mari bicara kopi jogja

32

Upload: wplus

Post on 24-Jul-2016

233 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

W+ kali ini membicarakan kopi Jogjakarta. Membicarakan kopi Jogja tidak bisa lepas dari usaha pemberdayaan petani dan masyarakat sekitar. Simak bagaimana wirausaha kopi Jogja mengembangkan bisnis mereka tapi tetap memberdayakan petani. Simak juga cerita generasi milenial yang menjadi wirausaha kursi dan kosmetik. Juga mengenai penggiat start up bidang peternakan ayam.

TRANSCRIPT

START THE JOURNEY

LIPUTAN UTAMA

KOPI MERAPIKOPI SUROLOYO Berorientasi profit dan memberdayakanpetani adalah ciri khas kedua produksikopi ini. Keduanya sudah masuk industri.

Layer Farm Manager

Berry BeanbagTarget pasarnya anak muda.

Aplikasi untuk para peternak muda

Teh putihMenikmati rasa dan khasiatnya

8

Berwirausaha sejak dari SMA.Anugrah Pakerti 22

20

26

28

W+ Edisi 1 | Oktober 20158

DALAM KEHIDUPAN, kopi selain sebagai komoditas agrobisnis, ternyata juga punya peran dalam kebudayaan, sosial, dan ekonomi. Karena, kopi menawarkan banyak hal ke setiap orang. Melalui kopi, dua golongan yang berbeda pendapat bisa duduk bersama dan menyelesaikan masalah secara mufakat. Bahkan, kopi dapat menjadi penghantar untuk menyelesaikan kesepakatan proyek bisnis.

Kopi memiliki filosofi mendasar, bagaimana setiap orang diharuskan mampu menyelami perjalanannya masing-masing. Meskipun itu terasa pahit sekalipun, seperti rasa dari kopi. Namun, bukan itu yang hendak dibahas dalam Majalah W+ kali ini. Melainkan perjalanan dan lika-liku kopi di kota Yogyakarta.

Majalah W+ akan membawa Anda menikmati sisi unik kopi jogja. Mulai dari cita rasa kopi vulkanik atau kopi merapi di sisi selatan Merapi yang merupakan gunung teraktif di dunia. Selain itu, kami juga akan membawa Anda menikmati kopi di bukit Suroloyo. Tempat berbeda nan asyik dalam menikmati kopi.

Akhirnya, seperti ketika menyeduh secangkir kopi, redaksi kami pun akan meracik sebuah sajian artikel penuh cinta mengenai kopi di Yogyakarta. Kopi sebagai komoditas agro, ternyata mampu menjadi sajian unik dari kacamata wisata. Dan, berikut secangkir cerita dari kami...

Selamat menikmati.

TAJUK UTAMA

LAPORAN UTAMA

9W+ Edisi 2 | Oktober 2015

PAGI itu irama terdengar abu-abu. Daun ilalang di pinggir jalan pun belum kering benar, ketika embun perlahan mulai menghilang. Matahari telah sempurna di timur, namun seakan betah bersembunyi di reranting pohon albasia dan sengon. Perjalanan kami menyusuri aspal di utara kota Yogyakarta, seakan menjadi sebuah ziarah. Dan, tujuan kami kali ini adalah sebuah padepokan kopi sederhana yang masih (mencoba) tegak di tengah bahaya terjangan erupsi Merapi.

Setelah menempuh perjalanan 1,5 jam dari nol kilometer, melewati jalan Kaliurang hingga di KM 24

kenyataan yang begitu pahit. Bahkan, kenyataan ini lebih pahit dari sekedar seduhan robusta dari secangkir yang disodorkan ke kami.

“Merapi bagi kami adalah guru. Dia mengajarkan banyak hal. Salah satunya adalah kesa baran dan ketabahan. Bagaimana tidak, ketika datang wedus gembel dan material gunung, kami pun harus mengalah. Tanaman kopi kami akan rusak, dan setelah itu kami akan mulai lagi dari awal. Begitu seterusnya, ketika kami harus menghadapi kenyataan jika Merapi bergolak.” Ungkap Sumijo.

KOPI MERAPI Menyeduh Secangkir Harapan

Jika ditanya kopi asli Yogyakarta yang paling berbeda, mungkin jawabnya adalah Kopi Merapi. Bagaimana tidak, kopi yang lahir dari sisa-sisa abu vulkanik gunung yang kerap menghantam lahan di sisi lereng sebelah selatan ini, memiliki cita rasa yang berbeda. Penasaran? Berikut Kisahnya...

lalu belok kanan menuju arah Kaliadem dan Larva Tour, akhirnya kami sampai di bawah padepokan kopi me-rapi. Perlu mata yang awas, dan sedikit strategi untuk mengatur gas dan memainkan kopling mobil ketika melewati jalan setapak, setelah sampai di desa wisata petung. Banyak jalan berlubang, serta kerikil labil yang membuat ban mobil mudah sekali selip. Sesekali dalam perjalanan, kami mengalah pada Jeep dari agen larva tour yang melaju cukup perkasa.

“Siapa lagi kalau bukan kita?”

Begitulah, ketika Sumijo (40 tahun) mulai menyeruput

Sumijo

W+ Edisi 1 | Oktober 201510

Kami terdiam, takjub sekaligus tersihir oleh cerita demi cerita yang mengalir dari Sumijo. Ditemani secangkir ro-busta tanpa gula, pagi itu ka mi tersadar, jika hari itu akan men-jadi hal istimewa karena telah mengenal sosok Sumijo ini.

“Petani kopi yang bertahan tidak banyak, makin kesini, semakin sedikit. Kebanyakan dari mereka pasca erupsi 2010 telah beralih menjadi penambang pasir atau mencari kehidupan di kota. Hal itu wajar, karena memang lebih menghasilkan. Karena, kami para petani kopi tidak bisa menentukan takdir kami, melainkan kami sangat tergantung dari kearifan Merapi,” tambah pria yang juga menjadi ketua koperasi Kopi Merapi di jalan Kaliurang KM 20 ini.

“Siapa lagi kalau bukan kita?” Pertanyaan Sumijo kembali terulang, bergaung di tebing-tebing Merapi.

Sekelumit Sejarah Kopi Merapi

Kopi memang tidak

terlalu dekat dengan Budaya Yogyakarta, karena memang tidak ada perkebunan kopi intensif di wilayah Yogyakarta. Bahkan sejarah mencatat, jika tanah Mataram (awal Yogyakarta) lebih dikenal sebagai penghasil jejamuan dan rempah. Namun, era kopi jos (kopi arang) yang menjadi legenda, telah menggubah pandangan masyarakat Yogyakarta dan kopi.

“Kopi merapi sangat unik, karena kopi ini merupakan kopi vulkanik dengan cita rasa yang khas. Karena itulah, selaku orang asli sini, saya patut merawat dan

melestarikan kopi merapi ini.” Menurut cerita Sumijo,

dia mulai serius untuk mem-perkenalkan kopi merapi ke masyarakat penikmat kopi di Yogyakarta dan sekitar sejak tahun 2004. Jadi, memang tergolong baru. Tapi, sejarah kopi merapi sendiri sebenarnya sudah sangat lama. Bahkan sejak tahun 1930 nenek dan kakek masyarakat sini sudah menanam kopi.

“Awalnya, menurut certa orang tua kami. Kopi yang ka-mi tanam adalah jenis arabica. Namun, karena biji yang di ha-silkan kecil dan kurang bagus, maka diganti dengan jenis robusta.”

Sebuah catatan blog pecinta kopi memuat sebuah analisa. Ternyata arabica memang tidak cocok ditanam di tempat yang didominasi vulkanik tebal dan tanah berpasir pada ketinggian yang hanya di bawah 1,100 mdpl. Sebaliknya, dengan kontur daerah tersebut sangat cocok untuk membudidayakan jenis robusta.

Hal inilah kemudian

LAPORAN UTAMA

11W+ Edisi 2 | Oktober 2015

banyak masyarakat yang membudidayakan kopi jenis robusta dengan sistem tumpang sari. Umumnya mereka memilih pohon kayu sengon sebagai peneduh. Selain itu, banyak masyarakat yang juga menanam pohon buah sebagai pendamping pohon kopi. Kopi robusta dari lereng selatan Merapi ini ternyata tumbuh menjanjikan.

Alternatif Wisata Agro Sekaligus Wisata Bisnis

Erupsi yang terjadi 2010 silam, ternyata membawa kabar duka begitu mendalam bagi Sumijo sendiri. Beberapa bulan sebelum hari H erup si, ternyata Sumijo yang sebelum-nya bekerja di sebuah resort yang ada di Jalan Kaliurang sebagai operator mesin potong rumput, mengajukan pengunduran diri. Alasan Sumijo saat itu adalah agar dia bisa lebih fokus dalam mengelola Koperasi Kopi Merapi dan mengorganisir para petani.

“Pilihan yang sulit, menginggat kopi merapi sendiri belum banyak dilirik orang. Tak berapa lama kemudian, terjadilah erupsi yang besar. Lahan kopi saya

termasuk 2 rumah milik saya dan istri ikut diterjang dan tertimbun material. Tak hanya itu, mertua saya meninggal di barak pengungsian. Saya merasa saat itu, saya mendapaat cobaan yang begitu besar. Namun, saya belajar iklas dan pasrah. Saya yakin, jika Allah SWT tidak akan memberikan cobaan ke hambanya melebihi kapasitasnya,” ungkap Sumijo.

Namun, keterpurukan tersebut ternyata menjadi titik balik bagi Sumijo untuk bangkit dan serius dalam mengelola Koperasi Kopi Merapi. Setelah mengalami naik turun, saat ini kopi merapi mulai menjadi magnet bagi masyarakat, khususnya masyarakat Yogyakarta. Banyak warga yang mendatangi kedai

kopi sumijo yang berada di tengah-tengah area larva tour. Tak sekadar menikmati seduhan robusta atau arabica asli dari gunung merapi, melainkan juga menikmati suasana punggung Merapi yang eksotik.

“Disini kami juga menawarkan wisata desa, mulai dari menjelajah kebun kopi, memproses biji kopi hingga menjadi kopi bubuk secara tradisional. Wisatawan juga bisa menikmati jelajah larva dengan mobil jeep atau trail yang bisa disewa di tempat-tempat yang disediakan. Saat ini, Kopi Merapi sudah menjadi bagian dari Budaya dan Wisata Yogyakarta.” Tutup Sumijo dengan senyuman hangat penuh semangat. (Ahmed)

W+ Edisi 1 | Oktober 201512

SETELAH melewati portal masuk, patung punakawan menyambut kedatangan kami. Membicarakan Puncak Suro-loyo sebenarnya tidak lepas dari membicarakan Semar dan pengiringnya. Bukankah membicarakan legenda khayangan memang tidak bisa dilepaskan dari mem bicarakan legenda de wa penghuninya?! Sebab itu punakawan diabadikan di Puncak Suroloyo, sebagai mo nu men untuk meneruskan se ja rah dan kisah lokal.

Di pintu masuk taman parkir, terdapat warung kopi yang memiliki tampilan berbeda. Berbentuk joglo dan cukup mencolok perhatian

Menikmati Kopi Menuju Puncak Suroloyo Desa Gerbosari, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta merupakan pengalaman yang luar biasa. Pemandangan alam yang indah tersaji di sepanjang perjalanan. Di portal masuk Puncak Suroloyo, kami disambut beberapa pemuda Karang Taruna dengan penuh keramah-tamahan. Inilah Puncak Suroloyo, tempat yang berbeda untuk menikmati kopi.

para pengunjung. Ada yang menarik keti-

ka kami mencoba masuk ke wa rung tersebut. Berjejer bungkus alumunium fo il dengan tulisan KOPI SURO-LOYO di etalase. Rasa Pena-saran kami muncul.

Menyesap industri kopi suroloyo

Pemilik warung tersebut bernama Windarno. Tergolong muda, karena masih berumur 30 tahun. Meski terlihat sederhana. Ternyata Windarno memiliki pengalaman menakjubkan karena berperan dalam menyejahterakan masyarakat desanya melalui Kopi Suroloyo.

“Untuk pribadi, (menjalankan bisnis-red) kopi ini membuat cepat kaya,” ujar Windarno mengawali cerita bisnis kopi suroloyo.

Ia pun menceritakan bagaimana petani kopi yang selalu merugi. Petani memetik biji kopi yang masih mentah, dan hanya dihadapkan pada

di Kahyangan

LAPORAN UTAMA

13W+ Edisi 2 | Oktober 2015

dua pilihan: menjual ke tengkulak atau menjual ke pasar. Dua pilihan yang sama sama membuat petani merugi.

“Awal mulanya, tahun 2010an, seorang teman memberi ide untuk menggarap bisnis kopi. Lalu ia mendatangkan seorang teman untuk melatih proses produksi kopi,” Windarno menceritakan awal mulanya ia memasuki bisnis kopi pada W+. “Lalu saya dapat teman dari Aceh, dan ia ke Suroloyo sini selama satu minggu untuk mengajari saya bisnis kopi, dari proses petik sampai jadi.”

Setelah dianggap bisa, Windarno bersama Kelompok Tani Sedyo Rukun, segera men jalankan bisnisnya ini. Windarno menggarap lang-sung bagian pemasaran dan produksi. Sedangkan bahan baku atau green beannya memakai dari petani lokal.

Pembagian keuntungan antara kelompok tani dan ka rang taruna pun dibagi adil. Sistem pembagian

keuntungan yang dibagi adil merupakan bentuk dari konsep pemberdayaan warga. Dari sini, kopi suroloyo diharapkan tidak hanya sekedar mengangkat nama Puncak Suroloyo dan kopi suroloyo, tetapi juga meng angkat derajat warga, terutama petani dan pemuda.

Dengan ketinggian dae-rah yang sebenarnya tidak se suai dengan syarat umum penanaman pohon kopi, Win-darno tetap percaya diri.

“Untuk mengatasi hal tersebut, proses produksi yang baik adalah kuncinya.” Ujar Windarno. Kopi jenis Arabika adalah produksi utama dan terlaris kopi suroloyo. Produksi kopi suroloyo yang masih terhitung kecil menghasilkan 15 kg bubuk kopi setiap bu lan-nya. Tetapi yang menjadi daya tarik lain, kopi suroloyo tidak hanya menjual kopi dalam ben tuk bubuk. Bagi pencinta kopi, membeli kopi yang ma-sih mentah adalah sebuah kewajiban. Kopi suroloyo me respon ceruk pasar ini,

karena selain menjual bubuk kopi, kopi bijian yang belum diroasting pun disediakan.

Kopi suroloyo mulai di ke-nal di banyak kalangan peng-gemar kopi. Konsumen tetap kopi suroloyo tidak hanya berkisar di wilayah Yogyakarta. Jakarta menjadi wilayah yang juga menjadi konsumen tetap kopi suroloyo. Di Yogyakarta, beberapa coffeehouse ternama menjadi konsumen tetap kopi suroloyo ini.

“Bahkan dari Jakarta se-latan kemarin ada yang me-me san kopi suroloyo karena tertarik dengan produksi kopi yang langsung dari petani,” tambahnya.

Pemuda Dan Petani Dalam Industri Kopi

Kegiatan pemuda dalam membesarkan komoditas kopi di Suroloyo, membuat karang taruna di desa setempat men jadi hidup. Di-pe gang sepenuhnya oleh karang taruna, produksi dan pemasaran kopi suroloyo ada

Windarno

Rumah produksi kopi suroloyo

W+ Edisi 1 | Oktober 201514

di bawah koordinasi Windarno.Dulu banyak war ga yang

pesimis me nge nai langkah yang di am bil Windarno dalam mem ber dayakan masyarakat, khu susnya dusun Keceme. Namun, ka rena kemauan Windarno yang sudah keras. Pelan-pelan sebagian masyarakat jus tru mendukung langkah Windarno.

“Prinsip saya, asalkan me ningkatkan sumber daya warga. Jangan untuk pribadi.” Ujar Windarno mengenai vi si-nya mengajak warga me ma-suki bisnis kopi.

Meskipun di awal ke un-tungan yang didapat tidak seberapa, semangat Windarno tidak surut. Justru dia makin bekerja keras. Akhirnya, semua kerja keras Windarno terbayar sudah.

Riyanto salah seorang petani kopi mengungkapkan, a merasakan efek positif ketika men jual kopi di Windarno di-bandingkan menjual ke pasar. Sebelumnya, Riyanto selalu menyetok atau menjual hasil panen kopinya di pasar atau tengkulak.

Saat menjual disana, Ri-yanto mengaku hanya sedikit mendapat keuntungan. Harga kopi di pasar ini mem-buat Riyanto tidak dapat menangguk untung terlalu ba-nyak. Berbeda saat ia memasok kepada Windarno, harga ko-pi yang ia jual lebih tinggi daripada saat ia menjual ke pasar.

“Bagi saya, sangat men-dukunglah (keberadaan kopi suroloyo-red) karena bisa mengangkat yang ada di Su-roloyo. Hampir semua petani Dusun Keceme memasok kopi ke Windarno.” Ucap Riyanto saat memberikan testimoni mengenai kopi suroloyo yang digarap Windarno. (Danu)

IKLAN Sate Afrika

W+ Edisi 1 | Oktober 201516

MEMULAI usaha 5 tahun lalu, kopi milik Rochmat sudah diminati banyak orang. Mulanya, ia mengenalkan kopinya dalam sebuah pertemuan Persatuan Hotel dan Restoran Indonsesia (PHRI). Setelah kopi menoreh dikenal di pertemuan itu banyak orang yang menyukai kopinya dan pesanan pun mulai berdatangan. “Banyak yang datang ke sini dan mereka langganan di sini, kayak Pendopo Dalem, Sifon Cafe, Bardiman Cafe, Babeh Cafe dan lain-lain. Kami juga kirim ke Demak, Jakarta, dan kota lain. Bulan Juli lalu kami kirim 15 kilo Kopi arabica ke Jakarta,” terang Rochmat. Ternyata, di Jakarta, pembeli kopi Rochmat merupakan anggota Asosiasi Petani Kopi

se-Asia Tenggara, “jadi kopi saya juga dibawa ke luar negeri sama asosiasi ini. Di samping para turis ke sini juga cari kopi saya. Ada turis domestik dan manca negara.”

Rochmat menjaga rasa kopi buatannya agar tetap khas dengan mengolahnya secara alami. Semua kopi yang ia jual ia proses dengan ca ra tradisional dan tak menggunakan alat-alat mo-dern. Penanamannya pun menggunakan pupuk kandang agar benar-benar alami. Untuk memenuhi pesanan kopi menoreh buatannya, Rochmat membelinya dari petani sekitar rumahnya, dengan begitu ia juga mencoba untuk memajukan petani kopi di sekitar tempatnya.

Kopi Alami di Bukit Menoreh5 tahun lalu, Rochmat mulai

merintis usaha kopinya. Kopi Menoreh, begitulah dia

menamai kopi produksinya tersebut. Pasalnya, kopi

yang ia produksi ini ditanam di bukit menoreh, Kulon

Progo, Yogyakarta. Rochmat menekuni usaha budidaya

kopi ternyata sudah sejak kecil. Ayah dan kakek-nyalah

yang berjasa mengenalkan kopi. Dan Rochmat akhirnya

mengetahui betul seluk beluk tentang bisnis kopi.

Namun, baru sekitar tahun 2010 Rochmat memproduksi

bubuk kopi Menoreh.

LAPORAN UTAMA

17W+ Edisi 2 | Oktober 2015

Bersama istrinya, Nurillah, Rochmat melakukan semua tahapan pembuatan kopi. “Kopi merah kita fermentasi 3-4 hari, dikupas, lalu dijemur. Yang bijian dibersihkan kulit arinya pakai lumpang lalu kalau sudah bersih kita jemur 1-2 hari biar lebih kering lalu, disortir yang bagus diolah yang jelek dijual lagi ke pasar. Setelah itu disangrai di dapur. Untuk nyangrai 1 kilo itu paling butuh waktu 30 menit, lalu digiling, lalu kita pack. Kita nggak pakai pupuk kimia, kita pakai pupuk kandang. Jadi semuanya masih alami,” terang Rochmat.

Variasi kopi yang ia tawarkan pun beragam. Rochmat menjelaskan bahwa pada dasarnya dia menyediakan 2 jenis kopi, yakni robusta dan arabica. Kemudian dari dua jenis kopi ini dia variasikan menjadi kopi lanang dan kopi biasa.

Kopi lanang merupakan kopi yang asal biji kopinya terdiri atas satu biji setiap buahnya sedangkan biji kopi biasa terdapat 2 biji. Khasiat kopi lanang bisa untuk menambah stamina lelaki. “Kita juga produksi kopi jahe dari kopi robusta dicampur dengan jahe. Dan saya bikin cafe kecil di sini. Malah nggak tertarik bikin cafe yang di kota, soalnya orang datang ke sini juga nyari suasana alamnya. Di sini kan masih alami sekali banyak pohon, dekat air mancur, jadi orang ke sini ngopi juga wisata alam. Biasanya yang datang ke sini rombongan, ada rombongan moge, rombongan dari kantor, macam-macam.”

Harapannya ke depan rochmat bisa membangun guest house agar tamu-tamunya dapat menginap sehingga dapat menikmati alam bukit menoreh serta kopinya lebih lama. (Janti)

Rochmat

TELUSUR

19W+ Edisi 2 | Oktober 2015

KEDAI RAKJAT DJELATA didirikan pada 28 September 2013 silam oleh RNDT. Mia Adiyati. Di awal berdirinya, KRD langsung menyita perhatian penikmat kuliner Yogyakarta. Hal ini tidak hanya terlihat dari desain ruang yang digarap cukup serius dengan mengusung nuansa Jawa Klasik, namun juga sajian yang ada di KRD sendiri.

Atmosfer yang dibangun untuk menghadirkan suasana jaman dulu terlihat sempurna. Lihat saja nama-nama panggilan untuk para pramusaji hingga kasirnya, ada Pakdhe, Codot, Carik dan lain sebagainya yang memang identik dengan nama tempo dulu. Semua pegawai yang ada di KRD pun berpakaian adat Jawa sehingga benar-benar menghidupkan suasana Jawa.

“Menu yang kami sajikan adalah menu khas keraton, seperti Cumi Ireng Mbah Blirik, Kresa Nyamleng, dan Manuk Londho. Mia memilih menu ini karena beliau ingin melestarikan kuliner Jawa yang mulai ditinggalkan,” ujar Pakdhe, karyawan Kedai Rakjat Djelata sekaligus ikon di kedai ini.

Uniknya, tempat pemesanan di KRD ini dibagi menjadi tiga tempat pemesanan menu makanan, menu minuman dan menu aneka roti. Untuk minuman yang menjadi andalan kedai ini adalah Wedang Uwuh. Minuman ini dipercaya memiliki banyak sekali khasiat, salah satunya adalah melancarkan aliran darah sehingga dapat menghilangkan capek.

Penasaran ingin mencoba aneka sajian khas keraton yang sangat lezat dan kaya rempah khas Indonesia? Silakan datang langsung ke Kedai Rakjat Djelata yang buka setiap hari, mulai dari jam 11.00 - 23.00 WIB. Selamat mencoba. (Kalinda Chandra)

Kedai Rakjat Djelata, menjadi salah satu pilihan tempat nongkrong buat Anda yang ingin menikmati suasana

Jawa Klasik di Yogyakarta. Berlokasi di jalan Dr Sutomo no. 54, Kedai Rakjat Djelata atau biasa dikenal KRD ini menyajikan aneka menu klasik Jawa, harapannya agar kuliner warisan nenek moyang bisa terus terjaga.

Kedai Rakjat Djelata: Sadjian Oentetik Djawa Koeno

W+ Edisi 2 | Oktober 201520

DI SISI utara Yogyakarta, Agus Ismail (30 tahun) dan Fauzan Gilang (28 tahun) menjalankan sebuah pe ru sa haan software engi neer ing. Selama berkon-sentrasi men jalankan bisnis, Agus dan Fau zan merasa memiliki banyak waktu luang yang dapat di gu nakan untuk berkegiatan. Lalu tim bulah keinginan membuat usaha baru yang berbeda dari usaha software engineering. Mereka memilih bean bag un tuk projek mereka.

Di tempat lain, di sisi selatan Yogyakarta, Ayu Mul-yan ti (21 tahun) dan Atina Roh mah (23 tahun) menerima dana Program Kreativitas Ma-ha siswa (PKM) dari Universitas Mu hammadiyah Yogyakarta (UMY) tempat mereka belajar. Menjalankan bisnis bean bag adalah ide utama proposal usa ha mereka berdua yang

diajukan ke pihak kampus dan diterima sebagai ide usaha yang harus dijalankan Ayu dan Atina.

Agus, Fauzan, Ayu, dan

Atina yang pada awalnya ti-dak saling mengenal ini diper-te mukan oleh ketertarikan yang sama; membuat usaha produksi bean bag. Bean bag, kursi yang berasal dari Italia ini menarik perhatian keempatnya karena memiliki kesan muda dan dinamis. Di sisi lain, target konsumen yang dihadirkan oleh bisnis ini masih terbuka lebar.

Mereka cukup yakin dengan target konsumen mereka. Hal ini karena harga bean bag cukup terjangkau. Akhirnya, mereka sepakat untuk membuat perusahaan bean bag yang kemudian mereka namakan Berry Bean Bag.

“Awal-awalnya kita ingin (bean bag-red) menggantikan

Ketika Anak Yogya Berbisnis Kursi Itali

Foto Koleksi Berry Bean Bag

Ayu Mulyanti dan Agus Ismail

MILLENIAL

21W+ Edisi 2 | Oktober 2015

IKLAN SIANTAN

peran kasur,” kenang Agus Ismail, ditemani Ayu, saat melakukan wawancara dengan redaksi W+.

“Kita membuat bean bag karena terinspirasi ruang kerja startup yang sering kita lihat di Jakarta dan Singapura. Ruang kerja perusahaan startup yang luas itu kita lihat di beberapa titik diisi oleh bean bag. Lalu kita kepikiran, kok di Jogja belum ada ya... Padahal banyak sekali perusahaan startup,” Lanjut Agus pada redaksi W+.

Usaha pun dijalankan. Agus dan Fauzan masih sibuk menjalankan bisnis software engineering, sedangkan Ayu dan Atina masih terus bergelut dengan dunia kampus. Meski memiliki kesibukan masing-

masing, mereka sepakan untuk tetap fokus menjalankan Berry Bean Bag. Bisnis mereka mulai dikenal masyarakat luas, bahkan hasil produksi bean bag mereka menarik beberapa perusahaan dan hotel.

Berry Bean Bag baru berjalan sepuluh bulan, namun yang menarik, kon-sumen tak hanya dari dalam kota, melainkan banyak juga yang dari luar. Konsumennya beragam, dari sekedar orang per orang hingga perusahaan dan hotel. Dijalankan empat orang, Berry Bean Bag merasa kurang maksimal menggarap sisi pemasaran produknya. Beberapa pameran furniture diikuti berry bean bag sebagai strategi untuk menjaring lebih

banyak konsumen. “Grafik pertumbuhan

Ber ry Bean Bag dari saat per-ta ma berdiri sebenarnya naik tetapi tidak sesuai ren ca na awal. Target awal kita sebe-nar nya menghasilkan 60 buah bean bag setiap bulannya. Tapi pencapaian kita baru 50% dari target.” Agus Ismail men je laskan kondisi sistem pemasarannya.

“Model produksi kita adalah pre order. Agar kita bisa me nyesuaikan dengan se le ra kon sumen kita. Karena kon su-men kadang memiliki se lera ter-tentu di motif kain dan bentuk bean bag. Waktu produksi kita paling lama itu se minggu. Yang kita miliki hanya contoh produk,” tutup Agus. (Danu)

Foto Koleksi Berry Bean Bag

W+ Edisi 2 | Oktober 201522

AWAL mula Aan terjun di du-nia perdagangan sudah ia mulai saat SMA. Mulanya Dia menjual kaos yang ia beli di Yogyakarta kemudian ia kirim ke Blora untuk dijual oleh te-mannya. Bisnis pakaian ini me mang tak berjalan lama, na-mun Aan tak mau menyerah. Dia kemudian menjadi reseller pro duk kecantikan bersama ka kaknya di tahun 2013. Aan menjual semua produk

kecantikannya secara online. Dalam sebulan ada 10 pembeli dan itu terus bertambah. Dari sinilah ia mulai menggeluti du nia bisnis kosmetik se bab menurutnya, jumlah omset yang didapatkan dari peme-san an konsumen yang pernah me makai produknya, jauh lebih menjanjikan.

Tahun 2014, Aan membuat brand sendiri, Avoskin, dibantu 3 temannya. Bermula dari bis-

nis kosmetik yang terus maju inilah, Aan kemudian me ram-bah ke bisnis lainnya dan ia membentuk perusahaan in-duk bernama Avo Innovation and Technology. Dalam satu pe rusahaan induk tersebut, terdiri atas Avoskin yang ber-ge rak di bidang kosmetik, In co-media yang bergerak di bi dang telekomunikasi, dan Avo land and Property, yang ber gerak di bidang property dan real estate.

Tiga Perusahaan di Usia 21 Tahun

Di umur 21 tahun Anugrah Pakerti atau biasa disapa Aan telah menjadi wirausahawan sukses. Kegemarannya berwirausaha sudah ia mulai sejak SMA hingga kini, ia telah memiliki 3 perusahaan yang dinaungi dalam satu perusahaan induk, yakni Avo Innovation and Technology.

MILLENIAL

23W+ Edisi 2 | Oktober 2015

“Saya dapat ide bisnis banyak itu dari brainstorming sama teman-teman. Di kamar saya malah jarang sekali bu-ku soal teknik informatika, ba-nya kan soal ekonomi. Saya belajar ekonomi sendiri un tuk tahu bagaimana kon disi pa-sar sehingga bisa me nye su-aikannya dengan bisnis saya di sini. Kondisi pasar global sangat berpengaruh pada bisnis kita. Jadi saya harus benar-benar te liti memperhitungkan segala hal,” terang Aan.

Jika bisnis kosmetik Aan sudah mulai mapan, bis-nis telekomunikasinya ini ia kembangkan mulai dari mem-buat skin analyzer, pem buat-an web, aplikasi, dan lain-lain hingga menarik mi nat pe ngu-saha di kancah inter na sional. Dari bisnis teleko mu ni kasinya ini, Aan mendapat undangan untuk mengikuti Pertemuan Internasional Bisnis dan Pengu-saha Bidang Komersil di Jerman pada bulan Oktober 2015. “Nan ti presentasi di sana. Di sana ada beberapa pelaku

bisnis dari Thailand, Amerika, dan Prancis kita presentasi di sana dan berharap dapat in-vestor. Sebelumnya, tahun 2014 juga pernah mengirimkan se mi project untuk UMKM dan sambutannya sangat manarik,” jelas Aan.

Selain itu, Aan juga me-mi liki ide bisnis properti yang ia integrasikan dengan tek-nologi seluler dan membuat perumahan dengan konsep smart house. “Tapi untuk bisnis pro perti kita masih konsep dan akan dibangun akhir tahun ini. Lihat situasi juga karna eko nomi sedang melemah,” katanya. (Janti)

Foto Koleksi Berry Avoskin

W+ Edisi 2 | Oktober 201526

“TEH PUTIH merupakan salah satu jenis teh yang unggul, di ambil dari pucuk pohon teh yang belum sepenuhnya mekar dari klon pohon teh yang khusus didatangkan dari China. Pohon teh penghasil teh putih ini berbeda dengan po hon-pohon teh lainnya,” ung kap Bu Purbo saat ditemui

di kediamannya yang asri, di puncak bukit perkebunan teh Jamus.

Teh putih menjadi salah satu minuman yang popular di tengah-tengah masyarakat dunia karena memiliki banyak manfaat. Bagi tea holic atau pe-nyuka minuman teh, white tea ini memang istimewa, bah kan

kelasnya konon di atas green tea.

“Manfaat teh putih ini ham pir sama dengan teh hi-jau, yaitu untuk kesehatan dan kecantikan. Namun, dari ha sil pe nelitian yang pernah dila-ku kan, oksidan dari teh pu-tih ternyata lebih besar dari teh hijau. Sehingga mampu

Khasiat dan Prospek Teh Putih

Tidak banyak masyarakat yang tahu, jika negeri ini

memiliki teh yang setenar teh dari pegunungan

Fujian, China. Teh tersebut adalah teh putih atau white

tea. Nama teh putih saat ini melambung tinggi,

karena banyak memiliki manfaat untuk kesehatan.

Salah satunya adalah untuk menggempur segala jenis

penyakit.

POJOK HIJAU

27W+ Edisi 2 | Oktober 2015

melawan ganasnya pe nya kit kanker.” Tambah Bu Purbo.

Apa yang disampaikan Bu Purbo memang benar, seorang peneliti dari Oregon State Uni­versity yang dipublikasikan me-lalui American Chemical Socie­ty pada Maret 2000, meng -ungkapkan jika teh putih me-mi liki kandungan anti oksidan untuk melawan ga nasnya kan ker dibanding teh hijau. Ed­monton Journal pa da edisi 16 April 2012 juga me nyebutkan, jika teh putih ini merupakan teh pelawan ga nas nya kanker ter baik diantara semua jenis teh.

Menurut bu Purbo, teh putih ini hanya bisa diambil tiga bulan sekali. Jadi, setelah dipetik, harus menunggu tiga bulan lagi untuk kembali di pe-tik. Selain itu, pengolahan teh putih ini juga harus dengan cara tradisional, agar kandungan anti oksidan dan polifenol da-lam teh tidak hilang. Hal inilah yang membuat teh putih men-jadi teh yang istimewa.

“Untuk harga teh putih me mang yang paling mahal. Untuk 1 kg teh putih biasa di-jual hingga Rp 4.000.000 un-tuk kualitas yang paling bagus.

Namun, agar teh ini bisa tetap dinikmati masyarakat, teh putih juga dijual eceran mulai dari 1 ons hingga ¼ kg.” ujar Bu Purbo.

Cara minum Teh ini agar khasiat teh maksimal adalah dengan mengambil helai teh putih sebanyak 20 biji, lalu diseduh air panas, dengan panas sekitar 80’ sebanyak 100 ml air. Lalu, biarkan Teh itu selama 15 menit. Saring air-nya, sebelum diminum, uap teh putih tersebut dihirup se-puas nya, lalu setelah itu baru di minum.

Ampas Teh putih jangan buru-buru dibuang, karena am pas Teh putih sisa seduhan per tama masih bisa diseduh lagi. Idealnya Teh putih ini bisa diseduh hingga 6 kali proses penyeduhan, berbeda dengan Teh biasa yang hanya sampai 4 kali proses penyeduhan. Me-nurut Ibu Purbo, kenapa Teh putih maupun Teh hijau bisa dilakukan penyeduhan ber-ulang-ulang? Karena ternyata da lam setiap seduhan Teh tersebut memiliki kandungan zat yang berbeda-beda.

“Ciri khas teh putih ber-kualitas bisa dirasakan ketika kita menghirup uap teh putih

tersebut. Dari uap Teh itu, wangi yang keluar seperti wangi madu. Di seduhan per-tama, wanginya mungkin sa-mar, namun di seduhan kedua dan seterusnya, wangi madu ter sebut akan terasa kuat,” tu-tup Bu Purbo.

Penasaran dengan komo-ditas teh putih ini? (Ahmed)

Foto Koleksi Google Image

Ibu Purbo (owner griya godong teh)

W+ Edisi 2 | Oktober 201528

Berbagai Startup agrobisnis bermunculan di Indonesia. Salah satunya adalah Layer Farm Manager. Program analisis peternakan ayam petelur ini dikembangkan oleh anak dari pemilik peternakan ayam petelur. Dikembangkan karena kebutuhan personal, Layer Farm Manager berkembang lebih jauh menjadi sebuah teknologi aplikatif yang bisa digunakan siapa saja dengan biaya murah. Menggunakan anak kandang sebagai ujung tombak entry data, layer farm manager membuat pemilik peternakan bisa me ngen dalikan bisnis dari jarak jauh. Website layerfarm.com pun menjadi ujung akhir pengolahan data peternakan ayam petelur.

Beternak Ayam Petelur dari Jarak Jauh

“DENGAN kondisi saya yang ada di Jakarta, bapak ibu saya yang sepuh (lanjut usia – red), dan saya yang dituntut untuk melanjutkan peternakan. Saya agak kesulitan. Akh irnya, untuk membantu saya, saya buatlah aplikasi itu,” ungkap Agung Suyono menceritakan motivasi menciptakan sistem pendataan peternakan ayam petelur berbasis teknologi web site. Sistem pendataan yang ia namakan layer farm manager ini mendapat sam butan yang besar dari para pemilik pe ter-nakan ayam petelur.

Agung Suyono adalah anak dari seorang peternak ayam petelur. Ia bekerja di Ja-karta, sedangkan kedua orang -tuanya berada di Blitar. Ja rak yang jauh dan regenerasi ke-pemilikan peternakan mem-buat Agung berpikir mencari cara mengelola peternakan jarak jauh. Sejak 2006, model awal sistem pendataan ia bu-at diantara kesibukannya se -bagai pekerja di Jakarta. Tanpa menunggu lama, sistem yang

Foto Koleksi Layer Farm Manager

Foto Koleksi Layer Farm Manager

START UP

29W+ Edisi 2 | Oktober 2015

Agung Suyono

dia buat langsung mendapat respon positif dari dokter hewan yang selalu datang di peternakan Agung di Blitar.

“Peternakan ayam yang besar pasti diregenerasikan ke anak pemiliknya. Nah, anak-anak pemilik peternakan yam inilah yang ditargetkan menjadi pengguna Layer Farm Manager.” Jelas Agung pada redaksi W+.

Menurut Agung, Sampai sekarang sudah ada tujuh puluh pengguna layer farm manager

sejak delapan bulan lalu. Dengan komposisi 40% dari luar negeri dan 60% dari Indonesia.

Pada tahun 2014, La-yer Farm Manager resmi di -launching. Sejak saat itu, aplikasi ini mendapat sam but-an yang positif. Selain ka rena kemampuannya da lam meng-olah data, agung men jadikan layer farm mana ger sebagai teknologi aplikatif yang tidak berbayar.

“Saya sem pat mendengar

cerita ada yang per nah mem-buat program serupa, tapi harganya sampai lima ratus juta. Saya melihat program ini dibutuhkan para peternak ayam, karena inilah kedepan saya ingin menjual aplikasi ini dengan harga terjangkau,” tambahnya.

Sistem kerja pendataan layer Farm Manager sebe nar-nya berdasarkan rekaman data yang diberikan anak kan dang. Data dari anak kandang ke-mudian diunggah ke server layerfarm.com. Data ini ke-mu dian diproses menjadi se-buah laporan bagi pemilik peternakan ayam. Pendataan yang dilakukan secara digital dan berbasis teknologi internet ini mendata banyak faktor untuk menjadi bahan analisis saat pengambilan keputusan manajerial. Jajaran direksi peter nakan ayam dapat berada jauh dari lokasi peternakan ayam miliknya. Tetapi dengan data yang sudah diunggah ke server, direksi dapat melakukan kontrol di mana saja. (Danu)

INSPIRASI

W+ Edisi 2 | Oktober 201530

DI TAHUN 1978, sebuah pe ru-sahaan mobil, Chrysler Cor po-ration diambang kehan curan. Pangsa pasar merosot hingga 44%, mem buat moral seluruh karyawan ikut merosot. Secara mate matis, tidak butuh berapa lama perusahaan akan kolaps.

Lalu, Lee Iacocca direkrut sebagai pemimpin perusahaan dengan beribu masalah serius. Sistem keuangannya sa ngat bu ruk, pasokan pro duksinya ka cau, kualitas produk merosot drastis, para pemimpinnya sulit bekerjasama, dan para pe-langgan banyak yang lari se-hingga perusahaan merugi.

Meskipun sulit, Lee Iacoc-ca tetap bekerja penuh ke-yakinan. Saat itu, langkah per-ta ma yang ia lakukan adalah mengevaluasi 35 petinggi pe-ru sahaan, dan mengganti 33 diantaranya dengan orang pi-lihan Iacocca. Iacocca juga me-mo tong gajinya sendiri men-jadi hanya 1 dolar selama satu ta hun. Dia juga meminta para ekse kutif perusahaan bersedia dipo tong gajinya 10%.

Pengorbanan tak ternilai Iacocca lainnya adalah me le pas-kan kebersamaan yang bia sa ia nikmati bersama ke luar ga. Saat liburan, Iacocca menggunakan waktunya untuk memperbaiki manajemen, ke uangan, metode produksi, juga meningkatkan kembali loya litas karyawannya yang mulai surut. Di hadapan kongres Amerika, Iacocca merendahkan diri nya untuk mendapat pin ja m an yang dibutuhkan Chrys ler. Meskipun, kongres Ame rika mencelanya luar biasa melalui media cetak de ngan mengatakan bahwa pe-

ru sa ha an Chrysler meru pa kan con toh nyata dari keke liruan industri di Amerika.

Hukum PengorbananNamun, seiring berja lan-

nya waktu, hukum pengor ban-an yang telah mendarah daging dalam diri Lee Iacocca ter nyata membuahkan hasil. Setelah 4 tahun bekerja keras dan penuh pengorbanan, akhir nya apa ya-ng dikorbankan Iacocca mem-buahkan hasil. Se mua hutang perusahaan bisa dilunasi, bah-kan perusahaan men dapat ke-un tungan dari pangsa pasar mereka sebesar 50%.

Kisah inspiratif Lee Ia coc-ca diatas membuktikan bah-wa hukum pengorbanan se-

orang pemimpin yang tulus akan mampu membuahkan hasil yang positif. Baik bagi dirinya sendiri, maupun bagi perusahaan yang dia pimpin. Lee Iacocca me ngajarkan pada kita semua, bahwa seorang pe-mim pin harus mampu meng-hadapi segala kri sis yang meng hadangnya. Se orang pe-mim pin harus mampu men cari jalan keluar di saat se galanya se olah hancur dan tidak ada ha rapan lagi.

Pelajaran yang bisa kita petik dari kisah Lee Iacoc-ca adalah besarnya se buah masalah justru akan me nem pa dan mengasah jiwa ke pemim-pinan seseorang untuk tumbuh menjadi lebih kuat lagi.

Sumber Google Image

Lee Iacocca

Belajar Berkorban, Kisah Inspiratif dari IacoccaPenulis A.C