membangun keadilankesetaraan dan - bpkn.go.id · dengan kiprahnya yang cerdas, konsumen indonesia...

32
BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL Membangun Kesetaraan dan Keadilan REPUBLIK INDONESIA BPKN

Upload: phamkhanh

Post on 28-Aug-2019

234 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL

MembangunKesetaraan dan

Keadilan

REPUBLIK INDONESIA

BPKN

2 Badan Perlindungan Konsumen Nasional

Membangun Kesetaraan dan Keadilan

Buku ini dikembangkan sebagai bagian dari langkah Badan Perlindungan Konsumen Nasional dalam memperluas dan menyuburkan kesadaran, upaya serta kerjasama diantara stakeholder untuk membangun integritas perlindungan konsumen Indonesia.

Diterbitkan oleh:Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)Komisi Komunikasi dan Edukasi

Dicetak di Indonesia, 2012

Kesetaraan dan Keadilan: Untuk Semua

Konsumen Cerdas di Era Perdagangan Bebas

Perlindungan Konsumen di Indonesia

Badan Perlindungan Konsumen Nasional: Semangat Baru

Peran BPKN Ke Depan

Rencana Strategis BPKN

Apa & Siapa BPKN 2009-2012

01020304

05

Isi

Badan Perlindungan Konsumen Nasional 3

BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA

BPKN

4 Badan Perlindungan Konsumen Nasional

Badan Perlindungan Konsumen Nasional 5

Kesetaraan dan Keadilan untuk Semua...

Globalisasi dan ekonomi dunia yang semakin terbuka menghadapkan kita pada dua tantangan besar. Pertama, upaya untuk meningkatkan daya saing produk nasional, dimana kita dituntut untuk tidak hanya mampu sekadar memproduksi barang dan jasa namun harus mampu menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas, bernilai tambah, kompetitif, dan memenuhi preferensi sekaligus aman bagi konsumen. Kedua, upaya untuk menempatkan perlindungan konsumen sebagai garda terdepan menjaring produk, terutama produk impor yang substandar masuk ke pasar domestik serta tidak layak digunakan maupun dikonsumsi oleh konsumen.

Konsumen hakekatnya dapat menjadi kekuatan nasional dan berperan penting dalam penguatan pasar dalam negeri. Dengan kiprahnya yang cerdas, konsumen Indonesia seyogyanya menjadi pelaku pasar yang kritis, bermartabat serta pandai memilih produk yang baik, agar tidak menjadi objek maupun target pasar pelaku usaha yang bertanggung jawab .

Guna menumbuhkembangkan konsumen nasional yang cerdas dan bermartabat, Badan Perlindungan Konsumen Nasional senantiasa berupaya membangun kerangka kebijakan Perlindungan Konsumen Nasional secara lebih strategis sehingga perlindungan konsumen dapat menjadi salah satu pilar pembangunan nasional setara dengan pilar – pilar pembangunan nasional lainnya.

Melalui upaya bersama....diharapkan terbentuk kesetaraan serta terwujud keadilan dalam bertransaksi di era perdagangan bebas bagi konsumen, pelaku usaha, dan semua....

Ketua BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL

Suarhatini Hadad

6 Badan Perlindungan Konsumen Nasional

Kini dengan berlakunya perdagangan bebas, konsumen bahkan dapat menjadi penentu dan subjek bagi pengamanan pasar dalam negeri.

Perdagangan bebas merupakan keniscayaan dan sulit dihindari sehingga persaingan menjadi terbuka dan semakin ketat. Di satu sisi, perdagangan bebas membuka peluang atau pasar internasional, namun di sisi lain oleh setiap negara harus mempersiapkan berbagai upaya untuk melindungi konsumen. Munculnya peluang dampak negatif perlu segera diantisipasi oleh negara secara tepat, agar tidak menimbulkan kerugian konsumen dari aspek keamanan, kesehatan, keselamatan dan lingkungan hidupnya (K3L).

Untuk itu, konsumen perlu dibekali pengetahuan yang memadai sebelum memutuskan untuk membeli, agar tidak menjadi objek produk substandar dan ilegal seperti adanya iklan atau klausula baku yang tidak jelas atau tidak adil, cacat produk, praktek cara menjual yang menipu dan menyesatkan serta ketiadaan garansi dan layanan purna jual. Secara naluriah, konsumen biasanya berupaya untuk mendapatkan produk yang murah, namun kenyataannya produk tersebut mutunya kurang baik dan tidak jarang belum memenuhi persyaratannya ketentuan perlindungan konsumen.

1 Konsumen Cerdasdi Era Perdagangan Bebas

Setiap insan tidak dapat dilepaskan dari perannya sebagai konsumen yang memiliki berbagai kebutuhan, dan akan berupaya untuk memenuhinya dengan mengkonsumsi barang dan jasa. Konsumen telah menjadi faktor penentu dalam aktivitas ekonomi, yang melalui keputusannya untuk membeli, mengkonsumsi, dan menggunakan barang dan/atau jasa akan mempengaruhi dinamika pasar dan ikut mendorong persaingan antar pelaku usaha.

Badan Perlindungan Konsumen Nasional 7

8 Badan Perlindungan Konsumen Nasional

Oleh karena itu, ketika konsumen menjadi korban, ia harus memahami bagaimana cara untuk memulihkan hak dan menyelesaikan pengaduannya.

Mencermati hal tersebut, Badan Perlindungan Konsumen Nasional berupaya lebih memperkuat peran sebagai lembaga yang memberikan saran dan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah , sekaligus melakukan penyebaran sosialisasi dan edukasi dalam rangka memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen. Sasarannya di satu sisi adalah terwujudnya konsumen cerdas mandiri dan berwawasan lingkungan yang mampu berperan sebagai subjek perdagangan, dalam arti mengerti akan hak dan kewajibannya, kritis terhadap adanya produk yang tidak memenuhi persyaratan perlindungan konsumen, dapat menjadi mitra pemerintah dalam mengawasi kegiatan peredaran barang di pasar dalam negeri dan memahami akses dan upaya pemulihan haknya serta berwawasan lingkungan guna kelestarian alam yang berkelanjutan. Di sisi lain, terwujudnya pelaku usaha bertanggung jawab yang mampu menjalankan hak dan kewajibannya. Secara professional, pelaku usaha juga diharapkan dapat mengedepankan etika bisnis, tertib mutu, tertib ukur dan ikut menjaga kelestarian alam sebagai wujud dukungan terhadap lingkungan hidup yang berkelanjutan. Dengan demikian, diharapkan terbentuk kesetaraan antara posisi konsumen dan pelaku usaha sebagai subjek atau pelaku ekonomi, serta terwujud keadilan dalam bertransaksi bagi konsumen di era perdagangan bebas.

Dalam kerangka globalisasi, BPKN tentunya ingin berkarya dan berperan sebagai lembaga perlindungan konsumen yang mengkoordinasikan persepsi dan langkah

antar pemangku kepentingan (stakeholders) serta memperkuat kerjasama antar lembaga di bidang perlindungan konsumen untuk mengantisipasi dampak perdagangan bebas bagi kehidupan konsumen. Hubungan ini diharapkan dapat terjalin secara harmonis dengan lembaga pembentuk, pelaksana dan pengawas kebijakan; kelompok konsumen; asosiasi pelaku usaha; aparat penegak hukum; forum lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) baik di tingkat pusat maupun di daerah. Masyarakat tentunya berharap banyak kepada BPKN agar buah karya BPKN berupa saran dan rekomendasi diharapkan semakin tajam dan berguna bagi pemerintah guna Penyusunan perjanjian perdagngan internasional berbagai smart regulation yang tidak bertentangan dengan ketentuan AFTA dan WTO dalam mengantisipasi isu-isu aktual perdagangan bebas.

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,

baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan.

(Ps. 1 ayat 2 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen)

Badan Perlindungan Konsumen Nasional 9

10 Badan Perlindungan Konsumen Nasional

Di lihat dari sudut perlindungan konsumen, kondisi inilah yang ideal dimana terdapat iklim hubungan yang setara dan adil antara konsumen dan pelaku usaha dalam peraturan dan penegakan hukum oleh pemerintah. Tentu konsumen yang cerdas akan menuntut pelaku usaha untuk semakin bertanggung jawab dalam memproduksi dan memasarkan produknya.

Strategi kebijakan Badan Perlindungan Konsumen Nasional untuk mencapai kondisi ideal tersebut diarahkan pada upaya mewujudkan perekonomian nasional untuk memperkuat perekonomian domestik yang berorientasi dan berdaya saing global, sejalan Agenda Pembangunan Nasional di dalam UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005 – 2025.

Dinamika perkembangan ekonomi akan berpengaruh pada perubahan pola konsumsi dan perilaku masyarakat. Ketika ia cenderung memiliki pola konsumtif dan kurang kritis menghadapi membanjirnya produk di pasar dalam negeri, maka akan lemah posisi tawarnya dan sulit untuk memperjuangkan hak-haknya. Kondisi ini menuntut perbaikan dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dimana tidak cukup dilakukan oleh pemerintah saja, melainkan juga harus dilakukan oleh dunia usaha dan diikuti dengan peningkatan peran masyarakat secara mandiri (masyarakat madani / civil society).

Perlindungan Konsumendi INDONESIA2

Badan Perlindungan Konsumen Nasional 11

Kelembagaan ekonomi dikembangkan sesuai dinamika kemajuan ekonomi dengan menerapkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintah yang baik di dalam menyusun kerangka regulasi; menjaga, mengembangkan, dan melaksanakan iklim persaingan usaha secara sehat serta melindungi konsumen; mendorong pengembangan standardisasi produk untuk meningkatkan daya saing; merumuskan strategi dan kebijakan pengembangan teknologi sesuai dengan pengembangan ekonomi nasional; dan meningkatkan daya saing Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di

berbagai wilayah Indonesia sehingga menjadi bagian integral dari keseluruhan kegiatan ekonomi dan memperkuat basis ekonomi dalam negeri.

Dalam konteks internasional, kebijakan diarahkan pada upaya mendukung perekonomian nasional agar mampu memaksimalkan manfaat sekaligus meminimalkan efek negatif dari proses integrasi dengan dinamika globalisasi terhadap pelaksanaan dan pencapaian sasaran perlindungan konsumen di dalam negeri.

Asas Keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan

Pelaku Usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya, secara adil.

“ “

12 Badan Perlindungan Konsumen Nasional

harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan Konsumen dan Pelaku Usaha secara keseluruhan.

2. Asas Keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan Pelaku Usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya, secara adil.

3. Asas Keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, Pelaku Usaha, dan pemerintah dalam arti materil ataupun spiritual.

4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

5. Asas Kepastian Hukum dimaksudkan agar baik Pelaku Usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Pembinaan dan penyelenggaraan perlindungan konsumen dilakukan secara menyeluruh dari berbagai unsur pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Dalam Pasal 29 Undang-undang Perlindungan Konsumen dinyatakan:

1. Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak Konsumen dan Pelaku Usaha serta dilaksanakannya kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha.

2. Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri/Menteri Teknis terkait.

3. Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan koordinasi atas penyelenggaraan perlindungan konsumen.

Asas Kepastian Hukum dimaksudkan agar baik Pelaku Usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan

konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

“ “

Secara konkrit, penjabaran strategi ini mewajibkan pemerintah untuk terus melakukan upaya pendidikan serta pembinaan kepada konsumen, mengingat masih rendahnya tingkat kesadaran sebagian besar anggota masyarakat akan hak-haknya. Selain itu upaya mewujudkan ketersediaan piranti kebijakan perlindungan konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku bisnis. Perlindungan konsumen justru dibangun untuk mendorong iklim usaha yang sehat dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang/jasa yang berkualitas dan berdaya saing.

Sesuai dengan Pasal 3 UU No.8/1999, tujuan dari Perlindungan Konsumen adalah:

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

e. Menumbuhkan kesadaran Pelaku Usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.

Perlindungan konsumen di Indonesia diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) Asas Pembangunan Nasional, yaitu:

1. Asas Manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen

Badan Perlindungan Konsumen Nasional 13

Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan

perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak

Konsumen dan Pelaku Usaha serta dilaksanakannya kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha.

Pemerintah bersama masyarakat dan Lembaga Perlindungan

Konsumen Swadaya Masyarakat adalah pihak-pihak yang diberi tugas

untuk melakukan pengawasan.

4. Pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi upaya untuk:

a. Terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara Pelaku Usaha dan Konsumen;

b. Berkembangnya Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat;

c. Meningkatnya kualitas sumber daya manusia serta meningkatnya kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen.

Selain pembinaan, peranan pemerintah yang juga cukup penting adalah pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen. Dalam Pasal 30 UUPK disebutkan bahwa pemerintah bersama masyarakat dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah pihak-pihak yang diberi tugas untuk melakukan pengawasan. Pengawasan oleh pemerintah dilakukan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Apabila dalam pengawasan ditemukan penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan oleh pelaku usaha yang merugikan konsumen, pemerintah harus mengambil tindakan administratif dan atau tindakan hukum. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan konsumen kepada sistem hukum perlindungan konsumen, meningkatkan partisipasi pengawasan masyarakat dan lembaga konsumen, menciptakan iklim berusaha yang lebih baik serta mendorong pelaku usaha lebih memperhatikan hal-hal yang patut menjadi hak konsumen.

Hak-Hak Konsumen Indonesia

a) hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b) hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan

c) nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

d) hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

e) hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

f) hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

g) hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

14 Badan Perlindungan Konsumen Nasional

2. Meningkatkan Pemahaman, Kesadaran, Kepedulian, Kewajiban, dan Tanggungjawab Pelaku Usaha.

Upaya perlindungan Konsumen menjadi bagian dari (embedded) pilihan strategi yang ditetapkan oleh Pelaku Usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya. Dengan demikian, upaya melindungi Konsumen merupakan kepentingan dan kebutuhan Pelaku Usaha dan bukan merupakan kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah sebagai regulator kepada Pelaku Usaha.

3. Membangun Efisiensi yang Berkeadilan (Fairness) dalam Transaksi Konsumen dengan Pelaku Usaha.

Selain kedudukan yang setara antara Konsumen dan Pelaku Usaha, juga terdapat hubungan yang bermanfaat (efisien) dan berlangsung secara adil (fairness) bagi kedua belah pihak, sehingga tidak terjadi pembebanan dalam bentuk dan cara apapun dari Pelaku Usaha kepada Konsumen.

4. Mengembangkan Perlindungan Konsumen Yang Berwawasan Lingkungan,

Dalam memenuhi kebutuhan (needs) dan keinginan (wants) Konsumen, Pelaku Usaha dituntut untuk memperhatikan prinsip usaha yang berwawasan lingkungan, dalam arti memelihara kelestarian sumberdaya alam dan menjaga agar tidak terjadi kerusakan atau pencemaran lingkungan.

Sebaliknya, Konsumen dalam memenuhi kebutuhannya harus menyadari adanya kewajiban bahwa barang dan/atau jasa yang dikonsumsi tidak menimbulkan dampak negatif berupa kerusakan atau pencemaran lingkungan. Untuk itu Konsumen harus berpartisipasi aktif dalam mencegah penurunan kualitas lingkungan, mampu memilih barang dan/atau jasa yang hemat energi, tidak mengeksploitasi lingkungan, dan tidak menimbulkan polusi atau pencemaran.

h) hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

i) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi / penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima

j) tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

k) hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban konsumen Indonesia

1. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

2. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

3. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

4. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Sejalan dengan hal tersebut dalam rangka penyelenggaraan dan penegakan perlindungan konsumen di Indonesia maka arah kebijakan perlindungan konsumen nasional yang ingin dibangun BPKN adalah sebagai berikut:

1. Membangun Kesetaraan Posisi dalam Hubungan Konsumen dengan Pelaku Usaha.

Konsumen memiliki kedudukan setara dengan Pelaku Usaha di dalam setiap hubungan transaksional. Dengan demikian, peningkatan posisi tawar Konsumen menjadi sejajar dengan posisi Pelaku Usaha merupakan keniscayaan, sehingga dominasi Pelaku Usaha terhadap Konsumen dapat dihindari.

Badan Perlindungan Konsumen Nasional 15

5. Mewujudkan Kemandirian Konsumen

Konsumen memiliki kemampuan dan keberanian secara perseorangan atau berkelompok untuk mewujudkan haknya secara mandiri atau tanpa mengandalkan perlindungan yang dilakukan oleh pemerintah ataupun LPKSM, manakala hak tersebut dilanggar oleh Pelaku Usaha.

6 . Mempromosikan Kearifan Lokal Konsumen

Kearifan lokal (local wisdom) yaitu perilaku bijak berdasarkan tata nilai asli masyarakat Indonesia dalam bertransaksi maupun mengkonsumsi barang dan/atau jasa (misalnya mengkonsumsi barang secara tidak berlebihan, penggunaan kemasan yang ramah lingkungan, penggunaan bahan daur ulang), perlu ditumbuhkembangkan agar juga menjadi tata nilai yang berlaku bagi Konsumen pada umumnya.

7. Memperkuat Sikap Patriotik Konsumen yang Mendukung Daya Saing Bangsa Dalam Menghadapi Globalisasi.

Sikap patriotik Konsumen melalui penggunaan produk dalam negeri menjadi pertimbangan utama di atas pertimbangan lainnya (misalnya harga, selera, gengsi). Dalam memilih barang dan/atau jasa, Konsumen harus mempertimbangkan kemanfaatan nilai tambah yang sebesar-besarnya bagi masyarakat dan bangsa Indonesia. Sikap ini perlu ditanamkan untuk memperkuat daya saing bangsa Indonesia dalam menghadapi persaingan global.

8. Menempatkan Upaya Perlindungan Konsumen Sebagai Salah Satu Arah Dalam Kebijakan Pembangunan Nasional.

Upaya perlindungan Konsumen harus tertuang dalam arah kebijakan pembangunan nasional, dan secara eksplisit tercantum dalam setiap naskah yang memuat perencanaan pembangunan nasional mulai dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Kementerian/Lembaga Negara.

9. Memperluas Jejaring Antar Kelembagaan Perlindungan Konsumen Pada Tingkat Nasional, Regional, dan Internasional

Disadari bahwa kelembagaan perlindungan Konsumen memiliki peran strategis dalam mewujudkan Konsumen mandiri. Peran kelembagaan perlindungan Konsumen ini bisa lebih ditingkatkan melalui jejaring (networking) dengan sesama kelembagaan perlindungan Konsumen di dalam maupun di luar negeri secara bilateral, regional maupun

16 Badan Perlindungan Konsumen Nasional

internasional. Melalui jejaring ini akan terjadi benchmarking antar kelembagaan perlindungan Konsumen tersebut, sehingga dapat terjadi sinergi kebijakan dalam upaya melindungi Konsumen, terutama Konsumen lintas batas negara.

10. Menata dan Memfasilitasi Kelembagaan Perlindungan Konsumen.

Lembaga yang berperan dalam penyelenggaraan perlindungan Konsumen, seperti BPKN, BPSK, LPKSM, dan lembaga terkait lainnya yang telah ada perlu dikaji dan dipetakan agar dapat disusun dan ditetapkan struktur hubungan kerjasama yang lebih sinergis. Selanjutnya, berdasarkan peta dan struktur hubungan antar lembaga perlindungan Konsumen tersebut dapat disusun dan ditetapkan pola dan struktur fasilitas bagi lembaga-lembaga tersebut.

11. Meningkatkan Kewenangan dan Kapasitas Kelembagaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

BPSK sebagai lembaga penyelesaian sengketa Konsumen di luar pengadilan yang telah ada perlu ditingkatkan kewenangan dan kapasitas kelembagaannya (institutional capacity building), dimulai dari peningkatan aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap sumberdaya manusia di dalam BPSK hingga dukungan pendanaan dari Pemerintah maupun pemerintah daerah. Bagi kabupaten dan kota yang belum memilki BPSK perlu tindakan akseleratif agar pembentukannya dapat segera direalisasikan.

12. Meningkatkan Koordinasi dan Konsistensi dalam Penyusunan dan Penegakan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Perlindungan Konsumen.

Upaya perlindungan Konsumen hanya akan berhasil apabila infrastruktur berupa peraturan perundang-undangan yang secara konsisten mengatur dengan jelas dan tegas kompetensi dan koordinasi para pemangku kepentingan dalam upaya perlindungan Konsumen. Peraturan perundang-undangan yang secara konsisten mengatur secara jelas dan tegas kompetensi dan koordinasi para pemangku kepentingan akan memperkuat dan meneguhkan aparat yang berwenang dalam penegakan hukum (law enforcement) perlindungan Konsumen.

Peraturan perundang-undangan yang secara konsisten mengatur secara jelas dan tegas kompetensi dan koordinasi para pemangku kepentingan akan memperkuat

dan meneguhkan aparat yang berwenang dalam penegakan hukum (law enforcement) perlindungan Konsumen.

“ “

Badan Perlindungan Konsumen Nasional 17

Rumah yang kita huni selayaknya aman, sehat, dan memberi perlindungan...“

18 Badan Perlindungan Konsumen Nasional

Keanggotaan BPKN Periode I masa jabatan 2004 – 2007 berjumlah 17 orang, yang terbentuk berdasarkan Keppres RI No. 150/M tahun 2004 tentang Pengangkatan Anggota BPKN. Dengan semangat baru, terbentuk 20 Anggota BPKN Periode II masa jabatan 2009-2012, yang mewakili pemerintah, akademisi, tenaga ahli dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80/P Tahun 2009 tanggal 11 Oktober 2009.

Fungsi dan tugas BPKN ditetapkan dalam Pasal 33 dan 34 UU 8/1999 Tentang Perlindungan Konsumen, sebagai berikut:

1. Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijakan di bidang perlindungan konsumen;

2. Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen;

3. Melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen;

Semangat BaruBADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dibentuk sebagai upaya merespon dinamika dan kebutuhan perlindungan konsumen

yang berkembang dengan cepat di masyarakat.

Pembentukan BPKN berdasarkan pada ketentuan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang

ditindaklanjuti dengan PP No. 57 Tahun 2001 tentang Tugas, Fungsi serta Keanggotaan BPKN.

Visi BPKN:

Menjadi Lembaga Terdepan Bagi Terwujudnya Konsumen yang Bermartabat dan Pelaku Usaha yang bertanggungjawab.

“3

Badan Perlindungan Konsumen Nasional 19

BPKN mengemban misi:

a. Memperkuat landasan hukum dan kerangka kebijakan perlindungan konsumen nasional

b. Memperkuat akses jalur penyelesaian sengketa perlindungan konsumen.

c. Memperluas akses informasi perlindungan konsumen serta mengembangkan edukasi dan informasi konsumen.

20 Badan Perlindungan Konsumen Nasional

4. Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;

5. Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen;

6. Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau Pelaku Usaha; dan

7. Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.

Pembangunan perlindungan konsumen di Indonesia memiliki urgensi nasional yang tinggi sehingga BPKN berupaya mewujudkan visi untuk “Menjadi Lembaga Terdepan Bagi Terwujudnya Konsumen yang Bermartabat dan Pelaku Usaha yang bertanggungjawab”.

Untuk itu, BPKN memberikan dukungan kepada pemerintah dalam bentuk saran dan rekomendasi kebijakan perlindungan konsumen (advisory body), khususnya yang terkait dengan parameter perlindungan keselamatan, kesehatan dan keamanan konsumen. Hal ini berhubungan dengan penerapan standar mutu suatu produk yang diproduksi dan diperdagangkan, serta informasi yang benar, jelas dan jujur terkait dengan iklan, informasi pada label serta perilaku dalam cara menjual dan layanan purna jual.

Dengan visi tersebut, BPKN mengemban misi :

a. Memperkuat landasan hukum dan kerangka kebijakan perlindungan konsumen nasional

b. Memperkuat akses jalur penyelesaian sengketa perlindungan konsumen.

c. Memperluas akses informasi perlindungan konsumen serta mengembangkan edukasi dan informasi konsumen.

Dalam rangka mencapai visi serta sejalan dengan fungsi dan tugas BPKN strategi kebijakan yang diterapkan adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan edukasi kepada dunia usaha dan konsumen

BPKN mempunyai posisi yang sangat baik untuk mendorong pengembangan program edukasi perlindungan konsumen, baik bagi konsumen dan pelaku usaha. Strategi ini merupakan alat utama sistem pembangunan perlindungan konsumen nasional yang bekerjasama dengan lembaga lain di luar BPKN sesuai kewenangannya.

2. Membangun sistem dan jaringan informasi perlindungan konsumen nasional yang terpercaya

Strategi ini didasari oleh pemahaman bahwa kehidupan masyarakat ke masa depan tidak dapat lagi dilepaskan dari ketersediaan dan mobilitas informasi. Di tengah gencarnya dinamika pasar dan persaingan, BPKN memandang perlu bagi konsumen untuk memiliki akses yang dapat dipercaya dalam memperoleh informasi perlindungan konsumen.

3. Mengembangkan perlindungan konsumen yang berwawasan lingkungan

Strategi ini untuk membangun dan meningkatkan kesadaran, sikap mental, dan perilaku masyarakat konsumen dan pelaku usaha dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan yang mendukung keberlanjutan, kenyamanan dan kualitas kehidupan.

4. Meningkatkan peran dan kapasitas kelembagaan perlindungan konsumen (LPKSM dan BPSK) yang berdaya guna

Upaya pemberdayaan konsumen tentunya tidak dapat dilepaskan dari keberdayaan lembaga-lembaga yang memfokuskan dirinya pada upaya pemberdayaan konsumen. Dalam konteks ini lembaga-lembaga tersebut perlu meningkatkan kemampuannya dalam berbagai dimensi pemberdayaan konsumen, baik dalam kerangka mandiri maupun dengan dukungan pemerintah.

5. Meningkatkan sumberdaya dan kemampuan nasional dalam pemantauan dan pengendalian lalu lintas barang dan jasa

Upaya membangun pemberdayaan konsumen dan juga dunia usaha nasional perlu memperhatikan keterkaitan antara perlindungan konsumen dengan lalu lintas barang/jasa, terutama yang beredar di Indonesia. Kemampuan untuk memonitor, mengidentifikasi dan pengaturan distribusi barang dan jasa terutama yang beresiko tinggi menjadi mutlak dalam upaya bersama mencapai tujuan dan sasaran perlindungan konsumen.

Untuk itu, BPKN akan senantiasa mengembangkan dan melaksanakan koordinasi serta kerjasama dengan semua unsur pemerintah terkait, dunia usaha dan masyarakat dalam upaya membangun perlindungan konsumen di Indonesia.

Struktur Organisasi

Tata kerja BPKN Periode II 2009 – 2012 serta mekanismenya dituangkan dalam Keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional No. 06/BPKN/Kep/12/2009 Tentang Kedudukan, Fungsi, Tugas, Organisasi dan Tata Kerja Badan Perlindungan Konsumen Nasional. Hak dan kewajiban anggota dan pengaturan rapat juga menjadi salah satu materi dalam tata kerja tersebut.

Badan Perlindungan Konsumen Nasional 21

Dalam rangka memberikan saran dan pertimbangan kebijakan kepada Pemerintah tentang pengembangan perlindungan konsumen di Indonesia yang lebih fokus dan terarah sesuai fungsi BPKN, dibentuk 4 (empat) Komisi yang masing-masing bertugas sebagai berikut :

Komisi I: Komisi Penelitian dan Pengembangan

Bertugas meneliti dan mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen, melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang berkaitan dengan keselamatan konsumen, melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa.

Komisi II: Komisi Komunikasi dan Edukasi

Bertugas menyebarluaskan informasi melalui media massa maupun elektronik mengenai perlindungan konsumen, memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen dan, melaksanakan pendidikan konsumen kepada masyarakat.

Komisi III: Komisi Pengaduan dan Penanganan Kasus

Bertugas menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dan penanganan kasus yang diterima dari masyarakat, LPKSM atau pelaku usaha.

Komisi IV: Komisi Kerjasama

Bertugas menjalin hubungan dan kerjasama dengan departemen, kementerian negara, instansi terkait, organisasi non pemerintah, lembaga konsumen baik Nasional maupun Internasional dan organisasi masyarakat sipil lainnya serta melakukan kegiatan guna mendorong berkembangnya LPKSM.

Program Komisi

Program Komisi I

Dalam rangka melaksanakan tugas di atas, Komisi I melakukan:

(1). Identifikasi kebijakan pemerintah dan peraturan perundang-undangan yang ditengarai dapat merugikan konsumen.

(2). Penelitian, kajian dan analisis atas peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penyelenggaraan perlindungan konsumen serta memantau implementasi kebijakan tersebut.

(3). Penyusunan program penelitian dan pengkajian atas barang dan/atau jasa yang berkaitan dengan perlindungan konsumen.

(4). Mengidentifikasi pelaksanaan kebijakan pemerintah oleh pelaku usaha yang ternyata merugikan konsumen.

22 Badan Perlindungan Konsumen Nasional

(5). Survei tentang kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa.

(6). Perumusan usulan saran dan pertimbangan kebijakan kepada pemerintah, berdasarkan hasil penelitian dan pengkajian peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.

(7). Perumusan usulan saran dan pertimbangan kebijakan kepada pemerintah, berdasarkan hasil penelitian dan pengkajian atas barang dan/atau jasa yang berkaitan dengan keselamatan konsumen, serta hasil penelitian dan pengkajian tentang kebutuhan konsumen.

(8). Pengkajian/penelitian dapat berasal dari pengamatan BPKN melalui pengkajian isue-isue aktual di masyarakat atau berdasarkan dari hasil pengaduan yang memerlukan pendalaman.

(9). Merencanakan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Komisi I untuk diajukan pada tahun anggaran berikutnya.

(10). Membuat laporan aktivitas Komisi I secara periodik dan disampaikan kepada Ketua BPKN dan Wakil Ketua BPKN.

Program Komisi II

Dalam rangka melaksanakan tugas di atas, Komisi II melakukan:

(1). Penyusunan pengembangan dan pelaksanaan sistem informasi perlindungan konsumen.

(2). Penyusunan strategi dan pelaksanaan sosialisasi, informasi dan edukasi kepada konsumen

(3). Mengkomunikasikan kegiatan pemberian informasi, publikasi dan edukasi tentang perlindungan konsumen kepada masyarakat, atas :

a. Hasil penelitian dan kajian dari komisi I

b. Kegiatan yang telah dirancang Komisi II pada tahun yang sedang berjalan.

c. Hasil penanganan pengaduan/kasus dari komisi III

d. Hasil kegiatan komisi IV dalam rangka perlindungan konsumen nasional dan perannya di kancah internasional.

(4). Merencanakan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Komisi II untuk diajukan pada tahun anggaran berikutnya.

(5). Membuat laporan aktivitas Komisi II secara periodik dan disampaikan kepada Ketua BPKN dan Wakil Ketua BPKN.

Program Komisi III

Dalam rangka melaksanakan tugas di atas, Komisi III melakukan:

(1). Penyusunan konsep/mekanisme SOP pengaduan dan penanganan kasus.

(2). Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen langsung dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen atau pelaku usaha.

Badan Perlindungan Konsumen Nasional 23

(3). Kegiatan menindaklanjuti pengaduan dan penanganan kasus, mengarahkan, merekomendasikan atau mengkoordinasikan untuk diselesaikan oleh BPSK atau LPKSM, atau diteruskan ke komisi I apabila diperlukan kajian lebih lanjut;

(4). Memantau pengaduan tentang perlindungan konsumen yang diterima BPKN sampai terjadinya penyelesaian oleh BPSK atau LPKSM yang bertugas memberikan perlindungan terhadap konsumen.

(5). Penyiapan usulan saran dan pertimbangan kebijakan dalam rangka pengaduan dan penanganan kasus.

(6). Merencanakan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Komisi III untuk diajukan pada tahun anggaran berikutnya.

(7). Membuat laporan aktivitas Komisi III secara periodik dan disampaikan kepada Ketua BPKN dan Wakil Ketua BPKN.

Program Komisi IV

Dalam rangka melaksanakan tugas di atas, Komisi IV melakukan:

(1). Pengembangan kerjasama dengan para pemangku kepentingan dalam upaya perlindungan konsumen seperti BPOM, Depdag, Deperind, Depkes, Deptan, Dephub, DepESDM.

(2). Pengembangan kerjasama dengan lembaga konsumen nasional maupun internasional, asosiasi pelaku usaha serta organisasi sipil lainnya.

(3). Pengembangan kerjasama dengan perguruan tinggi dan para akademisi guna perlindungan konsumen di Indonesia.

(4). Melakukan kerjasama dengan semua lembaga penyelenggara perlindungan konsumen termasuk dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam rangka penyelenggaraan perlindungan konsumen.

(5). Merencanakan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Komisi IV untuk diajukan pada tahun anggaran berikutnya.

(6). Membuat laporan aktivitas Komisi IV secara periodik dan disampaikan kepada Ketua BPKN dan Wakil Ketua BPKN.

Kesekretariatan BPKN

Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas, BPKN dibantu oleh Sekretariat yang dipimpin oleh seorang Sekretaris, yang ditetapkan dan diangkat oleh Ketua BPKN melalui rapat pleno.

Nilai Organisasi BPKN

1. Senantiasa profesional (professional) dalam berfikir dan bertindak dalam melaksanakan tugas organisasi;

2. Mengedepankan rasa empati (empathy) dengan memahami dan berupaya mencarikan penyelesaian masalah;

3. Menghargai (respect) terhadap pendapat orang lain baik dalam organisasi maupun mitra kerja;

4. Memiliki integritas (integrity) terhadap diri sendiri, mitra kerja dan organisasi secara keseluruhan;

5. Mengembangkan daya inovasi (inovatif) dan daya kritis terhadap berbagai isu perlindungan konsumen

6. Mengedepankan kerjasama (team work) tanpa mengabaikan profesionalisme individu

24 Badan Perlindungan Konsumen Nasional

Ke DepanPERAN BPKN

Untuk menghadapi berlakunya perdagangan bebas, ketentuan yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan konsumen terutama berkaitan dengan penguatan pasar dalam negeri, berupa Technical Barrier to Trade

(TBT) antara lain standar, technical regulation dan sanitary and phito sanitary (SPS) perlu diciptakan sebagai upaya untuk melindungi kepentingan

nasional, sepanjang tidak bertentangan dengan kesepakatan Internasional.

4

Badan Perlindungan Konsumen Nasional 25

Perdagangan bebas (Free Trade/Globalisasi) merupakan suatu proses integrasi pasar dari beberapa negara, yang didorong oleh kepentingan yang sama dari sejumlah Negara baik secara bilateral, regional maupun multilateral. Globalisasi akan menjadikan pasar yang terbuka (borderless) dengan menghapus berbagai hambatan, baik tarif maupun non tarif. Akibatnya persaingan antar negara menjadi semakin ketat.

Hal terpenting bagi Indonesia sebagai anggota pada berbagai forum perdagangan internasional baik multilateral, regional maupun bilateral, adalah “pelaksanaan perdagangan bebas ini harus dilakukan secara adil (Fair). Untuk menghadapi berlakunya perdagangan bebas tersebut, ketentuan yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan konsumen terutama berkaitan dengan penguatan pasar dalam negeri, berupa Technical Barrier to Trade (TBT) antara lain standar, technical regulation dan sanitary and phito sanitary (SPS) perlu diciptakan sebagai upaya untuk melindungi kepentingan nasional, sepanjang tidak bertentangan dengan kesepakatan Internasional.

Dalam kaitannya dengan ASEAN-China Free Trade Agreement, tidak dapat dipungkiri bahwa produk-produk RRT akan banyak menyerbu Indonesia. Jenis produk yang dibuat oleh industri di RRT pada dasarnya merupakan produk yang hampir sama dengan jenis atau ragam hasil produksi Indonesia, yang tentunya hal ini akan menjadikan persaingan di antara produk-produk tersebut. Dengan produksi masal dan serangkaian fasilitas pemerintahnya, harga barang-barang RRT akan menjadi lebih rendah, sehingga hal ini akan menjadi pesaing utama produk Indonesia di pasar dalam negeri.

Dari sisi perlindungan konsumen, BPKN mendorong pemerintah agar konsumen memperoleh barang dengan kualitas yang baik melalui instrument SNI, regulasi teknis, SPS serta penyusunan berbagai “smart regulation”, dibarengi dengan pengawasan pra-

pasar (Bea dan Cukai di Entry Gate atau pengawasan di tempat produksi dalam rangka sertifikasi) dan paska pasar (peredaran barang di pasar). Diharapkan ketentuan-ketentuan tersebut dapat menyaring produk impor yang tidak memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan.

Dengan demikian, BPKN diharapkan dapat terus menyuarakan kepentingan konsumen nasional dalam setiap penyusunan kebijakan yang terkait dengan standar produk, regulasi teknis, kemetrologian, penyelesaian sengketa konsumen lintas Negara dan pertukaran informasi perlindungan konsumen di tingkat international.

Untuk itu, Dalam rangka mempertajam perannya dalam menghasilkan rekomendasi kebijakan perlindungan konsumen yang komprehensif, sinergis, aplikatif dan berkelanjutan, ke depan BPKN berupaya untuk:

1. Menjadi koordinator penyelenggaraan perlindungan konsumen antar para pihak terkait (stakeholders)

Menyikapi dinamika perlindungan konsumen global, BPKN berupaya menjadi koordinator dan menjalin kerjasama dalam rangka mengantisipasi dampak, menyamakan persepsi dan langkah antar para pihak terkait (stakeholders), yaitu dengan lembaga pembentuk, pelaksana dan pengawas kebijakan; kelompok konsumen; asosiasi pelaku usaha; aparat penegak hukum; forum lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) di daerah.

2. Menjadi jembatan bagi penyelesaian permasalahan perlindungan konsumen yang sulit mendapatkan titik temu

Dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, masih terdapat perbedaan pandangan yang berpotensi menyebabkan perselisihan atau kerugian antar para pihak.

26 Badan Perlindungan Konsumen Nasional

Untuk itu, BPKN mencoba berperan sebagai jembatan yang mampu membangun kembali kredibilitas dan kepercayaan konsumen akan pembangunan iklim perekonomian yang dinamis dan sehat.

3. Menjadi upaya terakhir (last resort) bila tak ada lembaga yang menjawab

Mengingat semakin luasnya transaksi lintas batas barang dan jasa yang belum memiliki payung hukum perlindungan konsumen, BPKN berperan sebagai lembaga terakhir (last resort) yang memberikan fasilitasi, saran dan pertimbangan yang konstruktif melalui analisa mendalam dan dialog dengan para pihak terkait.

4. Melanjutkan kembali program dan kegiatan BPKN secara berkesinambungan

Berbagai program dan kegiatan BPKN yang telah dijalankan pada periode 2004 – 2007 termasuk pada era transisi 2008 - 2009 bertujuan untuk memperkuat penyelenggaraan perlindungan konsumen yang berkelanjutan, sehingga tetap akan menjadi bahan dasar bagi kesinambungan program dan kegiatan pada periode selanjutnya.

program dan kegiatan BPKN yang telah dijalankan pada

periode 2004 – 2007 termasuk pada era transisi 2008 - 2009 bertujuan untuk memperkuat

penyelenggaraan perlindungan konsumen yang berkelanjutan, sehingga tetap akan menjadi

bahan dasar bagi kesinambungan program dan kegiatan pada

periode selanjutnya.

Badan Perlindungan Konsumen Nasional 27

Rencana Strategis Kebijakan Perlindungan Konsumen Indonesia Periode 2009 – 2012 menjadi acuan utama dalam melaksanakan program dan kegiatan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Rencana Strategis BPKN ini dituangkan dan melekat dalam Rencana Strategis Kementerian Perdagangan Periode 2010 – 2014 mengingat sumber pendanaan BPKN masih melekat di Kementerian Perdagangan.

Lingkup kegiatan perlindungan konsumen sangatlah luas, terkait dengan jumlah konsumen di Indonesia yang harus dilindungi dan luasnya jenis kegiatan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen, serta banyaknya jenis produk yang harus diawasi. Hal ini masih dianggap permasalahan karena upaya perlindungan konsumen dan pengamanan pasar dalam negeri belum dilaksanakan secara optimal.

Semakin terbukanya Indonesia dalam globalisasi mengakibatkan semakin beragamnya produk yang ditawarkan kepada konsumen, sehingga permasalahan pengawasan barang pun menjadi semakin kompleks. Sebagai antisipasi semakin terintegrasinya pasar dalam negeri ke dalam pasar global, maka perlu optimasi tindakan perlindungan konsumen. Jenis kegiatan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen meliputi aspek metrologi, pengamanan pasar dalam negeri, standardisasi, pengawasan barang beredar, pengujian mutu, sampai kepada penanganan kasus dan pengaduan konsumen.

Rencana strategis BPKN ini dibuat berdasarkan analisis terhadap kekuatan dan potensi yang dimiliki serta tantangan dan permasalahan yang dihadapi, sehingga diharapkan dapat diimplementasikan secara komprehensif, optimis dan berkesinambungan.

Indikator meningkatnya kinerja BPKN di dalam Rencana Strategis BPKN Periode 2009 – 2012 adalah:

1. Jumlah rekomendasi kebijakan dan bahan pertimbangan kepada pemerintah

2. Persentase masyarakat yang memahami perlindungan konsumen

3. Persentase kajian dan telaahan yang dipublikasikan

4. Persentase isu pengaduan yang ditangani

5. Jumlah supervisi kepada LPKSM dalam aspek pengawasan barang dan advokasi konsumen

6. Jumlah, jenis dan pemutakhiran informasi perlindungan konsumen

7. Jumlah kegiatan fasilitasi, pelatihan dan edukasi serta penyebaran informasi perlindungan konsumen.

Rencana Strategis Kebijakan Perlindungan Konsumen Indonesia Periode 2009 – 2012 menjadi acuan utama dalam melaksanakan program dan kegiatan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Rencana Strategis BPKN ini dituangkan dan melekat dalam Rencana Strategis Kementerian Perdagangan Periode 2010 – 2014.

28 Badan Perlindungan Konsumen Nasional

Sebagai salah satu pionir perlindungan konsumen di Indonesia, wanita kelahiran Pekanbaru ini sudah aktif di YLKI mulai Tahun 1977 dan pernah menjadi ketua pengurus harian YLKI pada 1996-1999. Tini juga banyak aktif di lembaga-lembaga swadaya masyarakat lainnya, antara lain: Walhi (lingkungan), Yapika, YKP, serta CRP (Community Recovery Program). Tahun 2005-2007, Tini juga menjadi anggota Divisi Pembinaan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Setelah menjadi Wakil Ketua BPKN diperiode pertama (2004-2007), Tini kembali terpilih menjadi Anggota BPKN periode II dan dipercaya untuk memimpin BPKN periode 2009-2012.

Suarhatini Hadad Ketua

Prof. Dr. Johannes Gunawan, SH., LL.M Anggota

Lahir di Pariaman, Sumatra Barat, 30 Juli, pria yang berpengalaman sebagai Financial Auditor, Business & Management Consultant dan Appraisal Consultant ini sejak tahun 1978 aktif sebagai Dosen Tetap di Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti, Jakarta. Disamping itu, Chairulhadi juga menjabat sebagai anggota ISEI Komisariat Universitas Trisakti dan juga pernah bergabung di INKINDO Jaya, HIPMI Jaya, Kadin Pusat, Kosgoro. Saat ini ia duduk sebagai Anggota BPKN dari unsur akademisi.

Chairulhadi, M. Anik

Koordinator Komisi Penelitian dan Pengembangan

Pria kelahiran Padang, 9 November lulusan Plastic Instituet South Bank Polytechnic, UK, ini sejak tahun 2001 dipercaya sebagai Direktur PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Tahun 2000, ia juga duduk sebagai Ketua Umum Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia, dan sebagai Ketua Komite Tetap Ketahanan Pangan Kadin di tahun 2008. Selain menjadi anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional periode 2009-2012 yang berasal dari unsur pelaku usaha, saat ini ia dipercaya untuk menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.

Franciscus WelirangWakil Ketua

Sarjana Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Institut Pertanian Bogor, kelahiran 24 Mei ini menjadi Sekretaris Tim Pembahas RUU Perlindungan Konsumen pada tahun 1998. Bekerja di Kementerian Perdagangan terakhir sebagai Staf Ahli Menteri Perdagangan Bidang Perdagangan Kecil dan Menengah hingga tahun 2008. Pada keanggotaan BPKN periode tahun 2004-2007, Eni menjabat sebagai Ketua Komisi Sosialisasi, Edukasi dan Pengaduan. Saat ini dipercaya kembali menjadi Koordinator Komisi Penelitian dan Pengembangan BPKN pada kepengurusan periode tahun 2009-2012.

Ir. Eni Suhaeni Bakri

Anggota

Pria yang sedang menjabat sebagai Anggota Dewan Pendidikan Tinggi, Ditjen Dikti Depdiknas ini, lahir di Bandung 12 November. Selain masih menjabat sebagai Anggota Senat Universitas Parahyangan, lulusan Doktor Vrije Universiteit Amsterdam ini dipercaya duduk sebagai Anggota BPKN dari unsur akademisi.

Apa dan Siapa

Badan Perlindungan Konsumen Nasional 29

Menjabat sebagai Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) dan berpengalaman sebagai Business Development di PT Aneka Maju Terus, pria kelahiran Jambi 5 Mei, lulusan Teknik Arsitektur Institut Teknologi Indonesia ini ditunjuk sebagai Anggota BPKN dari unsur pelaku usaha.

Ir. Tutum Rahanta Lie

Anggota

Memperoleh gelar Magister Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dengan penelitian ilmiah tentang Tingkat Kemandirian Konsumen, wanita kelahiran 21 Agustus ini pernah menjabat sebagai Direktur Perlindungan Konsumen selama kurang lebih 2,5 tahun hingga tahun 2007. Srie telah menerima penghargaan Satya Lencana Karya Satya X dan XX. Usai bertugas sebagai Kepala Pusat Dagang Kecil dan Menengah, sejak tahun 2010 hingga saat ini ia menjabat sebagai Direktur Pemberdayaan Konsumen Kementerian Perdagangan. Ia dipercaya untuk mengemban amanah sebagai Koordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN.

Srie Agustina, ME Koordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi

Anggota

Wanita mantan Anggota DPR selama tiga periode berturut-turut ini dikenal sebagai pekerja sosial sejak tahun 1960-an. Aisyah, kelahiran Jombang, Jatim, 6 Juni, yang terakhir kali menjabat sebagai anggota DPR di Komisi 9 untuk periode masa bakti 2004 - 2009 aktif sebagai Ketua Yayasan Dana Bantuan dan Anggota Dewan Penasehat Majelis Ulama Indonesia. Kini, ia dipercaya untuk menjadi Anggota BPKN dari unsur Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.

Hj. Aisyah Hamid Baidlowi

Anggota

Prof. Dr. H. Edy Suandi Hamid, M.Ec

Menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia, Ketua Umum Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Islam Swasta (BKS PTIS) se-Indonesia, dan Wakil Ketua Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI). Pria kelahiran Tanjung Enim, 11 Desember, lulusan Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada ini, duduk sebagai Anggota BPKN dari unsur akademisi.

AnggotaProf.Dr. Andi Sofyan,SH.,MH

Pria kelahiran Bonelohe, Selayar, 5 Januari ini, adalah lulusan Universitas Hassanudin Ilmu Hukum yang telah dianugerahi penghargaan Satyalancana Karya Satya 10 tahun dan pernah menduduki posisi sebagai Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Makassar pada tahun 2002-2007. Andi adalah Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat di Makasar. Kini ia dipercaya untuk mewakili unsur akademisi dalam keanggotaan BPKN.

BPKN2009-2012

30 Badan Perlindungan Konsumen Nasional

Anggota

Dilahirkan di Yogyakarta, 13 Mei 1968, Yusuf adalah Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas YARSI Jakarta sejak 1992 hingga saat ini dengan Jabatan Akademik terakhir Lektor dengan mengajar mata kuliah hukum perlindungan konsumen, tindak pidana ekonomi dan hukum acara pidana sejak tahun 1993. Beberapa buku Hukum Perlindungan Konsumen telah ditulisnya. Ia diangkat sebagai Pengacara/Advokat sejak 1993 dan hingga kini masih tercatat sebagai advokat anggota Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI). Disamping itu ia juga pernah dipercaya menjabat Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI tahun 1992.

E. Shobirin Nadj.

Anggota

Wanita penyandang gelar Master di bidang Manajemen Publik Universitas Carnegie Mellon, Pittsburgh, USA, kelahiran Ungaran, 25 September ini memiliki pengalaman kerja dan organisasi yang cukup lama di lingkup Lembaga Swadaya Masyarakat, khususnya di bidang perlindungan konsumen. Ia adalah salah satu pendiri Institute for Global Justice (IGJ) dan kini dipercaya untuk bergabung sebagai anggota dari unsur Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat dalam kepengurusan BPKN.

Dra. Indah Suksmaningsih, MPM Anggota

Pria kelahiran Pati 15 Februari ini, selain menjabat sebagai Staf Ahli Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Semarang, ia juga merupakan salah satu anggota dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Semarang. Kini ia juga dipercaya untuk menduduki jabatan sebagai Anggota dari unsur Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat dalam kepengurusan BPKN.

Drs. H. Gunarto, M.MKoordinator Komisi Pengaduan & Penanganan Kasus

Pernah menjabat sebagai Direktur Swamedia Research & Communication (SRC), Jakarta dan Wakil Direktur Bidang Penelitian & Program Demokrasi LP3ES sejak tahun 1999, pria lulusan jurusan filsafat IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta dan Sekolah Ilmu Sosial (SIS) Jakarta, kelahiran Garut, 16 Juni 1957 ini, dipercaya duduk sebagai Anggota dalam kepengurusan BPKN.

Yusuf Shofie, SH.,MH

Anggota

Lahir di Surakarta, tanggal 20 April, lulusan Teknik Sipil Universitas Diponegoro, Semarang ini, menjabat sebagai: CEO Senayan City, Presiden Direktur Menara Jakarta dan juga Komisaris Independen Alfa Retailindo. Selain itu ia juga aktif di beberapa organisasi antara lain: KADIN Indonesia sebagai Ketua Komite Tetap Pengembangan & Pemasaran Produk , Wakil Sekretaris Umum APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia), Dewan Pembina ASPARINDO (Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia) dan lain-lain. Saat ini ia dipercaya sebagai Anggota dari unsur pelaku usaha pada kepengurusan BPKN.

Ir. Handaka Santosa

Apa dan Siapa

Badan Perlindungan Konsumen Nasional 31

Pengarang buku berjudul ”SOSIOLOGI PENGETAHUAN DEFORESTASI”, kelahiran Talang Padang ini memiliki gelar Doktor dari Fakultas ISIPOL UGM. Kini ia dipercaya mewakili unsur akademisi dalam keanggotaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional.

Prof. Dr. Ir. H. San Afri Awang, M.Sc Anggota

Pria kelahiran Bangka Belitung pada 18 Nopember 1942 adalah mantan pejabat tinggi di Sekretariat Negara, Kementerian Perhubungan, Kantor Menko Prodis dan Kantor Menko Ekuin yang menyandang penghargaan Bintang Jasa Utama Republik Indonesia. Ichjar yang merupakan lulusan perguruan tinggi dari berbagai disiplin ilmu ini dipercaya menjadi anggota BPKN mewakili unsur Akademisi.

Dr. Ir. Ichjar Musa, SE.,MM.,M.H

Koordinator Komisi Kerjasama

Rifana, lulusan University of Bridgeport, Connecticut, USA jurusan International Business Management ini aktif sebagai auditor sistem mutu dan auditor mutu produk pada beberapa lembaga sistem mutu dan lembaga sertifikasi produk. Saat ini, wanita yang pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri serta Direktur Jenderal KPI dipercaya duduk sebagai Koordinator Komisi Kerjasama BPKN.

Ir. Rifana Erni, M.B.A

Anggota

Pria kelahiran Jakarta, 10 Februari, yang menjabat sebagai Direktur utama PT. Sumajaya dan Komisaris Utama PT. Nusa Jaya Makmur Persada ini dipercaya untuk mengemban amanah sebagai Anggota BPKN mewakili unsur pelaku usaha.

H.M Yamin Ferryanto, SE., MBA. Anggota

BPKN2009-2012

BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL

MembangunKesetaraan dan

Keadilanwww.bpkn.go.id

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)

Gedung I - Kementerian Perdagangan RI Lt. 11Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5

Jakarta 10110

Telp. (021) 34833819Fax. (021) 3458867

[email protected]

REPUBLIK INDONESIA

BPKN