manajemen tata laksana asma

7
Manajemen Tata Laksana Asma Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, asma merupakan penyakit yang kronik sehingga tidak hanya memberikan dampak bagi individu secara medis, tapi juga memberikan dampak bagi pasien hingga menyangkut aspek sosioekonomi dan kualitas hidup pasien secara keseluruhan. Saat ini diketahui bahwa asma tidak bisa disembuhkan secara total dan tata laksana definitif dari asma adalah menghindari pencetus. Manajemen asma juga ditujukan untuk mencapai fungsi faal paru mendekati normal dan mengontrol gejala serta mencegah episode eksaserbasi. Hal-hal tersebut ditujukan supaya pasien dengan asma dapat memperoleh kualitas hidup yang setinggi-tingginya dengan kondisi asma yang dimiliki. 1 Untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan manajemen asma yang komprehensif mulai dari edukasi, identifikasi pencetus, pengaturan strategi menghindari pencetus, hingga mengatasi episode eksaserbasi akut. Hubungan dokter-pasien dalam manajemen asma Keberhasilan dari manajemen asma melibatkan peran dari health provider dan pasien sendiri. Karena itu diperlukan komunikasi yang baik antara kedua belah pihak. Karena sebagian besar porsi dari manajemen asma dilakukan oleh pasien sendiri, maka edukasi yang adekuat merupakan hal yang mutlak dilakukan. 1-2 Edukasi perlu diberikan secara berkesinambungan mulai dari awal pertemuan dan dilanjutkan setiap kali follow up dilakukan dengan tujuan pasien mampu memanajemen diri untuk meningkatkan kualitas hidup secara mandiri dengan arahan petugas kesehatan. Edukasi yang diperlukan meliputi edukasi mengenai kondisi dan prognosis pasien, identifikasi pencetus, perlunya pengobatan teratur, kegunaan obat yang digunakan, pemilihan obat, cara penggunaan obat yang benar, pencegahan eksaserbasi, dan identifikasi gejala eksaserbasi. 2 Pada awal pertemuan perlu dijelaskan informasi mengenai penyakit asma dan prognosis penyakit yang dialami oleh pasien. Pasien juga perlu mendapat penjelasan mengenai perlunya pengobatan yang diberikan. Strategi juga perlu dibuat untuk menghindari faktor pencetus. Yang tidak kalah pentingnya adalah demonstrasi langsung mengenai penggunaan obat inhaler yang diresepkan serta memastikan pasien memahaminya. 2

Upload: ibrahim-dharmawan

Post on 24-Dec-2015

19 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Tulisan mengenai penatalaksanaan asma

TRANSCRIPT

Page 1: Manajemen Tata Laksana Asma

Manajemen Tata Laksana Asma

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, asma merupakan penyakit yang kronik sehingga tidak hanya memberikan dampak bagi individu secara medis, tapi juga memberikan dampak bagi pasien hingga menyangkut aspek sosioekonomi dan kualitas hidup pasien secara keseluruhan. Saat ini diketahui bahwa asma tidak bisa disembuhkan secara total dan tata laksana definitif dari asma adalah menghindari pencetus. Manajemen asma juga ditujukan untuk mencapai fungsi faal paru mendekati normal dan mengontrol gejala serta mencegah episode eksaserbasi. Hal-hal tersebut ditujukan supaya pasien dengan asma dapat memperoleh kualitas hidup yang setinggi-tingginya dengan kondisi asma yang dimiliki.1

Untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan manajemen asma yang komprehensif mulai dari edukasi, identifikasi pencetus, pengaturan strategi menghindari pencetus, hingga mengatasi episode eksaserbasi akut.

Hubungan dokter-pasien dalam manajemen asma

Keberhasilan dari manajemen asma melibatkan peran dari health provider dan pasien sendiri. Karena itu diperlukan komunikasi yang baik antara kedua belah pihak. Karena sebagian besar porsi dari manajemen asma dilakukan oleh pasien sendiri, maka edukasi yang adekuat merupakan hal yang mutlak dilakukan. 1-2

Edukasi perlu diberikan secara berkesinambungan mulai dari awal pertemuan dan dilanjutkan setiap kali follow up dilakukan dengan tujuan pasien mampu memanajemen diri untuk meningkatkan kualitas hidup secara mandiri dengan arahan petugas kesehatan. Edukasi yang diperlukan meliputi edukasi mengenai kondisi dan prognosis pasien, identifikasi pencetus, perlunya pengobatan teratur, kegunaan obat yang digunakan, pemilihan obat, cara penggunaan obat yang benar, pencegahan eksaserbasi, dan identifikasi gejala eksaserbasi.2

Pada awal pertemuan perlu dijelaskan informasi mengenai penyakit asma dan prognosis penyakit yang dialami oleh pasien. Pasien juga perlu mendapat penjelasan mengenai perlunya pengobatan yang diberikan. Strategi juga perlu dibuat untuk menghindari faktor pencetus. Yang tidak kalah pentingnya adalah demonstrasi langsung mengenai penggunaan obat inhaler yang diresepkan serta memastikan pasien memahaminya.2

Pada pertemuan selanjutnya perlu ditinjau ulang perkembangan gejala yang dirasakan oleh pasien. Kepatuhan pasien terhadap strategi tata laksana juga perlu ditinjau. Selain itu kebanyakan pasien juga memiliki pertanyaan, terutama pada follow up pertama. Dokter perlu menjawab pertanyaan ini dengan baik selain untuk meningkatkan kepatuhan pasien juga untuk meningkatkan hubungan dokter-pasien.2

Strategi identifikasi dan pengurangan pajanan faktor pencetus

Terapi definitif dari asma adalah penghindaran faktor pencetus. Terapi farmakologis, baik pengontrol maupun pelega, sebaiknya digunakan dalam dosis yang terkecil karena dapat menimbulkan efek samping. Karena itu identifikasi dan menghindari pencetus menjadi hal yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. 2

Page 2: Manajemen Tata Laksana Asma

Setiap individu dengan asma memiliki pencetus gejala yang berbeda-beda. Pasien perlu didorong untuk mengidentifikasi pencetus gejala yang dideritanya. Misalnya dengan mencatat pada waktu dan aktivitas apa gejala biasa dirasakan. Dokter dapat membantu pasien mengidentifikasi pencetus dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan mengarahkan pikiran pasien untuk menyadari sendiri pencetus yang dimiliki.1

Untuk alergen hirup pertanyaan yang bisa diberikan misalnya:1

Apakah memelihara binatang dan binatang apa? Apakah ada ruangan yang lembab di dalam rumah Apakah pasien sering melihat kecoa di rumah Apakah pasien memiliki furnitur atau ornamen yang berbahan bulu? Apakah pasien gemar menggunakan pakaian berbulu? Apakah banyak benda tergeletak yang berdebu di rumah? Seberapa sering pasien mengganti tirai dan sprei di rumah? Apakah pasien menggunakan parfum tertentu? Apakah pasien menggunakan kompor yang berasap atau memasak menggunakan kayu

bakar? Apakah pasien sering terpajan asap rokok?

Terkadang pencetus tidak terdapat di tempat tinggal pasien, tapi di lingkungan kerja. Contoh pertanyaan yang bisa ditanyakan misalnya:1

Apakah gejala dirasakan terutama di tempat kerja? Apakah gejala membaik saat libur dan akhir pekan? Apakah pasien sering merasakan mata berair dan hidung pedih saat bekerja? Apa pekerjaan pasien? Apa pekerjaan pasien mengharuskan pasien bekerja di sekitar jalan raya atau tempat

berpolusi lainnya?

Terkadang faktor pencetus tidak bisa segera diketahui pada pertemuan pertama atau kedua, namun upaya identifikasi faktor risiko tetap perlu dilakukan.

Setelah faktor pencetus diidentifikasi maka selanjutnya perlu dibentuk strategi untuk mengurangi pajanan pencetus tersebut terhadap pasien. Beberapa strategi untuk pencetus yang umum, misalnya:1

Tungau debu rumah: o Membersihkan ruangan secara teratur untuk menghindari bertumpuknya debuo Mengganti sprei, tirai, dan kain lainnya secara teraturo Menghindari menggantung pakaiano Mengganti lantai beralaskan karpet berbulu dengan lantai kayu atau linoleumo Mengganti furnitur berlapis bulu atau kain dengan kulito Mencuci sarung bantal, guling, dan sprei dengan air panas 1 minggu sekali

Kecoao Hindari kondisi yang digemari kecoa, misalnya sampah makanan yang tidak segera

dibuang

Page 3: Manajemen Tata Laksana Asma

Jamuro Cegah kondisi ruang menjadi lembabo Segera memperbaiki kebocoran air (misalnya dari pipa, kran, atau langit-langit)o Jemur karpet atau keset yang basaho Sebaiknya gunakan konsep kamar mandi kering

Serbuk sario Tutup jendela dengan rapato Ganti baju setiap selesai bepergian keluar rumah

Asap rokoko Hindari merokoko Hindari berdekatan dengan orang yang merokoko Apabila ada anggota keluarga yang merokok, larang untuk merokok di dalam rumah

Asap kayuo Hindari memasak di dalam rumah

Pajanan lingkungan kerjao Perbaiki ventilasi ruang kerjao Pergunakan masker yang sesuai

Tahap-tahap pengobatan asma

Selain terapi definitif berupa penghindaran faktor risiko, tata laksana farmakologis juga dapat meringankan gejala yang diderita oleh pasien. Tergantung dari gejala klinis yang dialami oleh pasien, pengobatan asma dibagi menjadi 5 tahapan yang masing-masing menggunakan obat-obat yang berbeda.1

Pasien berada dalam tahap 1 pengobatan apabila gejala asma dirasakan sangat jarang. Pasien juga tidak merasakan adanya gejala asma di antara episode asma. Pasien juga tidak memiliki riwayat pengobatan dengan pengontrol kortikosteroid inhalasi. Pada tahap ini tidak diperlukan obat pengontrol dan digunakan obat pelega saja yang digunakan saat terjadi episode asma. Pelega yang direkomendasikan adalah golongan agonis beta-2 kerja singkat (SABA) yang digunakan secara inhalasi. Dapat juga digunakan SABA oral atau kombinasi SABA oral dengan aminofilin.1

Pasien dikatakan berada dalam tahap 2 pengobatan bila gejala asma dan eksaserbasi dirasakan secara periodik. Pada pasien dengan tahap ini digunakan kortikosteroid inhalasi dosis rendah.1

Apabila setelah 12 minggu dalam tahap 2 gejala asma tidak terkontrol maka pengobatan dilanjutkan ke tahap 3. Pasien juga dapat langsung masuk ke tahap 3 pengobatan bila gejala dirasakan sering. Pada pengobatan tahap ini digunakan kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis rendah dan agonist beta-2 kerja lama (LABA).1

Apabila pada tahap 3 asma masih tidak terkontrol maka perlu dilanjutkan ke tahap 4. Namun perlu disingkirkan dulu kemungkinan lain yang dapat menyebabkan pengobatan tahap 3 menjadi tidak efektif, misalnya kompliansi pasien yang buruk. Pada pengobatan tahap 4 digunakan kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis sedang-tinggi dan LABA.1

Pada pengobatan tahap 5 ditambahkan penggunaan kortikosteroid oral dosis terendah.

Page 4: Manajemen Tata Laksana Asma

Menaikkan dan menurunkan tahap pengobatan

Terapi farmakologi asma akan menunjukkan efek yang maksimal setelah kira-kira 12 minggu, karena itu umumnya pasien asma diminta untuk kontrol setiap 1-3 bulan sekali. Tahap pengobatan perlu dinaikkan apabila setelah jangka waktu tersebut gejala asma masih tidak terkontrol. Selain itu tahap pengobatan juga perlu dipertimbangkan untuk ditingkatkan bila kebutuhan pelega lebih dari 1-2 kali sehari.1

Tahap pengobatan juga dapat diturunkan bila telah dicapai asma terkontrol. Namun pastikan dulu kondisi asma stabil terkontrol selama 3-6 bulan. Apabila kortikosteroid inhalasi yang diberikan dosis sedang-tinggi, maka penurunan dosis dilakukan bertahap sebanyak 50% dalam waktu 3 bulan. Apabila dosis kortikosteroid inhalasi yang diberikan adalah dosis terendah, maka kurangi pemakaian menjadi 1 kali sehari. Apabila dalam 1 tahun gejala masih terkontrol dengan penggunaan obat pengontrol terendah, maka penggunaan obat pengontrol dapat dihentikan.1

Eksaserbasi asma akut

Eksaserbasi asma merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan perburukan dari gejala asma seperti sesak nafas, mengi, batuk, dan rasa berat pada dada. Eksaserbasi asma merupakan tanda bahwa terjadi kegagalan pada terapi jangka panjang asma, karena itu selain meringankan gejala eksaserbasi, tata laksana juga perlu melibatkan peninjauan ulang terhadap terapi jangka panjang yang dilakukan.1-2

Eksaserbasi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya polusi, alergen, infeksi saluran nafas, dan asap rokok. Inflamasi yang disebabkan oleh etiologi apapun dapat menyebabkan eksaserbasi asma akut.1

Eksaserbasi dapat dinilai berdasarkan gejala dan tanda yang ada pada pasien.

Pasien dengan eksaserbasi ringan baru akan merasa sesak jika berjalan. Pasien masih dapat tidur dengan telentang dan dapat berbicara baik hingga satu kalimat. Pada pasien ini sudah dapat ditemukan gejala berupa gelisah. Frekuensi nafas masih kurang dari 20x/menit dan frekuensi nadi kurang dari 100x/menit. Saturasi oksigen di atas 95%. Mengi umumnya terdengar hanya pada saat akhir ekspirasi paksa. APE setelah bronkodilator awal >80% nilai prediksi.1

Pasien dengan eksaserbasi sedang umumnya tampak gelisah dan mulai kesulitan untuk berbicara 1 kalimat dengan lengkap akibat sesak saat berbicara. Frekuensi nafas menjadi cepat hingga 30x/menit. Frekuensi nadi juga meningkat hingga 120x/menit. Wheezing terdengar jelas saat ekspirasi. Saturasi oksigen mulai menurun namun masih di atas 90%. APE pasca bronkodilator awal 60-80% nilai prediksi.1

Pasien dengan eksaserbasi berat memiliki gejala yang mirip dengan pasien eksaserbasi sedang, namun pasien sudah merasa sesak nafas walaupun sedang istirahat dan tidak berbicara. Kesulitan berbicara akibat sesak menjadi makin jelas terlihat dan pasien hanya mampu berbicara kata per kata. Wheezing dapat didengar saat inspirasi maupun ekspirasi. APE kurang dari 60% nilai prediksi dan saturasi oksigen menurun hingga dibawah 90%.1

Page 5: Manajemen Tata Laksana Asma

Eksaserbasi mulai mengancam jiwa apabila pasien mulai menunjukan tanda-tanda penurunan kesadaran dan tidak responsif. Pergerakan torakoabdominal paradoksal. Dari auskultasi dada juga bisa tidak didapatkan mengi.1

Pengobatan eksaserbasi asma

Pasien dengan eksaserbasi asma akut perlu diberikan tata laksana awal berupa terapi oksigen dan SABA melalui nebulisasi. Target saturasi dengan terapi oksigen adalah >90% untuk orang dewasa dan >95% pada anak. SABA diberikan sebanyak maksimal 3 kali dalam 1 jam. Apabila tidak terjadi respon yang diinginkan maka dapat dipertimbangkan pemberian korikosteroid sistemik. Kortikosteroid sistemik juga dapat langsung diberikan tanpa memberikan kortikosteroid inhalasi terlebih dahulu bila pasien datang dengan eksaserbasi asma berat atau sedang menjalani terapi kortikosteroid oral.1

Obat-obatan Asma

Berikut adalah contoh-contoh obat asma yang biasa digunakan sebagai pengontrol asma:

LABACS (long acting beta agonist + corticosteroid) : kombinasi LABA dan kortikosteroid inhalasi. Contohnya kombinasi budesonid dan formoterol. Tersedia dalam sediaan diskus dan inhaler (metered dose inhaler). Dosis rendah 2x160ug, dosis sedang 2x320 ug, dosis tinggi 2x640 ug

Kortikosteroid inhalasi: contohnya budesonid, tersedia dalam bentuk diskus. Satu dosisnya mengandung 200 ug budesonid. Dosis rendah 2x200 ug, dosis sedang 2x400 ug, dosis tinggi 2x800 ug

Antileukotrien: contohnya zafirlukas. Tersedia dalam bentuk tablet 20 mg. Dosisnya 2x20 mg.

Sedangkan obat pelega yang dapat digunakan misalnya:

Salbutamol: golongan SABA, tersedia dalam bentuk tablet, sirup, MDI, dan solusio untuk nebuls. Dosis oral 2 mg/kali, dosis inhalasi 200 ug / kali,

Salbutamol + ipratropium bromide: kombinasi SABA dan Antikolinergik kerja singkat, tersedia dalam bentuk inhaler. Dosis 20 ug/kali.

Budesonid: bentuk nebuls digunakan untuk eksaserbasi asma akut, tersedia dalam bentuk 0,5 ug atau 1 ug / 2ml atau per nebuls. Dosis yang digunakan 1 nebuls.

Metilprednisolon: tersedia dalam bentuk injeksi dan tablet. Dosis 24-40 mg/hari.

1. Sutoyo DK, Setyanto DB, Rengganis I, Yunus F, Sundaru H. Pedoman tata laksana asma. Jakarta: Dewan Asma Indonesia; 2011.2. Morris MJ. Asthma. Medscape; [updated Jun 10 2013; cited 2013 Jun 26]; Available from: http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview.