mencermati ruu kementerian negara

Download Mencermati RUU Kementerian Negara

If you can't read please download the document

Upload: dinoroy-aritonang

Post on 06-Jun-2015

415 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Mencermati RUU Kementerian Negara Oleh : Dinoroy Aritonang1

Amat menarik untuk mencermati munculnya RUU Kementrian Negara yang saat ini sedang dibahas oleh Pemerintah dan DPR. Hal tersebut bukan hanya mengenai substansi RUU tersebut tetapi juga pengaruhnya terhadap hubungan politik antara Pemerintah (dalam hal ini Presiden) dan DPR. Apalagi ketika RUU tersebut kemudian disahkan menjadi Undang-undang.. sehingga kita perlu untuk melihatnya dari sudut pandang UUD45 Amandemen. Amanat Konstitusi Munculnya RUU Kementerian Negara tentu saja berdasarkan amanat UUD45 Amandemen. Hal tersebut diatur cukup jelas dalam pasal 17 ayat (4) yang menyatakan bahwa, Pembentukan, pembubaran, dan pengubahan kementerian negara diatur dalam Undang-undang. Dengan kata lain secara kelembagaan, mekanisme lahir,berubah dan berakhirnya sebuah kementerian bukan lagi atas kehendak atau pendapat Presiden sendiri melainkan harus sesuai dengan ketentuan Undang-undang. Hal ini sudah dimulai oleh DPR dengan mengeluarkan RUU inisiatif DPR. Ada beberapa hal yang perlu dicermati, antara lain, apakah ketentuan-ketentuan dalam pasal tersebut sudah sesuai dengan aturan atau asas ketatangeraan? apakah dengan munculnya RUU inisiatif tersebut dapat dijadikan patokan bahwa DPR tetap mempunyai niat baik (political will) untuk tidak mereduksi wewenang lembaga eksekutif? Sebab kita mengetahui bahwa kedudukan DPR dan Presiden pada dasarnya adalah mandiri, tidak dalam kedudukan saling menjatuhkan. Meskipun dalam fungsinya DPR mempunyai peran pengawasan untuk mengawasi kebijakan pemerintah dan tingkah laku Presiden serta meminta pertanggungjawabannya. Menyikapi hal tersebut Pihak Lembaga Kepresidenan pun sudah membuat RUU tandingan terhadap RUU inisiatif tersebut. Hak Prerogatif Dalam UUD45 sudah ditegas bahwa tugas dan kedudukan menteri adalah membantu Presiden dalam menyelenggaraan pemerintahan dalam tataran operasional dan pembuatan kebijakan (policy making). Dalam hal ini dibutuhkan hubungan yang sinergis dan koordinasi yang efektif antara Presiden dan para pembantunya. Untuk dapat merealisasikan hal tersebut Presiden mempunyai hak khusus yang kemudian dikenal sebagai hak prerogatif. Artinya ketika Presiden mengangkat seseorang untuk menduduki jabatan menteri, maka lembaga negara lain tidak punya hak untuk menganulirnya, kecuali konstitusi memang menghendaki sebaliknya. Permasalahannya adalah apakah yang dimaksud pengangkatan seorang menteri itu ditujukan kepada person saja ataukah turut kelembagaannya? Atau apakah kedudukan dan keberadaan sebuah lembaga kementerian juga merupakan hak prerogatif Presiden selama ini? apabila kita mengkaji kembali isi dari pasal 17 ayat (3) UUD45 maka jelas bahwa hak tersebut hanya diberikan dalam penentuan person saja, sedangkan permasalahan kelembagaannya diatur dalam sebuah Undang-undang (ayat 4). Lantas reduksi mana yang dimaksud oleh Presiden sehingga perlu dibuat RUU tandingan terhadap RUU inisiatif DPR tersebut. Pandangan terhadap RUU Kementerian Negara Meskipun demikian ada beberapa hal yang perlu dicermati dari isi RUU Kementerian Negara inisiatif DPR. Pertama, penggolongan kementerian menjadi 3 kelompok, yaitu Kementerian Utama, Kementerian Pokok, dan Kementerian Khusus. Pembedaan itu bukan saja pada susunan kelembagaannya tetapi juga pada mekanisme pembentukan, pembubaran, dan pengubahannya. Dalam hal ini bisa dikatakan bahwa sebenarnya DPR akan membatasi keleluasaan Presiden dalam membentuk kabinetnya yang merupakan bagian pokok dari lembaga eksekutif. Belum lagi, kementerian negara pokok dan khusus tidak memiliki kantor perwakilan di daerah, kecuali kementerian utama. Padahal apabila ditinjau, justru peran kementerian pokok dan khusus lebih banyak di daerah. Peran tersebut sebagai jembatan komunikasi dan koordinasi Pemerintah pusat dengan daerah bagi pelaksanaan pembangunan dan kesejahteraan daerah. Kedua, digunakannya mekanisme pembatasan jumlah dan bidang dalam pembentukan kementerian khusus yang wajib didirikan tidak lebih dari 6 (enam) kementerian dan kementerian pokok sebanyak 11 (sebelas) kementerian. Hal ini dapat menghambat kinerja Presiden apabila pembentukan kementerian pokok dan1 Staf Pengajar Hukum pada Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi - Lembaga Administrasi Negara Perwakilan Bandung (STIA LAN Bandung).

khusus memang perlu dibentuk lebih dari jumlah yang dibatasi. Ketiga, Pembentukan, pengubahan dan pembubaran kementerian pokok harus melalui persetujuan DPR. Hal yang perlu dicermati adalah, bagaimana kondisinya apabila seorang Presiden (menurut pandangannya) perlu segera membubarkan/membentuk/mengubah kementerian yang ada namun DPR tidak menyetujuinya. Berbeda dengan mekanisme selama ini dimana Presiden tidak membutuhkan persetujuan DPR untuk melakukannya. Apakah ini tidak akan membatasi ruang gerak dan wewenang Presiden apabila memang dipandang sangat perlu untuk membentuk kementerian yang dimaksud. keempat, kementerian utama tidak dapat diubah dan dibubarkan (given) serta wajib didirikan oleh Presiden. Itu artinya tidak ada lembaga yang lebih tinggi dan berwenang mengubahnya apalagi membubarkannya. Lantas bagaimana mekanisme jika pada kondisi tertentu Presiden menganggap bahwa kementerian utama perlu diubah? Dari pandangan di atas terlihat bahwa sebenarnya tidak ada hak prerogatif Presiden yang direduksi secara langsung, sebab untuk kelembagaan kementerian memang diatur dalam sebuah Undang-undang. Namun, permasalahannya penggunaan dan pengaruh hak tersebut sudah dibatasi secara tidak langsung. Dalam hal ini sangat jelas terllihat kuatnya supremasi DPR dalam mempengaruhi kinerja lembaga eksekutif. Hal ini perlu dikritisi, mengingat peran dan wewenang Presiden sebagai kepala pemerintahan sudah dijamin dalam pasal 4 ayat (1) UUD45 amandemen, sehingga setiap ketentuan dalam RUU tersebut harus mengacu pada konstitusi (constitutional). Tidak Sepenuhnya Salah Inisiatif DPR dalam mengajukan RUU Kementerian Negara patut dihargai. Berkaca dari pengalaman bangsa ini ada beberapa momen dimana lembaga kementerian memang perlu diatur dalam sebuah Undang-undang. Presiden Sukarno pernah membentuk kabinet 100 menteri yang akhirnya memang tidak pernah menjadi solusi bagi permasalahan politik saat itu ditambah pembubaran dan pergantian kabinet yang dilakukan dalam waktu kurang dari 2 tahun masa kerjanya. Tidak hanya itu saja, kita masih ingat bagaimana sepak terjang Gus Dur ketika membubarkan Departemen Sosial dan Penerangan, seolaholah hal itu mematahkan adagium bahwa lembaga pemerintah tidak bisa dibubarkan. Hal-hal di atas menunjukkan bahwa sebenarnya RUU Kementerian Negara bisa menjadi senjata jitu untuk menjaga agar Presiden tidak sebebas mungkin mendirikan atau membubarkan lembaga kementerian tanpa mempertimbangkan dampaknya bagi penyelenggaraan pemerintahan secara keseluruhan. Oleh karena itu, sudah semestinya stabilitas politik perlu dijaga. Tinggal bagaimana Pemerintah dan DPR sebagai wujud representasi rakyat bisa membangun manajemen pemerintahan dengan lebih sinergis. Sebab bagaimanapun kondisi negara, Pemerintah dan DPR adalah pihak pertama yang patut menjawabnya.

*****