membangun pemilu bermartabat

4
Membangun Pemilu Bermartabat Oleh Thomas Koten Wajah politik demokratik pemilu Indonesia saat ini tidak lebih daripada apa yang dikatakan oleh filsuf politik Montesquieu, “Prinsip demokrasi dikorup, bukan saja ketika spirit kesetaraan hilang, tetapi juga ketika spirit kesetaraan yang ekstrem berlangsung-manakala setiap orang merasa pantas memimpin”. Banyaknya orang merasa pantas memimpin negeri ini dapat dilihat dari begitu banyaknya parpol peserta pemilu dan lebih dari satu juta politisi yang terlibat dalam usaha memperebutkan kursi DPRD, DPD dan eksekutif. Sebuah fenomena politik yang memotretkan Indonesia sebagai sebuah negara demokratik baru yang mempergelarkan pemilu paling kolosal, paling heboh, paling mahal dan paling ruwet di dunia. Di satu sisi, dapat dikatakan bahwa potret ini merupakan konsekuensi politik dari sebuah negara yang baru memasuki fase demokrasi, di mana demokrasi itu sendiri hakikatnya menggairahkan karena ia sebagai suatu kerja politik yang dapat mengaktifkan naluri politik para politisi di seluruh negeri. Tetapi, di sisi lain, energi publik begitu besar tercurah pada politik demokratik pemilu, sehingga mematrikan energi publik di bidang lainnya. Atau, dengan lahirnya parpol baru yang begitu banyak menyisakan pertanyaan besar. Efektifkah perjuangan parpol baru yang tidak mendapat dukungan signifikan? Jatuhnya martabat pemilu Pertanyaan di atas sangat penting mengingat banyaknya parpol baru yang tidak mampu menjadi instrumen komunikasi, perjuangan dan perwujudan aspirasi rakyat, dus wahana perekrutan politik yang melahirkan pemimpin bangsa yang berintegritas. Sehingga, kehadiran parpol baru yang begitu banyak dengan jumlah politisi yang terlibat dalam politik perebutan kekuasaan lebih dari satu juta orang, tidak juga menambah kredibilitas dan martabat pemilu.

Upload: ari-nabawi

Post on 12-Jun-2015

104 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Membangun Pemilu Bermartabat

Membangun Pemilu Bermartabat

Oleh Thomas Koten

Wajah politik demokratik pemilu Indonesia saat ini tidak lebih daripada apa yang dikatakan oleh filsuf politik Montesquieu, “Prinsip demokrasi dikorup, bukan saja ketika spirit kesetaraan hilang, tetapi juga ketika spirit kesetaraan yang ekstrem berlangsung-manakala setiap orang merasa pantas memimpin”.

Banyaknya orang merasa pantas memimpin negeri ini dapat dilihat dari begitu banyaknya parpol peserta pemilu dan lebih dari satu juta politisi yang terlibat dalam usaha memperebutkan kursi DPRD, DPD dan eksekutif. Sebuah fenomena politik yang memotretkan Indonesia sebagai sebuah negara demokratik baru yang mempergelarkan pemilu paling kolosal, paling heboh, paling mahal dan paling ruwet di dunia.

Di satu sisi, dapat dikatakan bahwa potret ini merupakan konsekuensi politik dari sebuah negara yang baru memasuki fase demokrasi, di mana demokrasi itu sendiri hakikatnya menggairahkan karena ia sebagai suatu kerja politik yang dapat mengaktifkan naluri politik para politisi di seluruh negeri. Tetapi, di sisi lain, energi publik begitu besar tercurah pada politik demokratik pemilu, sehingga mematrikan energi publik di bidang lainnya. Atau, dengan lahirnya parpol baru yang begitu banyak menyisakan pertanyaan besar. Efektifkah perjuangan parpol baru yang tidak mendapat dukungan signifikan?

Jatuhnya martabat pemiluPertanyaan di atas sangat penting mengingat banyaknya parpol baru yang tidak

mampu menjadi instrumen komunikasi, perjuangan dan perwujudan aspirasi rakyat, dus wahana perekrutan politik yang melahirkan pemimpin bangsa yang berintegritas. Sehingga, kehadiran parpol baru yang begitu banyak dengan jumlah politisi yang terlibat dalam politik perebutan kekuasaan lebih dari satu juta orang, tidak juga menambah kredibilitas dan martabat pemilu.

Bagaimana mungkin pemilu dapat bermartabat, jika pemimpin bangsa yang dihasilkan tidak juga memenuhi harapan rakyat, dus wakil rakyat yang terpilih banyak yang terlibat korupsi sekaligus menjadikan lembaga wakil rakyat yang terhormat sebagai arena komersialisasi jabatan? Persoalan ini menjadi semakin memiriskan hati publik lantaran kredibilitas dan martabat pemilu 2009 semakin mencemaskan dan terancam luntur akibat adanya indikasi kecurangan di sejumlah lini politik.

Kita lihat misalnya di saat-saat memasuki gerbang pemilu, mencuat fenomena kecurangan yang melunturkan atau menjatuhkan kredibilitas dan martabat pemilu seperti manipulasi daftar pemilih tetap (DPT) yang tidak tuntas penjelasan dan penyelesaiannya, banyaknya surat suara yang rusak, kewajiban KPPS menyerahkan salinan berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara ke saksi-saksi peserta pemilu dalam tempo hanya satu hari, dan tidak adanya perundangan yang menguatkan putusan MK mengenai penetapan caleg terpilih (suara terbanyak).

Di samping itu, belum lagi banyak kecurangan lain yang biasa muncul di seputar pemilu, seperti politik uang yang dilakukan parpol dan kontestan pada saat kampanye dan sosialisasi pemilu, hingga penyuapan yang dilakukan oleh parpol dan kontestan terhadap petugas penghitungan suara di berbagai tingkatan. Yang umumnya terjadi, dalam kasus

Page 2: Membangun Pemilu Bermartabat

ini, yakni jika di TPS tidak memungkinkan karena takut disaksikan langsung masyarakat, kemudian dilakukan di PPS, PPK, KPU kabupaten/kota, KPU provinsi, bahkankan bukan tidak mungkin dilakukan oleh KPU pusat sendiri, misalnya, melalui petugas yang menerima dan memasukkan hasil pemilu dari sejumlah daerah ke komputer. Di komputer inilah biasanya terjadi manipulasi suara yang mengerikan. Misalnya, sengaja memasukkan data yang dapat mengubah total hasil pemilu.

Berbagai indikasi politik yang memiriskan hati itu diperparah lagi dengan fenomena golput yang semakin merebak belakangan ini. Sebuah situasi politik yang dapat mengancam legitimasi kekuasaan dari pemimpin yang dilahirkan pemilu. Kita hanya berharap masyarakat semakin kritis dan positive thinking agar tidak mudah terjebak dalam berbagai fenomena negatip yang menyeruak di seputar pemilu. Bahwa masih ada politisi yang berhati mulia, beretika dan bermoral yang dapat mengerjakan dan menjalankan politik dus pemilu secara baik dan bertanggung jawab. Juga bahwa masih banyak sisi positip dan nilai-nilai penting dari pemilu yang harus didukung.

Hanya saja, para pekerja politik dan/atau politisi perlu menyelami niat baik dari rakyat yang masih cukup antusias untuk menyukeseskan pemilu. Masih jauh lebih banyak rakyat (ketimbang yang golput) yang tidak mau pemilu dengan biaya yang sangat mahal itu dibiarkan berlalu atau hanyalah suatu “orkestra” besar penuh pemborosan yang menjadi nokta hitam kemerosotsan dan kemelaratan bangsa, sehingga harus disukseskan. Rakyat memang memahami juga bahwa demokrasi tidaklah mungkin sekali jadi. Dalam perkembangan dan pelaksanannya masuk akal jika disertai kekurangan dan persoalan. Karena itu, rakyat pun akhirnya dengan caranya sendiri masih terus berjuang untuk mendukung kesuksesan kenduri demokrasi itu.

Membangun martabat pemiluKarena itu, yang diharapkan adalah adanya tanggung jawab moral politisi

dan/atau parpol untuk mengimplementasikan janji-janji politiknya agar tidak mengecewakan rakyat. Dan para pekerja politik seperti KPU dan aparat atau birokrat yang terlibat, harus bekerja secara maksimal untuk mencegah segala kecurangan pemilu, dan menjauhkan diri dari politik uang dan aksi penyuapan agar kredibilitas dan martabat pemilu dapat terbangun.

Maka, kampanye bukan hanya sekadar “orkestra” pembualan bagi rkayat dus pemilu hanyalah mimbar semu kebangsaan atau arena aksi bagi para calo politik untuk menyukseskan keinginan para politisi ambisius dalam meraih nikmatnya kekuasaan. Jika pemilu hanyalah ibarat mimbar bangsa dus menjadi ladang bisnis bagi para calo politik, maka pemimpin yang dilahirkan pun hanyalah figur-figur yang gemar menggadaikan kehidupan berbangsa untuk kepopuleran dan pelestarian egoisme kepentingan diri.

Dan lebih penting dari semua itu adalah pemimpin bangsa dan/atau politisi yang terpilih harus mau dan mampu membuat lompatan indah yang menentukan dalam menjalankan roda kekuasaan. Kekuasaan dari privilese tempat penguasa dan elite mempertontonkan kehebatan pasca pemilu, harus diubah serentak menjadi pelayanan dan pengabdian bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat seluruhnya. Kekuasaan disertai semangat penghayatan dan asketis. Sehingga, pemilu bukan hanya bermartabat, tetapi juga benar-benar bermanfaat.

Penulis, Direktur Social Development Center

Page 3: Membangun Pemilu Bermartabat