mata kuliah pengantar ilmu fiqih sejarah perkembangan fiqih masa imamul madzhab

15
MAKALAH SEJARAH PERKEMBANGAN FIQIH MASA IMAMUL MADZHAB Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Fiqih DOSEN MATA KULIAH : H.Syarif Abu Bakar Yahya, M.si Di susun oleh: 1. Winanta 2. Moh. Rohmat 3. Yusuf maulana 4. Sri yuliyati 5. Naisa 6. Oliyana 7. Nur Hayati Al-Hikam PRODI : PROGRAM PENINGKATAN GURU DTA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA’HAD ALY (STAIMA) CIREBON 2013

Upload: umar-alfikr

Post on 15-Feb-2015

493 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

SEKLOAH TINGGI ISLAM MA'HAD ALYBABAKAN CIWARINGIN CIREBON

TRANSCRIPT

Page 1: MATA KULIAH PENGANTAR ILMU FIQIH SEJARAH PERKEMBANGAN FIQIH MASA IMAMUL MADZHAB

MAKALAH SEJARAH PERKEMBANGAN FIQIH MASA IMAMUL MADZHAB

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Fiqih

DOSEN MATA KULIAH : H.Syarif Abu Bakar Yahya, M.si

Di susun oleh:

1. Winanta

2. Moh. Rohmat

3. Yusuf maulana

4. Sri yuliyati

5. Naisa

6. Oliyana

7. Nur Hayati Al-Hikam

PRODI : PROGRAM PENINGKATAN GURU DTA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA’HAD ALY (STAIMA)

CIREBON

2013

Page 2: MATA KULIAH PENGANTAR ILMU FIQIH SEJARAH PERKEMBANGAN FIQIH MASA IMAMUL MADZHAB

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan mengharap puji syukur kehadirat Allah swt yang Maha Pengasih dan

Penyayang, Maha Pengampun serta Maha Penerima Taubat bagi hamba-hamba-Nya yang

mau bertaubat dan mohon ampunan-Nya.

Dan mudah-mudahan Allah Swt melindungi dari kesalahan diri kami dan dari

keburukan amal kami. Karena siapa saja yang disesatkan oleh-Nya maka tidak seorang pun

yang bisa memberi petunjuk baginya. Dan siapa saja yang diberi petunjuk oleh-Nya maka

tidak seorang pun dapat menyesatkannya.

Sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada pahlawan revolusioner dunia, Putra

Abdullah, Nabi Muhammad SAW, yang telah menunjukkan kita ke jalan yang lurus.

Berkat rahmat dan Hidayah-Nya serta Inayah-Nya pulalah, penulis dapat menyusun dan

menyelesaikan makalah ini, sebagai tugas dari Sekolah Tinggi Agama Islam Ma’had Aly,

Prodi program peningkatan guru DTA pada mata kuliah Pengantar Ilmu Fiqih.

Penulis sadar, bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya, untuk itu saran dan

kritik pembaca yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat

bagi kita semua. Amin.

Cirebon, april 2013

Penulis

Page 3: MATA KULIAH PENGANTAR ILMU FIQIH SEJARAH PERKEMBANGAN FIQIH MASA IMAMUL MADZHAB

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

a. Latar Belakang masalah

b. Rumusan masalah

c. Tujuan penulisan

BAB II : PEMBAHASAN

1. ALIRAN FIQIH ABAD KE-2 HIJRIYAH

a. Madrasah Ahl Al-Hadits

b. Madrasah Ahl Al-Ra’y

c. Madrasah Ahl Adz-Dzahir

2. SEJARAH KEMUNCULAN MADZHAB

3. PENERTIAN MADZHAB

4. BEBERAPA MADZHAB FIQIH DALAM ISLAM

a. Madzhab Hanafi

b. Madzhab Maliki

c. Madzhab Syafi’i

d. Madzhab Hanbali

BAB III : PENUTUP

a. Kesimpulan

b. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: MATA KULIAH PENGANTAR ILMU FIQIH SEJARAH PERKEMBANGAN FIQIH MASA IMAMUL MADZHAB

SEJARAH PERKEMBANGAN FIQIH MASA IMAMUL MADZHAB

Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah saw. adalah pedoman hidup bagi seluruh umat muslim di

dunia, dan Rasulullah telah mewasiatkan kepada seluruh umat muslim untuk berpegang teguh

kepada keduanya agar tidak tersesat dalam menapaki jalan menuju rahmat dan ridhaNya.

Telah menjadi ketentuan bahwa agama islam telah turun secara sempurna dari segi kaidah dan

hukumnya, namun ternyata perbedaan dalam memahami kaidah-kaidah yang telah ada

merupakan hal yang tidak bisa dihindarkan, karena pada zaman Rasulullah pun masih terjadi

perbedaan pendapat antara para sahabat meskipun pada akhirnya Rasulullah yang menentukan

pendapat masing-masing di antara mereka. Dalam sebuah riwayat dari Anas bin Malik

mengatakan bahwa ia dan para sahabat bepergian bersama Rasulullah pada bulan Ramadhan,

sebagian dari sahabat ada yang melanjutkan puasa dan sebagian lain ada yang tidak, tapi sama

sekali tidak saling mencela satu sama lain.[1] Secara tidak langsung, mereka telah memiliki

madzhab masing-masing dalam masalah itu, dan tidak disebabkan oleh mengikuti sunnah

Rasulullah atau tidak.

Pembahasan tentang pengertian madzhab dan pembagiannya tidak akan terlepas dari

kemunculan aliran-aliran fiqh setelah wafatnya Rasulullah saw. perlu sedikit diketahui dari

sejarah, kemunculan aliran fiqh pada masa ini mempunyai pengaruh besar dalam

perkembangan ilmu fiqh pada masa-masa setelahnya, karena pada masa Rasulullah dan pada

masa Khulafa Ar-Rosyidun tidak ada istilah ilmu fiqh sebagai suatu ilmu yang mengatur

hubungan manusia dengan Allah dari segi perbuatan yang berdasarkan dari dalil, namun

hanya merupakan fatwa atau pendapat para sahabat dalam memahami Al-Qur`an dan Hadits,

yang sangat mungkin terjadi perbedaan pendapat karena perbedaan kemampuan berbahasa

mereka atau karena kedekatan hubungan mereka dengan Rasulullah saw.

1. Aliran Fiqih Abad ke-2 Hijriyah

Setelah Rasulullah wafat, sebagian besar sahabat Nabi masih menetap di Madinah, karena

ketika itu daerah kekuasaan islam masih kecil hanya melingkup daerah Hijaz dan sekitarnya,

namun setelah terjadinya perluasan daerah secara besar-besaran, terkhusus ketika zaman

Khalifah Umar bin Khattab, para sahabat mulai berpencar untuk menyebarkan agama islam di

daerah yang telah dikuasai oleh pasukan muslim, maka di antara para sahabat ada yang

Page 5: MATA KULIAH PENGANTAR ILMU FIQIH SEJARAH PERKEMBANGAN FIQIH MASA IMAMUL MADZHAB

menetap di Madinah seperti Sayyidah `Aisyah, Abdullah bin Umar dan lainnya, lalu di

Makkah ada Abdullah bin Abbas, lalu di Basrah ada Abu Musa Al-As`ary, dan Anas bin

Malik, lalu di Kufah ada Abdullah bin Mas`ud, dan di Syam ada Mu`adz bin Jabal, `Ubadah

bin Shomit, Abu Darda, dan di Mesir ada Abdullah bin Amru bin `Ash[2]. Lalu pada generasi

selanjutnya muncullah beberapa tabi`in yang dikenal dengan sebutan Fuqoha As-Sab`ah,

yaitu Sa`id bin Al-Musayyib, `Urwah bin Az-Zubair, Al-Qosim bin Muhammad, Abu Bakar

bin Abdurrahman, Abdullah bin Abdullah bin `Utbah bin Mas`ud, Sulaiman bin Yasar, dan

Khorijah bin Zaid.

Dari tersebarnya para sahabat kebeberapa daerah di semenanjung arab, dan perbedaan

keadaan dan kebiasaan tiap-tiap daerah tersebut maka muncullah aliran-aliran fiqh sesuai

dengan daerah masing-masing, maka muncullah fiqh aliran Hijaz, fiqh aliran Syam, aliran

Mesir, Basrah, dan Kufah. Namun semua aliran fiqh tersebut bisa kita golongkan menjadi

tiga, yaitu Madrasah ahl Al-Hadits, Madrasah Ahl Al-Ra’y, dan Madrasah Ahl Adz-

Dzahir[3].

a. Madrasah Ahl Al-Hadits

Aliran ini berpusat di Madinah, atau biasa juga disebut dengan Madrasah al-Madinah, karena

sebagian besar sahabat menetap di Madinah dan mengajar para penduduk di sana setelah

wafatnya Rasulullah saw. Di sinilah agama islam turun lengkap dengan hukum-hukumnya

dan dijelaskan dengan lisan Rasulnya, para penduduk Madinah sangat berpegang teguh

kepada tradisi menghafal apa yang diucapkan oleh Rasulullah saw. dan dari sinilah terkenal

munculnya tujuh ahli fiqh yang disebut di atas. Para sultan kerajaan Umayyah lebih

mendahulukan pendapat ulama Hijaz dari pada ulama Irak, padahal secara geografis Irak lebih

dekat ke pusat pemerintahan ketika itu.

Aliran fiqh di Madinah berkembang pesat setelah kemunculan Imam Malik bin Anas (93 –

179 H), Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menuliskan tentang Imam Malik “Ia adalah orang

yang paling berpegang teguh dengan madzhab penduduk Madinah dari pengetahuannya dan

riwayatnya”[4]. Umat Islam berbondong-bondong pergi ke madinah untuk mengambil ilmu

dari Imam Malik dan ulama lain yang berada di Madinah, di antaranya adalah Imam Syafi`i

dari Palestina yang mengejutkan Imam Malik karena telah menghafal seluruh Hadits di kitab

Page 6: MATA KULIAH PENGANTAR ILMU FIQIH SEJARAH PERKEMBANGAN FIQIH MASA IMAMUL MADZHAB

Muwattha’ dalam usia sangat muda. Begitu juga Ibnu Syihab Az-Zuhri dari Syam, lalu `Atho

bin Abi Rabah dari Makkah, dan Yazid bin Abi Habib dari Mesir.

Khalifah Abu Ja`far Al-Mansur pernah meminta beberapa orang dari ulama Madinah untuk

pergi ke Irak dan mengajarkan ilmunya pada penduduknya, maka muncullah Aliran Fiqh

Madinah di Baghdad dengan datangnya Hisyam bin `Urwah, Muhammad bin Ishaq, Robi`ah

bin Abu Abdurrahman guru Imam Malik, dan yang lainnya.

Imam Asy-Syihristani dalam bukunya Al-Milal wa An-Nihal menulis “Orang-orang yang

berkompeten dalam bidang Hadits adalah penduduk Hijaz, mereka adalah murid Malik bin

Anas, murid Idris Asy-Syafi`i, murid Sufyan Ats-Tsauri, dan murid Daud bin Ali Al-

Ashfahany”.

b. Madrasah Ahl Al-Ra`y

Maksud dari kata Ra`y di sini adalah pendapat dan cara untuk memahami dalil yang tersirat

dengan nalar fikiran, mereka berusaha untuk mengetahui sebab turunnya hukum-hukum

dengan melihat inti bahasan yang terkandung dalam dalil teks tertulis dari al-Qur’an dan

Hadits, dan tidak menggunakan dalil secara langsung tanpa menelisik kedalam makna yang

tersirat jika memang terdapat teks yang memang tidak dapat difahami secara tekstual. Mereka

banyak mempergunakan Qiyas (Analogi) dan Istihsan, dan menentukan hukum untuk hal-hal

yang terkadang belum terjadi.

Aliran fiqh ini berkembang di daerah Kufah di Iraq, setelah beberapa sahabat datang ke Kufah

dan menetap di sana selama beberapa tahun, di antara mereka adalah Abdullah bin Mas`ud,

Abdullah bin Abbas, Sa`ad bin Abi Waqas, `Ammar bis Yasir, Hudzaifah bin Al-Yaman, dan

Anas bin Malik. Dan ketika masa khalifah Ali bin Abi Thalib, Kufah dijadikan pusat

pemerintahan islam yang menyebabkan makin banyaknya orang berdatangan ke sana.

c. Madrasah Ahl Adz-Dzahir

Aliran fiqh ini bertentangan dengan aliran Kufah, mereka berpegang teguh pada pengambilan

hukum dari dalil secara tekstual, tanpa mendalami makna yang terdapat pada teks tersebut.

Kemunculan aliran ini dinasabkan kepada Dawud bin Ali Al-Ashbahani, yang dikenal dengan

Page 7: MATA KULIAH PENGANTAR ILMU FIQIH SEJARAH PERKEMBANGAN FIQIH MASA IMAMUL MADZHAB

Dawud Adz-Dzhahiri (200 – 270 H.). Beliau belajar fiqh kepada Abu Tsaur salah satu murid

besar Imam Syafi`i, dan juga kepada Ishaq bin Rahawiyah, dan masih banyak ulama yang

menjadi sandarannya dalam menelaah fiqh. Aliran ini beranggapan bahwa semua hukum telah

ada dalilnya dalam teks Al-Qur’an dan Hadits, tanpa mendalami hal-hal lain yang

menyangkut tentang dalil tersebut, seperti kata ambigu, atau kata yang umum tapi

dimaksudkan untuk khusus atau sebaliknya, tidak menjadikan Qiyas sebagai sumber hukum,

dan berpendapat bahwa semua pekerjaan atau perilaku seseorang dalam agama tidak akan

diterima oleh Allah tanpa ada dalil yang menjelaskan tentang perbuatan tersebut. Mereka

menerapkan kaidah “Hukum asli segala sesuatu dalam ibadah adalah salah kecuali bila ada

dalil yang menetapkannya, dan hukum asli segala sesuatu dalam hubungan sesama muslim

adalah benar kecuali ada dalil yang melarangnya”.[5]

2. Sejarah Munculnya Madzhab

Sudah kita ketahui sebelumnya, pada zaman Khulafaur Rasyidin wilayah islam meluas

dan umat islam terdiri dari banyak etnis dan budaya. Persoalan hukum islam pun makin

kompleks. Para sahabat juga bertebaran ke berbagai pelosok negeri dengan metode fatwanya

masing – masing. Mereka berijtihad dengan carsnya masing – masing. Fatwanya juga diikuti

murid – muridnya sehingga jumlah pengikut sahabat dengan fatwa masing – masing makin

banyak dan membentuk aliran – aliran.

Seiring dengan berkembangya zaman, masing – masing aliran itu berkembang kualitas

dan kuantitasnya sehingga menjadi sempurna. Kemudian aliran – aliran itulah yang disebut

sebagai madzhab. Diantara madzhab itu ada yang masih eksis dan ada juga yang hilang

karena tidak mempunyai pengikut.

3. Pengertian Madzhab

Dalam kamus Al-Munawwir, kata madzhab berakar dari kata Dzahaba berarti pergi, berjalan,

atau berlalu, madzhab berarti kepercayaan, doktrin, ajaran, teori atau pendapat. Maka

madzhab bisa kita artikan sebagai sebuah teori yang dipakai oleh seorang muslim dalam

memahami ajaran agama. Istilah madzhab tidak hanya dikenal dalam ranah pembahasan fiqh,

karena di dalam kaidah bahasa arab akan kita temui aliran Basrah, Kufah, Bagdad, Andalusia

(Spanyol), dan Mesir, sedangkan dalam pembahasan akidah akan kita temukan aliran

Asy`ariyah, Jabariya, Mu`tazilah, Syi`ah, dan Maturidiyah.

Page 8: MATA KULIAH PENGANTAR ILMU FIQIH SEJARAH PERKEMBANGAN FIQIH MASA IMAMUL MADZHAB

Di dalam pembahasan fiqh, tidak hanya terdapat empat madzhab yang berkembang seperti

sekarang, tapi sepanjang masa kepemimpinan dinasti Umayah dan Abbasiyah telah dikenal

tiga belas ulama mujtahid yang menjadi sandaran para muslim dalam mempelajari ilmu fiqh,

mereka adalah : Sufyan bin `Uyaynah di Makkah, Malik bin Anas di Madinah, Hasan Basri di

Basrah, Abu Hanifah An-Nu`man dan Sufyan Ats-Tsauri di Kufah, Al-Auza`i di Syam, Al-

Laits bin Sa`ad dan Idris Asy-Syafi`i di Mesir, Ishaq bih Rahawiyah di Naisabur, Abu Tsaur,

Ahmad bin Hanbal, Dawud Adz-Dzohiri, dan Ibnu Jarir Ath-Thabari di Baghdad.

Jika ada pertanyaan, “Kenapa harus ada perbedaan madzhab?” Atau “Kenapa madzhab harus

ada empat?” Atau “Madzhab yang ada sekarang khan bukan pendapat asli dari imam

madzhabnya, tapi sudah dicampur aduk dengan pendapat para pengikutnya!” Pertama,

Perbedaan pendapat (madzhab) adalah hal biasa, bukan sebuah pengada-adaan dalam agama

ataupun pemecah belah agama, namun perbedaan di sini hanyalah pendapat-pendapat dalam

memahami suatu teks dalil dari Al-Qur’an dan Hadits, adalah salah jika mengatakan bahwa

ulama madzhab “menafsirkan Al-Qur’an dan Hadits sekehendak hatinya!” terjadi perbedaan

pendapat adalah karena perbedaan pendalaman bahasa arab, perbedaan tempat tinggal dan

lingkungan, atau mungkin karena teks itu sendiri aslinya memiliki berbagai arti yang bertolak

belakang, seperti kata Al-Qur’u dalam QS 2:228, para ulama madzhab Hanafi dan Hanbali

menafsirkannya dengan haid, dan para ulama madzhab Syafi`i dan Maliki menafsirkannya

dengan suci.

Kedua, seperti yang telah disebutkan di atas, ulama Mujtahid yang dijadikan sandaran dalam

mempelajari fiqh ada tiga belas, bahkan selain mereka masih banyak ulama yang mumpuni

dalam bidang itu, hanya saja para muridnya tidak banyak atau tidak sependapat dengan

pendapat gurunya, Imam Syafi`i pernah berkata “Sebenarnya Imam Al-Laits lebih tinggi

ilmunya dalam bidang fiqh dari Imam Malik bin Anas, namun para muridnya tidak

meneruskan ajaran pemahamannya.”

Ketiga, tidak semua ulama madzhab Hanafi mengikuti apa yang dikatakan oleh Imam Abu

Hanifah, begitu juga ulama madzhab Syafi`i, Maliki, Hanbali dan yang lainnya, Imam Al-

Buwaithi menyebutkan bahwa ia mendengar Imam Syafi`i berkata “Aku telah menuliskan

buku-buku ini, dan aku tidak mengurangi usahaku (dalam memahami teks dalil), maka

pastilah akan terdapat di dalamnya kesalahan karena Allah swt. berfirman “dan jikalah itu

(al-Qur’an) datang dari selain Allah, maka kamu akan mendapati di dalamnya banyak

Page 9: MATA KULIAH PENGANTAR ILMU FIQIH SEJARAH PERKEMBANGAN FIQIH MASA IMAMUL MADZHAB

pertentangan” (QS 4 : 82) maka jika kalian mendapati di dalam bukuku ini sesuatu yang

bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah sesungguhnya aku telah mencabutnya

(pendapatku).” Imam Malik pernah berkata “Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia

biasa, terkadang salah dan terkadang benar, maka pertimbangkanlah pendapatku, apabila

terdapat di dalamnya hal yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah maka ambillah

pendapatku, tapi jika terdapat di dalamnya hal yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan

Sunnah maka tinggalkan!”.

Jika kita pelajari sejarah perkembangan madzhab-madzhab yang ada sekarang ini, maka kita

akan mendapati perbedaan pendapat Imam Syafi`i ketika di Bagdad dan di Mesir, dan juga

akan kita dapatkan Abu Yusuf, Muhammad bin Al-Hasan, Zufar bin Al-Huzail murid-murid

Imam Abu Hanifah yang menggantikan majlisnya setelah beliau wafat, terkadang memiliki

pendapat yang bertentangan dengan gurunya, bahkan bisa jadi dalam satu masalah terdapat

empat pendapat, yaitu pendapat Imam Abu Hanifah sendiri, lalu pendapat masing-masing

ketiga muridnya. Adanya ulama yang mengoreksi pendapat gurunya bukanlah untuk

mengobrak-abrik kaidah yang sudah diterapkan oleh para imam madzhab, itu hanyalah

perbedaan pendapat murid dari gurunya. Bukankah Imam Syafi`i adalah murid dari Imam

Malik? Begitu juga Imam Ahmad bin Hanbal adalah muridnya Imam Syafi`i? Namun Imam

Syafi`i tidak pernah mencela perkataan Imam Malik begitu juga Imam Ahmad bin Hanbal.

4. Beberapa Madzhab Fiqih dalam Islam

a. Madzhab Hanafi

Pendirinya adalah Abu Hanifah An-Nu`man bin Tsabit bin Zauthi, lahir pada tahun 80 H. di

kota Kufah. Ia termasuk kepada generasi Tabi`in karena pernah bertemu dengan Anas bin

Malik Abdullah bin Abi Awfa, Sahal bin Sa`ad As-Sa`idi. Ia menghafal Al-Qur’an dalam usia

sangat muda, lalu memperdalami Hadits, Nahwu, Adab, Syi`ir dan lainnya, menghabiskan

masa mudanya dengan berdagang dari tempat ke tempat lainnya, dari pengalamannya ia

mengetahui cara berinteraksi antara penjual dan pembeli beserta hal-hal lain yang berkaitan

dengan masalah jual beli. Lalu ia memperdalami fiqh kepada para ulama yang ada di masa itu,

di antaranya adalah Hamad bin Abi Sulaiman, ia berguru kepadanya selama delapan belas

tahun. Hamad bin Abi Sulaiman berguru kepada Ibrahim An-Nakha`i, lalu Ibrahim An-

Page 10: MATA KULIAH PENGANTAR ILMU FIQIH SEJARAH PERKEMBANGAN FIQIH MASA IMAMUL MADZHAB

Nakha`i berguru kepada `Ilqimah An-Nakha`i, dan Ilqimah An-Nakha`i berguru kepada

Abdullah bin Mas`ud.

Abu Hanifah dikenal mempelajari empat aliran fiqh, yaitu fiqh Umar bin Khatab yang

berlandaskan maslahat, lalu fiqh Ali bin Abi Thalib yang berlandaskan pengambilan

kesimpulan dari makna diturunkannya syari`at, lalu fiqh Abdullah bin Mas`ud yang

berlandaskan Takhrij, dan fiqh Abdullah bin Abbas yang memiliki pemahaman yang dalam

terhadap Al-Qur’an dan Hadits. Imam Syafi`i pernah berkata “Dalam permasalahan fiqh,

manusia akan condong kepada pendapat imam Abu Hanifah.” Imam Malik pernah berkata

“Sesungguhnya ia adalah seorang Faqih.” Ibnu Mubarak berkata “Aku tidak pernah melihat

orang yang memiliki sifat Wara` melebihi Abu Hanifah.”

Metode pengambilan hukum madzhab Hanafi adalah berdasarkan Al-Qur’an, Hadits, Ijma’,

lalu mengedepankan perkataan para sahabat dari qiyas, lalu Istihsan dan `Urf. Di antara

murid-muridnya adalah Abu Yusuf, Muhammad bin Al-Hasan, Zufar bin Al-Huzail. Imam

Abu Hanifah wafat di Bagdad pada tahun 150 H. Madzhab Hanafi tersebar di beberapa

daerah, di antaranya Mesir, Tunisia, AlJazair, Persia (Iran), Afghanistan, Turki, India, dan

beberapa daerah lain.

b. Madzhab Maliki

Madzhab ini disandarkan kepada Malik bin Anas bin `Amir Al-Ashbahi, lahir di Madinah

tahun 93 H. Ia selalu menetap di Madinah selama hidupnya, tidak diketahui pernah

melakukan perjalan kecuali ketika Haji ke Makkah. Ia menghafal Al-Qur’an dalam umur yang

sangat muda, lalu berguru kepada Rabi`ah bin Abdirrahman, Muhammad bin Syihab Az-

Zuhri, Nafi` bekas budak Abdullah bin Umar salah satu dari Silsilah Emas hadits Imam

Bukhori, dan ia masih berguru kepada beberapa orang ulama Madinah di masanya, hingga

terakhir berguru kepada Abdurrahman bin Hurmuz, seorang Tabi`in Ahli dalam ilmu Al-

Qur’an dan Hadits.

Imam Malik dikenal dengan kesungguhannya dalam mempelajari ilmu dan mengajarkannya,

mencintai dan menghormati para guru dan disegani oleh gurunya, suatu saat Imam malik

pernah berkata “Aku tidak akan mengajarkan fatwa-fatwa atau Hadits sebelum mendapatkan

pengakuan akan ilmuku dari tujuh puluh orang `Alim bahwa ini adalah pendapatku.” Ia

Page 11: MATA KULIAH PENGANTAR ILMU FIQIH SEJARAH PERKEMBANGAN FIQIH MASA IMAMUL MADZHAB

memilih mengajarkan ilmunya di majlis Umar bin Khattab dan juga tinggal dibekas rumah

Abdullah bin Mas`ud karena ingin merasakan sisa-sisa kehidupan para sahabat yang hidup

sangat dekat dengan Rasulullah.

Imam Malik sangat menghargai kedudukan ilmu di atas segalanya, ia selalu membersihkan

badannya, memakai wangi wangian, dan selalu mengenakan baju terbaiknya ketika akan

mengajarkan sesuatu, ia pun selalu membakar wewangian selama pengajarannya berlangsung.

Suatu saat ada seseorang yang bertanya kepadanya tenang suatu masalah, lalu berkata

“Sesungguhnya ini perkara yang mudah!” maka Imam Malik marah kepadanya, lalu berkata

“Tidak ada perkara remeh dalam ilmu agama! Apakah kau tidak pernah mendengar firman

Allah “Sesungguhnya kami akan menurunkan perkataan yang berat kepadamu” (QS 73:5).

Semua ilmu adalah perkara berat, apalagi yang berkaitan dengan hari kiamat!.”

Imam Syafi`i berkata “Jika para ulama disebutkan, maka Imam Malik bagaikan bintang bagi

mereka, tidak ada orang lain yang mengkaruniaiku ilmu lebih dari apa yang Imam Malik

berikan.” Imam Ibnu Mahdi berkata “Aku tidak pernah melihat seorangpun yang lebih

sempurna akalnya dan tinggi derajat ketakwaannya selain Imam Malik.” Imam Bukhari

berkata “Silsilah hadits paling terpercaya adalah Imam Malik dari Nafi` dari Abdullah bin

Umar lalu dari Rasulullah saw.” dan sebagian besar ulama pada masanya dan masa setelahnya

beranggapan bahwa Imam Malik adalah yang dimaksudkan oleh Rasulullah dalam Haditsnya

“… mereka tidak menemukan seseorang yang lebih berilmu kecuali seorang ahli ilmu dari

Madinah.”[6].

Metode ijtihad madzhab Imam Malik bersandarkan kepada Al-Qur’an, Hadits,

mengedepankan perbuatan penduduk madinah dan menganggapnya seperti Hatits Mutawatir

karena dilakukan umum oleh mereka, lalu fatwa para sahabat, Qiyas, Mashalih Mursalah,

Istihsan, dan Sadd Adz-Daroi`. Di antara murid-muridnya adalah Ibnu Al-Qosim, Ibnu

Wahab, Asyhab bin Abdul Aziz, dan Imam As-Syafi`i. Imam Malik meninggal di Madinah

pada tahun 179 H. Madzhab Maliki berkembang di daerah Hijaz, Mesir, Tunisia, Aljazair,

Sudan, Basrah, Bagdad, dan beberapa daerah lainnya. Dan di antara karya tulisnya yang

masih tersebar di penjuru dunia hingga sekarang adalah Al-Muwaththa` dalam Hadits.

Page 12: MATA KULIAH PENGANTAR ILMU FIQIH SEJARAH PERKEMBANGAN FIQIH MASA IMAMUL MADZHAB

c. Madzhab Syafi`i

Imam Syafi`i lahir di Gaza Palestina pada tahun 150 H tahun di mana Imam Abu Hanifah

wafat. Nama aslinya adalah Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy-Syafi`i bin Abbas bin

Syafi`, nasabnya bertemu dengan Rasulullah saw. pada kakeknya Abdul Manaf. Ia dibesarkan

dalam keadaan yatim, ayahnya meninggal ketika ia masih kecil, lalu ibunya membawanya ke

Mekah agar nasabnya tidak terputus karena jauh dari keluarganya di Mekah.

Ketika usianya baru menginjak tujuh tahun, ia telah menghafal Al-Qur’an seluruhnya, lalu ia

mempelajari Hadits dari ulama-ulama Makkah pada masa itu di antaranya adalah Sufyan bin

`Uyaynah, ia pernah menyendiri ke kabilah Hudzail untuk memperdalami bahasa arab, salah

satu kabilah yang dikenal memiliki kecakapan dan kefasihan dalam bahasa arab. Ia kembali

lagi Mekah dan memperdalami ilmu fiqh dan Hadits, salah satunya kepada Muslim bin

Kholid Az-Zanji Mufti Mekah ketika itu. Ia telah menghafal seluruh isi dari Al-Muwaththa`

pada usia sepuluh tahun lalu berkeinginan untuk mempelajarinya langsung dari Imam Malik,

maka pergilah ia ke Madinah dan terkejutlah Imam Malik karena umurnya ketika itu masih

tiga belas tahun[7]. Ia menetap di Madinah dan mengambil ilmu dari Imam Malik dan

beberapa ulama yang berada di sana. Ia juga pernah berpindah ke Yaman dan mempelajari

fiqh dari Umar bin Abi Salmah murid dari Imam Al-Auza`i, dan ia juga belajar kepada Yahya

bin Hassan murid dari Imam Al-Laits bin Sa`ad. Ia juga pernah belajar kepada para sahabat,

di antaranya Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas`ud, Zaid bin Tsabit.[8]

Pada tahun 184 H. ia berpindah ke Bagdad, memperdalami aliran fiqh Abu Hanifah kepada

Muhammad bin Al-Hasan Asy-Syaibani murid terpercaya dari Imam Abu Hanifah, maka

terkumpullah dalam dirinya fiqh aliran Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Auza`i.

Setelah mempelajari fiqh di Bagdad, ia kembali ke Mekah lalu mengajar dan mengeluarkan

fatwa di sana selama sembilan tahun. Pada tahun 195 H. ia berpindah ke Bagdad untuk

mengajar dan berfatwa, pada masa inilah dalam madzhab Syafi`i terkenal dengan ‘Pendapat

Lama’. Pada tahun 199 H. ketika masa kepemimpinan Khalifah Al-Ma’mun suhu politik di

Bagdad sedang tidak menentu, dan munculnya pemahaman tentang Al-Qur’an adalah mahluk,

akhirnya Imam Syafi`i bertolak menuju Mesir, dari sinilah dikenal pendapat-pendapat baru

darinya.

Page 13: MATA KULIAH PENGANTAR ILMU FIQIH SEJARAH PERKEMBANGAN FIQIH MASA IMAMUL MADZHAB

Abdullah bin Imam Ahmad bin Hanbal bertanya kepada ayahnya “Siapakah Imam Syafi`i?

kudengar engkau banyak berdoa baginya” lalu Imam Ahmad berkata “Kedudukan Imam

Syafi`i bagaikan matahari bagi dunia, dan bagaikan kesehatan pada diri manusia, maka

apakah ada kedudukan yang dapat menggantikan mereka berdua?”, dan riwayat lain dari

Imam Ahmad bahwa ia berkata “Sesungguhnya Rasulullah berkata bahwa Allah mengutus

kepada umat islam ini seorang pembaharu di setiap abad, pada abad pertama telah ada Umar

bin Abdul Aziz, maka aku berharap Imam Syafi`i menjadi pembaharu di abad ini”.

Asas madzhab Syafi`i adalah Al-Qur’an, Hadits, Ijma`, Perkataan para sahabat, mengambil

Qiyas moderat tidak menghindarinya seperti Imam Malik dan tidak memperbanyak

penggunaannya seperti Imam Abu Hanifah, memperhatikan esensi turunnya syariat dari

manfaat dan mudharat, dan meninggalkan Istihsan. Imam Syafi`i wafat di Mesir pada tahun

204 H. dengan meninggalkan banyak karya, di antaranya buku Ar-Risalah dalam Ilmu Ushul

Fiqh dan Al-Umm dalam Fiqh. Ia memiliki banyak pengikut dikarenakan kepindahannya dari

Madinah lalu Bagdad dan Mesir, di antara murid-muridnya adalah Abu Ya`qub Yusuf bin

Yahya Al-Buwaythi, Ibrahim bin Ismail bin Yahya Al-Mizani. Madzhabnya tersebar di

daerah Palestina, Yaman, Persia, Pakistan, India, Thailand, Malaysia dan Indonesia.

d. Madzhab Hanbali

Ia adalah Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad Asy-Syaibani,

lahir di kota Bagdad bulan Rabi`ul Awal tahun 164 H. Ia lahir di ladang ilmu, ketika kota

Bagdad dijadikan pusat keilmuan di mana para ahli ilmu Al-Qur’an, Hadits, fiqh, tasawwuf,

filsafat, hukum, dan lainnya. Selain itu, Imam Ahmad sering berpidah-pindah tempat demi

mencari dan mempelajari ilmu, ia pegi ke Mekah, Madinah, Yaman, Basrah, Kufah, dan

bertemu dengan Imam Syafi`i ketika masih berada di Madinah, dan berguru fiqh dan ushul

fiqh kepadanya, dan bertemu kembali dengan Imam Syafi`i ketika berada di kota Bagdad. Di

antara gurunya adalah Sufyan bin `Uyaynah, Ibrahim bin Sa`ad, Yahya Al-Qathan, dan masih

banyak lagi, hingga dikatakan jika ia mendengar ada seorang alim di suatu daerah maka ia

pasti akan datang mengambil ilmu darinya.

Imam Ahmad bin Hanbal mulai mengajarkan ilmunya ketika ia berumur 40 tahun, dan dalam

suatu riwayat dikatakan lebih dari lima ribu orang datang untuk belajar dan mendengarkan

fatwanya di masjid Bagdad. Ia memiliki dua majlis seperti Imam Malik, satu majlis dalam

Page 14: MATA KULIAH PENGANTAR ILMU FIQIH SEJARAH PERKEMBANGAN FIQIH MASA IMAMUL MADZHAB

bidang Hadits dan satu dalam bidang fiqh. Pada mulanya ia melarang para muridnya untuk

menuliskan pendapat-pendapatnya agar tidak mengekor kepada pendapatnya tanpa

mengetahui asal-usulnya, dan membebaskan para muridnya untuk berpendapat dan

mengambil kesimpulan dari dalil-dalil tentang suatu hukum.

Ibnu Qutaibah berkata “Imam Ahmad adalah pemimpin dunia (dalam ilmu)”, Imam Syafi`i

berkata “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih sempurna akalnya dari Ahmad bin

Hanbal dan Sulaiman bin Dawud”, Imam Ahmad sangan berpegang teguh terhadap Hadits

nabi, hingga banyak orang yang beranggapan bahwa madzhab Hanbali sangat ketat dalam

mengeluarkan hukum menggunakan Hadits. Di antara karyanya yang masih tersebar di

seluruh penjuru bumi saat ini adalah Al-Musnad kumpulan Hadits-hadits yang disusun

menurut nama-nama perawinya.

Metode ijtihad madzhab Hanbali disandarkan kepada Al-Qur’an, Hadits, fatwa para sahabat,

lalu mengambil hadits Mursal (yang terputus pada perawi sebelum Rasulullah saw.) atau

hadits Dha`if (hadits lemah yang tidak memenuhi syarat kesahihan suatu hadits) dan

mendahulukannya atas Qiyas dan tidak menggunakan Ijma`, Istihsan, dan beberapa sumber

hukum lainnya. Ia wafat di Bagdad pada tahun 241 H. Di antara murid-muridnya adalah

kedua anaknya Sholih dan Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, Abu Bakar Al-Atsram, Abdul

Malik Al-Maimuni, lalu setelah murid-murid generasi pertama, muncullah Ibnu Taimiah dan

Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah. Pada mulanya madzhab Hanbali kurang berkembang dibanding

dengan ketiga madzhab lainnya, namun pada masa Muhammad bin Abdullah bin Abdul

Wahab penggagas dakwah Salafiah, madzhab ini berkembang lebih dari sebelumnya, dan atas

prakarsanya madzhab Hanbali dijadikan sebagai madzhab resmi kerajaan Saudi hingga kini.

Page 15: MATA KULIAH PENGANTAR ILMU FIQIH SEJARAH PERKEMBANGAN FIQIH MASA IMAMUL MADZHAB

DAFTAR PUSTAKA

[1] Lihat HR. Bukhari no. 1811, dan masih banyak riwayat semisalnya, HR. Muslim no.

1880, 1884; Abu Dawud no. 2053; Ahmad no. 10762, 10987, 11259; Malik no. 578.

[2] Rosyad Hasan Kholil, Tarikh Tasyri` Al-Islami. Al-Azhar Cairo; 2011.

[3] Umar Sulaiman Al-Asyqor, Al-Madkhal ila Dirasah Al-Madzahib wa Al-Madaris Al-

Fiqhiyyah. Dar An-Nafais Yordania; 2007.

[4] Ibnu Taimiyah. Shihhatu Amal Ahli Al-Madinah

[5] Umar Sulaiman Al-Asyqor, Al-Madkhal ila Dirasah Al-Madzahib wa Al-Madaris Al-

Fiqhiyyah. Dar An-Nafais Yordania; 2007.

Bisri Syamsuri, Miftahul Ushul, ( Jombang : PP. Bahrul Ulum,tth. ), hlm 101

Hanafiyesss.blogspot.com

[6] HR. Tirmidzi no. 2604

[7] Ali Jum`ah. Al-Madkhal ila Dirasah Al-Madzahib Al-Fiqhiyah. Darussalam Cairo; 2009.

[8] Ibnu Katsir. Al-Bidayah wa An-Nihayah

Mujaddipcinumseir.blogspot.com

Fahmi Hasan