masyarakat islam dan tantanganya

193
Tradisi Natal Kaum Kafir Rabu, 07 Januari 2004 Natal merupakan tradisi kafir (pagan) di Romawi. Literatur menyebutkan, 25 Desember merupakan peringatan Dewa Matahari yang dikenal sebagai Sol Invictus. Baca CAP ke-38 Adian Husaini, MA Remi Silado, seorang budayawan Kristen, menulis kolom yang menarik di majalah Gatra, edisi 27 Desember 2003. Judulnya "Gatal di Natal". Beberapa kutipan kolomnya kita petik di sini: (1) "Sebab, memang tradisi pesta ceria Natal, yang sekarang gandrung dinyanyikan bahasa kereseh-reseh Inggris, belum lagi terlembaga. Sapaan Natal, "Merry Christmas" --dari bahasa Inggris Lama, Christes Maesse, artinya "misa Kristus"-- baru terlembaga pada abad ke-16, dan perayaannya bukan pada 25 Desember, melainkan 6 Januari." (2) "Dengan gambaran ini, keramaian Natal sebagai perhitungan tahun Masehi memang berkaitan dengan leluri Barat, istiadat kafir, atau tradisi pagan, yang tidak berhubungan dengan Yesus sendiri sebagai sosok historis-antropologis bangsa Semit, lahir dari garis Ibrahim dan Daud, yang merupakan bangsa tangan pertama yang mengenal monoteisme absolut lewat Yehwah." (3) Saking gempitanya pesta Natal itu, sebagaimana yang tampak saat ini, karuan nilai-nilai rohaninya tergeser dan kemudian yang menonjol adalah kecenderungan-kecenderungan duniawinya semata: antara lain di Manado orang mengatakan "makang riki puru polote en minung riki mabo" (makan sampai pecah perut dan minum sampai mabuk). (4) "Demikianlah, soal Natal sekali lagi merupakan gambaran pengaruh Barat, dan persisnya Barat yang kafir, yang dirayakan dengan keliru." Kritikan tajam terhadap budaya Natal dari kalangan Kristen itu sebenarnya sudah banyak dilakukan. Seorang pendeta bernama Budi Asali M.Div., menulis artikel panjang tentang Natal berjudul Pro-Kontra Perayaan Natal, dan disebarluaskan melalui jaringan internet. Pendeta ini membuka tulisannya dengan ungkapan: "Akhir-akhir ini makin banyak orang-orang kristen yang menentang perayaan Natal, dan mereka menentang dengan cara yang sangat fanatik dan keras, dan menyerang orang-orang kristen yang merayakan Natal. Kalau ini dibiarkan, maka Natal bisa berkurang kesemarakannya, dan menurut saya itu akan sangat merugikan kekristenan. Karena itu mari kita membahas persoalan ini, supaya bisa memberi jawaban kepada orang-orang yang anti Natal." Jelas, banyak kalangan Kristen yang "anti-Natal", meskipun mereka tenggelam oleh gegap gempita peringatan Natal, yang begitu gemerlap. Di Malaysia, 27 Desember 2003, ada perayaan Natal Bersama di Lapangan Olahraga Kinabalu, Sabah, yang dihadiri ratusan ribu orang. Selain ada pawai lampion, nyanyi-nyanyi lagu-lagu Natal, ada juga acara peragaan busana batik, yang dilakukan oleh

Upload: joejem

Post on 25-Nov-2015

154 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

islam

TRANSCRIPT

  • Tradisi Natal Kaum Kafir Rabu, 07 Januari 2004 Natal merupakan tradisi kafir (pagan) di Romawi. Literatur menyebutkan, 25 Desembermerupakan peringatan Dewa Matahari yang dikenal sebagai Sol Invictus. Baca CAP ke-38 AdianHusaini, MA Remi Silado, seorang budayawan Kristen, menulis kolom yang menarik di majalahGatra, edisi 27 Desember 2003. Judulnya "Gatal di Natal". Beberapa kutipan kolomnya kita petik disini: (1) "Sebab, memang tradisi pesta ceria Natal, yang sekarang gandrung dinyanyikan bahasakereseh-reseh Inggris, belum lagi terlembaga. Sapaan Natal, "Merry Christmas" --dari bahasa InggrisLama, Christes Maesse, artinya "misa Kristus"-- baru terlembaga pada abad ke-16, dan perayaannyabukan pada 25 Desember, melainkan 6 Januari." (2) "Dengan gambaran ini, keramaian Natal sebagai perhitungan tahun Masehi memang berkaitandengan leluri Barat, istiadat kafir, atau tradisi pagan, yang tidak berhubungan dengan Yesus sendirisebagai sosok historis-antropologis bangsa Semit, lahir dari garis Ibrahim dan Daud, yang merupakanbangsa tangan pertama yang mengenal monoteisme absolut lewat Yehwah." (3) Saking gempitanya pesta Natal itu, sebagaimana yang tampak saat ini, karuan nilai-nilairohaninya tergeser dan kemudian yang menonjol adalah kecenderungan-kecenderungan duniawinyasemata: antara lain di Manado orang mengatakan "makang riki puru polote en minung riki mabo"(makan sampai pecah perut dan minum sampai mabuk). (4) "Demikianlah, soal Natal sekali lagi merupakan gambaran pengaruh Barat, dan persisnyaBarat yang kafir, yang dirayakan dengan keliru." Kritikan tajam terhadap budaya Natal dari kalangan Kristen itu sebenarnya sudah banyakdilakukan. Seorang pendeta bernama Budi Asali M.Div., menulis artikel panjang tentang Natalberjudul Pro-Kontra Perayaan Natal, dan disebarluaskan melalui jaringan internet. Pendeta ini membuka tulisannya dengan ungkapan: "Akhir-akhir ini makin banyak orang-orang kristen yang menentang perayaan Natal, dan merekamenentang dengan cara yang sangat fanatik dan keras, dan menyerang orang-orang kristen yangmerayakan Natal. Kalau ini dibiarkan, maka Natal bisa berkurang kesemarakannya, dan menurut sayaitu akan sangat merugikan kekristenan. Karena itu mari kita membahas persoalan ini, supaya bisamemberi jawaban kepada orang-orang yang anti Natal." Jelas, banyak kalangan Kristen yang "anti-Natal", meskipun mereka tenggelam oleh gegap gempitaperingatan Natal, yang begitu gemerlap. Di Malaysia, 27 Desember 2003, ada perayaan NatalBersama di Lapangan Olahraga Kinabalu, Sabah, yang dihadiri ratusan ribu orang. Selain ada pawailampion, nyanyi-nyanyi lagu-lagu Natal, ada juga acara peragaan busana batik, yang dilakukan oleh

  • beberapa peserta lomba ratu kecantikan dari berbagai negara. Acara ini disiarkan langsung oleh TV1Malaysia. Seperti halnya di berbagai belahan dunia lainnya, sosok Santaklaus sudah jauh lebihpopular daripada sosok Jesus. Pohon cemara yang sulit dicari di Palestina, sudah menjadi simbolNatal. Sebenarnya, jika ditelusuri, kisah Natal itu sendiri sangat menarik. Bagaimana satu tradisi kafir(pagan) di wilayah Romawi kemudian diadopsi menjadi tradisi keagamaan Kristen. Banyak literaturmenyebutkan, bahwa tanggal 25 Desember memang merupakan hari peringatan Dewa Matahari yangdi Romawi dikenal sebagai Sol Invictus. Setelah Constantine mengeluarkan the Edict of Milan, pada313 M, maka ia kemudian mengeluarkan sejumlah peraturan keagamaan yang mengadopsi tradisipagan. Pada 321, ia memerintahkan pengadilan libur pada hari "Hari Matahari" (sunday), yangdikatakan sebagai "hari mulia bagi matahari". Sebelumnya, kaum Kristen - sama dengan Yahudi -menjadikan hari Sabbath sebagai hari suci. Maka, sesuai peraturan Konstantine, hari suci itu diubah,menjadi Sunday. Sampai abad ke-4 M, kelahiran Jesus diperingati pada 6 Januari, yang hingga kinimasih dipegang oleh kalangan Kristen Ortodoks tertentu. Namun, kemudian, sebagai penghormatanterhadap Dewa Matahari, peringatan Hari Kelahiran Jesus diubah menjadi 25 Desember. Ada sebagian kalangan Kristen yang berargumen, bahwa tanggal 25 Desember itu diambil supayaperayaan Natal dapat menyaingi perayaan kafir tersebut. Tetapi, apa yang terjadi sekarang, tampaknyaseperti yang dikatakan oleh Remi Silado, bahwa perayaan Natal sudah didominasi oleh tradisiperayaan kaum kafir. Maka, muncullah, di kalangan Kristen, gerakan untuk menentang perayaan Natalpada 25 Desember. Apalagi ada yang kemudian melihat, penciptaan tokoh Sinterklass, sebenarnyamerupakan bagian dari rekayasa Barat untuk melanggengkan hegemoni imperialistiknya, yakni inginmenciptakan image, bahwa Barat adalah dermawan, baik hati, suka bagi-bagi hadiah, sepertiSinterklas itu. Begitulah bagian dari tradisi Kristen. Kaum Muslim seyogyanya mengambil ibrah dari kisah ini,dan kemudian tidak menjadi latah untuk mengambil apa saja yang datang dari kaum Kristen, yangsebenarnya mereka sendiri juga mengadopsi tradisi itu dari kaum kafir pagan (penyembah berhala). Di dalam Islam, ada hal yang menarik jika dicermati, bagaimana dalam soal perayaan Hari Besar,sejak awal mula, Rasulullah saw sudah memberikan garis yang tegas, agar kaum Muslim merayakanhari besarnya sendiri. Jangan meniru-niru atau mengambil hari yang sama dengan kaum musyrik ataukaum Yahudi dan Nasrani. Dalam Islam ada satu batasan yang ketat dalam soal ibadah, bahwa haram hukumnya melakukanibadah yang tidak ada contohnya dari Rasulullah saw. Islam memiliki Kitab Suci yang terpeliharaterjada otentisitasnya. Bahkan, sikap dilarang meniru-niru tradisi kaum kafir itu sangat ditekankan oleh Allah SWT danRasul-Nya. Dalam sehari, minimal 17 kali, di dalam salat wajib, kaum Muslim selalu meminta petunjukkepada Allah agar diberi petunjuk jalan yang lurus, dan dijauhkan dari jalan kaum yang dimurkai

  • Allah dan jalan kaum yang sesat. Karena itulah, Islam memiliki tata cara ubudiyah yang terjaga. Kitabsuci Islam, tetap berbahasa Arab, sampai sekarang, dan bahasa ritual Islam adalah bahasa Arab.Iniyang tidak dimiliki kaum Kristen. Sebab, kalangan sejawaran Kristen masih berdebat tentang bahasaIbu dari Jesus itu sendiri, apakah bahasa Syriac, Aramaic, Greek, Hebrew. Bahkan ada yangmenyebut mungkin bahasa Ibu Jesus adalah bahasa Latin. Ketika berbicara tentang teks Bible, muncul lebih banyak masalah lagi. Perjanjian Baru (NewTestament) ditulis dalam bahasa Greek. Remi Silado mencatat bahwa Injil sekarang diterjemahkan kedalam semua bahasa, yaitu 2.062 bahasa di dunia dan 135 bahasa di Indonesia. Gereja Vatikansendiri sekarang tidak lagi menggunakan bahasa Greek (Yunani) sebagai bahasa ritual keagamaan,tetapi menggunakan bahasa Latin.Padahal, banyak keterbatasan bahasa Latin dalam terjemahan daribahasa Greek. Dalam buku the Early Versions of the New Testaments karya Bruce M. Metzger (Oxford:Clarendon Press, 1977), disebutkan sejumlah teks Bible awal, seperti Syriac versions, Copticversions, Armenian versions, Georgian versions, Ethiopic versions, Arabic versions, Latin versions,Gothic versions, dan beberapa bahasa Eropa lainnya. Bonifatius Fischer, dalam tulisannya berjudul,"Limitation of Latin in Representing Greek", yang dimuat dalam buku Metzger ini mencatat, "Althoughthe Latin language is in general very suitable for use in making a translation from Greek, there stillremain certain features which can not be expressed in Latin." (hal. 362-365). Jadi, meskipun bahasaLatin cukup memadai sebagai terjemahan dari Bible bahasa Yunani, tetapi tetap ada banyak hal yangtidak mampu diekspresikan oleh bahasa Latin. Ini sebenarnya problema dari setiap terjemahan. Karena itulah, sehingga kini, ada ulama yangmengharamkan menerjemahkan al-Quran. Yang boleh adalah menafsirkan al-Quran. Sekalipun disebutsebagai terjemahan al-Quran, teks asalnya tetap terjaga, dan bahasa Arab masih tetap terjaga hinggasekarang, karena adanya al-Quran ini. Bahkan, bahasa Hebrew modern saat ini pun, dikembangkandengan asas tata bahasa dan kosa kata bahasa Arab. S.D. Goitein, seorang professor Yahudimengakui, bahwa bahasa Yahudi, pemikiran Yahudi, hukum Yahudi, dan filsafat Yahudi, disusun dibawah pengaruh Muslim-Arab. ("There, under Arab-Muslim influence, Jewish thought andphilosophy, and even Jewish law and religious practice were systematized and finally formulated.Even the Hebrew language developed its grammar and vocabulary on the model of the Arablanguage." (Lihat bukunya, yang berjudul Jews and Arabs, Their Contacts through the Ages, (NewYork: Schocken Books, 1974). Profesor Bruce M. Metzger, guru besar bahasa Perjanjian Baru di Princeton TheologicalSeminary, menulis beberapa buku tentang teks Injil. Satu bukunya berjudul "The Text of the NewTestament: Its Transmission, Corruption, and Restoration" (Oxford University Press, 1985). Jadi,memang ada korupsi dalam penyusunan teks Bible ini. Dalam bukunya yang lain, yang berjudul "ATextual Commentary on the Greek New Testament", (terbitan United Bible Societies, correctededition tahun 1975), Metzger menulis di pembukaan bukunya, ia menjelaskan ada dua kondisi yangselalu dihadapi oleh penafsir Bible, yaitu (1) tidak adanya dokumen Bible yang original saat ini, dan(2) bahan-bahan yang ada pun sekarang ini bermacam-macam, berbeda satu dengan lainnya.

  • Inilah realitas Bible yang dinyatakan oleh seorang sarjana terkemukanya. The Encyclopaedia ofReligion juga memberikan paparan yang cukup jelas tentang transmisi dan kodifikasi teks Bible ini.Problema teks Bible inilah yang kemudian dicoba dibawa-bawa ke dalam teks al-Quran olehsebagian kalangan Muslim. Pada tahun 1927, Alphonse Mingana, pendeta Kristen asal Iraq dan gurubesar di Universitas Birmingham Inggris, sudah menyatakan, "sudah tiba saatnya untuk melakukankritik teks terhadap al-Qur'an sebagaimana telah kita lakukan terhadap kitab suci Yahudi yangberbahasa Ibrani-Arami dan kitab suci Kristen yang berbahasa Yunani (The time has surely come tosubject the text of the Kur'an to the same criticism as that to which we subject the Hebrew andAramaic of the Jewish Bible, and the Greek of the Christian scriptures)." (Bulletin of the JohnRylands Library (Manchester, 1927) XI: 77). Lalu, website www.islamlib.com pada 17-11-2003 meluncurkan artikel berjudul MerenungkanSejarah Alquran tulisan seorang dosen Universitas Paramadina, yang antara lain memuat ungkapanberikut: "Sebagian besar kaum Muslim meyakini bahwa Alquran dari halaman pertama hingga terakhirmerupakan kata-kata Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad secara verbatim, baik kata-katanya (lafdhan) maupun maknanya (ma'nan). Kaum Muslim juga meyakini bahwa Alquran yangmereka lihat dan baca hari ini adalah persis seperti yang ada pada masa Nabi lebih dari seribu empatratus tahun silam. Keyakinan semacam itu sesungguhnya lebih merupakan formulasi dan angan-angan teologis (al-khayal al-dini) yang dibuat oleh para ulama sebagai bagian dari formalisasi doktrin-doktrin Islam.Hakikat dan sejarah penulisan Alquran sendiri sesungguhnya penuh dengan berbagai nuansa yangdelicate (rumit), dan tidak sunyi dari perdebatan, pertentangan, intrik, dan rekayasa." Serangan terhadap al-Quran dari kalangan sarjana Muslim sendiri, belum pernah dihadapi olehkaum Muslim Indonesia sepanjang sejarahnya. Jadi, bisa dikatakan, ini merupakan babak baru dalamsejarah Islam Indonesia. Memang, al-Quran sudah menggariskan, bahwa Islam akan senantiasadiserang. (QS 2:120, 217). Namun, belum pernah terjadi dalam sejarah kaum Muslim Indonesia, muncul begitu ramaicendekiawan (ulama) dan misionaris Kristen pada waktu bersamaan menggugat dan menyerangotentisitas al-Quran. Jika al-Quran, fondasi Islam utama, diserang, maka unsur-unsur bangunan Islamlainnya - hadith, ijma', sunnah sahabat, otoritas ulama - akan dengan mudah diruntuhkan. Ini memang era baru. Sama dengan saat Belanda menjejakkan kakinya pertama di Banten, 1596.Serangan terhadap al-Quran dilakukan dengan sangat serius dan menyita energi yang sangat besar.Sudah ratusan tahun hal ini disiapkan. Para penyerang itu menguasai ilmu-ilmu tentang a-Quran.Biasanya, para orientalis ini memahami bahasa Arab, Inggris, Hebrew, Syriac, dan mungkin beberapabahasa lain. Tak hanya itu, bahan-bahan dalam bentuk manuskrip pun sudah mereka boyong ke Barat.Dan yang lebih hebat, mereka sudah didik anak-anak Muslim untuk belajar dan menguasai jurus-jurusserangan terhadap al-Quran - dari berbagai sudut. Tentu, serangan dari dalam tubuh umat Islam akanmembawa dampak yang jauh lebih dahsyat terhadap umat. Menghadapi semua ini, kaum Muslim tidak cukup hanya melakukan aksi demonstrasi. Ini memang

  • aksi intelektual, dan wajib dihadapi dengan cara yang sama. Wallahu a'lam. (KL, 31 Desember 2003). Membongkar Konsep Dasar al-Quran Senin, 12 Januari 2004 Nasr Hamid yang melakukan kritik terhadap teks al-Quran, banyak persamaan dengan fenomenadalam tradisi Kristen yang begitu digemari para sarjana Muslim. Baca di CAP Adia Husaini, MA ke-39 Pada tanggal 27 Desember 2003, Harian Republika menurunkan artikel saya yang berjudulMendudukkan Tradisi. Seminggu kemudian, 3 Januari 2004, muncul tanggapan terhadap artikeltersebut dari seorang mahasiswa pascasarjana asal Indonesia yang sedang belajar di Department ofComparative Religion, Western Michigan University. Ia juga penulis buku berjudul Nasr Hamid AbuZaid dan Kritik Teks Keagamaan. Salah satu masalah yang mendapat sorotan adalah kritik terhadap Nasr Hamid Abu Zaid oleh Dr.Mustha Tajudin, pakar Ulumul Quran asal Maroko, yang sekarang mengajar di Universitas IslamInternasional Malaysia. Musthafa yang pernah berdebat secara terbuka dengan Nasr Hamid di Marokomemberikan kritikan tajam terhadap pendapat-pendapat Nasr Hamid. Karena sosok Nasr Hamid itusekarang sangat popular di dunia internasional, termasuk di Indonesia, maka kiranya perlu kita pahamisedikit latar belakang kehidupannya. Beberapa bukunya sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.Ia memang menekuni bidang Bahasa Arab dan Ulumul Quran. Meskipun kemudian melarikan diri dariMesir ke Belanda, namun dalam satu wawancara, dia menyatakan bangga, karena telah mendidikbanyak cendekiawan, termasuk beberapa dari Indonesia. Tahun 1972, ia menjadi asisten dosen diJurusan Bahasa Arab Fakultas Sastra Universitas Kairo. Pada tahun 1975-1977, ia mendapat bantuan beasiswa dari Ford Foundation untuk studi diUniversitas Amerika Kairo. Lalu, tahun 1978-1979 ia belajar di Universitas Pennsylvania,Philadelphia USA. Berbeda dengan banyak ulama atau cendekiawan Muslim, Nasr Hamid banyakmenulis tentang kritik terhadap teks al-Quran, satu studi yang biasa dilakukan terhadap Bible. Tentu,bagi kaum Muslim, kritik teks (textual Criticism) terhadap al-Quran adalah sesuatu yang aneh. Studi tentang kritik teks Bible memang telah berkembang pesat di Barat. Dr. Ernest C. Colwell,dari School of Theology Claremont, misalnya, selama 30 tahun menekuni studi ini, dan menulis satubuku berjudul Studies in Methodology in Textual Criticism on the New Testatement. Maka, jikateks-teks Bible sudah begitu banyak dikritisi, muncul pertanyaan di kalangan orientalis, mengapa teks-teks al-Quran tidak dapat diperlakukan yang sama? Menurut mereka, bukankah al-Quran juga sebuahteks? Apa bedanya dengan Bible? Toby Lester dalam The Atlantic Monthly, Januari 1999, mengutip pendapat Gerd R. Joseph Puin,seorang orientalis pengkaji al-Quran, yang menyarankan perlunya ditekankan soal aspek kesejarahanal-Quran. So many Muslims have this belief that everything between the two covers of the Koran isjust Gods unaltered word, (Dr. Puin) says. They like to quote the textual work that shows that The

  • Bible has a history and did not fall straight out of the sky, but until now the Koran has been out of thisdiscussion. The only way to break through this wall is to prove that the Koran has a history too. Jadi, orang seperti Lester ini ingin agar kaum Muslim melepaskan keyakinannya, bahwa al-Quranadalah kata-kata Tuhan (kalam Allah) yang tidak berubah. Untuk menjebol tembok keyakinan umatIslam itu, menurut Puin, maka harus dibuktikan bahwa al-Quran juga memiliki aspek kesejarahan.Aspek historisitas al-Quran inilah yang harus ditekankan. Disamping merujuk kepada sederet orientalis, Lester juga menyatakan kegembiraannya bahwa didunia Islam, sejumlah orang telah melakukan usaha revisi terhadap paham tentang teks al-Quransebagai kalam Allah. Diantaranya, ia menyebut nama Nasr Hamid Abu Zaid, Arkoen, dan beberapalainnya. Michael Cook, dalam bukunya, The Koran: A Very Short Introduction, (2000:44), mengutippendapat Nasr Hamid yang dia tulis sebagai a Muslim secularist tentang al-Quran sebagaiproduk budaya: If the text was a message sent to the Arabs of the seven century, then of necessity itwas formulated in a manner which took for granted historically specific aspects of their language andculture. The Koran thus took shape in human setting. It was a cultural product a phrase Abu Zaydused several times (Pendapat Lester dan Cook dikutip dari buku The History of the Quranic Text,From Revelation to Compilation: A Comparative Study with the Old and New Testament, karyaMusthafa Azhami (2003). Dalam melakukan kajian terhadap al-Quran, disamping merujuk kepada pendapat-pendapatMutazilah, Nasr Hamid banyak menggunakan metode yang disebut sebagai hermeneutic. Ia seoranghermeneut. The New Encyclopedia Britannica menulis, bahwa hermeneutika adalah studi prinsip-prinsip general tentang interpretasi Bible (the study of the general principle of biblical interpretation).Tujuan dari hermeneutika adalah untuk menemukan kebenaran dan nilai-nilai dalam Bible. Salah satuprinsip penting dalam hermeneutika untuk memahami satu teks adalah menganalisis kondisi pengarangdari teks tersebut. Untuk Bible, hal ini tidak terlalu menjadi masalah, sebab semua Kitab dalam Bible memang adapengarangnya. Tetapi, apa ada yang disebut sebagai pengarang al-Quran? Bapak hermeneutikamodern, Friedrich Schleiermacher (1768-1834), merumuskan teori hermeneutikanya denganberdasarkan pada analisis terhadap pengertian tata bahasa dan kondisi (sosial, budaya, kejiwaan)pengarangnya. Analisis terhadap faktor pengarang ini sangat penting untuk memahami teks. Tentang al-Quran, Nasr Hamid menempatkan Nabi Muhammad saw sebagai penerima wahyu,pada posisi semacam pengarang al-Quran ini. Ia menulis dalam bukunya, Mafhum al-Nash, bahwaal-Quran diturunkan melalui Malaikat Jibril kepada seorang Muhammad yang manusia. Bahwa, Muhammad, sebagai penerima pertama, sekaligus penyampai teks adalah bagian darirealitas dan masyarakat. Ia adalah buah dan produk dari masyarakatnya. Ia tumbuh dan berkembang diMekkah sebagai anak yatim, dididik dalam suku Bani Saad sebagaimana anak-anak sebayanya diperkampungan badui.

  • Dengan demikian, kata Nasr Hamid, membahas Muhammad sebagai penerima teks pertama,berarti tidak membicarakannya sebagai penerima pasif. Membicarakan dia berarti membicarakanseorang manusia yang dalam dirinya terhadap harapan-harapan masyarakat yang terkait dengannya.Intinya, Muhammad adalah bagian dari sosial budaya, dan sejarah masyarakatnya. Tentang konsep wahyu dan Muhammad ini, ditulis dalam buku Nasr Hamid Abu Zaid: KritikTeks Keagamaan (2003:70), Mereka memandang al-Quran setidaknya sampai pada tingkatperkataan bukanlah teks yang turun dari langit (surga) dalam bentuk kata-kata aktual sebagaimanapernyataan klasik yang masih dipegang berbagai kalangan --, tetapi merupakan spirit wahyu yangdisaring melalui Muhammad dan sekaligus diekspresikan dalam tapal batas intelek dan kemampuanlinguistiknya. Dengan definisi seperti itu, jelas bahwa Nabi Muhammad saw diposisikan sebagai semacampengarang al-Quran. Dan ini sebenarnya masih sejalan dengan pendapat para orientalis danmisionaris Kristen yang menyebut agama Islam sebagai agama Muhammad, dan hukum Islamdisebut sebagai Mohammedan Law, umat Islam disebut sebagai Mohammedan. Tokoh misionaristerkenal Samuel M. Zwemmer, menyebut bukunya yang berjudul Islam: A Challenge to Faith (terbitpertama tahun 1907), sebagai studies on the Mohammedan religion and the needs and opportunitiesof the Mohammedan World From the standpoint of Christian Missions. Karena itu, mestinya penyebaran pendapat tentang al-Quran yang nyeleneh seperti itu dipikirkandan didiskusikan secara serius dengan para ulama dan cendekiawan Muslim lainnya. Sebab, pendapatseperti ini membawa dampak yang serius dalam pemahaman tentang konsep dasar al-Quran.Sebagaimana ditulis dalam sampul buku Mafhum al-Nash edisi Indonesia, bahwa Denganpembongkaran ini, kajian atas al-Quran menjadi semakin menarik, merangsang perdebatan inimelahirkan konsep baru yang radikal terhadap eksistensi al-Quran. Pendapat Nasr dan kalangan dekontsruksionis ini memang menjebol konsep dasar tentang al-Quran yang selama ini diyakini kaum Muslim, bahwa al-Quran, baik makna maupun lafaz-nya adalahdari Allah. Nabi Muhammad saw hanyalah sekedar menyampaikan, dan tidak mengapresiasi ataumengolah wahyu yang diterimanya, untuk kemudian disampaikan kepada umatnya, sesuai denganinterpretasinya yang dipengaruhi oleh kondisi kejiwaan, sosial, dan budaya, setempat dan seketika itu.Posisi beliau saw dalam menerima dan menyampaikan al-wahyu memang pasif, hanya sebagaipenyampai apa-apa yang diwahyukan kepadanya. Beliau tidak menambah dan mengurangi apa-apayang disampaikan Allah kepada beliau melalui Malaikat Jibril. Beliau pun terjaga dari segalakesalahan, karena beliau mashum. Al-Quran menyebutkan: Dan dia (Muhammad saw) tidak menyampaikan sesuatu, kecuali (dari)wahyu yang diwahyukan kepadanya. (QS Al-Najm: 3). Muhammad saw memang seorang manusiabiasa, tetapi beliau berbeda dengan manusia lainnya, karena beliau menerima al-wahyu. (QSFushilat:6). Dalam keyakinan Muslim selama ini, Nabi Muhammad saw hanyalah sebagai penyampai. Teks-

  • teks al-Quran memang dalam bahasa Arab dan beberapa diantaranya berbicara tentang budaya ketikaitu. Tetapi, al-Quran tidak tunduk pada budaya. Al-Quran justru merombak budaya Arab danmembangun sesuatu yang baru. Istilah-istilah yang dibawa al-Quran, meskipun dalam bahasa Arab,tetapi membawa makna baru, yang berbeda dengan yang dipahami kaum Musyrik Arab waktu itu. Kajian historisitas Kitab suci semacam ini pun sebenarnya telah berkembang lama dalam tradisiBible. Reginald H. Fuller, dalam bukunya berjudul A Critical Introduction to the New Testament,(London: Gerald Duckworth & Co Ltd, 1979), menulis: That is why if we are to understand what theNew Testament texts were meant to say by the authors when they were first written we must firstunderstand the historical situation in which they were first written. Jadi, kata penulis buku ini, jika ingin tahu apa yang dimaksud oleh teks Perjanjian Baru olehpenulisnya, maka harus tahu kondisi sejarah saat kitab itu ditulis. Canon Sell (1839-1932), seorangmisionaris Kristen di Madras, India, sudah lama menyarankan agar kajian kritis-historis terhadap al-Quran dilakukan dengan menggunakan metodologi kritik Injil (Biblical Criticism). Sell sendiri, dalamkaryanya Historical Development of the Quran sudah menggunakan metodologi higher criticism,untuk mengkaji historisitas al-Quran. (Canon Sell, Studies in Islam (Delhi: B. R. PublishingCorporation, 1985; pertama terbit tahun 1928). Pertanyaan kita, apakah Nabi Muhammad saw menulis al-Quran? Sebagaimana Lukas, Markus,Matius, Johanes menulis Bible? Tentu tidak sama. Posisi dan kondisi teks al-Quran dan Bible itulahyang sebenarnya berbeda, sehingga tidaklah tepat jika metode interpretasi Bible yang disebut sebagaihermeneutika juga diterapkan tehadap al-Quran. Tetapi, sekarang sudah begitu banyak yang mengecamkitab-kitab tafsir para ulama dan mengajukan tafsir baru metode hermeneutika. Dalam sebuah bukuhermeneutika yang terbit di Indonesia, penulisnya mencatat: Apalagi sebagian besar tafsir dan ilmupenafsiran yang diwarisi umat Islam selama ini, sadar atau tidak, telah turut melanggengkan statusquo, dan kemerosotan umat Islam secara moral, politik, dan budaya. Nasr Hamid yang seorang hermeneut, juga mengecam keras metode tafsir kaum Ahlusunnah yangdidasarkan pada Sunnah Rasul, pendapat para sahabat Nabi, Tabiin, dan tabiit tabiin. Ia menulisdalam buku Mafhum al-Nas Diraasah fii Uluum al-Quran: bahwa tafsir kaum Ahlussunnah adalahtafsir yang didasarkan pada kuasa ulama kuno, yang mengaitkan makna teks dan signifikansinyadengan masa keemasan, kenabian, risalah, dan masa turunnya wahyu. Mereka menyusun sumber-sumber pokok pengambilan tafsir pada empat hal yang dimulai dengan pengambilan dari Rasulullahsaw, kemudian mengambil pendapat sahabat, lalu merujuk pendapat-pendapat tabiin, baru kemudianmuncul tingkat keempat, dan terakhir yaitu tafsir bahasa. Fenomena Nasr Hamid dan para pendukungnya di Indonesia perlu dikaji secara serius oleh paraulama dan cendekiawan Muslim. Mengapa pemikiran yang nyeleneh dan banyak persamaannyadengan fenomena serupa dalam tradisi Kristen itu begitu banyak digemari oleh kalangan sarjanaMuslim. Beberapa diantaranya menjadi fanatik dan marah-marah kalau tokoh pujaannya dikritik.Dalam beberapa buku tentang Nasr Hamid yang terbit di Indonesia ditulis sejumlah pujianterhadapnya. Ia digambarkan sebagai sosok ilmiah, akademis, progresif, dan sebagainya, sementarapengritiknya diposisikan sebagai ortodoks, fundamentalis, dan sebagainya. Seolah-olah ia adalah

  • seorang mujtahid abad ke-21. Misalnya ditulis dalam sebuah buku tentang dia: Kendati ia harusdiseret ke pengadilan dan diharuskan bercerai dengan istrinya karena dianggap keluar dari Islam,namun gairah intelektual tak pernah menyurutkan dirinya untuk berkarya. Dalam sampul buku Mafhum al-Nash edisi Indonesia ditulis: Buku ini merupakan salah satusayap penafsiran radikal yang menolak al-Quran didekati secara dogmatis-ideologis. Sebagaisanggahannya, penulis melakukan pembongkaran atas Konsep Teks dan Wahyu melalui metodeanalisis teks. Para pendukung Nasr Hamid bukanlah manusia sembarangan. Mereka rata-rata para sarjanaagama dan beberapa diantaranya aktif di organisasi Islam terkenal. Ada yang sejak kecil hidup dipesantren dan berasal dari keluarga tokoh Islam. Memang sering muncul pertanyaan, mengapa orangyang sama-sama belajar al-Quran justru kemudian memiliki pandangan dan sikap yang berbeda-bedaterhadap al-Quran? Secara ekstrim, banyak kasus semacam ini terjadi. Para orientalis begitu banyakyang mengkaji al-Quran, namun justru mereka ingin meruntuhkan otoritas al-Quran. Nama-nama Arthur Jefry, Noldeke, dan sebagainya, sudah sangat terkenal dalam kajian tentang al-Quran. Arthur Jefry, misalnya, mendesak agar tafsir kritis terhadap teks al-Quran diwujudkan denganmenggunakan metode penelitian kritis modern. Jefry mengatakan, bahwa apa yang kita butuhkan,adalah tafsir kritis yang mencontohi karya yang telah dilakukan oleh orientalis modern sekaligusmenggunakan metode-metode penelitian kritis modern untuk tafsir al-Quran. Mestinya, karya-karyaorientalis seperti ini dikritisi, sebab banyak diantara mereka yang memiliki misi dan motif tidak baikdalam mengkaji al-Quran. Musthafa Azhami dalam bukunya, The History of the Quranic Text, FromRevelation to Compilation: A Comparative Study with the Old and New Testament, membongkarhabis-habisan serangan orientalis dan berbagai kalangan lain terhadap al-Quran. Fenomena semacam ini sekali lagi membuktikan, bahwa sedang terjadi proses liberalisasi yangsangat serius di dalam tubuh umat Islam, khususnya di Indonesia. Ratusan, bahkan ribuan cendekiawandari kalangan kaum Muslim sendiri kini siap membongkar-bongkar apa yang selama ini telahselesai dalam konsep Islam. Tidak perlu orientalis atau misionaris yang turun tangan. Banyakdiantara pelakunya yang kemudian mendapat keuntungan di dunia. Apalagi, penguasa dunia yangsedang berkuasa dan kaya raya, pun suka terhadap mereka. Wallahu alam Memahami Program Sekularisasi Partai Kristen Salah satu program PDS, satu-satunya partai Kristen di Indonesia adalah adalah menjaminpemisahan negara dengan agama. Kampanye sekularisme atu misi gereja? baca di CAP AdianHusaini, MA ke-41 Harian The Jakarta Post, edisi 26 Januari 2004, memuat profil Partai DamaiSejahtera (PDS), satu-satunya partai Kristen di Indonesia yang lolos seleksi sebagai kontestan Pemilu2004. Beberapa program partai ini diantaranya adalah: kebebasan beragama dan proteksi terhadapkebebasan tersebut (Freedom of religion and protection for that freedom) dan menjamin pemisahanantara negara dengan agama (to ensure separation of state and religion).

  • Mengapa sebuah Partai Kristen memperjuangkan pemisahan agama dengan negara (sekularisasi)?Inilah yang perlu kita telusuri. Apakah ajaran Kristen memang memerintahkan seperti itu? Partai Damai Sejahtera (PDS) dipimpin oleh seorang pendeta Kristen fanatik bernama RuyandiHutasoit, yang oleh The Jakarta Post, disebutkan juga sebagai president of the Doulos Foundation,focusing on social services. Koran ini tampak tidak terbuka sepenuhnya dalam menjelaskan tentang Doulos foundation, atauYayasan Doulos. Yayasan Doulos ini jelas bukanlah sekedar yayasan sosial semata. Kaum Muslim diIndonesia sudah sangat mengenal Doulos, yang merupakan yayasan misi Kristen, dan mempunyaitarget mengkristenkan masyarakat Indonesia. Perlu diingat, bahwa Komplek Kristen Doulos pernah diserang penduduk pada tanggal 16Desember 1999, yang mengakibatkan komplek itu habis terbakar, seorang tewas, dan puluhan lainnyaluka-luka. Komplek Kristen itu telah bertahun-tahun diprotes umat Islam, karena melakukan aksiKristenisasi (pemurtadan) terhadap umat Islam. Pemda Jakarta Timur pun sudah memerintahkan agar Komplek itu ditutup. Yayasan Doulos yangberlokasi di Jalan Tugu No 3-4, Rt 04/04, Kelurahan Cipayung, Jakarta Timur, sudah lama memicukontroversi diantara warga setempat. Awal Oktober 1999, ratusan masyarakat setempat sudahmembuat surat pernyataan yang ditujukan kepada Walikota Jaktim Andi Mapaganthy, yang isinyaberkeberatan dengan keberadaan yayasan tersebut. Surat itu juga telah mendapat rekomendasi dari Muspika Kecamatan Cipayung Jaktim bernomor231/1.75, tertanggal 11 Oktober 1999, yang isinya meminta agar kegiatan Yayasan Doulos segeraditutup. Dalam sebuah pertemuan di Balai Kecamatan Cipayung yang dihadiri sekitar 500 umat Islam,telah disampaikan tuntutan tersebut kepada pihak kecamatan, Danramil, dan Kapolsek. Yayasan Doulous oleh warga setempat dinilai telah melakukan proyek Kristenisasi terselubung,dengan berkedok pendirian RS Ketergantungan Obat, RS Jiwa, dan Sekolah Tinggi Theologia.Berdasarkan bukti-bukti aktivitas kristenisasi Yayasan Doluos tersebut dan keresahan wargasetempat, maka Walikota Jaktim, melalui suratnya bernomor 3488/1.857.2, memerintahkan YayasanDoulos untuk menghentikan kristenisasinya. Juga, Yayasan ini dianggap melanggar surat keputusan Ditjen Bimas Kristen Protestan No 5 tahun1993 tanggal 29 Januari 1993. Di dalam diktum keempat keputusan tersebut, dinyatakan bahwaYayasan Doulos tidak dibenarkan menjalankan fungsi dan tugas sebagai gereja dan atau mengarahkepada pembentukan gereja. Aktivitas Doluos pun dinilai bertentangan dengan SK Menteri Agama No70 tahun 1978 tanggal 1 Agustus 1978 tentang Pedoman Penyiaran Agama. Fakta tentang Yayasan Doulos in penting untuk dicatat, bahwa Doulos yang dipimpin oleh RuyandiHutasoit memang jelas-jelas merupakan kelompok misionaris Kristen. Adalah menarik, bahwa dalam

  • partai PDS, misi Kristen itu dengan halus disembunyikan. Bahkan, partai ini ikut-ikutan mendukunggerakan pemisahan agama dengan negara. Pemisahan agama dengan negara sebenarnya bertentangan dengan ajaran Kristen dan tidakdikehendaki oleh kaum Kristen yang taat beragama. Logisnya, setiap orang beragama, pasti bercita-cita menjadikan negaranya dikelola dan diatur sesuai dengan ajaran agamanya. Dalam ceramahnya di Sekolah Tinggi Theologi Kristen Jakarta, pada tanggal 21 April 1970, Prof.Dr. Hamka, yang ketika itu menjadi ketua umum MUI, menyatakan, baik Islam maupun Kristen,harusnya tidak dapat mengkhayalkan negara yang terpisah dari agama, karena jika negara terpisah dariagama, hilanglah tempat dia ditegakkan. Islam memandang bahwa negara adalah penyelenggara atau pelayan atau khadam dari manusia.Sedang manusia adalah kumpulan dari pribadi-pribadi. Maka tidaklah dapat tergambar dalampemikiran bahwa seorang pribadi, karena telah bernegara, dia pun terpisah dengan sendirinya denganagamanya. Menurut Hamka, tidaklah mungkin orang yang benar-benar beragama menjadi sekuler, apa punagamanya. Dikatakan oleh Buya Hamka di hadapan para tokoh dan aktivis Kristen: "Payahlah memikirkanbahwa seorang yang memeluk suatu agama, sejak dia mengurus negara, agamanya itu mustidisimpannya. Anggota DPR kalau pergi ke sidang, agamanya tidak boleh dibawa-bawa, mustiditinggalkannya di rumah. Kalau dia menjadi menteri, selama Sidang Kabinet, agamanya mustidiparkirnya bersama mobilnya di luar. Dan kalau dia menjadi Kepala Negara haruslah janganmemperlihatkan diri sebagai Muslim atau Kristen selama berhadapan dengan umum. Simpan sajaagama itu dalam hati. Nanti sampai di rumah baru dipakai kembali. Saya percaya bahwa cara yangdemikian hanya akan terjadi pada orang-orang yang memang tidak beragama. Sebab memang tidak adapada mereka agama yang akan disimpan dirumah itu, atau diparkir di luar selama Sidang Kabinet". "Kalau dia seorang Muslim yang jujur atau seorang Kristen yang tulus, agama yang dipeluknyaitulah yang akan mempengaruhi sikap hidupnya, di luar atau di dalam parlemen, di rumah atau diSidang Kabinet, dalam hidup pribadi atau hidup bernegara. Dia akan berusaha melaksanakan segalatugasnya bernegara, menurut yang diridhai oleh Tuhan yang dia percayai. Dan dia akan menolongagamanya dengan kekuasaan yang diberikan negara kepadanya menurut kemungkinan-kemungkinanyang ada. Begitulah dia, kalau dia Islam. Begitulah dia, kalau dia Kristen." Hamka berkesimpulan, seorang Kristen yang benar, tidaklah akan mau menerima gagasan, kalaudengan gagasan itu mereka diajak memisahkan kegiatan hidup dengan yang diajarkan oleh IsaAlmasih. Padahal, Almasih telah memerintahkan ummatnya untuk menegakkan Syariat Musa, dimana satutitik pun, satu noktah pun, tidak boleh diubah. Jadi ketiga agama langit, yaitu Islam dan Yahudi, danNasrani, sebenarnya merupakan agama aqidah dan syariat. Demikianlah pendapat Buya Hamka.

  • Di dalam Bible dikatakan: "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakanhukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untukmenggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumiini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.Karena itu, siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekali pun yang paling kecil, danmengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalamKerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat,ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga." (Matius 5:17-19) Memang, jika hukum Taurat diterapkan, kaum Kristen sekarang ini bisa kelabakan dan sulitbernafas. Karena itu, misalnya, sejak lama mereka mengembangkan salah satu model interpretasi Bible,yang disebut model interpretasi moral dengan cara membangun prinsip-prinsip penafsiran yangmemungkinkan nilai-nilai etik diambil dari beberapa bagian dalam Bible. The Letter of Barnabas (sekitar 100 M), misalnya, menginterpretasikan undang-undang tentangmakanan dalam Kitab Imamat (Leviticus), bukan sebagai larangan untuk memakan daging hewantertentu, tetapi lebih merupakan sifat-sifat buruk yang secara imajinatif diasosiasikan dengan hewan-hewan itu. Padahal, dalam Kitab Imamat 11:1-46, disebutkan daftar binatang yang haram dimakan, sepertiunta, pelanduk, kelinci, babi hutan, burung rajawali, burung onta, burung camar, elang, burungpungguk, tikus, katak, landak, biawak, bengkarung, siput, dan bunglon. Daging binatang-binatang itu janganlah kamu makan dan bangkainya janganlah kamu sentuh;haram itu semuanya bagimu. (ayat 8). Dalam Alkitab versi Lembaga Alkitab Indonesia tahun 2000, pasal 11 ini diletakkan di bawahtajuk Binatang yang haram dan yang tidak haram. Dalam ayat 35 disebutkan: Kalau bangkai seekordari binatang-binatang itu jatuh ke atas sesuatu benda, itu menjadi najis; pembakaran roti dan angloharuslah diremukkan, karena semuanya itu najis dan haruslah najis juga bagimu. Karena begitu beratnya hukum Taurat itulah, maka berbagai usaha dilakukan untukmeninggalkannya. Sebenarnya, sebagaimana disebutkan dalam catatan sebelumnya, sejak awal abadke-20, kaum misionaris Kristen telah menjadikan sekularisasi sebagai musuh besar mereka. Dalam pertemuan misionaris Kristen se-dunia di Jerusalem tahun 1928, sekulerisme telahditetapkan sebagai musuh besar dari Geraja Kristen dan misi Kristen. Dalam usaha untukmengkristenkan dunia, Gereja Kristen bukan hanya menghadapi tantangan agama lain, tetapi jugatantangan sekularisme. (It was made clear that in its efforts to evangelize the world, the ChristianChurch has to confront not only the rival claims of non-Christian religious system, but also thechallenge of secularism). (Lihat buku The Theology of Mission and Evangelism, 1980).

  • Seorang aktivis Kristen dari Yabina Bandung, bernama Herlianto, menulis sebuah buku berjudulGereja Modern, Mau Kemana? yang dengan cukup jelas memaparkan kehancuran gereja-gereja diEropa, gara-gara serbuan arus sekulerisme, modernisme, liberalisme, dan klenikisme. Sebagai contoh, di Amsterdam, yang 200 tahun lalu 99 persen penduduknya beragama Kristen,sekarang tinggal 10 persen saja yang dibaptis dan ke gereja. Kebanyakan mereka sudah tidak terikatlagi dalam agama atau sudah menjadi sekuler. Di Perancis, yang 95 persen penduduknya tercatatberagama Katolik, hanya 13 persennya saja yang menghadiri kebaktian di gereja seminggu sekali. Pada tahun 1987, di Jerman, menurut laporan Institute for Public Opinian Research, 46 persenpenduduknya mengatakan, bahwa agama sudah tidak diperlukan lagi. Di Finlandia, yang 97 persenKristen, hanya 3 persen saja yang pergi ke gereja tiap minggu. Di Norwegia, yang 90 persen Kristen,hanya setengahnya saja yang percaya pada dasar-dasar kepercayaan Kristen. Juga, hanya sekitar 3persen saja yang rutin ke gereja tiap minggu. Masyarakat Kristen Eropa juga tergila-gila pada paranormal, mengalahkan kepercayaan merekapada pendeta atai imam Katolik. Di Jerman Barat sebelum bersatu dengan Jerman Timur -- terdapat30.000 pendeta. Tetapi jumlah peramal (dukun klenik/witchcraft) mencapai 90.000 orang. DiPerancis terdapat 26.000 imam Katolik, tetapi jumlah peramal bintang (astrolog) yang terdaftarmencapai 40.000 orang. Di negara-negara Kristen Barat itu, nilai-nilai agama Kristen sudah hancur. Masyarakat sudahtidak peduli nilai-nilai Kristen. Pemimpin yang jelas-jelas melakukan kejahatan seksual seperti BillClinton tetap dipilih. Bahkan, hal-hal yang jelas-jelas ditentang oleh Kristen, seperti homoseksualitasdan aborsi, sudah menjadi tradisi. Semua itu adalah akibat arus sekularisasi dan liberalisasi. Tentu kita bertanya, mengapa sebuah Partai Kristen (PDS) yang dipimpin pendeta misionarisfanatik begitu bersemangat memperjuangkan sekularisasi di sebuah negeri Muslim (Indonesia) danberjuang keras agar negara dipisahkan dari agama? Jawabnya tidak terlalu sulit ditebak, karena mereka tidak ingin bangsa Muslim ini menjadi bangsayang taat kepada nilai-nilai Islam. Mereka ingin kaum Muslim hancur dan jauh dari nilai-nilai danhukum agama Islam, sehingga mudah menjadi mangsa pemurtadan. Mereka paham, bahwa sekularisme adalah senjata pemusnah massal yang ampuh untukmemusnahkan nilai-nilai agama, sebagaimana yang terjadi di wilayah Kristen. Al-Quran menyebutkan: "Dan mereka akan selalu memerangi kamu, sampai mereka (dapat)mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), jika mereka sanggup." (QS Al Baqarah:217). "Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang)dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi penyesalan bagi mereka, danmereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka jahannam orang-orang kafir itu akan dikumpulkan."

  • (QS Al Anfal:36). Dalam Tafsir al-Azhar, Hamka memberi penjelasan tentang ayat tersebut: "Perhatikanlah betapadi zaman sekarang, orang-orang menghambur-hamburkan uang berjuta-juta dolar tiap tahun, bahkantiap bulan, untuk menghalang-halangi jalan Allah yang telah dipegang teguh oleh kaum Muslimin.Perhatikanlah betapa zending dan misi Kristen dari negara-negara Barat memberi belanja penyebaranagama Kristen ke tanah-tanah dan negeri-negeri Islam. Diantara penyebaran Kristen dan penjajahan Barat terdapat kerjasama yang erat guna melemahkankeyakinan umat Islam kepada agamanya. Sehingga ada yang berkata bahwa, meskipun orang Islam itutidak langsung menukar agamanya, sekurang-kurangnya bila mereka tidak mengenal agamanya lagi,sudahlah suatu keuntungan besar bagi mereka. Jika bapa-bapanya dan ibu-ibunya masih saja berkuatmemegang iman kepada Allah dan Rasul, moga-moga dengan sistem pendidikan secara baru, jalanfikiran si anak hendaknya berubah sama sekali dengan jalan fikiran kedua orang tuanya. Demikian juga propaganda anti-agama, mencemohkan agama, dan menghapuskan kepercayaansama sekali kepada adanya Allah, itupun dikerjakan pula oleh orang kafir dengan mengeluarkanbelanja yang besar. Yang menjadi sasaran tiada lain daripada negeri-negeri Islam. Demikian Hamka. Karena itu, kita dapat memahami, jika sekularisme menjadi program partai misionaris Kristen diIndonesia, karena mereka memang berkepentingan untuk memuluskan misinya, melemahkan aqidah danakhlak kaum Muslim. Tetapi, dapatkah kita memahami, jika ada umat atau tokoh politik atau tokohIslam yang mengkampanyekan hal yang sama dengan kelompok misionaris Kristen itu? Wallahu alam. (KL, 28 Januari 2004). Janji dan Ancaman Powell di Kompas Di harian Kompas, Menteri luar negeri AS, Colin Powell, menulis artikel panjang berjudul ?Strategi Kemitraan AS?. AS membangun opini bahwa dirinya adalah negara pembela demokrasi dankeadilan. Baca di CAP Adian Husaini, MA ke-42 Menteri luar negeri AS, Colin Powell, menulisartikel panjang di Harian Kompas (29-30 Januari 2004). Judulnya sangat menarik: ?StrategiKemitraan AS?. Melalui judul itu, tentu AS ingin membangun opini, bahwa AS ingin membangunkemitraan, pertemanan dengan semua bangsa, dan bukan ingin menjajah, menghegemoni, mendikte,menguasai, dan menindas. Tulisan in perlu dicermati dengan seksama, meskipun sebagian besarmanusia di muka bumi in mungkin sudah a priori, bahwa itu hanya retorika AS, yang biasanya berbedadengan aplikasinya di lapangan. Tapi, bagaimana pun, ada banyak ungkapan yang perlu dicermatiuntuk membuktikan, apakah hal itu hanya berupa retorika atau memang fakta. Kata Colin Powell: ?Kami ingin mengembangkan martabat kemanusiaan dan demokrasi di dunia,untuk menolong masyarakat bangkit dari kemiskinan dan untuk mengubah sistem kesehatan publik yangtidak memadai. Namun, keinginan itu hanya bisa terwujud bila perdamaian di masa ini bisa"dipelihara, dipertahankan, dan diperluas".

  • Jangan salah, inilah yang menjadi tujuan utama kebijakan AS di abad ke-21. Kami memerangiterorisme bukan hanya karena kami berkewajiban, namun juga karena kami mampu melakukannyademi mewujudkan dunia yang lebih baik. Itu sebabnya kami komit terhadap demokrasi, pembangunan,kesehatan masyarakat global, dan hak asasi manusia sebagai syarat mutlak perdamaian global.? Indah sekali kata-kata Colin Powell itu bukan? AS ingin membangun martabat kemanusiaan umatmanusia seluruhnya. Benarkah demikian? Dunia kini masih dicekik berbagai ketimpangan. Sebagianbesar umat manusia masih hidup dalam kemiskinan. Sejak tahun 1980-an, setiap hari, 10.000 manusiamati kelaparan. Tetapi, AS mengucurkan dana ratusan trilyun rupiah untuk mega proyek yang disebut terorisme,termasuk mengucurkan dana trilyunan rupiah setiap tahun kepada Israel untuk memburu para pejuangPalestina yang dicap sebagai teroris. Secara kultur, pola hidup banyak rakyat AS sudah terlalu jauh dengan nilai-nilai kemanusiaan.Lihatlah, bagaimana mereka mengeruk keuntungan dari bisnis film, minuman keras, dan berbagaianeka hiburan yang menjual mimpi dan membangun mental konsumerisme. Biaya makan untuk anjingdi AS, jauh mencukupi untuk makanan seluruh penduduk Afrika. Di tengah situasi penderitaan umatmanusia, kita menyaksikan, bagaimana rakyat AS berebut membeli celana dalam Marylin Monroe danMadonna, dan sibuk melakukan polling memilih artis terseksi tahunan. Film berjudul ?8 mm?,menggambarkan bagaimana bisnis pornografi di AS berlangsung dengan sangat mengerikan. AS membangun demokrasi dunia? Kita akui, dunia bisa banyak belajar dari proses pemilihanPresiden AS yang sekarang sedang berlangsung. Cukup menarik. Tetapi, pada level global, ASsebenarnya telah gagal membangun demokrasi. Di PBB, hingga kini, AS selalu menolak prosesdemokratisasi, dan terus mempertahankan sistem veto di Dewan Keamanan PBB, yang hanyadinikmati 5 negara pemenang Perang Dunia II. Dalam berbagai kasus internasional, seperti Israel, Mahkamah Kriminal Internasional, danpenyelamatan lingkungan (Protokol Kyoto), AS berjalan sendirian dengan beberapa gelintirsekutunya. Mereka berhadapan dengan hampir semua semua negara. Inikah demokrasi? Dalam kasusserbuan ke Iraq, jelas sekali posisi AS adalah minoritas. Tampak, bahwa tulisan Powell itu masih berbicara dalam tataran ?idealis? denganmengedepankan jargon-jargon moralis, semisal perdamaian dunia, pemberantasan terorisme,kemitraan, dan sebagainya. Tulisan Powell cukup retoris. Para pendukung Bung Karno bisa lupa jargon popular di masanya, ?Amerika kita seterika, Inggris kita linggis!? Pun, ketika Bung Karno berpidato di depan Sidang UmumPBB ke-15, 30 September 1960, beliau katakan: ?imperialisme dan kolonialisme adalah buah darisystem Negara Barat itu, dan seperasaan dengan mayoritet yang luas daripada organisasi in, sayabenci imperialisme, saya jijik pada kolonialisme.?

  • Itu zaman Soekarno, dunia masih bercorak ?bi-polar?, ada dua kutub besar yang bertarung: ASdan USSR. Setelah USSR runtuh, zaman berubah. AS menjadi satu-satunya raja dan superpower yangtelunjuknya kian ampuh. Jari jemarinya mencengkeram ke seantero jagad. Atas nama memelihara perdamaian dunia. Para pemimpin dunia, meskipun terkadang engganmenuruti semua perintah ?kaisar?, tetap menjadikan ?restu AS? sebagai indikator penting satukekuatan politik. Kira-kira, banyak yang berlogika, ?Buat apa lawan AS, cari penyakit?. Lihatlah ?musuh-musuh? AS, satu-persatu ditumbangkan atau ditaklukkan: Taliban, Saddam Hussein, Omar al-Bashir, Khadafy. Nasib Norriega dari Panama begitu mengenaskan. Setelah bertahun-tahun mengabdikepada AS, akhirnya diculik dan dijebloskan ke tahanan AS. Saddam Hussein, yang berkoar-koarhebat, sebelum perang, kini meringkuk dalam tahanan AS. Khadafy yang bertahun-tahun menolakmenyerahkan dua warganya, tersangka kasus pengeboman Pan Am, akhirnya juga menuruti kemauanAS. Jadi, kata-kata Colin Powell yang manis, akan banyak dilihat sebagai kata-kata sang penguasadunia, yang ditakuti begitu banyak penguasa dunia. Dunia sebenarnya masih bisa berharap, AS tidakberjalan sendiri dalam menangani dunia, tidak mengedepankan unilateralisme, tetapi multilateralisme.Tidak hanya memikirkan kemakmuran dan keamanan dirinya dan sekutu-sekutu dekatnya saja,melainkan juga memikirkan nasib umat manusia, semuanya. Tetapi, Colin Powell masih tetap menggunakan logika kekuatan dalam mengatasi masalah dunia :?Prioritas kami yang tak kalah penting adalah determinasi untuk mengembangkan hubungan kooperatifdi antara kekuatan-kekuatan besar di dunia (major powers).? Tahun 1961, sejarawan Arnold Toynbee menulis tentang posisi dan sikap AS yang tidak adil, danhanya mementingkan kekuatan-kekuatan besar, kaya, dan minoritas umat manusia, sebagaimana yangdulu dilakukan imperium Romawi. Tulis Toynbee: ?America is today the leader of a world-wideanti-revolutionary movement in the defense of vested interests. She now stands for what Rome stoodfor. Rome consistently supported the rich against the poor in all foreign communities that fell underher sway; and, since the poor, so far, have always and everywhere been far more numerous than therich, Rome?s policy made for inequality, for injustice, and for the least happiness of the greatestnumber.? Sebagai super power dan jagoan, AS telah banyak menunjukkan kekuatan ototnya. (RakyatCalifornia pun lebih percaya ?sang terminator?, Arnold Scwarzenegger, untuk memimpin mereka).Kini, yang perlu dibuktikan AS adalah menundukkan hati dan akal umat manusia. Bahwa AS bukan hanya jagoan dan mampu berbuat apa saja untuk memenuhi kepentingannya,tetapi AS juga menjadi negara dan bangsa yang dicintai dan dihormati umat manusia. Hingga kini,terbukti, hal itu masih menjadi mimpi. Ideal sekali kata-kata penutup Colin Powell, bahwa, ?Reputasi AS dalam hal kejujuran dankepedulian akan terus berlangsung? Namun, seraya kami memelihara, mempertahankan, dan

  • memperluas perdamaian yang dimenangi manusia-manusia bebas di abad ke-20; kebenaran akanterbukti di abad ke-21. Kami senantiasa mengejar kepentingan rakyat AS yang mengedepankankebenaran maupun dalam prinsip serta tujuan kami yang benar? Kepentingan kami yangmengedepankan kebenaran telah menjadikan kami mitra bagi siapa pun yang menghargai kebebasan,martabat kemanusiaan, dan perdamaian.? Kebenaran, kebebasan, martabat manusia, dan perdamaian! Luar biasa, kata-kata Powell itu.Bisakah kata-kata Powell itu dipertanggungjawabkan dan dibuktikan? Dalam wawancara denganHarian Kompas (17 November 2002), Prof. Johan Galtung menyatakan: ?Dibandingkan denganserangan yang pernah dilakukan teroris, terorisme negara yang dilakukan AS jauh lebih berbahayakarena menggabungkan fundamentalisme agama dan fundamentalisme pasar.? Galtung, perumus teori dependensia dan strukturalisme, mengaku telah berkirim surat kepadaPresiden Bush yang meminta agar AS mengubah politik luar negerinya, mengakui negara Palestina,meminta maaf karena sering mencampuri urusan negara lain, melanggar hukum internasional, dan tidakmenghormati Islam. ?Saya tidak tahu apakah Bush membaca surat itu, tetapi yang dilakukan justrusebaliknya,? kata Galtung. Tentang peristiwa 11 September yang banyak dijadikan pijakan kebijakan luar negeri AS dewasaini, Galtung memberi saran: ?Tangkap pelakunya dan ubah kebijakan luar negeri AS! Ubah kebijakanluar negeri AS!?. Suara semacam itu begitu banyak dilantunkan oleh para pemikir dan pemimpin dunia. Wahai AS,ubahlah kebijakan luar negerimu! Di tanganmu, kini terletak tanggung jawab besar menyelamatkandunia! Namun, AS seperti belum memandang penting berbagai seruan dan imbauan semacam itu.Logika kekuatan, miht is right, masih begitu banyak digunakan dalam menangani berbagai masalah. Kadang terlihat tidak sabar. Serbuan ke Irak telah meluluhlantakkan harapan umat manusia akanpentingnya peran ?hukum internasional?. Jutaan manusia di AS dan negara-negara Baratberdemonstrasi menentang tindakan AS itu. Sampai-sampai George Sorosh menyerukan untukmengakiri pemerintahan ?ekstrimis Bush?. Penulis terkenal Chile Luis Sepulveda mengecam invasi pimpinan AS ke Iraq, denganmenyebutkan tindakan itu sebagai ulah sekelompok "orang-orang fanatik yang berbahaya" yangberkuasa di Washington. "AS adalah bangsa teroris pelopor," katanya dalam satu wawancara yang diterbitkan mingguanberita Portugal Visao. Suara-suara seperti ini sudah tak terhitung lagi banyaknya. Kritik dan sentimenanti AS bermunculan dan tumbuh subur di mana-mana. Bahkan, dalam sebuah polling di Eropa, awalNovember 2003, AS menduduki posisi keenam sebagai negara yang mengancam perdamaian dunia,setelah Israel, Korea Utara, Iran, Afghanistan dan Iraq. Ingat, bahwa sekutu terdekat AS, Israel, justru dipandang sebagai ancaman perdamaian dunia yangutama di dataran Eropa.

  • Dunia pun selama ini banyak dibuat dibuat geleng-geleng kepala dengan berbagai kebijakan AS,terutama dalam soal pembelaannya yang membabi buta terhadap Israel. AS sering berjalan sendiri,berhadapan dengan suara mayoritas negara. Dengan senjata vetonya, AS terus memainkan perananpenting dalam menjaga dan menganakemaskan Israel. Dunia telah kelu lidahnya meminta agar PBBdirestrukturisasi dan hak-hak istimewa (veto) AS dan empat negara lainnya di DK-PBB dihilangkan.Bisakah logika internasional terus-menerus dipaksa menerima, bahwa semua keistimewaan yangdinikmati AS, Israel, dan beberapa sekutunya, perlu dipertahankan sampai kiamat, demi memeliharaperdamaian dan kemaslahatan umat manusia? Tahun 1997, Senat AS meluluskan undang-undang yang meratifikasi implementasi ?Convention ofthe Prohibition of the Development, Production, Stockpiling and Use of Chemical Weapons and ontheir Destruction?. Namun, itu dengan syarat: Presiden AS berhak menolak permintaan inspeksifasilitas persenjataan kimia di dalam negeri AS, jika Presiden menganggap inspeksi tersebut akanmengancam kepentingan pertahanan nasional (the national security interests) AS. Emak bukan jadisuper power? Negara lain boleh diobok-obok karena diduga memiliki senjata nuklir, dan senjatapemusnah massal lainnya, tetapi negaranya sendiri tidak boleh! Menarik menelaah buku berjudul ?Rouge State: A Guide to the World?s Only Superpower?(2002), yang ditulis William Blum, seorang bekas pejabat Departemen Luar Negeri Amerika. Blummenjelaskan, bahwa intervensi Amerika ke berbagai penjuru dunia, diantaranya bertujuan menguatkanAmerika sebagai satu-satunya superpower. Bagi Amerika, tidak boleh ada yang menyaingi dia. Blum menyimpulkan, sudah dibuktikan, bahwa selama lebih dari 50 tahun, secara klinis, politikluar Amerika boleh dikatakan ?gila? (However, it can be argued, that for more than half centuryAmerican foreign policy has, in actuality, been clinically mad.). Blum menunjukkan dokumen ?USStrategic Command? tentang ?Essentials of Post-Cold War Deterrence?, yang menyebutkan bahwatindakan Amerika yang terkadang kelihatan ?out of control?, irasional, dan pendendam, boleh jadimenguntungkan untuk menciptakan rasa takut dan keraguan pada musuh-musuhnya. (That the US maybecome irrational and vindictive if its vital interests are attacked should be a part of national personawe project to all adversaries). Powell boleh bicara seideal mungkin. Namun, Samuel P. Huntington (1996) -- penasehat kawakanpolitik luar negeri AS ? menulis panduan: ?It is human to hate. For self definition and motivationpeople need enemies: competitors in business, rivals in achievement, opponents in politics.? Kata Huntington, adalah manusiawi untuk saling membenci satu sama lain. Untuk mendefinisikandirinya, dan untuk menimbulkan motivasi, manusia membutuhkan musuh. Jadi, AS butuh musuh. Dansungguh, ini merupakan hal yang luar biasa dalam sejarah politik internasional, bahwa sebuah negarasuperhebat yang belum pernah ada dalam sejarah manusia sebelumnya, menentukan musuh utamanyaadalah seorang kakek bernama Osama bin Laden. (KL, 6 Februari 2004).

  • Tokoh Katolik Minta Mukaddimah UUD 1945 Diganti Tokoh CSIS, J Soedjati Djiwandono dalam tulisannya di sebuah koran mengatakan, secara logisRI seharusnya adalah negara sekuler merupakan sikap istiqomah kalangan Kristen sejak perjuanganPiagam Jakarta. Baca CAP Adian Husaini, MA ke-43 Tulisan tokoh Katolik dari CSIS, J SoedjatiDjiwandono, di Harian Suara Pembaruan (9 Februari 2004), sangat perlu untuk dicermati bangsaIndonesia. Kaum Muslim khususnya. Judulnya ialah ?Mukadimah UUD 1945 Tidak Sakral, PerluDiganti?. Soedjati adalah seorang pakar hubungan internasional yang banyak menulis masalah politikdalam negeri Indonesia. Ia juga kolumnis tetap di majalah Katolik Hidup. Ia bisa dikatakan, salah satutokoh dan cendekiawan Katolik penting yang merumuskan pemikiran-pemikiran politik keagamaan diIndonesia. Gagasannya sangat jelas, pikiran bahwa Mukaddimah UUD 1945 tidak dapat diganti, adalahkeliru. Sebab UUD 1945, termasuk mukaddimahnya, adalah buatan manusia, bukankitab suci, dankarena itu keliru membuat atau menganggapnya sakral atau keramat. Secara sekilas, kita bisa menyimak alasan yang dikemukakan Soedjati. Bagian Pemukaan UUD1945, yaitu Pancasila, terutama Sila Ketuhanan YME, telah menimbulkan perbedaan pemahamandiantara berbagai golongan agama di Indonesia. Perbedaan, kerancuan atau ambivalensi pemahamantentang makna sila pertama itu, telah selalu mengancam persatuan bangsa dan keutuhan negara. Hal itulebih lanjut mengakibatkan kerancuan identitas negara Indonesia, yang "bukan negara sekuler", tetapijuga "bukan negara agama". Pihak sebagian golongan Islam, kata Soedjati, menganggap sila pertama, "Ketuhanan YME,"sebagai kewajiban setiap warga negara untuk percaya pada Tuhan YME. Lebih dari itu, kepercayaanitu sekan-akan harus melalui agama dan itu pun terbatas pada agama yang diakui negara. Sebaliknya,pihak golongan-golongan non-Muslim memahaminya sebagai pernyataan kebebasan beragama,sehingga mereka merasa "aman" dalam menjalankan ibadah, mendirikan rumah ibadat, dan bergantiagama kapan pun mereka menghendakinya, apa pun alasannya. Yang lebih serius lagi, menurut Soedjati, dalam jangka panjang, perbedaan pemahaman itu lebihberbahaya untuk persatuan, keutuhan maupun keamanan negara ini, sebab adanya kerancuan identitasnegara RI, dan akhirnya juga menyangkut ketidaktegasan tentang sumber hukum negara. ?Apakahhukum agama merupakan sumber hukum negara, dan kalau ya, hukum agama yang mana, dalam bidangapa dan seberapa jauh? Kecenderungannya hingga sekarang adalah bahwa hukum agama mayoritassemakin berperanan, bahkan kalaupun semakin lama kurang dibungkus dengan "Syariat Islam". Usulan Soedjati dalam tulisannya sangat tegas: ?Secara logis dan jelas RI seharusnya adalahnegara sekuler, dalam pengertian yang paling mendasar, yaitu dipisahkannya politik dari agama,antara "kekuasaan" agama dan kekuasaan politik atau negara.? Soedjati berargumen, ?Kenyataannya adalah bahwa negara-negara sekuler tidak menindas, apalagimelarang dan membunuh agama. Berbagai agama, Kristen, Yahudi, maupun Islam, justru hidup suburdi negara-negara sekuler. Sebaliknya, sekularisasi menghalangi dan mencegah manipulasi agama dan

  • intervensi negara dalam masalah-masalah internal agama.? Ia menyebut sumber rujukannya dari bukukarya tokoh feminis Fatema Mernissi, berjudul ?Islam and Democracy: Fear of the Modern World?. Karena itu, kata Soedjati, menganggap Mukadimah itu kramat atau sakral sehingga tidak bolehdiubah, dan dengan demikian membiarkan perbedaan, sekurang-kurangnya ambivalensi atauketidakjelasan pemahaman tentang asas Ketuhanan YME; berarti juga mengabadikan benihperpecahan bangsa. Sebab itu pula, demi persatuan bangsa dan keutuhan negara, Mukadimah UUD1945 pada ahirnya harus diganti, dan dengan demikian kita berganti UUD. Para pendiri republik inibukannya tidak dapat berbuat salah. Mereka tidak bisa secara lengkap dan akurat mengantisipasiperkembangan zaman yang kita hadapi sekarang ini. Terakhir ia menutup tulisannya: ?Kompromi yanglebih menjamin keadilan antar golongan adalah sekularisasi.? Demikian gagasan SoedjatiDjiwandono. Usulan tokoh Katolik ini menarik jika kita telaah dari aspek historis. Ada kemajuan pesat dalampemikiran dan sikap politik pihak non-Muslim (khususnya Kristen/Katolik) dalam soal UUD 1945.Perlu kita catat, bahwa Mukaddimah UUD 1945 sekarang in adalah hasil ultimatum pihak KristenIndonesia Timur, yang disampaikan melalui Bung Hatta. Isi ultimatum itu ialah: jika Indonesia tidakmengubah Mukaddimah UUD 1945 hasil Sidang BPUPKI (Piagam Jakarta), yan mengandung ?tujuhkata? ? Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya ? makaIndonesia Bagian Timur tidak akan mau bergabung dengan negara Indonesia. Ultimatum pihak Kristenitu dilakukan, setelah mereka gagal menyampaikan aspirasi dalam sidang-sidang BPUPKI. Pada tanggal 11 Juli 1945, misalnya, seorang tokoh Kristen asal Maluku bernama Latuharharymemprotes Piagam Jakarta, dalam sidang BPUPKI. Ketika itu Soekarno dan KH Wachid Hasjim(bapaknya Abdurrahman Wahid), membela Piagam Jakarta. Soekarno mengatakan: ?Saya ulangi lagi,bahwa ini satu kompromis untuk menyudahi kesulitan antara kita bersama. Kompromis itu punterdapat sesudah keringat kita menetes. Tuan-tuan, saya kira sudah ternyata bahwa kalimat ?dengandidasarkan kepada Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" sudah diterima oleh Panitia ini.? Maka, upaya Latuharhary untuk menjegal Piagam Jakarta gagal. Tetapi, kalangan Kristen tidakberhenti sampai di situ. Mereka kemudian menggunakan tangan opsir Jepang dan Muhammad Hattauntuk mengganjal Piagam Jakarta. Akhirnya, Piagam Jakarta dapat digagalkan melalui ultimatum pihakKristen. Moh. Natsir dalam tulisannya di buku Fakta dan Data, menyebut peristitiwa 18 Agustus 1945itu sebagai "Peristiwa ultimatum terhadap Republik Indonesia yang baru saja diproklamirkan". Ia jugamengingatkan, bahwa umat Islam jangan sampai lupa akan peristiwa 18 Agustus 1945 tersebut. Kata Natsir: ?Menyambut hari Proklamasi 17 Agustus kita bertahmied. Menyambut hari besoknya,18 Agustus, kita beristighfar. Insyaallah umat Islam tidak akan lupa.? (Lihat, Moh. Natsir dalamtulisannya berjudul "Tanpa Toleransi Takkan Ada Kerukunan", dalam buku Fakta dan Data, MediaDakwah, 1991). Setelah puluhan tahun Indonesia merdeka, sikap pihak Kristen terhadap Piagam Jakarta tidakberubah sama sekali. Majalah Katolik, Hidup, No. 27, Tahun 1989, memuat sebuah tulisan Pater

  • Wijoyo S.J yang berjudul ?Tiada Toleransi untuk Piagam Jakarta?. Dalam sidang-sidang Konstituante,1955-1959, pihak Islam masih tetap memperjuangkan kembalinya Piagam Jakarta. Perlu dicatat, bahwa dalam Sidang-sidang BPUPKI, tahun 1945, mula-mula pihak Islammemperjuangkan terbentuknya sebuah negara Islam. Namun ditolak oleh golongan sekuler-Kristen.Akhirnya, seperti dikatakan Soekarno, tercapailah kata sepakat atau kompromi, yaitu Piagam Jakarta.Jadi, Piagam Jakarta adalah hasil kompromi, bukan kemenangan pihak Islam. Tetapi, dalamperjalanan sejarahnya, hasil kompromi itu pun digugat dan ditentang pihak Kristen, habis-habisan. Perubahan besar-besaran sikap tokoh-tokoh Muslim di era reformasi. Pucuk pimpinan NU,Muhammadiyah, dan juga sejumlah cendekiawan terkemuka, memelopori penolakan usahamemasukkan kembali ?tujuh kata? dalam UUD 1945. Para tokoh Islam in beralasan, bahwamemperjuangkan masuknya syariat Islam dalam konstitusi akan membuat bangsa Indonesia pecahbelah. Para tokoh itu mencoba mengakomodir dan memahami jalan pikiran dan sikap pihak Kristen.sebagaimana yang juga dulu dilakukan saat mereka menerima ultimatum pihak Kristen melalui BungHatta. Pada tanggal 10 Agustus 2000, tiga tokoh ? M. Syafii Maarif, Hasyim Muzadi, dan NurcholishMadjid -- mengeluarkan pernyataan bersama di Hotel Indonesia, yang isinya menolak upayamengembalikan Piagam Jakarta. Judul pernyataan mereka: ?Kami menolak Pencantuman KembaliPiagam Jakarta dalam UUD 1945.? Salah satu alasan penolakan mereka adalah, bahwa ?dimasukkannya kembali tujuh kata itu akanmembangkitkan kembali prasangka-prasangka lama dari kalangan luar Islam mengenai ?negara Islam?di Indonesia. Prasangka-prasangka in jika dibiarkan kembali berkembang, akan dapat menggangguhubungan-hubungan antar kelompok yang pada ujungnya akan menimbulkan ancaman disintegrasi.? Terlepas dari pro-kontra sikap ketiga tokoh tersebut, tampak bahwa semangat kaum Muslim untukmempertahankan integritas negara kesatuan RI (NKRI) begitu besar. Gagasan negara Islam, PiagamJakarta, Ketuhanan YME, didasari oleh sikap mempertahankan NKRI. Untuk itu, umat Islam bersediamengalah, bersedia kompromi, meskipun mereka adalah mayoritas, dan sangat besar andilnya dalammemperjuangkan kemerdekaan RI dan mengusir penjajah yang begitu banyak berjasa dalammenyebarkan agama Kristen di Indonesia. Itu bisa dilihat dari perjalanan gagasan dari konsep ?negaraIslam?, sampai akhirnya menerima ?Mukaddimah UUD 1945? dengan sila ?Ketuhanan YME?. Perlu dicatat, bahwa ketika Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, Partai Islam Masyumiyang sangat dirugikan oleh Dekrit tersebut, juga menyatakan, menerima dekrit. Dalam notanya kepadaPresiden RI tanggal 28 Juli 1959, Masyumi menyampaikan pernyataan: ?Mulai saat in (derkit), sesuaidengan pembawaan Masyumi, maka Masyumi tunduk kepada UUD yang berlaku dan oleh karena itumerasa berhak pula untuk meminta dan dimana perlu menuntut, kepada siapa pun, juga pemerintah danPresiden, untuk tunduk kepada UUD sebagai landasan hidup bernegara.? Namun, tulisan Soedjati memberikan bukti, bahwa pihak Kristen tampaknya belum puas untukterus menekan umat Islam Indonesia. Meskipun sudah menjadi kesepakatan semua kekuatan politik

  • pada Sidang MPR terakhir, tokoh Katolik itu tetap melihat bahwa sila ?Ketuhanan YME? pun masihmenguntungkan umat Islam. Jadi sila itu perlu diubah dan dinyatakan secara tegas, bahwa Indonesiaadalah negara sekuler, dan tidak ada hak istimewa apa pun yang boleh dinikmati oleh umat Islamsebagai mayoritas bangsa Indonesia. Tidak boleh! Maka, pihak Kristen memang sangat geram ketika ada kalangan Muslim yang mempromosikangagasan demokrasi rasional-proporsional, bahwa sebagai mayoritas bangsa yang begitu besar jasanyakepada bangsa ini, seyogyanya umat Islam juga terwakili secara proporsional dalam berbagai aspekkehidupan: politik, militer, ekonomi, sosial, dan sebagainya. Pemikiran yang wajar dalam sebuahkerangka pemikiran demokrasi. Seperti halnya, sekarang dikembangkan oleh kalangan aktivisperempuan, yang menuntut kuota politik tertentu di lembaga legislatif. Seorang seorang pendeta,bernama Oktavianus, menulis dalam buku ?Beginikah Kemerdekaan Kita??, bahwa "Jika idedemokrasi rasional dan proporsional diterapkan dan bukan demokrasi Pancasila, Indonesia bagianTimur tentu akan terangsang untuk memisahkan diri dari Republik." Ini adalah ultimatum sepertihalnya, pada tahun 1945. Bagaimana pun, kita perlu salut pada sikap ?konsisten? pihak Kristen dalam menentang ide negaraIslam, Piagam Jakarta, sampai sila Ketuhanan YME. Mereka konsisten, dan kokoh sikapnya. Tidakbergesar sedikit pun sejak 1945, sampai sekarang, bahkan terus maju. Ibarat jual beli, sejak awalkemerdekaan, pihak Kristen membuka harga Rp 100, dan tidak bergeser. Sementara pihak Islam,semula mengajukan tawaran Rp 100, kemudian tinggal Rp 70, dan seterusnya, sampai akhirnya munculberbagai seruan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara sekuler, sebagaimana yang diserukan olehpihak Kristen. Dalam sebuah diskusi di Jakarta pada 31 Januari 2001, bersama Nurcholish Madjid, A. SyafiiMa'arif, Ulil Abshar Abdalla, dan Ja'far Umar Thalib, saya sempat sampaikan, bahwa saya salut padasikap pihak Kristen yang sejak awal ?konsisten? dalam soal Piagam Jakarta, syariat Islam, dansebagainya. Sementara, pihak Islam, justru kemudian bergeser jauh dan semakin mendekati sikappihak Kristen. Ini fakta. Sekarang terbukti, bahwa sikap ?mengalah? dan ?toleran? pihak Islam itumasih tidak dianggap cukup. Sila Ketuhanan YME masih dianggap ada celah-celah yangmenguntungkan Islam, sehingga perlu diubah, itu bukanlah hal baru. Sikap Soedjati terhadap sila Ketuhanan YME dapat dijadikan bahan pelajaran, bahwa dalam satupergulatan ideologi, politik, di Indonesia, pertarungan ideologis ini masih terus berlangsung denganhebat. Seperti kita bahasa dalam catatan sebelumnya, kita bisa mempertanyakan, mengapa pihak-pihakKristen begitu gencar, mempromosikan ide sekularisme ini? Betulkah di negara-negara sekuler, agamaberkembang dengan baik, seperti klaim Soedjati? Ini adalah ucapan tanpa bukti yang nyata. Betapabanyak keluhan dari pihak Kristen sendiri, bahwa sekularisme di Barat, telah meruntuhkan sendi-sendi bangunan Kristen. Jika negara-negara Kristen Barat kemudian terpaksa menerima sekulerisme,itu adalah karena trauma Barat terhadap dominasi dan kekuasaan Gereja Kristen yang menindasmasyarakat, atas nama agama. Sebab Paus diposisikan sebagai wakil Kristus (Vicar of Christ),sehingga boleh berbuat apa saja atas nama Tuhan.

  • Kita sungguh tidak habis mengerti, pihak Kristen begitu benci dan takutnya dengan syariat Islam,dan sekuat tenaga menghalangi orang Islam menjalankan hukum-hukum agamanya, tetapi merekasendiri tidak mengajukan hukum-hukum agama mereka untuk diterapkan di tengah masyarakat.Padahal, Kitab mereka, Bible, penuh dengan ketentuan dan hukum-hukum Tuhan. Mengapa? Karenamereka, orang-orang Kristen sekuler, itu sendiri sudah tidak yakin dengan agama mereka, dengan kitabagama mereka. Keraguan, ketidakyakinan mereka itu, kemudian ingin dipaksakan kepada kaumMuslim. Jika ada kaum Muslim yang mengikuti jalan mereka, maka benarlah apa yang dikatakan Rasulullahsaw, tentang fenomena Muslim yang mengikuti sunnah, jalan hidup kaum Yahudi dan Nasrani,meskipun mereka masuk ke lubang biawak sekalipun. Perlu dicatat, Soedjati adalah seorang tokoh Katolik yang sejak puluhan tahun lalu sudah punyahubungan dengan Zionis Israel. Maka, ia sangat geram ketika kaum Muslim menentang rencanapembukaan hubungan diplomatik antara Indonesia-Israel. Di Majalah Katolik Hidup, edisi 14 November 1999 ia menulis kolom berjudul: ?HubunganDagang dengan Israel.? Di situ, ia mengecam politik luar negeri Indonesia selama ini yang hanyaberpihak kepada Palestina. Ia menulis: ?Tetapi mengapa kita hanya mendukung bangsa Palestina, dantidak mendukung Israel? Apakah bangsa Yahudi bukan suatu bangsa yang juga mempunyai hakmenentukan nasib sendiri? Kalau kita secara mutlak hanya memikirkan bangsa Palestina, lalu maudiapakan bangsa Israel? Dipunahkan sama sekali, dibuang ke laut? Kalau benar ada, pemikiransemacam itu sejajar dengan pemikiran komunis, yang mana kelas lain di luar kelas proletar (buruh)harus dimusnahkan.? Begitu tulis Soedjati! Tampak, bahwa sebagai pakar hubungan internasional, pemikiran Soedjati sangat bias, sengajamemanipulasi sejarah. Umat Islam, dan dunia internasional, tidak mendukung Israel, karena negaraZionis itu adalah negara penjajah dan kolonial, yang terus melakukan kekejaman dan pembantaianserta pendudukan terhadap wilayah Palestina. Puluhan Resolusi PBB telah diabaikan oleh Israel.Dunia internasional tahu akan hal itu. Kristen Palestina sendiri terus menjadi korban kekejaman Israel.Beratus-ratus tahun, Umat Islam menjadi pelindung bangsa Yahudi, saat mereka ditindas dan dibantaihabis-habisan oleh kaum Kristen Eropa. Semua fakta sejarah itu begitu gambling. Sikap Indonesiahingga kini jelas, berdasarkan Mukaddimah UUD 1945 yang ?anti-penjajahan? maka, Indonesiamenolak membuka hubungan dengan Israel, karena negara Zionis itu adalah kolonial. Tetapi, mengapaSoedjati meminta Indonesia mendukun Israel? Itulah Soedjati Djiwandono. Wallahu a?lam. (KL, 12 Februari 2004). Pemilu 2004: Pilih Apa? Pemilu 2004 diduga akan didominasi partai sekular. Politisi Muslim mungkin akan berkoalisidengan mereka untuk capres. Mana yang akan menguntungkan Islam?. Baca CAP Adian Husaini ke-45

  • Kamis 11 Maret 2003, kemarin, kampanye pemilihan umum 2004 dimulai. Gegap gempita dansemarak pemilu mulai merambah jalan-jalan raya. Selama beberapa hari di Jakarta dan beberapa kotalainnya, mulai 19 Februari-7 Maret lalu, saya sempat bertemu dengan sejumlah tokoh dan politisi diIndonesia. Banyak informasi penting seputar pemilu 2004 dan perilaku para politisi. Beberapa diantaranya tidak terekspose di media massa. Dari sejumlah analisis dan informasi yangsaya terima, tampaknya ada dugaan, bahwa Golkar akan memenangkan pemilu 2004, disusul PDIP,PKB, dan seterusnya. Golkar diperkirakan meraih suara sekitar 25 persen, PDIP, sekitar 20 persen.Benarkah? Wallahu alam. Malah, ada berita, Golkar kemungkinan akan menjalin koalisi dengan PDIPuntuk pemilihan Presiden RI 2004-2009. Jika koalisi itu terjadi, ditambah PKB, maka kemungkinan ketiga partai itu akan mendominasisuara pemilihan Presiden. Bisa diatur, misalnya, Megawati Presiden, Yusuf Kalla Wapres, dan PKBakan mendapat jatah posisi-posisi kabinet dan jabatan strategis lainnya. Tentu semua perkiraan itumasih terlalu dini, masih harus menunggu hasil pemilu legislatif 2004. Bagaimana dengan Amien Rais dengan PAN-nya? Aneh! Dari berbagai tokoh yang saya temui,hampir semua tidak terlalu optimis. Jika dalam pemilu tahun 1999, PAN meraih suara sekitar 7persen, maka masih menjadi tanda tanya, apakah dalam pemilu kali ini, PAN akan meraih suara yangsama. Ini juga masih dugaan, masih harus ditunggu hasilnya. Begitu juga dengan PPP dan PBB. Duapartai Islam ini masih menghadapi kondisi internal yang cukup pelik. Setelah diguncang perpecahan dengan PBR PPP juga menghadapi berbagai persoalan. Namun, PPP masih tetap diuntungkan dengankuatnya jaringan yang telah mapan sampai ke pelosok-pelosok daerah. PKS merupakan satu partai Islam yang banyak diperkirakan akan mengalami kenaikan suara. Adayang memperkirakan PKS akan meraih sekitar 5-6 persen suara. Tentu ini cukup signifikan bagipeningkatan suara sebuah partai baru. PKS sangat diuntungkan dengan wajah dan citra partai yangmuda, progresif, islami. Ia pun praktis tidak terbebani dengan dosa-dosa masa lalu. Paratokohnya pun relatif bersih dari berbagai isu tentang kecurangan, korupsi, dan sebagainya. Pertanyaan yang banyak muncul di tengah masyarakat adalah: pilih apa dalam pemilu 2004? Dikalangan aktivis Islam pun, di Indonesia dan Malaysia, pertanyaan semacam itu bermunculan. Pilihapa? Ada yang menyesalkan, mengapa umat Islam tidak dapat bersatu dalam satu partai saja. Kalausemua tujuannya sama, mengapa mereka tidak gabung saja? Mengapa mesti ada beberapa partaiIslam? Bahkan, banyak juga aktivis dan tokoh Islam yang lebih memilih partai sekuler daripada partaiIslam. Itulah uniknya Islam. Islam memang satu. Islam tidak sekedar warna-warni. Ada yang satu dalamIslam. Ada juga perbedaannya. Unsur-unsur aqidah tidak ada perbedaan. Umat Islam seluruh duniamembaca al-Quran yang satu. Beriman kepada satu Nabi terakhir, yaitu Muhammad saw. Syahadat-nya satu. Mereka melakukan shalat, azan, dan menjalankan berbagai ibadah lainnya dalam bahasaArab. Bangunan Islam sudah selesai sejak zaman Nabi Muhammad saw. Makna Islam itu sendiri digambarkan oleh Nabi Muhammad saw dalam berbagai sabda beliau.

  • Imam al-Nawawi dalam Kitab hadits-nya yang terkenal, al-Arbain al-Nawawiyah, menyebutkandefinisi Islam pada hadits kedua: Islam adalah bahwasanya engkau bersaksi bahwa sesungguhnyatiada Tuhan selain Allah dan bahwa sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, engkaumenegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan shaum Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji keBaitullah -- jika engkau berkemampuan melaksanakannya. (HR Muslim). Pada hadits ketiga jugadisebutkan, bahwasanya Nabi Muhammad saw bersabda: Islam ditegakkan di atas lima hal:persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, penegakanshalat, penunaian zakat, pelaksanaan haji ke Baitullah, dan shaum Ramadhan. (HR Bukhari danMuslim). Kita tentu berharap, para politisi Muslim yang aktif berpartai memiliki pedoman yang sama, yakniuntuk memperkuat bangunan Islam. Utamanya, bangunan aqidah Islamiyah, Iman kepada Allah danyakin bahwa tidak ada ajaran yang lebih baik dibanding ajaran Allah dan Rasul-Nya. Politisi Muslimperlu bersikap tegas dalam hal-hal yang berhubungan dengan aqidah Islam. Bukan hanya tegas dalammasalah korupsi dan penyelewengan kekuasaan, tetapi juga tegas dalam menyikapi ide-idesekularisme, liberalisme, pluralisme agama, dan berbagai ide yang meruntuhkan dan menyerangsendi-sendi aqidah Islam. Adalah aneh jika sejumlah politisi Muslim aktif menyebarkan ide politisibusuk untuk koruptor, tetapi tidak kritis terhadap politisi yang menyebarkan ide-ide yang meruntuhkanaqidah Islamiyah. Jika berpolitik diniatkan sebagai ibadah, maka seyogyanya, diberikan pedoman yang jelas,bagaimana ibadah itu dilakukan. Banyak politisi Muslim aktif menyebarkan ide reformasi danmenjadikannya sebagai kriteria furqan, untuk membedakan yang haq dan bathil. Tetapi, anehnya,tidak diberikan batasan yang jelas, apa makna kata reformasi itu sendiri, dalam pandangan Islam.Akibatnya, kata ini bisa menjadi begitu bias dan liar artinya. Sekali waktu, Abdurrahman Wahiddipuja sebagai reformis, lalu didukung dan dipilih. Lain waktu, ia dijatuhkan, karena tidak reformis.Megawati didukung karena dianggap reformis. Lain waktu lagi, dikecam karena dengan alasan tidakreformis. Lalu, gantian, di waktu lain, Abdurrahman Wahid menjadi reformis lagi dan diajakbersama-sama menumbangkan Megawati. Apakah tidak ada yang tetap dalam memilih pemimpin sesuai dengan ajaran Islam? Tentu ada. Al-Quran dan hadits begitu banyak menyebutkan kriteria pemimpin yang layak dipilih sebagai pemimpinnegara atau pemimpin apa saja. Jika untuk pemimpin rumah tangga saja diatur sedemikian rupa, makatentu Islam sangat berkepentingan dalam menentukan kriteria ideal bagi pemimpin negara. Dalam halini, kita memang sudah masuk ke dalam perangkap demokrasi. Dalam system seperti ini, pemimpintentu merupakan cerminan dari rakyatnya. Jika mayoritas rakyat hobi dangdut, maka mereka akanmemilih penyanyi dangdut untuk menjadi pemimpin mereka. Setidaknya, mereka akan memilih partaiyang pro-dangdut. Jika rakyat pro kepada pornografi dan pelacuran, tentu mereka akan menolakpemimpin yang menentang hobi mereka itu. Para politisi Muslim perlu menyadari bahwa gerakan sekularisasi dan liberalisasi di Indonesia,terus-menerus menggerus nilai-nilai agama dalam kehidupan politik. Mereka mengajak masyarakatuntuk memisahkan politik dengan agama. Nilai-nilai moral dan hukum Islam mereka sarankan untukdibuang jauh-jauh dan menggantikannya dengan hukum kesepakatan publik.

  • Hukum-hukum agama dianggap kuno dan membelenggu, sehingga harus dibuang. Itulah yang telahterjadi pada dunia Kristen, ketika mereka menolak untuk berpegang kepada hukum Taurat. Mereka kemudian mencari-cari alas an untuk membuang hukum Taurat dan menerima sekularisasi.Misalnya, dicarilah dalil pada Bible, bahwa Paulus pernah menyatakan: Kristus telah menebus kitadari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: Terkutuklahorang yang digantung pada kayu salib! (Galatia, 3:13). Padahal, Yesus sendiri diberitakan pernahmenyatakan: Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat, ataukitab para nabi; Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Akuberkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik puntidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. (Matius:5;17;18) Para politisi Muslim kiranya perlu memiliki perspektif jauh ke depan dalam memandangperjalanan dakwah Islam di Indonesia. Aspek-aspek aqidah perlu mendapatkan perhatian yang serius,disamping aspek-aspek syariah Islam. Banyak partai dan organisasi Islam yang tertarik untukmenanggapi masalah-masalah syariat, seperti soal perkawinan antar-agama, atau isu fiqih lintasagama. Tetapi, hampir tidak ada yang peduli dengan upaya sejumlah cendekiawan dan tokoh Islamyang menyebarkan metode hermeneutika sebagai alternatif pengganti tafsir al-Quran. Padahal, kinihermeneutika yang merupakan metode interpretasi Bible, sudah diajarkan di sejumlah institut danperguruan tinggi Islam. Dampak hermeneutika ini sudah terlihat dan akan terus bertambah, karenasemakin banyak yang meminati kajian ini. Sementara banyak tokoh dan ilmuwan Muslim yang tidakpeduli dan tidak tahu apa-apa tentang hal ini. Pemilu 2004 harusnya tidak melenakan kaum Muslim akan adanya tantangan serius di bidangpemikiran dan tantangan di bidang aqidah, yang kini telah merasuk ke dalam organisasi-organisasi daninstitusi Islam. Banyak dugaan, pemilu 2004 akan mempertontonkan dominasi partai-partai sekular, yang tidakberbasis agama. Sebagian politisi Muslim sudah mengambil ancang-ancang untuk melakukan koalisidengan tokoh partai sekular untuk pencalonan Presiden. Dengan dalil memilih kemudharatan yanglebih kecil, biasanya akan diambil keputusan untuk mendukung calon Presiden tertentu, yang popular,berbasis partai yang kuat, dan banyak duitnya. Yang penting dia dianggap tidak memusuhi Islam.Beberapa politisi Muslim yang saya temui di Indonesia mengemukakan argumen yang sama. Merekaenggan mengeluarkan jago Presidennya sendiri. Logika politiknya, untuk apa menjagokan pemimpinpartainya sendiri, jika toh akan kalah. Lebih baik mendukung jago PDIP atau Golkar ketimbangmenjagokan tokoh partai Islam, yang secara logika politik, akan kalah. Itu memang logika politik. Tapi, jika berpikir jauh ke depan, bukankah lebih baik jika partai Islamatau satu partai Islam mulai memunculkan calon Presidennya sendiri? Apakah umat Islam masih inginmengulang pengalaman lalu ketika mereka aktif mendorong terpilihnya Soekarno, Soeharto, Habibie,Abdurrahman Wahid, dan Megawati? Mengapa PKS, misalnya, tidak secara tegas menyatakan untukmencalonkan Hidayat Nurwahid? Secara logika politik, tahun 2004, Hidayat memang tidak terpilihmenjadi Presiden RI 2004.

  • Tetapi, jika dilakukan usaha yang serius dan yakin dengan pertolongan Allah, bukankah adapeluang untuk tahun 2009 atau 2014? Bukankah sangat kasihan, para pendukung dan pemilih PKS, jikaakhirnya para pemimpinan PKS justru mengarahkan suara pendukungnya untuk memilih seorangPresiden yang jauh dari kriteria Islam? Kita berharap, sejak sekarang, secepat mungkin, akan ada partai Islam yang dengan beranimencalonkan Presiden yang ideal, berdasarkan kriteria Islam, bukan berdasarkan kriteria pragmatis-politik. Tentu, si calon perlu diuji benar, diteliti akhlaknya, keluarganya, harta kekayaannya, ilmunya,kepiawaiannya dalam berpolitik. Ia harus siap diuji di depan publik tentang semua hal. Sayangnya, secara umum, terlihat, banyak yang kehilangan daya kritis terhadap pemimpinnya.Yang ada justru kecenderungan budaya kultus. Padahal, tradisi Islam di masa lalu, dipenuhi denganbudaya kritis yang luar biasa terhadap para pemimpin dan ulamanya. Ulama-ulama yang fasik dan jahat, segera diumumkan sebagai fasik, zalim, pendusta, dansebagainya, sehingga periwayatan mereka tidak diterima lagi. Mereka juga sangat kritis terhadapserangan dari luar. Ide-ide yang dating dari luar disaring dan dikritisi habis-habisan, sehingga tidakmenyebar dengan leluasa ke tengah masyarakat. Adalah sangat aneh, jika banyak tokoh Islam yang tahutentang kejahatan dan penyelewengan yang dilakukan tokoh-tokoh dan pemimpin partai Islam tertentu,tetapi tetap mendiamkan begitu saja, dan membiarkan umat Islam terus-menerus tertipu denganberbagai kata-kata manis yang dikeluarkan si pemimpin. Padahal, Rasulullah saw dan para ulamaIslam dahulu tidak melakukan hal yang semacam itu. Kejahatan publik diekspose, sehingga masyarakat tidak tertipu untuk memilih pemimpin yang tidaksemestinya. Walhasil, pemilu 2004 sudah mulai menggelinding. Pilih apa nanti kita semua? Tentubaiknya kita cari informasi sebanyak-banyaknya. Kita pilih partai dan politisi yang berkata danberbuat benar, tidak munafik, berani memperjuangkan al-haq, dan tidak membohongi kita semua atasnama apa pun, apakah atas nama Islam atau atas nama rakyat. Sebelum memilih, kita istikharah,sambil berdoa, semoga Allah menunjukkan kepada kita pilihan yang benar dan semoga Allahmenjatuhkan hukumannya kepada partai atau politisi yang berani mendustai umat Islam; yang dimana-mana bicara untuk perjuangan Islam dan rakyat, tetapi terbukti hanya untuk kepentingan perut dankepentingannya sendiri. Allahumma arinal haqqa haqqan, war zuqna ittibaan; wa arinal baathilabaathilan war zuqna ijtinaabaa. Wallahu alam. (KL, 11 Maret 2004). Upaya Mengkristenkan Yasser Arafat Kaum Kristen tengah berusaha mengkristenkan Presiden Palestina, Yaser Arafat yang dilakukanoleh seorang pengajar Injil bernama R.T. Kendal. Baca kegigihan misi Kristen di CAP AdianHusaisin, MA ke-46 Majalah Rohani Populer (Krisren), BAHANA, edisi XXXXV, Februari 2004,menulis satu berita menarik tentang usaha mengkristenkan Presiden Palestina Yasser Arafat. (lihat:www.bahana-magazine.com). Diceritakan, seorang Pengajar Injil bernama R.T. Kendall, bertemuuntuk kedua kalinya dengan Yasser Arafat di kediamannya di Ramallah.

  • "Rais [sebutan presiden dalam bahasa Arab], kata Kendall, Saya ingin mengatakan sesuatuuntuk direnungkan. Ada yang mengatakan pada saya bahwa Yesus Kristus sangat berkesan bagi Anda."Arafat segera menjawab, "Oh ya, sangat, sangat penting." Kendall yang setiap hari sejak tahun 1982 selalu mendoakan Arafat ini tahu bahwa Arafat pernahbermimpi tentang Yesus. Arafat lalu menceritakan mimpinya, ketika tentara Israel menyerang danmengebomi kediaman Arafat, tahun 2002. "Pada hari ketiga pengepungan itu.....seekor dombamenuntun saya ke Betlehem," kata Kendall menirukan kembali ucapan Arafat. "Di sana saya melihatbunda Maria sedang menggendong bayi Yesus. Saya mencium Yesus. Ketika saya bangun, saya kaget karena saya memerintahkan domba itudisembelih dan diserahkan kepada para imam di Gereja tempat kelahiran Yesus di Betlehem supayamereka berpesta." Kendall lalu berkata, "Saya minta Anda mau mengakui bahwa Yesus benar-benar mati bagi dosaAnda. Dia bukan diselamatkan dari salib itu, melainkan Dia benar-benar mati." Ketika Kendallsedang berbicara tentang 'panggilan untuk bertobat' itu, tiba-tiba penerjemahnya menyela. "TetapiArafat menaruh tangannya pada penerjemah itu untuk memberi isyarat bahwa saya boleh meneruskankata-kata saya," ucap Kendall. Setelah menjelaskan pada Arafat apa saja keuntungan menjadi orang Kristen, Kendallmemperhatikan bahwa penerjemah itu keberatan lagi ketika Kendall sekali lagi melakukan 'panggilanuntuk bertobat'. "Saya berkata, 'Saya hanya berusaha agar publik tahu apa yang diyakini Arafat,'" kataKendall (67 th) "Saya berkata pada Arafat, 'Tidak ada lagi yang bisa dilakukan. Perdamaian [diTimur Tengah] tidak bisa tercipta melalui jalur militer atau politik,'" lanjut Kendali. Setelah itu, Kendall minta Arafat supaya bersedia merenungkan hal ini. Arafat setuju. Di akhirpertemuan, Kendall berdoa bagi Arafat dan memberikan buku "Total Forgiveness," yang dia tulis."Saya tidak tahu apakah dua kunjungan saya ini berdampak baik atau tidak," kata Kendall kepadaCharisma News Service ," tapi yang penting saya telah berusaha keras untuk membawa seseorangkepada Yesus Kristus. Begitulah berita tentang usaha pengkristenan Yaser Arafat yang dilakukan oleh Kendall,sebagaimana diceritakan Majalah BAHANA. Sebagai berita, tentu saja, cerita ini sulit dipercayakebenarannya, karena belum ada konfirmasi dari pihak Arafat. Apakah cerita Kendall itu betul ataungibul? Kita tidak tahu pasti. Yang penting dari cerita itu adalah paparan tentang kegigihan seorang mionaris Kristen (yangsudah tua, berumur 67 tahun) masih begitu bersemangat untuk meng-Kristenkan seorang tokoh duniabernama Arafat, yang jelas-jelas dikenal publik internasional sebagai seorang Muslim. Simaklah kata-kata Kendall: Tapi yang penting saya telah berusaha keras untuk membawa seseorang kepada YesusKristus. Semangat misionaris Kendall itu sangat luas biasa. Adakah tokoh Islam yang berusahamengislamkan Bush, Kofi Annan, dan berbagai pemimpin dunia lainnya, sebagaimana yang dulu

  • dilakukan oleh Rasulullah saw dan para sahabat beliau yang mulia? Dalam soal misi Kristen, ada ayat Bible yang biasanya banyak dikutip misionaris Kristen dandijadikan pijakan misinya. Misalnya, dalam Matius 28:19 dikatakan: Karena itu pergilah, jadikanlahsemua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus. Dulu, para pemuka agama dan penguasa Kristen melakukan tindakan pembaptisan paksa terhadapsemua manusia. Siapa yang menolak dibaptis, maka akan disiksa atau dibunuh. Sebagai contoh, diSpanyol, berdasarkan hasil The Third Council of Toledo (589), maka Katolik dijadikan sebagaiagama negara, dan ditetapkan sejumlah keputusan terhadap kaum Yahudi: (1) larangan perkawinanantara pemeluk Yahudi dengan pemeluk Kristen, (2) keturunan dari pasangan itu harus dibaptis denganpaksa, (3) budak-budak Kristen tidak boleh dimiliki Yahudi (4) Yahudi harus dikeluarkan dari semuakantor publik, (5) Yahudi dilarang membaca Mazmur secara terbuka saat upacara kematian. Dalam periode 612-620, banyak kasus tejadi dimana Yahudi dibaptis secara paksa. RibuanYahudi melarikan diri ke Perancis dan Afrika. Pada 621-631, di bawah pemerintahan Swinthila,perlakuan Yahudi agak lebih lunak. Pelarian Yahudi kembali ke tempat tinggalnya semula dan merekayang dibaptis secara paksa kembali lagi ke agama Yahudi. Tetapi, Swinthila ditumbangkan olehSisinad (631-636), yang melanjutkan praktik pembaptisan paksa. Pada masa pemerintahan Chintila(636-640), dibuatlah keputusan dalam The Six Council of Toledo (638), bahwa selain orang Katolikdilarang tingal di wilayahnya. Euric (680-687) membuat keputusan: seluruh Yahudi yang dibaptissecara paksa ditempatkan di bawa pengawasan khusus pejabat dan pemuka gereja. Raja Egica (687-701) membuat keputusan: semua Yahudi di Spanyol dinyatakan sebagai budak untuk selamanya, hartabenda mereka disita, dan mereka diusir dari rumah-rumah mereka, sehingga mereka tersebar keberbagai profinsi. Upacara keagamaan Yahudi dilarang keras. Lebih dari itu, anak-anak Yahudi, umur7 tahun keatas diambil paksa dari orang tuanya dan diserahkan kepada keluarga Kristen. (Lihat, MaxL. Margolis dan Alexander Marx, A History of the Jewish People, hal. 304-306). Misi Kristen terus berjalan, berangkat dari doktrin, bahwa di luar Gereja tidak adakeselamatan. (Extra ecclesiam nulla salus). Sebagian kalangan Kristen berusaha mendobrak doktrinitu dan melakukan liberalisasi teologi yang kemudian dikenal sebagai teologi pluralis, yangmenganggap bahwa semua agama adalah jalan yang sama-sama sah menuju kebenaran. Itu klaimmereka. Kasus Arafat dan masih bergiatnya kegiatan misionaris Kristen di seluruh dunia menunjukkan,bahwa semangat pembaptis