media dan pilihan politik anak muda
DESCRIPTION
Pemilihan presiden 2014 lalu ditandai dengan kampanye hitam (smear campaign) yang semakin masif di berbagai media massa. Mereka yang potensinya paling besar terkena efek negatif pemberitaan media adalah anak-anak muda. Asumsi awalnya, kampanye hitam di media secara signifikan mempengaruhi pilihan politik anak-anak muda. Namun, penelitian ini membuktikan, meski pemuda menjadikan media sebagai sumber utama informasi politik, di saat yang bersamaan, mereka juga sadar bahwa media banyak dipenuhi kepentingan politik elite. Hal tersebut mengindikasikan bahwa anak-anak muda bisa membaca media secara kritis dengan tidak menelan informasi politik secara mentah-mentah.TRANSCRIPT
Media dan Politik Anak Muda
Oleh:
Arif Akbar Jatmika Putra
Situsweb: pindai.org | Twitter:@pindaimedia | Surel: [email protected]
PINDAI.ORG - Media dan Politik Anak Muda
H a l a m a n 2 | 12
Media dan Pilihan Politik Anak Muda
Oleh : Arif Akbar Jatmika Putra
Benarkah kampanye hitam yang muncul di media massa selama proses pemilihan presiden berpengaruh
terhadap pilihan politik anak-anak muda?
Pemilihan presiden 2014 lalu ditandai dengan kampanye negatif dan hitam (smear campaign) yang
semakin masif dengan banyak sekali pelanggaran. Kampanye hitam ini bahkan baru kali pertama terjadi
dalam skala yang belum pernah ada di pemilu presiden Indonesia sebelumnya.i Lebih parah lagi, bentuk
sumir ini juga merembet pada pemberitaan di media massa. Berita di media masa tak ubahnya menjadi
etalase sekaligus medan tempur kampanye para kandidat.
Dalam dinamika politik di Indonesia pascareformasi, tidak ada alat yang mampu menjangkau kemudian
menumbuhkan afeksi memilih konstituen pada partai atau seorang tokoh melebihi apa yang bisa
dilakukan oleh media massa.ii Bisa dikatakan media massa memiliki efektivitas dan efisiensi tertinggi
dalam menjangkau warga. Menurut survei The Asia Foundation yang dikeluarkan pada 2004, lebih dari
90% masyarakat menggunakan media sebagai sumber informasi pemilihan umum.iii
Di Indonesia, tingkat penetrasi media sebagai sumber berita politik yang tinggi menimbulkan
kekhawatiran terhadap asupan informasi politik yang diterima oleh publik. Dalam masa-masa kampanye,
informasi politik menjadi salah satu hal yang sangat krusial dalam menentukan kualitas demokrasi.
Kondisi demokrasi yang mensyaratkan setiap warga berpikir dan bertindak rasional dalam melakukan
tindakan politisnya. Maka, asupan informasi menjadi semacam basis preferensi dan agregasi dalam
bersikap yang nantinya akan mewujud menjadi tindakan.iv
Jika ditelusuri lebih jauh, rentang umur yang paling banyak bersentuhan dengan media adalah pemuda.v
Dalam sehari anak-anak muda bersentuhan dengan media sekitar 4-6 jam baik itu menonton televisi,
mendengarkan radio, maupun berselancar di internet.
Sebagai sebuah definisi, pemuda memang istilah yang problematis. Pada umumnya pemuda
dikuantifikasikan dalam rentang umur 12-22 tahun. Meski demikian mendefinisikan pemuda tidak bisa
serta merta berdasarkan umur saja. Mendefinisikan pemuda harus berdasarkan konstruksi sosial, ekonomi,
dan politik yang membentuk seseorang untuk disebut sebagai pemuda.vi Oleh karena itu, sikap pemuda
atau preferensi yang dimiliki dalam bertindak bisa dibilang labil.
Padahal piramida penduduk Indonesia tahun 2010 termasuk tipe expansive di mana sebagian besar
penduduk berada pada kelompok umur muda.vii Pada pemilu presiden 2014, pemuda yang yang baru kali
PINDAI.ORG - Media dan Politik Anak Muda
H a l a m a n 3 | 12
pertama menggunakan hak pilihnya bertambah lebih dari 1,5 juta jiwa.viii Hal ini menunjukan bahwa
potensi untuk mengumpulkan suara pemuda amatlah besar. Selain karena jumlahnya yang banyak, juga
karena sikap atau pilihan politiknya yang belum solid.
Berangkat dari latar belakang tersebut, menjadi penting untuk mengetahui efek pemberitaan seputar
pemilu presiden 2014 terhadap preferensi sikap politik pemilih pemula. Hal yang juga penting dilihat
adalah evaluasi dari pemilih pemula kepada pemberi informasi, dalam hal ini media. Secara lebih
spesifik, penelitian ini akan menyoroti dua hal tersebut di Karang Taruna di Kabupaten Bantul.
Karang Taruna dipilih karena ia merupakan organisasi pemuda yang tidak terafiliasi secara institusional
terhadap kelompok agama atau partai politik tertentu. Selain itu pada umumnya yang menjadi anggota
Karang Taruna adalah kelompok usia 15-24 tahun. Kelompok usia yang masih tergolong pemilih pemula
berdasarkan definisi pemuda yang disebutkan di atas.
Penelitian ini menggunakan metode survei. Teknik pengambilan sampelnya adalah purposif karena tidak
ada kerangka sampel anggota Karang Taruna yang valid se-Bantul. Pasalnya keanggotaan Karang Taruna
sendiri sifatnya cair dan berubah-ubah. Sampel sejumlah 100 responden yang berasal dari Karang Taruna
Gedongan Caturharja Pandak, Kwatangan Gilangharja Pandak, KarangTalun Imogiri, dan Singosaren
Banguntapan. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 5 September- 5 Oktober 2014.
Untuk mengukur preferensi sikap anggota Karang Taruna ini didasarkan pada tiga hal : afeksi, kognisi,
dan perilaku dari objek yang diteliti. Afeksi untuk mengukur kesukaan berdasarkan emosional, kognisi
untuk mengukur informasi yang sifatnya rasional yang berujung pada kepercayaan (belief), dan perilaku
untuk melihat rangkuman sikap menolak atau menerima terhadap pemberitaan pilpres yang didasari pada
akumulasi perilaku kaum muda mengonsumsi media.
66%
34%
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
3%7%
75%
15%
Tingkat Pendidikan
SD SMP SMA Sarjana
PINDAI.ORG - Media dan Politik Anak Muda
H a l a m a n 4 | 12
Sementara untuk mengetahui jenis informasi politik yang digelontorkan pada pemuda, penelitian ini
menggunakan jenis informasi politik substansial dari Ramsden.ix Jenis informasi politik substansial ini
diperlukan bagi pemilih untuk bisa mempertimbangkan pilihan dan sikap politiknya. Informasi politik ini
dibagi menjadi 4 kategori, yakni isu kebijakan, profil, skema permainan kandidat (horse race), dan
kegiatan kampanye. Sedangkan untuk evaluasi media, penelitian ini menggunakan 3 dari 10 elemen
jurnalisme yang disampaikan oleh Kovach dan Rosenstiel, yaitu kepentingan publik, verifikasi, dan
keberimbangan.x
Media yang akan dilihat korelasinya dengan sikap pemilih pemula adalah televisi, koran, dan portal dalam
jaringan (online). Radio tidak digunakan, karena berdasarkan pre-test, ia tidak lagi signifikan dan valid
dalam menentukan perilaku pemilih. Dalam penelitian ini, pemuda mengakses radio hanya untuk
keperluan hiburan, bukan informasi.
Tumbuh Bersama Media
Pemuda, lebih spesifik lagi mereka yang tergabung dalam Karang Taruna bisa dibilang lekat dengan
media. Di desa, mereka tumbuh bersama media. Tak heran jika intensitas waktu yang digunakan dalam
mengakses media lumayan tinggi. Berdasarkan grafik berikut pemuda yang mengakses gabungan ketiga
media lebih dari 8 jam perminggu mencapai 20.4%. Artinya lebih dari 24 jam dalam seminggu
dipergunakan untuk mengakses media.
Melihat karakteristik penggunaan media ini, terdapat kecenderungan bahwa dalam untuk akses media
yang terbilang lama (>8jam) anggota Karang Taruna lebih memilih internet (29,9%). Sementara itu
suratkabar mulai ditinggalkan. Ia hanya diperlukan sesekali atau untuk keperluan singkat. Bisa dilihat
bahwa persentase akses suratkabar yang tinggi hanya pada kurun waktu 0-2 dan 2.1-5 jam.
Hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi pergeseran penggunaan media untuk kebutuhan sehari-hari
dari cetak menuju online. Bahkan di level pemuda pedesaan. Ketika ditelusuri lebih lanjut, pergeseran ini
tidak mengherankan. Sekitar 65.7% responden mengakses internet dari genggaman tangan mereka
(telepon seluler). Hanya 34.3% yang masih mengakses dari warung internet (warnet). Internet menjadi
lebih dekat dengan pemuda lebih dari media apapun jika dilihat dari akses yang paling lama digunakan.
PINDAI.ORG - Media dan Politik Anak Muda
H a l a m a n 5 | 12
Meski intensitas penggunaan media relatif tinggi di kalangan pemuda, peneliti menemukan data bahwa
tidak ada media yang berkorelasi baik positif maupun negatif terhadap intensitas mengakses berita dan
juga kemudian membincangkan topik pemberitaan tersebut. Dalam kasus ini adalah berita dan topik
mengenai pemilihan presiden 2014. Masing-masing variabel media diuji dengan analisis crosstab, tidak
ada yang menghasilkan nilai Chi-square di bawah 0.05. Chi-square merupakan salah satu uji statistik
nun-parametrik untuk menentukan perbedaan frekuensi yang diuji dan frekuensi yang diharapkan.
Namun, terdapat korelasi positif antara pemuda yang mengikuti berita dengan topik pembicaraan bersama
orang lain. Kita bisa sedikit memberi tafsiran semakin sering responden mengikuti berita, semakin sering
pula bahan dari berita tersebut dijadikan bahan atau topik pembicaraan dengan orang lain. Informasi yang
terkandung dalam berita direproduksi untuk kemudian disebarkan kembali.
17
.9
32
.8
22
.4 26
.9
16
.4
31
.3
22
.4
29
.9
41
.8
40
.3
13
.4
4.5
0 - 2 J A M 2 . 1 - 5 J A M 5 . 1 - 8 J A M > 8 J A M
P E R S E N T A S E I N T E N S I T A S A K S E S M E D I A P E R - M I N G G U
Televisi Internet Suratkabar
sekali11%
jarang (2-10)37%
sering (11-30)
28%
setiap kali (>30)
24%
Mengikuti Berita
sekali10%
jarang (2-10)42%
sering (11-30)
43%
setiap kali (>30)5%
Topik Pembicaraan
PINDAI.ORG - Media dan Politik Anak Muda
H a l a m a n 6 | 12
Informasi dari berita yang direproduksi oleh responden mengandung dua kemungkinan. Bisa karena
menyukai atau tidak menyukai. Suka dan tidak suka ini merupakan perwujudan afeksi yang paling
sederhana. Karena menyukai maka ingin mengajak kawan atau orang terdekat. Sebaliknya, karena tidak
menyukai maka melarang atau mencegah untuk memilih atau bersikap akan sesuatu. Informasi politik
yang paling disukai adalah jenis informasi politik isu kebijakan. Sementara yang paling tidak disukai
adalah jenis informasi horse race.
Hasil ini menandakan bahwa pemuda atau anggota Karang Taruna yang menjadi responden memiliki
sikap rasional dalam menentukan sikap politiknya. Kebijakan berdasarkan argumentasi yang diajukan
Ramsdenxi, memang merupakan jenis informasi yang paling banyak yang harus didapatkan oleh voter.
Informasi politik kebijakan diperlukan untuk mengetahui akan dibawa ke mana arah nasib satu negara.
Sementara horse race hanya merupakan informasi mengenai siapa yang lebih populer.
4
1 1 1
3
17
5
00
6
12
1
0
4
11
1
S E K A L I J A R A N G ( 2 -1 0 )
S E R I N G ( 1 1 -3 0 )
S E T I A P K A L I ( > 3 0 )
TOP
IK P
EMB
ICA
RA
AN
(%
)
MENGIKUTI BERITA (%)
sekali jarang (2-10) sering (11-30) setiap kali (>30)
PINDAI.ORG - Media dan Politik Anak Muda
H a l a m a n 7 | 12
Sayangnya rasionalitas yang diidealkan tersebut tidak mewujud dalam realitas. Justru informasi mengenai
kebijakan paling sedikit dicari. Sebaliknya informasi horse race yang paling banyak dicari. Paradoks
memang. Tahu mana yang baik, tapi tidak mencari mana yang baik. Secara kompetisi dan “keseruan”
informasi mengenai horse race memang lebih menarik.xii Terdapat elemen permainan dan kompetisi
laiknya sebuah balapan mobil dalam model pemberitaan horse race. Namun ia kurang bisa mengarahkan
voters untuk menjadi bahan pertimbangan yang baik dalam memilih atau menentukan sikap politik.
Terlepas dari faktor internal responden untuk mencari atau tidak, faktor eksternal juga turut
mempengaruhi. Misalnya informasi yang mengarahkan rasionalitas dalam memilih seperti informasi
kebijakan dan profil memang sudah mencukupi bahkan berlebihan dalam media. Untuk mengetahui dan
memverifikasi hal ini diperlukan penelitian lebih lanjut, dan itu tidak menjadi bagian dari tulisan ini.
Berdasarkan grafik berikut, responden beranggapan bahwa informasi yang mereka terima telah
mencukupi. Persentase yang tercukupi informasi politiknya lebih tinggi daripada yang beranggapan tidak
tercukupi. Ini menjadi selaras dengan alasan mengapa responden tidak mencari informasi politik
(kebijakan dan profil) lagi. Namun ini hanya berupa kecenderungan. Uji crosstab menunjukkan tidak ada
korelasi antara pencarian dan ketercukupan informasi. Crosstab merupakan metode analisis tabel
kontingensi yang digunakan untuk mengetahui korelasi antara satu variabel dengan yang lain.
85
.1
83
.5
64
.2 74
.6
14
.9
16
.4 35
.9
25
.4
K E B I J A K A N P R O F I L H O R S E R A C E E V E N T S
AFEKSI TERHADAP BERITA POLIT IK (%)
menyukai tidak menyukai
32
.9 41
.8
65
.7
40
.3
67
.1
58
.2
34
.3
59
.7
K E B I J A K A N P R O F I L H O R S E R A C E E V E N T S
MENCARI BERITA POLIT IK (%)
mencari tidak mencari
PINDAI.ORG - Media dan Politik Anak Muda
H a l a m a n 8 | 12
Responden memang menganggap bahwa informasi politik dalam pemberitaan di media massa telah
cukup. Namun mereka juga ragu terhadap kebenaran dari informasi yang disajikan oleh media. Terdapat
ketidakyakinan pada informasi yang dibawa oleh media, meski nilainya masih separuh-separuh. Media
saat ini masih dipercaya sebagai sumber informasi politik, setidaknya melebihi kepercayaan terhadap
keluarga dan teman. Namun jika media massa tidak bisa berbenah diri, keraguan ini akan berdampak
sistemik. Apatisme warga terhadap politik bisa bertambah. Partisipasi politik turun. Tak pelak demokrasi
pun di ujung tanduk. Pasalnya partisipasi politik warga merupakan inti dari demokrasi itu sendiri.xiii
64
.2
62
.7
56
.7 65
.6
35
.8
37
.3 43
.3
34
.4
K E B I J A K A N P R O F I L H O R S E R A C E E V E N T S
KETERCUKUPAN INFORMASI POLIT IK (%)
mencukupi tidak mencukupi
54.3
45.8
Kepercayaan Informasi Politik dalam Media (%)
percaya tidak percaya
73
.1
23
.9
12
26
.9
76
.1 88
M E D I A K E L U A R G A T E M A N
FAKTOR PERTIMBANGAN SIKAP POLITIK(%)
berperan tidak berperan
PINDAI.ORG - Media dan Politik Anak Muda
H a l a m a n 9 | 12
Dari data yang diperoleh, terdapat semacam ambiguitas sikap para anggota Karang Taruna. Di satu sisi
mereka menggantungkan informasi politiknya pada media. Di sisi lain secara bersamaan juga menaruh
ketidakpercayaan pada informasi politik dari media. Uji crosstab pun menghasilkan tidak ada korelasinya
rasa kepercayaan kepada media dengan hal yang memengaruhi sikap politik mereka. Nilai chisquare yang
dihasilkan melebihi 0.05.
Keraguan untuk tidak percaya pada informasi dalam berita yang disajikan oleh media massa selama
melakukan koverasi pilpres, yang tertinggi adalah berita dari internet. Berita dari internet seringkali tidak
memiliki kedalaman dalam melakukan koverasi.xiv Implikasinya untuk dapat menumbuhkan rasa percaya
publik pun menjadi sulit. Menariknya, justru rasa sangat tidak percaya ada pada televisi. Hal ini
dimungkinkan karena televisi lebih bermain pada level afeksi audiens dengan kemampuan audiovisualnya
yang siap pakai bila dibandingkan dengan internet. Rasa sangat percaya juga ada pada televisi. Ini
menandakan yang disasar oleh televisi adalah faktor emosi dari audiens.
Secara umum, media yang mendapat kepercayaan tertinggi dari responden adalah suratkabar. Ini semakin
menguatkan tesis dari Krisna Sen dan David Hill bahwa media cetak merupakan tolok ukur pemberitaan
yang berkualitas. Barangkali kita masih bisa menaruh sedikit harapan mengenai kualitas pemberitaan
pemilihan umum pada suratkabar. Walaupun rasa curiga masih harus disematkan padanya.
yakin66%
bingung34%
KEYAKINAN UNTUK MEMILIH SETELAH MEMBACA BERITA DARI MEDIA
yakin bingung
PINDAI.ORG - Media dan Politik Anak Muda
H a l a m a n 10 | 12
Keraguan pada informasi politik dari media beragam faktornya. Peneliti memilih faktor keberimbangan,
keakurasian, berisikan fitnah, dan penuh dengan kepentingan elite. Keberimbangan menunjukan
persamaan jumlah koverasi. Akurasi menunjukan disiplin verifikasi yang dilakukan media. Kepentingan
elite ini peneliti ajukan untuk mengetahui keberpihakan media. Indikasi fitnah digunakan untuk adanya
kampanye sumir uang merembes ke dalam praktik jurnalistik.
Hal yang paling menonjol dalam media menurut persepsi responden adalah pemberitaan yang dipenuhi
dengan kepentingan elite politik. Secara tidak langsung ini juga menandakan bahwa media kurang
mengakomodir kepentingan publik atau bahkan tidak sama sekali. Padahal Kovach dan Rosenstiel dalam
elemen jurnalismenya mengemukakan kepentingan yang harus diutamakan adalah kepentingan publik.
Tidak ada ruang bagi kepentingan elite politik. Kalaupun ada itu hanya dalam advertorial.
Pemberitaan pada pemilihan presiden oleh media masa juga dirasakan oleh responden banyak berisikan
fitnah. Praktik-praktik kampanye sumir bisa ditangkap oleh orang awam. Hal tersebut menjadi pertanda
9 7.5
1.5
37
.3 44
.8
37
.343
.3
40
.3
56
.7
10
.4
7.5
4.5
T E L E V I S I I N T E R N E T S U R A T K A B A R
KEPERCAYAAN TERHADAP MEDIA (%)
sangat tidak percaya tidak percaya percaya sangat percaya
55
.2
54
.7 65
.1 77
.6
44
.8
45
.3
34
.9
22
.4
A K U R A T B E R I S I K A N F I T N A H
B E R I M B A N G D I P E N U H I K E P E N T I N G A N
E L I T
EVALUASI MEDIA MASSA
setuju tidak setuju
PINDAI.ORG - Media dan Politik Anak Muda
H a l a m a n 11 | 12
betapa masifnya praktisi kampanye sumir dalam pemilihan presiden 2014. Adanya fitnah barangkali yang
membuat media diragukan informasinya oleh anggota Karang Taruna.
Kesimpulan
Pemuda memang tak bisa dipisahkan dari media. Ia tumbuh dan berkembang bersama. Begitu juga media
dan berita, tak bisa dipisahkan. Berita merupakan salah satu unsur konten dalam media. Konten yang juga
dituntutkan perkembangan media. Ketiganya berkelindan dan saling mempengaruhi. Berdasarkan data
dan hasil analisis yang telah dipaparkan, ada beberapa hal yang bisa digarisbawahi untuk melihat jalinan
kelindan tersebut.
Pertama, meskipun pemuda anggota Karang Taruna belum memiliki kemapanan baik secara psikis
maupun finansial, mereka mampu secara independen menggunakan rasionalitasnya untuk bersikap dan
memilih pilihan politik yang diyakini. Berdasarkan hasil penelitian ini tidak ada dominasi pengaruh
pilihan politik berasal dari keluarga ataupun teman. Mereka lebih percaya pada media massa daripada
keluarga dan teman.
Kedua, terdapat proses rasionalisasi ketika anak-anak muda ini mengonsumsi informasi politik dari
media. Proses rasionalisasi menjadikan pilihan politik anggota Karang Taruna benar-benar independen.
Namun demikian, penelitian ini menunjukkan bahwa independensi itu juga terkadang membuat mereka
memilih seorang kandidat tanpa alasan. Ini bisa terjadi karena ketiadaan basis informasi sama sekali atau
justru karena overload informasi. Sehingga mereka kebingungan sendiri untuk memilih. Penelitian ini
menghasilkan sebagian besar responden lebih condong pada kemungkinan pertama, yakni adanya proses
rasionalisasi.
Ketiga, kondisi yang demikian menunjukan beberapa sinyalemen bahwa masyarakat kita khususnya anak-
anak mudanya semakin dewasa dalam berdemokrasi. Mereka mampu menyerap kemudian mengolah
informasi yang didapatkan dan tidak serta merta menjadikannya pedoman bertindak. Catatannya, berita-
berita di media lebih banyak dijadikan sebagai basis informasi, bukan basis bersikap.
Sebagai penutup, penelitian ini menunjukkan bahwa para pemuda menjadikan media sebagai sumber
utama informasi politik. Di saat yang bersamaan, mereka juga sadar bahwa media banyak dipenuhi
kepentingan politik elite. Hal tersebut mengindikasikan bahwa anak-anak muda bisa membaca media
secara kritis dengan tidak menelan informasi mentah-mentah. Artinya, jika media gagal untuk menjaga
kredibiltasnya sebagai penyampai informasi yang akurat, independen, dan obyektif, maka ia akan
ditinggalkan pembacanya dari kelompok anak-anak muda.
PINDAI.ORG - Media dan Politik Anak Muda
H a l a m a n 12 | 12
i Jonas Fredryc Tobing, Prabowo, kampanye hitam dan konsultan presiden Amerika. Diambil dari http://www.merdeka.com/politik/prabowo-kampanye-hitam-dan-konsultan-presiden-amerika.html tanggal 1 September 2014. ii Mujani, Saiful. William Liddle, Kuskridho Ambardi. 2012. Kuasa Rakyat: Analisis tentang Perilaku Pemilih dalam Pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia Pasca-Orde Baru. Mizan: Bandung. iii Tim LSPP. 2005. Media Sadar Publik: Media Lokal Mewartakan Korupsi dan Pelayanan Publik. Jakarta: LSPP dan Open Society Institute. hal. 2 iv Niemi, Richard G dan Herberf F. Weisberg. 2001. Controversies in Voting Behavior. CQ Press: Washington, DC. v Osgorby, Bill. 2004. Youth Media. Routledge: London. hal. 5-7 vi Allen. 1968. Some Theoretical Problems in the Study of Youth. Sociological Review, 16(3): 319–331. vii BPS. 2014. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi. BPS. Edisi 45. hal 37 viii Jumlah Pemilih Pemula Bertambah, Jumlah DPT Naik Menjadi 1,5 Juta. Diambil dari http://indonesia-baru.liputan6.com/read/2063065/jumlah-pemilih-pemula-bertambah-jumlah-dpt-naik-menjadi-15-juta tanggal 2 September 2014. ix Ramsden, Graham Philip. 1992. Local Press Coverage of The 1988 Iowa Caucus Campaign. The University of Iowa. (Thesis) Diunduh dari http://media.proquest.com tanggal 10 September 2013 x Kovach, Bill dan Tom Rosenstiel. 2010. Elements of Journalism: What Newspeolpe Should Know and The Public Should Expect. Edisi Revisi.Three Rivers Press:New York. xi Ibid Ramsden. xii Loc cit, Joslyn. xiii O’Donnel, Guilermo dan Phillipe C Schmitter. 1993. Transisi Menuju Demokrasi: Rangkaian Kemungkinan dan Ketidakpastian. LP3ES: Jakarta. xiv Utomo, Wisnu Prasetya dan Arif Akbar J.P. 2014. Kritik Tanpa Kedalaman: Analisis isi berita Jaminan Kesehatan Nasional di Portal Detik, Kompas, Merdeka, dan Vivanews 1 januari – 15 Maret 2014. Pindai.org: Yogyakarta