matriks ruu ttg perubahan atas uu no 24 tahun 2003...

48
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net www.parlemen.net MATRIKS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UU MK RUU MK Draft II MASUKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAHH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Pemda DIY : MK menjadi seperti superbody, perlu dicarikan jalan keluar dengan mencari format ketatanegaraan yang memungkinkan checks and balances; UII : MK tidak boleh mencabut kewenangan yang sudah diberikan oleh UUD, seperti kewenangan KY untuk melakukan pengawasan Menimbang:a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa dan negara yang tertib, bersih, makmur, dan berkeadilan; Menimbang:a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa dan negara yang tertib, bersih, makmur, dan berkeadilan; UGM : Konsideran menimbang huruf a, perlu kesamaan antara ketiga RUU (KY, MA, MK); b. bahwa Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman mempunyai peranan penting dalam usaha menegakkan konstitusi dan prinsip negara hukum sesuai dengan tugas dan b. bahwa Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman mempunyai peranan penting dalam usaha menegakkan konstitusi dan prinsip negara hukum Spanyol: Dalam sistem ketatanegaraan Spanyol, MK Spanyol (Tribunal Constitucional) bukan merupakan pelaku Kekuasan Kehakiman dan karenanya tidak masuk dalam ranah Judicial Power branch, walaupun MK Spanyol berkompetensi absolut untuk memeriksa dan memutus

Upload: phamnguyet

Post on 06-May-2019

266 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

MATRIKS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR...TAHUN... TENTANG

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UU MK RUU MK Draft II MASUKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003

TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR...TAHUN... TENTANG

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003

TENTANG MAHKAMAHH KONSTITUSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pemda DIY: MK menjadi seperti superbody, perlu dicarikan jalan keluar dengan mencari format ketatanegaraan yang memungkinkan checks and balances; UII: MK tidak boleh mencabut kewenangan yang sudah diberikan oleh

UUD, seperti kewenangan KY untuk melakukan pengawasan

Menimbang:a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa dan negara yang tertib, bersih, makmur, dan berkeadilan;

Menimbang:a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa dan negara yang tertib, bersih, makmur, dan berkeadilan;

UGM: Konsideran menimbang huruf a, perlu kesamaan antara ketiga RUU (KY, MA, MK);

b. bahwa Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman mempunyai peranan penting dalam usaha menegakkan konstitusi dan prinsip negara hukum sesuai dengan tugas dan

b. bahwa Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman mempunyai peranan penting dalam usaha menegakkan konstitusi dan prinsip negara hukum

Spanyol: Dalam sistem ketatanegaraan Spanyol, MK Spanyol (Tribunal Constitucional) bukan merupakan pelaku Kekuasan Kehakiman dan karenanya tidak masuk dalam ranah Judicial Power branch, walaupun MK Spanyol berkompetensi absolut untuk memeriksa dan memutus

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

sesuai dengan tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

konstitusionalitas suatu perkara yang diajukan kepadanya (sebagai the Supreme Interpreter of Constitution).

c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang;

c.bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang;

Spanyol: Dalam UUD Spanyol, MK diletakkan dalam Bab tersendiri terpisah dari Bab tentang Kekuasaan Kehakiman, dimana Kekuasaan Kehakiman diatur dalam Bab VI sedangkan MK diatur dalam Bab IX Konstitusi Spanyol.

d.bahwa berdasakan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal III Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu membentuk Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi;

d.bahwa Mahkamah Konstitusi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

e.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Mengingat: 1. Pasal 7A, Pasal 7B, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24C, dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Mengingat:1. Pasal 7A, Pasal 7B, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24C, dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Spanyol: MK Spanyol diatur dalam Konstitusi Spanyol yaitu khususnya dalam Bab IX (Pasal 159 s/d Pasal 165).

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

2.Undang-Undang Nomor 14 Tahun

1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2951) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3879);

2.Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358);

UGM: Dasar hukum sebaiknya juga mencantumkan UU yang lama; Spanyol: Oleh karena MK Spanyol (Tribunal Constitucional) bukanlah merupakan pelaku Kekuasaan kehakiman sebagaimana diuraikan di atas, maka sebagai konsekuensi-logisnya dalam recital UU MK Spanyol tidak merujuk pada UU Kekuasaan Kehakiman (Ley Organica 6/1985, de 1 de Julio, del Poder Judicial, LOPJ), melainkan hanya merefer pada Konstitusi Spanyol khususnya pasal-pasal yang mengatur ttg MK (yaitu Pasal 159 s/d Pasal 165 Bab IX Konstitusi Spanyol).

3.Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316);

USU: UU yang akan dicabut masuk sebagai dasar/mengingat? Spanyol:

MK Spanyol secara khusus diatur dalam UU Organik Nomor 2 Tahun 1979 tentang Mahkamah Konstitusi (Ley Organica 2/1979, Tribunal Constitucional).

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK

INDONESIA dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK

INDONESIA dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

USU: UU yang akan dicabut masuk sebagai dasar/mengingat?

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

KONSTITUSI.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal I Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316), diubah sebagai berikut:

Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Permohonan adalah permintaan yang diajukan secara tertulis kepada Mahkamah Konstitusi mengenai: a. pengujian undang-undang terhadap Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

c. pembubaran partai politik; d. perselisihan tentang hasil pemilihan umum;

atau b. pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau

Spanyol: MK Spanyol bukan merupakan pelaku Kekuasaan Kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Konstitusi Spanyol. Spanyol: Jenis Permohonan yang dapat diajukan melalui MK Spanyol adalah sebagai berikut:

Pengujian materi (Judicial Review) terhadap konstitusionalitas suatu peraturan yang dikeluarkan oleh Lembaga Negara maupun Pemerintah Wilayah Otonomi;

Sengketa kewenangan antara Negara (Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah Otonomi), sengketa antar Pemerintah Daerah Otonoomi, atau antara Lembaga-lebaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Konstitusi Spanyol.

Sengketa antar Otonomi Lokal;

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Uji materi terhadap Perjanjian Internasional; Banding terhadap perlindungan/jaminan hak-hak konstitusional

“Recurso de Amparo Appeal”

BAB II

KEDUDUKAN DAN SUSUNAN

Bagian Pertama Kedudukan

Pasal 2 Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan

Spanyol: Di Spanyol, MK (Tribunal Constitucional) bukanlah sebagai pelaku Kekuasaan Kehakiman, walaupun dalam menjalankan tugas dan wewenangnya MK bersifat merdeka dan bebas dari campur tangan lembaga lainnya. sebagaimana halnya pelaku kekuasaan kehakiman seperti MA dan badan-badan peradilannya di bawahnya.

Pasal 3 Mahkamah Konstitusi berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.

Bagian Kedua Susunan

Pasal 4 (1) Mahkamah Konstitusi mempunyai 9 (sembilan)

orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

(2) Susunan Mahkamah Kontitusi terdiri atas

seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) orang anggota hakim konstitusi.

1. Ketentuan Pasal 4 ayat (3) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 4 (1) Mahkamah Konstitusi mempunyai 9

(sembilan) orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

(2) Susunan Mahkamah Kontitusi terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) orang anggota hakim

Spanyol: MK Spanyol mempunyai 12 (dua belas) orang hakim konstitusi yang diangkat oleh Raja, dengan komposisi sebagai berikut: - 4 (empat) orang diusulkan oleh Kongres dengan mayoritas suara 3/5; - 4 (empat) orang diusulkan oleh Senat dengan mayoritas suara 3/5; -2 (dua) diusulkan oleh KY Spanyol; - 2 (dua) orang diusulkan oleh Pemerintah. Rusia: - Jumlah Hakim MK Federasi Rusia sebanyak 13 orang, yang dipilih melalui pemungutan suara. - Di tingkat Oblas (daerah), ada 16 MK yg juga telah menjadi anggota European Constitutional Court. Tetapi, MK di tingkat oblas bukan

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

(3) Ketua dan Wakil Ketua dipilih dari dan oleh hakim konstitusi untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun.

(4) Sebelum Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3), rapat pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipimpin oleh hakim konstitusi yang tertua usianya.

(5) Ketentuan mengenai tata cara pemilihan Ketua dan Wakil Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Konstitusi.

konstitusi. (3) Ketua dan Wakil Ketua dipilih dari dan oleh

hakim konstitusi untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun.

(4) Sebelum Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3), rapat pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipimpin oleh hakim konstitusi yang tertua usianya.

(5) Ketentuan mengenai tata cara pemilihan Ketua dan Wakil Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Konstitusi.

merupakan bawahan dari MK Federasi Rusia. - Hakim MK diangkat seumur hidup oleh Dewan Federasi berdasarkan usulan dari Presiden.

UGM: Pasal 4 dan Pasal 5 RUU sebaiknya disatukan saja. Atmajaya Yogya: Pasal 4 ayat (3) belum ada konsistensi penggunaan istilah. Perlu ditambahkan Ketua dan Wakil Ketua MK UGM: Pasal 4 dan Pasal 5 RUU sebaiknya disatukan saja. Atmajaya Yogya: Pasal 4 ayat (3) belum ada konsistensi penggunaan istilah. Perlu ditambahkan Ketua dan Wakil Ketua MK. Polandia: Mahkamah Konstitusi terdiri dari 15 orang hakim yang dipilih secara

pribadi oleh Sejm dari orang-orang yang memiliki keahlian hukum yang berbeda-beda, untuk masa kerja 9 tahun.

Ketua dan wakil ketua dari Mahkamah Konstitusi ditunjuk oleh Presiden Republik Polandia dari calon-calon yang diajukan oleh Musyawarah Umum Hakim Mahkamah Konstitusi.

Pasal 5 Hakim konstitusi adalah pejabat negara.

UGM: Pasal 4 dan Pasal 5 RUU sebaiknya disatukan saja.

Pasal 6 (1) Kedudukan protokoler dan hak keuangan

Ketua, Wakil Ketua, dan anggota hakim konstitusi berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan bagi pejabat negara.

(2) Hakim konstitusi hanya dapat dikenakan tindakan kepolisian atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan tertulis Presiden, kecuali dalam hal: a. tertangkap tangan melakukan tindak

pidana; atau

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

b. berdasarkan bukti permulaan yang cukup disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.

Bagian Ketiga

Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan

Pasal 7 Untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya, Mahkamah Konstitusi dibantu oleh sebuah Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan.

Spanyol: Dalam pelaksanaan tugasnya MK Spanyol dibantu oleh 5 Sekretaris Panitera (Judicial Secretaries) dan pegawai-pegawai pemerintahan (civil servants) dari Sekretariat Jenderal. Selain itu, dalam pelaksanaan fungsi yudisialnya tersebut, MK dibantu oleh beberapa lawyer yg tergabung dalam “Body of Lawyers”

Pasal 8 Ketentuan mengenai susunan organisasi, fungsi, tugas, dan wewenang Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden atas usul Mahkamah Konstitusi.

Pasal 9

Anggaran Mahkamah Konstitusi dibebankan pada mata anggaran tersendiri dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

BAB III KEKUASAAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Bagian Pertama Wewenang

Pasal 10

(1)Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-

Spanyol: Kompetensi absolut MK Spanyol adalah sebagai berikut:

Pemeriksaan Uji Materi (Judicial Review) terhadap konstitusionalitas suatu peraturan yang dikeluarkan oleh Lembaga Negara maupun Pemerintah Wilayah Otonomi;

Memutus sengketa kewenangan antara Negara (Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah Otonomi), sengketa antar Pemerintah Daerah Otonoomi,

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

c. memutus pembubaran partai politik; dan d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan

umum. (2)Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan

atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(3)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa: a. pengkhianatan terhadap negara adalah tindak

pidana terhadap keamanan negara sebagaimana diatur dalam undang-undang.

b. korupsi dan penyuapan adalah tindak pidana korupsi atau penyuapan sebagaimana diatur dalam undang-undang.

c. tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

d. perbuatan tercela adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden.

e. tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6

atau antara Lembaga-lebaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Konstitusi Spanyol;

Memutuskan konflik antara Pemerintah Otonomi Lokal; Melakukan review terhadap konstitusionalitas dari Perjanjian Internasional,

atas permintaan Pemerintah, Congres atau Senate; dan Pemeriksaan Banding terhadap Perlindungan Hak-hak yang dijamin dalam

Konstitusi Amparo Appeal. Rusia: MK Federasi Rusia mempunyai fungsi: a. mengawal hak-hak konstitusional masyarakat (social civil rights); b. menyelesaikan sengketa antar lembaga negara; c. sebagai penafsir tunggal konstitusi.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

Pasal 11 Untuk kepentingan pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Mahkamah Konstitusi berwenang memanggil pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan.

Bagian Kedua Tanggung Jawab dan Akuntabilitas

Pasal 12 Mahkamah Konstitusi bertanggung jawab mengatur organisasi, personalia, administrasi, dan keuangan sesuai dengan prinsip pemerintahan yang baik dan bersih.

Pasal 13 (1)Mahkamah Konstitusi wajib mengumumkan

laporan berkala kepada masyarakat secara terbuka mengenai: a. permohonan yang terdaftar, diperiksa, dan

diputus; b. pengelolaan keuangan dan tugas

administrasi lainnya. (2)Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dimuat dalam berita berkala yang diterbitkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Pasal 14 Masyarakat mempunyai akses untuk mendapatkan putusan Mahkamah Konstitusi.

BAB IV PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN

HAKIM KONSTITUSI Bagian Pertama Pengangkatan

Pasal 15

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

Hakim konstitusi harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. memiliki integritas dan kepribadian yang tidak

tercela; b. adil; dan c. negarawan yang menguasai konstitusi dan

ketatanegaraan.

Pasal 16 (1) Untuk dapat diangkat menjadi hakim konstitusi

seorang calon harus memenuhi syarat:

a. warga negara Indonesia; b. berpendidikan sarjana hukum; c. berusia sekurang-kurangnya 40 (empat

puluh) tahun pada saat pengangkatan; d. tidak pernah dijatuhi pidana penjara

berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

e. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan; dan

f. mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun.

(2) Calon hakim konstitusi yang bersangkutan wajib membuat surat pernyataan tentang kesediaannya untuk menjadi hakim konstitusi.

2. Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 16

(1) Untuk dapat diangkat menjadi hakim konstitusi seorang calon harus memenuhi syarat: a. warga negara Indonesia; b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa c. Sehat Jasmani dan Rohani d. Tidak pernah melakukan perbuatan

tercela e. berpendidikan sarjana hukum; f. berusia sekurang-kurangnya 40 (empat

puluh) tahun pada saat pengangkatan; g. tidak pernah dijatuhi pidana penjara

berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

h. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan; dan

i. mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun.

(2) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengajuan calon hakim konstitusi harus memenuhi persyaratan

PEMPROV SUMUT: Pasal 16 ayat (1) huruf h UUMK, tidak sedang

dinyatakan pailit Apa perlunya ini? Atmajaya Yogya: Pasal 16 ayat (1) huruf g seharusnya mensyaratkan

tidak pernah dipidana apapun, kecuali tidak pidana ringan.

Atmajaya Yogya: Perlu pembatasa usian maksimal calon Hakim Konstitusi Polandia: Seorang calon hakim konstitusi harus berpendidikan dan ahli

hukum. Ia bisa seorang advokat, atau profesor hukum.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

administrasi dengan menyerahkan : a. surat pernyataan tentang kesediaannya

untuk menjadi hakim konstitusi; b. daftar riwayat hidup; c. ijazah asli atau yang telah dilegalisasi; d. daftar harta kekayaan serta sumber

penghasilan calon; dan e. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Spanyol: Untuk menjadi hakim MK Spanyol antara lain harus memenuhi persyaratan pengalaman profesional di bidang hukum minimal 15 (lima belas) tahun.

Pasal 17 Hakim konstitusi dilarang merangkap menjadi: a. pejabat negara lainnya; b. anggota partai politik; c. pengusaha; d. advokat; atau e. pegawai negeri.

Pasal 18 (1) Hakim konstitusi diajukan masing-masing 3

(tiga) orang oleh Mahkamah Agung, 3 (tiga) orang oleh DPR, dan 3 (tiga) orang oleh Presiden, untuk ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

(2) Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak pengajuan calon diterima Presiden.

Spanyol: Hakim MK Spanyol diusulkan masing-masing 4 (empat) orang oleh Kongres dengan mayoritas suara 3/5; 4 (empat) orang oleh Senat dengan mayoritas suara 3/5; -2 (dua) diusulkan oleh KY Spanyol, 2 (dua) orang oleh Pemerintah, untuk kemudian diangkat oleh Raja.

Pasal 19 Pencalonan hakim konstitusi dilaksanakan secara transparan dan partisipatif.

Pasal 20 (1) Ketentuan mengenai tata cara seleksi,

pemilihan, dan pengajuan hakim konstitusi diatur oleh masing-masing lembaga yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1).

(2) Pemilihan hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

obyektif dan akuntabel. Pasal 21

(1) Sebelum memangku jabatannya, hakim konstitusi mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya, yang berbunyi sebagai berikut:

Sumpah hakim konstitusi: “Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi

kewajiban hakim konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa”

Janji hakim konstitusi: “Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban hakim konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa”

(2) Pengucapan sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di hadapan Presiden.

(3) Sebelum memangku jabatannya, Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya di hadapan Mahkamah Konstitusi yang berbunyi sebagai berikut: Sumpah Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi: “Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

serta berbakti kepada nusa dan bangsa”

Janji Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi: “Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa”

Bagian Kedua Masa Jabatan

Pasal 22

Masa jabatan hakim konstitusi selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1(satu) kali masa jabatan berikutnya.

Spanyol: Masa Jabatan hakim MK Spanyol 9 (sembilan) tahun, dan setelah itu tidak dapat dipilih kembali, kecuali dalam hal hakim konstitusi dimaksud baru menjabat kurang dari 3 (tiga) tahun. 1/3 dari seluruh hakim MK diperbaharui setiap 3 tahun

Bagian Ketiga Pemberhentian

Pasal 23 (1) Hakim konstitusi diberhentikan dengan hormat

apabila: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri

yang diajukan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi;

c. telah berusia 67 (enam puluh tujuh) tahun; d. telah berakhir masa jabatannya; atau e. sakit jasmani atau rohani secara terus-

menerus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.

(2) Hakim konstitusi diberhentikan dengan tidak

hormat apabila: a. dijatuhi pidana penjara berdasarkan

putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena

3. Ketentuan Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 23

(1) Hakim konstitusi diberhentikan dengan hormat apabila:

a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri

yang diajukan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi;

c. telah berusia 67 (enam puluh tujuh) tahun; d. telah berakhir masa jabatannya; atau e. sakit jasmani atau rohani secara terus-

menerus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.

(2) Hakim konstitusi diberhentikan dengan tidak hormat apabila:

a. dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena

UGM: Pasal 23 ayat (1) huruf e dan Pasal 23 ayat (2) huruf g mengenai

sakit jasmani rohani perlu dikaji ulang, karena ada 1 sebab dengan 2 konsekuensi

Spanyol: Apabila diibandingkan UU MK Jo. RUU MK ini dengan UU MK Spanyol, terkait dengan batas usia 67 tahun, maka hakim MK Spanyol tidak ada batas usia. UNIV. NOMMENSSEN: Pasal 23 ayat (1) huruf c dan d, sebaiknya jadikan satu saja, atau didrop, karena pemborosan Usul Perlu penambahan satu ayat lagi “Apabila ternyata hakim yang bersangkutan tidak cakap dalam menjalankan tugasnya” UNIV. NOMMENSSEN: Pasal 23 ayat (2) Huruf g usul di drop. Polandia: Masa kerja Hakim Konstitusi yang telah habis tidak dapat

diperpanjang atau ia tidak dapat dipilih kembali menjadi Hakim

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

b. melakukan perbuatan tercela; c. tidak menghadiri persidangan yang

menjadi tugas dan kewajibannya selama 5 (lima) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah;

d. melanggar sumpah atau janji jabatan; e. dengan sengaja menghambat Mahkamah

Konstitusi memberi putusan dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7B ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

f. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17; atau

g. tidak lagi memenuhi syarat sebagai hakim konstitusi.

(3) Permintaan pemberhentian dengan tidak hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.

(4) Pemberhentian hakim konstitusi ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas permintaan Ketua Mahkamah Konstitusi.

(5) Ketentuan mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Konstitusi.

melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

b. melakukan perbuatan tercela; c. tidak menghadiri persidangan yang

menjadi tugas dan kewajibannya selama 5 (lima) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah;

d. melanggar sumpah atau janji jabatan; e. dengan sengaja menghambat Mahkamah

Konstitusi memberi putusan dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7B ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

f. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17; atau

g. tidak lagi memenuhi syarat sebagai hakim konstitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.

(3) Permintaan pemberhentian dengan tidak hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.

(4) Pemberhentian hakim konstitusi ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas permintaan Ketua Mahkamah Konstitusi.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi diatur dalam peraturan Mahkamah Konstitusi.

Konstitusi. UGM: Hakim MK harus diposisikan sama dengan hakim agung,

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

perlu ada pengawas eksternal (KY); Pengawasan atas Hakim MK dapat dilakukan oleh Badan Kehormatan yang beranggotakan unsur MA, Pemerintah, dan DPR;

Atmajaya Yogya: Majelis Kehormatan MK seharusnya dilebur saja ke dalam KY

Pasal 24 (1)Hakim konstitusi sebelum diberhentikan dengan

tidak hormat, diberhentikan sementara dari jabatannya dengan Keputusan Presiden atas permintaan Ketua Mahkamah Konstitusi, kecuali alasan pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a.

(2)Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 60 (enam puluh) hari kerja dan dapat diperpanjang untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.

(3)Dalam hal perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah berakhir tanpa dilanjutkan dengan pemberhentian, yang bersangkutan direhabilitasi dengan Keputusan Presiden.

(4)Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dikeluarkan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permintaan Ketua Mahkamah Konstitusi.

(5)Sejak dimintakan pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim konstitusi yang bersangkutan dilarang menangani perkara.

Pasal 25

(1)Apabila terhadap seorang hakim konstitusi ada perintah penahanan, hakim konstitusi yang

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

bersangkutan diberhentikan sementara dari jabatannya.

(2) Hakim konstitusi diberhentikan sementara dari jabatannya apabila dituntut di muka pengadilan dalam perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana meskipun tidak ditahan.

(3) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling lama 60 (enam puluh) hari kerja dan dapat diperpanjang untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.

(4) Dalam hal perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah berakhir dan belum ada putusan pengadilan, terhadap yang bersangkutan diberhentikan sebagai hakim konstitusi.

(5) Apabila di kemudian hari putusan pengadilan menyatakan yang bersangkutan tidak bersalah, yang bersangkutan direhabilitasi.

Pasal 26

(1) Dalam hal terjadi kekosongan hakim konstitusi karena berhenti atau diberhentikan, lembaga yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) mengajukan pengganti kepada Presiden dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak terjadi kekosongan.

(2) Keputusan Presiden tentang pengangkatan pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam jangka waktu paling lambat 7 ( tujuh) hari kerja sejak pengajuan diterima Presiden.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

Pasal 27 Ketentuan mengenai tata cara pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Konstitusi.

BAB V

HUKUM ACARA

Bagian Pertama Umum

Pasal 28

(1) Mahkamah Konstitusi memeriksa, mengadili, dan memutus dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi dengan 9 (sembilan) orang hakim konstitusi, kecuali dalam keadaan luar biasa dengan 7 (tujuh) orang hakim konstitusi yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah Konstitusi.

(2) Dalam hal Ketua Mahkamah Konstitusi berhalangan memimpin sidang pleno sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sidang dipimpin oleh Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi.

(3) Dalam hal Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi berhalangan pada waktu yang bersamaan, sidang pleno dipimpin oleh ketua sementara yang dipilih dari dan oleh Anggota Mahkamah Konstitusi.

(4) Sebelum sidang pleno sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Konstitusi dapat membentuk panel hakim yang anggotanya terdiri atas sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim konstitusi untuk memeriksa yang

Atmajaya Yogya: Hukum acara MK cukup hal-hal yang prinsip, sedangkan hal yang bersifat teknis-administratif cukup diatur dalam peraturan pelaksanaannya Spanyol: Dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara konstitusiona, MK Spanyol dapat melakukannya dalam sidang pleno yang dihadiri oleh 12 anggota penuh hakim MK (full court), atau MK Spanyol dapat membentuk 2 Chamber atau Division dimana masing-masing chamber beranggotakan 6 hakim konstitusi. Kemudian, masing-masing chamber tersebut membagi panitia atau seksi khusus yang beranggotakan 3 hakim konstitusi yang bertugas melakukan pemeriksaan pendahuluan (semacam dismissal procedure) untuk menentukan apakah kasus tersebut propper untuk diterima atau tidak dapat diterima (NO) “Decission Admisibility of Files”.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

hasilnya dibahas dalam sidang pleno untuk diambil putusan.

(5) Putusan Mahkamah Konstitusi diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Tidak dipenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berakibat putusan Mahkamah Konstitusi tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

Bagian Kedua

Pengajuan Permohonan

Pasal 29 (1)Permohonan diajukan secara tertulis dalam

bahasa Indonesia oleh pemohon atau kuasanya kepada Mahkamah Konstitusi.

(2)Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya dalam 12 (dua belas) rangkap.

4. Ketentuan Pasal 29 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 29

(1) Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh pemohon atau kuasanya kepada Mahkamah Konstitusi melalui Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya dalam 12 (dua belas) rangkap.

(3) Disamping diajukan dalam bentuk tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan juga diajukan dalam format digital yang disimpan secara elektronik dalam media penyimpanan berupa disket, cakram padat (compact disc) atau yang serupa dengan itu.

UNIV. NOMMENSSEN: Pasal 29 ayat (1), frase melalui Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, dibuang, karena MK dan alat pendukungnya adalah satu kesatuan (Lihat pasal 12 UU 24 th 2003).

Pasal 30 Permohonan wajib dibuat dengan uraian yang jelas mengenai:

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

a. pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

c. pembubaran partai politik; d. perselisihan tentang hasil pemilihan umum; atau e. pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil

Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 31 (1) Permohonan sekurang-kurangnya harus

memuat: a. nama dan alamat pemohon; b. uraian mengenai perihal yang menjadi

dasar permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30; dan

c. hal-hal yang diminta untuk diputus.

(2) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan alat bukti yang mendukung permohonan tersebut.

5. Ketentuan Pasal 31 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 31 (1) Permohonan sekurang-kurangnya harus

memuat: a. Identitas pemohon, yang meliputi:

1) Nama; 2) Tempat tanggal lahir/ umur; 3) Agama; 4) Pekerjaan; 5) Alamat Lengkap;

b. uraian mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, dan hal-hal yang diminta untuk diputus.

(2) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan alat bukti yang mendukung permohonan tersebut.

UNIV. NOMMENSSEN: Pasal 31 ayat (1) huruf a sub 3 Agama Sebaiknya identitas pemohon tak perlu disertai Agama. Apa ada prioritas atau pengesampingan terhadap penganut agama tertentu atau aliran kepercayaan?

Bagian Ketiga Pendaftaran Permohonan dan Penjadwalan Sidang

6. Ketentuan Pasal 32 disisipkan 3 ayat, yakni ayat (1a), ayat (1b), dan ayat (2a) sehingga berbunyi sebagai berikut:

UNIV. NOMMENSSEN: Pasal 32 ayat (1) Kata Terhadap, dibuang saja, karena tak sesuai dengan kaidah tata

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

Pasal 32

(1) Terhadap setiap permohonan yang diajukan, Panitera Mahkamah Konstitusi melakukan pemeriksaan kelengkapan permohonan.

(2) Permohonan yang belum memenuhi kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 31 ayat (1) huruf a dan ayat (2), wajib dilengkapi oleh pemohon dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak pemberitahuan kekuranglengkapan tersebut diterima pemohon.

(3) Permohonan yang telah memenuhi kelengkapan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.

Pasal 32

(1) Terhadap setiap permohonan yang diajukan, Panitera Mahkamah Konstitusi melakukan pemeriksaan kelengkapan permohonan.

(1a) Proses pemeriksaan kelengkapan administrasi permohonan bersifat terbuka yang dapat diselenggarakan melalui forum konsultasi oleh Pemohon dengan Panitera Mahkamah Konstitusi.

(1b) Petugas Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa kelengkapan alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 sekurang-kurangnya berupa: a. bukti identitas diri pemohon; b. bukti surat atau tulisan yang berkaitan

dengan alasan permohonan; c. Daftar calon ahli dan/atau saksi disertai

pernyataan singkat tentang hal-hal yangakan diterangkan terkait dengan alasan permohonan, serta pernyataan bersedia menghadiri persidangan, dalam hal Pemohon bermaksud mengajukan ahli dan/atau saksi;

d. Daftar bukti-bukti lain yang dapat berupa informasi yang disimpan dalam atau dikirim melalui media elektronik, bila dipandang perlu.

(2) Permohonan yang belum memenuhi kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 31 ayat (1) huruf a dan ayat (2), wajib dilengkapi oleh pemohon dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak pemberitahuan kekuranglengkapan tersebut diterima

bahasa. UNIV. NOMMENSSEN: Pasal 32 ayat (2), dalam ayat ini sebaiknya diikuti dengan pemberian sanksi bagi yang tak melengkapinya dalam waktu 7 hari

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

pemohon. (2a) Apabila berkas permohonan dinilai telah

lengkap, berkas permohonan dinyatakan diterima oleh Panitera Mahkamah Konstitusi dengan memberikan Akta Penerimaan Berkas Perkara kepada pemohon.

(3) Permohonan yang telah memenuhi kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.

(4) Dalam hal kelengkapan permohonan tidak dipenuhi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka Panitera Mahkamah Konstitusi menerbitkan akta yang menyatakan bahwa permohonan tersebut tidak diregistrasi dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi dan diberitahukan kepada Pemohon disertai dengan pengembalian berkas permohonan.

(5) Permohonan diajukan tanpa dibebani biaya perkara.

Pasal 33

Buku Registrasi Perkara Konstitusi memuat antara lain catatan tentang kelengkapan administrasi dengan disertai pencantuman nomor perkara, tanggal penerimaan berkas permohonan, nama pemohon, dan pokok perkara.

7. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 33

(1) Buku Registrasi Perkara Konstitusi memuat antara lain catatan tentang kelengkapan administrasi dengan disertai pencantuman nomor perkara, tanggal penerimaan berkas permohonan, nama pemohon, dan pokok perkara.

(2) Panitera memberikan akta sebagai bukti pencatatan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

(3) Mahkamah menyampaikan salinan

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

permohonan kepada DPR dan Presiden melalui surat yang ditandatangani Panitera untuk diketahui, dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.

(4) Penyampaian salinan permohonan sebagaimana dimaksud ayat (3) disampaikan oleh Juru Panggil yang dibuktikan dengan berita acara penyampaian.

(5) Dalam hal permohonan yang telah dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi dan dilakukan penarikan kembali oleh Pemohon, maka Panitera menerbitkan Akta Pembatalan Registrasi permohonan yang telah diajukan Pemohon dan diberitahukan kepada Pemohon disertai dengan pengembalian berkas permohonan.

Pasal 34

(1) Mahkamah Konstitusi menetapkan hari sidang pertama, setelah permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja.

(2) Penetapan hari sidang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan kepada para pihak dan diumumkan kepada masyarakat.

(3) Pengumuman kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menempelkan salinan pemberitahuan tersebut di papan pengumuman Mahkamah Konstitusi yang khusus digunakan untuk itu.

8. Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 34

(1) Panitera menyampaikan berkas perkara yang sudah diregistrasi kepada Ketua Mahkamah Konstitusi untuk menetapkan susunan Panel Hakim yang memeriksa perkara tersebut, setelah terlebih dahulu Panitera menetapkan Panitera Pengganti.

(2) Ketua Panel Hakim menetapkan hari sidang pertama dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi

(3) Penetapan hari sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberitahukan kepada Pemohon, Termohon dan pihak terkait serta diumumkan kepada masyarakat.

(4) Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilakukan dengan menempelkan pada

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

papan pengumuman yang khusus dibuat untuk itu dan dalam sebuah situs/website serta disampaikan kepada media cetak dan elektronik.

(5) Pemberitahuan penetapan hari sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus sudah diterima oleh para pihak yang berperkara dalam jangka waktu 3 (tiga) hari sebelum hari persidangan.

Pasal 35

(1) Pemohon dapat menarik kembali permohonan sebelum atau selama pemeriksaan Mahkamah Konstitusi dilakukan.

(2) Penarikan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan permohonan tidak dapat diajukan kembali.

9. Diantara Pasal 35 dan Pasal 36 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 35 A, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Bagian Keempat

Alat Bukti

Pasal 35A (1) Pembuktian dibebankan kepada Pemohon. (2) Majelis hakim dapat meminta kepada

pihak lainnya untuk memberikan keterangan dan/atau mengajukan alat bukti lainnya.

UNIV. NOMMENSSEN: Pemberian Nama Pasal 35A kurang tepat, sebaiknya ditempatkan pada Pasal 36A Judulnya diubah menjadi Pembuktian

Bagian Keempat Alat Bukti Pasal 36

(1) Alat bukti ialah: a. surat atau tulisan; b. keterangan saksi; c. keterangan ahli; d. keterangan para pihak;

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

e. petunjuk; dan f. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan,

dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.

(2) Alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, harus dapat dipertanggungjawabkan perolehannya secara hukum.

(3) Dalam hal alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang tidak dapat dipertanggungjawabkan perolehannya secara hukum, tidak dapat dijadikan alat bukti yang sah.

(4) Mahkamah Konstitusi menentukan sah atau tidak sahnya alat bukti dalam persidangan Mahkamah Konstitusi.

Pasal 37

Mahkamah Konstitusi menilai alat-alat bukti yang diajukan ke persidangan dengan memperhatikan persesuaian antara alat bukti yang satu dengan alat bukti yang lain.

Pasal 38

(1) Para pihak, saksi, dan ahli wajib hadir memenuhi panggilan Mahkamah Konstitusi.

(2) Surat panggilan harus sudah diterima oleh yang dipanggil dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari persidangan.

(3) Para pihak yang merupakan lembaga negara dapat diwakili oleh pejabat yang ditunjuk atau kuasanya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(4) Jika saksi tidak hadir tanpa alasan yang sah meskipun sudah dipanggil secara patut menurut hukum, Mahkamah Konstitusi dapat meminta bantuan kepolisian untuk menghadirkan saksi tersebut secara paksa.

Bagian Kelima Pemeriksaan Pendahuluan

Pasal 39 (1) Sebelum mulai memeriksa pokok perkara,

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

Mahkamah Konstitusi mengadakan pemeriksaan kelengkapan dan kejelasan materi permohonan.

(2) Dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Mahkamah Konstitusi wajib memberi nasihat kepada pemohon untuk melengkapi dan/atau memperbaiki permohonan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari.

UGM: Pasal 39 ayat (2): perlu penegasan, 14 hari sejak kapan

10. Diantara Pasal 39 dan Pasal 40 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 39 A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 39 A

(1) Dalam pemeriksaan pendahuluan, Hakim

memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi permohonan yang meliputi kewenangan Mahkamah, kedudukan hukum (legal standing) Pemohon, dan pokok permohonan.

(2) Dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (1) Hakim wajib memberi nasihat kepada Pemohon dan/atau kuasanya untuk melengkapi dan/atau memperbaiki permohonan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari.

(3) Nasihat sebagaimana dimaksud ayat (2) juga mencakup hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan tertib persidangan.

(4) Dalam hal Hakim berpendapat bahwa permohonan telah lengkap dan jelas, dan/atau telah diperbaiki sesuai dengan nasihat dalam sidang panel, Panitera menyampaikan salinan permohonan dimaksud kepada Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung.

(5) Dalam hal pemeriksaan pendahuluan telah dilakukan oleh Panel Hakim, Panel yang bersangkutan melaporkan hasil pemeriksaan

UNIV. NOMMENSSEN: Pasal 39A ayat (1) Pemuatan kata legal standing perlu dirinci menurut perkara yang diajukan Spanyol: Pemeriksaan Pendahuluan di MK Spanyol, dilakukan oleh seksi khusus yg terdiri dari 3 orang hakim konstitusi, seksi inilah yg akan memutuskan apakah suatu permohonan atau gugatan dapat diterima atau tidak diterima, setelah sebelumnya dilakukan hearing. Kemudian, dalam hal diterima MK akan melakukan pemanggilan para pihak untuk dilakukan proses pemeriksaan materi perkara.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

dan memberikan rekomendasi kepada Rapat Pleno Permusyawaratan Hakim untuk proses selanjutnya.

(6) Dalam laporan panel sebagaimana dimaksud ayat (5) termasuk pula usulan penggabungan pemeriksaan persidangan terhadap beberapa perkara dalam hal: a. memiliki kesamaan pokok

permohonan; b. memiliki keterkaitan materi

permohonan atau; c. pertimbangan atas permintaan

Pemohon; (7) Pemeriksaan penggabungan perkara dapat

dilakukan setelah mendapat Ketetapan Ketua Mahkamah;

Bagian Keenam

Pemeriksaan Persidangan

Pasal 40 (1) Sidang Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum,

kecuali rapat permusyawaratan hakim. (2) Setiap orang yang hadir dalam persidangan wajib

menaati tata tertib persidangan. (3) Ketentuan mengenai tata tertib persidangan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh Mahkamah Konstitusi.

(4) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan penghinaan terhadap Mahkamah Konstitusi.

Pasal 41 (1) Dalam persidangan hakim konstitusi memeriksa

permohonan beserta alat bukti yang diajukan. (2) Untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), hakim konstitusi wajib memanggil para pihak yang berperkara untuk memberi keterangan yang dibutuhkan dan/atau meminta keterangan secara tertulis kepada lembaga

11. Ketentuan Pasal 41 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 41

(1) Dalam pemeriksaan persidangan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 40, hakim konstitusi memeriksa permohonan beserta alat bukti yang

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

negara yang terkait dengan permohonan. (3) Lembaga negara sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) wajib menyampaikan penjelasannya dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permintaan hakim konstitusi diterima.

diajukan. (2) Pemeriksaan persidangan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pemeriksaan pokok permohonan; b. pemeriksaan alat-alat bukti tertulis; c. mendengarkan keterangan Para Pihak yang

berperkara; e. mendengarkan keterangan saksi; f. mendengarkan keterangan ahli; g. mendengarkan keterangan Pihak Terkait; h. pemeriksaan rangkaian data, keterangan,

perbuatan, keadaan, dan/atau peristiwa yang bersesuaian dengan alat-alat bukti lain yang dapat dijadikan petunjuk;

i. pemeriksaan alat-alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.

(3) Pihak-pihak yang dipanggil oleh Hakim Konstitusi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib hadir.

(4) Atas permintaan Hakim, keterangan yang terkait dengan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c sampai dengan huruf g wajib disampaikan baik berupa keterangan tertulis, risalah rapat, dan/atau rekaman secara elektronik, dalam jangka waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permintaan dimaksud.

Pasal 42

Saksi dan ahli yang dipanggil wajib hadir untuk memberikan keterangan.

12. Diantara Pasal 42 dan Pasal 43 disisipkan 3 (tiga) pasal, yakni Pasal 42A, Pasal 42B dan Pasal 42C yang berbunyi sebagai berikut:

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

Pasal 42A

(1) Saksi dapat diajukan oleh Para Pihak yang berperkara, Pihak Terkait, atau dipanggil atas perintah Mahkamah Konstitusi

(2) Pemeriksaan saksi dimulai dengan menanyakan identitas (nama, tempat tanggal lahir/umur, agama, pekerjaan, dan alamat) saksi dan kesediaannya diambil sumpah atau janji berdasarkan agamanya untuk menerangkan apa yang didengar, dilihat, dan dialaminya sendiri.

Pasal 42B

(1) Ahli dapat diajukan Para Pihak yang berperkara, Pihak Terkait, atau dipanggil atas perintah Mahkamah Konstitusi.

(2) Keterangan ahli yang dapat dipertimbangkan oleh Mahkamah Konstitusi adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang tidak memiliki kepentingan yang bersifat pribadi (conflict of interest) dengan subjek dan/atau objek perkara yang sedang diperiksa.

(3) Pemeriksaan ahli dimulai dengan menanyakan identitas (nama, tempat tanggal lahir/umur, agama, pekerjaan, dan alamat) dan riwayat hidup serta keahliannya; dan ditanyakan pula kesediaannya diambil sumpah atau janji menurut agamanya untuk memberikan sesuai dengan keahliannya.

(4) Pemeriksaan ahli dalam bidang keahlian yang sama yang diajukan oleh pihak-pihak dilakukan dalam waktu yang bersamaan.

Pasal 42 C

(1) Pemeriksaan terhadap pihak terkait dilakukan dengan mendengar keterangan yang berkaitan dengan pokok permohonan.

UGM: Pasal 42B ayat (3) perlu perbaikan redaksional:

”...memberikan............ sesuai dengan keahliannya

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

(2) Pihak Terkait yang mempunyai kepentingan langsung dapat diberikan kesempatan untuk: a. memberikan keterangan lisan dan/atau

tertulis; b. mengajukan pertanyaan kepada ahli

dan/atau saksi; c. mengajukan ahli dan/atau saksi

sepanjang berkaitan dengan hal-hal yang dinilai belum terwakili dalam keterangan ahli dan/atau saksi yang telah didengar

d. keterangannya dalam persidangan; e. menyampaikan kesimpulan akhir

secara lisan dan/atau tertulis.

Pasal 43

Dalam pemeriksaan persidangan, pemohon dan/atau termohon dapat didampingi atau diwakili oleh kuasanya berdasarkan surat kuasa khusus untuk itu.

Pasal 44 (1) Dalam hal pemohon dan/atau termohon didampingi

oleh selain kuasanya di dalam persidangan, pemohon dan/atau termohon harus membuat surat keterangan yang khusus untuk itu.

(2) Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjukkan dan diserahkan kepada hakim konstitusi di dalam persidangan.

13. Diantara Pasal 44 dan Pasal 45 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 44A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 44A

(1) Apabila dipandang perlu, pemeriksaan

persidangan dapat diikuti dengan pemeriksaan setempat yang dilakukan oleh

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

Hakim Konstitusi yang ditunjuk dengan didampingi oleh Panitera dan/atau Panitera Pengganti serta dapat pula disertai Para Pihak yang berperkara, dan Pihak Terkait yang hasilnya disampaikan dalam persidangan.

(2) Pemeriksaan setempat bertujuan untuk memperoleh petunjuk sebagaimana dimaksud oleh Pasal 36 ayat (1) huruf e.

(3) Segala biaya yang timbul dalam pemeriksaan setempat dibebankan kepada masing-masing pihak.

Bagian Ketujuh

Putusan Pasal 45

(1) Mahkamah Konstitusi memutus perkara berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sesuai dengan alat bukti dan keyakinan hakim.

(2) Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan harus didasarkan pada sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti.

(3) Putusan Mahkamah Konstitusi wajib memuat fakta yang terungkap dalam persidangan dan pertimbangan hukum yang menjadi dasar putusan.

(4) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diambil secara musyawarah untuk mufakat dalam sidang pleno hakim konstitusi yang dipimpin oleh ketua sidang.

(5) Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim konstitusi wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap permohonan.

(6) Dalam hal musyawarah sidang pleno hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat menghasilkan putusan, musyawarah ditunda sampai musyawarah sidang pleno hakim konstitusi berikutnya.

(7) Dalam hal musyawarah sidang pleno setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

dicapai mufakat bulat, putusan diambil dengan suara terbanyak.

(8) Dalam hal musyawarah sidang pleno hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak dapat diambil dengan suara terbanyak, suara terakhir ketua sidang pleno hakim konstitusi menentukan.

(9) Putusan Mahkamah Konstitusi dapat dijatuhkan pada hari itu juga atau ditunda pada hari lain yang harus diberitahukan kepada para pihak.

(10) Dalam hal putusan tidak tercapai mufakat bulat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8), pendapat anggota Majelis Hakim yang berbeda dimuat dalam putusan.

14. Diantara Pasal 45 dan Pasal 46 disisipkan 1

(satu) Pasal, yakni Pasal 45A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 45A Mahkamah Konstitusi tidak boleh memutus perkara melebihi dari apa yang diminta Pemohon sebagaimana dalam surat permohonannya.

UGM:- Ultra petita, yang kadang-kadang disebut judicial activisme, mengandung kebaikan dan keburukan. Ini soal pilihan;

- Kalau ultra petita tidak dilarang, MK bisa berbuat dan memutus apa saja;

- Pasal 45 RUU terlalu melompat, pasal-pasalnya saling berkaitan. Ketentuan ini jangan sampai dibuat untuk menghindarkan MK dari judicial activisme yang buruk, tetapi justru mencegahnya dari judicial activisme yang baik.

UII: Perlu rambu-rambu yang jelas dan tegas tentang kewenangan MK dalam menguji UU; benarkah MK satu-satunya lembaga penafsir konstitusi, dan sejauh mana kewenangan MK dalam menafsirkan konstitusi?;

Perlu adanya larangan MK memutus di luar kewenangan dan di luar tuntutan permohonannya;

MK tidak boleh memasuki wilayah legislatif, seperti memberikan jangka waktu tiga tahun bagi pengadilan Tipikor.

Atmajaya Yogya: Ultra petita bagi MK boleh saja, karena pengujian tidak hanya formil, melainkan juga materiel

UNIV. NOMMENSSEN: Paasal 45 A ayat (1) Putusan MK tidak boleh memuat amar putusan yang tidak diminta oleh Pemohon atau melebihi yang diminta, kami tidak setuju. Sebaiknya dibolehkan asal mempunyai korelasi langsung.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

Pasal 46

Putusan Mahkamah Konstitusi ditandatangani oleh hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus, dan panitera.

Pasal 47

Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum.

Spanyol: Semua jenis putusan MK Spanyol bersifat final and binding, karenanya tidak dapat diajukan upaya hukum keberatan apapun.

Pasal 48 (1) Mahkamah Konstitusi memberi putusan Demi Keadilan

Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Setiap putusan Mahkamah Konstitusi harus memuat:

a. kepala putusan berbunyi: “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”;

b. identitas pihak; c. ringkasan permohonan; d. pertimbangan terhadap fakta yang terungkap

dalam persidangan; e. pertimbangan hukum yang menjadi dasar

putusan; f. amar putusan; dan g. hari, tanggal putusan, nama hakim konstitusi, dan

panitera.

15. Ketentuan Pasal 48 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 48

(1) Mahkamah Konstitusi memberi putusan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

(2) Setiap putusan Mahkamah Konstitusi harus memuat: a. kepala putusan berbunyi: “DEMI

KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”;

b. identitas pihak; c. ringkasan permohonan yang telah

diperbaiki; d. pertimbangan terhadap fakta yang

terungkap dalam persidangan; e. pertimbangan hukum yang menjadi

dasar putusan; f. amar putusan; g. pendapat berbeda dari Hakim

Konstitusi; dan h. hari, tanggal putusan, nama hakim

konstitusi, dan panitera.

UNIV. NOMMENSSEN: Pasal 48 ayat (2) huruf g Kami pikir kurang relevan. Polandia: Keputusan Mahkamah Konstitusi bersifat berlaku umum, mengikat dan final (tidak ada kasasi dalam hal ini). Keputusan tersebut kemudian harus dipublikasikan segera dalam suatu pengumuman resmi, dimana naskah aslinya juga disebarluaskan. Keputusan Mahkamah Konstitusi harus dibuat berdasarkan suara mayoritas (terbanyak).

Pasal 48C

Putusan Mahkamah memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam Sidang Pleno terbuka untuk umum.

Pasal 49 Mahkamah Konstitusi wajib mengirimkan salinan putusan

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

kepada para pihak dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak putusan diucapkan.

16. Diantara Pasal 49 dan Pasal 50 disisipkan 3

(tiga) pasal, yakni Pasal 49 A, 49 B, 49 C, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 49 A

Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan wajib dimuat dalam Berita Negara dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak putusan diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum.

Pasal 49B

(1) Mahkamah mengeluarkan ketetapan dalam hal: a. permohonan tidak merupakan

kewenangan Mahkamah untuk mengadilinya; atau

b. Pemohon menarik kembali permohonannya.

(2) Amar ketetapan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a berbunyi sebagai berikut: “Menyatakan Mahkamah Konstitusi tidak berwenang mengadili permohonan Pemohon”.

(3) Amar ketetapan sebagaimana dimaksud sebagaimana ayat (1) huruf b berbunyi sebagai berikut: “Mengabulkan permohonan Pemohon untuk menarik kembali permohonannya”; “Menyatakan permohonan Pemohon ditarik kembali”; “Memerintahkan kepada Panitera untuk mencatat perihal penarikan kembali permohonan Pemohon dalam BRPK”.

UNIV. NOMMENSSEN: Putusan MK terlebih mengenai UU harus dicatat dalam LN, satu lagi dalam BN UISU: Siapa pelaksana/eksekutor putusan MK?

Spanyol: Putusan MK Spanyol wajib dimuat dalam State Gazzett (Lembaran Negara).

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

(4) Permohonan yang telah ditarik tidak dapat diajukan kembali.

Bagian Kedelapan Pengujian Undang-Undang terhadap

Undang-Undang Dasar

Pasal 50 Undang-undang yang dapat dimohonkan untuk diuji adalah undang-undang yang diundangkan setelah perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

17. Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 50

(1) Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memeriksa, mengadili dan memutus permohonan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar hanya meliputi undang-undang yang diundangkan setelah perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(2) Hakim Mahkamah Konstitusi tidak berwenang melakukan pengujian atas Undang-Undang yang berkaitan dengan tugas dan wewenang Mahkamah Konstitusi.

Polandia: Kewenangan Mahkamah Konstitusi Polandia dalam kaitannya dengan peraturan/undang-undang antara lain: 1. Menyesuaikan undang-undang dan perjanjian internasional dengan

Konstitusi Polandia. 2. Menyesuaikan sebuah undang-undang dengan perjanjian-perjanjian

internasional yang telah diratifikasi. 3. Menyesuaikan ketentuan-ketentuan hukum yang dikeluarkan oleh

lembaga-lembaga pemerintahan pusat dengan Konstitusi Polandia, perjanjian internasional yang telah diratifikasi dan Undang-Undang.

Pasal 51 (1) Pemohon adalah pihak yang menganggap hak

dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: a. perorangan warga negara Indonesia; b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang

masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;

c. badan hukum publik atau privat; atau d. lembaga negara.

18. Diantara Pasal 51 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 51

(1) Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: a. Perorangan warga negara Indonesia

atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan sama;

b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;

c. Badan hukum publik atau privat; atau

d. lembaga negara.

(2) Pemohon wajib menguraikan dengan jelas

Spanyol: Di Spanyol tidak semua pihak dapat mengajukan permohonan atau gugatan ke MK Spanyol, jadi legal standingnya bervariasi tergantung jenis acara pemeriksaannya, yaitu sebagai berikut: - Untuk uji materi peraturan perundang-undangan, maka kualifikasi

Pemohon adalah Pemerintah, Lembaga Ombudsman, 50 anggota Congres atau Senate, Pemda dan DPRD wilayah otonomi;

- sengketa lembaga konstitusional, maka yg dapat mengajukan adalah lembaga atau pihak yg terlibat dalam sengketa tersebut;

- Konflik antara Pemerintah Daerah Otonomi, maka legal standingnya adalah Pemerintah Provinsi atau Kabupaten terhadap regulasi yang dikeluarkan negara atau Pemerintah Otonomi Khusus yang dianggap cumelanggar Jaminan/Perlindungan Konstitusional yang dimiliki oleh Pemerintah Otonomi Lokal tersebut;

- Uji materi (judicial review) terhadap perjanjian atau traktat Internasional, legal standingnya adalan Pemerintah, Congress atau Senate;

- Banding terhadap jaminan/perlindungan hak-hak konstitusi (recurso de amparo appeal), dapat diajukan oleh setiap orang, baik Warga Negara Spanyol maupun WNA, baik perseorangan (natural person) maupun badan hukum (rechts/artificial person).

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

(2) Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon wajib menguraikan dengan jelas bahwa: a. pembentukan undang-undang tidak memenuhi

ketentuan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan/atau

b. materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

dalam permohonannya tentang hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Permohonan pengujian Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi pengujian formil dan/atau pengujian materiil.

(4) Dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemohon wajib menguraikan dengan jelas bahwa:

a. pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam hal permohonan berupa pengujian formil; dan/atau

b. materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam hal permohonan berupa pengujian materiil .

UNIV. NOMMENSSEN: Pasal 49A Putusan MK terlebih mengenai UU harus dicatat dalam LN, satu lagi dalam BN UISU: Siapa pelaksana/eksekutor putusan MK?

19. Diantara Pasal 51 dan Pasal 52 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 51A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 51A

(1) Uraian mengenai hal yang menjadi dasar

permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf b meliputi: a. kewenangan Mahkamah Konstitusi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (4);

b. kedudukan hukum Pemohon yang berisi uraian tentang hak dan/atau

Polandia: Lembaga atau orang yang dapat mengajukan perkara kepada Mahkamah Konstitusi antara lain:

1. Presiden Republik Polandia, Marshal dari Sejm, Marshal dari Senat, Perdana Menteri, 50 orang deputi, 30 orang senator, Ketua I Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Tinggi Tata Usaha, Jaksa Umum, Kepala Majelis Tinggi Pengawasan dan Komisaris Hak-Hak Warganegara.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

kewenangan konstitusi Pemohon yang dianggap dirugikan dengan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan untuk dilakukan pengujian;

c. alasan permohonan pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf diuraikan jelas dan rinci.

(2) Dalam hal permohonan pengujian berupa permohonan pengujian formil, maka hal-hal yang dimohonkan untuk diputus dalam permohonan pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf c, yaitu meliputi: a. mengabulkan permohonan Pemohon; b. menyatakan bahwa pembentukan

Undang-Undang dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan Undang-Undang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

c. menyatakan Undang-Undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

(3) Dalam hal permohonan pengujian berupa permohonan pengujian materiil, maka hal-hal yang dimohonkan untuk diputus dalam permohonan pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf c, yaitu meliputi: a. mengabulkan permohonan Pemohon; b. menyatakan bahwa materi muatan

ayat, pasal, dan/atau bagian dari Undang-undang dimaksud bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

c. menyatakan bahwa meteri muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari Undang-Undang dimaksud tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

2. Dewan Yudisial National 3. Unit-unit organsasi konstitusional di pemerintah daerah 4. Organisasi serikat dagang nasional, serta organisasi pengusahan

nasional dan organisasi yang berhubungan dengan jabatan atau pekerjaan.

5. Gereja-gereja dan organisasi keagamaan lainnya. 6. Setiap warga negara yang merasa hak konstitusionalnya

dirampas (sebagaimana dimaksud pada pasal 79 Konstitusi Polandia).

UGM: Pasal 51A ayat (1) ada kesalahan penyebutan rujukan, huruf c;

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

Pasal 51B

Pemeriksaan permohonan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum, kecuali Rapat Permusyawaratan Hakim.

Pasal 52

Mahkamah Konstitusi menyampaikan permohonan yang sudah dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi kepada DPR dan Presiden untuk diketahui, dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.

Pasal 53

Mahkamah Konstitusi memberitahukan kepada Mahkamah Agung adanya permohonan pengujian undang-undang dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.

Pasal 54 Mahkamah Konstitusi dapat meminta keterangan dan/atau risalah rapat yang berkenaan dengan permohonan yang sedang diperiksa kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, DPR, Dewan Perwakilan Daerah, dan/atau Presiden.

Pasal 55 Pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang sedang dilakukan Mahkamah Agung wajib dihentikan apabila undang-undang yang menjadi dasar pengujian peraturan tersebut sedang dalam proses pengujian Mahkamah Konstitusi sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

Pasal 56

(1) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa pemohon dan/atau permohonannya tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dan Pasal 51, amar putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima.

(2) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan.

(3) Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Mahkamah Konstitusi menyatakan dengan tegas materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari undang-undang yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(4) Dalam hal pembentukan undang-undang dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan.

(5) Dalam hal undang-undang dimaksud tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, baik mengenai pembentukan maupun materinya sebagian atau keseluruhan, amar putusan menyatakan permohonan ditolak.

Pasal 57

(1) Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

(2) Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan bahwa pembentukan undang-undang dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan Undang-Undang Dasar

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

(3) Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan wajib dimuat dalam Berita Negara dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak putusan diucapkan.

Pasal 58

Undang-undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi tetap berlaku, sebelum ada putusan yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 59

Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disampaikan kepada DPR, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden, dan Mahkamah Agung.

Pasal 60

Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali.

Bagian Kesembilan Sengketa Kewenangan Lembaga Negara yang Kewenangannya Diberikan oleh Undang-Undang Dasar

Pasal 61

Atmajaya Yogya: Mengenai Pasal 60, menjadi pertanyaan mengapa MK tidak bisa berperkara? Bagaimana jika yang bersengketa adalah MK sendiri?.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

(1) Pemohon adalah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mempunyai kepentingan langsung terhadap kewenangan yang dipersengketakan.

(2) Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang kepentingan langsung pemohon dan menguraikan kewenangan yang dipersengketakan serta menyebutkan dengan jelas lembaga negara yang menjadi termohon.

Pasal 62 Mahkamah Konstitusi menyampaikan permohonan yang sudah dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi kepada termohon dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.

Pasal 63

Mahkamah Konstitusi dapat mengeluarkan penetapan yang memerintahkan pada pemohon dan/atau termohon untuk menghentikan sementara pelaksanaan kewenangan yang dipersengketakan sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi.

Pasal 64

(1) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa pemohon dan/atau permohonannya tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61, amar putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima.

(2) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan.

(3) Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Mahkamah Konstitusi menyatakan dengan tegas bahwa termohon tidak mempunyai kewenangan untuk melaksanakan kewenangan yang dipersengketakan.

(4) Dalam hal permohonan tidak beralasan, amar putusan menyatakan permohonan ditolak.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

Pasal 65

Mahkamah Agung tidak dapat menjadi pihak dalam sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Mahkamah Konstitusi.

Pasal 66

(1) Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan bahwa termohon tidak mempunyai kewenangan untuk melaksanakan kewenangan yang dipersengketakan, termohon wajib melaksanakan putusan tersebut dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak putusan diterima.

(2) Jika putusan tersebut tidak dilaksanakan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaan kewenangan termohon batal demi hukum.

Pasal 67

Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai sengketa kewenangan disampaikan kepada DPR, Dewan Perwakilan Daerah, dan Presiden.

Bagian Kesepuluh Pembubaran Partai Politik

Pasal 68 (1) Pemohon adalah Pemerintah. (2) Pemohon wajib menguraikan dengan jelas

dalam permohonannya tentang ideologi, asas, tujuan, program, dan kegiatan partai politik yang bersangkutan, yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Spanyol: MK Spanyol tidak berkompeten untuk melakukan pemeriksaan terhadap permohonan pembubaran partai politik, karena hal ini merupakan kewenangan Dewan pemilu.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

Pasal 69

Mahkamah Konstitusi menyampaikan permohonan yang sudah dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi kepada partai politik yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.

Pasal 70 (1) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa

permohonan tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68, amar putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima.

(2) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan.

(3) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan tidak beralasan, amar putusan menyatakan permohonan ditolak.

Pasal 71

Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan atas pembubaran partai politik wajib diputus dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.

Pasal 72

Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pembubaran partai politik disampaikan kepada partai politik yang bersangkutan.

Pasal 73 (1) Pelaksanaan putusan pembubaran partai politik

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dilakukan dengan membatalkan pendaftaran pada Pemerintah.

(2) Putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan oleh

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

Pemerintah dalam Berita Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sejak putusan diterima.

Bagian Kesebelas

Perselisihan Hasil Pemilihan Umum

Pasal 74 (1) Pemohon adalah:

a. perorangan warga negara Indonesia calon anggota Dewan Perwakilan Daerah peserta pemilihan umum;

b. pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden peserta pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden; dan

c. partai politik peserta pemilihan umum. (2) Permohonan hanya dapat diajukan terhadap

penetapan hasil pemilihan umum yang dilakukan secara nasional oleh Komisi Pemilihan Umum yang mempengaruhi:

a. terpilihnya calon anggota Dewan Perwakilan Daerah;

b. penentuan pasangan calon yang masuk pada putaran kedua pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta terpilihnya pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden;

c. perolehan kursi partai politik peserta pemilihan umum di suatu daerah pemilihan.

(3) Permohonan hanya dapat diajukan dalam jangka waktu paling lambat 3 X 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak Komisi Pemilihan Umum mengumumkan penetapan hasil pemilihan umum secara nasional.

Spanyol: MK Spanyol tidak berkompeten untuk melakukan pemeriksaan terhadap permohonan sengketa hasil pemilu, karena hal ini merupakan kewenangan Dewan pemilu.

Pasal 75 Dalam permohonan yang diajukan, pemohon wajib menguraikan dengan jelas tentang:

a. kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan hasil

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

penghitungan yang benar menurut pemohon; dan

b. permintaan untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon.

Pasal 76 Mahkamah Konstitusi menyampaikan permohonan yang sudah dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi kepada Komisi Pemilihan Umum dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.

Pasal 77

(1)Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa pemohon dan/atau permohonannya tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74, amar putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima.

(2)Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan.

(3)Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Mahkamah Konstitusi menyatakan membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar.

(4) Dalam hal permohonan tidak beralasan amar putusan menyatakan permohonan ditolak.

Pasal 78

Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan atas perselisihan hasil pemilihan umum wajib diputus dalam jangka waktu:

a. paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi, dalam hal pemilihan umum Presiden dan

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

Wakil Presiden;

b. paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi, dalam hal pemilihan umum anggota DPR, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Pasal 79

Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai perselisihan hasil pemilihan umum disampaikan kepada Presiden.

Bagian Keduabelas Pendapat DPR Mengenai Dugaan Pelanggaran

oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden Pasal 80

(1) Pemohon adalah DPR.

(2) Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya mengenai dugaan:

a. Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau

b. Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(3) Dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon wajib menyertakan keputusan DPR dan proses pengambilan keputusan mengenai pendapat DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7B ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, risalah dan/atau berita acara rapat DPR, disertai bukti mengenai dugaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

Pasal 81 Mahkamah Konstitusi menyampaikan permohonan yang sudah dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi kepada Presiden dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.

Pasal 82

Dalam hal Presiden dan/atau Wakil Presiden mengundurkan diri pada saat proses pemeriksaan di Mahkamah Konstitusi, proses pemeriksaan tersebut dihentikan dan permohonan dinyatakan gugur oleh Mahkamah Konstitusi.

Pasal 83

(1) Apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80, amar putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima.

(2) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, amar putusan menyatakan membenarkan pendapat DPR.

(3) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau tidak terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, amar putusan menyatakan permohonan ditolak.

Pasal 84

Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80, wajib diputus dalam jangka waktu paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.

Pasal 85

Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pendapat DPR wajib disampaikan kepada DPR dan Presiden dan/atau Wakil Presiden.

BAB VII KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 87 Pada saat Undang-Undang ini berlaku, seluruh permohonan dan/atau gugatan yang diterima Mahkamah Agung dan belum diputus berdasarkan ketentuan Pasal III Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejak Mahkamah Konstitusi dibentuk.

(3) Diantara Pasal 87 dan Pasal 88 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 87 A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 87 A Hakim Konstitusi yang menjabat sebagai ketua atau wakil ketua pada saat Undang-Undang ini berlaku, tetap menjabat sebagai ketua atau wakil ketua hingga masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 88 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

Pasal II Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

www.parlemen.net

www.parlemen.net

pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal ……………….. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal ………………. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, Ttd ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...

Disahkan di Jakarta pada tanggal ……………….. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal ………………. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, Ttd ANDI MATTALATTA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...