengendapan Formasi Jatibarang (di Cekungan Sunda diendapkan
Formasi Banuwati), dicirikan oleh perselingan volkanik-klastik dan sedimen lakustrin.
Endapan Post rift/sag basin fill (Miosen Awal-Plistosen) merupakan fase transgresif di daerah Laut
Jawa. Pada endapan Post-rift tersebut diendapkan secara selaras setara batugamping Formasi
Baturaja. Pengendapan selanjutnya berupa endapan laut dangkal Formasi Cibulakan Atas dan
Formasi Parigi. Pengendapan terakhir adalah Formasi Cisubuh yang berada di bawah endapan
aluvial yang terjadi saat ini.
MANIFESTASI PANAS BUMI DAERAH KAMOJANG
1. Kawah Kamojang
Gambar 1. Kawah Kamojang
21
Manajemen Eksplorasi : Eksplorasi Geothermal
2. Mata Air Panas (Hot Spring)
Gambar 4. Lumpur Panas sebagai manifestasi geothermal
3. Mud Pool
Gambar 3. Lumpur Panas sebagai manifestasi geothermal
22
Manajemen Eksplorasi : Eksplorasi Geothermal
Mud pool merupakan kolam lumpur yang kenampakannya sedikit mengandung uap dan gas
CO2 tidak terkondensasi umumnya fluida berasal dari kondensasi uap. Perubahan cairan lumpur uap
menyebabkan gas CO2 keluar.
4. Fumarol
Gambar 4. Fumarol di sekitar puncak Kamojang
Fumarol ialah uap panas (vapour) yang keluar melalui celah-celah batuan dan kemudian
berubah menjadi uap air (steam), yang umumnya mengandung gas SO2 yang relative tinggi serta
gas CO2.
5. Geyser
23
Manajemen Eksplorasi : Eksplorasi Geothermal
Gambar 5. Kawah Kamojang dengan semburan Geyser keudara setinggi 20 meter
Kegiatan Eksplorasi Panas Bumi
Kegiatan eksplorasi dan pengembangan lapangan panas bumi yang dilakukan dalam usaha
mencari sumberdaya panas bumi, membuktikan adanya sumberdaya serta memproduksikan dan
memanfaatkan fluidanya dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Eksplorasi pendahuluan atau Reconnaisance survei
2. Eksplorasi lanjut atau rinci (Pre-feasibility study)
3. Pemboran Eksplorasi
4. Studi kelayakan (Feasibility study)
5. Perencanaan
6. Pengembangan dan pembangunan
7. Produksi
8. Perluasan
I. EKSPLORASI PENDAHULUAN (RECONNAISANCE SURVEY)
24
Manajemen Eksplorasi : Eksplorasi Geothermal
Eksplorasi pendahuluan atau Reconnaisance survey dilakukan untuk mencari daerah prospek
panas bumi, yaitu daerah yang menunjukkan tanda-tanda adanya sumberdaya panas bumi dilihat
dari kenampakan dipermukaan, serta untuk mendapatkan gambaran mengenai geologi regional di
daerah tersebut.
Secara garis besar pekerjaan yang dihasilkan pada tahap ini terdiri dari :
1. Studi Literatur
2. Survei Lapangan
3. Analisa Data
4. Menentukan Daerah Prospek
5. Spekulasi Besar Potensi Listrik
6. Menentukan Jenis Survei yang Akan Dilakukan Selanjutnya
I. EKSPLORASI LANJUT ATAU RINCI (PRE-FEASIBILITY STUDY)
Tahap kedua dari kegiatan eksplorasi adalah tahap ‘pre-feasibility study’ atau tahap survey
lanjut. Survei yang dilakukan terdiri dari survei geologi, geokimia dan geofisika. Tujuan dari survei
tersebut adalah :
Mendapatkan informasi yang lebih baik mengenai kondisi geologi permukaan dan bawah
permukaan
Mengidentifikasi daerah yang “diduga” mengandung sumberdaya panasbumi.
Dari hasil eksplorasi rinci dapat diketahui dengan lebih baik mengenai penyebaran batuan,
struktur geologi, daerah alterasi hydrothermal, geometri cadangan panas bumi, hidrologi, system
panasbumi, temperatur reservoir, potensi sumberdaya serta potensi listriknya.
Untuk mencapai tujuan tersebut diatas, survei umumnya dilakukan di tempat-tempat yang
diusulkan dari hasil survei pendahuluan. Luas daerah yang akan disurvei tergantung dari keadaan
geologi morfologi, tetapi umumnya daerah yang disurvei adalah sekitar 500-1000 km2, namun ada
juga yang hanya seluas 10-100 km2.
25
Manajemen Eksplorasi : Eksplorasi Geothermal
Waktu yang diperlukan sangat tergantung pada luas daerah yang diselidiki, jenis-jenis
pengujian yang dilakukan serta jumlah orang yang terlibat. Bila sumberdaya siperkirakan
mempunyai temperature tinggi dan mempunyai potensi untuk pembangkit listrik biasanya luas
daerah yang diselidiki cukup luas, sehingga untuk menyelesaikan tahap pre-feasibility study (survei
lapangan, interpretasi dan analisis data, pembuatan model hingga pembuatan laporan) diperlukan
waktu sekitar ± satu tahun.
Ada dua pendapat mengenai luas daerah yang diselidiki dan waktu yang diperlukan untuk
eksplorasi rinci di daerah yang sumberdayanya diperkirakan mempunyai termperatur sedang.
Sekelompok orang berpendapat bahwa apabila sumberdaya mempunyai temperatur sedang, maka
dengan pertimbangan ekonomi luas daerah yang diselidiki bisa lebih kecil dan didaerah tersebut
cukup hanya dilakukan satu jenis survey geofisika saja. Dengan demikian waktu yang diperlukan
untuk menyelesaikan tahap pre-feasibility study menjadi lebih pendek, yaitu hanya beberapa bulan
saja. Sementara kelompok lain berpendapat bahwa untuk daerah panasbumi dengan tingkatan
prospek lebih rendah (sedang) dan akan dikembangkan justru memerlukan survey yang lebih
lengkap dan lebih teliti untuk menghindarkan terlalu banyaknya kegagalan pemboran.
1. Survei Geologi Lanjut/Rinci
Survei geologi umumnya yang pertama dilakukan untuk memahami struktur geologi dan
stratigrafi maka survei geologi rinci harus dilakukan di daerah yang cukup luas.
Lama waktu penyelidikan tergantung pada luas daerah yang diselidiki serta jumlah orang yang
terlibat dalam penyelidikan, tetpi hingga penulisan laporan biasanya diperlukan sekitar 3-6
bulan.
Survei geologi ini bertujuan untuk mengetahui penyebaran batuan secara mendatar maupun
secara vertikal, struktur geologi, tektonik dan sejarah geologi dalam kaitannya dengan
terbentuknya suatu sistem panas bumi termasuk memperkirakan luas daerah prospek dan
sumber panasnya.
1. Survei Geokimia Lanjut
26
Manajemen Eksplorasi : Eksplorasi Geothermal
Pekerjaan yang dilakukan pada suatu survei geokimia lanjut pada dasarnya hamper sama
dengan pada tahap survei pendahuluan, tetapi pada tahap ini sampel harus diambil dari semua
manifestasi permukaan yang ada di daerah tersebut dan di daerah sekitarnya untuk dianalisis di
tampat pengambilan sampel dan atau di laboratorium. Analisis geokimia tidak hanya dilakukan
pada fluida tau gas dari manifestasi panas permukaan, tetapi juga pada daerah lainnya untuk
melihat kandungan gas dan unsure-unsur tertentu yang terkadanga dalam tanah yang terbentuk
karena aktivitas hydrothermal. Selain itu juga perlu dibuat manifestasi permukaan, yaitu peta
yang menunjukkan lokasi serta jenis semua manifestasi panas bumi di daerah tersebut.
Hasil analisis kimia fluida dan isotop air dan gas dari seluruh manifestasi panas permukaan dan
daerah lainnya berguna untuk memperkirakan sistem dan temperature reservoir, asal sumber
air, karakterisasi fluida dan sistem hidrologi di bawah permukaan.
Hasil analisis air dapat juga digunakan untuk memperkirakan problema-problema yang munkin
terjdadi (korosi dan scale) apabila fluida dari sumberdaya panas bumi tersebut dimanfaatkan
dikemudian hari.
1. Survei Geofisika
Survei geofisika dilakukan setelah survei geologi dan geokimia karena biayanya lebih mahal.
Dari sember geologi dan geokimia diusulkan daerah-daerah mana saja yang harus disurvei
geofisika. Survei geofisika dilakuakn untuk mengetahui sifat fisik batuan mulai dari permukaan
hingga kedalaman beberapa kilometer di bawah permukaan. Dengan mengetahui sifat fisik
batuan maka dapat diketahui daerah tempat terjadinya anomali yang dosebabkan oleh sistem
panas buminya dan lebih lanjut geometri prospek serta lokasi dan bentuk batuan sumber panas
dapat diperkirakan.
I. PEMBORAN EKSPLORASI
Apabila dari data geologi, data geokimia, dan data geofisika yang diperoleh dari hasil survey
rinci menunjukkan bahwa di daerah yang diselidiki terdapat sumberdaya panasbumi yang ekonomis
untuk dikembangkan, maka tahap selanjutnya adalah tahap pemboran sumur eksplorasi. Tujuan dari
pemboran sumur eksplorasi ini adalah membuktikan adanya sumberdaya panasbumi di daerah yang
27
Manajemen Eksplorasi : Eksplorasi Geothermal
diselidiki dan menguji model system panasbumi yang dibuat berdasarkan data-data hasil survei
rinci.
Jumlah sumur eksplorasi tergantung dari besarnya luas daerah yang diduga mengandung
energi panasbumi. Biasanya di dalam satu prospek dibor 3 – 5 sumur eksplorasi. Kedalaman sumur
tergantung dari kedalaman reservoir yang diperkirakan dari data hasil survei rinci, batasan
anggaran, dan teknologi yang ada, tetapi sumur eksplorasi umumnya dibor hingga kedalaman 1000
– 3000 meter.
Menurut Cataldi (1982), tingkat keberhasilan atau success ratio pemboran sumur panas bumi
lebih tinggi daripada pemboran minyak. Success ratio dari pemboran sumur panasbumi umumnya
50 – 70%. Ini berarti dari empat sumur eksplorasi yang dibor, ada 2 – 3 sumur yang menghasilkan.
Setelah pemboran selesai, yaitu setelah pemboran mencapai kedalaman yang diinginkan,
dilakukan pengujian sumur. Jenis – jenis pengujian sumur yang dilakukan di sumur panasbumi
adalah:
Uji hilang air (water loss test)
Uji permeabilitas total (gross permeability test)
Uji panas (heating measurement)
Uji produksi (discharge/ output test)
Uji transien (transient test)
Pengujian sumur geothermal dilakukan untuk mendapatkan informasi/ data yang lebih persis
mengenai :
1. Jenis dan sifat fluida produksi.
2. Kedalaman reservoir.
3. Jenis reservoir.
4. Temperatur reservoir.
5. Sifat batuan reservoir.
6. Laju alir massa fluida, entalpi, dan fraksi uap pada berbagai tekanan kepala sumur.
7. Kapasitas produksi sumur (dalam MW).
28
Manajemen Eksplorasi : Eksplorasi Geothermal
Berdasarkan hasil pemboran dan pengujian sumur harus diambil keputusan apakah perlu
dibor beberapa sumur eksplorasi lain, ataukah sumur eksplorasi yang ada telah cukup untuk
memberikan informasi mengenai potensi sumber daya. Apabila beberapa sumur eksplorasi
mempunyai potensi cukup besar maka perlu dipelajari apakah lapangan tersebut menarik untuk
dikembangkan atau tidak.
I. STUDI KELAYAKAN (FEASIBILITY STUDY)
Studi kelayakan perlu dilakukan apabila ada beberapa sumur eksplorasi menghasilkan fluida
panas bumi. Tujuan dari studi ini adalah untuk menilai apakah sumber daya panas bumi yang
terdapat di daerah tersebut secara teknis dan ekonomis menarik untuk diproduksikan. Pada tahap ini
kegiatan yang dilakukan adalah :
Mengevaluasi data geologi, geokimia, geofisika, dan data sumur.
Memperbaiki model sistem panas bumi.
Menghitung besarnya sumber daya dan cadangan panas bumi (recoverable reserve) serta
ppotensi listrik yang dapat dihasilkannya.
Mengevaluasi potensi sumur serta memprekirakan kinerjanya.
Menganalisa sifat fluida panas bumi dan kandungan non condensable gas serta
memperkirakan sifat korosifitas air dan kemungkinan pembentukan scale.
Mempelajari apakah ada permintaan energy listrik, untuk apa dan berapa banyak.
Mengusukan alternative pengembangan dan kapasitas instalasi pembangkit listrik.
Melakukan analisa keekonomian untuk semua alternative yang diusulkan.
I. PERENCANAAN
Apabila dari hasil studi kelayakan disimpulkan bahwa daerah panas bumi tersebut menarik
untuk dikembangkan, baik ditinjau dari aspek teknis maupun ekonomis, maka tahap selanjutnya
adalah membuat perencanaan secara detail.
Rencana pengembangan lapangan dan pembangkit listrik mencangkup usulan secara rinci
mengenai fasilitas kepala sumur, fasilitas produksi dan injeksi di permukaan, sistem pipa alir
dipermukaan, fasilitas pusat pembangkit listrik. Pada tahap ini gambar teknik perlu dibuat secara
29
Manajemen Eksplorasi : Eksplorasi Geothermal
rinci, mencangkup ukuran pipa alir uap, pipa alir dua fasa, penempatan valve, perangkat pembuang
kondensat dan lain-lain.
I. PEMBORAN SUMUR PRODUKSI, INJEKSI DAN PEMBANGUNAN PUSAT LISTRIK
TENAGA PANAS BUMI
Untuk menjamin tersedia uap sebanyak yang dibutuhkan oleh pembangkit listrik yang
dibutuhkan oleh pembangkit listrik diperlukan sejumlah sumur produksi. Selain itu juga diperlukan
sumur untuk menginjeksikan kembali air limbah. Pemboran sumur dapat dilakukan secara
bersamaan dengan tahap perencanaan pembangunan PLTP.
I. PRODUKSI UAP, PRODUKSI LISTRIK DAN PERAWATAN
Pada tahap ini PLTP telah beroperasi sehingga kegiatan utama adalah menjaga kelangsungan:
1. Produksi uap dari sumur-sumur produksi.2. Produksi listrik dari PLTP.
3. Distribusi listrik ke konsumen.
I. CONTOH KEGIATAN EKSPLORASI DAN PENGEMBANGAN LAPANGAN
PANASBUMI
1. Lapangan Panas Bumi Kamojang
Kamojang merupakan nama lain dari Kampung Pangkalan. Pangkalan
dapat diartikan sebuah tempat untuk berkumpul. Menurut cerita yang berkembang
di masyarakat setempat, Kamojang berasal dari kata mojang cantik. Konon
katanya, di kawasan ini pernah hidup seorang perempuan yang cantiknya begitu
tersohor di tatar Sunda. Secara geografis wilayah PLTP Kamojang terletak di
kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Kawah Kamojang, berada pada koordinat
07000’12’’–07006’57’’ Lintang Selatan (LS) dan 107031’35’’–107053’50’’ Bujur
Timur (BT), luas kawasan Kamojang adalah 15,5363 km2. Secara administrasi
pemerintahan, kawasan konservasi TWA Kawah Kamojang terletak dalam dua
wilayah, yaitu Desa Laksana, Kecamatan Ibun (Kabupaten Bandung) dan Desa
Randukurung, Kecamatan Samarang (Kabupaten Garut).
30