konsentrasi perbandingan madzhab fiqih program...
TRANSCRIPT
PERJUDIAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM DAN KITAB UNDANG-
UNDANG HUKUM PIDANA TENTANG KRITERIA DAN ANCAMAN
PERJUDIAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam ( SHI )
Oleh :
Abul A'la Almaududi
104043101308
KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H / 2009
PERJUDIAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM DAN KITAB UNDANG-
UNDANG HUKUM PIDANA TENTANG KRITERIA DAN ANCAMAN
PERJUDIAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam ( SHI )
Oleh:
Abul A'la Almaududi
NIM: 104043101308
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
DR.H.Ahmad Mukri Aji, MA Nahrowi, S.H., MH.
KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H / 2009 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (
UIN ) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri ( UIN )
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri ( UIN ) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 2009
Abul A'la Almaududi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI .............................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ......................................... 3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian. .................................................. 4
D. Metode Penelitian ..................................................................... 5
E. Tinjauan Kajian Terdahulu ........................................................ 7
F. Sistematika Penulisan ............................................................... 7
BAB II PERJUDIAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM
A. Pengertian perjudian dan Dasar Hukum Larangannya ............... 9
B. Pendapat Para Ulama Tentang Perjudian.................................... 14
C. Unsur-unsur Delik Perjudian ..................................................... 16
D. Ketentuan Pidana Perjudian ...................................................... 18
BAB III PERJUDIAN DALAM HUKUM PIDANA POSITIF
A. Pengertian dan Jenis-jenis Perjudian .......................................... 32
B. Unsur-unsur Perjudian Dalam KUHP......................................... 33
C. Peraturan Perundang-undangan yang Berkaitan
dengan Perjudian .................................................................... 42
D. Ancaman Pidana Perjudian ........................................................ 45
BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN HUKUM
A. Analisis Perbandingan Unsur-unsur Perjudian dalam KUHP
dan Hukum Pidana Islam.......................................................... 53
B. Analisis Perbandingan Sanksi Pidana Perjudian dalam KUHP
dan Hukum Pidana Islam....................................................... 57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 63
B. Saran ...................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 66
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah pejudian telah dikenal sejak lama sepanjang sejarah di tengah
masyarakat. Sejak zaman dahulu, masalah perjudian merupakan suatu kenyataan atau
gejalah sosial, yang berbeda hanyalah pandangan hidup dan cara permainannya.
Kehidupan masyarakat yang mempunyai tata aturan kehidupan, dengan arti
dan tujuan tertentu berusaha menanggulangi masalah ini. Usaha prefentif dan represif
oleh pemerintah pun telah dilakukan, namun perjudian terasa semakin menjamur di
tengah-tengah dan diseluruh lapisan masyarakat.
Karena bagaimanapun kenyataannya di dalam masyarakat, perjudian dapat
menimbulkan berbagai akibat negatif yang membahayakan dan meresahkan
masyarakat, seperti sering terjadinya pencurian, hancurnya kehidupan rumah tangga,
perkelahian, rusak moral generasi muda ( pemalas dan emosional ), serta identik
dengan maraknya penjualan minuman keras dan pelacuran ( mabuk-mabukan dan
perzinahan ).
Semua ini terjadi karena orang yang kalah berjudi akan goncang jiwanya dan
akan berusaha untuk mendapatkan gantinya dengan cara yang cepat dan mudah tanpa
mengindahkan norma-norma susila dan agama. Sebaliknya apabila seseorang menang
dalam perjudian, ia akan terdorong untuk mengeluarkan harta ke jalan yang sesat
karena ia mendapatkan harta dengan cara yang mudah dan cepat tanpa harus banyak
bekerja, seperti mabuk, berzinah dan perbuatan lainnya yang tidak bermanfaat.
Islam melarang bermain judi karena permainan judi itu dapat menimbulkan
permusuhan dan pertentangan antara pemain-pemain itu sendiri, kendati nampak dari
mulutnya bahwa mereka telah saling merelakan sebab bagaimanapun akan selalu ada
pihak yang menang dan yang kalah, yang dirampas dan yang merampas. Sedang yang
kalah apabila diam, maka diamnya itu penuh kebencian dan mendongkol, dia marah
karena angan-angannya tidak dapat tercapai. Dia mendongkol karena taruhannya itu
sial. Kalau dia ngomel, maka ia ngomeli dirinya sendiri, karena derita yang dialami
dan tangannya yang menaruhkan taruhannya dengan membabi buta.1
Walaupun perjudian itu telah dilarang oleh agama Islam, dan pemerintah
dengan segala macam hukumannya tetapi sampai sekarang masih ada orang yang
membuka arena perjudian.
Islam mengajarkan kepada umatnya untuk bekerja tidak boleh malas, oleh
karena itu Islam menyuruh untuk menjauhi judi, karena dengan adanya permainan
judi itu akan membuat seseorang berangan-angan, apabila ia menang maka akan
menjadi kaya-raya tanpa usaha dan kerja keras. Sedangkan apabila ia kalah, maka
kerugiannya itu mendorong pihak yang kalah untuk mengulangi lagi dengan ulangan
yang kedua, sehingga dapat menutup kerugiannya yang pertama. Sedangkan yang
menang, karena didorong oleh lezatnya menang, maka ia tertarik untuk mengulangi
1Yusuf Qardhowi, Halal dan Haram Dalam Islam, Alih Bahasa Mu'amal Hamidi,
(Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1999), h. 418.
lagi kemenangannya yang sedikit itu mengajak untuk dapat lebih banyak. Sama sekali
dia tidak ada keinginan untuk berhenti dan makin berkurang pendapatannya, makin
dimabuk oleh kemenangan sehingga dia beralih dari kemegahan kepada suatu
kesusahan yang mendebarkan.
Begitulah berkaitnya putaran dalam permainan judi, sehingga hampir kedua
putaran ini tidak pernah berpisah. Dan inilah rahasia terjadinya pertumpahan darah
antara pemain-pemain judi, Padahal belum pernah tercatat dalam sejarah ada orang
kaya karena judi dan perjudian itu sendiri dapat mengakibatkan roda kehidupan
menjadi terbengkalai, karena selamanya pemain judi sibuk dengan sesamanya.
Sehingga lupa akan kewajibannya kepada Tuhan, kewajiban dirinya, keluarga, dan
kewajibannya akan umat.2
Dengan adanya latar belakang diatas, maka penulis ingin mengangkat judul
skripsi ini, karena sampai sekarang masih ada orang yang membuka arena perjudian,
sehingga memberikan peluang orang untuk bermain judi.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah tersebut yang tentu akan sangat luas jika
masalah tersebut dibahas secara keseluruhan dalam penulisan ini, maka penulis perlu
untuk menyajikan penulisan ini dengan dibatasi pada pemberian sanksi kepada orang
yang terlibat pada pidana perjudian.
2Ibid., h. 418-419
Adapun perumusan masalah yang penulis sajikan, tertuang dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan tindak pidana perjudian menurut Hukum Pidana
Islam dan Hukum Positif ?
2. Bagaimana unsur-unsur perjudian yang diatur dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana dan Hukum Pidana Islam?
3. Bagaimanakah ketentuan sanksi hukuman perjudian dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana dan Hukum Pidana Islam ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan
Dalam penyusunan skripsi ini ada beberapa tujuan yang hendak dicapai oleh
penyusun yaitu:
a. Mengetahui bagaimana perjudian menurut pasal 303 KUHP.
b. Mengetahui apakah yang dimaksud dengan perjudian dalam hukum pidana
Islam.
c. Menganalisis perbandingan unsur-unsur dan sanksi pidana perjudian dalam
KUHP dan Hukum Pidana Islam.
2. Sedangkan manfaat penulisan skripsi ini sebagai berikut:
a. Sebagai upaya memberikan kontribusi pemikiran khususnya terhadap
pembentuk hukum untuk meninjau kembali eksistensi hukum positif dan
kaitannya dengan pencegahan perjudian yang semakin merajalela di tengah
masyarakat,
b. Memberikan peringatan terhadap semua lapisan masyarakat bahwa perjudian
akan menyengsarakan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa dan
negara.
D. Metode Penelitian
Metode yang digunakan penyusun dalam menyusun penelitian ini adalah:
1. Jenis Penelitian
Dalam penyusunan penelitian skripsi ini penyusun menggunakan jenis penelitian
pustaka (library research) dengan sifat penelitian deskriptif, yakni mengumpulkan
data secukupnya yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas lalu
dianalisa secara sistematis dan profesional.
2. Pendekatan Masalah
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan secara yuridis atau juga normatif,
yaitu dengan melihat undang-undang yang berkaitan dengan pokok masalah, yang
berlaku di Negara Indonesia serta aturan-aturan yang terdapat dalam hukum
Islam.
3. Sumber Data
Pengambilan sumber data oleh penyusun yakni dari sumber-sumber hukum positif
maupun hukum Islam, yaitu:
a. Sumber data primer yaitu data-data yang diperoleh dari sumber-sumber asli
yang menurut segala keterangan yang berkaitan dengan penelitian ini, adapun
data-datanya sebagai berikut:
- Dari segi hukum pidana Islam penyusun mengambil data dari al-Qur'an dan
as- Sunnah.
- Dari hukum positif diambil dari undang-undang nomor 7 tahun 1974 dan
Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1981 tentang perjudian dan KUHP
pasal 303.
b. Sumber data sekunder yaitu: data-data yang diperoleh dari sumber data yang
memuat hal-hal yang berkaitan dengan penelitian ini. Adapun sumber data
sekunder diambil dari hukum Islam yaitu buku-buku fiqih dan pendapat-
pendapat para ulama dan dari hukum positif yaitu pendapat-pendapat ahli
yang disusun dalam satu buku.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan penyusun adalah analisis secara kualitatif
yaitu digambarkan dengan kata-kata atau kalimat-kalimat yang terpisah-pisah
menurut kategorinya untuk memperoleh kesimpulan. Sedangkan pola berpikir
yang penyusun terapkan adalah:
a. Deduktif, yaitu pola berpikir yang diambil berdasarkan data umum yang
kemudian disaring, diolah dan kemudian ditarik kesimpulan.
b. Komparasi, yaitu dengan membandingkan pendapat-pendapat para sarjana,
para ulama dan membandingkan hukum positif dengan hukum pidana Islam.
Dengan mengambil dalil yang paling kuat untuk diterapkan terhadap
permasalahan pokok.
E. Tinjauan Kajian Terdahulu
Dalam Skripsi terdahulu terdapat penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta "Tinjauan Hukum
Islam terhadap Lokalisasi Perjudian".
Atas nama Zulkifli Ginting Jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum
Tahun 2003.Kesimpulan Skripsi :
Lokalisasi perjudian pada dasarnya bertujuan untuk meminimalkan dampak
negatif jadi malah akan menimbulkan madharat yang lebih banyak. Seperti, legalnya
segala perbuatan maksiat di sana (perjudian, minuman keras, dan pelacuran) karena
satu sama lainnya kerap sekali bersamaan juga lambat laun dapat merusak jiwa dan
mental generasi muda Indonesia. Dan lokalisasi perjudian hukumnya haram, sebab
walaupun di dalamnya terdapat manfaat akan tetapi kemadharatannya yang
ditimbulkan lebih besar.
F. Sistematika Penulisan
Adapun teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada "Buku Pedoman
Penulisan Skripsi, Tesis, Disertasi Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2007. Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab dengan
pokok bahasan sebagai berikut:
Bab pertama yang merupakan pendahuluan terdiri dari latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
kerangka teori, metode penelitian, tinjaun kajian terdahulu, dan sistematika penulisan.
Bab kedua membahas perjudian dalam hukum pidana Islam yang meliputi
pengertian dan dasar hukum pengharamannya, pendapat para ulama tentang
perjudian, unsur-unsur delik perjudian, dan ketentuan pidana perjudian.
Bab ketiga membahas perjudian dalam hukum pidana positif yang meliputi
pengertian dan jenis-jenis perjudian, unsur-unsur perjudian dalam KUHP, peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan perjudian, dan ancaman pidana
perjudian.
Bab keempat memuat analisa terhadap Kitab Undang-undang hukum pidana
dan Hukum Pidana Islam tentang perjudian
Bab ini merupakan inti pembahasan dari skripsi ini, oleh karena itu dalam bab
ini, dijelaskan beberapa analisa perbandingan yaitu: dari segi aspek unsur-unsur
perjudian dan aspek ancaman pidana perjudian.
Bab kelima adalah penutup, terdiri dari kesimpulan, kritik dan saran.
BAB II
PERJUDIAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM
A. Pengertian dan Dasar Hukum Pengharamannya
1. Menurut Bahasa
Kata judi atau maisir dalam bahasa mempunyai arti sebagai berikut :
a. Menurut bahasa indonesia judi ialah, permainan dengan memakai uang
sebagai taruhan, seperti main dadu, kartu, dll.
b. Menurut bahasa arab judi itu disebut dengan maisir.
2. Menurut Istilah
Adapun arti judi menurut istilah ada beberapa pendapat, di antaranya adalah :
a. Hasbi ash-shiddiqeiy mengartikan judi dengan " segala bentuk permainan yang
ada wujud kalah dan menangnya, pihak yang kalah memberikan sejumlah
uang atau barang yang disepakati sebagi taruhan kepada pihak yang menang.
b. Menurut Muhammad Rasyid ar-Ridlo judi3 yaitu :
� ا�������� ����ر وه� او �� ان� آ�� �� ���� و�آ� �ا���� ��� ا����ر او�� ا���
ا� � �ن� ا� ا��
Artinya: Maisir adalah judi atau berasal dari kata yasara atau yusr yang
berarti mudah, karena judi itu merupakan mata pencaharian yang tanpa jerih payah
dan tanpa susah payah, atau berasal dari kata yasaar yang berarti kaya, karena
sebab berjudi itu seseorang akan memperoleh kekayaan bila ia memenangkannya.
3Muhammad Rasyid al-Ridha, Tafsir al-Manar, ( Misra : Maktabah Qohiroh,tth ) Jilid II,
h.324.
c. Menurut Hamka judi (maisir) yaitu, Segala permainan yang menghilangkan
tempo dan melalaikan waktu dari membawa petaruhan, termasuk di dalamnya
segala permainan judi, seperti koa kim, domino, kartu, rollet, dadu dan segala
permainan yang bisa memakai pertaruhan4
d. Begitu pula dalam Tafsir ayat al-Ahkam dikatakan5 :
د او �� �) ی' و&��رة �"$ �� ی"�ن ��� ر ��� � ه� �� ا���� ا��. م س�اء آ�ن ا�*&�
� س�00اء آ�0ن ��00/� ا�0�6 او ��00/� ا�5�0 ن4 او �3 ه��0 وی�00&$ ��0� ��00 ز��ن�0 �001$ ا���ن0/�
.�ا� �� ا��= د �"*� ر�� &�7> وان ا: ;��� ��8 � ی�7$ ا: اّ� 7�8
Artinya : Maka setiap permainan yang menjadikan satu pihak bisa menang
dan pihak lain bisa kalah adalah termasuk judi yang diharamkan, baik menggunakan
sarana apa saja seperti dadu, catur dan lainnya di zaman kita ini disebut " al-
Yanasib"( lottre dan adu nasib) baik yang bertujuan untuk kebaikan atau semata-
mata demi mencari keuntungan, maka semuanya itu termasuk keuntungan yang tidak
baik, dan sesungguhnya Allah itu dzat yang baik, Dia tidak menerima melainkan
yang baik
e. Menurut Prof. KH. Ibrohim Hosen, LML berpendapat :
Bahwa yang dimaksud dengan al-Maysir adalah suatu permainan yang
mengandung unsur taruhan yang dilakukan secara berhadap-
hadapan/langsung dua orang atau lebih.6
4Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid VII, ( Jakarta :Pustaka Panjimas, 1984 ), h.39.
5Muhammad Ali as-Shabuni, Tafsir Ayat al-Ahkam, Jilid 1, ( Siria : Maktabah al-Ghazali,
1982 ), h.275 6Ibrohim Hosen, Apakah judi itu ?, ( Jakarta : Lembaga Kajian Ilmiah IIQ, 1987), h.
Berdasarkan definisi –definisi yang diutarakan para ulama tersebut di atas
maka dapat diambil kesimpulan bahwa judi ialah segala macam bentuk permainan
yang terdapat taruhan di dalamnya, serta mengakibatkan untung rugi bagi para
pemainnya dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan tertentu pada setiap
permainan, pertandingan, perlombaan yang belum pasti hasilnya.
2. Dasar Hukum Pengharamannya
Sumber hukum tentang pengharaman perjudian dalam islam ialah firman
Allah dalam kitab suci al-qur'an surat al-Baqarah : 219 yang berbunyi:
����������� ���� ���☺������ ������☺���� ! " #$�% &��☺�'()* ⌦,�-�.
/����01 23)45�6�7 ! 9�9:�)� &��☺2'2☺�-�. ! ���<1!= >)7
��☺�')��4?� @ AB�������� ! �CD��7 �E�F.)4:�G H$�% ��4������ @ AB)�I⌧K⌧L 2M�NO���G �&�� �,P@C� )Q5�GR��� #,FS?���C� �E!��T@⌧4�RC ) ٢:٢١٩/ ا����ة(
Artinya :“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah:
"Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia,
tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu
apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,”(QS.al-
Baqarah(2):219 ) .
Dan dijelaskan pula dalam surat al-Maidah ayat 90- 91
�VWAX!Y?5�G �M)%T&�� "�[��6�7� P ��☺?��. ���☺CG�\�� ����(�☺���� !
]^�_`�Ra�� ! �,5C��bRa�� ! cd�eg �>)N7 H$�☺�� �>5C]�Khi��� j��)k�l�e��C*
#,P@����C� �E�2C���4� . ��☺?��. 2XG���G 2>5C]�Khi��� E!= �3)%��G �,P@ :��m
j� !I�X������ P&�0n������� ! o�M ��pCG�\�� ������☺���� ! #,PL�Xq`�G !
>�� ���L)D &�� �>�� ! �r�j�s`��� " #$�'C* tPu�!= �E�vW�☺:w7 . )٩٠ -٥:٩١/ا�����ة(
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi
itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah
kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”( QS.al-Maidah (5): 90-91 )
Sebab nuzul ayat ini diturunkan ialah karena ketika Rasulullah SAW datang
ke Madinah didapatinya kaumnya suka minum arak dan makan hasil judi. Mereka
bertanya kepada Rasulullah SAW, tentang hal ini. Maka turunlah ayat:
���� ���������� ���� ���☺������ ������☺���� ! " #$�% &��☺�'()*
⌦,�-�. /����01 23)45�6�7 ! 9�9:�)� &��☺2'2☺�-�. ! ���<1!=
>)7 ��☺�')��4?� @ AB�������� ! �CD��7 �E�F.)4:�G H$�%
��4������ @ AB)�I⌧K⌧L 2M�NO���G �&�� �,P@C� )Q5�GR��� #,FS?���C�
�E!��T@⌧4�RC ) ٢١٩ :٢/ا����ة( Artinya:Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah:
"Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia,
tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu
apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir(QS.al-Baqarah(2)
:219)
Kemudian turun ayat yang lebih keras lagi yaitu (QS. 5 : 90-91) yang
memberikan kepastian akan haramnya. Sehingga mereka berkata: "Cukuplah, Kami
akan berhenti". Kemudian orang-orang bertanya: "Ya Rasulullah bagaimana nasib
orang-orang yang gugur di jalan Allah, dan yang mati diatas kasur padahal mereka
minum arak dan makan hasil judi. Dan Allah telah menciptakan kedua hal itu
termasuk perbuatan dari syaithan yang keji.7
Dari keterangan dan penjelasan ayat di atas dapat diketahui bahwa:
1. Bahaya judi ini dapat menimbulkan permusuhan dan kemarahan diantara teman
sepermainan, menghalangi dzikrullah dan shalat, merusak masyarakat dengan
membiasakan hidup menganggur dan malas, menunggu hasil yang besar tanpa
jerih payah dan bersungguh-sungguh, merusak rumah tangga sehingga banyak
rumah tangga menjadi porak poranda yang dahulunya hidup dalam kesenangan
dan kebahagiaan yang disebabkan oleh permainan judi, sehingga kadang-kadang
berakibat sangat menyedihkan sekali, pelakunya mengakhiri hidupnya dengan
bunuh diri atau rela hidup dalam kemiskinan dan kehinaan8. Dari hari ke hari
semakin jelas terlihat, bagaimana besarnya bahaya judi yang selama ini belum
diketahui orang. Dengan demikian menjadi jelaslah apa yang difirmankan Allah
SWT dalam al-Qur'anul Karim. "sesungguhnya setan ini bermaksud hendak
menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran meminum
khamar dan berjudi dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat,
maka berhentilah kamu dari mengerjakan pekerjaan ini".
7Shaleh dan Ahmad Dahlan, Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat Al-
Qur'an,Cet.12, ( Yogyakarta : Bina Islam, 1999), h. 4. 8Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2007), h.92.
2. Menurut hukum Islam unsur perjudian yang dapat dianggap melawan hukum Islam
adalah setiap permainan judi yang dilakukan baik mendapat izin pemerintah,
maupun tanpa izin pemerintah jadi kejahatan perjudian menurut agama Islam
semua permainan judi walaupun perjudian tersebut diadakan oleh pemerintah atau
program pemerintah seperti SDSB, KSOB, dan sebagainya sesuai dengan ayat di
atas surah al-Maidah ayat 90 dan Al-Baqarah ayat 219.
B. Pendapat Para Ulama Tentang Perjudian
Ulama telah sepakat atas haramnya macam-macam permainan judi karena
Allah berfirman "katakanlah pada keduanya ia mendapat dosa yang besar", maka
setiap permainan yang menjadikan satu pihak bisa menang dan pihak lain kalah
adalah termasuk judi yang diharamkan, baik menggunakan sarana apa saja seperti
catur, dadu, dan lain-lainnya, yang di zaman kita ini disebut "Ya Nashib" (lotere, adu
nasib), baik yang bertujuan untuk tujuan kebaikan, seperti dana sosial atau yang
semata-mata demi mencari keuntungan, maka semuanya itu termasuk keuntungan
yang tidak baik". Dan bahwa sesungguhnya Allah itu dzat yang bagus, ia tidak
menerima melainkan yang bagus. 9
Pengarang kitab al-Kasyaf berkata : 10
0� وس0*@ . وا��5 ن4 و�3 ه��د ح"@ ا���� ان�اع ا����ر �� ا� و���*B :�07 ص0*� اا� �Bو :�Eل
9Ibrohim Hosen, Apakah judi itu ?, ( Jakarta : Lembaga Kajian Ilmiah IIQ, 1987), h.40
10Abi al-Qasim Jarulloh bin Umar al-Zamakhsyari al-Khawarizmi, Tafsir al-Kassyaf, ( Misra :
Musthafa al-Babi al-Halabi, 1962 ), Jilid I, h. 359.
0� ان ا�0 د . ا�=@���H ��ن�� �� ��� ای� آ@ وه� ;�� ا�*=��H ا���Gو B :�0 اIر J0*B �Bو وا��5 ن4
�� ا���� Artinya: Dan yang dihukumkan sebagi maisir, segala macam permainan judi,
seperti dadu, catur dan lain sebagainya. Dan Nabi Muhammad bersabda : "Awaslah
kamu terhadap dua permainan yang tercela, karena sesungguhnya keduanya itu
termasuk judinya orang asing. Dan Ali ra: Sesungguhnya dadu dan catur itu adalah
bagian judi
Al-Alusi berkata: Tergolong Maisir, segala macam permainan judi seperti
dadu, catur, dan lain-lainnya. Sehingga mereka menggolongkan permainan anak-anak
seperti permainan buah pala dan sebagainya. 11
Main dadu/lotre yang apabila dibarengi dengan perjudian maka hukumnya
adalah haram. Hal ini disepakati oleh para ulama' tetapi sementara ulama ada yang
mengatakan makruh apabila permainan ini tidak dibarengi oleh perjudian. 12
Imam Syafi'i membolehkan permainan catur dengan syarat-syarat
sebagaimana disebutkan Fakhrur Razi, yaitu ia mengatakan: Imam Syafi'i berkata:
apabila permainan catur tanpa pertaruhan, tanpa omongan yang melampaui batas, dan
tidak sampai melalaikan shalat, maka tidak haram dan tidak termasuk maisir (judi),
karena judi ditandai adanya pembayaran uang atau pengambilan uang, sedang hakikat
permainan catur tidak demikian, maka ia tidak termasuk judi. 13
11Ibid., h. 227.
12Imam al-Ghozali, Halal dan Haram ( Jakarta: CV. Bintang Remaja, 1999), h.106.
13Ibid., h. 229.
Sedangkan pengertian catur itu sendiri adalah permainan otak dan pikiran
yang sudah terkenal di mana-mana, dari pelosok sampai ke kota-kota sangat digemari
dari kalangan anak-anak sampai dewasa, dari kalangan berpenghasilan rendah sampai
berpenghasilan tinggi. Dan permainan catur ini tidak diperbolehkan apabila dalam
permainan catur ini dicampuri dengan perjudian atau pertaruhan.
Sedangkan pengertian berpacu kuda atau balap kuda adalah suatu permainan,
dan bentuk olahraga, juga suatu latihan permainan ini sangat dibutuhkan oleh para
pemuda Islam atau sahabat-sahabat Rasulullah itu. Dan taruhan yang dilakukan oleh
Rasulullah itu adalah merupakan suatu hadiah, yang mana uangnya itu dikumpulkan
bukan hanya dari orang yang berpacu saja, tetapi dari semua orang yang menonton
lainnya.
Adapun hadiah yang dikumpulkan dari masing-masing yang berpacu,
kemudian siapa yang unggul itulah yang mengambilnya, maka hadiah semacam itu
termasuk judi yang dilarang. Dan Nabi sendiri menamakan pacuan kuda semacam itu
adalah kuda syaithan, harganya haram, makannya haram dan yang
menungganginyapun haram pula. 14
C. Unsur-unsur Delik Perjudian
14
Ibid., h. 106-107.
Dalam menetapkan sanksi atau hukuman terhadap suatu pelanggaran harus
diketahui terlebih dahulu unsur-unsur delik dalam jarimah, unsur-unsur ini ada pada
suatu perbuatan, maka perbuatan tersebut dipandang sebagai suatu delik jarimah.
Unsur-unsur delik itu ada dua macam yaitu unsur khusus dan unsur umum.
Unsur umum itu adalah :
1. Adanya nas yang melarang dan mengancam perbuatan (unsur formil).
2. Adanya tingkah laku yang membentuk jarimah, baik berupa perbuatan nyata
atau sikap tidak berbuat (unsur materil).
3. Pelaku adalah mukallaf (unsur moril). 15
Unsur-unsur khusus yang dimaksud adalah misalnya dalam kasus pencurian,
selain memenuhi unsur-unsur umum, juga harus memenuhi unsur-unsur khusus yaitu:
barang yang dicuri itu bernilai ¼ dinar keatas, dilakukan dengan cara diam-diam, dan
benda itu disimpan di tempat yang pantas. Jika telah memenuhi unsur-unsur tersebut,
maka perbuatan itu baru dianggap sebagai pencurian yang harus dihukum potong
tangan.
Begitu pula dengan jarimah perjudian. Suatu perbuatan dapat dikatakan
sebagai perjudian, apabila telah memenuhi unsur-unsur khusus yaitu:
1. pengakuan dari pelaku bahwa dia benar-benar telah melakukan atau turut serta
berjudi.
2. Adanya benda atau barang sebagai taruhannya.
15 Marsum ,Jinayat :Hukum Pidana Islam, (Yogyakarta: FH-UII, 1991), hal. 6.
3. Adanya obyek yang dijadikan suatu perbuatan judi.
4. Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan pelaku dengan orang yang
dirugikan.
Terpenuhinya unsur-unsur yang umum dan khusus di atas maka ia dapat
disebut sebagai pelaku dari tindak pidana berjudi.
D. Ketentuan Pidana Perjudian
Sebelum menjelaskan ketentuan pidana perjudian dalam hukum Islam terlebih
dahulu penyusun akan menjelaskan pengertian hukum pidana menurut syari'at Islam.
Dalam buku-buku ilmu fiqih, persoalan pidana dibahas dalam bagian jinayat.
Kata jinayat adalah bentuk prularis dari kata jinayah ataupun kejahatan. Perkataan
jinayah, adalah merupakan kata asal (masdar). Dan kata kerjanya ialah " yang berarti
berbuat dosa atau berbuat jahat. Orang yang berbuat jahat ialah djani (Masculinum
Singularis) yang merupakan kata nama untuk jenis satuan laki-laki dalam kedudukan
sebagai pelaku (Isim fa'il mufrad mudzakkar), dan bentuk prularisnya ialah djunat,
adjnia, dan djunaa, yakni bentuk banyak tak beraturan jenis laki-laki. Sedangkan
bentuk feminanya dalam singularis ialah djaniah (Mufrod Muannats) dan bentuk
prularisnya ialah djawan dan djaniat, orang yang dikenal oleh perbuatan jahat
dinamakan mudjna 'alaihi. 16
16Haliman, Hukum Pidana Syari'ah Islam Menurut Ajaran Ahlus Sunnah, ( Jakarta : Buku
Bintang, 1971 ), h. 63.
Sedangkan yang dimaksudkan dengan hukum pidana menurut hukum syari'at
Islam, ialah ketentuan-ketentuan hukum syari'at Islam yang melarang orang untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu, dan terhadap pelanggarnya ketentuan hukumnya
tersebut, dikenakan hukuman yang berupa penderitaan badan atau denda kepada
pelanggarnya.
Setiap peristiwa pidana harus mengandung tiga macam unsur, yakni yang
pertama, sifat melakukan hukum, kedua pelakunya yakni orang yang melakukan
perbuatan pidana tersebut. Ketiga dapat dipersalahkan atau disesalkan atas perbuatan
yang oleh hukum dinyatakan perbuatan yang dapat dihukum, unsur-unsur tersebut ini,
tidak selamanya dapat terlihat dengan jelas dan terang didalam perumusan ketentuan-
ketentuan hukum syari'at Islam yang berhubungan dengan persoalan-persoalan
pidana, dan pengertian tersebut kita kemukakan hanyalah untuk memudahkan dalam
mempelajari dan membahas persoalan-persoalan hukum pidana menurut hukum
Syari'at Islam. 17
Di dalam Al-Qur'an dijelaskan, setiap orang berkewajiban untuk menerapkan
hukum Syari'at Islam:
#mP@C K�� ! �$x!= H$(�'yQz�� &��☺�m �{�|�!= �&�� )}()* r >�7 ! -T� ,FS��C~ &��☺�m �{�|�!= �&�� ���?5C�Y!�YC* �,�x
A��F.� ) ٤٧: ٥ /ا�����ة ( ����5⌧4� Artinya: ”Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara
menurut apa yang diturunkan Allah didalamnya. barangsiapa tidak memutuskan
17
Ibid., h. 64-66.
perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang
yang fasik.”(QS. al-Maidah /5 :47)
Ketentuan-ketentuan tersebut dipertegas lagi dengan memberi perintah
kepada Rasul supaya melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum Syari'at Islam yang
terdapat di dalam Al-Qur'an diantara sesama manusia:
&� :���|�!= ! ���KC��. _�5�l�@���� Hx��C�����m ��%)xX_`�7 ��☺)�� A�O�m
)}G�X�G �>)7 ��5�l�S���� �6)☺�K�'�7 ! )}�Kj��� " ,FSj��C* -2'�6��m &��☺�m �{�|�!= �&�� " 0� ! �3�S�pC
#,�x P&� �x!= ��☺�� ⌧� P&%�> �>)7 Hx��C���� r ��$P@)� ��6*����e #,P@:)7
:V����� %☯>��'6)7 ! r #�C� ! P&�⌧T �&�� #,FSj�����C� :V97�= :��X)jI !
>�@5C� ! #,PL ���#� ()�� o�M &��7 #,P@�C� P " "��F.���R���C*
),I �#������� r oj��. &�� #,FS���e#��7 �6�K)☺�e ,P@���}S�k�(C* ��☺�m -l6PL
)}()* �E�F4���R�G!7 . ) ٥:٤٨/ ا�����ة(
Artinya :Dan kami Telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa
kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; Maka putuskanlah
perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang Telah datang kepadamu.
untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang.
sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi
Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-
lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu
diberitahukan-Nya kepadamu apa yang Telah kamu perselisihkan itu”(QS.al-
Maidah/5:48)
Sedangkan salah satu aturan pokok dalam syari'at Islam ialah pembuat tidak
dihukum karena sesuatu perbuatan yang dilarang, kecuali kalau ia mengetahui (benar-
benar) dengan sempurna tentang dilarangnya perbuatan tersebut, jika ia tahu tentang
dilarangnya tersebut, maka pertanggungjawaban pidana terhapus daripadanya.
Dalam pengertian mengetahui cukup dengan kemungkinan mengetahui, jadi
apabila seorang telah dewasa dan berakal sehat, sedang ia mendapat kesempatan
untuk mengetahui perbuatan-perbuatan yang terlarang baginya, baik dengan jalan
meneliti (mempelajari) nas-nas yang menyatakan keharaman atau dengan jalan
bertanya kepada orang-orang pandai (Ahl-dzikri), maka orang tersebut dianggap
mengetahui perbuatan-perbuatan yang diharamkan dan ia tidak bisa beralasan tidak
tahu, oleh karena itu para fuqaha mengatakan sebagai berikut: "Di dalam negeri Islam
tidak dapat diterima alasan tidak mengetahui ketentuan-ketentuan hukum". 18
Seseorang mukallaf dianggap mengetahui undang-undang (hukum) dengan
adanya kemungkinan mengetahui, bahkan dengan adanya pengetahuan yang benar-
benar terjadi, oleh karena itu undang-undang (hukum) yang melarang dianggap telah
diketahui oleh semua orang, meskipun kebanyakan dari mereka tidak mengetahui
undang-undang tersebut, ataupun hanya mengetahui sedikit-sedikit, selama
kemungkinan untuk mengetahui itu ada. Mengetahui undang-undang (hukum) benar-
benar, tidak disyaratkan oleh syari'at karena hal ini akan menimbulkan kesulitan dan
akan membuka pintu alasan tidak tahu seluas-luasnya serta melumpuhkan berlakunya
undang-undang. 19
Dan telah dijelaskan, jumhur ulama' telah sepakat bahwa sumber hukum
jinayat (Hukum Pidana Islam) ialah Qur'an, Hadits, Ijma, dan Qiyas. Sebagaimana
18Haliman, Hukum Pidana Syari'ah Islam Menurut Ajaran Ahlus Sunnah, h. 86.
19A. Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, ( Jakarta :Bulan Bintang,1997), h. 86.
ulama' merumuskannya dengan Qur'an, Hadits, Ijma, dan Qiyas sebagian ulama'
merumuskannya dengan Qur'an, Hadits, Ijtihad yang telah disepakati (Ijma) dan
Ijtihad perorangan (Qiyas). Jadi kedua perumusan itu sebenarnya sama, selain itu ada
sumber hukum lagi yang tidak disepakati diantara para ulama', yaitu istihsan,
istihshab, masalah mursalah, madzhab sahabat, adat kebiasaan. Dan syri'at nabi-nabi
sebelum Islam. Tetapi para ulama telah sepakat bahwa sumber hukum tersebut
belakangan ini dapat dipakai sebagai sumber hukum acara pidana (formil). 20
Tertib penyebutan sumber hukum tersebut di atas mewujudkan tertib kekuatan
sumber hukum ini masing-masing, artinya jika terjadi suatu peristiwa hukum harus
dicari petunjuknya dalam Al-Qur'an, jika tidak ada baru beralih kepada hadits, jika
tidak ada baru beralih kepada qiyas. Akan tetapi sebagian ulama tidak menyetujui
qiyas sebagai sumber hukum materiel (sumber yang menentukan macam jarimah dan
hukumannya). Ia hanya dipakai sebagai sumber hukum formil (seperti halnya
istishan, masalah, dan lain-lain).
Diantara sumber-sumber hukum tersebut di atas hanya Qur'an dan hadits yang
berlaku aturan-aturan asasi bersifat umum (multi), sedangkan sumber hukum yang
lain lebih sesuai jika dikatakan hanya sebagai cara mengambil hukum dari Qur'an dan
hadits. Bahkan diantara kedua sumber hukum ini hanya Qur'an yang menjadi sumber
hukum pidana, sedang hadits hanya sebagai penjelas terhadap makna-makna Qur'an
20Marsum, Jinayat: Hukum Pidana Islam, ( Yogyakarta : Fakultas Hukum Universitas Islam
Indonesia, 1991), h.13.
dan mengatur hal-hal yang tidak dijelaskan Al-Qur'an, oleh karena itu tidak mungkin
hadits menentang kepada Qur'an, lebih-lebih sumber hukum yang lain. 21
Setelah penyusun menjelaskan pengertian hukum pidana menurut syari'at
Islam, penyusun akan menjelaskan ketentuan pidana perjudian sesuai dengan
pembahasan yang diangkat dalam skripsi ini.
Sebagaimana dalam syari'at Islam ada hukum tertulis dalam beberapa
kejahatan (criminal) sebagaimana telah disebutkan, ada lagi suatu cara memberikan
kekuasaan (menguasakan) kepada hakim, untuk menentukan hukuman dalam
beberapa macam kejahatan menurut yang dipandangnya cukup untuk menimbulkan
kesadaran supaya orang yang mengerjakan kejahatan itu menjadi jera. Hukuman
serupa ini oleh ahli-ahli fiqih dinamakan "ta'zir" (hukuman pengganjaran). Ta'zir
yaitu, perbuatan pidana yang bentuk ancaman hukumannya ditentukan oleh penguasa
( hakim ) sebagai pelajaran kepada pelakunya. 22
Sedangkan dalam hukum pidana Islam dikenal empat penggolongan jarimah
atau kejahatan ditinjau dari berat dan ringannya hukuman yang diancamkan, yaitu:
1. Jarimah qisos, yaitu jarimah yang diancam dengan hukuman qisos, adalah
hukuman yang sama dengan jarimah yang dilakukan, yang termasuk jarimah ini
ialah pembunuhan dengan sengaja yang mengakibatkan terpotong atau terlukanya
anggota badan.
Sumber hukum qisos ialah firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat178-179,
21
Ibid, h. 14. 22Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2007), h.11.
�VWAX!Y?5�G �M)%T&�� "���:�7� P
_�)lPL �,P@�Kj��� ���_`�.���� o�M
gj�RC.���� " ����\�� �����\���m
2X#S������ ! )X#��������m
rcC���a�� ! rcC���a���m r �>�☺C* o����
��=C& �>)7 )}(��!= ⌦Pc⌧ ����S)���C*
��!����☺�����m �P&��(!= ! )}�KC��.
�>5_��}���m @ ��)�ICD /�K)4�G!7 >)N7
#,P@�jmdg /V�☺�} g ! @ �>�☺C* @|�X�l����
�X��m ��)�ICD ��=C�C* ^�⌧K�� n-()�!= .
#,P@C� ! o�M ��_`�.���� /�r� (�}
o�Y!�Y?5�G ��5�S��Ra�� #,FS?���C�
�E�F.�lC . ) ١٧٨–١٧٩ :٢ /ا����ة (
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang
merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang
mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti
dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada
yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu
keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. barangsiapa yang melampaui batas
sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih. Dan dalam qishaash itu ada
(jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu
bertakwa.(QS.al-Baqarah/2 :178-179)
2. Jarimah diyat, yaitu jarimah yang diancam dengan hukuman diyat, adalah
hukuman ganti rugi atas penderitaan yang dialami. Korban atau keluarganya.
Yang termasuk jarimah ini ialah pembunuhan tak disengaja, dan penganiayaan tak
sengaja yang mengakibatkan terpotongnya atau terlukanya anggota badan.
Ketentuan ini bersumber pada firman Allah,
��7 ! A�%⌧L >)7C2☺)� E!= 0$R�.�G
�:)7C�7 ���. ��C]�� r >�7 ! 0$�RC%
�6)7C�7 ��C]�� ��G��C�lC* �V��C% g
�V�6)7Cw7 /V�G)( ! V�☺?�_�w7 �oj��.
4¡)=��x!= ¢��. E!= "���%�Xs`�G r E��C*
A�%⌧L >)7 7£#�C% ¤N!2X�� #,P@T� ��x !
�)7C�7 ��G��C�lC* �V�SC% g �V�6)7Cw7 "
E�. ! A�%01 >)7 h£#�C% #,FS�6��m
-2'�6��m ! /�5C¦K)N7 /V�G)XC* V�☺?�_�w7
�oj��. ¡)=��x!= ��G����!7 ! �V�SC% g
�V�6)7Cw7 " >�☺C* #,T� �X���G �§� K�`C*
HM����'⌧T HMO���m��R�R�7 :V�m#�C
�>)N7 &�� @ A�%⌧L ! �&�� �¨☺(����
�¦☺(�S�} . ) ٩٢ :٤ /ا����ء(
Artinya : Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang
lain), kecuali Karena tersalah (Tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang
mukmin Karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang
beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu),
kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum
(kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah
si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh)
serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. barangsiapa yang tidak
memperolehnya, Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-
turut untuk penerimaan Taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui
lagi Maha Bijaksana. (QS.an-Nisa/4 : 92)
3. Jarimah hudud, yaitu jarimah yang diancam hukuman had, yaitu hukuman yang
telah ditentukan macam dan jumlahnya dan menjadi hak Tuhan. Dengan
demikian, maka hukuman tersebut tidak mempunyai batas terendah atau batas
tertinggi. Pengertian hak Tuhan ialah bahwa hukuman tersebut tidak bisa
dihapuskan baik oleh perseorangan (yang menjadi korban jarimah), atau pun oleh
masyarakat yang diwakili oleh negara. Jarimah-jarimah hudud ada tujuh macam,
yaitu : zina (an-Nur ayat: 2), qazaf (an-Nur ayat: 4), minum-minuman keras
(Hadist Nabi), mencuri (al-Maidah ayat:38), hirabah ( al-Maidah ayat: 33),
murtad ( al-Baqarah ayat : 217) dan pemberontakan (al-Hujurat ayat : 9).
4. Jarimah ta'zir, yang termasuk golongan jarimah ini ialah perbuatan-perbuatan yang
diancam dengan satu atau beberapa hukuman ta'zir. Pengertian ta'zir ialah
memberi pengajaran (at-ta'dib). Tetapi untuk hukuman pidana Islam istilah
tersebut mempunyai pengertian tersendiri yaitu, syara' tidak menentukan macam-
macamnya hukuman untuk tiap-tiap jarimah ta'zir, tetapi hanya menyebutkan
sekumpulan hukuman, dari yang seringan-ringannya sampai kepada yang seberat-
beratnya.
Sedangkan jarimah ta'zir itu jumlahnya banyak sekali, yaitu semua jarimah
selain diancam dengan hukuman had, kifarat dan qisos diyat, semuanya termasuk
jarimah ta'zir, jarimah ta'zir ini dibagi menjadi dua:
Pertama: jarimah yang bentuk atau macamnya sudah ditentukan oleh nash (Qur'an
dan Hadits), tetapi hukumnya diserahkan kepada hakim.
Kedua: jarimah yang baik bentuk atau macamnya, begitu pula hukumannya
diserahkan kepada manusia, syara' hanya memberikan ketentuan-ketentuan yang
bersifat umum.
Baik nash-nash Qur'an hadits banyak sekali menyebut jarimah ta'zir ini,
misalnya: wajib shalat dan zakat (al-Baqarah: 110), wajib puasa (al-Baqarah: 183),
wajib haji (al-Baqarah: 97), larangan riba (al-Baqarah: 275), menipu harta (al-
Baqarah: 188), manipulasi (al-Baqarah: 42), larangan minum khomar dan judi (al-
Maidah: 90), larangan menimbun bahan makanan (hadits Nabi), jarimah ta'zir macam
pertama ini harus dipandang sebagai jarimah untuk selama-lamanya.
Mengenai jarimah ta'zir macam kedua misalnya adalah sebagai berikut, Allah
berfirman dalam suirat al-Syuara : 183 yaitu :
0� ! "��q���#�C z9�9:��� -�x P&� K�T!= 0� ! "�#�C��C o�M
�©#gRa�� �M)X���اء ( �4�7�� )١٨٣: ٢٦ /ا�
Artinya : Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan
janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan. (QS.al-Syuara
/26: 183 )
Berdasarkan jiwa ayat ini pihak penguasa dapat membuat peraturan-peraturan
yang melarang segala macam bentuk penyelewengan yang berakibat merugikan orang
lain. Pihak penguasa juga dapat membuat peraturan-peraturan yang mengancam
segala bentuk perbuatan merusak, seperti membuat keonaran, keresahan, huru-hara,
dan lain sebagainya. 23
Allah berfirman dalam surat al-Maidah:2
�VWAX!Y?5�G �M)%T&�� "���:�7� P 0� "��ª�)��7 �H«?5��⌧T &�� 0� ! ��#Wh¬��� �§���V��\�� 0� ! �|�X�*®��
0� ! �X�?5j�C.���� ¯� ! �MO)N7&� P _Q�(������ �§���V��\�� �E�P�l#S�G
�⌧�nC* >)N7 #,W�¤dg �:�I ��°g ! r �CD�. ! tPu*�j��} "�!2(�C]�±��C* r 0� !
#,P@9:�7���'C~ �E���6⌧T 7£#�C% E!= #,F1!gX_± �>�� )X����☺����
)£���V��\�� E!= "�!2X�l�C s "��� !���C ! oj�� ��������� @| ��.�l��� ! " 0� ! "��� !���C oj��
�-�-Qz�� HEI !�X������ ! r
23Marsum., Jinayat: Hukum Pidana Islam, h.140.
"��F.9�� ! T&�� " 9E�. T&�� 2XG)X⌧T �^�C.)����� . ) ٢ : ٥/ ا�����ة(
Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-
syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan
(mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan
jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka
mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu Telah
menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali
kebencian(mu) kepada sesuatu kaum Karena mereka menghalang-halangi kamu dari
Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (QS.al-Maidah /5: 2 )
Berdasarkan ayat Qur'an yang bersifat umum ini pihak penguasa dapat
membuat peraturan-peraturan yang mendorong kegiatan sosial, dan melarang untuk
melakukan kejahatan yang menjurus kepada kejelekan dan permusuhan. Allah
berfirman dalam QS. Al-An'am: 108.
0� ! "����q�j$ A�)%T&�� �E����X�G >)7 HE!2( &�� "����q� (C* T&�� �☺!�X��
��#���m ¤-*�)� @ ��)�I⌧K⌧L �96�G�b H�$P@)� ^V97�= -2'j� ¢⌧v d,�- roj��. ,W�¤ g -2'���e²�³ -2'���}��k�KC* ��☺�m "���%⌧L �E����☺��G . ) م�� )١٠٨: ٦/ ا#ن
Artinya:“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka
sembah selain Allah, Karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui
batas tanpa pengetahuan. Demikianlah kami jadikan setiap umat menganggap baik
pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu dia
memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.”( QS.al-An'am/ 6
:108 )
Berdasarkan jiwa ayat ini pihak penguasa dapat membuat peraturan-peraturan
yang melarang penghinaan terhadap agama lain.
Jika pada jarimah ta'zir macam pertama ini berubah dan harus dipandang
sebagai jarimah untuk selama-lamanya, maka jarimah ta'zir macam kedua ini dapat
berubah-ubah menurut keadaan dan waktu.
Orang yang tidak mentaati perintah wajib dan melanggar larangan di atas ini
tidak ditentukan oleh Qur'an tentang hukumannya. Hukumannya diserahkan kepada
penguasa dengan hukuman-hukuman ta'zir. Cara menghukumnya terserah kepada
penguasa apakah dibuat suatu undang-undang atau diserahkan kepada hakim
berdasarkan kepada peristiwa hukum yang pernah terjadi atau dengan jalan ijtihad. 24
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ketentuan-ketentuan pidana
perjudian menurut hukum Islam adalah termasuk jarimah ta'zir, bentuk atau
macamnya sudah ditentukan oleh nash (Qur'an dan hadits), tetapi hukumannya
diserahkan kepada manusia ( pengusa ), dan jarimah ta'zir ini tidak berubah dan harus
dipandang sebagai jarimah untuk selama-lamanya. Oleh karena itu, hukuman ta'zir
boleh dan harus diterapkan dengan tuntutan kemaslahatan, dalam kaitan ini ada
sebuah qo'idah:
25 ا�.�-,� ,�,� ور() ا��'&%$
Artinya : Ta'zir itu sangat tergantung kepada tuntutan kemaslahatan
Adapun bentuk-bentuk hukuman ta'zir sebagaiman dijelaskan oleh Ahmad
Hanafi yaitu 26
:
24 Ibid., h.141.
25Abdul al-Qadir Audah , Al-Tasyri Al-Jina-I Al-Islami Muqaran Bin Al-Qonun Al-Wadh'I
,(Misra : Maktabah Dar Al-Arubah, 1963), h.124
1. Hukuman Mati
Pada dasarnya menurut syariat Islam hukuman ta'zir adalah untuk memberikan
pengajaran(at-ta'dib) dan tidak sampai membinaskan. Oleh karena itu dalam hukuman
ta'zir tidak boleh ada pemotongan anggota badan atau penghilangan nyawa. Akan
tetapi kebanyakan fuqaha membuat suatu pengecualian dari aturan umum tersebut,
yaitu kebolehan dijatuhkannya hukuman mati jika kepentingan umum menghendaki
demikian, atau jika pemberantasan pembuat tidak bisa terlaksana kecuali dengan jalan
membunuhnya; seperti mata-mata, pembuat fitnah, dan residivis yang berbahaya.
Oleh karena hukuman mati merupakan suatu pengecualian hukuman ta'zir, maka
hukuman tersebut tidak boleh diperluas atau diserahkan seluruhnya kepada hakim
seperti halnya dengan hukuman-hukumna ta'zir yang lain, dan penguasa harus
menentukan macamnya jarimah yang dijatuhkan hukumannya.
2. Hukuman kawalan-terbatas (penjara kurungan)
Ada dua macam hukuman kawalan dalam syariat Islam, yaitu hukuman kawalan
terbatas dan hukuman kawalan tak terbatas.
a. Hukuman kawalan-terbatas, batas terendah bagi hukuman ini ialah satu hari,
sedang batas setinggi-tingginya tidak menjadi kesepakatan. Ulama-ulama
Syafi'iyyah menetapkan batas tertinggi satu tahun, karena mereka
mempersamakannya dengan pengasingan dalam jarimah zina. Kalau jarimah
26Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam,(Jakarta: Bulan Bintang, 2005),h.121-233
had. Fuqaha-fuqaha lainnya menyerahkan batas tertinggi tersebut kepada
penguasa negara.
b. Hukuman kawalan-tak terbatas, sudah disepakati bahwa hukuman kawalan ini
tidak ditentukan masanya terlebih dahulu, melainkan dapat berlangsung terus
sampai terhukum mati atau bertaubat dan baik pribadinya. Orang dikenakan
hukuman tersebut ialah penjahat yang berbahaya atau orang-orang yang
berulang melakukan jarimah-jarimah yang berbahaya, atau orang-orang yang
tidak tegas dijatuhi hukuman-hukuman biasa, yang biasa melakukan jarimah
pembunuhan, penganiayaan atau pencurian.
3. Hukuman Ancaman, Teguran, dan Peringatan
- Hukuman Ancaman (tahdid) juga merupakan salah satu hukuman ta'zir, dengan
syarat akan membawa hasil dan bukan ancaman kosong. Antara lain dengan ancaman
akan dijilid atau dipenjarakan atau dijatuhi hukuman yang lebih berat, jika pembuat
mengulangi perbuatannya. Termasuk ancaman juga, apabila hakim menjatuhkan
keputusannya, kemudian pelaksanaanya sampai waktu tertentu.
- Teguran (tanbih) juga merupakan hukuman ta'zir, kalau pembuat juga dijatuhi
hukuman tersebut. Hukuman tersebut pernah dijatuhkan oleh Rasulullah saw terhadap
sahabat Abu Zarr yang memaki-maki orang lain, kemudian dihinakan dengan
menyebut-nyebut ibunya. Maka bersabda Rasullah saw" Wahai Abu Zarr, adalah
engkau menghina dia dengan ibunya. Engkau adalah orang yang masih dihinggapi
sifat-sifat masa jahiliah.
- Hukuman peringatan (al-Wa'zu) juga ditetapkan dalam Syariat Islam dengan jalan
memberi nasihat, kalau hukuman ini cukup membawa hasil. Hukuman ini
dicantumkan dalam Qur'an, sebagai hukuman terhadap istri, yaitu, "Istri yang kamu
khawatirkan akan membangkang, maka berilah dia peringatan (nasihat)."(Qur'an
surat,an-Nisa: 34)
- Hukuman denda (al-Garamah) ditetapkan juga oleh Syariat Islam, antara lain
mengenai pencurian buah yang masih tergantung di pohonnya yang didenda dengan
lipatan dua kali harga buah tersebut, di samping hukuman lain yang sesuai untuk
perbuatan mencuri tersebut. Seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw, " Dan
barang siapa yang membawa sesuatu keluar, maka atasnya denda sebanyak dua
kalinya beserta hukuman."
BAB III
PERJUDIAN DALAM KITAB UNDANG-UNDANG
HUKUM PIDANA
A. Pengertian dan Jenis-jenis Perjudian
1. Pengertian
Menurut KUHP permainan judi adalah tiap permainan dimana pada umumnya
kemungkinan mendapat untung tergantung pada peruntungan belaka juga karena
permainannya yang lebih terlatih atau mahir.
Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau
permainan lain-lainnya, yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau
bermain, juga segala pertaruhan lainnya. 27
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa arti dari permainan judi
adalah setiap permainan dengan orang yang bertaruh adanya uang dan harapan untuk
menang. Hal ini tergantung pada nasib, atau kemungkinan untuk menang menjadi
bertambah besar.
2. Jenis-jenis Perjudian
Sedangkan jenis-jenis perjudian menurut Kitab Undang-undang Hukum
Pidana adalah: Permainan dengan kartu yang tidak dapat digolongkan dengan judi
27Moelyatno, KUHP , h.133.
ialah bridge, domino, dan sebagainya. Sedangkan yang dapat digolongkan dengan
judi ialah dadu, dua puluh satu, rouletre, tombula, totalisator pada pacuan kuda,
pertandingan sepak bola, apa yang disebut "main buntut" dan sebagainya. 28
B. Unsur-unsur Perjudian Dalam KUHP
Unsur-unsur:
Pasal 303 (1)
Ke 1. : -Dengan tidak berhak
- Memajukan:
Atau
- Memberi kesempatan
- berjudi
- sebagai mata pencaharian
Atau
- Turut campur
- Dalam perusahaan main judi
- Dengan sengaja
Dalam ayat 1 ini dua jenis kejahatan:
- Mengajukan atau memberikan kesempatan berjudi sebagai mata
pencaharian.
- Turut campur dalam perusahaan main judi.
28R. Sugandhi, KUHP Dengan Penjelasannya, (Surabaya : Usaha Nasional,1998 ), h. 323.
Mengajukan
Perbuatan mengajukan berarti setiap pemberitahuan secara tertulis maupun secara
lisan yang memberikan kesempatan oleh pelaku yang mengajukan.
Pemberitahuan dari seorang, bahwa orang lain memberikan kesempatan, tidak
berarti mengajukan.
Memberi Kesempatan
Memberi kesempatan adalah setiap perbuatan membuka kesempatan, bukan
memperkenankan, menyediakan alat atau alat-alat judi.
Berjudi
Perjudian adalah suatu permainan yang hasil kemenangannya hanya tergantung
pada untung-untungan saja. Permainan adalah cara bermain, dimana para pihak
turut serta secara aktif, sedangkan pertaruhan adalah menentukan suatu hadiah
atas kebenaran suatu perkiraan atau terkaan yang disangkal dan tetap.
Ayat 3 memuat ketentuan tentang pengertian berjudi,
Ayat 3 ini merupakan interpretasi authentik.
Unsur-unsur ayat 3 adalah sebagai berikut:
- Main judi berarti:
- Tiap-tiap permainan yang:
Kemungkinan hasil kemenangannya pada umumnya tergantung pada:
- Untung-untungan saja.
- juga kalau kemungkinan hasil kemenangannya akan bertambah besar:
- karena pemain lebih pandai atau lebih cakap. 29
- Main judi meliputi juga:
- Segala pertaruhan tentang:
- Hasil keputusan perlombaan atau permainan lainnya yang:
- turut berlomba
- turut bermain
- Pertaruhan-pertaruhan lain:
Berdasarkan rumusan ayat 3, suatu permainan dapat dinyatakan sebagai
permainan judi, apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
- Penentuan kemenangan tergantung pada untung-untungan yang berarti, bahwa
terdapat spekulasi dari para pelaku.
- Juga hasil kemenangan yang tergantung pada untung-untungan itu akan
bertambah besar, karena orang-orang yang bermain dalam permainan lebih
pandai, lebih cakap lebih terampil, di sini terdapat pengurangan resiko yang
mungkin akan diderita atas spekulasi.
Mungkin orang-orang yang bermain dalam suatu permainan lebih pandai,
lebih terampil, lebih cakap, lebih ulung, hingga hasil kemenangan bagi pelaku akan
bertambah besar, tetap permainan itu dapat dinyatakan sebagai permainan judi.
Dalam ayat 3 itu selanjutnya diadakan perluasan penafsiran atas pengertian
permainan judi sebagai berikut:
29Moch Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus KUHP Buku II, (Bandung : Alumni Bandung,
1986), h.255-256.
- Permainan judi meliputi juga setiap jenis pertaruhan atas keputusan:
- Setiap jenis perlombaan
- Setiap jenis permainan
Dimana para pelaku tidak turut serta dalam perlombaan atau permainan itu.
Misalnya:
- Pertandingan sepak bola: para pelaku tidak turut serta.
-Dalam permainan ketangkasan, misalnya lempar panah, seorang melempar
panah, sedangkan para pelaku yang tidak melempar, memasang.
Ketangkasan yang menentukan hasil kemenangan tidak termasuk permainan
judi, kecuali orang-orang yang tidak melakukan ketangkasan turut serta melakukan
pertaruhan. Selanjutnya dapat dikemukakan, bahwa undian tidak termasuk permainan
judi, berhubung undian bukan merupakan permainan. Penyelenggaraan undian
didasarkan atas UU No. 22 Tahun 1954 Tentang Undian, dimana ditetapkan, bahwa
penyelenggaraan undian harus ada izin Menteri Sosial. 30
Sebagai Mata Pencaharian (BEDRIJF)
Mata pencaharian pada umumnya merupakan usaha untuk mencari makan guna
kelangsungan hidupnya. Dan ini dapat dinyatakan, apabila dilakukan secara
berulang. Suatu perbuatan dalam mata pencaharian dapat tampak secara nyata
apabila perbuatan dibayar. Tetapi juga dapat disimpulkan dari pembayaran bahwa
terdapat perbuatan dalam mata pencaharian, meskipun tidak terjadi pengulangan
atas perbuatan itu.
30
Ibid.,h. 256-257.
Turut Campur Dalam Perusahaan Main Judi
Turut campur atau turut serta dalam suatu perusahaan dapat meliputi perbuatan-
perbuatan:
- Menyediakan keuangan untuk usaha itu.
- Turut serta dalam organisasi.
- Membina atau meningkatkan pendirian atas usaha itu.
Pelaku-pelaku itu melakukan perbuatan-perbuatan turut serta untuk kepentingan
peningkatan atau pemberian kesempatan permainan judi.
Dengan Tidak Sah
Penyelenggaraan permainan judi dapat diizinkan oleh Menteri Dalam Negeri,
berdasarkan UU No. 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah.
Penyelenggaraan permainan judi tanpa izin Menteri Dalam Negeri oq Gubernur
adalah penyelenggaraan permainan judi yang tidak sah.
Dengan Sengaja
Lihat penjelasan pasal-pasal lainnya.
Unsur-unsur:
Pasal 303 (1)
Ke -2. - dengan tidak sah.
- memajukan atau memberi kesempatan berjudi:
- kepada umum
- Turut campur dalam perusahaan perjudian itu.
- Biarpun diadakan sesuatu syarat atau cara dalam hal memakai
kesempatan itu.
Kepada Umum
Kepada umum dapat dipenuhi cukup dengan ruangan atau gedung. Penjelasan
unsur-unsur lain lihat penjelasan ayat ke-1.
Unsur-unsur
Pasal 303 (1)
Ke-3: - Turut main judi
- Sebagai mata pencaharian
Lihat penjelasan ke 1 dan ke 2
Pasal 303 (2)
Ketentuan pasal 303 (1) ke 1 dan ke 2 menetapkan hukuman tambahan bagi
pelaku yang melakukan kejahatan ini karena kerjaannya.
Hukuman tambahan itu adalah pencabutan hak melakukan pekerjaan itu.
Pasal 303 (3)
Penjelasan lihat pada pasal 303 (1) ke 1 tentang pengertian berjudi.
Ketentuan dalam ayat 3 ini merupakan penafsiran secara authentik atas
istilah "Berjudi". 31
31 Ibid., h.257-259.
Sedangkan tindak pidana yang dimaksudkan didalam ketentuan pidana yang
diatur dalam pasal 303 bis ayat (1) angka 1 KUHP itu terdiri dari unsur-unsur
obyektif:
1. Barangsiapa.
2. Menggunakan kesempatan yang terbuka untuk berjudi.
3. Yang sifatnya bertentangan dengan salah satu dari ketentuan-ketentuan yang
diatur dalam pasal 303 KUHP.
Unsur obyektif pertama, orang yang apabila, ia terbukti memenuhi unsur-
unsur selebihnya dari tindak pidana yang dimaksudkan didalam ketentuan pidana
yang diatur dalam pasal 303 bis ayat (1) angka 1 KUHP, maka ia dapat disebut
sebagai pelaku dari tindak pidana tersebut.
Unsur obyektif kedua, memakai kesempatan yang terbuka untuk berjudi,
bukan setiap pemakaian kesempatan untuk berjudi, misalnya dengan berjualan di
tempat dimana kesempatan untuk berjudi itu telah diberikan oleh seseorang.
Melainkan hanya pemakaian kesempatan dengan berjudi atau main judi. Unsur
obyektif ketiga dari tindak pidana yang dimaksudkan didalam ketentuan pidana yang
diatur dalam pasal 303 bis ayat (1) angka 1 KUHP itu ialah unsur yang sifatnya
bertentangan dengan salah satu dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal 303
KUHP. 32
32 Laminting, Delik-Delik Khusus Tindak Pidana Melanggar Kesusilaan dan Norma-norma
Patutan, ( Bandung : CV. Mondar Maju, 1990 ), h.349-351.
Maksud dari bertentangan dengan salah satu dari ketentuan-ketentuan yang
diatur dalam pasal 303 KUHP itu ialah bukan bertindak sebagai orang yang
memberikan kesempatan untuk berjudi melainkan sebagai orang yang memakai
kesempatan untuk berjudi.
Tindak pidana yang dimaksudkan didalam ketentuan pidana yang diatur
dalam pasal 303 bis ayat (1) angka 2 KUHP itu juga, hanya terdiri dari unsur-unsur
obyektif, masing-masing yakni:
1. Barangsiapa.
2. Ikut serta berjudi.
3. Di atas atau di tepi jalan umum atau di suatu tempat yang terbuka untuk
umum.
Unsur obyektif pertama menunjukkan orang yang apabila orang tersebut
memiliki unsur-unsur selebihnya dari tindak pidana yang dimaksudkan didalam
ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 303 bis ayat (1) angka 2 KUHP, dan
penyelenggaraan dari perjudian yang bersangkutan itu ternyata tidak mendapat izin
dari kekuasaan yang berwenang, maka ia dapat disebut sebagai pelaku dari tindak
pidana tersebut.
Unsur obyektif kedua dari tindak pidana yang dimaksudkan didalam
ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 303 bis ayat (1) angka 2 KUHP ialah unsur
turut serta berjudi.
.
Unsur obyektif ketiga, dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam
ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 303 bis ayat (1) angka 2 KUHP ialah unsur
di atas atau di tepi jalan umum atau di suatu tempat yang terbuka untuk umum.
Untuk dapat disebut sebagai jalan umum, tidaklah perlu suatu jalan itu harus
dibuat atas nama pemerintah, akan tetapi juga dapat merupakan jalan kepunyaan
seseorang atau yang terdapat di atas tanah hak milik seseorang, yang pemiliknya
telah diperuntukkan sebagai jalan umum.
Maksud dengan tempat yang terbuka untuk umum itu ialah, tempat yang dapat
didatangi oleh setiap orang yang ingin datang ke tempat tersebut. Kenyataan bahwa,
pada suatu saat tertentu, tempat tersebut sedang ditutup untuk umum, tidak
menghilangkan sifatnya sebagai tempat yang terbuka untuk umum. 33
Pasal 303 bis ayat 2 : Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat dau
tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena salah satu dari
pelanggaran-pelanggaran ini, dapat dikenakan pidana penjara, selama-lamamya enam
tahun atau denda setinggi-tingginya lima belas juta rupiah.
Penjelasanya : Sebelum adanya Undang-undang penertiban perjudian tanggal 6
Nopember 1974, orang yang mempergunakan kesempatan main judi yang diadakan
dengan melanggar pasal 303, dikenakan pasal 542 KUHP. Tetapi sejak adanya
Undang-undang penertiban perjudian ini, maka orang yang mempergunakan
kesempatan main judi yang diadakan dengan melanggar pasal 303 tersebut dikenakan
33 Ibid.., h. 351-355.
pasal 303 bis. Sedang orang yang membuka perusahaan perjudian diancam pidana
dalam pasal 303 KUHP.
C. Peraturan Perundang-undangan yang Berkaitan dengan Perjudian
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa perjudian diatur dalam pasal 303
KUHP sebagai berikut:
(1) Diancam dengan pidana paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling
banyak enam ribu rupiah, barang siapa tanpa mendapat izin:
Ke- 1 Dengan menawarkan atau memberi kesempatan untuk bermain judi dan
menjadikan sebagai pencaharian atau dengan sengaja turut serta dalam
suatu perusahaan untuk itu.
Ke- 2 Dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak
ramai untuk permainan judi atau dengan sengaja turut serta dalam
perusahaan untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau
dipenuhinya sesuatu tata cara.
Ke- 3 Menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencarian.
(2) Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan
pencariannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian itu.
(3) Yang disebut permainan judi adalah tiap-tiap permainan dimana pada umumnya
kemungkinan mendapat untung tergantung pada peruntungan belaka, juga
karena pemainnya lebih terlatih atau mahir. Di situ termasuk segala peraturan
tentang keputusan perlombaan atau permainan lainnya yang tidak diadakan
antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala
peraturan lainnya. 34
Selain perjudian itu diatur didalam pasal 303 KUHP, perjudian juga diatur di
dalam undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang penertiban perjudian yang
menyebutkan bahwa:
Pasal 1: menyatakan bahwa semua perbuatan pidana perjudian sebagai kejahatan.
Pasal 2: ke (1): merubah ancaman pidana dalam pasal 303 (1) KUHP, dari pidana
penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-
banyaknya sembilan puluh ribu rupiah, menjadi pidana penjara selama-
lamanya sepuluh tahun atau denda sebanyak-banyaknya dua puluh lima juta
rupiah.
Ke (2): merubah ancaman hukuman dalam pasal 542 ayat (1) KUHP,
menjadi pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-
banyaknya dua puluh lima juta rupiah.
Ke (3): ancaman pidana dalam pasal 542 ayat (2) KUHP, menjadi pidana
penjara selama-lamanya enam tahun atau denda sebanyak-banyaknya lima
belas juta rupiah. 35
34 Moelyatno, KUHP, h. 133.
35 Lembaran Negara Republik Indonesia, undang-undang No. 7 Tahun 1974 pasal 1 dan 2.
Penertiban perjudian sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun
1974 tentang penertiban perjudian dimaksudkan, untuk membatasi perjudian sampai
lingkungan sekecil-kecilnya, sampai akhirnya menuju ke penghapusan sama sekali
dari seluruh wilayah Indonesia. Dan berdasarkan perkembangan keadaan pada saat
sekarang ini, dipandang sudah tiba waktunya untuk mengupayakan penghapusan
segala bentuk dan jenis perjudian di seluruh wilayah Indonesia.
Untuk maksud tersebut dan dalam rangka mengatur tentang pelaksanaan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang penertiban perjudian, dipandang perlu
untuk melarang pemberian izin penyelenggaraan perjudian dalam suatu peraturan
pemerintah. Untuk itu pemerintah menerapkan peraturan-peraturan pemerintah
Nomor 9 Tahun 1981 tentang pelaksanaan penertiban perjudian yang menerapkan
bahwa
Pasal 1 :
(1) pemberian izin penyelenggaraan segala bentuk dan jenis perjudian
dilarang, baik perjudian yang diselenggarakan di Kasino, di tempat-
tempat keramaian, maupun yang dikaitkan dengan alasan-alasan
lain.
(2) Izin penyelenggara perjudian yang sudah diberikan, dinyatakan
dicabut dan tidak berlaku lagi sejak tanggal 31 Maret 1981.
Pasal 2 : Berdasarkan ketentuan pasal 4 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1979
tentang penertiban perjudian, (Lermbaran Negara Nomor 3040).
Dengan berlakunya peraturan pemerintah ini dinyatakan tidak
berlaku lagi semua peraturan perundang-undangan tentang perjudian
yang bertentangan dengan peraturan pemerintah.
Pasal 3: Hal-hal yang berhubungan dengan larangan pemberian izin
penyelenggaraan perjudian yang belum diatur di dalam peraturan
pemerintah ini akan diatur tersendiri.
Pasal 4: Peraturan pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan perundangan
peraturan pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia. 36
D. Ancaman Pidana Perjudian
Sesuai pada bab yang kedua, penyusun menerangkan tentang pengertian
hukum pidana menurut syari'at Islam, maka pada ketiga ini, penyusun akan
menerangkan pengertian pidana menurut hukum positif, sebelum membahas tentang
ketentuan-ketentuan pidana perjudian.
Istilah "hukuman" yang merupakan istilah umum dan konvensional, dapat
mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah, Istilah tersebut tidak hanya sering
digunakan dalam bidang hukum, tetapi juga dalam istilah sehari-hari di bidang
pendidikan, moral, agama, dan sebagainya.
36 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian Pasal 1-
4.
Oleh karena itu "pidana" merupakan istilah yang lebih khusus, maka perlu ada
pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat menunjukkan ciri-ciri atau
sifat-sifatnya yang khas.
Untuk memberikan gambaran yang lebih luas, berikut ini dikemukakan
beberapa pendapat atau definisi dari para sarjana sebagai berikut :
1) Prof. Sukarto, SH :
Yang dimaksud dengan pidana ialah, pengertian yang sengaja dibebankan
kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
2) Prof. Roeslan Saleh :Pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu
nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik itu. 37
Dari kedua definisi tersebut di atas, dapatlah disimpulkan bahwa pidana
mengandung unsur-unsur atau ciri-ciri sebagai berikut :
1) Pidana itu pada hakikatnya merupakan suatu pengenalan penderitaan atau
nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan.
2) Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai
kekuasaan yang berwenang.
3) Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana
menurut Undang-undang. 38
37 Muladi dan Barda Nawawi, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung : Alumn
Bandung, 2005), h. 2.
38 Ibid.,,h. 4.
Sedangkan pada pasal 1 ayat (1) KUHP maka seseorang dapat dihukum bila
memenuhi hal-hal sebagai berikut :
1) Ada suatu norma pidana tertentu.
2) Norma pidana tersebut berdasarkan Undang-undang.
3) Norma pidana itu harus telah berlaku sebelum perbuatan itu terjadi.
Dengan perkataan lain, tak seorangpun karena sesuatu perbuatan tertentu,
bagaimanapun jahatnya, dapat dihukum kecuali telah ditentukan suatu hukuman
berdasarkan Undang-undang terhadap perbuatan itu. 39
Jadi dalam hal pidana, fokusnya adalah pada perbuatan salah atau tindak
pidana yang tlah dilakukan oleh pelaku. Dengan perkataan lain, perbuatan itu
mempunyai peranan yang besar, dan merupakan syarat yang harus ada, kita juga
boleh mengharap atau berpikiran bahwa orang yang dikenakan pidana akan menjadi
lebih baik, tetapi bukan karena hal itu kita berbuat demikian, tujuan utamanya adalah
melakukan pencegahan terhadap perbuatan salah dan bukan perbaikan terhadap diri
pelaku sepanjang perhatian kita ditunjukkan pada :
1) Aktivitas seseorang di masa yang akan datang, untuk sesuatu yang telah
dilakukannya pada masa lalu.
2) Perlindungan terhadap orang lain, daripada perbaikan terhadap diri pelaku. 40
39 Leden Marpaung, Unsur-unsur Perbuatan yang dapat Dihukum (delik), Cet.III, (Jakarta :
Sinar Grafika,2006), h 3.
40 Moelyatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta : Rineka Cipta,2000), h.6-7.
Perbuatan pidana adalah, perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum.
Larangan selalu disertai ancaman yang berupa pidana tertentu, dapat juga dikatakan
perbuatan pidana adalah, perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan
diancam pidana, perlu diingat bahwa larangan ditunjukkan kepada perbuatan, (yaitu
suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan seseorang), sedangkan
ancaman pidananya ditunjukkan kepada orang yang menimbulkannya kejadian itu.
Antara larangan dan ancaman ada hubungan yang erat, oleh karenanya antara
kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu, ada hubungan yang erat pula.
Kejadian tidak dapat dilarang, jika yang menimbulkan bukan orang, dan orang tidak
dapat diancam pidana, jika tidak karena kejadian yang ditimbulkan olehnya. Dan
justru untuk menyatakan hubungan yang erat itu, maka dipakailah perkataan
perbuatan yaitu, suatu pengertian abstrak, menunjuk kepada dua keadaan kongkrit;
pertama, adanya kejadian yang tertentu dan kedua, adanya orang yang berbuat,
sehingga dapat menimbulkan kejadian itu. 41
Di dalam kitab Undang-undang hukum pidana yang dapat diancam pidana
menurut pasal 303 KUHP ialah :
1) Orang yang dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan berjudi.
Sebagai mata pencaharian, yang dimaksud disini misalnya, seorang bandar
atau orang lain yang membuka perusahaan judi tanpa izin dari yang berwajib.
41 Ibid.,, h.54.
2) Orang yang dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan berjudi
kepada umum atau dengan sengaja turut campur dalam perusahaan perjudian,
dengan atau tanpa izin, atau cara dalam hal memakai kesempatan tanpa izin.
3) Orang yang turut serta main judi sebagai mata pencaharian.
Orang yang mengadakan perjudian, seperti diterangkan di atas ini diancam
menurut pasal ini, sedang yang turut berjudi diancam menurut pasal 303 Bis. 42
Jika melihat penjelasan dan pembahasan di atas, maka dapat diambil
kesimpulan, bahwa unsur atau ketentuan perjudian yang dapat dianggap melawan
hukum adalah, dengan sengaja melakukan permainan judi atau memberi kesempatan
judi sebagai mata pencaharian atau dengan sengaja turut campur dalam perusahaan
tanpa izin yang berwajib.
Adapun menurut hukum pidana Islam, unsur perjudian yang dapat dianggap
melawan hukum adalah, setiap permainan judi yang dilakukan baik mendapat izin
pemerintah maupun tanpa izin pemerintah. Jadi kejahatan perjudian menurut hukum
Islam semua permainan judi. Walaupun perjudian tersebut diadakan oleh pemerintah
atau program pemerintah, seperti misalnya : SDSB, KSOB, dan sebagainya, semua
ini sesuai dengan ayat al-Qur'an, surat al-Maidah ayat 90 dan al-Baqarah ayat 219.
Adapun perjudian yang dilakukan dengan cara membonceng nomor SDSB
atau undian yang secara resmi diadakan oleh pemerintah, merupakan perbuatan yang
berlatar belakang politik, dalam arti luas yaitu, karena menyangkut kebijakan politik
pemerintah dalam bidang sosial budaya dalam pembangunan di bidang olahraga dan
42 R. Sugandi, KUHP Dengan Penjelasannya, h. 323.
di bidang kesejahteraan sosial. Artinya untuk meningkatkan mutu dan prestasi
olahraga, serta membantu menanggulangi berbagai permasalahan kesejahteraan
sosial. Tujuan pemerintah mengadakan SDSB atau sumbangan dana sosial berhadiah
merupakan, politik pemerintah dalam upaya meningkatkan pembangunan di bidang
olahraga dan membantu menanggulangi berbagai permasalahan sosial dari
kepentingan nasional.
Dan dengan adanya perjudian yang dilakukan dengan cara SDSB itu,
mengakibatkan masyarakat dari segala lapisan terutama masyarakat ekonomi lemah
terdorong untuk membeli lotre buntut, yang tidak resmi atau tanpa izin pemerintah.
Harganya jauh lebih murah, sehingga mengakibatkan peredaran undian resmi atau
SDSB terganggu yang mengakibatkan, dapat menghambat kebijakan politik
pemerintah dalam pembangunan di bidang olahraga dan kesejahteraan sosial.
Selain itu dengan adanya lotre buntut yang tidak resmi, dapat menyebabkan
masyarakat di kota maupun di desa disibukkan dengan pemecahan ramalan sehingga
menjadi kewajiban sehari-hari, yang pada akhirnya menjurus kepada perbuatan yang
menimbulkan gangguan terhadap kehidupan masyarakat.
BAB IV
ANALISIS PERBANDINGAN
Hukum memiliki jalinan sistem nilai-nilai yang didapat dari gambaran dua
pasangan yang selalu bertentangan yakni keseimbangan atau ketimpangan dengan
kepastian hukum akan tetap keduanya dapat dihubungkan dengan nilai-nilai
kepentingan pribadi atau bagian (billijkheid) dan kepentingan umum ataupun
keseluruhan ( veru Eropah kontinental )43
.
Keberadaan suatu hukum telah jelas sebagi alat pembentuk pribadi atau
golongan dimana ia hidup dengan berbagai sistem kehidupan yang akan mengatur
dan sebagai titik tolak dalam menjalani kehidupan dan dalam pemecahan suatu sistem
kehidupan, dengan demikian hukum teramat penting diperlukan oleh manusia, Van
Apeldoorn mengatakan adanya objek ilmu hukum yaitu, hukum sebagai gejala
kemasyarakatan, dan hukum juga sebagai hubungan antara gejala-gejala hukum
dengan sosial lainnya, untuk itu digunakan metode sosiologis dan perbandingan
hukum44
:
-Metode Sosiologi, untuk meneliti hubungan antara hukum dengan gejala-gejala
sosial lainnya.
43Purwadi Purbacaraka dan Soejono Soekanto, Renungan Tentang Filsafat Hukum, ( Jakarta :
PT.Rajawali Press, 1978 ),h.15 44Arif Barda, Perbandingan Hukum, ( Jakarta : PT.Rajawali Press, 2000 ), h.4
-Metode Perbandingan hukum, untuk membandingkan berbagi ketertiban hukum dari
masyarakat.
Dalam sosial hukum,45
hukum memainkan dua peranan utama pertama,
menempati posisi sebagai pengubah struktur sosial, dengan kata lain perubahan
hukum sehingga hukum dengan segala perangkatnya memainkan peranan untuk
membawa masyarakat kedalam suatu tatanan baru hal demikian terlihat pada upaya
nabi Muhammad saw mengubah tatanan masyarakat jahiliyah menjadi tatanan baru
yakni masyarakat Islam sedangkan dalam peranan kedua hukum menempati posisi
sebagai alat untuk mempertahankan stabilitas sosial, kondisi ini terlihat pada warisan
hukum kolonial di Indonesia yang masih diberlakukan.
Pelaksanaan hukuman hendaknya harus memiliki perubahan sesuai dengan
kondisi sosiokultural masyarakat, kendati ketentuan formalnya tidak berubah
sedangkan dalam hukum Islam merupakan sistem hukum yang berlandaskan wahyu
Illahi yang peranan-peranannya tidak terlepas dari permasalahan di atas.
Perbandingan hukum dimulai sejak Aristoteles ( 384-322 ) dengan meneliti
153 konstitusi Yunani dengan beberapa kota lainnya, disamping itu perbandingan
hukum sebagia disiplin hukum juga sebagi disiplin ilmu hukum yang pada awalnya
dipahami sebagai salah satu metode pemahaman sistem hukum disamping sosiologi
hukum dan sejarah yang ketiganya berkaitan satu dengan yang lain maka
perbandingan hukum itu meliputi hukum asing yang diperbandingan, persamaan dan
45Nasrudin Rusli, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Cet.I, ( Jakarta : PT.Logos, 1990 ), h.3-4.
perbedaan antara sistem-sistem tersebut, para pakar mengemukakan definisi
perbandingan hukum dari beberapa pakar hukum terkenal yaitu :46
Rudolf B. Schlesinger, perbandingan hukum merupakan metode penyelidikan
dengan tujuan memperoleh pengetahuan yang lebih dalam tentang bahan hukum
tertentu.
Wilterton, perbadingan hukum adalah suatu metode yang membandingkan
sistem-sistem hukum dan perbandingan tersebut menghasilkan data sistem hukum
yang dibandingkan.
Gutterdige, perbandingan hukum tidak lain merupakan metode yang dapat
digunakan dalam semua cabang hukum.
A. Analisis Perbandingan Unsur-unsur Perjudian dalam KUHP dan Hukum
Pidana Islam.
Unsur-unsur perjudian menurut pasal 303 dan pasal 303 bis, dengan sengaja
melakukan permainan judi atau memberi kesempatan judi sebagai mata pencaharian
atau dengan sengaja turut campur dalam perusahaan dan pelaku residivis dalam
pidana perjudian. Sedangkan dalam Hukum Pidana Islam terdapat dalam unsur
khusus perjudian yaitu, adanya pengakuan dari pelaku bahwa dia benar-benar telah
melakukan atau turut serta berjudi, adanya benda atau barang sebagai taruhannya,
46Romli Atmasasmita, Perbandingan Hukum Pidana ,( Bandung :PT Mandar Maju, 1996 ),
h.7
adanya obyek yang dijadikan suatu perbuatan judi, adanya hubungan sebab akibat
antara perbuatan pelaku dengan orang yang dirugikan.
Pada bab sebelumnya sudah diketahui bahwa unsur-unsur diharamkan
perjudian adalah sebagi berikut :
1. Menimbulkan permusuhan dan kemarahan di antara partner sepermainan,
menghalangi dzikrullah dan shalat sebagaimana Allah berfirman :
☺?��. 2XG���G 2>5C]�Khi��� E!= �3)%��G �,P@ :��m j� !I�X������
P&�0n������� ! o�M ��pCG�\�� ������☺���� ! #,PL�Xq`�G ! >��
���L)D &�� �>�� ! �r�j�s`��� " #$�'C* tPu�!= �E�vW�☺:w7 . ) ٩١ : ٥ /ا����� ة(
Artinya: Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi
itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah
kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).(al-Maidah :91)
2. Adanya unsur saling merugikan dan tidak ridha bagi orang yang kalah dan
mengakibatkan kemadharatan secara fisik dan psikis.
Dari unsur di atas berlaku qo'idah usul fiqih yaitu 47
:
درء ا���9س� او�3 م7 م�ّ�م 4&3 2&1 ا��'��0
Artinya : Menolak kerusakan didahulukan daripada menarik kemaslahatan.
Dari qo'idah di atas penyusun akan menerapkan makna yang terkandung di
dalamnya, bahwa dalam suatu perkara terlihat adanya manfaat atau maslahat atau
47Asjmuni A.Rahman, Qo'idah-qo'idah Fiqih ( Jakarta : Bulan Bintang, 1986 ), h.25.
kerusakan, haruslah di dahulukan menghilangkan mafsadat ini, karena kemafsadatan
dapat meluas sehingga akan mengakibatkan kerusakan yang lebih besar. Oleh karena
itu diharamkan judi,minum-minuman yang memabukkan, meskipun pada keduanya
terdapat kemanfaatan,namun bahaya kerusakannya lebih besar. Firman Allah Ta'ala :
��������� ���� ���☺������ ������☺���� ! " #$�% &��☺�'()*
⌦,�-�. /����01 23)45�6�7 ! 9�9:�)� &��☺2'2☺�-�. ! ���<1!=
>)7 ��☺�')��4?� @ AB�������� ! �CD��7 �E�F.)4:�G H$�% ��4������
@ AB)�I⌧K⌧L 2M�NO���G �&�� �,P@C� )Q5�GR��� #,FS?���C� �E!��T@⌧4�RC
)٢:٢١٩/ ا����ة ( .
Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah:
"Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia,
tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu
apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir. (QS.al-
Baqarah(2):219 )
Berdasarkan beberapa kriteria di atas bila kita melihat bahwa perjudian itu
ternyata mempunyai unsur yang sangat merugikan kepada orang lain dan kepada diri
sendiri, ia dapat menimbulkan permusuhan dan kemarahan di antara partner
sepermainan, menghalangi dzikrullah dan shalat, merusak masyarakat dengan
membiasakan hidup menganggur dan malas, menunggu hasil yang besar tanpa jerih
payah, merusak rumah tangga, seberapa banyak rumah tangga menjadi porak poranda
yang dahulunya hidup dalam kesenangan dan kebahagiaan yang disebabkan oleh
permainan judi, sehingga terkadang berakibat menyedihkan, pelakunya mengakhiri
hidupnya dengan bunuh diri atau rela hidup dalam kemiskinan dan kehinaan.
.
Dalam sebuah ayat Allah berfirman :
� ! "�[���PL*YC ,P@C�I ��7!= ,P@�6��m H$)]5�S�����m
"��P��X� ! &��'�m oj��. )£�hS��\�� "����F1*Y�l)� �:.G��C*
�>)N7 �{I ��7!= 9�96���
�-�-Qz���m -R�!= ! �E�2☺j��C . ) )١٨٨: ٢ /ا����ة
Artinya : " Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang
lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa
(urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada
harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu
Mengetahu"i.(QS. al-Baqarah (2) :188 )
Memperoleh harta dengan cara bathil ada dua macam cara48
:
1. Mengambil harta itu dengan cara yang dhalim, mencuri, merampok dan
sebagainya.
2. Mengambil harta dengan cara yang terlarang seperti judi atau melalui transaksi
yang terlarang seperti riba dan menjual belikan suatu yang terlarang seperti
khamar dan benda-benda yang memabukan lainnya.
Allah berfirman :
,P@�C� P ! >)N7 H�$F1 ��7 j�2☺l��!Y�� r E�. ! "�!gX��C
_Q�☺�)� &�� 0� &��x�q`���7 @ ���.
48Sayyid sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid.II ( Beirut : Darul Fikri, 1403 H ), h.34.
�>5_�´Qz�� /§���CFC� ⌦g�h401 . ) ;<١٤ /اب�اه :٣٤(
Artinya : Dan dia Telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang
kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat
kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat
mengingkari (nikmat Allah. ( Ibrahim :34 )
Pandangan terhadap materi sajalah yang membuat manusia melakukan
kesalahan besar, sehingga terjangkit perasaan gelisah dan bisikan-bisikan nurani yang
meresahkan kenikmatan dunia merupakan suatu final bagi orang-orang yang
kehidupannya silau dengan harta kekayaan sehingga ia akan melakukan berbagai cara
untuk memperoleh harta kekayaan tanpa memperhatikan halal dan haramnya. Adapun
jalan yang akan ditempuh asalkan menghasilkan kekayaan akan dilakukannya.
B. Analisis Perbandingan Sanksi Pidana Perjudian dalam KUHP dan Hukum
Pidana Islam.
Sebelum membahas lebih jauh tentang ancaman perjudian, lebih dahulu perlu
diketahui klarifikasi tentang status undang-undang dalam konteks syariat Islam.
Undang-undang dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qonun yaitu, kumpulan
undang-undang atau hukum produk manusia yang dikemas untuk perkara-perkara
tertentu dan bidang-bidang tertentu. Jadi undang-undang itu dasarnya adalah ra'yu (
Produk manusia ) dan produk manusia itu dalam hukum Islam disebut dengan hukum
wad'ie.49
Abdul Qadir Audah mengatakan50
, bahwa qonun wad'ie (undang-undang
produk manusia ) sejarah pertumbuhannya dalam masyarakat yang jumlahnya sedikit
dengan qoidah-qoidah atau aturan-aturan itu mengalami perkembangan sejalan
dengan dinamisme masyarakat. Akibat dinamisme masyarakat tersebut baik
pertumbuhan ilmu, pemikiran dan kebudayaan maka qo'idah- qo'idah atau aturan-
aturan pada masyarakat tersebut bertambah dan mengalami perkembangan.
Keberadaan hukum wad'ie sangat berbeda dengan asas universitas hukum
Islam yang dapat dimengerti dan diterima oleh umat manusia di manapun juga tanpa
harus terikat oleh tempat-tempat tertentu atau waktu-waktu tertentu karena al-Qur'an
lebih cenderung untuk memberikan patokan umum dari pada memasuki persoalan-
persoalan sampai ke detailnya. Tempat dan waktu senantiasa dapat menyesuaikan diri
dengan patokan-patokan umum al-Qur'an dan bukan sebaliknya.51
Setiap masyarakat Islam terkait pada keharusan untuk turut menjalankan
hukum dan menolak kedhaliman dan wajib menolak suatu keputusan apabila ada
kesalahan dan ketidakadilan.
49Yusuf Qardhawi, Membumikan Syariat Islam.Penerjemah Muhammad Zaki, ( Surabaya :
Dunia Ilmu, 1997 ), h.20. 50
Ibid., h.21
51Anwar Harjono, Hukum Islam Keluasan dan Keadilannya, ( Jakarta : Bulan Bintang, 1980),
h.116.
Keadilan Islam keadilan yang mutlak tanpa ada pengaruh atau tendensi
apapun. Dengan demikian ancaman pidana terhadap berbagai macam jarimah dalam
hukum pidana Islam akan mencapai tujuannya untuk mengurangi tindak kejahatan
dengan adanya pemenuhan syarat-syarat keadilan.
Adapun syarat-syarat tersebut adalah :
1. Menjerakan pelaku.
2. Menjadikan pelajaran bagi orang lain.
3. Seimbang dengan jarimah yang dilakukan.
4. Bersifat umum ( berlaku bagi semua orang ).
Dalam al-Qur'an banyak sekali menjelaskan tentang anjuran untuk
menegakkan keadilan di antaranya :
�VWAX!Y?5�G �M)%T&�� "���6�7� P "����PL �MO)7Id�C% �q��.�����m
P&��XVWF� µ& #�C� ! �oj�� #,P@��F4�!= !!= HM��X)�I �����
�MO�m���%Ra�� ! r E�. �P@�G �~K)6⌧ !!= �:���.C* �&��C* roj�!!= ��☺W¤ " 0⌧C* "�������RC
�| ��*®�� E!= "��P�)X�C r E�. ! "�4�¶�*�C !!= "��F°���� 9E��C*
T&�� �E%⌧L ��☺�m �E����☺�C �:���S�� . ) ١٣٥: ٤ /ا����ء(
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-
benar penegak keadilan, menjadi saksi Karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri
atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih
tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu Karena ingin
menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau
enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala
apa yang kamu kerjakan.( QS.Annisa (4) :135 )
Pada ayat lain Allah berfirman :
�XC.C� � :*���#g!= ��6j�2�¶g )Q5 :�N��������m � :���|�!= !
�-2'���7 _�5�l�@���� A�� ��)☺���� ! �§�F. K)�
¶9�96��� �q��.�����m " � :���|�!= ! �XG)XV��\�� )}()*
c9*Y�m cXG)X⌧T 23)45�6�7 ! 9�9:�)� �,j�� K)� ! �&�� >�7
�j�q�:�G ��=C�2�¶g ! ��K������m r 9E�. T&�� ®|H�C%
⌦|G�|�� . ) �,�%٢٠ : ٥٧ /ا�(
Artinya : Sesungguhnya kami Telah mengutus rasul-rasul kami dengan
membawa bukti-bukti yang nyata dan Telah kami turunkan bersama mereka Al Kitab
dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. dan kami
ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat
bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah
mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah
tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.(QS. al-Hadid
(57) : 25 )
Dalam menerapkan sanksi pidana perjudian, maka hakim mempunyai
kebebasan untuk menentukan besar kecilnya hukuman kepada mereka. Karena semua
perbuatan yang dilarang syara' tetapi tidak diancam kepada sesuatu macam hukuman
dalam al-Qur'an atau sunnah Rasul dapat dipandang sebagai jarimah ta'zir jika
nyatanya merugikan pelaku atau orang lain, misalnya riba dilarang dalam al-Qur'an,
tetapi ancaman pidananya tidak disebutkan sama sekali. Oleh karena riba merugikan
masyarakat, syara'pun melarang, tetapi tidak ditentukan ancaman pidananya. Maka
penguasa berhak menentukan sanksi pidana riba itu.
Dalam menetukan besar kecil ancaman pidana terhadap jarimah ta'zir,
dipertimbangkan besar kecilnya kerugian masyarakat sebagi akibat jarimah yang
dilakukan.52
Untuk menentukana apakah suatu perbuatan dapat dipandang sebagi jarimah
ta'zir, kecuali yang sudah jelas larangannya dalam al-Qur'an dan sunnh Rasul, dapat
berpedoman kepada Hadist Nabi Muhammad SAW 53
:
اَرBِ�ََ# َو�َرBََ#: 3 ا@ 4&>? وس&; ص&�Hل ا���7Eَ3ُ اب7 ��4س رAB ا@ �4? 4 )رواL م� �K واب7 م�2? (
Artinya : Tidak boleh berbuat sesuatu yang membahayakan diri sendiri
maupun orang lain.( HR.Malik dan Ibnu Majah )
Atas dasar hadist yang memberi pedoman umum itu, perbuatan apapun yang
dirasakan akan membahayakan diri pelakunya atau orang lain, selama tidak termasuk
jarimah qishash, diyat dan hudud, dapat dipandang sebagi jarimah ta'zir yang
ancaman pidananya diserahkan kapada penguasa.
Ibnu Taimiyah mengatakan, hukuman ta'zir adalah hukuman yang tidak
ditentukan macamnya dalam dalil syara' , dengan akibat bentuk hukuman ta'zir itu
berbeda menurut besar kecilnya bahaya yang diakibatkan oleh perbuatan pidana yang
dilakukan. Hukuman ta'zir dapat berupa celaan, kurungan, penjara, diangsikan,
didera, ganti rugi, dan sebagainya.54
52Ahmad Basyir, Ikhtisar Fiqih Jinayat, ( Yogyakarta : UII Press, 1990 ), h.27
53Abdul Hamid Hakim, Mabadiy Awwaliyah, ( Jakarta : Sa'adiyah Putra, ttp ), h.32 .
54Ahmad Basyir, Ikhtisar Fiqih Jinayat, (Yogyakarta: UII Press, 1990), h.27
Menjadi permasalahan sekarang adalah bagaimana menjadikan hukum pidana
Islam sebagai penunjang pembangunan dalam kerangka sistem hukum pancasila,
kendatipun dalam praktiknya tidak berperan penuh dan menyeluruh, tetapi hukum
pidana Islam memiliki arti besar kepada pemeluknya.
Dalam hukum positif, persoalan perjudian tercantum dalam pasal 303 KUHP
dengan pidana penjara sepuluh tahun atau denda sebanyak-banyaknya dua puluh lima
juta rupiah bagi orang yang sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk
berjudi seperti seorang bandar, turut campur dalam perusahaan judi, orang yang turut
main judi. Bagi orang yang turut serta dalam perjudian yang dianggap sebagai pelaku
begitu juga residivis, tercantum dalam pasal 303 bis hukumannya adalah dipenjara
empat tahun atau denda paling banyak sepuluh juta rupiah jika perjudian yang d
Dari penjelasan di atas, dinilai bahwa KUHP hanya mengatur perjudian yang
dijadikan mata pencaharian, sehingga kalau seseorang melakukan perjudian yang
bukan sebagi mata pencaharian maka dapat dijadikan celah hukum yang
memungkinkan perjudian tidak dikenakan hukuman pidana dan juga dalam KUHP
hanya mengatur tentang batas maksimal hukumannya, tetapi tidak mengatur tentang
batas minimal hukuman, sehingga dalam praktik peradilan, majelis hakim seringkali
dalam putusannya sangat ringan hanya beberapa bulan saja atau malah dibebaskan.
Solusi pidana yang ideal menurut penyusun adalah baik perjudian yang
dijadikan sebagi mata pencarian ataupun tidak, dikenakan sanksi pidana pada pasal
303. Tujuannya untuk mengantisipasi bertambahnya perjudian di Indonesia,
mencegah rusaknya generasi muda selaku generasi penerus bangsa.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah mengadakan pembahasan bab perbab mengenai pembahasan dalam
skripsi ini, maka akhirnya penyusun berkesimpulan :
1. Tindak pidana menurut hukum pidana Islam yaitu tindakan-tindakan kejahatan
yang mengganggu ketentraman umum serta tindak melawan peraturan perundang-
undangan yang bersumber dari al-Qur'an da Hadist. Sedangkan tindak pidana
menurut hukum positif yaitu, perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana
bagi siapa yang melanggarnya. Perbuatan yang tidak boleh atau menghambat
akan tercapainya tata hubungan dalam pergaulan masyarakat yang dicita-citakan
oleh masyarakat itu.
2. Bahwa unsur-unsur perjudian menurut pasal 303 dan pasal 303 bis, dengan
sengaja melakukan permainan judi atau memberi kesempatan judi sebagai mata
pencaharian atau dengan sengaja turut campur dalam perusahaan dan pelaku
residivis dalam pidana perjudian. Sedangkan dalam Hukum Pidana Islam unsur-
unsur perjudian terdapat dalam unsur khusus yaitu, adanya pengakuan dari
pelaku bahwa dia benar-benar telah melakukan atau turut serta berjudi, adanya
benda atau barang sebagai taruhannya, adanya obyek yang dijadikan suatu
perbuatan judi, adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan pelaku dengan
orang yang dirugikan.
3. Ketentuan sanksi pidana perjudian dalam hukum positif tercantum dalam pasal
303 KUHP dengan pidana penjara sepuluh tahun atau denda sebanyak-banyaknya
dua puluh lima juta rupiah. Bagi orang yang turut serta dalam perjudian yang
dianggap sebagai pelaku tercantum dalam pasal 303 bis hukumannya adalah
dipenjara empat tahun atau denda paling banyak sepuluh juta rupiah. Sedangkan
menurut hukum pidana Islam, ketentuan sanksi pidana perjudian berupa hukuman
ta'zir, bagi pelaku yang berbuat tidak langsung, sedangkan hudud bagi orang yang
berbuat langsung. Tujuan pemberian hukuman ini, untuk mengantisifasi
maraknya perjudian di Indonesia serta mencegah rusaknya moral generasi muda
selaku generasi penerus bangsa.
B. Saran-Saran
1. Penyusun menekankan kembali bahwa ternyata perjudian sangat merugikan setiap
orang. Oleh karena itu harus diadakan pengawasan yang lebih intensif oleh
instansi atau badan hukum yang berwenang, agar tidak terjadi.
2. Penyusun juga memohon, agar pemerintah melarang segala macam bentuk
perjudian baik itu mendapat izin atau tidak yang diatur oleh Undang-undang.
3. Penyusun memohon kepada pihak berwajib atau polisi untuk tidak segan-segan
menyeret pelaku kejahatan perjudian di meja hijau untuk diminta
pertanggungjawaban atau dihukum.
C. Penutup
Demikianlah penyusunan skripsi ini, walaupun penyusun telah berusaha
semaksimal mungkin, namun penyusun menyadari apa yang telah disajikan dalam
skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, mengingat kapasitas ilmu yang
penyusun miliki masih sangat terbatas. Oleh karena itu saran-saran yang konstruktif,
tegur sapa dan salam kritis dari para pembaca sangat penyusun harapkan demi
sempurnanya skripsi ini.
Akhirnya dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah dan memanjatkan puji
syukur kepada Allah SWT, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi khazanah ilmu
pengetahuan. Amin...
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur'an al-Karim.
Abdoerraoef, Al-Qur'an dan Ilmu Hukum. Cet. II. Jakarta: PT. Bulan Bintang,1986.
Ali, Zainudin, Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2007.
Audah, Abdul Qadir. Al-Tasyri Al-Jina-I Al-Islami Muqaran Bin Al-Qonun Al-
Wadh'I. Misra: Maktabah Dar Al-Arubah, 1963.
Anwar, Moch. Hukum Pidana Bagian Khusus KUHP Buku II. Bandung: Alumni
Bandung, 1986.
Atmasasmita, Romli. Perbandingan Hukum Pidana . Bandung: PT Mandar Maju,
1996.
A.Rahman, Asjmuni. Qo'idah-qo'idah Fiqih . Jakarta: Bulan Bintang, 1986.
Barda, Arif. Perbandingan Hukum. Jakarta: PT.Rajawali Press, 2000.
Basyir, Ahmad. Ikhtisar Fiqih Jinayat. Yogyakarta: UII Press, 1990.
Ghozali, Imam. Halal dan Haram. Jakarta: CV. Bintang Remaja, 1999.
Hamka, Tafsir al-Azhar. Jilid.VII. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984.
Haliman. Hukum Pidana Syari'ah Islam Menurut Ajaran Ahlus Sunnah. Jakarta:
Buku Bintang, 1971.
Hanafi, Ahmad. Asas-asas Hukum Pidana Islam. Jakarta: Bulan Bintang,2005.
Harjono, Anwar. Hukum Islam Keluasan dan Keadilannya. Jakarta: Bulan Bintang,
1980.
Hakim,Abdul Hamid.Mabadiy Awwaliyah. Jakarta: Sa'adiyah Putra, ttp.
Hosen, Ibrohim. Apakah judi itu ? . Jakarta: Lembaga Kajian Ilmiah IIQ, 1987.
Jazuli, Ahmad. Fiqih Jinayah: Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997.
Jarulloh , Abi al-Qosim, Tafsir al-Kassyaf. Jilid.I.Misra: Musthafa al-Babi al-Halabi,
ttp.
Laminting, Delik-Delik Khusus Tindak Pidana Melanggar Kesusilaan dan Norma-
norma Patutan. Bandung: CV. Mondar Maju, 1990.
Lembar Negara RI, Undang-undang No.7 Tahun 1974 Pasal 1
Marsum ,Jinayat :Hukum Pidana Islam.Yogyakarta: FH-UII, 1991.
Moelyatno, KUHP. Jakarta: Bina Aksara, 1983.
Moelyatno, Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta,2000.
Marpaung, Leden. Unsur-unsur Perbuatan yang dapat Dihukum (delik). cet.III.
Jakarta: Sinar Grafika,1991.
Muladi dan Barda, Nawawi. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Bandung: Alumni
Bandung, 1991.
Poerwadarminta, WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN. Balai Pustaka,
1982.
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian
Pasal 1-4.
Purbacaraka, Purwadi dan Soekanto, Soejono. Renungan Tentang Filsafat Hukum.
Jakarta: PT.Rajawali Press, 1978.
Qardhowi,Yusuf. Halal dan Haram Dalam Islam. Terj. Mu'amal Hamidi,
Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1999.
Qardhawi, Yusuf. Membumikan Syariat Islam.Penerjemah Muhammad Zaki.
Surabaya: Dunia Ilmu, 1997.
Ridha, Muhammad Rasyid. Tafsir al-Manar. jilid.II. Misra: Maktabah Qohiroh,ttp.
Rusli, Nasrudin. Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Cet.I. Jakarta: PT.Logos, 1990.
Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah. jilid.II. Beirut: Darul Fikri, 1403 H.
Shaleh dan Dahlan,Ahmad. Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-
ayat Al-Qur'an.cet.12. Yogyakarta: Bina Islam, 1999.
Sugandhi, R. KUHP Dengan Penjelasannya. Surabaya: Usaha Nasional,1998.
Syaltut, Syekh Mahmud. Aqidah dan Syari'ah Islam. jilid. II. Jakarta: Bina Aksara,
1985.
http:// www.unsurat.ac.id/ hukum/ pp/pp_9_81.htm. Akses pada tanggal 16 Januari
2009.
http// www.pu.go.id/ITJEN/HUKUM/uu5-74.htm., Akses pada tanggal 1 November
2008.