memaknai pengembangan model

6
Apakah Pengembangan Model itu? (Bagian Dua - Akhir) Oleh: Edy Hardiyanto 12 Salah satu tugas yang menjadi kebanggaan Pamong Belajar (PB) adalah pengembangan model. Dari PB yang lebih awal menekuni tugas ini, banyak dilihat bagaimana dan proses sebuah model dikembangkan, dibangun dan dikonstruksikan, meskipun banyak dari mereka lebih mengutamakan bentuk narasi. Bahkan hingga kini, bentuk narasi ini menjadi determinan penting untuk menyebutkan hasil kerja PB adalah pengembangan model. Sekurang-kurangnya model seperti ini ditemukan 1 Disampaikan untuk Workshop Peningkatan Kompetensi Pamong Belajar di Kabupaten Bandung, Selasa, 22 Januari 2013 2 Tanggapan dan komentar atas artikel ini dapat disampaikan melalui email: [email protected] 1/4 Contoh hasil model berpikir

Upload: e-hardiyanto

Post on 22-Jun-2015

311 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Model thinking adalah alternatif lain dalam mengembangkan model bagi PNF yang dikenal selama ini

TRANSCRIPT

Page 1: Memaknai Pengembangan Model

Apakah Pengembangan Model itu? (Bagian Dua - Akhir)

Oleh: Edy Hardiyanto12

Salah satu tugas yang

menjadi kebanggaan Pamong

Belajar (PB) adalah

pengembangan model. Dari

PB yang lebih awal menekuni

tugas ini, banyak dilihat

bagaimana dan proses sebuah

model dikembangkan,

dibangun dan

dikonstruksikan, meskipun

banyak dari mereka lebih mengutamakan bentuk narasi. Bahkan hingga kini,

bentuk narasi ini menjadi determinan penting untuk menyebutkan hasil kerja PB

adalah pengembangan model. Sekurang-kurangnya model seperti ini ditemukan di

salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat di bidang Pengembangan

Pendidikan Nonformal dan Informal.

Secara umum, bentuk yang menjadi acuan model Pendidikan Nonformal adalah

program pembelajaran, alat pembelajaran, dan pengelolaan pembelajaran sebagai

mana Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 mengenai Pengaturan dan

1 Disampaikan untuk Workshop Peningkatan Kompetensi Pamong Belajar di Kabupaten Bandung, Selasa, 22 Januari 2013

2 Tanggapan dan komentar atas artikel ini dapat disampaikan melalui email: [email protected]

1/4

Contoh hasil model berpikir (dok. Pribadi)

Page 2: Memaknai Pengembangan Model

Pengelolaan Pendidikan. Tugas mengembangkan model ini pun tidak dimiliki

oleh pendidik lain yaitu tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai

konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, bahkan guru,

serta dosen yang lebih dahulu menikmati tunjangan profesi (PP 17/2010, pasal

171) tidak memiliki tanggung jawab untuk susah payah mengembangkan model.

Dari hari ke hari, persoalan bentuk model ini tidak pernah selesai termasuk belum

menjadi core business yang turut menegakkan kewibawaan dan kebanggaan

seorang PB. Sejak lima tahun terakhir upaya untuk mengarahkan rancang bangun

model ini dilakukan dengan melibatkan Pusat Penelitian, Kebijakan dan Inovasi

Pendidikan (Puslijaknov) Kementrian Pendidikan. Alih-alih urusan menjadi

gampang dan mudah, ternyata model yang ditangani PB semakin bertambah

kompleks dan tidak memiliki ujung. Hal ini lebih diakibatkan oleh intervensi

stake holder dan kelembagaan tempat PB bernaung. Sebut saja contoh model ini

adalah Pengelolaan Desa PNF, Penyelenggaraan Desa Vokasi, hingga Pelatihan

Kursus Para Profesi Luar Negeri (KPP-LN) bidang Penata Laksana Rumah

Tangga (PLRT).

Pengertian umum model dapat dilihat sebagai a small object, usually built to

scale, that represents in detail another, often larger object – obyek kecil yang

biasanya mewakili obyek lain yang lebih besar. Dalam batasan teknis, model

seperti ini dapat dijumpai berbentuk maket gedung, prototype pesawat terbang,

termasuk sample product. Apabila PP 17/2010 tidak menyediakan penjelasan

yang memuaskan, maka saya memberanikan diri melalui tulisan ini untuk

2/4

Page 3: Memaknai Pengembangan Model

memasuki ranah System Thinking. Sebagai salah satu upaya menegaskan tugas

dan tanggung jawab ‘unik’ PB yaitu mengembangkan model.

Lalu seperti apa, bentuk hasil pengembangan model PB yang lebih baik?

Bagi kebanyakan PB dan sebagian alumni jurusan Pendidikan Luar Sekolah di

Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan sudah jenuh dengan kajian dan mata kuliah Analisis Sistem

(AS). Kemudian selama interaksi dalam pekerjaan di kemudian hari

diperkenalkan Analisis Strength Weakness Opportunity and Treat (SWOT).

Kedua strategi analisis dalam menetapkan masalah yang berkenaan dengan model

PNF, ternyata masih bahkan teramat jauh untuk dikatakan mumpuni dalam

memetakan masalah awal. Diketahui, bahwa pemetaan masalah ini sangat

menentukan konstruksi dari model itu sendiri sebagai sebuah situasi yang

menawarkan alternatif pemecahan masalah di lingkungan penyelenggaraan PNF.

Hingga sejauh ini, banyak pengembangan model PB menggunakan dua strategi;

AS dan SWOT untuk mengkaji masalah dan solusi yang ditunjukkan oleh model

sekalipun berupa model pembelajaran semata. Padahal kedua strategi itu tidak

didasarkan pada pijakan menurut perspektif tertentu yang membantu memperjelas

dan mendudukkan model dalam konstelasi dan relasi lebih luas. Perspektif yang

dibangun melalui System Thinking dan perkembangan metodologi terakhir seperti

Outcome Mapping memang masih langka dibicarakan dan belum menjadikan

pijakan PB dalam mengembangkan model. Padahal kedua metodolodi terakhir ini

menjadi kerangka pikir perencana perubahan yang dinamakan perekayasa.

3/4

Page 4: Memaknai Pengembangan Model

Memang para perekayasa ini banyak berpendidikan teknologi dibandingkan PB

yang berpendidikan sosial, namun kedua ilmu tersebut sudah bersinergi menjadi

sosio teknologi. Sinergitas kedua ilmu yang tadinya berseberangan telah

melahirkan bentuk rekayasa sosial selain intervensi sosial yang juga menjadi

muara sebuah model PB.

Akan menjadi tantangan paling berat dan riil ke depan jika PB hendak

mengibarkan bendera profesional secara murni, sementara bekal keilmuan yang

ada masih sederhana lalu ingin disejajarkan dengan pekerjaan profesi lain. Untuk

mengembangkan model saja, PB masih harus melalui batu ujian sebelum

dianggap berwenang mengatasnamakan professional dalam bidang pengembangan

model sejajar dengan Social Planner lain.

Proyeksi tantangan PB yang profesional terutama dalam penguasaan keilmuan

seperti tulisan saya ini mungkin tidak menjadi sentuhan profesionalisme melalui

sertifikasi kompetensi apalagi jika yang diperjuangkan adalah kehendak untuk

memperoleh persamaan hak tunjangan profesi yang diterima guru dan dosen.

----- Terima Kasih dan Sampai Jumpa -----

4/4