masalah ekonomi di negara berkembang dan

24

Click here to load reader

Upload: adi-cameng

Post on 13-Jul-2016

26 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

hasil makalah dari mahasiswa fakultas ekonomi dan bisnis universitas udayana

TRANSCRIPT

Page 1: Masalah Ekonomi Di Negara Berkembang Dan

Masalah Ekonomi di Negara Berkembang dan Negara Maju

Masalah ekonomi di negara berkembang dan negara maju. Berikut ini merupakan masalah-masalah ekonomi yang dihadapi oleh negara berkembang seperti Indonesia, dan juga negara maju.

A. Masalah Ekonomi di Negara Berkembang

Indonesia termasuk salah satu negara berkembang, seperti negara berkembang lainnya, Indonesia selalu menghadapi masalah ekonomi yang sama. Kemiskinan merupakan faktor utama masalah Indonesia, jumlah pengangguran yang semakin meningkat, tingkat kecerdasan masyarakat yang masih rendah, dan distribusi pendapatan yang tidak merata.

Di kota besar seperti Jakarta, keadaan seperti ini sudah menjadi pemandangan umum. Banyak orang yang hidup kurang beruntung terpaksa hidup sebagai pemulung sampah. Oleh karena itu, pendapatan yang diperoleh sangat rendah, anaknya tidak dapat bersekolah karena keterbatasan biaya, sehingga tingkat kecerdasan anak tersebut tidak berkembang. Hal ini juga menimbulkan kesenjangan ekonomi yang tajam antara orang yang berpenghasilan tinggi dan orang yang berpenghasilan rendah.

Masalah Ekonomi di Negara Berkembang : Kemiskinan

Kemiskinan merupakan perwujudan keadaan serta kekurangan. Setiap negara memilik ukuran batas kemiskinan yang berbeda dengan negara lain. Pemerintah Indonesia memberikan perhatian serius dalam menanggulangi masalah kemiskinan yang dialami masyarakat. Dari tahun ke tahun pemerintah terus berupaya menurunkan jumlah dan persentase penduduk miskin dengan berbagai cara, antara lain subsidi silang. Subsidi silang yang dilakukan pemerintah yaitu dengan menetapkan harga BBM untuk minyak tanah lebih rendah daripada bensin. Subsidi untuk bensin sedikit demi sedikit dikurangi dan nantinya dihilangkan sama sekali. Subsidi untuk minyak tanah masih dipertahankan agar masyarakat berpenghasilan rendah mampu membeli minyak tanah.

Masalah Ekonomi di Negara Berkembang :  Keterbelakangan

Masalah keterbelakangan sangat berhubungan dengan masalah kualitas sumber daya manusia. Disamping itu, masalah keterlebakangan sangat erat hubungannya dengan rendahnya tingkat kemajuan dan pelayanan kesehatan, kurang terpeliharanya fasilatas-fasilitas umum, dan rendahnya disiplin masyarakat.

Page 2: Masalah Ekonomi Di Negara Berkembang Dan

Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, pemerintahan Indonesia berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, misalnya dengan meningkatkan mutu pendidikan nasional. Persentase alokasi dana untuk pendidikan pada anggaran APBN setiap tahunnya ditingkatkan. Hal ini dimaksudkan untuk membantu sekolah yang kekurangan sarana dan prasarana belajar, seperti gedung sekolah yang rusak, buku-buku pelajaran yang kurang dan murid-murid yang memerlukan bantuan biaya sekolah.

Masalah Ekonomi di Negara Berkembang :  Pengangguran

Masalah lain yang dihadapi negara berkembang dalam pembangunan ekonomi adalah masalah keterbatasan lapangan pekerjaan. Masalah pengangguran  timbul karena ada ketimpangan antara jumlah angkatan kerja dan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia. Hal ini biasa terjadi karena negara yang bersangkutan sedang mengalami masa transisi perubahan struktur ekonomi dari negara agraris menjadi negara industry. Akibatnya angkatan

 kerja yang tersedia berada di sector agraris, sedangkan lapangan pekerjaan yang tersedia menuntut keahlian di sector industry.

Negara berkembang memiliki pertumbuhan penduduk lebih cepat daripada pertumbuhan kesempatan kerja. Untuk mengatasi masalah pengangguran, pemerintahan melakukan pelatihan kerja sehingga tenaga kerja memiliki keahlian sesuai dengan lapangan kerja yang tersedia. Pelatihan kerja biasanya diselenggarakan oleh balai latihan kerja (BLK). Melalui program ini  diharapkan peserta pelatihan dapat mengembangkan bakat dan keahlian untuk bekerja atau bahkan membuka usaha sendiri.

Masalah Ekonomi di Negara Berkembang :  Kekurangan Modal

Kekurangan modal adalah satu cirri setiap negara yang sedang mengalami proses pembangunan ekonomi. Kekurangan modal tidak hanya menghambat percepatan pembangunan, tetapi juga  menyebabkan kesukaran negara tersebut keluar dari kemiskinan.

Perkembangan zaman dan modernisasi perekonomian memerlukan modal yang besar. Negara berkembang mengalami kesulitan yang sama, yaitu kekurangan modal. Hal ini disebabkan tingkat tabungan dan tingkat pembentukan modal yang rendah.

Untuk mengatasi kekurangan modal, pemerintah menarik investor, baik dari dalam maupun luar negeri. Misalnya BUMN menawarkan saham kepada investor agar bersedia bekerjasama. Dengan meningkatkan investasi, diharapkan tabungan permintahan juga meningkat. Jika tabungan pemerintah meningkat, modal yang dikumpulkan pun akan lebih banyak.

Page 3: Masalah Ekonomi Di Negara Berkembang Dan

Masalah Ekonomi di Negara Berkembang : Ketidakmerataan hasil pembangunan

Masalah lain yang dihadapi negara berkembang adalah melaksanakan pembangunan ekonomi adalah masalah pemerataan pendapatan. Contohnya di Indonesia, perekonomian terkonsentrasi di kota-kota besar, terutama di pulau jawa. Sementara itu, dilihat dari hak penguasaan sector industry, perekonomian didominasi oleh kurang lebih 200 konglomerat. Hal ini disebabkan sistem perekonomian yang terlau terpusat kepada negara sehingga potensi daerah kurang diperhatikan.

Melalui perubahan sistem perundang-undangan pemerintah Indonesia mulai memperbaiki sistem perekonomian negara. Sistem perundang-undangan yang memihak praktik monopoli mulai dihapus. Di samping itu, untuk mengurangi kesenjangan pembangunan antara pemerintah pusat dan daerah, diberlakukan undang-undang otonomi daerah. Daerah diberi kebebasan untuk mengembangkan potensi dan pemerintah pusat tidak lagi terlalu campur tangan dalam urusan rumah tangga pemerintah daerah.

B. Masalah Ekonomi di Negara Maju

Kota Tokyo di Jepang terkenal dengan masyarakatnya yang disiplin dan teratur. Setiap jalan diatur sedemikian rupa sehignga terlihat rapih, begitu pun gedung-gedung dibangun dengan teratur.

Meskipun sudah terbiasa dengan budaya disiplin dan teratur, tetapi tetap saja negara-negara maju menghadapi berbagai masalah ekonomi. Masalah tersebut adalah sebagai berikut:

Masalah Ekonomi di Negara Maju :  Tenaga kerja negara berkembang masuk ke negara maju

Negara maju memiliki pertumbuhan penduduk yang lambat atau bahkan berangka satu (zero population growth) sehingga negara maju kekurangan tenaga kerja. Meskipun di negara maju peraturan ketenagakerjaan sudah baik, tetapi tetap saja arus masuk tenaga kerja dari negara berkembang ke negara maju membawa dampak negative. Hal ini disebabkan perbedaan budaya antara penduduk asli dan penduduk pendatang. Dampak negative itu diantaranya, terjadi bentrokan fisik atau konflik sosial lain antara penduduk asli dan penduduk pendatang.

Masalah Ekonomi di Negara Maju :  Produk negara berkembang masuk ke negara maju

Produk negara berkembang banyak masuk kenegara maju. Globalisasi ekonomi menyebabkan hambatan perdagangan antarnegara semakin berkurang. Produk negara berkembang seperti dari Cina dan Taiwan

Page 4: Masalah Ekonomi Di Negara Berkembang Dan

banyak beredar dipasar negara Eropa sehingga konsumen lebih banyak memiliki pilihan produk. Produk cina dan Taiwan tidak kalah bersaing dari segi inovasi maupun kualitasnya. Produk-produk cina dan Taiwan biasanya lebih murah sehingga dapat mengancam produk-produk eropa yang biasanya lebih mahal harganya.

Masalah Ekonomi di Negara Maju :  Investasi negara maju masuk ke negara berkembang

Banyak pengusaha dari negara maju yang menanamkan investasi di negara berkembang. Mereka berusaha menghindari pajak yang tinggal di negaranya sendiri dan berusaha untuk menghemat biaya produksi. Disamping itu, negara berkembang merupakan pasar potensial bagi produk-produk dari luar negeri. Jika pengusaha dari negara maju membuka perusahaan di negara berkembang, tentu akan lebih mendekatkan diri dengan konsumen. Hal ini jelas akan lebih mempermudah sistem pemasarannya. Akibat  langsung dari pengusaha negara maju yang berinvestasi di negara berkembang adalah menurunnya tingkat investasi di negara maju tersebut.

Masalah Ekonomi di Negara Maju : Kerusakan lingkungan meningkat

Negara maju mengklaim bahwa negara berkembanglah yang banyak membuat kerusakan lingkungan. Hal tersebut dapat dimaklumi karena memang sebagian besar negera berkembang belum memiliki peraturan yang jelas mengenai pencemaran lingkungan. Akan tetapi, hal tersebut tidak sepenuhnya benar karena banyak juga pengusaha dari negara maju yang mengeruk sumber daya alam sebesar-besarnya  untuk keperluan produksi. Bahkan, ada pengusaha dari negara maju yang mengambil sumber daya alam dari negara berkembang tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan. Masalah Ekonomi di Negara Berkembang & Negara Maju.

Ekonomi Pembangunan dan Pembangunan Ekonomi

Evolusi Makna Pembangunan

Page 5: Masalah Ekonomi Di Negara Berkembang Dan

Pandangan tradisional beranggapan yang membedakan antara negara maju dengan

Negara Sedang Berkembang (NSB) adalah pendapatan rakyatnya. Dengan

ditingkatkannya pendapatan per kapita diharapkan masalah-masalah, seperti

pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan distribusi pendapatan yang dihadapi NSB

dapat terpecahkan, misalkan melalui apa yang dikenal dengan “dampak merembes ke

bawah” (trickle down effect). Indikator berhasil tidaknya pembangunan semata-mata

dilihat dari meningkatnya pendapatan nasional (GNP) per kapita riel, dalam arti tingkat

pertumbuhan pendapatan nasional harus lebih tinggi dibanding tingkat pertumbuhan

penduduk. Kecenderungan di atas terlihat dari pemikiran-pemikiran awal mengenai

pembangunan, seperti teori Harrod Domar, Arthur Lewis, WW Rostow, Hirschman,

Rosenstein Rodan, Nurkse, Leibenstein.

Perkembangan selanjutnya, banyak NSB mulai menyadari bahwa “pertumbuhan”

(growth) tidak identik dengan “pembangunan” (development). Pertumbuhan ekonomi

yang tinggi, setidaknya melampaui negara-negara maju pada tahap awal pembangunan

mereka, memang dapat dicapai, namun dibarengi dengan masalah-masalah, seperti

pengangguran, kemiskinan di pedesaan, distribusi pendapatan yang timpang, dan

ketidakseimbangan struktural.

Inilah yang menandai dimulainya masa pengkajian ulang tentang arti pembangunan.

Maka, muncul paradigma baru dalam pembangunan seperti pertumbuhan dengan

distribusi, kebutuhan pokok (basic needs), pembangunan mandiri (self-reliant

development), pembangunan berkelanjutan dengan perhatian terhadap alam

(ecodevelopment), pembangunan yang memperhatikan ketimpangan pendapatan menurut

etnis (ethnodevelopment).

Indikator Pembangunan

Indikator pembangunan diperlukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan

pembangunan yang dilakukan berdasarkan ukuran-ukuran tertentu. Indikator-indikator

kunci pembangunan secara garis besar pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi (1)

indikator ekonomi; (2) indikator sosial. Sedangkan yang termasuk sebagai indikator

ekonomi adalah GNP (GNI) per kapita, laju pertumbuhan ekonomi, GDP per kapita

dengan Purchasing Power Parity, sedangkan yang termasuk indikator sosial adalah

Page 6: Masalah Ekonomi Di Negara Berkembang Dan

Human Development Index (HDI) dan PQLI (Physical Quality Life Index) atau Indeks

Mutu Hidup.

Untuk tujuan operasional dan analitikal, kriteria utama Bank Dunia dalam

mengklasifikasikan kinerja perekonomian suatu negara adalah Gross National Income

(GNI) atau Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita yang merupakan pendapatan

nasional bruto dibagi jumlah populasi penduduk. Bank Dunia (2003) mengklasifikasikan

negara berdasarkan tingkatan GNI per kapitanya, yaitu (1) negara berpenghasilan rendah

(low-income economies), (2) negara berpenghasilan menengah (middle-income

economies). Dalam kelompok negara berpenghasilan menengah dapat dibagi menjadi

negara berpenghasilan menengah papan bawah (lower-middle-income economies) dan

negara berpenghasilan menengah papan atas (upper-middle-income economies), (3)

negara berpenghasilan tinggi (high-income economies), (4) dunia (world) meliputi semua

negara di dunia, termasuk negara-negara yang datanya langka dan dengan penduduk

lebih dari 30.000 jiwa.

Jenis-jenis Kemiskinan dan Indikatornya

Kemiskinan tidak hanya menjadi permasalahan bagi negara berkembang, bahkan negara-

negara maju pun mengalami kemiskinan walaupun tidak sebesar negara Dunia Ketiga.

Secara umum, jenis-jenis kemiskinan dapat dibagi menjadi dua, yaitu kemiskinan absolut

dan kemiskinan relatif. Pertama, kemiskinan absolut, di mana dengan pendekatan ini

diidentifikasi jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan tertentu. Kedua,

kemiskinan relatif, yaitu pangsa pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing

golongan pendapatan. Berbeda dengan kemiskinan absolut, kemiskinan relatif bersifat

dinamis dan tergantung di mana seseorang tinggal.

Untuk lebih mengetahui secara pasti tingkat kemiskinan suatu masyarakat maka

diciptakan indikator kemiskinan atau garis kemiskinan. Di Indonesia, garis kemiskinan

BPS menggunakan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan kebutuhan dasar (basic

needs approach) dan pendekatan Head Count Index. Selain itu, terdapat garis kemiskinan

lainnya, yaitu garis kemiskinan Sajogyo dan garis kemiskinan Esmara. Sajogyo

mendefinisikan batas garis kemiskinan sebagai tingkat konsumsi per kapita setahun yang

sama dengan beras. Kelemahan dari metode ini adalah hanya menggunakan acuan satu

harga komoditi dan porsinya dalam anggaran keluarga, bahkan dalam keluarga miskin,

Page 7: Masalah Ekonomi Di Negara Berkembang Dan

menurun secara cepat. Berdasarkan kelemahan tersebut Esmara mencoba untuk

menetapkan suatu garis kemiskinan pedesaan dan perkotaan yang dipandang dari sudut

pengeluaran aktual pada sekelompok barang dan jasa esensial, seperti yang diungkapkan

secara berturut-turut dalam Susenas.

Penyebab Kemiskinan

Kemiskinan, menurut Sharp et al., dapat disebabkan oleh ketidaksamaan pola kepemilikan

sumber daya, perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia dan disebabkan oleh

perbedaan akses dalam modal. Sedangkan lingkaran setan kemiskinan versi Nurkse

sangat relevan dalam menjelaskan fenomena kemiskinan yang terjadi di negara-negara

terbelakang. Menurutnya negara miskin itu miskin karena dia miskin (a poor country is

poor because it is poor).

Menurut Thorbecke, kemiskinan dapat lebih cepat tumbuh di perkotaan dibandingkan

dengan perdesaan karena, pertama, krisis cenderung memberi pengaruh terburuk kepada

beberapa sektor ekonomi utama di wilayah perkotaan, seperti konstruksi, perdagangan

dan perbankan yang membawa dampak negatif terhadap pengangguran di perkotaan;

kedua, penduduk pedesaan dapat memenuhi tingkat subsistensi dari produksi mereka

sendiri. Hasil studi atas 100 desa yang dilakukan oleh SMERU Research Institute

memperlihatkan bahwa pertumbuhan belum tentu dapat menanggulangi kemiskinan,

namun perlu pertumbuhan yang keberlanjutan dan distribusi yang lebih merata serta

kemudahan akses bagi rakyat miskin.

Strategi Penanggulangan Kemiskinan

Strategi penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Di Jepang,

solusi yang diterapkan adalah dengan menerapkan pajak langsung yang progresif atas

tanah dan terbatas pada rumah tangga petani pada lapisan pendapatan yang tinggi,

sedangkan Cina melakukannya melalui pembentukan kerangka kelembagaan perdesaan

dengan kerja sama kelompok dan brigades di tingkat daerah yang paling rendah

(communes). Di sisi lain, solusi pemberantasan kemiskinan di Taiwan melalui mobilisasi

sumber daya dari sektor pertanian dengan mengandalkan mekanisme pasar.

Page 8: Masalah Ekonomi Di Negara Berkembang Dan

Selain strategi di atas, ada juga Model Pertumbuhan Berbasis Teknologi atau Rural-Led

Development yang menyoroti potensi pesatnya pertumbuhan dalam sektor pertanian yang

dibuka dengan kemajuan teknologi dan kemungkinan sektor pertanian menjadi sektor

yang memimpin.

Di Indonesia, salah satu strategi penanggulangan kemiskinan ditempuh melalui

pemberdayaan partisipatif masyarakat melalui P2KP. Sasaran dari program ini adalah

kaum miskin perkotaan yang sangat rentan terhadap krisis dibandingkan dengan

masyarakat perdesaan.

Pertumbuhan versus Pemerataan

Pada beberapa kasus memang dijumpai adanya studi empiris yang mendukung hipotesis

kurva U terbalik (hipotesis Kuznets), namun hal ini perlu disikapi hati-hati tergantung

dari jenis data yang dipakai, apakah data silang atau runut waktu. Hal ini penting karena

keduanya memberikan kesimpulan yang berbeda.

Ketimpangan Distribusi Pendapatan: Indikator dan Trend

Pada umumnya ada 3 macam indikator distribusi pendapatan yang sering digunakan

dalam penelitian. Pertama, indikator distribusi pendapatan perorangan. Kedua, kurva

Lorenz. Ketiga, koefisien gini. Masing-masing indikator tersebut mempunyai relasi satu

sama lainnya. Semakin jauh kurva Lorenz dari garis diagonal maka semakin besar

ketimpangan distribusi pendapatannya. Begitu juga sebaliknya, semakin berimpit kurva

Lorenz dengan garis diagonal, semakin merata distribusi pendapatan. Sedangkan untuk

koefisien gini, semakin kecil nilainya, menunjukkan distribusi yang lebih merata.

Demikian juga sebaliknya.

Studi empiris menunjukkan bahwa bentuk kurva Lorenz untuk kasus negara berkembang

pada umumnya semakin menjauhi dibandingkan dengan negara maju. Apabila dilihat

koefisien gini, negara maju mempunyai nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan

negara berkembang.

Masalah Dualisme Pembangunan

Page 9: Masalah Ekonomi Di Negara Berkembang Dan

Industrialisasi di dunia sangat erat kaitannya dengan revolusi industri yang terjadi di

Inggris pada abad ke-18. Revolusi industri yang terjadi di negara maju ternyata

mendorong negara-negara lain untuk bereaksi dengan 2 cara. Pertama, berusaha untuk

meniru model revolusi industri. Kedua dengan melakukan kontak dagang. Usaha untuk

meniru tersebut banyak dilakukan oleh negara-negara di kawasan Amerika Utara dan

Eropa Barat. Hal tersebut menjadi titik tolak mulainya pembagian dunia menjadi negara

industri dan nonindustri. Revolusi industri menyebar dengan cepat di negara-negara yang

melakukan revolusi pertanian khususnya di Eropa Barat dan Amerika Utara, sedangkan

di negara dengan produktivitas pertanian yang rendah, seperti Eropa Tengah dan Eropa

Selatan atau Amerika Latin dan Cina kemajuan industrinya berjalan relatif lambat.

Teori dualisme Boeke amat populer pada pertengahan 1950-an karena menerangkan

mengapa perekonomian daerah jajahan (Eastern/Colonial Economy) amat berbeda secara

fundamental dengan perekonomian negara-negara Barat yang berdasarkan mekanisme

pasar. Oleh karena itu, Boeke berpendapat bahwa teori ekonomi konvensional dari Barat

jelas tidak dapat diterapkan di negara-negara Timur. Ia mengusulkan perlunya disusun

teori dengan kerangka yang sama sekali baru. Teori “baru” ini jelas lebih kompleks

karena harus memperhitungkan kondisi dualistik dengan 2 sistem sosial yang berbeda,

saling mempengaruhi, dan saling berbenturan.

Meskipun banyak kritikus Belanda yang mengkaji seluruh ataupun sebagian teori Boeke

bertahun-tahun sejak Perang Dunia II, namun boleh dikatakan tidak ada pemikiran yang

muncul menentang Boeke (Mackie, 1980). Boeke tetap merupakan ilmuwan yang

berpengaruh dari tahun 1929 hingga kematiannya pada tahun 1956. Kritik yang paling

gencar terhadap teori Boeke datang dari Benjamin Higgins (1955). Kritik yang lain datang

dari Sadli (1957) dan Mackie (1980).

Dualisme vs Segmentasi Pasar

Studi yang dilakukan oleh Chris Manning, Hal Hill, Ross McLeod, dan Howard Dick

menunjukkan bahwa struktur ekonomi Indonesia bukan dualisme, melainkan

mengandung banyak segmentasi pasar. Keempat pakar ini memberikan kontribusi yang

amat berharga terhadap pemahaman mengenai struktur ekonomi mikro Indonesia.

Page 10: Masalah Ekonomi Di Negara Berkembang Dan

Studi Hal Hill (1980) agaknya lebih condong mendukung adanya dualisme teknologi,

bukan dualisme sosial, yang dilontarkan oleh Higgins. Hill menunjukkan relevansi konsep

dualisme teknologi dalam industri tenun Indonesia. Kendati demikian, Hill menunjukkan

bahwa konsep dualisme teknologi kurang tepat diterapkan dalam kasus industri tenun

Indonesia. Ia melihat dualisme teknologi memiliki relevansi untuk industri pemintalan

Indonesia.

Manning mencatat terdapat banyak perbedaan upah dan praktik-praktik di pasar tenaga

kerja di berbagai segmen industri manufaktur Indonesia. Berbeda dengan dikotomi

prakapitalis-kapitalis versi Boeke, ia menekankan yang terjadi di pasar tenaga kerja bukan

dualisme melainkan diferensiasi akibat perbedaan teknologi.

McLeod mendefinisikan dualisme sebagai koeksistensi yang berlanjut antara sektor

“modern” dan “tradisional” dalam ekonomi domestik NSB. Dalam sektor keuangan,

dualisme finansial terjadi antara pasar uang formal dan pasar uang informal. McLeod

mengidentifikasi perbedaan utama dalam pasar keuangan sebagai perbedaan harga,

perbedaan dalam jenis peminjam, dan perbedaan dalam lokasi geografis.

Dick menyimpulkan bahwa kondisi dualisme yang tidak berubah hanyalah ilusi. Ia

mencatat adanya 3 gelombang teknologi baru yang melanda kepulauan Indonesia dalam

teknologi alat pelayaran yang mengakibatkan adanya dualisme teknologi.

Kependudukan dan Pengangguran

Strategi pembangunan berdimensi manusia menawarkan konsep yang lebih luas dan

menyeluruh yang meliputi semua pilihan-pilihan kebutuhan manusia pada semua

tingkatan masyarakat dan semua tahapan pembangunan. Konsep ini meletakkan

pembangunan di sekitar manusia, bukan manusia di sekitar pembangunan. Elemen

penting dari pembangunan manusia adalah tersedianya pilihan-pilihan bagi masyarakat

untuk dapat hidup sehat dan panjang umur, memperoleh pendidikan, dan memperoleh

akses bagi sumber daya yang diperlukan untuk standar hidup yang layak, dan memperoleh

kebebasan politik sebagai warga negara untuk berpartisipasi dalam kehidupan bernegara.

Besarnya investasi suatu negara dalam pembangunan manusia yang terlihat dalam

proporsi pengeluaran publik untuk sektor pendidikan dan kesehatan dalam anggaran

Page 11: Masalah Ekonomi Di Negara Berkembang Dan

belanja negaranya dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana sebuah negara

memperhatikan pembangunan manusianya.

Pada tahun 2000 penduduk Indonesia berada pada tahap transisi antara penduduk muda

menjadi penduduk tua. Hasil pembangunan di bidang kependudukan di Indonesia terlihat

dari perubahan komposisi penduduk menurut umur yang tercermin dari semakin

rendahnya proporsi penduduk tidak produktif dan semakin rendahnya angka beban

tanggungan.

Proporsi penduduk usia kerja dalam angkatan kerja mengalami peningkatan pada tahun

1999-2001. TPAK di Indonesia menunjukkan jumlah yang lebih tinggi di daerah

perdesaan dibandingkan di perkotaan karena tingkat partisipasi sekolah untuk SLTP dan

SLTA lebih tinggi di daerah perkotaan.

Wanita dalam Pembangunan

Kesenjangan gender yang terjadi di negara berkembang disebabkan oleh adanya norma

sosial yang mempengaruhi pilihan-pilihan dan perilaku rumah tangga dan faktor lembaga

legal formal yang mempengaruhi kegiatan ekonominya

Salah satu indikator integrasi wanita dalam pembangunan adalah akses terhadap

pendidikan dalam hal ini digunakan ukuran tingkat partisipasi sekolah yang

menunjukkan seberapa banyak penduduk usia sekolah yang telah memanfaatkan fasilitas

pendidikan yang ada.

Perbandingan antara indeks pembangunan yang berhubungan dengan gender (GDI) dan

indeks pembangunan manusia (HDI) dapat digunakan untuk melihat seberapa besar

kesenjangan gender (gender disparity) di suatu daerah.

Migrasi

Urbanisasi secara luas didefinisikan dengan perpindahan penduduk desa yang menuju

kota sehingga mengakibatkan semakin besarnya proporsi penduduk yang tinggal di

perkotaan. Tingkat urbanisasi di Indonesia cenderung terus meningkat dari waktu ke

waktu. Perkembangan kota yang lebih cepat mengakibatkan terjadinya urbanisasi yang

bersifat prematur. Artinya, urbanisasi desa kota terjadi sebelum industri di kota mampu

Page 12: Masalah Ekonomi Di Negara Berkembang Dan

berdiri sendiri. Migrasi dari desa ke kota ini diyakini merupakan faktor utama

penyumbang pertumbuhan kota.

Alasan orang untuk melakukan migrasi, menurut Survei Penduduk Antarsensus (SUPAS)

1995 adalah (1) perubahan status perkawinan dan ikut saudara kandung/famili lain

sebesar, (2) karena pekerjaan sebesar, (3) karena pendidikan sebesar, (4) karena

perumahan, dan (5) lain-lain.

Pendatang baru di kota karena tidak memperoleh pekerjaan mencoba mengadu nasibnya

dengan berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi kota sebagai self employment yang akhir

akhir ini dikenal sebagai sektor informal.

Posisi dan Kondisi Hutang Dunia

Utang menjadi fenomena umum bagi negara-negara berkembang. Namun demikian,

dalam kenyataannya negara-negara maju pun juga mempunyai utang luar negeri yang

tidak kalah banyaknya dengan negara dunia ketiga. Salah satu faktor yang membedakan

antara keduanya adalah sering kali negara berkembang tidak mampu mengelola utang

secara profesional. Hal ini menyebabkan utang yang semula digunakan untuk membiayai

pembangunan beralih menjadi beban pembangunan.

Secara umum, alasan mengapa negara berkembang harus berutang adalah tingkat

tabungan dalam negeri yang rendah sehingga harus mencari dana lain untuk membiayai

investasi dan minimnya persediaan devisa untuk mengimpor barang-barang, seperti

mesin-mesin pabrik atau bahan baku. Hal tersebut berkaitan erat dengan Likuiditas

Nasional, yaitu ketersediaan baik mata uang lokal maupun asing untuk kebutuhan

pembayaran impor ataupun membayar utang. Atas dasar inilah muncul konsep Guidotti

Rule bahwa setidaknya negara dapat dikatakan “aman” apabila mempunyai persediaan

devisa yang cukup untuk kebutuhan pembiayaan satu tahun ke depan.

Timbulnya Krisis Utang

Beban utang yang berlebihan apalagi bila dikelola dengan buruk, dapat menjerumuskan

negara ke dalam krisis. Hal ini sudah ditunjukkan dengan fenomena krisis baik yang

terjadi di Amerika Latin maupun di Asia. Dilihat dari faktor penyebabnya, Faktor

penyebabnya bukan semata-mata negara peminjam tetapi juga disebabkan dari aspek

Page 13: Masalah Ekonomi Di Negara Berkembang Dan

internasional. Misalnya, saja kekurang hati-hatian bank internasional dalam memberikan

dana pinjaman ke negara berkembang.

Sering kali krisis utang disertai dengan pelarian modal ke luar negeri (capital flight)

sehingga makin memperburuk perekonomian negara tersebut. Capital flight menyebabkan

turunnya investasi dalam negeri, yang berakibat pada rendahnya output nasional.

Rendahnya output nasional berakibat meningkatnya tingkat DSR. Tingginya tingkat DSR

menimbulkan adanya spekulasi yang mendorong adanya modal yang mengalir ke luar

negeri. Demikian seterusnya sehingga proses yang berjalan merupakan vicious circle.

Setidaknya terdapat lima dampak negatif dari beban utang luar negeri bagi negara

tersebut, yaitu pertama, menimbulkan efek negatif terhadap tingkat tabungan di dalam

negeri (domestic saving rate); kedua, mempertahankan overvalued currency sehingga

mempermudah impor untuk tujuan-tujuan yang tidak produktif; ketiga, sebagian besar

dana utang luar negeri sektor pemerintah dibelanjakan di negara pemberi utang, bukan di

negara penerima utang; keempat, pembayaran cicilan dan bunga utang luar negeri jelas

mengalihkan dana yang dapat digunakan sebagai investasi domestik; dan kelima,

membuat pemerintah negara berkembang pengutang besar untuk mengintensifkan

penerimaan pajak sehingga dapat menyebabkan kondisi investasi yang tidak kondusif dan

pelarian modal ke luar negeri (capital flight).

Solusi Krisis Utang

Krisis utang di luar negeri tidak saja membuat negara berkembang menderita, tetapi juga

negara dan institusi donor yang selama ini memberi pinjaman. Mereka kuatir bahwa

negara kreditor tidak mampu membayar kembali utang-utangnya. Pada perkembangannya

timbul beberapa solusi krisis ini, di antaranya pendirian institusi pengelolaan utang, HIPC

Initiative, dan Debt for Nature Swap.

Beberapa negara-negara yang termasuk HIPC mendapat pengurangan utang melalui

prakarsa yang disebut HIPC Initiative yang dalam perkembangannya muncul HIPC

Enhanced Initiative. Namun, Indonesia tidak dapat bantuan pengurangan utang ini

karena masih dianggap mampu untuk membayar cicilan utang dan bunganya.

Selanjutnya Indonesia mengajukan program debt for nature swap kepada beberapa

negara kreditor yang tergabung dalam CGI. Hasilnya beberapa negara menerima dan

Page 14: Masalah Ekonomi Di Negara Berkembang Dan

sebagian menolak. Dalam perkembangannya, konversi utang ini tidak saja berlaku untuk

pembiayaan pelestarian lingkungan, namun juga melebar ke bidang pendidikan dan

kesehatan.

Investasi Luar Negeri

Peranan investasi asing langsung mempunyai peranan penting bagi perekonomian negara

khususnya negara berkembang yang memiliki stok tabungan yang minim. Namun

demikian, survei yang dilakukan oleh UNCTAD menunjukkan bahwa negara maju pun

sebenarnya memerlukan investasi asing. Hal tersebut dapat dilihat dari aliran FDI yang

berasal dari negara maju menuju ke negara maju lainnya.

Pada umumnya investasi asing dapat berupa FDI atau investasi portofolio. Perbedaannya

adalah FDI lebih bersifat jangka panjang dan biasanya terjadi transfer teknologi dan

manajerial yang dapat diadopsi oleh negara tuan rumah (host country). Sebaliknya,

investasi portofolio bersifat jangka pendek dan implikasinya adalah modal tersebut dapat

bergerak pindah dari suatu negara ke negara lain (mobilitas ini disebut juga “uang

panas”). Oleh karena itu, suatu negara sangat rentan terhadap keberadaan investasi

portofolio ini.

Anggito Abimanyu (1994) dalam studinya mengenai TNC di Indonesia menyimpulkan

beberapa hal yang menarik berdasarkan analisis data industri tahun 1986-1991 dari

Badan Pusat Statistik. Pertama, peningkatan masuknya TNC ke Indonesia, terutama PMA

penuh pada akhir tahun 1980-an, bukan merupakan industri unggulan, namun justru

yang sudah buangan. Kedua, kinerja TNC umumnya cenderung berorientasi pada pasar

dalam negeri meskipun produk yang dihasilkan memiliki keunggulan komparatif untuk

ekspor. Ketiga, TNC cenderung memanfaatkan tenaga kerja yang relatif terlalu tinggi dan

boros karena upah yang rendah. Dengan kata lain, kondisi upah rendah adalah daya tarik

utama masuknya TNC ke Indonesia.

Perusahaan Transnasional (TNC )

Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan TNC di beberapa negara memiliki peranan

yang penting dalam meningkatkan produktivitas ekonomi negara tersebut. Dalam skala

global, besarnya peranan TNC dapat dilihat dari besarnya tenaga kerja yang diserap,

Page 15: Masalah Ekonomi Di Negara Berkembang Dan

jumlah penjualan di dunia serta aliran FDI yang meningkat dari tahun ke tahun (World

Investment Report 2002). Pada umumnya TNC terkemuka di dunia di dominasi oleh

negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Jepang dan Eropa. Namun, dalam

perkembangannya, terdapat 5 TNC yang berasal dari negara berkembang, seperti

Venezuela (Petroleos de Venezuela) dan Malaysia (Petronas).

Menurut Dicken (1992), peranan TNC dapat dijelaskan (1) TNC dapat mengendalikan

ekonomi di lebih satu negara; (2) kemampuan TNC untuk memanfaatkan perbedaan

geografis antarnegara dan daerah khususnya dalam segi faktor endowments (termasuk

kebijakan pemerintah); (3) kemampuan TNC untuk memindahkan sumber daya dan

operasi lintas lokasi dalam skala global. Kontribusi TNC bagi host country adalah

bertambahnya stok modal, transfer pengetahuan, dan praktik manajerial dan organisasi.

Dalam perkembangannya, terdapat beberapa pihak yang menganggap bahwa TNC

membawa manfaat positif bagi negara berkembang. Namun, di lain pihak berargumen

bahwa TNC justru lebih membawa dampak negatif daripada dampak positif bagi suatu

negara. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya pro-kontra bagi keberadaan TNC.

Strategi Pembangunan Industri

Strategi pembangunan industri yang umum digunakan di suatu negara adalah substitusi

impor (inward-looking) dan promosi ekspor (outward-looking). Strategi substitusi impor

identik dengan proteksionisme yang dilakukan pemerintah untuk melindungi industri

yang masih muda agar dapat bersaing, sedangkan strategi promosi ekspor identik dengan

usaha peningkatan ekspor untuk meningkatkan pendapatan nasional.

Strategi substitusi impor diminati oleh banyak negara berkembang setidaknya karena 2

alasan berikut. Pertama, strategi substitusi impor yang pada dasarnya diterapkan untuk

memenuhi permintaan domestik akan barang-barang konsumsi tidak selalu memerlukan

teknologi maju untuk memproduksinya. Kedua, bagian yang paling menarik dari strategi

substitusi impor adalah kemungkinan penghematan devisa melalui penurunan belanja

negara dalam bentuk valuta asing yang pada gilirannya akan menurunkan defisit

perdagangan.

Keuntungan penerapan strategi promosi ekspor adalah meningkatnya nilai ekspor sebuah

negara yang dapat meningkatkan pemasukan negara berupa mata uang asing sehingga

Page 16: Masalah Ekonomi Di Negara Berkembang Dan

meningkatkan cadangan devisa. Namun, penerapan strategi ini berpotensi menyebabkan

kenaikan pengeluaran untuk impor seiring dengan kenaikan pendapatan suatu negara

yang pada akhirnya menimbulkan pengaruh negatif pada neraca perdagangan negara

yang bersangkutan.

Kinerja dan Daya Saing Industri

Permasalahan struktural pada industri Indonesia adalah (1) tingginya tingkat konsentrasi

dalam perekonomian dan banyaknya monopoli, baik yang terselubung maupun terang-

terangan pada pasar yang diproteksi, (2) dominasi kelompok bisnis pemburu rente (rent-

seeking) ternyata belum memanfaatkan keunggulan mereka dalam skala produksi dan

kekuatan finansial untuk bersaing di pasar global, (3) lemahnya hubungan intra industri,

sebagaimana ditunjukkan oleh minimnya perusahaan yang bersifat spesialis yang mampu

menghubungkan klien bisnisnya yang berjumlah besar secara efisien, (4) struktur industri

Indonesia terbukti masih dangkal, dengan minimnya sektor industri menengah, (5) masih

kakunya BUMN sebagai pemasok input maupun sebagai pendorong kemajuan teknologi,

(6) investor asing masih cenderung pada orientasi pasar domestik (inward oriented), dan

sasaran usahanya sebagian besar masih pada pasar yang diproteksi.

Struktur industri Indonesia cenderung oligopolistik karena (1) adanya proteksi (tata

niaga), (2) besarnya modal yang diperlukan untuk investasi, (3) tingginya teknologi yang

digunakan, (4) adanya preferensi terhadap produk.

Daya saing negara amat berlainan dengan daya saing perusahaan karena setidaknya 2

alasan (1) dalam realitas, yang bersaing bukan negara, tetapi perusahaan dan industri.

Kebanyakan orang menganalogkan daya saing negara identik dengan daya saing

perusahaan. Apabila negara Indonesia memiliki daya saing, belum tentu seluruh

perusahaan dan industri Indonesia memiliki daya saing di pasar domestik maupun

internasional, (2) mendefinisikan daya saing negara lebih problematik daripada daya

saing perusahaan. Apabila suatu perusahaan tidak dapat membayar gaji karyawannya,

membayar pasokan bahan baku dari para pemasok, dan membagi dividen, maka

perusahaan itu akan bangkrut dan terpaksa ke luar dari bisnis yang digelutinya.

Perusahaan memang bisa bangkrut, namun negara tidak memiliki bottom line alias tidak

akan pernah “ke luar dari arena persaingan”.

Pengembangan Usaha Kecil

Page 17: Masalah Ekonomi Di Negara Berkembang Dan

Ada 2 definisi usaha kecil yang dikenal di Indonesia. Pertama, menurut UU No 9 Tahun

1995 adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki hasil penjualan tahunan maksimal

Rp1 miliar dan memiliki kekayaan bersih, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat

usaha, paling banyak Rp200 juta. Kedua, menurut BPS mengklasifikasikan industri

berdasarkan jumlah pekerjanya, yaitu (1) industri rumah tangga dengan pekerja 1-4

orang; (2) industri kecil dengan pekerja 5-19 orang; (3) industri menengah dengan

pekerja 20-99 orang; (4) industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih (BPS, 1999:

250).

Usaha kecil pada umumnya memiliki karakteristik (1) tidak adanya pembagian tugas yang

jelas antara bidang administrasi dan operasi, (2) rendahnya akses industri kecil terhadap

lembaga-lembaga kredit formal, (3) sebagian besar usaha kecil ditandai dengan belum

dipunyainya status badan hukum, (4) dilihat menurut golongan industri tampak bahwa

hampir sepertiga bagian dari seluruh industri kecil bergerak pada kelompok usaha

industri makanan, minuman dan tembakau, kelompok industri barang galian bukan

logam, industri tekstil, dan industri kayu, bambu, rotan, rumput dan sejenisnya termasuk

perabotan rumah tangga. Masing-masing berkisar antara 21% hingga 22% dari seluruh

industri kecil yang ada.

Perhatian untuk menumbuhkembangkan industri kecil dan rumah tangga (IKRT)

setidaknya dilandasi oleh 3 alasan, yaitu (1) IKRT menyerap banyak tenaga kerja, (2)

IKRT memegang peranan penting dalam ekspor nonmigas, (

PRIVATISASI BUMN

Gelombang Privatisasi Dunia

BUMN didirikan dengan tujuan memobilisasi tabungan masyarakat, menciptakan

kesempatan kerja, menyediakan barang-barang publik, dan menjaga industri atau sektor

yang dianggap strategis tetap di bawah kendali pemerintah.

Ada beberapa alasan dilakukannya privatisasi BUMN. Pertama, meningkatkan kinerja

berupa efisiensi ekonomis BUMN yang ditunjukkan dengan harga jual yang rendah dan

meningkatnya kualitas produk. Kedua, mengurangi defisit keuangan. Ketiga, mencapai

keseimbangan antara sektor publik dan sektor swasta. Keempat, privatisasi bertujuan

Page 18: Masalah Ekonomi Di Negara Berkembang Dan

untuk menciptakan investasi baru, termasuk investasi asing, kepemilikan saham yang

lebih besar dan pendalaman sistem keuangan dalam negeri.

Privatisasi di negara-negara Amerika Latin ternyata bukan hanya keputusan ekonomi. Di

negara-negara ini, privatisasi dikaitkan dengan tarik menarik kekuatan politik dan bukan

hanya sekadar “rasionalitas pasar”. Namun, privatisasi dilakukan akibat “tekanan” bank-

bank internasional, konsultan dan lembaga pemerintah yang mendesain program

privatisasi. Reformasi BUMN di Cina diawali dengan eksperimen Deng Xiaoping pasca-

Kongres Partai ke-11 pada tahun 1978. Di hampir semua daerah, 70% BUMN skala kecil

dan menengah diprivatisasi terutama melalui skema pemegang saham oleh para

karyawan.

Privatisasi BUMN di Indonesia

Beberapa alasan mengapa pemerintah Indonesia melakukan privatisasi terhadap BUMN,

yaitu (1) untuk menutupi defisit APBN, (2) tidak memiliki dana segar menyubsidi BUMN

agar terus berkembang demi kepentingan masyarakat, (3) banyak BUMN yang tidak dapat

menghasilkan keuntungan maksimal untuk dikontribusikan bagi kemakmuran rakyat

melalui APBN, (4) maraknya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang

menyebabkan BUMN bekerja tidak efisien.

Di Indonesia, pemerintah baru sejak 1988 memberlakukan upaya privatisasi secara

bertahap, yakni dengan dikeluarkannya Inpres No. 5 (Oktober 1988), 3 Keputusan

Menteri Keuangan (740/KMK.00/1989; 741/KMK.99/1989; 1232/KMK.013/1989), dan

surat Edaran S-648/MK013/1990. Selama tahun 1989-1993 ternyata baru tujuh BUMN

yang telah diprivatisasi. Jumlah ini 5 buah lebih sedikit dari pada BUMN baru yang

didirikan dalam periode yang sama, dan 45 lebih sedikit dari pada yang pernah dinyatakan

oleh Menteri Keuangan akan diprivatisasi setelah 1989. Jumlah saham yang dijual ke

investor swasta juga masih relatif kecil. Dari enam BUMN yang diprivatisasi melalui pasar

modal antara tahun 1991 sampai 1997, sebagian besar kepemilikan saham BUMN masih

dikuasai oleh pemerintah. Pemerintah hanya menjual sebagian sahamnya yang berkisar

antara 25% sampai 35%.

Page 19: Masalah Ekonomi Di Negara Berkembang Dan

Kinerja dan Strategi Reformasi BUMN

Proses privatisasi BUMN tidak saja dalam terjadi di negara berkembang, namun juga di

negara-negara maju. Kebijaksanaan privatisasi baik di negara maju maupun negara

berkembang dalam rangka untuk membebaskan pemerintah dari campur tangan dalam

bidang ekonomi yang merupakan bidang yang semestinya dilakukan oleh sektor swasta.

Reformasi BUMN mengandung makna yang lebih luas dan memerlukan sebuah grand

strategi reformasi BUMN. Reformasi seharusnya mencakup setidaknya 2 dimensi utama,

yaitu internal korporat BUMN dan positioning BUMN dalam konfigurasi sistem ekonomi

nasional (Kuncoro, 2002). Tanri akhirnya memutuskan program privatisasi dilakukan

melalui penjualan lewat mitra strategik (strategic partner) di banding lewat penawaran

publik melalui bursa saham. Yang dikarenakan: pertama, pasar modal baru mengalami

depresi akibat krisis moneter. Kedua, penjualan lewat mitra strategik dianggap lebih baik

daripada penawaran publik terutama dalam memperbaiki manajemen BUMN maupun

peningkatan akses mereka terhadap pasar dan teknologi.