membela kebebasan percakapan tentang demokrasi liberal · perbincangan politik, ekonomi dan...

316
MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal

Upload: trinhdan

Post on 08-Apr-2019

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

MEMBELA KEBEBASANPercakapan tentang Demokrasi Liberal

Page 2: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,
Page 3: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Hamid Basyaib, editor

Page 4: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

MEMBELA KEBEBASANPercakapan tentang Demokrasi Liberal

Editor: Hamid BasyaibDesain sampul: MN. Jihad

Tata letak: Priyanto

Cetakan 1, Agustus 2006

Diterbitkan atas kerja samaPustaka Alvabet dan Freedom Institute

PUSTAKA ALVABET

Ciputat Mas Plaza, Blok B/AD, Jl. Ir. H. Juanda, Ciputat - Jakarta 15411

Telp. (021) 74704875, 7494032 - Faks. (021) 74704875e-mail: [email protected]

www. alvabet. co.id

FREEDOM INSTITUTE

Jl. Irian No. 8, Menteng, Jakarta 10350

Hak cipta dilindungi undang-undang.Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku

tanpa izin tertulis penerbit

Perpustakaan Nasional RI. Data Katalog dalam Terbitan (KDT)

MEMBELA KEBEBASAN, Percakapan tentang Demokrasi Liberal/Editor: Hamid BasyaibCet. 1 — Jakarta: Pustaka Alvabet, Agustus 2006316 hlm. 15,5 x 23 cm

ISBN 979-3064-32-3

1. Liberalisme I. Judul II. Hamid Basyaib

320.51

Page 5: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

FORUM FREEDOM:

MEMBELA

KEBEBASANCatatan Editor

BUKU INI BERASAL DARI PERBINCANGAN MINGGUAN DI KANTOR

Berita Radio (KBR) 68H, yang juga disiarkan oleh puluh-an radio afiliasinya di seluruh Indonesia. Penyelenggaranyaadalah Freedom Institute, dengan sponsor Friedrich NaumannStiftung (FNS), sebuah lembaga yang berafiliasi dengan PartaiLiberal Jerman, dan telah aktif di Indonesia sejak puluhan tahunsilam. Dinamakan “Forum Freedom”, acara ini mulai meng-udara pada Mei 2005, berdurasi tiga puluh menit, disiarkan tiapSenin pukul 8.30 – 9.00 WIB. Buku ini merekam 34 dari rangkai-an percakapan tersebut; rekaman perbincangan lainnya akandibukukan dalam edisi terpisah.

Ide pokok yang melandasi acara ini sederhana: kami merasapublik Indonesia perlu mendapatkan pengertian tentang liberal-isme atau paham tentang kebebasan secara lebih mendalamdaripada sekadar pengertian populer yang biasanya berkono-tasi negatif. Iklim bebas yang kita rasakan sejak Reformasi 1998

v

Page 6: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

(suatu gerakan nasional yang menumbangkan otoritarianismeOrde Baru, dan tentunya disemangati oleh prinsip-prinsip yangsama dengan ide-ide yang dibahas dalam buku ini), memung-kinkan dipromosikannya ide tersebut secara terbuka.

Rasanya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa inilah untukpertama kalinya kegiatan semacam ini dilakukan dalam sejarahIndonesia: mempromosikan pelbagai gagasan di seputar liberal-isme secara terbuka, baik dalam bidang politik, ekonomi,agama, pers, dan sebagainya, dengan perinciannya dan per-cabangannya masing-masing.

Kata itu, liberalisme, memang seolah menjadi kata yang cemardalam kesadaran kita sebagai bangsa, bahkan hingga masamutakhir. Akar “kekotoran” itu mungkin terhujam jauh di masapenjajahan Belanda, suatu bentuk penaklukan panjang yangpersis dianggap sebagai cerminan atau manifestasi paling te-lanjang dari paham tersebut. Perbincangan politik, ekonomi dankebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi olehretorika berkobar yang mengutuknya, termasuk, atau terutama,dari Pemimpin Besar Revolusi Soekarno. Penyebutan istilah iniselalu dinyatakan dengan nada negatif, bahkan dengan ke-bencian yang kesumat.

Bung Karno, seorang master yang teramat mahir dalam me-ringkas ide dan menyajikannya untuk konsumsi semua lapisanmasyarakat (sering dalam bentuk slogan atau akronim yangmengena), bahkan menemukan istilah baru untuk apa yangditolaknya dengan keras dan ingin rakyat menolaknya dengansama kerasnya: free fight liberalism. Maksudnya jelas bahwaliberalisme dengan sendirinya berarti “pertarungan bebas”antara si kuat dan si lemah, antara si kaya dan si miskin. Dankonotasinya pun tentu berarti: si kuat pasti menang, si kayapasti berjaya, dalam “pertarungan bebas” di berbagai bidangkehidupan itu. Dalam bidang ekonomi, liberalisme dengansendirinya berwatak laissez-faire, suatu kemerdekaan penuh bagikaum bisnis untuk menangani buruh mereka, untuk menetap-kan harga dan sebagainya, tanpa campur tangan pemerintahsama sekali, tanpa perlu tunduk pada regulasi negara.

MEMBELA KEBEBASAN

vi

Page 7: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Di bidang politik, periode sistem parlementer di tahun1950an pun disebut dengan nada mencibir sebagai “demokrasiliberal”, suatu bentuk demokrasi yang sepenuhnya berkiblat ke“Barat”, dan karenanya tak cocok dengan “budaya ketimuran”kita. Pemupukan ketidaksukaan terhadap sistem tersebut men-dapatkan pendasarannya yang kuat oleh fakta bahwa kabinet-kabinet yang memerintah di masa itu begitu mudahnya goyahdan dijatuhkan oleh partai-partai yang tidak menyukainya atau,dalam beberapa kasus, termasuk oleh faksi-faksi dari partaipolitik yang menjadi induk seorang perdana menteri yangsedang menjabat – suatu peristiwa yang mungkin hanya terjadidi Indonesia. Meminjam ungkapan Kolumnis Mahbub Djunaedi,bisa dikatakan bahwa seringnya perdana menteri berganti dimasa itu “persis orang ganti singlet”.

Rezim Orde Baru (1966-1998) pun terus memupuk citra buruk“demokrasi liberal” tersebut sambil tak henti mempromosikan“demokrasi Pancasila”. Banyak dugaan bahwa strategi propagan-da ini dimaksudkan untuk menutup setiap celah bagi munculnyavarian liberal dalam sistem politik Indonesia (yang serta mertadiasosiasikan dengan sistem parlementer kita yang dianggapcemar itu), seraya mengukuhkan sistem presidensial versi“demokrasi Pancasila” yang memberi kekuasaan teramat besarpada presiden berdasarkan UUD 1945. Di masa belakangan, sejak1980an, upaya penguatan posisi presiden ini bahkan dilengkapidengan penonjolan tafsir “paham kekeluargaan” atau “negaraintegralistik” rumusan Prof. Soepomo atas sistem kenegaraankita, meski ia bukanlah tafsir yang dianut oleh mayoritas pendiribangsa di masa penyusunan UUD tersebut.

Sebelum Orde Baru berkuasa, paham liberal juga turutdidelegitimasikan dengan tekun oleh seluruh spektrum alirankiri, khususnya Partai Komunis Indonesia, terutama sejak iamenjadi salah satu dari empat partai politik utama pemenangpemilihan umum 1955. Liberalisme selalu disenafaskan dengankapitalisme, suatu paham yang dirumuskan dalam ungkapanterkenal sebagai “penindasan manusia oleh manusia” (l’exploita-tion de l’homme par l’homme).

CATATAN EDITOR

vii

Page 8: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Sementara itu dari arah spektrum politik dan gerakan-gerak-an Islam, nada keberatan terhadap segala sesuatu yang berkono-tasi liberal pun konstan terdengar. Meski argumen mereka tidakterlalu tegas, tapi jelas tergambar posisi dasar mereka bahwaIslam adalah agama yang bertumpu pada keadilan sosial, dandengan sendirinya bertentangan dengan liberalisme-kapital-isme, yang dianggap hanya memperkaya orang kaya dan mem-permiskin kaum miskin. Tentu saja liberalisme atau pahamkebebasan juga otomatis diasosiasikan dengan gaya hidupbebas, free sex, free love, konsumsi minuman keras dan narkotik,hidup serba-boleh – dan Islam, juga semua agama pada umum-nya, melarang tegas perilaku hewani semacam itu.

Sedemikian cemarnya liberal dan liberalisme sampai, misal-nya, tak ada seorang pun yang berani membentuk partai politikliberal, atau setidaknya menggariskan dengan jelas haluan inidalam platformnya, bahkan hingga enam puluh tahun setelahIndonesia merdeka, bahkan ketika sistem politik telah terbukadan kemudian memunculkan beratus-ratus partai politik pasca-1998, sementara di banyak negara lain kehadiran partai liberaladalah kenyataan yang biasa, termasuk di negara yang diang-gap masih sangat menjunjung “budaya ketimuran” sepertiJepang, tempat Partai Liberal Demokrat (LDP) berkuasa nyaristanpa putus selama setengah abad.

Di wilayah masyarakat madani (civil society) pun demikianpula. Sejarah lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau non-government organization (NGO) di berbagai bidang di Indonesiaselalu ditandai dengan kuatnya dominasi kelompok-kelompokyang beraliran antiliberal. Baru pada 2001 “tabu” ini dilanggaroleh sebuah kelompok yang menamakan dirinya Jaringan IslamLiberal (JIL), yang sejak berdirinya terus menuai kritik, ter-masuk oleh orang-orang yang menyatakan diri setuju pada ide-ide yang diusungnya, tapi sangat keberatan dengan kata kotoritu, “liberal”, yang melekat pada namanya.

Dengan latar-belakang semangat anti yang pekat, denganteriakan dari atas dan bawah serta dari samping kiri dan kananitu, menyelenggarakan acara seperti “Forum Freedom”

MEMBELA KEBEBASAN

viii

Page 9: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

memang berisiko – paling sial dibenci, paling mujur disalahpa-hami. Tapi Freedom Institute dan FNS memutuskan menempuhrisiko itu demi keperluan pendidikan publik. Ini menjadisemacam penerapan dari apa yang diyakini Adlai Stevenson,seorang senator dan calon presiden Amerika Serikat di tahun1950an, yang mendefinisikan masyarakat bebas sebagai“masyarakat yang di dalamnya orang merasa aman untuk tidakpopuler”. Ini juga menjadi semacam detektor untuk mengukurseaman apa mereka yang mengambil posisi tidak populer itu.Kami merasa bahwa publik Indonesia perlu mendapat kesem-patan untuk memahami ide dasar paham kebebasan ini besertapelbagai implikasi dan konsekuensinya di pelbagai bidang.

Medium yang dipilih adalah radio, yang masih merupakansarana ampuh bagi keperluan semacam ini di tengah makindominannya televisi dan juga internet. Bentuknya adalah per-cakapan selama setengah jam yang dikemas dengan gaya ringandan akrab oleh seorang pemandu dan seorang nara sumber.Gaya ini dipilih untuk menimbulkan kesan yang segera di te-linga pendengar bahwa ide-ide besar dan “menakutkan”semacam demokrasi liberal dan pasar bebas bisa diobrolkandengan rileks tanpa mengurangi kesungguhan persoalannya.Pelbagai jargon teknis dan “canggih” yang lazimnya melumuripembahasan semacam ini sejauh mungkin dihindari, setidaknyadiberi kualifikasi yang memadai agar jelas bagi kalangan awam.“Forum Freedom” tak ingin berwatak seperti programpenataran P4 yang setiap pekan disiarkan oleh Radio RepublikIndonesia di tahun 1980an dulu. Dengan ciri-ciri semacam itu,tentu kami tetap berpegang pada ideal sebuah pendidikanpublik: masyarakat mengerti dan kemudian menyetujui apayang disajikan, atau setidaknya memahami apa yang merekatolak.

Namun, meski titik-tekan percakapan adalah hal-hal teoretisdan filosofis tentang paham kebebasan, kaitan dan persing-gungannya dengan peristiwa-peristiwa aktual bukan hanyasering tak terhindarkan, tapi juga sengaja dilakukan. Publikbiasanya lebih mudah menangkap apa yang sesungguhnya

CATATAN EDITOR

ix

Page 10: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

dimaksudkan oleh ancangan-ancangan teoretis dan filosofis jikahal-hal itu diterapkan pada situasi nyata. Dan situasi nyata ituakan makin gamblang dan masih segar dalam ingatan jika iaadalah peristiwa-peristiwa yang aktual. Aktualitas ini pun tentudipertimbangkan, sesuai dengan watak sirkulasi waktu per-cakapan ini yang berperiode mingguan. Hal ini mudah-mudah-an tergambar dari sistematika buku ini: dimulai dari uraian-uraian teroretis-filosofis, lalu mengerucut ke bahasan-bahasanyang semakin banyak menyinggung situasi-situasi konkret danaktual.

Percakapan “Forum Freedom” telah direkam lebih dulu,bukan disajikan secara interaktif seperti lazimnya acara serupaakhir-akhir ini di radio maupun televisi. Cara ini ditempuhuntuk menghindari distorsi yang terlalu jauh yang dimuncul-kan oleh pertanyaan dan komentar pendengar. Model interaktifmungkin cukup menyenangkan, dan berkesan “demokratis”,tapi juga sering membuat kita harus membayar mahal.Intervensi pendengar bisa muncul bukan berupa argumen yangsebanding dengan kesungguhan argumen nara sumber yangmemang mendalami suatu masalah selama bertahun-tahun, tapiberupa komentar anekdotal atau kecaman singkat yang hanyamengganggu alur argumen dan bangunan ide. Pertanyaan dankomentar pendengar kami tampung melalui nomor teleponkhusus setelah penyiaran berakhir, dan dengan cara ini merekadiharapkan bisa mengendapkan pemahamannya lalu munculdengan komentar kontra yang cukup argumentatif.

Buku ini berisi suntingan atas transkripsi dari himpunansebagian perbincangan-perbincangan itu, yang sejauh ini sudahberlangsung selama sekitar 60 kali. Saya menyunting dan me-nyusunnya dengan teknik melebur pertanyaan pewawancara kedalam jawaban nara sumber. Cara ini tidak selalu mudah, tapisaya memilihnya dibanding bentuk aslinya, berupa pemaparanverbatim, yang pada hemat saya hanya bisa ditoleransi oleh rasabosan untuk tulisan yang lebih pendek, bukan beratus-ratushalaman seperti buku ini. Gaya lisan sedikit-banyak dipertahan-kan. Dengan cara ini saya harap personalitas setiap nara sumber

MEMBELA KEBEBASAN

x

Page 11: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

masih terlihat, sebab bagaimanapun tulisan-tulisan ini berasaldari uraian lisan mereka (bukan ide dan tulisan editor buku ini),selain membuat pembaca lebih gampang mencerna. Beberapapengulangan mungkin tak terhindarkan. Tapi saya memilihpengulangan daripada kehancuran alur dan bangunan ide.

Sebagian pendengar mengirim tanggapan lewat pesansingkat telepon seluler dengan mengatakan bahwa acara inikontroversial. Meski mereka tidak menjabarkan apa yangdimaksud dengan ungkapan itu, boleh dinyatakan bahwa acaraini mungkin kontroversial atau memicu kontroversi. Tapi kon-troversi sama sekali tidak dimaksudkan sebagai tujuan.Kalaupun ia demikian, kontroversi hanyalah efek dari ide-ideyang dikemukakan, tanpa berarti bahwa kami mengharamkankontroversi. “Forum Feedom” terutama dimaksudkan untukmembuka sejumlah kemungkinan baru terhadap masalah-masalah lama atau pokok-pokok di seputar politik, ekonomi,agama, kebudayaan yang selama ini dianggap final dan jarangdipersoalkan lagi.

Sebagai pemandu “Forum Freedom”, sudah tentu saya tidakbekerja sendirian. Freedom Instutute berterima kasih pada FNSyang membiayai program ini dan percaya bahwa kami mampumelakukannya. M. Husni “Mone” Thamrin dari FNS selalusungguh-sungguh mencermati dan mengevaluasi perjalananprogram ini, sambil tak henti menyemangati kami bahwa pro-gram ini sangat baik dan bahwa makin banyak pendengar yangmemberi komentar positif. Para nara sumber telah menyediakanwaktu mereka yang berharga, kadang mereka dari tempat yangjauh harus datang ke studio Freedom Institute hanya untukdiajak berbincang selama setengah jam. Nong Darol Mahmadasejak sebelum dimulainya program ini meyakinkan saya bahwasaya mampu memandu acara ini, dan setelah program berjalanterus membantu dengan mengontak para calon nara sumber,mengatur jadwal rekaman, mengkoordinasikannya dengansemua pihak terkait, termasuk dengan pihak KBR 68H. ZaimRofiqi menyusun kerangka setiap sesi, berisi pengantar ringkasinti masalah dan sejumlah daftar pertanyaan sebagai pedoman

CATATAN EDITOR

xi

Page 12: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

kasar, yang amat berguna bagi pemandu, khususnya ketika iasedang dipusingkan oleh urusan-urusan lain dan dalamkeadaan terburu-buru. Amir Hakim Ekananda, Eru Gunawan,Wahyu Budhi Nugroho, selalu siap mengatur proses rekaman distudio Freedom Institute, kadang harus menunggu kehadirannara sumber hingga jauh melewati jam kantor atau bahkan dihari libur, karena nara sumber tak selalu bisa menyediakanwaktu mereka dalam saat-saat “normal”. Teman-teman di KBR68H, Santoso “Tosca”, Ade Wahyudi dan kawan-kawan, kadangharus menyunting dan menyempurnakan kualitas suara di saat-saat akhir menjelang penyiaran, karena staf Freedom Institutebelum cukup terbiasa dengan teknologi rekaman. SugiantoTandra, yang rajin meyakinkan saya bahwa naskah-naskah inilayak dibukukan untuk menjangkau kalangan yang lebih luas,sibuk mengurus aspek-aspek teknis penerbitannya denganPenerbit AlvaBet. Eva Rohilah, Supriyanto dan semua staf diAlvaBet harus bekerja ekstrakeras dan dalam tekanan yangsangat ketat agar buku ini terbit tepat waktu.

Kepada mereka semua, Freedom Institute dan saya sebagaipemandu “Forum Freedom” mengucapkan terima kasih.Bersama orang-orang lain yang jumlahnya mudah-mudahansemakin besar, mereka semua mendengar suara George BernardShaw, dramatis dan kritikus sastra Irlandia, yang berkata bahwa“Kebebasan berarti tanggung jawab. Itulah sebabnya kebanyak-an orang menakutinya.” Kita percaya pada yang pertama, dankarena itu kita bukan termasuk yang “kebanyakan” itu.

Hamid BasyaibAgustus 2006

MEMBELA KEBEBASAN

xii

Page 13: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

DAFTAR ISI

Catatan Editor — — — v

BAGIAN SATU - Mengapa Membela Kebebasan? — — — 1

Rizal Mallarangeng:• Freedom: Sebuah Kerangka Umum — — — 3• Individu vs. Masyarakat — — — 15• Equality Before the Law — — — 25• Kewarganegaraan — — — 35• Checks and Balances — — — 43

Anies R. Baswedan: • Kovenan tentang Hak-hak Sipil dan Politik — — — 53• Terorisme dan Hak-hak Asasi Manusia — — — 61

BAGIAN DUA - Mengapa Pasar Bebas? — — — 67

M. Chatib Basri:• Ekonomi Pasar — — — 69• Privatisasi — — — 79

Ari A. Perdana:• Globalisasi — — — 89• Perdagangan Bebas — — — 99

Arianto Patunru:• Globalisasi, Sekali Lagi — — — 107• Globalisasi di Indonesia — — — 113

xiii

Page 14: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

BAGIAN TIGA - Mengapa Demokrasi Liberal? — — — 123

Saiful Mujani:• Demokrasi — — — 125

Rizal Mallarangeng:• Demokrasi dan Liberalisme — — — 135

R. William Liddle:• Demokrasi dan Kebebasan Sipil — — — 145

Trisno S. Sutanto:• LSM dan Demokrasi — — — 153

Saiful Mujani:• Pemilihan Umum dan Sistem Multipartai — — — 159• Sistem Presidensial dan Sistem Parlementer — — — 167• Potret Demokrasi di Indonesia — — — 173

BAGIAN EMPAT - Mengapa Desentralisasi? — — — 181

Saiful Mujani:• Desentralisasi — — — 183

Anies R. Baswedan:• Dampak-dampak Desentralisasi — — — 189• Desentralisasi dan Korupsi — — — 195

M. Ichsan Loulembah:• Desentralisasi dan Pertumbuhan Daerah — — — 201

BAGIAN LIMA - Tentang Agama dan Kebebasan — — — 209

Ulil Abshar-Abdalla:• Hubungan Agama dan Negara — — — 211

Trisno S. Sutanto:• Peran Agama dalam Politik — — — 217

Ulil Abshar-Abdalla:• Islam dan Kebebasan — — — 223

MEMBELA KEBEBASAN

xiv

Page 15: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

M. Syafi'i Anwar:• Islam dan Demokrasi — — — 231• Islam dan Masyarakat Sipil — — — 239

Luthfi Assyaukanie:• Islam dan Liberalisme — — — 245• Akar-akar Liberalisme Islam di Indonesia — — — 253

BAGIAN ENAM - Tentang Kebebasan Pers dan Berekspresi — — — 261

Nirwan Dewanto:• Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat — — — 263• Kebebasan Berekspresi dan Pornografi — — — 273

Ulil Abshar-Abdalla:• Kebebasan Beragama — — — 281

Andreas Harsono:• Kebebasan Pers — — — 287

Indeks — — — 295

Nara Sumber — — — 299

DAFTAR ISI

xv

Page 16: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

xvi

Page 17: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

BAGIAN SATU

Mengapa MembelaKebebasan?

Page 18: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

2

Page 19: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

FREEDOM:

SEBUAH

KERANGKA

UMUM

SANGAT PENTING BAGI KITA UNTUK MEMBAHAS FREEDOM

dalam konteks Indonesia mutakhir. Arti dasar kata free-dom adalah bebas. Dalam kebudayaan kita, bebas ini kadang di-konotasikan kurang tepat; diasosiasikan dengan cara hidup yangterlalu bebas, seks bebas, dan segala hal yang buruk-buruk.Ringkasnya: diidentikkan dengan liar. Jadi, kebebasan disama-kan dengan keliaran.

Padahal free itu bermakna positif. Kebebasan mengandaikanmakhluk yang secara alamiah memiliki kemampuan untuk ber-pikir, untuk merasa, dan untuk memilih bagi dirinya sendiri.Karena itu kebebasan, jika diterjemahkan sebagai sebuah sistempengaturan masyarakat, berarti sistem yang percaya bahwa in-dividu-individu yang ada dalam suatu masyarakat sesungguh-nya bisa menggunakan kemampuan dan harkat mereka secaraalamiah, serta mampu untuk memilih bagi diri mereka sendiri.

3

Page 20: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Kadang memang ada kekhawatiran bahwa kalau orang di-biarkan bebas memilih, misalnya dalam konteks sebagai warganegara, maka orang akan memilih ke arah yang buruk. Tindak-an memilih terkadang memang bisa keliru. Tetapi itu bagiandari proses pembelajaran untuk menjadi dewasa, untuk menjadiotonom. Seorang pemikir Jerman, Immanuel Kant, pernahmenulis risalah tentang kebebasan dan emansipasi manusia.Kita, kata filosof abad ke-19 itu, harus percaya bahwa manusiamampu memilih, mampu tumbuh. Dalam proses itulah ber-langsung pembelajaran.

Kalau sang manusia, sang individu, ingin dibuatkan pilihanterus-menerus oleh otoritas di luar dirinya, maka individu ter-sebut—dan ini bisa kita perluas menjadi masyarakat—tidakakan kunjung matang. Jadi, situasinya adalah: kita buat sebuahsistem yang menjamin kebebasan agar individu-individu bebasmemilih, dan dalam proses memilih terus-menerus dalamhidupnya itulah ia menjadi lebih matang, lebih otonom, lebihdewasa.

Itu tidak perlu disalahpahami sebagai hal yang akan men-jurus ke individualisme, sebagai sesuatu yang dilawankan de-ngan “budaya Timur”, termasuk kita di Indonesia, yang biasanyamengecamnya karena individualisme dianggap akan mencipta-kan manusia dan masyarakat yang individualistis, yang tidaksolider terhadap penderitaan sesama, dan sebagainya. Kita harusakui fakta keras bahwa setiap manusia punya kecenderungan un-tuk melihat dunia lewat kaca mata yang dia miliki; untuk melihatkepentingan yang ada di sekitarnya lewat kepentingannya sen-diri. Dan itu kenyataan alamiah. Manusia di mana pun selalu be-gitu. Tidak ada manusia yang mengerti masyarakat di luar kacamata yang digunakannya. Karena itu individualisme bukanlahsebuah paham. Ia adalah sebuah kenyataan.

Saya sendiri tidak pernah mengkhawatirinya. Yang saya ce-masi justru hal sebaliknya. Orang mengatasnamakan masya-rakat, mengatasnamakan agama, untuk memaksakan kehendak-nya pada orang lain. Saya baru baca koran bahwa di Padang,misalnya, siswi-siswi — yang beragama Islam maupun non-Islam

MEMBELA KEBEBASAN

4

Page 21: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

— dipaksa untuk memakai jilbab. Ini bentuk pemaksaan ke-hendak yang paling kasar. Kalau hal itu diwajibkan di kalanganinternal kaum muslimat, kita masih bisa berdebat. Tapi kalauketentuan itu juga dipaksakan terhadap warga non-Islam, inibetul-betul bentuk kolektivisme yang paling kasar. Itu me-rupakan otoritarianisme yang tidak menghargai individu, tidakmenghargai kebebasan pilihan-pilihan.

Mari kita lihat bagaimana kenyataan tentang individualismeitu berlangsung di Amerika Serikat, yang selama ini dianggapmemunculkan sikap individualistik, yang tidak memerhatikankepentingan dan derita manusia lainnya. Saya hidup diAmerika selama delapan tahun, dan saya segera melihat betapatidak benarnya anggapan itu. Kehidupan berkeluarga, kehidup-an berkelompok, selalu ada dalam masyarakat Amerika. Jadi,antara individu dan lingkungannya tidak mungkin dipisahkan.Yang menghubungkan mereka adalah paham atau pandangantentang bagaimana sang individu dan lingkungannya ber-hubungan.

Di satu pihak, ada kecenderungan pada masyarakat yanglebih tradisional, yaitu ingin memaksakan apa yang disebut se-bagai kepentingan kelompok atau kepentingan kolektif kepadaindividu. Kalau kita lihat dalam masyarakat yang non-demokratis, kepentingan kelompok hampir selalu berarti ke-pentingan segelintir orang yang bisa memaksakan kekuasaan-nya, baik dalam bidang kebudayaan, ekonomi, politik, hukum,dan sebagainya. Inilah sebenarnya yang menjadi masalah. Kalaukita mengatakan ada sebuah kepentingan bersama yang harusdiutamakan atau diperjuangkan, bagaimana kita sampai padaperumusan kepentingan bersama itu, dan bagaimana kitamengharuskan individu untuk takluk?

Di Amerika atau di masyarakat Barat umumnya, ada konsti-tusi yang memberikan garis batas yang jelas, di mana negara se-bagai perwakilan kelompok bersama tidak boleh melampauibatas-batas tertentu. Hak-hak kebebasan berpendapat adalahhak individual yang tidak boleh diambil oleh negara dalam kon-disi apa pun, kecuali kondisi ekstrem.

FREEDOM: SEBUAH KERANGKA UMUM

5

Page 22: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Di negeri-negeri itu, apa yang disebut kemaslahatan umumdirumuskan melalui serangkaian prosedur tertentu. Jadi, tidakada seorang pun yang bisa menyatakan bahwa “Sayalah yangmewakili kepentingan umum.” Itu harus diolah dalam suatuprosedur yang disebut prosedur demokratis, di mana ada par-lemen, ada eksekutif, ada mahkamah agung yang memeriksaapakah prosedurnya sudah dilewati. Jadi ada hukum, ada kons-titusi yang memberi batasan apa yang disebut dengan ke-pentingan bersama. Makanya dalam Konstitusi AmerikaSerikat, misalnya, yang pertama kali dijelaskan adalah bahwaada hak-hak individu yang tidak bisa diambil oleh siapa pun,termasuk oleh pemerintah dan negara. Inilah yang disebut in-alienable rights. Hak-hak yang tak dapat dilucuti itu mencakuphak untuk hidup, hak untuk mencari penghidupan, hak untukbahagia; kemudian ada tambahan melalui amandemen: hak in-dividu untuk berpendapat, untuk beragama, memilih agamamasing-masing. Itulah hak-hak yang paling dasar.

Secara implisit, konstitusi kita yang baru, setelah amande-men, pun sudah menjamin semua hak itu, meski masih ada be-berapa masalah. Tetapi masalah kita yang lebih besar sekarangadalah konteks sosial dan kulturalnya, sedangkan aturan-aturanlegalnya kita sudah punya.

*****

Kritik yang lazim kita dengar bahwa semua konsep itu—individualisme, liberalisme, freedom—adalah berasal dari Barat;berakar dan berkembang di lahan Barat, dan dengan sendirinyatidak cocok bagi lahan Timur (Indonesia) yang penuh solidari-tas, kekeluargaan, dan sebagainya, perlu diberi perspektif yangtepat. Kenyataannya, di Barat pun, sebelum lahirnya modern-itas, situasinya sama saja dengan yang kita alami; kultur masya-rakat mereka cenderung kolektivis, bersifat gotong-royong, dansebagainya. Tapi di Amerika di Eropa terjadi perkembangan,ada evolusi. Berkembangnya modernitas membawa pula

MEMBELA KEBEBASAN

6

Page 23: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

perkembangan paham yang menganggap individu sebagaiotonom, yang mampu memilih bagi dirinya.

Jadi, kita di Indonesia, jika kita ingin modern, ingin maju,dan berkembang, tak perlu mengidentifikasi hal-hal itu sebagaiBarat atau Timur, sebab ia merupakan bagian tak terpisahkandari proses modernitas. Semakin maju dan modern sebuahmasyarakat, semakin kuat individu-individu dalam masyarakatitu meminta hak untuk memilih bagi dirinya sendiri.

Ini pun bahkan terjadi dalam rumah tangga kita. Semakinanak-anak saya tumbuh, semakin tampak karakter bahwa anak-anak ini membutuhkan ruang bagi dirinya sendiri—yang palinggampang adalah: mereka mulai minta kamar sendiri. Dengankata lain, jika kemampuan ekonomi keluarga mendukung, se-cara alamiah anak-anak yang berangkat remaja mulai menuntutprivasi. Ini berlangsung secara alamiah, tanpa diatur oleh siapapun. Begitu seorang anak melihat kemampun-kemampuanalamiahnya mulai berkembang, dia sedikit-banyak meminta ru-ang bagi dirinya sendiri. Inilah yang kita maksud denganpengejawantahan yang paling gampang dari apa yang kita se-but kehendak untuk bebas dan kehendak untuk memilih bagidiri sendiri. Unit analisis dengan berbasis pada keluarga sepertiyang saya ilustrasikan itu juga penting, sebab individualismetidak berarti mempersetankan keluarga dan kelompok-kelom-pok yang lebih besar dari keluarga.

Individualisme adalah pengakuan bahwa individu adalahsubjek yang mampu merasa dan mampu memilih bagi dirinyasendiri. Dia harus dibiarkan dalam proses belajar. Kalau kitatidak mengakui ini, kita terjebak dalam suatu situasi seperti la-zim terjadi dalam masyarakat tradisional—sekadar menyebutcontoh yang paling gampang dan jelas. Dalam masyarakatsemacam itu individu selalu diberitahu bahwa suatu kepenting-an tertentu adalah kepentingan adat atau kepentingan suku.Tapi siapa yang mendefinisikan kepentingan adat atau ke-pentingan suku itu?

Kalau ada seorang anggota dari masyarakat Bugis klasik su-dah mau meninggalkan sarung, apa alasan kita untuk berkata

FREEDOM: SEBUAH KERANGKA UMUM

7

Page 24: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

bahwa dia tidak boleh lagi memakai jeans karena hal itu berten-tangan dengan tradisi masyarakat Bugis; bahwa adat harus di-jaga? Kalau seorang anak tidak lagi ingin kawin secara adat, tapimau kawin secara modern supaya hak-haknya terjaga, baik de-ngan surat, dengan kontrak dan sebagainya, apa alasan yangterbaik untuk mengatakan padanya bahwa dia tidak bisa ber-tindak begitu, sebab adat kita tidak demikian? Ini sebenarnyadilema antara pilihan. Kita bisa melihatnya secara gamblang pa-da kisah Sitti Nurbaya dalam sastra kita. Siapa yang memilihbuat sang individu, dirinya sendiri (Sitti Nurbaya) atau otoritasdi luar dirinya—ayah, ibu, paman?

Di belakang skema itu ada sistem adat besar, ada prejudice,kecurigaan terhadap orang lain; barangkali juga ada pahamyang keliru; ada paham yang pada suatu waktu bisa benar tapidalam perubahan zaman tidak lagi benar. Pertanyaan pokok-nya: boleh atau tidak Sitti Nurbaya memilih buat dirinyasendiri, dalam hal ini memilih suami? Akhirnya soal pilihan inimeluas, bukan hanya untuk memilih suami, tapi juga untukmemilih sekolah, untuk memilih cara hidup—untuk memilihmacam-macam hal. Harus ada batas-batas bagi kita untuk ber-kata pada diri sendiri bahwa sesuatu itu merupakan hak indi-vidu untuk memilih; bahwa dia harus melakukan itu buatdirinya sendiri, agar dia tumbuh menjadi manusia yang se-makin dewasa.

Maka kritik yang menampik semua itu atas alasan bahwa iaberasal dari Barat, tidaklah valid. Zaman sekarang ini tak lagimengizinkan kita untuk memilah-milah Barat dan Timur. Kalaukita masih memakai argumen ini, berarti kita mundur ke per-debatan sebelum tahun 1960-an dan 1970-an sampai jauh ke be-lakang. Bahwa kita masih bisa mempersoalkan konsep kebe-basan secara filosofis, ya tentu saja. Setiap konsepsi pasti punyakelemahan. Tapi saya tidak melihat alternatif yang bisa kita ter-apkan sebagai dasar sistem sosial atau sistem politik, selain pa-ham kebebasan. Jika kita gunakan sebagai sistem gagasan, ke-bebasan ini akan menjadi dasar bagi sebuah paham dan sebuahsistem yang kita sebut sistem liberal atau liberalisme.

MEMBELA KEBEBASAN

8

Page 25: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

*****

Sebagai orang Indonesia, orang “Timur”, saya sendiri tidakmerasakan kompleks tertentu terhadap Barat, mungkin karenasaya mendapat keberuntungan-keberuntungan tertentu. Sejakpertama kali tinggal di Amerika, saya tidak merasakan sesuatuyang disebut cultural shock. Saya juga mengamati perkembangananak saya. Sejak awal, dia kelihatannya sangat Amerika, karenalahir di sana. Dia bersekolah di sana sejak kelas nol kecil. Ketikadia di kelas 3 SD, kami pulang, dan dia harus pindah ke sekolahIndonesia. Saya khawatir dia mengalami cultural shock yang se-baliknya—sebagai “anak Amerika” yang tiba-tiba harus hidupdi Indonesia. Ternyata secara umum situasinya normal belaka.

Pada satu-dua bulan pertama memang ada sedikit masalah,terutama dalam soal yang remeh-temeh seperti makanan dangigitan nyamuk. Tapi dari sudut paham kehidupan, saya tidakmelihat adanya shock tertentu dalam batin anak saya. Saya justrumelihat transisi yang smooth—tampak dari cara dia bersekolah,bercengkerama, berbincang-bincang, bermain dengan kawan-kawannya. Dia bisa dengan gampang menjadi orang Indonesia.Dan kalau ketemu kawan-kawannya yang pernah tinggal diAmerika, dia bisa berbincang dengan enteng dalam bahasaInggris.

Jadi saya melihat manusia punya kemampuan untuk be-radaptasi. Nilai atau kebudayaan bukanlah sesuatu yang ab-solut, bukan sesuatu yang kalau “sudah dari sononya begitu”tidak bisa lagi berubah. Itulah Bugis, itulah Indonesia. Sayamelihat kultur, kebudayaan, nilai, paham itu fleksibel dan yangmenentukan adalah manusia. Anak saya bisa. Maka kita yangdewasa, yang sudah banyak baca buku dan punya pengalamanlebih banyak, mestinya lebih mampu dan arif. Mungkin kita bisaberkata bahwa anak-anak memang bisa dengan gampang seper-ti itu karena mereka, meminjam Geertz, belum dijalin oleh tali-temali nilai-nilai yang koheren. Tapi argumennya bisa juga kitabalik: bahwa anak-anak bisa seperti itu karena mereka memangtidak berhenti mencari dan mau belajar. Pertanyaannya: apakah

FREEDOM: SEBUAH KERANGKA UMUM

9

Page 26: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

kita yang tua-tua ini mau terus belajar atau mau berhenti bela-jar? Apakah kita mau mandek pada suatu sistem nilai tertentu,sementara dunia berubah; kita mau mengikuti perubahan duniaatau kita mau dunia yang mengikuti kita?

Fakta bahwa terjadi perubahan nilai tidak mungkin bisa di-tolak. Tidak ada satu pun masyarakat, kecuali kalau mau di-sebut masyarakat terasing, yang terisolasi, yang tidak meng-alami perubahan nilai, perubahan orientasi, perubahan carahidup. Tinggal bagaimana kita melihat perubahan itu. Kita maumelihatnya sebagai sesuatu yang membuat kita sedih dan me-rasa terdesak atau kita mau menyambutnya dengan tangan ter-buka dan mengakui bahwa itulah hidup dan kita ingin melihatyang terbaik dari sana? Itu adalah hukum alam: perubahan da-lam setiap hal. Hidup pun secara fisik berubah. Ini adalah halyang elementer. Kalau tidak ada perubahan, tidak ada ke-majuan.

Mari kita lihat secara gampangan. Saya kadang-kadang sen-timental. Mengingat masa kecil di sebuah desa, di sebuah kotakecil yang indah, hidup dengan saudara-saudara dan keluargayang sekarang harus tinggal di Jakarta. Apakah saya ingin me-lihat masa kecil saya yang indah, lalu sedih terus-menerus, me-ratapi masa yang sudah berlalu, ataukah saya akan melihat kedepan? Dalam soal kebebasan pun saya terkadang melihatnyasebagai masalah melihat kehidupan. Apakah by nature, secaraalamiah, kita mau pesimistis melihat ke belakang, melihat apayang berbahaya dan yang jelek dari kehidupan, ataukah kitamau melihat yang bagus dan bermanfaat? Ini soal cara pandangkita melihat manusia.

Kalau kita melihat manusia tumbuh bebas dan memilih,mampukah kita bersikap optimistis bahwa mereka padaakhirnya akan memilih dengan benar dan baik? Atau kita akanselalu takut, berdebar-debar, khawatir jangan-jangan akan be-gini dan begitu? Jadi saya melihat ada dua cara melihat ke-hidupan yang berhubungan dengan pandangan kita tentangmanusia, tentang kebebasan, tentang perubahan. Kalau kita bynature optimistis, tangan terbuka, melihat ke depan, rasanya

MEMBELA KEBEBASAN

10

Page 27: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

kita akan lebih gampang menerima paham yang disebut ke-bebasan—menerima freedom sebagai kehendak untuk bebas itu.

Memang ada sesuatu yang hilang. Saya, misalnya, semulahidup dalam suatu keluarga dan masyarakat tertentu, yangmemegang nilai-nilai tertentu, katakanlah nilai Bugis atau nilaiIndonesia. Setelah menengok ke Barat, bukan hanya karenasekolah, tapi karena bacaan dan sebagainya, tentu ada porsi-porsi nilai dalam diri saya yang tergantikan oleh sistem nilaibaru, dan nilai-nilai yang lama itu mungkin hilang entah kemana. Tapi saya anggap itu sebagai bagian dari proses saya un-tuk menjadi lebih dewasa, lebih arif, lebih luas melihat dunia.Saya tidak melihat itu sebagai masuknya unsur Amerika atauBarat; saya melihatnya sebagai tumbuhnya diri saya sendiridalam melihat dunia. Jadi, saya senang bahwa saya ber-kembang. Bukan karena saya menjadi Amerika atau menjadiBarat, tapi karena saya berkembang sebagai manusia; menjadimampu melihat begitu banyak hal, belajar begitu banyak, me-lihat dan mengadopsi paham yang baru.

Saya tidak perlu membenci paham yang lama atau cara lama;saya memahaminya. Ibu saya masih sangat Bugis. Saya mema-haminya, tetapi saya senang dan dia pun pasti senang melihatsaya tumbuh berkembang melampaui generasi orangtua saya.Dan saya berharap anak saya pun seperti itu. Saya, bagaimana-pun, hidup dalam konteks tertentu, dan kita ingin anak-anak ki-ta selalu lebih baik daripada diri kita, dan mereka akan semakintumbuh, semakin lengkap menjadi manusia. Dan padaakhirnya, ini lucunya, dalam perjalanan menjadi manusia adayang berkata bahwa itu masalah paham yang paling dasar; adayang berkata bahwa seseorang itu progresif, linear, atauterkadang berputar kembali menjadi sirkular menuju titik ter-tentu—saya tidak tahu. Tapi yang pasti: ada perubahan, adaperkembangan, ada sebuah proses di mana manusia mampu be-lajar untuk menjadi lebih baik daripada sebelumnya.

Kalaupun disebut ada porsi-porsi nilai yang hilang, tapi adajuga penggantinya. Dan, mungkin penggantinya lebih baik.Harus begitu. Kalau tidak begitu, kita melangkah ke belakang.

FREEDOM: SEBUAH KERANGKA UMUM

11

Page 28: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Sebagai bangsa, Indonesia pun dihadapkan pada pilihan-pilihan.Sebuah masyarakat senantiasa dihadapkan pada pilihan-pilihantentang mau melangkah ke manakah mereka. Saya kira denganproses demokratisasi yang terjadi dalam tujuh tahun terakhir,kita harus bangga bahwa pilihan kita secara umum benar.Tetapi selalu ada orang, kelompok, atau tahap yang bisa meng-hambat proses kemajuan ini. Dan itulah yang harus kita sadari.

Indonesia memang dinamis dan berkembang, terdiri dari be-gitu banyak suku, banyak kepentingan, banyak keragaman,banyak kebudayaan. Tetapi kita harus tahu bahwa dalam garisbesarnya kita sudah melangkah dengan baik sebagai sebuahmasyarakat. Membangun sistem yang baru di mana sebagai lan-dasannya, paham kebebasan semakin mendapat tempat. Itu yangharus kita sadari bersama. Dan kita harus melawan potensi-potensi yang bisa menghambatnya. Saya tadi kasih contoh beta-pa di daerah-daerah, misalnya Sumatera Barat, masih ada ten-densi itu. Kita tidak boleh membiarkan hal semacam ini dalamberbagai manifestasinya menjadi dominan di kemudian hari. Ituadalah tugas kita bersama.

*****

Dalam soal kebebasan (freedom) ini, kadang-kadang orangberpikir bahwa eksperimen yang dilakukan oleh negaraAmerika Serikat, misalnya, terasa terlalu berani. Mereka mem-beri kebebasan begitu besar pada pers, pada macam-macam ins-titusi, sehingga ada kesan bahwa kebebasan itu akhirnya batas-nya tipis sekali dengan keliaran atau anarki. Lagi-lagi, kita perlulebih cermat melihat hal ini. Kita lihat Amerika memang amat-sangat bebas untuk ukuran kita, tapi justru masyarakatnya amat-sangat teratur. Lihat saja lalu lintasnya. Kita mau bilang kitatidak terlalu senang dengan kebebasan, tapi lihatlah jalan rayakita. Begitu liarnya orang, para pengendara. Jadi, kita kadang-kadang juga agak munafik dengan diri kita sendiri, atau kitamenerapkan kebebasan pada tempat yang salah.

MEMBELA KEBEBASAN

12

Page 29: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Artinya, pada saat kita harus bebas, kita justru bersikap se-baliknya. Tapi pada saat kita harus mengikuti aturan dengan ke-tat, kita justru mau liar. Perilaku di jalan raya dapat dilihat seba-gai salah satu contohnya. Tapi dalam masalah hukum pun begi-tu. Kalau Anda ke Amerika, atau kota-kota yang Anda sebutBarat itu, Anda lihat betapa tertibnya perilaku berlalu lintas disana; itu merupakan cermin betapa tertibnya perilaku merekadalam hukum. Itu berarti mereka menghargai batas kebebasanindividu yang liar. Mereka terima itu, dan bersikap sebagai-mana yang dituntut hukum bersama. Kita tahu bahwa hukumadalah kehendak bersama yang diwujudkan dalam ketentuantertulis. Nah, kita di sini barangkali mau mengatakan bahwa se-cara budaya kita tidak terlalu senang dengan kebebasan, kitamau kehendak bersama. Tetapi dipandang dari sudut ke-moderenan, dalam tata hukum, dalam perilaku masyarakat,kadang-kadang kita jauh lebih liar ketimbang masyarakat yangbebas.

Lalu, apakah semua masalah akan dengan sendirinya beresjika kita mengusung kebebasan? Tentu saja tidak. Hal ini akansangat bergantung pada dinamikanya dari hari ke hari ketikapaham kebebasan itu diterapkan. Menurut John Stuart Mill,salah satu pemikir tentang paham kebebasan di Inggris padaabad ke-19, kebebasan adalah prakondisi bagi lahirnya kreativitasdan jenius-jenius dalam masyarakat. Yang dia maksud bukan-lah bahwa semua orang dalam masyarakat itu akan pintarberkat adanya kebebasan. Maksudnya: dengan adanya ke-bebasan, adanya sikap menghargai orang untuk bersikap danberpikir, kemungkinan masyarakat itu untuk berkembang,berdialog, untuk mencari hal yang lebih baik, terbuka lebihlebar. Ruangnya dibuka lebih besar. Itulah yang menjadi kuncimengapa masyarakat tersebut tumbuh. Dan ini memang secaraempiris terbukti.

Dalam masyarakat-masyarakat di mana kebebasan telahmenjadi institusi, artinya telah terlembagakan menjadi perilaku,menjadi kitab hukum, sistem politik, dan sebagainya, memangkelihatan mereka maju dengan cepat, atau menjadi negara-

FREEDOM: SEBUAH KERANGKA UMUM

13

Page 30: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

negara yang maju. Pasti ada hubungan mengapa “Barat” adalahjuga negara-negara yang paling kaya, paling kuat, sekaligus pa-ling bebas. Pasti ada hubungan antara kebebasan, kesejahteraan,dan kemajuan sebuah bangsa. Itulah yang dikatakan oleh JohnStuart Mill.

Dan, sebagaimana Mill, saya juga meyakininya. (Rizal Mallarangeng)

MEMBELA KEBEBASAN

14

Page 31: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

INDIVIDU VS.MASYARAKAT

INDIVIDUALISME SERING DIANGGAP SESUATU YANG NEGATIF, DI-sejajarkan dengan egoisme (sikap egois) atau egosentris-

me. Orang yang disebut individualistik biasanya dianggaphanya memikirkan dirinya sendiri, bahkan seraya otomatis di-anggap melanggar hak-hak masyarakat.

Konsepsi terhadap paham penting ini memang seringdisalahpahami. Padahal, sebenarnya paham ini sangat seder-hana. Ia mengakui fakta alamiah bahwa setiap manusia dalammemandang dunia di sekitarnya selalu memakai kaca mata ataupersepsi dirinya sendiri. Tidak ada orang yang mencoba melihatdunia ini lewat pikiran dan mata orang lain—selain karena me-mang tidak mungkin demikian berdasarkan bangunan fisikmanusia.

Ada contoh gampang yang pernah diberikan oleh AdamSmith, pemikir ekonomi yang dianggap sebagai “Bapak Kapital-isme”. Coba lihat, kata Smith, kalau misalnya ada seribu orang

15

Page 32: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

mati di Cina, Anda yang tinggal di Inggris mungkin malam itubisa tidur lelap. Tapi coba jika pada saat yang sama jari keling-king Anda tergores sedikit dan kemudian memar atau bernanah.Maka rasa sakit itu mungkin akan membuat Anda semalamantidak tidur karena memikirkan jari kelingking Anda itu.

Atau misalnya Anda diberi pilihan yang ekstrem: Anda di-suruh memilih antara kehilangan jari kelingking Anda besokpagi karena dipotong atau dua puluh orang meninggal di Cina.Mana yang akan Anda selamatkan: kelingking Anda ataunyawa dua puluh orang itu? Mungkin Anda relakan kelingkingAnda. Tapi dilemanya: Anda berpikir tentang sakitnya keling-king Anda itu. Nah, itu berarti Anda tidak salah memikirkankelingking Anda. Karena bagaimanapun manusia harus ber-pikir; harus melalui bangunan dirinya.

Individualisme sebagai sebuah paham sebenarnya mulai darifakta sederhana itu. Dia tidak ingin mengingkarinya denganberkata, “Lupakan dirimu atau jangan pikirkan dirimu, tapipikirkanlah masyarakat yang lebih besar.” Memikirkan dirisendiri itu jangan disamakan dengan egoisme. Jadi yang bisa di-lakukan adalah bahwa dalam melihat masalah dan dilema-dilema masyarakat, jangan ingkari kepentingan individu; ja-ngan ingkari cara berpikir masing-masing individu dalam me-lihat persoalan dan kepentingannya.

Saya pernah kasih contoh sederhana tentang Sitti Nurbaya,yang dipaksa oleh ayahnya untuk kawin dengan lelaki yang bu-kan pilihannya, yaitu Datuk Maringgih. Sang ayah bisa bilangbahwa penjodohan paksa tersebut untuk kepentingan keluarga,padahal kita tahu itu demi penyelesaian utang-piutang. Tapiapa pun alasan di luar kepentingan Sitti Nurbaya, pemaksaanitu sebenarnya tidak mengakui individu sang anak yang bolehmemilih bagi dirinya sendiri. Jadi individualisme bukan berartiseseorang harus egosentris. Itu sekadar pengakuan bahwamanusia dalam melihat persoalan tidaklah melalui kacamataorang lain.

Dan hal itu tidak berarti harus bertentangan dengan masya-rakat. Justru masyarakat akan sangat beruntung jika individu-

MEMBELA KEBEBASAN

16

Page 33: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

individu yang ada di dalamnya, yang membentuk mayarakatitu, adalah individu-individu yang matang, dewasa, yang mam-pu memilih bagi dirinya sendiri. Masyarakat semacam itulahsebenarnya yang terbaik. Bukan masyarakat yang dikomandooleh seseorang–bisa ayah, paman, pemimpin politik, pemimpinagama atau apa pun–yang memaksakan kehendak bagi indi-vidu-individu dalam proses memilih di antara beragam pilihanyang ada dalam kehidupan.

Dalam ungkapan lain, dalam konteks masyarakat, paham in-dividualisme itu menekankan bahwa hendaknya individu atauhak-hak individu dipertimbangkan atau dijamin, bukan digerusatau dikalahkan oleh apa yang disebut kepentingan umum.Dalam bangunan tata kemasyarakatan modern dan demokratis,yang disebut kepentingan paling dasar dari individu-individuitu biasanya dijamin pada bab-bab konstitusi. Selalu begitu. Jadi,apa saja yang tidak boleh dipaksa oleh umum, dijelaskan garis-nya. Kita sebenarnya sudah menerimanya sejak 1945, denganpasal 28 UUD, tapi kita masih ragu-ragu. Belum clear-cut atau se-cara tegas dan penuh. Dengan amandemen terhadap UUD 45itu, kita sudah bersikap clear-cut, bahwa ada hak-hak dasar indi-vidu: hak bicara, hak untuk hidup, hak untuk mencari kebaha-giaan, life, liberty and happiness. Inilah definisi dasar tentang hak-hak individu itu, tidak boleh dirampas oleh siapa pun, termasukoleh negara.

Tetapi tentu saja selalu ada situasi ketika hak-hak ini untuksementara bisa ditangguhkan. Contoh paling klasik adalah:dalam sebuah bioskop yang gelap, Anda tidak boleh berteriak“Api!”, karena orang bisa kaget, panik, ke luar bersamaan, adayang terinjak-injak dan mungkin mati. Jadi, kebebasan bisa di-batasi jika kebebasan itu mengancam hidup orang lain. Inilahyang disebut John Stuart Mill sebagai a very simple principle ofliberty, karena dalam filosofi kebebasan selalu ada pertanyaan:di mana batasnya. Mill, pada pertengahan abad ke-19, menyaji-kan definisi yang amat jelas dan sangat terkenal, yaitu bahwakebebasan individu berakhir manakala kebebasan tersebut meng-ancam hak hidup atau hak orang lain. Itulah prinsip dasarnya,

INDIVIDU VS. MASYARAKAT

17

Page 34: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

meski penjabarannya sangat kompleks dan mengikuti per-kembangan jaman.

Misalnya dalam soal merokok. Tahun 1960-an tidak adalarangan merokok di ruangan, apalagi tahun 1950-an. Dalampolitik dulu ada istilah smoke-filled room—untuk menunjukkeputusan politik yang dilakukan dalam ruangan yang penuhasap rokok. Bayangkanlah Amerika atau Eropa di musim di-ngin, yang mengharuskan semua jendela ditutup. Dan semuaorang di ruang-ruang rapat itu merokok, karena belum adalarangan. Baru pada tahun 1970-an, terutama 1980-an, mulai adaaturan tentang larangan merokok di ruang tertutup. Lalu, padatahun 1990-an larangan merokok itu diperluas, meliputirestoran. Tahun 2000-an di California, di bar pun orang tidakboleh merokok. Ini jelas pembatasan kebebasan.

Tapi pembatasan itu diterima karena muncul teori baru ke-dokteran: bahwa kalau Anda merokok di ruang seperti itu,Anda membahayakan hidup orang lain, sehingga kebebasanmerokok harus dibatasi. Itu contoh yang paling gampang. Tentusaja ada beberapa hal praktis tentang kebebasan yang masihdiperselisihkan batas-batasnya, tetapi semua orang menerimaprinsip umumnya, yaitu bahwa kalau seseorang tidak mem-bahayakan kehidupan orang lain, dia harus bebas memilih bagidirinya.

Keberanian dalam memberi kebebasan pada individu, yangdi banyak negara dijamin oleh konstitusi, sesungguhnya juga di-dasarkan pada asumsi atau kepercayaan bahwa manusia sebe-tulnya bisa atau cenderung berbuat baik. Kita, atau “masyarakatTimur”, dalam hal ini terkadang bersikap ambivalen. Kita seringberkata bahwa kita percaya pada sifat baik dalam diri manusia,the goodness of people, of human being. Tapi kita tidak percaya bah-wa mereka mampu memilih buat dirinya. Kita ingin ngaturhidup orang—gaya berpakaiannya, gaya rambutnya. Jadi kitatidak percaya bahwa mereka bisa menentukan pilihannyasendiri.

Bahwa sekali-dua kali mereka salah, itu lebih baik dianggapsebagai proses belajar, ketimbang Anda yang harus menentukan

MEMBELA KEBEBASAN

18

Page 35: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

pilihan mereka, misalnya mereka harus pakai jilbab, dan seba-gainya. Padahal, dengan semangat ngatur-ngatur itu, implikasi-nya secara filosofis kita tidak percaya bahwa mereka mampumemilih buat dirinya sendiri; kita mau bilang, “Tuhan sudahpilihkan A buat kamu, agama sudah pilihkan B buat kamu.”Kita mau limpahkan semua paket itu, sehingga yang tersisa pa-da individu hanyalah kepatuhan terhadap aturan-aturan yangada. Kita mau patuh, tentu saja. Masyarakat yang individualisitu sebenarnya masyarakat yang patuh pada aturan yang di-anggap masuk akal dan diputuskan secara bersama. Di jalanmereka tertib pada aturan umum. Kita di sini mau kepatuhan,tapi pada saat kita harus patuh, kita sangat liar.

*****

Dilihat dari sudut lain, antara motif individual dan kepen-tingan masyarakat itu juga sering terjadi “keanehan”. MiltonFriedman, pemenang Nobel Ekonomi 1978, pernah bilang bah-wa biasanya kegiatan-kegiatan ekonomi dimulai dengan motifindividual, motif pribadi, dan dalam perjalanannya kemudianmenguntungkan orang banyak. Inilah yang lebih sering terjadiketimbang sebaliknya: orang yang semula berpretensi atauberkata bahwa semua kegiatannya bukan buat dirinya sendirimelainkan buat orang banyak, ternyata justru merugikanmasyarakat; jadi, masyarakat yang diatasnamakan itu di-rugikan, dan dia secara pribadi diuntungkan, diperkaya. Kasusyang ekstrem adalah korupsi. Tapi di luar soal korupsi jugabanyak kasus semacam itu.

Dalam hal ini kita bisa melihat fakta tak terbantah bahwanegeri-negeri yang paling kaya cenderung juga menjadi negeri-negeri yang paling bebas. Kebebasan dan kesejahteraan ekono-mi itu rupanya berhubungan. Penjelasannya macam-macam.Selain memakai penjelasan Friedman, kita juga bisa menengokcontoh klasik yang sudah diberikan Adam Smith dua ratustahun silam. Waktu itu dia menyebut penjual roti. Dia bertanya,

INDIVIDU VS. MASYARAKAT

19

Page 36: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

dari mana kita dapat roti setiap hari? Dengan hanya lima sen,sangat gampang kita beli roti di pasar. Kalau kita melanggan dirumah, roti diantar ke rumah kita. Pendeknya kita bisa makanroti. Mengapa kita bisa begitu mudah dapat roti? Apakah kare-na pedagang roti itu mau menolong kita atau dia sebenarnyamau mencari untung buat dirinya sendiri? Ternyata penjual danpemilik pabrik yang mengantar roti itu mencari keuntunganbuat dirinya sendiri.

Nah, sistem ekonomi tersusun dari begitu banyak penjual,pencari, pedagang roti dan macam-macam pedagang lainnya,dan mereka semua mencari untung bagi diri sendiri, tapi akibat-nya ada suplai pada masyarakat. Kita dapat ini, kita jual itu; sa-ling membeli dan saling menjual. Ketersediaan roti atau berasbagi masyarakat dengan demikian jadi tercukupi. Itulah yangdisebut masyarakat yang interaksi ekonominya bebas. Setiaporang mencari untung bagi diri masing-masing. Dan dengancara itu, kebutuhan semua orang ternyata tercukupi; semuaorang pun bahagia karena merasa dimudahkan.

Justru harus kita ragukan atau curigai kalau ada orang ber-teriak-teriak, “Hei, saya mengantarkan roti ini sebenarnyabukan untuk cari untung! Saya mau kasih saja roti ini padakalian, hai para konsumenku. Saya tidak mau untung. Saya maurugi….” Orang itu pasti gila—atau setidak-tidaknya munafik.Dan dalam sejarah, ada sistem yang pernah mencoba cara itudengan berbagai variasi. Ada sistem komunisme di Soviet, diCina, di Korea Utara, di Vietnam, dan di Kuba.

Cara yang kemudian meluas ke sistem sosial dan politik itukemudian runtuh semua, atau tetap terbelakang dibandingnegeri-negeri lain. Di Cina, Mao dulu pernah bilang (adaptasidari Lenin) bahwa kita harus menciptakan manusia-manusiabaru. Sebelumnya di Soviet, Lenin ingin menciptakan manusia-manusia sosialis yang tidak memikirkan kepentingan dirinya,tetapi memikirkan kepentingan rakyat banyak, kaum buruh.Mereka lupa pada fakta dasar tentang manusia yang, menurutdata-data sosio-biologis, sudah berumur lebih dari sejuta tahundalam bentuknya yang sudah mulai modern. Jadi, Mao, Lenin

MEMBELA KEBEBASAN

20

Page 37: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

dan orang-orang yang sealiran dengan mereka pasti tidak akanmampu mengubah manusia. Yang namanya manusia baru itutidak ada.

Manusia adalah hasil dari evolusi panjang dengan karakter-istiknya sendiri, yang melihat manusia dengan kacamatadirinya, bukan diri orang lain. Maka sistem apa pun yang di-bangun tidak berdasarkan pandangan manusia yang benar danrealistik itu akan runtuh. Itulah yang dialami oleh sistem komu-nisme, karena pretensi mereka bukan cuma menciptakan se-buah sistem baru, tetapi di tingkat fundamental ingin men-ciptakan manusia baru dengan karakteristik baru. Manusiayang tidak memikirkan dirinya sendiri, tidak memikirkan anak-nya, keluarganya, orang tuanya, tapi memikirkan masyarakatsosialisme. Karena itu di Cina, waktu Revolusi Kebudayaan, ba-pak, ibu, dan anak dipisahkan.

Ide itu sebenarnya mengikuti Plato. Dalam karya mashurnya,Republic, dia menyebut bahwa pendidikan terbaik yang idealadalah jika anak dan ibu dipisahkan sejak awal, karena ini akanmenumbuhkan pikiran-pikiran sang anak berdasarkan bakat-bakatnya sendiri. Ini masyarakat idealis-utopis. Inilah yang di-ulang dalam bentuk baru oleh Lenin di Rusia, Mao di Cina, PolPot di Kamboja. Mereka mau mencetak anak-anak sosialis baru.Itu sebabnya sejak kecil, setiap bangun tidur, mereka di-haruskan baca Buku Merah, kitab suci Mao.

Yang terjadi kemudian adalah tragedi kemanusiaan yangamat dahsyat. Proses di Cina itu memakan korban puluhan jutajiwa yang kelaparan. Sistem pertanian Cina ambruk total.Kolektivisme runtuh, dan baru mulai diperbaiki oleh Deng XiaoPing tahun 1978. Hasilnya sekarang cukup menakjubkan, se-bagai kelanjutan dari makin terbukanya kebebasan ekonomi diCina, belum politik. Jadi kolektivisme dibalikkan dan elemen-elemen liberalisme diperkenalkan. Sejak beberapa belas tahunlalu, ekonomi Cina tumbuh dua digit, 11, 12, atau 13 persensetahun.

Di sisi lain, sistem Soviet hanya bertahan 70 tahun, kalau kitahitung dari Revolusi Bolshevik 1917. Sangat singkat. Banding-

INDIVIDU VS. MASYARAKAT

21

Page 38: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

kanlah misalnya dengan Amerika Serikat yang sudah berusia200-an tahun—tak perlulah kita bandingkan dengan Inggris,yang sudah terlalu lama. Jadi kemenangan sistem yang percayapada kebebasan itu juga karena ia fleksibel terhadap perubahan,selain karena ia cocok dengan watak manusia. Kuncinya adalahkarena pada dasarnya keputusan diambil oleh begitu banyakindividu. Sementara pada sistem komunisme yang mengambilkeputusan adalah sekretariat jenderal partai (politbiro), yanghanya terdiri atas 50-an orang. Bandingkan dengan sistempasar, yang di dalamnya para penjual dan pembeli sama-samamemutuskan mana yang paling menguntungkan.

Ada jutaan orang setiap hari mengambil keputusan; jutaankeputusan berdasarkan kepentingan diri masing-masing. Danparadoksnya lagi, sistem yang bebas ini justru yang sangat ter-atur. Ia dinamis, fleksibel, cepat. Dan seperti dikatakan Friedrichvon Hayek, seorang pakar asal Austria yang pernah mendapatNobel Ekonomi, sebenarnya kepentingan diri yang dicerminkanoleh harga yang mau kita bayar itulah yang akhirnya membuatsistem yang luar biasa, yang di dalamnya jutaan orang berinter-aksi tanpa saling mengenal.

Sistem yang bebas itu tak perlu dikhawatirkan bakal menim-bulkan kekacauan. Sebab yang terjadi adalah “kekacauan yangkreatif” atau situasi dinamis yang sangat kreatif (a very creativeand dynamic situation). Lihatlah ekonomi Amerika atau Hong-kong yang begitu dinamis, tapi begitu cepat menjamin kesejah-teraan rakyat. Dalam hal ini ada satu elemen yang membuatperdagangan juga penting dari segi moral dan kebudayaan. Inisudah dikatakan dua abad lalu oleh Montesquieu, seorangpemikir Prancis.

Dulu orang menganggap perdagangan membuat orang se-rakah, materialistis, dan sebagainya. Tapi, kata Montesquieu, se-belum tumbuhnya sistem perdagangan atau pertukaran mo-dern, yang terjadi justru adalah perang suku, perang agama.Orang jadi terkucil oleh perbedaan-perbedaan yang bersifat ni-lai dan keyakinan. Tetapi di pasar, di mana ada penjual danpembeli, yang penting harganya cocok. Entah penjualnya orang

MEMBELA KEBEBASAN

22

Page 39: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Arab, orang Yahudi, atau orang Cina, kalau harganya cocok ki-ta beli. Artinya, sebagai sistem, pertukaran yang didasarkan pa-da kepentingan tersebut sebenarnya membuat manusia meng-hilangkan prasangka. Jadi kalau model pertukaran ini menjelmamenjadi sistem sosial, atau menopang sistem sosial, maka padadirinya sendiri sistem ini tidak mengandung bias prejudice, yangtelah turun temurun diwarisi oleh masyarakat manusia. Itulahsalah satu pengaruh penting dari sistem pertukaran yang kitasebut perdagangan modern ini.

Di dalam kehidupan ini memang ada banyak elemen. Kitajuga tidak bisa berkata bahwa sistem pertukaran ini akan me-rembes ke mana-mana, ke semua aspek kehidupan. Orangmasih kembali ke agama, etnik, daerah, bahkan ada yang di-sebut nation state. Ini semua bercampur aduk. Tetapi yang inginsaya tegaskan di sini ialah bahwa kita ingin melihat individual-isme dalam berbagai macam manifestasinya. Kita tidak bisa de-ngan sederhana berkata bahwa individualisme itu anti-masyarakat, anti-kepentingan umum atau egois. Ini sebuah pa-ham modern yang menurut saya menjadi salah satu dasar darisuksesnya masyarakat modern. Jadi janganlah paham ini di-pandang secara sangat simplistis. Ia berhubungan denganberbagai macam hal dan justru menjadi salah satu kekuatankonstruktif yang progresif dalam kebudayaan dan kehidupanmasyarakat modern.

Kita kemudian teringat pada Francis Fukuyama, yang bilangbahwa sejarah sudah berakhir. Tentu yang dia maksud bukan-lah sejarah dalam arti kronologis, tapi sejarah dalam arti per-tarungan gagasan, antara sistem demokrasi liberal dengan ko-munisme. Dengan runtuhnya komunisme (sisa-sisanya hanyatertinggal sedikit di Korea Utara atau Kuba), maka demokrasiliberal—yang merupakan abstraksi atau perluasan paham indi-vidualisme—menjadi pemenang, dan sejarah berakhir. IdeFukuyama ini memang masih terlalu abstrak. Tapi padadasarnya dia ingin berkata bahwa sistem masyarakat yang inginkita buat, setelah berputar ke mana-mana dan melakukanmacam-macam percobaan, akhirnya membuat kita kembali ke

INDIVIDU VS. MASYARAKAT

23

Page 40: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

kearifan lama yang benar, yang kebetulan dia namakan kapital-isme-liberal. Dasarnya adalah penghargaan pada kedaulatan in-dividu, pada kebebasan masing-masing orang untuk memilih.Kalau Anda pakai paham itu, Anda bikin sistem itu, tentunamanya kapitalisme-liberal, tidak bisa lain.

Mereka yang hidup di dalam sistem itu punya kebebasan,punya kehendak untuk bebas. Itulah yang menjadi motor pe-rubahan. Ke sanalah arah sejarah. Masyarakat yang masihmemakai sistem yang di dalamnya ada perbudakan, misalnya,suatu saat akan hilang. Budak-budak itu akan merdeka. Merekaakan merdeka, dalam arti akan menentukan kehendaknyasendiri, menjadi tuan bagi dirinya sendiri.

Itulah yang dikatakan Fukuyama. Dan kita sulit menyebutbahwa dia keliru. (Rizal Mallarangeng)

MEMBELA KEBEBASAN

24

Page 41: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

EQUALITY

BEFORE

THE LAW

KONSEP EQUAL OPPORTUNITY, PERSAMAAN PELUANG, MERUPA-kan salah satu masalah yang rumit dalam pengaturan

kehidupan modern, dan ini harus menjadi perhatian kita semua.Dalam masalah persamaan kesempatan, ada dua hal yang haruskita pikirkan. Pertama, masalah ideal, cita-cita, arah besar yangharus kita tuju. Tapi, kedua, ada juga masalah kenyataan. Kitatidak bisa memungkiri kenyataan. Kalau kita mau membangunmasyarakat, harus berdasarkan kenyataan yang ada, untuk ke-mudian kita ubah. Tapi kalau kita ingkari kenyataan, kita akanterjebak pada utopia yang akhirnya juga akan gagal, menyedih-kan, dan akan memakan korban yang sangat banyak.

Itu sudah terjadi pada komunisme, yang mau membuatmasyarakat baru, manusia baru. Sama-rasa-sama-rata. Merekatidak mengakui sejarah dan mau menghancurkannya. Kalaupuntidak sampai dihancurkan, agama, sejarah, simbol-simbol masa

25

Page 42: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

lalu itu, mereka lupakan. Sebab mereka ingin membentuk se-suatu yang sama sekali baru, yang sesuai dengan ideal mereka,tetapi pada akhirnya gagal. Dan sungguh menyedihkan, gagal-nya itu dengan memakan korban yang luar biasa. Saya kira, initragedi kemanusiaan terbesar yang pernah kita lihat dalam se-jarah. Dalam soal equal opportunity, kenyataan yang saya mak-sud adalah kenyataan bahwa manusia berbeda-beda.

Orang ingin mencari distingsi. Saya ini berkarya, bekerja,berkarir, ingin agar saya berbeda, bukan supaya saya sama.Kalau orang mau jadi sama, dia akan menjadi medioker—tang-gung, kemampuannya setengah-setengah. Setiap manusia padadasarnya ada yang kuat, ada yang dorongannya lemah, tetapiterkait dengan kepentingan dan persepsi dirinya. Ibaratnya, se-tiap orang ingin jadi elang, tidak ingin jadi bebek. Setiap orangingin terbang tinggi dan berkata, “Inilah saya!” Dalam memilihpakaian, Anda ingin lebih baik; dalam memilih isteri, Andaingin lebih baik. Artinya tidak umum. Pokoknya, Anda inginberprestasi.

Orang bahkan harus didorong untuk mencari ketidak-samaan. Kalau anak kita bilang bahwa di sekolah dia mau samasaja dengan anak-anak lainnya, belajarnya mau biasa-biasa saja,tidak mau lebih bagus daripada teman-temannya, kita akan bi-lang, “Aduh, anak ini tidak punya motivasi untuk belajar.”

Dan dengan ke-biasa-an dan ke-sama-an itu, kemajuan tidakmungkin dicapai. Lihatlah para jenius dan penemu. Merekabiasanya orang yang punya motivasi kuat, punya kemauankeras. Mereka mau bekerja keras karena ingin berbeda. Ini fak-ta. Dan memang dalam kenyataannya orang berbeda-beda.Sesosialis dan seegalitarian apa pun seseorang, kalau dia me-lihat sesuatu yang lebih indah, lebih baik, lebih cantik, dalamdirinya selalu muncul impuls untuk ikut mengagumi ataumenghargai, yang merupakan bagian dari kenyataan alamiah didalam diri manusia.

Jadi, pada dasarnya kita mau berbeda, dan kita suka berbeda.Tetapi pada saat yang sama ada impuls lain. David Hume, se-orang filosof Skotlandia yang menulis buku mashur Treatise of

MEMBELA KEBEBASAN

26

Page 43: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Human Nature, mengatakan bahwa salah satu dasar manusiamembentuk masyarakat dan berinteraksi dengan masyarakatadalah perasaan simpati atau empati. Artinya, kalau kita me-lihat penderitaan orang, kita ikut sedih. Intinya, kita mau mem-perlakukan orang lain sebagaimana kita mau diperlakukan. Adasemangat untuk berbeda, berdistingsi. Mau jadi juara, jadijagoan, jadi terbaik, jadi lebih cantik, lebih kuat, lebih kaya, tapikita mau diperlakukan sama. Intinya, juga simpati kepada diri.Saya tidak mau diperlakukan sewenang-wenang, saya maudiperlakukan sama. Tetapi ini impuls lain. Jadi, di dalam dirimanusia ada semangat untuk berbeda, tapi ada pula semangatyang sama pada titik-titik tertentu. Kedua impuls inilah yangmembentuk kenyataan: manusia dan masyarakat.

Nah, dalam konteks tata kemasyarakatan, apa yang disebutequal opportunity itu sebenarnya agak rancu kalau kita ter-jemahkan terlalu jauh. Yang lebih tegas adalah konsep equalitybefore the law, persamaan di depan hukum. Anak jenderal, pre-siden, orang miskin, rakyat kecil, pengusaha besar, pedagangkecil, di depan hukum posisi mereka sama. Kalau yang satutidak boleh mencuri, yang lain pun tidak boleh mencuri; yangsatu tidak boleh melanggar rambu-rambu lalu lintas, yang lainpun tidak boleh melanggar rambu-rambu lalu lintas. Begitulahsederhananya.

Dengan menjamin persamaan bagi semua orang di depanhukum, otomatis prinsip ini berlaku menjamin persamaandalam semua hal. Sebab hukum adalah fondasi bagi interaksimanusia dan masyarakat. Hukumlah yang mengatur tentangboleh atau tidaknya suatu tindakan dilakukan. Memang ada eti-ka dan kebudayaan, tapi itu adalah hal yang berbeda. Kalau ki-ta bicara tentang tata aturan dalam masyarakat secara formal,maka yang kita maksud dengan equality sebenarnya adalah per-samaan di depan hukum. Karena kalau kita mulai menafsirkanhukum sebagai kesempatan, maka konsepsi ini menjadi agakelusif, sulit dipegang. Apa yang kita maksud dengan kesem-patan? Yang saya tahu, itu artinya kesempatan buat anak sayadan kesempatan buat anak orang lain harus sama—dan memang

EQUALITY BEFORE THE LAW

27

Page 44: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

sama di depan hukum. Tetapi kesempatan untuk mendapatkanpekerjaan, apakah itu berarti anak yang pintar dan anak yangkurang pintar mau dipersamakan? Tesnya harus sama-samamenang? Tentu saja harus ada tes jika Anda melamar pekerjaan.Misalnya tes matematika. Pelamar yang diterima adalah yangmendapat nilai 8,5. Kalau Anda dapat 8,2, tentu tidak bisa ma-suk. Jadi basisnya adalah ketidaksamaan.

Yang penting, sistemnya harus memungkinkan bahwa se-mua orang berhak ikut tes itu. Dasar utamanya ada di konsti-tusi. Anda memperlakukan saya sama, tetapi Anda tidak bisamenghukum atau menuntut seorang pemilik perusahaan yangmenerima anak yang lebih pintar berdasarkan tes yang univer-sal. Dalam masyarakat yang kompleks, yang di dalamnya adapotensi-potensi konflik antaragama, antaretnik, warna kulit dansebagainya, situasinya memang agak problematis. Misalnya,anak kulit hitam dan kulit putih sama-sama dites matematika. Sianak kulit putih dapat 8,5, anak kulit hitam dapat 8. Kalau tesmatematikanya berdasarkan standar universal, tentu yang men-dapat nilai 8,5 itulah yang diterima—kebetulan dia berkulitputih. Tetapi beberapa aktivis kaum kulit hitam mungkin ber-kata, “Ya, tentu saja anak kulit putih yang menang, sebab tesnyamatematika, sih, coba kalau tesnya basket….”

Padahal tes basket mungkin tidak relevan untuk pekerjaanyang dimaksud. Dan argumen semacam itu membuat ukuran-ukuran universal menjadi sia-sia. Maka saya kurang suka kalaukonsep equal opportunity ditarik terlalu jauh, karena sifatelusifnya itu. Ia menimbulkan interpretasi yang licin, bisa di-tarik ke sana ke mari, tergantung kepentingan kelompok atautujuan tertentu yang kita inginkan. Tetapi kalau disebut sebagaiequality before the law, konsep ini jelas, artinya persamaan di depanhukum. Ini harga mati.

Kadang-kadang aktivis kaum wanita juga lebih memilih un-tuk menggunakan konsep equal opportunity daripada equality be-fore the law. Tentu saja kita tidak mau ada diskriminasi. Tetapitidak cukupkah penegasan jaminan konstitusi bahwa semuaorang dijamin bebas dan sama?

MEMBELA KEBEBASAN

28

Page 45: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Aktivis kaum wanita biasanya meminta kuota untuk diper-samakan. Misalnya dalam rekrutmen politik. Mereka tidak inginada persaingan terbuka, dan ingin persaingan pakai kuota.Implementasinya misalnya berupa permintaan pada partai-par-tai politik untuk memberi sedikitnya 30 persen peluang kursibagi calon legislatif. Buat saya, dalam konteks kesejarahan ter-tentu yang ekstrem, metodenya mungkin saja masih bisa diteri-ma sejauh ia bersifat sementara. Tetapi metode kuota untukequal opportunity ini pada dasarnya self-defeating, menyalahi prin-sip dasarnya. Anda ingin persamaan bagi setiap orang. Tapikalau Anda minta kuota, itu berarti dasarnya adalah ketidak-samaan bagi setiap orang. Dan yang dapat kuota hanya wanita.Pria tidak dapat. Ini melanggar prinsip kesetaraan yang ingindiperjuangkan. Entah Anda minta jatah untuk kulit hitam, un-tuk wanita, untuk minoritas dan sebagainya, jika itu didasarkanpada sistem kuota untuk menjamin opportunity, maka ia self- de-feating, menggugurkan prinsip dasarnya sendiri.

Formula kuota semacam itu mungkin diajukan dengan ber-tolak dari kenyataan bahwa kondisi antara wanita dan priatidak setara. Tapi harap diingat bahwa dalam masyarakat manapun tidak pernah ada kondisi setara untuk mulai. Anda bisabandingkan, misalnya, kondisi di kalangan kelompok-kelom-pok minoritas di Amerika Serikat. Kelompok yang paling tidakpernah minta-minta perlindungan antara lain minoritas etnisdari Korea, Cina, dan Asia pada umumya. Tanpa pernah mintakuota, minoritas-minoritas ini justru yang lebih cepat tumbuh,paling maju, paling menguasai teknologi dan bisnis yangberkembang di Amerika. Sebab mereka berprinsip bahwa ke-sempatan itu tidak dijamin dan tidak diberikan oleh siapa pun.Kesempatan adalah sesuatu yang harus mereka rebut. Karenaitu mereka mau bekerja lebih keras daripada orang lain; merekamau lebih pandai daripada orang lain. Mereka merebut danmenciptakan kesempatan.

Orang-orang yang melihat kesempatan atau opportunity se-bagai sesuatu yang diberikan, disediakan oleh orang lain—ter-masuk oleh pemerintah—justru tidak akan pernah maju. Dalam

EQUALITY BEFORE THE LAW

29

Page 46: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

konteks ini saya tidak sedang membicarakan hukum positif.Saya sedang bicara soal cara pandang kita dalam melihatmasalah tertentu. Tentu saja benar kalau dikatakan bahwa asalmuasal kita ini tidak sama. Ini serupa halnya kalau kita meng-usut kesalahan atau mencari siapa yang salah: kenapa orang hi-tam jadi budak; kenapa orang putih jadi tuan? Ini akanberkepanjangan tanpa ujung. Dari mana kita memulai sejarah-nya? Apalagi kalau kita ingat bahwa yang pernah jadi budakbukan hanya orang hitam, tapi orang putih pun pernah.Seandainya orang Turki menang di Eropa melawan orang-orang putih, yang akan menjadi budaknya orang Turki diBalkan itu tentu orang putih. Bahkan, di Nusantara ini pun kitapernah saling memperbudak. Fakta sejarah itu harus diakui.

Tapi marilah kita melihat ke depan. Dalam menyusun sistemyang baru sekarang ini, kita bisa menengok ke masa lalu, tapiorientasinya harus ke masa depan. Kalau kita merasa bahwa dimasa lalu sejarah tak berpihak pada kita, opportunity itu bukandi tangan kita, kita harus bertekad bahwa di masa depan pe-luang itu akan kita rebut dengan tangan kita sendiri, sejauhhukumnya sama. Hukumnyalah yang tidak boleh diskriminatifterhadap diri kita. Soal kesempatan, kita akan mencarinyasendiri. Pemerintah tak perlu ikut campur. Kuncinya adalahkerja keras dan kreatifitas, dengan melihat ke depan. Ini soalcara kita melihat kehidupan.

Dalam konstitusi di negara demokratis modern sekarang ini,unsur diskriminasi sebenarnya sudah hilang. Lain halnya kalaukita bicara tentang Amerika di masa sebelum tahun 1919 atauEropa sebelum 1920. Hukum positif mereka waktu itu tak mem-beri wanita hak memilih. Jangankan wanita, kaum pria pun—kalau kita tarik ke masa 50 tahun sebelumnya—tidak semuanyadikasih hak memilih. Di Inggris, negara pertama yang meng-anut demokrasi, dalam proses perubahan reformasi secara for-mal, pemberian hak pilih kepada masyarakat dimulai untukkaum pria bangsawan dan terdidik, bukan pada semua pria.Sampai 1894, tahun terakhir reformasi, wanita masih belumboleh memilih. Setelah itu barulah wanita diberi hak memilih—

MEMBELA KEBEBASAN

30

Page 47: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

dan dengan demikian terjadi revolusi besar dalam hal equalitybefore the law. Sejak itu prosesnya berlangsung sangat cepat.Hukum positifnya mendukung.

Sebagai konsep sosial, equal opportunity itu baik. Saya tidakmenentangnya. Saya cuma mau katakan bahwa kita perlu hati-hati dalam memaknainya, sebab konsep ini elusif, gampangmerucut. Lain halnya dengan equality before the law, yang sangatjelas, yaitu jaminan kesetaraan di depan hukum. Tapi yangnamanya opportunity, siapa yang harus memberikannya?Apakah negara wajib memberikan opportunity? Buat saya: no!Negara hanya wajib menjamin hukum yang sama, tapi kesem-patan bukan diberikan oleh negara. Hidup kita bukan di tangannegara. Hidup kita berada di tangan kita sendiri.

Bagaimana dengan program affirmative action di AmerikaSerikat, yang kadang dianggap sebagai diskriminasi positif?Program ini memang didasarkan oleh semacam rasa bersalahpada orang kulit putih terhadap kaum kulit hitam, yang kinijumlahnya puluhan juta jiwa. Tapi saya teringat pidato MartinLuther King (1969). Tokoh terpenting perjuangan kulit hitam ituberkata: I have a dream, one day my children will not be judged be-cause of the color of their skin. Artinya, King ingin anak-cucunya,temannya dan siapa pun, diperlakukan bukan karena warnakulitnya—bahkan kalaupun perlakuannya positif. Nah, affirma-tive action itu memperlakukan seseorang sesuai warna kulitnya.Karena seseorang itu kulitnya hitam, maka dia harus diberi kuota.Kenapa? Karena nenek-moyang orang hitam itu pernah diper-budak oleh nenek-moyang orang kulit putih.

Martin Luther King tidak menginginkan hal itu. Jadi, sema-ngat pernyataan King itu berbeda dengan semangat pemberi af-firmative action. Para pendukung affirmative action berkata bahwatujuan mereka sama dengan tujuan Martin Luther King. Tetapimetode dan dasar filsafatnya berbeda. Sekali lagi saya katakanbahwa ini masalah yang mungkin tidak bisa dilihat secara hi-tam-putih. Hal ini benar hanya karena konteks kenyataan yangmemang kompleks. Tetapi saya berpegang pada prinsip dasar.Saya tidak mau melihat masalah ini dari kaca mata hitam dan

EQUALITY BEFORE THE LAW

31

Page 48: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

putih. Saya bersedia memberikan beberapa kemudahan sejauhmasuk akal, tapi kemudahan itu hanya sementara dan betul-be-tul karena political expediency. Jangan menganggap hal itu benarpada-dirinya, apalagi menganggap itulah mahkota dari per-juangan equality of opportunity. Itu keliru besar. Kalau dianggapdemikian, tentu boleh saya katakan bahwa itu merupakan peng-khianatan terhadap perjuangan kaum yang ingin membebaskandirinya dari segala bentuk kekangan, termasuk kekangandiskriminasi warna kulit.

Saya mau kasih contoh supaya kita bisa melihat masalah inisecara proporsional. Katakanlah Anda keluarga kulit putih, se-mentara saya keluarga kulit hitam. Tentu bukan salah kita ber-dua bahwa nenek-moyang kita saling memperbudak. Kepadaanak-anak kita masing-masing, kita bilang, “Belajarlah yangbaik, belajarlah yang keras.” Dua-duanya mengikuti saran itu.Tentu saja baik kalau dua-duanya diterima di universitas, tapiternyata yang diterima cuma satu, anak Anda atau anak saya.Kehidupan ini memang kadang-kadang kejam, meski kita maukehidupan ini jangan kejam. Kita dihadapkan pada pilihan.Kursi untuk menerima mahasiswa di universitas terbatas. Makaharus ada tes.

Anak Anda yang kulit putih mendapat nilai 8, 5 untukmatematika, anak saya dapat 5,5. Dengan adanya affirmative ac-tion, mungkin anak saya yang nilainya 5,5 itulah yang masuk.Bayangkan, apa yang harus Anda katakan pada anak Anda?“Oh, anakku, nilaimu memang lebih tinggi sedikit daripada ni-lai anak kulit hitam, tapi nenek moyang kita dulu pernah mem-perbudak nenek moyang dia, jadi kau harus menanggung dosanenek moyangmu.”

Itu terjadi dalam situasi di mana kedua anak tersebut belajardengan baik. Bayangkan kalau anak Anda belajar dengan baikuntuk dapat 8,5, sementara anak saya yang malas dan cuma da-pat 5,5 malah bisa masuk. Anda mau bilang apa pada anakAnda? Mungkin situasi ekstrem seperti ini tidak pernah terjadi.Tapi setelah program itu berlangsung dua puluh tahun dalammasyarakat yang berpenduduk 300 juta orang, pasti satu-dua

MEMBELA KEBEBASAN

32

Page 49: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

kasus semacam itu terjadi. Dan beberapa tahun lalu halsemacam itu terjadi di Universitas Michigan, sehingga sejumlahmahasiswa kulit putih yang merasa dirugikan mengajukan gu-gatan hukum.

Jadi, sekarang program itu mulai ditantang. Dan jangan lupa,sejarah pada akhirnya selalu berpihak pada kebenaran. Setelahbeberapa puluh tahun dicoba, ternyata memang in the long runsistem kuota atau sistem diskriminasi ini tidak menghasilkansiswa-siswa yang cemerlang. Sebab tes itu universal. KalauAnda dites waktu Anda mahasiswa, tesnya kan sebenarnya bu-kan saat itu saja. Tes itu adalah akumulasi pengalaman hidup.

Affirmative action yang diterapkan di Amerika itu kadang di-puji oleh kalangan tertentu yang menganggap bahwa pemerin-tah sebaiknya bersikap seperti itu. Yang lemah diberi kesem-patan lebih, yang kuat tidak perlu dibantu. Pada prinsipnya ki-ta senang membantu yang lemah. Semua agama mengajarkanhal yang sama. Semua orang tua mengajarkan hal-hal yang baikkepada anak-anaknya: agar anak-anak mereka menjadi orangyang baik, suka kerja keras, punya keberanian, suka menolong.Tidak ada hal yang salah dengan semua itu.

Yang jadi soal adalah: apa yang kita maksud dengan meno-long? Bagaimana metode menolong? Apa dan siapa yang haruskita tolong? Apa bentuk pertolongannya? Masalah ini tidaksederhana. Affirmative action ini muncul hanya dalam periode se-jarah tertentu, yang memang harus kita mengerti dalam konteksdinamika politik Amerika tahun 60-an. Pada akhirnya, sepertikata Fukuyama, fase kuota seperti ini akan hilang.

Pada prinsipnya kita harus membiasakan orang untukberjuang bagi dirinya. Dia maju bukan karena ditolong. Betapapun baiknya tindakan menolong, tidak ada orang yang majukarena sistem pertolongan. Orang maju karena mau berusahakeras dan bersedia berkorban–waktu, pikiran, dana–untuk men-capai kemajuan itu. Mungkin secara temporer ada orang-oranglemah yang kita tolong. Tapi yang membuat dia maju, modern,merasa bangga dengan dirinya, bukanlah karena dia ditolong,tapi karena dia menolong dirinya sendiri. (Rizal Mallarangeng)

EQUALITY BEFORE THE LAW

33

Page 50: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

34

Page 51: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

KEWARGA-NEGARAAN

WARGA NEGARA ADALAH ANGGOTA KOMUNITAS POLITIK

atau negara, bukan anggota organisasi atau per-kumpulan. Seseorang disebut warga negara pertama-tama kare-na kesetiaannya; secara hukum ia setia pada pemerintahan ne-gara tersebut. Sisi lainnya: ia meminta perlindungan kepada ne-gara dalam kehidupannya sehari-hari. Kalau dia punya rumahdan punya hak yang cukup atas rumah itu, maka rumahnyatidak akan digusur. Kalau dia mau mendapat kerjaan, maka diaboleh mendapatkannya; dia boleh mencoblos dalam pemilihanumum, dan seterusnya. Itulah konsep warga negara. Ada jugapengecualian, misalnya orang yang belum cukup umur diang-gap bukan warga negara. Di masa lalu, perempuan pun diang-gap bukan warga negara sehingga tidak boleh punya hak pilih.

Penting juga dilihat kata negara dalam konsep itu. Negaraadalah sebuah unit politik dan unit hukum yang memiliki pen-duduk, wilayah, dan diakui keberadaanya oleh negara lain.

35

Page 52: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Kalau ada sekelompok orang bilang “Kita punya negarasendiri,” tapi “negara” itu tidak diakui oleh negara-negara lain-nya maka ia gagal menjadi negara. Dia tidak bisa mendarat diNew York, lalu berkata, “Ini paspor saya, dari negara A,” tapinegara itu tidak tercatat dalam data keimigrasian negara tujuantersebut sebagai sebuah negara yang sah.

Warga negara adalah terjemahan dari istilah Inggris citizen.Kata dasarnya city, kota. Ini berkaitan dengan kata politik. Politikjuga dari kata polis, dari bahasa Yunani. Pada zaman sebelumlahirnya negara modern, unit politik yang ada adalah kombinasiantara kerajaan; tapi karena di Yunani waktu itu disebut negara-kota, merekalah yang pertama-tama mengembangkan konseptentang sebuah entitas politik, sebuah kelompok politik yangpunya hak tertentu yang terkait dengan demos yang wajib dilin-dungi secara kontraktual. Artinya ada kesepakatan yang eks-plisit antara yang menjadi warga dan yang memimpin wargatersebut, misalnya dalam bentuk pemerintahan atau kepala pe-merintahan. Inilah cikal-bakal politik dari apa yang disebut war-ga negara dan entitas politiknya.

Dalam perkembangan selanjutnya, kota menjadi negara se-bagai unit politik karena perkembangan teknologi, industrial-isasi, perdagangan, kesadaran orang, perluasan wilayah. Kotamenjadi unit politik, yang kemudian berubah menjadi nationstate. Ini muncul setelah perjanjian Westphalia 1648; nation-statemenjadi sebuah unit politik yang disepakati oleh raja-raja diEropa sebagai unit tertinggi dari loyalitas politik. Bukan keraja-an. Kerajaan pun, kalau dia mau bertahan, harus diperlakukansebagai nation-state.

Yang dimaksud kontrak antara warga negara dan negara itubukan secara harfiah, setiap orang per orang. Artinya kalauAnda sudah berusia 17 tahun, Anda boleh memilih; Anda di-anggap warga negara, meski Anda tidak pernah teken kontrakdengan republik. Ini sudah dijamin dalam proses bersama, yangdicantumkan dalam konstitusi. Konstitusi yang merupakan cirination-state modern inilah yang implisit dianggap sebagaikontrak bersama. Kalau orang tidak membantah atau tidak

MEMBELA KEBEBASAN

36

Page 53: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

menyatakan tidak mengakui konstitusi itu, berarti dia terikatkontrak. Sebaliknya, kalau dia berkata, “Saya tidak mengakuidiri saya sebagai warga negara Indonesia, saya mau pindah sajake Amerika,” bisalah dia dianggap tidak terikat kontrak ter-sebut.

Kalau Anda bilang, “Saya tidak mengakui Indonesia, sayamau tinggal di rumah saya dan saya mau bikin negara sendiri dirumah saya,” itu tidak bisa. Orang mungkin akan toleran sajakalau Anda cuma bicara seperti itu dan tidak menggangguorang lain. Tapi jika tindakan Anda menimbulkan implikasipolitik dan hukum, misalnya Anda memajaki orang yang masukke rumah Anda, itu tidak bisa. Itu berarti Anda menerapkanhukum yang berbeda dari hukum negara.

Apakah sistem seperti ini baik bagi semua orang? Apakahtidak ada alternatif lain? Apa yang membuat loyalitas seorangindividu harus hanya untuk negara-bangsanya? Kita tahu,banyak orang yang rela mati demi sebuah negara-bangsa, demisebuah patriotisme. Kenapa orang ingin mati, bersedia mati atauberkorban demi sebuah negeri, demi sebuah tata hukum, demisebuah unit politik?

Kalau buat anak saya, misalnya, saya bersedia mati. Sebabmereka adalah tanggung jawab saya langsung; karena saya danisteri sayalah mereka ada di dunia. Jadi ada hubungan biologis,ada pertanggungjawaban moral. Tetapi kenapa kepada negara,yang merupakan sebuah abstraksi, saya pun setia? Artinya sayaloyal pada seluruh warga Negara Indonesia yang sebagian besarsaya tidak kenal; yang saya kenal paling hanya beberapa ratusorang dari 220 juta warga negara kita ini. Tapi kita merasa loyalkepada mereka; kita melakukan kewajiban sebagai warga ne-gara kepada mereka. Loyalitas itu tentu bukan kepada abstraksitapi kepada manusia yang hidup, yang kita tidak kenal. Inilahuniknya perasaan citizenship ini.

Ada pula aspek yang penting dalam isu ini, yaitu tentanghubungan yang ideal antara warga negara dan pemerintah. Adabanyak debat. Ada orang yang menganggap warga negaramestinya diberi hak yang besar sekali, dan mungkin dalam

KEWARGANEGARAAN

37

Page 54: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

banyak hal bisa mengorbankan kepentingan orang-orang lain,sesama warga lainnya. Ada yang bilang sebaliknya. Warga ne-gara tidak boleh diberi hak terlalu besar. Dia harus tunduk pa-da kemauan bersama. Ide mana yang terbaik?

Bagi saya yang terbaik adalah kondisi di mana pemerintahhanya menjalankan fungsi-fungsi yang esensial, seperti misal-nya menjaga tata keadilan. Bukakah hakim-hakim harus adayang mengatur dan menggajinya? Itulah salah satu fungsi ne-gara atau pemerintah. Negara juga harus menata polisi dan jak-sa. Kalau ada warga yang melanggar hukum, melakukan ke-jahatan, harus ada yang mengurusnya. Harus ada yang meng-atur pembangunan jembatan; tidak bisa setiap orang menunjuksatu lokasi dan membangunnya di sana, dan seterusnya. Inilahfungsi-fungsi dasar yang harus diurus pemerintah dengan baik.Urusan yang lain-lain, biarkan diserahkan pada masyarakatsaja. Masyarakat akan sangat baik dan dewasa jika semakin se-dikit intervensi pemerintah di dalamnya.

Saya kira Indonesia sekarang ini sedang menuju ke arah itu,meski belum sepenuhnya. Kita melihat tangan-tangan negaramasih terlalu banyak hadir dalam kehidupan sehari-harimasyarakat. Yang kita inginkan masyarakat ini makin matangdalam berusaha, bekerja, berorganisasi, sehingga kehadiran pe-merintah hanya terasa pada saat dia berurusan dengan hal-halesensial atau dengan hal-hal yang membahayakan hidupbanyak orang. Di sisi lain, ada kewajiban-kewajiban warga ne-gara terhadap negaranya, misalnya membayar pajak, mengikutiaturan hukum positif. Kalau situasi negara dalam bahaya, kitasecara hukum pun wajib membelanya. Kalau kita tidakmelakukannya, kita bisa dihukum, seperti terjadi di mana-manadi seluruh dunia. Semua itu kewajiban formal.

Secara informal pun, tanpa harus ditulis dalam hukum,banyak sekali kewajiban warga negara; jika mereka diberialasan yang tepat, mereka sanggup memenuhinya tanpa di-perintah oleh hukum. Ini berhubungan dengan rasa solidaritas.Solidaritas kita macam-macam: terhadap keluarga, suku,bangsa; tapi ada juga solidaritas terhadap nation-state ini, yang

MEMBELA KEBEBASAN

38

Page 55: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

sebenarnya mengatasi solidaritas yang sempit-sempit ini. Tapikadang-kadang dalam situasi tertentu ada keanehan-keanehandi mana solidaritas kesukuan atau keagamaan lebih menonjol,dan kemudian oleh sebagian orang justru dianggap sebagai soli-daritas primer.

Kalau situasi ini terjadi, maka akan timbul perkelahian, per-seteruan, perpecahan yang keras dalam sebuah negara.Contohnya di Poso. Loyalitas sektarian di sana menghancurkantotal solidaritas kepada unit yang lebih besar. Orang tidakmerasa sebagai warga negara Indonesia, tapi sebagai orangKristen atau Islam, Bugis atau non-Bugis, asli atau pendatang.Padahal kita tahu bahwa dalam masyarakat yang sehat di za-man seperti sekarang, naungan utamanya adalah negara-bangsa. Ke sanalah mestinya solidaritas primer kita arahkan.Solidaritas kita pada Indonesia itu mampu mengatasi per-bedaan-perbedaan kita, memberi kita rasa persamaan. Kita me-mang berbeda-beda, tapi ada semboyan klasik yang harus kitacamkan terus menerus: Bhineka Tunggal Ika.

Semboyan ini benar-benar tepat buat Indonesia. Perbedaankita adalah fakta. Tanpa kita cari-cari, kita memang sudah ber-beda-beda. Maka yang harus kita lakukan adalah mempertebal,mencari apa yang membuat kita sama, yang menjadikan kita se-buah bangsa. Cerita di Ambon belum cukup mengerikan; ceritadi Poso belum cukup mengerikan; tanpa payung besar Indo-nesia dan solidaritas kebangsaan Indonesia, kepulauan Nusan-tara ini bukan lagi zamrud khatulistiwa, tapi ceceran-cecerandarah. Dengan adanya Indonesia kita semua menjadi sama,dalam arti kewarganegaraan kita sama. Loyalitas kita sama. Kitabayar pajak yang sama. Kita setia pada bendera yang sama.

Etnonasionalisme memang melanda banyak tempat, ter-masuk di Balkan dan Afrika. Etnonasionalisme itu biasanyabergandengan dengan pencarian kembali semangat keagamaan.Mungkin ini ada hubungannya dengan gejala globalisasi, yangmenimbulkan percepatan-percepatan perubahan yang sangatsignifikan. Dalam perubahan yang sangat cepat itu, orang men-coba mencari pegangan. Ini proses biasa. Yang tidak biasa

KEWARGANEGARAAN

39

Page 56: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

adalah kalau kemudian yang disebut etnis dan agama itu men-jadi basis politik bagi pertarungan. Lihatlah kasus di Ambondan Poso itu, yang sudah memakan waktu yang sangat panjangdan ongkos yang sangat mahal. Dan semua itu tidak mem-bawakan keuntungan bagi siapa pun. Identitas etnis atau agamapun tidak didapat. Jadi apa sebenarnya yang mau dicari?Karena itu kita harus kembali ke momen-momen kemerdekaan,ketika lahirnya negara-bangsa Indonesia diakui oleh dunia. Kitaharus kembali berpikir tentang keindonesiaan, tentang solidari-tas kita sebagai sebuah bangsa.

Dengan mengatakan ini, saya tidak ingin mengecilkan arti in-dividu. Bagaimanapun semuanya pada akhirnya terpulang pa-da individu, dalam arti bahwa warga negara adalah makhluk-makhluk yang bisa merasa dan berpikir bagi dirinya sendiri.Yang saya maksud adalah unit bersama yang memungkinkanindividu semakin bebas. Inilah uniknya negara. Negara adalahkonglomerasi terbesar sepanjang sejarah, di mana sebuah entitaspolitik memayungi begitu banyak orang. Sebelumnya tidak per-nah ada unit politik yang memegang kekuasaan atau otoritasbagi banyak orang dengan daya paksa yang luar biasa, sekali-gus—pada saat yang sama dengan menguatnya negara—indi-vidu-individu justru semakin bebas. Sebab negara yang punyakekuatan memaksa ini menjadi negara yang modern, yang kon-stitusional, yang bisa dikontrol, negara yang mengalami sirku-lasi elite secara demokratis.

Munculnya semangat pemaksaan atas nama agama sekarangini, misalnya oleh fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI),sekali lagi membuktikan bahwa kita belum kunjung maju dalamkesadaran bernegara. Sangat disayangkan bahwa para tokohMUI sibuk mencari perbedaan, padahal ini sudah banyak ter-sedia, bukan persamaan kita. Di tengah situasi pertengkaran diPoso, Ambon, dan di mana-mana, mereka mestinya berkata,“Hai umatku, kita adalah satu bangsa yang sama. Kita dilin-dungi oleh hukum yang sama. Kita setia pada sebuah negaradan cita-cita yang sama.”

Seandainya mereka berkata seperti itu tentu mulia sekali.

MEMBELA KEBEBASAN

40

Page 57: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Apa yang menjadi tanggung jawab individu kepada Tuhan,biarlah menjadi urusan masing-masing. Biarkan saja merekayang percaya pada sebuah cara tertentu; kita tidak bisa paksamereka untuk berubah. Mereka juga bangsa Indonesia. Kitaharus menghargai mereka seperti kita menghargai diri sendiri.Kalau sikap MUI seperti itu, ia menjadi sebuah majelis ulamayang ideal. Sayangnya MUI sekarang belum ideal.

Argumen-argumen skriptural yang mereka tafsirkan dengancara-cara tertentu itu bisa berbahaya. Kalau logika skripturalisitu diteruskan, pada ujungnya mereka akan menghadapkanatau mempertentangkan antara negara dan agama. Loyalitastertinggi dalam bermasyarakat dan berpolitik adalah negara.Bukan agama. Ini harus dijelaskan dulu. Indonesia bukan ne-gara agama dan tidak pernah bisa menjadi negara agama. Kalauini dirancukan, agama menjadi negara dan sebaliknya negaramenjadi agama, ini berbahaya sekali. Sebab Indonesia iniBhineka Tunggal Ika. Ada yang mau ke sana, ada yang mau kesini. Kalau itu dipertajam, hancur kita.

Dalam sejarah kita, konflik atau pertentangan antara kon-sepsi agama dan konsepsi negara sudah berusia cukup panjangdan pernah memakan darah dan harta yang tidak sedikit.Pemberontakan-pemberontakan yang dilandasi oleh semangatseperti ini pernah terjadi. Sebaliknya intoleransi negara ter-hadap keragaman agama pun pernah terjadi. Ini berbahaya ba-gi kedua belah pihak. Karena itu janganlah mengorek-ngorekpertentangan pada tataran itu. Ini aspek yang sangat peka, dankita sudah mengalaminya. Tidak ada gunanya. Tidak membawaIndonesia pada kemajuan. Tidak mendekatkan kita pada Tuhan.Tidak memperkuat siapa pun. (Rizal Mallarangeng)

KEWARGANEGARAAN

41

Page 58: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

42

Page 59: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

CHECKS AND

BALANCES

CHECKS AND BALANCES ADALAH TEMA MENARIK YANG TELAH

menjadi klasik dalam studi politik. Kita bisa membahas-nya secara kontemporer dalam bentuk kelembagaan-kelemba-gaan politik, di mana lembaga yang satu mengimbangi lembagayang lainnya, supaya tidak terjadi dominasi oleh satu kekuatanatau penumpukan kekuasaan dalam satu tangan. Kita memakaiteori Triaspolitika Montesquieu, yaitu adanya eksekutif (pemerin-tah), legislatif (parlemen atau DPR), dan yudikatif (pengadilan).Jadi, ada yang mengambil keputusan (kebijakan), yaitu parle-men yang berdasarkan suara rakyat (dalam sistem demokrasi);eksekutif melaksanakan keputusan itu, dan yudikatif melihatapakah pengambilan keputusan dan pelaksanaan keputusantersebut sesuai dengan azas-azas hukum yang ada.

Dengan begitu tidak ada satu lembaga politik yang dibiarkandominan; ia bisa diawasi oleh yang lain. Misalnya, eksekutifdapat membatalkan keputusan legislatif, misalnya dengan hak

43

Page 60: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

veto. Ini supaya tidak terjadi adanya tirani mayoritas; parlementidak bisa melakukan apa pun yang mereka kehendaki, walau-pun mereka telah mendapat mandat langsung dari rakyat. Tapidalam sistem yang tidak mengenal hak veto oleh eksekutif, lem-baga yang bisa bertindak begitu adalah yudikatif. Di AmerikaSerikat, misalnya, ketiga lembaga itu saling mengontrol.Kekuasaan yudikatif berpuncak pada sembilan hakim agung,yang bisa membatalkan keputusan kongres maupun presidenkalau para hakim agung itu menganggap bahwa kedua lemba-ga tersebut melaksanakan atau membuat keputusan yangbertentangan dengan undang-undang ataupun hukum yangberlaku. Mahkamah Agung sendiri dipilih dan diusulkan olehpresiden yang kemudian disahkan oleh parlemen.

Sistem yang saling mengontrol itu bermula dari filsafat ten-tang manusia. Sistem besar seperti ini memang tidak mungkinmuncul tanpa filsafat tentang apa dan bagaimana manusia be-serta politiknya. Filsafatnya pada dasarnya serupa dengan pan-dangan keagamaan, yaitu bertolak dari keyakinan bahwa tidakada manusia yang sempurna. Manusia selalu memiliki keku-rangan. Jika mereka diberi kekuasaan yang tak terbatas, merekacenderung menjadi penguasa yang absolut, dan penguasa yangabsolut bisa dipastikan korupsinya juga secara absolut.

James Madison, seorang politisi dan intelektual di masa awalAmerika Serikat, mengatakan bahwa jika manusia bersifatseperti malaikat maka pemerintahan tidak perlu ada. Jadi, kare-na manusia bukanlah malaikat, maka manusia punya ke-cenderungan-kecenderungan positif maupun negatif. Denganadanya kecenderungan-kecenderungan positif pada manusiaitu maka demokrasi menjadi mungkin; tapi karena manusia ju-ga mengidap kecenderungan-kecenderungan negatif, makademokrasi sangat perlu.

Karena penguasa adalah manusia, bukan patung ataupun se-buah lembaga impersonal, dan karena manusia penuh ke-kurangan yang sangat mungkin menerima godaan-godaan darimana pun, maka diperlukanlah lembaga-lembaga pengimbang.Jika manusia memiliki kesempatan untuk menjadi penguasa

MEMBELA KEBEBASAN

44

Page 61: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

atau duduk dalam kekuasaan, walaupun dia sudah dianggapluhur dan dipilih oleh berjuta-juta manusia lainnya dengan carayang demokratis, tetap tidak ada jaminan bahwa dia akan men-jadi penguasa yang baik. Sebab pemilihan hanyalah sebuahproses untuk menentukan seseorang menjadi presiden, wakilrakyat, ataupun hakim agung. Soal setelah mereka terpilihadalah soal lain lagi.

Kita tidak bisa percaya pada orang-orang yang berkata,misalnya, ”Saudara-saudara sebangsa dan setanah air, pilihlahsaya karena saya pasti akan mengemban amanah Anda; setelahberkuasa saya pasti akan melaksanakan kehendak rakyat, bukanmemperjuangkan kepentingan saya atau golongan sayasendiri.” Jangan pernah percaya pada ucapan seperti itu. Kitabaru bisa percaya kalau ada jaminan bahwa dalam melaksana-kan tugasnya itu dia berada di bawah mekanisme sistem kontrolyang berjalan dengan baik.

Sistem kontrol tersebut memang tidak bisa setiap saat me-ngontrolnya, tapi ia harus melekat dalam tata kelembagaan.Inilah yang dimaksud oleh teori Triaspolitika Montesquieu.Sistem modern yang dianut oleh negara-negara seperti AmerikaSerikat, Inggris, Jerman, Prancis, dengan berbagai variannya,cenderung bergerak ke arah proses perimbangan kekuasaan itu(checks and balances). Saat ini kita di Indonesia pun sedang bela-jar ke arah sana, dengan langkah awal mempersiapkanperangkat lembaganya, walaupun perilakunya belum meng-indikasikan ke arah sana.

Sistem perimbangan itu terkait dengan demokrasi, tapihubungannya tidak mutlak. Jika kita kembali ke makna dasardemokrasi—yaitu demos dan kratos yang berarti kekuasaan rak-yat—maka pengertian tersebut memungkinkan rakyat berkuasasecara tiranikal. Misalnya jika ada kelompok mayoritas yangmenang dalam pemilu dengan mendapat suara 50 persen lebih,sementara di sisi lain tidak ada lembaga pengimbang padapuncak-puncak kepemimpinan, maka kekuasaan bisa berubahmenjadi tiranik yang kemudian bisa disebut tirani mayoritas.

Contohnya adalah Adolf Hitler ketika ia menjadi kanselir

CHECKS AND BALANCES

45

Page 62: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Jerman yang terpilih secara demokratis oleh mayoritas rakyat,dan pada saat yang sama tidak ada lembaga-lembaga peng-imbang yang bisa mengontrolnya. Yang terjadi kemudianadalah: Hitler membubarkan parlemen, dan para hakim agungdiletakkan di bawah kontrolnya secara langsung. KekuasaanHitler lalu menjadi tiranik. Jadi, demokarasi itu bagus, tapiprasyarat kelembagaan yang menyertainya harus mengandungazas-azas dan praktik perimbangan kekuasaan.

Tanpa perimbangan kekuasaan di antara lembaga-lembagatinggi negara, praktik demokrasi tidak akan langgeng. Misalnyasekarang ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan WakilPresiden Jusuf Kalla terpilih oleh mayoritas, yaitu sekitar 62persen suara. Kalau hanya mereka yang menjalankan tugas pe-merintahan, tanpa adanya peran DPR dan Mahkamah Agung,kedua orang itu—walaupun mereka berkepribadian baik—akancenderung menjadi tiranik, karena dalam proses pengambilankeputusan atau kebijakan tidak ada yang mereka takutkan.Tanpa adanya lembaga pengontrol maka, seiring perjalananwaktu, secara naluriah dan alamiah mereka akan mengambilkeputusan-keputusan yang menurut pertimbangan merekaakan menguntungkan diri mereka sendiri.

Jadi, sangat mungkin terjadi bahwa orang-orang baik akanmengambil keputusan yang merugikan orang banyak; sebalik-nya, orang-orang yang berkepribadian jahat mengambil ke-putusan yang berakibat menguntungkan orang banyak. Politikmemang bukan soal personal melainkan berbicara padamasalah kelembagaan. Tidak ada jaminan bahwa orang baikpasti mengambil kebijakan yang baik pula, dan sebaliknya.Begitu banyak interaksi manusia dalam politik. Semuanya inginmencari keuntungan, ingin mementingkan diri sendiri ataupunkelompoknya.

Memang ada perbedaan sistem politik di antara negara-negara. Amerika Serikat dan Indonesia, misalnya, menganut sis-tem presidensial; sistem politik parlementer berlaku di Inggrisdan Jerman; Prancis menganut sistem politik kombinasi ke-duanya. Dalam sistem parlementer, parlemen lebih berkuasa

MEMBELA KEBEBASAN

46

Page 63: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

dibanding dalam sistem presidensial, karena selain menjadianggota kabinet atau perdana menteri mereka juga menjadianggota koalisi yang berkuasa di parlemen. Tapi di sana jugaada kekuasaan kehakiman yang berfungsi dengan baik dalammengontrol eksekutif. Selain itu, ada pula partai-partai oposisi.Kekuasaan-kekuasaan itu ada yang berwenang melaksanakan,ada yang memutuskan, ada yang menjadi hakim. Apakah mere-ka semua memainkan peran masing-masing dengan baik sesuaiaturan yang berlaku? Inilah yang kita sebut perimbangankekuasaan (checks and balances).

Dari ketiga sayap pemerintahan itu, biasanya yang dianggappaling tidak punya kepentingan politik adalah yudikatif. Tapisekarang orang mulai menbicarakan hal ini. Di Amerika Serikat,misalnya, orang mulai menyebut tentang “tirani yudikatif”. Inimemang isu yang sangat menarik. Yudikatif memang tidakmemiliki kepentingan politik dalam arti formal. Presidenmewakili partai atau mewakili kekuasaan politik dan kemudianmemperjuangkan sesuatu untuk menghasilkan kebijakan; paraanggota kongres atau parlemen juga mewakili partai politik(atau, sebagai senator, mewakili kelompok kepentingan negarabagiannya).

Nah, hakim agung tidak berpolitik dalam pengertian ini, tapimereka juga berpolitik, karena hakim agung juga manusia biasayang memiliki ide-ide dan kepentingan, dalam arti bahwa mere-ka punya konsepsi tentang apa yang disebut sebagai hukumpositif, bagaimana menginterpretasikan politik, dan sebagainya.Mereka bisa berada di posisi kanan, tengah ataupun kiri. Hakimagung di Amerika, misalnya, ada yang konservatif. Sekarang inidi antara sembilan hakim agung (The Nine Solomons), ada limayang konservatif dan empat yang liberal (liberal dalam pengerti-an Amerika). Politik mereka adalah politik perjuangan gagasan.

Bagi yang konservatif, itu berarti soal cara menggunakankonservatisme sebagai sarana untuk menginterpretasikanhukum, karena hukum itu tidak selalu lengkap. KonstitusiAmerika Serikat itu masih butuh interpretasi dalam melihat ka-sus-kasus konkret seperti aborsi, kewajiban untuk sekolah,

CHECKS AND BALANCES

47

Page 64: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

perlindungan hukum, dan sebagainya. Konstitusi itu sendirimemang tidak boleh lengkap, supaya ia tidak kaku dan tidakbisa beradaptasi dengan zaman. Jadi pada titik itulah gagasan-gagasan konservatisme ataupun liberalisme menjadi bagian daripolitik, karena ide-ide itu memengaruhi keputusan-keputusanpara hakim agung. Dan keputusan-keputusan MahkamahAgung itu adalah keputusan akhir yang tidak bisa diubah lagi,baik oleh presiden maupun kongres.

Ada yang menganggap bahwa untuk hal-hal tertentu se-baiknya dibiarkan saja, sebab merupakan bagian dari prosespolitik. Jika tiba-tiba hakim agung mengatakan bahwa hal-haltersebut tidak sesuai dengan konstitusi, dan keputusan itu bisadianulir—sehingga dalam hal ini yang berkuasa bukan par-lemen ataupun presiden melainkan hakim agung—maka padasaat itulah hakim agung dianggap sudah terlalu jauh berpolitik.Tetapi ini memang wilayah abu-abu. Misalnya kewajiban untuktidak merokok di ruang tertutup atau tentang aborsi. Apakah iacukup diputuskan oleh parlemen atau presiden, ataukah ia su-dah menjadi masalah konstitusi? Atau soal hak-hak dasar oranguntuk memilih hidupnya; jika hal ini dianggap merupakanmasalah konstitusi, maka hakim agunglah yang akan memu-tuskannya karena Mahkamah Agung merupakan satu-satunyalembaga yang bisa menginterpretasikan konstitusi.

Di Indonesia masalah yang sama pasti akan terjadi, dan un-tuk ini kita sudah punya Mahkamah Konstitusi. Memang, ham-pir semua aspek kehidupan manusia, cepat atau lambat, sedikitatau banyak, pasti akan terkait dengan konstitusi. Misalnya, jikaada anak miskin dan terlantar, konstitusi menyebut bahwamereka, dan juga anak-anak yatim-piatu, dipelihara oleh ne-gara. Begitu juga soal pendidikan; konstitusi menyebut bahwapendidikan dianggarkan sebesar 20 persen dari APBN. Kalaupemerintah tidak menjalankan tugas-tugas ini sesuai dengankonstitusi maka para hakim konstitusi bisa menegurnya, seper-ti pernah dilakukan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi JimlyAsshiddiqy beberapa waktu lalu. Lama kelamaan kita harus ter-biasa dengan kondisi ini, dan harus menyesuaikan diri dengan

MEMBELA KEBEBASAN

48

Page 65: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

konstitusi, yang kita posisikan sebagai alat pengimbang baru.Jadi bukan hanya parlemen dan presiden yang menentukan ang-garan negara. Hakim konstitusi pun memiliki otoritas untuk itu.

Jadi asumsi tentang sterilitas atau netralitas para hakim itumemang benar pada tataran formal, tapi dalam praktik asumsiitu sangat naif, karena orang bisa bertanya: netral dalampengertian apa? Netral dalam arti tidak mewakili parlemen, ek-sekutif atau partai, mungkin bisa betul. Tetapi netral dalampengertian bahwa mereka tidak punya ide atau kepentingan, itutidak mungkin. Sebab seseorang, ketika berada pada lembagayang sangat penting itu, pasti memiliki ide atau kepentingan.Kita kembali ke James Madison, tidak mungkin ada orang yangberada di suatu tempat yang penuh daya tarik-menarik ke-pentingan manusiawi, tidak memiliki ide atau kepentingansama sekali.

Manusia bukanlah dewa atau malaikat. Manusia adalahmakhluk biasa. Hakim agung pun manusia. Di sini yang pentingadalah adanya proses atau prosedur yang tidak boleh dilanggar.Ketika hakim agung Amerika Serikat memutuskan bahwa yangmenang dalam pemilihan umum 2000 adalah George W. Bush,bukan Al Gore, maka masyarakat Amerika menerimanya,walaupun Al Gore sendiri keberatan dengan putusan ini.

Sangat menarik bahwa rakyat Amerika sangat menghormatiThe Nine Solomons itu. Sebabnya adalah karena tradisi hukumdan perhakiman di sana sangat kuat, berbeda dari kebanyakannegara lain, termasuk Indonesia. Sekolah-sekolah terbaik diAmerika adalah sekolah-sekolah hukum. Hampir semua hakimagung adalah para ahli hukum, selain mereka juga filosof.Penghargaan terhadap hukum dan profesi hukum juga sangattinggi. Dan pada praktiknya, dalam sejarah Mahkamah Agungitu terlihat bahwa keputusan mereka, juga para anggotanya, me-mang sangat diakui integritasnya walaupun banyak juga orangyang tidak setuju. Hakim Agung Anthony Scalia itu, misalnya,dikenal sangat kanan, tapi kalangan kiri sangat respek meskibertentangan dengannya, karena dia dianggap sebagai orangyang sangat piawai dalam masalah hukum sekuler.

CHECKS AND BALANCES

49

Page 66: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Di Indonesia penghargaan terhadap hukum dan profesihukum masih sangat rendah. Tindakan tokoh-tokoh yang ber-ada dalam profesi ini kadang-kadang masih belum bisa menjadisumber atau teladan. Tradisi hukum kita memang belum cukupkuat, dan ini harus menjadi sumber keprihatinan kita dan haruskita ubah. Kita harus jadikan profesi hukum, studi hukum danpara praktisi hukum sebagai teladan-teladan dalam masyarakatkita.

Dan sistem Amerika itu menerapkan jabatan seumur hidupbagi anggota Mahkamah Agung. Ini tipikal filsafat Platonik.Stelsel seumur hidup itu membuktikan bahwa demokrasiAmerika mengetahui batas-batasnya sendiri; bahwa harus adayang menjadi hakim di atas perbedaan-perbedaan partai politikyang formal. Kalau tidak ada hakim agung, mungkin AmerikaSerikat sudah terpecah pada tahun 2000 antara kubu GeorgeBush dan kubu Al Gore, karena keduanya sama-sama men-dapatkan 50 persen suara, sehingga tidak bisa diputuskan siapayang menang. Maka harus ada orang yang berada di luar merekauntuk memutuskan dan kemudian diterima oleh kedua pihakserta masyarakatnya. Inilah kekuatan demokrasi yang maju.

Karena itulah saya kira demokrasi Amerika yang sudahbertahan 200 tahun ini akan terus berjalan. Tidak ada sistemdemokrasi di negara-negara manapun yang bisa menandingi-nya. Inggris bisa stabil dan kontinu setelah berubah dari sistemmonarki absolut menjadi monarki konstitusional. DemokrasiAmerika Serikat bertahan sejak awal sampai saat ini, dalam ben-tuk yang sama. Salah satu sebabnya adalah karena merekamenyadari kelemahan dirinya. Sistem seumur hidup itu tidakdemokratis, tapi ada, sah dan baik bagi demokrasi itu sendiri;ini adalah elemen philosopher-king Plato. Perubahan-perubahanterjadi pada pinggiran saja, tapi tidak terjadi pada bentukdasarnya. Ternyata ia jalan terus selama 200 tahun, dan semakinbagus, semakin kuat.

Kita di Indonesia sedang berada dalam proses menuju kesana; dalam proses kembali ke ide dasar tadi, yaitu perimbang-an kekuasaan (checks and balances). Presiden dikontrol oleh

MEMBELA KEBEBASAN

50

Page 67: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

parlemen, parlemen juga dikontrol oleh presiden, dan kedua-duanya dikontrol oleh Mahkamah Agung serta MahkamahKonstitusi. Sebaliknya, Mahkamah Agung dan MahkamahKonstitusi pun tidak bebas begitu saja. Terbukti bahwa KetuaMahkamah Agung bisa diperiksa oleh Komisi PemberantasanKorupsi karena adanya tuduhan korupsi terkait dengan kasusProbosutedjo.

Jadi dia bisa mengontrol dan juga bisa dikontrol. Ini bagusdalam arti bahwa perangkat kelembagaannya sekarang sudahmulai terbangun dengan lebih baik, betapa pun belum sempur-na. Setelah lembaganya ada, tinggal mengisi jiwanya. Denganjiwanya itu kita berharap bahwa perilaku tokoh-tokoh yangduduk dalam sistem ini juga semakin baik, sejalan dengan mak-sud didirikannya lembaga-lembaga itu. Lebih jauh lagi: sejalandengan cita-cita kita bersama untuk membuat masyarakatIndonesia lebih demokratis dan lebih sejahtera. (RizalMallarangeng)

CHECKS AND BALANCES

51

Page 68: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

52

Page 69: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

KOVENAN

TENTANG

HAK-HAK SIPIL

DAN POLITIK

PADA SIDANG PARIPURNANYA BULAN LALU, DPR MERATIFIKASI

dua kovenan internasional, yaitu kovenan tentang hak-hak sipil dan politik dan kovenan tentang hak-hak sosial, ekono-mi dan budaya. Dengan meratifikasi kedua kovenan interna-sional itu Indonesia berarti mengikatkan diri; menerima semuabentuk pemantauan oleh masyarakat internasional terhadap im-plementasi atas kedua kovenan tersebut. Kovenan itu antaralain menyatakan bahwa negara harus memberi kesempatan ba-gi warganya dan menentukan pengembangan dirinya, meng-akui dan menghargai keterlibatan dan partisipasi warga negaradalam kehidupan masyarakat, serta menentukan pilihan sesuaidengan hak dan kewajiban politiknya.

Hak sipil dan hak politik memang sering sulit dipisahkan,meski merupakan dua hal yang berbeda. Hak sipil (civil right)itu bukan hak yang harusnya ada, tapi hak yang sudah adadalam diri kita. Misalnya hak kita untuk berbeda karena ras,suku, kulit. Itu sesuatu yang tak bisa dihindari. Itu sudah ada.Jadi kita bukan menuntut hak untuk tidak ada diskriminasi atau

53

Page 70: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

tidak ada perbedaan perlakuan karena warna kulit, bahasa,suku, misalnya. Sebab itu adalah hak-hak sipil yang sudah in-heren dalam diri kita.

Jadi bagi saya agak aneh kalau Indonesia baru meratifikasikedua kovenan itu sekarang. Karena dilihat secara politis,Indonesia ini sangat beragam, sehingga seharusnya hak-hak inisudah diratifikasi sejak dulu. Kalau tidak salah, isu ini pertamakali muncul tahun 1966, kemudian muncul lagi tahun 1993, danbaru tahun 2005 Indonesia meratifikasinya. Ini sangat terlambat.Diukur dari tahun 1966, berarti sudah 39 tahun. Sementara diIndonesia yang sangat beragam ini, civil right itu mutlak harusdiakui dan dilindungi. Ratifikasi ini bukan hanya terlambat, tapijuga agak memalukan. Bagaimana mungkin kita sebagai bangsayang sangat beragam belum mau mengakui keragaman?

Sementara political right itu terkait dengan bagaimana merekamengaktualisasikan ide dalam konteks masyarakat. Jadi ide ten-tang pemikiran, gagasan, aspirasi, itu merupakan hak merekadalam menjalankan political right tersebut. Kalau di AmerikaSerikat sekarang yang sedang populer adalah hak kaum gay danlesbian. Itu menurut mereka bagian dari kodrat, yang samaseperti warna kulit yang tidak bisa diubah. Dan negara harusmengakui itu. Ini pandangan dari kalangan mereka. Debatnyasudah sampai ke sana. Debat kita di sini belum sampai pada faseitu. Baru pada tahap ratifikasi.

Lalu apa implikasi dari ratifikasi itu bagi Indonesia? Saya ki-ra implikasinya tidak banyak di sisi domestik. Saya khawatir se-cara umum publik tidak terlalu peduli dengan isu civil right ini.Di tempat-tempat adanya potensi polarisasi berdasarkan suku,agama, memang ia menjadi isu yang krusial. Implikasi yangsangat besar adalah bahwa informasi tempat-tempat hot spot iniakan bisa diakses, lalu ada tekanan internasional agar di sanaditegakkan civil right. Jadi saya melihat implikasi paling besarjustru di tingkat internasional. Dengan meratifikasi kovenan-kovenan itu, berarti Indonesia membuka diri kepada dunia in-ternasional untuk bisa terlibat dalam soal cara-cara pemerintahkita mengakui eksistensi hak-hak sipil rakyatnya.

MEMBELA KEBEBASAN

54

Page 71: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Artinya kita harus tunduk pada segala macam ketentuan in-ternasional, termasuk aksi penegakannya. Ini memang bisaberbenturan dengan semangat nasionalisme kita yang merasatidak boleh ada intervensi asing. Namun kita harus lebih de-wasa melihat persoalan ini, meskipun mayoritas bangsa kitaakan keberatan kalau melihat pihak asing mengintervensi danmengangkat kasus-kasus pelanggaran hak-hak sipil dalamnegeri. Tapi ilmu politik tidak bicara seharusnya, melainkansenyatanya. Jadi, kalau saya ditanya bagaimana kenyataannya,saya bilang: akan menimbulkan konflik. Kita ini punya spiritanti-Barat, antiasing yang luar biasa besarnya. Ide-ide hak sipildan sebagainya itu faktanya diproduksi di Barat, terutama diAmerika Serikat. Jadi, suka atau tidak suka, konflik itu akanmuncul.

Dalam hal ini saya kira pemerintah harus berani. Memangada hal-hal yang harus kita bela menyangkut kepentingan na-sional, misalnya dalam soal kekayaan alam, batas wilayah, dansebagainya. Tapi kalau menyangkut pelanggaran hak-hak sipil,lalu internasional turut “intervensi” atau menuntut ada pene-gakan, seharusnya direspon dengan positif pula. Itu bukan sesu-atu yang harus dibenturkan dengan nasionalisme. Keliru kalaukita mengatakan bahwa nasionalisme kita akan diubah oleh in-ternasionalisme.

Memang, problemnya: pelaku-pelaku pelanggaran itu biasa-nya adalah negara. Di Amerika pun, pelaku pelanggaran hak-hak sipil masyarakat hitam adalah negara, bukan civil society. DiIndonesia juga begitu. Tapi ini bukan soal nasionalisme yangharus dibenturkan. Di sini komponen-komponen yang men-dukung pengakuan hak-hak sipil itu harus kerja ekstrakeras.Mau tidak mau, ini merupakan sebuah perjuangan. Jangan per-nah berharap negara memberi pengakuan sepenuhnya. Jadi be-gitu diratifikasi, ini adalah peluang untuk maju di wilayahhukum, dari sisi internasional maupun domestik.

Dengan ratifikasi itu, pemerintah secara politis harus mene-rapkannya dengan melakukan langkah-langkah politik dan le-gal. Sehingga kalau kita bicara tentang hubungan antara state

KOVENAN TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK

55

Page 72: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

dan society, maka di situ ada institusi, misalnya hukum.Kovenan ini harus masuk dalam komponen-komponen hukumyang akan dihasilkan pemerintah. Jadi ada aspek baru di dalamhubungan antara state dan society. Ini sesuatu yang penting.Kalau kita sudah mengakui keragaman sejak lama, seharusnyakomponen-komponen hukum kita juga mencerminkan itu.Inilah yang saya bilang sangat aneh dalam konteks Indonesiakarena memang sudah seharusnya.

Jadi di tingkat rakyat kita asumsikan selama ini pengakuanitu tidak ada. Dengan ratifikasi ini keragaman yang ada dibangsa kita (agama, ras, suku) diakui. Perbedaan-perbedaan iniseringkali tidak menjadi subyek yang dibicarakan secara eks-plisit. Sebutlah soal perlindungan kepada masyarakat suku x.Itu bukan terutama berarti perlindungan secara keamanan, tapibagaimana membuat mereka yang secara struktural tertinggalitu bisa muncul.

Kalau ada sekelompok atau bagian dari bangsa kita meng-artikulasikan kepentingannya, maka hal itu biasanya diasosi-asikan sebagai tindakan atau sikap yang non-nasionalistik.Misalnya kalau orang Bugis bicara tentang peningkatan kese-jahteraan suku Bugis, peningkatan hak-hak politik suku Bugis,serta-merta hal itu dianggap non-nasionalistik, melawan ke-pentingan nasional. Dan itu anggapan publik, bukan pemerin-tah. Sejarahnya memang panjang. Sejak tahun 1950-an, sema-ngat kedaerahan atau kesukuan dianggap berlawanan dengankepentingan nasional atau semangat nasionalisme. Jadi ada se-mangat nasionalisme yang luar biasa besarnya yang membuataspirasi-aspirasi lokal jadi terkerdilkan. Sampai sekarang sayamasih melihat seperti itu. Diskusi yang lebih terbuka mengenaiperbedaan menjadi minimum. Padahal kenyataannya hal-halsemacam itu mutlak harus dibicarakan secara terbuka.

Perjuangan hak-hak kultural atau hak-hak yang spesifikmenyangkut suku tertentu itu tidaklah berlawanan dengansemangat kebangsaan. Apa yang disebut bangsa itu bisa dipilahkomponen-komponennya berdasarkan banyak faktor: ekonomi,geografi, termasuk suku. Ketika kita melihat berdasarkan

MEMBELA KEBEBASAN

56

Page 73: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

ekonomi, ini masih tidak ada masalah, karena ia universal,terkesan lintas-suku. Tapi ketika kita bicara suku, sebetulnya disitu kita lintas-ekonomi. Kita menjadi sungkan. Mendadak nilaifundamental yang menyangkut identitas itu tersentuh.

Agama juga begitu. Ketika kita bicara tentang hak-hakMuslim, hak-hak Kristen, malah dianggap mengganggu SARA(suku, agama, ras dan antargolongan). Itu dianggap tabu yangtidak boleh disentuh. Padahal masalah-masalah seperti ini harusdibicarakan secara eksplisit supaya kita bisa mendiskusikannya,membuat wacana yang dewasa. Tapi selama ini tidak terjadi.Karena itu saya melihat sebenarnya tidak ada pertentangan se-cara konseptual antara ide-ide atau aspirasi-aspirasi etnis de-ngan aspirasi nasional. Karena hal itu justru adalah bagian darikebangsaan.

Secara politis barangkali hal semacam ini bisa menjadimasalah karena isu-isu tersebut adalah perekat yang bisa meng-arah pada pemisahan. Bukan hanya di Indonesia, di Spanyolatau di Irlandia pun isu-isu ini memang bisa dipakai untuk ak-tifitas separatis. Tetapi kalau semua aspirasi, semua tipe-tipeartikulasi ide yang berdasarkan suku, ras, agama dianggap se-bagai bagian dari separatisme, itu berbahaya. Itulah yang ter-jadi di Indonesia kemarin.

Civil right itu komponennya banyak. Dalam deklarasi PBB,dibedakan antara civil right, political right, social right, economicright, dan sebagainya. Kalau kita mau melakukan kajian ilmusosial, itu memang tidak ada masalah karena harus ada klasifi-kasi semacam itu untuk memudahkan mencari variabel-variabelnya, untuk mencari hubungan antara satu dengan yanglain, lalu dengan itu kita bisa menjelaskan fenomena tersebut.Tapi kalau kita berbicara tentang hak (right), civil right itu ada tu-runannya. Cermin paling konkret eksistensi civil right itu adalahdalam political right dan economic right, bukan pada civil right itusendiri. Sebab dalam soal civil right sendiri, semuanya memangdiakui. Tapi kalau pada kenyataannya suku-suku minoritasmisalnya tidak bisa berusaha dengan baik di daerahnya, lemba-ga-lembaga perwakilannya tidak diwakili oleh mereka, maka

KOVENAN TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK

57

Page 74: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

apa artinya civil right itu? Misalnya di dunia usaha, kalau tidak ada civil right, orang hi-

tam bisa dinomorduakan. Semua restoran hanya untuk orangputih. Cadillac punya kebijakan tidak menjual produknya padaorang kulit hitam. Sekaya apa pun kulit hitam tidak bisa mem-beli mobil Cadillac. Kebijakan ini tidak melawan hukum apapun. Dan itu bukan urusan pemerintah. Itu hak ekonomi oranghitam. Mereka punya hak sipil, tapi tidak bisa menjalankan hakekonominya, dalam hal ini untuk membeli. Bisa juga dalam halmenjual, misalnya ada yang bilang “Jangan beli barang daritoko orang hitam.” Dengan adanya economic right, hal-hal se-macam itu menjadi ilegal. Jadi, kalau publik secara perseorang-an tidak mau membeli barang di toko orang hitam, itu tidak adayang melarang. Tapi begitu ada kebijakan, ia menjadi ilegal.Kasus Cadillac yang tidak mau menjual mobil pada orang hitamitu menjadi sejarah kelabu yang memalukan. Waktu itu orangputih rupanya tidak rela ada mobil semewah Cadillac disetiroleh orang kulit hitam. Pada akhir 1970-an, semua itu berubah.

Di Indonesia, menurut saya, justru lebih krusial. CobalahAnda keliling Jawa, lalu periksa para pedagang mobil, apakahada etnic differentiation di sana? Mungkin Anda bisa melihatnya.Mendadak Anda menemukan sektor-sektor yang etnisnya bedatapi tidak masuk. Ini economic right. Di Indonesia Timur, beda la-gi. Kalau ini dibuat dalam bentuk yang sistemik, terencana de-ngan struktur, itu salah dan ilegal karena kita sudah meng-adopsi kovenan tersebut. Mengapa urusan dagang mobil harusterkait dengan etnis? Kalau masih terjadi, dengan adanya kove-nan tadi hal seperti ini bisa disalahkan secara hukum. Sepertidalam isu Cadillac tadi, kalau untuk mendapatkan dealershippersyaratannya di luar yang eksplisit tadi, dan ada faktor-faktoryang secara sistemik bisa dibuktikan, maka jelas itu merupakanproblem.

Pembedaan itu tidak perlu eksplisit. Contohnya racial profil-ing di Amerika, penangkapan terhadap orang-orang secara acakmenurut ras. Pihak kepolisian tidak pernah bilang, “Tangkaporang hitam, tangkap orang Latino.” Tapi dalam praktiknya

MEMBELA KEBEBASAN

58

Page 75: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

mereka yang terjaring dalam aksi-aksi penangkapan itu adalahorang-orang kulit hitam dan Latino. Ketika aktifitas ini dicer-mati, ternyata sistemik. Itu bisa digugat. Kemudian munculmacam-macam klausul yang menyatakan bahwa ini racial profil-ing. Dalam konteks Amerika, memang ada kelompok kecil yangselalu disudutkan secara politik, ekonomi, budaya. Dalam kon-teks kita, hak ekonomi ini punya implikasi besar. Kalau yangmau berusaha harus anggota dari etnis tertentu, itu berbahaya.Kalau kenyataannya begitu, meski ia bukan kebijakan, ituproblem.

Dalam hak politik, Indonesia ini relatif beres. Lihatlahanggota DPR kita. Itu sudah mencerminkan keragaman; sulituntuk mengatakan tidak. Tetapi ketika sampai pada aspek eko-nomi, di situ muncul ketimpangan. Dan ketimpangannya regi-onal. Ketimpangan di Jawa berbeda dengan ketimpangan diSumatra. Tapi kalau ini sistemik di tiap-tiap wilayah, maka itubisa dipertanyakan. Efeknya bisa luar biasa. Misalnya salah satuimplikasi dari penerapan hak-hak sipil mungkin adalah ke-harusan perubahan dalam pola pelamaran pekerjaan. KalauAnda melamar pekerjaan, tidak boleh lagi mencantumkan: (1)agama, (2) suku, (3) tanggal lahir, (4) foto. Sebab semua itu akanmenjadi pembeda di luar kualifikasi. Kalau semua itu dihapus,maka penilaian atas individu atau kelompok tidak lagi ber-dasarkan atribut yang menempel pada mereka, tapi pada apayang bisa mereka sumbangkan pada aktifitas tersebut. Ini revo-lusioner.

Jadi kovenan ini bisa membawa kita lebih dekat ke merit sys-tem, sistem yang berdasar prestasi, bukan berdasar hal-hal laindi luarnya. Saya melihat implikasi kovenan ini di bidang eco-nomic right, jika ia ditegakkan secara serius, punya potensimengubah Indonesia. (Anies R. Baswedan)

KOVENAN TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK

59

Page 76: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

60

Page 77: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

TERORISME DAN

HAK-HAK AZASI

MANUSIA

DEFINISI UMUM TERORISME ADALAH PENCIPTAAN DAN

eksploitasi rasa takut masyarakat luas dengan tujuanuntuk menimbulkan perubahan politik. Semua tindakan di-anggap teror jika melibatkan unsur kekerasan atau ancamankekerasan. Ancaman lewat SMS pun masuk kualifikasi tindakanteroristik. Terorisme sering kita ketahui baru ketika hal itu ter-jadi. Ketika diturunkan dalam bentuk definisi, pengertiannyamenjadi bervariasi dan sering menjadi bahan perdebatan, tapisubstansinya adalah menyebarkan rasa takut, ancaman ke-kerasan, dengan tujuan-tujuan politik. Kalau tujuannya krimi-nal, meski bisa dikategorikan terorisme, tapi umumnya kitatidak mengategorikannya demikian.

Nah, akhir-akhir ini, kegiatan-kegiatan teroris memiliki war-na atau mencerminkan pemahaman-pemahaman ideologi yangekstrem. Dulu, tahun 1970-an, yang dominan di Eropa adalahmarxisme. Pelaku kekerasan di masa itu biasanya orang-orang

61

Page 78: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

yang berideologi marxis. Misalnya, Red Brigade di Italia, Basquedi Spanyol, Bahder Meinhoff di Jerman. Sekarang marxis sudahagak ditinggalkan; bukan marxismenya yang ditinggalkan, tapimereka sudah menemukan format baru dalam mengartikulasi-kan pemikiran dan ide-ide politik mereka tanpa melalui ke-kerasan. Sekarang kita melihat justru kalangan yang meyakiniagama secara ekstrem yang mengartikulasikan keyakinannyadalam bentuk aktivitas-aktivitas kekerasan. Ini masuk dalamkategori teror.

Terhadap terorisme oleh kelompok-kelompok marxis di era70-an itu, negeri-negeri Blok Timur tampak enggan mengutuk-nya. Sekarang pun terlihat kecenderungan serupa. Ada ke-engganan untuk memberikan reaksi yang keras terhadap aktiv-itas kekerasan, dengan berbagai macam justifikasinya. Dalamhal ini kita mesti hati-hati. Kita harus cerdas dan jeli untukmembedakan mana yang milik agama, mana milik aktivitaspolitik, mana yang memanipulasi keduanya.

Terorisme itu harus dikutuk karena kita, umat manusia ini,sudah berada pada peradaban yang jauh lebih maju dibanding500 tahun lalu, ketika negosiasi kepentingan dilakukan denganotot. Sekarang kita sudah pada fase yang jauh lebih beradab.Jadi, kita bisa melakukan negosiasi dengan cara-cara yang lebihberadab pula. Aktivitas teror atau kekerasan sebenarnya sudahmerupakan aktivitas kuno, out of date. Mereka yang melakukanteror itu melambangkan keputusasaan, pikiran jangka-pendek,dan menandakan pelakunya masih terpaku pada “peradabanlama”. Sekarang ini sudah begitu banyak cara untuk meng-artikulasikan kepentingan tanpa harus lewat teror.

Biasanya pelaku teror mendasarkan tindakan mereka padamotif balas dendam atas perlakuan tidak adil yang merekadapatkan dari yang berkuasa. Tapi kita harus membedakan an-tara menjustifikasi aktivitas teror dan memberikan penjelasanmengapa terjadi aksi teror. Itu dua hal yang berbeda. Di sini, ki-ta harus hati-hati ketika mengatakan, misalnya, seperti ketikaRobert Pope, ilmuwan politik dari Universitas Chicago, berkatabahwa “Setiap kenaikan 15.000 tentara Amerika, bertambah satu

MEMBELA KEBEBASAN

62

Page 79: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

bom bunuh diri di Irak.” Dia bisa mengatakan itu karena angka-nya ada. Dari nol tahun 2003 menjadi sekian—saya sendiri tidaktahu persis.

Tapi itu adalah penjelasan, bukan justifikasi. Ketika kita me-ngatakan begitu, maka berarti memang ada proses interaksi.Nah, proses interaksi seperti ini harus kita perhatikan secaraserius, untuk bisa mengetahui bagaimana aktivitas kekerasanitu dipandang sebagai teror oleh sebagian orang, dan seringkalidipandang sebagai hero oleh sebagian yang lain. Ini dalam kon-teks Irak. Konteks Palestina pun kurang lebih seperti itu.

Tetapi, ada aktivitas teror yang sulit bisa dianalisis dengancara seperti itu. Misalnya kejadian di Bali dan Jakarta tempohari. Bagaimana kita menjelaskan aktivitas teror tersebut? Apa-kah di sini juga terjadi teror setiap terjadi kenaikan jumlah ten-tara? Ini berbeda. Dalam kasus Irak, jelas: ada pendudukan, adaresistensi, interaksi antara keduanya berlangsung dalam bentukkekerasan. Pilihan metode berkomunikasi antara dua kelompokkepentingan di wilayah itu adalah penggunaan terminologi vio-lence. Tapi dalam konteks kita di Indonesia, apa penjelasannya?

Terorisme itu paling sedikit punya tiga lapis: operasional, tak-tikal, strategik. Pada tingkat operasional, di Indonesia, kita mene-mukan pelaku-pelakunya. Penjelasannya adalah penjelasan kul-tural-ideologis: pandangan keagamaan di tingkat tertentu adalahseperti itu. Di tingkat atasnya, lapis taktikal, kita belum tahu.

Di Palestina gambarannya lebih mudah diketahui. Di tingkatoperasionalnya kita bisa tahu pelaku-pelakunya; kita tahualasan mereka melakukan itu. Di tingkat taktikal kita juga tahukarena ada organisasi-organisasinya, misalnya Hamas danFatah. Di tingkat strategiknya pun kita tahu. Jadi, kita bisa me-lihat mereka sebagai satu mesin operasi yang melakukankegiatan teror dan kekerasan, kalaupun sebagian orang tidakmengatakannya sebagai teror.

Kasus di Indonesia berbeda. Karena itu saya kira kita perlumengambil sikap yang tegas terhadap terorisme. Publik harusdiyakinkan bahwa dalam konteks di Indonesia, antara target

TERORISME DAN HAK-HAK AZASI MANUSIA

63

Page 80: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

operasi dan sasaran politik itu tidak nyambung. Tidak ada pulapihak yang menyatakan bertanggung jawab, tidak sepertikelompok-kelompok teroris di luar negeri. Ini menimbulkan ke-curigaan di tingkat taktikal dan strategiknya. Siapa sebenarnyayang melakukan itu? Karenanya saya melihat, ini berbeda dariapa yang dianalisis oleh Robert Pope tentang apa yang disebutsuicide bomber, misalnya. Dia menyimpulkan kasus semacam itusebenarnya bukanlah bom bunuh diri.

Mereka itu hanya orang-orang yang “salah jam” saja. Bom di-janjikan diledakkan pukul 9.30, misalnya, tapi pada pukul 9 su-dah meledak. Matilah pembawanya. Dia hanya menjalankanperintah. Kita yang membaca beritanya menganggap itu adalahbom bunuh diri karena pelakunya meninggal. Tetapi penelitiantentang bomber dan polanya menunjukkan tidak selaludemikian. Terlihat pola yang mirip di seluruh dunia selama 24tahun terakhir. Begitulah menurut Robert Pope, yang peneliti-annya tentang masalah yang sangat speisifik, yaitu soal bombunuh diri.

Pelaku teror juga sering sekali menggunakan dalih-dalihkeagamaan, terutama jihad. Klaim sebagai aktivitas jihad iniproblematis. Saya bukan ulama yang punya latar-belakang stu-di syariah untuk menginterpretasikan ini. Tapi, seperti sayakatakan tentang lapisan teror tadi, di tingkat operasional me-mang jihad mungkin merupakan motivasi yang mendorong in-dividu yang terlibat. Tapi pemilihan sasarannya itu bukan jihad.Pemilihan targetnya itu strategik, tidak ada hubungannya de-ngan jihad. Maka kalau kemudian ada penjelasan bahwa ituadalah aktivitas jihad, pertanyaannya: mengapa hanya di beber-apa tempat saja aktivitas itu dilakukan? Ini adalah pilihan strate-gik yang dibungkus dalam kemasan agama.

Dengan kata lain, itu adalah manipulasi atau penyalah-gunaan ajaran-ajaran agama. Sebab ada aktivitas-aktivitas ke-kerasan yang masuk kategori jihad dan bisa dibenarkan. Misal-nya, perlawanan atas pendudukan wilayah, seperti ketika kitadijajah Belanda. Itu jihad fi sabilillah. Tapi kalau ada banyakorang sedang antri untuk mendaftar sebagai pegawai dan dibom,

MEMBELA KEBEBASAN

64

Page 81: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

benarkah itu aktivitas jihad? Meskipun saya bukan seorang ahli di bidang syariah tapi

saya ingin mengatakan bahwa di sini ada langkah-langkahstrategis politis, militeristik, yang dikemas dalam bentuk pen-jelasan agama. Saya khawatir kalau ini jalan terus dan tidak adaremnya. Kita akan terjebak dalam arus yang menghalalkan ke-kerasan untuk setiap keinginan apa pun. Saya khawatir ke-kerasan makin hari makin menjadi pilihan yang menarik.

Misalnya, negara mengatakan tidak boleh ada aktivitas judi,tapi tidak ada penegakan hukum. Kemudian masyarakat mem-buat milisi dan menghantam tempat-tempat perjudian dan di-diamkan oleh negara dan masyarakat. Ini berbahaya. Seharus-nya aktivitas seperti itu dilakukan oleh negara. Karena negara-lah, bukan privat, yang memonopoli kekerasan. Kalau terjadiprivatisasi kekerasan dan didiamkan oleh negara, juga olehmasyarakat, kita tunggu saja saatnya terjadi chaos. Inilah yangtampak dalam konteks Indonesia sekarang.

Kekerasan yang diambil alih oleh rakyat ini berbahaya.Mungkin kita dalam jangka pendek merasa bersyukur, karenasekarang tempat-tempat perjudian tutup. Tapi tunggu sampaimasalahnya bukan perjudian. Kekerasan akan dipakai juga un-tuk isu buruh, tanah, dan sebagainya. Akan ada banyak sekalimasalah yang bisa menimbulkan kekerasan. Itu bisa dipakai se-bagai instrumen apabila negara tidak menegakkan hukum. Jadi,dalam hal ini peran negaralah yang harus kita tekankan. Insti-tusi negara harus menjalankan aturan-aturan hukum yang su-dah ada, tanpa kita intervensi langsung untuk membuat milisi.Front-front kekerasan itu melemahkan peran negara, selainmenjadi bibit privatisasi kekerasan yang sangat mengerikan.

Berkaca pada negara-negara lain yang mengalami transisidari pemerintahan otoritarian ke demokrasi, di Indonesia iniharus ada langkah yang jelas. Hampir semua pemerintahanotoritarian itu ditopang oleh intelijen yang kuat; merekalahyang melakukan operasi terhadap rakyat. Dalam konteksIndonesia, intelijen tidak terlalu dibenci, karena operasi-operasikekerasannya dilakukan oleh kalangan yang berseragam. Di

TERORISME DAN HAK-HAK AZASI MANUSIA

65

Page 82: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Korea Selatan, Iran, Haiti, Filipina, personel intelijenlah yangmenjalankan operasi kekerasan. Begitu mereka bertransisi kedemokratisasi, komponen-komponen intelijen itu masih ada.Lalu mereka yang terbiasa melakukan aktivitas teror menjadiinstitusi privat. Mereka kemudian melakukan teror-teror sendiriyang merepotkan proses demokratisasi. Itulah contoh kasusbagaimana individu-individu atau organisasi yang terbiasamelakukan kekerasan bisa eksis dan mengacau institusi negara.Kita sudah melihat dari pengalaman negara-negara lain.Mengapa kita menuju arah yang sama dan tidak dihentikan?

Untuk menghentikannya, saya kira anjuran moral tidak bisadiandalkan. Kepada para pelaku, kita tidak bisa mengatakan,“Janganlah berbuat begitu, itu tidak bermoral.” Saya rasa mere-ka itu rasional. Kalau digebuk keras, mereka tidak akan ber-gerak. Artinya, kalau mereka melihat ada disinsentif yangcukup besar jika melakukan aktivitas teror, buat apa merekamelakukannya? Tapi karena tidak ada hukuman, tidak ada res-pon keras dari negara ketika institusi privat melakukannya, ke-kerasan itu akan berlanjut. Jadi negara, dalam hal ini institusiseperti militer dan para penegak hukum, harus melakukanlangkah yang tegas dalam menghadapi mereka, dan civil societyyang lain harus menekan itu. (Anies R. Baswedan)

MEMBELA KEBEBASAN

66

Page 83: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

BAGIAN DUA

Mengapa Pasar Bebas?

Page 84: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

68

Page 85: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

EKONOMI

PASAR

DI INDONESIA, EKONOMI LIBERAL ATAU SEGALA SESUATU YANG

berhubungan dengan liberalisme, dianggap notorious,terkenal karena buruknya. Kalau Anda tanya aktivis atau parapakar, mereka lebih mungkin untuk tidak setuju daripada setu-ju pada liberalisme. Dulu Bung Karno sendiri bahkan membuatistilah yang tidak pernah ada dalam literatur ekonomi: free fightliberalism. Dan dia mengecamnya. Jadi, liberalisme itu buruk,tidak memihak rakyat, tidak pro terhadap kepentingan kaumlemah; ia memihak golongan kaya, bisnis besar, dan sebagainya.

Saya sendiri memang cenderung untuk memilih modelekonomi yang di dalamnya peran pemerintah relatif terbatas.Alasan utamanya adalah karena sistem itu justru bisa memberibanyak manfaat kepada banyak orang. Dalam proses kebijakanekonomi, negara seringkali mengatasnamakan kepentingan ne-gara atau kepentingan rakyat. Tapi persoalannya: siapa yangbisa mendefinisikan bahwa kepentingan rakyat itu sama dengan

69

Page 86: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

kepentingan negara? Sebab kalau kita bicara dari basis individu,tiap orang akan punya preferensi; kalau kita bicara mengenaisatu kepentingan umum, maka harus ada satu representasi yangsanggup mengakomodasi semua kemauan masyarakat, dan ituhanya bisa terjadi dalam sistem yang totaliter dengan seorang“diktator yang baik” atau benevolent dictator. Tanpa itu, tidakakan ada orang yang bisa mengatasnamakan dirinya mewakilirakyat, karena mereka merupakan representasi yang sebetulnyatidak jelas.

Sekadar contoh, ada kutipan yang bagus sekali dari AdamSmith: “Kalau seseorang mementingkan dirinya sendiri, makasecara tak langsung dia akan membawa kepentingan publik.”Misalnya, kalau Anda belajar sebaik-baiknya di sekolah, makaorang lain pun akan belajar sebaik-baiknya untuk kepentingandiri mereka masing-masing. Kelas itu kemudian jadi bermutukarena tiap orang akan berkompetisi. Tapi kemudian ada se-orang ekonom bernama Milton Friedman yang sedikit memodi-fikasi “hukum” Smith itu. Dia bilang, “Tapi yang terjadi sebalik-nya: kalau orang selalu bicara mengenai kepentingan umum,maka secara tak langsung dia sebetulnya berbicara mengenaikepentingan pribadi.”

Sinyalemen Friedman itu seringkali muncul dalam berbagaibentuk, misalnya dalam semangat keharusan melindungikelompok tertentu, ekonomi pribumi melawan ekonomi Cina.Ketika kita melakukan justifikasi seperti itu, sebetulnya yang di-untungkan belum tentu pribumi. Kalau kita bicara kemiskinan,kemiskinan itu tidak kenal pri dan nonpri; kemiskinan tidakmengenal ras. Yang terjadi adalah ketika kita bicara untuk satukelompok kepentingan ekonomi tertentu, maka interest ekonomidari kelompok itulah yang selalu berusaha dimenangkan. Sayamelihat banyak problem yang muncul selama ini adalah karenapasar di Indonesia praktis tidak jalan. Jadi kalau orang bicaramengenai Indonesia yang sangat liberal, ukurannya apa? Asetyang paling banyak berada di tangan BUMN. Kalau Anda bicaratentang regulasi pemerintah, kenyataannya pemerintah punmasuk dalam transaksi sosial ekonomi. Jadi sebetulnya ekonomi

MEMBELA KEBEBASAN

70

Page 87: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

kita sama sekali masih jauh dari semangat liberal, dan kitaharapkan justru semakin liberal. Kita baru mulai menerapkantahap itu pada pertengahan 1980-an, dan itu pun masih padafase awal.

Pengertian liberalisme di sini memang terkesan pejoratifkarena terkait dengan sejarah penjajahan. Tak ada yang aneh de-ngan ini, para Bapak Pendiri Bangsa kita semuanya dididikdalam suasana sosialisme yang amat kental. Kolonialis Belandaselalu diidentikan dengan imperialisme, dan itu adalah Barat,Kapitalisme. Jadi simbol-simbol itulah yang selalu digemakan.Tapi kalau kita mau lihat lagi sejarah, sebenarnya bahkan BungHatta ketika bicara mengenai UUD 45 sudah mulai menyebutjaminan atas hak-hak individu.

Memang, jaminan itu masih dalam kerangka politik, danketika masuk ke bidang ekonomi, pilihannya adalah koperasiyang sosialistik. Tapi sebetulnya idenya sama, yaitu soal basisindividu, sebab kemerdekaan ekonomi itu akan menghasilkansatu kemerdekaan politik. Contohnya begini: kalau misalnyaAnda tidak suka pada komunis, maka mungkin Anda tidak maumembeli produk dari negara-negara komunis. Apa yang terjadikemudian? Anda kehilangan peluang memilih. Pasar akanmenghukum Anda berupa kehilangan kesempatan untukmemilih barang, sehingga harga barang menjadi lebih mahal.

Hebatnya dalam sistem pasar adalah ketika Anda makan rotiatau nasi, Anda tidak pernah berpikir apakah gandumnya atauberas itu ditumbuk oleh seorang fasis atau digiling seorang ko-munis, fundamentalis, Yahudi, dan sebagainya. Anda tidak ber-pikir mengenai semua itu sebab pasar membuatnya tidak rele-van. Ketika Anda bilang, “Saya tidak suka dengan orang komu-nis, maka saya tidak mau beli barangnya.” maka Anda meng-hilangkan suatu kesempatan. Dengan sendirinya pasar akanmelakukan hukuman melalui kenaikan harga. Di sini pasarmemberikan hukuman kepada sikap diskriminatif – sesuatuyang, anehnya, selalu diperjuangkan oleh teman-teman aktivisyang antipasar.

Bahwa pada umumnya ketidaksukaan pada liberalisme atau

EKONOMI PASAR

71

Page 88: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

semua yang berbau liberal juga menghinggapi para akademisidan kebanyakan lembaga swadaya masyarakat (LSM), saya kirahal itu juga bisa dikembalikan ke tradisi pemikiran. Gerakanmahasiswa ataupun gerakan-gerakan yang mengusung temakerakyatan, selalu bentuknya adalah kolegial, di mana hal yangindividualistik dipandang sebagai sesuatu yang kotor, dan se-bagainya. Dalam pemikiran ekonomi, misalnya, kita mengenalAlmarhum Pak Mubyarto, yang diidentikkan dengan ekonomirakyat, ekonomi Pancasila, karena kegigihannya memperjuang-kan model ekonomi tersebut.

Cara pemikiran ini juga sebetulnya harus kita lihat dari tra-disi sejarah. Lihat saja perubahan-perubahan di berbagai negara:salah satu ide pemikiran perubahan yang revolusioner selaludatang dari kalangan kiri. Sehingga ada joke yang berkembang,yang saya kutip dari kawan saya Arief Budiman: kalau dalamusia 20 Anda tidak kiri, Anda tidak punya hati (dan kalau sudahberumur 40 Anda masih kiri, Anda tak punya otak). Jadi saya ki-ra ini memengaruhi semua pemikiran, tapi ini tidak bisa men-jelaskan semuanya. Di Prancis, misalnya, orang seperti BernardHenry-Levy berubah dari kiri ke kanan, dan ia juga tampil de-ngan pemikiran-pemikiran yang radikal.

Bahkan di Indonesia ini saya melihat bahwa dalam banyakhal pemikiran-pemikiran yang berbasis ide pasarlah yang justrusangat membantu masyarakat. Salah satu contohnya adalah apayang terjadi di tempat saya mengajar, Fakultas EkonomiUniversitas Indonesia: 90 persen mahasiswa saya berasal dariJakarta. Persyaratan masuk FEUI itu sangat banyak, misalnyaharus lulus tes bahasa Inggris, sehingga calon mahasiswa harusikut macam-macam bimbingan belajar. Inilah yang menjelaskankenapa persentase mahasiswa FEUI yang berasal dari Jakartasedemikian tinggi.

Tapi ada kesadaran bahwa pendidikan harus disubsidi olehpemerintah. Padahal 90 persen mahasiswa saya yang dariJakarta itu notabene tidak perlu disubsidi karena mereka anak-anak orang kaya—saya kesulitan cari tempat parkir setiap maumengajar, sebab mereka datang dengan BMW, Mercedes-Benz,

MEMBELA KEBEBASAN

72

Page 89: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

dan sebagainya. Apakah fair kalau mereka dapat subsidi? Kalaukita konsisten pada pemikiran pasar, mestinya kita bilang:“Biarkan saja harganya dibebaskan, jangan disubsidi. Kenapaorang kaya mesti disubsidi?”

Tapi, subsidilah yang kemudian terjadi. Saya tidak menutupmata bahwa ada juga orang-orang kurang kaya dari daerahyang bersekolah. Nah, untuk mereka ini, ada program yangnamanya beasiswa. Pola ini terjadi di mana pun, termasuk di ne-gara yang dianggap sangat kapitalistik seperti Amerika Serikat.Jadi yang perlu dilakukan adalah pemberian beasiswa, bukansubsidi. Untuk FE UI, misalnya, saya tidak melihat manfaatpemberian subsidi. Kenapa orang kaya harus dibantu terus-menerus?

Dalam hal lain, saya sering bilang bahwa di negeri kita inibanyak sekali anomali yang terjadi, termasuk dalam soal beras.Orang selalu bilang bahwa beras itu harus diproteksi, karena ki-ta harus mengasihani petani. Tapi sebelum membahasnya, sayamau beralih dulu, karena isu ini agak lucu. Orang bilang, tidakmengapa kalau beras harganya mahal, karena hal itu baik demimelindungi petani. Tapi kalau harga BBM, tidak boleh mahal,meskipun masyarakat lebih penting makan nasi ketimbangmengkonsumsi BBM.

Kembali ke soal pertanian, mayoritas mereka yang bekerja disektor pertanian itu bukanlah pemilik tanah. Mereka adalah bu-ruh tani, orang upahan. Mereka konsumen beras. Jadi kalau har-ga beras mahal, mereka juga tertekan. Dan yang diuntungkanhanya segelintir petani pemilik tanah. Jadi, kalau kita “melin-dungi petani” artinya kita melindungi segelintir petani pemiliktanah itu, bukan melindungi para buruh tani. Kadang-kadangpemikiran pasar memang berbeda dari apa yang dipikirkanbanyak orang tentangnya; anggapan bahwa seolah-olah propasar itu tidak pro kaum miskin tidak sepenuhnya benar.

Mungkin agak sulit untuk menyimpulkan secara persis kena-pa orang punya pendapat seperti itu. Bisa juga karena alasanideologis. Tapi yang banyak terjadi adalah bahwa ketika kitaberhadapan dengan data, ternyata kadang-kadang hal yang kita

EKONOMI PASAR

73

Page 90: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

bayangkan itu sebenarnya tidak terjadi. Tadi saya bicara bahwa66 persen penduduk kita adalah konsumen beras, maka kalaumisalnya harga beras mahal, yang dirugikan adalah konsumen.Petani gurem pun makan beras dan harus beli dengan hargamahal.

Saya mau kasih contoh yang lain, bagaimana ekonomi yangdisebut propasar itu sebetulnya sangat menolong kita. Seandai-nya pasar tenaga kerja ini bebas, bisakah Anda bayangkan bah-wa yang mengerjakan bangunan di Indonesia ini adalah tukangSingapura atau Amerika? Saya sulit membayangkannya. Tapikita bisa membayangkan bahwa yang mengerjakan bangunan,entah di Malaysia ataupun negeri-negeri lain, adalah orangIndonesia.

Artinya kalau kita pro kelompok menengah-bawah, padatenaga kerja tak-terampil (unskilled) tadi, kalau pasar tenaga ker-ja kita bebaskan, pasar domestik kita tidak mungkin direbutoleh Malaysia. Mereka tidak mungkin kerja di sini sebagai kulibangunan, sementara pasar tenaga kerja Malaysia untuk kulibangunan bisa kita ambil. Jadi sebenarnya kalau tenaga kerjanyadibuka luas, yang diuntungkan adalah lapisan menengah-bawah, yang rugi adalah ekonom, akuntan, jurnalis, dan lain-lain. Tapi kita selalu bicara: demi melindungi yang miskin,pasar tenaga kerja kita protek. Padahal sebenarnya pasar tenagakerja itu kita protek untuk melindungi diri kita sendiri, kelasmenengah yang manja. Begitu juga yang terjadi dengan be-berapa kasus lain.

Lihat sektor otomotif. Sejak dulu pasar otomotif diproteksi.Alasannya: kalau otomotif dibuka terhadap kompetisi dari luar,industri otomotif kita yang masih bayi itu tidak akan siap. Bayikan masih menyusui. Bentuk proteksinya bukan hanya berupapembatasan merek-merek impor; yang diizinkan pun tarif im-pornya dibuat tinggi. Argumen “untuk melindungi industriyang masih bayi” itu mungkin kedengarannya bagus. Tapibukankah status “bayi” itu selalu dibatasi waktu? Kalau dia su-dah berumur 25 tahun, dari 1970 sampai 1995, tentu dia bukanbayi lagi. Dan itu bukan perlindungan. Itu pornografi. Apa

MEMBELA KEBEBASAN

74

Page 91: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

namanya kalau orang berumur 25 tahun masih menyusui?Pornografi. Hal-hal seperti ini, seperti sering saya katakan, mestikita tempatkan pada posisi yang benar.

Dan benarkah ekonomi liberal hanya pro bisnis besar? Tidakbenar. Bisnis besar yang hidup dari proteksi pemerintah itu jus-tru tidak pernah suka pada ekonomi liberal, sebab ekonomi li-beral selalu mengandaikan adanya persaingan. Sedangkan bis-nis besar itu selalu menginginkan monopoli—kalau bisa selaludilindungi. Kalau kita tengok sejarah bisnis di Indonesia, itulahyang menumbuhkan semua bisnis besar di sini, yaitu berkatproteksi pemerintah—hal yang amat diharamkan dalampemikiran ekonomi pasar.

*****

Dalam kasus meletupnya kasus busung lapar di sejumlahdaerah baru-baru ini, ada pula orang yang mengaitkannya de-ngan kegagalan ekonomi liberal, yang membuat masyarakat ke-cil semakin tertinggal. Rumusan populer tentang bahaya ekono-mi liberal adalah: yang miskin makin miskin, yang kaya makinkaya—seperti lirik sebuah lagu Rhoma Irama. Debat tentang halini memang belum kunjung usai. Tapi isu terbesar dalammasalah kemiskinan adalah soal akses.

Dalam soal busung lapar masalahnya adalah akses terhadaplayanan kesehatan, pendidikan. Dalam pemikiran ekonomi li-beral yang terpenting adalah setiap orang punya akses yangsama. Kalau Anda bicara akses yang sama, berarti Anda bicarasoal hak yang sama. Sebab ide tentang kebebasan individu itumenekankan bahwa hak setiap orang harus sama. Tidak adaprivilege bagi kelompok tertentu. Kalau Anda punya hak yangsama, maka Anda tidak bisa menentukan hasilnya (outcome).Kalau Anda bikin kesetaraan (equality) dalam soal hak (right),Anda tidak bisa dapat equality dalam outcome. Di negara-negarasosialis, outcome itulah yang dibikin equal. Semua orang harus

EKONOMI PASAR

75

Page 92: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

sama-rata-sama-rasa. Akibatnya, right mereka tidak bisa dibuatequal.

Ketidakmungkinan itu sudah pasti. Hukumnya begitu.Karena itu dalam pemikiran ekonomi liberal, pertanyaan ter-pentingnya—misalnya dalam kasus busung lapar tadi—adalah:apakah penduduk-penduduk di daerah itu punya akses-aksesyang sama (dalam hal ini menyangkut fasilitas kesehatan)?

Akses itulah yang harus dijamin. Bahkan, misalnya orangseperti Amartya Sen, yang sering dianggap beraliran struk-turalis, selalu bilang bahwa pada dasarnya dia mencoba meng-gabungkan antara John Rawls dan Robert Nozik—dan dua-dua-nya dianggap sebagai tokoh besar dalam pemikiran liberal. Senjuga menunjukkan betapa pentingnya akses. Karena itu dia se-lalu bicara mengenai kebebasan. Sebab esensi dari semuanyaadalah kebebasan. Kebebasanlah yang memungkinkan oranguntuk memelihara akses. Dan kalau Anda bicara mengenaiekonomi liberal, dasarnya adalah freedom. Kalau Anda sudahmulai intervensi di mana-mana, Anda tidak lagi punya freedom.

Contoh paling gampang adalah Badan Penyangga ProduksiCengkeh (BPPC) di masa lalu. Waktu itu orang harus jualcengkehnya ke BPPC dan harus beli dari BPPC. Aksesnya ter-tutup. Inilah yang disebut Amartya Sen sebagai entitlement. Danitu dilakukan oleh negara. Dengan begitu, sistem ekonomi di se-buah negara yang katanya berasaskan Pancasila menjadi seratuspersen sosialis. Bahkan di Soviet pun hal seperti itu tidak terja-di. Indonesia menjadi negara yang seratus persen sosialis, tapiyang diuntungkan bukan negara, melainkan kelompok bisnis,orang-orang yang kebetulan berada di lingkaran nama besarSoeharto.

Liberalisme memang selalu sibuk dengan prosedur. Ia harusmenjamin bahwa hak orang harus ada, harus sama. Itu proseduryang harus dipenuhi. Kalau Anda tidak penuhi itu, ekonomi li-beral tidak pernah bisa jalan. Itu sebabnya liberalisme bicaratentang hak kepemilikan (property right). Ia selalu menekankanprosedur, equality dalam right, bukan equality dalam outcome.

MEMBELA KEBEBASAN

76

Page 93: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Saya pernah ketemu Alan Walters, penasihat ekonomiMargaret Thatcher yang mengusung pemikiran liberal,Thatcherisme. Saya tanya Pak Alan, “Kalau Anda ketemu orangyang berpenghasilan 10 juta, sementara ada orang lain yangpenghasilannya 1 juta, apa yang Anda lakukan?” Saya duga diaakan menjawab secara “logis”, yaitu orang yang berpenghasilan10 juta dipajaki tinggi untuk diberikan kepada yang peng-hasilannya 1 juta, supaya ada pemerataan. Ternyata jawaban diasangat mengejutkan. “Kenapa Anda berpikir yang punya se-puluh itu mesti diambil uangnya?” katanya. “Kenapa Andatidak berpikir yang dapat satu itu dibuatkan akses supaya bisadapat sepuluh?”

Ini soal cara melihat persoalan. Inilah yang saya maksud bah-wa soalnya adalah pada akses. Jadi ketika Anda bicara bahwakita naik bus dan orang lain naik Mercy, masalahnya bukan pa-da soal dia punya Mercy dan kita naik bus. Pertanyaannya:apakah kita punya akses untuk bisa punya Mercy?

Kadang orang berpikir secara lain sama sekali daripada yangdipikirkan oleh orang seperti Alan Walters itu. Mereka rupa-rupanya ingin bilang bahwa daripada muncul ketimpangan,lebih baik semua susah. Padahal masalahnya juga menyangkutcara kita mendefinisikan adil. Adil itu equal atau proper? Yangnamanya adil itu yang sesuai atau yang sama? Kalau Andabicara tentang yang sama, berarti semua orang harus sama.Apakah orang yang tidak kerja harus dapat upah? Kalau Andabicara equal, berarti orang itu harus dapat. Tapi kalau Andabicara mengenai proper, kalau orang tidak kerja, dia tidak dapatupah.

Nah, ketika Anda bicara mengenai keadilan, bagaimanaAnda mendefinisikannya? Dalam sistem ekonomi yang lebihmenyerahkan diri pada pasar, Anda tidak bicara tentang equali-ty. Anda bicara mengenai proper. Kalau Anda kerja keras, Andaakan dapat return yang besar; kalau Anda tidak kerja, Andatidak dapat apa-apa. Di situ unsur keadilan justru lebih terlihatketimbang pola lainnya, yaitu orang mendapat sama, entah diakerja atau tidak kerja.

EKONOMI PASAR

77

Page 94: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Maka bagi saya yang namanya adil itu proper. Kalau orangkerja keras, dia mesti dikasih balas jasa yang sebanding. Kalauorang tidak kerja apa-apa tapi diberi balas jasa yang tinggi, diaakan memilih untuk tidak bekerja. (M. Chatib Basri)

MEMBELA KEBEBASAN

78

Page 95: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

PRIVATISASI

DEFINISI PRIVATISASI ITU SINGKAT DAN JELAS: PENYERAHAN

kepemilikan kepada swasta. Suatu usaha yang dimilikioleh pemerintah (BUMN) diberikan kepemilikannya kepadaswasta. Mekanismenya macam-macam. Misalnya melalui pasarmodal, strategic partner, dan lain-lain. Swasta itu termasuk pu-blik. Konotasi swasta tidak selalu berarti perusahaan besar.Anda dan saya pun privat, jadi bisa beli saham, walaupunmungkin tidak banyak.

Orang selalu salah tangkap mengenai privatisasi. Ide privati-sasi seolah-olah untuk menambal anggaran. Karena anggarannegara kita kurang, begitulah anggapan orang, kemudian kitajual aset supaya uang kita cukup. Sebetulnya idenya bukanseperti itu. Entah kita punya masalah dengan anggaran atautidak, privatisasi harus dilakukan. Sebab dasar privatisasiadalah efisiensi. Tanpa mengidap tendensi apa pun, saya mauambil contoh gampang: dulu kita punya stasiun televisi tunggal,namanya TVRI. Kemudian pasarnya dibuka. Macam-macam

79

Page 96: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

stasiun televisi pun masuk meramaikan pasar. Pertanyaannya:apakah orang masih lebih banyak menonton televisi milik ne-gara atau milik swasta?

Kalau jawabannya “swasta”, pertanyaan selanjutnya: kenapaswasta? Baiklah: karena pilihan acaranya menarik. Kenapaacara-acara harus dibikin menarik? Karena kalau tidak menarik,mereka tidak dapat uang. Kalau tidak dapat uang, perusahaanmereka tutup. Tapi apa yang terjadi dengan televisi negara?Kalaupun dia bangkrut, negara akan membantunya melaluianggaran. Jadi, televisi milik negara itu tidak pernah mengenalapa yang disebut soft budget constraint, tidak ada kendala didalam bujet. Dengan sendirinya dia tidak akan punya semangatkompetisi.

Tapi kalau orang-orang dari media swasta tidak dapat beritayang kuat, mereka akan celaka. Pemimpin redaksinya akan bi-lang, “Kalau you cuma bikin berita kayak gini, lebih baik youkeluar saja!” Hal seperti ini tidak akan terjadi di perusahaanyang dikelola negara. Karena setiap kali ada kerugian, negaraakan menanggungnya melalui bujet. Ini tidak memaksa per-usahaan untuk menjadi lebih efisien. Di situlah sebetulnya intidari pentingnya privatisasi. Lihatlah misalnya, Bank CentralAsia. Indikator yang paling gampang adalah pergerakan hargasahamnya, yang lebih tinggi dibanding ketika BCA masih di-tangani oleh BPPN.

Contoh lain adalah bisnis penerbangan. Dulu penerbanganhanya dikuasai Garuda dan Merpati. Sekarang, setelah pasarnyadibebaskan, siapa membayangkan bahwa orang-orang desa bisanaik pesawat? Sekarang orang mulai mengeluh, ”Wah, sekarangairport sudah tidak nyaman lagi karena sudah tidak ada bedanyadengan terminal bus.” Itu sebetulnya merupakan kenikmatanpublik yang bisa dinikmati karena privatisasi. Kita sering lupaaspek ini. Kita selalu menganggap privatisasi itu menguntung-kan bisnis besar. Padahal yang paling diuntungkan sebenarnyaadalah konsumen.

Dan privatisasi itu tidak terbatas pada kasus Indosat.Memang, dalam kasus Indosat, privatisasi dilakukan untuk

MEMBELA KEBEBASAN

80

Page 97: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

mencari mitra yang bisa meningkatkan kapasitas teknologi, se-hingga akhirnya yang muncul adalah perusahaan besar. Tapiada kasus lain: Telstra di Austaralia. Ketika Telstra diprivatisasi,yang ditawari sahamnya pertama kali adalah pelangganTelkom. Mereka diberitahu bahwa sebagai pelanggan Telkom,mereka punya hak utama untuk membeli saham. Jadi yangdiberi prioritas pembelian saham adalah individu-individupelanggan Telkom, bukan perusahaan-perusahaan besar. Itu ju-ga bagian dari privatisasi. Bahkan John Greenwood menyebut-nya sebagai demokrasi dari kapitalisme.

Anda ingat novel Emile Zola yang berjudul Germinal? Di situada pekerja tambang batubara di Montsow yang akhirnya bi-lang, “Oke, kita hidup dengan perjuangan buruh, tapi toh kitaharus hidup dengan kenyataan.” Kenyataan itu adalah: merekaharus makan. Dan itu persis yang terjadi di Inggris pada zamanThatcher. Ketika semua orang bicara mengenai bahaya PartaiKonservatif, Margaret Thatcher (tokoh Konservatif) terpilih duakali berturut-turut, dan ironisnya dia didukung oleh buruh.Padahal pernyataannya sombong sekali. “Saya ingin membuatsebuah Inggris yang bersih dari sosialisme,” katanya. Ini per-nyataan yang berlebihan. Tapi ternyata dia dua kali didukungoleh Partai Buruh.

Kembali ke pertanyaan: Apakah yang akan menang dalamprivatisasi selalu yang besar? Tidak selalu harus begitu.Tergantung polanya. Kalau tujuannya adalah meningkatkanteknologi, maka kita harus gandeng yang besar. Lalu orang akanbilang, “Toh, nanti yang menang asing juga.” Bagi saya soalnyasederhana saja: kalau Anda tidak mau asing yang menang,Anda beli mahal dong dari asing. Kalau asing berani beli aset ki-ta dengan harga mahal, kenapa kita tidak mau beli aset kitasendiri dengan harga mahal? Kalau kita tidak mau, artinya kitatidak cukup cinta pada produk kita sendiri. Kita cuma senangribut….

Lalu bidang-bidang apa saja yang pantas atau tidak pantasdiprivatisasi? Banyak kritik yang mempersoalkan kenapabarang-barang publik atau barang-barang yang menyangkut ke-

PRIVATISASI

81

Page 98: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

hidupan orang banyak diserahkan pada pihak asing? Corak per-tanyaan ini bisa dibalik: Bagaimana Anda mendefinisikan bah-wa barang itu adalah kebutuhan penting buat publik? Kalau,misalnya, kita bilang bahwa listrik harus diurus oleh negara,karena ia kebutuhan publik, bagaimana dengan sampah? Apa-kah sampah tidak strategis? Sampah pun barang yang sangatsensitif. Apakah sampah juga harus ditangani negara?

Tugas negara sudah terlalu banyak. Kalau Anda sempat bacaatau nonton film Commanding Heights, khususnya bagian Battleof Ideas, ada adegan ketika Margaret Thatcher pergi ke Polandia,yang waktu itu masih di bawah sosialisme. Diceritakan bahwabegitu banyak pekerjaan yang harus dilakukan negara.Komentar Thatcher itu sederhana sekali, “Lho, tugas Anda kanhanya mengontrol politik dan keamanan. Kenapa mesti ikutcampur dengan macam-macam urusan? Tugas negara bukanberdagang. Negara tidak akan mampu. Negara hanya regulator,hanya berfungsi sebagai fasilitator. Cuma itu yang bisa di-lakukan oleh negara.” Jadi kalau isunya adalah apa yang di-sebut “barang-barang kebutuhan pokok, yang menyangkut ke-butuhan publik,” maka pertanyaannya: Bagaimana Andamendefinisikannya?

Definisi oleh Undang-undang Dasar memang merupakankeputusan kita bersama—yang harus juga dilihat konteksnya.Kita sepakat bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkan-dung di dalamnya, dikuasai oleh negara. Tapi ini memunculkanperdebatan semantik. Pengertian dikuasai itu apa? Apakah da-lam manajemennya atau dalam kepemilikan? Saya menganggapyang paling penting bukanlah perdebatan mengenai aspek le-galitasnya saja. Pertanyaan yang terpenting adalah: Apakah se-mua itu digunakan sepenuhnya untuk kemaslahatan masya-rakat? Apakah masyarakat menjadi lebih baik dengan jasa pu-blik yang baik atau yang buruk? Itulah pertanyaan terpenting-nya. Kalau orang bisa terbang dengan fasilitas pesawat yanglebih baik dan harga lebih murah, kenapa dia harus bayar lebihmahal? Ini sebenarnya soal birokrasi kita, yang punya prinsip“Uang tidak jadi masalah, tapi masalah bisa dijadikan uang.”

MEMBELA KEBEBASAN

82

Page 99: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Kalau Anda bisa bikin sesuatu jadi masalah, Anda punya ke-kuatan untuk membuat uang.

Resistensi terhadap privatisasi memang marak di mana-mana, terutama dari partai politik, bukan hanya Indonesia.Kenapa? Bayangkanlah situasi menjelang pemilihan umum—diInggris, di Indonesia, di mana pun. Para politisi, misalnya,minta kepada Citibank atau Unilever untuk membiayai partaimereka masing-masing. Unilever atau Citibank akan tanyakepada markas besar mereka di London, “Bisakah kami mem-biayai salah satu partai politik di Indonesia?” Jawabannya pastitidak bisa. Tapi Anda bisa dengan mudah membayangkan kalauhal yang sama terjadi pada BUMN, yang pimpinannya di-pengaruhi oleh anggota-anggota partai politik. BUMN itu tentubisa dijadikan sapi perah (cash cow) untuk sumber uang. Dan halsemacam ini terjadi dalam berbagai kasus. Untuk menghindari-nya, privatisasi merupakan jalan yang amat baik.

Mungkin orang akan mengatakan bahwa korupsi tidakhanya terjadi di pemerintahan, tapi juga swasta. Bedanya: ko-rupsi yang terjadi di swasta tidak melibatkan uang pemerintah.Lihat saja kasus Enron di Amerika Serikat. Tidak ada sedikitpun uang publik yang terlibat di sana. Jadi kalau Enron mau tu-tup, ya tutup saja, sebab dia tidak ditalangi oleh pemerintah. Disini masalahnya kita tidak terbiasa rugi. Bisnis hanya boleh un-tung, tidak boleh rugi. Maka setiap kali mau rugi, pemerintahharus turun tangan. Lucunya, masyarakat kita begitu benci pa-da pemerintah, tapi setiap kali ada masalah, mereka begitu cin-ta pada pemerintah; mereka mengharapkan bantuan pemerin-tah. Kita selalu menganggap bahwa pemerintah korup, namunsolusi yang kita berikan selalu: berikan kekuasaan lebih besarkepada pemerintah. Padahal kita tahu adagium dari LordActon: Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolute-ly. Terjadi inkonsistensi paripurna dalam melihat hubungan ne-gara dan masyarakat ini.

Ada pula anggapan bahwa privatisasi memperlebar jurangkaya-miskin. Saya tidak sepakat dengan anggapan ini. Contohyang paling gampang, seperti sudah saya singgung tadi, adalah

PRIVATISASI

83

Page 100: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

industri penerbangan. Dengan privatisasi orang bisa membelitiket murah. Sekarang harga tiket pesawat tidak jauh berbedadari tiket bus. Sebelum privatisasi kita tidak bisa mem-bayangkan saudara-saudara kita dari desa dapat dengan mudahpergi naik pesawat. Artinya, dengan privatisasi itu, denganpasar yang dibuka, orang punya akses untuk menikmati pener-bangan—padahal dulu yang bisa terbang cuma Gatotkaca ….

Contoh lain adalah air bersih. Karena bisnis air dikuasai olehperusahaan negara, maka aksesnya terbatas, sehingga orang-orang yang paling miskin, misalnya yang tinggal di Penjaringan,tidak punya akses terhadap air bersih karena harganya mahal.Yang punya akses adalah orang-orang yang tinggal di Cibubur,yang harus beli air dengan harga empat atau lima kali lebih ma-hal daripada harga normal. Seandainya bisnis air diprivatisasi,dan akses terhadap air dilakukan secara terbuka, maka orang-orang itu tentu bisa punya akses dan membayar air jauh lebihmurah. Negara kita memang selalu mengintervensi semua hal,dan ini sering membelenggu cara berpikir kita. Namun ada halyang perlu diperhatikan. Privatisasi yang dilakukan tanpa meng-ubah struktur pasar, hanya akan mengubah monopoli negarakepada swasta. Dalam hal ini privatisasi tak akan menolong ba-nyak. Ini yang terjadi dengan kasus air minum kita. Karena itu pri-vatisasi yang dilakukan juga harus dibarengi dengan kompetisi.

Saya ambil satu contoh, yang tidak berhubungan seratuspersen dengan privatisasi, tapi menunjukkan bagaimana rulenegara teramat dominan. Kasusnya menyangkut pemilihanMiss Indonesia beberapa tahun lalu, yang memunculkan namaAlya Rohali sebagai pemenang. Tapi kontes itu dilarang.Lihatlah, sampai urusan kecantikan pun negara ikut campur.Saya bayangkan, dalam sidang kabinet mungkin diumumkan:inflasi terkendali dan kecantikan stabil karena ada di tangan ne-gara. Padahal, dalam urusan semacam itu negara tidak perlucampur-tangan. Semua perkara kok harus ditangani negara ….

Memang ada kekhawatiran bahwa privatisasi bisa melonjak-kan harga, sebab kalau suatu bidang berada di tangan pemerintahmaka pemerintah mensubsidi atau melakukan berbagai cara

MEMBELA KEBEBASAN

84

Page 101: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

agar harga menjadi murah. Begitu swasta masuk, mereka bisadengan mudah menaikkan harga. Misalnya jalan tol. Di mana-mana di seluruh dunia, kata para pengkritik, tarif jalan tol cen-derung menurun. Di Indonesia terbalik. Setiap satu atau duatahun, tarifnya malah naik. Sebab jalan tol itu sebagian dimilikiswata, bukan sepenuhnya milik negara. Kenaikan harga itu me-mang akan selalu terjadi. Contoh yang paling gampang adalahlistrik. Kalau privatisasi listrik dibiarkan bebas, harga listrikpasti akan naik. Sebab dengan kondisi harga yang sekarang inisebetulnya perusahaan tidak bisa jalan. Harga listrik sekarangini disubsidi besar. Jadi kalau dilepas, pasti harganya naik. Tapidengan kondisi ini akibatnya PLN tidak bisa melakukanekspansi. Ini yang saya sebut di atas bahwa privatisasi harusdibarengi dengan kompetisi.

Baru-baru ini kita punya masalah dengan pasok listrik; dibanyak tempat listrik harus dipadamkan, bisnisnya menjadisulit. Dan yang menanggung beban paling berat sebetulnyaadalah kelompok miskin. Sebab dengan keterbatasan akseslistrik itu, kalangan miskin harus membayar biaya energinya li-ma kali lebih mahal. Hal semacam ini tentu tidak bisa dibiarkanberjalan terus. Jadi ketidaktersediaan barang publik itu, akibatnegara harus mensubsidi terus-menerus, pada akhirnya beban-nya ditanggung oleh kelompok miskin.

Mekanismenya begini. Kalau Anda tidak bisa punya energilistrik di rumah, Anda tentu harus cari sumber energi lain, mi-salnya genset. Dan orang miskin pasti tidak mampu membeligenset. Mereka mencari kayu, minyak tanah, dan macam-macam yang biayanya bisa jadi jauh lebih mahal. Perusahaankecil pun begitu; mereka tidak bisa dapat akses listrik karenasangat terbatas. Maka hanya perusahaan besar yang bisa survive,karena mereka punya genset. Jadi, jelas bahwa dengan akseslistrik yang terbatas itu, yang paling terpukul adalah kelompokmiskin. Tapi untuk membuat kelompok miskin ini bisa punyaakses, tarif listriknya harus dinaikkan. Ini tahap awal dariproses privatisasi.

Selanjutnya, prosesnya diserahkan pada pasar, dan setelah

PRIVATISASI

85

Page 102: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

itu akan ada kompetisi. Lalu harganya akan menurun. Lihatlahapa yang terjadi di negara-negara yang relatif maju, misalnyaAustralia atau Singapura. Biaya telepon di sana sudah hampirgratis. Kecil sekali. Di Australia, misalnya, orang sudah bisamemilih mau melanggan perusahaan listrik yang mana. Begitujuga dengan telepon. Malah sistem pembayarannya tidak lagiberdasarkan pulsa, tapi dengan sistem sekali angkat. SetiapAnda menelpon, Anda membayar 15 sen—terserah Anda maubicara berapa lama; tiga jam, sepuluh jam.

Memang ada kemungkinan terjadi “kartelisasi” di antara se-jumlah pemain swasta. Artinya, ekuilibrium baru yang diharap-kan setelah terjadi privatisasi bisa meleset, karena para pemaindi pasar yang sudah diliberalisasi itu membentuk asosiasi dankartel untuk bersama-sama menetapkan harga yang tinggi. Tapiproses kartelisasi ini agak rumit karena dalam bisnis padadasarnya semua orang cenderung cari untung. Kartel OPEC puntidak bisa berjalan dengan gampang, karena setiap negara sukamencuri kesempatan untuk memproduksi lebih.

Tapi seandainya itu terjadi, dan saya tidak menutup matabahwa kartel memang terjadi, jangan lupa bahwa prinsip karteladalah sesuatu yang paling dibenci dalam proses ekonomi libe-ral. Sebab kartel bukan mekanisme pasar. Makanya kemudiandi negara seperti Amerika–juga di Indonesia–ada Sherman Act,undang-undang antimonopoli. Dan itu adalah bagian dari ke-lengkapan pasar. Karena kalau terjadi monopoli, ide pasar tidakbisa jalan.

Jadi, pada dasarnya negara tidak boleh melakukan interven-si dengan menetapkan harga-harga. Tapi mungkin ada justifi-kasi untuk hal-hal tertentu. Kembali ke contoh listrik, ada jugabagian dari bisnis listrik yang pasarnya tidak mungkin dibukatotal; kalaupun dibuka, swasta tidak mungkin masuk karenabiayanya terlalu mahal. Misalnya, dalam aspek transmisi,menyalurkan kabel ke rumah; di sini swasta susah sekali masuk.Sebab kalau swasta masuk dan kemudian rugi, dia tidak mung-kin menjual transmisi. Maka yang bisa dilakukan privatisasidalam listrik adalah pembangkitnya. Kalau swasta masuk dan

MEMBELA KEBEBASAN

86

Page 103: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

rugi, dia bisa jual pembangkit itu. Begitu juga jalan tol. Anda tidak bisa resale, menjual kembali.

Polanya mirip seperti pemerintah, tapi kepemilikannyadiberikan kepada swasta, dan dalam periode-periode tertentunanti bisa dikembalikan. Ini sebetulnya adalah kelanjutan daripembicaraan privatisasi secara lebih terinci. Jadi tergantung sek-tornya; tiap sektor mungkin punya karakteristik yang sangatberbeda. Misalnya lembaga antariksa Amerika Serikat, NASA.Kalaupun privatisasi dan liberalisasi dilakukan untuk NASA,tidak akan ada swasta yang mau masuk untuk bikin pesawat an-tariksa. Di sektor-sektor tertentu yang karakteristiknya khususitulah pemerintah akan berperan.

Dan peran pemerintah dalam kasus-kasus khusus seperti itutidak berlawanan dengan semangat liberal. Sebab pada akhir-nya basis pemikiran liberal adalah voluntarily, kesukarelaan.Kalau Anda melakukan sesuatu, Anda melakukannya bukankarena terpaksa, sebab ada insentif. Jadi, dasarnya adalah kare-na Anda memang melihat perlunya melakukan sesuatu itu danAnda punya keinginan untuk melakukannya. Kita percaya bah-wa tiap orang punya kepandaian masing-masing. Negaralahyang cenderung suka mengatur. Dan kecenderungan ini sesung-guhnya bertolak dari pandangan: “Aku lebih tahu daripada ka-mu”. Kalau kita percaya bahwa semua orang cukup pintar, ter-masuk petani, sehingga dia akan mampu bikin keputusan untukdirinya sendiri, mestinya mereka dibiarkan saja.

Akhirnya, saya bisa salah dengan meyakini bahwa ekonomiliberal mampu memakmurkan lebih banyak orang dalam waktulebih cepat. Tapi bukti empirisnya menunjukkan begitu.Command market selalu menganggap dirinya final, sempurna,karenanya dia tidak perlu melakukan adjustment, penyesuaian.Sedangkan mekanisme pasar memungkinkan dirinya dikritikuntuk sebuah kesalahan. Inilah salah satu kekuatan mekanismepasar. Proses pasar adalah proses yang memungkinkan terjadi-nya perubahan permintaan dan penawaran. Ia memungkinkandirinya untuk dikritik, untuk selalu berubah, karena ia bukansesuatu yang final.

PRIVATISASI

87

Page 104: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Prinsip ini, prinsip yang percaya bahwa perubahan bisa ter-jadi, hanya bisa diadopsi dalam sistem pasar. (M. Chatib Basri)

MEMBELA KEBEBASAN

88

Page 105: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

GLOBALISASI

GLOBALISASI ADALAH ISTILAH YANG MAKIN SERING KITA

dengar akhir-akhir ini, meski ia mulai muncul sejak1960-an. Seperti ide atau fenomena besar lainnya, globalisasipun banyak pendukung dan pengecamnya. Ia dianggap burukoleh negara-negara kecil, dan dipandang baik oleh negara-ne-gara besar, yang dianggap paling diuntungkan. Globalisasi bagipara pengkritiknya adalah kekuatan jahat yang bisa menghan-curkan budaya lokal dan bahkan meruntuhkan demokrasi di su-atu negara, sambil mengusung Amerikanisasi. Globalisasi jugadinilai menghancurkan lingkungan. Tapi orang seperti MartinWolf bilang bahwa dunia ini perlu lebih banyak lagi globalisasi.Kecaman yang selama ini dilontarkan terhadap globalisasi,menurut dia, sebagian besar salah, walaupun mungkin adamanfaatnya. Lalu apa sebetulnya yang dimaksud globalisasi?

Ini memang pertanyaan dasar, dan sebenarnya sulit dijawab.Karena makin banyak kita baca, makin banyak kita mendapatdefinisi yang berbeda-beda. Sulit untuk mencari definisi umum

89

Page 106: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

yang bisa disepakati oleh semua kalangan. Sebab pendefinisianglobalisasi itu sendiri sudah mencerminkan value yang ada didalam kepala seseorang. Misalnya, ada orang yang mendefinisi-kannya sebagai sebuah paham. Ada juga yang mencari akar ka-ta globalisasi sebagai sebuah strategi bisnis; dilakukan oleh pe-rusahaan-perusahaan guna mengembangkan sayapnya di luarbatas negara tempat mereka beroperasi. Saya juga tidak bisamemberikan definisi eksak, dan tak mau terjebak dalam per-debatan definisi. Belum lagi kalau kita bicara tentang globalisasisecara luas—bukan hanya globalisasi ekonomi, tapi juga adaglobalisasi budaya, politik, dan lain-lain.

Saya mencoba fokus pada globalisasi ekonomi karena inibidang saya. Secara sederhana kita bisa katakan bahwa global-isali ekonomi adalah sebuah keadaan di mana perekonomiannegara-negara di dunia ini semakin terintegrasi, makin terkaitsatu sama lain yang konsekuensinya batas-batas politik negaraitu sendiri tidak lagi menjadi relevan. Banyak konsekuensi posi-tif maupun negatifnya. Tapi secara simpel, meskipun ini bukandefinisi yang terbaik, globalisasi adalah sebuah keadaan dimana perekonomian sebuah negara satu sama lain saling terkaitdan saling tergantung.

Globalisasi memang merupakan sebuah proses. Tapi apakahia proses yang tak terelakkan atau terelakkan? Ini masih jadiperdebatan. Saya cenderung melihat bahwa globalisasi adalahproses yang bersifat opsional, pilihan. Ada negara-negara yangbisa memilih untuk tidak terlibat dalam globalisasi. Tapimasalahnya adalah at what cost, seberapa besar kerugian yangharus ditanggung. Bisa saja sebuah negara melakukan apa yangdijalankan oleh, misalnya, Korea Utara, yang memutuskan un-tuk menutup diri dari perekonomian global. Atau Myanmar; ju-ga sampai batas tertentu, Kuba.

Harga politik, budaya, dan ekonomi yang harus ditanggungnegara-negara itu mahal sekali. Yang pasti mereka terisolasi.Lihatlah apa yang terjadi pada Korea Utara. Banyak studi yangmemaparkan bahwa tingkat kesejahteraan di sana sangat ren-dah, bahkan disebut terjadi bencana kelaparan—tapi kita tidak

MEMBELA KEBEBASAN

90

Page 107: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

pernah tahu pasti karena Korea Utara amat tertutup. Biaya ke-tertutupan itu lebih besar lagi bagi sebuah negara yang terbukaatau menerima globalisasi tapi kemudian menutupnya (rever-sal). Dalam beberapa hal, misalnya bidang kedokteran atau pen-didikan, Kuba memang cukup maju meski relatif terisolasi. Tapifakta bahwa banyak orang Kuba yang ingin menyeberang keFlorida menunjukkan bahwa ada yang salah dengan keadaan disana.

Faktanya, dari 200-an negara yang ada di dunia ini hanyasedikit sekali negara yang tidak ikut dalam proses globalisasi.Bahkan sebenarnya Kuba tidak benar-benar terisolasi. FidelCastro masih berhubungan dengan Hugo Chavez, dan kitamasih bisa mengetahui apa yang terjadi di sana. Ada beberapaperusahaan milik orang Amerika atau Eropa di sana. Itu artinyaKuba tidak seratus persen terisolasi. Nepal atau Bhutan jugasulit disebut terisolasi, meski saya tidak tahu apa yang terjadi dikedua negara itu. Memang kalau kita bicara soal derajat keterli-batan tentunya ada degree yang berbeda-beda. Singapura adalahcontoh negara yang terbuka (dalam arti ekonomi). Jepang jugasecara ekonomi sangat terbuka. Tapi sebenarnya secara kulturmereka relatif kurang terbuka. Ada juga negara-negara sepertiCina yang globalisasinya masih parsial. Indonesia juga parsial,dalam arti beberapa sektor begitu terbuka, tapi beberapa lainnyamasih cenderung tertutup. Jadi degree-nya sangat beragam.

Sebagai ekonom, saya tidak bisa memberi jawaban tunggaltentang apakah globalisasi merupakan berkah atau ancaman.Sekali lagi, globalisasi itu adalah sebuah proses, dan ia mengan-dung unsur untung-rugi. Tapi kalau kita lihat secara empiris,saya berani mengatakan bahwa keuntungan (benefit) dari prosesglobalisasi itu lebih besar daripada kerugiannya (cost). Sekarangpilihannya sebenarnya bukanlah antara globalisasi itu jelek ma-ka kita tolak dan globalisasi bagus maka kita terima. Tapi padaakhirnya adalah bagaimana kita bisa mengambil benefit sebesar-besarnya dari keuntungan globalisasi itu dan mengurangi costyang terjadi dari globalisasi. Misalnya dalam hal globalisasi di-artikan sebagai perdagangan bebas tanpa batas; atau sebagai

GLOBALISASI

91

Page 108: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

liberalisasi sektor moneter. Tentunya ada benefit yang kita am-bil dari perdagangan bebas. Tapi tentunya ada beberapakebijakan yang perlu dibuat oleh pemerintah masing-masingnegara untuk mengurangi cost yang terjadi, terutama kalau kitabicara soal kemiskinan, kesejahteraan masyarakat, dan sebagai-nya. Tentunya ada juga upaya-upaya yang harus dilakukan un-tuk mencegah cost yang lebih besar dari globalisasi.

Pada kasus Indonesia, kita bisa lihat secara empiris per-bandingan antara keadaan di tahun 1990-an sampai saat ini danIndonesia tahun 1970-an atau sebelumnya. Waktu itu kita belumterlalu terglobalisasi dan setelah tahun 1990-an menjadi negarayang terglobalisasi. Kalau kita lihat indikator-indikator ekono-mi, tentunya fakta-fakta menunjukkan bahwa penghidupan kitasekarang lebih baik. Kalau kita mau menghubungkan antaraglobalisasi dengan kesejahteraan, misalnya, angka kemiskinanturun drastis sejak 1960-an.

Sekarang kita memang punya masalah. Tapi kalau kita ban-dingkan secara relatif antara tahun 60-an, 70-an dan sekarang,kemiskinan kita jauh lebih kecil. Dalam soal penyerapan tenagakerja, integrasi kita ke dalam ekonomi global juga menyerapjutaan tenaga kerja yang bisa terserap ke dalam ekonomi globalitu. Contoh-contoh ini mungkin anekdotal tapi mengandung pe-san bahwa kalau kita lihat secara empiris tidak berarti negaraseperti Indonesia tidak bisa diuntungkan oleh globalisasi.

Globalisasi juga disebut memperlebar jurang kaya-miskin.Sepintas hal ini memang kelihatannya benar. Sebelum tahun1500 Masehi, disparitas kemakmuran antara negara-negara didunia tidak terlalu berbeda. Tapi setelah itu, Eropa dan AmerikaUtara meninggalkan Afrika, Asia dan sebagian besar AmerikaLatin. Tapi kita juga tidak bisa meniadakan fakta bahwa secaraabsolut, negara-negara yang miskin itu—mungkin denganpengecualian sejumlah negara Afrika—jauh lebih baik diban-dingkan dengan masa sebelum adanya globalisasi ekonomidunia.

Ada fakta empiris lain yang perlu juga kita ingat. Dalam limapuluh tahun terakhir, kemiskinan dunia sedang mengalami

MEMBELA KEBEBASAN

92

Page 109: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

penurunan yang paling cepat sepanjang sejarah. Itu didorongoleh penurunan angka kemiskinan yang sangat cepat di Indiadan Cina, dua negara yang baru saja mengikuti arus globalisasidalam hal perdagangan bebas. Itu menunjukkan bagaimanaarus globalisasi bisa berdampak positif bagi kesejahteraanmasyarakat kalau kita lihat dari indikator sederhana, yaitu pe-ngentasan kemiskinan. Orang sering melupakan hal ini. Merekalupa bahwa globalisasi ekonomi bahkan memberi dampak posi-tif kepada penduduk miskin.

Globalisasi juga kerap dihubungkan dengan demokrasidalam arti positif dan negatif. Makin globalized satu negara,makin tumbuh demokrasinya. Biasanya rezim-rezim otoriterbisa ditumbangkan berkat kerangka besar globalisasi. Karenadunia makin terbuka, informasi makin luas, orang datang mon-dar-mandir, dan itu semua membawa pertukaran ide, sehinggabisa memperkuat demokrasi. Tapi globalisasi juga dinilai me-lemahkan demokrasi karena dalam hubungan yang terglobal-isasi itu satu tingkat ketergantungan suatu negara makin tinggipada negara yang lebih kuat. Namun istilah demokrasi itusendiri adalah produk dari pertukaran ide- ide di tingkat global.

Akar kata demokrasi bukan dari bahasa Indonesia. Dan se-mangat demokratisasi, semangat pembebasan, sampai batas ter-tentu juga diimpor atau dipertukarkan antara satu bangsa de-ngan bangsa lain. Ide mengenai feminisme dan lain-lain jugahasil dari sebuah pertukaran ide-ide di tingkat global yangdimungkinkan oleh adanya globalisasi. Seandainya negara kitaini terisolasi, saya tidak bisa membayangkan kita akan punyaide-ide demokratisasi, feminisme, dan lain-lain yang cukup ku-at untuk membuat perubahan sosial.

Memang, adanya globalisasi itu sendiri bukan jaminan akanadanya proses demokratisasi. Kita bisa lihat, Soeharto survive se-lama 32 tahun dalam perekonomian di sebuah negara yang re-latif terintegrasi dengan ekonomi global. Singapura, meski sa-ngat globalized, tapi masih hidup di bawah pemerintahan otori-ter. Jadi, globalisasi tidak menjamin demokrasi, tapi ada ruangyang ditawarkan oleh globalisasi bagi kita untuk bisa saling

GLOBALISASI

93

Page 110: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

bertukar ide, termasuk ide-ide pembebasan, demokratisasi.Seberapa jauh kekuatan negara lain memengaruhi suatu negarasehingga bisa kita katakan bahwa globalisasi membawa se-mangat nondemokratis? Kalau kita lihat datanya, tidak terlalubanyak bukti yang bisa menunjukkan bahwa semua itu adalahproduk dari globalisasi. Artinya, tak terlalu kuat fakta-fakta un-tuk mengatakan bahwa globalisasi bisa membuat demokratisasisemakin buruk.

Globalisasi juga dianggap meruntuhkan atau mengaburkanbatas-batas negara dan kedaulatan nasional. Globalisasi dinilaimengancam konsep nation-state hampir di semua bidang, bukanhanya ekonomi. Dengan makin lanjutnya proses globalisasi ma-ka ide tentang batas-batas negara—tentu bukan terutama dalamarti geografis—dianggap tidak relevan lagi. Memang adaparadoks dalam globalisasi, seperti diceritakan dalam bukuGlobal Paradox John Naisbitt.

Untuk beberapa hal saya sepakat bahwa ketika ekonomidunia semakin mengglobal, pemerintah negara-negara makinmerasa penting untuk mempertahankan batas-batasnya ataumenunjukkan eksistensi mereka dalam batas-batas itu. Hal se-rupa juga terlihat pada negara-negara besar secara ekonomisseperti Amerika Serikat dan Eropa, yang justru semakin pedulidengan border masing-masing. Amerika sangat protektif ter-hadap perbatasannya, terutama sekarang ini, ketika merekamenghadapi banjir buruh asing dari Amerika Latin. Jermansekarang menghadapi banjir serupa dari Turki. Negara-negaraEropa Barat juga begitu.

Jadi ada paradoks yang belum saya pahami, dan karenanyabelum bisa saya katakan apakah itu positif atau negatif. Tapisaya setuju bahwa sekarang kita hidup di perekonomian dandunia yang global, dan itu mungkin bukan meruntuhkan nation-state tapi mengharuskan kita merevisi konsep nation-state itusendiri, termasuk pandangan kita terhadapnya. Artinyasekarang kita tidak bisa terlalu fanatik dengan batas-bataswilayah karena kita bisa hidup di mana saja dan kerja dari manasaja. Kita bisa berinteraksi dengan orang di belahan dunia lain

MEMBELA KEBEBASAN

94

Page 111: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

dalam hitungan detik dan tidak dibatasi oleh jarak maupunwaktu.

Kita tidak bisa lagi xenophobic (antiasing). Mungkin konsepnation-state nanti harus kompatibel dengan ide-ide humanity, ke-manusiaan universal. Artinya kita menuju sebuah konvergensinilai-nilai universal. Dengan adanya globalisasi kita bisa ikutsimpati dengan penderitaan saudara-saudara kita di belahandunia lain. Jadi kalau kita melihat adanya perjuangan ke-merdekaan di sebuah tempat, kita tidak bisa serta merta me-ngatakan bahwa itu adalah pemberontakan, separatisme. Tapiyang harus kita pertimbangkan nanti nilai-nilai apakah yangada dalam kejadian-kejadian itu. Saya rasa revisi-revisi akandibutuhkan.

Kalau ada anggapan bahwa Indonesia tentu akan dirugikandengan adanya globalisasi karena infrastruktur kita masihlemah, kita bisa bandingkan dengan India, sesama negaramiskin dan sesama negara Asia. Dengan akselerasi globalisasiyang terjadi di India beberapa tahun terakhir ini, apakah kita li-hat film-film Bollywood semakin terpuruk? Ternyata tidak.Apakah musik India makin tersingkir oleh musik-musik Eropa?Tidak. Justru globalisasi memungkinkan ide-ide atau kebudaya-an India diekspor ke Amerika dan Eropa. Film-film Hollywoodatau Eropa bisa mengadopsi film-film India seperti Bend it LikeBeckham atau yang terbaru Bride and Prejudice. Ini contoh-contohanekdotal

Hal yang mirip juga terjadi pada Indonesia. Perdagangan be-bas dikatakan akan menggilas produk-produk lokal. Mari kitalihat kenyataannya. Dengan adanya MTV yang merupakansalah satu ikon global, apakah kemudian stasiun-stasiun televisikita menyiarkan lagu-lagu asing atau Amerika? Ternyata tidak.Kehadiran ikon-ikon seperti media massa global itu justru mem-buka ruang atau pasar bagi artis-artis lokal untuk bisa mengeks-presikan karya-karya mereka. Lihatlah perkembangan artis-artisdomestik kita yang begitu pesat. Itu berkah globalisasi. Karenaikon-ikon global kalau masuk ke sebuah negara akan berusahamemasukan unsur-unsur lokal sebagai bagian dari strategi

GLOBALISASI

95

Page 112: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

pemasarannya. Pengusaha itu selalu melihat pasar mana yangpaling potensial untuk digarap. Penduduk Indonesia memangbanyak, tapi yang tertarik dan fanatik terhadap musik-musikBarat hanya sebagian kecil. Bagian terbesar suka musik dang-dut, keroncong, dan sebagainya.

Jadi kekhawatiran bahwa dalam proses globalisasi ini negaraseperti Indonesia akan serta-merta digilas, saya rasa itu pemikir-an yang terlalu ekstrem. Pandangan-pandangan semacam inimuncul karena melihat globalisasi hanya pada aspek-aspek ter-tentu saja. Artinya kritik terhadap globalisasi dilakukan secaraterlalu selektif sehingga yang dilihat hanya elemen-elemen ter-tentu tapi tidak melihat globalisasi secara keseluruhan.

Selain pemikir seperti Martin Wolf, ada juga sarjana asliIndia, Jagdis Bhagwati, dalam bukunya In Defence of Globaliza-tion, yang bilang bahwa kritik-kritik terhadap globalisasi yangada sekarang kebanyakan salah karena didasarkan pada argu-men yang salah atau terlalu selektif. Juga beberapa buku lainseperti dari wartawan The Economist, judulnya The Truth aboutGlobalisation. Jadi banyak pelurusan-pelurusan paradigma yangsebenarnya harus dilakukan karena kalau kita terlalu selektifdalam melihat segala sesuatu, kita akan sampai pada kesim-pulan yang salah.

Tentunya ini juga berlaku buat pendukung globalisasi. Tidakbisa kemudian globalisasi dikatakan hanya dari sisi positifnyasaja sehingga melupakan hal-hal yang harus dilakukan supayabiaya globalisasi itu berkurang. Misalnya, bagaimana proteksiterhadap penduduk termiskin yang tidak punya akses terhadapperekonomian global, orang-orang yang hidup di daerah-daerahterpencil, yang sangat sulit mendapatkan manfaat dari global-isasi. Mereka perlu dipikirkan.

Bicara tentang globalisasi berarti bicara soal penghapusanhambatan untuk pergerakan manusia, barang, dan jasa. Orangtidak dibatasi oleh ruang dan waktu; tidak ada restriksi untukbepergian ke negara manapun. Begitulah idealnya. Turunandari globalisasi adalah perdagangan bebas, yang membuatbarang dan jasa di pasar semakin terbuka. Itu artinya globalisasi

MEMBELA KEBEBASAN

96

Page 113: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

memberi pilihan lebih banyak pada konsumen. Pilihannyamakin banyak, hambatannya tidak ada.

Itulah inti kebebasan. Dengan kata lain: globalisasi meningkat-kan kebebasan, terutama kebebasan individu. (Ari A. Perdana)

GLOBALISASI

97

Page 114: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

98

Page 115: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

PERDAGANGAN

BEBAS

DALAM 20 TAHUNAN TERAKHIR, APA YANG DISEBUT

perdagangan bebas makin marak. Secara resmimasyarakat dunia bersepakat pada 1984, dengan menerapkanGeneral Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Sebelas tahun ke-mudian, GATT diganti menjadi World Trade Organization (WTO).Sampai 2001 anggotanya 142 negara. GATT maupun WTOadalah upaya masyarakat dunia untuk semakin meliberalkanperdagangan antarnegara dan memperluas lingkup perdagang-an bebas. Seperti biasa, pro dan kontra bermunculan. Yang proadalah para kepala negara, umumnya negara-negara maju, yangmenggagas kesepakatan ini. Yang kontra biasanya adalah bebe-rapa pemimpin negara kecil, aktivis, dan para sarjana yang kri-tis. Misalnya pada 1999 mereka dengan gemilang menggagal-kan pertemuan WTO di Washington, dan itu dianggap peristi-wa yang sangat besar karena digerakkan oleh koalisi LSM duniayang mampu menggagalkan pertemuan sepenting itu di ibukota

99

Page 116: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

negara Amerika Serikat. Itu juga sekaligus menunjukkan betapakerasnya penentangan terhadap perdagangan bebas. Mengapamereka menentangnya begitu gigih?

Sebenarnya secara sederhana perdagangan bebas artinyaperdagangan yang tidak ada hambatan. Definisi hambatan atasperdagangan biasanya mengacu pada hal-hal yang dilakukanmemengaruhi arus lalu lintas barang maupun jasa yangdiperdagangkan. Hambatan perdagangan bisa terjadi karenadisengaja—misalnya dalam bentuk kebijakan—bisa juga tidak,misalnya terdapat perbedaan preferensi konsumen. Bentukhambatan atas perdagangan bebas yang paling umum adalahpajak atau tarif. Tapi bisa juga berupa hambatan-hambatan non-tarif seperti kuota, standarisasi, dan lain-lain. Konteks spesifik-nya adalah perdagangan antarnegara, antara konsumen yangmelibatkan dua atau lebih negara yang berbeda, meski kita jugabisa menerapkan perdagangan bebas secara internal, misalnyaantarprovinsi atau antarkota dalam sebuah negara. Tapi yangkita maksud di sini adalah perdagangan bebas berupa transaksijual beli barang, jasa, juga sumber daya moneter maupun manu-sia, yang melintasi batas-batas geografis sebuah negara atauwilayah secara tanpa hambatan. Itulah pengertian umum per-dagangan bebas.

Sudah tentu dalam sebuah perdagangan bebas ada yang di-untungkan dan ada yang dirugikan. Tapi menurut teori ekono-mi, dan dibuktikan juga secara empiris, bahwa net welfare (jum-lah keuntungan yang didapat dikurangi dengan costnya, artinyajumlah yang untung dikurangi dengan jumlah kerugian) selalumenunjukkan positive net walfare, atau net benefit, dari per-dagangan bebas.

Yang dirugikan tentunya pengusaha domestik, yaitu merekamenjual di dalam negeri dan sebelumnya tidak punya kompeti-tor dari luar negeri. Sekarang, dengan hadirnya barang-barangdari luar negeri yang harganya lebih murah, para pengusahadomestik itu tertekan. Tapi dalam konteks ini pun tentunya adayang diuntungkan, yaitu konsumen. Dan karena jumlah kon-sumen selalu lebih banyak daripada produsen, maka dari segi

MEMBELA KEBEBASAN

100

Page 117: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

teori—yang ditunjang oleh bukti-bukti empiris—selalu terjadinet welfare.

Karena itu, pihak yang biasanya paling keberatan terhadapperdagangan bebas, apalagi jika mereka diharuskan memenuhistandar internasional, adalah kaum produsen lokal itu, bukankonsumen. Studi kasus di negara-negara maju pun menun-jukkan hal itu. Misalnya di Amerika Serikat. Ketika pemerintahmenghapus proteksi industri baja di negeri itu, yang palingkeras bersuara adalah asosiasi produsen baja. Atau juga ketikaterjadi perdagangan bebas antara negara-negara Amerika Utara(NAFTA), salah satu yang ribut adalah produsen mobil AS.Sebaliknya, konsumen, meski mereka lebih diuntungkan,suaranya kurang terdengar karena biasanya konsumen tidakterasosiasi seperti produsen.

Perdagangan bebas itu umumnya dianggap sebagai sesuatuyang tak terelakkan (inevitable). Dalam arti bahwa dunia inimakin sempit, sumber daya di sebuah negara makin terbatas,tapi di sisi lain ada sumber daya yang tersedia di negara laintapi tak tersedia di negara kita, atau sama-sama tersedia, tapi dinegara lain harganya lebih murah. Kondisi-kondisi ini me-munculkan potensi benefit jika kita melakukan perdagangan be-bas. Tapi saya sendiri tidak bisa menegaskan bahwa ia adalahsesuatu yang inevitable, karena kondisi sekarang pun tidak be-nar-benar mencerminkan perdagangan bebas.

Ada usaha-usaha untuk menjadikan perdagangan itu tidakbebas. Jadi saya melihat perdagangan bebas masih merupakanpilihan, karena pada akhirnya kebijakan perdagangan bebas,proteksi ataupun liberalisasi, adalah sebuah proses politik. Danpolitik tentu merupakan soal pilihan. Jadi, meski ada tuntutanuntuk semakin membuka diri, fakta-fakta menunjukkan bahwanegara-negara masih menjalankan kebijakan protektif—meskipada kebijakan ini biayanya sangat mahal.

Namun kebijakan proteksionis bukanlah satu-satunya rin-tangan bagi perdagangan bebas. Hambatan dasarnya adalah ke-tiadaan preferensi yang sama. Artinya, kalaupun kita jual-belimobil, tapi kalau tidak ada konsumen yang tertarik tentu tidak

PERDAGANGAN BEBAS

101

Page 118: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

terjadi perdagangan bebas. Atau jika terjadi perbedaan selera;salah satu pedagang suka mobil besar, tapi konsumen suka mo-bil kecil. Hambatan juga muncul karena geografi; seperti terjadibeberapa ratus tahun lalu antara India dan Cina. Merekaberbatasan, tapi antara India dan Cina ada Himalaya dan sangatmerintangi perdagangan bebas antara kedua negara. Kini, de-ngan teknologi yang makin maju, masalah geografis relatif su-dah bisa diatasi. Hambatan sekarang umumnya berupa ke-bijakan—tarif, kuota, standarisasi, dan lain-lain.

Hambatan tarif paling mudah dijelaskan. Misalnya, kitaasumsikan tidak ada perbedaan intrinsik antara Jakarta danShanghai. Harga pesawat TV di Jakarta Rp 1 juta rupiah, diShanghai Rp 800 ribu. Kalau tidak ada hambatan—transportasidan lain-lain—kita bisa berdagang. Kita bisa membeli TV diShanghai dengan lebih murah. Tapi kalau pemerintah me-ngatakan, “Ini nggak boleh, ini barang impor, bisa mematikanprodusen TV dalam negeri,” maka pemerintah akan mengena-kan pajak kepada setiap barang yang masuk ke dalam wilayah-nya. Katakanlah pajak untuk TV itu Rp 300 ribu. Berarti hargaTV Shanghai itu di Jakarta Rp 1,1 juta. Lebih mahal. Itulah yangdisebut tarif impor. Jadi, kalau harga barang impor lebih tinggidaripada harga domestik, otomatis konsumen domestik akanmemilih barang dalam negeri. Inilah yang disebut tariff barriersdalam perdagangan bebas.

Dan tampaknya hampir semua negara masih mempraktik-kannya; dengan derajat yang berbeda-beda, tapi tidak ada ne-gara yang menerapkan kebijakan zero tariff. Kelihatannnya jugatidak akan sampai nol karena ada beberapa pertimbangan. Tapiyang terjadi sekarang, rata-rata tarif itu semakian turun. Semuanegara menyadari bahwa kalau mereka sama-sama menurun-kan tarif—artinya menurunkan tingkat proteksi—keuntunganmereka akan lebih tinggi, dengan catatan: semua orangmelakukan hal yang sama. Jadi kalau Indonesia menurunkantarifnya menjadi nol, sementara Cina tetap mempertahankantarifnya, pasti barang Indonesia tidak bisa masuk Cina, danbarang Cina membanjiri Indonesia. Itu namanya unequal benefit.

MEMBELA KEBEBASAN

102

Page 119: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Yang ingin dituju adalah semua negara sama-sama menu-runkan tarifnya, sehingga arus bolak-balik barang dan jasa men-jadi setara. Dalam hal ini negara-negara masih berperan untuknegosiasi, supaya tarif secara keseluruhan sama-sama diturun-kan. Jika tidak, semua negara berpikir begini: nanti kalau sayaturunkan tarif, orang lain tidak turunkan, jadi lebih baik kitatetap menggunakan tarif yang tinggi.

Untuk beberapa hal, beberapa komoditas, kalau kita masukke perdagangan bebas, harganya pasti ditentukan oleh hargapasar internasional. Harga adalah cerminan demand and supply.Jadi kalau kita bicara international price, yang kita bicarakanadalah demand and supply tingkat internasional. Kalau kita bicaraharga gula tingkat domestik, misalnya kita diproteksi, artinyakita bicara permintaan gula di Jawa, Kalimantan, Sumatera, danPapua, berikut supplynya. Tapi kalau kita bicara gula interna-sional, maka kita bicara demand dari Thailand, Brazil, Maroko,dan lain-lain. Dinamika di sana belum tentu sama dengan di-namika di negeri kita.

Jika menyangkut barang pokok, harga internasional memangsangat terasa pengaruhnya di dalam negeri. Jadi memang adakemungkinan bahwa harga dalam negeri mencerminkan hargainternasional yang mungkin tidak ditentukan oleh dinamikadalam negeri. Tapi kita juga bisa lihat, untuk beberapa kasusperdagangan bebas (pasar terbuka) hal itu justru mengurangigejolak harga di dalam negeri. Kalau misalnya pasar beras di-isolasi, dan tiba-tiba kita mengalami paceklik, supply kita pastiterganggu, sementara demand tetap; harga akan melonjak. Tapikalau kita buka keran impor beras, ketika kita paceklik kita bisamengimpor beras; ada supply beras dari luar negeri. Harga berasdi dalam negeri jadi rendah. Di sini perdagangan bebasberfungsi sebagai penyeimbang harga dalam negeri. Jadi caramelihatnya memang harus kasus per kasus.

Ada juga pandangan yang bilang bahwa perdagangan bebasmemperlebar jurang antara si kaya dan si miskin. Negeri kayaakan makin kaya, yang miskin makin miskin, dan itu berban-ding lurus dengan kondisi warganya sendiri. Kalau Indonesia

PERDAGANGAN BEBAS

103

Page 120: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

ikut WTO, artinya terlibat makin jauh dalam perdagangan be-bas, makin liberal, maka Indonesia akan semakin miskin. Dalampemikiran ekonomi liberal, anggapan semacam ini disebut mi-tos karena didasarkan pada kekhawatiran. Tapi lihatlah fakta-faktanya.

Cina dan India baru sepuluhan tahun terakhir masuk kedalam perdagangan bebas; Cina bahkan memutuskan kemudi-an masuk ke WTO. Dan kita lihat kedua negara itu, hanya dalamsepuluhan tahun, sedang mengalami penurunan angka kemiski-nan yang paling cepat sepanjang sejarah. Penduduk miskin dikedua negara itu adalah yang terbesar di dunia. Maka denganturunnya jumlah orang miskin di sana, berkat perdagangan be-bas, turun pula tingkat penduduk miskin di seluruh dunia se-cara absolut. Itu menunjukkan bahwa keputusan untukbergabung dalam perdagangan bebas memiliki efek positif,terutama terhadap pengentasan kemiskinan.

Di Negara kita sendiri, kita coba lihat fakta-fakta tentangpenurunan jumlah kemiskinan. Di Indonesia, sejak kita meng-alami liberalisasi ekonomi pada pertengahan tahun 1980-an, la-pangan kerja justru sangat banyak tercipta. Karena Indonesiaadalah negara yang labor intensive, yang diuntungkan dariperdagangan bebas adalah sektor-sektor yang labor intensive.Dan kalau kita lanjutkan argumennya, liberalisasi perdagangandi tahun 1980-an juga punya kontribusi pada naiknya tingkatupah riil dan turunnya angka kemiskinan. Ini jelas sekali.

Ada pula kritik terhadap perdagangan bebas, berhubungandengan lingkungan hidup. Dianggap bahwa kalau ada per-dagangan bebas, produksi akan semakin meningkat, karenanyaorang akan mengeksploitasi alam lebih banyak lagi. Memang,secara empiris kita bisa bilang bahwa dalam satu fase ada pe-ningkatan polusi, ada juga deplesi sumber daya alam untuk satuperiode. Tapi fakta empiris juga menunjukkan bahwa ketika le-vel perdagangan bebas makin diperluas, kebutuhan untukbarang-barang ramah lingkungan juga makin tinggi. Jadi adadorongan dari konsumen untuk memaksa penduduk setempatuntuk bersikap ramah terhadap lingkungan. Dulu, di tahun

MEMBELA KEBEBASAN

104

Page 121: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

1970-an, muncul ramalan tentang bakal terjadinya kehancuranlingkungan. Ternyata ramalan itu tidak terbukti. Kenapa?Karena perdagangan bebas mendorong orang untuk melakukansubstitusi terhadap teknologi. Misalnya, kalau semula oli mesinmenggunakan fossil fuel, sekarang yang laku justru yang sintetis,karena ada tekanan untuk mensubstitusi sumber daya yang su-dah langka.

Jadi, kalau kita bicara tentang perdagangan bebas, kita se-baiknya melihatnya secara menyeluruh, bukan parsial. Bahwaada beberapa masalah dengan pembukaan ekonomi atau per-dagangan bebas, itu memang tidak bisa kita mungkiri juga. Tapiitu bukan berarti perdagangan bebas mengarah ke eksploitasi.Banyak fakta-fakta empiris yang membantah kekhawatiran-kekhawatiran seperti itu. (Ari A. Perdana)

PERDAGANGAN BEBAS

105

Page 122: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

106

Page 123: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

GLOBALISASI,SEKALI LAGI

SEBENARNYA TIDAK MUDAH MENDEFINISIKAN GLOBALISASI

karena ia multifaset, mencakup begitu banyak dimensi.Ekonomi hanya salah satunya saja. Karena latar belakang sayailmu ekonomi, saya akan melihatnya dari segi ekonomi saja.Terdapat tiga unsur atau aliran yang berada dalam dimensi ini,yaitu aliran barang dan jasa, aliran uang, dan aliran manusia.Semuanya berujung pada interdependensi. Saya menggunakankata ‘interdependensi’, karena saya percaya bahwa hubunganketergantungan antara satu negara dengan negara lain selalubersifat ‘saling’.

Kalau kita ingat beberapa tahun lalu, di zaman Clinton,Amerika Serikat bingung mendengar Meksiko akan collapse.Akhirnya mereka memutuskan, “Oke, kita upayakan supayaIMF ikut membantu.” Kebetulan pada waktu itu IMF sedangkekurangan dana dan akhirnya Amerika mempertimbangkanuntuk turun tangan sendiri. Rakyatnya protes, kongres protes.

107

Page 124: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Tapi Clinton tetap melakukan hal itu. Usut punya usut, ternyatahal ini terjadi karena Amerika punya investasi besar sekali diMeksiko. Jadi tentu saja ada kepentingan di situ.

Indonesia pun demikian. Jadi ada interes yang melatar-belakangi hubungan dengan Amerika. Ditarik ke ekonomi kem-bali, ini berkaitan dengan apa yang kita sebut comparative advan-tage, keuntungan komparatif. Contoh sederhananya adalah per-cakapan kita sekarang ini. Sebelum mengatur pertemuan ini,Anda menentukan siapa yang akan datang dan segala hal lain-nya. Sementara Anda sendiri sibuk dengan beberapa kegiatan,maka Anda minta tolong pada teman lain untuk mengatursegala sesuatunya.

Mungkin sebenarnya Anda bisa melakukannya sendiri de-ngan lebih baik, dan ini kita sebut keunggulan absolut. Jadi Andabisa unggul dalam menyiarkan percakapan ini ketimbang orangtersebut, dan unggul juga dalam melakukan organisasi ataumanajemennya. Tapi karena spesialisasi Anda di sini, dipenyiarannya, bukan di manajemennya, yang merupakankeahlian orang tadi, maka terjadilah pertukaran. Begitulah yangterjadi dalam perdagangan antara satu negara dengan negaralainnya. Misalnya, comparative advantage Indonesia konon adalahburuh yang banyak, upah yang murah, dan sebagainya.

Cina pun begitu. Cina masuk ke seluruh etalase toko didunia, membanjiri mereka dengan tekstil dan lain-lain.Mengapa mereka bisa seperti itu? Tidak lain karena upah buruhmereka yang sangat murah, dan mereka bisa memanfaatkannyadengan baik. Itu salah satu dimensi dari globalisasi. Jadi intinyaadalah bagaimana memanfaatkan keterbukaan, interdependensiitu. Karena kalau negara atau satu pihak tidak menyadari kartu-nya, dia terpaksa akan selalu menjadi pihak yang lemah dalamnegosiasi. Dari situ biasanya rakyatnya melihat bahwa iniadalah sesuatu yang tidak adil.

Memang ada orang yang menganggap bahwa sebetulnyaglobalisasi dalam situasi sekarang berlangsung satu arah saja,tidak akan sebaliknya atau setidak-tidaknya porsi arus dari ne-gara maju pasti lebih besar. Bagi saya itu bukan sesuatu yang

MEMBELA KEBEBASAN

108

Page 125: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

merugikan. Kalau segala macam kemajuan teknologi dan infor-masi itu datang dari negara maju ke negara berkembang, itumerupakan keuntungan, bukan kerugian. Lihat saja data-dataongkos transportasi, misalnya, yang menurun sangat tajam. Ituberkat internet, juga persaingan di antara maskapai pener-bangan. Jadi segala hal yang masuk, kalau kita bisa memanfaat-kannya dengan baik, akan menguntungkan kita. Seharusnya ki-ta bersyukur dengan keterbukaan itu.

Sekarang orang melihat adanya eksploitasi terhadap negara-negara miskin, misalnya tampak dari sidang dan aturan-aturanWTO. Baru-baru ini saya bicara dengan teman-teman tentangglobalisasi, salah satunya dengan kelompok LSM, dan merekaterkejut ketika saya bilang bahwa saya skeptis dengan or-ganisasi WTO. Tapi itu tidak berarti bahwa saya tidak setuju de-ngan globalisasi. Itu dua hal yang berbeda. Banyak orang me-lihat keduanya sama, padahal tidak. Globalisasi adalah feno-mena, sementara yang mereka protes sebenarnya, sadar atautidak, adalah aktor-aktor yang mengelola globalisasi itu.

Saya skeptis selama Amerika Serikat dan Uni Eropa tidakbersedia untuk menurunkan subsidinya yang begitu besar ke-pada petani dan industri pertanian mereka. Negosiasinya tidakakan berjalan. Suara terkuat di kongres Amerika Serikat me-mang datang dari petani dan itu sangat memengaruhi ber-langsungnya rezim, katakanlah Bush atau Clinton pada masaitu, dan subsidi itu susah sekali untuk mereka turunkan.Demikian juga di Uni Eropa. Mereka memberikan subsidi yangbesar, akibatnya produk-produk dari negara-negara ber-kembang susah menembus pasar mereka.

Sebenarnya mereka tidak terlalu unggul dalam pertanian.Tapi karena subsidi, mereka bisa bersaing di harga, dan itu yangmenjadi barrier yang sebenarnya bagi negara-negara berkem-bang. Tidak ada kesepakatan di sini. Amerika Serikat dan UniEropa ingin supaya produk-produk mereka yang bersubsidi itumasuk ke negara berkembang, sementara negara berkembangmengatakan “Tidak, harus dibuka dulu semuanya, sehinggabarang-barang kami juga bisa masuk.” Ini tidak akan teratasi.

GLOBALISASI, SEKALI LAGI

109

Page 126: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Tapi globalisasi itu sendiri tidak akan bisa dihindari. Ia akanterjadi dengan sendirinya, dengan atau tanpa WTO.

Saya melihat ada kecenderungan untuk menghabiskan ter-lalu banyak energi dalam perundingan-perundingan semacamitu. Karena segala macam perundingan multilateral seperti itusangat rentan terhadap penyelewengan oleh para pesertanya,apalagi tanpa mekanisme denda dan sebagainya. Ia juga cen-derung mengarah ke semacam kartel—kartel negara-negaraberkembang melawan kartel negara-negara maju. Sementara dikalangan negara berkembang sendiri variasinya besar sekali, ja-di masing-masing punya interes.

Saya sendiri berharap kerja sama di tingkat ASEAN duluyang diupayakan. Ini akan lebih mungkin berhasil ketimbangmereka misalnya langsung menghantam globalisasi. Sementaraitu negosiasi-negosiasi bilateral harus terus bisa dijalankan.Misalnya antara Indonesia dan Amerika. Indonesia bisa mem-berikan upah yang murah, kemudian keduanya melakukan nego-siasi bilateral. Tapi kalau mengharapkan itu dalam konteks WTO,saya agak skeptis tahun 2013 subsidi pertanian sudah hilang.

Tapi, sekali lagi, globalisasi itu sendiri tak terelakkan. Kitatidak perlu mencari argumen yang canggih-canggih untukmemahaminya, cukup melihat sekeliling kita. Lihatlah orang-orang yang memakai busana yang bukan buatan dalamnegerinya; mereka yang memanfaatkan teknologi informasi,teknologi komunikasi, transportasi; semua itu tidak akan adatanpa apa yang kita sebut globalisasi, yang terus kita serang ini.Bahkan ketika semua orang pergi ke Hongkong untukmendemonstrasi WTO, sebenarnya mereka telah menggunakanproduk-produk globalisasi.

Saya pernah mengatakan kepada seorang teman yang sangatantiglobalisasi, dan sangat mendukung sosialisme-komunismedan state planning. Dia bilang, kita perlu orang-orang seperti CheGuevara dan sebagainya, yang dapat membangkitkan semangatrakyat untuk melawan globalisasi. Saya bilang, “Saya juga sukatokoh-tokoh seperti Che Guevara. Tapi Che Guevara itu bisaterkenal di mana-mana karena globalisasi….”

MEMBELA KEBEBASAN

110

Page 127: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Ada seorang kawan dari LSM yang marah sekali ketika diamendengar ada LSM lain yang menjadi begitu besar. Dia sebutbeberapa LSM internasional yang sangat besar itu sebagai“pengkhianat”. “Kenapa?” tanya saya. “Karena mereka telahmengindustrialisasikan LSM,” jawabnya. Saya katakan, “KalauAnda memperjuangkan sesuatu dan Anda tidak bisa menjadibesar; Anda mengharamkan diri menjadi besar, dan hanyaberhubungan dengan teman-teman lain yang seide denganAnda, kapan Anda akan berhasil?”

Mengapa muncul kontradiksi-kontradiksi seperti itu?Apakah karena mereka tidak mengerti esensi globalisasi atausekadar karena mereka mencampuradukkannya dengan ang-gapan bahwa globalisasi adalah kendaraan bagi negara majuuntuk semakin memiskinkan negara miskin? Mungkin gabung-an semua itu. Jadi, ada yang memang tidak mengerti, dan adayang mengerti tapi tidak mau menerima. Saya seringkali me-ngatakan bahwa globalisasi itu seperti udara. Itu sebuah feno-mena, sesuatu yang tidak bisa dihindari.

Sebenarnya yang mereka protes itu, dan dalam beberapa halsaya setuju, adalah aktor-aktor di belakang institusi-institusiyang mengelola globalisasi; lebih khusus lagi: orang-orang yangkebetulan sedang duduk di belakang meja di lembaga-lembagatersebut. Mereka, misalnya, paling suka mengutip buku JosephStiglitz, Globalization and Its Discontents. Mereka merujuk bukuitu dalam demontrasi dan aktivitas lainnya, tanpa menyadaribahwa sebenarnya yang dihantam Stiglitz bukanlah globalisasi,melainkan institusi dan orang-orang yang duduk di belakang-nya pada saat itu.

Kalau kita melihat dari sisi ekonomi, sebenarnya salah satufokus yang paling menonjol dalam seluruh diskursus ekonomiadalah masalah kemiskinan. Ekonomi melihat bahwa kemiskin-an bisa dihapuskan, kalau memang pertumbuhan ekonomi kitabagus. Jadi modalnya harus cukup dulu. Dan pertumbuhanekonomi ini didorong oleh kebijakan-kebijakan ekonomi yangbaik. Salah satu yang terkait dengan hal ini adalah soal caramengatur integrasi antarnegara lewat ketiga unsur yang telah

GLOBALISASI, SEKALI LAGI

111

Page 128: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

disebutkan tadi, barang dan jasa, keuangan, serta buruh. Unsuryang ketiga ini juga selalu menjadi pokok perdebatan yang sa-ngat serius. Kita sering baca di koran bahwa orang-orangAmerika marah karena, misalnya, IBM berencana pindah keIndia, dan mempekerjakan orang-orang India. Orang Amerikabilang, itu adalah pencurian pekerjaan mereka. Sebenarnyafenomena ini cerminan dari ketidakberdayaan faktor-faktor pro-duksi dalam melawan kompetisi. Jadi, Amerika sendiri bahkankalah melawan India.

Dalam ekonomi kita selalu punya prinsip, teori, yang me-ngatakan bahwa faktor produksi selalu mencari tempat di manabalas jasa terhadapnya paling tinggi. Sangat rasional. Ini hukumbesi. Kalau faktor produksi yang bernama kapital itu ingin men-dapatkan balas jasa yang besar, dia akan mencari padanan dimana tenaga buruh harganya murah. Jadi IBM pindah ke Indiakarena di sana ia bisa membayar upah yang lebih murah. Tidakada yang salah dengan hal itu. Sebaliknya, orang Amerikamarah, kongres marah lantaran Cina juga mengirimkan buruhbanyak sekali ke seluruh dunia, termasuk ke Amerika. Merekabilang itu adalah “pencurian pekerjaan” mereka. Saya bingungkarena kalau kita lihat lebih jauh sebenarnya hal itu meng-untungkan Amerika, karena secara umum Amerika adalahpemilik modal, bukan buruh. Dengan membanjirnya buruh disana, secara relatif modal menjadi lebih berharga.

Akhirnya, saya tidak menafikan bahwa globalisasi juga mem-bawa hal-hal negatif bersamanya. Seperti sering saya katakan,menyebarnya virus HIV atau flu burung, misalnya, itu juga“memanfaatkan” globalisasi. Tapi ingat, kondisi kita sudahsampai pada titik yang tidak mungkin menutup diri. Kalau kitabicara soal penyakit-penyakit seperti itu, bukankah padaakhirnya obat-obatan untuk mengatasinya juga hanya bisadiperoleh lewat globalisasi?

Yang bisa kita lakukan hanyalah menekan sekecil mungkindampak-dampak negatif globalisasi. Secara umum, buat sayaglobalisasi lebih banyak manfaatnya daripada mudaratnya.(Arianto Patunru)

MEMBELA KEBEBASAN

112

Page 129: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

GLOBALISASI

DI INDONESIA

AP A K E B A I K A N D A N K E B U R U K A N G L O B A L I S A S I B A G I

Indonesia? Bagaimana seharusnya sikap dan posisiIndonesia di era global ini, baik yang terkait dengan pengatur-an-pengaturan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional(IMF) ataupun dengan apa yang disebut sebagai globalisasialamiah dan globalisasi sebagai fenomena yang tak terelakkan?

Seperti pernah saya katakan, semua aktor dalam globalisasimemiliki kepentingan masing-masing. Tidak akan terjaditransaksi tanpa adanya interest masing-masing pihak; selalu adasoal berapa untung dan berapa ruginya. Cuma soal derajatnyasaja yang berbeda-beda. Ketika mereka terlibat dalam suatutransaksi, motivasi mereka, disadari atau tidak, adalah untukmendapatkan keuntungan.

Ketika kita memutuskan untuk membuka sekat-sekat negara,kita sadar bahwa kita akan mendapatkan manfaat dari global-

113

Page 130: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

isasi. Kenapa kita berdagang dengan orang lain? Karena kitaberbeda dari orang lain. Buat apa kita berdagang kalau kitatidak berbeda? Itu prinsipnya. Menurut saya Indonesia punharus melakukan itu karena sebenarnya Indonesia punyabanyak potensi yang memungkinkan untuk dijual, untuk kemu-dian mendapatkan hal lain yang tidak bisa kita produksi secaralebih baik daripada negara lain. Ini kembali membawa kita kekonsep keunggulan komparatif.

Misalnya kita mampu membuat produk-produk pertanianatau tekstil dengan baik. Kita jualan, kita pergi ke Jepang, keEropa atau negara-negara maju lainnya. Anggaplah kita butuhteknologi. Tetapi kita tak bisa menghasilkannya dengan efisien.Kita hanya unggul dalam bidang yang bergantung pada keme-limpahan tenaga kerja, labor intensive. Itulah bidang yang se-harusnya lebih kita eksploitasi. Hasilnya lalu kita “tukar” de-ngan teknologi atau barang lain yang padat modal. Kalau kitamenutup diri, katakanlah dengan niat mau menghasilkan dua-duanya—barang padat modal dan barang padat tenaga kerja—maka akhirnya tidak ada yang jalan, sebab akhirnya jadinyacuma setengah-setengah. Maka lebih baik kita bertukar. Ituprinsipnya. Orang yang berdagang itu saling bertukar apa yangdiproduksi masing-masing pihak. Dan itu selalu akan meng-untungkan semua pihak. Gamblang sekali.

Sayangnya, kita rupanya kurang mampu melihat kesem-patan-kesempatan itu. Padahal ada banyak sekali di depan ma-ta, tapi tidak kita sadari. Dan kadang-kadang kita tidak bisamenggunakan kartu kita untuk bernegosiasi. Lalu ada yang bi-lang, sebenarnya Indonesia tidak punya keunggulan komparatifsama sekali; kita pun kalah dari Thailand, dan seterusnya.Padahal, sekali lagi, prinsipnya adalah: siapa pun dia, bagai-manapun miskinnya, selalu punya keunggulan komparatif.Apalagi kita yang katanya “kaya raya”.

Lihatlah kisah Bangladesh dan Korea. Dulu, yang menguasaipasar tekstil adalah Korea, lewat Daewoo (sekarang kita kenalDaewoo sebagai pemain teknologi komputer; dulu dia raja teks-til). Amerika dan Eropa ketakutan karena mereka tidak bisa

MEMBELA KEBEBASAN

114

Page 131: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

menyaingi Korea dalam menekan harga faktor produksi.Mereka lalu melakukan embargo terhadap Korea; tekstil merekatidak bisa masuk pasar Amerika dan Eropa (seperti situasisekarang untuk produk pertanian). Apa yang dilakukan Korea?Mereka merekrut sekitar 150 orang dari Bangladesh (denganupah yang lebih murah lagi). Mereka ini dilatih untuk men-jalankan mesin-mesin tekstil mereka. Lalu Korea mengeksportekstil lewat Bangladesh.

Dan orang-orang Bangladesh itu juga menggunakan otak-nya. Mereka dapat ilmu dari Korea, lalu mereka membangunteknologi pertekstilan sendiri. Lalu kita tahu, Bangladesh men-jadi salah satu raja tekstil.

Hubungan semacam itulah yang harus kita kembangkan.Kita berhubungan dengan orang lain, kita bertransaksi segalamacam dengan interes kita dan mereka pun dengan kepenting-an mereka. Salah satu yang dapat kita ambil adalah penge-tahuannya, untuk kita terapkan di Indonesia. Kalau Bangladeshbisa, kenapa kita tidak bisa?

Di sini sebenarnya ada ruang bagi peran pemerintah. Jarang-jarang kita mau memberikan ruang pada pemerintah dalamekonomi pasar. Tapi sebenarnya ruang itu ada, yaitu membantupasar supaya jalan, bukan untuk merusak pasar. Salah satunyaadalah dengan peraturan alih keahlian dan teknologi, lewatnegosiasi. Tentu kita juga perlu hati-hati. Katakanlah kita me-minta Jepang yang bertransaksi dengan kita untuk melatih tena-ga kerja Indonesia selama lima tahun. Tapi kalau kita tidak pu-nya kekuatan lain dalam tawar-menawar, ketika merekamundur, kita yang rugi.

Kita sudah lihat kasus pindahnya pabrik Nike dan Sony kenegara lain. Kenapa mereka pindah? Karena kita, sadar atautidak, ikut dalam sentimen yang diciptakan oleh orang-orangyang mengatasnamakan rakyat, termasuk aktivis-aktivis darinegara maju. Misalnya mereka bilang, Nike itu jelek karenamempekerjakan anak-anak di bawah umur. Lalu pabrik Nike di-tutup. Mereka tidak tahu bahwa di negara-negara berkembangseperti Indonesia, justru itu merupakan salah satu tulang

GLOBALISASI DI INDONESIA

115

Page 132: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

punggung dalam perekonomian. Meksiko pernah mengalamihal serupa, yaitu produk tekstilnya diembargo, padahal baju-baju murahnya waktu itu merajai pasar Amerika.

Bangladesh juga pernah mengalami. Seorang anggota kong-res Amerika mengusulkan supaya melarang impor baju-bajumurah dari Bangladesh. Apa akibatnya? Sebuah penelitian olehLSM internasional sendiri (Oxfam) menemukan bahwa anak-anak itu, yang oleh kongres Amerika mau diproteksi supayatidak bekerja, bukannya kembali ke rumah atau sekolah. Merekaberkeliaran di jalan-jalan jadi gelandangan, pengemis, bahkantidak sedikit yang menjadi pelacur. Ironis sekali.

Jadi yang salah kaprah itu bukan hanya negara-negaraberkembang. Negara maju pun bisa seperti itu. Di mana-manamemang banyak sekali yang salah kaprah dalam memahamiglobalisasi.

Lalu bagaimana mengatasi salah-paham semacam itu?Mestinya, kalau kita melihat kepentingan bangsa sebagai satukesatuan, tentu idealnya seluruh energi bangsa ini diarahkan kesatu tujuan supaya tujuan itu bisa berhasil dicapai. Saya pikirsalah satu kuncinya adalah belajar bernegosiasi dengan baik,daripada mengalihkan energi untuk melawan globalisasi. Kitaini bangsa yang suka sekali tanda tangan. Kalau lihat dokumendalam rapat-rapat internasional, langsung ditandatangani, tan-pa baca isinya. Setelah itu, waktu untuk shopping.

Padahal, dokumen-dokumen yang dijilid dalam buku-bukutebal itu disusun selama bertahun-tahun oleh para ahlinya.Tentu harus melalui pertimbangan yang serius sebelum kitamenandatanganinya. Kalau sudah ditandatangani, biasanya ki-ta kemudian menyesal.

Ketika Presiden Soeharto menandatangani letter of intent dariIMF, didampingi Michel Camdessus yang bersedekap, semuaorang marah. Itulah salah satu akibat dari tidak membaca de-ngan baik. Padahal sebenarnya kita punya kartu—dan tidak adamakan siang yang gratis. Negara-negara lain akan masuk se-bagai investor hanya ke tempat yang menguntungkan. Dan disitu seharusnya kita bisa melihat bahwa, misalnya, kita kuat di

MEMBELA KEBEBASAN

116

Page 133: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

tenaga kerja. Yang perlu diperjuangkan oleh pemerintah misal-nya adalah keselamatan kerja. Jadi, berundinglah umpamanyadengan pemerintah Singapura ketika mengirim TKI, denganperjanjian jelas bahwa pemerintah Singapura menjamin kesela-matan kerja tenaga kerja kita. Kita jangan terus berfokus padaupah minimum.

Ada pula yang mengusulkan supaya pengiriman buruh mu-rah dilarang dengan alasan martabat bangsa dan sebagainya. Inisalah kaprah yang serius. Kita malas untuk mencoba berdiri didalam sepatu orang lain. Cobalah kita berempati atau berpikirmenurut perspekstif orang lain. Coba kita bayangkan kitaadalah pengusaha Malaysia, misalnya. Kalau yang datang kenegeri mereka adalah tenaga terampil (skilled workers), sebagaipengusaha atau pemerintah Malaysia tentu saya berpikir:Mengapa saya tidak menggunakan skilled workers sendiri, yangsaya miliki dalam jumlah besar? Yang mereka butuhkan adalahunskilled workers. Jadi membatasi unskilled workers Indonesia ker-ja di Malaysia atau Singapura merupakan sesuatu yang salah.Mereka bisa mendapatkan return yang lebih besar di sana ketim-bang di sini. Inilah yang disebut flexible labor market, yang me-rupakan salah satu kunci untuk menghadapi globalisasi.

Kita bisa memahaminya dengan contoh sederhana. Bayang-kanlah misalnya satu rumah tangga di Jakarta yang punya pem-bantu dua orang, dengan gaji masing-masing misalnya Rp 500ribu per bulan. Katakanlah upah minimum di Jakarta adalah Rp1 juta, dan misalkan ada peraturan pemerintah bahwa upahminimum regional (UMR) harus diterapkan juga dalam rumahtangga. Artinya pembantu tersebut harus digaji minimal Rp 1juta. Kita harus mencoba berpikir sebagai majikannya. Kira-kiraapa yang akan dia lakukan?

Kalau dia seorang ibu rumah tangga yang marjinal, tentu diaakan merasa berat untuk membayar kedua pembantunya tadi.Kemungkinan besar dia hanya akan mempekerjakan satu orangsaja, dan memecat yang seorang lagi. Artinya dia mengirim satuorang ke barak pengangguran. Hilanglah satu peluang kerja.Sebab pasar tenaga kerja diproteksi sedemikian rupa, dengan

GLOBALISASI DI INDONESIA

117

Page 134: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

pematokan upah minimum, yang justru merugikan orang yangtidak bekerja.

Seluruh debat tentang upah minimum ini kadang kehilanganfokus. Orang-orang yang memperjuangkan peningkatan UMRitu tidak sadar bahwa sebenarnya UMR hanya menguntungkanorang-orang yang sudah bekerja—bahkan bukan orang-orangyang berada di batas antara dipekerjakan dan tidak dipekerja-kan. Mereka yang berada di posisi ini kemungkinan besar akandipecat. Beberapa waktu yang lalu, misalnya, Indofood meme-cat tiga ribu lima ratus karyawannya. Perusahaan-perusahaanlainnya pun ikut memecati karyawan mereka karena tidak bisamembayar UMR itu.

Seandainya pasar tenaga kerja itu fleksibel, tentu lebih baik.Kembali ke contoh rumah tangga tadi, pemerintah mungkinboleh menganjurkan agar gaji dinaikkan tapi tanpa menetapkanbatas minimum. Si ibu tadi kemungkinan akan menaikkan gajipembantunya dari Rp 500 ribu ke Rp 600 ribu. Kita percaya bah-wa produktifitas itu sama nilainya dengan balas jasanya. Makadia akan bilang pada kedua pembantunya bahwa sebenarnya ditempat lain orang-orang dibayar Rp 1 juta, tapi dia tidak mam-pu. “Saya mau membayar kamu Rp 600 ribu, tapi kamu tidakusah bekerja 12 jam sehari, cukup 7-8 jam saja.”

Apakah itu lebih buruk daripada membiarkan salah seorangpembantu tadi keluar dan jadi penganggur? Jelas itu lebih baikkarena dia masih bisa mendapatkan penghasilan dengan carakerja lebih sedikit dan upah lebih murah. Inilah yang dimaksuddengan flexible labor market. Nah, kenapa para pengusaha agakngeri masuk ke Indonesia? Karena pasar tenaga kerja kita terlalukaku.

Peraturan Indonesia mengharuskan pekerja yang dipecat, de-ngan alasan apa pun—ekstremnya, misalnya, kalaupun pekerjaitu kedapatan mencuri—harus diberi pesangon tiga puluh kaligajinya. Ini termasuk angka yang tertinggi di dunia. Pengusahatentu akan berpikir dua kali sebelum menanam modal diIndonesia. Mereka berpikir, daripada mereka harus terikat de-ngan peraturan yang begitu kaku, lebih baik mereka menanam

MEMBELA KEBEBASAN

118

Page 135: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

investasi di Malaysia, Singapura atau Vietnam. Hal seperti inikelihatannya bagus, karena memperjuangkan nasib buruh, tapisebenarnya bisa backfire, menendang diri mereka sendiri.

Jadi orang–orang yang terlalu memperjuangkan UMR tanpamelihat konteksnya itu sebenarnya terjebak pada egoisme.Mereka ingin mengangkat harkat mereka sendiri tanpa pedulipada nasib orang-orang yang tidak bekerja. Yang terakhir initidak bisa masuk lapangan kerja karena ada disinsentif daripengusaha untuk tidak mempekerjakan orang-orang baru.

Kami melakukan studi secara berkala untuk mengidentifikasibidang apa saja yang merupakan comparative advantageIndonesia. Hasilnya memang bisa diduga, tidak jauh-jauh daripertanian, yang memang labor intensive. Kita jangan terlalumemaksakan bahwa kita mempunyai keunggulan teknologi. Itumasih jauh. Memang kita mulai mengindustri, tapi basisnyatetap pertanian, misalnya agrobisnis yang mulai naik itu. Kitajuga unggul di tekstil tapi kemudian diambil alih lagi oleh Cinakarena buruhnya bersedia dibayar lebih murah—karena pasartenaga kerja mereka yang lebih fleksibel tadi.

Komoditi kita yang sering disebut unggulan misalnya kelapasawit, ternyata masih sedikit kalah dari Malaysia. Mengapa?Dalam hal ini, kembali penyebabnya adalah distorsi.Pemerintah mengenakan pungutan ekspor terhadap CPO (crudepalm oil, minyak sawit mentah), artinya orang-orang yangmengekspor CPO dikenai pajak. Mereka harus bayar yang ting-gi kepada pemerintah. Kembali lagi: ini menjadi disinsentif bagiindustri tersebut. Kita kadang putus asa melihat begitu banyakkesempatan yang akhirnya diblok sendiri dengan peraturan-peraturan seperti itu.

Para birokrat kita mungkin malas melihat jangka yang lebihpanjang, jadi mereka selalu melihat masalah dalam jangka pen-dek; supaya dapat menghasilkan, dan hasilnya langsung keli-hatan. Tentu saja ini menguntungkan bagi politisi, karena lang-sung bisa dilihat oleh rakyat. Tapi sebenarnya mereka sedangmenciptakan bom waktu.

Contoh lain, pemerintah selalu bilang daya saing produk

GLOBALISASI DI INDONESIA

119

Page 136: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Indonesia rendah. Tapi kalau kita masuk ke pabrik-pabrik,seperti di kawasan industri Jakarta Timur, kita lihat bahwa se-benarnya sistem produksi mereka lumayan bagus. Manajemendan sumber daya mereka pun bagus. Lalu, apa yang salah?Kenapa mereka tidak kompetitif? Dari keterangan mereka, kitatahu bahwa yang membuat produk mereka tidak kompetitif ituadalah inefisiensi yang berada di luar kontrol mereka. Ketikabarang-barang ekspor itu dibawa dengan kontainer keluar daripabrik, mereka harus bersaing dengan bis kopaja, metro minidan mobil pribadi. Tidak ada akses langsung dari kawasan in-dustri tersebut ke pelabuhan. Begitu mau masuk tol, mereka ter-jebak kemacetan. Sebenarnya jika tidak dihambat kemacetan,mereka mungkin bisa melakukan 40-50 delivery. Kemacetanmembuat mereka hanya bisa melakukan 10 hingga 20 kali.Kerugiannya luar biasa.

Setelah mereka sampai di pintu pelabuhan, begitu lagi:macet. Lalu disodori macam-macam dokumen; yang resminyamungkin cuma empat atau lima macam, tiba-tiba jadi mem-bengkak. Untuk masing-masing dokumen, mereka harus bayar.Pengusaha merasa ini tidak adil, dan berat kalau harus menang-gung biaya-biaya itu sendirian. Lalu mereka bagi beban itukepada konsumen dengan cara menaikkan harga. Inilah yangmenjelaskan kenapa kita tidak kompetitif.

Kita juga menghargai hal-hal baik yang sudah dilakukan pe-merintah. Misalnya dengan apa yang disebut Paket Oktobersetelah kenaikan harga BBM baru-baru ini. Itu bagus. Itu insen-tif yang bisa ikut mengurangi biaya di pelabuhan dan juga me-ngurangi jumlah jembatan timbang. Jembatan timbang kitabanyak sekali, dan tiap melewatinya truk harus bayar. Kalaudikurangi, itu positif. Jembatan timbang itu mungkin tidak per-lu dihapus sama sekali, karena ada juga argumen yang masihbisa diterima, bahwa tujuan awal diadakannya jembatan tim-bang adalah untuk melindungi jalan dari kerusakan kalau muat-an truk terlalu besar. Tapi kalau jumlahnya terlalu banyak, ia ja-di tempat pungli.

Undang-undang perpajakan juga harus diperbaiki. Revisi itu

MEMBELA KEBEBASAN

120

Page 137: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

akan menciptakan iklim investasi yang lebih baik. Pasal atauayat-ayat UU Perpajakan itu banyak yang lucu. Misalnyadikatakan bahwa sanksi terhadap pelanggaran harus diganjardengan denda Rp 5 juta sampai 50 juta. Ini rentang yang besarsekali, dan tentu saja membuka ruang untuk “negosiasi”.(Arianto Patunru)

GLOBALISASI DI INDONESIA

121

Page 138: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

122

Page 139: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

BAGIAN TIGA

MengapaDemokrasiLiberal?

Page 140: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

124

Page 141: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

DEMOKRASI

DEMOKRASI ADALAH SEBUAH PEMERINTAHAN DARI RAKYAT,oleh rakyat, dan untuk rakyat. Begitulah pemahaman

yang paling sederhana tentang demokrasi, yang diketahui olehhampir semua orang. Lebih canggih sedikit, ada pula orangyang membedakan antara “demokrasi substantif” dan“demokrasi prosedural”. Mereka yang tidak puas, biasanyamengatakan bahwa demokrasi secara prosedural memang su-dah terpenuhi, tapi substansinya belum, padahal “demokrasisubstantif” itulah yang sejati dan karenanya harus diciptakan.

Definisi demokrasi yang lazim tersebut—pemerintahan darirakyat, oleh rakyat, untuk rakyat—sebenarnya definisi yangproblematis dilihat dari kenyataan yang hidup di masyarakat. Iamerupakan definisi lebih normatif, bukan definisi yang betul-betul mengacu pada sebuah entitas riil, kenyataan yang ada didalam masyarakat. Mengapa problematis?

125

Page 142: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Karena kenyataannya rakyat tidak memerintah. Kadang-kadang, dalam praktiknya, bahkan rakyat dalam demokrasi ju-ga tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan. Maka kalaukita memahami demokrasi sebagai fakta nyata yang ada dalamsejarah umat manusia di manapun, terutama di masyarakatmodern dewasa ini (karena sebelum zaman modern praktikdemokrasi tidak ada, termasuk di Yunani kuno dulu), sebetul-nya bukanlah demokrasi yang sejati. Demokrasi seperti yang ki-ta kenal sekarang ini relatif baru, produk abad ke-19; atau lebihtepat lagi: produk abad ke-20.

Nah, pengertian demokrasi sekarang ini sebenarnya meng-acu pada prosedur, pada cara rekrutmen orang untuk mengisijabatan-jabatan publik yang strategis, dengan melibatkan parti-sipasi masyarakat seluas mungkin. Jadi, yang khas dalam demo-krasi memang adalah prosedur itu. Kalau ada orang menyebut“demokrasi prosedural”, itu hanya pleonasme, redundant,menambahkan kata sifat yang tak perlu. Sebab demokrasi me-mang menyangkut prosedur, dan karena itu dengan sendirinya“prosedural”.

Sedangkan apa yang disebut “demokrasi substantif” itu se-benarnya merupakan istilah untuk merespon pandangan ataugagasan-gagasan yang berada di luar demokrasi. Mereka, misal-nya, bicara bahwa demokrasi adalah “kekuasaan oleh rakyat”,dan yang dimaksud rakyat adalah masyarakat kelas bawah.Argumen lanjutannya: demokrasi adalah sebuah prosedur un-tuk mencapai tujuan dan kepentingan masyarakat bawah. Idealseperti ini dalam praktiknya diwujudkan misalnya dalam sis-tem komunisme. Sistem komunis itulah yang, menurut versi ini,merupakan demokrasi yang sesungguhnya, setidaknya sebagaisalah satu versi dari demokrasi substantif.

Padahal, ketika kita bicara tentang substansi, sebenarnya ialebih mengacu pada produk, isu, policy, pada kebijakan yangdibuat oleh pemerintah. Jadi, pertanyaannya adalah: apakah se-buah kebijakan lebih berorientasi pada rakyat kebanyakan, kelasbawah, atau pada masyarakat umum, terlepas dari kelasnyaapa? Jadi sebenarnya lebih berkonotasi preferensi kebijakan,

MEMBELA KEBEBASAN

126

Page 143: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

bukan esensi dari demokrasi itu sendiri. Kenapa? Karena orang bisa membuat sistem yang mengacu pada ke-

pentingan orang banyak, tanpa harus berdemokrasi. Sebutlahmisalnya kasus Singapura. Singapura itu negara otoritarian.Tapi pemerintahnya sangat mengacu pada kepentingan orangbanyak; hukum dijalankan dengan baik, korupsi sangat rendah,dan seterusnya. Tapi Singapura itu bukan negara demokrasi.Sebab prosedur untuk rekrutmen pejabat-pejabat publik tidakdilakukan dengan partisipasi orang banyak. Lain halnya denganIndia, misalnya. India disebut demokrasi, walau masyarakatnyamiskin, kota-kotanya compang-camping, dan seterusnya. Sebabprosedur untuk rekrutmen para pejabat publiknya dilakukandengan partisipasi masyarakat seluas-luasnya.

Partisipasi itu mensyaratkan adanya hal yang sangat funda-mental: kebebasan. Jadi, fondasi demokrasi adalah kebebasan.Demokrasi tak mungkin ada tanpa adanya kebebasan. Dalamhal ini, kebebasan pertama-tama berarti kebebasan bagimasyarakat biasa untuk ikut berpartisipasi dalam memilih peja-bat-pejabat publik tersebut—selain bahwa rakyat sendiri atauindividu-individu yang ada di masyarakat, terlepas dari apa ke-las sosial dan agamanya, juga punya hak untuk dipilih. Bahwadalam kenyataan misalnya yang menang adalah elite, itu adalahsoal lain.

Dalam kenyataan, yang menguasai sumber daya untuk men-dapatkan jabatan-jabatan publik tersebut tidak bisa dipisahkandari elite tadi. Merekalah yang kemudian mengisi kesempatan-kesempatan itu. Begitulah sejarah demokrasi berjalan. Jadi kalaudikatakan bahwa rakyatlah yang berkuasa, itu problematis; ter-lalu normatif, tidak bertolak dari fakta-fakta dalam sejarahdemokrasi.

Ada kritik yang lazim terdengar, terutama dari mereka yangberhaluan kiri, populistik, sosialistik atau komunistik, bahwademokrasi—yang tentunya bermakna prosedural itu—dengansendirinya tidak adil. Preferensi mereka adalah mengakomodasisuara masyarakat bawah, sementara dalam demokrasi suararakyat bawah sering tidak didengar. Masalah ini terpecahkan

DEMOKRASI

127

Page 144: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

lewat persaingan antara para elite itu sendiri, sebab masing-masing elite membutuhkan legitimasi dan dukungan. Makakompetisi antara elite-elite itu akan melahirkan kompetisi pro-gram, agenda, dan seterusnya. Karena mereka membutuhkandukungan dari publik yang sangat luas, maka demokrasi secarainheren akan melahirkan program-program yang populer.Kalau tidak, dia tidak akan dipilih oleh masyarakat.

Di situlah demokrasi memberi ruang, memberi prosedur un-tuk persaingan. Persaingan ini mensyaratkan adanya kebe-basan. Dengan demikian kemudian, dengan adanya persaingantersebut, terbukalah pilihan-pilihan. Pilihan yang paling baikadalah yang populer di masyarakat. Maka dengan sendirinyademokrasi harus memerhatikan masyarakat. Ini bukan berartidengan sendirinya dan secara nyata semua masyarakat kemudi-an akan berkuasa. Dalam kenyataan, masyarakat merupakankomponen yang memungkinkan persaingan-persaingan di an-tara para elite menjadi terbuka. Mereka kemudian harus mem-beri opsi-opsi yang lebih banyak untuk memperbaiki satu sis-tem, untuk membuat kebijakan-kebijakan yang lebih baik de-ngan adanya prosedur tersebut. Kalau tidak ada prosedur itu,maka alternatif-alternatif, cara-cara kita untuk mencari kemung-kinan-kemungkinan yang lebih baik, akan tertutup. Tidak adademokrasi yang mampu menghasilkan kebijakan sekali-jadi.

Yang ada adalah rumusan-rumusan yang sangat romantis,seperti yang dibangun dalam sistem komunisme yang, misal-nya, membayangkan masyarakat tanpa kelas sebagai landasanagendanya, dan karenanya kemudian ia membenarkan adanyadiktator proletariat, yang dianggap sebagai situasi temporal.Komunisme membuat klaim seolah-olah Lenin, Marx, atau Maomerepresentasikan kepentingan masyarakat. Padahal, yangmereka maksud masyarakat adalah masyarakat yang merekabayangkan, bukan masyarakat yang sesungguhnya. Dalamkenyataannya, kita sudah menyaksikan apa yang kemudian ter-jadi. Tujuan mulia tersebut diterjemahkan menjadi bencana ter-besar bagi umat manusia dalam sejarah. Komunisme, sebuahsistem yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan,

MEMBELA KEBEBASAN

128

Page 145: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

kemudian ambruk di mana-mana. Kembali ke soal persaingan di kalangan elite dalam

demokrasi, adalah mungkin bahwa mereka—walaupun elite—memperjuangkan kepentingan-kepentingan kalangan bawah.Sebab mereka membutuhkan dukungan, legitimasi, pembe-naran dari masyarakat. Bukan karena mereka malaikat yangmau membantu rakyat. Demokrasi yang nyata memang sepertiitu. Saya tidak menganggap bahwa elite adalah orang-orangyang punya hati bersih. Sebab saya melihat demokrasi bukan se-cara normatif.

Ada pula orang-orang, biasanya kaum elite lama, yang cen-derung ragu-ragu menerima demokrasi. Mereka menilaidemokrasi yang berkembang sekarang ini terlalu liar, kebablasandan sebagainya, lalu mengajukan argumen bahwa demokrasisebetulnya adalah milik budaya Barat. Asal-usulnya dariYunani, dan sekarang pun yang paling banyak mempraktikkan-nya adalah negara-negara Barat. Kalau kita lihat sejarahdemokrasi, saya kira argumen semacam itu ada benarnya.Gagasan dan praktik demokrasi memang berasal dari Barat. Iniharus diakui, tidak bisa dimungkiri.

Tapi apakah sesuatu yang datang dari Barat, kebetulan per-adaban Barat, atau wilayahnya ada di Barat, misalnya, niscayatidak ada manfaatnya dan tidak akan cocok dengan peradabanlain? Hal yang sama sebenarnya terjadi pada ilmu dan tekno-logi, pada komputer atau agama. Agama pun, misalnya agamamasyarakat kita yang mayoritas Islam, sebenarnya berasal dariBarat; dalam pengertian di luar negeri kita. Timur Tengah ituadalah Barat, dilihat dari posisi negeri kita.

Jadi, persoalannya bukan Barat dan Timur atau Utara danSelatan, tapi sejauh mana hasil dari sebuah peradaban itu ber-guna atau dipandang bisa membantu untuk memperbaikikehidupan kita, dalam hal ini terutama kehidupan politik.Sekarang ini tidak ada sistem apa pun dan di manapun di duniayang dipandang dan dinilai oleh masyarakat yang lebih praktisdan lebih mungkin membantu kita untuk mencapai tujuan-tuju-an masyarakat, selain demokrasi. Setidak-tidaknya sampai

DEMOKRASI

129

Page 146: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

tahap sejarah sejauh ini. Di masa lalu, yang dominan mungkin adalah sistem kerajaan

dan sejenisnya, atau dalam Islam ada sistem khilafah dansemacamnya. Sistem-sistem seperti itu dimungkinkan berlakukarena masyarakat waktu itu lebih sederhana, jumlahnya lebihsedikit, bisa dikelola dengan mudah. Bentuk-bentuk masyarakatdan juga budayanya kemudian berubah. Masyarakat di masalalu relatif homogen; yang disebut warga negara belum ada.Yang ada hanya subjek, kawula, bukan warga negara, bukan ci-tizen. Proses sejarah kemudian melahirkan citizen. Anggotamasyarakat yang kemudian menjadi citizen itu punya sejumlahciri: relatif memiliki aspirasi, punya keinginan, bisa mengambilkeputusan sendiri, dan relatif otonom; terlepas dari apa dan dimana peradaban yang melahirkannya. Tentu saja ada faktorevolusi sejarah dalam prosesnya. Ada wilayah-wilayah tertentuyang memunculkan proses lebih cepat, ada yang lebih lambat.

Munculnya citizenship (kewarganegaraan) atau citizen tidakbisa lagi diakomodasi oleh sistem selain demokrasi. Hanyademokrasilah yang bisa mengakomodasinya. Jika kehadiranmereka tidak diakomodasi dengan demokrasi, yang akan terja-di adalah kekerasan. Itulah yang terjadi pada sistem non-demokrasi, yaitu aspirasi yang muncul untuk berpartisipasi itudirepresi. Kemudian yang terjadi adalah kekerasan, penindasanoleh negara terhadap anggota masyarakat tersebut. Kemudianhal-hal yang tidak kita inginkan bisa terjadi. Di wilayah Asia,sekarang hal semacam itu masih terjadi, misalnya di Myanmar.Juga di kawasan Timur Tengah.

Tapi, perlahan-lahan, kita lihat negara-negara Timur Tengahpun mulai terbuka. Di Mesir, misalnya, sudah dibuat referen-dum, yang menghasilkan aturan bahwa presiden akan dipilihsecara langsung. Yordania sudah mulai terbuka, ditandai de-ngan adanya parlemen. Walaupun bertahap, arah perkembang-an di negeri-negeri itu mulai ke sana. Makin jelas aspirasi umumbahwa demokrasi memang merupakan tuntutan zaman, tuntut-an peradaban manusia. Bukan Barat, bukan Timur.

Dalam demokrasi Indonesia dewasa ini memang makin

MEMBELA KEBEBASAN

130

Page 147: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

sering muncul kekerasan, bukan terutama oleh negara, tapi olehsesama warga negara. Orang mengeluh bahwa sejak Reformasi,yang membuka ruang kebebasan, orang-orang cenderung bebasdan kekerasan ada di mana-mana. Apa yang disebut bentrokanhorizontal, benturan antarmasyarakat, terjadi dalam skala yangbagi banyak orang mulai mencapai tingkat yang mencemaskan,dan oleh karena itu mereka cenderung mulai menyalahkandemokrasi itu sendiri.

Tapi sebenarnya kita harus fair. Dulu memang jarang terjadikonflik horizontal dan lain-lain itu karena pemerintah OrdeBaru melakukan represi. Sampai kapan negara mampu melaku-kannya? Kenyataannya akhirnya ia tidak mampu; akhirnya iahancur juga. Ternyata kebebasan tidak bisa dibendung.

Represi negara itu sendiri merupakan sebentuk kekerasansistematis. Cuma polanya vertikal. Sementara di dalamdemokrasi, kemungkinan kekerasan yang terjadi adalah konflikhorizontal. Itu terjadi tidak hanya di Indonesia, tapi juga diIndia dan di negara-negara Eropa Timur yang baru, termasukbekas Uni Soviet. Konflik semacam ini makin besar kemung-kinannya jika pembelahan etnik atau agama sangat tajam.Karena itu demokrasi akan mudah matang dan mencapai tujuanyang diharapkan kalau ada komponen-komponen yang tumbuhdi dalam masyarakat sendiri, yaitu budaya tentang kebebasan.

Kebebasan harus dibedakan dari anarki. Di dalam kebebasansebetulnya inheren terdapat unsur toleransi, penghargaan ter-hadap perbedaan, pluralisme. Kalau kebebasan tidak mengan-dung unsur-unsur itu, yang akan muncul adalah anarki. Iniakhirnya tergantung kepada masyarakat, dan terkait denganbudaya yang ada di dalam masyarakat itu sendiri. Tergantungpada sejauh mana masyarakat sudah siap melihat kebebasan,melihat perbedaan, menanggapi pluralisme yang tumbuh didalam masyarakat.

Pada dasarnya demokrasi adalah sistem yang sekuler.Karena itu, kalau demokrasi misalnya disubordinasikan dibawah satu paham tertentu—entah yang sekuler seperti komu-nisme ataupun yang tidak sekuler seperti paham keagamaan

DEMOKRASI

131

Page 148: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

tertentu—maka demokrasi sebagai sebuah prosedur dengansendirinya akan macet. Maka demokrasi harus dibebaskan daripensubordinasian semacam itu. Jadi yang harus diperjuangkanadalah pemantapan demokrasi yang sungguhan, yaitu sebagaisebuah prosedur.

Soal kemudian prosedur itu akan diisi apa, tergantung siapananti yang dipilih oleh rakyat. Elite A punya agenda X, elite Bpunya agenda Y, lalu keduanya dikompetisikan. Misalnya Ayang mendapatkan dukungan rakyat, nanti setelah lima tahundia dinilai lagi oleh masyarakat: apakah agenda-agenda A ter-sebut bagus atau tidak, dipenuhi atau tidak. Masyarakat akanbertindak sebagai hakim. Kalau si A dinilai tidak memuaskanatau salah, dia tidak boleh meneruskan agenda-agendanya.

Jika prosedurnya sendiri tidak dijaga, maka kemungkinanuntuk memperbaiki kesalahan tersebut akan hapus. Di situlahkembali muncul kaitannya yang kuat dengan kebebasan tadi.Jadi, kebebasan adalah fondasi bagi prosedur-prosedur tersebut.Sebab tidak akan mungkin ada kompetisi yang bebas, yang ter-jadi di antara kelompok-kelompok kepentingan di dalammasyarakat, kalau tidak ada kebebasan, pluralisme, toleransi.Inilah yang merupakan prasyarat-prasyarat kultural bagi tum-buhya prosedur demokrasi.

Budaya kebebasan itu sendiri bukan sesuatu yang given, ter-beri; bukan suatu historical determinism. Kultur itu bisa tumbuhdari proses belajar yang terus-menerus. Di Eropa, di masa-masaawal tumbuhnya demokrasi, kekerasan juga terjadi. Di Amerikasampai sekarang kekerasan semacam itu masih terjadi. Tapibagaimanapun, sampai batas tertentu kekerasan itu pada akhir-nya berkurang. Demokrasi Amerika tahun 1920-an, misalnya,berbeda kualitasnya dengan demokrasinya sekarang. DiPrancis, yang memulai demokasi dari revolusi, pun ada ke-kerasan; seperti juga di sini, yang memulai demokrasi sejak run-tuhnya Soeharto. Terjadi konflik, penjarahan, dan sebagainya.Awalnya begitu. Nanti semua masyarakat yang belajar dari pen-galaman seperti itu akan menyadari bahwa hal itu tidak benar.

Toleransi, bagaimanapun, dibutuhkan untuk membangun

MEMBELA KEBEBASAN

132

Page 149: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

sebuah sistem demokrasi. Kenapa demokrasi? Karena, sekali la-gi, tidak ada alternatif lain yang lebih baik untuk mengelola per-bedaan tersebut. Kalau tidak kembali ke demokrasi, kita mau kemana?

Semua ketidakberesan yang kita alami sekarang ini adalahharga yang harus dibayar dan dipelajari. Semua itu bagian dariproses kita untuk menjadi lebih dewasa dalam berdemokrasi.Sikap toleran, kebiasaan menoleransi, menerima pluralisme,dan seterusnya, adalah hasil dari sebuah proses yang tentu sajatidak mudah. Tapi di dalamnya harus ada perjuangan ke arahitu. Di sinilah perbedaan demokrasi dari sistem lain, misalnyaotoritarianiasme.

Demokrasi, terutama bagi pemula—mereka yang baru mulaimenerapkan demokrasi—memang bisa menumbuhkan ketidak-sabaran masyarakat. Demokrasi itu terlalu bertele-tele, ber-tengkar, berdebat berlarut-larut. Inilah aspek kelemahannyakalau mau dilihat dari sisi keharusan efisien dan efektif bagi se-buah pemerintahan. Demokrasi juga tidak menjamin pencapai-an secara persis tujuan-tujuan yang diinginkan oleh masyarakat.Yang terjadi dalam demokrasi adalah sebuah pergumulan terus-menerus, tawar-menawar tanpa henti, trial and error. Tidak adayang sempurna di dalamnya. Banyak sekali celah dan lubangyang membutuhkan waktu panjang untuk menutupnya, untukbelajar memperbaikinya.

Karena itu hal-hal tersebut harus benar-benar disadari; bah-wa demokrasi bukanlah pekerjaan yang gampang. Tidak adajanji-janji yang mudah dipenuhi. Kalau dalam kampanye adakandidat yang mengumbar janji-janji muluk, perlu dipahamibahwa pewujudan janji-janji itu tidak gampang. Tapi masya-rakat harus sadar bahwa itu bagian dari bargaining yang saya se-but tadi, yaitu tawar-menawar dari para elite politik yang ber-saing. Namun para elite juga harus sadar bahwa kalau terus-menerus seperti itu, terus-menerus mereka gagal memenuhijanji-janji kampanye, hal itu akhirnya juga bisa mendelegitimasidemokrasi itu sendiri.

Maka harus ada tuntutan terhadap para elite untuk

DEMOKRASI

133

Page 150: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

memenuhi syarat minimal dari janji-janji tersebut, setidak-tidak-nya menurut penilaian masyarakat; bahwa apa yang dijanjikantersebut dicapai, walaupun tidak sepenuhnya. Ini akan mem-perkuat demokrasi itu sendiri. Bila tidak, legitimasi demokrasitersebut, dari sisi masyarakat, kemudian menjadi lemah. (SaifulMujani)

MEMBELA KEBEBASAN

134

Page 151: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

DEMOKRASI DAN

LIBERALISME

LIBERALISME ADALAH PAHAM YANG BERUSAHA MEMPERBESAR

wilayah kebebasan individu dan mendorong kemajuansosial. Jadi, liberalisme dan demokrasi sekarang ini umum di-anggap sebagai dua hal yang tak terpisahkan dan tak terelak-kan, terutama dalam tata pemerintahan dan masyarakat. Nah,masalahnya banyak sekali tantangan yang dihadapi liberalismedan demokrasi. Misalnya, baru-baru ini Majelis UlamaIndonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang mengharamkan pa-ham ini, selain pluralisme, sekularisme dan lainnya. Dalambidang ekonomi juga demikian. Tradisi kita rupanya banyakyang antiliberal, yang mungkin dikaitkan dengan kolonialismedan sebagainya.

Demokrasi berarti kekuasaan rakyat, dan liberalisme meru-pakan paham kebebasan, artinya manusia memiliki kebebasanatau, kalau kita lihat dengan perspektif filosofis, merupakan tatapemikiran yang landasan pemikirannya adalah manusia bebas.

135

Page 152: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Bebas, karena manusia mampu berpikir dan bertindak sesuaidengan apa yang diinginkan. Dia tahu apa yang dia inginkan;dia merasa dia memiliki hak untuk bertindak sesuai apa yangdia inginkan. Jadi, cita-cita dasarnya adalah mulia, dalam artiliberalisme sebagai paham pemikiran yang optimistis tentangmanusia.

Liberalisme percaya akan kemampuan manusia untukberpikir sendiri, tidak perlu diatur oleh orang lain, tidak perludipaksa oleh orang lain. Manusia mampu memahami apa yangbaik bagi dirinya dan mampu bertindak. Jadi, ini yang meng-herankan saya kenapa paham ini ditentang dan dianggap se-bagai seks bebas dan perilaku bebas. Dan kalau bicara tentangkebebasan atau menyangkut hal yang bebas, orang biasanyamengasosiasikannya dengan hal yang jorok atau berkonotasinegatif, padahal artinya sama dengan merdeka. Bangsa bebas,manusia bebas, dan bukan bangsa yang jorok.

Bangsa merdeka dan manusia merdeka itu berada dalamtataran yang sama, walaupun unitnya berbeda. Kenapa bangsaharus merdeka dan perlu merdeka dan baik jika merdeka, tapijika individu yang merdeka dianggap jorok, berbahaya, dankemudian harus dibatasi? Ini kadang-kadang bersumber dariketidakpahaman yang agak sistematis terhadap paham-pahammodern.

Kalau kita kaitkan dengan demokrasi, keduanya (demokrasidan liberalisme) tidak langsung berhubungan. Demokrasi bisatidak liberal, bisa juga liberal. Makanya pendidikan liberal per-lu bagi demokrasi. Karena demokrasi bisa mengandung unsuryang illiberal, bisa juga yang liberal. Kalau kita lihat hubungankeduanya, demokrasi modern bisa tumbuh dengan sehat danlanggeng kalau ia mengadopsi unsur-unsur yang liberal, dalampengertian bahwa jika manusia yang diatur sistem demokrasiitu adalah manusia-manusia yang mandiri, yang mampumemilih bagi dirinya sendiri, yang tahu tentang apa yang baikdan apa yang tidak baik. Singkatnya, inilah apa yang disebutsebagai demokrasi liberal.

Kalau kita berbicara lebih lanjut mengenai paham liberal, ada

MEMBELA KEBEBASAN

136

Page 153: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

pertanyaan: jika semua manusia bebas bertindak, bebas me-lakukan apa yang dia inginkan, bagaimana jika terjadi ben-turan? Makanya, pemikir-pemikir liberal datang dengan formu-la bahwa Anda bebas sebebas-bebasnya selama Anda tidakmengancam, mengganggu, membahayakan orang lain. Artinyabatas kebebasan Anda adalah kebebasan orang lain. KebebasanAnda berhenti manakala Anda sudah mengancam kebebasanorang lain. Itu saja formulanya. Sangat simpel dalam segi teo-retis, tapi tentu saja dalam praktik tidak demikian.

Contohnya: apakah rokok membahayakan orang lain? Jikamembahayakan, perlu dilarang atau tidak? Itu formulasi prak-tis. Tapi ide dasarnya adalah: sejauh Anda tidak membahayakanorang lain, Anda bebas. Anda tidak bebas menipu saya, Andatidak bebas menghukum saya, Anda tidak bebas membunuhsaya. Karena orang lain memiliki kebebasan pula. Tetapi untukmemilih isteri, sekolah, pacar, baju, rumah tinggal, Anda bebas.Itulah dasar pemikiran liberal, walaupun tidak dikatakan. Andabebas untuk bekerja di manapun Anda suka, Anda bebas jugauntuk memilih agama Anda. Untuk anak saya, saya dapatberkata “kamu harus ikut saya.” Tetapi, jika Anda sahabat saya,tetangga saya, atas dasar apa Anda harus ikut agama saya?Anak saya pun, jika dia sudah berumur 13 tahunan, saya tidaklagi berhak mengharuskan dia ikut agama saya. Jadi, kita perlumemperlakukan orang lain tidak sebagai anak kecil.

Kebebasan, sebagaimana segala sesuatu dalam hidup, selalumengandung risiko. Orang tidak langsung tahu apa yang diainginkan, berlaku sesuai dengan apa yang dia anggap baik.Orang memperlukan proses atau waktu untuk pembelajaran.Orang kadang-kadang baik dan kadang-kadang jahat. Kalau ki-ta melihat potret kehidupan manusia, ada yang di masa muda-nya nakal, kemudian dia tumbuh menjadi dewasa dan baik,atau sebaliknya. Orang pasti akan berubah-ubah, tetapi selaluada ruang untuk belajar, untuk bereksperimen. Ada orang yangdipaksa-paksa dengan sistem otoriter tetap menjadi liar. Jadi,tidak ada sistem yang dapat menjamin tidak ada orang yangnakal dan liar di dalamnya.

DEMOKRASI DAN LIBERALISME

137

Page 154: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Tetapi, dalam sistem yang menganut asas-asas liberal, adasarana dan metode yang dapat menjamin manusia secara umumuntuk menentukan apa yang mereka inginkan. Kalaupun adapenyimpangan (anomali), ada sistem untuk memperbaiki mere-ka, seperti sistem hukum, penjara, dan sebagainya. Kalau itutidak dicakup oleh sistem hukum, ada pula yang dinamakansanksi sosial, dan ini selalu melekat dalam masyarakat. Tetapisebagai gagasan, liberalisme modern adalah salah satupenopang sistem demokrasi liberal.

Sistem-sistem lain, misalnya otoritarianisme, pada akhirnyamengekang kebebasan manusia. Ada negara-negara yangberhasil memajukan warganya, tapi tidak menganut sistemdemokrasi dan tidak liberal, seperti Singapura. Singapuramemang negara yang sejahtera, sistem hukum dan ketaatanwarganya terhadap hukum lebih baik dibanding Indonesia,yang secara formal demokrasi. Singapura tidak kalah dibandingAmerika dalam hal pelaksanaan dan ketaatan pada hukum.Tapi di Singapura tidak ada sistem yang dapat menjaminkebebasan seseorang pada tingkat politik. Tidak berarti bahwaSingapura tidak liberal. Ada masyarakat yang lebih ekstrem dimana negara masuk terlalu jauh dalam pengaturan kehidupansosial. Singapura memang mengatur kehidupan sosial dalammasyarakatnya, tapi tidak masuk terlalu jauh.

Sistem lainnya, misalnya di Arab Saudi, masih mengaturbagaimana seharusnya seorang wanita berpakaian. Itu lebihekstrem dibanding negara-negara lainnya. Wanita dibatasikebebasannya dalam hal menentukan pilihannya, misalnyadalam memilih sekolah. Saya kira hal itu tidak akan berjalanterlalu lama, karena sudah menjadi kodrat manusia modernuntuk terus-menerus menjadi mandiri, baik itu di Indonesia,Singapura, maupun Arab Saudi. Suatu saat sistem seperti ituakan menjadi terbuka dan akan menjadi bagian dari sejarah.

Mungkin penduduk negeri-negeri semacam itu sekarangbahagia. Tapi seiring dengan proses kemajuan, modernisasi,proses perluasan ruang bagi manusia untuk bergerak sesuai de-ngan gerak sejarah, saya rasa hal itu tidak dapat dipertahankan.

MEMBELA KEBEBASAN

138

Page 155: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Artinya mereka hanya bersifat temporer. Anda juga harusmelihat bahwa sekitar 300 tahun yang lalu semua bangsa, dalampengertian modern, juga bersifat illiberal, tapi kemudianmereka berubah.

Kebanyakan orang di Indonesia, termasuk kalangancendekiawannya, masih mengartikan liberalisme secara negatif.Ini merupakan pengaruh sejarah. Sebagian karena masyarakatIndonesia masih berada dalam kompleks agraris yang bersifatkomunal—dan tidak ada masyarakat agraris yang liberal.Lihatlah kehidupan di pedesaan. Kecenderungan untuk ikutcampur masalah orang lain, sibuk untuk mengatur orang lain—atau bahasa kerennya: paternalistik—luar biasa kuatnya. Dinegara-negara maju pun ada kecenderungan bahwa semakinterpencil tempat tinggal Anda, semakin parokial cara berpikirAnda, semakin kurang liberal cara berpikir Anda.

Kita mengerti juga, selain ada masalah sosio-ekonomi, adamasalah historis. Indonesia lahir dari penentangan terhadapkolonialisme yang sering dikaitkan dengan kapitalisme, liberal-isme, dan sebagainya. Kebanyakan pendiri negara kita adalahorang-orang sosialis-nasionalis; itu merupakan produk sejarahyang unik pada awal dan pertengahan abad ke-20. KalauIndonesia lahir pada abad ke-21 tentunya akan berbeda; tapikebanyakan negara Dunia Ketiga lahir pada pertengahan abadke-20, ketika hak azasi manusia, liberalisme, sedang didiskredit-kan di beberapa belahan dunia. Jadi, memang agak sedih jugajika kita melihat hal itu. Tapi itu adalah masa lalu.

Sekarang justru arah dan kecenderungannya sudah berbalik.Mau tidak mau, sekarang ini kita dipaksa untuk menjadisemakin liberal. Lihat saja media elektronik seperti televisi.Atau, bagaimana Anda bisa melarang internet, koran, hand-phone, atau media komunikasi lainnya? Hal itu secara langsungmemperluas ruang kebebasan, ruang pilihan-pilihan, bagi indi-vidu. Jadi, saya melihatnya lebih ke depan, selain ke belakang.Orang bicara bahwa hidup kita sarat dengan sejarah, tetapisejarah juga hidup dalam batin kita. Dan perlu diingat, sejarahitu bergerak. Dan sekarang, kalau kita lihat, arusnya tidak

DEMOKRASI DAN LIBERALISME

139

Page 156: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

tertahankan. Yang mengkhawatirkan sebetulnya adalah dimensiekonomi.

Sekali lagi, ekonomi-politik liberal percaya pada kebebasan,bahwa manusia mampu menemukan apa yang baik, mampuberpikir bagi dirinya sendiri, dan dalam proses mengejarkepentingan dirinya sendiri yang membawa manfaat bagi oranglain. Dalam ekonomi juga dipercaya bahwa para penjual danpembeli memikirkan kepentingan mereka sendiri. Ini tidakperlu dinafikan. Dalam proses tersebut kemudian mereka mem-bawa kepentingan bagi semua orang. Pedagang koran, misal-nya, mengantarkan koran ke rumah Anda bukan karena merekabaik, tapi karena mereka ingin memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup mereka demi kelangsungan hidup mereka.Jadi, itulah dasar-dasar ekonomi liberal, walaupun rumit dalamkembangan-kembangannya.

Dan terbukti bahwa sistem ekonomi yang menganut azas-azas seperti ini adalah sistem ekonomi yang mampu menjaminkemajuan. Dan justru ide yang ingin melawan ide liberalismelahyang terpuruk, baik negara komunis maupun etatis. Itu me-rupakan bukti bahwa mereka tidak mampu memberikan alter-natif dari sistem ekonomi liberal. Indonesia pada awalnya lebihbanyak diatur oleh gelora sosialisme dan nasionalisme. Tapi pa-da era 80-an kita berubah. Kita semakin terintegrasi denganperdagangan dunia yang azas-azasnya liberal, dengan adanyaderegulasi dan sebagainya. Sejak itu pertumbuhan kesejah-teraan semakin meningkat, walaupun masih banyak kekurang-an rezim Orde Baru. Harus kita akui bahwa Pak Harto, di-banding Bung Karno, telah membuka ekonomi Indonesia,walaupun tidak sepenuhnya; ia memulai langkah pertamamengintegrasikan ekonomi Indonesia, dan kemajuannya luarbiasa.

Negara-negara yang tertutup atau setengah tertutup, protek-sionis, juga membuka diri, dan tidak dapat dimungkiri bahwadengan mengintegrasikan diri dengan ekonomi dunia merekamengalami kemajuan yang besar. Mulai dari Jepang, KoreaSelatan, Taiwan, Hongkong, Malaysia, Thailand, Singapura,

MEMBELA KEBEBASAN

140

Page 157: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

semua adalah contoh konkret bahwa hanya dengan per-dagangan, hanya dengan membuka diri, mereka menjadi negarayang maju, dan sekarang sama majunya dengan negara-negaramaju di Eropa. Sebaliknya, negara-negara yang menutup diriatau memproteksi ekonominya, atau yang sangat membenciekonomi pasar, seperti Myanmar, juga negara-negara Afrika,Amerika Latin, Asia, tetap terbelakang. Cina dan India, setelahmembuka diri, bisa kita lihat sendiri bagaimana perkembangan-nya.

Jadi, tanpa teori canggih-canggih, akal sehat saja bisa menun-jukkan bahwa Anda menggunakan kebebasan manusia justrudemi kesejahteraan manusia. Yang saya khawatirkan dariIndonesia, karena selalu setengah-setengah, tidak pernah benar-benar jelas terhadap semua ini, kita tidak dapat memanfaatkankesempatan yang ada untuk semakin memicu tingkat kesejah-teraan ke arah yang lebih baik. Jika dibanding negara-negaralain, kita hanya mengalami pertumbuhan ekonomi 5,7 % pertahun; ini memang sudah cukup bagus, dan mungkin ketigaatau keempat tertinggi di Asia, setelah Cina dan India. Tapisebenarnya kita juga mampu tumbuh sampai 8-9%, seperti Cina,atau 7% seperti India. Kenapa tidak?

Kita bisa menggerakkan pertumbuhan ekonomi kita, bisamemberikan lapangan pekerjaan bagi rakyat kita, bisa mem-bawa masyarakat miskin di pedesaan menjadi bagian darimasyarakat industri yang baik dan sejahtera. Proses ini ter-hambat karena kita mendua dalam melihat kebebasan ekonomidan kebebasan manusia.

Kesenjangan antara si kaya dan si miskin itu selalu ada disemua sistem, bahkan lebih parah lagi dalam sistem nonliberal.Artinya, perbedaan antara kaya dan miskin adalah fakta sosial.Kita tinggal melihat kecenderungannya. Apakah yang miskinberpendapatan Rp 500 ribu sementara yang kaya Rp 500 juta?Ini merupakan kesenjangan. Tetapi ada juga: yang kaya berpen-dapatan Rp 500 juta dan yang miskin Rp 5 juta. Ini juga senjang.Jadi, yang kita bicarakan kesenjangan yang mana? Liberalismetidak berkata bahwa kesenjangan itu akan hilang. Liberalisme,

DEMOKRASI DAN LIBERALISME

141

Page 158: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

dalam pengertian sistem ekonomi pasar yang dikelola olehkepentingan masing-masing, dan yang terbuka terhadap dunialuar, bisa menjamin bahwa yang miskin memiliki pendapatanminimal yang mampu untuk hidup dalam kesejahteraan.

Kondisi miskin itu berbeda-beda di tiap negara. Di negara-negara yang katakanlah tertinggal, kalau Anda miskin Andapraktis tidak punya apa-apa. Kalau Anda miskin di New York,Anda punya apartemen, mobil, televisi, bisa menyekolahkananak. Miskin dalam pengertian Amerika tetap memiliki ke-lengkapan-kelengkapan hidup di mana Anda bisa menjadimanusia yang punya martabat. Mereka yang miskinnya diang-gap ekstrem, mendapat tunjangan sosial. Dan sistem tunjangansosial ini sama sekali tidak berlawanan dengan prinsip liberal-isme modern; ia merupakan bagian dari liberalisme modern,yang mengakui bahwa negara juga memiliki peran. Tidak adasatu pun negara di dunia ini yang tidak punya fungsi atau pe-ran sosial seperti itu.

Anda tidak mungkin menanggung orang miskin jika Andatidak punya uang. Artinya, ada yang harus tumbuh danberkembang, yaitu ekonomi. Dengan adanya pertumbuhan danperkembangan ekonomi, kita bisa menanggung orang miskin;mereka bisa mendapatkan kehidupan yang layak. Kalau Andatutup dan hambat ekonomi dengan segala macam ilusi sepertisosialisme utopia, populisme, justru Anda tidak bisa menang-gung orang miskin dengan baik.

Anda lihat di India, misalnya, orang-orang miskin tidur dipinggir jalan. Jumlahnya ribuan. Negara tidak bisa menanggungmereka, karena negara tidak punya sumber dayanya. Tetapi, halsemacam itu tidak terjadi di negara-negara yang sudah majudengan ekonomi yang terbuka—saya tidak bilang semua eko-nomi maju adalah liberal dalam pengertian yang saya maksud,tapi elemen-elemen pasarnya itu kuat dan bekerja dengan baik.Negara memetik keuntungan dengan kuatnya ekonomi. Inilahyang harus kita lakukan. Jangan punya ilusi bahwa kemiskinanbisa tertanggulangi jika ekonomi tidak tumbuh. Pertanyaannya:bagaimana kita menumbuhkan ekonomi? Tidak ada cara selain

MEMBELA KEBEBASAN

142

Page 159: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

mengadopsi pikiran-pikiran liberal, dalam arti bahwa kita harusmembuka pasar, membuka ekonomi Indonesia, mengundanginvestasi; kita perkuat hukum supaya kepastian antara kaumpengusaha dan kaum buruh bisa terjadi.

Ada sejumlah kemungkinan sebab mengapa pemerintahankita tidak secara tegas memilih ekonomi pasar. Pertama,mungkin ada persoalan intelektual, yaitu kebelumyakinan kitaterhadap baiknya pemikiran pro pasar. Ini adalah tradisi, danmerupakan tantangan kita dan salah kita kenapa kita tidakmembujuk mereka dengan cara-cara yang efektif. Kedua, per-soalan politik. Mengubah ekonomi ke arah yang lebih sehat itumenciptakan kalah dan menang. Ada yang semua diproteksi,kemudian dibuka. Yang paling gampang adalah kasus BBM.Proteksi BBM dengan subsidi adalah untuk kalangan kelasmenengah, bukan untuk kalangan miskin. Kalau kita men-gubahnya—dari semula terbiasa membayar murah kemudianharus membayar mahal—itu menjadi alasan untuk menudingpemerintah. Padahal sebenarnya kita naik mobil dengan mem-bayar harga yang sewajarnya. Malahan, 95% negara di dunialebih mahal harga bensinnya dibanding di Indonesia. Tapikarena kita terbiasa beli murah, maka ketika kemudian di-mahalkan kita marah-marah. Ada banyak contoh lain yangpersoalannya mungkin tidak hitam-putih.

Demikian juga masalah-masalah seperti kepemilikan BUMN,misalnya Garuda dan lainnya. Mereka disebut milik pemerin-tah, milik rakyat, kalau kita jual kepada swasta kita kehilanganaset negara. Padahal, apa sebenarnya arti kepemilikan tersebut?Lion Air adalah milik swasta, Garuda milik kita. Tapi kalau kitaingin naik pesawat mereka, sama-sama beli tiket. Jadi apa sebe-narnya yang dimaksud dengan milik kita? Apakah Lion Air tidakmemelihara pesawatnya dan menggaji karyawannya? Mungkinmereka menggaji karyawannya lebih tinggi. Saya tidak tahu apabeda Lion Air milik swasta dan Garuda milik kita.

Bagi saya yang penting mereka membayar pajak, yang nanti-nya kita gunakan untuk membangun sekolah, rumah sakit dansebagainya. Lion Air harus bayar pajak, dan Garuda pun harus

DEMOKRASI DAN LIBERALISME

143

Page 160: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

bayar pajak; tidak mentang-mentang milik kita kemudianGaruda tidak bayar pajak. Para pejabat negara pun kalau naikGaruda harus bayar. Tidak wajar kalau mereka tidak bayarhanya karena Garuda “milik kita”. Jadi, apa makna “memiliki”dalam konteks itu? Hambatan mental seperti ini yang harus ki-ta tembus.

Perusahaan yang dimiliki swasta mungkin lebih baik, lebihefisien, tapi saya tidak tahu. Saya tidak bilang Lion Air lebihbaik. Ini sekadar contoh, dan bukan untuk mempromosikanLion Air. Pertanyaan pokoknya adalah: apa bedanya bagi kita,warga negara, dalam hal perusahaan yang satu dimiliki swastadan yang lain dimiliki negara? Tidak ada.

Saya kira masalahnya selain muncul dari para ekonom, jugadari para cendekiawan umumnya. Mereka mengemukakanmacam-macam argumentasi yang, kurang-lebih, dianggap ilmi-ah. Mereka terus berusaha membuktikan bahwa sistem pasar-bebas itu tidak adil, dan yang adil adalah sistem yang se-baliknya. Tapi, apakah yang disebut adil itu? Ini tampaknyakonsep yang sederhana. Tapi, apa yang adil? Apakah jika sayamemiliki penghasilan yang sama dengan orang lain dapatdikatakan adil? Kalau orang lain pintar dan saya bodoh, meng-apa saya ingin penghasilan saya sama dengan dia? Ada yangganteng, cantik, yang kurang cantik, dan yang diterima adalahyang cantik. Apakah ini adil?

Pertanyaan tentang yang adil ini sangat elusif. Tetapi intinyaadalah: apakah ia menjamin kesejahteraan dalam pengertianumum, buat semua orang? (Rizal Mallarangeng)

MEMBELA KEBEBASAN

144

Page 161: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

DEMOKRASI DAN

KEBEBASAN SIPIL

DEMOKRASI DAN KEBEBASAN SIPIL ADALAH DUA KONSEP YANG

sangat penting di dalam ilmu politik dan semakin lamasemakin penting, bukan hanya karena ia terpromosikan, tapijuga karena banyak dihambat. Kebebasan atau hak-hak sipiljuga bisa dikatakan suatu pengandaian bahwa negara punyaperan positif dalam menjamin perlindungan hukum dan kesem-patan yang setara bagi semua warga negara tanpa memandangras, agama, serta jenis kelamin. Kebebasan sipil meliputi ke-bebasan berpikir, kebebasan berpendapat, kebebasan ber-kumpul dan berserikat, kebebasan beragama serta kebebasanpers. Semua hak ini sudah masuk dalam konstitusi Indonesia.

Menurut teori ilmu politik, demokrasi dianggap sangatbergantung pada tegaknya hak-hak sipil tersebut. Kalau hakberserikat, atau hak berkumpul, atau hak bicara, hak pers, hakmemilih, dan hak dipilih tidak diakui dan tidak ditegakkan olehhukum di suatu negara, maka negara itu tidak bisa disebut

145

Page 162: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

demokratis. Sistem yang diberi nama Demokrasi Pancasila olehPresiden Soeharto dulu, tidak mengindahkan hak-hak itu. Danmemang ia bukan demokrasi.

Demokrasi adalah istilah yang populer di seluruh dunia.Hampir tidak ada negara yang tidak menggunakannya, ter-masuk negara-negara komunis dulu, juga negara Soeharto. Diamengatakan bahwa Indonesia adalah negara demokratis, tapidia tidak memberikan hak-hak sipil yang akan membuatdemokrasi itu berjalan. Dia menggunakan istilah Pancasila un-tuk menutupi itu, sehingga seakan-akan dua kata yang bagus—demokrasi dan Pancasila—jika digabungkan tentu menjadilebih bagus lagi. Tapi sebetulnya yang satu itu, Pancasila,dipakai untuk membatasi demokrasi. Hal yang sama terjadi dimasa Soekarno, dengan Demokrasi Terpimpin-nya, yang jugabukan demokrasi.

Kebebasan sipil itu sendiri perlu dijamin karena hak-hak ituadalah sesuatu yang sangat penting bagi dirinya-sendiri, misal-nya hak untuk beragama atau tidak beragama. Saya tidak tahusejauh mana itu dipraktikkan di Indonesia, tapi pada umumnyadi negara-negara lain hak untuk tidak beragama juga dijaminsecara sama kuatnya dengan hak untuk beragama. Jadi, orangtidak diarahkan untuk memilih salah satu agama tapi bolehtidak beragama. Dan itu merupakan hal yang penting.

Misalnya, kalau saya pada umur 18 mengambil kesimpulanbahwa saya tidak perlu beragama lagi meskipun selama 18tahun sebelumnya saya dibesarkan dalam salah satu tradisiagama, saya seharusnya punya hak untuk meninggalkanagama. Itu hak pribadi saya sebagai manusia. Saya setujudengan prinsip-prinsip pokok tentang bagimana kita hidup dimasyarakat, sebab kita memang tidak hidup di luar masyarakat.Tapi kita harus hati-hati supaya masyarakat itu tidak membatasihak kita; supaya yang dimaksudkan dengan masyarakat adalahsesuatu yang memungkinkan setiap individu mencapai cita-citanya.

Di dalam teokrasi hak untuk tidak beragama tidak ada atautidak dijamin. Di negara komunis sebaliknya: hak untuk beragama

MEMBELA KEBEBASAN

146

Page 163: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

dilarang. Di tengah keduanya itu ada demokrasi, yang punyaprinsip tersendiri di mana setiap individu dijamin hak-haknyaseperti sudah disebut tadi. Sebagian dari hak itu berguna untukdirinya-sendiri seperti saya dalam soal agama tadi, sebagian la-gi merupakan alat untuk mencapai kebaikan atau tujuan lain.Misalnya hak untuk memilih. Hak ini tidak penting kecuali jikadikaitkan dengan pemerintahan yang demokratis. Adalah pen-ting bagi kita untuk memilih para pejabat yang akan menguasaikita atau akan mengambil keputusan kolektif. Jadi nilai pentinghak tersebut adalah dalam konteks tertentu.

Kebebasan sipil itu bisa dijadikan parameter penting untukmengukur apakah suatu negara demokratis atau tidak. Orangseperti Fareed Zakaria, seorang intelektual Amerika, menulisbuku berjudul Illiberal Democracy di mana dia mencobamemisahkan antara demokrasi yang liberal dan yang tidakliberal. Istilah liberal dalam bahasa Inggris inti artinya adalahkebebasan pokok yang seperti sudah disebut tadi. Bagi sayapemisahan seperti yang dilakukan Fareed Zakaria itu tidak bisadilakukan. Demokrasi dengan sendirinya memerlukan liberaldalam pengertian hak-hak sipil; kalau hak-hak ini tidak ada,tidak ada demokrasi. Sebab kalau kita tidak punya hak untukberagama, hak berekspresi, hak berserikat dan sebagainya,maka hak untuk memilih itu tidak punya arti.

Pemilahan semacam itu sama rancunya dengan pembedaanistilah demokrasi prosedural dan demokrasi substansi. Istilahini dulu dipakai oleh kalangan kiri, yang menganggap bahwademokrasi seperti yang kita kenal—misalnya demokrasi diAmerika atau di Indonesia sekarang—mereka cap sebagaidemokrasi prosedural, atau disebut juga demokrasi borjuis.Artinya masyarakat bawah tidak menerima apa-apa dari suatukebijakan, sebab orang yang mencalonkan diri dan kemudiandipilih di dalam sistem itu adalah para politisi borjuis. Merekaini dianggap memerintah untuk kepentingan kelompoknyasendiri, bukan demi kepentingan masyarakat luas. Jadi istilahsubstansi dan prosedural menurut saya adalah sesuatu yanglain, yang berasal dari konsepsi kiri dan kanan itu.

DEMOKRASI DAN KEBEBASAN SIPIL

147

Page 164: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Saya tidak keberatan kalau orang mau menggunakan istilahdemokrasi liberal sebagai istilah pengganti atau istilah yangmaknanya sama dengan demokrasi. Kadang-kadang memangapa yang kita maksud menjadi lebih jelas dengan menyebutdemokrasi liberal. Saya juga setuju kalau Fareed Zakariamemisahkan demokrasi dengan liberal; dalam arti demokrasiadalah sistem pemerintahan di mana yang memerintah dipiliholeh masyarakat. Tapi keduanya tidak bisa dipisahkan secarakonseptual. Boleh saja demokrasi didefinisikan sebagai satu haldan demokrasi hak pokok adalah hal lain, tapi kedua-duanyaharus digabungkan secara empiris.

Buku Fareed Zakaria itu memang berpengaruh, tapi terusterang saja saya agak malas membaca dan merenungkannyasecara mendalam. Saya mulai membaca buku itu dari indeks.Saya temukan kata Indonesia mungkin lima atau enam kali. Sayamau lihat apa yang dia maksud, apakah Indonesia adalah salahsatu contoh dari demokrasi illiberal atau apa. Saya tahu jugabahwa dia pernah datang ke Indonesia, mungkin lebih dari satukali. Teman-teman di sini juga mengungkapkan pembicaraanmereka dengan dia. Tapi semua penjelasan dia tentangIndonesia, salah.

Deskripsinya tentang politik di Indonesia dari lima atauenam referensi di indeks itu sama sekali tidak benar. Sayamerasa bahwa saya cukup mengerti Indonesia. Saya tidakmengerti Iran, misalnya, sebaik saya mengerti Indonesia. Jadisaya cenderung percaya saja pada apa yang dia katakan tentangIran, sebab saya tidak lebih tahu. Tapi kalau tentang Indonesia,jelas salah semua, jadi saya cenderung tidak percaya kepadaanalisis lainnya.

Sejak reformasi, tingkat kebebasan politik di Indonesiamenjadi sangat tinggi. Ini bagus sekali. Ada banyak orang yangtiba-tiba masuk ke dalam kancah politik formal, menjadianggota parlemen, walikota, bupati. Muncul pula institusi-institusi baru untuk memperkuat proses demokratisasi. AdaMahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, Komisi PemberantasanKorupsi, dan sebagainya. Tapi di sisi lain kita melihat merosot-

MEMBELA KEBEBASAN

148

Page 165: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

nya kebebasan sipil. Contohnya cukup banyak. Misalnyapenyerbuan atas markas besar Ahmadiyah, penutupan gerejaatau tempat-tempat yang dinyatakan disalahgunakan sebagaigereja. Dalam hal ini mungkin kita harus memisahkan beberapahal. Yang pertama adalah masalah negara hukum, yang sangatterkait dengan peristiwa-peristiwa tersebut.

Artinya, kalau misalnya kantor Jaringan Islam Liberal (JIL)diserang dan polisi tidak datang, atau polisi datang tapi merekatidak berbuat apa-apa, tidak menangkap orang yang menyerangatau kalaupun mereka menangkap lantas hakim disuap, makaitu berarti negara hukum di Indonesia masih lemah. Memang,negara hukum di Indonesia sebenarnya belum pernah tegak,termasuk di alam demokrasi sekarang. Tapi mungkin ada segilain yang harus kita bicarakan. Dalam hal ini saya masih agakbingung, tapi saya baca di koran belakangan ini tentangmasalah pornografi dan pornoaksi. Saya tidak tahu apa yangdimaksud dengan istilah pornoaksi yang aneh itu, tapi ke-dengarannya agak menarik. Ini terkait dengan RancanganUndang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP).

Saya mengikuti perdebatan ini dengan penuh minat, dannanti saya akan menyimpulkannya dalam hubungannyadengan hak sipil. Pendapat saya sendiri belum tegas, apakah inimelanggar hak sipil atau tidak. Di Amerika ada beberapaundang-undang, baik di tingkat negara bagian maupun tingkatpusat, yang mengatur masalah pornografi. Misalnya, majalah-majalah yang isinya dianggap pornografis menurut standartertentu, dilarang; aspek-aspek lain yang terkait pun diatur.Misalnya, undang-undang mewajibkan supaya majalah denganisi tertentu dibungkus dengan plastik, dan ditaruh di atas rakbuku, tidak boleh dijual di sembarang toko, tidak bisa dijualkepada anak di bawah umur.

Jadi, dilakukan pembatasan, bahkan pelarangan. Contohyang sangat jelas adalah pornografi anak. Itu dilarang. KalauAnda mengambil gambar pornografis anak-anak dan me-nyebarkannya melalui internet, misalnya, Anda bisa dihukum.Apalagi dimuat di majalah. Apakah pelarangan ini melanggar

DEMOKRASI DAN KEBEBASAN SIPIL

149

Page 166: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

hak sipil seseorang di Amerika? Saya kira tidak. Ini masih dalambatas hukum yang wajar.

Saya sendiri menganggap bahwa undang-undang semacamitu cenderung membatasi hak orang untuk membuat barangkesenian, misalnya. Kebebasan kreatif bisa dipengaruhi olehundang-undang tentang pornografi. Jadi pada umumnya sayalebih suka kalau negara tidak memainkan peran di situ. Tapisaya kira kita harus memisahkan antara wilayah di manasebuah negara demokratis berhak mengaturnya dan wilayah dimana negara tidak berhak. Kalau yang kita bicarakan adalahkebebasan ekspresi, misalnya, pemerintah demokratis tidakberhak. Sebab kalau mereka menarik kembali hak orang untukberekspresi secara bebas, itu berarti demokrasi tidak bisadipraktikkan.

Begitu juga menyangkut euthanasia, misalnya, atau hakuntuk mati. Mungkin saya sangat liberal, dalam arti bahwa sayatidak ingin hak saya dalam soal ini pun dibatasi oleh negara.Kalau pada suatu ketika nanti umur saya sudah lanjut, sayasakit-sakitan dan tidak ada harapan sembuh, mungkin sayalebih memilih mati. Saya tidak tahu keputusan apa yang akansaya ambil nanti, tapi saya ingin punya hak itu. Saya tidak inginorang lain yang menentukan nasib saya.

Sekarang kita menyinggung sikap pemerintahan-pemerintahandemokratis dalam menghadapi kelompok atau organisasi yangsecara prinsip bersifat antidemokrasi. Misalnya dalam kasusHizbut Tahrir, yang didirikan oleh seorang ulama TimurTengah di tahun 60-an dan sekarang di Indonesia pun adacabangnya, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), yang sudahmendeklarasikan diri sebagai organisasi antidemokrasi, denganalasan demokrasi adalah buatan Barat dan sebagainya. Merekapun tidak mau ikut pemilu dengan alasan tersebut.

Kasus semacam ini pernah hangat juga di Amerika padatahun-tahun 40-an dan 50-an, khususnya ketika Partai Komunismasih memberi kesan bisa menjadi besar di Amerika. Pada masaitu, masa setelah Perang Dunia Kedua dan ketika Amerikamemasuki perang dingin, Partai Komunis Amerika bebas

MEMBELA KEBEBASAN

150

Page 167: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

bergerak. Jadi ada situasi “musuh dalam selimut”; ada PartaiKomunis yang memihak Uni Soviet tapi berada di Amerika dandilindungi oleh demokrasi Amerika.

Hal itu menjadi dilema besar, dan ada usaha dari beberapaorang senator, misalnya Joseph McCarthy, untuk melarangPartai Komunis. Tapi seingat saya tidak ada undang-undangAmerika yang melarang. Komprominya: ideologi komunis tidakdilarang, yang dilarang adalah tindakan yang bersifat makar,tindakan untuk menggulingkan pemerintah. Jadi boleh sajaAnda memiliki ideologi yang antidemokrasi, tapi Anda tidakboleh bertindak menggulingkan pemerintah yang demokratis.Di situlah batasnya. Dan kalau kita bicara masalah HizbutTahrir, saya kira mestinya begitu juga. Di Indonesia merekatidak menggunakan kekerasan. Kalau mereka memilih untuktidak menggunakan hak pilih, itu adalah hak mereka.

Jadi, Partai Komunis di Amerika tidak bisa dilarang sebabsuatu tindakan dinyatakan bukan dilakukan oleh partai,melainkan perorangan. Seandainya seorang pemimpin PartaiKomunis di Amerika mengumpulkan orang atau mengebomgedung dan sebagainya dengan tujuan untuk menggulingkanpemerintahan, dia bisa dihukum sebagai pribadi, tapiorganisasinya tidak akan kena. Dan saya kira pada umumnyacara inilah yang lebih baik.

Lalu bagaimana dengan Jerman, yang sampai sekarangmelarang Partai Nazi? Pada prinsipnya pemerintah Jermanyang melarang gerakan Nazi—seragamnya, pidato-pidatonyadan sebagainya—adalah melanggar prinsip demokrasi. Tapisaya kira kita harus lega sedikit; kita harus melihat sejarahJerman. Masyarakat Jerman betul-betul harus menciptakansesuatu yang baru, dan untuk itu mereka harus meninggalkanlatar-belakang sejarahnya yang sangat buruk itu. Jadi bisalahdimengerti.

Kalau saya orang Jerman, saya tidak tahu bagaimana sikapsaya. Sebab seperti saya tegaskan tadi, di Amerika, meskipunsaya sangat antikomunis, saya tidak mau melarang PartaiKomunis. (R. William Liddle)

DEMOKRASI DAN KEBEBASAN SIPIL

151

Page 168: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

152

Page 169: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

LSM DAN

DEMOKRASI

SALAH SATU PILAR DEMOKRASI ADALAH CIVIL SOCIETY, YANG

diterjemahkan sebagai masyarakat madani. Dalambentuk organisasionalnya ia berupa organisasi-organisasi non-pemerintah. Ia tidak dipilih oleh rakyat, tidak punya anggarandari negara, dan seterusnya. Nama yang lebih populerbelakangan ini untuk menunjuk mereka adalah lembaga swa-daya masyarakat (LSM)—sebab “organisasi nonpemerintah” itudirasa tetap mengacu pada pemerintah. Penekanan nama LSMitu serta-merta ingin menegaskan perbedaan atau pembedaan-nya dari pemerintah. Tapi yang penting bukan itu. Itu soalistilah saja. Kita boleh pakai istilah macam-macam. Tapi pokokperbincangan kita ini menyangkut maksud atau fungsi LSMdalam sebuah negara.

Ada beberapa catatan historis yang ingin saya kemukakan.Tradisi LSM atau ornop itu paling kuat di Amerika. Itu direkamdengan sangat bagus oleh Alexis de Tocqueville dalam bukunya

153

Page 170: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Democracy in America. Buku itu menggambarkan dengan sangatbagus perkembangan civil society di sana. Buku itu pun ber-pengaruh besar pada pemikiran-pemikiran berikutnya. Kedua,menurut catatan historis lainnya di Indonesia, jejak-jejak LSMbisa ditarik sampai ke peran reading room yang berkembangpada sekitar 1910-20. Kelompok-kelompok baca seperti itu ber-anggotakan orang-orang seperti Tan Malaka, Sutan Sjahrir,Hatta, yang banyak menimba pengetahuan dari sana. Saat itupula awal kebangkitan pers pribumi, yang berkembang diseluruh Jawa, khususnya di tempat-tempat yang dulu disebutballroom. Tempat seperti ini didirikan oleh Belanda. Adasemacam perpustakaan di sana. Lalu terbentuklah kelompok-kelompok pembaca. Dari sinilah lahir pemikiran-pemikiranyang segar mengenai kondisi sosial, politik, dan sebagainya.

Tapi yang paling sering kita dapatkan dalam konteks sekarangtentu saja peran LSM dalam penghadapannya dengan negara. Itusalah satu ciri paling kuat di Indonesia. Kalau kita kembali kemasa 1970-80, atau khususnya pada 1990-an, LSM boleh dikatamerupakan garda terdepan dalam melawan negara. LSM menja-di sebentuk resistensi atau perlawanan terhadap negara yang me-mang sangat intrusif. Resistensi ini berkembang di hampir semuaaspek. Lalu akhirnya ia sangat mewarnai ideologi dan juga polagerakan LSM. Maka kemudian kita lihat hampir di seluruh LSM,sampai tahun 1990-an, berwatak antipemerintah atau setidak-tidaknya menjadi suara-suara kritis.

Di sinilah misalnya terlihat peran kelompok-kelompokdiskusi mahasiswa yang mulai berkembang sangat pesat setelahpertengahan 1970-an, setelah normalisasi kampus, yang mem-buat mereka mengambil juga forum-forum keagamaan. Dikalangan aktivis Islam, misalnya, kelompok Masjid Salman(Bandung) terkenal dengan pusat pengaderan mahasiswa Islam“militan”. Kelompok-kelompok diskusi semacam ini rajin me-ngaji bacaan-bacaan yang kritis mengenai negara danmasyarakat. Waktu itu sangat terasa sulitnya mencari bacaan-bacaan kritis. Bahkan untuk punya bukunya Pramoedya sajaada yang harus membayarnya dengan masuk penjara.

MEMBELA KEBEBASAN

154

Page 171: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

LSM di mana-mana berawal dari semacam asosiasi-asosiasibebas. Lalu mereka mulai mendirikan semacam pertemuanberkala, membuat dokumentasi, dan seterusnya, yang akhirnyamenjadi semacam penjaga warisan-warisan yang selama inidisukai. Dalam konstelasi politik, LSM akhirnya menjadi garis-tengah yang membedakan pemerintah dan masyarakat. Dan diIndonesia khususnya atau di negara-negara berkembangumumnya, LSM lalu menjadi perlawanan ketika negara maumengatur seluruh aspek hidup masyarakat. Kepengapan yangdirasakan terhadap sifat intrusif negara mau ditandingi denganasosiasi-asosiasi bebas ini. Ideologi ini, bahkan metodenya,masih bertahan sampai sekarang, ketika situasinya sudah samasekali berbeda.

Kehadiran LSM memang bisa dijadikan ukuran bagi perkem-bangan demokrasi suatu negara. Tapi ukurannya bukan hanyakuantitatif, melainkan terutama pada penanaman nilai-nilainya.Dalam asosiasi-asosiasi bebas itu orang-orang belajar apa yangdisebut basic trust antarwarga. Dan ini merupakan komponenutama dalam sistem demokrasi. Apalagi untuk masyarakatyang sangat majemuk. Ambil contoh, sekadar sebagai peng-alaman, LSM tempat saya aktif sekarang: Madia (MasyarakatDialog Agama).

Selama ini pemerintah juga punya forum-forum dialogantaragama. Lalu bagaimana membedakannya? Pembedaannyaadalah: kalau dari pemerintah biasanya dialognya bersifatformal. Karena itu yang diundang selalu tokoh-tokoh agamaseperti dari MUI, Muhamadiyah, KWI. Lalu biasanya merekamembicarakan masalah-masalah yang didesain oleh pemerin-tah. Bagaimana misalnya keluarga berencana ditinjau dari sudutpandang agama-agama. Jadi agendanya sebagian ditetapkanpemerintah.

LSM justru tumbuh sebagai perlawanan terhadap itu. Iamengajukan alternatif lain ketika kelompok-kelompok sosial inimencoba mendiskusikan agenda yang mereka rasakan bersama.Misalnya persoalan-persoalan keagamaan nyata yang dihadapimasyarakat. Mengapa misalnya ada kecurigaan antara satu

LSM DAN DEMOKRASI

155

Page 172: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

kelompok dengan kelompok lain? Di LSM inilah mereka mulaimendiskusikannya secara bebas dan terbuka karena tidak adaikatan formal. Karena itu untuk kasus LSM keagamaan, misal-nya, sebagian besar mereka yang aktif bukanlah tokoh-tokohformal. Tanpa ada beban mereka bisa bergerak dan men-diskusikan soal-soal konkret yang dihadapi umat. Misalnyatentang isu kristenisasi.

Kalau kristenisasi dibaca oleh tokoh-tokoh formal, biasanyakembali ke rujukan ayat-ayat. Doktrinnya begini, ayatnyabegitu. Tapi di lingkungan LSM biasanya pembicaraannyasangat sederhana, sesuatu yang sifatnya sehari-hari. “Saya me-lihat di sini terjadi begini; pengalaman saya di sana begitu.”Dengan membicarakan bersama-sama itulah sesungguhnyamulai terbangun basic trust tadi.

LSM, sesuai dengan namanya, mestinya mandiri. Tapi yangmenyedihkan, LSM kita umumnya masih kurang mandiri,khususnya dalam pembiayaan. Harus diakui bahwa dalambanyak hal LSM kita dibiayai oleh lembaga-lembaga asing,karenanya sering dituduh sekadar perpanjangan tangan fundingagency. Dana-dana asing itu memang sangat besar dan me-nyerap hampir seluruh kegiatan LSM. Di India situasi LSM-nyalain sama sekali. Mereka umumnya menggali sumber-sumberlokal. Bahkan mereka berusaha menggandeng kelompok bisnisatau membangun bisnis sendiri dengan masyarakat—hal yangdi sini justru agak diremehkan.

Tapi di Amerika Serikat, LSM itu dibantu oleh pemerintah.Alasannya: uang pemerintah itu adalah uang yang didapat daripajak masyarakat, jadi sebenarnya merupakan uang masyarakatjuga. Dan itu tidak mengurangi independensi mereka, karena disana ada sistem semacam pemotongan atau pemutihan pajak.Jadi bagian yang sudah disumbangkan itu kemudian dipotong,tidak lagi kena pajak, tax free. Lalu dikelola oleh yayasan-yayasan yang cukup berpengaruh dan kuat untuk independendari pemerintah. Saya kira itu bisa dijadikan model, meski sayaagak ragu kalau melihat situasi ekonomi Indonesia sekarang. Itusoal pertama.

MEMBELA KEBEBASAN

156

Page 173: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Soal kedua, yang lebih penting daripada urusan pendanaan,adalah persoalan antara konstituen LSM dan LSMnya sendiri.Kadang-kadang di antara mereka ada jarak. Padahal, kalaumisalnya sumber dana LSM adalah konstituennya, seharusnyakonstituen itu bisa menuntut pertanggungjawaban LSM, misal-nya dari segi transparansi, pembelanjaan dana, efektifitas pro-gram, kebijakan-kebijakan yang diambil, dan sebagainya.Dengan cara itu bisa diukur apakah semua itu sesuai denganapa yang paling dibutuhkan masyarakat; apakah LSM itumemang artikulator yang sesungguhnya atau artikulator untukkepentingan-kepentingan pihak lain, yang justru berseberangandengan kepentingan masyarakat itu sendiri.

Kita hampir tidak punya audit dari masyarakat terhadapLSMnya sendiri. Auditnya malah muncul dari lembaga asing.Kalau misalnya Ford Foundation mencurahkan dana, makaFord juga menyediakan tenaga audit untuk mengawasi alirandana itu, tanpa melibatkan masyarakat yang konon direpresen-tasikan oleh LSM itu. Inilah salah satu yang membuat LSMkurang mandiri. Posisi tawar mereka terhadap pemerintah jadikurang kuat. Akhirnya terjadi ketergantungan dana kepadapihak asing. Saya tidak menuduh seluruh LSM seperti itu.Varian-variannya banyak sekali.

Ada hal lain yang sering membuat orang antipati pada LSM,yaitu mereka seringkali rebutan proyek. Kalau ada dana dariFord Foundation atau Kedutaan AS, misalnya, berebutanlahsemua LSM di situ. Kasus pengawasan terhadap proses pemiluadalah contoh yang paling bagus. Perebutan sumber-sumberdaya itu kadang-kadang sedemikian rupa sehingga meng-haruskan kita mempertanyakan ulang: Apakah kita harus ter-gantung sepenuhnya? Ini salah satu sebab sulitnya membangunplatform bersama di antara LSM-LSM yang ada.

Padahal platform bersama itu, bagi saya, hukumnya wajib.Apalagi dalam konteks perubahan masyarakat yang sekarangkita hadapi. Itu akan menjadi basis untuk melakukan demokrasilebih luas lagi. Jadi semacam pijakan; di situlah kita berpijakbersama-sama. Tanpa ada kekuatan bersama seperti itu posisi

LSM DAN DEMOKRASI

157

Page 174: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

masyarakat untuk secara kritis mengawasi pemerintah menjadilemah. Yang terlihat sekarang, dalam banyak hal, bukan hanyaperserakan, tapi juga perbenturan. Kadang saling sikut dan sa-ling tikam.

Kita kadang mendengar seseorang bilang bahwa LSM Aadalah “pelat merah”, corong pemerintah; LSM B dibayari olehpengusaha-pengusaha tertentu. Ketika ada LSM yang dituduh“pelat merah” itu kritis kepada pemerintah, mereka dikatakanpura-pura, sedang bersandiwara. Ada pula pemilahan antaraLSM kota dan desa; Jakarta dan non-Jakarta. Belum lagipemilahan ideologis dan primordial, etnis dan agama (tapiterutama agama). Dalam isu-isu krusial, kadang ada kesanbahwa isu-isu tertentu merupakan “urusan pihak sana, bukanurusan kami.” Tapi semua ini kesan awal, belum dibuktikansecara ilmiah.

Namun selain kabar-kabar buruk itu, ada juga kabar baiknya.Kini sudah mulai timbul kesadaran di kalangan aktivis yangsudah berpengalaman bahwa mereka merasa, misalnya, ideo-logi yang melulu antipemerintah harus mulai diubah karenasituasi sekarang berbeda sekali. Dulu di masa Orde Baru mere-ka punya musuh bersama yang harus dilawan, tapi sekarangkeadaan berubah. Ini tidak berarti harus setuju pada pemerin-tah, melainkan bahwa sikap kritis itu tidak harus dalampengertian anti.

Artinya, aliansi-aliansi strategis bisa dibangun dengan un-sur-unsur pemerintah maupun kelompok-kelompok bisnis. Jadialiansi-aliansinya diperluas. Dan saya kira di sini akan ada titiktemu. (Trisno S. Sutanto)

MEMBELA KEBEBASAN

158

Page 175: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

PEMILIHAN UMUM

DAN SISTEM

MULTIPARTAI

PEMILIHAN UMUM SAJA BELUMLAH MEMADAI UNTUK SEBUAH

demokrasi. Sebuah negara tidak bisa disebut demokratishanya karena ia mengadakan pemilihan umum. Di masa OrdeBaru, kita berulang kali mengadakan pemilu, tapi tak seorangpun di dunia ini yang menganggap negeri kita demokratis.Harus ada setidaknya tiga syarat minimum bagi pemilu yangbenar: bersifat umum, bebas, rahasia.

Saya pernah menyinggung bahwa demokrasi adalah sebuahprosedur untuk rekrutmen jabatan-jabatan publik dengan me-libatkan partisipasi masyarakat. Kalau dijabarkan, itu berartipemilu yang bebas, umum dan rahasia. Kalau pemilu tidakbebas, itu namanya bukan pemilu demokratis. Indikasi bahwasebuah pemilihan umum itu bebas dan demokratis adalahapabila ada keterbukaan dan kebebasan untuk bersaing diantara elite atau orang-orang yang tertarik untuk masuk kedalam jabatan publik.

159

Page 176: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Pertama, harus ada persaingan secara bebas dan diatur olehundang-undang yang memberikan kebebasan kepada setiaporang untuk diberi kesempatan yang kurang-lebih sama untukmendapatkan jabatan-jabatan tersebut. Kedua, harus adakebebasan bagi masyarakat pemilih untuk memilih di antaraelite-elite yang bersaing tersebut. Singapura, misalnya, tidakpunya itu. Ada pemilu, tapi tidak bebas. Itu juga terjadi dalampemilu-pemilu kita di masa Orde Baru.

Jadi, pemilu memang merupakan ciri utama demokrasi. Tapipenekanannya bukan pada pemilu itu sendiri, melainkan padaadanya kebebasan di dalamnya—kebebasan untuk bersaing dankebebasan untuk memilih orang-orang yang bersaing itu.Dalam konteks persaingan tersebut, tentu saja orang juga haruspunya kebebasan untuk memobilisasi segenap sumber-dayanya. Termasuk untuk membentuk partai politik ataumembangun organisasi-organisasi yang membantu dia untukmobilisasi dan memenangkan pemilu. Inilah sebagian fungsipartai politik.

Jadi partai politik berfungsi mediasi, menjadi penghubungantara masyarakat luas dengan elite di dalam proses memerin-tah. Ia memperantarai, mengagregasi, mengartikulasikan ke-inginan-keinginan masyarakat supaya didengar dan dirumus-kan menjadi kebijakan-kebijakan publik. Kalau tidak ada partaipolitik, siapa yang mau menghubungkan masyarakat yang adadi Papua dengan elite yang ada di Jakarta? Dalam hal ini yangpenting bukanlah nama pengelompokannya (“partai politik”),melainkan fungsinya.

Supaya intermediasi tadi terkontrol dalam demokrasi, makatidak mungkin dalam demokrasi itu hanya ada satu partaipolitik. Karena, sekali lagi, prosedur itu dimungkinkan bisajalan hanya jika dasarnya adalah kebebasan, sehingga adapersaingan—termasuk persaingan antarpartai politik. Jadi diantara partai-partai politik ada checks and balances, saling me-ngontrol. Kalau hanya ada satu partai politik, itu tidak mung-kin. Itu hanya ada dalam sistem komunisme. Atau di zamanSoeharto, yaitu cuma ada Golkar—PPP dan PDI waktu itu

MEMBELA KEBEBASAN

160

Page 177: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

hanya pernik saja. Kalau hanya ada partai tunggal, kontrol terhadap inter-

mediasi kepentingan masyarakat di bawah dengan elite tadi itutidak terjadi. Bahkan aspirasi itu bisa didistorsi dan dimanipu-lasi oleh partai politik yang tunggal tadi, sebab tidak ada insen-tif bagi mereka untuk memenuhi dan menyalurkan aspirasimasyarakat tersebut. Tapi kalau minimal ada dua partai politikyang bersaing dengan bebas, ada insentif besar untukmemenuhi harapan-harapan masyarakat. Sebab kalau tidak,orang bisa pindah ke partai lain. Di situlah aspek prosedural-nya. Karena itu, inheren di dalam demokrasi tersebut adanyarepresentasi. Artinya, partai politik dan representasi itu haruskompetitif, dan watak kompetitif itu dimungkinkan kalau adaminimal dua agen yang bersaing. Kalau yang ada cuma partaitunggal, kompetisi tidak ada.

Demokrasi, menurut definisi lainnya—yang merupakan katalain dari prosedur—adalah suatu sistem kompetitif untukbukan saja memperebutkan jabatan-jabatan publik, tapi jugauntuk memperjuangkan aspirasi dari masyarakat tadi, supayaelite juga kemudian mendapatkan legitimasi dan dukungan darimasyarakat. Jadi penekanannya pada sifat bersaing atau com-petitiveness, bukan pada banyaknya jumlah partai.

Di sisi lain, dalam demokrasi-demokrasi—terutama yangbaru dan pada masyarakat yang sangat heterogen seperti kita—sangat sulit untuk membuat sistem kepartaian yang sederhana,misalnya sistem dua partai. Karena partai-partai politik itu tum-buh dari bawah. Kalau masyarakatnya sangat majemuk, makaakan majemuk pula partai-partai. Dengan perkataan lain, dalamhal ini partai politik merupakan representasi dari pluralitasyang ada dalam mayarakat. Ini akan menimbulkan masalah,sebab ia menyangkut efektifitas dan efisiensi dari pelaksanaandemokrasi itu sendiri. Dalam masyarakat yang sangat majemuk,demokrasi memang biasanya sulit matang. Salah satu sebabnyaadalah karena di dalam masyarakat majemuk akan lahir terlalubanyak partai politik sebagai representasi dari kemajemukantersebut.

PEMILIHAN UMUM DAN SISTEM MULTIPARTAI

161

Page 178: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Banyaknya jumlah partai itu membuat proses pengambilankeputusan tidak gampang, sehingga demokrasi itu memberikesan bertele-tele, terutama kalau ia diisi oleh sistem multipar-tai secara ekstrem; ekstrem lainnya adalah sistem dua partai;yang dianggap moderat adalah sistem tiga sampai tujuh partai.Kondisi multipartai yang ekstrem itu membuat suara menjaditerfragmentasi. Pengambilan keputusan harus melalui voting,sementara voting dalam demokrasi membutuhkan mayoritas.

Salah satu jalan keluarnya adalah pembentukan koalisi-koalisioleh partai-partai yang ada. Tapi membuat koalisi pun tidak gam-pang. Bisa terjadi tawar-menawar terus menerus dan prosesnyaalot. Polanya adalah “saya dapat apa, dia kebagian apa.” Dalamprosesnya apa yang disebut money politics—atau “dagang sapi”dalam peristilahan politik kita—sangat mungkin terjadi.

Persoalannya makin rumit kalau sistem multipartai dihadap-kan dengan sistem presidensialisme—ini masalah lain lagidalam demokrasi. Dalam sistem presidensialisme, kepala pe-merintahan adalah presiden yang dipilih langsung olehmasyarakat. Jadi presiden tidak bertanggung jawab kepadaDPR; dia bertanggung jawab langsung kepada rakyat lewatpemilu berikutnya. Maka dia punya otonomi untuk membuatkeputusan-keputusan; hanya perlu bekerja sama dengan DPR,tanpa harus bertanggung jawab kepada DPR.

Dalam sistem presidensialisme sangat terbuka kemungkinanbahwa presiden datang dari partai politik yang berbeda daripartai politik yang dominan di DPR, seperti sekarang ini. Dalamkasus Indonesia, seandainya Jusuf Kalla tidak memimpinGolkar, saya tidak bisa membayangkan kacau balaunya peme-rintahan. Bayangkan, SBY sebagai presiden dipilih langsungoleh rakyat tapi partainya di DPR sangat kecil. Kekuatannyahanya tujuh persen. Pasti inisiatif-inisiatifnya akan seringdihambat oleh partai-partai oposisi di DPR, sehingga terjadikebuntuan (deadlock).

Aturan main menyatakan bahwa kalau suatu kebijakan tidakbisa diputuskan, presiden harus menjalankan kebijakan yangdibuat tahun lalu. Kalau itu yang terjadi, artinya kita macet.

MEMBELA KEBEBASAN

162

Page 179: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Stagnan di situ. Kemungkinan inilah yang mengkhawatirkan.Jadi ada masalah kelembagaan politik yang bisa menghambatdemokrasi, yaitu paduan sistem multipartai dan sistem pre-sidensial. Yang ideal adalah: kalau sistemnya presidensial, jum-lah partai jangan lebih dari dua. Ini lebih mudah ditata. Danseringkali presiden didampingi oleh kongres yang juga domi-nan. Seperti sekarang, di Amerika Serikat, yang berkuasa dikongres adalah Partai Republik, sementara presidennya jugadari Republik. Mungkin orang akan berkata, “Wah, kalau begitutidak ada checks and balances.”

Anggapan semacam ini memang beralasan, tapi kalau dilihatdari pentingnya efektifitas dan efisiensi pemerintahan, hal itubiasanya tidak jadi masalah. Pertanyaan yang terpenting adalah:apa alterrnatif untuk memecahkan masalah ini? Faktanya kitapunya sistem multipartai dan di sisi lain kita punya sistem pre-sidensialisme. Bagaimana mengatasi masalah ini? Satu-satunyapeluang pemecahan masalah adalah adanya kearifan para elitepolitik. Hanya itu yang bisa kita harapkan. Kalau di antaramereka tidak mungkin terjadi kerja sama untuk sebuah kebijak-an, maka kita akan deadlock.

Fakta bahwa Jusuf Kalla memimpin Golkar sekarang ini bisakita pandang sebagai hal yang positif dilihat dari segi efektifitasdan efisiensi pemerintahan. Dengan demikian tidak mungkinGolkar menghambat pemerintahan, karena Wakil Presidenadalah ketua umumnya sendiri. Dilihat dari prinsip checks andbalances, toh masih ada oposisi di sana, misalnya PDIPerjuangan. Walaupun tidak terlalu besar, PDIP sudah cukupkuat untuk teriak-teriak, dan nanti rakyat sendiri yang menilaibahwa pemerintahan ini tidak sungguh-sungguh atau sebalik-nya. Akhirnya masyarakat sendiri yang menentukan, mana kri-tik yang masuk akal dan mana yang tak berdasar. Kalau misal-nya Jusuf Kalla tidak mengambil Golkar, masyarakat juga akanbingung dan mengeluhkan sulitnya pemerintah mengambilkeputusan. Pemerintahan deadlock dan masyarakat tidak bisamenilai, karena tidak ada policy. Akhirnya yang disalahkandemokrasinya sendiri.

PEMILIHAN UMUM DAN SISTEM MULTIPARTAI

163

Page 180: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Tapi umumnya kecenderungan untuk menyalahkandemokrasi itu hanya tumbuh di kalangan aktivis dan elite ter-tentu saja, yang punya tradisi panjang dalam hal ketidakpuasan.Kalau kita amati secara seksama dan sistematis bagaimanamasyarakat melihat kemajuan demokrasi kita, saya optimistismasyarakat menilainya positif. Ada progres. Bahwa masihbanyak masalah, ya. Tapi mereka percaya bahwa tidak adasistem terbaik selain demokrasi untuk mengatur Indonesia.

Saya menyimpulkan ini berdasarkan survei-survei nasionalyang kami lakukan melalui Lembaga Survei Indonesia (LSI).Kami mewawancarai warga dari Aceh sampai Papua, dan terli-hat bahwa di atas 70 persen dari mereka percaya tidak ada sis-tem lain untuk negara kita yang paling cocok kecuali demokrasi.

Mereka meyakini demokrasi sambil menyadari bahwa masihada kekurangan-kekurangannya. Mereka juga tahu bahwademokrasi itu memang tidak bisa berjalan dengan mudah. Tapikesulitan-lesulitan ini bukan masalah yang fundamental. Yangpenting modal dasarnya sudah tersedia, yaitu kepercayaanmasyarakat bahwa demokrasi adalah sistem terbaik untuknegeri kita walaupun tidak sempurna. Saya memonitor hal inisecara regular, setidaknya tiap tiga bulan sekali melalui surveinasional. Selalu ada progres.

Kalaupun ada indikasi menurun, itu lebih pada aspek sikapmereka terhadap kebijakan pemerintah. Misalnya tidak puasterhadap kebijakan tertentu yang dibuat pemerintah. Tapi kalaumenyangkut aspek demokrasinya sendiri, keyakinan bahwademokrasi itu cocok dan penting, tidak ada perdebatan yangberarti.

Bagi partai politik sendiri, modal dasar seperti ini menjadisangat penting dan, di sisi lain, mengharuskan mereka untuktidak lengah. Sebab ternyata masyarakat mengikuti betul partaimana yang bekerja dan mana yang tidak. Pada akhirnya merekaakan menjatuhkan hukuman ketika ada kesempatan. Lihatlahapa yang terjadi dalam pemilihan kepala daerah, khususnyapemilihan gubernur hari-hari ini. Dari tujuh provinsi yangsudah selesai melakukan pilkada langsung untuk memilih

MEMBELA KEBEBASAN

164

Page 181: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

gubernur, tidak ada satu pun calon gubernur dari partai yangdominan di daerah itu dipilih oleh rakyat.

Di Sulawesi Utara, misalnya, mestinya yang menang adalahcalon dari Golkar, sebab Golkar menang besar di sana.Kenyataannya yang menang adalah kandidat dari PDIP. DiSumatera Barat juga Golkar yang terbesar, tapi yang terpilihsebagai gubernur adalah calon dari PDIP, yang kekuatannyahanya tiga persen. Itu artinya masyarakat akan menghukumpartai politik jika mereka main-main dan lengah.

Kembali ke soal jumlah partai politik di Indonesia, kita belumbisa meramalkan apakah kecenderungannya mengecil ataumembesar. Sebab hal ini sangat tergantung pada electoralengineering, rekayasa kelembagaan pemilu. Kalau tidak adaperubahan sistem pemilu, maka kemungkinan akan tetap seper-ti sekarang. Pemilu sebelumnya, yang menetapkan ambangperolehan suara minimal (electoral threshold) dua persen, me-munculkan tujuh besar; pemilu 2004, dengan threshold tigapersen, pun menghasilkan tujuh besar.

Kalau masyarakat melihatnya sebagai masalah, yaitu bahwaadanya terlalu banyak partai politik mempersulit pemerintahan,maka diharapkan akan tumbuh kesadaran di masyarakat bahwajumlah partai politik lebih baik sedikit. Kalau kesadaran ini tum-buh, ia harus disertai dengan perubahan kelembagaan politik,dalam hal ini sistem pemilu. Misalnya dengan menaikkan elec-toral threshold menjadi tujuh atau sepuluh persen. Dengan begi-tu, hanya akan ada tiga partai yang bertahan, yaitu PKB, PDIPdan Partai Golkar, sebab hanya mereka inilah yang punya suaradi atas sepuluh persen. Orang-orang yang memilih partai-partaikecil tersebut akhirnya akan mengerucut dan mengikuti partai-partai besar tersebut. Lalu orang akan teriak-teriak bahwa halitu menghalangi hak warga untuk berpolitik. Artinya terjaditarik-menarik antara efektifitas bagi pemerintahan dan kebe-basan orang untuk membentuk partai politik, dan seterusnya.

Tapi tarik-menarik semacam itu tak perlu terlalu dirisaukan.Yang diperlukan adalah “seni politik” untuk merekayasa danmengembangkan demokrasi. (Saiful Mujani)

PEMILIHAN UMUM DAN SISTEM MULTIPARTAI

165

Page 182: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

166

Page 183: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

POTRET

DEMOKRASI

DI INDONESIA

SEJAUH INI DEMOKRASI MERUPAKAN SISTEM TERBAIK YANG DI-kenal umat manusia. Demokrasi belum tentu sempurna,

tapi ia adalah sistem yang terbaik, antara lain karena sifatnyayang bisa mengoreksi dirinya sendiri, tidak seperti sistem lainyang tertutup. Demokrasi juga bisa semakin maju dan semakinmundur. Apa faktor utama yang menyebabkan hal itu di sebuahnegara? Ada orang-orang yang mengamati secara sistematis ten-tang masalah ini; bagaimana demokrasi bisa berkembang didunia ini. Itu adalah pengamatan sejumlah ahli yang dilakukandalam rentang waktu yang cukup panjang, empat puluh tahun-an, dari tahun 1950-an sampai pertengahan tahun 1990-an.

Ada berbagai macam negara yang diamati dengan beragamsistem demokrasi dan pelaksanaannya; ada yang sistem par-lementer dan presidensial; ada yang multipartai dan yang duapartai, dan sebagainya. Dari pengamatan yang sangat banyakdalam kurun yang cukup panjang tersebut, kesimpulannya

173

Page 184: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

faktor utama yang membuat demokrasi bisa berkembangataupun runtuh cuma satu, yaitu sejauh mana ekonomi disebuah negara berkembang. Dengan kata lain faktor utamanyaadalah kesejahteraan masyarakat. Jadi, yang sering meng-gagalkan demokrasi di suatu negara adalah karena ekonomimasyarakat di negara tersebut tidak tumbuh dengan baik.

Kita bisa melihat hal ini pada pengalaman Indonesia di tahun50-an. Pada waktu itu kita sudah memulai demokrasi, danwalaupun pemicu dari kegagalan demokrasi tersebut adalahkonflik di tingkat elite dan munculnya gerakan separatis, tapi dibalik semua itu sebenarnya adalah ketidakmampuan pemerin-tah untuk melakukan pembangunan ekonomi. Inflasi selalusangat tinggi, dan terjadi terus-menerus. Jatuhnya PresidenSoekarno dan Komunis pada waktu itu juga karena gagalnyapembangunan ekonomi. Pada tahun 60-an itu inflasi sampaisetinggi enam ratus persen. Hal yang sama juga terjadi dibanyak negara yang mencoba demokrasi. Jadi, kita harapkan dimasa mendatang pembangunan ekonomi kita terus membaikagar demokrasi kita bisa stabil dan matang. Sekarang ini pen-dapatan per kapita kita seribu sekian dolar AS per tahun. Kitaharapkan dalam sepuluh tahun ke depan pendapatan itu bisamenjadi tiga ribu dolar AS, kalau demokrasi kita mau selamat.

Tidak berarti bahwa masyarakat yang makmur dengansendirinya akan demokratis. Negara-negara Timur Tengah itu,misalnya, umumnya makmur, tapi tidak demokratis. Lihat sajaArab Saudi. Dia sangat makmur. Pendapatan per kapitanya jauhsekali di atas kita. Masalah Arab Saudi bukanlah persoalan pem-bangunan ekonomi. Dan persoalan di Arab Saudi bukanbagaimana mematangkan, tapi bagaimana memulai demokrasi.

India lain lagi. Ia sering disebut sebagai pengecualian.Demokrasi India relatif bisa bertahan, cukup baik. India me-mulai demokrasi tahun 50-an, sama dengan kita, tapi dia tidakgagal di jalan, dan terus bertahan sampai hari ini. Padahal Indiaitu miskin. Tapi saya kira kita tak perlu melihat pada kasusperkecualian seperti India itu. Kita perlu melihat pada kasusyang umum. Karena, kalau kita menengok kasus umum,

MEMBELA KEBEBASAN

174

Page 185: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

kemungkinan (probability) untuk suksesnya lebih besar; kalaukita mencontoh yang probability-nya kecil, peluang kita untuksukses juga kecil. Maka lebih baik kita mencontoh Korea,Jepang, Taiwan dan sebagainya itu.

Jangan pula kita menoleh ke Singapura. Kasusnya miripdengan Arab Saudi. Mereka masih bergulat dengan persoalanmemulai, bukan mematangkan demokrasi. Biasanya penjelasan-penjelasan untuk mereka pun lebih khusus. Kasus Singapura,dalam kaitan dengan pertanyaan tentang kapan sebuahdemokrasi tumbuh atau muncul di sebuah negara, biasanyapertama-tama dikaitkan dengan karakteristik masyarakatnya,terutama dalam hubungannya dengan ekonomi. Di Singapura,juga di Arab Saudi, kegiatan ekonomi masyarakatnya banyakbergantung pada negara, pada subsidi negara. Singapura adalahnegara jasa, dan pemerintahnya menarik pajak dari industritersebut. Pemerintah Singapura pun masih menguasai badan-badan usaha negara, misalnya Singapore Airlines. Dengan caraitu, yang kaya adalah negara, bukan rakyatnya.

Dalam posisi semacam itu maka tawar-menawar antaranegara dan masyarakat menjadi tidak seimbang. Masyarakatmenjadi sangat tergantung pada negara. Maka kemudianmasyarakat merasa tidak perlu kerja keras dari bawah, sebabternyata negara bisa melayani mereka, membuat merekasejahtera. Karenanya masyarakat tidak melihat insentif untukmengembangkan demokrasi dalam masyarakat semacam itu.Pajak yang dipungut oleh pemerintah Singapura itu adalahpajak dari perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi disana, bukan pajak dari warganya sendiri (ini bisa menjadisumber demokrasi).

Di Arab Saudi pun begitu; sumber pendapatan bukanlah dariwarganya sendiri. Masyarakatnya banyak bergantung padapelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Karakteristikekonominya adalah ekonomi rente, yang terutama bersandarpada hasil alam. Sumber kekayaan Arab Saudi adalah AllahSWT, dari minyak, bukan dari rakyatnya. Berkah Tuhan itudiambil oleh pemerintahnya, kemudian merekalah yang

POTRET DEMOKRASI DI INDONESIA

175

Page 186: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

berwenang mendistribusikannya kepada rakyat sesuai seleradan kebaikan hati elite politiknya.

Dalam kondisi semacam itu maka tidak ada alasan bagirakyat Saudi untuk menuntut demokrasi. Buat apa merekasusah-susah? Bukankah Allah sudah memberikan rahmatkepada mereka melalui raja, dan raja sudah membagi-bagikankekayaan itu? Lain halnya dengan Korea, misalnya, yangsumber ekonominya benar-benar berasal dari rakyat

Kita di masa Orde Baru dulu juga seperti itu. Kenapa OrdeBaru bertahan begitu lama? Karena sumber-sumber ekonomikita sebagian besar berasal dari negara. Sumbernya dari alam—minyak, gas, kayu, dan lain-lain. Maka Presiden Soeharto wak-tu itu banyak melayani masyarakat, memberi subsidi ini dan itu.Bahkan, pasar pun dibikinkan oleh negara. Namanya PasarInpres. Lucu sekali. Tapi kemudian, ketika pendapatan darihasil alam itu menipis, mulailah Presiden Soeharto me-longgarkan pintu untuk investasi dan macam-macam. Dengandemikian kegiatan ekonomi masyarakat pun makin besar. Laludia memungut pajak dari rakyat yang bekerja tersebut. Ujung-ujungnya adalah Reformasi itu. Masyarakat makin banyakmenuntut, dan negara tidak bisa membendungnya, karenakekuatan ekonomi berasal dari rakyat sendiri. Sekarang inikondisi kita semakin menguat ke arah itu. Sumber negara ter-besar sekarang adalah dari pajak. Tidak bisa lain. Karena hasilalam akhirnya terbatas juga.

Begitulah memang pengalaman di negara-negara lain yangsekarang demokratis. Ciri utamanya adalah: kekuatan ekonomiterutama berasal dari masyarakat, istilahnya kelompok “kelasmenengah”. Kalau di sebuah negara kelas menengahnya tebal,kuat, maka itu merupakan harapan dan dasar bagi berkembangdan matangnya demokrasi di negara tersebut. Masalahnyadalam kasus kita ini, dengan pengalaman panjang di era OrdeBaru, rakyat kita biasa dikasihani oleh negara, disubsidi ini danitu. Ketika pemerintah tidak punya uang lagi, dan subsididicabut, masyarakat teriak.

Pada dasarnya, kalau demokrasi mau matang, ekonominya

MEMBELA KEBEBASAN

176

Page 187: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

harus benar-benar berasal dari rakyat sendiri. Itu artinya harusada lapangan kerja. Dan yang membuka lapangan kerja bukanpemerintah, tapi masyarakat sendiri, terutama kalangan peng-usaha. Mereka inilah yang harus kuat.

Nah, negara kita sekarang baru memulai demokrasi.Tantangannya adalah bagaimana menjaga agar suara mayoritastidak berubah menjadi tirani mayoritas, yang nantinya malahmemberangus nilai-nilai yang menjadi inti demokrasi itusendiri, yaitu toleransi, kebebasan sipil, pluralisme dan sebagai-nya. Kita lihat sekarang gejala semacam itu mulai muncul dinegeri kita. Memang, demokrasi yang hanya bertumpu padasatu dimensi, yaitu partisipasi politik, dan tidak disertai dengankebebasan sipil (civil liberties), punya kecenderungan menujupada tirani mayoritas. Sebab politisi atau para pejabat publik itudipilih oleh rakyat, dan dengan demikian mereka lebih men-dengarkan suara mayoritas.

Mereka cenderung memilih pragmatisme politik. Padahalmereka itu merupakan kelompok strategis yang menentukan,yang berwenang melindungi atau menjalankan prinsip-prinsipdemokrasi itu sendiri, misalnya untuk melakukan eksekusihukum, untuk menjaga ditaatinya prinsip-prinsip HAM, dansebagainya. Nah, pada demokrasi yang di dalamnya adapolarisasi yang sangat besar di masyarakat, katakanlah tingkattoleransi terhadap kelompok kecil itu rendah, maka perilakuelite cenderung untuk menyesuaikan diri dengan keinginanmayoritas tersebut. Karena kalau tidak demikian, merekakhawatir tidak terpilih dalam pemilu berikutnya. Jadi merekatakut tidak populer. Ini akan menimbulkan masalah.

Maka, supaya demokrasi makin bekerja secara penuh dinegara seperti negeri kita ini, kita membutuhkan elite politikyang bukan hanya pragmatis politik tapi juga yang punyakomitmen cukup kuat terhadap nilai-nilai demokrasi itu sendiri.Artinya dia konsisten berpegang pada konstitusi, misalnya.Konstitusi demokrasi sendiri, seperti yang sudah kita anutdalam UUD Dasar 45, menurut saya secara umum sudahmemadai, meski di sana sini masih ada masalah. Kalau mau

POTRET DEMOKRASI DI INDONESIA

177

Page 188: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

konsisten dengan itu, apa risikonya bagi politisi? Bagi politisiyang punya prinsip seperti disebut tadi, hal ini tidak menjadimasalah, sebab itu merupakan investasi jangka panjang bagibangsa ini. Dia harus melakukan investasi di situ. Artinya,kalaupun dia menjadi tidak populer demi menegakkankebebasan sipil, melindungi hak-hak minoritas dan sebagainya,dia tidak perlu terlalu takut untuk tidak dipilih lagi dalampemilu berikutnya.

Malah, mestinya dia bersikap “tidak terpilih pun tidak apa-apa”. Apalagi, dalam hal ini pun ada insentifnya. Kita ini hidupdi zaman yang sudah sangat mengglobal, bukan terisolasi. Jadikalau seorang politisi, demi menegakkan civil liberties, bersediamengorbankan jabatan publik sehingga tidak terpilih dalampemilu, dia akan populer juga sebagai juru bicara kebebasansipil di dunia internasional.

Tapi memang ini juga menyangkut soal “kelas” politisi kita.Apakah kita sudah punya kelas politisi yang semacam itu? Sayaragu. Coba saja lihat dalam kasus Ahmadiyah, misalnya. Tidakada seorang pun politisi di DPR atau tokoh partai politik yangmengatakan “Demi Konstitusi kita, kita wajib melindungiwarga Ahmadiah hidup di negeri ini.” Tidak ada yang beranibersikap begitu. Ini menyangkut martabat dan kelas dari politisiitu sendiri. Biasanya politisi seperti itu lahir dari kalangan yangpunya tradisi intelektual kuat. Kita tahu, sekarang ini rekrutmenpolitik kita kurang bagus; kita harus akui hal ini, walaupun kitasudah punya demokrasi—inilah demokrasi kita.

Idealnya rekrutmen itu juga menekankan unsur pendidikanpolitik oleh partai-partai politik yang ada, sehingga orang-orangyang masuk ke partai adalah kader-kader yang punyawawasan, punya prinsip dan mengerti betul apa itu demokrasi,dan tahu bagaimana seharusnya pengembangannya untukmasa mendatang. Itu bagian dari investasi jangka panjang.Memang dalam soal civil liberties ini kita tidak bisa mengubah-nya dalam waktu singkat. Kita tahu bahwa kita berada di tahapini sekarang, dengan pandangan keagamaan seperti ini, yangmerupakan hasil tempaan ratusan tahun. Mungkin kita dengan

MEMBELA KEBEBASAN

178

Page 189: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

sedih tidak bisa menyaksikan kebebasan sipil bersemi denganbaik di Indonesia dalam masa hidup kita. Tapi kita harus terusmenanam investasi di situ.

Kita juga harus menyinggung aspek yudisial, terutama parapenegak hukum, khususnya Mahkamah Agung. Dalamdemokrasi yang matang, peran Mahkamah Agung yang kuat ituamat sangat penting. Mereka relatif independen dari tekanan-tekanan politik massa karena mereka tidak dipilih langsungoleh rakyat, tapi dipilih oleh DPR bersama-sama denganPresiden. Dengan demikian mereka tidak punya insentif untukharus selalu mendengarkan suara massa yang terkadang tidaklogis atau tidak konsisten dengan tuntutan Konstitusi.

Maka mestinya kita bisa lebih banyak berharap padaMahkamah Agung. Cuma saya belum melihat bahwa harapanitu bisa dipenuhi. Mahkamah Agung kita juga belum teruji,misalnya untuk kasus Ahmadiyah. Saya tidak tahu apakahAhmadiyah sudah mengadu ke Mahkamah Agung. Dalamkasus-kasus seperti inilah Mahkamah Agung akan diuji, apakahmereka betul-betul berperan sebagai penjaga Konstitusi; apakahmereka benar-benar melaksanakan Konstitusi atau tidak.

Kalau seandainya keyakinan pribadi mereka turut mewarnaiatau bahkan menentukan keputusan mereka, maka secarakonseptual itu sudah menyalahi Konstitusi. Memang, tentu sajatidak ada orang yang netral seratus persen dalam hidup ini, tapisetidaknya setiap orang—apalagi para hakim—tentu punyaukuran dalam tindakan dan keputusannya. Dalam hal ini, apaukurannya? Hukum, Konstitusi, Undang-undang. Tidak bisalain. Jadi ukurannya bukan soal tetangga, saudara seagama,atau bahkan perbedaan paham keagamaan, melainkan apa yangtertulis secara eksplisit dalam naskah-naskah hukum itu.

Kalau hakim menaati Konstitusi, itu bukan berarti diamengambil keputusan yang bertentangan dengan keyakinandia. Justru di situlah tantangannya. Bisakah kita betul-betulmenganut demokrasi dalam pengertian, di satu sisi, loyalterhadap Konstitusi yang melindungi hak semua warga negaraterlepas dari apa pun agama dan keyakinanya dan, di sisi lain,

POTRET DEMOKRASI DI INDONESIA

179

Page 190: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

kita sebagai warga negara punya keyakinan yang lain? Kalaukita tidak mampu, itu merupakan masalah serius. Demokrasihanya bisa matang kalau ada pelaku-pelaku demokrasi yangmampu hidup di dua dunia yang berbeda itu. Yaitu: duniapribadi di satu sisi, dan dunia publik di sisi lain. Dunia publiktersebut bukan milik satu-dua kelompok tertentu, tapi milikbersama.

Dengan kata lain, kunci pematangan demokrasi terletak dibidang hukum, dengan kualitas yang tinggi dari orang-orangyang ada di dalamnya. (Saiful Mujani)

MEMBELA KEBEBASAN

180

Page 191: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

BAGIAN EMPAT

MengapaDesentralisasi?

Page 192: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

182

Page 193: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

DESENTRALISASI

DESENTRALISASI ADALAH PEMBAGIAN KEKUASAAN KEPADA

daerah. Unit daerah itu tergantung sistemnya, bisaprovinsi, kabupaten, atau kota. Indonesia menganut desentral-isasi di tingkat dua (kabupaten atau kota). Sebenarnya desen-tralisasi kita adalah terjemahan lain dari sistem federalismedalam beberapa hal. Tapi biasanya unit federalisme bukandaerah tingkat dua tapi daerah tingkat satu, provinsi, sepertiberlaku di banyak negara (Amerika Serikat, Jerman, Malaysia,India, dan lain-lain).Ada yang berpendapat bahwa dalammasyarakat yang sangat pluralistik seperti Indonesia, desentral-isasi adalah kelembagaan politik yang sangat bagus untukmenumbuhkan demokrasi. Jadi ada kecocokan antara keinginanmembangun demokrasi dengan federalisme. Studi yang menun-jukkan hal itu cukup kuat. Tapi yang menarik, desentralisasi ke-kuasaan di negeri kita ini menurut saya lebih radikal daripadafederalisme sendiri, meskipun istilah yang kita gunakan bukanfederalisme.

183

Page 194: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Sistem kita lebih decentralized, karena unitnya lebih kecil.Coba bayangkan: kita punya lebih dari 400 kabupaten dan kotayang masing-masing otonom. Sementara federalisme lebihmudah dikelola karena biasanya unitnya provinsi, yang jumlah-nya cuma puluhan. Dilihat dari sisi ini desentralisasi kita lebihradikal, lebih mencerminkan pluralitas yang ada di masyarakat.Karena itu kadang ada eksesnya. Unit yang banyak itu sangatotonom, sementara wewenang di tingkat provinsi melemah.Karena untuk wilayah-wilayah yang sangat penting desentral-isasi itu langsung berhubungan dengan pusat. Misalnya,anggaran daerah itu pembagiannya dari pusat langsung kedaerah tingkat dua. Apakah hal ini kemudian akan me-nimbulkan masalah? Masih terlalu pagi untuk menilainya.

Selain untuk membuat pemerintahan lebih terkelola, denganmelibatkan lebih banyak orang (lebih partisipatif), desentralisasijuga terkait dengan problem keadilan. Dalam pengelolaansumber-sumber daya dan sebagainya, wewenang daerah jadimenguat dengan desentralisasi; masing-masing daerah menjadiotonom. Kedua, daerah-daerah tersebut punya wewenanguntuk menentukan daerahnya. Tidak didesain dari pusat. Jadidesentralisasi mengandaikan pemerintah-pemerintah daerahsangat kreatif dan partisipasi mereka sangat tinggi.

Tapi ada masalah yang sering diperdebatkan, menyangkutwilayah-wilayah miskin atau sangat miskin yang tanpa dibantupusat tidak akan berkembang, misalnya karena alamnya tidaksekaya daerah lain. Mereka sangat bergantung pada bantuanpusat, sementara sumber pemerintah pusat adalah daerah lain.Ini masalah alokasi. Jadi ada harapan supaya daerah-daerahkaya menyumbang lebih besar ke pusat untuk disumbangkankembali ke daerah-daerah miskin.

Ini menimbulkan masalah juga. Sebab pendapatan pemerin-tah pusat adalah dari daerah, sementara masukan dari daerahlain yang kaya dibatasi dengan adanya otonomi daerah tersebut.Jadi masalah keadilan tersebut tergantung dari mana kita me-lihatnya. Kalau dilihat dari konteks Indonesia secara keseluruh-an, kita tidak mau membiarkan adanya provinsi atau kabupaten

MEMBELA KEBEBASAN

184

Page 195: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

yang terbelakang, misalnya. Kita ingin semua menjadi bagiandari Indonesia, maka harus dibantu oleh pemerintah pusat.

Sementara pemerintah pusat sendiri kekuatannya ber-gantung pada daerah lain yang kaya. Contohnya Provinsi NusaTenggara Timur. Sampai sekarang pemasukan dari NTT untukpembangunan masih minus. Demikian juga Sumatera Barat,yang pendapatan daerahnya termasuk kecil. Untuk daerah-daerah semacam itu pemerintah pusat harus banyak me-nyumbang dan membantu pembangunannya.

Tarik-menarik masalah itu merupakan hal yang dinamis.Kita belum tahu apakah sistem semacam ini bisa bertahan atautidak di masa depan. Tapi intinya desentralisasi memberi we-wenang yang sangat besar kepada daerah untuk mengelola danmembangun daerahnya. Memang ada hal-hal yang tidak bisadiambil alih oleh pemerintah daerah, misalnya masalah tentara,mata uang, politik luar negeri, agama. Tapi, khusus untukagama, sebenarnya ia masuk wilayah masyarakat. Mestinyaagama yang paling didesentralisasikan. Tapi kenyataannyatidak. Perlu diteliti kenapa agama tidak termasuk bidang yangdidesentralisasikan.

Kalau kita mau menghubungkan desentralisasi dengandemokrasi, secara umum bisa kita katakan bahwa dalamdemokrasi ada norma bahwa kekuasaan itu intinya berasal darirakyat. Jadi dalam utopianya, setiap warga adalah penguasabagi dirinya masing-masing. Dalam sistem sentralisasi, hubung-an antara warga negara dan pemerintah pusat yang mengambilkebijakan-kebijakan publik tersebut terlalu jauh. Dengan desen-tralisasi, jarak itu jadi dekat. Kita jadi punya sekitar 400 “-presiden”.

Dengan begitu aspirasi masyarakat yang sangat heterogenitu diharapkan lebih bisa diakomodasi, karena proses peng-ambilan keputusan publiknya, di satu sisi, berlangsung padalevel yang lebih rendah; di sisi lain, setiap kabupaten mungkinpunya ciri khas masing-masing sehingga tidak bisa digeneral-isasi begitu saja. Karena itu dengan hadirnya pemerintahandaerah yang otonom diharapkan pemerintah akan menjadi lebih

DESENTRALISASI

185

Page 196: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

efisisen, lebih efektif, dan keputusan yang dibuat pemerintahlebih dekat dengan aspirasi masyarakat. Kontrol terhadap parapejabat publik pun lebih mudah; dan ini terkait pula denganpemilihan pejabat-pejabat tersebut.

Dalam demokrasi, keputusan-keputusan publik harus dibuatoleh pejabat publik, yang dipilih oleh publik. Itu intinya. Pejabatyang tidak dipilih oleh masyarakat tidak punya wewenanguntuk mengambil keputusan publik. Di pemerintah daerah adadua komponen yang penting: bupati (atau walikota) dan DPRD.Kedua otoritas itulah yang punya mandat untuk menentukanhitam-putihnya daerah tersebut. Tindakan mereka pula yangmenentukan apakah masyarakat memandang keputusan-keputusan yang diambil pemerintahan daerah itu mencermin-kan aspirasi masyarakat atau tidak. Dengan adanya pemilihankepala daerah langsung (pilkada) maka mekanisme untukmenghukum dan memberi ganjaran terhadap pemerintahdaerah tersebut bisa dilakukan, karena jaraknya denganmasyarakat relatif dekat.

Di daerah Irian Jaya Barat, misalnya, dalam satu kabupatenwarga yang punya hak pilih hanya enam ribu orang. Merekamenjadi sangat dekat dengan kepala daerah. Sehari-hari merekabisa ketemu, mengontrol, mengeluh. Itu sangat baik.Mekanisme kontrol masyarakat terhadap pelaksana kekuasaanmenjadi lebih mungkin. Ini cita-cita demokrasi. Kalau Andatinggal di Papua, Anda akan sangat sulit untuk mengontrol SBY.Tapi kalau “SBY” itu hanya sebagai kepala daerah atau bupati,Anda bisa lebih mudah datang dan mengontrol.

Dan seorang bupati yang sudah dipilih oleh masyarakat itutidak bisa diberhentikan oleh pemerintah pusat. HanyaKonstitusi yang bisa memecat. Bukan pemerintah pusat. Dalamhal ini Konstitusi dilaksanakan oleh pengadilan. Artinya kalaubupati atau walikota melanggar Konstitusi, Departemen DalamNegeri punya wewenang mengurusnya, tapi landasan Depdagriadalah hukum, tidak bisa sewenang-wenang. Rekomendasi daripengadilan itulah yang kemudian dijadikan dasar untukmemecat.

MEMBELA KEBEBASAN

186

Page 197: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Kalau sudah dilaksanakan dengan benar, hasil pilkada ituharus diterima, walaupun tidak memuaskan. Misalnya, yangmenang justru adalah kandidat yang kurang mencerminkanaspirasi masyarakat, kualitasnya meragukan, dan sebagainya.Tapi itulah konsekuensi pilkada. Pemenangnya tidak bisadisalahkan. Itu bagian dari demokrasi. Dan secara umum sayamelihat pilkada kita sukses. Tentu banyak masalah yang harusdiperbaiki. Tapi untuk tahap pertama ini, sukses besar.

Bayangkan: dalam setahun kita melaksanakan kurang lebih190 pilkada. Luar biasa. Ini belum pernah terjadi dalam sejarahIndonesia. Konflik-konflik memang mungkin terjadi, seperti dibanyak negara demokrasi baru. Tapi sumber konflik itu jelas,sehingga di masa depan bisa diperbaiki. Misalnya ketidaksiapanpihak yang kalah dalam menerima hasil pilkada itu; ada kan-didat yang ternyata ijazahnya palsu, dan sebagainya. Hal-halseperti ini mudah diatasi.

Kasus di Depok itu, misalnya, saya anggap wajar saja.Penyelesaiannya bagus sekali. Perselisihannya ditangani daripengadilan tingkat terendah sampai ke Mahkamah Agung.Semua tahapan hukum ditempuh. Bagi saya hasilnya tidakterlalu penting. Yang penting prosesnya dipenuhi atau tidak.Dalam kasus Depok itu Nurmahmudi Ismail dari PKS tidakmenerima keputusan Pengadilan Tinggi di Bandung, dan iniwajar saja. Tapi anehnya di Depok tidak terjadi kekerasan. Yangterjadi adalah perdebatan politik. Itulah demokrasi. Di daerahlain pun tentu hal semacam itu banyak terjadi. Ada juga yangbikin huru-hara, meski sedikit.

Di samping itu juga persoalannya menyangkut masalahpelaksana pilkada itu sendiri, yaitu Komisi Pemilihan UmumDaerah (KPUD). Karena pilkada adalah hal baru, dan masalah-nya tidak sederhana, maka bisa dimaklumi kalau pelaksanakurang siap. Juga, wewenang KPUD tidak seperti KPU. KalauKPUD menghadapi masalah, ia tidak bisa dibahas dan dikonsul-tasikan ke atas atau patronnya (KPU). Mereka tidak punyahubungan hierarkis. Ini menyangkut masalah kelembagaandalam pilkada; pilkada itu dianggap bukan pemilu. Di situlah

DESENTRALISASI

187

Page 198: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

titik perselisihannya Jadi menurut saya undang-undangnyaharus direvisi. Yang namanya pemilu itu bisa berlaku di pusat,di daerah, di mana pun. Sama saja.

Ada pula kekhawatiran bahwa otonomi besar yang dinikmatioleh daerah-daerah akan mengarah pada separatisme, gerakanmemisahkan diri dari pemerintahan pusat atau NKRI. Namunbiasanya separatisme itu terjadi kalau ada agama atau etnikyang sangat kuat. Etnik itu unit administrasinya bukan tingkatdua, tapi biasanya provinsi. Maka sebenarnya terobosan yangsaya sebut radikal itu untuk menjawab kemungkinan ini. Jadiyang dilakukan Ryaas Rasyid, Andi Mallarangeng dan kawan-kawan lain waktu mendesain otonomi tersebut adalah untukmenghindari itu.

Kalau misalnya otonomi di Papua terjadi di daerah tingkatsatu, mereka akan homogen. Ada kekuatan sangat besar yanglebih memungkinkan separatisme. Kalau otonominya di tingkatdua, di antara mereka sendiri akan muncul konflik, sehinggatidak mudah untuk melancarkan gerakan separatis. Merekaakan kembali menjadi kekuatan yang terdesentralisasi. (SaifulMujani)

MEMBELA KEBEBASAN

188

Page 199: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

DAMPAK-DAMPAK

DESENTRALISASI

DESENTRALISASI BERANGKAT DARI SATU PREMIS BAHWA ADA

sentralisme yang kuat. Ada pula dimensi teritorialdalam definisi desentralisasi. Terhadap wilayah sebesar Singa-pura, kita tidak relevan bicara tentang desentralisasi. Jadi, adadimensi teritorial yang sangat kuat di sini. Mengapa Indonesia,atau banyak negara lain, perlu desentralisasi? Karena desentral-isasi terkait dengan kemampuan pemerintah memberikanpelayanan (service) pada publik. Kalau publik itu tersebar makakemampuan pemerintah untuk mengetahui kebutuhan merekadan memberikan pelayanan secara baik jadi terbatas. Kalau pe-jabat di Jakarta ditanya apa kebutuhan publik Wamena, mung-kin jawabannya berbeda dari jawaban pemerintah di Wamenasendiri. Dan yang tahu persis kebutuhan publik di sana adalahmereka. Karena itu desentralisasi merupakan penerjemahanotoritas pemerintah untuk memberikan public service, denganmempertimbangkan dimensi teritorial di dalamnya.

189

Page 200: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Aspek kedua adalah daya serap (absorbsi) terhadap aspirasipublik. Kemampuan pemerintah pusat untuk menyerap aspirasipublik ini sangat terbatas. Bukan karena pemerintahnya tidakmampu, tapi karena jumlah masyarakatnya yang terlalu besar.Maka proses penyerapan aspirasi dan penyajian layanan publikitu sebaiknya dilakukan di tingkat lokal. Inilah kata kunci dariapa yang disebut desentralisasi.

Dalam hal ini kita harus melihat aspek-aspeknya secara ta-jam. Apa yang bisa didesentralisasikan dan apa yang tidak?Para pendukung desentralisasi biasanya mendukung secaratotal. Yang menentang pun menentang total. Padahal, soal ke-bijakan moneter, misalnya, jangan sekali-kali didesentralisasi-kan. Pengalaman Amerika Latin sudah membuktikan bahwakalau kebijakan moneter dilakukan di tingkat lokal, akanmuncul berbagai krisis. Kebijakan luar negeri demikian pula.Tapi dalam aspek-aspek pemerintahan yang menyangkutpelayanan publik, sudah banyak negara yang membuktikanbahwa itu lebih efisien daripada semuanya dirancang dandijalankan oleh pemerintah pusat.

Fungsi penyerapan aspirasi publik dengan desentralisasi itutidak ekuivalen dengan demokrasi. Sebuah pemerintahan bisademokratis dan sentralistis; bisa juga desentralistis tapi tidakdemokratis. Sistem Uni Soviet adalah desentralistis. Tapi iasama sekali bukan sebuah demokrasi. Sebaliknya Inggris dimasa Thatcher adalah pemerintahan yang sentralistis tapidemokratis. Tapi secara umum desentralisasi memang seringberjalan seiring dengan demokratisasi. Mengapa? Karenalogikanya masuk akal. Ketika ada transfer otoritas dari pusat kedaerah, otoritas ini biasanya mencakup tiga hal: otoritas politik,otoritas fiskal, otoritas administrasi. Ini membuat arena politiklokal jadi punya gigi sehingga layak disebut proses demokrati-sasi. Muncul minat publik untuk terlibat dalam proses pengam-bilan keputusan. Keterlibatan ini menimbulkan efek langsung.

Hampir selalu ditemukan korelasi positif antara desentral-isasi dengan partisipasi politik, karena tiba-tiba muncul peluangbagi publik untuk terlibat dan hasilnya bisa dirasakan oleh

MEMBELA KEBEBASAN

190

Page 201: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

mereka sendiri. Jadi, aktivis-aktivis di tingkat lokal itu punyaladang baru untuk mengaktualisasikan kepentingan. Ini satucontoh mengapa desentralisasi selalu dikaitkan dengandemokratisasi.

Tapi dalam demokratisasi sebetulnya ada banyak komponen.Saya akan sebut tiga saja, yaitu transparansi, partisipasi, sikapresponsif (responsiveness). Misalnya secara konseptual kita bisamembayangkan bahwa dengan adanya otoritas baru di tingkatdaerah, maka muncul peluang untuk berpartisipasi. Denganmeningkatnya partisipasi, maka pemerintah daerah itu harustransparan dan juga responsif. Proses pengambilan keputusanmenjadi sirkular. Publik berpartisipasi menyampaikan aspirasi,lalu menjadi tekanan bagi pemerintah, muncul kebijakan; ke-bijakan itu masuk lagi ke publik, kembali lagi ke pemerintah.Pemerintah mau tidak mau harus responsif, selain harustransparan. Transparansi ini merupakan konsekuensi logis daripublik yang memiliki kekuatan. Mereka pasti menuntut agardana pajak, dan semua dana yang dikumpulkan darimasyarakat, dikelola secara bertanggung jawab. Untuk bisamengklarifikasi tanggung jawab, mereka harus mengetahuiprosesnya. Secara konseptual kira-kira seperti itu.

Bahwa desentralisasi menyebabkan perpecahan, itu barang-kali kasusnya minimum. Desentralisasi sendiri sering terjadijustru ketika antara pusat dengan periferi itu berlangsungkonflik yang berkelanjutan, dan desentralisasi dianggap sebagaisolusi yang tidak menjawab. Ini sering terjadi. Tapi harus adakondisi awalnya, yaitu konflik antara periferi dan pusat.Misalnya antara pusat dan Papua, Aceh dan pusat. Jadi, adakomponen-komponen lokal yang menginginkan pemisahan.Tapi desentralisasi itu sendiri justru lebih banyak bersifat mem-pertahankan teritori. Misalnya agar lebih kuat dalam menangkalserangan dari luar. Atau untuk mencegah semangat separatis.Kecenderungan ini bisa terkurangi karena hidupnya arenapolitik lokal.

Ada studi yang menunjukkan bahwa dengan adanya desen-tralisasi, tendensi untuk pecah itu menurun. Jadi, desentralisasi

DAMPAK-DAMPAK DESENTRALISASI

191

Page 202: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

tidak membahayakan integritas, teritori dan sebagainya.Problem yang tidak terjawab oleh desentralisasi biasanya adalahkomponen pembagian pendapatan dan pembagian wewenangantara pusat dan daerah (revenue sharing dan authority sharing).Ini memang sulit. Misalnya, di tempat-tempat yang punyabanyak sumber daya akan terjadi tarik-menarik soal berapapersen yang tinggal di daerah itu, berapa persen ke pusat. Inibisa berdampak negatif. Kalau pembagiannya tidak memuas-kan, dan daerah merasa kurang, maka otoritas tingkat lokal bisadijadikan instrumen untuk menjadi kekuatan lokal dan me-misahkan diri ke tempat-tempat yang memunyai revenue yangbesar. Saya rasa kita harus lebih jeli memantau kemungkinan inidi Indonesia.

Pengidentifikasiannya harus cermat dan kasus per kasus,tidak bisa secara gampangan. Kita tahu ada empat provinsikaya: Kalimantan Timur, Aceh, Riau, Papua. Yang paling alotada dua, Papua dan Aceh. Riau di tahun 1999 sempat meman-faatkan peluang reformasi untuk memunculkan isu RiauMerdeka. Di Kaltim hampir tidak ada gejolak apa pun, padahalKaltim yang terkaya, meski secara potensial barangkali Irianmasih nomor satu. Aceh juga kaya sekali. Dari empat daerah ini,kalau kita perhatikan komponen utamanya justru kohesifitaskultural masyarakat. Di tempat-tempat yang masyarakatnyamemiliki identitas kultural yang kuat, kemungkinan merekamengorganisasikan diri ke dalam sebuah subnasion menjaditinggi.

Dalam konteks ini Aceh dan Irian adalah dua subnasion yanghomogen, punya identitas kultural dan rasial yang kuat.Sementara di Kaltim yang dominan adalah kaum migran, orangBanjar, Bugis, Madura. Merekalah yang ada di pasar, men-jalankan pemerintahan, menjalankan operasi kehidupan. Sayatidak menyatakan warga pribumi di Kaltim tidak dominan; na-mun secara relatif mereka bukan the only player. Riau itu agakterhalang oleh kendala geografis. Tingkat kohesifitasnya tidaksekuat Aceh. Itulah salah satu penjelasan mengapa di satuwilayah terjadi keinginan untuk melepaskan diri, padahal

MEMBELA KEBEBASAN

192

Page 203: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

sumber daya yang diambil pusat sama. Jadi, kalau prosesmodernisasi ini bergerak terus, maka migrasi dan pertukaranpenduduk akan makin lancar, sehingga potensi untuk mener-jemahkan kepentingan lokal dalam bentuk tarik-menarikdengan pusat itu menjadi rendah.

Fase sekarang ini masih kritis. Muncul isu putera daerah,misalnya. Ini agak kontraproduktif, tapi ini merupakan hal yangnormal, sehingga tak perlu dianggap sebagai sesuatu yang sa-ngat berbahaya. Isu putera daerah ini adalah isu jangka pendek.Ini terjadi di mana-mana; bukan hanya Indonesia yang punyaputera daerah. Di India kasusnya lebih marak. India sudah ter-desentralisasi sejak tahun 60-an, 30 tahun sebelum kita. Di sanaada beragam etnik dengan berbagai macam bahasa. Di sana punmuncul isu putera daerah, malah dilengkapi dengan isu kasta,sehingga lebih kompleks. Tapi di sana pun isu ini hanya ber-jangka pendek.

Begitu kinerja putera daerah tidak memuaskan, publikmenginginkan pemerintahan yang responsif. Mereka inginpembangunan berjalan lancar, perekonomian berjalan baik,daripada identitas etnis orang yang menjalankannya. Saya rasaini akan terbukti pelan-pelan; kasus per kasus. Dan melihatpengalaman negara lain, kita bukanlah yang pertama. Desen-tralisasi kita memang mendadak, dan serentak di berbagaibidang, sehingga sering disebut big bang policy. Jadi tentu sajatimbul ada respon yang begitu kuat.

Berapa tahun diperlukan untuk melunakkan segala gejolakitu? Tergantung daerah masing-masing. Di Bali barangkalirespon ini lebih kuat dibanding, misalnya, di Kaltim. Tapisemua itu hanya contoh. Responnya memang bervariasi, tapiakhirnya akan mencapai moderasi. (Anies R. Baswedan)

DAMPAK-DAMPAK DESENTRALISASI

193

Page 204: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

194

Page 205: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

DESENTRALISASI

DAN KORUPSI

DESENTRALISASI MEMBUAT MANAJEMEN DAERAH BISA

berkembang baik, lalu partisipasi masyarakat pastilebih tinggi karena dekat dengan kekuasaan. Tapi di sisi laindesentralisasi juga memunculkan korupsi yang konon makinmarak. Benarkah anggapan ini, bahwa desentralisasi jugameningkatkan peluang korupsi?

Di tingkat ide, memang ada dua argumen yang bertentangan.Yang satu menilai desentralisasi membuat jarak antara rakyatdan pemerintah menjadi dekat, sehingga proses pengawasanmasyarakat bisa lebih baik, transparansi lebih meningkat.Dengan demikian korupsi akan lebih rendah. Argumen keduamengatakan bahwa desentralisasi membuat kekuasaan ada ditangan elite lokal. Mereka inilah yang menentukan pilihan-pilihan kebijakan dan aliansi-aliansi strategis yang meng-untungkan diri mereka sendiri. Dengan begitu akan terjadi

195

Page 206: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

potensi korupsi yang lebih tinggi di daerah. Ada dua tokoh penting yang menarik dalam kajian ini, yaitu

Gurgur dan Syah Anwar. Anwar banyak mengaji Indonesia. Diajuga melakukan studi di lebih dari 30 negara yang menerapkandesentralisasi, yang mulai populer sejak tahun 1960-an. Diamencoba menjawab dua konsep yang berbeda itu. Kesimpulandia: desentralisasi mengurangi praktik korupsi. Jadi kesim-pulannya agak melawan persepsi umum bahwa desentralisasimembuat korupsi menjadi lebih marak.

Untuk kasus Indonesia, saya punya datanya karena sayamelakukan penelitian sendiri pada tahun 2004. Saya memangtidak langsung menanyakan soal ini secara langsung, tapi inginmengukur efek korupsi di pemerintahan tingkat dua.

Tapi sebelum bicara tentang korupsi itu sendiri, kita haruspahami bahwa korupsi terkait dengan masyarakat, terutama ditingkat dua. Kalau tingkat toleransi masyarakat terhadapkorupsi tinggi, potensi bagi munculnya pejabat yang korup puntinggi. Kalau pemerintah itu korup di tempat masyarakat yangtidak mau menoleransi korupsi, maka kegiatan korupsi tidakakan bertahan. Saya menggunakan data survei di 177 kabu-paten, dengan total responden 6700 orang. Artinya margin oferror-nya sangat minimum. Hasilnya: 13 persen publik melihatbahwa praktik korupsi, uang sogok, permintaan uang ekstra,sebagai hal yang tidak bisa diterima dan perlu ditolak.Selebihnya, 87 persen toleran. Daripada repot-repot, merekaterima saja macam-macam bentuk korupsi itu. Jadi toleransi ki-ta tinggi. Bukan berarti kita mendukung korupsi. Toleran danmendukung praktik korupsi itu berbeda.

Desentralisasi itu dengan sendirinya memang berpotensimeningkatkan korupsi. Tapi dalam hal ini kita harus perhatikanrentang waktunya. Periode yang saya gunakan dalam analisisitu 5 tahun, karena pembangunan institusional di tingkat lokalmemang baru saja terjadi. Tapi kalau kita mencoba mengajinyadengan rentang waktu lebih panjang saya kira institutional de-velopment dalam mengurangi korupsi tingkat lokal itu punyakekuatan yang lebih besar dibanding di Jakarta.

MEMBELA KEBEBASAN

196

Page 207: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Penelitian saya dilakukan sebelum pemilihan kepala daerah(pilkada). Pilkada merupakan titik-balik (turning point) yangharus diperhatikan dalam memberantas korupsi. Penjelasannyabegini. Di tingkat publik muncul keresahan karena banyaknyabiaya ekstra, mulai dari mengurus KTP sampai izin kerja. Danitu di banyak tempat menjadi agenda bupati-bupati baru. Sayamelihat hal-hal yang berinteraksi langsung denganmasyarakat—bukan korupsi yang halus dan tersembunyi—pelan-pelan akan hilang. Inilah yang saya maksud dengan insti-tutional design. Jadi pengalihan mandat dari DPR ke rakyat itumengubah perilaku eksekutif di tingkat daerah. Inilah yang ter-jadi sesudah pilkada. Jadi, meski pelan-pelan, jalan kita sudahbenar; kita sudah punya pemilihan langsung.

Maka akan ada agenda direct services, pelayanan-pelayananlangsung kepada publik, yang biaya aneh-anehnya akan di-pangkas karena hal itu langsung meresahkan publik. Soal ten-der proyek-proyek mungkin belum masuk agenda sekarang,karena hal itu merupakan bagian dari balas jasa atas investasipara pendukung kandidat.

Jadi, desentralisasi pada fase administratif memang kurangmengubah situasi, tapi desentralisasi pada fase politikmelahirkan devolusi, artinya orang yang berkuasa di tingkatlokal tidak dipilih oleh orang pusat. Dengan pemilihan dan per-tanggungjawaban secara lokal, mendadak muncul pergeseran.Kalau dulu pertanggungjawaban muncul dua tahap; pertamadari eksekutif ke pejabat terpilih (para anggota DPRD); kedua,dari DPRD ke publik. Dengan pemangkasan, pertanggung-jawaban eksekutif itu langsung ke publik. Dengan cara inikeresahan-keresahan publik ditanggapi secara jauh lebih cepat.

Jarak antara publik dengan koruptor itu merupakan faktoryang juga penting. Kalau korupsi dilakukan di Jakarta, serusak-rusaknya nama pelakunya, pasti lingkungan tetangganyamasuk ke dalam 87 persen yang toleran itu. Tetangganya punbelum tentu kenal dia. Tapi di daerah, begitu terjadi korupsi,lingkungan sekitarnya akan memberikan tekanan yang sangatbesar. Dan ini nyata, bukan ilusi atau sekadar ilustrasi. Di India

DESENTRALISASI DAN KORUPSI

197

Page 208: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

hal seperti itu terjadi, misalnya dalam kasus Karnataka. Pejabatyang korup itu tertekan—bukan dirinya sendiri, tapi keluar-ganya. Di Brasil juga begitu. Jadi ada kasus-kasus yang mem-buktikan bahwa dalam jangka menengah pun tekanan terhadaporang-orang yang korup di tingkat daerah itu lebih tinggi.

Maka kalau kita menilai demokrasi, desentralisasi, tolongrentang waktunya diperpanjang. Kapan persisnya? Saya kiradalam dua kali pemilu kita bisa melihat hasilnya. Pemilu perta-ma akan menjadi pelajaran awal bagi publik; pada pemilu ke-dua, publik sudah mulai menerapkan ganjaran dan hukuman.

Pemberantasan korupsi juga mestinya tidak menjadi aktifitaslintas tingkat. Misalnya, pemberantasan korupsi kabupatendilakukan di tingkat provinsi; pemberantasan di tingkat pro-vinsi dilakukan tingkat pusat. Kalau pertanggungjawaban tidakterjadi dalam unit yang sama, maka proses pengawasannyamenjadi lemah. Tim perbaikan pusat akan sangat sulit me-ngontrol praktik di tingkat kabupaten atau provinsi. Lalu dimana peran pemerintah pusat dalam konteks pemberantasankorupsi di tingkat daerah?

Pertama, pemerintah pusat bisa menyebarkan visi tentangperlunya gerakan antikorupsi, karena dia yang punya akses kemedia massa, jalur-jalur pengganda informasi yang luar biasa.Jadi kalau Presiden SBY berkata “kita akan serius perangi ko-rupsi”, virus itu akan menyebar ke tingkat lokal. Tapi pemerin-tah pusat tidak perlu mengintervensi sampai ke tingkat provin-si atau ke kabupaten. Kedua, menyebarkan semangat untukmelawan korupsi, dan itu gemanya akan kuat ke bawah.

Studi Anwar juga membandingkan tingkat sukses pemberan-tasan korupsi antara di negara federal dan negara kesatuan.Ternyata yang lebih sukses adalah desentralisasi di negarakesatuan. Salah satu sebabnya adalah karena dalam sistemfederal, ada jaminan proteksi terhadap subnasional dalamkonstitusinya; pemerintahan provinsi tidak bisa diintervensioleh pusat. Di negara kesatuan tidak ada proteksi semacam itu,sehingga pemerintah pusat bisa intervensi. Dalam konteks ini,ketika pemerintah melakukan desentralisasi maka transfer

MEMBELA KEBEBASAN

198

Page 209: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

otoritas dari pusat ke daerah di negara kesatuan biasanya lebihluas dibanding di negara federal.

Desentralisasi juga memunculkan aktor-aktor nonpemerin-tah di tubuh kepemimpinan daerah, seperti aktivis LSM danpengusaha, sebab mereka punya kekuatan finansial untukbertarung dalam pemilu yang bebas. Mereka masuk denganbeban yang lebih ringan dibanding kalangan birokrasi atau par-tai-partai politik. Dan sekarang kita saksikan banyak kaum pro-fesional atau pengusaha nonbirokrasi yang menjadi pemimpin-pemimpin di tingkat daerah. Jadi saya melihat bukan saja insti-tusinya yang berubah tapi juga komponen-komponen pengisiinstitusi itu. Makanya dalam dua pemilu ini mudah-mudahankita bisa melihat perubahan di tingkat daerah.

Saya memang melihat masuknya aktor-aktor nonpemerintahitu sebagai hal yang sangat positif, sebab hal ini terkait denganproblem penanganan korupsi. Begini. Pertanyaan dasar yangdihadapi oleh orang-orang di dalam kekuasaan adalah: “Kalausaya melakukan langkah A, saya akan berhadapan dengansiapa?” Jadi dalam mengukur suatu rencana kebijakan, merekabukan bertolak dari pertanyaan apakah kebijakan itu baik atauburuk untuk masyarakat. Mereka mengatakan soal baik-burukitu hanya secara resmi, hanya di depan publik. Ini telah terbuk-ti secara teoretis dan empiris. Para pemimpin memang tidakmau mengakuinya kalau itu diungkapkan. Nah, bayangkanorang yang tumbuh di dalam birokrasi pemerintahan, yang tahupersis lika-liku proses korupsi, tahu persis kekuatan-kekuatandi tiap-tiap komponen. Maka ketika dia sampai di puncak,keberanian untuk melakukan langkah A, B, C, D lebih minimdibanding orang yang tahunya sedikit-sedikit. Jadi di sini adasemacam “berkah ketidaktahuan”.

Sekarang desentralisasi sudah berjalan lima tahun. Padatahap ini di sisi pelayanan publik terjadi penurunan kualitas.Indikasi yang paling jelas untuk hal ini adalah munculnya epi-demik, masalah kelaparan, kebutuhan dasar menyangkutkesehatan. Semua ini sangat menurun di banyak tempat. Tapi disisi pelayanan non-social service ada kecenderungan

DESENTRALISASI DAN KORUPSI

199

Page 210: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

peningkatan. Misalnya, pengurusan izin usaha yang dulubeberapa hari, sekarang lebih singkat dengan sistem peng-urusan satu atap. Terjadi inovasi-inovasi yang dirasakan olehpublik.

Jadi, terlihat gerak maju yang positif. Ada pelayanan-pelayanan sosial yang perlu perbaikan secara serius, tapi yanglain-lain sudah lebih baik. (Anies R. Baswedan)

MEMBELA KEBEBASAN

200

Page 211: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

DESENTRALISASI

DAN PERTUMBUHAN

DAERAH

DESENTRALISASI ADALAH SEBUAH KENYATAAN SEJARAH, DAN

desentralisasi tidak mengancam persatuan. Keyakinanini harus kita pegang dulu karena kalau kita ragu-ragu, makakita akan menyelenggarakan desentralisasi dengan setengah-hati. Menurut saya pegangan ini penting, karena selama ini adayang menganggap bahwa desentralisasi agak mengganggukeutuhan negara. Padahal sesungguhnya desentralisasi adalahsebuah upaya manajerial semata, bukan gerakan untuk menujuke sesuatu yang bersifat politik, apalagi revolusioner.

Kita sadar bahwa negeri kita ini terlalu besar. Maka, kalaukita lihat apa sesungguhnya yang menjadi perhatian serius paraahli yang merumuskan atau menginspirasikan perlunya desen-tralisasi, jelas bahwa masalah pokoknya adalah ketertinggalandaerah-daerah. Dulu, di masa kita sekolah, ada banyak isutentang disparitas antarwilayah, misalnya antara IndonesiaTimur dan Indonesia Barat, yang sebagian juga dibantah oleh

201

Page 212: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

teman-teman dari Indonesia Barat, terutama Sumatera. Adapula isu kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa—dan sebagiansaudara kita di Jawa pun membantahnya dengan mengatakanbahwa mereka pun ada yang tertinggal. Isu berikutnya: kesen-jangan antara pusat (Jakarta) dan daerah-daerah. Nah, jadi intimasalahnya adalah soal perputaran uang yang sangat tidak adil.

Maka yang perlu kita diskusikan dalam soal desentralisasiadalah inti masalah tersebut, bukan soal ideologi atau ide-idepolitik dan ketatanegaraan lainnya. Kita sudah lebih dari se-tengah abad bersatu sebagai satu bangsa, jadi kita sudahmerekat cukup lama. Jadi, sebagai sebuah bangsa kita perlumenentukan kapan suatu masalah dianggap selesai, sekaliuntuk selamanya, meski dalam hal lain kita mungkin masihberselisih. Masalah persatuan kita sebagai sebuah bangsa sayapandang salah satu di antara masalah yang sudah selesai itu.Kalau kita masih ragu-ragu tentang hal ini, berarti kita tidakmengakui keberhasilan bapak-bapak pendiri bangsa, dan jugatidak mengakui kemampuan bangsa ini untuk merekat masing-masing unsur. Saya kira perbedaaan-perbedaan di antara unsur-unsur itu pun sudah kita anggap sebagian bagian yang wajardari bangsa ini.

Isu selanjutnya adalah menyangkut soal teknis. Misalnya:apa yang dituntut atau apa yang harus dilakukan untuk mengisidesentralisasi sekarang ini agar tidak lagi bertumpu padasekadar penyerahan urusan-urusan administrasi pemerintahankepada daerah? Selama ini birokrasi (pusat) begitu kuatnyamendominasi perencanaan pembangunan, pelaksanaan, bahkansebagian pengawasannya karena di birokrasi juga ada peng-awasan internal. Sehingga seakan-akan penyerahan sebagiantugas-tugas administratif itu dianggap esensi desentralisasi.Padahal bukan. Ibaratnya, itu hanya menyerahkan politik surat-menyurat; yang kita perlukan adalah dagingnya, isinya.

Nah, itulah yang harus kita isi dengan berbagai macamundang-undang teknis, undang-undang sektoral, juga peratur-an-peraturan. Misalnya dalam pengelolaan keuangan daerah.Kami menemukan fakta di lapangan bahwa birokrasi daerah,

MEMBELA KEBEBASAN

202

Page 213: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

terutama yang mengelola keuangan APBD, seringkali ke-bingungan karena terlalu banyaknya aturan yang diterbitkanoleh Jakarta—surat edaran, peraturan pemerintah dan sebagai-nya, yang juga bisa berganti tiap tahun. Selain itu ada pulaKepmen (Keputusan Menteri Dalam Negeri atau MenteriKeuangan) yang membingungkan karena saling silang danseringkali susul-menyusul, sehingga pejabat daerah tidak tahuharus berpegang pada yang mana. Lalu kebingungan-kebingungan itu biasanya dinyatakan sebagai penyimpangan.Padahal sebenarnya hanya soal prosedural yang tidak diikuti.

Kalau kita bicara tentang unsur pemeriksaaan, katakanlaholeh Badan Pemeriksa Keuangan, mereka memang harus be-kerja dengan kaca mata kuda sebagai auditor. Tapi tentunyaharus ada juga tinjauan (review) terhadap kebijakan dan aspekpolitiknya. Mengapa ada begitu banyak aturan yang diterbitkanoleh departemen-departemen di pusat, termasuk departementeknis, untuk mengatur masalah-masalah daerah? Apa se-sungguhnya yang ada di balik semua itu? Kenyataannya,daerah sering hanya ditumpangi sebagai tempat kerja saja,sementara segala sesuatunya masih diatur oleh Jakarta.

Hal-hal semacam itu mestinya dikurangi, kalaupun belummungkin dihapus seluruhnya, khususnya untuk urusan-urusanyang bukan menjadi perhatian pusat. Mungkin saja pengaturan-pengaturan oleh pusat itu dilandasi niat baik, tetapi secara poli-tik ia sesungguhnya merupakan instrumen-instrumen resentral-isasi. Maka ironis kalau sampai muncul imbauan atauperingatan Presiden kepada para kepala daerah, baik Tingkat Imaupun Tingkat II, untuk tidak sering di Jakarta. Sebab, kalaukita tanyakan kepada mereka sendiri kenapa mereka sering keJakarta, mereka bilang justru mereka dipanggil atau merekaharus mengurus soal-soal administratif seperti itu ke Jakarta.

Mereka harus ke Jakarta untuk ditanya oleh pejabat pusattentang sektor-sektor A, B, C, dan juga mereka harus berjuanguntuk itu. Misalnya dalam soal anggaran; sejak tahap pe-rencanannya sudah diatur oleh Bappenas, dan perencanaan ituhanya diketahui oleh pejabat-pejabat Bappenas. Itulah bahan

DESENTRALISASI DAN PERTUMBUHAN DAERAH

203

Page 214: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

baku awal untuk dikirim ke DPR dan DPD untuk dibahas gunamenentukan skala prioritas sektor dan lain-lain. Maka merekaharus sudah “melobi” (istilah ini mungkin terlalu lunak) sejakdari perencanaan, sebab semua daerah merasa perlu menjagaprosesnya dari awal. Setelah itu mereka harus melobi panitiaanggaran di DPR, melobi panitia adhoc di DPD yang mengurusanggaran dan seterusnya, lalu kita dengar banyak sekali isutentang calo anggaran dan sebagainya. Setiap pejabat daerahharus berjuang agar di daerahnya ditempatkan sejumlah danauntuk pembangunan A dan infrastuktur B, sebab akhirnyakeputusan tentang hal itu diambil di Jakarta. Saya kira masalahini cukup serius.

Banyaknya peraturan yang cenderung saling bertabrakanitu—yang menurut sebuah penelitian berjumlah sekitar 7.000untuk semua daerah—ikut membuat bingung calon investoryang ingin menanam investasi di daerah. Mereka ragu karenamelihat ada banyak otoritas atau yurisdiksi; di satu daerahmereka mungkin mendapat izin lokasi dari suatu instansi, tapiuntuk izin produksi mereka harus mendapatkannya dari instan-si lain. Ini membingungkan. Dan dengan begitu sebetulnyapemerintah pusat secara tidak sengaja atau tanpa sadar mem-biarkan proses menuju federalisasi. Mestinya pemerintah pusatbertindak seperti dirigen yang menjaga orkestrasi, sehinggaaturan-aturan yang centang perenang itu bisa dikawal dan di-review. Menteri Dalam Negeri, misalnya, bisa membuat per-aturan yang melarang pemerintah daerah untuk tidakseenaknya membuat aturan hanya untuk mengejar PAD(Pendapatan Asli Daerah).

Jika UU No. 22/1999 dan UU No. 25 memang membukapeluang bagi daerah untuk membuat peraturan-peraturansemacam itu, kita tentunya bisa merevisinya. Kita ini kan ber-jalan dan berkerja sambil belajar. Kalau ada yang salah, kita ko-reksi. Kita tidak bisa bilang bahwa hanya karena kesalahan satu-dua unsur, otonomi daerah dan desentralisasi ini kebablasandan kalau bisa sebaiknya dihentikan saja. Anda tidak bisamemecat seorang sopir hanya karena dia salah parkir. Saya kira

MEMBELA KEBEBASAN

204

Page 215: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

yang kita butuhkan dalam hal ini adalah reposisi tentang apayang disebut pemerintah pusat itu. Kita tidak bisa memakaikerangka lama, kerangka pra-Reformasi atau sebelum adanyadesentralisasi. Ini harus disadari oleh pimpinan tertinggi sampaiterendah. Sekarang tugas pemerintah pusat adalah menyelaras-kan langgam ini; kalau ada aturan di sana sini yang kacau-balau,dibetulkan, di-review.

Harus diakui bahwa memang tidak semua pengelola peme-rintahan daerah itu baik, tapi yang baik juga ada. Contoh-contohyang mengesankan misalnya adalah Bupati KabupatenJembrana (Bali), Gubernur Gorontalo, Gubernur SumateraBarat, Walikota Tarakan, dan masih banyak lagi. Dalam soalkorupsi, saya kira kita juga bisa melihatnya dari segi jumlah.Maksud saya, memang banyak pelaku korupsi di daerah-daerah(ada di banyak DPRD, kabupaten, provinsi). Hampir semuanyasudah diperiksa, bahkan ada yang sudah dipenjara. Tapi cobakita bandingkan dengan apa yang terjadi di Jakarta. Apa yangterjadi misalnya dengan BLBI dan BPPN, pengelola aset-asetnegara bekas BLBI?

Tentu saja saya tidak menyetujui korupsi, tapi kita harus fair;kita harus menggunakan ukuran-ukuran yang sama sehinggakalau kita menyebut bahwa korupsi daerah begitu marak, kitajuga harus adil dalam menghitung jumlahnya. Berapa kerugiannegara yang diakibatkan oleh korupsi orang daerah dan orangpusat? Kita tidak memasukkan unsur moral dalam pertanyaanini, sebab dari segi moral korupsi satu rupiah dengan satu miliarpun sama salahnya; tapi jika kita berpikir tentang aspek ke-rusakannya, tentu saja korupsi satu miliar lebih kecil dibandingkorupsi satu triliun.

Bagaimanapun, masalah korupsi memang cukup meletihkan.Jangan lupa bahwa kita berpacu dengan kesabaran masyarakat.Mereka terus mengamati apa yang terjadi. Misalnya, apakahdengan otonomi daerah otomatis pendapatan per kapita naik?Soal ini mungkin belum bisa kita ukur, tapi secara umum kon-disi sekarang saya kira jauh lebih baik. Dulu, seorang bupatibisa melakukan korupsi dengan leluasa selama dia mendapat

DESENTRALISASI DAN PERTUMBUHAN DAERAH

205

Page 216: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

perlindungan dari Jakarta. Sekarang, dengan banyaknya elemenmasyarakat yang peduli, bupati yang korup akan didemontrasitiap hari, bahkan bukan hanya di depan kantornya tapi juga dihalaman rumah dinasnya.

Harap diingat bahwa desentralisasi memang tidak menyen-tuh aspek-aspek yang berhubungan dengan pertahanan negara,kebijakan luar negeri, agama, dan ekonomi moneter. Tapi diluar keempat hal itu, daerah bisa melakukan banyak hal. Salahsatu yang bisa dilakukan oleh pemerintah pusat bersama pe-merintah daerah adalah menyangkut pemindahan kantor pusatbadan-badan usaha milik negara (BUMN). Jumlah BUMN kitabanyak sekali, lebih dari 160. Kalau kantor-kantor pusatnyadisebar ke daerah-daerah, dampaknya akan sangat signifikan.

Kita tahu bahwa BUMN-BUMN itu punya pohon industriyang rimbun; ada anak perusahaan, cucu perusahaan, vendor,pemasok, kontraktor, subkontraktor. Kalau kantor pusat BUMNitu dipindahkan, katakanlah ke Lampung, maka semua perusa-haan terkait itu pun harus ikut pindah; mereka akan membukakantor di Lampung juga, paling sedikit kantor cabang. Lihatlahapa yang terjadi dengan IPTN. Kehadirannya di Bandung mem-buat Cimahi dan Bandung tersambung; lihat juga Telkom, PTPos. Sebaliknya, kita bisa bayangkan apa yang terjadi seandai-nya Krakatau Steel ke luar dari Cilegon; kota itu hanya akantinggal rawa.

Nah, pola itu bisa diterapkan juga untuk daerah-daerah lain.Penyebaran kantor-kantor pusat BUMN-BUMN itu bisa di-sesuaikan berdasarkan bidang bisnis BUMN tersebut dengankarakter masing-masing daerah. Misalnya, yang berkaitandengan hutan, dipindahkan ke Kalimantan; yang dekat denganurusan perkebunan, dipindahkan ke Sumatera; yang berkaitandengan pariwisata dan perjalanan, pindah ke Bali dan Jogja;perkapalan ke Sulawesi, dan seterusnya. Sekarang ini merekasemua berkantor di Jakarta, sehingga uangnya hanya berputardi sini—hanya di Jakarta-lah para pegawainya makan danminum, para direksinya beli properti, dan sebagainya.

Preseden untuk itu sebenarnya sudah ada. Dulu PT Timah,

MEMBELA KEBEBASAN

206

Page 217: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

ketika dipimpin Kuntoro Mangkusubroto, melakukan langkahyang luar biasa drastis, yaitu memindahkan kantor pusatnyadari Jakarta ke Pangkal Pinang. Saya tidak tahu kenapa pola initidak dilakukan oleh BUMN lainnya, termasuk empat banknegara. Kalau skenario ini berjalan, kita bisa bayangkan betapaakan lebih cepatnya daerah-daerah berkembang. Ekonomi akantumbuh, sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran;akan ada restoran bagus, bioskop, kafe, perumahan, dan se-bagainya. Kesenjangan pembangunan antarwilayah akan lebihcepat teratasi.

Kami di Dewan Perwakilan Daerah akan mencoba melihatkemungkinan ini secara lebih serius. (M. Ichsan Loulembah)

DESENTRALISASI DAN PERTUMBUHAN DAERAH

207

Page 218: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

208

Page 219: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

BAGIAN LIMA

Tentang Agama danKebebasan

Page 220: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

210

Page 221: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

HUBUNGAN

AGAMA DAN

NEGARA

SEPANJANG SEJARAH, AGAMA DAN NEGARA SELALU BERSAING.Persaingan itu sering memakan korban karena salah satu

pihak ingin lebih dominan. Sejarah Eropa, misalnya, yang pen-duduknya mayoritas beragama Kristen, terutama Katolik,penuh berisi persaingan keras semacam itu. Katolik, pada suatumasa yang disebut Abad Pertengahan, pernah begitu dominandan menguasai negara dan kehidupan masyarakat. GerejaKatolik punya pasukan sendiri, punya polisi moral dan polisipidana, dan sebagainya, persis sebagaimana sebuah negara. Jadidia berkuasa atas nama agama. Dengan cara itu, apa yang kitasebut demokrasi dengan sendirinya mati. Bahkan ilmu pundianggap sebagai ancaman bagi keberadaan umat manusia. Kitatahu ada banyak kasus, misalnya tentang Galileo Galilei (1564-1642) yang dihukum mati, dan sampai sekarang belum adakeputusan yang menghapus kesalahannya.

211

Page 222: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islampun pergumulan serupa, yaitu pertarungan antara agama dannegara pernah terjadi, meski secara damai, tidak sampai ber-darah-darah seperti di Eropa masa lalu. Pertarungan damai itumenonjol pada tahun-tahun awal setelah kemerdekaan, sepertitecermin dalam sidang Majelis Konstituante, 1956-1959. Padasidang itu kubu Islam memperjuangkan Islam sebagai dasar ne-gara, berhadapan dengan kelompok nasionalis-sekuler yangbersikukuh supaya yang dijadikan dasar negara adalah Pancasila.Sidang itu buntu karena kedua kelompok berkeras pada argumendan posisi masing-masing. Akhirnya Presiden Soekarno meng-ambil alih sidang dan mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959,yang mengembalikan haluan negara ke UUD 45.

Negara yang mendasarkan kekuasaannya pada agama seper-ti itu kita sebut teokrasi. Hukum yang berlaku di sana adalahhukum agama, yang dijalankan oleh para pemuka agama. Nah,dalam negara demokrasi modern, terjadi pergeseran yangcukup signifikan dalam konsep tentang hubungan negara danagama. Dalam negara-agama keanggotaan seseorang dalam ne-gara itu didefinisikan berdasarkan pada pertimbangan apakahia mengikuti agama resmi negara atau tidak. Kalau, misalnya, disebuah negara yang menjadi dasar negara adalah agamaKristen, maka non-Kristen adalah warga negara kelas dua.

Begitu juga dengan negara Islam. Kalau seseorang beragamaIslam, maka dia warga negara kelas satu; non-Muslim, digolong-kan sebagai dzimmi atau warga negara kelas dua yang dilin-dungi oleh kelas utama. Di negara nasional modern tempat kitahidup sekarang ini, konsepsi mengenai negara berubah sangatsignifikan: negara melindungi semua orang, apa pun agamanya.Definisi seorang warga negara dalam negara itu bukan di-tentukan berdasarkan agama, tetapi berdasarkan keberadaandia di negara itu.

Agama tidak lagi merupakan faktor penentu kewarga-negaraan. Agama adalah semata-mata keyakinan pribadi. Olehkarena itu hubungan ideal antara agama dan negara diaturdalam hukum di mana ketaatan kepada hukum menjadi hal

MEMBELA KEBEBASAN

212

Page 223: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

yang signifikan. Sekarang kita mewarisi konsep Bung Hatta,Soepomo, dan umumnya para bapak pendiri bangsa kita bahwanegara kita didasarkan pada konsep rechtstaat, negara hukum.Semua orang berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dimuka hukum, terlepas dari apa agamanya. Dan jangan lupa,hukum yang berlaku di sana adalah hukum publik, bukanhukum agama yang menjadi milik agama tertentu.

Hukum agama yang hendak dipaksakan kepada semuawarga negara, berlawanan dengan konsep rechtstaat atau negarahukum modern yang tidak membeda-bedakan warga negaraberdasarkan agama. Jadi, hubungan yang ideal antara agamadan negara di tanah air kita ini adalah negara harus netralterhadap keyakinan agama penduduknya. Inilah sikap yangpaling konsekuen, dan itu diterjemahkan di dalam Konstitusikita. Pasal 29 mengatakan bahwa negara melindungi kebebasansetiap warga negara untuk melaksanakan/menjalankan agamasesuai dengan keyakinan dan kepercayaan orang itu.

Ketentuan Konstitusi ini harus digemakan terus-menerus,sebab selalu ada saja di antara warga kita yang berusaha meng-ubah prinsip dasar yang sangat penting ini. Misalnya, dalamsuatu sidang istimewa MPR beberapa tahun lalu ada kelompok-kelompok yang mencoba mengganti prinsip tersebut dengansemangat Piagam Jakarta, yang mengharuskan warga Muslimuntuk menjalankan syariat Islam.

Semangat Konstitusi kita adalah bahwa negara Indonesiamerupakan negara yang netral-agama, bukan memusuhi aga-ma. Kedua hal ini tentu saja sangat berbeda. Negara Indonesiatidak boleh memusuhi suatu kepercayaan apa pun. Sekarangini, misalnya, ada usaha dalam masyarakat kita untuk menuntutnegara agar memusuhi suatu keyakinan tertentu, yaituAhmadiyah, misalnya.

Negara juga tidak perlu menetapkan dan mengakui agama-agama tertentu, dan tidak mengakui yang lainnya. Kita punyaaturan, yang kedudukan hukumnya jauh di bawah Konstitusi,yang mengakui hanya lima agama (Islam, Katolik, Protestan,Hindu, Budha), dan tidak mengakui agama-agam selain yang

HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA

213

Page 224: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

lima itu. Ketentuan ini tentu saja menggelikan, sebab agama-agama itu ada terlepas dari diakui atau tidak oleh negara.Hampir semua agama yang ada di negara ini jauh lebih tuaumurnya ketimbang negara Indonesia, yang baru lahir padatahun 1945, sementara agama-agama sudah lahir ribuan tahunlalu. Bagaimana mungkin sebuah agama yang sudah lahir ber-abad-abad harus minta pengakuan dari negara yang lahirkemarin sore? Tidak masuk akal.

Yang lebih penting: pengakuan semacam itu akan berakibatmendiskriminasi agama yang tidak diakui. Itu artinya negarapunya preferensi. Negara bersikap pilih kasih. Dia hanyamengasihi yang diakui; dan yang tidak diakui, tidak dikasihi.Itu berarti negara tidak netral, dan ini berlawanan dengan idetentang rechtstaat. Negara berdasarkan hukum, bukan ber-dasarkan favoritisme. Artinya kesukaan terhadap sesuatu danketidaksukaan terhadap sesuatu yang lain itu kemudian men-jadi hukum. Tidak bisa begitu. Rechtstaat atau negara hukum itujuga bermakna bahwa negara harus netral terhadap pilihannilai-nilai yang dianut oleh warga negaranya.

Secara faktual umat Islam merupakan mayoritas diIndonesia. Dengan demikian, otomatis aspirasi-aspirasi umatIslam di bidang politik, hukum dan sebagainya banyak yangmasuk di dalam kebijakan negara. Tetapi kalaupun misalnyaorang Islam karena faktor jumlah besarnya patut direpresen-tasikan atau aspirasinya diwakili dalam kebijakan negara, harusada jaminan dalam Konstitusi bahwa kebesaran umat Islam itujangan merugikan yang kecil-kecil. Jaminan untuk yangminoritas itu harus tegas.

Sikap netral negara terhadap keyakinan penduduknya itusangat penting, dan justru akan membuat agama tumbuh suburdan hidup dengan sehat. Begitu negara mencampuri urusankeyakinan penduduk—mendukung atau melarang keyakinan(dua-duanya bentuk intervensi)—itu akan berdampak negatifterhadap kelompok yang berbeda. Kalau suatu keyakinan Adisokong karena disukai oleh negara, katakanlah Islam ala siFulan, maka dengan sendirinya keyakinan Islam si Fulin akan

MEMBELA KEBEBASAN

214

Page 225: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

tidak disukai. Sudah pasti terjadi diskriminasi—dan otomatisjuga terhadap agama di luar Islam.

Semua perkiraan negatif itu bukan sekadar pengandaian,melainkan pernah ada contoh-contohnya dalam sejarah. Semuanegara Islam di masa lalu itu teokratis, dalam pengertian tak adapemisahan antara lembaga agama dan negara; lembaga agamadan negara bersatu. Maka dalam seluruh sejarah negara-negaraIslam itu agama resmi yang didukung negara hanya Islam.Meski dalam praktiknya agama Islam menerapkan toleransiyang lumayan memadai, tapi tetap secara legal-formal keduduk-an agama-agama di luar Islam itu nomor dua, tiga, empat.

Begitu juga di negara-negara teokrasi Kristen; agama resmiyang diakui oleh negara cuma Kristen. Agama-agama laindidiskriminasi dengan berbagai cara dan tingkat yang berbeda-beda. Ada yang diskriminasinya serius, akut, kronis, ada jugayang diskriminasinya sederhana.

Jangan lupa bahwa dalam hukum Islam klasik itu ada suatupendapat—meski ini tidak secara konsisten dilaksanakan dalampraktik—bahwa penduduk non-Muslim di sebuah negara Islamharus dibedakan dalam hal pakaian. Orang Yahudi di negaraIslam, menurut sebagian para ahli fikih, harus memakai sabukwarna kuning; orang Kristen sabuk hitam. Persis seperti terjadidi zaman Orde Baru: KTP seorang mantan tapol diberi tandakhusus. Hitler pun menerapkan sistem pembedaan ini. WargaYahudi harus pakai pita kuning di lengan. Nah, Taliban diAfghanistan pada abad ke-21 ingin menerapkan itu. Sekarangkita semua sudah memasuki alam yang berbeda. Kita tidak maulagi mengulang itu.

Saya katakan, negara yang netral-agama itu justru baik bagipertumbuhan agama. Saya baru saja berkunjung ke Prancis danbertemu Socheib Ben Syeikh, mufti Marseille di Prancis selatan.Saya tanya, “Tuan Socheib, menurut Anda negara sekuler Prancisini menurut Islam baik atau tidak?” Jawabnya: “Negara sekulerPrancis ini netral senetral-netralnya, sama sekali tidak men-campuri, mendukung ataupun membenci agama tertentu.” Diamenambahkan, “Negara Prancis yang sekuler itulah yang meng-

HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA

215

Page 226: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

untungkan umat Islam di sini. Seandainya Prancis ini negarateokratis atau negara Katolik, otomatis umat Islam tidak bisamenikmati keleluasaan seperti yang mereka miliki sekarang”.

Contoh kedua adalah Ahmadiyah, yang sekarang mengalamimasalah di Indonesia. Ahmadiyah justru bisa hidup bebas dinegeri sekuler, yaitu Inggris. Markas besar Ahmadiyah ada diLondon. Mereka berkembang dengan cepat, tidak ada masalah,karena negara Inggris relatif tidak mencampuri urusan ke-yakinan penduduknya. Di Indonesia, karena negara Indonesiasepertinya dipengaruhi oleh kelompok Islam tertentu untukmemusuhi Ahmadiyah, kelompok ini malah sengsara dan tidakbisa berkembang.

Dan saya merasa negara Indonesia sekarang ini dalamkeadaan bahaya dari sudut konsep rechtstaatnya. Sebelum kasusAhmadiyah ini ada kasus lain. Ketika dulu kita masih mengenallima agama resmi, ada agama yang dianggap tidak resmi,misalnya Konghucu. Itu fatal sekali. Konghucu, karena tidakdipandang sebagai agama, penganutnya tidak bisa menikmatihak-hak legal formal yang dinikmati oleh warga negara lain.Umat Konghucu bahkan tidak bisa melangsungkan perkawinanantarmereka sendiri, bukan antaragama, karena agama merekatak diakui oleh negara. Itu jahat sekali.

Maka, terlepas dari situasi dan perkembangan sekarang iniyang agak mengkhawatirkan dalam hubungan negara danagama, kita harus tetap mendidik warga negara kita, terutama ge-nerasi baru, anak-anak muda, agar punya komitmen yang tinggiterhadap kebebasan beragama. Mereka perlu diberi pengertianyang sedalam-dalamnya supaya mereka punya komitmen yangtinggi terhadap prinsip yang amat penting ini. Prinsip ini se-benarnya sangat sederhana; mirip seperti kehidupan keluarga.Kalau orang tua punya anak lima dan hanya mengasihi salahsatunya, sudah pasti anak-anak yang lain akan mengeluh, protes.

Begitu pula negara. Kalau di dalam suatu negara ada banyakagama, tapi negara itu hanya memerhatikan salah satunya saja,agama-agama yang lain tentu keberatan. (Ulil Abshar-Abdalla)

MEMBELA KEBEBASAN

216

Page 227: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

PERAN AGAMA

DALAM POLITIK

PERAN AGAMA DALAM POLITIK SERING MENONJOL DALAM

sejarah, bukan hanya di Indonesia. Ini sering meng-hasilkan konflik dan perdebatan mengenai batas-batas yangpantas bagi agama dalam politik. Di tempat lain hal itu telahmelahirkan konflik yang berdarah-darah. Sejarah Eropa di AbadPertengahan merupakan contoh yang mencolok. Ketikakekuasaan Gereja menyatu dengan kekuasaan politik ataukekuasaan politik dijalankan oleh penguasa-penguasa agama disana, banyak sekali terjadi pertumpahan darah. Karena ituEropa sekarang sangat sekuler. Mereka seolah sudah kapokdengan pengalaman panjang yang berdarah itu. Mereka sadartentang betapa buruknya situasi ketika agama memasuki ataumendominasi kehidupan politik.

Waktu pertama kali Indonesia didirikan, ada krisis tentangdasar negara. Kalangan Islam minta dasar negara adalah Islam.Kubu nasionalis-sekuler tidak setuju, walaupun sebagian besar

217

Page 228: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

di antara mereka beragama Islam. Lalu ada kompromi. Kitatahu bahwa kalangan Islam waktu itu menginginkan bunyi silapertama Pancasila adalah “Ketuhanan yang Maha Esa denganKewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluk-nya.” Kompromi akhirnya tercapai, tujuh kata itu dihapus.

Agama memang bisa dilihat dari dua aspeknya yang ber-beda: aspek keyakinan dan nilai-nilai moral yang terkandung didalam ajarannya, dan aspek institusionalnya. Dalam peng-alaman sejarah Eropa, kedua organisasi ini menyatu, yaitunegara (yang merupakan organisasi) dan agama (yang jugapunya aspek organisasional).. Ketika keduanya menyatu, tidakada lagi yang bisa dijadikan batas untuk melakukan kritikterhadap kekuasaan yang menggumpal di tangan satu orang.Inilah hal yang paling berbahaya, yaitu ketika kekuasaan agamadan kekuasaan negara menyatu. Sebab keduanya menuntutketaatan mutlak dari para pengikut. Sebagai warga negara,orang rela mati untuk membela negaranya. Begitu juga sebagaipenganut agama, orang rela mati untuk menjaga akidah danimannya. Maka kalau kedua hal itu menyatu, kerelaan mati itubisa berganda—dan tidak ada ruang lain. Inilah yang jadimasalah.

Karena itu dalam pengalaman sejarah Eropa, khususnyaPrancis (yang dulu disebut “Putri Gereja Katolik”), terjadi pem-berontrakan yang sangat ekstrem, ketika mereka merasa pengapkarena kekuasaan agama dan negara mau menguasai hampirseluruh aspek kehidupan. Di Prancis itulah gerakan kaumawam sampai menuju pada deklerikasi, penghancuran seluruhklerik (ulama Katolik). Di Prancis juga kemudian tumbuh pan-dangan sekulerisme yang sangat ekstrem, yang mau membuangsegala hal yang terkait dengan agama dalam kehidupan publik.Sekularisasi Prancis itu beda dari negara-negara lain.

Jadi pembicaraan tentang sekularisasi sebagai ujung dari per-gulatan ini hanya dimungkinkan kalau ada pemisahan yangbersifat struktural dan organisasional tadi. Dalam pengalamankita di Indonesia, khususnya di lingkungan Islam—yang secaraorganisasional tidak ada struktur yang sangat jelas—pemisahan

MEMBELA KEBEBASAN

218

Page 229: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

agama dan politik akan sangat menyusahkan. AlmarhumPendeta Eka Darmaputra menyebut bahwa dalam hubunganagama dan negara di Indonesia, yang harus dicari adalah kese-imbangan dinamis di antara keduanya. Tidak bisa ada separasitotal. Artinya agama tetap memiliki daya kritis terhadap negara,dan negara punya kewajiban-kewajiban terhadap agama. Inipenting, apalagi kita tahu bahwa agama menjadi bahasa yangmasih sangat kuat dipakai dalam konteks keindonesiaan..

Sebagai himpunan nilai-nilai moral, agama sangat terkaitdengan politik, jika politik masih ditempatkan dalam kerangkamoral. Karena itulah saya membedakan dulu agama sebagaiaspek organisasi dengan agama sebagai nilai. Saya kira dalamaspek moral dan nilai-nilai ini agama punya peran besar sebagaisuara kritis terhadap negara. Agama bisa menyuarakan kepen-tingan pihak lemah. Agama menyuarakan tuntutan keadilan.

Dalam tradisi Reformasi Protestan, misalnya, Calvin meng-ajarkan bahwa orang harus menaati penguasa karena penguasajuga diberikan oleh Tuhan. Tetapi kalau penguasa itumelakukan tindakan amoral, orang beriman juga dituntut untukmelakukan resistensi terhadapnya. Memang, resistensisemacam itu bisa berlangsung tanpa campur-tangan agama.Tapi agama adalah inspirasi yang bisa memberi kontribusisignifikan dalam soal ini. Apalagi di Indonesia ini hampirsemua aspek kalau belum dibungkus dengan bahasa agamaseperti belum berbunyi. Ini kesempatan buat seluruh agamauntuk melakukannya, dengan catatan mereka tetap bersandarpada nilai-nilai moral itu.

Tetapi saya menolak kalau yang masuk ke dalam kekuasaanadalah agama dalam pengertian institusional. Ini bedanya.Karena seringkali agama sebagai institusi, sebagaimana institusisosial lainnya, akan selalu menguntungkan mereka yang beradadi tengah, yang mayoritas di dalam institusi itu. Ini hukum besisosiologi. Karena itu ketika institusi agama merangkulkekuasaan negara, lalu terjadi penyatuan antara keduanya, jadi-lah ia teokrasi, dan di situ ia hanya menguntungkan satu kelom-pok. Sebab logika institusi adalah memenangkan kelompok-

PERAN AGAMA DALAM POLITIK

219

Page 230: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

kelompok dominan di dalam institusi itu. Kelompok-kelompokyang kritis dan mau memberikan interpretasi baru pun, bahkandari kalangan agama yang sama, dianggap sebagai ancamanoleh kelompok dominan ini. Namun, sekali lagi, sebagai nilai-nilai, agama sesungguhnya bisa memberikan inspirasi terus-menerus pada upaya perbaikan nasib masyarakat. Saya selalusuka dengan istilah yang dulu didengungkan Gus Dur: Agamaadalah inspirasi, bukan aspirasi. Sebagai inspirasi, agamamengilhami orang dengan nafas dan nilai-nilainya. Sebagaiaspirasi, ia menjadi pergulatan politik.

Kalau kita kaitkan dengan demokrasi, perlu diingat bahwalandasan demokrasi adalah kebebasan dan hak-hak individu;penghormatan terhadap hak-hak individu; penghormatan bah-wa setiap individu memiliki dirinya, yang martabatnya diakuisetara. Karena kebebasan individu ini dijamin oleh konstitusi,maka ia akan menjadi tameng yang cukup kuat untuk menahanaspirasi yang terus-menerus atas nama agama. Menurut sayaapa yang berlangsung akhir-akhir di seputar upaya penerapansyariat Islam juga lebih banyak aspirasi ketimbang inspirasi.

Kelihatan jelas pula, khususnya dalam fenomena di daerah-daerah, aspirasi itu timbul hanya di saat-saat politik lokal ter-tentu; di saat ada kepentingan politik untuk memainkan isu itu.Misalnya dalam pemilihan bupati, atau daerahnya mau men-dapatkan otonomi khusus, atau kadang-kadang untuk me-nutupi cacat si bupati di bidang lain.

Maka kita harus memperkuat sendi-sendi kebebasan hak-hakdan martabat individu, dan dalam hal ini peran konstitusi men-jadi amat vital. Saya kira Pancasila masih tetap merupakantemuan yang jenial dalam konteks ini. Dan kita harus bersyukurbahwa atas usaha Muhammad Hatta, tujuh kata yang kontro-versial itu berhasil dihapus dari rumusan Pancasila. Denganperkataan lain, yang harus terus dilakukan adalah penguatandemokrasi konstitusional; demokrasi yang dijamin pelaksana-annya dan dijaga oleh konstitusi secara konsekuen oleh peme-rintah.

Memang prospek ke depan agak suram. Karena kalau kita

MEMBELA KEBEBASAN

220

Page 231: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

lihat kecenderungan global sekarang ini tampak agama yangmuncul ke permukaan adalah sisi konservatifnya, bukan sisi-sisiyang membebaskan. Lihat saja, misalnya, pemilu terakhir diJerman. Kelompok yang menang adalah kelompok Kristen kon-servatif. Nilai-nilai konservatisme memang sangat menanjakakhir-akhir ini. Mungkin karena kita bingung menghadapi run-away world ini, dunia yang tunggang-langgang ini. Di AmerikaSerikat, George Bush juga menang tipis karena didukung olehkaum Kristen fundamentalis-konservatif.

Dan sekarang makin kelihatan bagaimana Bush menjalankanprogram politik yang landasannya adalah tafsir tertentuterhadap agama. Ini kecenderungan yang agak mengerikan.Tapi kalau dari pengalaman sejarah kekristenan, saya belajarbahwa perjuangannya berjangka panjang sekali. Dan ini kem-bali lagi pada bagaimana kita mensosialisasikan agama;bagaimana orang memahami agama dalam kehidupannya.Perjuangan mensosialisasikan ini berjalan dari generasi kegenerasi. (Trisno S. Sutanto)

PERAN AGAMA DALAM POLITIK

221

Page 232: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

222

Page 233: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

ISLAM DAN

KEBEBASAN

KITA TAHU BAHWA ISLAM ADALAH AGAMA YANG MENGKLAIM

membawa kebebasan bagi umat manusia, terlepas darijenis kelamin, ras, bangsa dan budaya. Dalam sejarah, kita lihatrezim-rezim yang menggunakan Islam tidak membawakankebebasan, tapi kurang-lebih justru menindas kebebasan, men-subordinasikan kaum perempuan, membungkam hak azasimanusia, dan seterusnya. Bagaimana sebenarnya pandanganIslam tentang masalah kebebasan ini?

Saya akan kemukakan dua hal utama. Pertama adalah prin-sip dasar dalam Islam yang sudah sangat dikenal, yaitu bahwatidak ada paksaan dalam agama, la ikraha fiddin. Bahwa orangtidak dipaksa untuk memeluk agama tertentu. Ini prinsip yangsangat jelas, the golden rule. Itu aturan utama dalam Islam, dantidak ada perdebatan apa pun mengenainya. Ini adalahsemacam hak azasi yang tidak bisa diingkari oleh siapa pun.Quran sendiri mengatakan bahwa fa man syaa fal yu’min wa man

223

Page 234: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

syaa falyakfur. Barangsiapa mau, dia boleh beriman; kalau tidakmau beriman, tidak apa-apa.

Kedua, secara historis penting juga diingat cerminan dariprinsip dasar ini dalam kehidupan Nabi Muhammad. Kita tahubahwa masa kenabian beliau berlangsung selama 13 tahun diMekkah, dan selama masa itu beliau memperjuangkan ide danpaham-pahamnya kepada orang-orang di Mekkah ketika itu,tetapi resistensi dan penolakan terhadap beliau sangat besarsekali. Nabi mengalami persekusi atau tekanan yang sangatkeras dari warga Mekkah. Artinya, Mekkah adalah tempat dimana kebebasan saat itu tak ditemukan. Maka Nabi pindahmencari tempat lain untuk menemukan kebebasan. Dan beliaumenemukan tempat lain yang sekarang dikenal sebagaiMadinah.

Jadi, Nabi hijrah dari Mekkah ke Madinah untuk meng-hindarkan diri dari situasi yang serba-menekan; beliau beralihdari tempat yang penuh persekusi menuju tempat baru yanglebih bebas. Dengan latar belakang sejarah ini, Islam kemudianmenjadi agama yang sangat menghormati kebebasan; Islamsendiri pernah mengalami tekanan atas kebebasan dan karena-nya sangat menderita.

Dalam konteks ini saya kira kita perlu menyinggung soalyang lain: kedudukan perang dalam Islam. Dalam kacamatamodern, perang-perang yang melibatkan Nabi itu dapat disebutperang untuk melawan ketidakbebasan. Karena itu kalau adayang disebut jihad, menurut saya konsep tersebut menunjukpada perjuangan melawan ketidakbebasan untuk mencapaikebebasan; untuk menegakkan prinsip tentang tidak adanyapaksaan dalam agama. Ini pemahaman dasarnya. Ini pentinguntuk dikatakan dengan sejelas mungkin kepada masyarakat,sebab sekarang ini tampak kecenderungan orang untuk menge-sahkan tekanan kepada kelompok yang berbeda. Ada anggapanseolah-olah Islam adalah satu-satunya yang benar; ada sikapbahwa “karena pandangan saya tentang Islam adalah yangpaling benar, maka orang lain yang saya anggap sesat bolehdizalimi, boleh saya tekan.” Sikap semacam ini bagi saya

MEMBELA KEBEBASAN

224

Page 235: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

melawan karakter dasar Islam sendiri. Karena Nabi pun dulupernah mengalami situasi seperti itu; beliau ditindas karenapemahamannya dianggap salah oleh orang-orang yang meng-anggap diri mereka sebagai yang paling benar.

Bagi saya kebebasan dalam pandangan Islam merupakansebuah virtue, suatu kebajikan. Tapi nilai yang bajik atau nilaiyang baik itu kini cenderung dilupakan oleh umat Muslimsendiri. Umat Islam generasi awal, yang mengalami penderitaandi Mekkah selama tiga belas tahun, mengerti arti kebebasan dankarenanya mereka menghargainya. Tetapi setelah umat Islammapan, berhasil membangun dinasti, kerajaan dan imperiumdan kemudian meraih kekuasaan yang amat besar, mereka lupaarti pentingnya kebebasan itu.

Mereka kemudian terjebak ke dalam kesalahan yang sama:melakukan penindasan. Mereka melakukan tindakan yang dulumereka lawan. Inilah sebabnya mengapa saya menganggapIslam liberal itu penting sekali, karena nilai kebebasan tersebutsekarang tampaknya kurang dihargai oleh orang-orang Islamsendiri. Padahal, ajaran tentang kebebasan itu merupakanmutiara berharga dalam Islam.

Inti kebebasan adalah prinsip bahwa manusia merupakansubyek, sebagai individu yang bertanggung jawab penuh ter-hadap dirinya. Karena tanggung jawabnya ini, maka dia bebasmelakukan apa yang dia inginkan; artinya dia bertanggungjawab atas apa pun yang dia kerjakan. Karena dia adalah subyekyang sadar, yang punya tanggung jawab, maka dia tidak bolehdipaksa. Jadi, kebebasan itu sekaligus mengandung tanggungjawab. Tidak mungkin kebebasan itu dalam-dirinya tidak me-ngandung suatu tanggung jawab. Dan jangan lupa bahwa selu-ruh ajaran Islam itu mengandung ajaran kebebasan kehendak.

Di dalam hukum Islam atau fikih, misalnya, orang yang ber-ada dalam keadaan terpaksa, tidak punya kewajiban apa-apa.Artinya kalau seseorang berada dalam posisi dipaksa me-lakukan ini atau itu, maka tindakannya itu tidak punya nilai.Misalnya kalau ada orang dipaksa untuk mengingkari Tuhandan kemudian dia mengingkari Tuhan, maka dia tidak berdosa.

ISLAM DAN KEBEBASAN

225

Page 236: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Peristiwa semacam inilah yang pernah terjadi di masa Nabi.Ada seorang sahabat Nabi bernama Ammar bin Yasir yang ter-paksa mengucapkan suatu kalimat yang bertentangan dengantauhid karena ditekan oleh masyarakat Mekkah saat itu. Tapikemudian dia menyesal dan mengadu kepada Nabi. “Ya, Nabi,”katanya sambil terisak-isak, “saya sudah mengucapkan kata-kata yang mengingkari tauhid, lantas saya harus bagaimana?”Nabi berkata, “Tidak apa-apa. Orang yang dipaksa tapi didalam dirinya ada iman, itu tidak berdosa.” Artinya, kebebasanberkehendak merupakan dasar hukum Islam itu sendiri.

Oleh karena itu, dalam Islam ada konsep yang disebutdengan mukallaf, artinya, orang yang menjadi subyek hukumatau orang yang mendapatkan beban untuk suatu ketentuanhukum. Mukallaf itu diwajibkan untuk ini dan itu dalam agamakalau dia punya kebebasan kehendak. Jika seseorang itu gila,masih kecil atau belum dewasa, atau dia sedang tidur/tidaksadar, dia tidak dikenai kewajiban agama. Artinya kewajibanagama harus dilakukan oleh orang bersangkutan dengan sadardan bebas. Tidak ada paksaan apa pun. Itu sangat jelas. Karenaitu orang tidak boleh dipaksa beribadah. Kalau misalnya Andadipaksa untuk salat, berarti Anda melakukan salat itu bukankarena kebebasan Anda sendiri melainkan karena paksaan,sehingga tindakan itu tidak punya nilai apa-apa.

Oleh karena itu di dalam Islam dikenal istilah dakwah.Artinya: membujuk, atau persuasion dalam bahasa Inggris. Jadidakwah itu bukan indoktrinasi atau paksaan. Dakwah itusebuah konsep baru yang diperkenalkan oleh Islam. Anda tidakdipaksa masuk Islam. Anda dibujuk dengan argumen. MakanyaQuran mengatakan wajadilhum billati hiya ahsan, maka beraduargumenlah dengan orang-orang yang tidak setuju padamudengan cara yang beradab. Bukan menyerang, seperti dilakukansebagian orang sekarang ini.

Jadi konsep Islam dalam mengajak orang lain untuk mem-percayai doktrin Islam adalah dakwah, yaitu dengan memper-suasi atau membujuk orang. Kalau mau percaya silakan, kalautidak mau, ya tidak apa-apa. Bukan dengan ikrah, paksaan.

MEMBELA KEBEBASAN

226

Page 237: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Maka ajarannya la ikraha, tidak ada paksaan. Metodenya bisadengan mujadalah, adu argumentasi. Diskusi dengan cara yangberadab. Dasar dari itu semua adalah kebebasan individu,kesadaran, kehendak, keinsafan batin yang sukarela. Saya kiraprinsip ini sejajar dengan konsep liberalisme dalam makna yangkita pahami sekarang ini.

Saya masih ingin melanjutkan pembahasan di level normatifini, pada tingkat doktrin Islam sebagaimana yang saya pahami.Di dalam Quran ada ayat yang sangat penting ditekankan disini, yaitu ayat yang pembukanya sederhana: wa laqad karramnabani adam, dan sesungguhnya Aku (Tuhan) memuliakan anak-anak cucu Adam (manusia). Lihatlah, Tuhan sendiri memulia-kan manusia. Bayangkan! Memuliakan itu dalam pengertianTuhan memberi kebebasan sepenuhnya kepada manusia. Andamau A, B, C, silakan saja, karena Anda punya kebebasan.

Oleh karena itu Tuhan sampai berkata, fa man sya’a fal yu’min.Kalau orang, berdasarkan penalaran pikirannya, mau percayakepada ajaran yang dibawa oleh nabi-nabiKu, silakan; kalautidak mau, tidak apa-apa. Jadi yang ingin dituju Islam dalamjangka panjang adalah masyarakat yang bebas. Itu tujuanutamanya. Karena di dalam kebebasanlah manusia menikmatiharga dirinya. Masyarakat yang di dalamnya ada paksaan-paksaan itu tidak sesuai dengan ideal Islam. Misalnya di ArabSaudi, paksaan-paksaannya banyak sekali. Doktrin Arab Saudiitu Wahabi, Sunni Wahabi. Maka orang Syiah tidak boleh ada disana; tidak boleh mendirikan masjid dan madrasah; tidak bolehberibadah.

Bagi saya, negeri seperti Saudi itu tidak sesuai dengan idealIslam karena masyarakat seperti itu adalah masyarakat yangtidak memuliakan martabat manusia. Perilaku mereka tidaksejalan dengan ayat wa laqad karamna bani adam itu. Masyarakatyang menikmati harga diri, martabat, takrim atau kemuliaan ituadalah masyarakat yang individu-individu di dalamnyamenikmati kebebasan penuh. Itulah civil liberty. Denganperkataan lain, ideal Islam itu cocok dengan ideal demokrasi.Cita-cita seperti dirumuskan dalam Deklarasi Universal Hak

ISLAM DAN KEBEBASAN

227

Page 238: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Azasi Manusia tahun 1948 itu, misalnya, serupa dengan cita-cita yang ingin dituju Islam. Deklarasi itu sebenarnya ter-jemahan dari ayat wa laqad karamna bani adam tadi. Tuhan inginmemuliakan manusia.

Di sisi lain kita baru saja mendengar fatwa Majelis UlamaIndonesia (MUI) bahwa gagasan-gagasan liberalisme, sekular-isme, pluralisme itu haram. Tidak boleh diikuti oleh orangIslam. Ternyata liberalisme yang saya baca dalam penjelasanatau salah satu teks yang termuat di dalam fatwa MUI itudisalahartikan sebagai ibahiyah. Ibahiyah itu artinya permissive-ness, keliaran. Liberalisme atau masyarakat bebas diartikansebagai masyarakat yang boleh berbuat apa saja, yang tidak adaaturan main. Pemaknaan semacam ini jelas sangat salah.

Masyarakat yang bebas adalah masyarakat yang individu-individunya dihormati kebebasannya, tetapi di sana juga adahukum. Masyarakat yang bebas tidak mungkin tanpa adahukum. Karena tanpa hukum kebebasan akan rusak. Itu sudahpasti. Setiap kebebasan sudah dengan sendirinya meng-implikasikan adanya suatu tanggung jawab. Itulah yang meng-hasilkan aturan main dan hukum. Jadi kekhawatiran MUI itusalah alamat. Mereka memahami masyarakat yang bebas atauliberal itu adalah masyarakat yang tanpa hukum, tanpa aturanmain. Anda lihat sendiri masyarakat bebas di Barat, yang aturanhukum dan penegakannya luar biasa. Jauh lebih tegas dan ketataturan hukumnya daripada kebanyakan masyarakat Islam.Kalau Anda pergi ke kota-kota modern di Barat, misalnyaLondon atau Paris, Anda akan lihat orang memarkir kendaraandi pinggir jalan, tanpa ada petugas. Tetapi itu tidak berartimereka tidak bayar parkir. Di sana ada kotak untuk menam-pung bayaran, dan orang membayar tanpa ada seorang polisiyang menongkrongi.

Ketakutan pada kebebasan seperti ditunjukkan oleh MUI itusebenarnya bertolak dari ketidakpercayaan pada manusia; se-olah-olah manusia tidak akan sanggup berpikir dan mengen-dalikan adabnya kalau diberi kebebasan. Saya kira orang yangtakut bebas itu adalah orang yang takut pada firman Tuhan -

MEMBELA KEBEBASAN

228

Page 239: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

tadi, wa laqad karamna bani adam. Jadi mereka tidak percayabahwa Tuhan memuliakan manusia. Dan memuliakan di situartinya manusia diberi kebebasan kehendak, diberi akal yangcukup, dan dengan begitu dia bisa mencari jalan-jalan yangmembuat dia selamat.

Saya jadi teringat John Stuart Mill, salah satu pemikir liberalterpenting di Barat. Dia mengatakan bahwa kebebasan sese-orang dibatasi oleh kebebasan orang lain. Saya bebas untukberbuat sesuatu sepanjang tidak mengganggu kebebasan oranglain. Karena itu masyarakat yang bebas dan individu-individu-nya bebas akan mencari cara, aturan main atau hukum yangmenjamin semaksimal mungkin berlangsungnya kebebasan itu.Masyarakat yang bebas adalah masyarakat yang toleran, ter-atur, tidak anarkis.

Saya sendiri sangat yakin pada firman Tuhan yang me-nyatakan bahwa Tuhan memuliakan manusia. Saya yakinTuhan tahu bahwa kalau manusia diberi kebebasan secarapenuh, manusia akan berjalan dengan benar. Orang-orang yangtakut pada kebebasan itu sebenarnya tidak percaya pada ke-percayaan Tuhan yang diberikan kepada manusia sebagaimakhluk yang punya kemuliaan.

Kalau saya katakan bahwa Islam sejalan dengan demokrasi,itu tidak berarti saya menganggap demokrasi sebagai sistemyang sempurna. Semua orang tahu bahwa demokrasi, sebagaihasil pemikiran manusia, pasti mengandung cacat dan ke-kurangan. Tetapi demokrasi adalah satu sistem yang palingmendekati ideal atau cita-cita tentang masyarakat bebas, yangsesuai dengan cita-cita Islam. Sejalan dengan cita-cita wa laqadkaramna bani adam tadi.

Kita pernah mengenal negara aristokrasi, oligarki, teokrasi,negara khilafah, dan seterusnya. Negara-negara seperti itu kinitinggal kenangan dan telah usang. Pada zamannya masing-masing, mungkin sistem-sistem itu cocok. Tetapi bentuk-bentuknegara itu sebetulnya tidak memenuhi cita-cita manusia tentangkebebasan, karena itu mereka gugur dengan sendirinya.

ISLAM DAN KEBEBASAN

229

Page 240: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Nah, demokrasi kemudian muncul sebagai ikhtiar manusiauntuk menemukan format masyarakat yang menjamin ke-bebasan individu semaksimal mungkin, tanpa mengorbankanketeraturan yang menjadi prasyarat kebebasan itu. (Ulil Abshar-Abdalla)

MEMBELA KEBEBASAN

230

Page 241: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

ISLAM DAN

DEMOKRASI

ADA FENOMENA YANG SANGAT MENCOLOK DI DUNIA ISLAM,yaitu hampir tidak ada negeri Muslim yang

demokratis. Di Timur Tengah yang sering dijadikan tolok-ukurIslam, misalnya, tidak ada satu pun negeri yang demokratis diantara 22 negara yang ada. Melihat fakta yang tak terbantah itu,para pengamat luar kerap bicara tentang tidak kompatibelnyaIslam dan demokrasi. Namun pembandingan semacam ini se-benarnya tergantung pada cara kita mendefinikan demokrasidan juga cara kita memaknai Islam itu sendiri.

Secara umum, demokrasi kita pahami sebagai sistem peme-rintahan yang mengandung prinsip checks and balances, kontrol,akuntabilitas, dan sebagainya. Sementara, Islam, secara norma-tif, hanya memberikan aturan-aturan yang sangat prinsipil, dantidak mengatur rincian dan hal-hal yang sifatnya praksis.Selama ini para pemikir Islam selalu mengatakan bahwa ciriutama Islam adalah moderat; dengan kata lain Islam kompatibel

231

Page 242: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

dengan demokrasi. Tapi kenyataannya antara cita-cita danrealitas terdapat pertentangan.

Kondisi demokrasi di negara-negara yang menyatakan dirisebagai negara Islam sangat memprihatinkan. Bahkan orangseperti Shirin Ebadi, pemenang Nobel Perdamaian dari Iran,dalam diskusi di Jakarta mengatakan bahwa pemerintahan dinegeri-negeri Muslim itu telah memanipulasi demokrasi, sekali-gus memanipulasi agama. Mereka selalu bicara atas namaTuhan, tapi dalam praktiknya mereka sangat otoriter. Dan yanglebih tragis, mereka, menurut Ebadi, adalah pelanggar hak-hakasasi manusia.

Sementara itu, Freedom House, sebuah lembaga think tankterkemuka, dalam hasil surveinya beberapa tahun yang lalumenyebutkan bahwa dari 192 negara di berbagai penjuru dunia,121 negara tergolong negara demokratis yang melaksanakanpemilu. Tetapi, di antara berbagai negara Muslim hanya 11 dari47 negara yang berhasil melakukan pemilihan pemerintahansecara demokratis, atau hanya sekitar 23 persen saja. Sebaliknya,di negara-negara non-Muslim, terdapat 110 dari 145 pemerin-tahan yang terpilih secara demokratis, atau sekitar 76 persen.Akhirnya survei itu menyimpulkan, negara-negara non-Muslimtiga kali lebih demokratis dibanding negara-negara Muslim.

Saya termasuk orang yang menyesalkan fakta-fakta di atas,tapi bagaimanapun ini merupakan kenyataan yang tidak bisadibantah. Kita mau bicara setinggi apa pun, kalau realitasnyabegitu—dalam pengamatan orang-orang awam, apalagi di matapara pakar—negeri-negeri Muslim itu terlalu banyak yang tidakdemokratis.

AAda pula pandangan yang seolah mau melawan fakta itudengan mengatakan bahwa demokrasi bersumber dari nilai-nilai Barat, dan karena itu memang tidak cocok, tidak perlucocok, atau tidak perlu dicocok-cocokkan dengan Islam. Bagisaya, pandangan semacam ini dilandasi oleh paradigmapemikiran politik Islam yang didasarkan pada pendekatanlegal-eksklusif dan bertumpu pada doktrin us and them.Pandangan yang memilah antara kita dan mereka, yang sangat

MEMBELA KEBEBASAN

232

Page 243: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

tidak sehat. Karena itu terhadap paradigma ini harus dilakukansemacam dekonstruksi lebih dulu. Paradigma legal-eksklusif iniakan membuat posisi Muslim sangat shariah-minded. Semua halharus dihubungkan dengan syariah, yang diartikan secara kakudan literal serta tidak bisa menerima value lain. Buat saya,pertanyaan pokok dalam hal ini adalah: Apakah sebenarnyasubstansi demokrasi itu? Jawabnya adalah keadilan. Nah,menurut saya Islam sangat memerhatikan keadilan (al adalah).

Kita tidak bisa berasumsi bahwa nilai-nilai dari luar yangtidak terang-terangan disebut berasal dari Islam niscaya tidakbenar. Asumsi semacam ini sangat keliru. Kalau mau, kita bisasaja menghubungkan demokrasi dengan konsep musyawarahdalam Islam, seperti terlihat pada ayat wa amru syura bainahumdan sebagainya. Tapi saya tidak perlu bicara soal itu, karenasudah banyak buku yang mengulasnya. Sebenarnya, yangpaling bermasalah dalam konteks ini adalah semangat truthclaim; perasaan bahwa yang benar hanya saya atau kelompoksaya. Dengan paradigma yang tertutup seperti itu, umat Islamsering menjadi sangat eksklusif.

Jadi pandangan dasar tersebut harus didekonstruksisedemikian rupa, diubah menjadi pandangan politik Islam yangsubstantif dan inklusif. Dalam pandangan yang berpijak padasubstantif-inklusif ini, politik Islam tidak dikonstruksi olehhukum-hukum, tetapi dibingkai nilai-nilai etis (akhlaq). Dengankata lain, etika harus menjadi sumber pokok dari cara pandangdan sikap kita terhadap demokrasi, pluralisme, hak azasimanusia, dan sebagainya.

Sikap yang mengutamakan substansi dan inklusifitas akanmembuat kita menghargai nilai-nilai yang baik, tak peduli darimanapun sumbernya. Dalam pandangan ini, entah itu nilaidemokrasi, hak azasi manusia, entah sumbernya dari Cina, Arabatau Barat, sepanjang itu memajukan prinsip atau tujuan-tujuansyariah (maqasid as-syariah), kita harus menerimanya. Yangpenting intinya adalah untuk menegakkan keadilan, keterbuka-an, kesetaraan, dan sebagainya. Semangatnyalah yang haruskita ambil, bukan bentuk formalnya.

ISLAM DAN DEMOKRASI

233

Page 244: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Ada pula anggapan bahwa Islam adalah agama yang kaffah,komplet, komprehensif, yang mengatur semua hal, dan semuahal sudah ada di dalam Islam. Pandangan kaffah-isme ini, se-bagaimana dikemukakan oleh Nayih Azubi, pemikir asal Mesir,didasarkan pada pemahaman yang melihat Islam sebagai total-itas sistem yang meliputi “tiga d”, yakni din (agama), dunya(dunia),dan daulah (negara). Dalam pandangan ini, Islam meng-atur semua hal, mulai dari urusan negara, politik, ekonomi,sampai urusan masuk wc, dan kamar tidur. Islam dipandangsebagai sistem yang mengatur semua hal, paling komplet, dansampai ke detail-detailnya. Maka umat Muslim tidak lagimemerlukan demokrasi.

Pandangan ini juga salah besar. Menurut saya, kaffah ituartinya kita harus memahami Islam secara integratif, utuh, tidaksepenggal-penggal. Masalahnya, mereka yang mengklaimberorientasi pada Islam kaffah itu selalu berparadigma truthclaim, merasa kelompok sendiri yang paling benar, sambilmenegasikan pandangan dan toleransi terhadap pihak lain (theothers). Ini memang berkaitan dengan soal tafsir. Dan sepertidikemukakan oleh Khaled Abul Fadl dalam karyanya The Placeof Tolerance in Islam, pemaknaan terhadap teks-teks Quran ter-gantung penafsirnya. Kalau kita sebagai penafsir punya caraberpikir dan bersikap otoriter serta tidak toleran terhadap pan-dangan yang lain, dan dengan mudah kita dikuasai oleh se-mangat kebencian, us and them (atau minna minhum dalam per-istilahan agama), dengan sendirinya semangat itu memengaruhitafsir kita terhadap teks.

Kita harus jujur, selain yang positif banyak sekali kejadianyang tidak demokratis dalam sejarah Islam, khususnya di masapemerintahan khilafah, dinasti, suku. Hal-hal itu terlihat jelaskalau kita baca karya Ibn Khaldun, Al Muqaddimah. Masa-masaitu bisa disebut sejarah gelap dalam perkembangan Islam,karena pemerintahan didasarkan pada semangat kesukuan (alashabiyyah) yang tidak demokratis.

Jika kita mendasarkan pemikiran politik dalam bingkai legaldan eksklusif, umumnya mereka akan bicara bahwa tatanan itu

MEMBELA KEBEBASAN

234

Page 245: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

adalah berdasarkan pada syariat negara Islam. Tapi saya tidakmenemukan satu pun ayat dalam Quran yang mengharuskankita mewujudkan apa yang disebut pemerintahan Islam ataudaulah Islamiyyah. Konsep ini baru berkembang di masa-masakhilafah. Itu pun terjadi perdebatan. Belakangan, negara-negarayang mengikutinya, misalnya sejumlah negara di TimurTengah, dalam praktiknya juga sudah meninggalkan khilafah,tetapi coba-coba menerapkan demokrasi melalui pemilihanumum, walaupun dalam kenyataannya yang dipraktikkanadalah pseudo-demokrasi, atau ‘demokrasi seolah-olah’, me-minjam istilah Gus Dur.

Yang terjadi adalah pelaksanaan otoritarianisme yang luarbiasa di dunia Islam. Dan itu adalah tragedi. SyukurlahIndonesia sekarang ini sangat tepat untuk dinyatakan sebagaiteladan bagi pelaksanaan demokrasi, lepas dari segala ke-kurangannya. Pemilu kita sukses, tanpa menumpahkan setetespun darah. Kita tidak perlu bicara tentang korupsi di kabinetdan sebagainya, tapi sebagai proses, kemajuan kita sangat luarbiasa.

Sementara negara-negara yang tadi saya sebut mengklaimmendasarkan diri pada Islam tapi praktik-praktiknya sangatberlawanan dengan demokrasi. Dan semua ulama di sana tidakmampu berbuat banyak, mereka membiarkan atau bahkansetuju saja dengan pelanggaran-pelanggaran itu. Ini menimbul-kan dugaan—terutama di kalangan orang luar, misalnya orangBarat—bahwa kalau begitu Islam memang tidak kompatibeldengan demokrasi. Buktinya, para ahli Islam di negara-negaraitu pun umumnya tidak memprotes. Yang beroposisi hanyasatu-dua saja. Di Arab Saudi, majelis ulamanya bahkan selalumendukung apa yang diputuskan oleh raja. Di Mesir juga begi-tu. Mufti Al-Azhar sekali-sekali melontarkan kritik, tapi secaraumum mereka mendukung rezim.

Jadi yang muncul adalah otoritarianisme agama; prosesmanipulasi sekelompok ulama terhadap agama. Mereka tidakmelihat substansi. Demokrasi tentu saja bersumber dari Barat.Tapi itu tidak berarti dengan sendirinya ia tidak sesuai dengan

ISLAM DAN DEMOKRASI

235

Page 246: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Islam. Faktanya, negara-negara Barat memang lebih demokratis.Dalam soal-soal pemilihan umum, akuntabilitas, checks andbalances, mereka lebih tertib, lebih teratur. Kalau semua haldidasarkan pada legitimasi agama, tentu tidak akan memadai,sebab agama tidak mengatur secara terinci masalah-masalahkenegaraan. Kita harus mengembangkannya sesuai denganpolitik kita masing-masing.

Sekarang di Indonesia kita lihat muncul pula kelompok-kelompok yang ingin menerapkan apa yang mereka yakinisebagai “syariat Islam”. Mereka sekaligus kelompok-kelompokyang mencurigai hak-hak azasi manusia, yang kurang lebihmenghalalkan kekerasan, yang membungkam kebebasan, danyang mengancam demokrasi. Ini sangat menyedihkan. Itumerupakan kemunduran luar biasa dalam sejarah; kemunduranbesar bagi proses demokratisasi di Indonesia. Kejadian yangakhir-akhir ini, yang disertai penghalalan kekerasan danpremanisme agama, merupakan reduksi terhadap nilai-nilaidemokrasi. Dan ini akan dicatat oleh sejarah sebagai ke-munduran besar, misalnya dalam isu kebebasan beragama.Yang juga menyedihkan, kelompok-kelompok yang termasukcivil Islam sangat kurang lantang dalam mengutuk tindakan-tindakan kekerasan itu. Bagaimana ini? Ke mana kita maumenuju? Kita tidak tahu ke arah mana negara ini menuju, tapiini jelas kemunduran dalam sejarah politik Islam di Indonesia.

Saya kecewa berat terhadap kelompok-kelompok yang bolehdisebut representasi moderasi Islam, yang tidak berbuat apa-apa melihat kekerasan-kekerasan itu. Boleh saja kalau merekatidak setuju dengan pluralisme, sekularisme, liberalisme, tapimengapa mereka tidak secara tegas mengutuk kekerasan? Manasuara partai Islam, juga NU, Muhammadiyah, dan sebagainya?Yang muncul hanya suara perorangan. Itu pun mengambang,tidak jelas, tidak tegas. Bahkan ada yang sekadar bermaindengan politiknya sendiri. Selalu pertimbangan tokoh-tokoh itusangat pragmatis dan tidak jelas arahnya.

Saya ingin mengkritik mereka dengan keras, karena hal itusudah melawan semangat demokrasi. Kalau mereka tidak setuju

MEMBELA KEBEBASAN

236

Page 247: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

pada pluralisme, sekularisme dan lain sebagainya, selayaknyadidialogkan dulu; diklarifikasi atau ditempuh proses tabayyun,bukan langsung diselesaikan dengan palu godam. Apalagidengan mengkapitalisasi fatwa MUI untuk menjustifikasitindakan-tindakan demokratis dan bahkan menghalalkankekerasan. Ini sangat merugikan dan memberi citra yang burukbagi civil Islam di Indonesia.

Kita harus selalu ingat bahwa sejak awal mula sekali,Indonesia adalah negara yang sangat plural. Sesuai dengankesepakatan para bapak pendiri bangsa, Indonesia bukannegara Islam—sekali lagi: bukan negara Islam. Itu sudahditegaskan oleh para pendiri republik ini. Kalau intoleransi atasdasar fatwa-fatwa seperti yang kita saksikan sekarang iniberlanjut, itu bisa menuju proses kristalisasi untuk menciptakannegara Islam. Kalau itu yang terjadi, disintegrasi Indonesiahanya soal waktu. (M. Syafi’i Anwar)

ISLAM DAN DEMOKRASI

237

Page 248: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

238

Page 249: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

ISLAM DAN

MASYARAKAT

SIPIL

KONSEP CIVIL SOCIETY ATAU MASYARAKAT MADANI BUKANLAH

mencakup keseluruhan warga negara atau masyarakatyang hidup di satu negara, melainkan kelompok-kelompoktertentu yang memperjuangkan demokrasi, pluralisme, dan ke-bebasan sipil pada umumnya. Meski tidak diikuti oleh seratuspersen warga negara, masyarakat madani menentukan per-jalanan suatu bangsa dalam kaitannya dengan dinamikakekuasaan negara. Jadi masyarakat madani bisa dikatakan se-bagai pasangan ideal bagi demokrasi. Artinya, kalau demokrasimerujuk pada sistem di tingkat negara, maka civil society me-rujuk semangat serupa di tingkat masyarakat. Demokrasi itusendiri mensyaratkan adanya civil society. Karena negara sendiritidak akan mampu melaksanakan proses demokratisasi secaramenyeluruh. Maka para ahli sering menyebut bahwa tanpa adacivil society, suatu negara tidak bisa disebut demokrasi. Yang

239

Page 250: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

akan muncul adalah demokrasi seolah-olah, demokrasi semu,demokrasi yang gagal.

Terjemahan bebas dari masyarakat madani adalah masya-rakat berkeadaban, civilized. Keadaban dalam konteks ini adalahrespek, menghargai perbedaan, pluralitas; menghargai pihaklain (the others). Juga, masyarakat madani yang saya definisikandi sini adalah masyarakat yang bisa mengaktualisasikan diri da-lam ruang publik yang bebas; ruang publik yang berkeadabandan berkeadilan. Jadi kuncinya adalah masyarakat berkeadabandalam konteks penumbuhan dan pelaksanaan wacana denganbebas dalam ruang publik (public sphere) yang lebih terbuka.

Ruang publik yang terbuka itu tak perlu ditakuti. Jika iaditerjemahkan secara “berlebihan” atau melanggar hukum, ten-tu akan diatasi oleh negara beserta aparatnya. Karena di dalamkonsep civil society itu tercakup prinsip rule of law. Siapa yangmembuat dan melaksanakan rule of law itu? Pemerintah. Dansumber pemerintah adalah rakyat, melalui usulan DPR dansebagainya. Ruang publik itu perlu aturan-aturan hukum. Tidakbisa masyarakat seenaknya sendiri melakukan kekerasan-kekerasan dengan mengabaikan hukum. Jadi ruang publik yangterbuka itu bukan dimaksud untuk menciptakan lawless society,masyarakat tanpa hukum. Itu bukan civil society. Itu masyarakatuncivilized, tidak beradab.

Kalau kita kembalikan ke kaitannya dengan Islam, kita tahubahwa Islam diyakini oleh mayoritas pengikutnya sebagaiagama yang sangat menghargai kebebasan sipil, pluralisme,kesetaraan gender, dan sebagainya. Tapi penerjemahannya kedalam civil society sering tidak pas. Saya kira kesenjangan inikarena adanya semacam ambivalensi; umat Islam melihat civilsociety sebagai konsep dari Barat. Sherif Mardin, sosiolog ter-kemuka dari Turki, menyebutnya sebagai prasangka intelektual(intellectual prejudice). Karena perkembangan historis dan peng-alaman politisnya, umat Islam cenderung mengharamkan danmenganggap jelek semua hal yang berasal dari Barat.

Memang, tidak semua konsep dari Barat itu selaras dengankita. Tapi ada bagian atau nilai-nilai yang bisa kita serap, dan

MEMBELA KEBEBASAN

240

Page 251: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

dalam hal ini ajaran Islam bersikap sangat terbuka. Nabi sendiri,seperti direkam dalam sebuah hadis yang sangat terkenal,menyuruh umat Muslim belajar sampai ke negeri Cina. Darimana pun sebuah konsep berasal, sepanjang ia bertujuan untukmewujudkan tujuan utama syariah (maqasid as-syariah), misal-nya tujuan yang mengarah pada terciptanya keadilan (al adalah),apa pun metode dan sistemnya, mestinya bisa diterima.

Semangat Quran pun seperti itu. Yang harus dicari adalahetikanya. Etika Quran itu sangat demokratis sekali, seperti di-paparkan dengan baik oleh pemikir terkemuka Islam, FazlurRahman. Masyarakat Arab yang ketika Islam diturunkan ituuncivilized (dalam istilah Rahman) kemudian didemokratiskanoleh Quran, karena spirit Quran adalah spirit yang menghargaikebebasan sipil, toleransi, dan sebagainya. Ini tidak perlu diulaskarena sudah terlalu jelas. Tapi harus diakui konsep politikIslam itu sangat tidak terstruktur. Paradigmanya selaluberangkat dari asumsi-asumsi yang sangat normatif. Kita selaluberada dalam konsep yang defensif dan normatif sekali. Kalaunormatif, tentu saja tak ada masalah. Tapi bagaimana dengancivil society dan demokrasi dalam praktiknya? Karena resep-resep untuk hal ini tidak dipersiapkan, kita perlu mengambildari sumber-sumber lain.

Dalam segi etika, jelas kita melihat nilai-nilai Islam itu cocokdengan nilai-nilai modern. Tapi dalam praktik politik, kita harusjujur bahwa masih banyak yang harus kita kerjakan. Karena ki-ta tidak siap beradaptasi dengan konsep-konsep yang empirisdan terstruktur. Pemikiran-pemikiran pakar politik Islam seper-ti Maududi atau Sayid Qutb itu, misalnya, sangat normatif.Paradigmanya tidak jelas. Maka seperti dikatakan Iqbal, yangdiperlukan adalah ijtihad-ijtihad politik.

Menurut Iqbal, demokrasi itu mengandung kelemahan, tapikarena itulah yang harus dikembangkan adalah konsep-konsepyang terstruktur, mengisinya dengan etika Islami, dan sekaligusbisa diterapkan. Kelangkaan hal ini di dunia Islam adalah kare-na kelemahan pakar-pakar Islam sendiri. Misalnya, merekamenyebut demokrasi Islam, tapi sampai sekarang tak kunjung

ISLAM DAN MASYARAKAT SIPIL

241

Page 252: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

jelas maksudnya. Persoalannya makin kompleks ketika parapakar itu bersikap apologetik—sikap yang bernada “semua halsudah ada dalam Islam.” Mereka tidak mengembangkan kon-sep-konsep yang lebih terstruktur; tidak menyusun formalisasiatau the body of knowledge dari pemikiran politik Islam.

Bagi saya, siapa pun yang melaksanakan tujuan syariah itu(keadilan, keadaban)—entah masyarakat Cina, Barat dansebagainya—mereka boleh disebut masyarakat dengan spiritislami. Misalnya konsep social welfare (kesejahteraan sosial), ituditerapkan oleh banyak negara Eropa. Para bapak pendiribangsa pun merumuskan cita-cita kemerdekaan sebagai upayamewujudkan masyarakat adil dan makmur. Ini tepat, tanpaharus mengatakan bahwa konsep ini berasal dari Islam. Jadimereka mengambil spiritnya.

Mereka itu cerdas. Mereka tidak perlu mengatakan negaraagama, negara Islam, atau apa pun. Tapi yang ditekankanadalah substansinya: adil dan makmur. Dan itu prinsip Islam.Siapa yang meragukan keislaman Hatta, Agus Salim, Ki BagusHadikusumo, dan tokoh-tokoh besar lainnya itu? Tapi merekatidak menyebut itu sesuai dengan konsep Islam. Tidak perlu.Karena mereka mengutamakan semangat keislaman yanginklusif, tidak ekslusif.

Penekanan pada eksklusifitas itu justru mencerminkanketaidakpecayaan diri, inferiority complex, rasa rendah dirikarena melihat kemajuan Barat sedemikian rupa. Maka yangmuncul adalah fundamentalisme keagamaan yang bertumpupada semangat self-assertion, penegasan diri sendiri danmengembangkan apa yang disebut politik identitas. Politikkeislaman yang simbolik, bukan keislaman yang substantif.Mereka sibuk dengan simbol. Kalau tidak memakai simbolIslam, demokrasi tidak diakui sebagai demokrasi. Keadilan punbegitu pula; kalau tidak memakai simbol Islam berarti bukankeadilan. Itulah politik simbolik. Di situ agama dijadikan saranauntuk melarikan diri dari problem, dengan menegaskan oten-tisitas agama. Itu memang kecenderungan umum di negara-negara Muslim yang sedang berkembang.

MEMBELA KEBEBASAN

242

Page 253: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Agama diperalat sedemikian rupa sebagai alat legitimasi;sebagai alat untuk menghindar dari problem, bukan saranauntuk memecahkan problem. Dengan agama yang direduksi,dipolitisasi, dan diideologisasi sedemikian rupa itu, agama ke-hilangan spiritnya, bahkan terjadi korupsi terhadap nilai-nilaiagama itu sendiri. Begitulah gejala umum yang terlihat dalammasyarakat yang mengalami kekacauan hukum, ketakpastianpolitik dan krisis ekonomi.

Masalah ini hanya bisa dipecahkan dengan adanya tatapemerintahan yang baik dan kuat. Ini penting sekali. Sebabhanya negara yang mampu mengatur, dalam arti mengontroldan menerapkan regulasi-regulasi, termasuk dalam halterjadinya kekerasan-kekerasan atas nama agama. Kalau peme-rintahan kuat dan hukum ditegakkan, kelompok-kelompok itujuga akan berpikir ulang untuk melakukan kekerasan-kekerasan. Sayangnya alat-alat keamanan menjadi takut, tidakpunya kejelasan dan ketegasan sikap. Negara rupanya tidakpunya kebijakan sebagai panduan yang jelas bagi aparatpenegak hukum di lapangan. (M. Syafi’i Anwar)

ISLAM DAN MASYARAKAT SIPIL

243

Page 254: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

244

Page 255: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

ISLAM DAN

LIBERALISME

PERTAMA-TAMA PERLU DICATAT BAHWA SEBENARNYA LIBERAL-isme adalah istilah yang ambigu dan cukup kontrover-

sial. Dan kalau kita bicara tentang liberalisme dalam kaitannyadengan Islam, sebenarnya kita sedang mengidentifikasi suatufenomena, yaitu fenomena kebangkitan di dalam Islam, yangsudah dimulai sejak abad ke-19. Pada 1950-an, ketika para sar-jana Barat mulai mengaji Islam, mereka agak kerepotan karenamenemukan suatu fenomena yang menarik dalam pembaruanini, yang berbeda dari gerakan tajdid yang terjadi sebelumnya.

Tajdid bermakna sesuatu yang baru, pembaruan atau mem-barukan ajaran-ajaran Islam. Tentu saja tajdid sudah terjadi sejaklama, sejak masa awal Islam. Mazhab-mazhab pemikiran Islamitu muncul karena adanya pembaruan. Tapi para sarjana mo-dern menemukan kelainan cara berpikir di abad ke-19.Fenomenanya hampir merata di seluruh dunia Islam. Tapi kare-na jantung Islam ada di Timur Tengah, maka ketika kita bicara

245

Page 256: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

mengenai pembaruan kita harus menengok Turki, tempat mulaiterjadinya pembaruan itu (karena di sana ada pusat kekhalifah-an Islam), kemudian juga di Mesir.

Fenomena unik dalam konteks kebangkitan Islam di awalabad ke-19 itu kemudian mereka sebut Islamic liberalism. Seingatsaya penulis pertama yang secara spesifik menggunakan istilahini adalah Wilfred Cantwell Smith. Pada tahun 1950-an itu peng-gunaan istilah ini cukup baru. Dalam bukunya Islam in theModern History, Cantwell Smith memaparkan bahwa fenomenaini kurang-lebih sama tekanannya dengan apa yang dilakukanoleh para reformis agama di Barat, yaitu adanya humanismedan keinginan untuk menghormati pluralisme. Jadi, gagasanyang ada di Barat itu bisa dirangkum dalam konsep liberalisme.Karena itulah dia menyebutnya Islamic liberalism. Tapi sepanjang1970-an dan 1980-an istilah ini boleh dikata absen, hampir tidakada yang menyebutnya. Baru pada 1990-an, Leonard Binder,seorang ilmuwan politik dari Universitas Chicago, meng-gunakannya.

Ada pula perbedaan dalam cara para intelektual memaknaiistilah ini. Pada 1950-an, ketika para sarjana Barat baru mulaimengaji Islam, Islamic liberalism diartikan secara sangat umum.Liberalisme diartikan sebagai sekadar bebas. Artinya, ada gejaladi kalangan umat Muslim untuk membebaskan diri darikungkungan pemikiran yang jumud, kolot, yang tidak sesuaidengan kebutuhan zaman.

Binder kemudian memaknainya secara politis (dalampengertian political science), karena penelitiannya lebih me-nekankan pemikiran politik, sehingga ketika dia membacafenomena pemikiran Islam, perspektif dia adalah perspektifilmu politik. Karena itu, misalnya, dia mengulas Ali AbdurRaziq dan membandingkannya dengan Sayyid Qutb. AbdurRaziq dianggap sebagai liberal Muslim, sementara Qutb adalahlawannya, illiberal Muslim, dalam hal pemikiran politik. Jadi adaperbedaan perkembangan penggunaan istilah tersebut.

Cantwell Smith menemukan bahwa sesungguhnya akar-akarliberalisme itu ada di tradisi Islam sendiri. Yang dimaksud

MEMBELA KEBEBASAN

246

Page 257: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

tradisi Islam tentunya bukan hanya al-Quran dan Hadis, tapijuga semua upaya penafsiran dan pemahaman terhadap duasumber ini. Dan dia menemukan dua sumber Islam tersebut,yaitu tradisi filsafat dan tradisi sufisme. Ini menarik, karenaorang biasanya mengartikan sufisme sebagai aktifitas spiritualyang tidak liberal. (Sufisme ada dua macam: sufisme teoretisdan sufisme praktis; tokoh-tokoh teoretis seperti Ibn ‘Arabi danJalaluddin Rumi, misalnya, luar biasa liberal; pandanganmereka bahkan sudah beyond Islam).

Itulah yang oleh Smith dianggap salah satu akar liberalisme.Dari perspektif ini, liberalisme bahkan sudah ada sejak masaawal Islam. Setiap gerakan pemikiran atau upaya untukbersikap kritis terhadap ortodoksi—pemikiran baku yangditerima oleh penguasa atau publik—dianggap Smith memilikiwatak liberal, baik dari disiplin filsafat, sufisme maupunlainnya. Dan secara umum, yang banyak melakukan aktifitasliberalisme di dalam Islam adalah tradisi filsafat dan sufismeteoretis tersebut.

Tentu saja yang disebut filsafat itu luas sekali, mencakupteologi. Dan kalau kita tarik ke konteks kita, konteks modern,maka kita lihat bahwa akar filsafat dalam sejarah Islam sebetul-nya berasal dari perjumpaan dengan pihak lain (the other), yaituYunani (Barat). Kita bisa berdebat apakah Yunani itu bagiandari Barat atau Mediteranian, tapi yang penting dalam hal iniadalah aspek perjumpaan dengan the other itu. Dan ketika Islampada masa awal berjumpa dengan Barat, mereka tidak gugup.Mereka justru mencoba memahami dan mempelajarinya, kemu-dian menerapkannya dalam peradaban dan tradisi mereka.

Dengan kata lain, dalam perjumpaan pada abad ke 2–3 H(8–9 M) itu, umat Muslim sangat percaya diri dan menyeleksi;artinya, karena mereka merasa berada di puncak peradaban,maka mereka bisa menyortir karya-karya yang masuk. Karenaitu, pada masa Khalifah Al-Ma’mun, misalnya, mereka mem-bangun Darul Hikmah, dan di sana ada divisi yang mem-produksi buku-buku yang dirasa mampu mencerahkan umatMuslim pada saat itu. Maka banyaklah karya-karya filsafat,

ISLAM DAN LIBERALISME

247

Page 258: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

sains dan teknologi yang diterjemahkan dan diterbitkan. Tapikita hampir tidak menemukan karya-karya yang bersifat mito-logis, karena mitologi dianggap sebagai hal yang bertentangandengan paradigma peradaban Islam pada saat itu. Lagipulakarya-karya semacam itu tidak populer. Maka yang kitatemukan adalah karya-karya Yunani nonfiksi, sebab kesusastra-annya banyak berisi mitologi.

Ada pula jenis pembelaan lain terhadap liberalisme dalamIslam, yaitu klaim bahwa agama Islam adalah pembebasmanusia dari ketertindasan dan penghambaan terhadap banyaktuhan selain Allah SWT. Dengan demikian mereka menyatakanbahwa semangat liberalisme itu dengan sendirinya inheren didalam Islam. Istilah liberal memang bisa ditarik oleh dua kubuyang kalau kita lihat dari aspek ekonomi-politik menjadi kiridan kanan. Ketika kita bicara mengenai liberalisme Islam seper-ti dibahas dengan sangat baik oleh Leonard Binder, cirinya men-jadi kanan. Mungkin juga karena Binder sendiri adalah sarjanakanan. Istilah liberal Islam itu sendiri, secara umum, memangcondong ke kanan, dalam arti yang netral.

Tapi ada kelompok lain yang mengartikan Islam sebagaibagian dari teologi pembebasan (liberation theology). Pada 1980-an, misalnya, orang seperti Hassan Hanafi, seorang pemikirMesir, mengajukan konsep yang dia sebut ”kiri Islam”. Salahsatu intinya adalah bahwa Islam is the liberation religion, Islamadalah agama yang membebaskan. Tekanan utamanya adalahpembebasan kaum Muslim dan kaum tertindas. Ada juga AliSyariati, seorang pemikir Iran, yang melihat kebebasan lebihcondong ke kiri.

Saya sendiri cenderung menggunakan istilah liberal secaralebih umum, dalam arti kebebasan dan pembebasan darikungkungan pemahaman klasik yang kaku, jumud, dan tidakfleksibel—dan ini rupanya lebih ke kanan. Pemaknaan sayapkiri itu sebenarnya bukan bertolak dari istilah liberal Islam,melainkan liberation. Akarnya adalah liberation theology, yangmuncul di Amerika Latin, tempat suburnya fenomena kiri danKatolik.

MEMBELA KEBEBASAN

248

Page 259: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Meski semangat liberal dalam Islam sudah ada sejak masaawal, tapi kita lihat mayoritas umat Islam—termasuk ulama danpemikirnya—justru cenderung membenci dan curiga pada apayang disebut liberal. Biasanya istilah ini diasosiasikan dengankebebasan tanpa batas, pornografi dan sebagainya. Pendeknya,liberal menjadi kosakata yang kotor. Mengapa ini bisa terjadi?Kembali saya mengutip Cantwell Smith: karena para ulama danintelektual Mulsim yang mendukung gagasan liberal biasanyamemaparkan gagasan mereka dalam bahasa yang terlalucanggih dan rumit untuk konsumsi awam.

Smith, misalnya, membandingkan antara Ali Abdur Raziqdan Rasyid Ridha, yang dua-duanya merupakan muridMuhammad Abduh, sarjana Al-Azhar. Abdur Raziq berpikiranliberal, Ridha konservatif. Smith melihat tingkat kecanggihantertentu pada tulisan-tulisan Abdur Raziq, sehingga bahasanyaagak sukar dipahami oleh kalangan umat Muslim. Sedangkanbahasa Rasyid Ridha lebih retoris sehingga bisa dipahami olehpara pengunjung masjid dan kalangan lain. Gaya inilah yangsangat membantu penyebaran gagasan kelompok konservatifatau yang tidak liberal.

Jadi ternyata masalahnya hanya menyangkut metode penge-masan untuk massa. Pada awalnya semua gagasan, termasukgagasan konservatif, tentunya bersifat elite. Gagasan seperti inisebetulnya merupakan limited ideas yang diolah dan kemudiandisebarluaskan. Nah, soalnya adalah sejauh mana kita menge-mas gagasan liberal tersebut untuk kemudian menyampaikan-nya ke tingkat massa.

Jadi saya kira masalahnya bukanlah karena gagasan liberalitu sendiri pada dasarnya canggih sehingga tidak mungkin di-sebarluaskan dengan cara-cara yang tidak canggih. Kita punyabukti untuk itu. Bagaimanapun, Islam pernah mengalami goldenage. Dan harus kita katakan bahwa yang membuat peradabanIslam gilang-gemilang—di Baghdad, Cordova, maupun sampaipada masa Ottoman—adalah semangat liberal. Tidak bisa tidak.Karena kalau kita bicara mengenai peradaban, berarti kita bicaratentang nilai-nilai humanisme.

ISLAM DAN LIBERALISME

249

Page 260: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Di sana ada pluralisme, ada perlindungan hak-hak azasimanusia, dalam standar peradaban saat itu. Dalam masalahkerukunan beragama, misalnya, kita bisa melihat modelCordova, yang meskipun kerajaannya Islam tapi pada saat ituada komunitas non-Muslim yang bisa hidup dengan rukun dandamai di sana. Kalau tidak ada dukungan intelektual dibelakangnya, tentu hal ini tidak akan terjadi.

Dan dukungan intelektual itu pertama-tama berasal darikalangan penguasanya. Kita tahu, pada masa kerajaan klasik,ada fenomena penguasa bijak, disebut enlightened despot. Jadipenguasanya cerdas dan mengerti. Walaupun despot tapi ter-cerahkan. Pada masa Pencerahan di Eropa, misalnya, para pen-dukung Pencerahan lebih mendukung enlightened despot dari-pada demokrat atau demokrasi, karena demokrasi pada masaitu bersifat masif dan tak terkontrol. Nah, pada masa-masakejayaan Islam banyak sekali enlightened despot. Sekarang yanglebih banyak adalah despot yang suram, unenlightened despot.

Ada kekhawatiran bahwa pengembangan pemikiran liberaldalam Islam justru bisa menggerogoti keotentikan agama Islamitu sendiri. Padahal Islam adalah konsep yang sangat terbukadan diperebutkan oleh banyak orang; jadi hal ini tergantungpada cara kita memaknainya. Kalau kita bicara mengenai sum-ber Islam, yang utama tentu adalah al-Quran. Kalau kita bicaramengenai Quran, maka kita bicara tentang sebuah buku yangtersusun bukan hanya dalam satu masa melainkan dalam jang-ka waktu 23 tahun. Dan di sana ada proses-proses kesejarahandan zaman yang juga memengaruhi. Saya tidak ingin men-gatakan bahwa Quran dengan sendirinya adalah liberal. Yangsaya katakan: ada proses-proses masa itu yang memengaruhinilai-nilai yang kemudian menjadi kandungan al-Quran.

Harus kita akui bahwa di dalam Quran memang ada bebe-rapa ayat yang tidak liberal, yang bertentangan dengan seman-gat dunia modern. Kita tidak harus mengambil dan menerima-nya begitu saja. Harus ada yang disebut liberal reading, pem-bacaan secara liberal terhadap teks. Liberalisme adalah state ofmind, cara kita melihat sesuatu, bukan sesuatu itu sendiri.

MEMBELA KEBEBASAN

250

Page 261: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Sekali lagi, liberalisme pernah berjaya dalam sejarah Islam.Karena itu para pemikir Islam perlu terus bekerja keras supayatradisi liberal hidup kembali. Caranya tidak bisa lain kecualimelalui pendidikan dan kampanye yang terus menerus denganmaksud penyadaran terhadap umat Muslim. Isi kampanye itutentu seputar nilai-nilai humanisme dan nilai-nilai pluralismedalam Islam. Ini memang ikhtiar yang memakan waktu. Tapi,tak bisa tidak, harus kita lakukan. (Luthfi Assyaukanie)

ISLAM DAN LIBERALISME

251

Page 262: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

252

Page 263: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

AKAR-AKAR

LIBERALISME ISLAM

DI INDONESIA

SEJARAH PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA TERKAIT DENGAN

munculnya kerajaan-kerajaan Islam seperti di Aceh danlain-lain, dan pada abad ke-16 dan 17 muncul para penulis,intelektual atau ulama seperti Hamzah Fansuri, Nuruddin ar-Raniry, Syamsuddin al-Sumatrani, dan sebagainya. Inilah yangdisebut oleh salah satu penulis kita sebagai jaringan intelektualMuslim di Asia Tenggara. Kita bisa menjadikan pengalamanmereka sebagai titik tolak pemikiran Islam yang kemudianmenyebar di Indonesia. Kalau kita kaitkan dengan sejarahpemikiran liberal Islam di Indonesia, maka karakter liberal itu,sebagaimana pernah saya jelaskan, mulanya adalah awal abadke-20. Agak terlambat sedikit dari gerakan serupa di TimurTengah, tapi secara umum fenomenanya satu paket dengangerakan kebangkitan ketika Islam berhadapan dengan duniamodern.

253

Page 264: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Tokoh-tokoh awal gerakan pembaruan di Indonesia bergurulangsung pada Muhammad Abduh. Misalnya MuhammadTayyyib Umar, yang berguru pada Abduh di Al-Azhar, Mesir.Jadi pertemuan Indonesia dan Timur Tengah bukan hanya ter-jadi melalui buku atau majalah yang diimpor ke Indonesia,melainkan juga melalui mahasiswa-mahasiswa Indonesia yangbelajar ke Mesir, Mekkah, dan lain-lain.

Kalau kita menggunakan definisi Wilfred Cantwell Smithbahwa liberalisme sesungguhnya adalah semangat untuk mem-bebaskan diri dari penafsiran yang jumud, kaku atau yangdalam bahasa teknis disebut ortodoks, saya kira gerakan awalIslam di awal abad ke-20 itu bersifat liberal. Misalnya sepertiyang terlihat di Minangkabau, tempat lahirnya semangatliberal—meski kemudian orang membacanya dari dua perspek-tif, sebab puritanisme juga kuat di sana.

Ada tulisan bagus dari seorang sarjana Barat yang men-gaitkan pengaruh Wahabisme pada awal penyebaran agamaIslam. Pada awalnya gerakan pembaruan Islam itu bersifat pu-ritan. Mungkin terlalu dini untuk mengatakan bahwa adapengaruh Wahabisme dalam gerakan pembaruan Islam padaawal abad ke-19 karena Wahabisme sesungguhnya mulai me-nguat sejak 1970-an, ketika Arab Saudi punya banyak uanguntuk mempromosikan ideologi Wahabi. Jadi, sulit kita simpul-kan bahwa puritanisme itu mulai pada awal abad ke-19 itu. Kitamungkin lebih tepat berbicara mengenai salafisme.

Salafisme adalah keyakinan yang mencita-citakan hadirnyaIslam yang salaf, Islam yang awal, yang otentik, yang pertamasebagaimana pada zaman Nabi dan sahabat. Lawannya adalahIslam khalaf, Islam yang datang kemudian. Nah, kaum salafisitulah yang bangkit pada abad ke-18, dengan tokoh utamanyaMuhammad Ibn Abdul Wahhab. Istilah Wahhabisme di-atribusikan kepadanya. Gerakan ini sebetulnya lebih senangdisebut salafisme, yang salah satu cirinya adalah berusaha me-murnikan atau mensucikan Islam karena mereka menganggapIslam sudah dikotori oleh tradisi-tradisi lokal.

Jadi, waktu itu yang dianggap pengotor Islam bukanlah

MEMBELA KEBEBASAN

254

Page 265: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

seperti sekarang yaitu kebudayaan Barat, televisi, dan sebagainyamelainkan budaya lokal, seperti kegemaran orang pergi kekuburan untuk minta sesuatu. Inilah yang mereka sebut khurafatdan bid’ah, yaitu praktik-praktik keagamaan yang menurutkaum salafi tidak diajarkan oleh Nabi, melainkan praktik yangdiciptakan oleh ulama jauh setelah masa Nabi atau Islam awal.

Pada kasus Minangkabau, praktik-praktik semacam ini sa-ngat luas, termasuk perjudian, yang waktu itu juga merupakanbagian dari adat. Karena itu pertarungannya berlangsung antara“kaum adat” dan “kaum Padri”. (Mirip dengan perseteruanantara kaum santri melawan golongan abangan dalam konteksJawa). Istilah Padri memang baru dikenal belakangan, tapi ge-rakan Padri dibentuk oleh tiga orang haji yang kembali dariMekkah pada 1803 (antara lain Haji Miskin) dan beberapa oranglagi yang kemudian disebut “Harimau nan Salapan”. Delapanorang inilah yang kemudian dikenal sebagai tokoh-tokoh ge-rakan Padri.

Tokoh-tokoh pembaru yang datang belakangan, misalnyaayahanda Buya Hamka, merupakan generasi kedua setelahPadri; atau mungkin generasi ketiga, kalau kita mengambiltokoh seperti Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, yang kemudianmenjadi imam Masjid Al Haram di Mekkah, dan tak pernahkembali ke Indonesia. Ayah dari Ahmad Khatib adalah temanImam Bonjol dan salah satu hakim terkenal pada masanya.

Ada perbedaan antara generasi pertama dan generasi keduaPadri. Generasi pertama berperang menghadapi kaum adatsecara fisik, karena itu kemudian meletus perang Padri yang di-pimpin oleh Imam Bonjol. Tapi generasi kedua tidak berperangkarena mereka menganggap bahwa upaya mengubah masya-rakat haruslah dilakukan secara lebih fundamental, yaitumelalui pendidikan. Mereka kemudian berkonsentrasi padapembentukan sekolah. Maka pada awal abad ke-20 berdirilahsekolah-sekolah seperti At-Thawalib, Jambatan Besi, Adabia’sSchool. Gerakan mereka makin berbeda dari generasi pertama.Mereka menerapkan sistem yang lebih modern. Mereka men-coba mengadopsi sistem pendidikan Barat, Belanda, dalam

AKAR-AKAR LIBERALISME ISLAM DI INDONESIA

255

Page 266: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

kurikulum dan metode mengajar. Jadi, mereka bermula dengan ortodoksi salaf, kemudian

pelan-pelan mulai mengadopsi sistem yang justru berlawanandengan paham mereka. Ini sangat menarik, dan tampak dalamsejarah pemikiran Islam di Indonesia secara umum. Ada progresatau perubahan yang fundamental kalau kita melihatnya dalamrentang 200 tahun. Progres yang saya maksud adalah proses me-nuju penerimaan terhadap gagasan-gagasan baru atau modern.

Dalam konteks ini ada contoh mengenai hal-hal yang lebihbaru lagi, misalnya gagasan negara Islam, yang sangat dominanpada 1950-an dan didukung oleh seluruh tokoh Muslim. Bahkantokoh-tokoh seliberal Muhammad Roem dan SjafruddinPrawiranegara pun mendukung gagasan tersebut. Tapi cobaAnda bandingkan dengan generasi santri setelahnya; orang-orang seperti Nurcholish Madjid, Amien Rais, AbdurrahmanWahid, dan lain-lain menolak negara Islam.

Jadi, kelihatan sekali kemajuan pemikiran Islam di Indonesia,karena itu saya optimistis. Peran argumen dan intelektualbegitu penting dalam mempromosikan gagasan yang kemudiankita kategorikan sebagai gagasan liberal.

Namun kita tidak mudah untuk mengatakan bahwa ide parapemuka Islam di tahun 1950-an itu sebagai benih-benih konser-vatisme Islam, bukannya liberalisme Islam, setidaknya dalamperdebatan tentang dasar negara. Setiap pemikiran memilikikonteks tersendiri, dan kita tidak fair melihat fenomenapemikiran Islam pada 1950-an dengan menilainya berdasarkanfenomena yang terjadi pada waktu itu saja. Perlu dicatat bahwagagasan negara Islam adalah sebuah konsep yang cukup majupada waktu itu kalau kita bandingkan dengan tahun-tahunsebelumnya.

Pada 1920-an, misalnya, ada perdebatan mengenai nasional-isme, dan nasionalisme adalah ruh dari nation-state. Ide negara-bangsa adalah sesuatu yang asing dalam sejarah pemikiranIslam. Bahkan menurut George Vatikiotis, gagasan state pun asingdalam sejarah pemikiran Islam. Mungkin karena dalam Islam

MEMBELA KEBEBASAN

256

Page 267: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

yang ditekankan adalah konsep ummah dan komunalisme.Karena itu konsep politik yang dikembangkan adalah khilafah,pan-Islamisme. Batas geografis dan klan yang jelas tidak di-kenal; pengikat masyarakat adalah keumatan agama Islam.

Pada 1925, misalnya, ada debat antara Soekarno, Haji AgusSalim dan A. Hassan. Agus Salim mengatakan, gagasannasionalisme bertentangan dengan Islam karena ia akan meng-ancam tauhid seorang Muslim. Nasionalisme juga disebutnyaide chauvinistik yang bisa membuat orang saling berperangkarena memperebutkan tanah air. Muncul pula perdebatanpada 1930, dan yang terakhir terjadi pada 1939-40. Yangmenarik adalah pada saat itu banyak sekali majalah dan jurnalyang muncul dengan perdebatan yang cukup intens. Nah, kalaukemudian kita hubungkan dengan perdebatan mengenai negaraIslam, menjelang kemerdekaan hampir tidak ada lagi tokohIslam yang mempertanyakan gagasan nasionalisme. Semuanyamenerima bahwa nasionalisme adalah konsep yang sangatrelevan untuk mengikat seluruh komponen bangsa untukmenyambut kemerdekaan.

Bahkan dalam proses terakhir mereka menjustifikasinyadengan hadis hubbul wathan minal iman, cinta tanah air adalahbagian dari iman. Dan Agus Salim-lah yang mengatakandemikian. Artinya dia meralat pendapatnya sepuluh tahunsebelumnya. Dan dia menjadi salah satu pendiri negara ini danikut aktif dalam badan Panitia Persiapan KemerdekaanIndonesia (PPKI). Jadi, ada perkembangan argumen danpemikiran melalui perdebatan intelektual yang kemudianmencapai titik temu. Kalau argumen Anda masuk akal dandapat dibenarkan, maka akan bisa diterima.

Karena itu, konsep negara Islam haruslah dilihat dari kontekstersebut. Dan sebetulnya, kalau kita mau jujur, istilah teknisyang disampaikan oleh Natsir bukanlah Islamic state atau negaraIslam, melainkan negara demokrasi Islam; ada kata demokrasi,dan itu artinya lebih maju lagi. Natsir pada tulisan-tulisan awal-nya mengatakan bahwa kita bisa menerima demokrasi. Kalaukita bandingkan dengan masa 1970-an, Islamic democratic state

AKAR-AKAR LIBERALISME ISLAM DI INDONESIA

257

Page 268: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

memang masih belum maju, tapi pada saat itu justru sangatmaju sekali.

Yang memulai kritik-kritik terhadap konsep negara Islamadalah generasi setelahnya, bukan Natsir dan kawan-kawan,bukan generasi Masyumi. Generasi baru itu adalah generasiNurcholish Madjid. Tapi orang pertama yang mengkritikterbuka bukanlah Nurcholish, melainkan Amien Rais. Ini yangmenarik. Kalau Nurcholish mungkin sudah dianggap biasa;pada 1970-an Amien lebih dikenal sebagai tokoh islamis, danjustru sering mengkritik Nurcholish.

Tapi tiba-tiba ia membuat pernyataan di majalah PanjiMasyarakat pada 1982 bahwa tidak ada negara Islam, yangkemudian direspon oleh Nurcholish Madjid dan Mr.Muhammad Roem, salah seorang tokoh terpenting Masyumi. Disitu kita lihat Roem masih hati-hati. Konsep negara Islam,menurut beliau, memang tidak bisa dipakai di Indonesia. Dan iamenyatakan itu dengan sangat berat hati, seperti ada sesuatuyang hilang. Tapi paradigma 1950-an bagi santri Muslim adalahparadigma negara Islam.

Setelah istilah negara Islam tidak disukai dan merekatinggalkan, sebagian dari mereka mempromosikan satu frasedari al-Quran, yaitu baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur.Mereka mengatakan, yang penting bukanlah nama atau labelIslam, melainkan negara yang diridai dan diberkahi oleh Allah.Istilah ini sering dipakai oleh Zainal Abidin Ahmad. Dan kalaukita berbicara mengenai Masyumi, nama ini janganlah di-lupakan karena dia adalah ideolog dan teoretisi konsep negaraIslam. Selain ahli hukum, dia juga pernah menjabat rektorInstitut Ilmu Al-Quran. Tulisan dia cukup banyak. Dia pernahmenulis satu buku yang kemudian menjadi karya besar, yangkira-kira berjudul Membangun Negara Islam. Dialah yang secaraspesifik menggunakan istilah negara Islam. Tapi dia punyadefinisi yang cukup lentur tentang negara Islam. Dari buku-bukunya juga terlihat bahwa dia juga kadang agak ambigutentang negara Islam. Negara Pancasila pun menurut dia bisadisebut negara Islam.

MEMBELA KEBEBASAN

258

Page 269: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Tokoh-tokoh pendiri bangsa tersebut sangat cerdas dansangat beradab dalam berdiskusi, meski menyangkut isu yangsangat sensitif dan amat penting. Sampai orang seperti AgusSalim bersedia mengubah pandangannya karena mendengarargumen lawannya lebih kuat. Sikap beradab dalam berdiskusiini tampak mulai absen dari generasi mutakhir. Mereka tidakbisa mendiskusikan persoalan tersebut dengan tenang.

Saya pernah mendengar komentar seseorang yang menarik.Dia membandingkan generasi Islam dulu dengan yang se-karang dengan mengatakan bahwa dulu orang-orang nasionaliscukup cerdas, sementara tokoh-tokoh Islam tidak terlalu kuatberbicara atau kurang canggih argumennya. Generasi sekarangpunya argumen keislaman yang cukup kuat, tapi lawan merekakurang kuat. Ini analogi yang cukup menarik. Maksud saya,orang yang mendukung gagasan yang dulu didukung olehkalangan nasionalis adalah kelompok itu juga.

Jadi sebetulnya yang terjadi sekarang bukanlah the clash ofcivilizations between secular civilization and santri civilizationmelainkan within the santri civilization, dalam peradaban santrisendiri. Orang seperti Nurcholish Madjid, Amien Rais,Abdurrahman Wahid adalah kalangan santri. Dan merekalahyang paling lantang mengkritik konsep-konsep yang sebelum-nya diusung oleh orang tua mereka. Kalangan nonsantri justrukurang banyak terlibat dalam perdebatan karena seluruh PR-nya sudah diambil-alih oleh kalangan santri sendiri.

Kini, bagaimanakah masa depan liberalisme atau pemikiranliberal di Indonesia? Ada banyak tantangan. Tahun lalu MajelisUlama Indonesia (MUI), misalnya, mengeluarkan fatwa yangmengharamkan liberalisme, pluralisme, dan sekularisme.Istilah-istilah ini kemudian bahkan dipejoratifkan; orang yangdipandang pluralis, liberalis, dan sekularis diledek denganistilah sipilis, akronim untuk sekularisme, pluralisme, danliberalisme.

Saya kira ini harus kita lihat sebagai perkembangan politikmutakhir, yaitu adanya keterbukaan dan demokratisasi.Muncul dua gelombang yang bergulung bersamaan. Di satu sisi,

AKAR-AKAR LIBERALISME ISLAM DI INDONESIA

259

Page 270: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

muncul gerakan radikal yang tampak makin leluasa, dan di sisilain ada gerakan liberal, yang tentu saja bukan hanya diwakilioleh Jaringan Islam Liberal (JIL), melainkan oleh banyak sekaligerakan serupa di daerah-daerah, termasuk lembaga-lembagadi bawah NU dan Muhammadiyah, yang memunculkan anak-anak muda yang mencoba menghadapi wacana yang dikem-bangkan oleh kelompok radikal. Jadi saya melihat apa yangdilakukan oleh MUI itu merupakan refleksi dari fenomenatemporal saja. Dan perkembangan ini semakin menunjukkanpentingnya argumen. Kita harus beradu argumen di sini.

Kalau Anda mengatakan bahwa liberalisme diharamkan,maka Anda harus mengajukan argumen. Jangan main ancam.Marilah kita berargumen dengan baik. Saya kira, semangat danadab ikhtilaf—berdiskusi secara baik tentang masalah-masalahyang menimbulkan perbedaan tajam—sekarang ini agakmerosot kalau kita bandingkan dengan masa 50 atau 60 tahunyang lalu. (Luthfi Assyaukanie)

MEMBELA KEBEBASAN

260

Page 271: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

BAGIAN ENAM

Tentang Kebebasan Persdan Berekspresi

Page 272: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

262

Page 273: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

KEBEBASAN

BEREKSPRESI DAN

BERPENDAPAT

KEBEBASAN BEREKSPRESI DAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT

merupakan salah satu kebebasan dasar yang dijamindalam Piagam Hak-hak Azasi Manusia tahun 1948. UUD 45 punmenjamin bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakinikepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hatinuraninya, dan setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Tapi meski sudah di-jamin dalam sebuah negara, biasanya kebebasan berekspresi ituturun-naik. Ada yang mengekspresikan dengan sebebas-bebas-nya; ada juga yang mau menekannya dan karena itu juga bisajadi sumber konflik dan perpecahan di dalam masyarakatsendiri. Juga mungkin antara masyarakat dan negara. Kita tahupengalaman panjang kita di masa Orde Lama banyak sekalihambatan. Di masa Orde Baru pun selama 32 tahun jelas sekaliada masalah dalam kebebasan berekspresi. Tapi apa sebenarnya

263

Page 274: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

yang dimaksud dengan kebebasan berekspresi dan mengelu-arkan pendapat?

Dasar-dasar kehidupan modern bertumpu pada individu.Individu harus bebas menyatakan dirinya. Kalau kita pergi kebilik pemilihan umum, yang dihitung di sana adalah suara perindividu. Di situ sebenarnya dasar individu untuk menyatakandiri. Dalam kehidupan yang lebih khusus lagi, sebenarnyakebebasan berekspresi adalah sarana untuk menyatakan pen-dapat. Artinya untuk mencapai kebenaran, setiap individuharus mengkompetisikan pendapatnya.

Suatu kesalahan tidak bisa dibiarkan begitu saja. Karena itudiperlukan suatu pendapat yang bisa menguji kesalahan dankebenaran. Tanpa kebebasan berekspresi oleh individu, makakita tidak punya sarana untuk menguji kebenaran. Dalam ke-senian misalnya, peradaban berkembang karena ada karya yangterus dibuat orang, terlepas dari mutunya. Kemudian diperlu-kan suara-suara atau pendapat yang menguji mutu karya-karyaitu. Maka perlombaan dalam memberi pendapat terhadap suatukarya sangatlah penting. Sebab kalau tidak, yang tumbuh ada-lah ketidakcemerlangan, mediokritas. Mungkin malah karya-karya yang buruk. Karya-karya yang tidak teruji dalam ke-hidupan akan membuat kehidupan itu semakin tidak bermutu.

Dalam dunia keilmuan pun kebebasan ilmuwan sangatdiperlukan untuk melahirkan karya. Jangan dilihat bahwakarya-karya individu itu sebagai sesuatu yang tumbuh dimenara gading. Sebab, karya keilmuan akhirnya pada saat yangtepat akan berguna dalam kehidupan. Rumus-rumus fisikayang kelihatannya esoterik itu, misalnya dalam fisika modernyang diketahui sangat sulit, pada gilirannya akan sangat berar-ti, sangat menyumbang banyak pada kehidupan kita sekarang.Umpamanya dalam penerapannya di bidang teknologi.

Bahwa kebebasan individu dan kebebasan berekspresi perludijamin oleh negara, itu terkait dengan demokrasi. Tanpa kebe-basan itu demokrasi tidak bisa jalan. Demokrasi—dalam artisebagai kehidupan publik—adalah temuan-temuan terbaruyang dilakukan oleh orang-orang di berbagai lapangan untuk

MEMBELA KEBEBASAN

264

Page 275: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

membuat kehidupan semakin bermutu. Temuan-temuan ini,baik di bidang ilmu—termasuk ilmu-ilmu sosial—seni ataupundi bidang kebudayaan secara umum, adalah sesuatu yang mem-buat hidup kita semakin bermakna. Jadi, menjamin kebebasanindividu berarti menjamin kehidupan publik.

Individu tidak boleh dikorbankan atas nama sesuatu yanglebih besar hanya karena individu itu dianggap merugikan.Kalau masalahnya prestasi individu itu merugikan kehidupanpublik, ia bisa dipersoalkan secara hukum. Tetapi kebebasandalam arti yang sebenar-benarnya itu harus dilindungi. Karenatanpa itu kehidupan publik tidak bisa jalan. Kalau kritik tidakada, kita tidak bisa menemukan kesalahan. Bahaya berikutnya:kita tidak bisa mencapai mutu terbaik dalam kehidupan publik.Seorang ilmuwan, misalnya, harus menyatakan pendapatnyasecara bebas supaya kualitas kehidupan kita ini baik.

Ada debat tentang isu kebebasan berekspresi. Apakah iaberkah atau ancaman? Ada yang menganggap itu ancaman.Karena kalau orang dibiarkan bebas berekspresi, menurut mere-ka, orang bisa berbuat semau-maunya, bisa mengecam danmenghina. Misalnya dalam soal agama, etnis. Bagi saya, kebe-basan berekspresi tentu saja harus dilihat sebagai berkah. Bukanberkah dari langit, tapi berkah untuk kehidupan sosial. Kalaukehidupan ini tidak diuji, kalau individu dibiarkan tenggelamdi dalam kelompoknya, lalu siapa yang bersuara untukmenyatakan kebenaran, setidaknya kebenaran pada waktu itu?

Misalnya: apakah di dalam berbahasa, kita tidak dibolehkanuntuk mengucapkan kosakata tertentu? Tentu saja dalam prak-tiknya kita bebas mengatakan semuanya. Kebebasan juga ber-arti sarana untuk menguji apakah sebenarnya hubungan antaraindividu dengan masyarakat itu sehat atau tidak. Misalnya, kitalihat banyak sekali karya dalam kesenian kita yang pada masatertentu terlarang. Tapi ukuran-ukuran terlarang itu adalahukuran yang ditetapkan oleh kuasa politik tertentu pada saatitu. Dan ternyata ukuran-ukuran itu tidak benar. Artinya ke-bebasan berekspresi seorang sastrawan bukan penting untuk sisastrawan itu sendiri, tetapi untuk kehidupan sosial pada

KEBEBASAN BEREKSPRESI DAN BERPENDAPAT

265

Page 276: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

umumnya. Juga, faktanya kita ini selalu berbahasa. Kalausarana-sarana berbahasa seseorang dibatasi, yang rugi kitasemua. Ini tentu saja tidak berarti bahwa orang tidak bisa ber-buat salah. Sangat bisa. Tapi kesalahan-kesalahan itu sendiritidak bisa diasumsikan begitu saja kecuali dipermasalahkansecara hukum.

Di bidang kesenian, orang sering takut karena menganggapbahwa seniman biasanya jauh lebih bebas dan sebagian orangbahkan menganggapnya bukan bebas, tapi liar. Misalnya orangyang melukis perempuan telanjang dianggap melanggarnorma-norma susila. Sejarah kesenian kita juga mencatat bebe-rapa kasus dalam hal ini. Gerakan Seni Rupa Baru di tahun 70-an, misalnya, karya-karyanya dianggap kurang ajar danberlawanan dengan norma sosial yang sudah disepakati.Padahal apa yang disebut norma sosial itu bukan sesuatu yangstatis di dalam sejarah. Ia bergerak bersama dengan kemajuanperadaban.

Misalnya, kesenian sering dianggap baik oleh senimansendiri maupun oleh publik kalau kesenian itu bisa menemukanapa-apa yang belum diungkapkan oleh bahasa-bahasa atauungkapan-ungkapan yang normal. Artinya, kita sebenarnyabelum mengenal dengan baik dunia ini. Lalu kesenian datangmencoba mengungkapkan apa yang belum terungkapkan itu,misalnya tubuh manusia. Sekarang, apakah kita mau meng-ingkari atau tidak, apakah kita mau mengakui bahwa banyakdorongan-dorongan dalam diri manusia yang belum bisa di-terjemahkan oleh biologi, oleh psikiatri?

Hasrat seksual, misalnya, itu sesuatu yang berlapis-lapis.Apakah kita akan bergerak di lapangan erotika atau pornografi?Seniman dengan kebebasannya itu sebenarnya bukan pertama-tama bertengkar dengan masyarakat, tapi dengan dirinyasendiri. Seniman adalah orang yang memberdayakan sarana-sarana pengungkapan di dalam dirinya semaksimal mungkin.Untuk itu dia harus bertarung dengan tradisi sejarah kesenian.Memang pada masa-masa tertentu terkadang dia mendobraknorma-norma sosial dengan sewenang-wenang sehingga dia

MEMBELA KEBEBASAN

266

Page 277: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

melahirkan pornografi, misalnya. Itu bukan mustahil. Itu adalahrisiko yang bisa ditempuh oleh seorang seniman. Katakanlahkalau saya berkata, “Kamu jangan terlalu banyak mengganggumasyarakat supaya kesenian kamu bisa diterima,” itu punbukan prinsip yang baik.

Ambil contoh Chairil Anwar. Dia pada masanya dianggapmenabrak kaidah sosial. Tapi sebenarnya kaidah apa yangditabrak? Dia sebenarnya hanya memberdayakan sarana-saranapengungkapan dalam bahasa Indonesia. Artinya dia menabrakkaidah berbahasa pada zamannya, yang ternyata kemudianpenabrakan itu sangat berarti untuk cara kita berbahasasekarang. Dia juga dulu pernah dianggap menantang perasaankeagamaan; misalnya melalui sajaknya “Di Mesjid”, yangmelukiskan dirinya bertarung dengan Tuhan. Sebenarnyaungkapan bertarung dengan Tuhan itu bukan menantang Tuhan.Dia sebenarnya justru sedang menempuh religiusitas dalambentuk lain yang tidak bisa dilakukan melalui ritual dan bahasakeagamaan yang biasa, dan itu akhirnya bisa diterima. Jadi,akhirnya ukuran-ukuran di dalam menilai kesenian itu tohberubah.

Ada ungkapan John Stuart Mill, filosof Inggris abad ke-17yang gigih memperjuangkan kebebasan dan menegaskannyadalam hidup bermasyarakat. “Semakin luas kebebasan ber-ekspresi dibuka dalam sebuah masyarakat atau peradaban,”katanya, “maka masyarakat atau peradaban tersebut akansemakin maju dan berkembang.” Saya ingin menghubungkanpendapat itu dengan rasionalitas—kata ini belum pernah sayapakai sejak tadi.

Kalau ada sekian banyak pendapat yang saling berkompetisi,kalau ada perbedaan di antara pendapat-pendapat yang rasio-nal, tentu kita bisa memilih mana yang paling rasional. Bayang-kan kalau masyarakat yang terbuka itu adalah medan untuksekian banyak gagasan yang saling bersaing seperti pasar, kitabisa memilih mana yang paling rasional, mana yang paling baik.Dalam kehidupan kebudayaan, tentu saja yang bersaing ituadalah karya-karya, temuan-temuan, pendapat-pendapat orang.

KEBEBASAN BEREKSPRESI DAN BERPENDAPAT

267

Page 278: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Makin banyak persaingan, makin orang terpacu untuk mengejarapa yang lebih baik dan dengan begitu rasionalitas akanberkembang. Dalam arti itulah peradaban berkembang.

Memang harus disadari bahwa setiap orang terpenjara olehagamanya, sukunya, kelas sosialnya, kepentingannya, dan se-bagainya. Dan pemenjaraan itu makin membuat orang tidakrasional. Kalau rasionalitas itu dipertandingkan secara terbuka,orang akan bisa ke luar dari penjaranya masing-masing. Dan ituartinya kesempatan untuk penciptaan peradaban makin luas.

Kalau setiap individu terpenjara oleh nasibnya—dalam artiterpenjara oleh kelompok etnisnya, agamanya, kepentingannya,dan seterusnya—sebenarnya di dalam dunia modern ini tan-tangannya adalah apakah sarana-sarana tradisional yang ada(agama, kebudayaan, kesenian, sistem sosial) memungkinkanpenyediaan metode untuk berkembang dengan cara yang wajar.Sekarang ini hampir tidak bisa diingkari bahwa ukuran-ukuranuntuk kesejahteraan manusia itu sudah sama; dalam arti: kalaukita menderita sakit, kita sama-sama tahu itu penyakit apa.Inilah yang saya maksud berkembang dengan cara yang wajar.

Kalau kita merasakan lapar, kita merasakan lapar yang sama.Begitu juga dalam soal selera. Selera memang relatif. Tapi mak-sud saya, ada ukuran-ukuran tertentu yang membuat orangmaju menurut ukuran-ukuran kemajuan yang sama. Prestasikeilmuan akan diukur dengan ukuran-ukuran yang sama.Misalnya, kita semakin tidak bisa mengingkari bahwa sarana-sarana publik di suatu negara itu jelek; transportasi umumnyajelek; pendidikannya buruk, lalu kita akan mengatakan negaraitu negara yang kurang modern dibanding negara yang saranatransportasi dan pendidikannya baik. Orang tidak bisa berkilahbahwa hal-hal yang tidak baik itu “sesuai dengan kebudayaankami”.

Kesimpulannya, kita memerlukan sarana-sarana yang barusama sekali, yang bisa membebaskan orang dari nasib alamiah-nya. Dan itu namanya modernitas. Warisan budaya harus di-sadari juga sebagai modal, tapi ia bukan sarana-sarana baruyang bisa menolong orang untuk menuju ke kemajuan atau

MEMBELA KEBEBASAN

268

Page 279: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

penciptaan baru. Memang tergantung lapangannya. KalauAnda ilmuwan, misalnya fisikawan, Anda tidak memerlukansarana warisan. Bahasa juga warisan. Tapi warisan itu sendiri didunia modern merupakan sarana-sarana yang bisa diuji, yangrasional, yang bisa dipertandingkan dengan bahasa lain.

Ada banyak variasi dalam masalah ini. Kalau Anda bergerakdi bidang kebudayaan atau humaniora, misalnya Anda seorangseniman, Anda memerlukan metode-metode modern untuk bisamenghidupkan khazanah-khazanah itu. Kalau Anda penulis,Anda hampir tidak mungkin lagi menggunakan bahasaIndonesia sebaik-baiknya tanpa Anda membaca apa yang sudahdicapai oleh sastra-sastra yang paling maju di dunia. KalauAnda pelukis, Anda tidak mungkin menghidupkan warisan-warisan yang Anda terima dari nenek moyang Anda kalauAnda tidak menguasai metode-metode seni rupa modern didunia ini. Jadi ada wilayah-wilayah di mana warisan itu menja-di berkah sekaligus hambatan. Kalau kita bersikap terbuka ter-hadap warisan itu, maka ia menjadi bermanfaat.

*****

Dikaitkan dengan kekuasaan negara, kita bisa menilai situasikebebasan berekspresi dan mengemukakan pendapat secaraumum di negeri kita ini, katakanlah dalam tujuh tahun terakhiratau setelah Orde Baru runtuh. Benarkah karya-karya yangmempersyaratkan kebebasan itu sekarang sudah lahir? Padamasa Orde Baru, mungkin selama tiga dasawarsa kita meng-alami tekanan dari atas. Negara membatasi kebebasan ber-ekspresi. Tetapi setelah Orde Baru selesai, kebebasan berekspre-si kelihatannya menjadi milik kita semua. Pada saat yang samalahir beberapa novel atau beberapa cerita pendek dari generasiterbaru, yang dengan sangat jelas mewartakan sesuatu yangbaru, baik dari segi bentuk maupun isi.

Di kancah seni rupa juga tampak kecenderungan inter-nasionalisasi. Artinya, terlihat kebebasan yang lebih besar.

KEBEBASAN BEREKSPRESI DAN BERPENDAPAT

269

Page 280: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Misalnya tampak pada karya-karya Agus Suwage, yang meng-ungkapkan realisme baru dengan menyatakan ironi yang kuatuntuk menyatakan potret diri yang tidak biasa. Patung-patungbaru yang memanfaatkan unsur kriya yang dimiliki olehkhasanah nusantara pun lahir. Tapi pada saat yang samamereka mengambil alih seni patung modern dunia. Jadi itucampuran yang menarik. Dengan begitu, pengucapan darigenerasi baru itu lalu mendapat tempat di dunia internasionalsekaligus mampu menyatakan apa yang baru saja kita alami.

Pada masa Orde Baru mereka masih mahasiswa dan merekaadalah orang-orang yang pada waktu itu belum mendapat ke-sempatan. Mungkin karena masih muda. Mungkin juga karenapada zaman Orde Baru, selain ada tekanan yang cukup kuatterhadap kebebasan berekspresi, ideologi kebudayaan nasionalyang ditekankan oleh negara dan kemudian disebarkan melaluidunia akademi pun terlalu kuat. Mereka sudah melampaui itu.Sekarang tantangannya adalah bahwa karya-karya itu men-dapat tekanan dari samping. Misalnya seperti tampak padapameran patung Dadang Kristanto di Bentara Budaya. Waktuitu sebagian patungnya terpaksa dipindahkan karena adanyakeberatan dari warga setempat, yang menganggap patung-patung itu merupakan pornografi dari sudut agama.

Tantangan-tantangan semacam ini, entah kecil atau besar,mestinya diatasi. Sayangnya dalam konflik seperti ini kita ham-pir selalu tidak bisa menyelesaikannya. Kita cenderung me-nyerah pada tuntutan kelompok. Padahal cara penyelesaianyang tepat—yaitu melalui proses hukum—sangat penting,bukan hanya untuk membela kebebasan berekspresi, tapi kare-na ada sesuatu yang tidak benar di situ. Kita jadi terbiasa untukmenyelesaikan setiap konflik dengan ketegangan tanpa resolusi.

Kebebasan bukanlah sesuatu yang jumlahnya selalu tetap.Seiring dengan perjalanan peradaban, kebebasan pun semakinbesar. Tapi barangkali untuk negara-negara pascakolonial,kebebasan itu terpenjara oleh agama, etnis, golongan, dan se-bagainya. Ini sesuatu yang harus diperjuangkan terus-menerus.Tapi pada umumnya tidak bisa dielakkan bahwa persentuhan

MEMBELA KEBEBASAN

270

Page 281: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

dengan dunia yang lebih luas akan mengikis pelan-pelan apayang memenjara kita selama ini.

Cepat atau lambatnya perubahan itu tergantung sektor. Dibidang kesenian, misalnya, di mana peran pasar global sangatbesar, bisa lebih cepat. Dalam kesusastraan, karena sastra harusditerjemahkan ke dalam bahasa lain, prosesnya lebih lambat.(Nirwan Dewanto)

KEBEBASAN BEREKSPRESI DAN BERPENDAPAT

271

Page 282: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

272

Page 283: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

KEBEBASAN

BEREKSPRESI DAN

PORNOGRAFI

KEBEBASAN BEREKSPRESI PUNYA NILAI YANG PENTING KARENA

dunia modern ini dibangun dengan rasionalitas.Semangat modern tidak lain adalah semangat rasional. Jadi ke-bebasan berekspresi adalah salah satu sarana untuk mencapaiitu semua, membangun rasionalitas, mencari apa yang palingrasional. Artinya kalau orang berkompetisi di dalam pendapat,di dalam ekspresi, lalu apa yang keliru dan terbelakang men-jadi tampak, sehingga kemajuan itu terukur. Modernitas adalahkemajuan, penemuan, perkembangan ke arah kehidupan yanglebih baik. Maka kebebasan berekspresi pada dasarnya samadengan pelaksanaan rasionalitas itu sendiri.

Suatu pendapat tidak bisa dinilai atau apalagi dinyatakansalah sebelum ia diberi peluang untuk dikonteskan. Itu sebab-nya kebebasan berekspresi sangat perlu dijamin. Karena kalautidak dijamin, kebebasan berekspresi hanya akan menjadi milik

273

Page 284: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

segelintir orang, semacam hak istimewa, dan malah mungkin dilapangan kehidupan yang lebih luas tidak terlaksana.

Dalam dunia kesenian, kebebasan berekspresi itu meme-ngaruhi perkembangan seni itu sendiri. Sebab dasar-dasar per-kembangan seni adalah ciptaan seni yang dibuat berdasarkankebebasan berekspresi. Dalam arti luas, kebebasan berekspresiadalah suatu cara (bukan tujuan) untuk menggali sumber-sumber kesenian secara lebih baik; untuk menjelajah sejauh-jauhnya. Sebab kesenian tidak lain adalah cara mengucapkandunia secara baru. Kalau kita mengalami dunia secara baru itu,kita lalu dapat membayangkan perubahan yang mungkin.

Artinya kalau ada gambar dunia yang baru, citraan duniayang baru—katakanlah yang dibikin oleh kaum seniman—maka kita bisa membayangkan kehidupan yang tentu lebihbaik. Pencitraan kita terhadap dunia menjadi lebih baik.Sebenarnya ini sama saja dengan dunia ilmu. Dunia ilmu jugamenciptakan gambaran dunia yang baru. Cuma ilmu itu melaluifakultas yang lebih rasional, sedangkan dunia kesenian melaluifakultas yang lebih intuitif. Tetapi yang intuitif dan yang rasionalitu saling mengimbangi.

Memang, ada orang-orang, misalnya dari kalangan agama,yang percaya bahwa citraan atau gambaran tentang masa depanyang lebih baik itu sudah mereka miliki, sehingga merekamerasa tak perlu lagi mencarinya lewat kesenian atau juga lewatilmu. Saya kira di sini ada pertarungan kepentingan. Yang pen-ting adalah bagaimana kita membaca kitab-kitab keagamaan itusebagai kitab-kitab yang harus ditafsirkan terus menerus. Kitasemua sudah tahu banyak tentang perbedaan tafsir dan mazhab.

Yang perlu kita mengerti adalah bahwa sebenarnya per-tentangan antara agama dengan dunia rasional itu selalu terjadi.Masalahnya, mampukah kelompok-kelompok yang bersaing inibersilang pendapat secara fair sehingga masing-masing pihakmenemukan sintesis baru, jalan-jalan baru? Kalau ada yangkeliru di dalam salah satu atau dua pihak, maka kita punyapeluang untuk menemukan jalan baru itu. Saya pikir agamapada akhirnya harus memihak rasionalitas.

MEMBELA KEBEBASAN

274

Page 285: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

Saya termasuk orang yang tidak percaya atau beranggapanbahwa seni harus dibiarkan liar, bebas tanpa batas. Saya bukanorang yang berpendapat bahwa seniman can do no wrong.Masalahnya: siapa yang menentukan seniman ini salah atautidak? Tentu saja tidak ada siapa pun yang bisa menentukanseniman ini salah. Ada dua level argumen yang mesti diper-taruhkan di sini. Pertama, untuk tujuan-tujuan estetik. Senimantentu saja harus punya argumen kenapa dia membuat karya ter-tentu. Kalau argumen-argumen itu tidak kuat, maka kelompok-kelompok yang berkeberatan bisa mempersoalkan karya seni itusecara hukum.

Jadi, kaum seniman dalam kapasitasnya sebagai penjelajahestetik pun bisa saja dibawa ke pengadilan. Dan itu sudahterjadi dalam sejarah seni. Novel-novel seperti Madame Bovary diPrancis atau karya Lady Chatterley’s Lover karya D.H. Lawrenceitu adalah karya-karya seni yang dipersoalkan di pengadilan.Sekali lagi tuduhannya adalah pornografi. Tentu saja rasahukum masyarakat itu mencerminkan keadaan jamannya.Tidak berarti keputusan salah terhadap barang tertentu padasuatu masa akan salah pada tahap berikutnya. Tidak bisa.Masyarakat lazim mengoreksi dirinya sendiri dan juga melaluihukum. Sehingga pada saat berikutnya, karya-karya yangtadinya dianggap pornografis, karya yang dinilai merusak tatasusila masyarakat, kemudian tidak dianggap demikian. Karenakarya-karya itu sangat jujur menampilkan apa-apa yang ada didalam masyarakat.

Seni memang antara lain bertugas menampilkan apa yangtersembunyi, apa yang ditopengi dalam kehidupan sosial. Tapiseni tidak harus membuat arahan. Semua orang punya problemdengan kehidupan pribadinya, dengan fantasinya, dengankehidupan seksnya. Seni tidak mengingkarinya. Seni akanberterus-terang mengungkapkannya, karena hal-hal seperti itujustru ditopengi oleh bidang-bidang lain. Bukan karena bidang-bidang lain itu berniat menopengi, tapi karena disiplin; karenaalat-alat dalam bidang itu tidak mungkin mengungkapkannya.

Saya setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa

KEBEBASAN BEREKSPRESI DAN PORNOGRAFI

275

Page 286: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

kebebasan berekspresi bisa menjadi pendorong atau katakanlahbisa dijadikan ukuran bagi kemajuan masyarakat. Makin bebasorang berekspresi di bidang kesenian, berarti masyarakat itumakin maju. Begitu juga sebaliknya. Di sisi lain, kalaumasyarakat ingin maju atau ingin cepat maju, maka kebebasanberekspresi harus dibuka lebih lebar.

Kalau kebebasan berekspresi itu diukur secara kuantitatif,kita akan melihat bahwa negara-negara yang lebih terbuka, pro-duksi keseniannya lebih tinggi, lebih banyak, dan lebih ber-mutu. Kebebasan itu dilembagakan bukan hanya dalam bentukjaminan-jaminan hukum terhadap kebebasan berekspresi itusendiri, tapi pada institusi-institusi yang mereka bentuk untukmelindungi dan untuk melembagakan kebebasan itu, misalnyamuseum.

Kalau kita lihat pengalaman negara komunis, misalnya,orang sering mengatakan bahwa di sana tidak ada kebebasan.Tapi kenapa di sana lahir karya-karya seni yang baik? Itu berar-ti bukan tidak ada kebebasan. Kebebasan itu ada sebagai produkdari sejarah sosial budaya mereka. Ketika kaum komunis ber-kuasa, kebebasan ditutup. Tapi kebebasan itu sudah telanjurmelembaga dalam kesadaran mereka akan liberal arts, humani-ties, dan cita-cita pencerahan. Itu tidak bisa ditutupi, danmuncul melalui pribadi-pribadi yang disebut seniman dan jugailmuwan, sehingga wujud dari kebebasan ekspresinya adalahkritik terhadap sistem sosial yang tidak menguntungkan mereka.

Memang, kekuatan politik kadangkala atau seringkalibertentangan dengan kesenian. Tapi dunia ini terlalu luas.Orang bisa melawan dengan dua cara. Pertama, melawandengan bahasa atau dengan metafor yang lebih halus, simbolik,sublim, menyindir ketimbang menghantam; kedua, denganmencari suaka-suaka perlindungan di luar sistem yang tidakmampu melindungi mereka. Jadi kebebasan berekspresi munculdalam berbagai cara.

Lihatlah, misalnya, Iran. Di sana muncul film-film baru yangsangat kritis terhadap tafsir ortodoks. Ada satu film yangmenggambarkan seorang lelaki yang mencari orang yang bisa

MEMBELA KEBEBASAN

276

Page 287: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

membantu dia bunuh diri. Film seperti ini mau mengatakanbetapa berharganya kehidupan ini sehingga kita tidak bisa me-mihak atau lari begitu saja ke dunia afterlife. Ini kritik terhadaportodoksi—yang mendominasi dunia sosial dan politik Iran.

Dalam dunia seni sering terjadi pembungkaman terhadapseniman dan karyanya. Semuanya mengatasnamakan sesuatu diluar seni: moral, agama, politik, dan sebagainya. Kita jugapunya sejarah panjang dalam soal ini, termasuk kasus KiPanjikusmin di tahun 1970-an dan kasus karya-karyaPramoedya Ananta Toer. Kasus mutakhir adalah penurunanbeberapa foto dalam pameran Biennale di museum BankIndonesia (BI) oleh para anggota kelompok yang menamakandiri Front Pembela Islam (FPI). Karya yang diturunkan itudianggap menampilkan pornografi.

Bagi saya, perintah penurunan sepihak dari kelompok yangmengatasnamakan agama itu pasti tidak betul. Sebab, sekali ituterjadi, ia bisa terjadi di lapangan apa pun dan terhadap siapa-pun. Seakan-akan makna sebuah tindakan ditentukan oleh se-kadar rasa tersinggung dari sekelompok orang atau sekelompokmasyarakat. Coba bayangkan kalau kita tersinggung oleh orangyang membangun rumah di depan kita, terus kita memerintah-kan orang itu untuk tidak membangun rumah di depan kita.

Saya ingin ulangi bahwa masyarakat modern itu sesungguh-nya atau seharusnya menjadi masyarakat rasional. Jika sekelom-pok masyarakat keberatan terhadap suatu karya seni, misalnyakarena menganggapnya pornografis, mereka seharusnyamelakukan kritik yang lebih mendasar, keberatan yang lebihmendasar. Mereka, pada tahap pertama, harus berargumendengan si seniman, kurator, dan penyelenggara pameran.Kedua, kalau dialog atau polemik dianggap tidak cukup,mereka harus menempuh jalur hukum. Bukan menurunkankarya tersebut dari ruang pamer. Yang agak mengecewakandalam hal ini adalah sikap penyelenggara pameran maupunkurator sendiri, yang menyerah begitu saja pada tekanan yangsebenarnya bisa diladeni dengan sangat proporsional.

Coba bayangkan, pameran ini terjadi di sebuah gedung yang

KEBEBASAN BEREKSPRESI DAN PORNOGRAFI

277

Page 288: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

sangat terhormat, gedung Bank Indonesia. Artinya kegiatan itutidak main-main. Itu kegiatan yang sangat serius, yang bisamenempati gedung milik negara, lalu sekelompok masyarakatmengajukan keberatan dan menyuruh menutup salah satukarya dan mereka meladeni. Kalau dihadap-hadapkan, sebuahlembaga negara yang menyerah begitu saja pada tuntutansekolompok masyarakat itu sangat tidak baik. Ini menyangkutwibawa lembaga negara itu sendiri. Kalau seniman, penyeleng-gara, dan kurator berpihak pada kebebasan kreatif, kebebasanuntuk semua orang, seharusnya mereka tidak bisa menyerahbegitu saja pada tekanan. Mereka bisa mengajukan keberatan,bisa melakukan kampanye atau apa pun. Itu yang pertama.

Yang kedua, saya kira mereka harus menjelaskan kalau karyaseni ini betul-betul bukan pornografi. Saya justru melihatnya(karya yang dianggap pornografis di Biennale 2005) sebagaikarya yang lucu, tidak sebagai karya pornografis. Coba saja kitalihat tatapan mata dua orang yang berperan sebagai Adam danHawa itu. Mereka sama sekali jauh dari kesan ingin menimbul-kan nafsu. Pandangan mereka itu naif, tolol. Itu justru parodiatau ejekan terhadap kebintangan mereka.

Dan pose-pose seperti itu sangat biasa dalam sejarah senirupa. Misalnya dalam sejarah seni rupa renaisans. Banyak sekalipose yang menggambarkan keadaan pasangan pertama diTaman Eden itu. Karya Agus Suwage yang merujuk pada karyarenaisans itu bukan untuk menjadi karya Barat, tapi untukmengejeknya. Pandangan kita terhadap pornografi mestinyatidak terlalu dangkal. Sebenarnya mana yang lebih meng-undang nafsu antara foto-foto yang diperkarakan itu denganfoto-foto yang ada di majalah-majalah yang sampulnya meng-undang birahi? Ini pertanyaan etis buat kita tentang definisipornografi sendiri.

Pornografi itu tentu saja juga menyangkut soal umur. Untuksiapa karya-karya tersebut ditujukan? Saya merasa ia ditujukanpada publik seni yang dewasa. Persoalannya di tempat kita inibelum ada pembatasan yang fair terhadap umur. Di luar negeri,kalau misalnya kita membeli rokok dan kita dicurigai terlalu

MEMBELA KEBEBASAN

278

Page 289: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

muda, kita harus menunjukkan KTP. Peraturan semacam itu disini tidak ada. Siapa pun bisa masuk pasar swalayan dan mem-beli rokok dan minuman keras tanpa ditanya umurnya. Anak-anak sekolah pun bisa saja membeli barang-barang itu.

Saya kira ini kebiasaan umum yang harus mulai diubahpelan-pelan. Nah, pameran Biannale itu saya pikir ditujukanuntuk penonton dewasa dan kalangan seni. Pasti tidak untukanak-anak. Cuma karena kebiasaan sosialnya tidak pernah adapembatasan umur, kecuali di gedung bioskop, lalu jadinyabegini. Orang bisa salah tafsir. Saya ingin mengatakan sekali -lagi bahwa foto-foto itu lucu ketimbang pornografis.

Pose itu tidak sepenuhnya telanjang karena mereka sebenar-nya menggunakan pakaian dalam dan dengan sedikit mani-pulasi photoshop. Itu sebenarnya parodi terhadap kebintangan,terhadap periklanan, terhadap sejarah seni rupa renaisans. Foto-foto itu sebenarnya bagian dari karya instalasi. Dan jangan lupa,ia bukan bagian yang dominan dalam karya instalasi tersebut.Pada instalasi itu sendiri ada unsur becak. Jadi menurut sayaada gabungan yang lucu antara becak, perempuan dan lelakiyang telanjang.

Agus Suwage ingin menciptakan taman imajiner yang sekali-gus mengejek, memparodikan kenyataan. Kita merindukantaman tapi sebenarnya tidak ada. Kemudian kita bermimpitentang Taman Eden. Dan Taman Eden pun sekarang sudahtidak ada. Sekarang sedang dihuni oleh pasangan bintang-bintang yang sedang populer. Tetapi, sekali lagi, pasanganbintang populer ini tidak menampilkan kebintangan mereka.Justru sebaliknya. Agus Suwage selama ini memang dikenalsebagai orang yang sangat baik memanfaatkan kebudayaanmassa. Dia juga mengejek dirinya sendiri. Sebenarnya tidak adamasalah kalau tafsirnya seperti ini.

Persepsi kita terhadap masalah pornografi pun berkembang.Tubuh yang dianggap pornografis atau ketelanjangan yangdianggap pornografis itu dalam konteks apa? Dalam duniakedokteran, misalnya, tidak ada yang disebut pornografi. Apayang telanjang pun tidak niscaya pornografis. Pornografi itu

KEBEBASAN BEREKSPRESI DAN PORNOGRAFI

279

Page 290: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

ditentukan dari tujuannya. Tujuan karya Agus Suwage itu samasekali tidak untuk membangkitkan birahi. Tujuan itu dicapaidengan presentasi yang menurut saya justru lucu, baik dalampengambilan foto maupun tampilan keseluruhannya.

Kebebasan berekspresi juga bermakna keberanian melawanparanoia. Kita tidak boleh menakut-nakuti diri sendiri. Kalauproses seperti itu berjalan, ketakutan bisa menjadi akut. Kalau iamenjadi akut, maka begitu ada orang lain bilang kita salah, kitamenegaskan ketakutan itu lagi. Itu skizofrenik. (Nirwan Dewanto)

MEMBELA KEBEBASAN

280

Page 291: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

KEBEBASAN

BERAGAMA

BAIKLAH SAYA MULAI DENGAN DEFINISI. KEBEBASAN BER-agama adalah kebebasan seseorang untuk memilih dan

mengungkapkan keyakinan agama tanpa ditekan ataudidiskreditkan atas pilihan tersebut. Kalau saya memilih agamaIslam, misalnya, maka saya tidak boleh ditekan, baik untukmenganut agama itu ataupun untuk mengungkapkan per-ibadatannya, seperti salat di depan umum atau mengadakanperayaan-perayaan keislaman di depan umum, dan sebagainya.Berangkat dari definisi ini, kita akan lihat sekilas bagaimanakahsuasana kebebasan beragama di negeri kita.

Sejauh ini suasana kebebasan beragama di negeri kita secaraumum sudah cukup baik, walaupun ada kecenderungan-kecen-derungan yang agak meresahkan, yaitu munculnya sikap-sikapyang bertentangan dengan kebebasan beragama. Misalnya ter-lihat dari kasus yang terjadi baru-baru ini di Malang, yaitu isusalat dua-bahasa yang melibatkan Ustadz Yusman Roy, seorang

281

Page 292: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

yang belum lama menganut agama Islam (muallaf) dan mantanpetinju. Dia berpendapat bahwa salat boleh, dan bahkan harus,dilakukan dalam dua bahasa: Arab dan Indonesia. Meskipunpendapat ini menyalahi ajaran standar yang dianut oleh ke-banyakan umat Islam, Yusman Roy tidak bisa dihukum karenapendapatnya itu.

Salah satu aspek penting dalam isu ini adalah bahwa sese-orang bukan hanya bebas memilih satu agama tapi juga bahwaorang boleh beragama ataupun tidak beragama. Saya kira hakini harus dijamin untuk semua warga negara, meskipun menu-rut undang-undang kita semua harus beragama. Yang lebihpenting lagi adalah ketika seseorang masuk ke dalam satuagama, maka dia juga bebas memilih mazhab tertentu dalamagama tersebut. Atau dia bebas untuk tidak terikat sama sekalidengan mazhab apa pun.

Kita tahu, dalam agama banyak sekali mazhab dan firqah(sekte). Dalam Islam, misalnya, ada Ahlussunnah wal Jamaah,yang di dalamnya termasuk Nahdhatul Ulama (NU) danMuhammadiyah. Ada pula Syiah, Ahmadiyah, bahkan kelom-pok-kelompok kecil seperti Darul Arqam dan Jamaah Tablig.Semua mazhab dan firqah itu berhak hidup. Menurut saya, jikaseseorang masuk ke dalam suatu agama, maka dia harusdibebaskan untuk memilih salah satu aliran dan mazhab yangada dalam agama tersebut, bahkan dia harus dibebaskan untukmemilih tidak terikat dengan satu mazhab pun di antaramazhab-mazhab yang jumlahnya banyak itu.

Salah satu hal yang merisaukan akhir-akhir ini adalah bahwaorang yang mengungkapkan bentuk keberagamaan yang ber-beda dianggap sebagai sesuatu yang meresahkan masyarakat.Padahal selayaknya dengan prinsip kebebasan setiap individudiperbolehkan menerapkan bentuk agama yang Anda ikutisesuai dengan keyakinan Anda. Sebab dalam teks undang-undang kita tercantum hal itu; bahwa setiap warga negaradijamin kebebasannya untuk memilih dan menjalankan agamasesuai dengan keyakinan masing-masing. Jika saya seorangMuslim, dan memiliki keyakinan dan pemahaman keislaman

MEMBELA KEBEBASAN

282

Page 293: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

yang berbeda dari orang-orang lain yang juga Muslim, makakebebasan saya tidak boleh dibatasi hanya dengan alasan bahwaapa yang saya yakini bertentangan dengan keyakinan danpendapat umum dalam umat Islam.

Jika perbedaan semacam itu hanya dihadapi dengan kritikdan sikap keberatan, mungkin tidak muncul soal di sana. Yangmenjadi masalah adalah jika perbedaan itu dihadapi denganpembungkaman hak hidup dari kelompok dan ajaran yangdinyatakan berbeda tersebut. Inilah yang terjadi pada kasusYusman Roy. Dia meyakini bahwa salat dengan dua bahasa ituboleh; tapi keyakinan ini dianggap sebagai kejahatan, dansekarang dia sedang berurusan dengan pengadilan. (YusmanRoy kemudian divonis dua tahun penjara dengan dasarmeresahkan masyarakat—HB).

Bagi saya, keyakinan model Yusman Roy itu tidak perludipersoalkan, meskipun pendapatnya tidak sesuai dengan pen-dapat yang lazim. Tapi itulah memang yang menjadi salah satusumber perkara: orang sering mengidentikkan agama denganpendapat yang lazim tentang agama. Jika kita berpegang padakonstitusi yang menjamin adanya kebebasan setiap orang untukberagama dan melaksanakan agama sesuai keyakinannya, makaperadilan atas Yusman Roy di Malang itu tidak sesuai denganundang-undang dan konstitusi kita.

Saya ingin memberikan penafsiran yang berbeda terhadapsebuah ayat Quran dalam Surah Ali Imran yang berbunyi laikraaha fid diin (harfiah: tidak ada paksaan dalam hal pemelukanagama). Ayat ini sering ditafsirkan sebagai kebebasan untukmemeluk agama dalam arti tidak ada paksaan bagi setiap oranguntuk beragama Kristen, Islam, dan sebagainya. Namun jikaseseorang sudah memilih agama Islam, begitulah tafsir yanglazim, maka dia dipaksa untuk mengikuti aliran pemikiran ataukelompok tertentu. Kebebasan beragama di sini tampaknyaberupa kebebasan selektif. Seharusnya kebebasan beragama(dalam hal ini, Islam) terdiri dari dua tingkat, yaitu kebebasanuntuk memilih atau tidak memilih Islam dan kebebasan untukmemilih salah satu kamar dalam Islam, jika Islam itu kita

KEBEBASAN BERAGAMA

283

Page 294: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

andaikan sebagai sebuah rumah. Yang terjadi sekarang inijustru tidak demikian. Seseorang yang telah dengan bebasmemilih masuk “rumah” Islam, dia dipaksa untuk masuk kedalam salah satu “kamar” sekte atau mazhab tertentu yangdianggap benar dan ortodoks. Ini menyalahi prinsip kebebasanyang dijamin sendiri oleh Quran.

Salah satu kekhawatiran terhadap “aliran sesat” sepertidalam kasus Yusman Roy, meski hal ini jarang dikatakan,adalah bahwa jika aliran baru ini menguat dan berhasilmerangkul banyak pengikut, ia akan menentang aliran yang se-lama ini dianggap atau menganggap dirinya benar. Saya sendiri,sebagai seorang yang berlatar-belakang NU yang kuat, tidakmerasa khawatir dengan hal itu. Memang sikap keberagamanitu perlu ditanamkan. Masalahnya dalam agama juga ada poli-tik agama, dalam arti bahwa dalam agama ada kelompok yangselama ini diuntungkan dan merasa berkuasa sehingga dia akanmerasa terganggu dan tidak senang jika posisi tersebut diusik.

Dengan demikian, masalah sebenarnya bukanlah murniagama tapi juga ada unsur kekuasaan. Artinya, hal semacam inimurni merupakan urusan politik antargolongan agama, bukanmasalah agama itu sendiri. Dalam menghadapi keragamanpemahaman tersebut, sikap kita selayaknya adalah menyadaribahwa itu adalah keragaman dan kekayaan kehidupan sosialkita. Masalahnya orang-orang yang menempati posisi dalambirokrasi agama tersebut selalu memandang keragaman sebagaiancaman terhadap posisi mereka, sehingga mereka akhirnyamengatakan bahwa orang-orang yang tidak mengikuti pen-dapat mereka itu murtad dan sebagainya.

*****

Selain berfungsi individual, yaitu memberikan makna hidupbagi setiap individu dalam kehidupan yang fana ini, agama ju-ga memiliki fungsi integratif atau kohesif, yakni menyatukanmasyarakat. Fungsi ini merupakan konsekuensi dari ke-dudukan agama sebagai himpunan nilai-nilai yang dianut

MEMBELA KEBEBASAN

284

Page 295: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

bersama oleh suatu kelompok. Hanya saja terkadang fungsiintegratif ini terlalu dominan, sehingga sampai taraf meng-ancam kebebasan individu.

Dalam setiap agama selalu ada bentuk-bentuk keyakinanyang dominan dan resmi yang diwakili oleh institusinya. DalamIslam di Indonesia, misalnya, kita mengenal lembaga-lembagaseperti NU, Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI),dan sebagainya. Setiap orang yang berada dalam agama ituditekan dan dipaksa untuk mengikuti pendapat dan keyakinanresmi itu. Kalau ada yang berbeda dari pendapat resmi tersebut,dia akan dimusuhi atau lebih jauh akan dikucilkan ataudikeluarkan dari agama tersebut. Dalam Islam misalnya, di-murtadkan atau dikafirkan.

Bagi saya, istilah murtad itu perlu diberikan penafsiran baru.Murtad, jika diartikan dengan pengertian yang standar, akanberkonsekuensi buruk, karena murtad berarti menyimpang darigaris resmi yang diandaikan benar dalam agama itu. Dalamtradisi demokrasi, budaya membangkang kadangkala baik,ketika dengan membangkang dari yang resmi itu seseorangmenawarkan alternatif lain. Dalam kasus Yusman Roy, dia mur-tad terhadap MUI yang memegang pendapat resmi. Tapi dalambudaya demokrasi hal ini justru harus didorong. Karena, seper-ti apa yang pernah ditegaskan oleh Rizal Mallarangeng dalamforum ini, salah satu fungsi dari kebebasan adalah untuk mem-berikan ruang ekspresi bagi tiap individu.

Jadi, meskipun agama memiliki fungsi pemersatumasyarakat, jangan sampai fungsi integratifnya ini mengekangkebebasan individu untuk berekspresi. Pengakuan tentangadanya kebebasan individual di tengah fungsi integratif agamaini sangat penting, dan bisa menjadi jalan tengah yang mampumendamaikan keduanya. Konstitusi negara kita sudah men-jamin kebebasan beragama; kebebasan untuk menganut agamatertentu. Yang masih kurang adalah jaminan kebebasan internaldalam suatu agama.

Kelangkaan yang terakhir itu makin parah jika ia di-kukuhkan melalui undang-undang, seperti terlihat dalam

KEBEBASAN BERAGAMA

285

Page 296: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

undang-undang organik tertentu (yaitu UU yang dibuatberdasarkan amanat langsung konstitusi), yang mengandungpasal-pasal yang melawan semangat kebebasan yang dijaminolah Konstitusi. Misalnya, dalam KUHP kita ada pasal tentangpenodaan agama. Masalahnya tidak ada batasan yang jelastentang definisi penodaan agama itu.

Kasus Guantanamo, pelecehan atas Kitab Suci al-Quran olehsejumlah tentara Amerika Serikat yang bertugas di sana, mung-kin bisa disebut sebagai penodaan agama. Tapi jika seseorangmengungkapkan pandangan tentang agamanya sendiri yangberbeda dari pandangan resmi, apakah itu bisa disebut sebagaipenodaan agama? Pada kasus Yusman Roy, dia didakwa olehjaksa dengan pasal tentang penodaan terhadap agama (meskimajelis hakim kemudian menepis dakwaan dengan pasal ini danmenghukum Yusman Roy dengan pasal “meresahkan masya-rakat”). Undang-undang yang memuat pasal semacam ini menu-rut saya sangat berbahaya, dan layak diajukan ke MahkamahKonstitusi untuk diuji konstitusionalitasnya (judicial review).

Kembali ke masalah diskriminasi agama. Banyak sekalikelompok-kelompok umat Islam yang menganggap bahwakelompok di luar dirinya sesat. Bahkan, kelompok-kelompokluar tersebut bukan hanya didakwa sesat, tempat-tempat ibadahmereka pun dirusak. Misalnya seperti yang terjadi pada masjid-masjid sekte Ahmadiyah dan Syiah pada tahun 1980-an. Bahkanseorang cendekiawan yang konon dianggap sebagai intelektualSyiah, Jalaluddin Rakhmat, pernah diadili oleh MUI Jawa Barat.Jadi sebenarnya dalam budaya Islam di negara kita, masih adakultur inkuisisi (pengadilan atas pendapat).

Akhirnya, saya sepakat dengan pendapat bahwa kebebasanberagama adalah salah satu pilar penting menuju masyarakatyang terbuka dan maju. Saya setuju bahwa masyarakat terbukaatau the open society adalah sebuah masyarakat yang terbangundari kebebasan individu, di mana kebebasan beragama meru-pakan salah satu bagian penting di dalamnya. Dan semua ituadalah landasan kuat bagi demokrasi yang kokoh. (Ulil Abshar-Abdalla)

MEMBELA KEBEBASAN

286

Page 297: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

KEBEBASAN

PERS

KEBEBASAN PERS ADALAH BAGIAN DARI HAK AZASI MANUSIA.UUD 45 pasal 28 berbunyi: “Setiap orang berhak ber-

komunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkanpribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyam-paikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluranyang tersedia.” Jadi pengertiannya luas sekali. Meski begitu ki-ta juga pernah mengalami penindasan, kecurigaan, dan alasan-alasan lain yang terlalu jelas. Intinya: pers dibungkam. Jadi isu-nya adalah soal kebebasan pers dan mendapatkan informasi.Apa sebenarnya yang dimaksud dengan kebebasan pers danmendapatkan informasi itu?

Ada sebuah pengertian di dalam ilmu politik yang me-nyatakan bahwa makin bermutu jurnalisme di dalam suatumasyarakat, makin baik pula informasi yang diperolehmasyarakat yang bersangkutan. Sederhananya begitu. Misalnya

287

Page 298: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

ada sebuah kampung. Di sana ada media, entah itu radio kecilatau papan pengumuman yang baik. Ini berarti orang-orang dikampung itu makin mendapatkan informasi yang bermutu,maka makin baik pula untuk mengambil keputusan merekabersama-sama. Mulai dari soal menangani pencurian sampaikemacetan got.

Jadi di dalam suatu masyarakat, di mana medianya ataukomunikasinya makin bermutu, makin baik, maka makinbermutu pula proses pengambilan keputusan di masyarakatbersangkutan. Maka proses untuk mendapatkan informasi yangbermutu itu perlu dilindungi. Perlindungan itulah yang disebutkebebasan pers. Artinya pers atau media harus bebas agar ke-hidupan masyarakat terlindungi. Di Indonesia memang secarateoretis ada jaminan terhadap kebebasan pers. Namun kalaukita lihat hukum-hukum yang ada, sejak Indonesia dibilangmerdeka sampai hari ini, masih banyak hukum-hukum yangtidak menjamin kebebasan pers. Di Kitab Undang-undangHukum Pidana (KUHP), misalnya, ada 38 pasal yang ber-tentangan dengan kebebasan pers. Itu kesimpulan Dewan Pers.

Setelah Orde Baru tumbang, banyak orang yang memintakebebasan pers lebih besar. Tapi para pejabat, misalnya, meng-anggap pers kita justru sudah kebablasan. Soal ini memangpernah didiskusikan juga oleh orang media. Saya ingat JakobOetama dari Kompas mengakuinya. Dan kebablasan itu memangbenar terjadi. Sekarang ini isi media dominan kriminalitas, seks,dan sebagainya. Televisi kita juga penuh acara mistik. Acara-acara aneh yang dianggap kurang bertanggung jawab.

Namun kalau kita mau belajar dari pengalaman negara-negara lain, terutama Eropa Timur, saya kira sebaiknya kitabersabar. Masyarakat akan bisa menilai. Kelak, saya yakin persyang sensasional itu tidak akan bertahan. Sejarah membuktikanbahwa mereka yang serius dan bertanggung jawab justru yangbertahan. Tapi, juga ilusi untuk berharap bahwa di dalam alampers yang bebas itu tidak akan ada pers yang tidak bertanggungjawab. Pasti ada. Di negara-negara Eropa Barat pun banyaksekali tabloid sensasional seperti itu. Dan saya tidak

MEMBELA KEBEBASAN

288

Page 299: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

mengkhawatirkannya. Itu adalah konsekuensi dari pers yangbebas. Pasti ada orang yang kurang bertanggung jawab. DiPulau Jawa ini banyak sekali wartawan yang kurang ber-tanggung jawab. Tapi saya percaya seratus persen bahwa ke-bebasan ini lebih banyak baiknya daripada buruknya.

Tentang hubungan pers dengan demokrasi, saya punyacerita menarik. Belum lama ini saya ketemu guru saya, BillKovach, di London. Dia cerita bagaimana dia ditelepon olehseorang jenderal Amerika Serikat. Si jenderal bercerita tentangpenyiksaan oleh tentara atau aparat keamanan Amerika Serikatterhadap tahanan di Guantanamo, Kuba. Jenderal itu menele-pon Kovach dan bilang, “Saya ingin hal ini diberitakan.” Kovachbilang bahwa banyak sekali jenderal Amerika yang sangatjengkel pada George Bush. Mereka menganggap Bush mem-bajak pemerintahan Amerika.

Ketidaksukaan mereka pada Bush memang dipicu oleh kasusGuantanamo itu. Tapi kita juga tahu ada kasus penjara AbuGhraib. Jenderal-jenderal itu merasa bahwa Bush membuat citraAmerika merosot, dan militer Amerika yang kena getahnya.Saya lalu tanya pada Kovach, “Kalau begitu, mungkinkahjenderal-jenderal itu melakukan kudeta?”

Kovach tertawa dan bilang, “Tidak mungkin.” Saya tanya lagi, “Kenapa?” Kovach menjawab, “Kan ada pers….”Yang membocorkan rahasia-rahasia pelanggaran hak azasi

manusia oleh pemerintah Amerika kepada pers adalah jenderalAmerika. Jadi itulah salah satu aspek penting dari kebebasanpers: mereka bisa ikut mengontrol dan membantu masyarakatuntuk tahu bahwa pemerintah mereka brengsek. Motivasinyauntuk kepentingan publik.

Jadi pers itu betul-betul punya peran yang menentukandalam peningkatan kualitas demokrasi. Demokrasi bukanhanya berarti soal mencoblos di saat pemilihan umum, tapi jugamengembangkan apa yang disebut civil liberties, kebebasan ber-agama, berpendapat, berserikat, dan seterusnya. Lihatlah, orangseperti diceritakan Bill Kovach itu betul-betul mengandalkan

KEBEBASAN PERS

289

Page 300: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

pers, bahkan sebagai pencegah kudeta. Dia bahkan sering me-ngatakan bahwa kalau ada satu hal di luar agama yang diaanggap berguna buat kehidupan orang banyak, itu adalah jur-nalisme.

Memang, dalam soal mutu, kita masih prihatin. Mutu mediadi Jakarta ini tak terlalu baik—bahkan sangat buruk. Untukukuran internasional, termasuk Asia Tenggara, media kita dibawah standar. Kelompok Kompas-Gramedia, Tempo, JawaPos, RCTI, SCTV, saya kira standar mereka di bawah standarinternasional.

Indikatornya banyak sekali. Banyak konvensi di dalam jur-nalisme yang belum dipakai di Jakarta ini. Salah satu hal yangsangat sering saya bicarakan adalah tidak adanya byline (pen-cantuman nama penulis). Kalau Anda perhatikan surat kabar diSingapura, di Bangkok, di Manila, di Jepang, di Amerika, semuaberita di sana umumnya menggunakan byline.

Misalnya begini: ada berita gempa bumi di Liwa, Lampung.Di bawah berita itu ada byline oleh Si Badu. Di Kompas danTempo byline itu tidak ada. Padahal byline menyangkut soalaccountability, pertanggungjawaban. Kalau dia menulis baik, diaakan dipuji. Orang akan menilai prestasi si wartawan. Kalau dianulis buruk, dia akan ketahuan. “O, Si Badu ternyata bukanwartawan yang baik.” Namun di dalam tradisi jurnalisme kita,itu tidak ada. Sampai hari ini mungkin baru tiga atau empatsurat kabar yang menggunakan byline dari 900-an surat kabar.

Memang mereka bilang, begitulah cara mereka (tanpa pen-cantuman nama penulis) untuk mengatakan bahwa apa sajayang muncul di media itu adalah suara media tersebut, bukansuara orang-orang yang kebetulan bekerja di situ. Atau adayang bilang, “Kita kasih byline kalau tulisannya bagus.” Tentusaja ini cara yang aneh—pencantuman nama penulis dilakukanhanya kalau tulisannya bagus. Maka hanya feature dan analisisyang pakai byline. Tapi kalau berita biasa, tidak pakai. Itu bukanprinsip byline. Prinsip byline diterapkan justru agar yang jelekbisa dikontrol oleh pembaca, audiens. Justru yang jelek yangperlu ketahuan. Yang bagus kurang memerlukannya, karena

MEMBELA KEBEBASAN

290

Page 301: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

setiap tulisan yang muncul memang sudah semestinya bagus.Sekarang ini banyak orang yang berlindung di balik redaksi,sehingga prestasi individu wartawan di Jakarta atau di PulauJawa ini tidak pernah muncul. Itu karena tidak ada byline. Orangtidak dipacu untuk berprestasi.

Kembali ke isu pokok kita, di masa lalu kebebasan pers dankebebasan mendapatkan informasi itu lebih baik. MenurutBenedict Anderson, seorang profesor dari Universitas Cornell,AS, periode pers yang lebih bermutu, dinamis, kritis, dan ter-buka di kepulauan ini terjadi di tahun 1910-an, zaman HindiaBelanda. Yaitu di masa Tirto Adhisoerjo, Mas Marcodikromo,FDJ Pangemanann, H. Kommer, Tio Ie Soei, Kwee Kek Beng,Soewardi Soerjadiningrat dan sebagainya. Mereka jauh lebihliberal, terbuka, dan kreatif daripada pers di zaman Indonesia.

Di masa itu tidak ada represi yang seberat zaman Indonesia.Tidak ada media yang diberedel atau wartawan yang disiksa.Ada denda dan ada yang masuk penjara, tapi semua adaukurannya, ada aturannya. Sekarang ini ada orang yang di-bunuh dan dipenjara tanpa alasan yang jelas, apalagi di masaOrde Baru, sehingga media jadi takut. Pada zaman liberalHindia Belanda, hal-hal semacam ini tidak ada. Di zaman itu,polemik kebudayaan antara Sutan Takdir Alisjahbana danSanusi Pane, misalnya, luar biasa bagusnya. Atau, lihat debatSoekarno dengan A. Hasan di Suluh Indonesia (Bandung). Jugatulisan-tulisan Moh. Hatta pada waktu itu. Pendeknya, esai-esaiyang bagus, kuat, dan tajam bermunculan di masa lalu dantidak ada di zaman sekarang.

Memang, sekarang ini kebebasan sangat maju. Namun adatekanan lain yang muncul, namanya pasar. Dan juga konglo-merasi media. Sekarang orang harus efisien. Satu wartawanharus nulis tiga berita sehari. Atau terjadi pemakaian beritasecara bersama-sama; satu wartawan beritanya dipakai olehbeberapa atau puluhan surat kabar. Itu tidak baik. Karenapersepsi satu orang itu tentu kurang baik dibanding persepsisepuluh orang. Para pengusaha media itu dulu kan membuatbanyak uang. Di Kompas, Tempo, RCTI, dan lain-lain, mereka

KEBEBASAN PERS

291

Page 302: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

menghasilkan banyak sekali uang. Jadi mengapa mereka harusberubah jika mereka bisa berbaik-baik dengan penguasa? Makasekarang bergandenganlah mereka dengan presiden, menteri,jenderal, karena itu membuat mereka aman.

Beberapa media, misalnya Kompas, memang sangat kritisterhadap Presiden Yudhoyono. Tapi sikap kritis itu hanya untuksatu-dua peristiwa, misalnya soal kenaikan harga BBM. Namunsecara umum, tidak. Yang juga bisa mencolok adalah: media diJawa, Medan. Makassar, dan lain-lain tidak pernah maumengkritik sesama media. Ini luar biasa anehnya. Kenapa?Karena salah satu kerja media adalah memantau kekuasaan.Kekuasaan itu bisa pemerintah, pers, tentara, agama, dansebagainya. Tapi terhadap sesama media, tidak pernah dipantaudengan standar yang sama. Aneh.

Padahal, di negeri-negeri lain—misalnya India atau AmerikaSerikat— praktik semacam itu cukup lazim. Artinya kalau adakoran atau majalah nulis jelek, dia akan dikritik oleh koran lain.Misalnya sekarang ini ada tuduhan bahwa pemimpin GrupJawa Pos Dahlan Iskan terlibat tindakan korupsi, menggelapkanpajak, dan sebagainya. Namun apakah ada pemberitaan tentangitu di media lain?

Menurut saya itu adalah solidaritas yang tidak pada tempat-nya. Salah. Itu merugikan masyarakat. Jawa Pos itu punyaperusahaan banyak. Mulai dari harian Rakyat Aceh di BandaAceh hingga harian Timor Ekspres di Kupang, sampaiCendrawasih Pos di Jayapura. Dan ternyata CEO jaringan semuasurat kabar itu dituduh terlibat tindakan korupsi, kenapa tidakdiberitakan? Mereka dituduh korupsi, bahkan salah seorang diantaranya sudah diperiksa polisi.

Bagi saya, kalau pemilik sebuah koran dianggap melanggarhukum, kasusnya harus diberitakan oleh koran yang ber-sangkutan. Jadi pemilik koran itu tidak dipandang sebagaipemilik koran, melainkan sebagai warga negara biasa. Beritanyapun berita biasa saja. Bisa diedit oleh orang lain kalau tidak maudibilang tidak independen. Itu sangat biasa. Saya pernah beker-ja di beberapa media internasional. Kalau editor saya salah,

MEMBELA KEBEBASAN

292

Page 303: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

mereka selalu bilang, “Anda punya hak untuk melaporkan danmenulis cerita tentang saya di koran ini!”

BBC London pernah membuat kesalahan sehingga seorangnarasumber mereka bunuh diri. Itu dilaporkan oleh BBCsendiri. Reporter The New York Times pernah menipu, dan di-laporkan oleh The New York Times sendiri. Koran itu juga pernahkeliru dalam soal senjata pemusnah masal di Irak; itu di-beritakan oleh NYT dan mereka minta maaf.

Tradisi di media kita, kalau wartawannya sendiri yangmeninggal atau kawin, barulah beritanya dimuat. Tapi, men-jadikan koran seperti media keluarga semacam itu tidak meng-apa. Asalkan, kalau pemiliknya melakukan kejahatan, misalnyakorupsi atau melakukan pelecehan seksual, itu harus di-beritakan. Mereka toh memberitakan orang lain—orang se-lingkuh diberitakan, orang korupsi diberitakan. Tapi dirinyasendiri tidak diberitakan. Padahal, kalau media menempatkandiri sebagai institusi masyarakat, memberitakan diri sendiri itutidak ada masalah, justru akan membuat kredibilitas koranbersangkutan semakin tinggi.

Ancaman terhadap kebebasan pers juga bisa muncul daripemilik media itu, misalnya dengan alasan bisnis. Menurutsurvei National Democratic Institute, hampir 95 persen darisemua informasi soal politik yang diperoleh warga Indonesia—kecuali Maluku dan Papua—didapat dari surat kabar dan tele-visi yang pemegang sahamnya ada di Jakarta. Jadi sangatterkonsentrasi oleh segelintir orang yang ada di Jakarta. Sekitarsebelas televisi nasional yang ada di Jakarta itu menguasai audi-ens sekitar 92 persen di seluruh Indonesia. Ini bagi saya sangatmengganggu. Artinya suara, reportase, perspektif, interpretasiberita itu semua ditentukan dari Jakarta. Efeknya adalah suara-suara orang di luar Jakarta tidak pernah muncul di media.

Semua itu bisa disimpulkan bahwa kebebasan pers dan ke-bebasan mendapatkan informasi tidak termanfaatkan dengansemestinya. Terjadi konsentrasi pemilik modal di Jakarta. Mutuwartawan juga masih merupakan masalah besar. Menurutbeberapa survei, kebanyakan wartwan di Jawa dan Medan

KEBEBASAN PERS

293

Page 304: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

menerima amplop, suap. Saya kira di tempat-tempat lain punsama. Inilah salah satu sisi terburuk dalam jurnalismeIndonesia, yaitu wartawannya mudah sekali disuap. Mungkinmereka mengatakan gajinya kecil. Tapi saya kira kebanyakanwartawan menerima upah di atas upah minimum. Jadi tidakada alasan untuk membenarkan suap.

Mutu tulisan mereka juga buruk. Semua orang mengeluhkanhal ini. Goenawan Mohamad mengeluh. Jakob Oetama me-ngeluh. Semua orang mengeluh bahwa wartawan kita tidak bisamenulis dengan baik. Goenawan mengatakan, ini terjadi karenadi Indonesia tidak ada tradisi menulis yang berkembang. Tapisebenarnya kalau diberi kesempatan, mereka bisa.

Saya pernah mengelola sebuah majalah, namanya Pantau.Kami menerbitkan tulisan-tulisan yang bagus dan menjadibuku. Beberapa orang menganggap buku itu bagus. MariaHartiningsih dari Kompas mengatakan bahwa itu esai ataulaporan terbaik yang dibuat wartawan Indonesia masa kini.Orang-orang yang menulis di sana masih muda-muda. Artinya,kalau mereka diberi kesempatan; kalau medianya mendorong,memberi fasilitas, tempat, tim editor yang bagus, topangansistem yang bagus, mereka mampu.

Saya kira masalahnya adalah sistem kerja—sistem pe-nugasan, kriteria rekrutmen wartawan dan penilaian kinerjamereka—di Jakarta ini yang cacat, sehingga tidak munculjurnalisme yang bermutu. (Andreas Harsono)

MEMBELA KEBEBASAN

294

Page 305: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

SISTEM PRESIDENSIAL

DAN SISTEM

PARLEMENTER

ADA DUA SISTEM PEMERINTAHAN YANG PALING UMUM DI

dunia sekarang, yaitu presidensial dan parlementer.Dulu, misalnya ketika Uni Soviet masih hidup, ada juga sistemkomunis, tapi komunis sekarang tidak ada lagi setelah runtuh-nya Soviet dan negara-negara Eropa Timur. Sistem presidensialadalah sistem politik pemerintahan dengan dua pemilihanumum sekaligus. Yaitu pemilihan presiden dan wakil presiden(satu paket), dan pemilihan terpisah untuk parlemen. Inilahyang kita lihat di Indonesia sejak 2004. Untuk pertama kalidalam sejarahnya sebagai sebuah bangsa, Indonesia memilikisistem pemerintahan presidensial. Pada April 2004, parlemendipilih langsung oleh masyarakat, beberapa bulan kemudianpresiden dipilih dalam pemilihan yang terpisah.

Coba bandingkan dengan sistem parlementer. Pada sistemitu, misalnya seperti di Inggris sekarang, hanya ada satu

167

Page 306: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

pemilihan. Tony Blair menjadi perdana menteri di Inggrisbukan karena dipilih langsung oleh rakyat seperti SBY, tapi diadipilih di distriknya saja. Dan ketika semua wakil dari distrikmasing-masing berkumpul di parlemen, mereka memilih per-dana menteri; dia hanya didukung oleh teman-temannya. Inisistem kepartaian. Di Inggris ada dua partai besar, PartaiKonservatif dan Partai Buruh. Siapa yang mendapat suaramayoritas atau kursi di parlemen, maka kelompok itulah yangberhak membentuk pemerintahan, yang memilih eksekutif.

Sejak Indonesia menjadi negara yang presidensial ataumenuju ke sana, saya hanya menekuni soal ini dan tidakmemikirkan lagi masalah parlementer. Saya tahu orangIndonesia pada umumnya mengganggap sistem parlementerpada tahun 50-an tidak stabil, dan mereka tidak mau lagikembali ke masa itu. Saya tidak mau memperkuat pendapattersebut tanpa analisis yang lebih dalam. Sejak pemilu 1999, bagisaya sudah jelas arah sistem Indonesia yaitu menuju ke sistempresidensial, dan sejak tahun 2004 hal itu benar-benar jelas. Inisistem presidensial seperti di Amerika Serikat.

Memang, di Indonesia ada sekitar tujuh partai di parlemenyang berkuasa dan ada beberapa lagi yang kecil. Di Amerikahanya ada dua partai, tidak ada kelompok lain. Pada umumnya,dan ini juga kesimpulan yang sangat lazim dalam ilmu politik,sistem yang berlaku di Indonesia sekarang ini tetap tidak stabil,yaitu sistem presidensial dengan banyak partai. Sistem pre-sidensial dengan dua partai itulah yang dianggap paling stabil,sebab salah satu partai akan memilih siapa yang akan menjadipresiden dan wakil presiden. Tetapi biasanya partai itu jugayang menjadi mayoritas di parlemen; walaupun tidak selalubegitu. Ketika Bill Clinton menjadi presiden di Amerika, misal-nya, dari delapan tahun masa kekuasaannya, selama enamtahun yang mendominasi parlemen adalah partai lawannya.Bisa dibayangkan kesulitannya. Clinton harus berkompromidengan partai oposisi di parlemen.

Tapi itu masih lumayan jika dibanding keadaaan di Indo-nesia, di mana ada tujuh partai yang selalu bisa mempersulit

MEMBELA KEBEBASAN

168

Page 307: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

kebijakan Presiden SBY. Kita tahu bahwa partai SBY, Demokrat,adalah minoritas. Ia hanya dapat 11% suara atau 50 kursi. Adadua raksasa yang bisa membendungnya, yaitu Golkar dan PDI-P.Mujur bagi SBY, Golkar dipimpin oleh wakil presidennyasendiri. Tapi tentu tidak mudah juga bagi SBY untuk mem-bendung partai-partai lain yang cukup besar seperti PPP PKB.

Kita ingat, menjelang SBY dilantik sebagai presiden padaOktober 2004, ada Koalisi Kebangsaan dan Koalisi Kerakyatan.Di Kebangsaan ada Golkar dan PDI-P, selain beberapa partaikecil; koalisi ini diketuai Akbar Tandjung. Saya sendiri yakinada sinyal untuk mempersulit Presiden dengan adanya KoalisiKebangsaan itu; atau ini adalah suatu jurus untuk menciptakanketidakstabilan atau deadlock dalam politik, untuk membuatpemerintahan tidak bisa jalan, dan itu terjadi selama dua bulan,Oktober dan November.

Waktu itu saya sangat khawatir. Saya bisa bayangkan bahwaselama lima tahun ke depan, SBY sebagai presiden tidak bisaberbuat apa-apa, sebab dia banyak bergantung pada parlemendalam masalah anggaran, undang-undang, dan sebagainya. Halini bisa kita lihat dalam pengangkatan Panglima TNI yang baru,yang memerlukan persetujuan parlemen. Jika parlemen tidaksetuju, itu tidak bisa terjadi, dan Presiden harus mengajukancalon lain.

Tapi kemudian Koalisi Kebangsaan tidak berlanjut. SebabGolkar yang semula dikuasai Akbar Tandjung diambil alih olehJusuf Kalla. Setelah itu Partai Golkar selalu berada di pihakPresiden dan Wakil Presiden. Jadi untuk sementara SBY mulus,lolos, berkat apa yang dilakukan oleh Jusuf Kalla.

Kondisi presiden yang sangat bergantung pada parlemen itutidak terjadi di Amerika. Wakil Presiden di sini pun belum tentutunduk pada Presiden, berbeda dari situasi di Amerika. Di sana,dengan sistem dua partai, dan presiden-wakil presiden berasaldari partai yang sama dan dipilih langsung sebagai satu paket,wakil presiden tidak bisa melawan presiden. Di sini Jusuf Kallaselama ini memang tidak bersaing dengan Presiden, tapikemungkinan itu ada, sebab dia adalah pemimpin Golkar yang

SISTEM PRESIDENSIAL DAN SISTEM PARLEMENTER

169

Page 308: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

jauh lebih besar daripada Partai Demokrat-nya Presiden. Situasiini dalam sistem multipartai tidak terpecahkan. Solusinyabanyak bergantung pada kemauan baik kedua orang yangbersangkutan.

Ada seorang ilmuwan Amerika yang menulis tentangmasalah ini. Dia menyebut bahwa di antara 31 sistem pemerin-tahan demokratis yang stabil di dunia, sebagian parlementerdan sebagian presidensial, tidak ada satu pun yang presidensialdan multipartai. Jadi, lagi-lagi dalam hal ini Indonesia unik.Sebenarnya ada unsur sistem Indonesia yang bisa diubah,misalnya sistem elektoral dijadikan distrik. Dengan sistemdistrik, mungkin akan ada kecenderungan menuju penyeder-hanaan jumlah partai ataupun electoral threshold (ambangminimal perolehan suara dalam pemilu). Sebetulnya Indonesiapun sekarang menggunakan unsur threshold itu, tapi tidakmelarang partai yang tidak memenuhinya untuk duduk di par-lemen. Di mana-mana tidak ada yang seperti ini. Aneh sekali.

Yang saya maksud adalah partai-partai kecil yang tidakmemenuhi threshold 3 persen, tapi anggota-anggota partai ter-sebut tetap bisa duduk di parlemen. Di Jerman, misalnya,katakanlah threshold ditetapkan 5 persen. Maka sebuah partaiyang mendapat suara di bawah 5 persen, tidak ada anggotanyayang duduk di DPR. Itu tidak berarti partai tersebut dilarangatau harus bubar. Ia boleh terus berdiri, tapi tidak mendapatkursi. Ini akan menimbulkan dampak. Partai kecil seperti ituakan bergabung dengan partai yang lebih besar. Pada pemiluberikutnya, mungkin mereka bisa duduk di parlemen.Ketentuan threshold ini mestinya betul-betul diberlakukan.

Saya tidak mempersoalkan angka 2 persen (pada pemilu1999) atau 3 persen (pemilu 2004), sebab keduanya bukan thres-hold dalam pengertian yang sebenarnya. Seandainya threshholdbenar dipraktekkan di sini, pada pemilu 1999 Partai Keadilan(PK) sebenarnya tidak bisa masuk parlemen, karena perolehansuara mereka di bawah 2 persen. Tapi kenyataannya wakilnyaada di parlemen. Kemudian ia berganti nama menjadi PKS,sesuai dengan undang-undang yang berlaku, tetapi tanpa

MEMBELA KEBEBASAN

170

Page 309: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

dampak pada jumlah partai. Inilah yang mesti diubah,seandainya Anda ingin mengurangi jumlah partai di Indonesia.Saiful Mujani sedang membuat penelitian tentang masalah ini.Di negara-negara lain di mana hal tersebut dipraktikkan, keten-tuan ini berpengaruh. Menurut dia, jika Indonesia menerapkanhal ini maka di sini pun akan terjadi perubahan serupa.

Memang ada beberapa cara untuk memperbaiki keadaan ini(sistem presidensial dengan sistem multipartai). Salah satunyaadalah dengan mengurangi jumlah partai, supaya tercipta sis-tem yang stabil. Pengurangan itu bukan dalam arti dilarangseperti pada zaman Orde Baru. Partai apa pun boleh saja hidup.Di Amerika pun banyak partai, bukan cuma Republik danDemokrat. Ada Partai Komunis, partai pencinta bir, dan segalamacam. Mereka semua hidup, tapi tidak mendapat kursi. Perludiingat bahwa terlalu banyak partai di parlemen bisa jugamenimbulkan kerancuan. Belum lagi kalau kita bicara soal danabantuan untuk partai-partai tersebut. Partai besar dan partaikecil sama-sama mendapat bantuan dana dari pemerintah.

Di Amerika pada umumnya hanya partai besar yang men-dapat bantuan itu, meski di tingkat negara bagian ada beberapanegara bagian yang memberi bantuan pada partai kecil. Semuaorang memang punya pendapat sendiri berdasarkan peng-alaman masing-masing. Saya ingin supaya masyarakat Amerikadiarahkan untuk memilih salah satu dari dua partai besar. Tidakbanyak manfaatnya jika partai-partai kecil itu masuk parlemen.Lebih baik mereka bergabung ke dalam partai besar. Di situmungkin mereka malah bisa berperan lebih besar.

Kita belum tahu apakah akan terjadi perubahan ke arah sana,yaitu peningkatan angka threshold di Indonesia untuk memper-kecil jumlah partai. Dan itu cuma salah satu pendekatan.Pendekatan lain bisa dilihat dari peran Presiden sendiri. Diadapat mencari jurus lain agar bisa lebih berpengaruh di parlemenmeski dia hanya mewakili partai yang kecil; atau seperti yang kitalihat sekarang, yaitu mengambil alih kekuasaan di Golkar.

Yang kita lihat, politik aktual sekarang ini tidaklah terlaluburuk. Presiden dan Wakil Presiden sebagai satu paket itu

SISTEM PRESIDENSIAL DAN SISTEM PARLEMENTER

171

Page 310: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

cukup berpengaruh di parlemen, misalnya seperti terlihatdalam pengangkatan Panglima TNI. Bandingkan dengankeadaan ketika menjelang Megawati turun dan dia mencalon-kan Jenderal Ryamizard. SBY yang menarik surat pengajuan itukemudian dilawan oleh Koalisi Kebangsaan. Pada waktu itusaya agak cemas akan politik demokrasi Indonesia.

Tapi setelah Jusuf Kalla mengambil alih kekuasaan di Golkar,masalah itu selesai. Panglima TNI yang mereka inginkankemudian terpilih secara mudah. Saya bisa katakan, berdasar-kan pembandingan dengan masa-masa lalu, Indonesia sekarangini sudah menciptakan negara demokratis yang modern.(R. William Liddle)

MEMBELA KEBEBASAN

172

Page 311: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

AAbu Ghraib 1, 289Adam Smith ,15,19,70Adolf Hitler ,1,45affirmative action ,31,32,33Ahmadiah ,178Alan Walters ,77

BBahder Meinhoff ,62basic trust ,155,156Basque ,62Bernard Henry-Levy ,72Buku Merah ,21

CCadillac ,58Chaos ,65Che Guevara ,110civil right ,53,54,57,58civil society

,55,66,153,154,239,240,241

Command market ,87Cordova ,249,250

DDiktator ,70,128Dzimmi ,212

EEgoisme ,15,16,119Emansipasi ,4Emile Zola ,81enlightened despot ,250Enron ,83equal opportunity

,25,26,27,28,29,31

FFirqah ,282Francis Fukuyama ,23Friedrich von Hayek ,22Fundamentalis ,71,221

295

Indeks

Page 312: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

GGalileo Galilei ,211Geertz ,9George Vatikiotis ,256Guantanamo ,286289

HHamas ,63Hugo Chavez ,91

IIbahiyah ,228Immanuel Kant ,4inalienable rights ,6interdependensi ,107,108

JJagdis Bhagwati ,96James Madison ,44,49Jihad ,64,65,224John Naisbitt ,94John Rawls ,76John Stuart Mill

,13,14,17,229,267Joseph Stiglitz ,111

KKaffah ,234Kartelisasi ,86Khaled Abul Fadl ,234Khilafah ,130,229,234,235,257Kolektivisme ,5,21Komunalisme ,257Korea Utara ,20,23,90,91

Kovenan ,53,54,56,58,59Kuba ,20,23,90,91289

LLenin ,20,21,128Lord Acton ,83

MMargaret Thatcher ,77,81,82Marseille ,215Martin Luther King ,31Martin Wolf ,89,96Marxisme ,61Mediokritas ,264merit system ,59Milton Friedman ,19,70Montesquieu ,22,43,45Muhammad Abduh ,249,254Muhammad Ibn Abdul

Wahhab ,254Muhammad Roem ,256,258Muhammadiyah

,236,260,282,285multifaset ,107

Nnation state ,23,36Nayih Azubi ,234Nusantara ,30,39,270

OOrtodoksi ,247,256,277Otoritarianisme ,5,138,235

MEMBELA KEBEBASAN

296

Page 313: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

PParlementer ,46,173Plato ,21,50Pleonasme ,126Pluralisme

,131,132,133,135,177,228,233,236,237,239,240,246,250,251,259

political expediency ,32political right ,54,57Populistik ,127Pornografi

,74,75,149,150,249,266,267,270,273,275,277,278,279

Prejudice ,8,23,95,240Presidensial ,46,47,163,173

Rracial profiling ,58,59Rechtstaat ,213,214Red Brigade ,62Redundant ,126Republic ,21Revolusi Bolshevik ,21Robert Nozik ,76Robert Pope ,62,64

SSekularisme

,135,228,236,237,259Separatisme ,57,95,188Sherman Act ,86strategic partner ,79

TTabayyun ,237tariff barriers ,102teologi pembebasan ,248Terorisme ,xiii,61,62,63,65The Nine Solomons ,47,49Triaspolitika ,43,45

WWilfred Cantwell Smith

,246,254

XXenophobic ,95

INDEKS

297

Page 314: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

298

Page 315: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

NARA SUMBER

AAnnddrreeaass HHaarrssoonnoo, Ketua Yayasan Pantau, bergerak dibidang pelatihan penulisan dan peningkatan mutujurnalistik.

AAnniieess RR.. BBaasswweeddaann, Direktur Riset The IndonesianInstitute, Jakarta, mendalami masalah desentralisasi diIndonesia.

AArriiaannttoo PPaattuunnrruu , Wakil Kepala Lembaga PenyelidikanEkonomi dan Masyarakat (LPEM), Fakultas EkonomiUniversitas Indonesia.

AArrii AArryyaa PPeerrddaannaa, peneliti Centre for Strategic andInternational Studies (CSIS).

LLuutthhffii AAssssyyaauukkaanniiee, peneliti Freedom Institute, dosenPemikiran Islam di Universitas Paramadina, DirekturEksekutif Religious Reform Project (RepPro).

MM.. CChhaattiibb BBaassrrii, Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomidan Masyarakat, (LPEM) Fakultas Ekonomi UniversitasIndonesia.

299

Page 316: MEMBELA KEBEBASAN Percakapan tentang Demokrasi Liberal · Perbincangan politik, ekonomi dan kebudayaan di masa awal kemerdekaan pun didominasi oleh retorika berkobar yang mengutuknya,

MM.. IIcchhssaann LLoouulleemmbbaahh, anggota Dewan Perwakilan Daerah(DPD) dari Provinsi Sulawesi Tengah, anggota DewanPenasihat The Indonesian Institute.

MM.. SSyyaaffii’’ii AAnnwwaarr, Direktur Eksekutif International Centerfor Islam and Pluralism (ICIP).

NNiirrwwaann DDeewwaannttoo, peneliti di Freedom Institute, anggotaredaksi Jurnal Kebudayaan Kalam.

RRiizzaall MMaallllaarraannggeenngg, Direktur Eksekutif Freedom Institute.

RR.. WWiilllliiaamm LLiiddddllee, guru besar Ilmu Politik di Ohio StateUniversity, Amerika Serikat.

SSaaiiffuull MMuujjaannii, Direktur Eksekutif Lembaga SurveyIndonesia (LSI).

TTrriissnnoo SS.. SSuuttaannttoo, Direktur Program Masyarakat DialogAgama (MADIA).

UUlliill AAbbsshhaarr-AAbbddaallllaa, mahasiswa Universitas Boston,Amerika Serikat.

HHaammiidd BBaassyyaaiibb, Direktur Program Freedom Institute.

MEMBELA KEBEBASAN

300