memahami urgensi keterampilan belajar dalam pendidikan

9
MEMAHAMI URGENSI KETERAMPILAN BELAJAR DALAM PENDIDIKAN Oleh: Iqbal Fahri, Kepala SMP Daar el-Salam, Gunungputri, Bogor Pengantar Aktivitas belajar merupakan aktivitas utama yang menjadi fokus dari proses pendidikan—yang walaupun—istilah pendidikan sendiri didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai kalangan dan telah banyak dipengaruhi pandangan dunianya (weltanschauung) masing-masing—namun pada dasarnya, semua pandangan yang berbeda tentang belajar dalam proses pendidikan tersebut—bertemu dalam semacam kesimpulan awal, bahwa pendidikan adalah suatu proses penyiapan generasi muda melalui pembelajaran untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien. Dalam konteks ini, pendidikan dilihat sebagai sebuah proses yang lebih daripada sekedar pengajaran; dimana yang terakhir ini dapat dikatakan sebagai suatu proses transfer pengetahuan belaka, bukan transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya. Dengan demikian pengajaran lebih berorientasi pada pembentukan para spesialis yang terkurung dalam ruang spesialisasinya yang sempit, yang perhatian dan minatnya lebih bersifat teknis. Di pihak lain—terkait dengan konteks pernyataan di atas—Azyumardi Azra (2002: 3) menganalisis bahwa pendidikan yang berlangsung dalam suatu schooling system cenderung terjebak menjadi suatu proses transfer pengetahuan dan keahlian dalam tekno struktur yang ada. Akibatnya pendidikan—atau lebih jelasnya pengajaran—kemudian menjadi suatu komoditi belaka dengan berbagai implikasinya terhadap kehidupan pribadi seseorang dan kehidupan sosial kemasyarakatan. Dalam dunia pendidikan dikenal tiga ranah yang perlu dikuasai, ditingkatkan, dan dikembangkan anak selama bersekolah, yaitu kognitif (berkaitan dengan pengetahuan), psikomotor (berkaitan dengan keterampilan), dan afektif (berkaitan dengan

Upload: iqbal-fahri-abu-akif

Post on 21-Jun-2015

2.151 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Menguraikan tentang urgensi, pengertian, dan tujuan keterampilan belajar dalam peningkatan prestasi belajar siswa.

TRANSCRIPT

Page 1: Memahami Urgensi Keterampilan Belajar Dalam Pendidikan

MEMAHAMI URGENSI KETERAMPILAN BELAJAR DALAM PENDIDIKAN

Oleh: Iqbal Fahri, Kepala SMP Daar el-Salam, Gunungputri, Bogor

Pengantar

Aktivitas belajar merupakan aktivitas utama yang menjadi fokus dari proses pendidikan—yang walaupun—istilah pendidikan sendiri didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai kalangan dan telah banyak dipengaruhi pandangan dunianya (weltanschauung) masing-masing—namun pada dasarnya, semua pandangan yang berbeda tentang belajar dalam proses pendidikan tersebut—bertemu dalam semacam kesimpulan awal, bahwa pendidikan adalah suatu proses penyiapan generasi muda melalui pembelajaran untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien.

Dalam konteks ini, pendidikan dilihat sebagai sebuah proses yang lebih daripada sekedar pengajaran; dimana yang terakhir ini dapat dikatakan sebagai suatu proses transfer pengetahuan belaka, bukan transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya. Dengan demikian pengajaran lebih berorientasi pada pembentukan para spesialis yang terkurung dalam ruang spesialisasinya yang sempit, yang perhatian dan minatnya lebih bersifat teknis. Di pihak lain—terkait dengan konteks pernyataan di atas—Azyumardi Azra (2002: 3) menganalisis bahwa pendidikan yang berlangsung dalam suatu schooling system cenderung terjebak menjadi suatu proses transfer pengetahuan dan keahlian dalam tekno struktur yang ada. Akibatnya pendidikan—atau lebih jelasnya pengajaran—kemudian menjadi suatu komoditi belaka dengan berbagai implikasinya terhadap kehidupan pribadi seseorang dan kehidupan sosial kemasyarakatan.

Dalam dunia pendidikan dikenal tiga ranah yang perlu dikuasai, ditingkatkan, dan dikembangkan anak selama bersekolah, yaitu kognitif (berkaitan dengan pengetahuan), psikomotor (berkaitan dengan keterampilan), dan afektif (berkaitan dengan sikap dan nilai). Penguasaan ranah kognitif yang mencapai tingkat 'keyakinan' (believe) akan mengendalikan perilaku dan kebiasaan individu sehari-hari sehingga mampu meningkatkan kecakapan hidup (life skill) dan menumbuhkan sikap positif. Para ahli pendidikan sependapat bahwa, untuk meningkatkan penguasaan ranah kognitif ternyata dipengaruhi oleh kepemilikan unsur meta-kognitif, yang salah satunya berkaitan dengan 'keterampilan belajar' atau 'belajar cara belajar’ (learn how to learn). Kadangkala, kita sering terjebak pada tujuan anak bersekolah. Seolah-olah tujuan akhir anak bersekolah adalah hanya untuk memahami sepenggal materi dari beberapa mata pelajaran. Padahal, realita kehidupan anak sering tidak berkaitan langsung dengan materi yang dipelajari di sekolah. Akibatnya, apa yang dipelajari di sekolah merupakan pengetahuan yang terisolasi (isolated knowledge) dari apa yang sudah diketahui anak sebelumnya, dan terisolasi dari permasalahan yang ada di sekitar anak. Akhirnya, apa yang diperoleh dari sekolah tidak membantu kehidupan sehari-hari anak.

Terkait dengan konteks tersebut, pengembangan keterampilan belajar dari setiap siswa sebenarnya menjadi salah satu alternatif solusi, namun sistem pendidikan, kompetensi guru, ataupun kebijakan lembaga yang hanya menitikberatkan pada “penguatan” basic skill—kurang

Page 2: Memahami Urgensi Keterampilan Belajar Dalam Pendidikan

atau bahkan tidak memberikan kesempatan yang memadai bagi para peserta didik untuk mengembangkan keterampilan belajar yang benar-benar dapat membantu mereka untuk memahami berbagai materi pelajaran yang diikutinya. Sehingga pada akhirnya—peserta didik tersebut menjadi kurang adaptif dan kreatif ketika berhadapan dengan berbagai dimensi lain di luar materi yang dipelajarinya di lembaga pendidikan formal.

Lebih jauh lagi, kurangnya penguasaan terhadap keterampilan belajar ini akan menghasilkan dampak yang kurang baik dalam pengembangan intelektualitas, kemampuan analisis ataupun kemampuan mengelola waktu ketika individu-individu tersebut ke luar dari dunia pendidikan. Dalam konteks ini konsepsi learning how to learn memberikan satu perspektif lain dimana belajar bukan lagi sebagai bentuk aktivitas rutin yang hanya didapatkan dalam lingkup kelembagaan formal saja, akan tetapi merupakan aktivitas yang berlanjut dalam sebuah proses latihan seumur hidup (life long education). Jerold W. Apps (1978: 1) dalam hal ini mengatakan bahwa “The underlying assumption of learning how to learn is that you, the learner, have the ability and the responsibility for planning much of your own learning in all aspects of your life . Dengan kata lain keterampilan belajar yang dimaksudkan dalam konsepsi learning how to learn ini mencakup penguasaan dan pelatihan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik sekaligus.

Keterampilan belajar dalam hal ini merupakan hal yang paling esensial untuk dikembangkan dalam setiap tahap pendidikan. Hal ini sendiri didasari oleh beberapa alasan penting lainnya, antara lain:

Pertama, belajar merupakan sebuah aktivitas yang terus menerus dilakukan oleh setiap individu baik dari semenjak ia lahir ataupun menjelang akhir kehidupannya, dimana yang menjadi landasan fundamental dalam belajar adalah bahwa “to live is to learn, it’s not a task but a way to be in the world” (Robinson, 1979) . Dalam konteks ini aktivitas belajar dapat dikatakan sebagai sebuah proses tanpa henti yang terus dilakukan untuk mendapatkan (acquiring) berbagai keahlian (skills) yang diperlukan bagi setiap individu dalam segala aspek kehidupannya. Dan khususnya bagi para peserta didik keterampilan belajar menjadi sangat penting ketika dihadapkan dalam konteks realita dunia pendidikan ataupun dalam interaksi sosial.

Kedua, belajar dalam perspektif ini dilihat sebagai suatu proses latihan yang berkesinambungan dan bukan sebagai aktivitas rutin biasa, dimana dalam keseharian seorang individu, proses ini terkait erat dengan berbagai aspek kehidupan yang dijalaninya. Dalam learning how to learn, semua panca indera yang dimiliki oleh setiap individu merupakan alat untuk belajar—namun keterampilan mendengar, membaca, menulis tersebut harus dilatih menjadi suatu “set” keterampilan belajar yang memadai dan mampu mendukung proses pembelajaran dalam menguasai materi yang dipelajari (Knowles, 1975) dan (Bergevin, 1967).

Ketiga, konsepsi long life education merupakan salah satu rujukan dan panduan utama dalam konsep learning how to learn, dimana setiap individu diarahkan agar mampu menjadi seorang autonomous learner (pembelajar mandiri) yang dapat mengarahkan dirinya (self directed learning) dalam mempelajari berbagai keahlian dan keterampilan yang diperlukan baik untuk keperluan belajar di jalur pendidikan formal (institutional learning), dalam kelompok (collaborative learning) atau untuk dirinya sendiri di berbagai aspek kehidupan. Dalam

Page 3: Memahami Urgensi Keterampilan Belajar Dalam Pendidikan

perspektif ini belajar merupakan self-seen-as-learner role yang merupakan komponen esensial dalam learning how to learn (Brundage and MacKreacher, 1980: 35).

Keempat, proses pelatihan keterampilan belajar dalam konsep learning how to learn tidak terfokus hanya pada pengembangan aspek kognitif saja, akan tetapi juga menyangkut pelatihan aspek afektif (menghadapi kecemasan dan kegelisahan) dan juga psikomotorik (koordinasi mata dengan tangan, telinga dengan tangan dan lainnya). Dalam konteks ini, learning how to learn bukan diarahkan pada proses pelatihan untuk menciptakan manusia-manusia robot, akan tetapi untuk menghasilkan individu-individu yang mampu belajar dan mengarahkan dirinya sendiri (self directed learner). Belajar dalam konteks ini mempunyai sisi intuitif dimana ilmu dan pengetahuan bisa didapatkan dari dalam diri kita sendiri, baik dalam bentuk insight, proses kreatif ataupun intuisi (Ferguson, 1980: 290).

Kelima, belajar melibatkan proses perubahan dimana sesuatu didapatkan dan sesuatu yang lainnya dihilangkan—dalam konteks learning how to learn ini yang menjadi fokus utama adalah reorientasi belajar terutama dalam konteks nilai dan persepsi diri. Dengan kata lain melibatkan proses transformasi persepsi belajar (Mezirow, 1978) dalam berbagai hal, baik keahlian belajar dalam basic skills (membaca, menulis dan mendengar) ataupun dalam menangani rasa takut dan kecemasan (Taylor, 1980: 193) . Transformasi ini—lanjut Taylor—tidak hanya melatih kemampuan kognitif saja akan tetapi juga meliputi domain afektif dan psikomotorik dari setiap orang.

Reorientasi arah dan tujuan belajar dalam hal ini—termasuk didalamnya— adalah dengan merubah paradigma bahwa proses pembelajaran bukan hanya merupakan tugas dari lembaga pendidikan saja—baik secara formal ataupun informal. Dalam konteks ini konteks nilai dan persepsi diri dari setiap orang yang terlibat dalam proses pembelajaran (diri, orang lain, dan lingkungan) pun harus berubah. Hal ini disebabkan karena pentingnya memahami proses belajar sebagai sebuah proses yang berkesinambungan dan tidak terpisah satu sama lain—dimana arah, tujuan, cara dan fokus dari belajar diarahkan oleh individu yang mengalaminya sendiri (independent and self-directed learning).

Singkat kata, keterampilan belajar merupakan keahlian yang didapatkan (acquired skills) oleh seorang individu melalui proses latihan yang berkesinambungan dan mencakup aspek optimalisasi cara-cara belajar baik dalam domain kognitif, afektif ataupun psikomotorik. Namun demikian—komponen utama latihan keterampilan belajar dalam konsepsi learning how to learn ini difokuskan pada individu itu sendiri sebagai learner, sehingga setiap individu dilatih untuk mengembangkan gaya dan karakteristik belajarnya sendiri—dan bukan “dipaksa” untuk mengikuti gaya belajar yang one size fits for all (satu cara yang sama untuk semua orang).

Pengertian

Keterampilan belajar merupakan keahlian yang didapatkan (acquired skills) oleh seorang individu melalui proses latihan yang berkesinambungan dan mencakup aspek optimalisasi cara-cara belajar baik dalam domain kognitif, afektif ataupun psikomotorik. Namun demikian—komponen utama latihan keterampilan belajar dalam konsepsi learning how to learn difokuskan pada individu itu sendiri sebagai learner, sehingga setiap individu dilatih untuk mengembangkan

Page 4: Memahami Urgensi Keterampilan Belajar Dalam Pendidikan

gaya dan karakteristik belajarnya sendiri—dan bukan “dipaksa” untuk mengikuti gaya belajar yang one size fits for all (satu cara yang sama untuk semua orang).

Secara umum keterampilan belajar menitikberatkan pada strategi pembelajaran untuk membantu peserta didik menjadi lebih baik dan lebih mandiri dalam belajar. Peserta didik akan belajar bagaimana mengembangkan dan menerapkan belajar, keterampilan manajemen pribadi, dan interpersonal dan keterampilan kerja sama tim untuk meningkatkan pembelajaran dan prestasi di sekolah. Program pembelajaran ini membantu siswa untuk membangun kepercayaan diri dan motivasi untuk mengejar peluang untuk sukses di sekolah menengah dan jenjang pendidikan selanjutnya.

Merujuk pada pengertian keterampilan belajar itu, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat keterampilan belajar meliputi empat unsur utama yaitu:

1. Transformasi persepsi belajar dalam berbagai hal guna meningkatkan keahlian belajar dalam basic skills (membaca, menulis dan mendengar) ataupun dalam menangani rasa takut dan kecemasan. Transformasi ini tidak hanya melatih kemampuan kognitif saja akan tetapi juga meliputi domain afektif dan psikomotorik dari setiap orang. Sehingga mampu menunjukkan pemahaman tentang keterampilan dan strategi belajar yang diperlukan untuk sukses di sekolah.

2. Keterampilan manajemen pribadi. Kemampuan menerapkan pengetahuan keterampilan belajar dan kekuatan (potensi) belajar yang dimilikinya untuk mengembangkan strategi guna memaksimalkan dan meningkatkan pembelajaran sehingga dapat meraih kesuksesan belajar di sekolah menengah.

3. Interpersonal dan keterampilan kerjasama tim. Kemampuan mengidentifikasi dan menjelaskan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk sukses dalam hubungan interpersonal dan kerjasama tim. Selain itu, juga menunjukkan kemampuan yang tepat untuk menerapkan keterampilan interpersonal dan kerjasama tim dalam berbagai lingkungan belajar.

4. Kesempatan Eksplorasi. Mengembangkan portofolio dokumen yang terkait dengan penilaian diri, penelitian, dan ekplorasi karir yang diperlukan untuk merencanakan jalur untuk keberhasilan sekolah menengah.

Keempat unsur itu merupakan ciri keterampilan belajar yang utuh yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Dalam proses pembelajaran keterampilan belajar keempat unsur itu diharapkan dapat muncul, sehingga peserta didik dapat mengalami proses internalisasi keterampilan belajar di dalam sikap belajarnya secara utuh dan sempurna sehingga dapat mengurangi kemungkinan kebuntuan dalam belajar (learning shutdown).

Page 5: Memahami Urgensi Keterampilan Belajar Dalam Pendidikan

Tujuan

Tujuan pembelajaran keterampilan belajar adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran

Pembelajaran keterampilan belajar dalam perspektif ini dilihat sebagai suatu proses latihan yang berkesinambungan dan bukan sebagai aktivitas rutin biasa, dimana dalam keseharian seorang individu, proses ini terkait erat dengan berbagai aspek kehidupan yang dijalaninya. Dalam learning how to learn, semua panca indera yang dimiliki oleh setiap individu merupakan alat untuk belajar—namun keterampilan mendengar, membaca, menulis tersebut harus dilatih menjadi suatu “set” keterampilan belajar yang memadai dan mampu mendukung proses pembelajaran dalam menguasai materi yang dipelajari (Knowles, 1975) dan (Bergevin, 1967).

Pembelajaran keterampilan belajar dalam konsep learning how to learn tidak terfokus hanya pada pengembangan aspek kognitif saja, akan tetapi juga menyangkut pelatihan aspek afektif (menghadapi kecemasan dan kegelisahan) dan juga psikomotorik (koordinasi mata dengan tangan, telinga dengan tangan dan lainnya). Dalam konteks ini, learning how to learn bukan diarahkan pada proses pelatihan untuk menciptakan manusia-manusia robot, akan tetapi untuk menghasilkan individu-individu yang mampu belajar dan mengarahkan dirinya sendiri (self directed learner). Belajar dalam konteks ini mempunyai sisi intuitif dimana ilmu dan pengetahuan bisa didapatkan dari dalam diri kita sendiri, baik dalam bentuk insight, proses kreatif ataupun intuisi (Ferguson, 1980: 290).

2. Menumbuhkan minat dan motivasi

Belajar melibatkan proses perubahan dimana sesuatu didapatkan dan sesuatu yang lainnya dihilangkan—dalam konteks learning how to learn ini yang menjadi fokus utama adalah reorientasi belajar terutama dalam konteks nilai dan persepsi diri. Dengan kata lain melibatkan proses transformasi persepsi belajar (Mezirow, 1978) dalam berbagai hal, baik keahlian belajar dalam basic skills (membaca, menulis dan mendengar) ataupun dalam menangani rasa takut dan kecemasan (Taylor, 1980: 193) . Transformasi ini—lanjut Taylor—tidak hanya melatih kemampuan kognitif saja akan tetapi juga meliputi domain afektif dan psikomotorik dari setiap orang.

Reorientasi arah dan tujuan belajar dalam hal ini—termasuk didalamnya— adalah dengan merubah paradigma bahwa proses pembelajaran bukan hanya merupakan tugas dari lembaga pendidikan saja—baik secara formal ataupun informal. Dalam konteks ini konteks nilai dan persepsi diri dari setiap orang yang terlibat dalam proses pembelajaran (diri, orang lain, dan lingkungan) pun harus berubah. Hal ini disebabkan karena pentingnya memahami proses belajar sebagai sebuah proses yang berkesinambungan dan tidak terpisah satu sama lain—dimana arah, tujuan, cara dan fokus dari belajar diarahkan oleh individu yang mengalaminya sendiri (independent and self-directed learning).

Page 6: Memahami Urgensi Keterampilan Belajar Dalam Pendidikan

3. Membentuk peserta didik yang mandiri dalam belajar

Belajar merupakan sebuah aktivitas yang terus menerus dilakukan oleh setiap individu baik dari semenjak ia lahir ataupun menjelang akhir kehidupannya, dimana yang menjadi landasan fundamental dalam belajar adalah bahwa “to live is to learn, it’s not a task but a way to be in the world” (Robinson, 1979) . Dalam konteks ini aktivitas belajar dapat dikatakan sebagai sebuah proses tanpa henti yang terus dilakukan untuk mendapatkan (acquiring) berbagai keahlian (skills) yang diperlukan bagi setiap individu dalam segala aspek kehidupannya. Dan khususnya bagi para siswa keterampilan belajar menjadi sangat penting ketika dihadapkan dalam konteks realita dunia pendidikan ataupun dalam interaksi sosial.

Konsepsi long life education merupakan salah satu rujukan dan panduan utama dalam konsep learning how to learn, dimana setiap individu diarahkan agar mampu menjadi seorang autonomous learner (pembelajar mandiri) yang dapat mengarahkan dirinya (self directed learning) dalam mempelajari berbagai keahlian dan keterampilan yang diperlukan baik untuk keperluan belajar di jalur pendidikan formal (institutional learning), dalam kelompok (collaborative learning) atau untuk dirinya sendiri di berbagai aspek kehidupan. Dalam perspektif ini belajar merupakan self-seen-as-learner role yang merupakan komponen esensial dalam learning how to learn (Brundage and MacKreacher, 1980: 35).

Sumber Pustaka:Website:

1. Yuldan, Facebook, Keterampilan Belajar Sebuah Pemikiran. http://et-ee.facebook.com/topic.php?uid=74062573842&topic=18492.

2. Drs. H. Saidi Susiono, M.Si, Kepala SMP Negeri 3 Binjai, http://sensornasional.blogspot.com/2008/07/mengajar-anak-keterampilan-belajar.html

3. http://www.tempo.co.id/edunet/ 4. http://cls.coe.utk.edu/ 5. www.ballarat.edu.au/learning skills