manfaat metode neuro development treatment …eprints.ums.ac.id/54514/11/naskah...
TRANSCRIPT
MANFAAT METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT
(NDT) PADA KASUS CEREBRAL PALSY SPASTIK
ATHETOID HEMIPLEGI DEXTRA DI PNTC
KARANGANYAR
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Diploma III
Pada Jurusan Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh :
LAILY TRI UTAMI
J100140040
PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
i
HALAMAN PERSETUJUAN
MANFAAT METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT
(NDT) PADA KASUS CEREBRAL PALSY SPASTIK
ATHETOID HEMIPLEGI DEXTRA DI PNTC
KARANGANYAR
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh:
LAILY TRI UTAMI
J100140040
Telah diperiksa dan disetujui oleh:
Dosen Pembimbing,
Agus Widodo, S.Fis, M.Fis.
NIK. 1018
HALAMAN PENGESAHAN
MANFAAT METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT
(NDT) PADA KASUS CEREBRAL PALSY SPASTIK
ATHETOID HEMIPLEGI DEXTRA DI PNTC
KARANGANYAR
Oleh:
LAILY TRI UTAMI
Jl00140040
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari Kamis, 6 Juli20l7
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan Penguji
Nama Penguji
Penguji I : Agus Widodo, S.Fis, M.Fis
(Ketua Dewan Penguji)
Penguji II : Umi Budi Rahayu, S.Fis, M.Kes
(Anggota I Dewan Penguji)
Penguji III : Wijianto, SSI.FT., M.Or
(Anggota II Dewan Penguji)
F9-MU
ah, SKM., M.Kes)
NIDN.06t7tt730t
111ii
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar Diploma III di suatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis
diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas,
maka akan saya pertanggung jawabkan sepenuhnya.
Surakarta, 6 Juli 2017
Penulis
LAILY TRI UTAMI
J100140040
1
MANFAAT METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT
(NDT) PADA KASUS CEREBRAL PALSY SPASTIK
ATHETOID HEMIPLEGI DEXTRA DI PNTC
KARANGANYAR
ABSTRAK
Latar Belakang: Cerebral Palsy Spastik Athetoid Hemiplegi Dextra merupakan
gangguan postur dan gerak yang tidak terkontrol, dengan gangguan di otak yang
bersifat non progesif ketika dalam kandungan maupun kanak-kanak, ditandai
dengan fluktuatifnya tonus otot dan terjadi kaku pada sebagian anggota gerak
kanan yaitu anggota gerak atas maupun bawah. Pada kasus ini modalitas
fisioterapi yang digunakan yaitu metode NDT (Bobath).
Tujuan: untuk mengetahui manfaat metode NDT pada Cerebral Palsy Spastik
Athetoid Hemiplegi Dextra terhadap penurunan tingkat spastisitas dan
kemampuan fungsional berjalan.
Hasil: setelah dilakukan terapi selama 6 kali didapatkan hasil (1) tingkat
spastisitas tetap dengan skala Asworth, pada tubuh sisi kanan region elbow dan
knee T1 sampai T5 diperoleh hasil tetap dengan nilai 1. (2) pemeriksaan
kemampuan fungsional dengan GMFM dari T1 sampai T5 diperoleh hasil tetap
dengan nilai 94,32%.
Kesimpulan: pelaksanaan terapi dengan metode Neuro Development Treatment
pada Cerebral Palsy Spastik Athetoid Hemiplegi Dextra terhadap penurunan
tingkat spastisitas dan kemampuan fungsional berjalan belum mengalami
perubahan.
Kata kunci: Neuro Development Treatment (NDT), Skala Asworth, Gross Motor
Function Measure (GMFM)
ABSTRACT
Background: Cerebral Palsy Spastik Athetoid Hemiplegi Dextra is a disorder of
posture and motion that is not controlled, with disorders in the brain that is non
progesif when in the womb or childhood, is characterized by fluctuations in
muscle tone and rigidity in some members of the right motion of the limb top and
bottom. In this case the physiotherapy modalities used were the NDT (Bobath)
method.
Objective: to determine the benefits of the NDT method on Cerebral Palsy Spastik
Athetoid Hemiplegi Dextra to decrease the level of spasticity and functional
ability to walk.
2
Result: after 6 times of treatment, the results obtained (1) the level of spasticity
still remain with Asworth scale, on the right side body of the elbow region and
knee T1 to T5 obtained a fixed result with value 1. (2) functional ability
examination with GMFM from T1 to T5 obtained a fixed result with a value of
94.32%.
Conclusion: the implementation of therapy with the method of Neuro
Development Treatment on Cerebral Palsy Spastik Athetoid Hemiplegi Dextra to
decrease the level of spasticity and functional ability to walk has not changed.
Keywords: Neuro Development Treatment (NDT), Asworth Scale, Gross Motor
Function Measure (GMFM).
1. PENDAHULUAN
Kesehatan masyarakat merupakan persoalan bersama yang harus
menjadi perhatian penting bagi pemerintah dan masyarakat. Salah satu bagian
dari kesehatan masyarakat adalah kesehatan anak. Kesehatan anak
berhubungan dengan tumbuh kembang dan ketrampilan dalam mendeteksi
secara dini disfungsi tumbuh kembang anak. Anak merupakan aset penting
dari sebuah negara, maka dari itu masa tumbuh kembang anak perlu dijaga
karena masa anak-anak sangan risiko terhadap suatu penyakit.
Salah satu kasus yang sering terjadi pada anak-anak yaitu cerebral
palsy (CP). Cerebral palsy didefinisikan sebagai defisit motorik pusat non
progesif yang dihasilkan dari kerusakan otak pada periode prenatal, perinatal,
atau postnatal yang mempengaruhi sistem motorik, dan sebagai hasilnya anak
memiliki koordinasi yang buruk, keseimbangan yang buruk, dan pola
abnormal (Miller, 2006). Salah satu contoh penyebab CP pada post natal
adalah trauma kepala, meningitis, dan encephalitis (Waspada, 2010).
Menurut Utomo (2013), insiden CP sebanyak 2 kasus per 1000
kelahiran hidup, dimana 5 dari 1000 anak memperlihatkan defisit motorik
yang sesuai dengan CP. Kasus yang termasuk ringan 50% dan 10% termasuk
kasus berat. Kasus ringan yaitu penderita mampu mengurus diri sendiri,
sedangkan kasus berat yaitu penderita membutuhan pelayanan khusus. Anak
yang mempunyai intelegensi (IQ) rata-rata normal 25%, sementara 30% kasus
menunjukkan IQ dibawah 70. Kejang 35% dan 50% menunjukkan gangguan
3
bicara. Laki-laki lebih banyak daripada perempuan (1,4 : 1,0), dengan rata-rata
70% ada pada tipe spastik, 15% tipe athetoid, 5% ataksia, dan sisanya
campuran.
Cidera sistem saraf pusat ditandai dengan tonus otot dan koordinasi
abnormal pada anak yang menyebabkan gangguan pergerakan dan postur
(Axton dan Futage, 2014). Kerusakan jaringan otak selain menyebabkan
gangguan fungsi motorik juga disertai masalah penglihatan, pendengaran,
sensoris, kesulitan persepsi, gangguan fungsi oral motor sehingga terjadi
kesulitan makan/ mengunyah, menelan, berbicara (Mangunatmaja, 2011).
2. METODE PENELITIAN
Penatalaksanaan Fisioterapi pada An. G dengan kondisi Cerebral Palsy
Spastik Athetoid Hemiplegi Dextra dilakukan sebanyak 5 kali terapi yaitu
pada tanggal 2, 6, 7, 8, 9 Februari 2017 jam 10.00-11.00 WIB. Teknologi
intervensi fisioterapi yang digunakan adalah metode Neuro Development
Treatment (NDT). Teknik terapi latihan meliputi:
2.1 Stretching
Stretching dilakuan secara pasif oleh terapis, anak duduk tegak dan
rileks. Stretching dilakukan pada otot uppertrapezius dengan cara terapis
berada dibelakang anak, satu tangan terapis fiksasi pada bahu anak dan
tangan satunya memegang kepala anak, kemudian terapis menggerakkan
kepala anak untuk merunduk, tahan selama 8x hitungan ulangi 3x.
Myofacial release pada otot paravertebrae, posisi anak tidur tengkurap
diatas matas lalu terapis melakukan palpasi pada bagian vertebrae anak
kemudian melakukan myofacial release pada otot yang spasme.
2.2 Inhibisi
2.2.1 Inhibisi fleksor elbow
Posisi anak tidur terlentang diatas matras, terapis disebelah
caudal lengan anak lalu terapis memegang pada palmar dan jari-jari
tangan kanan, kemudian menggerakkan ke arah ekstensi elbow.
4
2.2.2 Inhibisi Fleksor knee
Posisi anak tidur terlentang diatas matras, terapis berada di
bawah sisi kaki kanan anak. Terapis memegang pada knee kanan
pasien, kemudian menggerakkan sendi knee ke arah ekstensi.
2.2.3 Inhibisi ekstensor trunk
Posisi anak duduk long sitting, posisi terapis berada di
belakang anak. Koreksi postur anak untuk tetap tegak, pegangan
terapis pada bahu, kemudian ekstensikan thrunk dan retraksikan
bahu.
2.3 Fasilitasi
2.3.1 Latihan merayap (melatih neck control)
Posisi pasien tidur miring diatas matras, pasien diaba-aba
untuk mengangkat kepala dan menengok ke belakang, terapis
memastikan agar pandangan anak ke belakang. Pengulangan 20x
2.3.2 Latihan pelvic tilt (melatih core stability)
Posisi pasien terlentang, dengan tangan disamping tubuh.
Tungkai fleksi knee 450, terapis member aba-aba untuk mengankat
pantat lalu pasien juga diberi aba-aba untuk mengangkat kepala.
Tahan hingga hitungan ke 10. Lakukan pengulangan 20x.
2.3.3 Latihan duduk berdiri (melatih keseimbangan dan menstabilkan
base of support)
Posisi pasien duduk di kursi kecil/ guling, terapis berada di
belakang pasien. Terapis memfiksasi kaki pasien yang disejajarkan
dengan lebar bahu pasien. Pasien diberi aba-aba untuk melakukan
gerakan duduk berdiri.
2.3.4 Latihan Kneeling (melatih keseimbangan dan memperbaiki postur)
Posisi awal pasien duduk timpuh (kedua tungkai dibebani
tubuh) kemudian pasien diberi aba-aba untuk mengangkat
badannya ke atas dan menumpu badannya dengan lutut.
5
2.3.5 Latihan Berjalan (naik turun tangga untuk melatih pola jalan)
Terapis mendampingi pasien saat naik turun tangga dengan
mendahulukan kaki kanan sebagai langkah pertama. Ketika posisi
naik tangga maka terapis memperhatikan Key Point of Cntrol
(KPC) pasien yaitu pada pelvic.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Setelah dilakukan 5x terapi (T1=2, T2=6, T3=7, T4=8, T5=9
Februari 2017) pada anak laki-laki bernama An.G usia 6 tahun dengan
diagnosa cerebral palsy spastik athetoid hemiplegi dextra dengan
problematika adanya spastisitas di anggota gerak atas dan bawah bagian
tubuh sebelah kanan, adanya spasme otot uppertrapezius dan
paravertebrae, serta adanya gangguan kemampuan fungsional dengan
metode Neuro Development Treatment (NDT), dan dilakukan evaluasi
dengan menggunakan skala Asworth untuk mengukur spastisitas dan
GMFM untuk mengukur kemampuan fungsional pada anak, maka
didapatkan hasil:
3.1.1 Pengukuran spastisitas dengan menggunakan skala Asworth
Tabel 1 Hasil evaluasi spastisitas dengan skala Asworth
T5 T4 T3 T2 T1
Kanan
Grup Otot T1
Kiri
T2 T3 T4 T5
0 0 0 0 0 Fleksor Shoulder 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 Ekstensor Shoulder 0 0 0 0 0
1 1 1 1 1 Fleksor Elbow 0 0 0 0 0
1 1 1 1 1 Ekstensor Elbow 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 Fleksor Wrist 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 Ekstensor Wrist 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 Fleksor Hip 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 Ekstensor Hip 0 0 0 0 0
1 1 1 1 1 Fleksor Knee 0 0 0 0 0
1 1 1 1 1 Ekstensor Knee 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 Fleksor Ankle 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 Ekstensor ankle 0 0 0 0 0
Berdasarkan hasil pengukuran spastisitas dengan
menggunakan skala Asworth yang dibuktikan melalui tabel
6
pertemuan T1 hingga T5 diperoleh hasil yang tetap, tidak adanya
peningkatan maupun penurunan spastisitas, tampak adanya
spastisitas dengan nilai 1 (adanya peningkatan sedikit tonus otot,
ditandai dengan terasanya tahanan minimal pada akhir ROM pada
saat sendi digerakkan fleksi maupun ekstensi) pada fleksor elbow
dan fleksor knee dextra..
3.1.2 Pengukuran Kemampuan Fungsional
Pengukuran kemampuan fungsional anak dengan menggunakan
Gross Motor Functional Measurement (GMFM).
Tabel 2 Hasil evaluasi kemampuan fungsional dengan GMFM
DIMENSI T1 T2 T3 T4 T5
A 100% 100% 100% 100% 100%
B 100% 100% 100% 100% 100%
C 100% 100% 100% 100% 100%
D 89,7% 89,7% 89,7% 89,7% 89,7%
E 81,9% 81,9% 81,9% 81,9% 81,9%
TOTAL 94,32% 94,32% 94,32% 94,32% 94,32%
Berdasarkan hasil pengukuran kemampuan fungsional
dengan menggunakan GMFM yang dibuktikan melalui tabel
diperoleh hasil yang tetap dari T1 hingga T5 yaitu dimensi
A(terlentang dan tengkurap) 100%, dimensi B(duduk) 100%,
dimensi C(merangkak dan berdiri dengan berlutut) 100%, dimensi
D(berdiri) 89,7%, dimensi E(berjalan, berlari, melompat) 81,9%,
total dari keempat dimensi yaitu 471,6% dibagi lima dimensi
(ABCDE) diperoleh hasiL 94,32%.
3.2 Pembahasan
3.2.1 Berdasarkan hasil assesment didapatkan problematika pada An.G
yaitu terdapat spastisitas pada anggota gerak atas maupun anggota
gerak bawah sebelah kanan yaitu pada elbow dan knee dextra, pada
trunk anak cenderung fleksi, adanya spasme pada otot upper
trapezius dan paravertebra, hipotonus pada otot perut serta
7
keterbatasan fungsional yaitu anak belum mempunyai
keseimbangan saat berjalan karena penumpuan berar badan
condong ke kiri. Berdasarkan hasil pemeriksaan serta diagnosa,
terapi yang tepat diberikan pada kasus ini yaitu dengan NDT atau
Bobath, selain NDT juga diberikan stretching dan mobilisasi trunk
agar diperoleh hasil yang maksimal.
3.2.2 Teknik NDT yang digunakan yaitu inhibisi untuk menghambat,
menurunkan tonus otot yang berlebihan menggunakan teknik
Refleks Inhibitory Patern (RIP), yaitu menghambat pola gerak
abnormal menjadi sikap tubuh yang normal dengan merubah tonus
dan pola gerakannya. Fasilitasi bertujuan untuk mempermudah
reaksi-reaksi automatik dan gerak motorik yang sempurna pada
tonus otot normal. Tekniknya disebut Key Point of Control (KPC)
yang bertujuan untuk memperbaiki tonus postural yang normal,
memelihara dan mengembalikan kualitas tonus normal,
memudahkan gerakan-gerakan yang disengaja dan diperlukan
dalam aktivitas sehari-hari (Waspada, 2010).
3.2.3 Berdasarkan hasil pemeriksaan, derajat spastisitas dan kemampuan
fungsional yang diukur dengan skala Asworth dan GMFM tidak
mengalami peningkatan, maupun penurunan dari T awal hingga T
akhir, ini disebabkan karena keterbatasan waktu dalam
memberikan terapi. Terapi hanya diberikan sebanyak 5 kali
pertemuan dalam kurun waktu 30 hari, dalam satu kali terapi hanya
60 menit, terapis tidak dapat memantau anak setiap harimya
terutama ketika dirumah sehingga belum didapatkan hasil yang
diharapkan, selain itu faktor psikologis anak yang baik, emosi anak
terkontrol, anak mempunyai semangat untuk sembuh, selama anak
kooperatif hal tersebut dapat memberikan dampak yang positif,
tetapi pada an G terkadang saat terapi anak kurang fokus dan
8
sehingga hal tersebut dapat menggangu proses terapi, karena
latihan-latihan yang diberikan pada an G tidak akan diserap oleh
anak karena anak tidak fokus. Hasil terapi pada Cerebral Palsy
tidak dapat dilihat perubahannya dalam waktu yang singkat karena
kerusakan yang terjadi berkaitan dengan otak.
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penatalaksanaan terapi yang diberikan pada pasien selama 5x
pasien atas nama An.G usia 6 tahun dengan diagnosa cerebral palsy
spastik athetoid hemiplegi dextra menggunakan metode Neuro
Development Treatment (NDT) didapatkan hasil sebagai berikut:
4.1.1 Spastisitas pada anggota gerak kanan dengan skala Asworth dari
pemeriksaan awal T1 hingga akhir T5 diperoleh hasil tetap dengan
nilai 1.
4.1.2 Pemeriksaan kemampuan fungsional dengan GMFM dari
pemeriksaan awal T1 hingga akhir T5 belum mengalami
peningkatan.
4.2 Saran
Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam terapi, dibutuhkan
motivasi tinggi dari dalam diri pasien sendiri serta kerja sama dari
berbagai pihak. Pihak-pihak tersebut diantaranya okupasi terapi, terapi
wicara, psikologi, ostotik prostetik, ahli gizi dan yang paling penting
adalah support dari keluarga secara langsung dalam tiap sesi latihan dan
pemberian home program yang sesuai dengan kondisi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Axton, S dan Futage, T. 2014. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatric edisi 3.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Mangunatmadja, I. 2011. Kumpulan Tips Pediatri: Palsy Serebral. Badan Penerbit
IDAI.
9
Miller, F dan Bachrch, S.J. 2006. Cerebral Palsy a Complete Guide for
Caregiving second edition. Amerika: The Johns Hopkins University Press.
Utomo. 2013. Cerebral palsy tipe Spastik Diplegi pada Anak Usia Dua Tahun.
Medulla Unila. Vol 1, no 4, Oktober 2013: 26
Waspada, Edi. 2010. FT Pediatri II. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta.