mdr tuberculosis paru

20
MULTI DRUG RESISTANT TUBERCULOSIS PARU A. PENDAHULUAN Mycobacterium tuberculosis (M.tb) menginfeksi sepertiga penduduk dunia dan menyebabkan 8 juta kasus aktif tiap tahun dan menempati rangking ke tujuh dari seluruh morbiditas dan mortalitas. di negara berkembang tuberkulosis merupakan penyebab sekitar 1,5 juta orang setiap tahunnya. Khusus untuk Indonesia, data WHO 2002 menunjukan bahwa Indonesia merupakan penyumbang terbesar ketiga dengan jumlah penderita baru 583.000 orang dan 262.000 orang penderita tuberkulosis menular per tahunnya. 1 Resistensi ganda atau MDR-TB didefinisikan sebagai tuberkulosis yang resisten terhadap Isoniazid (INH) dan rifampisin, dengan atau tanpa resistensi terhadap antituberkulosis lainnya. Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya penderita MDR-TB diklasifikasikan menjadi : MDR primer dan MDR sekunder. MDR primer adalah kasus MDR pada mereka yang tidak pernah mendapat pengobatan anti TB sebelumnya atau pernah mendapat obat anti TB selama <4 minggu sedangkan MDR sekunder adalah kasus MDR pada mereka yang pernah mendapat obat anti TB selama ≥ 4 minggu. 2 Resisten ganda (multidrugs resistant tuberculosis / TB-MDR ) merupakan masalah terbesar terhadap pencegahan dan pemberantasan TB dunia. Pada tahun 2003 WHO menyatakan insidens 1

Upload: bhibidoctor

Post on 27-Nov-2015

80 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mdr Tuberculosis Paru

MULTI DRUG RESISTANT TUBERCULOSIS PARU

A. PENDAHULUAN

Mycobacterium tuberculosis (M.tb) menginfeksi sepertiga penduduk dunia dan

menyebabkan 8 juta kasus aktif tiap tahun dan menempati rangking ke tujuh dari seluruh

morbiditas dan mortalitas. di negara berkembang tuberkulosis merupakan penyebab sekitar

1,5 juta orang setiap tahunnya. Khusus untuk Indonesia, data WHO 2002 menunjukan bahwa

Indonesia merupakan penyumbang terbesar ketiga dengan jumlah penderita baru 583.000

orang dan 262.000 orang penderita tuberkulosis menular per tahunnya.1

Resistensi ganda atau MDR-TB didefinisikan sebagai tuberkulosis yang resisten

terhadap Isoniazid (INH) dan rifampisin, dengan atau tanpa resistensi terhadap

antituberkulosis lainnya. Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya penderita MDR-TB

diklasifikasikan menjadi : MDR primer dan MDR sekunder. MDR primer adalah kasus MDR

pada mereka yang tidak pernah mendapat pengobatan anti TB sebelumnya atau pernah

mendapat obat anti TB selama <4 minggu sedangkan MDR sekunder adalah kasus MDR pada

mereka yang pernah mendapat obat anti TB selama ≥ 4 minggu.2

Resisten ganda (multidrugs resistant tuberculosis / TB-MDR ) merupakan masalah

terbesar terhadap pencegahan dan pemberantasan TB dunia. Pada tahun 2003 WHO meny-

atakan insidens TB-MDR meningkat secara bertahap rerata 2% pertahun. Prevalens TB

diperkirakan WHO meningkat 4,3% di seluruh dunia dan lebih dari 200 kasus baru terjadi di

dunia. Oleh karena itu, banyak negara sudah menerapkan strategi DOTS dalam penatalak-

sanaan TB, hal ini tenyata sangat bermanfaat untuk meningkatkan angka kesembuhan se-

hingga mengurangi angka resistensi termasuk resistensi ganda.2

Timbulnya resistensi obat dalam terapi Tb khususnya MDR Tb merupakan masalah

besar kesehatan masyarakat di berbagai negara dan fenomena MDR menjadi salah satu batu

sandungan program pengendalian Tb. Pengobatan pasien MDR Tb lebih sulit, mahal, banyak

efek samping dan angka kesembuhannya relatif rendah. Penyebaran resistensi obat di berbagai

negara tidak diketahui dan tatalaksana pasien MDR Tb masih tidak adekuat.3

1

Page 2: Mdr Tuberculosis Paru

B. EPIDEMIOLOGI

Tb resisten obat adalah masalah dunia, Laporan pertama tentang resistensi ganda

datang dari Amerika Serikat, khususnya pada pasien TB dan AIDS yang menimbulkan angka

kematian 70% –90% dalam waktu hanya 4 sampai 16 minggu. Laporan WHO tentang TB

tahun 2004 menyatakan bahwa sampai 50 juta orang telah terinfeksi oleh kuman tuberkulosis

yang resisten terhadap obat anti tuberkulosis. TB paru kronik sering disebabkan oleh MDR.4

Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Hasil surveilans se-

cara global menemukan bahwa OAT yang resisten terhadap M. tuberculosis sudah menyebar

dan mengancam program tuberkulosis kontrol di berbagai negara. Pada survei WHO dila-

porkan lebih dari 90.000 pasien TB di 81 negara, ternyata angka MDR-TB lebih tinggi dari

yang diperkirakan. Enam negara dengan kekerapan MDR-TB tinggi di dunia adalah Estonia,

Kazakhstan, Latvia, Lithunia, bagian dari federasi Rusia dan Uzbekistan. WHO memperki-

rakan ada 300.000 kasus MDR-TB baru per tahun. OAT yang resisten terhadap kuman tuber-

culosis akan semangkin banyak, saat ini 79% dari MDR-TB adalah “ super strains” yang re-

sisten paling sedikit 3 atau 4 obat antituberkulosis.5

Horsburgh (2000) melaporkan hasil survey terbaru pada 35 negara bahwa 12,6% Tb

sendiri resisten paling tidak terhadap satu macam obat, dan 2,2% resisten terhadap 2 macam

obat yang digunakan untuk mengobati Isoniazid dan Rifampisin. Penting dicatat bahwa

kebanyakan kasus Tb adalah sensitive terhadap obat pada saat di diagnosis dan hanya

menjadi resisten terhadap obat akibat terapi yang tidak optimal.6

C. ETIOLOGI

Terdapat empat jenis kategori resistensi terhadap obat TB :5

Mono-resistance: kekebalan terhadap salah satu OAT

Poly-resistance: kekebalan terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi isoni-

azid dan rifampisin

Multidrug-resistance (MDR) : kekebalan terhadap sekurang-kurangnya isoniazid

dan rifampicin

Extensive drug-resistance (XDR) : MDR- TB ditambah kekebalan terhadap salah

salah satu obat golongan fluorokuinolon, dan sedikitnya salah satu dari OAT in-

jeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin, dan amikasin).

2

Page 3: Mdr Tuberculosis Paru

Yang dimaksud dengan resistensi ganda adalah keadaan resistensi M. tuberculosis ter-

hadap isoniazid dan Rifampicin dengan atau tanpa resistensi terhadap obat anti tuberculosis

lainnya. Secara umum resistensi terhadap obat tuberkulosis dibagi menjadi : 7

1. Resistensi primer adalah resisten yang terjadi pada orang yang belum pernah memakai

OAT sebelumnya,. biasanya karena terpajan dengan penderita yang telah resisten obat.

2. Resistensi inisial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah pasiennya sudah pernah ada ri-

wayat pengobatan sebelumnya atau tidak.

3. Resistensi sekunder adalah resistensi yang terjadi pada penderita yang sudah pernah

menggunakan obat anti tuberculosis sebelumnya.

Resistensi kuman tuberculosis menurut Mitchison ialah penurunan derajat kepekaan

suatu kuman terhadap suatu obat, dibandingkan dengan kepekaan kuman tersebut dari jenis

yang mumi. Sedangkan menurut Cavallo resistensi ialah keadaan kuman dalam situasi yang

tidak peka lagi terhadap suatu obat meskipun dalam kadar tinggi. Kuman yang resisten

timbul karena adanya mekanisme mikroorganisme membuat enzim yang dapat

menghancurkan aktivitas obat, mengubah sifat permabilitasnya terhadap obat, mengubah

struktur interennya, mengubah sifat metabolismenya dengan cara membuat reaksi yang tidak

dapat dihambat oleh obat.8

Teori lain menyatakan resistensi melalui proses :8

1. Adaptasi

Mekanisme ini muncul kembali karena terjadinya lingkungan baru sebagai akibat efek

kemoterapi, dimana kuman tersebut mengalami perubahan enzimatik yang tidak dapat di

hambat oleh obat.

2. Mutasi

Pada keadaan ini terjadi proses perubahan genetic pada kuman secara spontan pada strain

yang liar. Makin banyak jumlah kuman makin besar kemungkinan timbul mutasi.

Mekanisme resistensi terhadap obat anti tuberculosis umumnya terjadi melalui proses ini

yang berbeda-beda tergantung pada jenis obat. Rata-rata kemungkinan mutasi kuman

menjadi resisten terhadap satu jenis obat berkisar 1 dalam 106 organisme sedangkan

mutasi terhadap dua macam obat dapat terjadi 1 dalam 1012 organisme.

3

Page 4: Mdr Tuberculosis Paru

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya MDR Tb antara lain dapat di gam-

barkan pada skema : 8

Skema. faktor penyebab resisten dengan OAT.

Selain itu, penyebab lainnya, yaitu : 7

a) Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberculosis

b) Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, yaitu karena jenis obatnya yang kurang atau

karena di lingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang tinggi terhadap obat yang di-

gunakan, misalnya memberikan rifampisin dan INH saja pada daerah dengan resistensi

terhadap kedua obat tersebut sudah cukup tinggi.

c) Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga minggu lalu

stop, setelah dua bulan berhenti kemudian berpindah dokter dan mendapat obat kembali

selama dua atau tiga bulan lalu stop lagi, demikian seterusnya

d) Fenomena “ Addition syndrome” (Crofton, 1987), yaitu suatu obat ditambahkan dalam

suatu paduan pengobatan yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi karena kuman TB

telah resisten pada paduan yang pertama, maka “penambahan” (addition) satu macam

obat hanya akan menambah panjang nya daftar obat yang resisten

4

Page 5: Mdr Tuberculosis Paru

e) Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara baik, sehingga

mengganggu bioavailabiliti obat

f) Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang obat datang ke suatu daerah kadang terhenti

g) pengirimannya sampai berbulan-bulan

h) Pemakaian obat antituberkulosis cukup lama, sehingga kadang menimbulkan kebosanan.

i) Pengetahuan pasien kurang tentang penyakit TB

j) Kasus MDR-TB rujuk ke dokter spesialis paru.

Pasien yang dicurigai kemungkinan MDR-TB adalah :5

1. Kasus TB paru kronik

2. Pasien TB paru gagal pengobatan kategori 2

3. Pasien TB yang pernah diobati TB termasuk OAT lini kedua seperti kuinolon dan

kanamisin

4. Pasien TB paru yang gagal pengobatan kategori 1

5. Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan dengan kate-

gori

6. TB paru kasus kambuh

7. Pasien TB yang kembali setelah lalai/default pada pengobatan kategori 1 dan atau kategori

2.

8. Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien TB-MDR konfirmasi, ter-

masuk petugas kesehatan yang bertugas dibangsal TB-MDR

9. Pasien yang memenuhi ‘kriteria suspek’ harus dirujuk secara ke laboratorium dengan jam-

inan mutu eksternal yang ditunjuk untuk pemeriksaan biakan dan uji kepekaan obat.

Masalah yang timbul adalah bila pasien dengan MDR Tb tidak di obati, maka besar

kemungkinan untuk menularkan penyakit ke lingkungannya yang kemungkinan akan resisten

pula terhadap OAT. Oleh karena itu, dibutuhkan obat-obatan yang mampu membunuh kuman

yang resisten terhadap second line misalnya : ofloksasin, ciprofloksasin, etionamid, sikloserin,

dll.4/

5

Page 6: Mdr Tuberculosis Paru

D. MEKANISME RESISTENSI OAT

Secara mikrobiologi resistensi disebabkan oleh mutasi genetik dan hal ini membuat

obat tidak efektif melawan basil mutan. Mutasi terjadi spontan dan berdiri sendiri meng-

hasilkan resistensi OAT. Sewaktu terapi OAT diberikan galur M. Tb wild type tidak terpa-

jan. Diantara populasi M. Tb wild type ditemukan sebagian kecil mutasi resisten OAT. Re-

sisten lebih 1 OAT jarang disebabkan genetik dan biasanya merupakan hasil penggunaan

obat yang tidak adekuat. Sebelum penggunaan OAT sebaiknya dipastikan M. Tb sensitif ter-

hadap OAT yang akan diberikan. Sewaktu penggunaan OAT sebelumnya individu telah ter-

infeksi dalam jumlah besar populasi M. Tb berisi organisms resisten obat. Populasi galur M.

Tb resisten mutan dalam jumlah kecil dapat dengan mudah diobati. Tetapi, terapi Tb yang

tidak adekuat menyebabkan proliferasi dan meningkatkan populasi galur resisten obat. Ke-

moterapi jangka pendek pasien resistensi obat menyebabkan galur lebih resisten terhadap

obat yang digunakan atau sebagai efek penguat resistensi. Penularan galur resisten obat pada

populasi juga merupakan sumber kasus resistensi obat baru. Meningkatnya koinfeksi Tb

HIV menyebabkan progresi awal infeksi MDR Tb menjadi penyakit dan peningkatan penu-

laran MDR Tb.3

Terdapat 5 sumber utama penyebab resisten obat Tb menurut “Spigots” yaitu : 3

1. Pengobatan tidak lengkap dan adekuat menyebabkan mutasi M. Tb resistensi,

2. Lamanya pasien menderita infeksi disebabkan oleh keterlambatan diagnosis MDR Tb

dan hilangnya efektivitas terapi sehingga terjadi penularan galur resisten obat terhadap

kontak yang masih sensitif.

3. Pasien resisten obat Tb dengan kemoterapi jangka pendek memiliki angka kesembuhan

kecil dan hilangnya efek terapi epidemiologi penularan.

4. Pasien resisten obat Tb dengan kemoterapi jangka pendek akan mendapatkan resistensi

lanjut disebabkan ketidak hati—hatian pemberian monoterapi (efek penguat).

5. Koinfeksi HIV dapat memperpendek periode infeksi menjadi penyakit Tb dan penyebab

pendeknya masa infeksi.

Mekanisme Resistensi Terhadap INH

Isoniasid merupakan hydrasilasi dari asam isonikotinik, molekul yang larut air

sehingga mudah untuk masuk ke dalam sel. Mekanisme kerja obat ini dengan

6

Page 7: Mdr Tuberculosis Paru

menghambat sintesis dinding sel asam mikolik (struktur bahan yang sangat penting pada

dinding sel mikobakterium) melalui jalur yang tergantung dengan oksigen seperti rekasi

katase peroksidase.9

Mutan M.tuberkulosis yang resisten isoniazid terjadi secara spontan dengan

kecepatan 1 dalam 105-106 organisme. Mekanisme resistensi isoniazid diperkirakan oleh

adanya asam amino yang mengubah gen katalase peroksidase (katG) atau promoter pada

lokus gen yang dikenal sebagai inhA, mutasi missense atau delesi KatG berkaitan dengan

berkurangnya aktivitas katalase dan peroksidase.9

Mekanisme Resistensi Terhadap Rifampisin

Rifampisin merupakan turunan semisintetik dari streptomyces mediterranei, yang

bekerja sebagai bakterisid intraseluler maupun ekstraseluler. Obat ini menghambat sintesis

RNA dengan mengikat atau menghambat secara khusus RNA polymerase yang tergantung

DNA. Rifampisin berperan aktif invitro pada kokkus gram positif dan gram negative,

mikobacterium, Chlamydia, dan poxvirus. Resistensi mutannya tinggi, biasanya pada

semua populasi mikobakterium terjadi pada frekuensi 1 : 107 atau lebih.9

Resistensi terhadap rifampisin ini disebabkan oleh adanya permeabilitas barier atau

adanya mutasi dari RNA polymerase tergantung DNA. Rifampicin menghambat RNA

polymerase tergantung DNA dari mikobakterium, dan menghambat sintesis RNA bakteri

yaitu pada formasi rantai (chain formation) tidak pada perpanjangan rantai (chain

elongation) tetapi RNA polymerase manusia tidak terganggu. Resistensi rifampicin

berkembang karena terjadinya mutasi kromosom dengan frekuensi tinggi dengan

kecepatan mutasi tinggi yaitu 10-7 sampai 10-3, dengan akibat terjadinya perubahan pada

tempat ikatan obat tersebut.9

Mekanisme Resistensi Terhadap Pyrazinamide

Pyrazinamid merupakan turunan asam nikotinik yang berperan penting sebagai

bakterisid jangka pendek terhadap terapi tuberculosis. Obat ini bekerja efektif terhadap

bakteri tuberculosis secara invitro pada pH asam (pH 5,0-5,5). Pada keadaan pH netral,

pyrazinamid tidak berefek atau hanya sedikit berefek . obat ini merupakan bakterisid yang

memetabolisme secara lambat mikroorganisme yang berada dalam suasana asam pada

7

Page 8: Mdr Tuberculosis Paru

fagosit atau granuloma kaseosa. Obat tersebut akan diubah oleh basil tuberkel menjadi

bentuk yang aktif asam pyrazinoat.9

Mekanisme resistensi pyrazinamid berkaitan dengan hilangnya aktivitas

pyrazinamide sehingga pyrazinamid tidak banyak yang diubah menjadi asam pyrazinoat.

Kebanyakan kasus resistensi pyrazinamide ini berkaitan dengan mutasi gen pncA, yang

menyandikan pyrazinamid.9

Mekanisme Resistensi Terhadap Ethambutol

Ethambutol merupakan turunan ethylenediamine yang larut air dan aktif hanya pada

mykobakteria. Ethambutol ini bekerja sebagai bakteriostatik pada dosis standar.

Mekanisme utamanya dengan menghambat enzim arabinogalactan yang berada didalam

dinding sel.9

Resistensi Ethambutol pada M.tuberculosis paling sering berkaitan dengan mutasi

missense pada gen embB yang menjadi sandi arabinosyltransferase. Mutasi ini telah dite-

mukan pada 70% strain yang resisten dan keterlibatan pengganti asam amino pada posisi

306-406 pada sekitar 90% kasus.9

Mekanisme Resistensi Terhadap Streptomysin

Streptomycin merupakan golongan aminoglikosida yang diisolasi dari Streptomyces

griseus. Obat ini bekerja dengan menghambat sintesis protein dengan menganggu fungsi

ribosomal.9

Pada 2/3 strain M.tuberculosis yang resisten terhadap streptomysin telah diidenti-

fikasi oleh karena adanya mutasi pada satu dari dua target yaitu pada gen rRNA (rrs) atau

gen yang menyandikan protein ribosomal S12 (rpsl) . kedua target diyakini terlibat pada

ikatan streptomysin ribosomal. Mutasi yang utama terjadi pada rpsl telah diidentifikasi se-

banyak 50% isolate yang resisten terhadap streptomysin dan mutasi pada rrs sebanyak

20%. Pada sepertiga yang lainnya tidak ditemukan adanya mutasi. Frekuensi resistensi

mutan terjadi pada 1 dari 105 sampai 107 organisme. Strain M.tuberculosis yang resisten

terhadap streptomycin tidak mengalami resistensi silang terhadap Capreomysin maupun

amikasin.9

8

Page 9: Mdr Tuberculosis Paru

E. DIAGNOSIS

Diagnosis TB resistensi ganda pada pengumpulan dan proses kultur specimen yang

adekuat dan harus dilakukan sebelum terapi diberikan. Jika pasien tidak dapat mengeluarkan

sputum dilakukan induksi sputum dan jika tetap tidak bisa, dilakukan bronkoskopi. Tes sensi-

tivitas terhadap obat lini pertama dan kedua dilakukan pada laboratorium rujukan yang

memadai.9

Beberapa metode telah digunakan untuk deteksi resistensi obat pada TB. Deteksi re-

sistensi obat dimasa lalu disebut dengan metode konvensional berdasarkan deteksi pertum-

buhan M.tuberculosis.akibat sulitnya beberapa metode ini adalah metode fenotipik dan

genotipik. Pada banyak kasus, metode genotipik khususnya telah mendeteksi resistensi ri-

fampisin, sejak saat itu metode ini dioertimbangkan sebagai petanda TB resistensi ganda

khususnya pada suasan dengan prevalensi TB resistensi ganda yang tinggi. Sementara

metode fenotipik, disisi lain, merupakan metode yang lebih sederhana dan lebih mudah diim-

plementasikan pada laboratorium mikrobakteriologi klinik secara rutin.9

Tabel. 1. Metode fenotipik dan genotipik untuk deteksi resistensi OAT(dikutip dari 9)

Metode Fenotipik konven-

sionalMetode fenotipik baru Metode Genotipik

Metode proporsional Metode phage based Rangkaian DNA

Metode rasio resistensi Metode kolorimetri Teknik hybridisasi fase agar

Metode konsentrasi absolute The nitrate reductase assay Teknik real-time polymerase

Chain Reaction (PCR)

Metode radiometri BACTEC The microscopic observation

broth-drug susceptibility assay

microarrays

Tabung indicator pertumbuhan

mikobakterial

Metode agar thin-layer

9

Page 10: Mdr Tuberculosis Paru

F. PENATALAKSANAAN

Klasifikasi OAT untuk MDR

Kriteria utama berdasarkan data biologikal dibagi menjadi 3 kelompok OAT: 7

1. Obat dengan aktivitas bakterisid: aminoglikosid, tionamid dan pirazinamid yang bek-

erja pada pH asam.

2. Obat dengan aktivitas bakterisid rendah: fluorokuinolon

3. Obat dengan akivitas bakteriostatik : etambutol, cycloserin dan PAS

OAT yang dipakai :7

Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah : INH, Rifampisin, Pyrazinamid,

Streptomisin, dan Ethambutol.

Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) : Kanamisin, Amikasin, Kuinolon, “makrolid,

amoxicillin dan asam klavulanat” (masih dalam penelitian).

Obat berikut belum tersedia di Indonesia : kapreomisin, Sikloserin, PAS, derivate

rifampisin dan INH, Etionamid.

Tabel. 2. Tingkatan OAT untuk pengobatan MDR-TB(dikutip dari 7)

TINGKATAN OBATDOSIS

HARIAN

AKTIVITAS

ANTIBAKTERI

RASIO KADAR PUNCAK RASIO

SERUM TERHADAP M.Tb

1 Aminoglikosid

a.Streptomisin

b. Kanamisin atau amikasin

c. Kapreomisin

15mg/kg Bakterisid :

Menghambat

organisme yang

multiplikasi aktif

20-30

5-7,5

10-15

2 Thionamides

(etionamid-Protinamid)

10-20 mg/kg Bakterisid 4-8

3 Pirazinamid 20-30 mg/kg Bakterisid pada pH

asam

7,5-10

4 Ofloksasin 7,5-15 mg/kg Bakterisid

mingguan

2,5-5

5 Ethambutol 15-20 mg/kg Bakteriostatik 2-3

6 Sikloserin 10-20 mg/kg Bakteriostatik 2-4

7 PAS asam 10-12 g Bakteriostatik 100

10

Page 11: Mdr Tuberculosis Paru

Obat-obat yang digunakan dalam pengobatan tuberkulosis dapat dibagi kedalam 2

kategori yaitu OAT primer dan OAT sekunder. OAT primer adalah isoniazid, rifampin,

ethambutol, pyrazinamide. Dengan keempat macam OAT primer itu kebanyakan penderita

tuberculosis dapat disembuhkan. Penyembuhan penyakit umumnya terjadi setelah

pengobatan selama 6 bulan. Keempat macam OAT primer itu diberikan sekaligus setiap hari

selama 2 bulan, kemudian dilanjutkan dengan dua macam obat (isoniazid dan rifampin)

selama 4 bulan berikutnya.. Bila dengan OAT primer timbul resistensi, maka yang resisten

itu digantikan dengan paling sedikit 2-3 macam OAT sekunder yang belum resisten sehingga

penderita menerima 5 atau 6 macam obat sekaligus. Strategi pengobatan yang dianjurkan

oleh WHO adalah DOTs (directly observed treatment, short course) untuk penggunaan OAT

primer dan DOTS-plus untuk penggunaan OAT sekunder. OAT sekunder adalah asam para-

aminosalisilat, ethionamide, thioacetazone, fluorokinolon, aminoglikosida dan capreomycin,

cycloserine, penghambat betalaktam, clarithromycin, linezolid, thioacetazone, dan lain-lain.4

Aminoglikosida dan Capreomycin

Kelompok obat suntik ini mempunyai mekanisme kerja mengikat ribosom yang selan-

jutnya berakibat pengambatan sistesi protein6. Obat ini harus dapat melintasi dinding sel su-

paya tempat kerjanya di ribosom. Pada pH rendah yaitu di dalam kavitas dan abses penetrasi

obat meliwati dinding sel mikobakteri terhalang, dan ini dapat menerangkan kekurangmanju-

ran aminoglikosida sebagai antitiberkulosis. Lebih lanjut aminoglikosida tak dapat melintasi

dinding sel, sebab itu tak berkhasiat terhadap mikrobakteri intrasel. Aminoglikosida

berkhasiat bakterisid hanya terhadap mikobakteri yang sedang membelah dan sedikit sekali

efeknya terhadap basil yang tak sedang membelah. Oleh karena itu aminoglikodsida hanya

bermanfaat pada pengobatan fase induksi, ketika mikobakteri dalam jumlah besar sedang

membelah diri, sedangkan pada pengobatan fase lanjut yang diperlukan adalah OAT yang

aktif terhadap mikobakteri intrasel yang sedang membelah diri secara lambat. Resistensi ter-

hadap streptomycin biasanya sering dijumpai pada wilayah dimana obat itu luas digunakan.

Tempat kerja masing-masing aminoglikosida di ribosom adalah tak sama. Amikacin umum-

nya aktif terhadap mikobakteri yang sudah resistant terhadap streptomycin, tetapi antara

amikacin dengan kanamycin selalu ada resistensi silang. Di lain pihak mikobakteri yang su-

dah resisten dengan amikasin selalu resisten pula dengan streptomycin. Capreomycin adalah

11

Page 12: Mdr Tuberculosis Paru

obat mahal, tetapi aktif terhadap strain mikobakteri yang sudah resisten terhadap strepto-

mycin. Strain yang sudah resisten dengan capreomycin masih dapat diatasi dengan amikacin,

tetapi sebaliknya tidak.4

Ethionamide

Setelah penemuan isoniazid beberapa turunan pyridine lainnya telah diuji dan dite-

mukan ethionamide dan prthionamide memperlihatkan aktifitas antimikobakteri2.

Mekanisme kerjanya sama seperti isoniazid, yaitu menghambat sintesis asam mikolat. In-

viro kedua turunan pyridine ini bersifat bakterisid, tetapi resistensi mudah terjadi. Dosis har-

ian adalah 500-1000 mg, terbagi dua dosis. Efek samping utama adalah gangguan saluran

cerna, hepatotoksisitas (4.3% penderita); ethionamide memperlihatkan kekerapan efek

samping yang sedikit lebih rendah dari efek samping prothioamide. Efek samping yang lain

adalah neuritis, kejang, pusing, dan ginekomastia.4

Flurokuinolon

Fluorokinolon menghambat tropoisomerase II (DNA gyrase), dan tropoisomerase IV

tetapi enzim ini tak ada pada mikobakteri. Sifat penting fluorokinolon adalah kemampuan-

nya untuk masuk ke dalam makrofag dan memperlihatkan efek mikobakterisidnya di dalam

sel itu. Yang diakui berkhasiat sebagai OAT adalah fluorokinolon generasi kedua, yaitu

ciprofloxacin, ofloxacin, dan levofloxacin. Akan tetapi jumlah kajian klinik yang meneliti

peran fluorokinolon paada pengobatan multi-drug resistant tuberculosis (MDR-TB) masih

terbatas. Efek samping yang berkaitan dengan penggunaan fluorokinolon mencakup gang-

guan saluran cerna, efek neurologik, artopathy dan fotosensitifitas. 4

Asam Para-amino Salisilat (PAS)

Ditemukan tahun 1940, dahulu merupakan OAT garis pertama yang disunakan

bersama dengan isoniazid dan streptomycin; kemudian kedudukannya digantikan oleh

ethambutol. PAS memperlihatkan efek bakteriostatik terhadap M tuberculosis dengan meng-

hambat secara kompetitif pembentukan asam folat dari asam para-amino benzoat1. Penggu-

naan PAS sering disertai efek samping yang mencakup keluhan saluran cerna, reaksi

hipersensitifitas (10% penderita), hipotiroid, trombositopenia, dan malabsorpsi.4

12

Page 13: Mdr Tuberculosis Paru

Cycloserine

Cycloserine memperlihatkan efek mikobakteriostatiknya melalui penghambatan sinte-

sis dinding sel. Penelitian klinis yang dilalukan pada tahun 1950-an memperlihatkan keman-

juran yang lebih rendah disbanding dengan PAS, disertai dengan efek samping neueopsikia-

trik yang terlihat pada 50% penderita yang menerima dosis 1 gram perhari. Gejalanya men-

cakup serangan kejang, psikosis, berbicara tak jelas, mengantuk, dan koma.4

Pengobatan MDR-TB sangat mahal, sulit, memerlukan waktu yang lama dan hasilnya

belum tentu memuaskan meskipun dengan obat TB lini kedua. Oleh karena itu pengemban-

gan pengetahuan mengenai mekanisme kerja obat dan resistensi serta pathogenesis strain re-

sisten obat, menjadi dasar pengembangan strategi diagnostik, program pengobatan tuberku-

losis dan obat baru.3

G. PROGNOSIS

Dubia, tergantung derajat berat, kepatuhan pasien, sensitivitas bakteri, gizi, status

imun dan komorbiditas.12

13