manfaat penelitian hipotesis bahan dan metode · setengah dari zs yang diperoleh dipanaskan atau...

16
3 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan sebagai luaran penelitian ini adalah pemanfaatan zeolit sintetik dan zeolit sintetik terpilar yang memiliki aktivitas antioksidan sehingga dapat diaplikasikan dalam bidang kosmetik dan kesehatan. Hipotesis Zeolit sintetik yang dipilar dengan TiO 2 dan Fe 2 O 3 mempunyai aktivitas antioksidan dan terdapat perbedaan aktivitas antioksidan antara zeolit sintetik baik yang dipilar TiO 2 atau Fe 2 O 3 dan yang tidak. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2013 hingga Juli 2013 di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Kimia Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Yayasan PharmasiSemarang, Laboratorium Uji Biofarmaka IPB dan Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Jalan Gunung Batu, Bogor. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan ialah kaolin Bangka Belitung, TiO 2 , Fe 2 O 3, NaOH, vitamin C, 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). Alat yang digunakan ialah alat-alat gelas, botol plastik hidrotemal, spektrofotometer UV-VIS 1700 merk Shimadzu, difraktometer sinar-X (XRD) merk Shimadzu (Cu sebagai atom target, panjang gelombang 1.5406Å , voltase 40kV , arus 30mA), dan mikroskop elektron payaran (SEM)-spektroskopi dispersif energi (EDS) merk Bruker. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap penelitian, yaitu menyintesis zeolit dari bahan baku kaolin, memilarnya dengan TiO 2 dan Fe 2 O 3 , dan menguji kinerjanya sebagai antioksidan menggunakan metode DPPH serta uji kapasitas adsorpsi terhadap biru metilena. Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Sintesis zeolit (Hediana 2011). Preparasi metakaolin (M) dilakukan dengan menimbang sebanyak 150g serbuk kaolin (K) kemudian dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 700 C selama

Upload: phungtram

Post on 06-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Manfaat Penelitian Hipotesis BAHAN DAN METODE · Setengah dari ZS yang diperoleh dipanaskan atau ... (ZSTi), setengah dari hasil ZSTi yang diperoleh dioksidasi 300 C selama 5 jam

3

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan sebagai luaran penelitian ini adalah pemanfaatan

zeolit sintetik dan zeolit sintetik terpilar yang memiliki aktivitas antioksidan

sehingga dapat diaplikasikan dalam bidang kosmetik dan kesehatan.

Hipotesis

Zeolit sintetik yang dipilar dengan TiO2 dan Fe2O3 mempunyai aktivitas

antioksidan dan terdapat perbedaan aktivitas antioksidan antara zeolit sintetik baik

yang dipilar TiO2 atau Fe2O3 dan yang tidak.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2013 hingga Juli 2013 di

Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor,

Laboratorium Kimia Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi ”Yayasan Pharmasi”

Semarang, Laboratorium Uji Biofarmaka IPB dan Balai Penelitian dan

Pengembangan Kehutanan Jalan Gunung Batu, Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan ialah kaolin Bangka Belitung, TiO2, Fe2O3,

NaOH, vitamin C, 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). Alat yang digunakan ialah

alat-alat gelas, botol plastik hidrotemal, spektrofotometer UV-VIS 1700 merk

Shimadzu, difraktometer sinar-X (XRD) merk Shimadzu (Cu sebagai atom target,

panjang gelombang 1.5406Å , voltase 40kV , arus 30mA), dan mikroskop

elektron payaran (SEM)-spektroskopi dispersif energi (EDS) merk Bruker.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap penelitian, yaitu menyintesis

zeolit dari bahan baku kaolin, memilarnya dengan TiO2 dan Fe2O3, dan menguji

kinerjanya sebagai antioksidan menggunakan metode DPPH serta uji kapasitas

adsorpsi terhadap biru metilena. Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada

Lampiran 1.

Sintesis zeolit (Hediana 2011).

Preparasi metakaolin (M) dilakukan dengan menimbang sebanyak 150g

serbuk kaolin (K) kemudian dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 700 C selama

Page 2: Manfaat Penelitian Hipotesis BAHAN DAN METODE · Setengah dari ZS yang diperoleh dipanaskan atau ... (ZSTi), setengah dari hasil ZSTi yang diperoleh dioksidasi 300 C selama 5 jam

4

6jam. Serbuk metakaolin yang terbentuk didinginkan. Metakaolin (M) hasil

kalsinasi ditimbang sebanyak 10g, kemudian ditambahkan 200mL larutan NaOH

2M. Campuran dipanaskan pada suhu 40 C selama 6 jam. Pemanasan dilanjutkan

pada suhu 100 C selama 24 jam. Zeolit sintetik yang diperoleh dicuci dengan

akuades bebas ion sampai pH netral dan dikeringkan dengan oven pada suhu 100 C selama 24 jam (ZS). Setengah dari ZS yang diperoleh dipanaskan atau

dioksidasi pada 300 C selama 5 jam (ZSO).

Sintesis zeolit terpilar TiO2 dan Fe2O3 (Wijaya et al. 2006 dengan

modifikasi).

Pemilaran zeolit dalam penelitian ini dilakukan dengan, yaitu pertama

pemilaran dilakukan setelah sintesis zeolit (secara fisik) dan kedua pemilaran

dilakukan bersamaan dengan sintesis zeolit (hidrotermal). Pemilaran secara fisik

dilakukan dengan menambahkan 4g zeolit sintetik (ZS) dan TiO2 15% dari bobot

ZS kemudian dipanaskan pada 300 C selama 5 jam (ZSTiF). Pemilaran secara

hidrotermal dilakukan dengan mencampurkan 4g metakaolin (M), 80mL NaOH

2M dan TiO2 15% dari bobot M. Campuran kemudian dipanaskan pada suhu 40 C selama 6 jam. Pemanasan dilanjutkan menggunakan oven pada suhu 100

C

selama 24 jam. Campuran kemudian dicuci dengan akuades bebas ion hingga

mencapai pH netral, dikeringkan dengan oven pada suhu 100 C selama 24 jam

(ZSTi), setengah dari hasil ZSTi yang diperoleh dioksidasi 300 C selama 5 jam

(ZSTi O).

Pemilaran zeolit dengan Fe2O3 dilakukan dengan metode yang sama seperti

pada pemilaran dengan TiO2 sehingga menghasilkan zeolit sintesis terpilar Fe2O3

pencampuran secara fisik (ZSFeF) dan zeolit sintetik terpilar Fe2O3 (ZSFe) serta

zeolit sintetik terpilar Fe2O3 yang dioksidasi 300 C selama 5 jam (ZSFeO).

Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH (Aranda et al. 2009 dengan

modifikasi).

Sebanyak 50mg zeolit sintetik dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan

ditambahkan 5ml larutan DPPH 125µM. Campuran kemudian dikocok

menggunakan vortex selama 5 menit kemudian disentrifugasi dengan kecepatan

4000rpm selama 10 menit. Filtratnya diinkubasi selama 30 menit pada suhu

ruangan dan serapannya diukur pada 517nm. Blanko yang digunakan ialah

metanol dan vitamin C sebagai kontrol positif. Kapasitas penghambatan radikal

bebas dihitung berdasarkan persamaan :

A = Serapan kontrol negatif (DPPH ditambah metanol)

B = Serapan sampel (DPPH ditambah metanol, zeolit)

Dilakukan uji yang sama terhadap kaolin, metakaolin, TiO2, Fe2O3, zeolit

yang terpilar dengan TiO2 maupun zeolit terpilar Fe2O3. Selanjutnya hasil

perhitungan aktivitas penangkapan radikal bebas (persentase inhibisi) dimasukkan

Page 3: Manfaat Penelitian Hipotesis BAHAN DAN METODE · Setengah dari ZS yang diperoleh dipanaskan atau ... (ZSTi), setengah dari hasil ZSTi yang diperoleh dioksidasi 300 C selama 5 jam

5

ke dalam persamaan regresi (Y=aX+b) dengan konsentrasi zeolit sintesis (%

berat) sebagai absis (sumbu X) dan nilai persentase inhibisi sebagai ordinat

(sumbu Y). Nilai IC50 diperoleh pada saat persentase inhibisi sebesar 50%.

Penentuan Kapasitas Adsorpsi ( Hediana 2011)

Sebanyak 50.0mg zeolit sintesis dan yang terpilar ditambahkan larutan biru

metilena 100, 200, 300, 400 dan 500mg L-1

sebanyak 15 ml, kemudian dikocok

menggunakan vortex selama 2 jam. Setelah itu larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 500rpm selama 20 menit. Konsentrasi supernatant ( biru metilena / Ct)

ditentukan dengan spektrofotometer UV – tampak pada panjang gelombang

maksimum ( λ maks). Penentuan λ maks dilakukan dengan mengukur serapan

larutan biru metilena pada rentang panjang gelombang 200 – 700nm. Larutan

baku biru metilena dibuat dengan konsentrasi 2 , 3, 4, 5, dan 6 mg L-1

. Kapasitas

adsorpsi ditentukan dengan persamaan :

Q =

Dimana Q = kapasitas adsorpsi ( mg g-1

),

V = volume larutan biru metilen (L),

Co = konsentrasi biru metilen awal (mg L-1

),

Ct = konsentrasi biru metilena sisa (mg L-1

), dan m = massa zeolit (mg)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pencirian Zeolit , Zeolit Terpilar TiO2 serta Zeolit Terpilar Fe2O3

Zeolit yang dibuat dalam penelitian ini berasal dari kaolin. Kaolin

merupakan bahan yang banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan zeolit ,

karena kaolin mengandung SiO2 dan Al2O3 sebagai bahan dasar untuk

menyintesis zeolit (Barrer 1978). Hal ini karena struktur dan senyawa penyusun

kaolin mirip dengan penyusun zeolit. Kaolin mempunyai struktur yang berupa

lapisan 1 : 1, yaitu untuk setiap lembar terdiri atas satu lapisan tetrahedral oksida –

Si (lapisan silikat) dan satu lapisan oktahedral hidroksioksida – Al (lapisan

aluminat). Selembar silika tetrahedral dikombinasi dengan hidroksil oktahedral

yang dibagi dengan lembar alumina oktahedral (Murray 2000). Sementara zeolit

memiliki struktur tetrahedral semua,oleh sebab itu diperlukan pemanasan agar

struktur oktahedral aluminat kaolin dapat diubah menjadi struktur tetrahedral

aluminat zeolit. Morfologi serbuk kaolin, metakaolin, zeolit sintetik dan zeolit

sintetik terpilarisasi diperlihatkan pada Gambar 1.

Gambar 1 memperlihatkan perbedaan mendasar pada kaolin (K),

metakaolin (M) dan zeolit sintetik (ZS). Perubahan yang terjadi yaitu dari kaolin

yang semula serbuk berwarna putih (Gambar 1a), kemudian setelah dikalsinasi

Page 4: Manfaat Penelitian Hipotesis BAHAN DAN METODE · Setengah dari ZS yang diperoleh dipanaskan atau ... (ZSTi), setengah dari hasil ZSTi yang diperoleh dioksidasi 300 C selama 5 jam

6

pada suhu 700 C menjadi sedikit kecoklatan tetapi masih berbentuk serbuk kasar

yang kemudian disebut metakaolin (Gambar 1b). Pemanasan 700 C bertujuan

meruntuhkan struktur kristal kaolin yang ditandai dengan hilangnya gugus

hidroksil yang terikat secara kimia.

Adapun reaksinya diperlihatkan pada Persamaan 1 (Hosseini et al. 2011).

(1)

Kaolin metakaolin

Persamaan 1 menunjukkan perubahan jumlah molekul oksigen dan

hidrogen dari kaolin. Selama proses kalsinasi struktur kaolin terdegradasi dan dua

molekul H2O akan terdehidroksilasi (Hosseini et al. 2011). Dehidroksilasi adalah

hilangnya molekul air yang terserap pada kisi-kisi kristal dari mineral kaolin

membentuk metakaolin. Proses kalsinasi telah merubah molekul Al2O3 yang

berbentuk oktahedral pada kaolin membentuk ion AlO2- yang berbentuk

tetrahedral pada metakaolin.

Metakaolin selanjutnya direaksikan dengan NaOH 2M yang berfungsi

sebagai pemberi suasana basa yang memengaruhi waktu nukleasi dengan

mengubah fase metakaolin dari fase padat menjadi larutan. NaOH juga berfungsi

sebagai donor kation yang berperan dalam mengarahkan dan menyeimbangkan

muatan pada kerangka struktur zeolit (Georgiev et al. 2009). Larutan metakaolin

dipanaskan pada suhu 40 C selama 6 jam untuk mempercepat proses

pembentukan inti kristal zeolit. Pemanasan dilanjutkan pada suhu 100 C selama

24 jam untuk menyempurnakan pembentukan kristal zeolit.

Zeolit sintetik (ZS) yang diperoleh dicuci menggunakan air bebas ion

hingga pH netral. Pencucian bertujuan menghilangkan material yang tidak

menjadi bagian dari penyusun zeolit yang mungkin ada di permukaan dan larut

dalam air bebas ion. ZS selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 100 C

selama 24 jam dengan tujuan selain menguapkan air yang terperangkap dalam

pori-pori kristal zeolit juga agar jumlah pori dan luas permukaan spesifiknya

bertambah (Suardana 2008). ZS yang dihasilkan berupa kristal putih kekuningan

(Gambar 1c). ZS yang diperoleh dipanaskan lagi pada suhu 300 C selama 5 jam

dengan tujuan memperbaiki kristalinitas, meski secara fisik tidak terjadi

perubahan warna yang mencolok (Gambar 1d) tetapi dari data difraktogram

terjadi kenaikan kristalinitas.

Pemilaran menggunakan TiO2 (Gambar 1e) dilakukan melalui

penambahan TiO2 ke larutan awal metakaolin – NaOH menghasilkan zeolit

sintetik ZSTi (Gambar 1f) yang warnanya putih kekuningan dengan bentuk serbuk

lebih halus . Kemudian ZSTi dioksidasi lagi dan diperoleh hasil ZSTiO berbentuk

serbuk lebih kasar (Gambar 1g) dibandingkan serbuk ZSTi. Pemilaran TiO2

secara fisik dilakukan melalui penambahan TiO2 pada zeolit yang telah disintesis

menghasilkan campuran/komposit berupa serbuk berwarna kuning pucat (Gambar

1h) yang selanjutnya disebut ZSTiF.

Pemilaran ZS dengan Fe2O3 (Gambar 1i) dilakukan melalui penambahan

Fe2O3 ke larutan awal metakaolin – NaOH menghasilkan serbuk berwarna merah

coklat ZSFe (Gambar 1j). Warna serbuk akan lebih tua lagi jika dioksidasi lanjut

Page 5: Manfaat Penelitian Hipotesis BAHAN DAN METODE · Setengah dari ZS yang diperoleh dipanaskan atau ... (ZSTi), setengah dari hasil ZSTi yang diperoleh dioksidasi 300 C selama 5 jam

7

ZSFeO (Gambar 1k). Pemilaran secara fisik antara ZS dengan Fe2O3

menghasilkan serbuk ZSFeF (Gambar 1l) yang berwarna merah coklat pekat

dibandingkan dengan ZSFe.

Serbuk TiO2 berwarna putih dan Fe2O3 berwarna merah bata , apabila

kedua bahan ini dicampurkan dengan zeolit sintetik baik secara fisik maupun saat

proses sintesis zeolit maka warnanya akan saling mempengaruhi. Proses sintesis

zeolit dengan pilarisasi TiO2 dan Fe2O3 yang dilakukan secara fisik maupun saat

proses sintesis memengaruhi warna zeolit yang dihasilkan, namun secara kasat

mata semuanya bercampur dengan merata. Morfologi zeolit maupun zeolit terpilar

TiO2 dan Fe2O3 akan terlihat lebih jelas menggunakan SEM – EDS dan

keberhasilan pemilaran ini juga diamati dengan XRD.

a b c

d e f

g h i

j k l

Gambar 1 Morfologi serbuk (a) K, (b) M, (c) ZS, (d) ZSO, (e) TiO2, (f) ZSTi,

(g) ZSTiO, (h) ZSTiF, (i) Fe2O3, (j) ZSFe, (k) ZSFeO, dan (l)

ZSFeF.

Karakter zeolit melalui pengamatan menggunakan XRD

Difraksi sinar X digunakan untuk mengidentifikasi jenis mineral zeolit yang

terkandung dan kristalinitasnya. Gambar 2a dan 3a menunjukkan difraktogram

Page 6: Manfaat Penelitian Hipotesis BAHAN DAN METODE · Setengah dari ZS yang diperoleh dipanaskan atau ... (ZSTi), setengah dari hasil ZSTi yang diperoleh dioksidasi 300 C selama 5 jam

8

kaolin, sedangkan Gambar 2b dan 3b memperlihatkan difraktogram metakaolin.

Perbandingan kedua difraktogram ini memperlihatkan adanya perbedaan puncak

antara kaolin dan metakaolin, yang berarti bahwa telah terjadi perubahan struktur

pada kaolin, yaitu lepasnya gugus hidroksil. Perubahan ini menghasilkan

metakaolin dengan struktur yang lebih amorf dibandingkan kaolin, diindikasikan

oleh kristalinitas metakaolin (45.39%), dan kaolin (83.33%).

Gambar 2c dan 3c memperlihatkan difraktogram zeolit sintetik referensi

Joint Committee on Powder Difraction Standards (JCPDS ) nomor 39 – 0222,

sedangkan difraktogram zeolit sintetik hasil penelitian ditunjukkan pada Gambar

2f dan 3e. ZS hasil penelitian memiliki puncak pada sudut 2θ=10.19°, 12.47°,

16.10°, 21.64°, 23.95°, 26.07°, 27.08°, 29.90°, 32.49°, dan 34.14° dengan

kristalinitas sebesar 79.27%. Berdasarkan JCPDS nomor 39–0222 puncak khas

zeolit referensi tersebut sebagai zeolit tipe A mempunyai sudut 2θ sebesar 10.17°,

12.46° , 16.11°, 21.36° , 23.99°, 26.11°, 27.11°, 29.94°, 32.54°, dan 34.18°.

Berdasarkan perbandingan pola difraktogram antara ZS hasil penelitian

dengan referensi disimpulkan bahwa zeolit hasil penelitian merupakan zeolit

sintetik tipe A. Hasil pemanasan tidak menunjukkan perubahan yang signifikan

pada nilai 2θ yaitu berturut-turut 10.24°, 12.52°, 16.16°, 21.72°, 24.03°, 26.18°,

27.16°, 29.99°, 32.59°, dan 34.24°. Bagaimanapun, pemanasan menghasilkan

zeolit dengan kristalinitas yang lebih baik, ditunjukkan oleh meningkatnya

kristalinitas dari 79.27% menjadi 85.41% (Gambar 2d). Kenaikan kristalinitas ini

disebabkan oleh terjadinya penyusunan ulang kristal seiring kenaikan suhu.

Gambar 2e memperlihatkan difraktogram TiO2 (anatase) dengan tiga

puncak yang kuat pada sudut difraksi (2θ) yaitu 25.32° (d=3.51440Ȧ), 48.06°

(d=1.89158Ȧ), dan 37.80° (d=2.37805Ȧ), sedangkan Gambar 2g sampai 2i

memperlihatkan pola difraktogram ZS setelah dipilar menggunakan TiO2. ZS

yang dipilar TiO2 bersamaan saat sintesis zeolit (ZSTi) yang diperlihatkan pada

Gambar 2g menunjukkan puncak 2θ pada 25.29°, puncak ini merupakan puncak

dari TiO2 yang berhasil disisipkan. Selain itu terjadi peningkatan kristalinitas dari

79.27% menjadi 89.97%, hasil ini sedikit berbeda ketika ZSTi dioksidasi

(Gambar 2h). Setelah dioksidasi, terjadi perbedaan puncak 2θ pada ZSTi dari

25.29° menjadi 29.95° dan penurunan kristalinitas dari 89.97% menjadi 86.67%.

Turunnya kristalinitas dan berubahnya 2θ setelah dioksidasi menunjukkan bahwa

proses oksidasi mengakibatkan interaksi fisik antara ZS dengan TiO2 menjadi

lebih lemah. Namun, hasil yang cenderung sama diperlihatkan pada pemilaran

TiO2 yang dilakukan secara fisik (ZSTiF) dengan terlihat puncak 2θ yang tidak

jauh berbeda, yaitu pada 25.31° (d=3.51592 A˚) dan kristalinitas sebesar 88.37%

(Gambar 2i).

Difraktogram Fe2O3 (hematit) memperlihatkan puncak 2θ pada 33.18°

(d=2.69725Ȧ), 35.66° (d=2.51563Ȧ), dan 54.10° (d=1.69379Ȧ) (Gambar 3d).

Gambar 3f menunjukkan difraktogram zeolit yang dipilar dengan Fe2O3

bersamaan saat sintesis dengan sudut 2θ pada 30.01° dengan kristalinitas 90.68%.

Ketika ZSFe dioksidasi, terjadi sedikit perubahan pada sudut sudut 2θ, yaitu dari

30.01° menjadi 29.94° dan naiknya kristalinitas dari 90.68% menjadi 95.45%

(Gambar 3g). Gambar 3h menunjukkan difraktogram zeolit ketika dipilar dengan

Fe2O3 secara fisik (ZSFeF) dengan sudut 2θ pada 29.93° dengan kristalinitas

84.20%. Telah terjadinya pilarisasi pada zeolit juga diperlihatkan pada data EDS

(Lampiran 3). Data EDS memperlihatkan bahwa sebelum dipilar dengan Fe2O3,

Page 7: Manfaat Penelitian Hipotesis BAHAN DAN METODE · Setengah dari ZS yang diperoleh dipanaskan atau ... (ZSTi), setengah dari hasil ZSTi yang diperoleh dioksidasi 300 C selama 5 jam

9

ZS tidak mengandung unsur Fe. Sementara, setelah dipilar terdapat unsur Fe

sebesar 2.31%. Artinya, ZS telah berhasil dipilar dengan Fe.

Gambar 2 Difraktogram (a) K, (b) M, (c) Zref, (d) ZSO, (e) TiO2, (f) ZS, (g) ZSTi,

(h) ZSTiO, (i) ZSTiF.

Page 8: Manfaat Penelitian Hipotesis BAHAN DAN METODE · Setengah dari ZS yang diperoleh dipanaskan atau ... (ZSTi), setengah dari hasil ZSTi yang diperoleh dioksidasi 300 C selama 5 jam

10

Gambar 3 Difraktogram sinar-X (a) K, (b) M, (c) Zref, (d) Fe2O3, (e) ZS, (f) ZSFe,

(g) ZSFeO, (h) ZSFeF.

Apabila TiO2 dan Fe2O3 memiliki aktivitas antioksidan maka proses

pilarisasi TiO2 dan Fe2O3 ke dalam zeolit sintesis akan meningkatkan aktivitas

antioksidannya, namun hal ini bergantung pada seberapa banyak TiO2 dan Fe2O3

yang terpilar pada zeolit sintesis dan bagaimana cara pilarisasinya. Proses

pilarisasi TiO2 dan Fe2O3 ke dalam zeolit melalui pemilaran fisik hanya akan

menghomogenkan campuran dan tidak dapat memaksimalkan penyisipan antara

TiO2 dan Fe2O3 dengan zeolit sintetik, namun hal ini dapat dilakukan dengan cara

pemilaran secara hidrotermal, karena TiO2 dan Fe2O3 dapat bergerak secara

termal menembus ruang-ruang kosong zeolit dan menyisip diantaranya sehingga

meningkat nilai derajat kristalinitasnya. Meningkatnya nilai derajat

kristalinitasnya sangat berhubungan erat dengan proses sintesis antara pemilaran

fisik saja dengan bersamaan proses sintesis zeolit.

Page 9: Manfaat Penelitian Hipotesis BAHAN DAN METODE · Setengah dari ZS yang diperoleh dipanaskan atau ... (ZSTi), setengah dari hasil ZSTi yang diperoleh dioksidasi 300 C selama 5 jam

11

Hasil Pengamatan SEM terhadap morfologi zeolit dan kompositnya

Keberhasilan sintesis maupun pemilaran suatu material juga dapat

ditunjukkan dengan melihat morfologi material tersebut. Oleh karena itu,

dilakukan pencirian selanjutnya dengan pengamatan SEM (Gambar 4). Gambar

4a memperlihatkan morfologi kaolin yang memiliki tekstur permukaan kasar dan

bentuk kristal berupa lembaran persegi yang menumpuk. Hasil SEM ini mirip

dengan morfologi kaolin referensi dari Excalibur Mineral Company (2010)

(Gambar 4b) yang juga memperoleh bentuk kristal kaolin berupa lembaran

persegi yang menumpuk dan cenderung beraturan. Proses agregasi terlihat ketika

kaolin dikalsinasi menghasilkan metakaolin (Gambar 4c). Metakaolin memiliki

tekstur permukaan kasar dan berbentuk lapisan yang terdiri atas kristal lembaran

persegi tak beraturan serta cenderung beragregat. Penelitan yang dilakukan oleh

Weng et al. (2013) juga memperoleh hasil SEM metakaolin berbentuk kristal

yang beragregat dan tak beraturan (Gambar 4d).

Gambar 4 Mikrograf SEM (a) kaolin, (b) kaolin referensi, (c) metakaolin, (d)

metakaolin referensi.

Gambar 5a memperlihatkan zeolit sintetik tipe A referensi dari

Warzywoda (2000) dengan ciri-ciri berbentuk kristal kubus. Zeolit dalam

penelitian ini memperlihatkan morfologi yang sama dengan zeolit tipe A (Gambar

5a dan 5b). Perbandingan morfologi zeolit pada Gambar 5 dengan metakaolin

pada Gambar 4 menunjukkan perubahan struktur yang lebih teratur dan berbentuk

kubus dari metakaolin menjadi zeolit. Gambar 5c menujukkan morfologi dari

zeolit sintesis dengan pemanasan lebih lanjut pada 300 ºC. Pemanasan tidak

mengakibatkan banyak perubahan pada permukaan zeolit sintetik. Bentuk kristal

zeolit terlihat masih berbentuk kubus, hanya saja terlihat lebih menumpuk. Data

EDS juga menunjukkan komposisi logam-logam yang terkandung dalam zeolit

Page 10: Manfaat Penelitian Hipotesis BAHAN DAN METODE · Setengah dari ZS yang diperoleh dipanaskan atau ... (ZSTi), setengah dari hasil ZSTi yang diperoleh dioksidasi 300 C selama 5 jam

12

cenderung tidak jauh berbeda. Artinya, zeolit sintetik tahan terhadap pemanasan

atau dengan kata lain pemanasan tidak merubah struktur zeolit.

Gambar 5 Mikrograf SEM (a) referensi zeolit tipe A (b) Zeolit hasil sintesis dan

(c) Zeolit hasil sintesis setelah dioksidasi.

Gambar 6a, 6b, dan 6c menunjukkan mikrograf SEM hasil pilarisasi TiO2 ke

dalam ZS. Dari ketiga gambar tersebut terlihat TiO2 paling sedikit menempel di

permukaan ZS ketika dipilar secara hidrotermal (Gambar 6a). Hal ini terjadi

karena TiO2 ikut masuk ke dalam kerangka struktur zeolit sehingga hanya sedikit

TiO2 yang terlihat di permukaan zeolit. Meskipun TiO2 terlihat sedikit menempel

di permukaan, namun jumlah titanium berdasarkan data EDS pada ZSTi paling

besar dibandingkan zeolit sintesis yang dipilar dengan TiO2 secara fisik.

Sementara zeolit sintetik yang dipilar dengan TiO2 setelah dioksidasi

memperlihatkan lebih banyak TiO2 menempel di permukaan zeolit dibandingkan

sebelum ZSTi dioksidasi (Gambar 6b). Hal ini disebabkan oleh efek pemanasan

mengakibatkan TiO2 keluar dari kerangka struktur zeolit dan diduga TiO2 bereaksi

dengan NaOH menjadi titanat seperti yang diperlihatkan pada Persamaan 2 (Qin

et al. 2000).

(2)

Titanium titanat

Data EDS menunjukkan jumlah titanium dalam ZSTi setelah dioksidasi

menurun menjadi 0.40%. Oksidasi dilakukan pada suhu 300 ºC selama 5 jam,

suhu ini belum cukup untuk menguapkan TiO2 yang memiliki titik didih 1825 ºC.

Dengan demikian, penurunan jumlah titanium disebabkan oleh adanya titanium

yang bertransformasi menjadi titanat. Titanat yang terbentuk ini diduga menempel

di permukaan (tidak berada dalam kerangka struktur zeolit), sedangkan TiO2 yang

dipilar secara fisik (Gambar 6c) menunjukkan paling banyak TiO2 terlihat

menempel di permukaan zeolit. Artinya, TiO2 yang dipilar secara fisik

berinteraksi dengan zeolit hanya di permukaan, diduga hanya sedikit sekali yang

masuk ke dalam kerangka struktur zeolit. Data EDS menunjukkan titanium yang

terdapat pada zeolit sintesis yang dipilar TiO2 secara fisik sebesar 0.41%. Analisis

data EDS menunjukkan bahwa pemilaran TiO2 ke dalam zeolit secara hidrotermal

lebih efektif dibandingkan dengan pemilaran secara fisik.

a b c

Page 11: Manfaat Penelitian Hipotesis BAHAN DAN METODE · Setengah dari ZS yang diperoleh dipanaskan atau ... (ZSTi), setengah dari hasil ZSTi yang diperoleh dioksidasi 300 C selama 5 jam

13

Gambar 6 Mikrograf SEM (a) ZSTi, (b) ZSTiO, (c) ZSTiF. Keterangan: bagian yang dilingkari menunjukkan TiO2

Gambar 7a, 7b dan 7c menunjukkan mikrograf SEM hasil pilarisasi Fe2O3

ke dalam ZS. Mikrograf SEM hasil pemilaran zeolit sintetik dengan Fe2O3

cenderung mirip dengan hasil mikrograf SEM zeolit sintetik yang dipilar dengan

TiO2. Zeolit sintetik yang dipilar dengan Fe2O3 secara hidrotermal

memperlihatkan hanya sedikit Fe2O3 yang menempel di permukaan zeolit

(Gambar 7a). Setelah zeolit sintetik yang telah dipilar Fe2O3 dioksidasi, Fe2O3

terlihat lebih banyak menempel (Gambar 7b). Hal ini terjadi sebelum dioksidasi,

Fe2O3 ikut masuk ke dalam kerangka struktur zeolit (hanya sedikit yang

menempel di luar), sementara setelah dioksidasi Fe2O3 keluar dari kerangka

struktur zeolit dan diduga bereaksi dengan NaOH membentuk senyawa NaHFe3O4

sesuai Persamaan 3.

(3)

Sama seperti pada pemilaran dengan TiO2, oksidasi dilakukan pada suhu

300 ºC selama 5 jam. Suhu ini belum cukup untuk menguapkan Fe2O3 yang

memiliki titik didih 1538 ºC. Hal ini didukung dari data EDS, yaitu ZSFe sebelum

dioksidasi memiliki jumlah Fe sebesar 4.26%, sedangkan setelah dioksidasi

jumlahnya menurun menjadi 1.68%. Penurunan jumlah Fe2O3dapat terjadi karena

diduga Fe2O3 bertransformasi menjadi NaHFe3O4. Senyawa ini diduga menempel

di permukaan zeolit sintetik. Sementara zeolit sintetik yang dipilar dengan Fe2O3

secara fisik (Gambar 7c) menunjukkan paling banyak Fe2O3 terlihat menempel di

permukaan zeolit. Data EDS zeolit sintetik yang dipilar Fe2O3 secara fisik

memperlihatkan jumlah Fe sebesar 2.31%. Artinya, meskipun terlihat banyak

menempel di permukaan zeolit, namun jumlah Fe yang terkandung dalam zeolit

sintetik yang dipilar dengan Fe2O3 lebih sedikit dibandingkan jumlah Fe yang

terkandung pada zeolit sintetik yang dipilar dengan Fe2O3 secara hidrotermal.

Dengan demikian, pemilaran zeolit secara hidrotermal baik dengan TiO2 maupun

dengan Fe2O3 lebih efektif dibandingkan pemilaran zeolit secara fisik.

Pilarisasi dengan TiO2 maupun Fe2O3, baik secara fisik maupun

hidrotermal dan hidrotermal dilanjutkan dengan pemanasan tidak mengubah

bentuk kristal dari zeolit sintetik. Bentuk kristal zeolit masih berbentuk kubus

dengan perbandingan Si/Al mendekati 1. Dengan demikian, penambahan TiO2

atau Fe2O3 maupun pemanasan saat sintesis zeolit tidak mengganggu proses

pembentukan inti kristal.

c a b

b

Page 12: Manfaat Penelitian Hipotesis BAHAN DAN METODE · Setengah dari ZS yang diperoleh dipanaskan atau ... (ZSTi), setengah dari hasil ZSTi yang diperoleh dioksidasi 300 C selama 5 jam

14

Gambar 7 Mikrograf SEM (a) ZSFe (b) ZSFeO (c) ZSFeF Keterangan: bagian yang dilingkari menunjukkan Fe2O3

Kapasitas adsorpsi Zeolit dan kompositnya terhadap biru metilena

Kapasitas adsorpsi pada penelitian ini ditentukan dengan mengukur

banyaknya biru metilena yang dapat dijerap zeolit yang hasilnya diperlihatkan

pada Tabel 1. Penentuan kapasitas penjerapan menggunakan variasi konsentrasi

biru metilena 100, 200, 300, 400, dan 500ppm. Pengukuran dilakukan pada

panjang gelombang serapan maksimum 664.5nm menggunakan spektrofotometer.

Panjang gelombang maksimum yang diperoleh pada penelitian ini mirip dengan

yang diperoleh Mouzdahir et al. (2007), yaitu 663nm.

Kapasitas adsorpsi(Xm) menggambarkan jumlah adsorbat (biru metilena)

yang dapat diserap oleh adsorben pada saat kesetimbangan. Sedangkan tetapan

isoterm Langmuir (KL) adalah kekuatan ikatan molekul adsorbat pada permukaan

adsorben. Nilai Xm dan KL tertinggi diperlihatkan oleh zeolit sintetik yang

dioksidasi (ZSO), sementara zeolit sintetik terpilar TiO2 secara fisik memiliki nilai

Xm terendah dan zeolit sintetik terpilar Fe2O3 secara fisik memiliki nilai KL

terendah (Tabel 2). Umumnya nilai KL dan Xm berbanding lurus, semakin tinggi

nilai KL, maka nilai Xm juga semakin tinggi. Namun, pada penelitian ini nilai KL

dan Xm tidak memiliki kecenderungan berbanding lurus. Hal ini terlihat dari nilai

koefisien determinasi atau linearitas adsorben pada persamaan Langmuir yang

tidak sama sehingga prediksi nilai KL dan Xm berbeda keakuratannya.

Korelasi antara kapasitas adsorpsi zeolit dan kompositnya dengan aktivitas

antioksidan melalui pengamatan adsorpsi terhadap DPPH

Pengukuran aktivitas antioksidan biasanya dilakukan dengan beberapa

metode di antaranya uji kapasitas antioksidan reduksi kuprat (CUPRAC), uji

kekuatan antioksidan mereduksi ferat (FRAP), dan metode DPPH. Metode

CUPRAC (Apak et al.2007) menggunakan bis(neokuproin) tembaga(II)

(Cu(Nc)22+

) sebagai pereaksi kromogenik. Pereaksi (Cu(Nc)22+

) yang berwarna

biru akan mengalami reduksi menjadi Cu(Nc)2+

yang berwarna kuning dengan

reaksi sebagai berikut:

n Cu(Nc)22+

+ Ag(OH)n nCu(Nc)2+

+ Ag(=O)n + n H+

a b c

Page 13: Manfaat Penelitian Hipotesis BAHAN DAN METODE · Setengah dari ZS yang diperoleh dipanaskan atau ... (ZSTi), setengah dari hasil ZSTi yang diperoleh dioksidasi 300 C selama 5 jam

15

Metode FRAP (Benzie dan Strain 1996) menggunakan Fe(TPTZ)23+

kompleks besi ligan 2,4.6-tripiridil-triazin sebagai pereaksi. Kompleks biru

Fe(TPTZ)23+

akan berfungsi sebagai zat pengoksidasi dan akan mengalami

reduksi menjadi Fe(TPTZ)23+

yang berwarna kuning dengan reaksi berikut :

Fe(TPTZ)23+

+ AgOH Fe(TPTZ)23+

+ H+ + Ag=O

Pada penelitian ini uji aktivitas antioksidan zeolit menggunakan metode

DPPH (Molyneux 2004). Metode DPPH menggunakan 2,2-difenil-1-

pikrilhidrazil sebagai sumber radikal bebas. Anonim (2006) melaporkan

mekanisme zeolit sebagai antioksidan dengan cara menjebak molekul DPPH ke

dalam pori-pori zeolit seperti yang diperlihatkan pada Gambar 8.

Gambar 8 Penjebakan molekul DPPH oleh zeolit (sumber: Anonim 2006) Keterangan : warna kuning menunjukkan struktur zeolit, sedangkan warna hijau

menunjukkan molekul DPPH

Tabel 1 Aktivitas antioksidan zeolit sintetik dengan DPPH dan kapasitas adsorpsi

zeolit sintetik terhadap biru metilena

Sampel IC50

(ppm)

DPPH yang

terjerap pada 250

mg zeolit

Kapasitas

Adsorpsi terhadap

biru metilena

( mg g-1

) (mg g-1

)

ZS 99973 0.421 136.5

ZSO 8623 0.581 116.5

ZSTi 19 0.589 104.2

ZSTiO 17350 0.561 51.6

ZSTiF 36635 0.502 108.9

ZSFe 3542 0.549 118.8

ZSFeO 19006 0.596 104.5

ZSFeF 65050 0.595 109.8

TiO2 9919 0.523 3.2

Fe2O3 17919 0.592 1.0

Vitamin C 5 0.873 -

Page 14: Manfaat Penelitian Hipotesis BAHAN DAN METODE · Setengah dari ZS yang diperoleh dipanaskan atau ... (ZSTi), setengah dari hasil ZSTi yang diperoleh dioksidasi 300 C selama 5 jam

16

Tabel 2 Nilai koefisien korelasi dan koefisien determinasi adsorpsi biru metilena

oleh zeolit sintetik, komposit zeolit sintetik, TiO2 dan Fe2O3

Mineral Isoterm Adsorpsi Langmuir Isoterm Adsorpsi Freundlich

R R2 R R

2

ZS 0.99 99.20% 0.82 67.20%

ZSO 0.99 99.90% 0.30 9.30%

ZSTi 0.99 99.90% 0.82 67.60%

ZSTiO 0.95 90.50% 0.62 38.90%

ZSTiF 0.97 93.50% 0.85 72.50%

ZSFe 0.99 99.70% 0.85 71.50%

ZSFeO 0.99 99.60% 0.52 27.50%

ZSFeF 0.95 90.60% 0.84 70.20%

TiO2 0.99 98.50% 0.53 28.00%

Fe2O3 0.99 99.90% 0.69 48.50%

Tabel 3 Kapasitas adsorpsi terhadap biru metilena dan tetapan isoterm Langmuir

adsorben.

Adsorben Xm (mg g-1

) KL (L g-1

)

ZS 21.46 5.61

ZSO 51.55 12.12

ZSTi 22.07 2.15

ZSTiO 22.52 3.04

ZSTiF 20.88 1.43

ZSFe 22.12 2.12

ZSFeO 21.23 1.46

ZSFeF 23.75 1.28

TiO2 21.98 3.61

Fe2O3 21.01 2.36

Penangkapan radikal DPPH merupakan salah satu metode uji untuk

menentukan aktivitas antioksidan. Metode DPPH dipilih karena sederhana,

mudah, cepat dan hanya memerlukan sedikit sampel. Mekanisme penangkapan

radikal DPPH oleh antioksidan cukup sederhana dengan memberikan proton

kepada radikal, sehingga senyawa-senyawa yang memungkinkan untuk

mendonasikan protonnya memiliki aktivitas penangkapan radikal cukup kuat.

Donasi proton menyebabkan radikal DPPH (berwarna ungu) menjadi senyawa

tidak radikal, maka aktivitas penangkapan radikal dapat dihitung dari peluruhan

radikal DPPH. Kadar radikal DPPH tersisa diukur secara spektrofotometri pada

panjang gelombang 517nm (Blois 1958). Reaksi penangkapan DPPH oleh

antioksidan diperlihatkan pada Gambar 9.

Metode DPPH ini juga dapat diterapkan pada suatu mineral alam yang

memiliki pori seperti zeolit (Molyneux 2004). Kemampuan suatu senyawa untuk

menangkap radikal DPPH merupakan suatu indikasi bahwa senyawa tersebut

memiliki aktivitas antioksidan. Berbeda dari reaksi penangkapan DPPH oleh

antioksidan pada umumnya, zeolit berperan sebagai antioksidan dengan cara

Page 15: Manfaat Penelitian Hipotesis BAHAN DAN METODE · Setengah dari ZS yang diperoleh dipanaskan atau ... (ZSTi), setengah dari hasil ZSTi yang diperoleh dioksidasi 300 C selama 5 jam

17

menjebak/menangkap DPPH ke dalam kerangka strukturnya. Setelah terjebak

dalam kerangka struktur zeolit, DPPH menjadi tidak aktif sebagai radikal bebas

nantinya dapat dengan aman dihilangkan dari tubuh (Anonim 2006 ).

Gambar 9 Reaksi penangkapan radikal bebas DPPH

Aktivitas antioksidan diukur sebagai penurunan serapan larutan DPPH

akibat penambahan sampel zeolit yang diukur absorbansinya dan ditentukan IC50

menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 517.5nm yang hasilnya

diperlihatkan pada Tabel 1. Nilai IC50 merupakan konsentrasi suatu senyawa yang

diperlukan untuk menghambat aktivitas radikal DPPH sebesar 50% (IUPAC

1997). Semakin rendah IC50 maka aktivitas antioksidan semakin tinggi.

Sedangkan, kapasitas adsorpsi merupakan jumlah maksimum adsorben yang

dapat menjerap adsorbat. Semakin tinggi kapasitas adsorpsi diduga aktivitas

antioksidan semakin tinggi. Meskipun pada penentuan kapasitas adsorpsi

menggunakan biru metilena, dan penetapan kapasitas adsorpsi zeolit dan

kompositnya tidak dilakukan terhadap DPPH, tetapi kedua senyawa DPPH dan

biru metilena memiliki struktur yang relatif sama besar (Gambar 10), maka

kapasitas adsorpsi terhadap biru metilena dapat digunakan untuk menganalisis

adsorpsi DPPH.

(a) (b)

Gambar 10 Struktur molekul (a) biru metilena (b) DPPH

Tabel 1 memperlihatkan bahwa terjadi penurunan nilai IC50 ZS, ketika ZS

dioksidasi maupun dipilar dengan TiO2 dan Fe2O3. Penurunan nilai IC50 ini

mengindikasikan terjadi kenaikan aktivitas antioksidan pada ZS dengan perlakuan

pemanasan maupun pilarisasi. ZS yang dipilar dengan TiO2 memiliki aktivitas

antioksidan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ZS yang dipilar dengan

Page 16: Manfaat Penelitian Hipotesis BAHAN DAN METODE · Setengah dari ZS yang diperoleh dipanaskan atau ... (ZSTi), setengah dari hasil ZSTi yang diperoleh dioksidasi 300 C selama 5 jam

18

Fe2O3. Hal ini dapat terjadi karena TiO2 memiliki aktivitas antioksidan yang lebih

tinggi daripada Fe2O3 yang ditunjukkan dari nilai IC50 TiO2 (9919ppm) yang lebih

rendah dibandingkan Fe2O3 (17919ppm). Sehingga kontribusi TiO2 dalam

meningkatkan aktivitas antioksidan zeolit lebih besar dibandingkan Fe2O3.

Aktivitas antioksidan tertinggi diperlihatkan oleh ZSTi yaitu sebesar 19ppm. Jika

dibandingkan dengan nilai IC50 vitamin C, yaitu sebesar 5ppm , nilai IC50 ZSTi

masih jauh lebih besar. Artinya, aktivitas antioksidan ZSTi belum seefektif

vitamin C. Penelitian yang dilakukan oleh Jati (2013) juga menunjukkan terjadi

peningkatan aktivitas antioksidan zeolit alam sebesar 14.8% setelah zeolit alam

dipilar dengan TiO2.

Kapasitas adsorpsi zeolit dan nanokomposit terhadap biru metilena berada

di kisaran 105mg g-1

dengan nilai yang cenderung tidak berfluktuasi, nilai

tertinggi ditunjukkan oleh ZS, dan terendah oleh ZSTiO. Namun bila

dibandingkan dengan nilai IC50 zeolit dan nanokomposit terhadap DPPH terlihat

bahwa nilai IC50 sangat dipengaruhi oleh oksida logam yang digunakan sebagai

pemilar dan proses pemilaran. Pencampuran zeolit dengan TiO2 atau Fe2O3 secara

fisik meningkatkan nilai IC50 yang tinggi, dan nilai ini dapat dikorelasikan sebagai

rendahnya kapasitas adsorpsi campuran zeolit terhadap DPPH. Proses pilarisasi

secara hidrotermal memberikan hasil yang sangat baik terhadap nilai IC50, yaitu

dihasilkan nilai IC50 terendah dibandingkan seluruh perlakuan. Nilai IC50 ZSTi

adalah 19ppm dan ini hanya 4 kali lipat lebih besar dari nilai IC50 vitamin C.

Artinya ZSTi memiliki kemampuan menyerap DPPH dalam jumlah besar, dan

nilai ini dapat dikorelasikan dengan tingginya aktivitas antioksidan ZSTi. Proses

pemilaran secara umum meningkatkan nilai IC50, dan bila nilai ini diartikan

sebagai adsorpsi DPPH, maka dapat disimpulkan bahwa proses pemilaran

meningkatkan kapasitas adsorpsi zeolit / nanokomposit terhadap DPPH.

Pemanasan zeolit terpilar TiO2 atau Fe2O3 yang disintesis melalui metode

hidrotermal menghasilkan nilai IC50 yang lebih rendah dari ZS. Artinya daya

adsorpsi komposit ini tinggi terhadap DPPH. Hal ini dapat diakibatkan oleh

penyusunan ulang pada zeolit yang terpilar bila dipanaskan pada suhu tinggi.

Penyusunan ulang ini kemungkinan besar menghasilkan ukuran pori yang lebih

kecil, sehingga nilai kapasitas adsorpsi terhadap biru metilena maupun DPPH

yang berukuran relatif besar menjadi turun. Tabel 1 menunjukkan korelasi antara

turunnya kapasitas adsorpsi ZSTiO dan ZS terhadap biru metilena dan turunnya

nilai IC50 kedua komposit tersebut terhadap DPPH.

Rendahnya nilai IC50 untuk ZSTi memberikan indikasi bahwa ZSTi tidak

hanya menjerap DPPH namun juga melakukan reaksi antioksidan. Secara umum

terlihat bahwa pemilaran zeolit dengan TiO2 atau Fe2O3 menurunkan kapasitas

adsorpsi terhadap biru metilena, hal ini diduga karena zeolit pemilar mengisi

sebagian rongga zeolit yang seharusnya dipakai untuk proses adsorpsi. Namun hal

ini tidak terlihat pada adsorpsi DPPH. Pemilaran tidak menurunkan daya adsorpsi

zeolit terhadap DPPH, bahkan dapat dikatakan bahwa daya adsorpsinya

meningkat sampai hampir 5000 kali lipat (Tabel 1). Tentunya peningkatan daya

adsorpsi ini tidak dapat hanya disimpulkan sebagai adsorpsi sederhana. Dapat

diduga bahwa ZSTi juga memiliki mekanisme pemadaman radikal, meskipun

mekanismenya masih belum dapat diamati secara detail.

Salah satu kemungkinan yang terjadi pada proses sintesis zeolit yang

berlangsung bersamaan dengan pilarisasi oksida logam secara hidrotermal adalah